• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA No. 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA No. 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI

TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR 789/PDT.G/2011/PA.MLG

TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar strata satu dalam bidang ilmu ahwal syakhshiyah

Oleh:

TUTUT SUGIHARTO 201220020312045

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS AGAMA ISLAM

(2)

i

HALAMAN PERSETUJUAN

ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI

TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR 789/PDT.G/2011/PA.MLG

TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG

SKRIPSI

Disusun dan diajukan oleh: TUTUT SUGIHARTO

201220020312045

Telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk dilakukan ujian skripsi Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Sunkanah Hasyim, SH, M.Hum. Ahda Bina Afianto, M.HI.

Mengetahui,

Dekan Fakultas Agama Islam

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN PENULISAN HUKUM

ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI

TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR 789/PDT.G/2011/PA.MLG

TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG

Disusun dan diajukan oleh: TUTUT SUGIHARTO

201220020312045

Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji Ujian Penulisan Hukum Pada tanggal: 2 Mei 2015 M / 13 Rajab 1436 H

Susunan Majelis Penguji

Penguji I Penguji II

Dra. Sunkanah Hasyim, SH, M.Hum. Ahda Bina Afianto, Lc, M.HI.

Penguji III Penguji IV

Drs. M. Sarif, M.Ag. Drs. M. Munir, M.A.

Dekan Fakultas Agama Islam

(4)

iii MOTTO

ُأ ْنِإ ُهْنَع ْمُكاَهْ نَأ اَم ََِإ ْمُكَفِلاَخُأ ْنَأ ُديِرُأ اَمَو

اَم َح ََْصِْْا اَِإ ُديِر

َ ت ِهْيَلَع ِهاللاِب اَِإ يِقيِفْوَ ت اَمَو ُتْعَطَتْسا

ُُيِنُأ ِهْيَلِإَو ُتْلاكَو

“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan perbaikan) selama aku

masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya

kepadaNyalah aku kembali”.

انلا ُعَفْ نَ ي اَم اامَأَو ًءاَفُج َُُ ْذَيَ ف ُدَبازلا اامَأَف

ِ ْرََْا ِ ُ ُكْكَيَ ف َ ا

“Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, adapun

yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi”.

َك ًََثَم ُهاللا َبَرَض

َبِيَط ٍةَرَجَشَك ًةَبِيَط ًةَكِل

ُعْرَ فَو تِباََ اَهُلْصَأ ٍة

ِ اَه

ِءاَكاسلا

اَهِ بَر ِنْذِإِب ٍنِح الُك اَهَلُكُأ ِِْؤُ ت

Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan

(5)

iv

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

NAMA : Tutut Sugiharto NIM : 201220020312045 TTL : Trenggalek, 24-08-1982

FAK/JUR : Agama Islam / Ahwal Syakhshiyyah

Menyatakan bahwa Tugas Akhir / Skripsi dengan judul: ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG adalah bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah kami sebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar kami bersedia mendapat sanksi akademis.

Malang, 2 Mei 2015 Mahasiswa Ybs,

(6)

v ABSTRAK

Nama :Tutut Sugiharto

Tempat, tanggal lahir :Trenggalek, 24 Agustus 1982 Nomor Induk Mahasiswa :201220020312045

Fakultas :Agama Islam

Jurusan / Program Studi :Ahwal Syakhshiyyah

Judul Skripsi :ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS

HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT

REKONVENSI PERKARA No.

789/Pdt.G/2011/PA.Mlg TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG Pembimbing :Pembimbing I Sungkanah Hasyim, SH. M.Hum.

:Pembimbing II Ahda Bina Afianto, Lc. M.Hi

Fokus utama pembahasan skripsi ini adalah tentang “alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yuridis, filosofis Majelis Hakim dalam meloloskan tangkisan formil atau eksepsi formil yang diajukan oleh tergugat konvensi / penggugat rekonvensi pada putusan No. 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg mengenai pembagian tirkah atau harta peninggalan dengan latar belakang sesungguhnya tirkah atau harta peninggalan dalam perkara a quo telah dibagi-bagi kepada para ahli waris generasi ketiga namun peristiwa pembagian tirkah tersebut terjadi sebelum pewaris meninggal dunia tanpa dibagi merata yang dikemudian hari memunculkan benih-benih perlawanan terselubung antar anggota keluarga. Penelitian berupa studi kasus ini berusaha dengan keras mengungkap terlebih dahulu bagaimana kasus posisi gugatan penggugat, jawaban tergugat, beberapa alat-alat bukti penggugat dan tergugat, pertimbangan dan diktum putusan Majelis Hakim kemudian penulis melakukan observasi akademik secara bulat dan utuh. Jenis penelitian ini adalah penelitian perpaduan kualitatif yuridis filosofis dan pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melalui studi dokumen resmi. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis kasuistis.

(7)

vi

kajian dan wawancara mendalam pertimbangan Majelis Hakim, penulis menemukan jenis eksepsi formil lain yang harus dijadikan pertimbangan Majelis Hakim yaitu eksepsi materiil berbentuk eksepsi temporis atau eksepsi kadaluwarsa.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji kami haturkan kepada Allah SWT, dengan kasih sayang dan keridhaanNya, penulis sebagai hambaNya yang ingin selalu meniti jalan kebenaran dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NO. 789/Pdt.G/2011/PA.MLG TENTANG SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MALANG”.

