\qs/
s
2
ANALISA BIAYA
-
MANFAAT PROGRAM KONSERVASI
TERUMBU KARANG DI DESA GILI
INDAH,
KABUPATEN
LOMBOK BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA B U T
L A L U S O L I H I N
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis
saya yang berjudul :
"
ANALISA BIAYA-MANFAAT PROGRAM KONSERVASI TERUMBU KARANG DI DESA GILI MDAH KABUPATEN LOMBOK BARATPROVMSI NUSA TENGGARA BARAT"
mempakan gagasan dan hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan ~ j ~ k a n n y a . Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Maret 2008
Nama : Lalu Solihin
RINGKASAN
LALU SOLIHIN: Analisa Biaya-Manfaat Program Konservasi Terumbu Karang di Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan ARIF SATRIA.
Dalam program kosnervasi tidak hanya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat disekitarnya, tetapi juga manfaat tidak langsung yang nilainya tidak ditemukan di pasar. Begitu juga dengan biaya, tidak hanya biaya langsung
(tangible) yang dikeluarkan, tetapi juga biaya tidak langsung (intangible). Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui total manfaat dari program konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah, 2) untuk mengetahui total biaya yang dikeluarkan dalam program konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah. Dengan menggunakan metode survey, diketahui total manfaat dari program k o n s e ~ a s i sebesar Rp.114.342.713.945,69 per tahun. Manfaat terbesar berasal dari manfaat langsung yang bersifat tidak ekstraktif yaitu sebesar Rp.83.486.413.643,32 per tahun. Sedangkan total biaya yang dikeluarkan (dari rezim BKSDA dan rezim Satgas Gili Indah) sebesar Rp.3.916.470.280,74 per tahun. Biaya terbesar bcrasal dari biaya sosial yaitu Rp.2.728.000.000,00 per year. Dengan menggunakan tingkat bunga sebesar 9,s persen, tanpa memasukkan biaya sosial diketahui NPV positif sebesar Rp.113.154.243.664,95 per tahun. Sedangkan dengan memasukkan biaya sosial diketahui NPV positif sebesar
Rp.ll0.426.243.664,95 per tahun. Selain itu, dengan menggunakan cost
effectiveness analysis dari Satgas Gili Indah dengan memasukkan biaya sosial
Rp.2.171.350.437,48, atau cost effectiveness analysis dari Satgas Gili Indah tanpa
memasukkan biaya sosial diperoleh sebesar Rp.232.833.133,29, dan cost
efectiveness analysis dari BKSDA sebesar Rp.849.562.386,52. sesuai dengan kriteria kelayakan dari kedua alat analisa di atas dapat disimpulkan bahwa program konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah adalah masih layak dilakukan.
ABSTRACT
LALU SOLIHIN: Benefit-Cost Analysis of Coral Reef Conservation Program in Gili Indah Village of West Lombok District of West Nusa Tenggara Province. Supervised by LUKYADRIANTO and ARIF SATRU.
The coral reef conservation program are not only gij? use value for their community and their environment, but also nun use value. The same like costs, in conservation program are not only expends tangible costs, but also expend intangible costs. In environmental economics, it is called by externality cost or social cost. The aim of this research are: I ) to know the total benefit of coral reef conservation program; 2) to know the total cost of the coral reef conservation program; and 3) to know economic possibilify of the coral reef conservatiotz program. By valuation method, result of this research showed that total benefit of the conservation program is Rp. 114.342.713.945,69 per year. The biggest benej7t came fknz non extractive direct benefit is Rp.83.486.413.643,32 per year. Total cost of coral reef conservation program is Rp.3.916.470.280,74 per year. The biggest cost come fvom social cost is Rp.2,728,000,000.00 per year. With market discount rate 9,8 percent, (include social cost) showed positive NPV Rp. llO.426.243.664,95 per year. Meanwhile, without social cost showed positive NPV is Rp. 113.154.243.664,95 per year. Beside that, cost effectiveness of Satgas Gili Indah with social cost is Rp.2.171.350.437,48, or cost effectiveness of Satgas Gili Indah without social cost is Rp.232.833.133,29, and cost effectiveness of BKSDA is Rp.849.562.386,52. According to economic possibility criteria, coral reef conservation program in Gili Indah Village is possible.
O Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
I . Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau tnenyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penztlisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak nzerugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang menggunakan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya
ANALISA BIAYA
-
MANFAAT PROGRAM
KObJSiiK\'L2SI
TERUMBU
KARANG
DI DESA GILI
INDMI, l!&WirPA'TF,N
LOMBOK BARAT, PROVINSI NUSA
TENGGARA
BARAT
OLEH:
LALU SOLIHIN
C451
05003
1
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK)
SEKOLAH PASCASARSARA
INSTITUT PERT-
BOGOR
BOGOR
Judul : Analisa Biaya-Manfaat Program Konservasi Terumbu Karang Di Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat
N a m a : Lalu Solihin
N R P : C. 451050031
Program Studi : Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (ESK)
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Luky Adrianto,MSc K e t u a
Diketahui,
Anggota
Ketua Program Studi
PRAKATA
Seiring dengan munculnya persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi
umat manusia di dunia ini, selalu diiringi dengan upaya pencarian solusi melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna menjawab setiap persoalan
tersebut. Kegelisahan penulis atas keterbatasan (krisis) sumberdaya alam sebagai
sumber penghidupan manusia, merupakan titik awal dari munculnya ide penulisan
tesis ini. Dalam rangka menjawab persoalan krisis sumberdaya alam tersebut,
penulis berupaya nlemberikan secuil kontribusi melalui penulisan tesis ini yang
mungkin bisa bem~anfaat bagi kemaslahatan umat manusia dan lingkungannya.
Dalam tesis ini membahas tentang perlunya memperhitungkan social cost
atau human cost dari suatu program konservasi sumberdaya alam dan lingkungan.
Biaya-biaya seperti ini masih sangat jarang diperhitungkan ole11 pihak pertama,
sehingga yang paling dirugikan adalah masyarakat sebagai pihak kedua. Dengan
demikian, intervensi dari pemerintah (sebagai pihak ketiga) mutlak diperlukan
yang notabene memiliki kewenangan untuk membuat regulasi, sehingga kemgian
dari masing-masing pihak bisa diminimize sekecil mungkin. Pemikiran seperti ini
sangat tepai diterapkan di dalarn setiap aktivitas yang bersentuhan langsung
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat disekitarnya.
&an tetapi penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Sebagai bagian dari proses belajar yang tiada henti ini, semoga
ketidaksempurnaan ini akan menjadi pemicu bagi penulis dalam upaya mencari
kesempurnaan tersebut. Karenanya penulis sangat mengharapkan kritik, saran,
maupun masukan yang konstruktif guna kesempurnaan tesis ini.
Bogor, Januari 2008
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji hanya milik Allah, tiada kata yang lebih pantas diucapkan kecuali puji syukw kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, serta hidayah-Nya, hingga tesis ini bisa terselesaikan. Rasa hormat dan banga penulis kepada kedua orang tua penulis yang tak henti-hentinya berdoa untuk segala kelancaran dan kemudahan penulis. Hanya ucapan terima kasih yang tak terhingga yang penulis ucapkan atas segala doa-doa yang selama ini dipanjatkan, semoga diampuni segala dosa-dosanya dan dikasihani oleh-Nya sebagaimana mereka lnengasihani penulis sewaktu kecil. Serta tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalanmnya kepada semua kakak-kakak penulis atas doa yang dipanjatkan demi kelancaran segala usaha dan upaya yang penulis lakukan.
Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selalu ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Arief Satria, MS selaku anggota komsisi pembimbing yang telah banyak memberikan kritikan, masukan dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian tesis ini. Semoga kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing yang selama ini dicurahkan mendapat ridho dariNya, serta mampu penulis teladani dikemudian hari. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof.Dr.1r.H. Tridoyo Kusumastanto, MS., Ir. Sahat MH Simandjuntak, M.Sc., dan Prof.Dr.Ir.H.Ahmad Fauzi,M.Sc yang telah mencerahkan penulis akan teori ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Penulis tidak mampu membalas segala kontribusi yang telah diberikan, semoga Allah, Tuhan yang Maha Agung dan Bijaksana memberikan balasan yang setimpal, baik di dunia dan di akhirat kelak, m i e n .
Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh Staf Pengajar Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika (PS-ESK) yang telah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi penulis untuk menimba ilmu serta memberi pencerahan pengetahuan selama masa perkuliahan. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan di PS-ESK, Erni, Muhammad Banapon, Rizal, Rahim, Suhana, Bahar, Muzakir, Irmadi, Firman, Aspar, Dwi, Eka, Fera, Ovie, Intan, Sahlan, Ola, Fitri serta seluruh rekan-rekan dari Forum ESK. Terima kasih juga buat Dewi yang selalu membangkitkan semangat penulis ketika mengalami kejenuhan dalam menyelesaikan tesis ini. Tak lupa juga kepada kawan-kawan di asrama mahasiswa NTB, Ican, Aspar, Ojik, Hilman, Prop Sirajudin, terima kasih atas segala perhatian, pengertian dan bantuannya selama di asrama. Terima kasih juga buat semua penduduk dan
nelayan Desa Gili Indah, sraf BKSDA NTB yang telah banyak membantu selama
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mertak Wareng, Kabupaten Lombok Tengah
tanggal 21 Mei 1978 dari Ayah Haji Gusti Ahmad Sofyan dan Ibu
Baiq Zaenab. Penulis merupakan an& kelima dari lima bersaudara.
Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMEA Negeri 1
Mataram, tahun 2003 penulis berhasil menyelesaikan studi di program studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi Universitas Mataram. Disela-sela studi, penulis sudah aktif di organisasi ekstra kampus seperti anggota Lapmi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mataram, dan intra kampus sebagai Sekretaris Jenderal Badan Eksekutif Mahsiswa Universitas Mataram. Setamat dari Fakultas Ekonomi Universitas Mataram. Penulis bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat atau LSM yang konsen dalam bidang anti korupsi pada divisi penelitian dan investigasi. Aktivitas ini dijalani hingga tahun 2005, hingga akhimya penulis melanjutkan studi strata dua (S2) di Program Studi Ekonomi Surnberdaya Kelautan Tropis (ESK) Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa pascasarjana di IPB, penulis juga aktif sebagai
sekretaris Forum Mahasiwa Pascasarjana IPB (Forum Wacana - IPB). Selain itu,
penulis aktif menulis di buletin Lestari, yaitu buletin yang diterbitkan oleh Forum Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropis. Bebepa kegiatan ilmiah telah diselenggarakan, antara lain Seminar Nasional
Pengembangan Pariwisata Bahari Pulau-Pulau Kecil, Roundtable Discussion
DAFTAR IS1
Halaman...
DAFTAR TABEL...
DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR LAMPIRAN I.
PENDAHULUAN1
.
1 Latar Belakang...
1.
2 Rumusan Masalah. .
...
1.
3 Tujuan Penel~t~an...
1.
4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian...
1.
5 Hipotesis...
11
.
TINJAUAN PUSTAKA2
.
1 Pengertial Konservasi Laut...
2.
2 Ekonomi Konservasi Laut...
2.
3 Kelembagaan Konservasi Laut...
2.
4 Ekosistem Terumbu Karang...
2.
5 Keanekaragaman Hayati...
...
2 . 6 Permintaan dan Penawaran Wisata
...
2
.
7 Extended Cost-Benefit Analysis2
.
8 Valuasi Ekonomi...
2.9 Teknik Valuasi Ekonomi Pulau-pulau Kecil:Ecosystetn Approach
...
111
.
KERANGKA PEMIKIRAN...
IV.
METODE PENELITIAN4
.
1 Tempat dan Waktu Penelitian. .
...
4.
2 Metode Penel~t~an...
...
4
.
3 Metode Pengumpulan Data4.3. 1 Metode Penentuan Responden
...
A
.
Jumlah SampelB
.
Teknik Sampling4.3. 2 Jenis Data
...
4.
4 Metode h a l i s a Data...
4.4. 1 T e h i k Valuasi
... .
.
...
4.4. 2 Extended Cost Benefit -4nabsis (ECBA)
...
...
4.4. 3 Cost Effectiveness Analysis
.
V GAMBARAN UMUM DESA GILI INDAH
...
5.
1 Letak. Luas dan Batas Kawasan...
...
5.3. 1 Sunbathing5.3. 2 Snorkling dun Diving
...
5.3. 3 Glass Bottom Boat...
5.3. 4 Kegiatan lainnya
...
5.
4 Sarana Dan Prasarana Penunjang Wisata...
5.
5 Perhotelan di Gili Trawangan...
5.
6 Pemukiman Penduduk di Gili Trawangan...
5.
7 Keadaan Lingkungan di Gili Trawangan...
5
.
8 Keadaan Sosial dan Ekonomi di Gili Trawangan...
...
5.8. 1 Gambaran Umum
5.8. 2
.
Kependudukan...
...
5.8. 3 Mata Pencaharian
...
5.8. 4 Pendidikan
VI
.
PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI GILI INDAH...
.
7 1 Garnbaran Umum 47
7
.
2 Rezim BKSDA NTB...
48...
7.
3 Awig-awig Rezim Satgas Desa Gili Indah 52...
7.
4 Proses Pembuatan Zonasi 54...
7.
5 Pemuda Satgas Desa Gili Indah 55...
7.
6 Potensi Wisata Desa Gili Indah VII.
HASIL DAN PEMBAHASAN 7.
1 Valuasi Manfaat...
7.1 1.
Manfaat Langsung Ekstraktif (Perikanan)...
7.1 2.
Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif (Wisata) ..
...
...
.
7.1 3 Manfaat Pillhan 7.
2 Valuasi Biaya...
...
7.2.1. Rezim BKSDA 7.2.1. Biaya Investasi...
7.2.2. Biaya Operasional...
7.2.3. Biaya Transaksi...
7.2.2. Rezim Satgas Gili Indah...
7.2.1. Biaya Investasi...
7.2.2. Biaya Operasional...
7.2.3. Biaya Transaksi...
7.2.4. Biaya Sosial...
...
7.3. Analisis Efektivitas Biaya (CEA) 7.4. Analisis Extended Cost Benefit Analysis (ECBA)...
...
7.5. Pembahasan VIII.
SIMPULAN DAN SARAN 8 1.
Simpulan...
988 2
.
Saran...
98DAFTAR PUSTAKA
...
100DAFTAR TABEL
Halaman
1
.
Menilai Dampak Terukur Dari Perikanan...
di Kawasan Konservasi Laut di Beberapa Negara di Dunia
2
.
Total Econornic Value dari Pulau-pulauKecil Dalam Konteks Keanekaragaman Hayati
...
3
.
Teknik Penentuan Sampel...
4
.
Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata Di SekitarTWAL Gili Matra
...
5 . Jutnlah Penduduk Desa Gili Indah
...
6
.
Mata Pemcaharian Penduduk Desa Gili Indah...
7
.
Jumlah Penduduk Desa Gili IndahBerdasarkan Tingkat Pendidikan
...
8 . Jenis Kegiatan Pemanfaatan di Kawasan Konservasi Desa
...
Gili Indah
...
9
.
Perbandingan Karakteristik Tiga Awig-awig (AA)10
.
Nilai Manfaat Konservasi Terumbu Karang di...
Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat
11
.
Koefisien Regresi Manfaat Langsung Sumberdaya TerumbuKarang Desa Gili Indah
...
12
.
Data Kunjungan Wisata Ke Gili Indah Tahun 1998Sampai Tahun 2006
...
13 . Koefisien Regresi Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif
Sumberdaya Terumbu Karang Desa Gili Indah
...
14
.
Koefisien Regresi Manfaat Pilihan Sumberdaya Terumbu. .
Karang Desa Gill Indah
...
15 . Total Biaya Konservasi
...
16
.
Total Biaya Konservasi Rezim BKSDA...
17 . Biaya Investasi rezim BKSDA
...
18
.
Biaya Operasional Konservasi Sutnberdaya Terumbu Karang....
19
.
Biaya Transaksi Konservasi Tenunbu Karang Desa Gili Indah..
20
.
Total Biaya Konservasi Rezim Satgas Gili Indah...
22. Biaya Operasional Konservasi Surnberdaya Terumbu Karang
...
7923. Biaya Transaksi Konservasi Sumberdaya Terumbu Karang
...
8024. Biaya Sosial Konservasi Sunlberdaya T e m b u Karang Desa
...
8225. Jenis Ikan dan Alat Tangkap Nelayan Desa Gili Indah
...
8726. Analisa Kelayakan Program Konservasi (Tanpa Biaya Sosial)
...
94DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
.
Penurunan Tingkat Kepuasan Akibat PenurunanPendapatan
...
...
2
.
Manfaat Program Kegiatan Ekonomi3
.
Kerangka Nilai Ekonomi Keanekaragaman hayatiBerbaasis Ekosistem
...
. .
4
.
Kerangka Pem~klran...
