PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP
NEGERI 1 SAYURMATINGGI MELALUI PEMBELAJARAN INVESTIGASI
KELOMPOK
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
JUINDI FERDINAN SIMANUNGKALIT NIM. 8126171014
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
JUINDI FERDINAN SIMANUNGKALIT. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sayurmatinggi Melalui Pembelajaran Investigasi Kelompok. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran investigasi kelompok lebih baik dari pada yang diajar dengan pembelajaran konvensional, (2) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran investigasi kelompok lebih baik dari pada yang diajar dengan pembelajaran konvensional, (3) ada atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran investigasi kelompok dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, (4) ada atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran investigasi kelompok dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, dan (5) bagaimana ragam jawaban siswa yang diajar melalui pembelajaran investigasi kelompok. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak (cluster random sampling), dua kelas yang terpilih adalah kelas VII-2 SMP Negeri 1 Sayurmatinggi sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-3 SMP Negeri 1 Sayurmatinggi sebagai kelas kontrol, kelas eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran investigasi kelompok, kelas control diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Analisis data dilakukan dengan ANAVA Dua Jalur. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang diberi pembelajaran investigasi kelompok dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional; (2) Terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diberi pembelajaran investigasi kelompok dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional; (3) Tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika siswa dan model pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa; (4) Tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika siswa dan model pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa; dan (5) Proses penyelesaian jawaban tes kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika pada kelas yang diajarkan dengan pembelajaran investigasi kelompok lebih baik dan terlihat langkah-langkah penyelesaian berurutan dan benar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian ini maka para guru matematika disarankan untuk menggunakan model pembelajaran investigasi kelompok sebagai model pembelajaran alternative dalam pembelajaran matematika.
ii ABSTRACT
JUINDI FERDINAN SIMANUNGKALIT. Upgrades Mathematical Problem Solving and Communication Seventh Grade Students of SMP Negeri 1 Sayurmatinggi Through Learning Group Investigation. Thesis. Mathematics Education Graduate University of Medan. 2016.
This study aims to determine: (1) increase the ability of solving mathematical problems students who are taught by teaching investigative group is better than the one taught by conventional learning, (2) increase the ability of mathematical communication students who are taught by teaching investigative group is better than that taught by conventional learning, (3) the presence or absence of interaction between the learning model group investigation and initial ability of students to increase the ability of mathematical problem solving by students, (4) the presence or absence of interaction between the learning model group investigation and initial ability of students to improving the communication skills of mathematical students, and (5) how diverse responses of the students who were taught through learning group investigation. The sampling technique in this research is done randomly (cluster random sampling), two classes were chosen is a class 2 SMP Negeri 1 Sayurmatinggi as an experimental class and class VII-3 SMP Negeri 1 Sayurmatinggi as the control class, the experimental class treated learning model investigative group, class control-treated conventional learning. Data were analyzed by ANOVA Two Paths. From the research results can be concluded: (1) There is a significant increase in the problem-solving ability among students by teaching investigative groups with students who were given the conventional learning; (2) There is a significant improvement to the mathematical communication skills among students by teaching investigative groups with students who were given the conventional learning; (3) There is no interaction between prior knowledge and students 'mathematics learning model to increase students' mathematical problem solving ability; (4) There is no interaction between prior knowledge and students 'mathematics learning model to increase students' mathematical communication skills; and (5) Settlement process test answer problem-solving abilities and communication classes taught mathematics at the investigative group learning better and visible steps to resolve the correct sequence and compared with the conventional learning. Based on these results it is math teachers are advised to use the investigative group learning model as an alternative model of learning in mathematics.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, atas limpahan berkat, rahmat, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Komunikasi Matematis Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Sayurmatinggi Melalui Pembelajaran Investigasi Kelompok” ini dapat diselesaikan. Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikanpada Program Studi Pendidikan Matematika PPs UNIMED Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1) Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku pembimbing I dan Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc, Ed., Ph.D selaku pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini, yang dengan penuh ketelitian, kesabaran, kesediaannya menerima keluh kesah penulis, dan pengertian yang luar biasa dalam membimbing penulis di sela-selakesibukannya.
2) Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd.,bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., dan bapak Dr. E. Elvis Napiyupulu, M.S selaku narasumber yang telah memberikan banyak masukan.
iv
4) Kepala sekolah SMP Negeri 1 Sayurmatinggi, yang telah memberikan izin penelitian kepada peneliti.
5) Teman-teman seperjuangan yang juga banyak memberikan masukan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Dalam penyelesaian tesis ini penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, dan apa yang diuraikan mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya penulisan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat dalam memperkaya khazanah ilmu pendidikan.
