ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI
TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR 789/PDT.G/2011/PA.MLG
TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG
Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar strata satu dalam bidang ilmu ahwal syakhshiyah
Oleh:
TUTUT SUGIHARTO 201220020312045
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS AGAMA ISLAM
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI
TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR 789/PDT.G/2011/PA.MLG
TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG
SKRIPSI
Disusun dan diajukan oleh: TUTUT SUGIHARTO
201220020312045
Telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk dilakukan ujian skripsi Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Sunkanah Hasyim, SH, M.Hum. Ahda Bina Afianto, M.HI.
Mengetahui,
Dekan Fakultas Agama Islam
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENULISAN HUKUM
ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI
TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR 789/PDT.G/2011/PA.MLG
TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG
Disusun dan diajukan oleh: TUTUT SUGIHARTO
201220020312045
Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji Ujian Penulisan Hukum Pada tanggal: 2 Mei 2015 M / 13 Rajab 1436 H
Susunan Majelis Penguji
Penguji I Penguji II
Dra. Sunkanah Hasyim, SH, M.Hum. Ahda Bina Afianto, Lc, M.HI.
Penguji III Penguji IV
Drs. M. Sarif, M.Ag. Drs. M. Munir, M.A.
Dekan Fakultas Agama Islam
iii MOTTO
ُأ ْنِإ ُهْنَع ْمُكاَهْ نَأ اَم ََِإ ْمُكَفِلاَخُأ ْنَأ ُديِرُأ اَمَو
اَم َح ََْصِْْا اَِإ ُديِر
َ ت ِهْيَلَع ِهاللاِب اَِإ يِقيِفْوَ ت اَمَو ُتْعَطَتْسا
ُُيِنُأ ِهْيَلِإَو ُتْلاكَو
“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan perbaikan) selama aku
masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepadaNyalah aku kembali”.
انلا ُعَفْ نَ ي اَم اامَأَو ًءاَفُج َُُ ْذَيَ ف ُدَبازلا اامَأَف
ِ ْرََْا ِ ُ ُكْكَيَ ف َ ا
“Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapunyang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi”.
َك ًََثَم ُهاللا َبَرَض
َبِيَط ٍةَرَجَشَك ًةَبِيَط ًةَكِل
ُعْرَ فَو تِباََ اَهُلْصَأ ٍة
ِ اَه
ِءاَكاسلا
اَهِ بَر ِنْذِإِب ٍنِح الُك اَهَلُكُأ ِِْؤُ ت
“
Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikaniv
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
NAMA : Tutut Sugiharto NIM : 201220020312045 TTL : Trenggalek, 24-08-1982
FAK/JUR : Agama Islam / Ahwal Syakhshiyyah
Menyatakan bahwa Tugas Akhir / Skripsi dengan judul: ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG adalah bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah kami sebutkan sumbernya.
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar kami bersedia mendapat sanksi akademis.
Malang, 2 Mei 2015 Mahasiswa Ybs,
v ABSTRAK
Nama :Tutut Sugiharto
Tempat, tanggal lahir :Trenggalek, 24 Agustus 1982 Nomor Induk Mahasiswa :201220020312045
Fakultas :Agama Islam
Jurusan / Program Studi :Ahwal Syakhshiyyah
Judul Skripsi :ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS
HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT
REKONVENSI PERKARA No.
789/Pdt.G/2011/PA.Mlg TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG Pembimbing :Pembimbing I Sungkanah Hasyim, SH. M.Hum.
:Pembimbing II Ahda Bina Afianto, Lc. M.Hi
Fokus utama pembahasan skripsi ini adalah tentang “alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yuridis, filosofis Majelis Hakim dalam meloloskan tangkisan formil atau eksepsi formil yang diajukan oleh tergugat konvensi / penggugat rekonvensi pada putusan No. 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg mengenai pembagian tirkah atau harta peninggalan dengan latar belakang sesungguhnya tirkah atau harta peninggalan dalam perkara a quo telah dibagi-bagi kepada para ahli waris generasi ketiga namun peristiwa pembagian tirkah tersebut terjadi sebelum pewaris meninggal dunia tanpa dibagi merata yang dikemudian hari memunculkan benih-benih perlawanan terselubung antar anggota keluarga. Penelitian berupa studi kasus ini berusaha dengan keras mengungkap terlebih dahulu bagaimana kasus posisi gugatan penggugat, jawaban tergugat, beberapa alat-alat bukti penggugat dan tergugat, pertimbangan dan diktum putusan Majelis Hakim kemudian penulis melakukan observasi akademik secara bulat dan utuh. Jenis penelitian ini adalah penelitian perpaduan kualitatif yuridis filosofis dan pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melalui studi dokumen resmi. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis kasuistis.
vi
kajian dan wawancara mendalam pertimbangan Majelis Hakim, penulis menemukan jenis eksepsi formil lain yang harus dijadikan pertimbangan Majelis Hakim yaitu eksepsi materiil berbentuk eksepsi temporis atau eksepsi kadaluwarsa.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji kami haturkan kepada Allah SWT, dengan kasih sayang dan keridhaanNya, penulis sebagai hambaNya yang ingin selalu meniti jalan kebenaran dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NO. 789/Pdt.G/2011/PA.MLG TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG”.
Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita dari jalan kesesatan menuju kepada haq. Dan juga kepada keluarga beliau, para sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.
Dengan tersusunnya skripsi ini tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibunda dan Ayahanda yang mulia yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil dan hembusan kasih sayang serta pahatan doa yang ikhlash sehingga memotivasi penulis menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula kakak dan adik tersayang semoga Allah senantiasa membimbing kita menjadi insan yang sholih, amiin.
2. Bapak Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.
3. Bapak Drs. Faridi, M.Si selaku Dekan Fakultas Agama Islam.
4. Dra. Sunkanah Hasyim, SH. M.Hum dan Ahda Bina Afianto, Lc. M.HI selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan teliti membimbing terus menerus penulis.
5. Seluruh dosen Fakultas Agama Islam terima kasih penulis ucapkan atas segala ilmu sehingga menjadi bekal.
6. Seorang hamba Allah yang tercinta dan tersayang se-asia tenggara yang telah meluangkan waktunya untuk menasihati penulis dengan ikhlash.
7. Seluruh teman-teman seangkatan penulis yang setiap chating via online selalu mendorong keras penulis untuk sekeras mungkin cepat tuntas dan dilarang menunda suatu rencana mulia.
Semoga Allah SWT membalas segala amal dan kebaikannya. Apapun yang dilakukan dengan ketulusan akan selalu membuahkan manfaat secara terus menerus dan selamanya. Penulis juga tak lupa berharap bahwa karya sederhana ini mampu menginspirasi untuk pembacanya dan juga mengharap kritik tajam setajam apapun demi progresifitas dan profesionalitas.
viii
a. Wewenang Absolut Pengadilan Agama ... 51
b. Wewenang Relatif Pengadilan Agama ... 56
3. Tugas Hakim Pengadilan Agama ... 57
C.Sistem Beracara Perkara Perdata ... 61
1. Mediasi ... 61
2. Gugatan Konvensi ... 64
3. Jawaban Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi ... 75
4. Gugatan Rekonvensi ... 85
ix
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97
A.Kasus Posisi Perkara ... 97
1. Skema Keluarga Yang Bersengketa ... 97
2. Posita Gugatan Penggugat Konvensi ... 98
3. Petitum Gugatan Penggugat Konvensi ... 101
4. Jawaban Para Tergugat Konvensi ... 104
5. Petitum Gugatan Penggugat Rekonvensi ... 124
6. Replik Penggugat Konvensi & Duplik Tergugat Konvensi ... 127
7. Alat Bukti Dalam Sengketa ... 128
8. Pertimbangan Majelis Hakim ... 134
9. Amar Putusan Majelis Hakim ... 142
B. Alasan & Pertimbangan Majelis Hakim Mengabulkan Eksepsi Tergugat Konvensi ... 143
1. Eksepsi Obscuur Libel Majelis Hakim ... 144
a. Eksepsi Obscuur Libel In Subyek ... 144
b.Eksepsi Obscuur Libel In Obyek ... 153
2. Eksepsi Plurium Litis Consortium Majelis Hakim ... 161
3. Eksepsi Kadaluwarsa /Premptoir Majelis Hakim ... 166
4. Putusan Provisi Majelis Hakim ... 169
5. Putusan Niet Ontvankelijk Veerklaard (NO) Majelis Hakim .. 171
BAB IV PENUTUP ... 174
A.Kesimpulan ... 174
B. Saran ... 177 LAMPIRAN
x Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Media Group.
Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Surah al-Turmudzi. (1983). Al-Jami’ al-Shahih. Beirut: Dar al-Fikr. 1983.
Arto, Mukti. (2015). Pembaruan Hukum Islam melalui Putusan Hakim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Az-Zuhaili, Wahbah. (2011). Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.
Azhar Basyir, Ahmad. (2001). Hukum Waris Islam (rev. ed.). Yogyakarta: UII Press.
Achmad Ali, Wiwie Heryani. (2012). Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata. Jakarta: Prenada Media Group.
Amiur Nurudin, Azhari Akmal Tarigan. (2004). Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media Group.
Agung, Mahkamah. (2008). Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Republik Indonesia Tentang Mediasi di Pengadilan. Jakarta: MA.
Anwar, Mohammad. (1981). Faraidl Hukum Waris dalam Islam dan Masalah-masalahnya. Surabaya: Al-Ikhlash.
Al-Qur’an 6.50 dan al-Hadits: Versi Indonesia. (1999). CD Program yang di Produksi oleh Warez CD, LTD.
Bukhari. Shahih al-Bukhari. (Juz 2 dan 3). Beirut: Dar al-Kutub. 1992.
Bungin, Burhan. (2011). Penelitian Kualitatif (rev. ed.). Jakarta: Prenada Media Group.
xi
Djohansjah. (2008). Reformasi Mahkamah Agung Menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman. Bekasi Timur: Kesaint Blanc.