. .
5
.
Peta Lokasi Penellt~an...
6
.
Peta Zonasi Kawasan Konservasi Desa Gili Indah...
7
.
Total Benefit Program Konservasi Desa GiliIndahTahun 2007
...
8
.
Kurva Permintaan Manfaat Langsung (Perikanan)...
9
.
Kurva Permintaan Manfaat Langsung (Wisata)...
10 . Total Biaya Konservasi Terumbu Karang Desa Gili Indah
...
...
1 1
.
Biaya Konservasi Terumbu Karang (Rezim BKSDA NTB)12
.
Biaya Konservasi Terumbu Karang oleh Lembaga Adat...
13
.
Perbandingan Cost Efectivness Analysis Satgas...
Gili Indah dengan BKSDA
14
.
Perbandingan Biaya dengan Manfaat Konservasi...
15 . Kurva Hubungan Antara Nilai Manfaat Langsung
Esktraktif Dengan Nilai Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif
....
16
.
Kurva Pareto Optimal Antara Nilai Manfaat LangsungEkstraktif dengan Nilai Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif
....
17
.
Perbandingan Manfaat Bersih Program Konservasi dengan...
Biara Sosial dan Tanpa Biaya Sosial
18 . Pendapatan Nelayan Muroami Sebelum dan Sesudah Program
...
DAFTAR LAMPIRAN
. .
...
.
1 Peta Lokasi Penelltian
2
.
Data Produksi dan Harga Ikan di Kawasan KonservasiTerumbu Karang Desa Gili Indah
...
3
.
Koefisien Regresi Manfaat Langsung Ekstraktif...
...
4
.
Data Tingkat Kunjungan dan Biaya Perjalanan Wisata5
.
Manfaat Tidak Langsung Ekstraktif Program Konsewasi...
...
6
.
Data WTP Masyarakat Untuk Kawasan Konservasi...
7
.
Koefisien Regresi Manfaat Pilihan Program Kosnervasi...
8
.
K w a Permintaan Manfaat Langsung Ekstraktif...
9
.
Kuwa Permintaan Manfaat Langsung Tidak Ekstraktif10 . Jenis Species Ikan di Kawasan Koservasi Desa Gili Indah
. .
Konsewasi Desa Gill Indah
...
...
11 . Aktivitas Ekstraktif Masyarakat Desa Gili Indah
...
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia memiliki areal terumbu karang sekitar 75.000 km2 atau sekitar
12,5 persen dari luas terumbu karang di dunia. Akan tetapi secara m u m kondisi
temmbu karang di Indonesia saat ini berada pada kondisi rusak cukup parah,
terutama akibat kegiatan manusia (anthropogenic). Hal ini disebabkan karena
p e w b u h a n penduduk yang semakin tinggi yang diikuti dengan tuntutan
kebutuhan hidup yang semakin tinggi pula, sehingga masyarakat melakukan
ekploitasi dengan cara-cara yang destruktif y n a memenuhi kebutuhan hidupnya.
Suparmoko (2000) menyatakan bahwa hingga tahun 1997 hanya sekitar 40 persen
temmbu karang di Indonesia dalam kondisi baik.
Dari total luas kawasan terumbu karang di Indonesia tersebut, 448,763
hektar diantaranya terdapat di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Laut
(TWAL) Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Jika dirinci, sekitar 192,9621 ha terdapat di Gili Trawangan, 118,9508 di
Gili Meno dan 136,8505 ha di Gili Air. Kondisinya juga sama seperti kawasan
terumbu karang lainnya, hanya sekitar 16 persen dari total luas kawasan temmbu
karang yang berada dalam kondisi baik, (BKSDA NTB, 2004).
Seperti halnya program konservasi hutan, konservasi lahan, konservasi air,
atau konservasi atas sumberdaya alam lainnya, konservasi mempakan suatu upaya
untuk melindungi suatu sumberdaya dari kepunahan. Menurunnya nilai suatu
sumberdaya, baik secara ekonomi maupun secara teknis atas sumberdaya yang
ada didalamnya disebabkan karena eksploitasi yang berlebihan dan dilakukan
dengan cara destruktif. Konservasi dilakukan ketika sumberdaya tersebut sudah
mulai terdegradasi atau mengalami krisis akibat eksploitasi berlebihan. Begitu
juga dengan program konservasi yang dilakukan sampai saat sekarang ini di Desa
Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 85IKpts-11/93 tanggal 16 Febmari 1993
benunjukan) Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 991Kpts-1112001 tanggal
kawasan konservasi laut. Apalagi kawasan ini bersifat open access, sehingga menyebabkan setiap orang bisa dengan bebas masuk untuk melakukan eksploitasi,
kapanpun dan dalam jumlah berapapun.
Kawasan yang dikenal dengan keindahan surnberdaya terumbu karang dan
keanekaragaman biota lautnya, saat ini kondisinya sangat memperihatinkan.
Terutama akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak,
potasium, dan pengambilan temmbu karang sebagai bahan baku produksi kaput.
Hanya sekitar 16 persen dari total luas kawasan terurnbu karang yang berada
dalam kondisi baik, (BKSDA NTB, 2004).
Seperti yang diketahui bahwa manfaat yang diperoleh dengan adanya
sumberdaya terumbu karang tidak hanya manfaat kegunaan (use value) yang bisa
dinikrnati secara langsung (direct use value) maupun tidak langsung (indirect use
value). Selain itu, ekosistem terurnbu karang juga menghasilkan rnanfaat bukan
kegunaan (non-use value) seperti manfaat eksistensi, manfaat warisan dan lain-
lain. Nilai manfaat ini akan berubah tergantung dari program konservasi yang
sekarang ini sedang dilakukan.
Selain manfaat yang dapat diperoleh dari program konservasi ini, ada juga
biaya yang harus ditanggung oleh pihak pengelola maupun masyarakat. Dalam
ekonomi konvensional, biaya yang diperhitungkan suatu kegiatan hanya biaya
langsung (direct project-cost), tetapi dalam ekonomi lingkungan, tidak hanya
biaya tersebut yang dikeluarkan, namun ada yang disebut dengan biaya tidak
langsung seperti biaya ekstemalitas.
Dengan demikian, analisa biaya-manfaat ini hams dilakukan untuk
mengetahui apakah program konservasi ini bermanfaat atau tidak bagi
kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi jika
analisa biaya-manfaat tidak segera dilakukan, pertama terjadi penurunan
kesejahteraan masyarakat akibat kebijakan program konservasi, kedua biaya
maupun manfaat dari program konsenasi tidak efisien, optimal dan
berkesinambungan, sehingga akan menjadi penyebab utama terjadinya
1.2. Perurnusan Masalah
Konservasi merupakan suatu program untuk mencegah tejadinya
kemsakan sumberdaya alam melalui eksploitasi yang berlebihan. Sebab tidak
semua sumberdaya alam ini bisa pulih dalam jangka waktu yang singkat. Dengan
demikian, kesejahteraan generasi mendatang akan sangat ditentukan oleh generasi
saat ini. Jika sumberdaya alam yang ada saat ini tidak dikelola dengan efisien dan
berkelanjutan, maka yang akan terjadi tidak hanya krisis sumberdaya alarn, tetapi
bencana alam yang bisa menambah kesengsaraan masyarakat.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan pennasalahan sebagai berikut:
1. Belum diketahui seberapa besar manfaat program konservasi terumbu karang
di Desa Gili Indah bagi masyarakat disekitamya
2. Belum diketahui berapa besar total biaya dari program konsewasi terumbu
karang yang dikeluarkan oleh BKSDA dan masyarakat adat di Desa Gili Indah
3. Belum diketahui apakah kegiatan konsewasi sumberdaya terumbu karang
yang selama ini dilakukan layak atau tidak secara ekonomi.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan mengestimasi manfaat dan biaya program konservasi
ekosistem temmbu karang di Desa Gili Indah.
2. Untuk mengetahui kelayakan program konservasi ekosistem terumbu karang
di Desa Gili Indah.
1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
1. Sebagai pedoman dalam memanfaatkan barang dan jasa SDA dan lingkungan
secara bijaksana dan proporsional.
2. Sebagai sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan
sumberdaya alam secara efisien, optimal dan berkesinambungan.
3. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi
pengelola kawasan konservasi di pulau-pulau kecil.
4. Sebagai bagian pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Ekonomi
5. Khusus bagi penulis, penelitian ini sangat bermanfaat untuk rnemperdalam
pernahaman penulis tentang teori ekonorni surnberdaya kelautan tropis.