Sholawat serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita dari jalan kesesatan menuju kepada haq. Dan juga kepada keluarga beliau, para sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.

Dengan tersusunnya skripsi ini tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda dan Ayahanda yang mulia yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil dan hembusan kasih sayang serta pahatan doa yang ikhlash sehingga memotivasi penulis menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula kakak dan adik tersayang semoga Allah senantiasa membimbing kita menjadi insan yang sholih, amiin.

2. Bapak Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Bapak Drs. Faridi, M.Si selaku Dekan Fakultas Agama Islam.

4. Dra. Sunkanah Hasyim, SH. M.Hum dan Ahda Bina Afianto, Lc. M.HI selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan teliti membimbing terus menerus penulis.

5. Seluruh dosen Fakultas Agama Islam terima kasih penulis ucapkan atas segala ilmu sehingga menjadi bekal.

6. Seorang hamba Allah yang tercinta dan tersayang se-asia tenggara yang telah meluangkan waktunya untuk menasihati penulis dengan ikhlash.

7. Seluruh teman-teman seangkatan penulis yang setiap chating via online selalu mendorong keras penulis untuk sekeras mungkin cepat tuntas dan dilarang menunda suatu rencana mulia.

Semoga Allah SWT membalas segala amal dan kebaikannya. Apapun yang dilakukan dengan ketulusan akan selalu membuahkan manfaat secara terus menerus dan selamanya. Penulis juga tak lupa berharap bahwa karya sederhana ini mampu menginspirasi untuk pembacanya dan juga mengharap kritik tajam setajam apapun demi progresifitas dan profesionalitas.

(9)

viii

a. Wewenang Absolut Pengadilan Agama ... 51

b. Wewenang Relatif Pengadilan Agama ... 56

3. Tugas Hakim Pengadilan Agama ... 57

C.Sistem Beracara Perkara Perdata ... 61

1. Mediasi ... 61

2. Gugatan Konvensi ... 64

3. Jawaban Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi ... 75

4. Gugatan Rekonvensi ... 85

(10)

ix

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97

A.Kasus Posisi Perkara ... 97

1. Skema Keluarga Yang Bersengketa ... 97

2. Posita Gugatan Penggugat Konvensi ... 98

3. Petitum Gugatan Penggugat Konvensi ... 101

4. Jawaban Para Tergugat Konvensi ... 104

5. Petitum Gugatan Penggugat Rekonvensi ... 124

6. Replik Penggugat Konvensi & Duplik Tergugat Konvensi ... 127

7. Alat Bukti Dalam Sengketa ... 128

8. Pertimbangan Majelis Hakim ... 134

9. Amar Putusan Majelis Hakim ... 142

B. Alasan & Pertimbangan Majelis Hakim Mengabulkan Eksepsi Tergugat Konvensi ... 143

1. Eksepsi Obscuur Libel Majelis Hakim ... 144

a. Eksepsi Obscuur Libel In Subyek ... 144

b.Eksepsi Obscuur Libel In Obyek ... 153

2. Eksepsi Plurium Litis Consortium Majelis Hakim ... 161

3. Eksepsi Kadaluwarsa /Premptoir Majelis Hakim ... 166

4. Putusan Provisi Majelis Hakim ... 169

5. Putusan Niet Ontvankelijk Veerklaard (NO) Majelis Hakim .. 171

BAB IV PENUTUP ... 174

A.Kesimpulan ... 174

B. Saran ... 177 LAMPIRAN

(11)

x Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Media Group.

Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Surah al-Turmudzi. (1983). Al-Jami’ al-Shahih. Beirut: Dar al-Fikr. 1983.

Arto, Mukti. (2015). Pembaruan Hukum Islam melalui Putusan Hakim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Az-Zuhaili, Wahbah. (2011). Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani.

Azhar Basyir, Ahmad. (2001). Hukum Waris Islam (rev. ed.). Yogyakarta: UII Press.

Achmad Ali, Wiwie Heryani. (2012). Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata. Jakarta: Prenada Media Group.

Amiur Nurudin, Azhari Akmal Tarigan. (2004). Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media Group.

Agung, Mahkamah. (2008). Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 Republik Indonesia Tentang Mediasi di Pengadilan. Jakarta: MA.

Anwar, Mohammad. (1981). Faraidl Hukum Waris dalam Islam dan Masalah-masalahnya. Surabaya: Al-Ikhlash.

Al-Qur’an 6.50 dan al-Hadits: Versi Indonesia. (1999). CD Program yang di Produksi oleh Warez CD, LTD.

Bukhari. Shahih al-Bukhari. (Juz 2 dan 3). Beirut: Dar al-Kutub. 1992.

Bungin, Burhan. (2011). Penelitian Kualitatif (rev. ed.). Jakarta: Prenada Media Group.

(12)

xi

Djohansjah. (2008). Reformasi Mahkamah Agung Menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman. Bekasi Timur: Kesaint Blanc.