El Rais, Heppy. (2012). Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fuady, Munir. (2010). Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Hari Sasangka, Ahmad Rifa’i. (2005). Perbandingan HIR dengan RBG. Bandung: Mandar Maju.
Hutagalung, Sophar Maru. (2010). Praktik Peradilan Perdata Teknis Menangani Perkara di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Habiburrahman. (2011). Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Hassan, Ahmad. (2003). Al-Faraid Ilmu Pembagian Waris. Surabaya: Pustaka Progresif.
Harahap, M. Yahya. (2013). Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M. Yahya. (2008). Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, M. Yahya. (2003). Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989 (rev. ed.). Jakarta: Sinar Grafika.
Hakim Indonesia, Ikatan. (2014) Varia Peradilan. Jakarta Pusat: IKAHI.
Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
Kasiram, Moh. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif. Malang: UIN-Maliki Press.
Mardani. (2010). Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah. Jakarta: Sinar Grafika.
Mulyadi, Lilik. (2012). Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (Dwangsom) dalam Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni.
xii
Manan, Abdul. (2007). Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan Islam. Jakarta: Prenada Media Group.
Manan, Abdul. (2008). Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Mertokusumo, Sudikno. (1999). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Mertokusumo, Sudikno. (2001). Penemuan Hukum Sebuah Pengantar. (cet. II). Yogyakarta: Liberty.
Muslim, Shahih Imam Muslim. (Juz 2 dan 11). Kairo: Darul Manar.
Mardani. (2014). Tafsir Ahkam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
M. Fauzan. (2004). Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Marzuki, Peter Mahmud. (2008). Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.
Prodjodikoro, Wirjono. (2000). Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata. Bandung: Mandar Maju.
Pitlo. (1994). Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda. Jakarta: Intermasa.
Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam.
Ramulyo, Idris. (2000). Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut KUHPerdata. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
R. Soesilo. (1995). RIB/HIR Dengan Penjelasan. Bogor: Politeia.
Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata. (2009). Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.
Rusyd, Ibnu. (1989). Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid. (Terj. Imam Ghazali Said, Achmad Zaidun). Beirut: Dar al-Jiil.
xiii
Setiawan. (1992). Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni.
Subekti. (2002). Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
Sarwono. (2012). Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek. Jakarta: Sinar Grafika.
Syahrani, Riduan. (2009). Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.
Subekti, Tjitrosoedibio. (2008). Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.
Subekti, Tjitrosudibio. (2004). Kitab Undang-undang Hukum Perdata (rev. ed.). Jakarta: Pradnya Paramita.
Saiban, Kasuwi. (2007). Hukum Waris Islam. Malang: UM Press.
Suparman, Eman. (2013). Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW. Bandung: Refika Aditama.
Sarmadi, Sukris. (1997). Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tiena Masriani, Yulies. (2008). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Tresna, Mr R. (1996). Komentar HIR. Jakarta: Pradnya Paramita.
Tumpa, Harifin. A. (2010). Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Implementasinya di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.
Usman, Iskandar. (1994). Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Undang-undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
xiv
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Witanto. (2013). Hukum Acara Perdata Tentang Ketidakhadiran Para Pihak Dalam Proses Berperkara. Bandung: Mandar Maju.
Yunus, Mahmud. (1989). Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN PENELITIAN
Allah SWT telah menciptakan makhluk manusia dengan
bermacam-macam kesempurnaan berupa kedudukan yang sangat mulia apabila
diperbandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Sejak sangat awal
manusia telah dibekali fitrah untuk saling berhubungan antara manusia yang
satu dengan manusia yang lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Berawal dari relasi antara sesama manusia tersebut tentu akan berdampak
munculnya rasa saling membutuhkan, menghargai, mencintai antara manusia
yang satu dengan manusia yang lainnya. Dari berbagai fitrah manusia tersebut
ialah rasa saling membutuhkan dan mencintai antara laki-laki dengan
perempuan secara berkelanjutan sehingga akan mengarah bermuara pada
terbentuknya sebuah rumah tangga atau keluarga yang lazim secara umum
dinamakan ikatan perkawinan. Sebuah perkawinan sejatinya adalah
merupakan suatu perjanjian atau akad yang mengakibatkan hubungan jasmani
atau rohani antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan menjadi halal
sebagai pasangan suami istri. Dalam sebuah ikatan perkawinan telah
ditegaskan tentang hak dan kewajiban antara suami sebagai kepala keluarga
dan istri sebagai ibu rumah tangga tersebut. Secara umum mereka, sangat
mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan rumah
2 Perkawinan atau pernikahan sering teristilahkan dengan
حاكنلا
yangbermakna
ئطولا
dengan konotasi persetubuhan danدقعلا
1 sebagaimanadikatakan oleh Wahbah al-Zuhaily2. Perspektif secara terminologis ini para
ilmuwan hukum Islam mentakrifkan bahwa perkawinan adalah hubungan
biologis. Sedangkan di dalam perkawinan Undang-undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan pada Pasal 1 dijabarkan: “Ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam Pasal tersebut secara detail menyatakan
bahwa perkawinan mengandung hubungan yang kuat dan kokoh sekali
korelasinya dengan transendensi keilahian keagamaan, maka oleh karena itu
perkawinan tidak hanya sekedar mempunyai elemen lahiriyah biologis saja
namun juga mengandung hal-hal yang suci dan sakral.