1.5.Hipotesis
1. Manfaat program konservasi terumbu karang bagi masyarakat masih tinggi,
tetapi belurn bisa dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat disekitarnya
2. Biaya program konservasi sumberdaya terumbu karang dari BKSDA NTB
lebih besar dibanding total biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat adat.
3. Program konsewasi sumberdaya terurnbu karang yang selama ini dilakukan di
11.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian Konservasi
Konsewasi mempakan salah satu cara untuk tetap menjaga kelestarian dari
keberadaan suatu sumberdaya di suatu kawasan. Konsewasi bukan saja
dimaksudkan untuk menjaga agar sumberdaya hayati yang mutlak diperlukan
untuk kehidupan manusia tidak akan habis, tetapi juga bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pelestarian terhadap sumberdaya hayati ditujukan
untuk mempertahankan keberadaan plasma nutfah. Keberadaan plasma nutfah ini
sangat penting bagi perkembangan suatu sumberdaya hayati yang selanjutnya
~nenentukan tingkat kesejahteraan manusia.
Suparmoko (1989) mengatakan bahwa konsewasi adalah suatu tindakan
untuk mencegah pengerusakan sumberdaya alam dengan cara pengambilan yang
tidak berlebihan sehingga dalam jangka panjang sumberdaya alam tetap tersedia.
Konsewasi juga dapat diartikan sebagai upaya menjaga kelestarian terhadap alam
demi kelangsungan hidup manusia.
Gifford Pinchot dalam Supamoko (1989) mengartikan konsewasi sebagai
penggunaan sumberdaya alam untuk kebaikan secara optimal, dalam jumlah yang
terbanyak dan untuk jangka waktu yang paling lama. Lebih dari itu konsewasi
diartikan sebagai pengembangan dan proteksi terhadap sumberdaya alam.
Konsewasi mempunyai konotasi yang bemacam-macam, yaitu bagi para teknisi
dapat diartikan sebagai usaha mengurangi penggunaan sumberdaya alam secara
fisik misalnya mengurangi erosi tanah, mengurangi penebangan hutan, menunda
penggalian minyak bumi dan sebagainya. Sedangkan sebagian orang merasakan
sebagai persoalan moral yang menuntutnya untuk melindungi suatu jenis
surnberdaya tertentu misalnya tidak mengambil air tanah di daerah tertentu.
Lebih lanjut Suparmoko (1989) mengatakan, konsewasi dimaksudkan
sebagai penggunaan sumberdaya yang bijaksana sepanjang waktu, ha1 ini
berbeda-beda bagi masing-masing tipe sumberdaya. Untuk sumberdaya yang tak
dapat diperbahami, konsewasi dimaksudkan agar dapat mengembangkan
yang lebih lama, misalnya untuk mengurangi tingkat konsumsi, atau
menggunakan teknologi baru yang menghemat penggunaan sumberdaya alam
seperti beralihnya penggunaan dari minyak ke energi surya.
Bagi sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources),
konsewasi dimaksudkan untuk mengurangi pemborosan baik yang bersifat
ekonomi maupun sosial, dan sekaligus memaksimurnkan penggunaan secara
ekonomis. Untuk sumberdaya biologis, penggunaan yang bijaksana dimaksudkan
sebagai penggunaan yang menghasilkan penerimaan bersih yang maksimum, dan
sekaligus dapat memperbaiki kapasitas produksinya.
Profesor Wantrup dalam Suparmoko (1989) menyatakan bahwa konservasi
persediaan sumberdaya alam dalam arti memelihara persediaan secara permanen,
tanpa pengurangan dan pemsakan, jelas tidak banyak gunanya. Apabila
konservasi diartikan demikian, tingkat penggunaan sama dengan no1 dan
koservasi itu sebenarnya tidaklah berarti tidak ada penyrangan atau peniadaan
penggunaan karena lebih mengutamakan bentuk penggunaan lain dalam ha1
sumberdaya alam itu memiliki penggunaan yang bermacam-macam (multiple use
resource).
Menurut Kusumstanto (2000), program konservasi ekosistem tenunbu
karang yang terlalu menitikberatkan pada aspek perlindungan sulit untuk dapat
mengakomodasikan kepentingan masyarakat setempat yang menggantungkan
hidupnya pada sumberdaya tersebut. Pembuatan kawasan ekosistem tenunbu
menjadi kawasan konsewasi tanpa melibatkan masyarakat lokal akan sulit
bertahan karena akan memerlukan biaya pengawasan dan penegakan hukum yang
tinggi. Bila masyarakat tumt serta dalam penyusunan kawasan konsewasi tersebut
dan juga memperoleh manfaat ekonomi darinya, maka kawasan tersebut
mempunyai peluang jauh lebih besar untuk berkembang.
Lebih lanjut Kusumastanto (2000) menyatakan bahwa dalam rangka
pelaksanaan program tersebut terdapat beberapa ha1 yang hams diperhatikan :
(1) Identifikasi mata pencaharian, baik mata pencaharian yang selama ini
dilakukan oleh masyarakat lokal, maupun mata pencaharian alternatif
(2) Identifikasi sumberdaya alam yang ada di lokasi yang dijadikan kawasan
konservasi
(3) Mencari dukungan dari masyarakat setempat karena merupakan suatu
kesadaran atau keinginan dari rnasyarakat sendiri.
(4) Kapasitas dan kapabilitas masyarakat sehingga bantuan teknis yang
dibutuhkan dapat diidentifikasi dan disediakan
Mata pencaharian altematif yang akan dikembangkan mempunyai tingkat
realitas atau kelayakan dari segi pasar, input produksi, teknologi, manajemen dan
modal.
2.2. Ekonomi Konsewasi Laut
Dari beberapa h a i l studi terakhir menunjukkan bahwa kawasan
konservasi laut telah menunjukkan manfaat yang berarti bempa peningkatan
biomasa ikan: Hasil studi Halpem (2003) dalam Fauzi (2005), misalnya,
menunjukkan bahwa secara rata-rata, kawasan konservasi telah meningkatkan
kelimpahan (abundance) sebesar dua kali lipat, sementara biomasa ikan dan
keanekaragaman hayati meningkat tiga kali lipat. Program konservasi sejenis telah
banyak dilakukan di daerah-daerah di belahan dunia seperti di Amerika, Prancis,
Filipina, Afrika Selatan, Belanda dan negara-negara lainnya. Kegiatan ini cukup
berhasil dilihat dari pertumbuhan biota yang ada di dalamnya,
Menurut Li (2000) dalam Fauzi (2005) merinci manfaat kawasan
konservasi laut sebagai berikut. Manfaat biogeografi, keanekaragaman hayati,
perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka, perlindungan terhadap
spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat
penangkapan. peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan. perlindungan
pemijahan, manfaat penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan-ikan
juvenil (junenile by catch), dan peningkatan prodkctifitas peraim @roducrivity
enchacemeny.
Hasil studi White dan Cruz-Trinidad (1998) dalam Fauzi (2005) mengenai
kawasan konservasi laut di Apo Island menunjukkan bahwa manfaat bersih (net
benefir) yang bisa diperoleh dari MPA Apo Island hampir mencapai USS400 ribu.
jasa bagi kepentingan wisata dan perikanan. Nilai ekonomi tentu saja lebih berarti
dibandingkan manfaat ekonomi sesaat dari penangkapan ikan, baik konvensional
maupun dengan teknik destruktif seperti born dan sianida
Fauzi (2005) mengatakan, selain manfaat biologi dan ekonomi, kawasan
koservasi juga memberikan manfaat sosial yang tidak bisa diabaikan. Beberapa
hasil studi menunjukkan bahwa penetapan suatu kawasan menjadi kawasan
konservasi dapat meningkatkan kepedulian (awarness) masyarakat sekitar
terhadap masalal~ lingkungan. MPA atau kawasan konservasi juga dapat dijadikan
ajang meningkatkan pendidikan lingkungan untuk masyarakat sekitar. Di Apo
Island, Filipina, penerimaan yang diperoleh dari MPA malah dapat dijadikan
beasiswa untuk menempuh pendidikan formal tingkat lanjut bagi penduduk
sekitar. Interaksi dengan wisatawan dari berbagai negara juga telah membantu
membuka cakrawala berpikir bagi penduduk sekitar. Interaksi ini berfungsi juga
sebagai ajang transfer teknologi dan informasi dari dunia luar ke penduduk
sekitar.
