KRITIK TERHADAP MORAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM KARIKATUR POLITIK
(Analisis Semiotik Anggota DPR RI dalam Buku Politik Santun Dalam Kartun :Kartun Politik Karya M. Mice Misrad)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)
Oleh :
Himawan Primaditya 08220333
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Sholawat serta
salam saya curahkan atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW, atas
terselesaikannya tugas akhir ini. Dengan perjuangan keras dan dukungan dari
banyak pihak, akhirnya saya dapat menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu
Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM) ini.
Dengan terselesaikannya Skripsi saya yang berjudul “Kritik Terhadap
Moral Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Karikatur Politik (analisis Semiotik Anggota DPR RI dalam Buku Politik Santun Dalam Kartun : Kartun Politik Karya M.Mice Misrad” maka selesai sudah masa studi Strata 1 saya. Walaupun
masih banyak kekurangan dan kelemahan di penelitian saya ini, saya berharap
bisa di jadikan acuan untuk penelitian berikutnya yang berguna bagi
perkembangan Ilmu Komunikasi.
Penelitian ini berawal dari minat saya terhadap kartun, komik dan karikatur
sejak dulu. Setelah mengikuti karya dari Beny & Mice yang terdiri dari beberapa
buku mengenai kartun dan karikatur sosial politik, saya menyadari media kartun
terutama karikatur merupakan media komunikasi visual yang menarik. Karikatur
dapat menyampaikan pesan kritik atau sindiran tentang situasi sosial dan politik
lebih baik dan mudah diterima daripada pesan verbal maupun tulisan. Dalam
penelitian saya ini menggunakan teori semiotika yang salah satunya ilmu tentang
mengandung pesan-pesan tersirat makna-makna yang sengaja di buat oleh
pengkarya untuk menyampaikan pesannya. Dengan bekal tersebut saya mencoba
mengupas tanda-tanda yang ada di buku “Politik Santun dalam Kartun : Kartun
Politik” karya dari karikaturis media Harian Rakyat Merdeka, Muhammad Mice
Misrad, dimana nantinya peneliti mencoba menggali beberapa tanda tentang kritik
moral anggota DPR di dalam sebuah karikatur politik.
Akhir kata, semoga penelitian saya ini berguna bagi perkembangan Ilmu
Komunikasi dan yang pasti juga perkembangan karikatur. Dan juga semoga
penelitian saya ini bisa menjadi acuan awal dan motivasi untuk penelitian sejenis.
Amin
Malang, 19 Oktober 2012
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI ... v
ABSTRAKSI ... vi
E.1.1. Moral Sebagai Bagian dari Tradisi Masyarakat ... 9
E.1.2. Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat ... 11
E.2. Antara Kartun Politik dan Karikatur ... 12
E.2.1. Tentang Media Kartun ... 12
E.2.2. Tentang Media Karikatur... 15
E.2.3. Tentang Kartun Politik ... 17
E.2.4. Perbedaan Kartun, Kartun Politik dan Karikatur .. 18
E.2.5. Kekuatan Karikatur Politik sebagai Media Kritik 21 E.3. Humor Sebagai Unsur Kartun dan Karikatur ... 22
E.4. Semiotika Charles S. Peirce ... 24
F. Fokus Penelitian ... 29
G. Metode Penelitian ... 29
G.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 30
G.3. Unit Analisis ... 30
G.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31
G.5. Teknik Analisis Data ... 31
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Perkembangan Karikatur Secara Umum ... 33
B. Karikatur di Indonesia ... 39
C. Karikatur Politik ... 40
D. Sekilas tentang Muhammad Mice Misrad ... 42
E. Tentang Buku “Politik Santun Dalam Kartun” Karya M.Mice Misrad ... 47
E.1. Gambaran Umum ... 47
E.2 Tentang Isi Buku. ... 48
E.3 Hak Cipta dan Penerbit. ... 49
BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA A. Karikatur Pertama: “Wajah Wakil Kita” ... 55
A.1. Gambar Karikatur I (Halaman : 86) ... 55
A.2. Tabel Kerja Analisis I ... 56
B. Karikatur Kedua: “Penyakit Kronis anggota Dewan” ... 62
B.1. Gambar Karikatur II (Halaman : 87) ... 62
B.2. Tabel Kerja Analisis II ... 63
C. Karikatur Ketiga: “Etika Anggota DPR” ... 70
C.1. Gambar Karikatur III (Halaman : 91) ... 70
C.2. Tabel Kerja Analisis III ... 70
D. Karikatur Keempat dan Kelima: “Gedung „Miring’ Nusantara I DPR”... 79
D.1. Gambar Karikatur IV (Halaman : 97)... 79
D.2. Tabel Kerja Analisis IV ... 80
D.3. Gambar Karikatur V (Halaman : 98) ... 81
E. Karikatur Keenam: “Statement Ketua DPR” ... 90
E.1. Gambar Karikatur VI (Halaman : 102) ... 90
E.2. Tabel Kerja Analisis VI ... 90
F. Karikatur Ketujuh: “Badan Anggaran DPR” ... 99
F.1. Gambar Karikatur VII (Halaman : 105) ... 99
F.2. Tabel Kerja Analisis VII ... 100
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 111
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku:
Ajidarma, Seno Gumira. 2011. Panji Tengkorak – Kebudayaan Dalam
Perbincangan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Budiarjo, Miriam. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Umum.
Hadiwardoyo, Dr.Al.Purwa. 1990. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Held, Virginia. 1989. Etika Moral - Pembenaran Tindakan Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Kusrianto, Adi. 2009. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta:
CV. Andi Yogyakarta
McCloud, Scott. 2001. Understanding Comics. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Misrad, Muhammad Mice. 2011. Politik Santun Dalam Kartun. Jakarta: Nalar
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi :Suatu Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Paul Martin Lester. 2003.Visual Communication – Image with Message. US
of America: Thomson Wadsworth
Poespoprodjo, W. 1986. Filsafat Moral – Kesusilaan Dalam Teori dan
Praktek. Bandung: Penerbit Remadja karya CV.
