UBAH BENTUK P OLEH MIKROBA PELARUT FOSFAT DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN PRODUKSI TANAMAN KENTANG
(Solanum tuberosumL). PADA TANAH ANDISOL SINABUNG
SKRIPSI
OLEH :
MARTA RITONGA 110301078 ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UBAH BENTUK P OLEH MIKROBA PELARUT FOSFAT DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN PRODUKSI TANAMAN KENTANG
(Solanum tuberosumL). PADA TANAH ANDISOL SINABUNG
SKRIPSI
OLEH :
MARTA RITONGA 110301078 ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Penelitian :Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosumL). pada tanah andisol sinabung.
Nama : Marta Ritonga
NIM : 110301078
Departemen : Agroekoteknologi
Minat : Ilmu Tanah
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir. Bintang Sitorus, MP.) (Mariani Sembiring, SP. MP.)
Mengetahui
Ketua Program Studi Agroekoteknologi
ABSTRAK
Andisol merupakan salah satu jenis tanah yang relatif subur namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi ( > 85%) sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Fosfor (P) adalah unsur penting yang berperan penting dalam fotosintesis, perkembangan akar, pembentukan bunga, buah dan biji. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat, beberapa sumber bahan organik, dan interaksi keduanya terhadap ubah bentuk P terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosumL.). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutarayat Kec. Naman Teran Kab. Karo, mulai bulan Februari – Juni 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah Mikroba Pelarut Fosfat (M) dengan empat taraf, yaitu (M0) Tanpa aplikasi Mikroba, (M1) Bakteri Pelarut
Fosfat (30 ml), (M2) Jamur Pelarut Fosfat (30 ml), (M3) Bakteri dan Jamur Pelarut
Fosfat (15 ml + 15 ml). Faktor kedua adalah Sumber Bahan Organik (K) dengan lima taraf, yaitu: (K0) Tanpa Aplikasi Bahan Organik, (K1) Kotoran Sapi (100
g/Tanaman), (K2) Kotoran Ayam (100 g/ Tanaman), (K3) Jerami Padi (100 g/
Tanaman), (K4) Tithonia diversifolia (100 g/ Tanaman). Hasil menunjukkan
bahwa aplikasi MPF dan bahan organik segar dapat meningkatkan P-tersedia di dalam tanah dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosumL.).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pasanggarahan pada tanggal 12 Januari 1993 dari
ibu Almh. Rosmine Tambunan dan ayah Liberty Ritonga. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara.
Tahun 2011 penulis lulus dari SMA N 1 Tarutung dan masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Masuk Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Program Studi Agroekoteknologi.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi UKM KMK USU sebagai anggota dan Tim Pelayan Gereja Chapel USU sebagai Badan
Pengurus Harian (BPH).
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Wanasari Nusantara, Pekanbaru dari tanggal 9 Juli sampai dengan 23 Agustus
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari proposal ini adalah “Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah Andisol Sinabung”
yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Ir. Bintang Sitorus, MP selaku ketua komisi pembimbing skripsi dan ibu
Mariani Sembiring, SP. MP selaku anggota pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam pengerjaan proposal ini. Ahkir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, September 2015
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Hipotesis Penelitian ... 3
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penulisan ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Andisol ... 4
Erupsi Gunung Sinabung ... 5
Fosfor ... 6
Bahan Organik ... 7
Kotoran Sapi ... 8
Kotoran ayam ... 9
Jerami Padi ... 10
Tithonia diversifolia ... 12
Mikroba Pelarut Fosfat ... 13
Tanaman Kentang . ... 17
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
Bahan dan Alat Penelitian ... 19
Metode Penelitian ... 19
Pelaksanaan Penelitian ... 21
Persiapan Lahan ... 21
Persiapan Bahan Organik ... 21
Penanaman dan Aplikasi Pupuk Dasar dan Bahan Organik ... 22
Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat ... 22
Pemeliharaan Tanaman ... 22
Penyiraman ... 22
Penyiangan ... 22
Pembumbunan ... 23
Pengendalian Hama Penyakit ... 23
Panen ... 23
Parameter yang diamati ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25
Pembahasan ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43
Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Rataan nilai reaksi tanah (pHH2O) ... 26
2. Rataan nilai P-Total tanah ... 27
3. Rataan nilai retensi P tanah ... 28
4. Rataan nilai Fe-P tanah ... 30
5. Rataan nilai Al-P tanah ... 31
6. Rataan nilai total P-tersedia tanah ... 32
7. Rataan nilai Persentase C-Organik Tanah ... 34
8. Rataan nilai Serapan P oleh tanaman ... 35
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Hasil analisis sidik ragam reaksi tanah (pH H2O)...
