• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Fungisida Botani Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry di Lapangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Fungisida Botani Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar Daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry di Lapangan"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN FUNGISIDA BOTANI

TERHADAP INTENSITAS PENYAKIT HAWAR DAUN

(Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN

KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH:

NOVA FRYANTI MANGUNSONG 050302024/HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN FUNGISIDA BOTANI

TERHADAP INTENSITAS PENYAKIT HAWAR DAUN

(Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN

KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI LAPANGAN

SKRIPSI

OLEH:

NOVA FRYANTI MANGUNSONG 050302024/HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Nova Fryanti Mangunsong, Effect of fungicides against attacks of leaf

botanical Phytophthora blight disease intensity infestans (Mont) Barry in the field. The research was carried out at the experimental station of the fruit (KPTB) with tongkoh ± 1000 feet of elevation above sea level. The experiment was carried out from March until June 2010.

This research uses random block design (RBD) not factorial consisted of

six treatments and four repetitions. Treatment consisted in A (control), C1 (Clove extract 100 ml/l of water), C2 (Clove extract 150 ml/l of water), E1 (Equisetum sp extract 100 ml/l water), E2 (Equisetum sp extract 150 ml/l

water), M (fungicide Mankozeb 2 ml / l water). In this study, they observed variables were intensity (%) in crops and crop production (kg / plot).

The results showed that the effect of several fungicides significantly affect the intensity of P. infestans highest insensitas where attacks 90% in the treatment of E1 (Equisetum sp extract 100 ml/l water ) and the lowest 85.25% in the E2 treatment (Equisetum sp extract 150 ml/l water). In the research also shows that the average production of potatoes when compared between the two fungicides highest production 10.2 kg / plot is E2 treatment (Equisetum sp extract 150 ml/l

(4)

ABSTRAK

Nova Fryanti Mangunsong, Pengaruh Pemberian Fungisida Botani

Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar Daun

Phytophthora infestans (Mont.) de Barry di Lapangan. Penelitian ini dilaksanakan

di Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB) tongkoh dengan ketinggian ± 1000 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret

sampai dengan Juni 2010.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) tidak berfaktor terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri dari A (control), C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air), C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air),

E1 (ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air), E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air), M (Fungisida Mankozeb 2 ml/l air). Pada penelitian ini peubah amatan yang

diamati adalah intensitas serangan (%) pada tanaman, dan produksi tanaman (kg/plot).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian beberapa fungisida botani berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P. infestans

dimana insensitas serangan tertinggi 90 % pada perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) dan yang terendah adalah 85,25 % pada perlakuan E2

(ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air). Pada hasil penelitian juga diketahui bahwa Rataan produksi kentang jika dibandingkan diantara kedua jenis fungisida botani maka produksi tertinggi 10,2 kg/plot adalah pada perlakuan E2 (ekstrak

Equisetum sp. 150 ml/l air) dan terendah 6,9 kg/plot pada perlakuan C1 (ekstrak

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 16 November 1987 dari

Ayahanda H.E. Simangunsong dan Ibunda J. Br. Sijabat penulis merupakan putri

pertama dari tujuh bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negri 1 Talawi dan pada tahun 2005

lulus seleksi masuk USU melalui jalur Pemandu Minat Prestasi (PMP) penulis

memilih program studi Hama dan penyakit Tumbuhan Jurusan Ilmu Hama dan

Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten laboratorium

epidemiologi penyakit tumbuhan 2007 – 2009, asisten laboratorium mikologi dan

bakteriologi 2007/2008. Penulis juga mengikuti beberapa organisasi

kemahasiswaan diantaranya Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman

(IMAPTAN) 2006 – 2007, Pemerintahan mahasiswa Fakultas (PEMA FP)

2006 – 2007, dan Kelompok Pencinta Alam Putra/i Pencintaalam dan Lingkungan

Hidup (PARINTAL) 2006 – 2010.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan

Nusantara III unit kebun Bangun, Pematang Siantar. Pada tanggal 1 Juli sampai

30 Agustus 2009. Penulis melaksanakan penelitian di kebun Percobaan Tanaman

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “PENGARUH PEMBERIAN

FUNGISIDA BOTANI TERHADAP INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI LAPANGAN”

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada

Bapak Dr. Ir. H.Hasanuddin, MS selaku ketua komisi pembimbing, Ir. Zulnayati

sebagai anggota komisi pembimbing, dan Bapak Ir. Fritz Silalahi, MS sebagai

pembimbing Lapangan Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh

staf dan karyawan KPTB tongkoh yang telah membantu penulis selama

penelitian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang

membantu, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak – pihak yang

membutuhkan.

Medan, Juni 2010

(7)

DAFTAR ISI

Syarat Tumbuhan Tanaman Kentang ... 8

Iklim ... 8

Tanah ... 8

Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) ... 9

Biologi Penyakit ... 9

Gejala Serangan ... 11

Daur Penyakit ... 12

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit ... 13

Pengendalian Penyakit ... 13

Pemanfaatan Daun Paku Ekor Kuda/Horsetail (Equisetum sp.)... 15

Pemanfaatan Bunga Cengkeh ... 16

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 18

Bahan dan Alat ... 18

Metode Penelitian ... 18

Pelaksaan Penelitian ... 20

(8)

Pengolahan Lahan ... 20

Penyediaan Daun Paku Ekor Kuda(Equisetum sp.) ... 23

Pembuatan Larutan Daun Paku Ekor Kuda (Equisetum sp.) ... 23

Aplikasi Larutan Daun Paku Ekor Kuda (Equisetum sp.) ... 23

Penyediaan Bunga Cengkeh ... 24

Pembuatan Larutan Bunga Cengkeh ... 24

Aplikasi Larutan Bunga Cengkeh ... 24

Parameter Pengamatan ... 24

Intensitas Serangan ... 24

Produksi Tanaman Kentang ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas serangan (%) P. infestans ... 26

Produksi kentang (ton/ha) ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

(9)

DAFTAR TABEL

No. Gambar Hal

Tabel 1. Rataan intensitas serangan (%) P. infestans dengan

perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb sebagai

pembanding pada tanaman... 27

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Hal

Gambar 1. Phytophthora sp. A : Sporangia. B : Zoospora.