Rachmadi, Benny. 2011. 100 Peristiwa Yang Bisa Menimpa Anda. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Setiawan, Muhammad Nashir. Menakar Panji koming. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Sobur, Alex. 2001. Analisis teks Media: Suatu Pengantar untuk analisis Wacana, Analisis semiotik dan Analisis Framing. Bangdung : PT. Remaja Rosdakarya
---. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Tinarbuko,Sumbo. 2008. Semiotik Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalasutra
B. Sumber Internet:
http://basnendar.dosen.isi-ska.ac.id/2010/07/26/kajian-makna-kartun-editorial-melalui/ - Basnendar H. S.Sn., M.Ds., 2010, Kajian Makna Kartun Editorial Melalui Pendekatan Ikonografi (di akses 12 Mei 2012 pukul 19.00)
http://dpr.go.id (di akses 22 Juli 2012 pukul 09.00)
http://lbh-apik.or.id/uu-pornografi.htm (di akses 14 Agustus 2012 pukul 18.30)
C. Sumber Artikel/Jurnal:
Didiek Rahman Adji, 2007, “Sejarah, Teori, Jenis dan Fungsi Humor”. Jurnal Seni dan Desain Fakultas Sastra, Malang: Universitas Negeri Malang. Syukron. “Pesan Sosial yang Tertuang Dalam Karikatur Analisis Semiotik Pada Karikatur Buku Orang Miskin Dilarang Sekolah, Orang Miskin Dilarang Sakit”. Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi Skripsi, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
D. Sumber Lain-lain
Majalah PRISMA No. 1 tahun XXV Januari 1996 edisi Pamflet Politik
Jack Hamm, 1980, PDF “Cartooning The Head & Figure” PDF “Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Komunikasi merupakan hal yang sudah lazim dalam kehidupan
masyarakat. Setiap harinya masing-masing individu baik di sadari maupun
tidak, pastinya melakukan interaksi dengan berkomunikasi satu sama lain,
baik secara verbal maupun non verbal. Banyak hal yang dikomunikasikan
masyarakat, mulai dari sosial, ekonomi, budaya maupun politik dengan
berbagai cara.
Dewasa ini, berkomunikasi dapat dilakukan dengan lebih mudah
dikarenakan telah banyak lahir media-media yang menjembatani proses
penyampaian pesan itu sendiri. Salah satunya adalah media massa.
Masyarakat sendiri memberikan penilaian positif pada media massa karena
sifatnya yang dapat menjangkau semua khalayak dalam waktu hampir
bersamaan sehingga dapat dijadikan sarana yang ampuh untuk
menyampaikan pesan.
Media massa merupakan hasil produk teknologi modern sebagai
saluran dalam komunikasi massa dan bentuknya antara lain media elektronik,
seperti televisi, internet dan radio serta media cetak seperti surat kabar,
majalah, tabloid dan buku.1 Bentuk-bentuk media massa tersebut masih dapat
1
dibagi lagi berdasarkan tampilan pesan yang disampaikan, yaitu media visual,
media audio dan media audio visual.
Salah satu bentuk media massa dengan menggunakan bahasa visual
(tulisan, grafik dan gambar) adalah surat kabar. Di dalam surat kabar terdapat
berbagai rubrik dan materi visual, seperti rubrik editorial/tajuk rencana, yaitu
rubrik yang membahas beberapa hal penting yang menyangkut fenomena
yang sedang terjadi. Kadangkala rubrik ini selain dalam bentuk tulisan, juga
ditampilkan dalam bentuk gambar, yang lebih dikenal dengan karikatur
politik.
Dibanding dengan pesan verbal, komunikasi visual seperti gambar
merupakan pesan yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman.
Komunikasi visual memiliki subyek yang mudah dipahami dan merupakan
simbol yang jelas dan mudah dikenal. Pembuatan komunikasi visual
dimaksudkan untuk mendukung suatu penyampaian pesan. Ada beberapa
bentuk komunikasi visual, di antaranya ilustrasi, logo, karikatur dan kartun.2
Karikatur politik sebagai salah satu bentuk komunikasi visual dalam
saluran media massa merupakan bentuk penyampaian pesan yang
mengandung unsur politik, tujuannya adalah menggambarkan situasi politik
yang pada waktu itu sedang hangat-hangatnya dibicarakan.3 Banyak hal yang
dapat diulas mengenai situasi politik, mulai dari kebijakan pemerintah hingga
2
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual. (Yogyakarta: Jalasutra,2008). hal. 7 3
individu pelaku politik seperti pejabat legislatif, yudikatif, eksekutif serta para
politikus.
Sebenarnya di Indonesia sendiri masih banyak kerancuan mengenai
perbedaan kartun dan karikatur. Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat
representatif atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon atau humor.
Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering
menyoroti masalah sosial, politik dan publik. Kartun juga biasanya tampil
dalam satu panel dan tidak mempunyai karakter yang tetap, walau
kadang-kadang ada juga kartun yang menggunakan karakter tetap. (Hosking,
1954:559).4 Dan kartun politik adalah visualisasi tajuk rencana surat kabar
atau majalah. Kartun ini biasanya membicarakan masalah politik atau
peristiwa aktual sehingga sering disebut kartun politik (political cartoon).