Medan, Juli 2016 Penulis,
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Identifikasi Masalah ... 16
1.3.Pembatasan Masalah ... 17
1.4.Rumusan Masalah ... 17
1.5.Tujuan Penelitian ... 18
1.6.Manfaat Penelitian ... 19
1.7.Defenisi Operasional ... 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 22
2.1.Masalah Matematika ... 22
2.2.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 24
2.3. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 29
2.4. Hakekat Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 38
2.4.1 Pengertian Investigasi Kelompok ... 38
2.4.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 41
2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 43
2.5. Pembelajaran Konvensional ... 44
2.6. Teori Belajar Yang Mendukung ... 47
2.7. Penelitian Yang Relevan ... 53
2.8.Kerangka Konseptual ... 55 2.8.1 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
vi
Baik daripada Kemampuan Pemecahan Masalah yang diajar
dengan Pembelajaran konvensional... 55
2.8.2 Peningkatan Komunikasi Matematis Siswa dengan Model Pembelajaran Investigasi kelompok lebih baik daripada Kemampuan Pemecahan Masalah yang diajar dengan Pembelajaran konvensional ... 56
2.8.3 Terdapat Interaksi Antara Model Pembelajaran Investigasi Kelompok dan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 57
2.8.4 Terdapat Interaksi Antara Model Pembelajaran Investigasi Kelompok dan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 58
2.8.5 Proses Jawaban Siswa yang Diajarkan Melalui Model Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 59
2.9.Hipotesis Penelitian ... 60
BAB III METODE PENELITIAN ... 61
3.1.Jenis Penelitian ... 61
3.2.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 61
3.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 61
3.4.Variabel Penelitian ... 63
3.5.Desain Penelitian ... 63
3.6.Instrumen Penelitian ... 64
3.6.1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 65
3.6.2. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 67
3.6.3. Analisis Instrumen Penelitian/Tes ... 69
3.6.3.1.Validitas Butir Soal ... 69
3.6.3.2. Menghitung Reliabilitas ... 71
3.6.3.3. Menghitung Tingkat Kesukaran Soal dan Daya Pembeda ... 72
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 82
4.1.Hasil Penelitian ... 82
4.1.1. Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran Dan Instrumen Tes ... 83
4.1.2. Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ... 85
4.1.2.1. Analisis Inferensial Data KAM Siswa ... 88
4.1.3. Deskripsi Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 91
4.1.4. Analisis Inferensial Data Kemampuan Pemecahan Masalah ... 95
4.1.4.1. Analisis Uji Prasyarat ... 96
4.1.4.2. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 99
4.1.4.3. Interaksi Antara Faktor Pembelajaran Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 103
4.1.5. Analsis Deskriptif Data Kemampuan Komunikasi Matematika ... 107
4.1.6. Analisis Inferensial Kemampuan Komunikasi Matematika ... 111
4.1.6.1. Analisis Uji Prasyarat ... 111
4.1.6.2. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika... 115
4.1.6.3. Interaksi Antara Faktor Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa ... 115
4.1.7. Deskripsi Proses Penyelesaian Masalah Untuk Setiap Kemampuan Pada Masing-Masing Pembelajaran... 118
4.1.7.1. Proses Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 118
4.1.7.2. Proses Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 125
4.2.Keterbatasan Penelitian ... 131
Bab V Simpulan dan Saran ... 134
5.1 Kesimpulan ... 134
5.2 Saran ... 135
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Konvensional ... 45
Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Konvensional Dengan Pembelajaran Investigasi Kelompok ... 46
Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 63
Tabel 3.2. Tabel Weiner Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 64
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Butir Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 65
Tabel 3.4. Kriteria Penilaian Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 66
Tabel 3.5. Kisi-Kisi Butir Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 67
Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 68
Tabel 3.7. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik Yang Digunakan ... 81
Tabel 4.1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 83
Tabel 4.2 Hasil validasi Instrumen Tes ... 84
Tabel 4.3. Deskripsi Data KAM Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 85
Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas KAM Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen . 89
Tabel 4.5. Uji Homogenitas Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 90
Tabel 4.6. Hasil Uji Kesetaraan Data KAM Siswa Kedua Kelas Pembelajaran . 91
ix
Tabel 4.8. Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan KAM dan
Pembelajaran ... 93
Tabel 4.9. Rincian Hasil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 94
Tabel 4.10. Hasil Uji Normalitas Gain Kemampuan Pemecahan Masalah ... 96
Tabel 4.11. Uji Homogenitas Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 98
Tabel 4.12. Hasil Uji Hipotesis Dengan SPSS ... 99
Tabel 4.13. Deskripsi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematika ... 108
Tabel 4.14. Gain Kemampuan Komunikasi Matematika Berdasarkan KAM dan Pembelajaran ... 109
Tabel 4.15. Rincian Hasil Indikator Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa ... 110
Tabel 4.16. Hasil Uji Normalitas Gain Kemampuan Komunikasi Matematika ... 112
Tabel 4.17. Uji Homogenitas Gain Kemampuan Komunikasi Matematika ... 113
Tabel 4.18. Hasil Uji Hipotesis Dengan SPSS ... ... 114
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1a Kesalahan Siswa dalam memahami dan Langkah
Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah ... 5 Gambar 1.1b Kesalahan Siswa dalam memahami dan Langkah
Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah ... 6 Gambar 1.2a Kesalahan Siswa dalam memahami dan Langkah
Menyelesaikan Soal Komunikasi ... 10 Gambar 1.2b Kesalahan Siswa dalam memahami dan Langkah
Menyelesaikan Soal Komunikasi ... 10 Gambar 3.1. Diagram Prosedur Penelitian... 74 Gambar 4.1 Diagram Rincian Hasil Indikator Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa ... 95 Gambar 4.2. Estimasi gain Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Berdasarkan KAM ... 104 Gambar 4.3. Estimasi gain Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Berdasarkan KAM ... 117 Gambar 4.4. Hasil Jawaban Siswa pada Nomor 1 untuk Kelas Eksperimen ... 119 Gambar 4.5. Hasil Jawaban Siswa pada Nomor 1 untuk Kelas Kontrol ... 119 Gambar 4.6. (a) dan (b) Hasil Jawaban Siswa pada Nomor 2 dan 3 untuk
Kelas Eksperimen... 120 Gambar 4.7. (a) dan (b) Hasil Jawaban Siswa pada Nomor 2 dan 3 untuk
Kelas Kontrol ... 122 Gambar 4.8. Hasil Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 4 pada Kelas
Eksperimen ... 123 Gambar 4.9. Hasil Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 4 pada Kelas
xi
Gambar 4.10. Hasil Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 1 pada Kelas
Eksperimen ... 125 Gambar 4.11. Hasil Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 1 pada Kelas
Kontrol ... 126 Gambar 4.12. (a) dan (b) Hasil Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 2 dan 3
pada Kelas Eksperimen ... 127 Gambar 4.13. (a) dan (b) Hasil Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 2 dan 3
pada Kelas Kontrol ... 128 Gambar 4.14. Hasil Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 4 dan 5 pada Kelas
Eksperimen ... 129 Gambar 4.15. Hasil Jawaban Siswa untuk Soal Nomor 4 dan 5 pada Kelas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin
pesat, sangat menuntut kita untuk berkembang seiring perkembangan itu.