Di dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan “Perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya
merupakan ibadah3”. Sebagaimana tertulis pada ayat 21 Surah an-Nisa’:
1 Akad bermakna perikatan atau kesepakatan. Mazhab Hanafi mengatakan bahwa makna asli / hakiki dari nikah itu adalah hubungan seksual ءىطولا sedangkan akad دقعلا adalah makna majazi / kiasan. Mazhab Maliki mengatakan bahwa makna asli / hakiki dari nikah itu adalah akad دقعلا , sedangkan ءىطولا adalah makna kiasan / majazi.
2 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqih Al-Islami Wa Adilatuhu, Juz VII, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 1989). Hal. 29.
3 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Kompilasi
3
اظيلغ اقاثيم مكنم َنْذَخَأ و ضعب ىإ مكضعب ىضفأ دق و هنوذخأت فيك و
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu berikan
pada istrimu padahal sebagian kamu telah bercampur dengan yang lain sebagai suami istri dan istri-istrimu telah mengambil dari kamu perjanjian ikatan yang kuat kokoh4”.
Sementara itu tujuan dari pada perkawinan sebagaimana disebutkan
Kompilasi Hukum Islam Pasal 3: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rohmah5”. Tujuan
tersebut sesuai dengan ayat 21 Surat ar-Rum:
ي نإ ًةمر و ًةدوم مكنيب لعج و اهيلإ اونكستل اجاوزأ ْمُكِسفنأ ْنِم مكل َقَلَخ نأ هتياء ْنِم و
َنوُركَفَ تَ ي ٍمْوَقِل تيأ كلذ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kebesaranNya ialah Dia telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang mempunyai pikiran6”.
Ekspektasi yang muncul dari makna perkawinan di dalam kodifikasi fiqih
Islam secara kebahasaan telah mendudukkan perempuan sebagai obyek
kesenangan semata-mata yang diperuntukkan ke pihak laki-laki. Hal
4 QS. An-Nisa’ [4]: 21.
5 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Kompilasi
Hukum Islam, ( Jakarta: 1998/1999 ), hal. 14. Prinsip ini didasarkan pada Firman Allah pada ayat 21 Surah ar-Rum karena Mawaddah dan Rohmah adalah karakter manusia yang tidak dimiliki oleh makhuk lainnya. Apabila binatang melakukan hubungan seksual semata-mata untuk kebutuhan seks itu sendiri juga dimaksudkan untuk berkembang biak, sedangkan perkawinan manusia bertujuan untuk mencapai ridha Allah SWT disamping tujuan yang bersifat biologis. Lihat Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1 Tahun 1974 sampai KHI ( Jakarta: Prenada Media, 2004), hal.
52.
4 demikian sejatinya memunculkan polarisasi bahwa yang dipandang dalam
diri perempuan adalah bidang biologisnya semata-mata. Hal tersebut begitu
mencolok ketika menggunakan kalimat
ئطولا
secara kebahasaan7.Perkawinan sebagaimana dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974
memberikan pernyataan bahwa perkawinan tidak hanya sekedar hubungan
biologis semata-mata namun juga merupakan hubungan batin. Sedangkan
secara tersirat Undang-undang No. 1 tahun 1974 membimbing kita dengan
kalimat kebahagiaan yang ditunjukkan bahwa muara akhir perkawinan
ditujukan agar setiap manusia di muka bumi ini baik pria maupun wanita
mendapatkan kebahagiaan lahir batin.
Di antara aneka ragam kodifikasi hukum Islam yang berlaku, dapat
ditangkap hipotesa sementara bahwa aturan perkawinan yang cocok dengan
syariat Islam dan hukum positif Islam sejatinya mempunyai maksud dalam
rangka menjunjung harkat dan martabat pihak suami maupun istri dalam
ikatan perkawinan tersebut. Hal demikian sangat bertolak belakang dengan
yang terjadi zaman sekarang ini dimana-mana dijumpai kasus-kasus hukum
dalam sebuah rumah tangga yang mengakibatkan putusnya perkawinan
meskipun tujuan perkawinan menghendaki kekekalan kebahagiaan dalam
rumah tangga sebagaimana yang dijabarkan pada Pasal 1 Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Putusnya perkawinan yang
7 Amiur Nuruddin & Azhari Kamal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis
5 disebabkan oleh adanya peristiwa kematian8 sebagaimana dijabarkan Pasal
113 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan akan membawa dampak pada perpindahan
kepemilikan hak terhadap harta yang dimiliki. Perpindahan kepemilikan hak
terhadap harta oleh sebab kematian juga diakibatkan adanya larangan
melangsungkan perkawinan karena beberapa sebab seperti termuat pada Pasal
39 Kompilasi Hukum Islam. Adanya hubungan saling mewarisi tersebut
dikarenakan oleh faktor pertalian nasab, pertalian kerabat dalam ayat 22 dan
23 Surah an-Nisa’. Hukum kewarisan tidak dapat dipisahkan dari sistem
kekeluargaan sebab hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum
kekeluargaan.