Dalam sebuah konsensus yang ditandatangani oleh 150 ahli kelautan
dinyatakan bahwa sekarang ini terdapat bukti-bukti ilmiah yang sangat kuat
bahwa kawasan konservasi laut melestarikan keanekaragaman hayati dan
perikanan, serta mampu menambah kembali isi laut. Sebagai contoh, sebagian
besar nelayan di St Lucia, Karibia, mereka sangat menghormati kawasan
konservasi laut karena mereka percaya, pada saatnya ha1 tersebut akan
menguntungkan mereka. Begitu juga dengan masyarakat nelayan di Filipina, satu-
satunya harapan untuk mengembalikan terumbu karang yang telah mengalami
Tabel 1. Untuk Menilai Dampak Terukur Dan Perikanan di Kawasan Konsewasi Laut di Beberapa Negara di Dunia
Nama Jangka daerah waktu
-.
llpe
perlindung perlind habitat Dampak yang dilaporkan an dan ungan
lokasinya (tahun)
Jumlah total penangkapan spesies tidak berbeda antara di dalam kawasan perlindungan dengan di luar kaw&an, Kepulauan meskipun demikian jenis kamivora besar yang umum Mayotte, Terumbu ditemukan lebih beragam dan lebih berlimpah di dalam Samudra karang kawasan perlindungan. Nilai tengah (mean) biomassa Hindia dari spesies komersial di dalam kawasan sebesar 202 g/m2 sementara di luar kawasan sebesar 79 g/m2 (Babcock, 1999).
Setelah adanya pelarangan pola perikanan tangkap Looe Key,
Florida, 2 Terumbu dengan tombak, 15 jenis ikan target densitasnya
USA karang meningkat, kakap densitasnya meningkat sebanyak 93 persen dan grunts 43 persen (Clark et al, 1989). Meskipun pada kenyataannya ada beberapa keluarga yang masih memegang hak penangkapan dan perburuan masih banyak dimiliki, keragaman target spesies dan Sainte total biomassa ikan lebih tinggi di dalam kawasan
Terumbu
Ann, I ' karang perlindungan dibandingkan di daerah yang banyak Seychelles dilakukan kegiatan penangkapan. Biomasssa pemangsa tidak meningkat sejalan dengan hilangnya predator karena panangkapan ( J e ~ i n g s et al, 1995: Jenning et al, 1oo2\
.,,-,
Kepulauan Kerapu, Injil, dan kakap tebih berlimpah dan beragam di Cousin, Terumbu dalam kawasan perlindungan dibandingkan dengan di Seychelles 15+ karang daerah penangkapan (Jemings, 1998).
Taman Kakap, Iniil, dan Kerapu lebih berlimpah di dalam Nasional
-
Terumbuama an
~ G i o n a l dan Gmpaknya sampai tercecer ke5
laut Kisite, karang daerah penangkapan. perindungan tihak berdampak Kenya pada keragaman spesies (Watson et al. 1996).
Ikan berukuran besar dan mudah diperangkap, jumlah Perlindung
Terumbu dua kali lipat lebih berlimpah di daerah perlindungan dan an Laut
l 1 karang 18 dari 22 spesies ukurannya menjadi lebih besar Barbados
a
Sumber: Pet Jos dun Mous J: Peter (Agustus, 2002)
2.3. Kelembagaan Konsewasi Laut
Kelembagaan mencakup dua sisi pembatas penting, yaitu konvensi dan
aturan main. Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal dan diikuti secara
baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan dan hambatan bagi
individu atau mayarakat. Kelembagaan kadang ditulis secara formal dan
ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan juga dapat tidak ditulis
Kelembagaan itu umurnnya dapat diprediksi dan cukup stabil, serta dapat
diaplikasikan pada situasi berulang.
Definisi kelembagaan adalah kerangka acuan atau hak-hak yang dimiliki
individu-individu untuk berperan dalam pranata kehidupan, tetapi juga berarti
perilaku dari pranata tersebut. Setiap perilaku ekonomi juga sering disebut
kelembagaan. Ruang lingkup kelembagaan juga dapat dibatasi pada hal-ha1
berikut ini: (1) Kelembagaan adalah kreasi manusia, (2) Kelompok individu, (3)
Mempunyai dimensi waktu, (4) Mempunyai dimensi tempat, (5) Mempunyai
aturan main dan norna, ( 6 ) Sistem pemantauan dan penegakan aturan, (7) Hirarki
dan jaringan, dan (8) Konsekuensi kelembagaan.
Ekonomi kelembagaan menjadi sangat penting karena berasal dari adanya
kepedulian tentang penelusuran bagaimana suatu ekonomi disusun, dijalankan,
dan digerakkan, serta bagaimana struktw dalam sistetn ekonomi bentbah karena
respon terhadap kegiatan kolektif. Ekonomi kelembagaan melihat individu atau
seseorang sebagai anggota dari perusahaan, anggota dari suatu keluarga, atau
anggota dari suatu organisasi tertentu. Kelembagaan ekonomi yang dapat dipilih
oleh masyarakat adat harus disesuaikan aturan main dan nortna, sistem
pemantauan dan penegakan aturan, hirarki dan jaringan, dan konsekuensi
kelembagaan pada masing-masing daerah.
Pertnasalahan dalam setiap sistem ekonomi adalah adanya kelangkaan
sumberdaya dan keinginan manusia yang tidak terbatas, sehingga timbullah apa
yang dinamakan pilihan dan persaingan, serta beranggapan bahwa kelembagaan
merupakan suatu kondisi penghambat dalam proses pengambilan keputusan.
Tentu saja ini pandangan yang perlu dilumskan. Gejala yang tejadi pada aktor-
aktor ekonomi (swasta dan pemerintah) dan relasinya di masyarakat adat temyata
mengarah kepada paham ekonomi tersebut sehingga perlu pengkajian ulang
kelembagaan ekonomi di dalam masyarakat adat. Ekonomi kelembagaan
berangkat dari kenyataan bahwa kelembagaan adalah alat atau instnunen untuk
menelusuri dan menjawab pernasalahan-pernasalahan ekonomi, sehingga dari
sana memang berkembang konsep kekuasaan, hirarki, kebiasaan, dan konsensus
Ciriacy-Wantmp dan Bishop (1975) dalam Nikijuluw (2002) mengatakan
bahwa institusi properti bersama (common property) telah memainkan peranan
penting dalam pengelolaan sumberdaya alam, baik di negara berkembang maupun
negara maju, sejak zaman prasejarah hingga saat ini. Institusi ini juga pada
awalnya kwang atau tidak diperhatikan dan diperhitungkan ahli ekonomi. Akan
tetapi, pada zaman sekarang, property bersama ini telah mendapat banyak
perhatian ahli, terutama setelah Garret Hardin dengan agak dramatis
menggambarkan akibat-akibat atau dampak pemanfaatan sumberdaya ini dalam
tulisannya Tragedy of the Coomons (Nardin, 1968). Oleh karena itu, istilah
comtnon Property Resources sering digunakan silih berganti di dalam Tragedy oJ the Common.
Berkaitan dengan konservasi yang dilakukan di Indonesia, secara umum
pengelolaan kawasan konservasi masih berbasis pada pemerintah pusat
(govermenl based management). Pada rezim ini, pemerintah bertindak sebagai pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan. Sedangkan
kelompok-kelompok masyarakat pengguna (user groups) hanya menerima
informasi tentang produk-produk kebijakan dari pemerintah.
Dalam pelaksanaannya pengelolaan berbasis pemerintah pusat ini
memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (I) atwan-aturan yang dibuat kwang
terinternalisasi dalam masyarakat sehingga sulit ditegakkan; (2) biaya transaksi
yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan sangat besar sehingga
menyebabkan lemahnya penegakan hukurn.
Awig-awig mempakan pranata atau aturan lokal yang dibuat, dilaksanakan
dan ditaati bersama, dilakukan oleh masyarakat setempat secara bersama, untuk
mengatw hubungan antara masparakat dengan masyarakat, masyarakat dengan
alam dan masyarakat dengan pencipta.
2.4. Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang yang mempakan habitat berbagai jenis biota laut di Asia
Pasifik telah dapat dikategorikan sebagai kawasan yang telah rusak dan diataranya
telah mencapai kondisi kritis (UNEP, 1991) dalam Suharsono (1993). Status
sangat sehat, 24,23 persen sehat, 29,22 persen msak, dan 40,14 persen rusak berat
(kritis). Kondisi ini akan tems bembah karena terumbu karang bukan merupakan
suatu sistem statis yang sederhana. Mereka merupakan suatu sistem kehidupan
yang ukurannya dapat bertambah atau berkurang sebagai akibat adanya interaksi
yang kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik (Nybakken, 1992).