Dalam kartun politik, seringkali muncul figur dari tokoh terkenal yang
dikaitkan dengan tema yang sedang hangat-hangatnya yang terjadi di dalam
masyarakat. Karikatur bisa saja muncul dalam sebuah karya kartun editorial
untuk menampilkan tokoh yang disindir (Priyanto,2005:4).5
Sedangkan karikatur adalah penggambaran seseorang, suatu kegiatan
dalam keadaan terdistorsi, biasanya suatu penyajian yang diam yang dibuat
berlebihan dari gambar binatang, tumbuhan yang menggantikan
bagian-bagian dari benda hidup atau yang ada persamaannya dengan kegiatan
Walaupun kartun sesungguhnya juga memiliki titik satiris, namun titik
satirisnya tidak ditekankan sebagai sesuatu yang dominan. Kartun juga tidak
mengandung pengertian distorsi yang memang mutlak untuk karikatur.7
Namun demikian, untuk sederhananya sebuah karikatur adalah sebuah kartun,
namun sebuah kartun belum tentu merupakan sebuah karikatur.
Saat ini di beberapa media surat kabar memiliki kolom tajuk rencana
sebagai wadah untuk mengungkapkan opini masyarakat mengenai peristiwa
sosial yang berkembang di masyarakat. Bentuk tajuk rencana sendiri selain
bentuk tulisan, juga terdapat bentuk gambar atau yang disebut karikatur.
Dalam Harian Rakyat Merdeka, surat kabar yang memposisikan diri sebagai
oposisi pemerintahan, terdapat rubrik tajuk rencana/editorial berbentuk
karikatur yang dibuat oleh karikaturis M. Mice Misrad.
Beberapa kumpulan karikatur Mice dari Harian Rakyat merdeka itu
pada tahun 2012 telah dibukukan dengan judul Politik Santun Dalam Kartun.
Buku tersebut berisikan sindiran dan kritikan dari Mice tentang berbagai hal
dalam kehidupan politik Indonesia dari tahun 2010 sampai 2011 yang
meliputi permasalahan korupsi, kasus besar lainnya dan sorotan ke Presiden,
KPK, Menteri Penegak Hukum dan termasuk anggota DPR.
Anggota DPR merupakan tokoh elit politik di lembaga legislatif yang
memiliki tugas sebagai perwakilan masyarakat untuk mengatur dan
mengelola negara ini. Namun dalam kenyataannya perilaku atau sikap
anggota DPR ini lebih menimbulkan banyak kontroversi dan terkesan konyol
7
daripada hal positifnya, seperti permasalahan moral anggota DPR yang
kurang sesuai dengan budaya Indonesia, mulai dari ucapan, tingkah laku dan
kebijakan yang diambil.
Sehingga banyak para karikaturis membuat karya karikatur politik
para pejabat DPR tersebut untuk mengkritik, menyindir atau sekedar
menampilkan kenyataan dalam bentuk yang berbeda. Dan hal tersebut oleh
M. Mice Misrad di sampaikan melalui karya karikatur politiknya.
Atas dasar hal yang telah dijabarkan di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang makna tanda yang mengkontruksi
penyampaian Kritik Politik perihal moral Dewan Perwakilan Rakyat Dalam
Karikatur Politik pada buku Politik Santun Dalam Kartun Karya M. Mice
Misrad.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan
masalah yaitu Makna apa yang membangun kritik tentang moral anggota
DPR oleh karikaturis M.Mice Misrad dalam buku Politik Santun Dalam
Kartun : kartun Politik?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menterjemahkan
memberikan penjelaskan kepada penikmat karikatur mengenai maksud yang
ingin disampaikan M.Mice Misrad dalam kumpulan karikaturnya.
D. Manfaat Penelitian D.1 Kegunaan Akademis
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam ilmu komunikasi, khususnya tentang karikatur politik
sebagai salah satu bentuk komunikasi visual, serta mampu memberikan
tambahan wacana mengenai analisis semiotika pada karikatur politik.
D.2 Kegunaan Praktis
Selain itu penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan
pandangan bagi para karikaturis untuk membuat sebuah karya karikatur
politik lebih baik lagi.
E. Tinjauan Pustaka
E.1. Pengertian Norma, Etika dan Moral
Norma dapat dikatakan sebagai tolok ukur untuk mengukur
benar salahnya suatu sikap dan tindakan manusia. Norma juga dapat
diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung sebuah
nilai benar atau salah. Norma yang berlaku di masyarakat Indonesia ada
lima macam, yaitu norma agama, norma susila, norma kesopanan,
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa norma
adalah petunjuk hidup bagi tiap individu yang ada dalam masyarakat,
karena norma tersebut mengandung sanksi. Siapa saja, baik individu
maupun kelompok, yang melanggar norma dapat hukuman yang
berwujud sanksi, seperti sanksi agama dari Tuhan, sanksi akibat
pelanggaran susila, kesopanan, hukum, maupun kebiasaan yang berupa
sanksi moral dari masyarakat.
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno dari tunggal kata ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos memiliki beberapa
makna, antara lain tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar belakangi
terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis, etika mempunyai
arti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan.
Sedangkan kata etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
memiliki arti:
a. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b. Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud dalam hal ini
c. Ilmu tentang yang baik atau buruk.
Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata
„moral‟ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang
masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan atau adat.
Dan menurut Suseno, moral adalah ukuran baik buruknya
seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan
warga negara. Sedangkan menurut Ouska dan Whellan, moral adalah
prinsip baik atau buruk yang ada dan melekat dalam diri individu atau
seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral
berada dalam suatu sistem yang berwujud aturan adat istiadat yang
diterapkan dalam kehidupan masyarakat.8
Dan bila dibandingkan dengan arti kata etika, maka secara
etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata
tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan atau adat.
Sehingga, makna etika dan moral hampir sama yaitu adalah nilai-nilai
dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang
membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani
dan moral dari bahasa Latin.
8
E.1.1. Moral Sebagai Bagian dari Tradisi Masyarakat
Moral merupakan istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak
dapat dikatakan sebagai hal yang benar atau salah dan baik atau buruk.
