PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA MTs SWASTA IRA MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
DINA MAULINA ADNANI
NIM : 8136171018
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA
i ABSTRAK
DINA MAULINA ADNANI. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self-efficacy Siswa Kelas VII MTs Swasta IRA Medan. Tesis. Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.
Tujuan penelitian ini untuk: (1) Mengetahui kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy siswa, (2) Mengetahui efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy siswa, dan (3) Mengetahui perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy siswa. Ujicoba dilakukan pada siswa kelas VII MTs Swasta IRA Medan. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan menggunakan model pengembangan perangkat pembelajaran Thiagarajan, Semmel dan Semmel, yaitu model four-D yang telah dimodifikasi dan rancangan dalam ujicoba menggunakan one group pretest-postest design. Hasil pengujian menunjukkan bahwa: (1) Perangkat pembelajaran berbasis masalah praktis untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan self-efficacy siswa. Dapat dilihat dari komponen-komponen: (a) Keterlaksanaan pembelajaran dengan kattegori baik; (b) Respon siswa dengan kategori sangat positif; (c) kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan kategori baik. (2) Perangkat pembelajaran berbasis masalah efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan self-efficacy siswa. Dapat dilihat dari komponen-komponen: (a) aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran; (b) kemampuan guru mengelola pembelajaran berada pada kriteria batasan keefektifan dan (c) respon siswa berada diatas 80 %. (b) Ketuntasan belajar siswa secara Klasikal adalah 83,33% siswa yang mengikuti pembelajaran mampu mencapai skor >75. (3) Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dan self-efficacy dengan menggunakan Perangkat pembelajaran berbasis masalah. Untuk nilai rerata kemampuan berpikir kritis matematis meningkat dari 2,71 menjadi 3,00 dan nilai rerata self-efficacy meningkat dari 3,21 menjadi 3,32.
ii ABSTRACT
DINA MAULINA ADNANI. The development of Problem Based Learning Tool for Enhancing Critical Thinking Ability Mathematical and Self-efficacy of MTs of Swasta IRA Medan. Thesis. Education Mathematics Graduate Program, State University of Medan, 2015.
The purpose of this study was to: (1) Determine the practicality of learning tools developed with problem based learning model to enhance the critical thinking skills of mathematical and Self-efficacy of students, (2) Determine the effectiveness of learning tools developed with problem based learning model to improve critical thinking skills mathematical and Self-efficacy of students, and (3) Knowing the developed learning tools can enhance critical thinking skills and self-efficacy mathematical students. Experiments conducted on students of class VII MTs of Private IRA Medan. This type of research is the development of research development model learning device Thiagarajan, Semmel and Semmel, the four-D models that have been modified and the design of the trials using a one-group pretest-posttest design. The results show that: (1) The practical problem-based learning to improve critical thinking skills and self-efficacy mathematical students. Can be seen from the components: (a) Keterlaksanaan kattegori good learning; (b) The response of students categorized as very positive; (c) the ability of teachers to manage learning in both categories. (2) The effective problem-based learning to improve critical thinking skills and self-efficacy mathematical students. Can be seen from the components: (a) the activity of the students are at the criteria limits the effectiveness of learning; (b) the ability of teachers to manage learning are at the limits effectiveness criteria and (c) the student's response is above 80%. (3) Classical Mastery learning students is 83.33% of students who take the learning is able to achieve a score of> 75. (3) Improvement of critical thinking skills and self-efficacy mathematically using problem-based learning device. For the average value of critical thinking skills mathematical increased from 2,71 to 3,00 and a mean value of self-efficacy increased from 3,21 into 3,32.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul
“Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self-efficacy Siswa MTs Swasta IRA
Medan”.
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Matematika, Program
Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Sejak mulai persiapan sampai
selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari
berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu
penulis. Semoga Allah Swt memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut.
Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. E. Elvis
Napitupulu, MS selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan
serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini
2. Bapak Dr. Kms. M. Amin Fauzi, M.Pd, Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd, dan Bapak
Dr. Edi Surya, M.Si dan selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran
dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED,
serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan
iv
4. Direktur, Asisten Direktur I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis
ini
5. Kepala MTs Swata IRA Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian lapangan.
6. Ayahanda Drs. Adnan MH., Ibunda Sri Yani,S.Pd.I, abang dan adik yang telah
memberikan rasa kasih sayang, perhatian doa, dan dukungan moril maupun materil
sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahan hingga menyelesaikan pendidikan ini
7. Sahabat-sahabat tercinta dikmat A-1.
8. Semua pihak serta rekan-rekan satu angkatan dari Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan dalam
penyelesaian tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini
dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat
memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi
untuk penelitian lebih lanjut.