2. Hasil analisis sidik ragam P-total tanah ...
3. Hasil analisis sidik ragam retensi-P di dalam tanah ... 4. Hasil analisis sidik ragam Fe-P tanah ... 5. Hasil analisis sidik ragam Al-P tanah ...
6. Hasil analisis sidik ragam P-tersedia tanah ... 7. Hasil analisis sidik ragam persentase C-Organik tanah ...
ABSTRAK
Andisol merupakan salah satu jenis tanah yang relatif subur namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi ( > 85%) sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Fosfor (P) adalah unsur penting yang berperan penting dalam fotosintesis, perkembangan akar, pembentukan bunga, buah dan biji. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat, beberapa sumber bahan organik, dan interaksi keduanya terhadap ubah bentuk P terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosumL.). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutarayat Kec. Naman Teran Kab. Karo, mulai bulan Februari – Juni 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah Mikroba Pelarut Fosfat (M) dengan empat taraf, yaitu (M0) Tanpa aplikasi Mikroba, (M1) Bakteri Pelarut
Fosfat (30 ml), (M2) Jamur Pelarut Fosfat (30 ml), (M3) Bakteri dan Jamur Pelarut
Fosfat (15 ml + 15 ml). Faktor kedua adalah Sumber Bahan Organik (K) dengan lima taraf, yaitu: (K0) Tanpa Aplikasi Bahan Organik, (K1) Kotoran Sapi (100
g/Tanaman), (K2) Kotoran Ayam (100 g/ Tanaman), (K3) Jerami Padi (100 g/
Tanaman), (K4) Tithonia diversifolia (100 g/ Tanaman). Hasil menunjukkan
bahwa aplikasi MPF dan bahan organik segar dapat meningkatkan P-tersedia di dalam tanah dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosumL.).
PENDAHULUAN Latar Belakang
Andisol merupakan tanah muda yang berkembang dari bahan induk
vulkanik pada ketinggian tempat di atas 700 meter dari permukaan laut, didaerah iklim humid dengan curah hujan tinggi, drainase baik dan tidak pernah kering
total. Andisol berasal dari batuan volkanik yang cukup beragam. Andisol adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi karena dirajai oleh mineral amorf seperti alofan, imogolit, ferihidrit dan
oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas (Mukhlis, 2011).
Permasalahan Andisol yang paling umum adalah nilai retensi fospat yang tinggi ( > 85%) dan sebagian besar fospat terikat oleh koloid liat tanah sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Pemberian pupuk P dan penambahan bahan organik,
masalah kekahatan P pada Andisol dapat diatasi. Meskipun pada Andisol mengandung bahan organik yang tinggi akan tetapi dengan penambahan bahan
organik ke dalam tanah dapat meningkatkan terlepasnya P dari dalam humus tanah oleh proses dekomposisi bahan organik tambahan (Ferela, 2008).