Perkembangan IPTEK tersebut mendatangkan tuntutan kehidupan yang semakin
tinggi yang banyak menimbulkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini, dunia pendidikan merupakan salah satu sarana pembentuk sumber
daya manusia yang lebih baik dan menciptakan pribadi seseorang untuk lebih
mampu berkembang dan siap menghadapi kehidupan nyata yang akan
dihadapinya. Dunia pendidikan telah banyak melakukan usaha demi
meningkatkan mutu pendidikan, salah satunya adalah memperbaiki kurikulum
pendidikan. Seperti pada saat ini telah diberlakukannya kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Dalam pendidikan disekolah, matematika merupakan salah satu disiplin
ilmu yang memiliki peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga matematika perlu dipahami dengan baik oleh seluruh lapisan
masyarakat, terutama siswa, mahasiswa dan ilmuan lainnya. Dalam hal ini,
Hudojo (2005:37) mengatakan bahwa matematika adalah suatu alat untuk
2
untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK
sehingga matematika perlu dibekalkan pada setiap peserta didik sejak SD bahkan
sejak TK. Hal ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (1991:94) yang menyatakan
bahwa “kita harus menyadari bahwa matematika itu penting baik bagi alat bantu,
sebagai ilmu (bagi ilmiyawan), sebagai pembimbing pola berpikir, maupun
sebagai pembentuk sikap. Oleh karena itu kita harus mendorong siswa untuk
belajar matematika dengan baik”. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan
matematika merupakan sarana pembentuk pola pikir seseorang untuk lebih
mampu berkembang. Berkenaan dengan hal ini National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM) menetapkan lima standart proses kemampuan sebagai
kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran
matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving),
kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection),
kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation)
NCTM (2000:29).
Namun pada kenyataan kebanyakan siswa menganggap matematika
sebagai bidang studi yang sulit dipelajari, dengan karekteristik matematika yang
bersifat abstrak sehingga banyak siswa menganggap matematika merupakan
momok yang menakutkan, yang mengakibatkan siswa malas dan tidak ada
keinginan untuk berusaha serta berpikir tingkat tinggi mencari solusi pada setiap
kesulitan yang ditemukan dalam mempelajari matematika tetapi malah sedapat
mungkin siswa selalu menghindar dari kesulitan yang dialaminya yang
3
menurut Abdurahman (2009:252) bahwa dari berbagai bidang studi yang
diajarkan disekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling
sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi
siswa yang berkesulitan belajar. Hal yang senada disampaikan oleh Marti
(Sundayana, 2014:3) bahwa obyek matematika yang bersifat abstrak tersebut
merupakan kesulitan tersendiri yang harus dihadapi peserta didik dalam
mempelajari matematika.
Kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi merupakan
dua hal yang terdapat dalam tujuan pembelajaran matematika menurut NCTM.
Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi
merupakan kemampuan dasar matematika yang perlu dikembangkan dan harus
dimiliki oleh siswa. Pemecahan masalah merupakan proses menerapkan
pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum
dikenal sehingga siswa lebih tertantang dan termotivasi untuk mempelajarinya.
Dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan untuk
menggunakan keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki untuk diterapkan
dalam penyelesaian soal-soal yang tidak rutin. Dengan demikian, kemampuan
pemecahan masalah sangat penting untuk dikuasai oleh siswa. Turmudi (2008:29)
menjelaskan bahwa problem solving dalam pembelajaran matematika merupakan
bagian tak terpisahkan dalam pembelajaran matematika.
Menurut National Council of Teachers of Mathematics (2000:52)
mengungkapkan tujuan pengajaran pemecahan masalah secara umun adalah untuk
4
muncul dalam matematika dan di dalam konteks-konteks lainnya, (3) menerapkan
dan menyesuaikan bermacam strategi yang sesuai untuk memecahkan
permasalahan dan (4) memantau dan merefleksikan proses dari pemecahan
masalah matematika.
