• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DISERTAI DENGAN PEMERKOSAAN (Studi Putusan No.13/Pid.B/AN/2014/PN.BU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DISERTAI DENGAN PEMERKOSAAN (Studi Putusan No.13/Pid.B/AN/2014/PN.BU)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DISERTAI DENGAN

PEMERKOSAAN

(Studi Putusan No.13/Pid.B/AN/2014/PN.BU)

Oleh KRESNA

Pidana sebagai reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pelaku delik. Berdasarkan instrument internasional yang mengatur masalah perilaku delikuensi anak, dilihat dari jenis-jenisnya dapat dikualifikasikan ke dalam criminal offence dan status offence, namun secara hakiki perilaku delikuensi anak hendaknya dilihat bukan semata-mata sebagai perwujudan penyimpangan perilaku karena iseng atau mencari sensasi, melainkan harus dilihat perwujudan produk atau akibat ketidakseimbangan lingkungan sosial, maka sangatlah tidak tepat apabila tujuan pemidanaan terhadap anak disamakan dengan tujuan pemidanaan terhadap orang dewasa. Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : (1). Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku anak dalam memutus perkara No.13/pid.B/AN/2014/PN.BU ? (2). Apakah putusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu tersebut sudah memenuhi rasa keadilan ?

Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris, sedangkan sumber data yang adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data melalui wawancara, studi pustaka, dan studi lapangan. Pengolahan data dengan cara editing dan sistematisasi data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu diinterpretasikan untuk dianalisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulan secara induksi.

(2)

yang boleh dijatuhkan terhadap anak yakni sepuluh tahun dan secara materil hakim tidak mempertimbangkan aspek-aspek yang meringankan bagi anak, karena dalam hal ini anak tersebut belum pernah dihukum, berterus terang, bersikap sopan, menyesali perbuatan dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, dan masih berusia muda.

Disarankan agar penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum, baik jaksa maupun hakim dalam memutus dan menuntut perkara harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan mempertimbangkan hal-hal yang meringankan terhadap anak. Hakim juga dalam membuat putusan harus mempertimbangkan nilai-nilai keadilan terhadap anak, yaitu keadilan formil dan keadilan materil agar terwujudnya kemanfaatan dan kepastian hukum.

Kata Kunci:Pemidanaan, Pemerkosaan, Anak.

(3)

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PEMBUNUHAN BERENCANA YANG DISERTAI DENGAN

PEMERKOSAAN

(Studi Putusan No.13/Pid.B/AN/2014/PN.BU)

Oleh KRESNA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Kresna dilahirkan di Lampung Utara pada tanggal 25 April 1994, yang merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan BapakAmeli dan IbuJunaidah.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK PGRI Bukit Kemuning Lampung Utara pada tahun 1998, kemudian melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 1 Bukit Kemuning Lampung Utara dan selesai pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bukit Kemuning Lampung Utarapada tahun 2008 dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 BukitKemuning Lampung Utara pada tahun 2011.

(7)

kemahasiswaan pada Himpunan Mahasiswa Hukum Pidana (HIMA PIDANA) sebagaiAnggota Bidang Kajian dan Penelitian pada tahun 2014.

(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbilalamin...

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga terselesaikannya karya kecil ini dengan penuh usaha dan perjuangan dalam pembuatannya yang kupersembahkan untuk :

Papa dan Mama Ameli dan Junaidah

Terima kasih untuk semuanya...

Telah merawat, menjaga, mendidik dan mencurahkan cinta dan kasih sayang yang besar serta doa yang tiada hentinya demi keberhasilan dan kesuksesanku

Kakak

Dali Mawarni dan Nida Amelia Terima kasih untuk segalanya...

Terima kasih untuk selalu ada dan siap membantu

(9)

MOTO

Lidah seorang hakim berada di antara dua bara api

sehingga dia menuju surga atau neraka.

(HR. Abu

Na’im

dan Ad-Dailami)

Hakim Yang masuk surga ialah yang mengetahui

kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum tersebut

(HR. Abu Dawud dan Ath-Thahawi)

.

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan

sekali kali itu kamu termasuk orang orang yang ragu”.

(10)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbilalamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul :

Analisis Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Yang Disertai Dengan Pemerkosaan (Studi Putusan No.13/Pid.B/AN/2014/PN.BU)

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari adanya kendala, hambatan dan kesulitan-kesulitan. Namun dengan adanya keterlibatan berbagai pihak yang telah menyumbangkan bantuan, bimbingan, dan petunjuk serta saran maupun kritik bagi penulisan skripsi ini, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan pertolongan dan kemudahan disaat penulis mendapatkan kesulitan, terima kasih atas nikmat-Mu yang tak terhingga.

(11)

3. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., Selaku Pembimbing I yang banyak memberikan saran dan motivasi serta meluangkan waktu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang banyak memberikan saran dan motivasi serta meluangkan waktu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., sebagai Pembahas I atas segala kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini .

8. Bapak A. Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., sebagai Pembahas II atas segala kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Ahmad Zazili, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung.

10. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

11. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(12)

agar aku sukses dan menggapai cita-cita ku. Terima kasih papa mama, semoga kelak aku bisa membalas kebaikan dan membahagiakan kalian.

13. Kakak tersayang Dali Mawarni dan Nida amelia terima kasih untuk selalu ada dan siap membantu dan memberi pengarahan kepadaku agar aku menjadi orang yang sukses kelak.

14. Terima kasih kepada Paman, Bibi, Sepupu, Kakak Ipar serta Keponakanku Tersayang beserta keluarga besarku yang telah memberi dukungan agar aku dapat menyelesaikan pendidikanku.