C: Chlamidospora. D.Oospora ... 10

Gambar 2. Sporulasi Phytophthora infestans pada daun kentang ... 11

Gambar 3. Gejala serangan Phytophthora infestans pada umbi kentang ... 12

Gambar 4. Daur hidup Phytophthora infestans ... 13

Gambar 5. paku Ekor kuda/ horsetail ... 15

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Hal

Lampiran 1. Bagan Penelitian ... 25

Lampiran 2. Pengambilan Tanaman Sampel ... 26

Lampiran 3. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 30 HST ... 37

Lampiran 4. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 34 HST ... 38

Lampiran 5. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 38 HST ... 39

Lampiran 6. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 42 HST ... 40

Lampiran 7. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 46 HST ... 41

Lampiran 8. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 50 HST ... 42

Lampiran 9. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 54 HST ... 43

Lampiran 10. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 58 HST ... 44

Lampiran 11. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 62 HST ... 45

Lampiran 12. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 66 HST ... 46

Lampiran 13. Data Rataan Produksi (Ton/Ha) ... 47

Lampiran 14. Foto Produksi Kentang Per Tanaman Sampel ... 48

Lampiran 15. Foto Lahan ... 56

(12)

ABSTRACT

Nova Fryanti Mangunsong, Effect of fungicides against attacks of leaf

botanical Phytophthora blight disease intensity infestans (Mont) Barry in the field. The research was carried out at the experimental station of the fruit (KPTB) with tongkoh ± 1000 feet of elevation above sea level. The experiment was carried out from March until June 2010.

This research uses random block design (RBD) not factorial consisted of

six treatments and four repetitions. Treatment consisted in A (control), C1 (Clove extract 100 ml/l of water), C2 (Clove extract 150 ml/l of water), E1 (Equisetum sp extract 100 ml/l water), E2 (Equisetum sp extract 150 ml/l

water), M (fungicide Mankozeb 2 ml / l water). In this study, they observed variables were intensity (%) in crops and crop production (kg / plot).

The results showed that the effect of several fungicides significantly affect the intensity of P. infestans highest insensitas where attacks 90% in the treatment of E1 (Equisetum sp extract 100 ml/l water ) and the lowest 85.25% in the E2 treatment (Equisetum sp extract 150 ml/l water). In the research also shows that the average production of potatoes when compared between the two fungicides highest production 10.2 kg / plot is E2 treatment (Equisetum sp extract 150 ml/l

(13)

ABSTRAK

Nova Fryanti Mangunsong, Pengaruh Pemberian Fungisida Botani

Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Hawar Daun

Phytophthora infestans (Mont.) de Barry di Lapangan. Penelitian ini dilaksanakan

di Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB) tongkoh dengan ketinggian ± 1000 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret

sampai dengan Juni 2010.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) tidak berfaktor terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri dari A (control), C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air), C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air),

E1 (ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air), E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air), M (Fungisida Mankozeb 2 ml/l air). Pada penelitian ini peubah amatan yang

diamati adalah intensitas serangan (%) pada tanaman, dan produksi tanaman (kg/plot).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian beberapa fungisida botani berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P. infestans

dimana insensitas serangan tertinggi 90 % pada perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) dan yang terendah adalah 85,25 % pada perlakuan E2

(ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air). Pada hasil penelitian juga diketahui bahwa Rataan produksi kentang jika dibandingkan diantara kedua jenis fungisida botani maka produksi tertinggi 10,2 kg/plot adalah pada perlakuan E2 (ekstrak

Equisetum sp. 150 ml/l air) dan terendah 6,9 kg/plot pada perlakuan C1 (ekstrak

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang berasal dari pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman

kentang sudah dikenal di Indonesia (Pengalengan, lembang, dan Karo) sejak

sebelum Perang Dunia II yang disebut Eugenheimer. Kentang ini merupakan hasil

seleksi di Negeri Belanda pada Tahun 1890, berkulit umbi kekuning – kuningan,

berdaging kuning, dan rasanya enak. Kelemahan dari kentang ini adalah peka

terhadap penyakit busuk daun, virus Y dan A, dan peka terhadap penyakit layu.

(Soelarso, 1997).

Permintaan terhadap sayuran termasuk kentang di Indonesia setiap

tahunnya terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat

pendapatan masyarakat, kesadaran gizi masyarakat, permintaan ekspor serta

tumbuhnya industri pengolahan kentang. Data dari BPS menunjukkan adanya

peningkatan permintaan kentang untuk bahan olahan industri dari 19.635 ton pada

tahun 2002 menjadi 20.243 ton pada tahun 2003 (Soegihartono, 2008).

Diantara tanaman sayur dunia lainnya kentang merupakan yang terpenting,

hampir dimanfaatkan oleh seluruh penduduk dunia. Selain sebagai bahan pangan

dunia, umbi kentang juga dapat dibuat menjadi tepung, dibuat kripik, serta untuk

kebutuhan industri alkohol. Umbi kentang mengandung air 80%, protein 2% dan

karbohidrat (terutama pati) sekitar 17%. Tanaman kentang merupakan herba

semusim, tingginya mencapai 0,3 – 1 meter, batangnya agak lunak, berbulu,

(15)

Pada kentang, patogen hawar daun mula – mula dideskripsi di Perancis

pada tahun1845 oleh Montagne dan pada tomat oleh Payen tahun 1847. Pada

tahun 1876 setelah melakukan penelitian selama bertahun – tahun Anton de Bary

mengukuhkan nama patogen P. infestans (Mont.) de Bary sebagai penyebab

penyakit hawar daun pada kentang (Sherf dan Macnab,1986).

Nama lain dari P. infestans (Mont.) de Bary adalah

Gangreana tuberum solani Mart. 1842, Botrytis devastatrix Lib. 1845, Botrytis solani hartig. 1846, Peronospora trifurcata Ung. 1847,

Perenospora fintelmani casp. 1852, Peronospora devastatrix (Lib.) Casp. 1855, Peronospora infestans (Mont.) Dby. 1863 ( Walker, 1969).

P. infestans datang dengan isyarat bercak cokelat kehitaman di permukaan

daun muda. Bercak lalu melebar membentuk area nekrosis berwarna cokelat

keputihan. Umbi kentang yang terserang menjadi melekuk dan berair. Ketika kita

membelah umbi tampak warna cokelat busuk. Perkembangbiakannya begitu cepat

sebabnya P. infestans patogen yang memiliki patogenisitas beragam. Patogen ini

mampu berkembangbiak secara aseksual. Mempunyai zoospora yang bisa

berkecambah langsung. P. infestans bersifat heterotalik yaitu berkembang biak

secara seksual dengan memiliki oospora. Perantara penyebaran paling utama

adalah benih yang berpotensi mengandung patogen. Angin juga berperan

menyebarkan spora dari satu tanaman ke tanaman lain, bahkan dari satu daerah ke

daerah lain (Trubusid, 2008).

Pengendalian Penyakit tumbuhan adalah pencegahan (preventif) dan

pemberantasan (kontrol). Pencegahan (preventif) artinya kita melakukan suatu

(16)

akan ditanamkan nantinya terhindar dari serangan atau gangguan suatu penyakit.

Jadi sasaran kita adalah tanaman yang masih sehat agar tetap sehat atau terhindar

dari serangan suatu penyakit (Djafaruddin, 2000).