Rendahnya tingkat kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan hasil belajar matematika siswa rendah, karena
matematika sangat erat kaitannya dengan tingkat kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa. Jonassen (Purnomo, 2014:25) menegaskan bahwa seharusnya
fokus utama dalam pembelajaran adalah belajar menyelesaikan masalah. Hal ini
juga dijelaskan oleh Branca bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah
tujuan utama dalam pembelajaran matematika, oleh karena itu kemampuan
memecahkan masalah hendaknya diberikan, dilatihkan, dan dibiasakan kepada
peserta didik. Kemudian Loretta Ohnemus Omaha, Nebraska (2010:5)
menegaskan “Problem solving is an essential part of mathematics, yet many
students spend much of their mathematics career copying and reproducing
algorithms”. Yang artinya pemecahan masalah adalah bagian yang terpenting
dalam Matematika, tetapi masih banyak pelajar yang mencontek dan
memproduksi algoritma dalam pelajaran matematika mereka.
Namun faktanya adalah kemampuan siswa dalam pemecahan masalah
masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat setelah dilalakukan tes kepada siswa
disalah satu sekolah, menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah masih tergolong rendah, siswa terlihat kesulitan dalam memahamai
5
Sesuai dengan tes uraian yang diberikan kepada siswa untuk melihat kemampuan
pemecahan masalah siswa, seperti contoh berikut:
1. Harga sebuah buku adalah dua kali harga sebuah pensil. Seorang anak
membeli sebuah buku dan dua pensil, anak tersebut harus membayar Rp.
2000,-. a) tuliskan informasi yang diperlukan untuk menentukan harga pensil?
b) Berapakah harga sebuah pensil?
2. Seorang pedagang membeli 2 keranjang mangga dan 3 keanjang salak dengan
biaya Rp. 40000,-. Setiap keranjang berisi 10 buah. Harga sekeranjang salak
sama dengan dua keranjang mangga. a) apakah informasi yang diperlukan
untuk menentukan harga sekeranjang mangga cukup? b) bagaimana cara
menghitung harga sekeranjang mangga? Dan berapakah harganya?
Terdapat 26 orang dari 40 orang siswa (65%) siswa tidak dapat
menyelesaikan soal dengan benar dan di dapati (7,5%) lembar jawaban yang
kosong. Dalam hal ini siswa belum dapat memahami masalah pada soal yang
diberikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pola hasil jawaban yang telah
diselesaikan siswa kelas VII SMP berikut ini.
6
Gambar 1.1.b Kesalahan Siswa dalam Langkah Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah
Pada gambar 1.1.a. siswa sudah hampir mampu memahami masalah itu
siswa telah mampu menyajikan informasi yang dibutuhkan, namun pada
penyelesaiannya dalam menjawab tidak lengkap dan siswa juga tidak dapat
menuliskan perencanaan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dan pada
gambar 1.1.b. siswa kurang mampu memahami masalah begitu juga dalam
pelaksanaan pemecahan masalah siswa belum mampu menyelesaikan masalah
tersebut dengan baik. Hal ini terlihat dari lembar jawaban siswa yang tidak
memberikan penyelesaian atas masalah tersebut..
Dari masalah di atas dalam menyelesaikan masalah tersebut dibutuhkan
kemampuan pemecahan masalah, sehingga siswa dapat merumuskan informasi
yang disajikan dalam masalah serta dapat menjelaskan apakah informasi yang
disajikan dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut atau tidak.
Disamping. itu siswa harus mampu menentukan perencanaan dan
menyelesaikannya dengan baik. Seperti yang dikemukakan oleh NCTM (2000:52)
7
thinking, habits of persistence and curiosity, and confidence in unfamiliar
situations that will serve them well outside the mathematics classroom. In
everyday life and in the workplace, being a good problem solver can lead to great
advantages. Dengan kata lain dengan mempelajari kemampuan pemecahan
masalah siswa akan memperoleh cara berpikir, ketekunan, rasa ingin tahu, serta
dapat mengaplikasi matematika dalam kehidupan sehari-harinya.
Selain mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, kompetensi
yang dianggap penting di dalam tujuan pembelajaran matematika adalah
kemampuan komunikasi. Dalam pembelajaran matematika komunikasi
merupakan bagian penting karena dengan komunikasi siswa dapat
mengungkapkan gagasan, ide matematika atau pendapat baik lisan ataupun tulisan
dalam merespon pertanyaan atau masalah yang diajukan. Pengembangan
komunikasi juga merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika dan
menjadi salah satu standar kompetensi lulusan dalam bidang matematika.
Seperti yang disampaikan oleh Baroody (Ansari, 2009:4) bahwa sedikitnya
ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika
perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa, pertama adalah matematika tidak
hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan
masalah atau mengambil keputusan tetapi matematika juga sebagai alat untuk
mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas, kedua adalah
sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika di sekolah, matematika
juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga sebagai sarana komunikasi
8
Matematika juga dipandang sebagai bahasa atau alat komunikasi (bahasa
matematika) dalam arti matematika sebagai bahasa simbol yang terlukis dalam
proses simbolisasi dan formulasi yaitu mengubah pernyataan kedalam bentuk
rumus, simbol atau gambar. Dengan adanya bahasa simbol dalam matematika,
maka komunikasi antar individu atau komunikasi antar individu dengan suatu
objek menjadi lebih mudah dipahami. Seperti yang diungkapkan oleh Johnson dan
Myklebust (Sundayana, 2014:2) bahwa matematika merupakan bahasa simbolis
yang mempunyai fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
kuantitatif dan keruangan. Proses komunikasi terjadi apabila terjadi interaksi
dalam pembelajaran. Guru merancang pembelajaran yang memungkinkan
terjadinya interaksi positif sehingga memungkinkan siswa dapat berkomunikasi
dengan baik.