Dengan demikian tolok ukur yang digunakan dalam moral untuk
mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan
norma yang telah berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga jika
kita mengatakan perbuatan pengedar narkoba itu tidak bermoral, maka
kita menganggap perbuatan orang tersebut melanggar nilai-nilai dan
norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Durkheim, kita tidak menyetujui suatu perbuatan
bukan karena perbuatan itu jahat, tetapi hal itu jahat karena kita tidak
menyetujuinya. Dalam masyarakat secara umum terdapat suatu
kecenderungan untuk memutuskan bahwa terdapat tiga macam
perbuatan, yaitu:9
1. Perbuatan-perbuatan yang manusia sepantasnya atau seharusnya
mengerjakannya.
2. Perbuatan-perbuatan yang manusia tidak sepantasnya atau
seharusnya mengerjakannya, dan
3. Perbuatan-perbuatan yang manusia boleh mengerjakannya atau
boleh tidak mengerjakannya.
9
Kita menerapkan keputusan-keputusan tersebut tidak hanya pada
perbuatan-perbuatan kita sendiri tetapi juga pada perbuatan-perbuatan
orang lain. Kita menghukum atau memutuskan orang lain bersalah
disebabkan karena mereka melakukan hal yang menurut pendapat
masyarakat tidak sepantasnya dilakukan oleh orang tersebut.
Untuk mengetahui ukuran sebuah tindakan tersebut sesuai moral
atau tidak, dapat dilihat dari nilai-nilai adat istiadat tempat berlakunya
moral tersebut. Tiap tempat atau bahkan tiap negara memiliki persepsi
akan moral yang berbeda berdasarkan adat istiadat atau kebiasaan yang
telah disepati di negara tersebut. Di Indonesia sendiri, dimana negara
yang menganut budaya timur yang mengunggulkan kesopanan dan
susila, benar-benar memegang teguh adat bersikap dan bertindak yang
santun serta memiliki banyak aturan yang telah berlaku sejak lama
dalam kehidupan masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat dalam norma-norma yang melekat
dalam masyarakat Indonesia, mulai dari norma agama hingga norma
hukum. Semisal, di Indonesia yang menganut budaya timur, tindakan
yang berkaitan dengan mengumbar seksualitas dalam hal ini lebih ke
pornografi merupakan tindakan asusila. Unggah ungguh dalam
pergaulan luas juga merupakan adat masyarakat Indonesia, sehingga
segala ucapan, tingkah laku harus sesuai dengan norma kesopanan.
hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat dan dianggap suatu
bentuk immoral.
Selain aturan-aturan adat masyarakat tersebut, untuk menjaga
sikap dan tindakan moral masyarakat, juga terdapat kode etik sebagai
kumpulan dari nilai-nilai moral yang digunakan terutama dalam lingkup
lembaga. Seperti yang dimiliki oleh lembaga pemerintahan, kode etik
tersebut merupakan nilai-nilai moral yang harus dipatuhi oleh lembaga
tersebut, karena dalam kode etik tersebut mengandung nilai-nilai yang
harus dipatuhi sehingga jika melanggar hal tersebut, maka sama halnya
dengan melakukan tindakan yang dianggap masyarakat tidak pantas dan
dapat dipertanyakan kemoralan orang atau lembaga tersebut.
E.1.2. Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat
Etika sebagai nilai moral mutlak sangat diperlukan manusia
dalam pergaulan sehari-hari, tidak terkecuali para pejabat Negara,
seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota DPR mempunyai
kedudukan sebagai wakil rakyat yang terhormat, sehingga harus
bertanggung jawab terhadap Tuhan YME, Negara, masyarakat dan
konstituennya dalam melaksanakan tugasnya.
Dan untuk melaksanakan tugasnya, anggota DPR perlu untuk
memiliki landasan etika yang mengatur perilaku dan ucapan mengenai
hal-hal yang diwajibkan, dilarang dan tidak patut dilakukan. Sehingga
semua anggota DPR demi menjaga martabat, kehormatan, citra dan
kredibilitasnya.
Kode etik DPR yang dibentuk dan disahkan pada tahun 2004
dan berisikan 11 bab dan 20 pasal yang mengatur mengenai sikap,
ucapan, tanggung jawab beserta sanksi-sanksinya dll adalah
norma-norma yang merupakan kesatuan landasan etik dengan peraturan
perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang
dan tidak patut dilakukan anggota DPR.10
Anggota DPR sebagai wakil rakyat dan merupakan salah satu
pejabat Negara memang seharusnya memiliki kode etik tersebut untuk
menjaga sikap dan dapat memberi contoh kepada masyarakat. Namun
sepertinya meskipun memiliki kode etik, sampai saat ini, anggota DPR
justru terkenal dengan moralnya yang buruk dan hal tersebut bukan
sekedar isu, namun terbukti dari pemberitaan yang sering muncul di
berbagai media massa. Sehingga tidak heran, jika masyarakat
memberikan persepsi negatif terhadap citra anggota DPR.
E.2. Antara Kartun Politik dan Karikatur E.2.1. Tentang Media Kartun
Pengertian kartun adalah sebuah gambar yang bersifat
reprensentasi atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau
humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan
paling sering menyoroti masalah politik atau masalah publik. Namun
10
masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target, misalnya dengan
mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau
mengenai kepribadian seseorang.11
Media kartun biasanya disajikan sebagai selingan setelah para
pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel yang lebih serius. Melalui
kartun, para pembaca dibawa ke dalam situasi yang lebih santai.
Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa kartun sama seriusnya
dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, namun
dengan kartun dapat dengan mudah dicerna dan dipahami maknanya.