Medan, Agustus 2015 Penulis,
v
2.1.3 Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 26
2.1.4 Kemampuan Self-efficacy ... 33
2.1.5 Pembelajaran Berbasis Masalah ... 43
2.1.6 Keterkaitan antara Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Self-efficacy dengan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 51
2.1.7 Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 52
2.1.8 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 58
vi
2.1.10 Keefektifan Pembelajaran ... 74
2.1.11 Aktivitas Belajar Siswa ... 77
2.1.12 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran ... 80
2.2Penelitian yang Relevan ... 83
2.3Kerangka Konseptual ... 85
2.4Definisi Operasional ... 90
BAB. III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 92
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 92
3.3 Subyek dan Objek Penelitian... 93
3.4 Prosedur dan Rancangan Penelitian ... 93
3.4.1 Prosedur Penelitian ... 93
3.4.2 Rancangan Uji coba ...101
3.5 Instrument dan Teknik Pengumpulan Data ...102
3.6 Analisis Data ...115
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...128
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 50
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan guru mengelola Pembelajaran ... 82
Tabel 3.1 Kisi-kisiLembarValidasi RPP ... 104
Tabel 3.2 Kisi-kisiLembarValidasi Buku Siswa ... 105
Tabel 3.3 Kisi-kisiLembarValidasi LKS ... 107
Tabel 3.4 Kisi-kisiInstrumen Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 109
Tabel 3.5 Rubrik Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 109
Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Self-efficacy ... 110
Tabel 3.7 Skor Alternatif Jawaban Skala Self-efficacy ... 111
Tabel 3.8 Kategorisasi Penilaian Angket Self-efficacy ... 111
Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 116
Tabel 3.10 Validasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 119
Tabel 3.11 Validitas Pernyataan Kemampuan Self-efficacy ... 120
Tabel 3.12 Kriteria Pencapaian Waktu Ideal Aktivitas Siswa ... 123
Tabel 3.13 Pedoman Penskoran Angket Respon Siswa ... 124
Tabel 3.14 Kriteria Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran ... 125
Tabel 3.15 Kriteria Nilai Ketuntasan ... 126
Tabel 4.1 Sub Topik danJenis Kegiatan Setiap Pertemuan ... 132
Tabel 4.2 Sub Topik danTujuan Pembelajaran Setiap Pertemuan ... 133
Tabel 4.3 Media dan Alat Bantu Pembelajaran Materi Aritmatika Sosial ... 134
Tabel 4.4 Daftar Nama Validator ... 142
Tabel 4.5 Hasil Validasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 145
Tabel 4.6 Hasil Validasi Angket Self-efficacy ... 145
viii
Ujicoba I ... 149
Tabel 4.9 Tingkat Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Hasil Postes Ujicoba I ... 150
Tabel 4.10 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis pada Ujicoba I ... 151
Tabel 4.11 Deskripsi Hasil Angket Self-efficacy Siswa pada Ujicoba I ... 152
Tabel 4.12 Kategori Angket Self-efficacy Siswa pada Ujicoba I ... 152
Tabel 4.13 Hasil Analisis Data Angket Respon Siswa pada Ujicoba I ... 154
Tabel 4.14 Persentase Aktivitas Siswa pada Ujicoba I ... 156
Tabel 4.15 Hasil Analisis Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Ujicoba I ... 160
Tabel 4.16 Revisi Buku Siswa ... 164
Tabel 4.17 Deskripsi Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Ujicoba II ... 165
Tabel 4.18 Tingkat PenguasaanKemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Hasil Postes Ujicoba II ... 166
Tabel 4.19 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa pada Ujicoba II ... 167
Tabel 4.20 Deskripsi Hasil Angket Self-efficacy Siswa pada Ujicoba II ... 168
Tabel 4.21 Kategori Angket Self-efficacy Siswa pada Ujicoba II ... 168
Tabel 4.22 Hasil Analisis Data Angket Respon Siswa ... 170
Tabel 4.23 Persentasi Aktivitas Siswa pada Ujicoba II ... 173
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tahapan Pendefinisian dalam Model 4-D ... 62
Gambar 2.2 Tahapan Perancangan dalam Model 4-D ... 63
Gambar 2.3 Tahapan Pengembangan dalam Model 4-D ... 64
Gambar 2.4 Tahapan Penyebaran dalam Model 4-D ... 65
Gambar 3.1 Bagan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4-D ... 94
Gambar 4.1 Cover Buku Siswa ... 137
Gambar 4.2 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar ... 138
Gambar 4.4 Peta Konsep Aritmatika Sosial ... 139
x
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Matematis pada
Hasil Postes Ujicoba I ... 150
Diagram 4.2 Persentasi Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis pada Ujicoba I ... 151
Diagram 4.3 Diagram Persentasi Aktivitas Siswa pada Ujicoba I ... 159 Diagram 4.4 Diagram Nilai Rerata Kemampuan Guru Mengelola
Pembelajaran pada Ujicoba I ... 161
Diagram 4.5 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
pada Hasil Postes Ujicoba II ... 166
Diagram 4.6 Persentasi Ketuntasan Klasikal Kemampuan Berpikir
Kritis Matematis Siswa pada Ujicoba II ... 167
Diagram 4.7 Diagram Persentasi Aktivitas Siswa pada Ujicoba II ... 175 Diagram 4.8 Diagram Nilai Rerata Kemampuan Guru Mengelola
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Perangkat Pembelajaran
A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 194
B. Buku Siswa (BS) ... 210
C. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 231
D. Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 245
a. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar ... 245
b. Soal Tes Hasil Belajar ... 246
c. Pedoman Penskoran Tes Hasil Belajar ... 248
E. Angket Self-efficacy ... 250
a. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar ... 250
b. Soal Tes Hasil Belajar ... 251
Lampiran II. Hasil Validasi dan Nama Validator A. Hasil Validasi RPP ... 252
B. Hasil Validasi BAS ... 253
C. Hasil Validasi LKS ... 254
D. Hasil Validasi Tes Berpikir Kritis Matematis ... 255
E. Hasil Validasi Angket Self-efficacy ... 255
F. Nama-nama Validator ... 256
Lampiran III. Hasil Ujicoba Instrumen A. Reliabilitas Soal Tes Berpikir Kritis Matematis ... 258
B. Reliabilitas Angket Self-efficacy ... 260
C. Temuan Hasil Pengamatan Pra Penelitian Keterkaitan Perangkat Pembelajaran ... 262
D. Temuan Hasil Pengamatan Penelitian Keterkaitan Perangkat Pembelajaran ... 265
Lampiran IV. Data Hasil Ujicoba I A. Data Hasil Postes Berpikir Kritis Matematis ... 267
B. Data Hasil Angket Self-efficacy ... 269
xii Lampiran V. Data Hasil Ujicoba II
A. Data Hasil Postes Berpikir Kritis Matematis ... 271
B. Data Hasil Angket Self-efficacy ... 273
C. Data Hasil Angket Respon Siswa ... 274
D. Rekapitulasi Hasil Keterbacaan ... 275
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan
yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang mampu bersaing di era global. Sumber Daya Manusia yang bermutu
merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini.
Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia yang bermutu
lebih penting dari pada sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia
yang bermutu adalah sumber daya manusia yang mampu menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi guna memenuhi kebutuhannya dan menjawab berbagai
tantangan yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat yang dinamis.
Masykur dan Fathani (2007:43) mengatakan bahwa, Ilmu pengetahuan dan
teknologi tentunya akan semakin terus berkembang, untuk itu jika kita tidak ingin
ketinggalan dibanding negara lain maka penguasaan matematika yang kuat sejak
dini merupakan suatu solusinya, sebab matematika merupakan ilmu universal
yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting
dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.