Kemampuan berkomunikasi merupakan dasar untuk segala yang kita
kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram, persamaan matematik
dan demonstrasi visual sama baiknya dengan kata-kata yang ditulis atau
dibicarakan, semuanya adalah cara komunikasi yang sering kali digunakan dalam
ilmu pengetahuan. Menurut NCTM (2000:56) kemampuan komunikasi
matematika merupakan 1) recognize reasoning andproof as fundamental aspects
of mathematics; 2) make and investigate mathematical conjectures; 3) develop
and evaluate mathematical arguments and proofs; 4) select and use various types
of reasoning and methods of proof.
Pentingnya komunikasi matematis membantu siswa untuk mengatur dan
teman-9
temannya, guru dan orang lain, menggunakan bahasa matematika serta
mengekspresikan ide-ide matematika secara benar. Dalam pembelajaran
matematika di kelas komunikasi merupakan bagian penting. Kegiatan bertanya,
menjelaskan, dan berdiskusi harus menjadi kebiasaan siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
Pada kenyataan dan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan, terlihat
bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa tergolong rendah, hal ini dapat
dilihat dari hasil jawaban siswa kelas VII SMP untuk soal sebagai berikut: 1).
Sebuah lapangan berukuran 100 m x 80 m. ditepi lapangan itu dibuat jalan dengan
lebar 3m mengelilingi lapangan. Tentukan: a) kemukakan bagaimana caramu
untuk dapat menentukan luas jalan tersebut. b) berapakah luas jalan tersebut. c)
Berapakah biaya yang dibutuhkan, jika jalan tersebut akan dibuat dengan biaya
Rp. 35.000,- per meter. 2). Seorang petani mempunyai sebidang tanah dengan
keliling 60 m dan lebar 10 m. tanah tersebut akan dibuat sebuah kolam berbentuk
belah ketupat dengan panjang diagonalnya 5 m dan 8 m, sedangkan sisinya akan
ditanami pohon pisang. a) dari informasi yang disajikan apakah kamu dapat
menntukan luas tanah petani! berapakah luasnya?, b) berapakah luas tanah yang
ditanami pohon pisang tersebut?, c) gambarkanlah sketsa dari masalah ini.
Terdapat 26 orang dari 40 orang siswa (65%) siswa tidak dapat
menyelesaikan soal dengan benar dan di dapati (7,5%) lembar jawaban yang
kosong. Dalam hal ini siswa belum dapat memahami masalah pada soal yang
diberikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pola hasil jawaban yang telah
10
Gambar 1.2.a Kesalahan Siswa dalam memahami dan Langkah Menyelesaikan Soal Komunikasi
Gambar 1.2.b Kesalahan Siswa dalam Langkah Menyelesaikan Soal Komunikasi
Pada gambar 1.2.a. tampak bahwa siswa belum mampu menuliskan idenya
dalam menentukan luas jalan pada lapangan tersebut, walau siswa sudah terlihat
dapat melakukan perhitungan dengan rumus. Dan pada gambar 1.2.b. tidak
berbeda dengan jawaban siswa pada gambar 1.2.a siswa mengalami kesulitan
dalam mengemukakan ide matematikanya secara tertulis serta menjelaskan ide
matematika ke dalam kata-kata sendiri, siswa mengalami kesulitan merubah soal
tersebut ke dalam gmbar, ditemukannya kesalahan siswa dalam menafsirkan soal
sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai yang ditanyakan, jawaban siswa
11
Hal ini juga didukung oleh Penelitian dari Demikian juga dengan hasil
penelitian Suryadi (Usdiyana, 2009:2) terhadap siswa kelas dua SMP di kota dan
kabupaten Bandung yang menemukan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam
mengajukan argumentasi, menemukan pola dan pengajuan bentuk umumnya.. Hal
ini juga diperkuat oleh hasil laporan TIMSS menyebutkan bahwa kemampuan
siswa indonesia dalam komunikasi matematik sangat jauh tertinggal dengan
negara-negara lain, yaitu untuk permasalahan matematika yang menyangkut
komunikasi matematika, siswa indonesia berhasil menjawab benar hanya 5% dan
jauh tertinggal dari negara seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang mancapai
lebih dari 50%.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah rendahnya
kemampuan awal siswa, seperti terlihat pada penguasaan siswa terhadap materi
sebelumnya atau materi prasyarat yang dapat dilihat dari penyelesaian siswa pada
tes awal yang diberikan pada studi pendahuluan di atas. Hal ini didasarkan pada
materi yang dipelajari dalam pembelajaran matematika tersusun secara hierarkis
dimana setiap konsep dalam matematika itu saling berhubungan antara yang satu
dengan yang lainnya dan akhirnya membentuk konsep baru yang lebih kompleks.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ruseffendi (1991:268) menyatakan bahwa:
“topik-topik dalam matematika itu tersusun secara hierarkis mulai dari yang
mendasar atau mudah sampai kepada yang paling sukar. Setiap orang yang ingin
belajar matematika dengan baik harus melalui jalur-jalur pasti yang telah tersusun
12
mengatakan bahwa hakekat matematika berkenaan dengan ide-ide,
struktur-struktur dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut aturan yang logik.