Salah satu upaya pengendalian penyakit tanaman secara preventif adalah

dengan menggunakan fungisida nabati. Ekstrak Equisetum sp. merupakan

fungisida nabati dimana pada bagian batangnya memiliki kandungan silika

sebanyak 7 – 8 %. Pembuatan ekstrak Equisetum sp. dengan mengambil batang

(modifikasi daun) tanaman segar sebanyak 1 kg dan ditambahkan 10 liter air.

Ekstrak Equisetum sp. dapat dibuat menjadi tepung berwarna kuning terang yang

memiliki umur simpan selama 18 – 24 bulan di dalam kondisi yang baik. Agar

bertahan lama tepung Equisetum disimpan di tempat yang sejuk, kering, dan jauh

dari sinar matahari langsung (Watson, 2009).

Penyebaran Equisetum sp. hampir di seluruh penjuru dunia, dan umumnya

berada di habitat hutan rawa. Di negara Belgia, Kanada, Inggris, Finlandia,

Jerman, Jepang, Selandia Baru, Soviet Rusia, Amerika dan Yugoslavia tumbuhan

Equisetum sp. ini merupakan tumbuhan pengganggu penting. Di negara Alaska,

Argentina, Brazil, Perancis, Indonesia, Iran, Madagascar, Mauritius, Belanda,

Rolandia, Roma, Spanyol dan Swedia tumbuhan ini merupakan pengganggu

umum. Sedangkan dibeberapa negara lain seperti : Chili, Cina, Islandia, Italia,

Korea, dan Turku tumbuhan ini dikenal dan berlaku sebagai tumbuhan

pengganggu, tetapi tingkat kepentingannya tidak diketahui (Holm etc, 1979).

Beberapa jenis fungisida dapat diperoleh dari eksudat tanaman baik akar,

batang, daun, bunga. Misalnya pada tanaman cengkeh, eksudat yang dihasilkan

(17)

dan tidak larut dalam air. Ekstrak minyak atsiri juga diketahui dapat dijadikan

pestisida botani. Eksudat dari tanaman cengkeh sudah teruji dapat menghambat

pertumbuhan Phytophthora capsici pada tanaman cabai (Aryabudi, 2009).

Kelebihan dari pestisida berbahan baku nabati antara lain mengalami

penguraian yang cepat oleh sinar matahari, tidak meracuni dan merusak tanaman,

beresifat selektif, dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang kebal pestisida

kimiawi. Kekurangan dari pestisida berbahan baku nabati antara lain cepat terurai

dan aplikasinya harus sering, daya racunnya rendah, ketersediaannya terbatas

(Samsudin, 2008).

Hipotesa Penelitian

1. Diduga ekstrak daun paku ekor kuda/horsetail (Equisetum sp.) dan ekstrak

bunga cengkeh dapat memberikan ketahanan terhadap tanaman sehingga

tidak mudah diserang oleh penyakit hawar daun

(Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) pada kentang.

2. Diduga adanya pengaruh dosis pemberian ekstrak daun paku ekor

kuda/horsetail (Equisetum sp.) dan ekstrak cengkeh terhadap intensitas

serangan penyakit hawar daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry)

pada kentang.

3. Diduga adanya perbandingan tingkat keefektifan antara ekstrak

Equisetum sp., ekstrak cengkeh dan fungisida berbahan aktif Mankozeb

terhadap intensitas serangan penyakit hawar daun

(18)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian fungisida botani terhadap

intensitas serangan penyakit Hawar Daun

(Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) Pada Tanaman Kentang

(Solanum tuberosum L.) di Lapangan.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

Menurut Sharma (2002), tanaman kentang mempunyai klasifikasi sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Dicotyleddonae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genum : Solanum

Species : Solanum tuberosum L.

Kentang adalah tanaman berumur pendek. Tanaman kentang yang

dihasilkan secara aseksual dari umbi memiliki akar serabut dengan percabangan

yang halus, agak dangkal, dan akar adventif berserat yang menyebar, sedangkan

tanaman yang berasal dari biji membentuk akar tunggang ramping dengan akar

lateral yang banyak (Rubatzky, dan Yamaguchi, 1995).

Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar tunggang

tetapi hanya akar halus saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm. di dalam

tanah, akar – akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm (Rich, 1983).

Batang tanaman kentang yang berada di atas permukaan tanah berwarna

hijau polos, hijau kemerahan, atau ungu tua. Penampang lintang batang berbentuk

(20)

Pada batang yang bersayap, sayap dapat lebar (>0,5 cm) atau sempit (<0,5 cm)

dan tepi sayap dapat lurus atau bergelombang. Tanaman kentang berbentuk semak

dan panjang batang kentang 50 cm – 120 cm. Batang yang berada di bawah

permukaan tanah disebut juga dengan stolon (Soelarso,1997).

Daun menyirip majemuk, dengan lebar daun bertangkai memiliki ukuran,

bentuk dan tesktur yang beragam (Rubatzky, dan Yamaguchi, 1995).

Bunga kentang adalah zygomorph (mempunyai bidang simetris), berjenis

kelamin dua (Hermaphroditus) warna mahkota brbentuk terompet dengan ujung

seprti bintang, lima benang sari berwarna kuning melingkari tangkai putiknya.

Bunga kentang tersusun dalam bentuk karangan bunga (inflorescens) yang

tumbuh diujung batang. Satu karangan bunga memiliki 1 – 30 bunga. Tetapi pada

umumnya 7 – 15 bunga untuk tiap karangan bunga. Bunga kentang membuka

pada pagi hari dan menutup pada sore hari yang berlangsung 3 – 7 hari

(Soelarso, 1997).

Seminggu setelah penyerbukan, bakal buah membesar dan samapai

keunguan, berbentuk bulat, bergaris tengah ± 2,5 cm dan berongga dua. Buah

kentang mengandung 500 bakal biji dan yang dapat berkembang menjadi biji

hanyalah berkisar antara 10 – 300 biji. Buah kentang dapat dipanen kira – kira

6 – 8 minggu setelah penyerbukan (Soelarso, 1997).

Buku (internode) yamg memanjang dan melengkung pada bagian

ujungnya disebut stolon. Ujung stolon membengkak sebagai tempat

berkumpulnya zat cadangan makanan yang di sebut umbi kentang. Seluruh stolon

tidak dapat membentuk umbi. Stolon yang tidak tertutup tanah akan berkembang

(21)

tergantung ukuran umbi. Mata umbi tersusun dalam lingkaran spiral pada

permukaan umbi dan berpusat pada ujung umbi. Waktu tumbuh tunas berkisar

antara 3 – 6 bulan (Soelarso, 1997).

Syarat Tumbuh

Iklim

Di Indonesia, tanaman kentang diusahakan di daerah yang memiliki

ketinggian 500 meter – 3000 meter di atas permukaan laut, pada ketinggian

optimal 1000 meter – 2000 meter di atas permukaan laut. Suhu yang paling baik

adalah 20 0C – 24 0C pada siang hari dan 8 0C – 12 0C pada malam hari.