Sejalan dengan pendapat di atas, Wheatley (1991:7) menyatakan bahwa,
“Mathematics is the key to opportunity.” Matematika adalah kunci ke arah
peluang-peluang. Bagi seorang siswa, keberhasilan mempelajari matematika akan
membuka pintu karir yang cemerlang. Bagi para warganegara, matematika akan
menunjang pengambilan keputusan yang tepat. Bagi suatu negara, matematika
2
akan menyiapkan warganya untuk bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi
dan teknologi. Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa matematika menyatu
dengan pola kehidupan manusia, atau matematika adalah bagian dari hidup
manusia, sehingga matematika sangat dibutuhkan dalam setiap kegiatan
sehari-hari.
Pentingnya penguasaan matematika bagi peserta didik tidak sejalan dengan
kualitas penguasaan atas matematika. Hasil belajar matematika siswa sampai saat
ini masih jauh dari yang diharapkan, seperti yang diungkapkan oleh Hadi
(2005:10) walaupun sekolah-sekolah di tanah air sudah mempunyai pengalaman
cukup lama dalam menerapkan mata pelajaran matematika ternyata hasil yang
dicapai masih jauh dari memuaskan. Selanjutnya Hasratuddin (2013:119)
mengungkapkan bahwa dilihat dari hasil belajar matematika siswa tingkat Sekolah
Dasar sampai Sekolah Lanjut Tingkat Atas selalu di bawah bidang studi lain.
Pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan salah satunya pendidikan matematika,
baik melalui peningkatan kualitas guru matematika melalui penataran-penataran,
maupun peningkatan prestasi belajar siswa melalui peningkatan standar minimal
nilai Ujian Nasional untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika. Fenomena
tersebut dapat dilihat dari berbagai indikator hasil belajar antara lain ditunjukkan
dengan rendahnya prestasi siswa pada skala internasional seperti yang dilaporkan
oleh Trends in Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS, 1999) dan
temuan sejumlah penelitian. TIMSS melaporkan bahwa peringkat matematika
3
peserta, tahun 2003 peringkat 34 dari 45 peserta, serta pada tahun 2007 Indonesia
berada pada urutan ke 36 dari 48 negara dengan skor 397. Data ini menunjukkan
bahwa siswa kita kurang mampu menyelesaikan masalah matematika (TIMSS,
2007).
Rendahnya prestasi matematika juga terjadi di MTs Swasta IRA Medan
yang akan menjadi tempat penelitian berlangsung. Hal ini tercermin dari hasil try
out UAN pada 25-27 Februari 2013 yang diadakan oleh BT/BS BIMA. Terlihat
bahwa dari 58 siswa kelas IX peserta try out, hanya 2 orang yang mendapat nilai
5,00 dan selebihnya dengan nilai rata-rata 3,84.
Mempelajari matematika berkaitan erat dengan aktivitas dan proses berpikir.
Hal tersebut bertalian erat dengan karakteristik matematika sebagai suatu ilmu dan
human activity (Freudenthal, 1973:35) yaitu bahwa matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis. Aktivitas dan proses
berpikir akan terjadi apabila seorang individu berhadapan dengan suatu situasi
atau masalah yang mendesak dan menantang serta dapat memicunya untuk
berpikir agar diperoleh kejelasan dan solusi atau jawaban terhadap masalah yang
dimunculkan dalam situasi yang dihadapinya.
Mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dipandang
sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa
mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Menurut
Fachrurazi (2011:77) penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup
dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses
4
masa mendatang di lingkungannya. Untuk itu dalam proses belajar mengajar guru
tidak boleh mengabaikan penguasaan kemampuan berpikir kritis siswa.
Orang yang berpikir kritis matematis akan cenderung memiliki sikap yang
positif terhadap matematika, sehingga akan berusaha menalar dan mencari strategi
penyelesaian masalah matematika. Sabandar (2005:45) menyatakan bahwa
berpikir kritis matematis adalah kemampuan untuk melibatkan pengetahuan
sebelumnya, penalaran matematis, strategi kognitif untuk menggeneralisasi,
membuktikan, dan mengevaluasi situasi matematis.
Menurut Sabandar (2006:34), berpikir kritis matematis merupakan dasar
dari tiga pola berpikir tingkat tinggi yang lainnya seperti berpikir kreatif, logis dan
reflektif dimana berpikir kritis matematis perlu dikuasai terlebih dahulu untuk
mencapai kemampuan-kemampuan berpikir lainnya. Oleh karena itu,
keterampilan berpikir kritis matematis sangat penting bagi siswa karena dengan
keterampilan ini siswa mampu bersikap rasional dan memilih alternatif pilihan
yang terbaik bagi dirinya.
Namun kebiasan berpikir kritis ini belum ditradisikan di sekolah-sekolah.
Seperti yang diungkapkan kritikus Jacqueline dan Brooks (Santrock, 2007:19),
sedikit sekolah yang mengajarkan siswanya berpikir kritis. Sekolah justru
mendorong siswa memberi jawaban yang benar daripada mendorong mereka
memunculkan ide-ide baru atau memikirkan ulang kesimpulan-kesimpulan yang
sudah ada. Terlalu sering para guru meminta siswa untuk menceritakan kembali,
mendefinisikan, mendeskripsikan, menguraikan, dan mendaftar daripada
5
menciptakan, mengevalusi, memikirkan dan memikirkan ulang. Akibatnya banyak
sekolah meluluskan siswa-siswa yang berpikir secara dangkal, hanya berdiri di
permukaan persoalan, bukannya siswa-siswa yang mampu berpikir secara
mendalam.
Berdasarkan fakta dari penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti di
MTs Swasta IRA Medan kelas VII (3-4 November 2014), diperoleh informasi
bahwa hasil tes berpikir kritis matematis siswa terhadap 30 orang siswa, yang
dilakukan oleh peneliti masih tergolong rendah. Nilai rata-rata kemampuan
berpikir kritis matematis siswa MTs hanya 60 kalau dalam skala 0-100, nilai ini
dalam kategori kurang. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis matematis
siswa tingkat MTs masih belum memuaskan, dimana diberikan soal berpikir kritis
matematis pada materi Aritmatika Sosial sebagai berikut :
“Sebuah toko elektronik memberikan diskon sebesar 10% untuk semua jenis barang jika dibayar secara tunai. Iwan melihat harga jam tangan sebelum diskon di etalase seharga Rp75.000,- dan dikenakan pajak penjualan sebesar 5%. Iwan ingin membeli jam tangan tersebut tetapi dia hanya mempunyai uang sebesar Rp65.000,-. Cukupkah uang Iwan untuk membeli jam tangan tersebut?”.