El Rais, Heppy. (2012). Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fuady, Munir. (2010). Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hari Sasangka, Ahmad Rifa’i. (2005). Perbandingan HIR dengan RBG. Bandung: Mandar Maju.

Hutagalung, Sophar Maru. (2010). Praktik Peradilan Perdata Teknis Menangani Perkara di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

Habiburrahman. (2011). Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.

Hassan, Ahmad. (2003). Al-Faraid Ilmu Pembagian Waris. Surabaya: Pustaka Progresif.

Harahap, M. Yahya. (2013). Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. (2008). Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. (2003). Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989 (rev. ed.). Jakarta: Sinar Grafika.

Hakim Indonesia, Ikatan. (2014) Varia Peradilan. Jakarta Pusat: IKAHI.

Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.

Kasiram, Moh. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif. Malang: UIN-Maliki Press.

Mardani. (2010). Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah. Jakarta: Sinar Grafika.

Mulyadi, Lilik. (2012). Tuntutan Provisionil dan Uang Paksa (Dwangsom) dalam Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni.

(13)

xii

Manan, Abdul. (2007). Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan Islam. Jakarta: Prenada Media Group.

Manan, Abdul. (2008). Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.

Mertokusumo, Sudikno. (1999). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Mertokusumo, Sudikno. (2001). Penemuan Hukum Sebuah Pengantar. (cet. II). Yogyakarta: Liberty.

Muslim, Shahih Imam Muslim. (Juz 2 dan 11). Kairo: Darul Manar.

Mardani. (2014). Tafsir Ahkam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

M. Fauzan. (2004). Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.

Marzuki, Peter Mahmud. (2008). Penelitian Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.

Prodjodikoro, Wirjono. (2000). Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata. Bandung: Mandar Maju.

Pitlo. (1994). Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda. Jakarta: Intermasa.

Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariat Islam.

Ramulyo, Idris. (2000). Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut KUHPerdata. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

R. Soesilo. (1995). RIB/HIR Dengan Penjelasan. Bogor: Politeia.

Retnowulan Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata. (2009). Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.

Rusyd, Ibnu. (1989). Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid. (Terj. Imam Ghazali Said, Achmad Zaidun). Beirut: Dar al-Jiil.

(14)

xiii

Setiawan. (1992). Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni.

Subekti. (2002). Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.

Sarwono. (2012). Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek. Jakarta: Sinar Grafika.

Syahrani, Riduan. (2009). Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.

Subekti, Tjitrosoedibio. (2008). Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.

Subekti, Tjitrosudibio. (2004). Kitab Undang-undang Hukum Perdata (rev. ed.). Jakarta: Pradnya Paramita.

Saiban, Kasuwi. (2007). Hukum Waris Islam. Malang: UM Press.

Suparman, Eman. (2013). Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW. Bandung: Refika Aditama.

Sarmadi, Sukris. (1997). Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tiena Masriani, Yulies. (2008). Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Tresna, Mr R. (1996). Komentar HIR. Jakarta: Pradnya Paramita.

Tumpa, Harifin. A. (2010). Memahami Eksistensi Uang Paksa (Dwangsom) dan Implementasinya di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group.

Usman, Iskandar. (1994). Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Undang-undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

(15)

xiv

Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Witanto. (2013). Hukum Acara Perdata Tentang Ketidakhadiran Para Pihak Dalam Proses Berperkara. Bandung: Mandar Maju.

Yunus, Mahmud. (1989). Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENULISAN PENELITIAN

Allah SWT telah menciptakan makhluk manusia dengan

bermacam-macam kesempurnaan berupa kedudukan yang sangat mulia apabila

diperbandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Sejak sangat awal

manusia telah dibekali fitrah untuk saling berhubungan antara manusia yang

satu dengan manusia yang lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya.

Berawal dari relasi antara sesama manusia tersebut tentu akan berdampak

munculnya rasa saling membutuhkan, menghargai, mencintai antara manusia

yang satu dengan manusia yang lainnya. Dari berbagai fitrah manusia tersebut

ialah rasa saling membutuhkan dan mencintai antara laki-laki dengan

perempuan secara berkelanjutan sehingga akan mengarah bermuara pada

terbentuknya sebuah rumah tangga atau keluarga yang lazim secara umum

dinamakan ikatan perkawinan. Sebuah perkawinan sejatinya adalah

merupakan suatu perjanjian atau akad yang mengakibatkan hubungan jasmani

atau rohani antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan menjadi halal

sebagai pasangan suami istri. Dalam sebuah ikatan perkawinan telah

ditegaskan tentang hak dan kewajiban antara suami sebagai kepala keluarga

dan istri sebagai ibu rumah tangga tersebut. Secara umum mereka, sangat

mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan rumah

(17)

2 Perkawinan atau pernikahan sering teristilahkan dengan

حاكنلا

yang

bermakna

ئطولا

dengan konotasi persetubuhan dan

دقعلا

1 sebagaimana

dikatakan oleh Wahbah al-Zuhaily2. Perspektif secara terminologis ini para

ilmuwan hukum Islam mentakrifkan bahwa perkawinan adalah hubungan

biologis. Sedangkan di dalam perkawinan Undang-undang No. 1 tahun 1974

tentang perkawinan pada Pasal 1 dijabarkan: “Ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam Pasal tersebut secara detail menyatakan

bahwa perkawinan mengandung hubungan yang kuat dan kokoh sekali

korelasinya dengan transendensi keilahian keagamaan, maka oleh karena itu

perkawinan tidak hanya sekedar mempunyai elemen lahiriyah biologis saja

namun juga mengandung hal-hal yang suci dan sakral.