Suhu yang cocok selama periode pertumbuhan dari bertunas sampai stadium

primordial bunga adalah 12 0C – 16 0C. Sedangkan setelah stadium primordial

bunga suhu yang cocok adalah 19 0C – 21 0C. Tanaman kentang dapat tumbuh

baik pada suhu rata – rata 15 0C – 20 0C. Jika suhu rata –rata 23 0C, daun biasanya

akan menjadi kecil dan jarak antar ruas menjadi panjang. Curah hujan antara 200

mm – 300 mm / bulan dan rata – rata 1000 mm selama masa pertumbuhan. RH

tanah yang paling baik adalah 40% sampai dengan 60%. RH udara yang tinggi

80% - 90% sangat baik untuk pertumbuhan kentang (Soelarso, 1997).

Tanah

Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai struktur

cukup halus atau gembur, drainase baik, tanapa lapisan kedap air, debu atau debu

(22)

vulkanis (andosol) yang gembur dan bayak mengandung humus atau subur. pH

tanah yang cocok adalah 6 – 7 (Ashari, S., 1995).

Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry)

Biologi Penyakit

Menurut Agrios (1996) mengklasifikasikan jamur ini sebagai berikut :

Kingdom : Mycetae

Divisio : Eumycota

Sub Divisi : Mastigomycotina

Class : Oomycetes

Ordo : Peronosporales

Famili : Pythiaceae

Genus : Phytophthora

Species : Phytophthora infestans (Mont.) de Barry

Miselium pada jamur parasit tanaman ini dapat tumbuh di dalam sel

(intracelluler) atau antar sel (intercelluler). Sporangiofor biasanya

bercabang-cabang dan biasanya dibentuk di permukaan tanah, pada tanaman, dan dapat

muncul dari inang melalui efidermis atau stomata (Landecker, 1982).

Hifa dari species Phytophthora tidak mempunyai sekat dan mempunyai

banyak cabang (Lucas, et al, 1985).

Miselium biasanya tidak bersepta, hyaline, diameter berubah-ubah,

(23)

Sporangium (zoosporangium) berbentuk bulat telur seperti buah per

(pyriform) yang mempunyai sebuah tonjolan (papil). Sporangium mempunyai

ukuran (32 – 52) x (29 – 41) µm. Sporangium dapat berkecambah secara tidak

langsung membentuk spora kembara (zoospora) yang keluar satu persatu dari

dalam sporangium. Disamping itu sporangium berkecambah secara langsung

dengan membentuk hifa atau pembuluh kecambah. Oleh karena itu sporangium

Phytophthora disebut konidium. Seperti yang tertera pada gambar 1

(Semangun, 2000).

Gambar 1. Phytophthora sp. A : Sporangia. B : Zoospora. C: Chlamidospora. D.Oospora. (Sumber: Widya, 2009 http://wpcontent.answers.com/wikipedia/commons/thumb/f/fe/Phytophtora

(24)

Zoospora yang dihasilkan sporangia berjumlah 5-30 zoospora yang

berukuran 7 x 11 µm dan mempunyai dua flagel. Klamidospora sphaerical

menuju oval dengan diameter 25 µm (Singh, 2001).

Gejala Serangan Cendawan (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry)

Daun – daun yang sakit mempunyai bercak – berrcak nekrotis pada tepid

an ujungnya. Kalau suhu tidak terlalu rendah dan kelembaban cukup tinggi,

bercak – bercak akan meluasdengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan

kalau cuaca demikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman di atas tanah

akan mati. Dalam cuaca kering jumlah bercak terbatas, segera mengering dan

tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman sudaah berumur lebih

dari 1 bulan, meskipun Kadang – kadang sudah terlihat pada tanaman yang

berumur 21 hari. Dalam cuaca yang lembab pada sisi bawah bagian daun yang

sakit terdapat lapisan kelabu tipis, yang terdiri darri konidiofor dan konidium

jamur. Seperti yang tertera pada gambar 2 (Semangun, 2000).

(25)

P. Infestans ini juga menyerang umbi kentang, mula – mula adanya bercak

coklat dipermukaan kulit umbi kemudian bercak meluas, selain itu pada

permukaan kulit umbi terlihat miselium – miselium jamur berwarna putih keabu –

abuan seperti benang – benang halus. Seperti yang tertera pada gambar 3

(Semangun, 2000).

Gambar 3. Gejala serangan Phytophthora infestans pada umbi kentang

(Sumber: Paul, 1998 http:/

Daur Penyakit

Jamur ini dapat mempertahankan diri dari musim ke musim dalam umbi –

umbi yang sakit. Kalau umbi yang sakit ditanam, jamur dapat naik ke tunas muda

yang baru saja tumbuh dan membentuk banyak konidium atau sporangium di sini.

Konidium dapat dipencarkan oleh angin dari sumber infeksi ke tanaman atau

(26)

Gambar 4. Daur hidup Phytophthora infestans

(Sumber: Paul, 1998 http:/

Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Penyakit

Pembentukan dan perkecambahan konidium P. infestans sangat

dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu, terutama kelembaban. Pada udara yang

kering konidium sudah mati dalam waktu 1 – 2 Jam, sedangkan pada kelembaban

50 – 80 % dalam waktu 3 – 6 jam. Pada suhu 10 – 25 0C, kalau ada air, konidium

membentuk spora kembara dalam waktu ½ - 2 jam, dan spora kembara ini akan

membentuk pembuluh kecambah dalam waktu 2 – 2 ½ jam. Perkembangan

bercak pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18 – 20 0C. pada suhu 30 0C

perkembangan bercak akan terhambat. Oleh karena itu pada tanaman kentang

dataran rendah (kurang dari 500 meter di atas permukaan laut) P. infestans bukan

merupakan masalah. Epidemik penyakit ini biasanya terjadi pada suhu 16 – 24 0C,

(27)

Temperatur yang optimum untuk pertumbuhan patogen ini adalah

16 – 18 0C sedangkan suhu yang diperlukan patogen ini untuk bersporulasi

adalah 9 – 29 0C, optimumnya 21 0C. Pada saat perkecanbahan spora dengan

zoospora memerlukan suhu 12 0C, sedangkan untuk membentuk tabung

kecambahnya suhu yang diperlukan 21 0C. Temparatur minimum untuk

perkecambahan spora adalah suhu sangat rendah yaitu 2 – 3 0C (Mehrotra, 1983).

Pengendalian Penyakit

Penyakit dapat dikendalikan dengan melakukan beberapa usaha dibawah

ini secara terpadu :

1. Hanya menanam umbi – umbi (bibit) yang sehat

2. Penanaman jenis kentang yang tahan

3. Penyemprotan dengan fungisida, dengan menggunakan Dithane M-45

(Mankozeb) dengan kadar 0,2 – 0,3 % atau 2 – 3 kg/ha

(Semangun, 2000).