Dari penelitian awal yang dilakukan peneliti, diperoleh indikator
kemampuan berpikir kritis untuk 30 siswa terdapat; hanya 3 siswa yang mampu
mengidentifikasi (menjelaskan konsep), 2 siswa yang mampu menggeneralisasi
(menghubungkan konsep), 2 orang siswa yang mampu menganalisis (memeriksa
dan mengevaluasi), dan 1 siswa yang mampu memecahkan masalah.
Permasalahan mengenai kurangnya kemampuan berpikir kritis siswa pada soal di
6
Gambar 1.1 Proses jawaban tes berpikir kritis matematis siswa
Dari hasil yang diperoleh, gambar 1.1 menunjukkan bahwa siswa
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi (menjelaskan konsep) yang
diketahui dan unsur-unsur yang ditanya, menggeneralisasi (menghubungkan
konsep) yang diketahui dari soal tersebut, analisis (memeriksa dan mengevaluasi)
yang digunakan siswa tidak terarah dan menggunakan strategi yang salah untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
berpikir kritis matematis siswa MTs Swasta IRA masih rendah.
Selain kemampuan berpikir kritis matematis, fokus penelitian lainnya
merupakan salah satu aspek keaktifan yaitu Self-efficacy. Bandura (2006:24)
mendefinisikan Self-efficacy sebagai keyakinan orang tentang kemampuan mereka
untuk menghasilkan tingkat kinerja yang ditunjuk sebagai latihan atas peristiwa
yang mempengaruhi kehidupan mereka. Kemampuan tersebut diukur berdasarkan
level (tingkat kesulitan masalah), strength (ketahanan) dalam menyelesaikan
masalah, generality (keluasaan) bidang masalah yang diberikan.
Individu dengan self-efficacy tinggi memiliki komitmen dalam
7
strategi yang dilakukan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1997:131), individu
yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi
tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh
dengan kemampuan dirinya. Sehingga dapat dikatakan bahwa individu dengan
self-efficacy tinggi berarti juga memiliki kemampuan berpikir kritis.
Ungkapan diatas diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan Pajares
(1997:11) melaporkan bahwa dengan self-efficacy yang tinggi, maka pada
umumnya seorang siswa akan lebih mudah dan berhasil melampaui latihan-latihan
matematika yang diberikan kepadanya, sehingga hasil akhir dari pembelajaran
tersebut yang tercermin dalam prestasi akademiknya juga cenderung akan lebih
tinggi dibandingkan siswa yang memiliki self-efficacy rendah. Self-efficacy yang
tinggi juga akan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, sebab rasa
kepercayaan yang penuh dalam menyelesaikan masalah dan cepat menghadapi
masalah salah satu cara menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain
itu menurut Pajares (2002:12) self-efficacy juga dapat membuat seseorang lebih
mudah dan lebih merasa mampu untuk mengerjakan soal-soal matematika yang
dihadapinya, bahkan soal matematika yang lebih rumit atau spesifik sekalipun.
Pajares (2002:13) mengungkapkan bahwa gambaran lain mengenai
peranan self-efficacy bagi seorang siswa misalnya, akibat metode mengajar
dengan hanya berpatok pada teori dan pembelajaran di kelas, tidak jarang
membuat siswa merasa cepat bosan ketika diberikan materi pelajaran. Akibatnya
motivasi untuk lebih mengerti dan menguasai materi matematika itu sendiri
8
untuk dipelajari karena tercantum dalam kurikulum akademik, tanpa ada
pemaknaan lebih dalam lagi tentang matematika itu sendiri serta manfaatnya
dalam kehidupan sehari-hari. Selain kurangnya motivasi dari dalam diri siswa,
pengalaman-pengalaman terdahulu yang kurang menyenangkan dari proses
pembelajaran matematika yaitu kurangnya dorongan kepada siswa untuk
memunculkan ide-ide baru atau menumbuhkan kemampuan berpikir kritis
matematis, baik dialami oleh siswa secara langsung maupun tidak langsung, juga
mempengaruhi persepsi siswa tentang pelajaran matematika. Jika siswa
berpendapat tidak menyenangi matematika, maka siswa akan menjadi enggan
untuk mempelajari matematika lebih giat dan memiliki prestasi yang lebih tinggi.
Mengingat pentingnya self-efficacy siswa, maka hendaknya self-efficacy
ini ditumbuhkembangkan pada diri siswa. Ketercapaian self-efficacy matematika
siswa dapat diketahui dengan melakukan observasi proses pembelajaran
matematika dan skala self-efficacy, disini peneliti melihat ketercapaian
self-efficacy siswa dengan skala self-efficacy. Self-efficacy siswa dalam penelitian ini
diartikan sebagai kepercayaan diri siswa terhadap kemampuannya dalam
merepresentasikan dan memecahkan suatu masalah matematika. Artinya ketika
siswa diberikan suatu masalah matematika ia dapat menyatakan/meyakini dirinya
tentang kemampuannya dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Dari pernyataan di atas, maka dugaan sementara bahwa rendahnya tingkat
kemampuan berpikir kritis matematis dan kurangnya self-efficacy siswa, tidak
terlepas dari dan bagaimana guru mengajar serta minat dan respon siswa terhadap
9
IRA Medan (26 November 2014), baik selama proses pembelajaran maupun
perbincangan di luar kelas, diketahui bahwa siswa menganggap mata pelajaran
matematika merupakan mata pelajaran yang kurang disenangi siswa, matematika
merupakan pelajaran yang sulit dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa memberikan alasan bahwa
soal-soal tersebut tidak sama yang diajarkan guru saat belajar di kelas, sehingga
siswa kurang berminat dan termotivasi untuk belajar matematika.