15. Sahabat dan teman seperjuangan terima kasih atas segala kebersamaanya selama di Fakultas Hukum Unila : Ines Septia Gumay, Ika ristia, Iis Priyatun, Herra Destriana, Agung Asadila, Beni Prawira, Andika Pratama, Andi Mekar Sari, Dhaniko Syaputra, Aminah Camila, Ayu Kumala Sari, Gerri Prasetya, Bramantya Ariwibowo, M. Fadel Noerman, Ana Alsan Muhammad, Dewi Ambasador, Afrian Yusranda, Nur Muhammad, Indra Budi P.E.

16. Sahabat dan teman seperjuangan terima kasih atas segala kebersamaanya selama di Fakultas Hukum Unila : M. Eri Fatriansyah, Patrisella Noviyana, Ruri Kemala Desriani, Septiara Putri, Oldy Andrelin, Zakky Ikhsan Samad. 17. Sahabat dan teman seperjuangan terima kasih atas segala kebersamaanya

(13)

18. Keluarga besar Hima Pidana : Fima Agatha, Deswandi, Dopdon K Sinaga, Sarah Furqoni, Tifani, Zahra, Mutiara Puspa Rani, Fitri Dwi Yudha, Indah Nur Fitria, Triadhani, Reynaldi Carepeboka, Rachmad Afandi, Geri, Abdul Haris Ngabehi, Fajar, Gracelda, M.Riefko, Mufty Ardian, Riki,

19. Almamater tercinta yang telah memberikan wawasan dan pengetahuan yang luas kepadaku.

20. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, karena itu sangat diperlukan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak yang dapat membangun dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Juni 2015

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemidanaan ... 20

B. Anak Nakal ... 21

C. Tinjauan Umum Penyertaan (Delneming) ... 23

D. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Moord) ... 25

E. Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak ... 25

F. Ringkasan Tindak Pidana... 27

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 33

B. Sumber dan Jenis Data ... 34

C. Penentuan Narasumber dan Sampel ... 35

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 36

(15)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 38 B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Tiga Belas

Tahun Empat Bulan Penjara Terhadap Pelaku Anak ... 39 C. Pemenuhan Rasa Keadilan dalam Putusan ... 77

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 89 B. Saran... 90

(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana. Namun demikian, usaha ini pun masih sering dipersoalkan. Perbedaan mengenai peranan pidana dalam menghadapi masalah kejahatan ini, menurut Inkeri Antila, telah berlangsung beratus-ratus tahun dan menurut Herbert L.Packer, usaha pengendalian perbuatan anti sosial dengan mengenakan pidana pada seseorang yang bersalah melanggar peraturan pidana, merupakan “suatu problem sosial yang mempunyai dimensi hukum yang penting”.1

Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum, di samping itu, karena tujuannya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum ini pun termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu masalah yang termasuk masalah kebijakan, penggunaan hukum pidana sebenarnya tidak merupakan suatu keharusan. Tidak ada kemutlakan dalam bidang kebijakan, karena pada

1

(17)

2

hakikatnya dalam masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan penilaian dan pemilihan dari berbagai macam alternatif. Dengan demikian, masalah pengendalian atau penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana, bukan hanya merupakan problem sosial seperti dikemukakan oleh Packer di atas, tetapi juga merupakan masalah kebijakan (the problem of policy).2

Hukum pidana diakui sebagai sanksi istimewa. Menurut Sudarto, yang membedakan hukum pidana dari hukum lain ialah sanksi yang berupa pidana yang diancamkan kepada pelanggar norma. Sanksi dalam hukum pidana ini adalah sanksi yang negatif, atas dasar hal itu pula, Leo Polak secara tegas mengatakan bahwa satu-satunya problema dasar hukum pidana, ialah makna, tujuan, serta ukuran dari penderitaan yang patut diterima oleh seorang tetap merupakan problem yang tidak terpecahkan.3

Sebagai suatu sanksi istimewa, hukum pidana dapat membatasi kemerdekaan manusia dengan menjatuhkan hukuman penjara atau hukuman badan, bahkan menghabiskan hidup manusia. Hukum pidana memuat sanksi–sanksi atas pelanggaran kaidah hukum yang jauh lebih keras serta berakibat lebih luas dari pada kerasnya dan akibat sanksi–sanksi yang termuat dalam hukum lain, atas dasar hal itu, tampak jelas bahwa kekuasaan untuk dapat menjatuhkan hukuman merupakan suatu kekuasaan yang sangat penting, karena akibat dijatuhkannya hukuman sangat besar dan luas sekali.

2Ibid

hlm. 20.

3

(18)

3

Sampai saat ini masyarakat sepakat bahwa subyek hukum satu-satunya yang mempunyai hak untuk menghukum adalah negara (lembaga yudikatif), selain negara tidak ada subyek hukum lain yang mempunyai hak untuk menghukum. Para sarjana terdahulu memberi alasan sebagai dasar pembenar mengapa negara berhak menjatuhkan hukuman, karena pemerintah yang berhak memerintah, oleh karena itu pemerintahlah yang mempunyai hak untuk menjatuhkan hukuman.4

Istilah hukum merupakan istilah umum dan konvensional, istilah ini mempunyai arti yang sangat luas dan berubah-ubah, karena berhubungan dengan konotasi dengan bidang yang sangat luas. Istilah hukuman bukan hanya dipakai dalam bidang hukum, khususnya hukum pidana, tetapi sering kali dipakai sehari-hari dalam bidang pendidikan, moral, agama dan lain-lain.

Istilah penghukuman dapat diartikan secara sempit, yaitu penghukuman dalam

perkara pidana, yang kerap kali sinonim dengan “pemidanaan” atau “penjatuhan

pidana” yang mempunyai arti yang sama dengan “sentence” atau “veroordeling”.