Di dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan “Perkawinan

menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya

merupakan ibadah3”. Sebagaimana tertulis pada ayat 21 Surah an-Nisa’:

1 Akad bermakna perikatan atau kesepakatan. Mazhab Hanafi mengatakan bahwa makna asli / hakiki dari nikah itu adalah hubungan seksual ءىطولا sedangkan akad دقعلا adalah makna majazi / kiasan. Mazhab Maliki mengatakan bahwa makna asli / hakiki dari nikah itu adalah akad دقعلا , sedangkan ءىطولا adalah makna kiasan / majazi.

2 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqih Al-Islami Wa Adilatuhu, Juz VII, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 1989). Hal. 29.

3 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Kompilasi

(18)

3

اظيلغ اقاثيم مكنم َنْذَخَأ و ضعب ىإ مكضعب ىضفأ دق و هنوذخأت فيك و

Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu berikan

pada istrimu padahal sebagian kamu telah bercampur dengan yang lain sebagai suami istri dan istri-istrimu telah mengambil dari kamu perjanjian ikatan yang kuat kokoh4.

Sementara itu tujuan dari pada perkawinan sebagaimana disebutkan

Kompilasi Hukum Islam Pasal 3: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rohmah5”. Tujuan

tersebut sesuai dengan ayat 21 Surat ar-Rum:

ي نإ ًةمر و ًةدوم مكنيب لعج و اهيلإ اونكستل اجاوزأ ْمُكِسفنأ ْنِم مكل َقَلَخ نأ هتياء ْنِم و

َنوُركَفَ تَ ي ٍمْوَقِل تيأ كلذ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kebesaranNya ialah Dia telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang mempunyai pikiran6”.

Ekspektasi yang muncul dari makna perkawinan di dalam kodifikasi fiqih

Islam secara kebahasaan telah mendudukkan perempuan sebagai obyek

kesenangan semata-mata yang diperuntukkan ke pihak laki-laki. Hal

4 QS. An-Nisa’ [4]: 21.

5 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Kompilasi

Hukum Islam, ( Jakarta: 1998/1999 ), hal. 14. Prinsip ini didasarkan pada Firman Allah pada ayat 21 Surah ar-Rum karena Mawaddah dan Rohmah adalah karakter manusia yang tidak dimiliki oleh makhuk lainnya. Apabila binatang melakukan hubungan seksual semata-mata untuk kebutuhan seks itu sendiri juga dimaksudkan untuk berkembang biak, sedangkan perkawinan manusia bertujuan untuk mencapai ridha Allah SWT disamping tujuan yang bersifat biologis. Lihat Amiur Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan

Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1 Tahun 1974 sampai KHI ( Jakarta: Prenada Media, 2004), hal.

52.

(19)

4 demikian sejatinya memunculkan polarisasi bahwa yang dipandang dalam

diri perempuan adalah bidang biologisnya semata-mata. Hal tersebut begitu

mencolok ketika menggunakan kalimat

ئطولا

secara kebahasaan7.

Perkawinan sebagaimana dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974

memberikan pernyataan bahwa perkawinan tidak hanya sekedar hubungan

biologis semata-mata namun juga merupakan hubungan batin. Sedangkan

secara tersirat Undang-undang No. 1 tahun 1974 membimbing kita dengan

kalimat kebahagiaan yang ditunjukkan bahwa muara akhir perkawinan

ditujukan agar setiap manusia di muka bumi ini baik pria maupun wanita

mendapatkan kebahagiaan lahir batin.

Di antara aneka ragam kodifikasi hukum Islam yang berlaku, dapat

ditangkap hipotesa sementara bahwa aturan perkawinan yang cocok dengan

syariat Islam dan hukum positif Islam sejatinya mempunyai maksud dalam

rangka menjunjung harkat dan martabat pihak suami maupun istri dalam

ikatan perkawinan tersebut. Hal demikian sangat bertolak belakang dengan

yang terjadi zaman sekarang ini dimana-mana dijumpai kasus-kasus hukum

dalam sebuah rumah tangga yang mengakibatkan putusnya perkawinan

meskipun tujuan perkawinan menghendaki kekekalan kebahagiaan dalam

rumah tangga sebagaimana yang dijabarkan pada Pasal 1 Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Putusnya perkawinan yang

7 Amiur Nuruddin & Azhari Kamal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis

(20)

5 disebabkan oleh adanya peristiwa kematian8 sebagaimana dijabarkan Pasal

113 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun

1974 tentang perkawinan akan membawa dampak pada perpindahan

kepemilikan hak terhadap harta yang dimiliki. Perpindahan kepemilikan hak

terhadap harta oleh sebab kematian juga diakibatkan adanya larangan

melangsungkan perkawinan karena beberapa sebab seperti termuat pada Pasal

39 Kompilasi Hukum Islam. Adanya hubungan saling mewarisi tersebut

dikarenakan oleh faktor pertalian nasab, pertalian kerabat dalam ayat 22 dan

23 Surah an-Nisa’. Hukum kewarisan tidak dapat dipisahkan dari sistem

kekeluargaan sebab hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum

kekeluargaan.