Pengendalian penyakit hawar daun juga dapat dilakukan dengan

menggunakan ekstrak tumbuh-tumbuhan yang biasa disebut fungisida botani

contohnya adalah minyak atsiri dari daun sirih, ekstrak cengkeh. Eksudat tanaman

lainnya seperti tanaman paku ekor kuda/ horsetail Equisetum sp. Yang

mengandung silika untuk menekan pertumbuhan pathogen Phytophthora infestans

(28)

Pemanfaatan Daun Paku Ekor Kuda

Semua anggota paku ekor kuda bersifat

meskipun beberapa anggotanya (hidup di Amerika Tropik) ada yang bisa tumbuh

mencapai 6-8 m (E. giganteum dan E. myriochaetum).

berperan sebagai organ

mengandu

Gambar 5. paku Ekor kuda/ horsetail ( Equisetum sp.)

(Sumber: Watson,

Ekstrak Equisetum sp. merupakan fungisida nabati dimana pada bagian

batangnya memiliki kandungan silika sebanyak 7 – 8 %. Pembuatan ekstrak

Equisetum sp. dengan mengambil batang tanaman segar sebanyak 1 kg dan

ditambahkan 10 liter air. Ekstrak dapat dibuat menjadi tepung berwarna kuning

terang yang memiliki umur simpan selama 18 – 24 bulan di dalam kondisi yang

baik (gambar 6). Agar bertahan lama tepung Equisetum disimpan di tempat yang

(29)

Gambar 6. Ekstrak equisetum sp. Berbentuk tepung

(Sumber: Watson,

Pemanfaatan Bunga Cengkeh

Fungisida nabati yang berasal dari ekstrak minyak bunga cengkeh yang

memiliki kandungan atsiri. Minyak atsiri adalah senyawa yang mudah menguap

dan tidak larut di dalam air yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri dapat

dipisahkan dari jaringan tanaman melalui proses distilasi. Kandungan utama

minyak cengkeh terdiri dari 70-80% senyawa eugenol, eugenol asetat dan

caryophylene. Sedangkan 20% yang lain adalah methyl n-hepthyl alcohol, benzyl

alcohol, methyl salicylate, methyl n-amyl carbinol (Aryabudi, 2009).

Eksudat bunga cengkeh ternyata memiliki daya penghambatan lebih baik

terhadap pertumbuhan koloni cendawan P. infestans dibandingkan jenis fungisida

nabati lainnya. Minyak cengkeh telah mampu menghambat pertumbuhan koloni

cendawan P. infestans hingga 62,56 % pada konsentrasi fungisida 0.020 %,

sementara pada konsentrasi yang sama jenis fungisida lainnya, hanya mampu

menghambat di bawah 50 %, kecuali jenis fungisida nabati yang berasal dari

kencur. Peningkatan konsentrasi minyak cengkeh hingga 0.025 %, menyebabkan

(30)

memiliki kemampuan lebih baik terhadap penghambatan pertumbuhan koloni

(31)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh

Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara, dengan ketinggian tempat ± 1000

meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari

sampai dengan Juni 2010.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak

tanaman paku ekor kuda/horsetail (Equisetum sp.), ekstrak cengkeh, benih

kentang, aquades, pupuk kandang, pupuk Urea, SP-18, Blue Spesial, Ponskha

fungisida berbahan aktif Mankozeb, air bersih.

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag, cangkul,

pacak, mortal, blender, gelas reaksi, gelas ukur, knapsek, gembor, timbangan,

papan nama, buku data, kalkulator, alat tulis, tali plastik, mikroskop.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK)

faktor tunggal yang terdiri dari 6 perlakuan dengan 4 ulangan, yaitu :

A : control

C1 : ekstrak cengkeh 100 ml/l air

(32)

E1 : ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air

E2 : ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air

M : fungisida Mankozeb 2 ml/l air

Jumlah ulangan diperoleh dari rumus:

(t-1) (r-1) ≥ 15

jumlah unit percobaan = 24 plot.

Model linear aditif yang digunakan dalam Rancangan Acak Kelompok faktor

tunggal ini adalah sebagai berikut :

Yij : µ + Ti + ∑ij : i = 1,2,…………t

j = 1, 2,………...r

dimana,

Yij : hasil pengamatan pada perlakuan taraf ke-I dengan ulangan ke-j

µ : nilai tengah sebenarnya

Ti : pengaruh perlakuan ke-i

∑ij : pengaruh eror pada unit percobaan.

(Nazir, 2003).

Jika hasil analisa menunjukkan nilai nyata dilanjutkan dengan uji jarak

(33)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan

Persiapan penelitian dilakukan dengan menyediakan bahan dan alat yang

dibutuhkan selama pelaksanaan penelitian. Survei lapangan yang akan digunakan,

dan mengurus perizinan pemakaian tempat di Kebun Percobaan Tanaman Buah

Tongkoh Km. 60, Kab. Tanah karo, Sumatera Utara.

Pengolahan lahan

Lahan diolah sebanyak dua kali, olahan pertama tanah ditraktor dengan

rotari dan dibiarkan 2 hari kemudian disemprotkan Round-up dibiarkan selama 1

minggu. Olahan kedua lahan di ayap akar dan digemburkan. Lahan kemudian

dibuat petakan – petakan sesuai perlakuan dengan ukuran tiap petak 4,5 m x 1,5

m. Jarak antar petak 40 cm dan jarak antar blok 70 cm. Setelah petak selesai

kemudian di bentuk bedengan dimana dalam 1 plot (petak perlakuan) terdapat 5

bedengan.

Persiapan Bibit

Bibit yang digunakan adalah bibit yang bersertifikat, varietas granola (G7)

(34)

Pemupukan

Pemupukan diberikan dalam 2 tahapan, yaitu pemupukan dasar sebelum

tanam dan pemupukan susulan 1 bulan setelah tanam. Dimana komposisi

pemupukan sebagai berikut:

• Pemupukan Dasar mengunakan pupuk kandang 100 ton/Ha (300gr/lubang

tanam atau 7,5 kg/plot), Urea 370,370kg/Ha (10gr/lubang tanam atau

250gr/plot), SP-18 245kg/Ha (6,6gr/lubang tanam atau 165 gr/plot), Pupuk

Ponska 370,370 kg/Ha (10gr/lubang tanam atau 250 gr/plot), Pupuk Blue

Spesial 123 kg/Ha (3,3 gr/lubang tanam atau 82,5 gr/plot).