Istilah pidana merupakan istilah yang mempunyai arti lebih khusus, sehingga perlu ada pembatasan yang dapat menunjukkan ciri-ciri serta sifat-sifat nya yang khas.

Menurut Sudarto, yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Roeslan Saleh, pidana merupakan reaksi atas delik, dan ini bertujuan suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. Pendapat yang sama diungkapkan pula oleh Ted Honderich, yang

4Ibid.

(19)

4

menyatakan bahwa pidana adalah suatu pengenaan pidana yang dijatuhkan oleh penguasa (berupa kerugian atau penderitaan) kepada pelaku tindak pidana.5

Berdasakan instrument internasional yang mengatur masalah perilaku delikuensi anak, dilihat dari jenis–jenis perliaku delikuensi anak dapat dikualifikasikan ke dalam criminal offence dan status offence. Namun, secara hakiki perilaku delikuensi anak, hendak nya dilihat bukan semata mata sebagai perwujudan penyimpangan perilaku karena iseng atau mencari sensasi, melainkan harus dilihat perwujudan produk atau akibat ketidakseimbangan lingkungan sosial.

Atas dasar hal tersebut, maka sangatlah tidak tepat apabila tujuan pemidanaan terhadap anak disamakan dengan tujuan pemidanaan terhadap orang dewasa. Apa yang diungkapan para sarjana, baik mereka yang berpandangan teori pembalasan/absolut maupun teori tujuan/utilitarian, pada umumnya pemidanaan dapat dipandang hanya sebagai pengobatan simtomatik, bukan kausatif yang bersifat personal bukan struktural atau fungsional. Pengobatan dengan pidana

sangat terbatas dan bersifat “pragmentair” yaitu terfokus pada dipidananya si

pembuat (si penderita penyakit). Efek preventif dan upaya penyembuhan (treatment atau kurieren) lebih diarahkan pada tujuan pencegahan agar orang tidak melakukan tindak pidana/kejahatan, dan bukan untuk mencegah agar kejahatan secara struktural tidak terjadi. Pidana yang dijatuhkan yang bersifat kontradiktif/paradoksal dan berdampak negatif terhadap pelaku. Oleh karena itu, tidak heran apabila penggunaan hukum pidana hingga saat ini selalu mendapat

5Ibid

(20)

5

kritikan bahkan kecaman, termasuk munculnya pandangan radikal yang menentang hukum pidana sebagaimana dipropagandakan kaum abolisonis.6

Tujuan dan dasar pemikiran dari penanganan anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama untuk mewujudkan kesejahteraan anak yang pada dasarnya merupakan bagian integral dari kesejahteraan sosial, dalam arti bahwa kesejahteraan atau kepentingan anak berada di bawah kepentingan masyarakat, akan tetapi harus dilihat bahwa mendahulukan kesejahteraan dan kepentingan anak itu pada hakikatnya merupakan bagian dari usaha mewujudkan kesejahteraan sosial.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tidak secara eksplisit mengatur tujuan pemidanaan, namun secara umum dapat dilihat dalam konsiderannya. Tujuan yang hendak dicapai adalah dalam upaya melindungi dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi selaras dan seimbang.

Selain itu, dalam penjelasan diuraikan pula bahwa dengan dikeluarkannya undang–undang tentang pengadilan anak, dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Dimaksudkan juga untuk memberi kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri,

6Ibid

(21)

6

bertanggungjawab, dan berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.7

Pada pembahasan skripsi ini terkait dengan kasus tindak pidana pemerkosaan yang disertai dengan pembunuhan yang dilakukan oleh anak terhadap anak sebagai korban. Pelaku secara bersama-sama melakukan tindak pidana pemerkosaan yang disertai dengan pembunuhan yang telah direncanakan sebelumnya. Peran pelaku yang berbeda–beda, ada yang bertindak sebagai pelaku utama (dader), ikut serta melakukan (medeplegen) dan membantu melakukan (medeplichtige). Setelah dalam proses peradilan pidananya dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Blambangan Umpu, pelaku utama dan yang ikut serta melakukan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 13 tahun 4 bulan, Sedangkan yang membantu melakukan dihukum pidana penjara selama 8 tahun. Bilamana melihat ancaman pidana yang diancamkan oleh pasal yang didakwakan terhadapnya, yaitu Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku didakwa dengan dakwaan kumulatif dan di dalam persidangan terbukti melanggar kedua pasal yang didakwakan, seperti dimaksud didalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 65 ayat (1) dan (2), yaitu :

(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri–sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka hanya dijatuhkan satu pidana.

(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.

7Ibid,

(22)

7

Karena pelaku masih berusia 15 sampai dengan 18 tahun, seperti dimaksud didalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yaitu :

(1) Pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

(2) Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Berdasarkan uraian yang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka terhadap pelaku tersebut penuntut umum menuntut terdakwa dengan tuntutan 13 tahun dan 4 bulan penjara. Lalu berdasarkan tuntutan penuntut umum dan fakta persidangan, hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa sesuai dengan tuntutan penuntut umum yaitu 13 tahun dan 4 bulan penjara. Terhadap pelaku atau terdakwa yang ikut membantu melakukan tindak pidana tersebut dijatuhi hukuman 8 tahun penjara.

Dari apa yang telah diuraikan di atas, hukuman yang dijatuhkan hakim yang dalam hal ini pelaku yang masih anak-anak dianggap terlalu berat dan tidak menerapkan undang-undang sebagai mana mestinya, karena untuk pelaku anak dan sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak hanya dapat dihukum selama sepuluh tahun.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik untuk

mengangkat masalah ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pemidanaan

Terhadap Anak Sebagai Pelaku Pembunuhan Berencana Yang Disertai Dengan

(23)

8

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana tiga belas tahun empat bulan penjara terhadap anak sebagai pelaku pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan dalam memutus perkara No.13/pid.B/AN/2014/PN.BU ?

b. Apakah putusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu tersebut dalam menjatuhkan pidana tiga belas tahun empat bulan penjara terhadap anak sebagai pelaku pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan sudah memenuhi rasa keadilan?