Apabila dikemukakan kasus-kasus hukum di dalam rumah tangga tersebut

misalnya pernikahan di bawah tangan, perceraian di bawah tangan,

pembagian harta waris sebelum meninggalnya salah satu anggota keluarga

dimana saat itu pewaris sedang sakit keras padahal pembagian tirkah tersebut

sah setelah kematian baik secara hakiki9, hukmi10 atau taqdiri11 bukan

sebelum kematian, pembagian harta waris pada generasi ketiga padahal

8 Hal yang memicu kandasnya rumah tangga atau perkawinan dalam fikih agak berbeda dengan Undang-undang baik Kompilasi Hukum Islam maupun Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam fikih hal-hal yang memicunya antara lain: terjadinya nusyuz dari pihak istri, nusyuz suami terhadap istri, terjadinya syiqaq, salah satu pihak melakukan perbuatan zina. 9 Kematian secara hakiki maksudnya adalah kematian yang bisa disaksikan dengan panca indera atau dapat dibuktikan dengan alat medis.

10 Kematian secara hukmi maksudnya adalah kematian yang disebabkan adanya keputusan Hakim. Sebagai contoh misalnya pada kasus orang hilang atau mafqud, dimana seseorang bepergian yang tidak jelas keberadaannya serta tidak jelas hidup atau matinya kemudian dengan berbagai pertimbangan akhirnya Hakim memutuskan sudah meninggal sehingga hartanya bisa dibagikan kepada ahli warisnya.

(21)

6 secara ijbari para ahli waris mendapatkan harta warisan atau tirkah dengan

tanpa paksaan apapun, pembagian harta waris secara diam-diam atau sepihak

dengan tanpa melibatkan anggota keluarga lainnya. Di dalam al-Quran sangat

banyak sekali ditemukan ayat yang menegaskan tentang betapa besar cinta

manusia memupuk kekayaan tersebut. Misalnya dalam ayat 14 Surah

ali-Imran dinyatakan bahwa manusia berpembawaan sangat suka memenuhi

keinginannya berupa wanita untuk memenuhi naluriah seksualitas, anak cucu

untuk memenuhi naluriah melestarikan jenis, harta yang banyak dari jenis

emas perak kuda pilihan binatang ternak sawah ladang. Semuanya itu bagi

manusia merupakan kesenangan dalam kehidupan dunia. Pasal 113 Kompilasi

Hukum Islam menyatakan bahwa perkawinan dapat putus karena kematian,

perceraian dan putusan Pengadilan12. Putusnya perkawinan karena kematian

bukan merupakan akhir dari pada proses hukum untuk sebuah rumah tangga

karena kematian itu sendiri akan membawa konsekuensi hukum kewarisan

sedangkan kematian itu pula yang menjadi rukun dan syarat kewarisan Islam.

Kematian yang merupakan ketentuan Allah SWT memang sudah menjadi

prasyarat utama akan lahirnya peristiwa hukum kewarisan yang menjadi

proses hukum yang berkesinambungan.

Pembagian harta waris pada masa sekarang ini khususnya di Indonesia

sedikit juga ada yang menempuh melalui dengan cara jalur hukum di

Pengadilan dimana harta waris serta para ahli waris yang berhak tersebut

12 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Kompilasi

(22)

7 berdomisili. Pembagian harta waris yang dilakukan dengan menempuh jalur

Pengadilan setempat demikian dikarenakan berbagai alasan. Mulai dari alasan

yang bersifat normatif atau yang bersifat empiris, perbedaan pemahaman

mengenai keadilan atau ketidakadilan serta masih banyak lagi alasan-alasan

yang lainnya. Para pihak sangat sulit mencapai kata sepakat terutama pihak

yang sekiranya akan mendapatkan porsi pembagian yang sama antara

laki-laki dengan perempuan akan menjatuhkan pada cara-cara pembagian model

hukum warisan Eropa atau adat, sedangkan pihak laki-laki yang

mengharapkan porsi tidak sama atau lebih besar akan menjatuhkan opsi pada

model hukum waris Islam walaupun pada obyek yang sama, kasus yang

sama, subyek yang sama pula13. Terlepas dari hal itu semua, penyelesaian

pembagian harta waris melalui jalur Pengadilan sesungguhnya belum pasti

mencerminkan keadilan materiil serta keadilan formil dan menjamin

kepastian hukum di dalam sebuah keluarga. Penyelesaian pembagian harta

waris yang dilakukan oleh Majelis Hakim di meja hijau ataupun non litigasi

belum mempertahankan eksistensi ke arah akibat hukum yang mungkin

muncul di belakang hari. Begitu pentingnya kedudukan hukum pembagian

harta waris tersebut dalam kehidupan keluarga, maka Allah SWT

mensyariatkannya secara tetap sebagaimana tercantum pada akhir ayat 13

Surat an-Nisa’:

ها دودح كلت

(23)

8 Artinya: “Yang demikian itulah ketetapan-ketetapan Allah14”.

Ketetapan yang mengikat demikian itu juga di dukung dalam hal besar atau

kecilnya bagian serta untuk siapa saja hak-hak itu berpindah kepemilikannya

yang terpancar pada ayat 7 Surah an-Nisa’:

لق ام نوبرقأا و نادلاولا كرت ام بيصن ءاسنلل و نوبرقأا و نادلاولا كرت ام بيصن لاجرلل

اضورفم ابيصن رثك وأ هنم

Artinya: “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”15.