Walaupun bukanlah menjadi tujuan utama orang dalam membaca suatu
surat kabar kehadiran kartun sebagai bagian dari rubrik dari surat kabar.
Kehadiran kartun harus diakui mampu menyampaikan pesan yang amat
luas, mendalam, dan tajam dalam menyikapi kondisi nyata yang
berkembang di masyarakat.
Kritik kartun sebenarnya hanya usaha penyampaikan masalah
aktual ke permukaan, sehingga muncul dialog antara yang dikritik dan
yang mengkritik, serta dialog antara masyarakat itu sendiri, dengan
harapan akan adanya perubahan. Aspek pertentangan dalam tradisi
penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri
untuk mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis
bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang
modern, dan tidak lagi mempergunakan kekuatan atau kekuasaan.
11
Kartun sendiri dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan jenisnya,
yaitu:
a. Kartun Gag
Merupakan gambar kartun yang dimaksudkan hanya sekedar
sebagai hiburan tanpa bermaksud mengulas suatu permasalahan atau
peristiwa aktual. Kartun ini biasanya tampil di halaman-halaman khusus
humor yang terdapat di surat kabar.
b. Kartun Editorial atau Kartun Politik
Merupakan kolom gambar sindiran di surat kabar yang
mengomentari berita dan isu yang sedang ramai di bahas di masyarakat.
Sebagai editorial visual, kartun ini mencerminkan kebijakan politik
sekaligus mencerminkan pula budaya komunikasi masyarakat pada
masanya. Dewa Putu Wijana menyatakan bahwa kartun politik
merupakan visualisasi tajuk rencana surat kabar yang mengulas masalah
politik atau peristiwa aktual.
c. Kartun Karikatur
Merupakan kartun yang telah mengalami deformasi bentuk
gambar dan lebih menonjolkan karakter seseorang. Kartun ini
digunakan untuk mengkritik secara jenaka dan memiliki maksud tersirat
d. Kartun Animasi
Adalah kartun yang dapat bergerak secara visual dan bersuara.
Kartun ini terdiri dari susunan gambar yang kemudian direkam dan
ditayangkan di televisi maupun film.
e. Kartun Strip atau Komik
Cerita bergambar dalam majalah, surat kabar atau berbentuk buku
yang pada umumnya mudah dicerna dan lucu. Menurut Mc Clound,
komik merupakan gambar-gambar serta lambang lain yang tersusun
dalam urutan tertentu unutk menyampaikan informasi dan atau
mencapai tanggapan estetis dari pembacanya.12
E.2.2. Tentang Media Karikatur
Karikatur adalah gambar olok-olok yang mengandung pesan
atau sindiran dan merupakan pengembangan dari kartun politik, gambar
lucu dan menyindir terhadap sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan
masyarakat. Meskipun dibumbui dengan humor, namun karikatur
merupakan kartun satire yang malahan terkadang membuat seseorang
terutama pihak yang disindir tersenyum kecut. Menurut Sibarani, dalam
pelukisan sebuah karikatur, ada dua unsur kenyataan yang harus
ditampilkan, yaitu adanya satir dan unsur distorsi. Jika kedua hal tersbut
tidak dihadirkan dalam penggambaran, maka gambar tersebut tidak
dapat dikatakan sebagi sebuah karikatur.13
12
Scott Mc Clound, Understanding Comics (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2001). hal.9 13
Karikatur merupakan gambar yang mudah diingat yang disertai
komentar satiris pendek yang sangat menghibur dan kaya akan
penafsiran. Tujuan karikatur sendiri adalah mendorong lahirnya
pemikiran ulang dan penciptaan ulang realitas guna mendapatkan
kehidupan yang lebih baik.
Penggunaan karikatur dalam berbagai media untuk tujuan
penyampaian pesan dan kritik politik bukanlah hal baru. Hanya saja
perannya tampak dipertajam di beberapa Negara, semisal di Negara
Mesir. Di Mesir masyarakatnya lebih mudah mengetahui isu dan
masalah HAM dengan mengamati karikatur yang terbit di media cetak
setempat. Selain Mesir, bangsa kuno yang juga sudah mengenal
karikatur adalah Yunani. Pada kenyataannya, karikatur sebagai elemen
penting dalam jurnalistik yang memiliki kecondongan untuk membela
pihak yang lemah dan tertindas melalui kritik tidak adil dalam
kehidupan politik.
Satu hal yang tak patut dilupakan, dalam dunia karikatur
memiliki kode etik yang banyak tak diketahui orang termasuk oleh para
karikaturis. Seorang karikaturis memang memiliki kebebasan
mengemukakan temanya dengan gaya satiris humor yang khas, selama
karikaturnya tidak vulgar atau amoral atau mengetengahkan cacat fisik
manusia dan tidak pula kotor atau jorok. Selain itu, karikatur yang baik
sama sekali. Sebab karikatur berbeda dengan poster yang bisa saja
boros kata-kata.14
Di dunia karikatur sendiri, jika secara sederhana berdasarkan
sifatnya, dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
a. Personal Caricature (karikatur Perseorangan)
Merupakan tokoh yang digambarkan tanpa kehadiran obyek lain
atau situasi di sekelilingnya secara karikatural dengan mengekspose
ciri-cirinya dalam bentuk wajah ataupun dengan kebiasaanya.
b. Sosial Caricature (Karikatur Sosial)
Jelas dapat dipahami bahwa tema sentral yang dikemukakan dan
kita gambarkan adalah persoalan masyarakat yang menyinggung rasa
keadilan sosial. Misalnya perbedaan yang menyolok antara si miskin
dan si kaya. Atau tentang drama kehidupan seseorang petani yang
tanahnya gersang karena kekurangan air, dan seterusnya.
c. Political Caricature (Karikatur Politik)
Isinya sudah jelas adalah perihal politik. Tujuannya adalah
untuk menggambarkan suatu situasi politik sedemikian rupa sehingga
kita dapat melihatnya dari segi humor dengan menampilkan para tokoh
politik di atas panggung dan mementaskannya dengan lucu.