Hasil pengamatan awal peneliti terhadap aktivitas belajar siswa di kelas
VII MTs swasta IRA (26 November 2014), terlihat siswa hanya menjadi
pendengar saja, sedikit tanya jawab, mencatat dari papan tulis, mengerjakan
latihan yang diberikan guru dan hasilnya ditulis di papan tulis serta jawaban siswa
yang benar diterima saja tanpa ada penjelasan terhadap hasil yang diperoleh
kepada teman lain.
Pengamatan (26 November 2014) juga dilakukan terhadap guru (Asrar
Aspia manurung) dalam melakukan proses pembelajaran, terlihat bahwa guru
menyampaikan materi yang ada dalam buku paket, memberikan informasi
pengertian konsep secara langsung dengan cara mendiktekan kepada siswa,
memberikan contoh penerapan rumus-rumus matematika, mengerjakan
latihan-latihan dan langkah-langkah penyelesaian soal serta kurang mengaitkan fakta real
dalam kehidupan nyata dengan persoalan kehidupan nyata dengan persoalan
matematika. Pembelajaran yang terjadi di kelas cenderung berpusat pada guru
10
dari siswa sendiri serta tidak melatih siswa untuk memecahkan masalah
matematika secara matematis.
Selain fenomena-fenomena di atas, peneliti juga mendapati bahwa guru
yang mengajar matematika di sekolah tersebut menggunakan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dengan model atau pendekatan-pendekatan pembelajaran
yang inovatif (yang tertulis di RPP) namun belum diimplementasikan dengan baik
dan benar, akibatnya proses pembelajaran masih tetap berorientasi pada guru
tersebut. Kemampuan guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran dan
mengimplementasikannya perlu ditingkatkan demi perubahan yang lebih baik
terhadap hasil ataupun prestasi belajar siswa.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy siswa adalah pembelajaran
berbasis masalah (PBM). Dalam PBM siswa dituntut untuk bertanya dan
mengemukakan pendapat, menemukan informasi yang relevan dari sumber yang
tersembunyi, mencari berbagai cara (alternatif) untuk mendapatkan solusi, dan
menemukan cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Arends (1997:33) yang menyatakan bahwa:
Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir kritis, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri.
Trianto (2009: 94) menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah
(problem-based instruction) memiliki tujuan: 1) membantu siswa
11
belajar peranan orang dewasa yang otentik, dan 3) menjadi pelajar yang mandiri.
Berdasarkan ke dua pendapat di atas, jelaslah bahwa dalam pembelajaran
berbasis masalah siswa mampu mengembangkan keterampilan berpikir dan
memecahkan masalah, sehingga siswa itu dengan sendirinya dapat menemukan
bagaimana konsep itu terbentuk, dan pada akhirnya siswa dapat menggunakan
dan mengingat lebih lama konsep tersebut.
Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa maka
salah satu cara adalah menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.
Menurut Nur, M. (2008:54) menyatakan, Pembelajaran Berbasis Masalah
merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan kreatif,
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran. Berarti apabila siswa menggunakan
model PBM pada proses belajar mengajar salah satu karakteristiknya adalah
masalah ditemukan terlebih dahulu.
Hal ini didukung oleh teori Bruner berpendapat dalam Nur M. (2000:30)
bahwa seorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang
dipelajari. Murid membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan
ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada
merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan
kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan. Hal ini berbeda
dengan proses belajar mengajar yang biasa dilakukan pada umumnya yaitu
12
Penggunaan masalah-masalah kontekstual dalam model pembelajaran
berbasis masalah menjadikan pembelajaran tersebut lebih bermakna. Ibrahim dan
Nur M. (2008:30) menyampaikan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah
merupakan model belajar yang mengorgansisasikan pembelajaran di sekitar
pertanyaan dan masalah, melalui pengajuan situasi kehidupan nyata yang otentik
dan bermakna, yang mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri,
dengan menghindari jawaban sederhana, serta memungkinkan adanya berbagai
macam solusi dari situasi tersebut.
Dalam penerapan model PBM ini, siswa tidak hanya melakukan kegiatan
kognitif saja tapi secara bersama-sama mereka mengembangkan kemampuan
afektif dan psikomotornya. Jadi dengan menerapkan Model PBM, siswa akan
lebih bebas dalam menuangkan ide-idenya tanpa ada ketakutan akan kesalahan
dari apa yang dibuat. Selain itu, dari sintaks model PBM yang dikemukakan
Ibrahim dan Nur (2000:13) yaitu proses orientasi, mengorganisasi, membimbing
penyelidikan, mengembangkan dan menyajikan hasil, menganalisis dan
mengevaluasi. Terlihat bahwa dari sintaks model PBM berkaitan dengan indikator
kemampuan berpikir kritis yang ingin dicapai berupa: mengidentifikasi,
menggeneralisasi, menganalisis dan memecahkan masalah . Sehingga jelas bahwa
model PBM dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Berdasarkan Teori Perkembangan Kognitif Piaget (Nur M., 2008:40), anak
usia SMP (12-15 tahun) belum sepenuhnya dapat berpikir abstrak, dalam
pembelajarannya kehadiran benda-benda konkrit masih diperlukan. Meski begitu
13
ini, anak sudah mulai dapat menangkap maksud dari suatu permasalahan secara
lebih jelas, mempertimbangkan, mengajukan dugaan, dan menganalisa secara
sederhana keterkaitan antar subjek permasalahan. Di sinilah peran berpikir kritis
bagi anak usia SMP tersebut, yang dalam hal ini mengacu pada pendapat Piaget
(mengenai ciri-ciri kemampuan kognitif anak pada level SMP), telah dapat
diterapkan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 41 (2007:134)
mengemukakan bahwa Sumber belajar adalah segala sesuatu yang mengandung
pesan, baik yang sengaja dikembangkan atau yang dapat dimanfaatkan untuk
memberikan pengalaman dan praktik yang memungkinkan terjadinya belajar.
Sumber belajar dapat berupa narasumber, buku, media non-buku, teknik dan
lingkungan. Buku ajar untuk siswa, buku pedoman guru dan lembar kegiatan
siswa merupakan sumber belajar yang harus ada agar kegiatan pembelajaran dapat
berlangsung sebagaimana yang diharapkan.