• Pemupukan Susulan menggunakan Urea 370,370kg/Ha (10gr/lubang

tanam atau 250gr/plot), SP-18 245kg/Ha (6,6gr/lubang tanam atau 165

gr/plot), Pupuk Ponska 370,370 kg/Ha (10gr/lubang tanam atau 250

gr/plot), NPK perfek 245 kg/Ha (6,6 gr.lubang tanam atau 165 gr/plot).

Pada saat pemupukan pertama, pupuk dasar dicampur seluruhnya,

kemudian ditabur diatas lubang tanam.

Penanaman

Penanaman dilaksanakan pada bulan Maret 2010. Sebelum penanaman

Pupuk Dasar ditabur diatas lubang tanam dan kemudian ditutup dengan tanah

setelah itu bibit diletakkan diatas dan ditutup lagi dengan tanah. Bibit ditanam

(35)

Pemeliharaan Tanaman

Penyiangan

Penyiangan Gulma dilakukan sebelum pembumbunan, dan minimal 2 kali

selama musim tanam.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan untuk menegakkan tanaman agar tidak mudah

rebah, pembumbuna dilakukan sebanyak 2 kali. Tahap I pada saat tanaman

berumur 30 hari setelah tanam dan tahap II setelah tanaman berumur 40 hari

setelah tanam.

Pengendalian Hama

Pengendalian hama pada tanaman kentang ini dilakukan dengan

menyemprotkan beberapa macam insektisida secara berurutan tahapannya yaitu :

Serpa untuk hama Agrotis ipsilon

• Curacron untuk hama kutu – kutuan

• Confidor untuk hama ulat

Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit dilakukan dengan menggunakan fungisida botani

(36)

Penyediaan Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.)

Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.) diadakan dari lahan

rawa di daerah merek yang merupakan habitat dari tumbuhan ini dan diperbanyak

sebelum memulai penelitian.

Pembuatan Ekstrak Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.)

Ekstrak Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.) diperoleh dari

Daun equisetum yang sudah dikeringkan dibawah dinar matahari ditimbang

sebanyak 100 gr dan ditambahkan 1 liter air kemudian direbus sampai berubah

warna coklat kekuningan kemudian didinginkan. Setelah itu diblender

(dihaluskan) lalu disaring. Ekstrak di diamkan selama minimal 12 jam sebelum

diaplikasikan ke lapangan.

Aplikasi Larutan Daun Paku Ekor Kuda / Horsetail (Equisetum sp.)

Aplikasi dimulai sejak tanaman berumur 30 hari setelah tanam (HST) dan

formula diaplikasikan sesuai dengan perlakuan, aplikasi dilakukan mengambil

formula dan disesuaikan dengan dosis pada perlakuan dan ditambahkan 10 gr

sabun colek diaduk merata lalu dituang ke dalam knepsek kemudian

(37)

Penyediaan Bunga Cengkeh

Bunga cengkeh kering diperoleh dari produk jadi yang dijual di pasar yang

juga biasa digunakan sebagai bumbu masak.

Pembuatan Larutan Bunga Cengkeh

Bunga cengkeh sebanyak 1 kg, kemudian ditumbuk halus dengan

menggunkan mortal kemudian diayak. Untuk membuat ekstrak diambil 100 gr

bubuk cengkeh dan ditambahkan 1 liter air lalu direbus, kemudian disaring dan

didiamkan selama 12 jam sebelum aplikasi.

Aplikasi Larutan Bunga Cengkeh

Formula yang sudah tersedia dituang sesuai dosis perlakuan di dalam

knepsek dan ditambahkan 10 gr sabun colek. Aplikasi dilakukan dengan cara

penyemprotan ke tanaman dimulai sejak umur 30 hari setelah tanaman. Dengan

(38)

Keterangan :

IS = intensitas serangan (%)

ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i

vi = nilai skor penyakit dai i = 0, 1, 2 sampai i t-skor tertinggi

N = jumlah tanaman sampel keseluruhan

V = skor tertinggi

(Sinaga, 2003).

Pengambilan data dilakukan sebanyak 8 kali dalam interval waktu

3 hari (pengambilan data dilakukan 2 x 1 minggu), sampai tanaman berumur dua

bulan di lapangan (fase perbungaan). Pada setiap plot terdapat 5 tanaman sampel.

Produksi Tanaman kentang

Produksi kentang dihitung dengan menimbang berat kentang (kg) yang

dipanen dari setiap plot perlakuan kemudian di konversikan dalam ton/Ha

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Intensitas Serangan (%) Phytophthora infestans (Mont.) de Barry

Data pengamatan intensitas serangan P. infestans pada setiap waktu

pengamatan mulai dari tanaman berumur 30 – 66 Hari Setelah Tanam (hst) dapat

dilihat pada lampiran 3 – 12. Uji beda Rataan intensitas serangan P. infestans

dengan perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb dapat dilihat pada

tabel 1 berikut :

Tabel 1. Uji beda Rataan intensitas serangan (%) P. infestans dengan perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb sebagai pembanding pada tanaman.

Perlakuan Hari Setalah Tanam (HST)

30 HST 34 HST 38 HST 42 HST 46 HST 50 HST 54 HST 58 HST 62 HST 66 HST

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan.

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa intensitas serangan pada perlakuan

A (kontrol) sebesar 100 % tidak berbeda nyata dengan perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) sebesar 90 %, tetapi perlakuan (A dan E1) berbeda

nyata terhadap perlakuan C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air) sebesar 86,25 %,

C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air) sebesar 87 %, E2 (ekstrak Equisetum sp.

(40)

sebesar 68,25 %. Untuk melihat perbedaan nyata diantara perlakuan terhadap

intensitas serangan P. infestans dapat dilihat pada histogram di bawah ini :

Gambar 10. Histogram hubungan antara intensitas serangan dengan waktu pengamatan terhadap penyakit hawar daun P. infestans.

Dapat dilihat bahwa persentase serangan P. infestans mulai terlihat pada

saat tanaman berumur 30 HST sampai dengan akhir pengamatan 66 HST.

Intensitas serangan tertinggi pada perlakuan E1 (ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l

air) yaitu sebesar 90 % dan terendah pada perkuan E2 (ekstrak Equisetum sp.

150 ml/l air) yaitu sebesar 85,25 %. Hal ini dikarenakan mekanisme kerja

fungisida botani yang berasal dari ekstrak equisetum yang merupakan

pengendalian secara preventif sedangkan ekstrak cengkeh bekerja mengendalikan

secara kuratif. Hal ini sesuai dengan literatur Watson (2009) yang menyatakan

bahwa ekstrak Equisetum sp. ini adalah sebagai pembentuk kekebalan tubuh pada

tumbuhan (antibodi) atau disebut juga pengendalian preventif (pencegahan)

karena ekstrak Equisetum sp. ini mengandung zat berupa silika yang merupakan

unsur mikro tanaman yang berfungsi meningkatkan kesehatan tanaman. Namun

jika tanaman sudah terlebih dahulu terinfeksi patogen sebelum diberikan fungisida

botani ekstrak Equisetum sp. ini, mekanisme kerja ekstrak Equisetum sp. ini

(41)

sangat rendah atau tidak dapat mengendalikan patogen tersebut. Juga menurut

Aryabudi (2009) yang menyatakan bahwa fungisida botani berbahan baku dari

cengkeh dapat menghambat pertumbuhan patogen P. infestans.