E.2.3. Tentang Kartun Politik
Kartun editorial merupakan sebuah karya visual representatif
simbolik dalam tajuk rencana suatu surat kabar yang mengandung
14
sindiran dengan tema peristiwa politik, sehingga sering disebut juga
sebagai kartun politik (political cartoon). Peristiwa-peristiwa politik
yang kerap kali menjadi tema dalam kartun politik diantaranya adalah
tindakan yang dilakukan dan kebijakan yang diambil pemerintah dalam
memecahkan permasalahan Negara atau figur yang berhubungan
dengan suatu isu politik dan sikap masyarakat dalam kehidupan
berpolitik. Karikatur bisa saja muncul dalam sebuah karya kartun
editorial untuk menampilkan tokoh yang disindir.15
Kritik kartun sebenarnya hanya usaha penyampaikan masalah
aktual ke permukaan, sehingga muncul dialog antara yang dikritik dan
yang mengkritik, serta dialog antara masyarakat itu sendiri, dengan
harapan akan adanya perubahan. Aspek pertentangan dalam tradisi
penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri
untuk mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis
bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang
modern, dan tidak lagi mempergunakan kekuatan atau kekuasaan.
E.2.4. Perbedaan Kartun, Kartun Politik dan Karikatur
Jika kartun diartikan sebagai gambar lucu yang bertujuan agar
pemirsanya terhibur, tersenyum atau tertawa geli, maka karikatur adalah
bagian kartun yang diberi muatan pesan yang bernuansa kritik atau
usulan terhadap seseorang atau peristiwa. Meskipun telah dibumbui
oleh humor, namun karikatur merupakan kartun satire yang terkadang
15
malahan tidak menghibur, namun dapat membuat seseorang tersenyum
kecut.
Walau sesungguhnya kartun juga memiliki titik satiris, namun
titik satirisnya tidak ditekankan sebagai sesuatu yang dominan. Kartun
juga tidak mengandung pengertian adanya distorsi pada pengubahan
bentuk dalam pengolahan watak pada sebuah gambar yang diciptakan.
Kartun tidak terlalu terikat pada distorsi. Kerap distorsinya bukan hal
yang utama, karena lebih mengutamakan humor daripada satire.
Untuk sederhananya, dapat dikatakan bahwa sebuah karikatur
merupakan kartun. Namun sebuah kartun belum tentu merupakan
karikatur. Dan untuk memberikan kekhususan tanpa mengurangi fungsi
sebuah kartun, maka biasanya disebut kartun politik atau kartun
editorial.16. dengan demikian sudah jelas bahwa media visual tajuk
rencana dalam surat kabar disbut sebagai kartun politik, sedangkan
bentuk kartun politik sendiri dapat berupa sebuah karikatur, yang
termasuk dalam karikatur politik. (lihat Gambar 1.1)
16
Gambar 1.1
Perbedaan antara kartun, karikatur dan kartun politik
Gambar 1.1a: Kartun menampilkan gambar yang sekedar memberikan kelucuan dan membuat pembacanya terhibur
(sumber:100 peristiwa yang bisa menimpa anda, 2011)
Gambar 1.1b: Karikatur merupakan kartun yang bentuk gambarnya mengalami deformasi dan memuat pesan kritis satiris
Gambar 1.1c: Kartun Politik atau karikatur politik memiliki unsur satiris sebagai media mengkritik pada rubrik tajuk rencana di suatu surat kabar dan bentuknya berupa karikatur.
(sumber:Politik Santun Dalam
Kartun, 2012)
Setelah melihat beberapa pengertian di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa meskipun judul buku Mice adalah kartun politik,
namun bentuk karyanya berupa karikatur. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini, peneliti seterusnya memilih untuk menggunakan istilah
karikatur politik untuk menyebut data yang digunakan dalam penelitian
ini. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan beberapa gambar
yang memuat kritik terhadap moral anggota DPR yang mencakup
perilaku, ucapan dan kebijakannya.
E.2.5. Kekuatan Karikatur Politik Sebagai Media Kritik
Sebenarnya bentuk kartun politik tidak hanya karikatur, namun
juga ada yang berbentuk komik strip, seperti karya Dwi Koendoro,
kartunis Harian Kompas yang berjudul Panji Koming dan masih banyak
lagi. Namun karikatur, terutama karikatur politik dapat digunakan
sebagai media kritik yang cocok dalam visual tajuk rencana (editorial)
dikarenakan karikatur merupakan salah satu bentuk karya jurnalistik
non verbal yang cukup efektif dan mengena baik dalam penyampaian
Dalam sebuah karikatur dapat ditemukan adanya perpaduan dari
unsur-unsur kecerdasan, ketajaman dan ketepatan berpikir kritis yang
dituangkan dalam bentuk gambar. Karikatur pada umumnya merupakan
bentuk reaksi masyarakat dalam hal ini adalah karikaturis dalam
menanggapi fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan
masyarakat luas.
Menurut Jaya Suprana, karya karikatur sebagai kartun editorial
merupakan karya visualisasi tajuk rencana yang mencerminkan nuansa
suasana jaman yang tidak kalah fasih berkomunikasi daripada ungkapan
bahasa verbal. Ia dapat menyentuh tanpa menyakiti, mengkritik tanpa
menghina, menyindir tanpa memusuhi, tertawa tanpa menertawakan
dan jenaka tanpa melecehkan17
E.3. Humor Sebagai Unsur Kartun dan Karikatur
Humor berasal dari bahasa Latin “Umor” yang berarti cairan.