Fosfor (P) adalah unsur penting setelah nitrogen yang berperan penting
dalam fotosintesis, perkembangan akar, pembentukan bunga, buah dan biji. Fosfor yang diserap tanaman adalah fosfat yang sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh
koloid tanah , Fe dan Al sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu usaha untuk mengurangi unsur P yang terikat di dalam tanah.
organik. Mikroorganisme dan bahan organik, masing-masing dapat menghasilkan
asam organik yang mengkhelat logam dalam tanah sehingga fosfat tidak tersedia menjadi tersedia. Pemanfaatan mikroorganisme pelarut fosfat dan bahan organik diharapkan dapat mengatasi masalah P pada tanah masam yang juga dapat
menekan penggunaan pupuk anorganik dan diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan menjaga dan meningkatkan fungsi mikroorganisme tanah
sehingga dapat meningkatkan ketersediaan hara dan juga meningkatkan efektivitas pemupukan.
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas umbi-umbian dengan kebutuhkan fosfor (P) yang lebih tinggi dibanding tanaman hortikultura lainnya. Kentang banyak mendapat perhatian karena memiliki nilai ekonomis
yang cukup tinggi juga berpotensi sebagai sumber karbohidrat alternatif yang dapat menggantikan bahan pangan penghasil karbohidrat lainnya. Peningkatan produktivitas kentang sangat ditunjang oleh sistem pemupukan dan lingkungan
tumbuh yang sesuai. Pemupukan sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman dan dapat memperbaiki kondisi tanah sehingga perakaran
dapat tumbuh baik serta dapat menyerap unsur hara dalam jumlah cukup.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk menggunakan bahan organik berupa pupuk kandang ayam dan sapi serta pupuk hijau titonia dan jerami
Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji pengaruh pemberian mikroba pelarut fosfat dalam meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung.
2. Untuk menguji pengaruh pemberian beberapa bahan organik (kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi dan titonia) dalam meningkatkan
ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung. 3. Untuk menguji pengaruh pemberian mikroba pelarut fosfat dan beberapa
bahan organik (kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi dan titonia) dalam
meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung.
Hipotesis Penelitian
1. Aplikasi mikroba pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung.
2. Aplikasi beberapa bahan organik (kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi dan titonia) dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman
kentang pada Andisol Sinabung.
3. Aplikasi mikroba pelarut fosfat dan beberapa bahan organik (kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi dan titonia) dapat meningkatkan
ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung.
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Andisol
Andisol adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi karena dirajai oleh mineral amorf seperti alofan,
imogolit, ferihidrit dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas (Munir, 1996; Uehara dan Gillman, 1981). Oleh karena itu pengelolaan
Andisol perlu diarahkan untuk menurunkan kemampuan jerapan dan meningkatkan ketersediaan P antara lain dengan menggunakan asam organik dan mikroba pelarut fosfat (Sukmawati, 2011).
Bahan-bahan nonkristalin mempengaruhi konsistensi dan secara nyata menyumbang perkembangan sifat fisik tanah yang baik untuk pertumbuhan akar
tanaman. Andisol memiliki sejumlah besar bahan halus dengan luas permukaan yang tinggi dan kapasitas pegang air yang besar yang disebabkan oleh adanya kompleks Al-humus, imogolit dan ferrihidrit. Keseluruhan komponen ini menjadi
penentu sifat andisol (Mukhlis, 2011).
Tingginya jerapan P oleh alofan yang merupakan komponen mineral
amorf dari Andisol disebabkan oleh tingginya kandungan Fe dan Al amorf dari alofan ( Bohn et al., 1979), permukaan spesifik yang luas (Uehara dan Gillman, 1981) dan pH. Masduqi (2004) mengemukakan bahwa pH asam menyebabkan
tanah bermuatan positif akibat masuknya ion H+ pada lapis oktahedral Al(OH)3
dan membentuk ikatan hidrogen sehingga permukaan partikel alofan menjadi
bermuatan positif dan dapat mengikat ion fospat yang bermuatan negatif. Fenomena ini dapat dituliskan dalam bentuk persamaan reaksi berikut :
Al(OH) 3...H+ + H2PO4- Al(OH) 3...H3PO4 (2)
(Sukmawati, 2011).
Erupsi Gunung Sinabung
Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan
yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar
biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer (Barasa, dkk 2013).