Dapat disimpulkan bahwa, salah satu sumber belajar yang dibutuhkan
adalah buku pelajaran yang mendukung peningkatan prestasi matematika siswa.
Khususnya tentang kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy siswa
diperlukan perangkat pembelajaran melalui model pembelajaran berbasis masalah.
Walaupun buku ajar ini dibutuhkan tetapi pada kenyataannya perangkat
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan
Self-efficacy siswa masih sedikit dan jarang ditemukan.
Oleh karena itu, guru yang profesional harus mampu meramu, merancang
14
proses belajar. Misalnya dengan penggunaan media gambar dalam
mendeskripsikan konsep matematika, di samping akan mengkonkritkan materi
matematika yang bersifat abstrak, juga dapat menambah daya penguatan
(inforcement) serta dapat membangkitkan keinginan dan minat baru serta
rangsangan belajar (Hamalik,2003:43).
Suhadi (2007:24) mengemukakan bahwa “Perangkat pembelajaran adalah
sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran.” Dari uraian tersebut dapatlah dikemukanan bahwa
perangkat pembelajaran merupakan sekumpulan media atau sarana yang
digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas. Adapun
serangkaian perangkat pembelajaran yang harus dipersiapkan seorang guru dalam
menghadapi pembelajaran di kelas berupa : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Buku Siswa (BS) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran
itu harus lengkap dan bagus dimiliki seorang guru sehingga dalam melakukan
proses pembelajaran, diharapkan proses pembelajaran akan berjalan secara
maksimal.
Selanjutnya Suhadi (2007:25) mengemukakan bahwa, pembelajaran
matematika yang menggunakan perangkat pembelajaran yang menarik akan
membantu siswa dalam mengerjakan atau menganalisa persoalan yang ada.
Selama itu, kita ketahui bahwa dalam pembelajaran matematika di kelas bersifat
konvesional. Kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru, tetapi dengan
menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dirancang dengan menarik,
15
Pernyataan ini diperkuat oleh Hamalik (2003:77), ia mengemukakan
bahwa pemakaian perangkat pembelajaran yang menarik dalam proses belajar
mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap
orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran
dan penyampaian pesan dan pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan
motivasi dan minat siswa, perangkat pembelajaran juga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya,
memudahkan penafsiran data, dan mendapatkan informasi yang lebih banyak.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mencoba mengembangkan perangkat
pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis dan self-efficacy.
Berdasarkan Teori Perkembangan Kognitif Piaget, anak usia SMP (12-15
tahun) belum sepenuhnya dapat berpikir abstrak, dalam pembelajarannya
kehadiran benda-benda konkrit masih diperlukan. Meski begitu harus pula mulai
dikenalkan benda-benda semi konkrit. Namun pada level SMP ini, anak sudah
mulai dapat menangkap maksud dari suatu permasalahan secara lebih jelas,
mempertimbangkan, mengajukan dugaan, dan menganalisa secara sederhana
keterkaitan antar subjek permasalahan. Di sinilah peran berpikir kritis bagi anak
usia SMP tersebut, yang dalam hal ini mengacu pada pendapat Piaget (mengenai
16
Sehingga untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa,
pada penelitian ini dikembangkan perangkat pembelajaran berbasis masalah pada
materi aritmatika sosial untuk siswa kelas VII SMP/MTs, yang meliputi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS), Lembar Kerja Siswa (LKS)
dan soal tes kemampuan berpikir kritis matematis dan self-efficacy.
Hal ini yang membangkitkan semangat penulis untuk melakukan
penelitian tersebut, yaitu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
matematis dan self-efficacy siswa. Dengan mengembangkan perangkat
pembelajaran matematika yang sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang
ada serta tuntutan era globalisasi dan kurikulum, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Matematis dan Self-Efficacy Siswa MTs Swasta IRA Medan Tahun Ajaran
2014/2015.
1.2. Identifikasi Masalah
1.2.1 Perangkat pembelajaran matematika masih kurang maksimal. Tidak
adanya perangkat pembelajaran yang berorientasi pada model
pembelajaran berbasis masalah yang dapat mengaktifkan siswa dalam
proses pembelajaran.
1.2.2 Sulitnya guru membuat perangkat pembelajaran berbasis masalah.
1.2.3 Kurang efektif guru dan siswa dalam menerapkan perangkat Pembelajaran
17
1.2.4 Penggunaan model pembelajaran yang tidak tepat dengan karakteristik
materi pelajaran dan metode mengajar, model atau pendekatan yang
kurang bervariasi.
1.2.5 Siswa mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang
membutuhkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.
1.2.6 Kemampuan self-efficacy siswa terhadap masalah selengkapnya masih
rendah.
1.2.7 Pembelajaran yang terlaksana adalah pembelajaran yang berpusat pada
guru, guru mendominasi pembelajaran sehingga keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran masih sangat kurang.
1.2.8 Guru menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan
model atau pendekatan-pendekatan pembelajaran yang inovatif (yang
tertulis di RPP) namun belum di implementasikan dengan baik dan benar.
1.2.9 Aktivitas siswa dalam belajar matematika masih pasif.
1.2.10 Kurangnya respon siswa pada saat pembelajaran di kelas.
1.2.11 Sebagian besar kemampuan guru mengelola pembelajaran belum sesuai
dengan harapan.
1.3. Batasan Masalah
Berbagai masalah yang terindentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup
luas dan kompleks, serta cakupan materi matematika yang sangat banyak. Agar
penelitian ini lebih fokus, maka masalah yang mendesak untuk ditemukan
solusinya melalui penelitian ini adalah :
18
penelitian adalah siswa kelas VII semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.
1.3.2 Perangkat yang dikembangkan berupa Rancangan Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Buku Siswa (BS), dan Lembar Kegiatan Siswa
(LKS).
1.3.3 Model Pembelajaran berbasis masalah (PBM)
1.3.4 Kemampuan berpikir kritis pada siswa MTs Swasta IRA Medan.
1.3.5 Kemampuan Self-efficacy pada siswa MTs Swasta IRA Medan.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah yang
dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagaimana kepraktisan perangkat pembelajaran berbasis masalah yang
dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis
dan Self-efficacy?