Sejak 400 SM, orang Yunani kuno beranggapan bahwa suasana hati
manusia ditentukan oleh empat macam cairan dalam tubuh, yaitu darah
(sanguis), empedu kuning (Choler), empedu hitam (melancholy) dan
lendir (phlegm). Teori Plato ini untuk menjelaskan sesuatu yang disebut
humor. Namun sesuai perkembangan jaman, pengertian humor
mengacu pada segala sesuatu yang membuat orang menjadi tertawa
gembira. Dalam Ensiklopedia Indonesia, humor adalah kualitas untuk
17
menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilan atau ketidak
pantasannya yang menggelikan18.
Dalam pembuatan kartun dan karikatur, humor merupakan
salah satu teknik yang sering digunakan untuk mengemas visualisasi
imajinasi pembuatnya. Visualisasi humor sangat beragam, ada yang
menekankan pada masalah kebodohan, kekeliruan, kejadian tak terduga,
satir, parody dan pemutar balikan keadaan.
Menurut Berger, beberapa unsur humor yang biasanya
digunakan dalam kartun dan karikatur, antara lain sebagai berikut:19
a. Eksagerasi, yaitu kelucuan dengan cara melebih-lebihkan ukuran
fisik, seperti hidung yang sangat panjang, badan dibuat tambun
atau menonjolkan bagian tubuh lainnya. Eksagerasi ini merupakan
teknik standar yang digunakan untuk membuat lelucon dan dari
bentuk-bentuk eksagerasi fisik tersbut dapat mencerminkan
karakter psikis yang lucu.
b. Bentuk karikatur, yaitu suatu bentuk potret yang menjaga
kemiripan karakter dan oleh karikaturis dibuatlah suatu deformasi
wajah. Seringkali potret seorang tokoh ditempatkan pada situasi
tertentu yang actual, signifikan dengan masalah politik dan sering
kali humorini bernada negative. Keterangan gambar/ caption juga
sering digunakan sebagai penegas sindiran.
18
Rahman Adji, Sejarah,Teori dan Fungsi humor (jurnal Seni dan Desain Fakultas Sastra UM, 2007)
19
c. Permainan kata yang digambarkan, merupakan bagian dari
permainan bahasa dan turunan dari gambar-gambarnya.
d. Ilustrasi komik merupakan keterangan gambar dalam bentuk teks.
Keterangan ini tidak selalu secara langsung berhubungan dengan
gambar visual. Akan tetapi, humor ini terbentuk justru dengan
mengaitkan antara gambar dengan teks.
e. Kiasan bernada humor biasanya dilakukan dengan mempermainkan
sejarah, legenda, tokoh mitologi atau kejadian-kejadian tertentu
yang ada dalam pikiran masyarakat sebagai efek komikal, yang
pada dasarnya memparodikan hal-hal tersebut. Dalam karikatur
politik, teknik ini sering digunakan.
E.4. Semiotika Charles Sanders Peirce
Semiotika menurut seorang filsuf dan pemikir asal Amerika
yaitu Charles S. Peirce (1839-1914), yaitu bahwa tanda berkaitan
dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki
hubungan sebab akibat dengan tanda atau karena ikatan konvensional
dengan tanda-tanda tersebut.
Peirce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh
dari kepertamaan, objeknya adalah kekeduaan dan penafsiran, unsur
pengantara adalah contoh dari keketigaan yang disebut interpretan. Jadi
sebuah tanda tidak bias berdiri sendiri, sebuah tanda selalu menjadi satu
kesatuan dengan objek dan interpretan. Interpretan dalam konteks
selama suatu penafsiran yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang
lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna) bias ditangkap oleh penafsir
lainnya. Dalam hal ini, penafsir berperan penting sebagai penghubung
antara tanda dengan objeknya. Peirce menyebutnya dengan teori
segitiga makna (triangle meaning).
Gambar 1.2
Proses Semiotik Tanpa Batas
Sign
Objek Interpretan
Sign
Objek Interpretan
Sign
Gambar 1.3 Teori Segitiga Makna
Sign
Interpretan Objek
Menurut Peirce, tanda (sign atau presentation) selalu terdapat
dalam hubungan triadik, yakni ground, object dan interpretant. Atas
dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda, tanda yang
dikaitkan dengan ground, dibaginya menjadi qualisign, sinsign dan
legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah
eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Legisign
adalah norma yang dikandung oleh tanda.
Sedangkan berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas
icon (ikon), index (indeks) dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang
menghubungkan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat mirip
atau menyerupai. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya
hubungan alamiah antara tanda dan objeknya yang bersifat kausal atau
hubungan sebab akibat. Sedangkan simbol adalah tanda yang
Peierce membagi tanda berdasarkan interpretant ke dalam
rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda
yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Dicent
sign adalah tanda sesuai kenyataan. Argument adalah tanda yang
langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, Peirce (Pateda,2001:45-47)
membagi tanda menjadi sepuluh jenis, yaitu20 :
1. Qualisign, yaitu kualitas yang dimiliki oelh suatu tanda. Semisal,
suara keras menandakan seseorang sedang marah atau
menginginkan sesuatu.
2. Iconic Sinsign, yaitu tanda yang memperlihatkan kemiripan,
semisal foto, peta, diagram atau tanda baca.
3. Rhematic Indexcial Sinsign, yaitu tanda berdasarkan pengalaman
langsung, yang secara langsung menarik perhatian karena
kehadirannya disebabkan oleh sesuatu. Contohnya, pantai yang
berombak besar dan sering merenggut nyawa orang yang berenang
di sana, kan dipasang bendera bergambar tengkorak yang memiliki
makna berbahaya, dilarang berenang.
4. Dicent Sinsign, yaitu tanda yang memberikan informasi tentang
sesuatu. Semisal, tanda dilarang merokok di area bebas asap rokok.