Apabila dikemukakan kasus-kasus hukum di dalam rumah tangga tersebut
misalnya pernikahan di bawah tangan, perceraian di bawah tangan,
pembagian harta waris sebelum meninggalnya salah satu anggota keluarga
dimana saat itu pewaris sedang sakit keras padahal pembagian tirkah tersebut
sah setelah kematian baik secara hakiki9, hukmi10 atau taqdiri11 bukan
sebelum kematian, pembagian harta waris pada generasi ketiga padahal
8 Hal yang memicu kandasnya rumah tangga atau perkawinan dalam fikih agak berbeda dengan Undang-undang baik Kompilasi Hukum Islam maupun Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam fikih hal-hal yang memicunya antara lain: terjadinya nusyuz dari pihak istri, nusyuz suami terhadap istri, terjadinya syiqaq, salah satu pihak melakukan perbuatan zina. 9 Kematian secara hakiki maksudnya adalah kematian yang bisa disaksikan dengan panca indera atau dapat dibuktikan dengan alat medis.
10 Kematian secara hukmi maksudnya adalah kematian yang disebabkan adanya keputusan Hakim. Sebagai contoh misalnya pada kasus orang hilang atau mafqud, dimana seseorang bepergian yang tidak jelas keberadaannya serta tidak jelas hidup atau matinya kemudian dengan berbagai pertimbangan akhirnya Hakim memutuskan sudah meninggal sehingga hartanya bisa dibagikan kepada ahli warisnya.
6 secara ijbari para ahli waris mendapatkan harta warisan atau tirkah dengan
tanpa paksaan apapun, pembagian harta waris secara diam-diam atau sepihak
dengan tanpa melibatkan anggota keluarga lainnya. Di dalam al-Quran sangat
banyak sekali ditemukan ayat yang menegaskan tentang betapa besar cinta
manusia memupuk kekayaan tersebut. Misalnya dalam ayat 14 Surah
ali-Imran dinyatakan bahwa manusia berpembawaan sangat suka memenuhi
keinginannya berupa wanita untuk memenuhi naluriah seksualitas, anak cucu
untuk memenuhi naluriah melestarikan jenis, harta yang banyak dari jenis
emas perak kuda pilihan binatang ternak sawah ladang. Semuanya itu bagi
manusia merupakan kesenangan dalam kehidupan dunia. Pasal 113 Kompilasi
Hukum Islam menyatakan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian,
perceraian dan putusan Pengadilan12. Putusnya perkawinan karena kematian
bukan merupakan akhir dari pada proses hukum untuk sebuah rumah tangga
karena kematian itu sendiri akan membawa konsekuensi hukum kewarisan
sedangkan kematian itu pula yang menjadi rukun dan syarat kewarisan Islam.
Kematian yang merupakan ketentuan Allah SWT memang sudah menjadi
prasyarat utama akan lahirnya peristiwa hukum kewarisan yang menjadi
proses hukum yang berkesinambungan.
Pembagian harta waris pada masa sekarang ini khususnya di Indonesia
sedikit juga ada yang menempuh melalui dengan cara jalur hukum di
Pengadilan dimana harta waris serta para ahli waris yang berhak tersebut
12 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Kompilasi
7 berdomisili. Pembagian harta waris yang dilakukan dengan menempuh jalur
Pengadilan setempat demikian dikarenakan berbagai alasan. Mulai dari alasan
yang bersifat normatif atau yang bersifat empiris, perbedaan pemahaman
mengenai keadilan atau ketidakadilan serta masih banyak lagi alasan-alasan
yang lainnya. Para pihak sangat sulit mencapai kata sepakat terutama pihak
yang sekiranya akan mendapatkan porsi pembagian yang sama antara
laki-laki dengan perempuan akan menjatuhkan pada cara-cara pembagian model
hukum warisan Eropa atau adat, sedangkan pihak laki-laki yang
mengharapkan porsi tidak sama atau lebih besar akan menjatuhkan opsi pada
model hukum waris Islam walaupun pada obyek yang sama, kasus yang
sama, subyek yang sama pula13. Terlepas dari hal itu semua, penyelesaian
pembagian harta waris melalui jalur Pengadilan sesungguhnya belum pasti
mencerminkan keadilan materiil serta keadilan formil dan menjamin
kepastian hukum di dalam sebuah keluarga. Penyelesaian pembagian harta
waris yang dilakukan oleh Majelis Hakim di meja hijau ataupun non litigasi
belum mempertahankan eksistensi ke arah akibat hukum yang mungkin
muncul di belakang hari. Begitu pentingnya kedudukan hukum pembagian
harta waris tersebut dalam kehidupan keluarga, maka Allah SWT
mensyariatkannya secara tetap sebagaimana tercantum pada akhir ayat 13
Surat an-Nisa’:
ها دودح كلت
8 Artinya: “Yang demikian itulah ketetapan-ketetapan Allah14”.
Ketetapan yang mengikat demikian itu juga di dukung dalam hal besar atau
kecilnya bagian serta untuk siapa saja hak-hak itu berpindah kepemilikannya
yang terpancar pada ayat 7 Surah an-Nisa’:
لق ام نوبرقأا و نادلاولا كرت ام بيصن ءاسنلل و نوبرقأا و نادلاولا كرت ام بيصن لاجرلل
اضورفم ابيصن رثك وأ هنم
Artinya: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”15.