2. Ruang Lingkup

(24)

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana tiga belas tahun empat bulan terhadap pelaku anak dalam perkara tindak pidana pelaku Pembunuhan Berencana yang disertai dengan pemerkosaan di Kampung Jaya Tinggi Kecamatan Kasui Kabupaten Way Kanan.

b. Untuk mengetahui putusan Pengadilan tersebut sudah memenuhi rasa keadilan atau belum.

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dalam pengkajian ilmu hukum mengenai putusan pengadilan serta mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah, daya nalar, dan acuan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh penulis.

b. Kegunaan Praktis

(25)

10

Lampung dan masyarakat umum mengenai Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana tiga belas tahun empat bulan terhadap pelaku anak.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

A. Teori Tujuan Pemidanaan

Tujuan dari kebijakan pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana yang tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. Dalam arti luasnya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan, serta menciptakan keadilan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk menjawab dan mengetahui tujuan serta fungsi pemidanaan, tidak akan terlepas dari teori-teori tentang pemidanaan yang ada. Sebagaimana diketahui dalam hukum pidana dikenal teori-teori yang berusaha mencari dasar hukum dari pemidanaan dan apa tujuannya. Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana, yaitu:

1) Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien) 2) Teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien)

3) Teori Gabungan (verenigingstheorien)8

1. Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien)

Dijatuhkannya pidana pada orang yang melakukan kejahatan adalah sebagai konsekuensi logis dari dilakukannya kejahatan. Jadi siapa yang melakukan kejahatan harus dibalas pula dengan penjatuhan penderitaan pada orang itu.

8

(26)

11

Dengan demikian adanya pidana itu didasarkan pada alam pikiran untuk pembalasan. Oleh karena itu teori ini dikenal pula dengan teori pembalasan.9

2. Teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien)

Menurut teori kedua (teori relatif) yaitu, tujuan dari pidana itu terletak pada tujuan pidana itu sendiri. Tujuan dari pidana itu untuk perlindungan masyarakat atau memberantas kejahatan. Teori tujuan ini mempunyai beberapa paham/teori, diantaranya:

a) Teori Prevensi Umum

Menurut teori ini tujuan pidana itu adalah untuk pencegahan yang ditunjukan pada masyarakat umum, agar tidak melakukan kejahatan, yaitu dengan ditentukan pidana pada perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang.

b) Teori Prevensi Khusus

Menurut teori ini tujuan pidana adalah untuk mencegah penjahat mengulangi lagi kejahatan.10

3. Teori Gabungan

Ide dasar teori gabungan ini pada jalan pikiran bahwa pidana itu hendaknya merupakan gabungan dari tujuan untuk pembalasan dan perlindungan masyarakat yang diterapkan secara kombinasi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan dan keadaan pembuatnya. Jadi untuk perbuatan jahat keinginan masyarakat untuk membalas dendam direspon dengan dijatuhi pidana penajara pada pelakunya,

9

Tri Andrisman,Hukum Pidana, Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm.30.

hlm.30.

10Ibid

(27)

12

sedangkan juga penjahat/narapidana itu dilakukan pembinaan agar tidak mengulanginya kembali selepas dari menjalani pidana penjara tersebut.11

B. Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Hakim dalam menjatuhkan dan membuat putusan haruslah dilandasi dengan keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan dan harus pula didukung oleh alat bukti yang sah menurut undang-undang. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, bahwa harus ada alat-alat bukti sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keteranga terdakwa. Alat bukti inilah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukum pidana yang didasarkan kepada unsur materiil dan formil serta hasil pemeriksaan dalam proses peradilan pidana sehingga didapatkan suatu hasil yang optimal dan terjadinya kesinkronan atau kesesuaian terhadap putusan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan tegas dinyatakan mengenai dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu :

1. Pasal 6 Ayat (2):”Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila

pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap bertanggung jawab,

telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”dan

2. Pasal 8 Ayat (2): “Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana,

hakim wajib memperhatikan pada sifat yang baik dan jahat pada terdakwa”.

11Ibid.,

(28)

13

Menurut Mackenzie ada beberapa teori pendekatan yang dapat digunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan suatu perkara yaitu :

1. Teori Keseimbangan

Keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara. Keseimbangan ini dalam praktiknya dirumuskan dalam pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan penjatuhan pidana bagi terdakwa (Pasal 197 Ayat (1) huruf (f) KUHAP).

2. Teori Pendekatan Seni dan Institusi

Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam menjatuhkan suatu putusan, lebih ditentukan oleh insting atau intuisi daripada pengetahuan hakim. Hakim dengan keyakinannya akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang sesuai bagi setiap pelaku tindak pidana.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

Pendekatan keilmuan menjelaskan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi semata tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan wawasan keilmuan hakim. Sehingga putusan yang dijatukan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari.

5. Teori Ratio Decidendi

(29)

14

yang disengketakan. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, karena berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan dari dalam diri hakim.

6. Teori Kebijaksanaan

Teori kebijaksanaan mempunyai beberapa tujuan yaitu sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara, mendidik pelaku tindak pidana, serta sebagai pencegahan umum kasus12.

Sebagaimana dikemukakan Sudarto, bahwa untuk menentukan kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya dipidana seseorang tersebut harus memenuhi unsur, sebagai berikut:

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat kesalahan.

2. Hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan (dolus)ataupun kealpaan (culpa).

3. Tidak adanya alasan pemaaf yang menghapus kesalahan atau asalan pemaaf.13

C. Konsep Teori Keadilan

Keadilan pada dasarnya sifatnya adalah abstrak, dan hanya bias dirasakan dengan akal dan pikiran serta rasionlitas dari setiap individu atau masyarakat. Keadilan tidak berbentuk dan tidak dapat dilihat namun pelaksanaannya dapat kita lihat dalam perspektif pencari keadilan. Berikut pandangan ahli tentang keadilan:

12

Ahmad rifai,Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif,Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 102

13

(30)

15

1. Hans Kelsen, menurutnya keadilan tentu saja digunakan dalam hukum, dari segi kecocokan dengan hukum positif terutama kecocokan dengan undang-undang. Ia menganggap sesuatu yang adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relative dengan sebuah norma adil hanya kata lain dari benar.

2. Aristoteles, mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Selanjutnya, membagi keadilan menjadi dua bentuk yaitu, pertama, keadilan distributif adalah keadilan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Kedua, keadilan Korektif, adalah keadilan yang menjamin, mengawas dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan illegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang.14

Keadilan mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia. Begitu pula hakim mempunyai kebebasan sepenuhnya untuk menentukan jenis pidana dan tinggi rendahnya suatu pidana, hakim mempunyai kebebasan untuk bergerak pada batas minimum dan maksimum, pidana yang diatur oleh undang-undang untuk tiap-tiap tindak pidana.15. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi Terdakwa. Dimana dalam pertimbangan-pertimbangan itu dapat dibaca motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan hukum (kepastian hukum) dan

14

Hadisti,Teori Keadilan Menurut Para Ahli,29 maret 2014,

http://hadisti.blogspot.com/2012/11/Teori-Keadilan-menurut-para-ahli.html(13.00) 15

(31)

16

memberikan keadilan16. Berlakunya KUHAP menjadi pegangan hakim dalam menciptakan keputusan-keputusan yang tepat dan harus dapat dipertanggung jawabkan.

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang mempunyai arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti atau diketahui.17Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Tujuan Pemidanaan

Tujuan dari kebijakan pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana yang tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. Dalam arti luasnya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan, serta menciptakan keadilan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk menjawab dan mengetahui tujuan serta fungsi pemidanaan, tidakakan terlepas dari teori-teori tentang pemidanaan yang ada. Sebagaimana diketahui dalam hukum pidana dikenal teori-teori yang berusaha mencari dasar hukum dari pemidanaan dan apa tujuannya.

16

Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana,Jakarta, Aksara Persada Indonesia, 1987,hlm.50.

17

(32)

17

B. Perbuatan Pidana

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.18

C. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

Tindak pidana adalah suatu pidana yang dilarang atau diwajibkan Undang-Undang yang apabila dilakukan atau diabaikan maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana. Tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 340 KUHP.

D. Tindak Pidana pemerkosaan terhadap anak

Tindak pidana adalah suatu pidana yang dilarang atau diwajibkan Undang-Undang yang apabila dilakukan atau diabaikan maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan pidana.Tindak pidana pemerkosaan terhadap anak diatur dalam Pasal 81 (delapan puluh satu) ayat 1 (satu) Undang Undang no 23 tahun 2002 tentang perlidungan anak.

E. Pelaku

Pelaku adalah mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan (Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP). Intelektual adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan, menggagas, atau menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan.19

18

Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm.59.

19

(33)

18

E. Sistematika Penulisan

Agar mempermudah memahami terhadap isi skripsi ini secara keseluruhan, maka diperlukan penjelasan mengenai sistematika penulisan yang bertujuan untuk mendapat suatu gambaran jelas tentang pembahasan skripsi yang dapat dilihat dari hubungan antara satu bagian dengan satu bagian lainnya secara keseluruhan. Sistematikanya sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Pada bagian memuat latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini berisikan tentang pengertian-pengertian dari istilah sebagai latar belakang pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahas hasil penelitian yang terdiri antara lain tujuan pemidanaan, pidana, pelaku anak, dan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemerkosaan terhadap anak.

III. METODE PENELITIAN

Pada bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, cara pengumpulan data dan serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(34)

19

V. PENUTUP

(35)

20

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemidanaan

Tujuan dari kebijakan pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana yang tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. Dalam arti luasnya yaitu perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan, serta menciptakan keadilan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk menjawab dan mengetahui tujuan serta fungsi pemidanaan, tidak akan terlepas dari teori-teori tentang pemidanaan yang ada. Sebagaimana diketahui dalam hukum pidana dikenal teori-teori yang berusaha mencari dasar hukum dari pemidanaan dan apa tujuannya.

Mengenai teori pemidanaan dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

1. Teori Absolut

(36)

21

adalah balas dendam terhadap pelaku, atau dengan kata lain, dasar pembenaran dari tindak pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri.1

2. Teori Relatif

Secara prinsip teori ini mengajarkan bahwa penjatuhan pidana dan pelaksanaanya setidaknya harus berorientasi kepada upaya mencegah terpidana (special prevention) dari kemungkinan mengulangi kehajatan lagi di masa mendatang, serta mencegah masyarakat luas pada umumnya (general prevention) dari kemungkinan melakukan kejahatan baik seperti kejahatan yang telah dilakukan terpidana maupun lainnya. Semua orientasi pemidanaan tersebut adalah dalam rangka menciptakan dan mempertahankan tata tertib hukum dalam kehidupan masyarakat.2

3. Teori Gabungan

Secara teoritis, teori gabungan berusaha untuk menggabungkan pemikiran yang terdapat di dalam teori absolut dan teori relative. Di samping mengakui bahwa penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki sehingga bisa kembali ke masyarakat.