Pengaruh pemberian fungisida botani berupa ekstrak cengkeh dengan

dosis yang berbeda menunjukkan bahwa antara perlakuan C1 (ekstrak cengkeh

100 ml/l air) sebesar 86,25 % dan C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air) sebesar 87 %

tidak berbeda nyata. Hal ini menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh pemberian

dosis yang berbeda terhadap intensitas serangan P. infestans.

Pengaruh pemberian fungisida botani berupa ekstrak equisetum dengan

dosis yang berbeda menunjukkan bahwa antara perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) sebesar 90 % berbeda nyata dengan perlakuan

E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) sebesar 85,25 %. Hal ini menjelaskan

bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan semakin besar kemampuannya untuk

menekan intensitas serangan P. infestans.

Pada pengamatan 42 HST – 66 HST intensitas serangan P. infestans

menunjukkan kenaikan angka persentase yang tinggi karena pada umur tanaman

40 hari sampai 70 hari adalah masa epidemi bagi petogen P. infestans dimana

adanya pengaruh beberapa faktor baik dari tanaman itu sendiri maupun dari

lingkungan. Faktor dari tanaman berupa kematangan tanaman pada usia ini sangat

disukai oleh P. Infestans. Faktor lingkungan berupa seringnya terjadi hujan panas

dimana curah hujan setiap harinya sedikit tetapi suhu panas dan intensitas curah

hujan tinggi. Situasi ini dapat dilihat pada lampiran cuaca dimana temperatur

(42)

RH 87 %, 75%. Seperti yang tertera pada (Semangun, 2000) Epidemi penyakit ini

biasanya terjadi pada suhu 16 – 24 0C.

2. Produksi kentang (Ton/Ha)

Data pengamatan produksi kentang pada waktu pengamatan waktu panen

dapat dilihat pada lampiran 13. Dimana hasil panen tanaman kentang yang

diperoleh (kg/plot) telah dikonversikan ke (ton/ha). Uji beda Rataan produksi

kentang (ton/ha) dengan perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb

dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Uji beda rataan produksi kentang (Ton/Ha) terhadap perlakuan fungisida botani dan fungisida mankozeb sebagai pembanding pada tanaman kentang.

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama yang Berbeda nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak berganda Duncan.

Pada tabel 2 diketahui bahwa produksi kentang pada perlakuan

C2 (ekstrak cengkeh 150 ml/l air) sebesar 12,65 ton/ha tidak berbeda nyata,

terhadap E1 (ekstrak Equisetum sp. 100 ml/l air) sebesar 11,825 ton/ha. Produksi

kentang pada perlakuan (C2 dan E1) berbeda nyata dengan produksi kentang pada

perlakuan A (kontrol) sebesar 7,45 ton/ha, C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air)

sebesar 10,175 ton/ha, E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) sebesar 14,75

ton/ha, dan M (fungisida Mankozeb 2 gr/l air) sebesar 19,5 ton/ha.

Perlakuan Rataan Produksi (kg/plot) Rataan produksi (Ton/Ha)

(43)

Untuk melihat pengaruh antara perlakuan terhadap roduksi tanaman

kentang dapat dilihat pada histogram di bawah ini :

Gambar 11. Histogram hubungan antara produksi terhadap perlakuan.

Produksi tanaman kentang jika dibandingkan antara kedua fungisida

botani yang tertinggi terdapat pada perlakuan E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l

air) yaitu 14,75 Ton/Ha dan terendah pada perlakuan C1 (ekstrak cengkeh

100 ml/l air) yaitu 10, 175 Ton/Ha. Perbedaan produksi kentang menunjukkan

bahwa hasil produksi berbanding terbalik dengan intensitas serangan. Dimana jika

nilai intensitas serangan P. infestans tinggi maka nilai produksi akan rendah dan

sebaliknya. Ini menunjukkan fungisida botani ekstrak equisetum lebih efektif

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Fungisida botani yang lebih efektif terhadap intensitas serangan

P. infestans adalah E2 (ekstrak equisetum 150 ml/l air).

2. Pada pengendalian menggunakan fungisida botani Intensitas serangan

tertinggi pada pengamatan 66 HST adalah pada perlakuan E1 (ekstrak

Equisetum sp. 100 ml/l air) yaitu 90% dan terendah pada perlakuan E2

(ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) yaitu 85,25%.

3. Pada pengendalian menggunakan fungisida botani Produksi tertinggi pada

perlakuan E2 (ekstrak Equisetum sp. 150 ml/l air) yaitu 14,75 Ton/Ha dan

terendah pada perlakuan C1 (ekstrak cengkeh 100 ml/l air) yaitu 10, 175

Ton/Ha.

4. Epidemi Penyakit hawar daun P. infestan terjadi pada tanaman setelah

tanaman berumur lebih dari 40 hari setelah tanam (HST).

5. Pemberian dosis yang berbeda pada perlakuan fungisida botani berbahan baku

cengkeh tidak berpengaruh terhadap intensitas seranagan P. infestans.

6. Pemberian dosis yang berbeda pada perlakuan fungisida botani berbahan baku

equisetum berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P. infestans.

7. Produksi tanaman antara fungisida botani (C1 = 5 kg/plot , C2 = 6,9 kg/plot,

E1 = 8,6 kg/plot, E2 = 10,2 kg/plot) dibandingkan dengan mankozeb

(45)

Saran

Penulis menyarankan sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai

fungisida botani ekstrak equisetum untuk dosis yang berbeda, dan beberapa

metode ekstraksi yang efektif dan efisien untuk mengendalikan penyakit hawar

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 465.

Aryabudi, 2009. Pemanfaatan Minyak Atsiri Bunga Cengkeh. http://

Ashari, S. , 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 232.

www.Iptek.co.id/ Pemanfaatan Minyak atsiri/data.hmtl.

Azwar, 2009. Horsetail (Equisetum sp.). http://

Bangun, M.K., 1991. Perancangan Percobaan Untuk Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Djafaruddin, 2000. Dasar-Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. PT. Bumi Aksara, Jakarta.Hal. 8.

Holm, L. , Juan V. Parciho, James P.H and Donald L.P. , 1979. A Geograpichal

Atlas of World Weeds. Jhon Willey & Sons, New York. Hal. XXVI dan

143.

Landecker, E. M., 1982. Fundamental of Fungi. Prentice Hall Inc, Engelwood Cliffs, New Jersay. Hal. 73.