Abu vulkanik yang baru keluar dari gunung berapi berdampak negatif bagi lingkungan. Kandungan abu vulkanik dapat berefek mematikan dan bersifat
toksik, baik bagi manusia, tumbuhan, dan hewan. Komposisi kimia dari abu vulkanik yang bersifat asam dapat mencemari air tanah, merusak tumbuh-tumbuhan, dan apabila bersenyawa dengan air hujan dapat menyebabkan hujan
asam yang bersifat korosif (Suryani, 2014).
Debu volkanik yang kaya dengan mineral liat amorf atau alofan
mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam ini akan dibebaskan oleh proses hancuran iklim. Khelasi antar asam humik dan Al dan Fe tersebut, membentuk khelat logam-humik, yang juga akan meningkatkan retensi humus terhadap
dekomposisi mikrobiologis (Gusbiandha, 2011).
Karakteristik debu vulkanik yang terdapat pada Gunung Merapi memiliki
kandungan P dalam abu volkan berkisar antara rendah sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). KTK (1,77-7,10 me/100g) dan kandungan Mg (0,13-2,40 me/100g), yang
160 ppm), kandungan logam berat Fe (13-57 ppm), Mn (1.5-6,8 ppm), Pb (0,1-0,5
ppm) dan Cd cukup rendah (0,01-0,03 ppm) (Sudaryo dan Sucipto, 2009).
Balitbangtan (2014) menyatakan bahwa abu vulkanik memiliki komposisi logam berat yang rendah diantaranya Fe 0.5-3.1 %, S 0.05-0.32 %, Pb 1.5-4.9 %
dan logam (Cd, As, Ag dan Ni) yang sangat rendah bahkan tidak terdeteksi. Abu vulkanik juga memiliki mineral fragmen batuan 28-37 %, gelas volkan 22-26%,
augit 8-13%, heperstin 10-18%, labradorit 7-10%, bintonit 2-5% dan opak 3-5%.
Fosfor
Fosfor (P) salah satu unsur hara makro yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman, namun kandungannya didalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen (N), kalium (K), dan kalsium (Ca). Tanaman menyerap P dari
dalam tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H2PO4- dan HPO42- yang terdapat
dalam larutan tanah. Ion H2PO4- lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih
masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi bentuk HPO42- lebih dominan.
Disamping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat (Elfiati, 2005).
Fosfor juga merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi tanaman. Kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, meskipun jumlah unsur Fosfor yang
diangkut tanaman sedikit (Windyasmara, dkk 2012).
Fungsi P di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi,
batang yang mati. Daun-daun tua akan terpengaruhi lebih dulu dibandingkan
dengan yang muda. Warna ungu atau kemerah-merahan menunjukkan adanya akumulasi gula yang sering ditunjukkan oleh tanaman jagung dan beberapa tanaman lain yang kekurangan P, defisiensi P juga dapat menyebabkan penundaan
kemasakan. Tanaman biji-bijian yang tumbuh pada tanah-tanah yang kekurangan P menyebabkan pengisian biji berkurang (Winarso, 2005).
Bahan Organik
Usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah adalah dengan penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan
berpengaruh terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Bahan organik merupakan perekat butiran tanah dan sumber unsur hara nitrogen, fosfor,
kalium, dan sulfur sehingga bahan organik mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan di alam, bagian tanaman berupa ranting, daun, cabang, batang dan akar tumbuhan menyediakan
jumlah bahan organik setiap tahunnya (Amrah, 2008).
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada
didalamnya. Bahan organik yang ditambahkan pada Andisol dapat membantu melepaskan P yang terfiksasi (Veldria, 2011).
Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai sumber karbon, dalam
pengertian yang lebih luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber energi
dalam tanah. Tanpa bahan organik, mikroba dalam tanah kekurangan karbon
sebagai pakan sehingga perkembangan populasi dan aktivitasnya terhambat.
Akibatnya, proses mineralisasi hara menjadi unsur yang tersedia bagi tanaman
juga terhambat. Dengan demikian, penambahan bahan organik sangat diperlukan
agar kemampuan tanah dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan untuk
mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman melalui efisiensi
penggunaan pupuk anorganik (kimia) (Eriawan, 2011).