B. Anak Nakal

Dalam hukum pidana, pengertian anak pada hakikatnya menunjuk kepada persoalan batas usia pertanggungjawaban pidana (criminal liability/toerekeningvatsbaarheid). Dalam Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, batas usia pertanggungjawaban pidana ditentukan

1

Mahrus Ali,Dasar Dasar Hukum Pidana,Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 187

2Ibid

(37)

22

antara usia 8 sampai 18 tahun. Adanya rentang batasan usia dalam undang–

undang pengadilan anak tersebut, diakui sebagai suatu kemajuan bila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam KHUP yang sama sekali tidak mengatur batas usia minimum. Apabila ditelusuri ketentuan instrument internasional, ditentukannya batas usia antara 8 sampai 18 tahun sudah sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam Standart Minimum Rule For The Administration of Juvenile Justice(The Beijing Rules).3

Menurut Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1 yang berbunyi:

“Anakadalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU–VIII/2010, Batasan Usia anak diubah menjadi 12 tahun.”

Berdasarkan hal tersebut maka putusan mengenai ketentuan batas minimal anak yang melakukan tindak pidana diakomodir ke dalam Undang–Undang No 11 Tahun 2011 tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:

“Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18

(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

3

(38)

23

C. Tinjauan Umum Penyertaan (Delneming)

Pada saat ini hampir setiap tindak pidana yang terjadi dilakukan lebih dari satu orang.Jadi pada setiap tindak pidana itu selalu terlibat lebih dari seseorang, yang berarti terdapat orang-orang lain yang turut serta dalam pelaksanaan tindak pidana diluar dari si pelaku. Tiap-tiap orang yang terlibat mengambil atau memberi sumbangannya dalam bentuk perbuatan kepada peserta lain sehingga tindak pidana tersebut terlaksana. Dalam hal ini pertanggungjawabannya pun harus dibagi di antara para peserta yang terlibat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyertaan dalam suatu tindak pidana terdapat apabila dalam suatu pidana atau tindak pidana tersangkut lebih dari satu orang. Pelaku tindak pidana diatur dalam Pasal 55 ayat (1)KUHP , yaitu :

“Dipidana sebagai tindak pidana:

1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

2. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan

perbuatan.”

Terhadap ketentuan Pasal 55 ayat (1) yang disebut sebagai pelaku atau dader, terdapat dua pengertian yang diberikan para ahli, yaitu apakah dikatakan sebagai pelaku (dader) atau hanya disamakan sebagai pelaku. Berdasarkan hal tersebut dalam Pasal 55 KUHP menyebutkan empat golongan yang dapat dipidana, yaitu:

A. Pelaku atauPleger

(39)

24

B. Menyuruh lakukan atauDonpleger

Permasalahan skripsi ini sangat terkait dengan orang yang menyuruh lakukan. Donpleger adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraan orang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengan demikian, ada dua pihak, yaitu pembuat langsung, dan pembuat tidak langsung. Unsur-unsur donpleger, yaitu :

1) Alat yang dipakai adalah manusia, 2) Alat yang dipakai berbuat,

3) Alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan.

C. Turut Serta atauMedeplager

Medeplager adalah orang yang dengan sengaja turut berbuat atau turut mengerjakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitas masing-masing peserta tindak pidana adalah sama.

D. Penganjur atauUitlokker.

Berdasarkan Pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP, penganjur adalah orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh Undang-Undang secara limitatif, yaitu secara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.4

4

(40)

25

D. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Moord)

Hal ini diatur oleh Pasal 340 KUHP yang bunyinya sebagai berikut.

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu

menghilangkan nyawa orang lain dihukum karena salahnya pembunuhan berencana, dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau penjara

sementara selama lamanya dua puluh tahun.”

Pengertian “dengan rencana lebih dahulu” menurut M.v.T. pembentukan Pasal 340 diutarakan antara lain :

“dengan rencana lebih dahulu” diperlukan saat pemikiran dengan tenang dan

berpikir dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berpikir sebentar saja sebelum atau pada waktu ia melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya. Mr.M.H. Tirtamidjaja menjelaskan bahwa yang dimaksud

dari kalimat “direncanakan lebih dahulu“, ialah :

“bahwa ada jangka waktu, sebagai mana pun pendeknya untuk

mempertimbangkan, untuk berpikir dengan tenang.”5

E. Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak

Tindak pidana pemerkosaan terhadap anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 81, yaitu sebagai berikut :

Pasal 81 :

(1) Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp

5

(41)

26

300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan atau membujuk anak melakukan persetebuhan dengannya atau dengan orang lain.

Menurut Profesor Simons, yang dimaksudkan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau geweldialah elke uitoefening van lichamelijk kracht van niet al te geringe betekenis. Artinya, setiap penggunaaan tenaga badan yang tidak terlalu berarti atau het aanwenden van lichamelijke kracht van niet al te geringe intensitiet.Artinya setiap pemakaian tenaga badan yang tidak terlalu ringan.6

Menurut Profesor Pompe, kekerasan tidak hanya dapat dilakukan dengan memakai tenaga badan yang sifatnya tidak terlalu ringan, melainkan juga dapat dilakukan dengan memakai sebuah alat, sehingga tidak diperlukan adanya pemaikan tenaga badan yang kuat, misalnya menembak dengan sepucuk senjata api, menjerat leher dengan seutas tali, menusuk dengan sebilah pisau dan lain-lainnya, maka mengancam akan memakai kekerasan itu harus diartikan sebagai suatu ancaman, yang apabila diancam tidak bersedia memenuhi keinginan pelaku untuk mengadakan hubungan kelamin dengan pelaku, maka ia akan melakukan sesuatu yang dapat berakibat merugikan bagi kebebasan, kesehatan atau keselamatan nyawa orang yang diancam.7Menurut Profesor van Hattum, suatu perbuatan mengadakan hubungan kelamin itu tidak disyaratkan telah terjadinya

6

P.A.F Lamintang, Delik-Delik Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012. Hlm. 98.