1.4.2 Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran berbasis masalah yang
dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis
dan Self-efficacy?
1.4.3 Bagaimana perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy
siswa MTs Swasta IRA?
1.5.Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
19
kemampuan berpikir kritis dan self-efficacy siswa MTs Swasta IRA. Sedangkan
secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :
1.5.1 Mengetahui kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dengan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy siswa.
1.5.2 Mengetahui efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan
dengan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy siswa.
1.5.3 Mengetahui perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy
siswa.
1.6.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan yang
menjadi masukan berarti bagi pembaharuan kegiatan pembelajaran khususnya
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self-efficacy
matematika siswa, selain itu penelitian diharapkan juga dapat memberikan
sumbangan sebagai berikut :
1.6.1 Manfaat bagi Kepala Sekolah
Memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya mengefektifkan
pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika.
20
Memberikan informasi tentang dukungan model Pembelajaran Berbasis
Masalah dalam meningkatkan kemampuan berpir kritis matematis dan
self-efficacy siswa dalam proses pembelajaran matematika
1.6.3 Manfaat bagi siswa
Diharapkan dapat memperluas wawasan siswa tentang cara belajar
matematika untuk meningkatkan kemampuan matematikanya, khususnya
dalam memahami materi Aritmatika Sosial, sehingga siswa berperan aktif
dalam belajar matematika dibawah bimbingan guru sebagai fasilitator.
1.6.4 Manfaat bagi peneliti
187
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini,
dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan telah memenuhi kriteria praktis
ditinjau dari kriteria keterlaksanaan pembelajaran, respon siswa dan
kemampuan guru mengelola pembelajaran. Ketiga kriteria ini dibahas sebagai
berikut:
a. Untuk menentukan kepraktisan perangkat pembelajaran sesuai model
Pembelajaran Berbasis Masalah, peneliti meminta pertimbangan para ahli
dan guru, serta berdasarkan hasil pengamatan dua pengamat dengan
menggunakan lembar pengamatan keterlaksanaan perangkat pembelajaran
berbasis masalah dengan pencapain keterlaksanan pada kategori tinggi.
Pada ujicoba I terdapat rerata realisasi keterlaksanaan perangkat sebesar
72,5 dengan kategori tinggi dan pada ujicoba I terdapat rerata realisasi
keterlaksanaan perangkat sebesar 88,75 dengan kategori sangat tinggi.
b. Respon siswa yaitu apabila diperoleh lebih besar atau sama dengan 80%
respon positif siswa terhadap komponen-komponen perangkat
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran. Pada uji coba I rerata total
respon positif siswa sebesar 91,06%, sedangkan pada uji coba II rerata
total respon positif siswa sebesar 94,79% sehingga kriteria ini telah
tercapai.
188
c. Untuk keseluruhan rerata nilai kemampuan guru mengelola pembelajaran
pada setiap tahapan pembelajaran adalah 3,37 dengan kategori baik.
2. Perangkat Pembelajaran yang dikembangkan telah memenuhi kriteria efektif.
Kriteria efektif ditinjau dari kriteria ketercapaian ketuntasan belajar siswa,
aktivitas siswa, kemampuan guru mengelola pembelajaran dan respon siswa.
Keempat kriteria ini dibahas sebagai berikut:
a. Ketercapaian ketuntasan belajar siswa yaitu apabila lebih dari atau sama
dengan 85% siswa dinyatakan telah memiliki kemampuan berpikir kritis
dengan skor rerata paling kecil 2,67 (kategori tuntas). Pada uji coba 1
terdapat 13 siswa tuntas (43,33%) sedangkan pada uji coba 2 terdapat 27
siswa tuntas (90%) sehingga kriteria ini telah tercapai.
b. Respon siswa yaitu apabila diperoleh lebih besar atau sama dengan 80%
respon positif siswa terhadap komponen-komponen perangkat
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran. Pada uji coba I rerata total
respon positif siswa sebesar 91,06%, sedangkan pada uji coba II rerata
total respon positif siswa sebesar 94,79% sehingga kriteria ini telah
tercapai.
b. Untuk keseluruhan rerata nilai kemampuan guru mengelola pembelajaran
pada setiap tahapan pembelajaran adalah 3,37 dengan kategori baik.
c. Aktivitas siswa selama kegiatan belajar memenuhi kriteria toleransi waktu
ideal yang ditetapkan. Pada uji coba 1 terdapat satu kategori aktivitas yang
presentasenya tidak memenuhi yaitu kategori aktivitas siswa membaca
189
telah berada pada interval toleransi waktu ideal yang ditetapkan sehingga
kriteria ini telah tercapai.
3. Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dan self-efficacy siswa
menggunakan perangkat pembelajaran berbasis masalah pada materi
aritmatika sosial dilihat dari rata-rata pencapaian kemampuan kemampuan
berpikir kritis matematis siswa pada uji coba I sebesar 2,71 meningkat
menjadi 3,00 pada uji coba II. Dan rata-rata pencapaian self-efficacy siswa
190
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat
disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Para guru agar dapat menggunakan instrumen dan perangkat pembelajaran
berbasis masalah sebagai alternatif pembelajaran.
2. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan ini hanya diujicobakan pada 1
sekolah, disarankan kepada para guru agar perangkat pembelajaran berbasis
masalah ini dapat diujicobakan ke sekolah-sekolah yang lebih banyak lagi,
agar cakupan dan kualitas perangkat pembelajaran ini dapat terpenuhi.
3. Bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian dengan menggunakan
pembelajaran yang sama dengan penelitian ini, disarankan untuk
meminimalisir kelemahan-kelamahan yang terdapat dalam penelitian.
4. Peneliti menyarankan kepada pembaca dan para praktisi pendidikan untuk
dapat melakukan penelitian sejenis yang lebih mendalam dan menambahkan
kemampuan-kemampuan matematika lainnya seperti penalaran, komunikasi,
representasi dan pemecahan masalah.
5. Kelemahan pengembangan perangkat menggunakan model 4-D yaitu tidak
ada kejelasan mana yang harus didahulukan antara analisis konsep dan
191
DAFTAR PUSTAKA
Akker, V. D. 2007. An Introductional to Educational Design Research,
Proceeding of seminar conducted at the East China Nornal University,
Shanghai (PR China) November 23-26.