Menurut Soeharsono (1993), kemsakan terumbu karang di kawasan ini
lebih banyak disebabkan karena faktor antropogenik (tingkah laku manusia), yang
paling menonjol adalah karena tertimpa jangkar-jangkar perahu yang berlabuh.
Selain itu, ada juga karang mati yang disebabkan oleh algae biru hijau dan
sponge. Hal ini karena pananganan limbah atau sistem drainase yang belum
terencana dengan baik. Dengan demikian, kondisi terumbu karang yang rusak
akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan stok ikan karang di kawasan ini.
Terumbu karang merupakan ekosistern laut tropis yang terdapat di perairan
dangkal yang jemih, hangat (lebih dari 22" C), memiliki kadar CaC03 (Kalsium
Karbonat) tinggi, dan komunitasnya didominasi berbagai jenis hewan karang
keras. Kalsium karbonat ini dihasilkan oleh organisme karang ( f i l m Scnedaria,
klas Anthozoa, Ordo Madreporaria Csleractinia), Alga berkapur, dan organisme
lain yang mengeluarkan CaC03 (Gulcher, 1998) dalam Kusmurtiyah (2004).
Lebih lanjut Kusmurtiyah (2004) mengatakan, terumbu karang mempakan
rumah bagi ribuan hewan dan tumbuhan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Berbagai jenis hewan laut mencari makan dan berlindung di ekosistem tersebut.
Pada kondisi yang sangat maksimal, terumbu karang menyediakan ikan-ikan dan
rnolusca hingga mencapai jumlah sekitar 10-30 ton/kmZ per tahunnya. Ekosistem
ini mempakan sumber plasma nuftah bagi makhluk hidup, baik di masa sekarang
maupun di masa yang akan datang.
Di dunia ini terdapat dua kelompok h a n g yaitu karang hermatifik dan
karang ahermatifik. Perbedaaannya terletak pada kemampuan karang hermatifik
dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan ini disebabkan adanya sel-sel
tumbuhan yang bersimbiosis dalam jaringan karang hermatifik. Sel tumbuhan itu
dinamakan zooxanthellae. Karang hermatifik hanya ditemukan di daerah tropis,
sedangkan karang ahermatifik tersebar di seluruh dunia (Guilcher, 1988) dalam
Komunitas tenunbu karang di Indonesia tercatat seluas lebih dari 20.000
k
d
yang meliputi karang hidup, karang mati, lamun, dan pasir (COREMAP,2001) dalam Kusmurtiyah (2004). Mengetahui kekayaan sumber daya ini, maka
pedu suatu bentuk pengelolaan yang benar-benar cocok melalui pemahaman
karateristik dan kondisi lingkungannya.
2.5. Nilai Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati memiliki beragani nilai atau arti bagi kehidupan.
la tidak hanya bermakna sebagai modal untuk menghasilkan produk dan jasa saja
(aspek ekonomi) karena keanekargaman hayati juga mencakup aspek sosial,
lingkungan, aspek sistem pengetahuan, dan etika serta kaitan di antara berbagai
aspek ini. Berdasarkan uraian tersebut, berikut ini setidaknya ada 6 nilai
keanekaragaman hayati yang bisa diuraikan:
a) Nilai Eksistensi
Nilai eksistensi merupakan nilai yang dimiliki oleh keanekaragaman
hayati karena keberadaannya (Elrenfeld, 1991) dalam Andalita (2006). Nilai ini
tidak berkaitan deugan potensi suatu organisme tertentu, tetapi berkaitan dengan
beberapa faktor berikut:
-
Faktor hak hidupnya sebagai salah satu bagian dari alam;- Faktor yang dikaitkan dengan etika, misalnya nilainya dari segi etika agama.
Berbagai agama dunia menganjurkan manusia untuk memelihara alam ciptaan
Tuhan; dan
- Faktor estetika bagi manusia. Misalnya, banyak kalangan, baik pecinta alam
maupun wisatawan, bersedia mengeluarkan sejumlah uang untuk mengunjungi
taman-taman nasional guna melihat satwa di habitat aslinya, meskipun mereka
tidak mendapatkan manfaat ekonomi dari kegiatan tersebut.
b) Xilai Jasa Lingkungan
Nilai jasa lingkungan yang dimiliki oleh keanekaragaman hayati ialah
dalam bentuk jasa ekologis bagi lingkungan dan kelangsungan hidup manusia.
Sebagai contoh jasa ekologis, misalnya, hutan, salah satu bentuk dari ekosistem
a. Pelindung keseimbangan siklus hidrologi dan tata air sehingga menghindarkan
manusia dari bahaya banjir maupun kekeringan;
b. Menjaga kesuburan tanah melalui pasokan unsur hara dari serasah hutan;
c. Pencegah erosi dan pengendali iklim mikro.
Keanekaragaman hayati bisa memberikan manfaat jasa nilai lingkungan
jika keanekaragaman hayati dipandang sebagai satu kesatuan, dimana ada saling
ketergantungan antara komponen didalmya.
c) Nilai Warisan
Nilai warisan adalah nilai yang berkaitan dengan keinginan untuk menjaga
kelestarian keanekaragaman hayati agar dapat dimanfaatkan oleh generasi
mendatang. Nilai ini acap terkait dengan nilai sosio-kultural dan juga nilai pilihan.
Spesies atau kawasan tertentu sengaja dipertahankan dan diwariskan turun
temurun untuk menjaga identitas budaya dan spiritual kelompok etnis tertentu,
atau sebagai cadangan pemenuhan kebutuhan mereka di masa datang.
d) Nilai Pilihan
Keanekaragaman hayati menyimpan nilai manfaat yang sekarang belum
disadari atau belum dapat dimanfaatkan oleh manusia. Namun seiring dengan
perubahan permintaan, pola konsumsi dan asupan teknologi, nilai ini menjadi
penting di masa depan. Potensi keanekaragaman hayati dalam memberikan
keuntungan bagi masyarakat di masa datang ini merupakan nilai pilihan (Primack
dkk., 1998) dalam Andalita (2006).
e) Nilai Konsumtif
Manfaat langsung yang dapat diperoleh dari keanekaragaman hayati
disebut nilai konsumtif dari keanekaragaman hayati. Sebagai contoh dari nilai
komsumtif ini ialah pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk pemenuhan
kebutuhan sandang, pangan maupun papan.
Nilai pilihan, yang juga dapat diartikan sebagai tabungan, memungkinkan
manusia untuk mengembangkan pilihannya dalam upaya beradaptasi menghadapi
perubahan lingkungan fisik maupun sosial.
f ) Nilai Produktif
Nilai produktif adalah nilai pasar yang didapat dari perdagangan
dan pengetahuan mengenai nil& pasar ditingkat lokal dan global berbeda. Pada
umumnya, nilai keanekaragaman hayati lokal belum terdokumentasikan dengan
baik sehingga sering tidak terwakili dalam perdebatan maupun penunusan
kebijakan mengenai keanekaragaman hayati di tingkat global (Vermeulen dan
Koziell, 2002) dalam Andalita (2006).
2.6. Permintaan dan Penawaran Wisata
Douglass (1982) mendefinisikan permintaan rekreasi sebagai jumlah
kesempatan rekreasi yang diinginkan masyarakat. Permintaan rekreasi terdiri dari
pemanfaatan aktual dari fasilitas yang tersedia dan permintaan yang tersembunyi
karena tidak terlihat karena fasilitas yang tidak memadai. Di samping dua tipe
permintaan tersebut, Gold (1980) menyebutkan adanya tipe pern~intaan yang tidak
disebutkan Douglass terakhir, yakni permintaan yang timbul akibat adanya
perubahan, misalnya karena adanya promosi. Tipe ini disebut permintaan
terdorong.
Ciri-ciri permintaan pariwisata adalah, (Yoeti, 1990):
1) Terkonsentrasi menurut musim dan daerah tujuan tertentu;
2) Elastisitasnya tinggi; dan
3) Berubah-ubah sesuai dengan motivasi masing-maasing individu.
Banyak faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata. Faktor yang
utama adalah jumlah penduduk, waktu luang, pendapatan per kapita dan
transportasi. Clawson dan Knetsch (1966) dan Gold (1980) mengemukakan
bahwa faktor yang mempengaruhi terhadap permintaan rekreasi harian, mingguan,
musiman, bahkan tahunan adalah:
1) Faktor yang berhubungan dengan pengguna potensial adalah jumlah
penduduk sekitar, kepadatan penduduk, karakteristik kependudukan,
pendapatan, waktu luang, tingkat pengalaman berekreasi, tingkat kesadaran
keprluan rekreasi dan tingkat pengalaman berekreasi, tingkat kesadaran dari
perilaku yang dilarang.