7Ibid

(42)

27

suatuejaculation seminis, melainkan cukup jika orang telah memasukan penisnya kedalam vagina seorang wanita.8

F. Ringkasan Tindak Pidana

Pada pembahasan skripsi ini terjadi kasus tindak pidana pemerkosaan yang disertai dengan pembunuhan berencana oleh pelak anak terhadap anak yang menjadi korban. dengan kronologis sebagai berikut:

Pada hari kamis tanggal 12 Desember 2013 sekitar pukul 04.00 wib telah terjadi pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan yang dilakukan kepada korban yang bernama Amana Tusolehah Nasution. Dari hasil pemeriksaan dan putusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu bahwa tindak pidana tersebut di prakarsai oleh pelajar yang bernama Robani dan ketiga rekan nya ikut serta melakukan dan membantu melakukan yaitu Taupang Ratu, Usman Arif, Enrixco Kurniawan. Dari Fakta-Fakta yang terungkap dipersidangan bahwa terdakwa Robani Sakban sebagai pelajar telah menjalin hubungan pacaran dengan korban Amana Tusolehah Nasution.

Sekitar bulan November 2013 terdakwa Robani Sakban mengajak korban Amana Tusolehah Nasution untuk bertemu disebuah gubuk belakang pondok pesantren lalu terdakwa Robani Sakban mengajak korban melakukan hubungan suami istri. Oleh karena korban sudah terlambat datang bulan maka korban meminta pertanggung jawaban kepada terdakwa Robani Sakban dan mengancam jika Terdakwa Robani tidak mau bertanggung jawab maka korban akan mengancam

8Ibid

(43)

28

membongkar semua rahasia hubungan mereka selama ini. Akibat ancaman tersebut terdakwa Robani merasa tersinggung dan marah kepada korban.

Pada hari rabu tanggal 11 desember 2013 sekitar pukul 10.30 wib ketika pulang sekolah terdakwa Robani Sakban mendapat surat dari korban Amana yang dikirimkan melalui saksi Enricxo. Setelah membaca surat tersebut terdakwa Robani kesal dan pada saat itulah terdakwa Robani mengajak terdakwa Enricxo untuk membunuh korban, namun terdakwa Enrixco menolak. Pada sore harinya sekitar pukul 16.00 wib sehabis solat ashar terdakwa Robani Sakban mengajak terdakwa Taupang Ratu dan terdakwa Usman Arif untuk bertemu di teras masjid dan menawarkan kepada terdakwa Taupang Ratu dan Usman Arif untuk membunuh korban Amana Tusolehah Nasution. Dalam kesepakatan nya, terdakwa Robani menawarkan kepada terdakwa Taupang Ratu dan Usman Arif untuk melakukan persetubuhan sebelum dibunuh.

(44)

29

mengiyakan, namun sebelumnya korban akan mengambil semua baju–baju miliknya terlebih dahulu sehingga keduanya kemudian berpisah ditempat tersebut.

(45)

30

dibantu oleh terdakwa Usman Arif menjerat leher korban sedangkan terdakwa Robani masih memegangi kaki korban agar tidak berontak, setelah korban lemas terdakwa Taupang Ratu memukulkan sebuah kayu kearah leher korban dan kepala korban, kemudian menusuk leher korban menggunakan pisau hingga korban meninggal dunia.

Terdakwa Robani Sakban bin Samsul Arif, Taupang Ratu bin Makmur, dan Usman Arif bin Abdul Hakim didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan Kumulasi yaitu :

1. Primair : Pasal 340 jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 2. Susidair : Pasal 338 jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

3. Lebih Subsider : Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, DAN.

Kedua : Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang republik Indonesia No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

1. Pasal 340 Kitab Undang–Undang Hukum Pidana :

“Barang siapa dengan rencana dan direncanakam terlebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling

lama dua puluh tahun”.

2. Pasal 338 Kitab Undang–Undang Hukum Pidana :

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan,

(46)

31

3. Pasal 80 ayat (3) Undang–Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

(3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

4. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: Mereka yang melakukan, yang

menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.”

Sedangkan Terdakwa Enrixco Kurniawan bin Herman didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan subsidairitas yaitu :

1. Dakwaan primer : Pasal 340 jo.Pasal 56 ke-1 KUHP. 2. Dakwaan Subsider : Pasal 338 jo. Pasal 56 ke-1 KUHP. 1. Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :

“ Barang siapa dengan rencana dan direncanakam terlebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

2. Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :

“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan,

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

3. Pasal 56 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

“Dipidana sebagai pembantu kejahatan : Mereka yang sengaja memberi bantuan

(47)

32

(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan oleh penulis dalam bentuk usaha mencari kebenaran dengan melihat dan memperhatikan asas-asas, seperti kepastian dan keadilan yang ada dalam berbagai peraturan perundang-undangan terutama Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu dalam hal putusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu Nomor: 14/pid.B/AN/2014/PN.BU tentang pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku anak. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan agar mendapat gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

(49)

✁ ✂

lebih jauh mengenai permasalahan-permasalahan yang diteliti. Peneliti melakukan wawancara dengan aparat penegak hukum yakni, Jaksa, Hakim, Badan Pemasyarakat, lembaga swadaya masyarakat serta akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung untuk mendapat gambaran tentang bagaimana pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku anak.