Bahan organik berperan dalam aktivitas biologi yaitu dengan pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah melalui pelepasan
unsur-unsur hara tanah dalam proses dekomposisi sisa-sisa tanaman oleh mikroorganisme dalam tanah (Sugito et al.,1995). Dalam hubungannya dengan kesuburan tanah dan produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang penting adalah mineralisasi dan imobilisasi unsur-unsur hara seperti karbon, N, P, S, fiksasi N2 atau CO2 dari atmosfer dan kelarutan P (Amrah, 2008).
Kotoran Sapi
Pupuk kandang tidak hanya mengandung unsur makro seperti nitrogen
(N), fosfat (P) dan kalium (K), namun pupuk kandang juga mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca),magnesium (Mg), dan mangan (Mn) yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah,
karena pupuk kandang berpengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman (Andayani dan La Sarido, 2013).
penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan
tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan
pukan sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pukan sapi dengan rasio C/Ndi bawah 20. Selain masalah rasio C/N, pemanfaatan pukan sapi
secara langsung juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Petani umumnya menyebutnya sebagai pupuk dingin. Bila pukan dengan kadar air yang tinggi diaplikasikan secara langsung akan memerlukan tenaga yang lebih banyak serta
proses pelepasan amoniak masih berlangsung (Hartatik dan Widowati, 2005). Pupuk kandang mempunyai kandungan unsur hara berbeda-beda karena
masing-masing ternak mempunyai sifat khas tersendiri yang ditentukan oleh jenis makanan dan usia ternak tersebut. Seperti unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang sapi yakni N 2,33 %, P2O5 0,61 %, K2O 1,58 %, Ca 1,04 %, Mg 0,33 %,
Mn 179 ppm dan Zn 70,5 ppm. Pada pupuk kandang ayam unsur haranya N 3,21 %, P2O5 3,21 %,K2O 1,57 %, Ca 1,57 %, Mg 1,44 %, Mn 250 ppm dan Zn 315
ppm (Andayani dan La Sarido, 2013).
Kotoran Ayam
Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih
tinggi dari pukan lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa
pertama. Hal ini terjadi karena pukan ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta
mempunyai kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya (Hartatik dan Widowati, 2005).
Pupuk kandang tidak hanya mengandung unsur makro seperti nitrogen
(N), fosfat (P) dan kalium (K), namun pupuk kandang juga mengandung unsur mikro seperti kalsium (Ca),m agnesium (Mg), dan mangan (Mn) yang dibutuhkan
tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah, karena pupuk kandang berpengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman (Andayani dan La Sarido, 2011).
Pupuk kandang ayam mempunyai kelebihan terutama karena mempunyai kandungan nitrogen (5-8%) dan fosfor (1-2 %) yang lebih tinggi dibandingkan
pupuk kandang yang lain (Donahue et al., 1977; Kirchmann dan Witter, 1992). Hasil penelitian Melati (1990) memperlihatkan bahwa pupuk kandang ayam selain karena kandungan haranya, juga karena kemampuannya meningkatkan
ketersediaan P bagi tanaman (Melati dan Adriani, 2005).
Jerami Padi
Dekomposisi jerami merupakan faktor penting untuk pengembalian nutrisi dan pemelihara kesuburan tanah. Saint dan Broadbent (1977) menyatakan bahwa proses dekomposisi jerami dengan cara dibenamkan ke tanah lebih cepat
dibandingkan dengan cara disebarkan di permukaan tanah pada saat musim hujan. Dekomposisi jerami berjalan cukup cepat pada lahan sawah yang memiliki
drainase sedang dan dilakukan pengolahan tanah secara intensif (Amrah, 2008).