Arikunto. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Bandung, Bumi
Aksara
Arends, R. I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York, Mc
Graw-Hill Companies, Inc.
____________ 2001. Instruction to Teach. Fifth Edition. New York: McGraw
Hill Companies
____________ 2008. Learning to Teach, Belajar untuk Mengajar. Edisi Ketujuh. Jilid Dua. (diterjemahkan oleh Soedjipto, Helly, P. dan Soedjipto, Sri, M.)
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arsyad, A. 2000. Media Pengajaran, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Bandura, A. 1995. Self Efficacy in Changing Societies. Cambridge: Cambridge
University Press. (www.gobooke.com)
__________1997. Self Efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H.
Freeman and Company.
__________2006. Self Efficacy. Cambridge: Cambridge University Press. Bisa
diunduh di www.gobooke.com.
Cabrera, G.A. 1992. A Framework for Evaluating the Teaching of Critical Thinking. Dalam R.N Cassel (ed). Education. 113 (1). 59-63.
Dahar, R. W. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga
Depdiknas. 2007. Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP. Jakarta: Pusat Kurikulum Depdiknas.
Eggen, P. D., dan Kauchak. 1988. Strategies for Teacher Teaching Content and Thinking Skills. New Jersey: Prentice Hall.
Ennis, R, H. (1996). Critical Thinking. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Edisi Khusus. No. 1 Agustus 2011
192
Fisher, A. 2007. Berpikir Kritis (Sebuah pengantar). Jakarta: Erlangga.
Freudenthal, H. 1973. Mathematics as an educational task. Dordrecht, The
Netherlands : Reidel.
Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya,
Banjarmasin: Tulip
Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Penerbit Bumi Aksara.
Hasratuddin. 2013. Membangun Karakter Melalui Pembelajaran Matematika, Paradikma Vo. 6 Nomor 2. Desember 2013. ISSN 1978-8002
Ibrahim, M dan Nur, M. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya,
Unesa-University Press.
Johnson, E. B. 2010. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa.
Joyce, B. & Marsha W. 1996. Models og Teaching,Fifth Edition. USA:Allyn and
Bracon A Simon & Scuster Company.
Khabibah. 2006. Pengembangan Model pembelajaran Matematika dengan Soal Terbuka untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar. Surabaya:
Disertasi. Tidak dipubliksikan. Doktoral Universitas Negeri Surabaya.
Liberna, H. 2012. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Penggunaan Metode Improve Pada Materi System Persamaan Linier Dua Variable, Jurnal Formatif 2(3) 1990-197, ISSN 2088-351X
Masykur, M., dan Fathani, A. H. 2007. Mathematical Intelligence. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Mudhofir. 1987. Teknologi Instruksional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
National Council of Teachers of Mathematics. 1991. Professional Standar for
Teaching Mathematics. Reston, VA : NCTM.
Nieveen, N. 1999. Prototyping to reach product quality. In Jan Van den Akker,
R.M Branch, K. Gustafson, N. Nieveen, & Tj. Plomp. Design approaches and tools in education and training. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer
Academic Publisher.
______,2007. An Introductional to Educational Design Research, Proceeding of seminar conducted at the East China Nornal University, Shanghai (PR
193
Nur, M. 2008. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Pusat Sains
dan Matematika Sekolah (PSMS) Unesa.
Pajares, F. 1997. Current Direction in Self-efficacy Research. Greenwich, CT: JAI
Press
Rusman.2010.Model-model Pembelajaran mengembangkan Profesionalisme Guru.Bandung:Rajawali Pers.
Rusman, K. D., dan Riyana, C. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: PT Rajagrafindo Persada.
Sabandar, J. 2005. Pendekatan Konflik Kognitif pada Pembelajaran Matematika
dalam Upaya Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif.
Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional, FMIPA UNPAD, 27 Agustus
__________ 2006. Pertanyaan Tantangan dalam Memunculkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Artikel
Ilmiah. Bandung:UPI Jurnal Pendidikan No.2 Thn XXV.
Sanjaya, W. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Prenada Media Group.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Schunk, D.H. (1981). “Modelling and Attributional Effect on Children Achievement: A Self-Efficacy Analysis”. Journal of Educational Psychology. 73, 93-105.
Sinaga, B. 2007. Pengembangan Model pembelajaran matematika Berdasarkan
Masalah Berbasis Budaya Batak (PBMB3). Disertasi. Tidak
dipublikasikan. Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.
Siswono, T. 1999. Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal (problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTsN Rungkut Surabaya. Tesis. Tidak dipublikasikan. Surabaya: PPS
Universitas Negeri Surabaya.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Slavin, R. E. 1994. Educational Psychology, Theories and Practice. Fourth
Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.
_________ 2000. Educational Psychology, Theories and Practice. Sixth Edition.
194
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (konstatasi keadaan masa kinimenuju harapan masa depan). Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Depdiknas.
_______ 1994. Memantapkan Matematika Sekolah Sebagai Wawasan Pendidikan
dan Pembudayaan Penalaran, (Media Pendidikan Matematika Nasional),
N0. 4 Th.3, Surabaya, IKIP Surabaya.
Somakim. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Bandung: PPS UPI. Disertasi tidak
diterbitkan.
Suhadi. 2007. Petunjuk Perangkat pembelajaran, Surakarta : Universitas
Suherman, E., dkk., (2001), Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer,
JICA, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.
Suparno, Paul. (1997). Filsafat konstruktivis dalam pendidikan. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Syah, M. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Syahbana, A, 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Kontekstual Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP. Edumatica. 2 (2)
Thiagarajan, S. Semmel, D.S. Semmel, M. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children. A Sourse Book. Blomington:
Central for Innovation on Teaching The Handicapped.
TIMSS. (1999). International versions of the background questionnaires. TIMSS
International Study Center: boston College, Chestnut Hill, MA, June 1999.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Prenada Media Group.
Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta : PT. Leuser Cita
Pustaka.
Usman, U. 2001. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. PT Rosda
Karya. Bandung.
Wheatley, Grayson H (1991). Mathematics Learning. Journal Constructivist Perspective on Science and of Science Education, New York: John Wiley