2) Faktor yang berhubungan dengan tempat rekreasi adalah daya tarik obyek rekreasi, intensitas pengolahan tempat rekreasi, alternatif tapak yang tersedia,
daya dukung dan kemampuan desain tempat rekreasi, iklim rnikro,
3) Faktor yang berhubungan dengan pengguna potensial dan tempat rekreasi adalah waktu pejalanan dan jarak, kenyamanan pejalanan, biaya, informasi,
status areal rekreasi dan pengaturan pengawasan yang dilakukan.
Penawaran pariwisata adalah meliputi seluruh daerah tujuan wisata yang
ditawarkan kepada wisatawan. Penawaran ini terdiri dari unsur-unsur daya tarik
alam, barang dan jasa hasil ciptaan manusia yang dapat mendorong orang untuk
benvisata. Hal ini sesuai dengan pendapat Gold (1980) yang menyatakan bahwa
sediaan rekreasi adalah jumlah dan kualitas dari sumberdaya rekreasi yang
tersedia untuk penggunaan pada waktu tertentu.
Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan
mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor dalam perencanaan
pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.
Perencanaan terpadu biasanya dimaksudkan sebagai suatu upaya secara
terprogram untuk mencapai tujuan yang dapat mengharmoniskan dan
mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan
masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Seringkali keterpaduan juga diartikan
sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan
yang meliputi: pengumpulan dan analisis data, perencanaan, implementasi, dan
kegiatan konstruksi (Sorensen dan McCreary, 1990).
Secara m u m , tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir lautan
di Indonesia antara lain adalah:
1) Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan k e j a dan
kesempatan usaha.
2) Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan
pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan
lautan.
3) Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengambangan di wilayah pesisir
dan lautan. (Dahuri, dkk, 1996)
2.7. Extended Cots Benefit Analysis
Dalam kasus barang dan jasa lingkungan yang tidak diperdagangkan di
pasar, biaya sosial adalah biaya kesempatan (oportunityl dari manfaat yang
bangunan menyebabkan nilai keindahan dan nilai wisata terumbu karang tersebut
menjadi berkurang. Dalam analisa manfaat sosial, ha1 ini tidak simetris antara
biaya dan manfaat. Manfaat yang hilang menjadi biaya dan biaya yang hindari ini
merupakan manfaat. Teknik valuasi yang bisa digunakan untuk memperkirakan
kurva permintaan untuk barang dan jasa lingkunagn yang tidak terdapat di pasar,
ditentukan dengan kesediaan masyarakat untuk membayar (WTP). Selanjutnya,
jumlah manfaat lingkungan yang dianggap nyata melalui metode valuasi hari ini
dan akan dimasukkan ke dalam metode Extended Cost Benefit Analysis (ECBA),
(Fahrudin, 2003).
Analisa biaya manfaat adalah suatu sistem evaluasi dari manfaat dan biaya
ekonomi dari suatu alternatif investasi. Misalnya proyek utama dibandingkan
dengan satu atau beberapa alternatif laimya. Intinya adalah bagaimana menjawab
pertanyaan: manfaat apa yang bisa diperoleh jika alternatif ini dilaksanakan, dan
biaya apa saja yang dibutuhkan untuk proyek itu?
Dalanl analisa biaya manfaat tidak hanya mengukw kelayakan dari aspek
komersial saja, tetapi juga mengukur kelayakan dari aspek kelayakan sosial.
Dalan ekonomi konvensional, alanisa biaya manfaat hanya memperhitungkan
input dan output yang nilainya ada di pasar. Tapi dalam ha1 ini, analisa biaya
manfaat memasukkan nilai input dan output yang tidak ada di pasar. Intinya
adalah mengukur, memasukkan dan membandiigkan semua biaya clan manfaat
dari proyek publik atau program yang berkaitan dengan studi, Field (2002).
Melakukan valuasi ekonomi terhadap barang dan jasa yang dihasilkan dari
sumberdaya alam adalah memperhitungkan manfaat yang diperoleh dari
sumberdaya alam dan biaya yang timbulkan jika sumberdaya d a m tersebut msak
atau biaya-biaya lainnya untuk memperoleh manfaat sumberdaya dam tersebut.
Namun demikian, karena banyaknya manfaat yang tidak terukur dari jasa yang
dihasilkan dari sumberdaya dam, pendekatan analisis biaya dan manfaat tidak
dapat diterapkan untuk melakukan valuasi ekonomi. Hal ini mengingat bahwa
penggunaan metode analisis biaya dan manfaat (Cost-Benefit Analysis atau CBA)
yang konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan pengukwan yang
komprehensif termasuk pengukuran nilai yang tidak terlihat (intengible), (DKP,
manfaat ekologis yang temyata sangat berarti didalam analisisnya, (Fauzi dan
Anna, 2003, dalam DKP 2003).
Lebih lanjut Fauzi dan Anna (2003) mengatakan, pada tingkat makro nilai
manfaat dan kerusakan yang timbul dari suatu proyek dapat dinyatakan dalam
persentase tertentu dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga dapat
digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya proyek tersebut dari segi
ekonomi makro secara keseluruhan. Sedangkan pada tingkat perhitungan biaya
dan manfaat suatu proyek sangat menentukan layak atau tidaknya suatu proyek
bagi pelaksana ekonomi @emrakarsa) sebagai investor individual.
Semua aktivitas yang dilakukan manusia sudah pasti menibulkan biaya,
masalahnya terkadang kita menentukan biaya yang terlalu tinggi atau malah
terlalu rendah. Sangat sulit untuk menentukan biaya secara akurat, akibatnya
dalanl menentukan biaya manfaat juga akan lebih atau malah kurang dari biaya
yang sebenamya. Ada dua cara mengukur biaya sosial yang muncul akibat
kerusakan yaitu opportuniQ cost (biaya kesempatan yang ldang) yang digunakan
dalam sumberdaya alam, dan biaya perubahan harga, (Fauzi dan Anna, 2003
dalam DKP, 2003).
2.8. Valuasi Ekonomi
Pemikiran mengenai valuasi ekonomi sebenarnya bukanlah ha1 yang baru.
Konsep ini sebenamya sudah dimdai sejak tahun 1902 ketika Amerika
melahickan undang-undang River and Harbor Act of 1902 yang mewajibkan para
ahli untuk melaporkan tentang keseluruhan manfaat dan biaya yang ditimbulkan
oleh proyek-proyek yang dilakukan di sungai dan pelabuhan. Konsep ini
kemudian lebih berkembang setelah perang dunia kedua dimana konsep manfaat
dan biaya lebih diperluas ke pengukuran yang sekunder atau tidak langsung dan
yang tidak nampak linrangiblej.
Menurut Karl Max dalam Suparmoko (2006), selama sumberdaya alam
itu belurn dicampuri oleh tenaga manusia, maka sumberdaya d a m itu tidak
mempunyai nilai. Sebaliknya, menurut ahli ekonomi Masik, segala sesuatu yang
dapat dipejualbelikan, maka sumberdaya alam itu tidak mempunyai nilai,
commnodi@). Atas dasar pemikiran tersebut, akibatnya terjadi kecendemgm pembangilan berlebihan dan memboroskan sumberdaya dam.
Aliran moderen dalam bidang sumberdaya alam dan lingkungan
menganggap bahwa sumberdaya dam
dan
lingkungan memiliki nilai walaupunbelum ada campu tangan manusia didalamnya. Dan tidak dapat diperdagangkan,
karena sumberdaya alam dan lingkungan itu memiliki option value, bequest value
dan existence value. Jadi tinggi rendahnya nilai sumberdaya dam dan lingkungan
tergantung pada kegunaannya dan keberadaannya dalam memenuhi kebutuhan
manusia, disamping tergantung pula pada jumlah dan kemudahan dalam
memperolehnya.
Secara unmn nilai ekonomi dari suatu sumberdaya alanl didefinisikan
sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan
jasa untuk memperoleh barang dan jasa laimya. Secara fom~al konsep ini disebut
sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan
jasa yang dihasilkann oleh sumberdaya dam dan lingkungan. Dengan
menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem bisa di "terjemahkan"
ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang dan jasa,
(DKP, 2003).
Nilai (Value) merupakan persepsi seseorang adalah harga yang diberikan
oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan,
kepuasan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan
berkonotasi nilai atau harga. Ukuan harga ditentukan oleh waktu, barang atau
uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang
atau jasa yang diinginkannya. Penilaiann (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan
dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan
jasa (Davis dan Johnson, 1987) dalam Djiono (2002).