Dari pemaknaan bagian yang telah ditetapkan tersebut diatas dapat
difahami adanya unsur-unsur kewarisan yang antara lain pewaris yaitu orang
yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris atau tirkah, ahli waris
yaitu orang yang hidup dan berhak mewarisi harta pewaris, harta waris yaitu
harta yang ditinggalkan pewaris di luar hal-hal yang perlu diselesaikan
sebelum pembagian waris, bagian-bagian masing-masing ahli waris yaitu
bagian yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an al-Hadits Ijtihad, cara
penghitungan yaitu cara penghitungan bagian waris yang telah ditetapkan
sesuai dengan ketentuan yang ada16.
Demikian pula Nabi SAW bersabda:
14 QS. An-Nisa’ [4]: 13. 15 QS. An-Nisa’ [4]: 7.
9
دَح
َنِزلا وُبَأ اَنَ ث دَح ِفاَطِعْلا َِِأ ِنْب َرَمُع ُنْب ُصْفَح اَنَ ث دَح ُيِماَزِْْا ِرِذْنُمْلا ُنْب ُميِاَرْ بِإ اَنَ ث
ْنَع ِدا
َلاَق َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِجَرْعَْأا
لا اوُملَعَ ت َةَرْ يَرُاَبَأاَي َملَس َو ِهْيَلَع ُها ىلَص ِها ُلوُسَر َلاَق
َو َضِئاَرَف
ِِْمُأ ْنِم ُعَزْ نُ ي ٍءْيَش ُلَوَأ َوَُو ىَسْنُ ي َوَُو ِمْلِعلا ُفْصِن ُهنِإَف اَوُملَع
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mundzir al-Hizami telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar bin Abu al-„Ithaf telah menceritakan kepada kami Abu az-Zinad dari al-A‟raj dari Abu Hurairah dari Nabi SAW wahai Abu Hurairah belajarlah faraidh dan ajarkanlah ia karena sesungguhnya ia adalah setengah dari ilmu dan ilmu itu akan dilupakan dan ia adalah yang pertama kali dicabut dari umatku17”.
Yang dimaksudkan dengan kalimat “setengah dari ilmu” dalam hadits
tersebut ialah setengah ilmu di dalam perkara pusaka dan yang berkenaan
dengannya seperti washiyah, hibah dan waqaf sehingga bukan setengah ilmu
dari ilmu-ilmu agama Islam. Adapun perkataan Nabi SAW bahwa ilmu
faraidh akan dilupakan orang dan akan tercabut dari pada umatnya itu
memang telah terbukti dengan sah serta meyakinkan kalau diperhatikan
kepandaian orang-orang dahulu berbanding dengan orang-orang zaman
sekarang18. Fakta hukum sangat krusial menunjukkan bahwa Rasulullah SAW
sejak ratusan tahun yang lalu telah memberikan rambu-rambu peringatan
kepada umatnya untuk mengajarkan ilmu Faraidh kepada orang lain oleh
karena bidang ilmu tersebut disinyalir merupakan ilmu hukum yang paling
cepat disingkirkan oleh umat Islam.
10 Di dalam Kompilasi Hukum Islam telah diatur mengenai pembagian
warisan pada Pasal 171 sampai dengan Pasal 193. Secara lebih rinci Pasal 171
memuat ketentuan umum, Pasal 172 sampai dengan Pasal 175 memuat
mengenai ahli waris, Pasal 176 sampai dengan Pasal 191 memuat tentang
besarnya bagian masing-masing ahli waris, Pasal 192 sampai dengan Pasal
193 memuat aul dan rad19. Penyelesaian pembagian tirkah yang adil dan
berkepastian akan berdampak hukum kepada keluarga yang terang benderang.
Mengapa masalah pembagian harta waris di formalkan sedemikian rupa, hal
itu tidak lain hanyalah untuk menjamin dan melindungi kepentingan para
pencari keadilan hukum dalam keluarga apabila pembagian harta tirkah tidak
menemukan titik tengah keseimbangan pertimbangan lewat musyawarah
kekeluargaan yang disebabkan karena adanya pelanggaran hak yang
dilakukan oleh ahli waris yang satu kepada ahli waris yang lain.