Dari pemaknaan bagian yang telah ditetapkan tersebut diatas dapat

difahami adanya unsur-unsur kewarisan yang antara lain pewaris yaitu orang

yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris atau tirkah, ahli waris

yaitu orang yang hidup dan berhak mewarisi harta pewaris, harta waris yaitu

harta yang ditinggalkan pewaris di luar hal-hal yang perlu diselesaikan

sebelum pembagian waris, bagian-bagian masing-masing ahli waris yaitu

bagian yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an al-Hadits Ijtihad, cara

penghitungan yaitu cara penghitungan bagian waris yang telah ditetapkan

sesuai dengan ketentuan yang ada16.

Demikian pula Nabi SAW bersabda:

14 QS. An-Nisa’ [4]: 13. 15 QS. An-Nisa’ [4]: 7.

(24)

9

دَح

َنِزلا وُبَأ اَنَ ث دَح ِفاَطِعْلا َِِأ ِنْب َرَمُع ُنْب ُصْفَح اَنَ ث دَح ُيِماَزِْْا ِرِذْنُمْلا ُنْب ُميِاَرْ بِإ اَنَ ث

ْنَع ِدا

َلاَق َةَرْ يَرُ َِِأ ْنَع ِجَرْعَْأا

لا اوُملَعَ ت َةَرْ يَرُاَبَأاَي َملَس َو ِهْيَلَع ُها ىلَص ِها ُلوُسَر َلاَق

َو َضِئاَرَف

ِِْمُأ ْنِم ُعَزْ نُ ي ٍءْيَش ُلَوَأ َوَُو ىَسْنُ ي َوَُو ِمْلِعلا ُفْصِن ُهنِإَف اَوُملَع

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mundzir al-Hizami telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar bin Abu al-„Ithaf telah menceritakan kepada kami Abu az-Zinad dari al-A‟raj dari Abu Hurairah dari Nabi SAW wahai Abu Hurairah belajarlah faraidh dan ajarkanlah ia karena sesungguhnya ia adalah setengah dari ilmu dan ilmu itu akan dilupakan dan ia adalah yang pertama kali dicabut dari umatku17”.

Yang dimaksudkan dengan kalimat “setengah dari ilmu” dalam hadits

tersebut ialah setengah ilmu di dalam perkara pusaka dan yang berkenaan

dengannya seperti washiyah, hibah dan waqaf sehingga bukan setengah ilmu

dari ilmu-ilmu agama Islam. Adapun perkataan Nabi SAW bahwa ilmu

faraidh akan dilupakan orang dan akan tercabut dari pada umatnya itu

memang telah terbukti dengan sah serta meyakinkan kalau diperhatikan

kepandaian orang-orang dahulu berbanding dengan orang-orang zaman

sekarang18. Fakta hukum sangat krusial menunjukkan bahwa Rasulullah SAW

sejak ratusan tahun yang lalu telah memberikan rambu-rambu peringatan

kepada umatnya untuk mengajarkan ilmu Faraidh kepada orang lain oleh

karena bidang ilmu tersebut disinyalir merupakan ilmu hukum yang paling

cepat disingkirkan oleh umat Islam.

(25)

10 Di dalam Kompilasi Hukum Islam telah diatur mengenai pembagian

warisan pada Pasal 171 sampai dengan Pasal 193. Secara lebih rinci Pasal 171

memuat ketentuan umum, Pasal 172 sampai dengan Pasal 175 memuat

mengenai ahli waris, Pasal 176 sampai dengan Pasal 191 memuat tentang

besarnya bagian masing-masing ahli waris, Pasal 192 sampai dengan Pasal

193 memuat aul dan rad19. Penyelesaian pembagian tirkah yang adil dan

berkepastian akan berdampak hukum kepada keluarga yang terang benderang.

Mengapa masalah pembagian harta waris di formalkan sedemikian rupa, hal

itu tidak lain hanyalah untuk menjamin dan melindungi kepentingan para

pencari keadilan hukum dalam keluarga apabila pembagian harta tirkah tidak

menemukan titik tengah keseimbangan pertimbangan lewat musyawarah

kekeluargaan yang disebabkan karena adanya pelanggaran hak yang

dilakukan oleh ahli waris yang satu kepada ahli waris yang lain.