Sehingga untuk mempelajari matematika pengetahuan tentang materi
sebelumnya sangat berguna untuk mempelajari materi selanjutnya. Seiring dengan
matematika merupakan dasar dari berbagai ilmu, dan merupakan ilmu yang
tersusun secara hierarkis maka kemampuan awal yang dimiliki siswa akan
berdampak pada keberhasilan siswa dalam belajar selanjutnya. Seseorang yang
mengalami kesulitan pada pokok bahasan awal, maka secara otomatis dia akan
mengalami kesulitan untuk mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Dan siswa
yang memiliki kemampuan awal yang baik, maka dia akan mampu mengikuti
pelajaran berikutnya dengan baik.
Dalam kegiatan belajar mengajar dalam suatu ruang kelas, para siswa
memiliki latar belakang kemampuan awal yang berbeda-beda, dimana
kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran juga akan berbeda. Kemampuan
awal siswa adalah kemampuan yang telah dimiliki oleh siswa sebelum ia
mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal (entry behavior)
ini menggambarkan kesiapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan
disampaikan oleh guru. Kemampuan awal siswa penting untuk diketahui guru
sebelum ia mulai dengan pembelajarannya, agar guru mengetahui apakah siswa
telah mempunyai pengetahuan yang merupakan prasyarat (prerequisite) untuk
mengikuti pembelajaran dan sejauh mana siswa telah mengetahui materi apa yang
13
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah cara mengajar guru
yang masih menggunakan pembelajaran konvensional, dimana pada saat mengajar
matematika guru langsung menjelaskan topik yang akan dipelajari, dilanjutkan
pemberian contoh dan soal untuk latihan, dan guru sering mencontohkan pada
siswa bagaimana menyelesaikan soal. Hal ini juga mempengaruhi cara siswa
dalam menyelesaikan suatu masalah, yang membuat proses jawaban siswa dalam
menyelesaikan masalah monoton dan kurang bervariasi. Disamping itu dalam
pembelajaran siswa lebih banyak pasif dan siswa belajar dengan cara mendengar
dan guru monoton melakukan pembelajaran matematik kemudian guru mencoba
memecahkan masalah yang ada secara sendiri dan dengan pembelajaran
konvensional ini siswa juga akan mudah bosan dan menganggap matematika itu
sulit untuk dipecahkan sebab siswa kurang di tuntut untuk menggunakan
kemampuan pemecahan masalah yang mereka miliki dalam menyelesaikan
persoalan matematika dan siswa juga tidak terlibat dalam mengemukakan ide dan
gagasan yang dimilikinya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam menyikapi hal tersebut
adalah pemilihan model pembelajaran yang tepat. Sebagaimana dijelaskan oleh
Hamruni (2012:7) salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru
dalam pembelajaran adalah keterampilan memilih metode. Pemilihan metode
terkait langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang
sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga pencapaian tujuan pengajaran
14
model pembelajaran yang dapat meningkatatkan kemampuan pemecahan masalah
dan komunikasi matematis. Salah satu model yang dapat merangsang berpikir
tingkat tinggi dalam situasi berorientasi berbasis masalah termasuk belajar
bagaimana belajar, dan dapat mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka adalah pembelajaran
investigasi kelompok.
Pembelajaran investigasi kelompok merupakan pembelajaran yang
menekankan pengembangan pemecahan masalah dalam suasana yang demokratis
dimana pengetahuan tidak diajarkan secara langsung kepada peserta didik
melainkan diperoleh melalui proses pemecahan masalah soal matematika. Sebagai
bagian dari investigasi, para siswa mencari dan menemukan informasi dari
berbagai macam sumber di dalam maupun di luar kelas. Kemudian para siswa
mengevaluasi dan mensintesiskan semua informasi yang disampaikan oleh
masing-masing anggota kelompok dan akhirnya dapat menghasilkan produk
berupa laporan kelompok. Group Investigsi dapat melatih siswa untuk
menemukan hal baru serta melatih siswa mengeluarkan ide dan gagasannya, hal
tersebut ditekankan oleh Istarani (2011:87) dalam kelebihan model pembelajaran
group investigasi, antara lain: (1) dapat memadukan antara siswa yang berbeda
kemampuan melalui kelompok yang heterogen, (2) melatih siswa untuk
meningkatkan kerjasama dalam kelompok, (3) melatih siswa untuk bertanggung
jawab sebab ia diberi tugas untuk diselesaikan dalam kelompok, (4) siswa dilatih
siswa untuk menemukan hal-hal baru dari hasil kelompok yang dilakukannya, (5)
15
ditemukannya”. Dengan demikian melalui penerapan model pembelajaran
investigasi kelompok, diharapkan hasil pembelajaran matematika siswa akan lebih
baik terlebih dalam kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis
siswa.