Sengketa pembagian harta warisan atau yang sering dinamakan tirkah akan
menumbuhkan akibat hukum yang jelas berkepanjangan apabila tidak segera
diadakan pembagian secara pasti dan adil misalnya harta waris tersebut sudah
berpindah hak kepemilikan karena telah dilakukan pembagian harta warisan
terlebih dahulu tanpa sepengetahuan pihak lain yang berhak atas harta tirkah
atau harta pusaka. Berawal dari permasalahan di atas maka peneliti hendak
meneliti lebih jauh tentang hak ahli waris serta lebih khusus pada masalah
ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM
MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI /
19 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Kompilasi
11
PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR
789/Pdt.G/2011/PA.Mlg. TENTANG SENGKETA WARIS DI
PENGADILAN AGAMA MALANG.
B. RUMUSAN MASALAH PENULISAN PENELITIAN
Dari latar belakang penelitian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Mengapa Majelis Hakim Pengadilan Agama Kota Malang mengabulkan
eksepsi Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi perkara No.
789/Pdt.G/2011/PA.Mlg?
2. Bagaimana landasan hukum dan pertimbangan eksepsi Majelis Hakim
dalam mengabulkan eksepsi Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi
perkara No. 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg?
C. TUJUAN PENULISAN PENELITIAN
Dari permasalahan-permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui mengapa Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang
mengabulkan eksepsi Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi perkara
12
2. Untuk mengetahui bagaimana landasan hukum Majelis Hakim Pengadilan
Agama Malang dalam mengabulkan eksepsi Tergugat Konvensi /
Penggugat Rekonvensi perkara No. 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg.
D. MANFAAT PENULISAN PENELITIAN
Dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut di atas, maka diharapkan
penelitian ini akan memberikan manfaat atau kontribusi sebagai berikut:
1. Dari segi teoritis, dapat memberikan donasi pemikiran baik berupa
pemberdayaan konsep, metode proposisi maupun pengembangan
teori-teori dalam perbendaharaan studi hukum keluarga dan masyarakat.
2. Dari segi pragmatis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan input bagi semua pihak yaitu bagi masyarakat pada umumnya dan
bagi pemerintah khususnya dalam pelaksanaan penyelesaian pembagian
waris yang sesuai dengan asas-asas keadilan formil, keadilan materiil yang
berlaku di Indonesia.
E. METODE PENULISAN PENELITIAN
1. Jenis Pendekatan Penulisan Penelitian
Penulisan penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
kasuistis yaitu penelitian yang bertumpu pada kaidah-kaidah hukum,
doktrin-doktrin hukum, adagium-adagium hukum, yurisprudensi-yurisprudensi
hukum, asas-asas hukum dan kasus-kasus hukum yang terjadi dalam lembaga
peradilan lebih khusus peradilan perdata agama. Menurut Peter Mahmud
13 fakta materiil karena Hakim maupun para pihak akan mencari aturan hukum
yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut. Untuk dapat
memahami fakta materiil diperlukan tingkat abstraksi fakta yang diajukan20.
Dalam penelitian kasusistis hanya berlaku untuk kasus-kasus tertentu serta
tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu dan
juga bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu yang
menjadi obyek penelitian. Penelitian ini digunakan untuk
mempreskriptifkan21 kaidah hukum tentang alasan-alasan eksepsi mengenai
sengketa waris dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 sebagai perubahan pertama
atas undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 sebagai perubahan kedua atas Undang-Undang-undang
Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, Het
Herziene Inlandsch / Indonesiche Reglement (HIR), Hukum Acara Peradilan
Agama sehingga diharapkan dapat diketahui permasalahan akan adanya
alasan-alasan eksepsi.
2. Sumber Data Penulisan Penelitian
Berkaitan dengan jenis penelitian yang diterapkan yaitu penelitian skunder
maka sumber data yang dipakai yaitu bahan-bahan yang memiliki korelasi
14 dengan pokok bahasan permasalahan, baik berupa fenomena yang
berkembang dalam masyarakat maupun literatur-literatur atau pendapat para
pakar dalam bidang acara peradilan agama. Maka dalam kaidah penulisan
penyusunan penelitian hukum normatif dengan data skunder menggunakan
tiga sumber yaitu sebagai berikut:
a. Sumber hukum primer, dalam hal ini adalah sumber-sumber hukum yang
mengikat dan merupakan kaidah-kaidah dasar utama dalam setiap
pengkajian masalah seperti al-Quran, al-Hadits, Istihsan, Kompilasi
Hukum Islam, Hukum Acara Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama, Yurisprudensi Mahkamah Agung, Putusan
Pengadilan Agama Nomor 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg tentang sengketa
waris, wawancara (interview).
b. Sumber hukum skunder, dalam hal ini adalah sumber-sumber hukum yang
dapat memberikan penjelasan-penjelasan sekaligus penafsiran
interpretasi-interpretasi yang mendukung sumber-sumber hukum primer dalam
mendapatkan pemaknaan dan pemahaman yang utuh komprehensif seperti
hasil penelitian, al-Quran, al-Hadits, Buku-buku mengenai Hukum Acara
Perdata, majalah hukum, jurnal konstitusi, jurnal hukum, tabloid dan
15
c. Sumber hukum tersier, dalam hal ini adalah sumber-sumber hukum yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan dari sumber-sumber hukum
primer dan sumber-sumber hukum skunder seperti kamus hukum, kamus
konstitusi dan ensiklopedi hukum.