5. Iconic Legisign, yaitu tanda yang menginformasikan norma atau
hukum yang berlaku.
20
6. Rhematic Indexcial Legisign, yaitu tanda yang mengacu kepada
objek tertentu, semisal kata ganti penunjuk.
7. Dicent Indexcial Legisign, yaitu tanda yang bermakna informasi
dan menunjuk subjek informasi. Tanda berupa lampu merah yang
berputar-putar di atas mobil ambulans menandakan ada orang sakit
atau orang tengah dilarikan ke rumah sakit.
8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme, yaitu tanda yang
dihubungkan dengan objek melalui asosiasi ide umum. Semisal,
kita melihat gambar kotak, lantas kita menyebutnya kotak.
Mengapa demikian, dikarenakan terdapat asosiasi antara gambar
dengan benda yang kita ketahui.
9. Dicent Symboli atau Proposition (Proposisi) adalah tanda yang
langsung berhubungan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.
Jika seseorang berkata, “pergi!!” penafsiran kita langsung
berasosiasi pada otak, dan sertamerta kita pergi. Padahal proposisi
makna yang kita dengar hanya sebuah kata. Kata-kata yang kita
gunakan membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang
mengandung makna yang berasosiasi di dalam otak. Otak secara
otomatis dan cepat menafsirkan proposisi tersebut dan seseorang
akan segera menetapkan pilihan atau sikap.
10. Argument, yaitu tanda yang merupakan iferens seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alas an tertentu. Seseorang berkata, “gelap”.
ruangan itu sedikit, sehingga cocok dikatakan gelap. Dengan
demikian argumen merupakan tanda yang berisi penilaian atas
alasan, mengapa seseorang barkata demikian. Tentu saja penilaian
tersebut harus tetap mengandung kebenaran.
F. Fokus Penelitian
Penelitian berfokus pada pemaknaan tanda pada beberapa gambar
karikatur karya M. Mice Misrad dalam buku Politik Santun Dalam Kartun
baik yang berupa teks, warna, ekspresi dan komposisi gambar. Pemaknaan
tersebut dengan menggunakan teknik analisis semiotika Peirce, dimana
gambar karikatur itu akan dikelompokkan dahulu menjadi icon, symbol, dan
indeks dan kemudian dikaitkan antara teks dan konteks yang melatar
belakangi karikatur tersebut.
G. Metode Penelitian
G.1. Tipe dan Dasar Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan
kualitatif interpretatif untuk mengemukakan gambaran dan pemahaman
mengenai penafsiran makna dalam karikatur politik dengan
menggunakan paradigma konstruktif. Selain itu penelitian ini juga
menggunakan teknik analisis isi dengan pendekatan analisis semiotika
untuk mengulas apa saja makna tanda yang disampaikan karikaturis
G.2. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, moral yang dimaksud adalah segala prinsip
baik atau buruk dan benar atau salah yang melekat dalm masyarakat,
yang berdasarkan adat istiadat atau kebiasaan masyarakat Indonesia dan
kode etik DPR. Dan kritik yang ditinjau dalam bentuk karikatur politik
adalah mengenai moral anggota DPR yang berupa ucapan, tingkah laku
dan kebijakan yang pernah diambil pada tahun 2010 dan 2011
berdasarkan persepsi karikaturis.
Dan untuk batasan karikatur politiknya adalah
karikatur-karikatur yang pernah dimuat dalam Harian Rakyat Merdeka pada
kurun waktu 2010-2011 yang kemudian dijadikan satu dalam buku
Politik Santun Dalam Kartun yang mewakili kritikan akan moral
anggota DPR.
G.3. Unit Analisis
Dalam buku Politik Santun Dalam Kartun, terdapat 27 karikatur
anggota DPR dari 195 karikatur yang lain. Kemudian dari 27 karikatur
anggota DPR, peneliti memilih 7 karikatur yang mewakili batasan
penelitian yang akan dianalisis. Peneliti beralasan karena tidak semua
karikatur DPR dalam buku ini menggambarkan moral anggoat DPR dan
hanya 7 karikatur tersebut yang merupakan karikatur dengan
G.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ada dua, yaitu:
1. Data Primer dengan cara pengumpulan data dokumentasi yaitu
dengan melakukan pemilihan karikatur politik yang akan diteliti
sesuai kebutuhan penelitian.
2. Data Sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari kepustakaan
yang ada, baik berupa buku, jurnal, internet, maupun bahan
tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
G.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah
semiotik dari Charles S. Peirce, hal ini dikarenakan Peirce menjadikan
tanda tidak hanya sebagai representatif, tetapi juga interpretatif
sehingga tanda yang muncul tidak hanya mewakili suatu hal, namun
juga membuka peluang bagi penafsiran yang lebih dalam lagi. Data
yang telah terkumpul dan dianggap mewakili kemudian dianalisis
dengan cara pengelompokan berdasarkan kategori icon, symbol, serta
indeks dan disajikan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut digunakan
untuk mempermudah proses pemaknaan untuk kemudian dianalisis.
Tabel 1.1 Kerja Analisis
Unit Analisis
Visual Karikatur Politik
Setelah dikelompokkan dan dianalisis menggunakan tabel
tersebut, data teks yang telah diperoleh kemudian di definisikan secara
sistematis tentang tanda visual yang terdapat dalam karikatur politik.
Hal tersebut digunakan untuk mengetahui makna di balik tanda yang
terdapat dalam karikatur anggota DPR, dan kemudian akan dijelaskan
secara rinci dengan analisis semiotika. Selain dikaji sebgai teks, secara
kontekstual juga dilakukan dengan cara dihubungkan dengan situasi
yang sedang terjadi pada waktu itu, sehingga dapat dijaga signifikasi