Melengkapi penelitan-penelitian yang terdahulu, beberapa hal yang masih
perlu diungkap lebih jauh yaitu berkaitan dengan pembelajaran matematika yang
berdasarkan kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam
kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dugaan
bahwa kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok
kemampuan tinggi, sedang dan rendah adanya interaksi dengan kemampuan
pemecahan masalah siswa dan kemampuan komunikasi matematis yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika. Disebabkan oleh
pemahaman materi atau konsep baru harus mengerti dulu konsep sebelumnya hal
ini harus diperhatikan dalam urutan proses pembelajaran. Hal ini senada dengan
Ruseffendi (1991:268) yang mengatakan objek langsung dalam matematika
adalah fakta, ketrampilan, konsep dan aturan (prinsipal). Berdasarkan pernyataan
tersebut maka objek dari matematika terdiri dari fakta, keterampilan, konsep, dan
prinsip yang menunjukkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempunyai
aturan, yaitu pemahaman materi yang baru mempunyai persyaratan penguasaan
materi sebelumnya.
Menurut Ruseffendi (1991) setiap siswa mempunyai kemampuan yang
biasa-16
biasa saja serta kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan
bawaan dari lahir (hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh
karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi
sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran
harus dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka perlu
dilakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Investigasi
Kelompok di Kelas VII SMP Negeri 1 Sayur Matinggi”.
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
identifikasi masalah adalah:
1. Siswa menganggap matematika sebagai bidang studi yang sulit
dipelajari dan momok yang menakutkan.
2. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika masih
tergolong rendah.
3. Kemampuan siswa dalam komunikasi matematis masih tergolong
rendah.
4. Pembelajaran yang berlangsung bersifat konvensional, sehingga siswa
lebih banyak pasif di dalam pembelajaran.
5. Rendahnya penguasaan siswa terhadap materi sebelumnya atau materi
17
6. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah matematika selama
pembelajaran monoton atau tidak bervariasi.
1.3.Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka masalah
yang akan diteliti difokuskan pada:
1. Penerapan model pembelajaran investigasi kelompok untuk peningkatan
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.
2. Interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematik terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis
siswa.
3. Mendeskripsikan bagaimana proses jawaban yang dibuat siswa dalam
menyelesaikan masalah pada model pembelajaran investigasi kelompok
dengan pembelajaran konvensional.
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
dari penelitian ini adalah:
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang
diajarkan melalui pembelajaran investigasi kelompok lebih tinggi dari pada
18
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan
melalui pembelajaran investigasi kelompok lebih tinggi dari pada yang
diajarkan dengan pembelajaran konvensional?
3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran investigasi kelompok dan
kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran investigasi kelompok dan
kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa?
5. Bagaimana proses jawaban kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi
matematis siswa yang diajar melalui pembelajaran investigasi kelompok dan
siswa yang diajar melalui pembelajaran konvensional?
1.5.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang diajar melalui model pembelajaran investigasi
kelompok lebih baik dari pada yang diajar dengan pembelajaran
konvensional.
2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang diajar melalui model pembelajaran investigasi kelompok lebih baik
19
3. Untuk menganalisis ada atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran
investigasi kelompok dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
4. Untuk menganalisis ada atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran
investigasi kelompok dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
5. Untuk mendeskripsikan bagaimana ragam jawaban siswa yang diajar
melalui Pembelajaran Investigasi Kelompok.
1.6.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan konstribusi
bagi perkembangan dan peningkatan mutu pendidikan, dan menghasilkan
temuan-temuan yang merupakan masukan yang berarti bagi pembaharuan kegiatan
pembelajaran yang dapat memperbaiki cara mengajar guru di dalam kelas
1. Untuk peneliti.
Sebagai pengalaman dalam penulisan karya ilmiah dan melaksanakan
penalitian dalam pendidikan matematika untuk menambah pengetahuan,
khususnya untuk mengetahui sejauh mana peningkatan minat dan aktivitas
siswa setelah diterapkannya pembelajaran investigasi kelompok.
2. Untuk guru.
Sebagai informasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, sekaligus
20
3. Untuk Bagi siswa.
Meningkatkaningn minat dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran
matematika.
4. Untuk sekolah.
Sebagai sumbangan bahan pemikiran untuk memperbaiki pembelajaran dalam
rangka peningkatan kualitas sekolah.
1.7.Defenisi Operasional
Untuk menghindari kerancuan pemahaman beberapa istilah dalam
penelitian ini, perlu adanya penjelasan dan pendefenisian secara operasional
sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang
untuk menyelesaikan masalah dalam situasi baru yang belum dikenal dengan
menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman yang telah
dimilikinya, dengan memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan
langkah-langkah: 1) memahami masalah, 2) membuat rencana pemecahan
masalah, 3) melaksanakan penyelesaian soal, 4) memeriksa ulang jawaban
yang diperoleh.
2. Komunikasi matematis adalah suatu kemampuan menyampaikan pesan dalam
menyelesaikan masalah matematik dengan bentuk tulisan, dan kesanggupan
siswa menyampaikan ide matematika ke dalam bentuk gambar, simbol-simbol
dan model matematika atau sebaliknya, melalui: (1) menuliskan ide
21
matematika, (3) menghubungkan gambar ke dalam ide matematika (4)
menjelaskan prosedur penyelesaian
3. Pembelajaran investigasi kelompok adalah pembelajaran kooperatif yang
paling kompleks dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1)
pemilihan topik, 2) cooperative learning, 3) implementasi, 4) analisis dan
sintesis, 5) presentasi produk akhir, dan 6) evaluasi.