3. Teknik Pengumpulan Data Penulisan Penelitian
Metode pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah metode
wawancara bertahap mendalam, observasi partisipasi, dokumentasi.
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan dengan atau tanpa menggunakan pedoman
wawancara. Bentuk wawancara bertahap sedikit lebih formal dan sistematik
dari pada wawancara mendalam akan tetapi masih jauh tidak formal dan tidak
sistematik apabila dibandingkan dengan wawancara sistematik. Wawancara
terarah dilaksanakan secara bebas mendalam tetapi tidak terlepas dari pokok
permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah dipersiapkan
sebelumnya oleh pewawancara.
Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri
data seperti surat-surat, laporan-laporan, kliping, web site dan otobiografi.
Metode observasi merupakan metode pengumpulan data yang
dipergunakan untuk menghimpun data penulisan penelitian melalui
16 koridor tujuan penelitian dan dicatat secara sistematik kemudian dihubungkan
dengan proposisi umum22.
4. Analisa Data Penulisan Penelitian
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode
penelitian karena dengan analisa data suatu data dapat diberi arti dan makna
yang signifikan dalam memecahkan masalah penelitian. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan analisis kualitatif yang cenderung menggunakan
pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada
hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan
umum. Strategi analisis kualitatif umumnya tidak digunakan sebagai alat
mencari data dalam arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis
proses hukum acara yang berlangsung dan makna dari fakta-fakta hukum
yang tampak dipermukaan. Dengan demikian maka analisis kualitatif
digunakan untuk memahami sebuah proses serta fakta dan bukan sekedar
untuk menjelaskan fakta tersebut23. Adapun untuk metode analisa dalam
penelitian ini sesuai dengan data yang diperoleh maka peneliti menggunakan
silogisme kesimpulan khusus tentang Eksepsi Obscuur Libel, Eksepsi
Plurium Litis Consortium, Eksepsi Ne Bis In Idem, Error In Subyek, Error In
22 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial
Lainnya, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011 ), hal. 118.
23 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial
17
Obyek kemudian dikemukakan silogisme24 kesimpulan umum yakni tentang
Eksepsi.
F. SISTEMATIKA PENULISAN PENELITIAN
Dalam penulisan skripsi ini, diperlukan adanya suatu sistematika penulisan
sehingga dapat diketahui secara jelas kerangka dari isi skripsi ini.
Bab I Pendahuluan, dalam Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan
penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penulisan penelitian,
manfaat penelitian, metode penulisan penelitian dan sistematika penulisan
penelitian.
Bab II Tinjauan Pustaka, dalam Bab ini penulis akan menguraikan
mengenai kewarisan menurut hukum Islam, pengertian kewarisan, tujuan
kewarisan, sahnya kewarisan, landasan hukum pembagian harta waris, hal-hal
yang menghalangi kewarisan, struktur Pengadilan Agama, wewenang absolut
dan relatif Pengadilan Agama, tugas Hakim Pengadilan Agama, Mediasi,
Posita dan Petitum Gugatan Konvensi, unsur-unsur jawaban Tergugat
Konvensi, Jawaban Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi dalam
eksepsi, Jawaban Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi dalam pokok
perkara, Posita dan Petitum Gugatan Rekonvensi, Replik Penggugat
Konvensi, Duplik Tergugat Konvensi, gugatan dan tuntutan Provisionil,
18 Uitvoerbaar Bij Voorraad, Dwangsom, Plurium Litis Consortium, Obscuur
Libel, Niet Onvankelijk Verklaard, Onvoldoende Gemotiveerd,
Onrechtmatige Daad, Conservatoir Beslag, Ex aequo Et Bono.
Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam Bab ini akan diuraikan
mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang berisikan tentang kasus
posisi perkara / duduk perkara a quo, skema keluarga yang bersengketa,
posita gugatan Penggugat konvensi perkara a quo, petitum gugatan
Penggugat konvensi perkara a quo, petitum gugatan provisi Penggugat
konvensi, jawaban para Tergugat konvensi dalam eksepsi, jawaban para
Tergugat konvensi dalam pokok perkara, petitum gugatan rekonvensi,
petitum gugatan provisi dalam rekonvensi, replik Penggugat konvensi, duplik
Tergugat konvensi, alat bukti dalam sengketa, pertimbangan serta amar
putusan Majelis Hakim dalam eksepsi, pengaturan harta warisan dalam hal
terjadi sengketa baik litigasi maupun non litigasi serta mengenai kedudukan
dan bagian ahli waris atas harta peninggalan.
Bab IV Penutup, Bab ini merupakan Bab terakhir dalam penulisan skripsi
yang berisi kesimpulan penulisan penelitian dan saran-saran penulisan