Sengketa pembagian harta warisan atau yang sering dinamakan tirkah akan

menumbuhkan akibat hukum yang jelas berkepanjangan apabila tidak segera

diadakan pembagian secara pasti dan adil misalnya harta waris tersebut sudah

berpindah hak kepemilikan karena telah dilakukan pembagian harta warisan

terlebih dahulu tanpa sepengetahuan pihak lain yang berhak atas harta tirkah

atau harta pusaka. Berawal dari permasalahan di atas maka peneliti hendak

meneliti lebih jauh tentang hak ahli waris serta lebih khusus pada masalah

ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM

MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI /

19 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama RI, Kompilasi

(26)

11

PENGGUGAT REKONVENSI PERKARA NOMOR

789/Pdt.G/2011/PA.Mlg. TENTANG SENGKETA WARIS DI

PENGADILAN AGAMA MALANG.

B. RUMUSAN MASALAH PENULISAN PENELITIAN

Dari latar belakang penelitian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah

sebagai berikut:

1. Mengapa Majelis Hakim Pengadilan Agama Kota Malang mengabulkan

eksepsi Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi perkara No.

789/Pdt.G/2011/PA.Mlg?

2. Bagaimana landasan hukum dan pertimbangan eksepsi Majelis Hakim

dalam mengabulkan eksepsi Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi

perkara No. 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg?

C. TUJUAN PENULISAN PENELITIAN

Dari permasalahan-permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui mengapa Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang

mengabulkan eksepsi Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi perkara

(27)

12

2. Untuk mengetahui bagaimana landasan hukum Majelis Hakim Pengadilan

Agama Malang dalam mengabulkan eksepsi Tergugat Konvensi /

Penggugat Rekonvensi perkara No. 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg.

D. MANFAAT PENULISAN PENELITIAN

Dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut di atas, maka diharapkan

penelitian ini akan memberikan manfaat atau kontribusi sebagai berikut:

1. Dari segi teoritis, dapat memberikan donasi pemikiran baik berupa

pemberdayaan konsep, metode proposisi maupun pengembangan

teori-teori dalam perbendaharaan studi hukum keluarga dan masyarakat.

2. Dari segi pragmatis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan input bagi semua pihak yaitu bagi masyarakat pada umumnya dan

bagi pemerintah khususnya dalam pelaksanaan penyelesaian pembagian

waris yang sesuai dengan asas-asas keadilan formil, keadilan materiil yang

berlaku di Indonesia.

E. METODE PENULISAN PENELITIAN

1. Jenis Pendekatan Penulisan Penelitian

Penulisan penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif

kasuistis yaitu penelitian yang bertumpu pada kaidah-kaidah hukum,

doktrin-doktrin hukum, adagium-adagium hukum, yurisprudensi-yurisprudensi

hukum, asas-asas hukum dan kasus-kasus hukum yang terjadi dalam lembaga

peradilan lebih khusus peradilan perdata agama. Menurut Peter Mahmud

(28)

13 fakta materiil karena Hakim maupun para pihak akan mencari aturan hukum

yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut. Untuk dapat

memahami fakta materiil diperlukan tingkat abstraksi fakta yang diajukan20.

Dalam penelitian kasusistis hanya berlaku untuk kasus-kasus tertentu serta

tidak bertujuan untuk digeneralisasikan atau menguji hipotesis tertentu dan

juga bahan keterangan mengenai apa yang dialami oleh individu yang

menjadi obyek penelitian. Penelitian ini digunakan untuk

mempreskriptifkan21 kaidah hukum tentang alasan-alasan eksepsi mengenai

sengketa waris dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 sebagai perubahan pertama

atas undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 sebagai perubahan kedua atas Undang-Undang-undang

Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, Het

Herziene Inlandsch / Indonesiche Reglement (HIR), Hukum Acara Peradilan

Agama sehingga diharapkan dapat diketahui permasalahan akan adanya

alasan-alasan eksepsi.

2. Sumber Data Penulisan Penelitian

Berkaitan dengan jenis penelitian yang diterapkan yaitu penelitian skunder

maka sumber data yang dipakai yaitu bahan-bahan yang memiliki korelasi

(29)

14 dengan pokok bahasan permasalahan, baik berupa fenomena yang

berkembang dalam masyarakat maupun literatur-literatur atau pendapat para

pakar dalam bidang acara peradilan agama. Maka dalam kaidah penulisan

penyusunan penelitian hukum normatif dengan data skunder menggunakan

tiga sumber yaitu sebagai berikut:

a. Sumber hukum primer, dalam hal ini adalah sumber-sumber hukum yang

mengikat dan merupakan kaidah-kaidah dasar utama dalam setiap

pengkajian masalah seperti al-Quran, al-Hadits, Istihsan, Kompilasi

Hukum Islam, Hukum Acara Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

Tentang Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009

Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang nomor 7 Tahun 1989

Tentang Peradilan Agama, Yurisprudensi Mahkamah Agung, Putusan

Pengadilan Agama Nomor 789/Pdt.G/2011/PA.Mlg tentang sengketa

waris, wawancara (interview).

b. Sumber hukum skunder, dalam hal ini adalah sumber-sumber hukum yang

dapat memberikan penjelasan-penjelasan sekaligus penafsiran

interpretasi-interpretasi yang mendukung sumber-sumber hukum primer dalam

mendapatkan pemaknaan dan pemahaman yang utuh komprehensif seperti

hasil penelitian, al-Quran, al-Hadits, Buku-buku mengenai Hukum Acara

Perdata, majalah hukum, jurnal konstitusi, jurnal hukum, tabloid dan

(30)

15

c. Sumber hukum tersier, dalam hal ini adalah sumber-sumber hukum yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan dari sumber-sumber hukum

primer dan sumber-sumber hukum skunder seperti kamus hukum, kamus

konstitusi dan ensiklopedi hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data Penulisan Penelitian

Metode pengumpulan data penelitian yang digunakan adalah metode

wawancara bertahap mendalam, observasi partisipasi, dokumentasi.