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber data penelitian ini berasal dari data lapangan dan data kepustakaan. Jenis data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden.1 Sedangkan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang didapat/diperoleh penulis berdasarkan pengamatan pada Pengadilan Negeri Blambangan Umpu Nomor: 13/pid.B/AN/2014/PN.BU Data primer ini diambil berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Blambangan Umpu yang menangani dan memutus perkara tersebut, dosen pada bagian hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

1

(50)

✄ ☎

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka, terdiri dari: a. Bahan hukum primer, antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Berlakunya Kitab Undang Undang Undang Hukum Pidana/KUHP.

2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak. 3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang memberikan penjelasan-penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer seperti literatur-literatur ilmu hukum, makalah-makalah, putusan pengadilan, dan tulisan hukum lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang bersumber dari kamus-kamus, kamus besar bahasa Indonesia, serta bersumber dari bahan-bahan yang di dapat melalui internet.

C. Penentuan Narasumber dan Sampel

1. Penentuan Narasumber

(51)

✆6

1. Hakim pada Pengadilan Negeri Blambangan Umpu : 1 Orang 2. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Blambangan Umpu : 1 Orang 3. Lembaga Swadaya Masyarakat Advokasi Anak Lampung : 1 Orang 4. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 Orang

__________+ Total Jumlah Responden : 4 Orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan : a. Studi Kepustakaan (library research)

Untuk memperoleh sumber-sumber data sekunder digunakanlah studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mencatat atau mengutip dari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan putusan tersebut.

b. Studi Lapangan (field research)

(52)

✝ ✞

2. Metode Pengolahan Data

Berdasarkan data yang telah terkumpul baik dari studi kepustakaan maupun dari lapangan, maka data diproses pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Seleksi Data

Seleksi data dilakukan agar mengetahui apakah data yang diperlukan telah mencakup atau belum dan adat tersebut berhubungan atau tidak berhubungan dengan pokok permaslaahan yang dibahas.

b. Klasifikasi Data

Mengelompokan data yang telah diseleksi dengan mempertimbangkan jenis dan hubungannya agar mengetahui tempat masing-masing data.

c. Sistematisasi Data

Menyusun dan menempatkan data pada pokok bahasan atau permasalahan dengan susunan kalimat yang sistematis sesuai dengan tujuan penelitian.

E. Analisis Data

(53)

89

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pemidanaan terhadap tindak pidana pembunuhan berencana yang disertai dengan pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku anak sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Blambangan Umpu Nomor: No.13/Pid.B/AN/2014/PN.BU, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

(54)

✟0

mengenakan pidana penjara terhadap anak, maka hakim juga memperhatikan nilai-nilai yang terdapat di dalam undang-undang yang mengatur tentang perlindungan anak.

2. Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak tidak memenuhi rasa keadilan terhadap pelaku anak. Putusan tidak memperhatikan aspek keadilan formil karena hakim tidak menerapakan undang-undang sebagaimana mestinya dan tidak memperhatikan aspek keadilan subtansial karena apa yang diputuskan hakim cendrung hanya membalas apa yang dilakukan anak.

B. Saran

1. Dalam menjatuhkan putusan terhadap anak, penegak hukum baik jaksa maupun hakim agar supaya memutus perkara anak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan mempertimbangkan aspek-aspek yang meringankan bagi pelaku anak. Hakim juga dalam memberikan putusan agar supaya objektif dalam memutus perkara dan tidak hanya mengedapankan pembalasan terhadap perbuatan anak.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Buku/Literatur :

Ali, Mahrus. 2012.Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Andrisman, Tri. 2011.Hukum Pidana.Bandar Lampung: Universitas Lampung. Chazawi, Adami. 2002.Pelajaran Hukum Pidana.Jakarta: Grafindo Persada. Dewantara, Nandan Agung. 1987. Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani

Suatu Masalah Perkara Pidana.Jakarta: Aksara Persada.

Hamzah,Andi. 2010.AsasAsas Hukum Pidana.Jakarta: Rineka Cipta.

Harahap, H Yahya. 2006. Pembahasan Permasalahan Dan penerapan Kuhap. Jakarta: Sinar Grafika.

H.M Agus, Santoso. 2001. Hukum Moral dan Keadilan. Jakarta: Kencana.

Marpaung, Ledeng. 1999. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh.Jakarta: Sinar Grafika.

Moeljatno.2008.Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.

Nashriana. 2012. Perlindunga Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Rasjidi, Lili. 2007.Pengantar Filsafat Hukum. Bandung: Mondar Maju.

Rifai, Ahmad. 2011. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika.

Sambas, Nandang. 2010. Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia. Bandung: Graha Ilmu.

(56)

Soesilo, R. 1995.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor: Politeia. Sudarto.1986.Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.

---.1990.Hukum Pidana 1.Semarang: Yayasan Sudarto FH UNDIP. Santoso, Topo. 2001.Mengagas Hukum Pidana Islam.Jakarta: Asyamil. P.A.F Lamintang. 2012.Hukum Penintesier Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika. P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang.2011. Kejahatan Melanggar Norma

Kesusilaan dan Norma Kepatutan. Jakarta: Sinar Grafika.

---.2012. Delik-Delik Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan. Jakarta: Sinar Grafika.

---.2014.Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Prasetyo, Teguh. 2013.Hukum Pidana.Jakarta:Rajawali Pers.

Prasetyo, teguh. 2011. Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana. Bandung : Nusa Media.

Waluyo, Bambang. 2014.Pidana dan Pemidanaan.Jakarta: Sinar Grafika.

Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ).

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Republik Indonesia Tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Republik Indonesia Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Internet :

Wikipedia, DefinisiCendekiawan, http://id.m.wikipedia.org/wiki/cendekiawan diakses pada tanggal 25 oktober 2014, pukul 22.00 wib.

Hadisti, Teori Keadilan Menurut Para Ahli, 29 maret 2014,

Referensi

Dokumen terkait