Lucas, G. B., Campbell, and Lucas, L. T., 1985. Introduction To Plant Diseases

Indentification and Management. An Avi Book Published by Van

Nustrand Reinhold, New York. Hal. 146-147.

Mehrotra, R.S. , 1983. Plant Pathology. Tata Mc Graw-Hill, New York. Hal. 382.

Nazir, M. , 2003. Metode Penelitian. PT. Ghalia Indonesia , Jakarta.

Paul, 1998. The Irish Potato Famine and the Birth of Plant Pathology. http ://.

tanggal 20 Oktober 2009.

Rich, A.E. , 1983. Potato Diseases. Academic Press. Inc., New York. Hal. 46–49.

Rubatzky, V.E., dan Mas Yamaguchi. , 1995. Sayuran Dunia 1 (Prinsip,

(47)

Samsudin, H., 2008. Kelebihan dan Kekurangan Fungisida Botani.

Semangun, H. , 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hal. 113 – 129.

Sharma, J.P., 2002. Plant Taxonomy. Tata McGraw – Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Sherf, A.F. and A.A. Macnab. 1986. Vegetables diseases and their control. John Wiley and Sons, New York. Hal. 728 .

Sinaga, L., 2003. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya, Jakarta. Hal. 137.

Singh, R. S., 2001. Plant Diseases. Seventh Edition. Oxford & IBH Publishing CO.PVT.LTD. New Delhi.

Soegihartono, C., 2005. Kajian kepuasan petani dalam penggunaan benih

kentang tidak bersertifikat di kota batu propinsi jawa timur. Institut

Pertanian Bogor Press, Yogyakarta.

Soelarso, B. , 1997. Budidaya Kentang Beban Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Hal. 9, 12 – 17.

Sudarsono, T. dan T. Suparman, 1981. Pedoman Manajemen Usaha Tani Dinas

Pendidikan Pertanian. Direktorat Pendidikan Pertanian, Jakarta

Syamsudin, Satriyas I., Buni Amin, dan Alfizar, 2007. Pengembangan Biological

Seed Treament untuk Pengendalian Phytophthora.

irsyamsudd-1056 . Diakses tanggal 24 Okteber 2009.

Trubusid, 2008. Perampok di Ladang Kentang. Trubus Majalah Pertanian

Indonesia

Walker, J.C. , 1969. Plant Pathology. Edisi III, Mc Graw-Hill, New York. Hal. 232

Watson, G.C. , 2009. Horsetail Extract.

tanggal 18 Oktober 2009.

(48)
(49)

Lampiran 2 Jumlah Tanaman per Plot : 25 tanaman Jarak Antar Tanaman : 30 cm x 90 cm Jumlah tanaman Sampel per Plot : 5 tanaman Jumlah Seluruh Tanaman : 600 tanaman

(50)

Lampiran 3. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 30 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 30 HST Setelah Transformasi

√x+0.5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(51)

Lampiran 4. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 34 HST

Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 34 HST Setelah Transformasi

(52)
(53)

Lampiran 6. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans 42 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(54)

Lampiran 7. Data Rataan Intensitas Serangan

P. Infestans 46 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(55)

Lampiran 8. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans

50 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(56)

Lampiran 9. Data Rataan Intensitas Serangan P. Infestans

54 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(57)

Lampiran 10. Data Rataan Intensitas Serangan

P. Infestans 58 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(58)

Lampiran 11. Data Rataan Intensitas Serangan

P. Infestans 62 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(59)

Lampiran 12. Data Rataan Intensitas Serangan

P. Infestans 66 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(60)

Lampiran 13. Data Rataan Produksi

(Ton/Ha)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)

Lampiran 15. Foto Lahan

Foto 7 Lahan Ulangan I

(68)

Foto 9 Lahan Ulangan III

(69)

Foto 11 Lahan

Foto 12 Supervisi Penelitian

(70)

Asal : Jerman

Masa Panen : 90 – 115 hari

Kecambah : - Ukuran kecil dan kokoh

- Warna merah keunguan

- Pucuknya terbuka

- Mempunyai sedikit akar

Batang : - Semi tegak lurus dan kokoh

- Berwana hijau muda

Daun : - Berwarna hijau muda

- Pinggiran daun mengeriting

Bunga : - Berwarna ungu kemerahan

- Jumlahnya sedikit

- Dapat menghasilkan buah

Umbi : - Oval dan pendek

- Berwarna kuning

- Daging umbi berwarna kuning

- Tidak gampang memar

Produksi : 18 – 30 ton / Ha

Penyakit : - Toleran terhadap penyakit busuk daun

- Sedikit tahan terhadap busuk buni

- Tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus

- Tahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh nematode

Gambar

Gambar 1. Phytophthora sp. A : Sporangia. B : Zoospora. C: Chlamidospora.  D.Oospora. (Sumber: Widya, 2009 http://wpcontent.answers.com/wikipedia/commons/thumb/f/fe/Phytophtora reproduction.png/565px-Phytophtora_reproduction.png )
Gambar 2. Sporulasi Phytophthora infestans (Sumber: Paul, 1998 http:// pada daun kentang                           www.apsnet.org/online/feature/lateblit/chapter1/epidemic.htm
Gambar 3. Gejala serangan Phytophthora infestans (Sumber: Paul, 1998 http:// pada umbi kentang www.apsnet.org/online/feature/lateblit/chapter1/epidemic.htm)
Gambar 4. Daur hidup Phytophthora infestans  (Sumber: Paul, 1998 http:// www.apsnet.org/online/feature/lateblit/chapter1/epidemic.htm)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada harga saham antara bulan Muharam, Rajab, Zulkaidah dan Zulhijah dengan bulan-bulan

Tujuan dari penelitian untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Desa (PADesa), Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak dan Retribusi (BHPR),

Untuk menentukan posisi dan orientasi maka perlu dilakukan perhitungan transformasi. Matriks transformasi adalah matriks yang memetakan sebuah vektor atau posisi

1) Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan. 2) Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan. 4) Fasilitas pengendalian gas metan. Frekuensi penutupan sampah dengan

Bagi Gracia, menyatakan membedakan pemahaman dan makna itu sangatlah penting, karena pembedaan ini memperjelas bahwa dalam memahami teks tidak dapat direduksi dengan

Berdasarkan temuan dari hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat beberapa problematika dan tantangan yang dihadapi oleh pondok pesantren di Kabupaten Gresik, yaitu

1) nama penanggung jawab. Nama bayi : untuk mengetahui identitas bayi. 3) Umur bayi : untuk mengetahui berapa umur bayi yang nanti akan disesuaikan dengan tindakan

Konsep yang akan dibawa dalam melakukan desain kapal pengangkut ikan adalah dengan melakukan modifikasi rancangan terhadap jenis kapal pengangkut ikan yang telah ada di