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan dengan atau tanpa menggunakan pedoman

wawancara. Bentuk wawancara bertahap sedikit lebih formal dan sistematik

dari pada wawancara mendalam akan tetapi masih jauh tidak formal dan tidak

sistematik apabila dibandingkan dengan wawancara sistematik. Wawancara

terarah dilaksanakan secara bebas mendalam tetapi tidak terlepas dari pokok

permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan telah dipersiapkan

sebelumnya oleh pewawancara.

Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri

data seperti surat-surat, laporan-laporan, kliping, web site dan otobiografi.

Metode observasi merupakan metode pengumpulan data yang

dipergunakan untuk menghimpun data penulisan penelitian melalui

(31)

16 koridor tujuan penelitian dan dicatat secara sistematik kemudian dihubungkan

dengan proposisi umum22.

4. Analisa Data Penulisan Penelitian

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode

penelitian karena dengan analisa data suatu data dapat diberi arti dan makna

yang signifikan dalam memecahkan masalah penelitian. Dalam penelitian ini

penulis menggunakan analisis kualitatif yang cenderung menggunakan

pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada

hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan

umum. Strategi analisis kualitatif umumnya tidak digunakan sebagai alat

mencari data dalam arti frekuensi akan tetapi digunakan untuk menganalisis

proses hukum acara yang berlangsung dan makna dari fakta-fakta hukum

yang tampak dipermukaan. Dengan demikian maka analisis kualitatif

digunakan untuk memahami sebuah proses serta fakta dan bukan sekedar

untuk menjelaskan fakta tersebut23. Adapun untuk metode analisa dalam

penelitian ini sesuai dengan data yang diperoleh maka peneliti menggunakan

silogisme kesimpulan khusus tentang Eksepsi Obscuur Libel, Eksepsi

Plurium Litis Consortium, Eksepsi Ne Bis In Idem, Error In Subyek, Error In

22 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial

Lainnya, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011 ), hal. 118.

23 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial

(32)

17

Obyek kemudian dikemukakan silogisme24 kesimpulan umum yakni tentang

Eksepsi.

F. SISTEMATIKA PENULISAN PENELITIAN

Dalam penulisan skripsi ini, diperlukan adanya suatu sistematika penulisan

sehingga dapat diketahui secara jelas kerangka dari isi skripsi ini.

Bab I Pendahuluan, dalam Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan

penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penulisan penelitian,

manfaat penelitian, metode penulisan penelitian dan sistematika penulisan

penelitian.

Bab II Tinjauan Pustaka, dalam Bab ini penulis akan menguraikan

mengenai kewarisan menurut hukum Islam, pengertian kewarisan, tujuan

kewarisan, sahnya kewarisan, landasan hukum pembagian harta waris, hal-hal

yang menghalangi kewarisan, struktur Pengadilan Agama, wewenang absolut

dan relatif Pengadilan Agama, tugas Hakim Pengadilan Agama, Mediasi,

Posita dan Petitum Gugatan Konvensi, unsur-unsur jawaban Tergugat

Konvensi, Jawaban Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi dalam

eksepsi, Jawaban Tergugat Konvensi / Penggugat Rekonvensi dalam pokok

perkara, Posita dan Petitum Gugatan Rekonvensi, Replik Penggugat

Konvensi, Duplik Tergugat Konvensi, gugatan dan tuntutan Provisionil,

(33)

18 Uitvoerbaar Bij Voorraad, Dwangsom, Plurium Litis Consortium, Obscuur

Libel, Niet Onvankelijk Verklaard, Onvoldoende Gemotiveerd,

Onrechtmatige Daad, Conservatoir Beslag, Ex aequo Et Bono.

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam Bab ini akan diuraikan

mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang berisikan tentang kasus

posisi perkara / duduk perkara a quo, skema keluarga yang bersengketa,

posita gugatan Penggugat konvensi perkara a quo, petitum gugatan

Penggugat konvensi perkara a quo, petitum gugatan provisi Penggugat

konvensi, jawaban para Tergugat konvensi dalam eksepsi, jawaban para

Tergugat konvensi dalam pokok perkara, petitum gugatan rekonvensi,

petitum gugatan provisi dalam rekonvensi, replik Penggugat konvensi, duplik

Tergugat konvensi, alat bukti dalam sengketa, pertimbangan serta amar

putusan Majelis Hakim dalam eksepsi, pengaturan harta warisan dalam hal

terjadi sengketa baik litigasi maupun non litigasi serta mengenai kedudukan

dan bagian ahli waris atas harta peninggalan.

Bab IV Penutup, Bab ini merupakan Bab terakhir dalam penulisan skripsi

yang berisi kesimpulan penulisan penelitian dan saran-saran penulisan

Referensi

Dokumen terkait