Menurut Kusuntastanto (2000), Valuasi ekonomi adalah nilai-nilai
ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya dam, baik nilai guna maupun
nilai fungsional yang hams di~erhitungkan dalam menjusun kebijakan
pengelolaannya. Sehingga alokasi dan alternative penggunaannya dapat
ditentukan secara benar dan mengenai sasaran. Lebih lanjut Kusumastanto (2000)
good, terbuka, dan tidak mengikuti
hukum
kepemilikan, dan tidak ada mekanisme pasar dimana harga dapat berperan sebagai instrumen penyeimbang antarapermintaan dan penawaran. Selain itu, manusia dipandang sebagai
homoeconomicus akan cenderung memaksimalkan manfaat total.
Freeman 111 (2003) dalam Adrianto (2006) menyebutkan bahwa pengertian
"value" dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian besar yaitu nilai interinsik
(intrinsic valzre) atau sering juga disebut sebagai kantian value dan nilai
instrumental (instrzmzental value). Secara garis besar, suatu komoditas memiliki
nilai intrinsik apabila komoditas tersebut bernilai di dalam dan untuk komoditas
itu sendiri. Artinya, nilainya tidak diperoleh dari pemanfaatan dari komoditas
tersebut, tetapi bebas dari penggunaan dan fungsi yang mungkin terkait dengan
komoditas lain. Komoditas yang sering disebut memiliki intrinsic value adalah
komoditas yang terkait dengan alam (the nature) dan lingkungan (the
environments). Sedangkan instrutnenta~ value dari sebuah kornoditas adalah nilai yang muncul akibat pemanfaatan komoditas tersebut untuk kepentingan tertentu.
Menurut Iiufscmidt, el al., (1992), secara garis besar metode penilaian
manfaat ekonomi (biaya lingkungan) suatu sumberdaya dam dan lingkungan pada
dasarnya dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu berdasarkan
pendekatan berorientasi pasar dan pendekatan yang berorientasi survey atau
penilaian hipotesis yang disajikan berikut ini:
1. Pendekatan Oritentasi Pasar
a. Penilaian manfaat menggunakan harga pasar aktual barang dan jasa (actual
based marker me fhod~):
I. Perubahan nilai hasil produksi (change in Productivity)
ii. Metode kehilangan penghasilan floss of earning methods)
b. Penilaian biaya dengan mengmakan harga pasar a k d terhadap masukan
berupa perlindungan lingkungan:
i. Pengeluaran pencegahan (overfed defensifexpenditure methods)
. .
11. Biaya penggantian (replacemenl cost methods)
iii. Proyek bayangan (shadoproject methods)
iv. Analisis keefektifan biaya.
i. Barang yang dapat dipasarkan sebagai pengganti lingkungan
ii. Pendekatan nilai kepilikan
iii. Pendekatan lain terhadap nilai tanah
iv. Biaya perjalanan (travel cost)
v. Pendekatan perbedaan upah (wage differential methods)
vi. Penenmaan kompensasilpampasan
2. Pendekatan Orientasi Survey
a. Pertanyaan langsung terhadap kemauan membayar (Willingness To Pay)
b. Pertanyaanlangsung terhadap kemauan dibayar (N'illingness To Accept).
Adrianto (2006) nlengatakan bahwa pada dasarnya valuation merujuk
pada kontribusi sebuah komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang
pemain sepakbola dinilai tinggi apabila kontribusi pemain tersebut tinggi pula
untuk kemenangan tim-nya. Sedangkan dalam konteks ekologi, sebuah gen
dianggap bernilai tinggi apabila mampu berkontribusi terhadap tingkat survival
dari individu yang memiliki gen tersebut. Singkat kata, nilai sebuah komoditas
tergantung dari tujuan spesifik dari nilai itu sendiri. Dalam pandangan neoklasik,
nilai sebuah komoditas terkait dengan tujuan maksimisasi utilitaskesejahteraan
individu. Dengan demikian apabila ada tujuan lain, maka ada nilai yang lain pula.
Dalam pandangan ecological economics, tujuan valuation tidak semata
terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan
tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza and Flke, 1997).
Bishop (1997) dalam Adrianto (2006) juga menyatakan bahwa valuation berbasis
pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan ekologi
dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini, kemudian Constarm (2001)
dalam Adrianto (2006) menyatakan bahwa perlu ada ketiga nilai tersebut yang
berasal dari tiga tujuan dari penilaian itu sendiri.
2.8.1. Valuasi Biaya
Dalam ekonomi non pasar, opportzinity cost dari tenaga k e j a dibagi
menjadi dua bagian yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya
bembahnya kebiasaan mereka bekerja. Biaya tersebut merupakan biaya yang
harus diberikan kompensasi sebagai ganti rugi atas hilangnya kesempatan buruh
untuk bekerja. Sedangkan biaya tidak langsung adalah jika waktu bekerja dari
buruh berkurang akibat adanya penambahan teknologi baru seperti mesin baru,
sehingga menyebabkan kapasitas produksi menjadi meningkat, (Abelson, 1980).
Lebih lanjut Abelson (1988) mengatakan bahwa, bentuk dari biaya
ekstemal adalah apabila sebuah perusahaan dalam melakukan produksi
menimbulkan polusi terhadap air, sehingga menyebabkan biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan untuk mengembalikan kualitas air menjadi meningkat. Untuk
mengesti~nasi atau mengukur biaya ekstemal ini relatif sulit, tetapi pada
prinsipnya biaya ini dapat dimasukkan ke dalam biaya produksi perusahaan
tersebut. Masalahnya adalah tidak adanya nilai harga pasar yang jelas untuk
mengestimasi biaya tersebut. Serta metode untuk mengestimasi biaya dari barang-
barang yang tidak terdapat di pasar juga cukup rurnit. Yang bisa dipergunakan
untuk mengestimasi harga dari barang-barang yang tidak terdapat di pasar tersebut
adalah melalui keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to pay;WTP).
Sebab setiap orang tidak menginginkan barang-barang tersebut punah, baik untuk
kebutuhan rekreasi ataupun untuk kebutuhan lainnya. Nilai tersebut kemudian
dijadikan kompensai kepada masyarakat. Kemudian cara lain untuk mengestimasi
biaya ekstemal tersebut adalah melalui penyesuaian atau assesment dari harga-
harga tersebut sebagai sebuah aset milik masyarakat. Gambar di bawah ini
mengilustrasikan WTP terhadap tingkat kepuasan suatu rumah tangga:
The utility of
income
0 9.6 10.0 1 1.0 Income Rp.OOO.p.a.
2.8.2. Valuasi Manfaat
Menurut Abelson (1988), manfaat dari suatu program kegiatan, termasuk
manfaat yang dikonsumsi oleh masyarakat dan manfaat eksternal dapat dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu (a) menumnnya biaya produksi, (b) nilai dari barang-
barang yang terdapat di pasar, (c) nilai dari barang-barang yang tidak terdapat di
pasar. Dalam situasi kejasama, manfaat ini diperoleh melalui pengurangan biaya
produksi dari suatu pemsahaan. Kemudian biaya tersebut dapat disimpan sebagai
manfaat bagi pemsahaan. Manfaat bersih dari barang-barang tersebut oleh
Abelson (1988) ditunjukkan oleh area A antara kurva permintaan dan biaya
marginal di bawah ini:
Narga Rp
I
I
Marginal biaya penawaran [image:39.532.73.457.60.731.2]Qo Jurnlah barang yang dijual
Gambar 2 Manfaat Program Kegiatan
Untuk mengestimasi manfaat kotor dengan barang-barang yang ada di
pasar, analisa biaya manfaat dapat menjawab ha1 tersebut dengan (a) memprediksi
manfaat yang akan dijual di pasar. (b) menyesuaikan dengan harga pasar dari
biaya yang ingin dikeluarkan oleh masyarakat (WTP) atau membutuhkan
penyesuaian dengan nilai yang berlaku dalam suatu rurnah tangga. Manfaat dari
barang-barang yang tidak terdapat di pasar direpresentasikan oleh area dibawah
2.9. Teknik Valuasi Ekonomi Pulau-pulau Kecil: Ecosystem Approach
Dalam teminologi ekonomi, terdapat tiga alasan yang saling berkaitan
mengapa nilai manfaat dari ekosistem alam bekurang. Pertama adalah sering
te jadi kegagalan dalam informasi. Untuk beberapa manfaat jasa dari ekosistem,
seringkali terjadi kekurangan dalam memberikan nilai dari suat