4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru
dengan menyampaikan materi pelajaran kepada siswa dengan bentuk jadi,
melalui langkah-langkah: 1) Menyampaikan tujuan, 2) Menyajikan informasi,
3) Membimbing pelatihan, 4) Mengecek pemeahaman dan memberikan umpan
balik, 5) Memberikan kesempatan latihan lanjutan (tugas tambahan)
5. Kemampuan awal matematik adalah penguasaan matematika sebelum
penelitian dilaksankan, dalam hal ini mengacu kepada hasil jawaban tes yang
134 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran investigasi kelompok lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran investigasi kelompok lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran investigasi kelompok dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran investigasi kelompok dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
135
5.2. Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti memiliki beberapa saran untuk menerapkan model pembelajaran sebagai berikut:
1. Bagi Guru Matematika
a) Para guru matematika disarankan untuk menggunakan model pembelajaran investigas kelompok sebagai model belajar alternatif dalam pembelajaran mata pelajaran matematika
b) Dalam penerapan model pembelajaran investigasi kelompok guru harus memperhatikan tingkat kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik.
c) Dalam penerapan model pembelajaran investigasi kelompok sebaiknya para guru mempersiapkan dengan baik perangkat pendukung seperti lembar kerja kelompok beserta buku pendukung seperti buku siswa. d) Penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa
dan karakteristik mata pelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Maka guru perlu merancang dan mengembangkan model pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran.
2. Bagi Siswa
136
b) Para siswa harus lebih disiplin dalam menggunakan waktu pada saat diskusi kelompok, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
3. Bagi Kepala Sekolah
a) Hendaknya memberikan workshop atau pelatihan dalam penggunaan model-model pembelajaran.
b) Memberikan pelatihan pengembangan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran yang akan diterapkan di dalam pembelajaran.
c) Mengintruksikan kepada para guru untuk menciptakan pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa, dengan menerapkan pembelajaran investigasi kelompok.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk kesempurnaan penelitiaan ini, disarankan kepada peneliti untuk mengadakan penelitian lanjutan dengan melibatkan variabel lain seperti IQ, gaya belajar, motivasi, dan lain-lain. Perlu juga menambah populasi dan sampel yang lebih besar lagi, untuk mengecilkan tingkat kesalahan dan meningkatkan ketelitian hasil dari penelitian
5. Bagi Instansi Terkait
137
137
137
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Anggraini, L. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Viii-4 Smp Negeri 27 Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika.Volume 4.No.1, Juni 2010.
Ansari, B. I. 2009.Komunikasi Matematik (Konsep dan Aplikasi), Penerbit PeNA, Banda Aceh.
Arends, R. I. 2008. Learning to Teach. Buku Dua. Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2005. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renika Cipta.
.2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Renika Cipta.
Armiati. 2009. Komunikasi Matematika dan Kecerdasan Emosional. Prosiding Seminra Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Uogyakarta: FMIPA UNY.
Baroody, A.J. 1993. Problem Solving, Reasoning, and Cominicating, k-8. Healping Children Thing Mathematically. New York: Merril, an Inprint of Macmillan Publishing, Company.
Dahar, R. W. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.
Malang: Universitas Negeri Malang (UM PRESS).
Husna. I. M. & Fatimah. S. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS). Jurnal Peluang. Volume 1. Nomor 2. Halaman: 84.
138
Kurniawan. R. 2011. Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Melalui Kolaborasi Pendekatan Kontekstual dengan Jigsaw II pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Volume 1.Halaman: 75.
National Council of Teachers of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.
National Council of Teachers of Mathematics. 2000 Principles and Standarts for mathematics, Reaston, VA: NTCM.
Nebraska dan Omaha. L.O.2010.Journal writing to Learn problem solving. Lincoln: Department of Mathematics University of Nebraska.
Purnomo. E. A. & Mawarsari. V. D. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Model Pembelajaran Ideal Problem Solving Berbasis Project Based Learning. Jurnal JKPM. Vol: 1. No: 1. Halaman: 25.
Ruseffendi, E. T. 1991. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Potensi Dalam Pengajaran Matematika Dalam Meningkatkan CBSA. Bandung. Tarsito.
Rusman, 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya, W. 2008.Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.Jakarta: Prenada Media Group.
Saragih, S. (2007) Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Program Pascasarjana UPI Bandung.
Saryantono, B.2013.Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas XSMA Adiguna Bandar Lampung Melalui ModelPembelajaran Investigasi Kelompok. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013.
Sirait, B. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa SMK Melalui Pembelajaran Kontekstual. Tesis. Medan: PPS UNIMED.
139
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung Alfabeta.
Suhaedi, D. 2012. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Smp Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Prosiding. Yogjakarta: Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
Sumarmo, U. 2005. Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Makalah pada Seminar Tingkat Nasional. FPMIPA UPI.
. 2008. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik.. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional. FPMIPA UNY
Sundayana. R. 2014. Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif. Jakarta: Kencana.
. 2010. Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan & Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana.
Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.
Turmudi.2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.
Usdiyana, D. dkk. 2009. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA. Vol. 13. No. 1.
Wardhani. S. Purnomo. S. S. & Wahyuningsih. E. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.
140