Fungsi biologis jerami adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi
aktivitas organisme tanah dapat memperbaiki ketersediaan hara, siklus hara, dan
pembentukan pori mikro dan makro tanah. Jerami mengandung sedikit unsur hara,
pupuk organik dapat menyediakan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan
mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe; (2) meningkatkan kapasitas tukar
kation (KTK) tanah, dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion
logam seperti Al, Fe, dan Mn, sehingga logam selama logam tersebut tidak
meracuni tanaman (Eriawan, 2011).
Jerami merupakan bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil analisis jerami menunjukkan bahwa kandungan C-organik berkisar
54%-55%, nitrogen 0.78% - 0.84%, fosfor 0.17% - 0.21%, kalium 0.30 - 0.32% dan nisbah C/N berkisar 65.62% - 70.21%. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000)
jerami padi memiliki kandungan hara N berkisar 0.5%-0.8%, P berkisar 0.07%-0.12%, dan Kberkisar 1.2%-1.7%. Sedangkan nisbah C/N jerami padi adalah 80% (Miller, 2000). Dengan demikian kandungan hara pada jerami tersebut tergolong
tinggi (Amrah, 2008).
Titonia diversifolia
Salah satu sumber bahan organik adalah tanaman Titonia diversifolia. Titonia adalah sebangsa semak atau gulma dari famili Asteraceae, mengandung unsur hara yang tinggi, terutama N dan K (Rara, dkk 2013).
Titonia (Tithonia diversifolia) merupakan gulma tahunan yang memiliki potensi besar untuk memperbaiki kesuburan tanah. Daun kering titonia
Adanya peningkatan C-organik disebabkan oleh karbon (C) yang
merupakan penyusun utama dari bahan organik itu sendiri, sehingga penambahan bahan organik seperti bokashi Titonia diversifolia, berarti menambahkadar C-organik. Brady (1990), menyatakan bahwa diantara senyawa karbon yang
sederhana tersebut, CO2 adalah yang paling banyak. Namun karbon dioksida tersebut ada yang hilang ke atmosfer dan sebagian lagi digunakan oleh
mikroorganisme (Rara, dkk 2013).
Bahan organik dapat meningkatkan pH tanah tetapi juga dapat menurunkan pH tanah, tergantung jenis tanah dan macam bahan organiknya.
Peningkatan pH pada pemberian pupuk hijau menunjukkan adanya proses kimia di dalam tanah sebagai akibat proses dekomposisi bahan organik. Lebih lanjut
Ponnamperuma (1984) menyatakan peningkatan pH terjadi pada saat kandungan Al dapat dipertukarkan (Al-dd) tanah tinggi, karena bahan organik dapat mengikat Al sebagai senyawa kompleks. Hal ini mengakibatkan Al tidak terhidrolisis
(Amrah, 2008).
Nilai C/N dari bokashi titonia tergolong sedang yaitu 12,46. Dari
penentuan nisbah C/N maka dapat menentukan laju dekomposisi bahan organik tersebut. Sehingga perombakan bokashi titonia berlangsung cukup cepat karena memiliki nisbah C/N yang tergolong sedang. Pairunan dan Yulius et al., (1987), menyatakan bahwa nisbah C/N sangat menentukan laju dekomposisi bahan organik, yang manabahan organik yang mempunyai nisbah C/N rendah cenderung
Mikroba Pelarut Fosfat
Mikroba tanah merupakan bagian terpenting dari kehidupan di dunia, karena merupakan bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna dan mikroba itu sendiri. Mikroba tanah seperti bakteri pelarut fosfat (BPF)
yang juga berperan penting dalam ekosistemnya sebagai perombak bahan organik, mensintesis dan melepaskan kembali dalam bentuk bahan organik yang tersedia
bagi tanaman, serta dapat mempertahankan ekosistem alam. Secara fungsional bahan organik dan anorganik yang dilepas tanaman kedalam lingkungan berguna untuk keberlangsungan hidup mikroba tanah (Setiadi, 1989). Mikroba tanah
mempunyai peran yang sangat penting dalam proses penguraian bahan organik kompleks yang secara enzimatik akan membebaskan nutrien dari fraksi mineral
tanah sehingga tersedia bagi tanaman (Widawati dan Suliasih, 2006).
Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya
menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat ini dapat berupa bakteri (Pseudomonas, Bacillus, Escheria,
Actinomycetes, dan lain lain) (Dewi, 2007).
Penggunaan bakteri pelarut fosfat (BPF) sebagai agen untuk mengurangi serangan patogen mempunyai keunggulan karena selain meningkatkan
ketersediaan fosfat karena produksi asam organik dan enzim fosfatase juga berfungsi sebagai agen biokontrol (Setiawati dan Mihardja, 2008).
bakteri pelarut fosfat dengan kandungan P-tersedia tanah, semakin tinggi populasi
bakteri pelarut fosfat maka kandungan P-tersedia tanah akan ikut meningkat. Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam format (HCOOH), asetat (CH3COOH), propionat (CH3H2COOH), laktat (HOOCCH), dan fumarat (CHCOOH).
Asam-asamorganik ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2P04- menjadi bebas dari ikatannya dan
tersedia bagi tanaman untuk diserap (Dewi, 2007).
Dalam aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam
organik, diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartrat, dan ά-ketobutirat (Premono,1994; Kim et al., 2002; Hu
Hongqing et al., 2002). Asam-asam organik yang dihasilkan oleh BPF sangat berperan dalam pelarutan fosfat sukar larut dalam medium maupun dalam tanah melalui mekanisme antara lain: kompetisi anion orthophosphate pada tapak
jerapan (Bar-Yosef, 1991), perubahan pH medium, pengikatan logam membentuk logam organik dan chelate oleh ligan organik. Produksi asam organik akan
mempengaruhi pH media (Setiawati dan Mihardja, 2008).
Asam-asam organik yang dihasilkan tersebut akan membentuk kompleks dengan Ca2+dan Fe3+ yang biasanya mengikat P sehingga kelarutan P meningkat (Rao, 1986). Meningkatnya asam-asamorganik tersebut diikuti dengan penurunan pH yang tajam, sehingga mengakibatkan terjadinya pelarutan Ca-P. Selanjutnya,
hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida dapat melarutkan Fe-P dan Al-P, sehingga
jumlah P-larut semakin meningkat (Dermiyati, dkk 2008).
Berbagai spesies mikroorganisme hidup disekitar daerah perakaran tanaman. Salah satu mikroorganisme penting adalah mikroorganisme pelarut
fosfat (MPF). Peranan MPF di dalam tanah adalah membantu melarutkan P yang umumnya dalam bentuk tidak larut seperti AlPO4, FePO4, dan Ca(PO4) 2 menjadi
bentuk terlarut seperti H2PO4-dan HPO42-sehingga dapat digunakan oleh tanaman. MPF umumnya ditemukan sebagai pelarut fosfat anorganik, yaitu sebesar 104 sampai 106 sel per gram tanah dan sebagian besar terdapat pada bagian perakaran
(Gaur et al., 1980). Marlina (1997), melaporkan persentase bakteri pelarut fosfat
terhadap total bakteri tanah adalah 0,03 % sampai dengan 0,11 %
(Niswati, dkk 2007).
Mekanisme mikroorganisme dalam melarutkan P tanah yang terikat dan P yang berasal dari alam diduga karena asam-asam organik yang dihasilkan akan
bereaksi dengan AlPO4, FePO4, dan Ca(PO4)2, dari reaksi tersebut terbentuk
khelat organik dari Al, Fe, dan Ca sehingga P terbebaskan dan larut serta tersedia
untuk tanaman (Subba rao, 1982b Illmer et al., 1995). Menurut Illmer dan Schinner (1995) , jenis bakteri (Pseudomonas sp dan Pseudomonas aurantiogesum) lebih efektif dalam melarutkan P dalam bentuk Ca-P seperti apatit dan brushit, sedangkan jenis fungi (Aspergillus niger dan Penicillum simplicissimum) lebih efektif dalam melarutkan P dari bentuk Al-P (Dewi, 2007).
proses anabolisme dalam sintesis asam amino dan makromolekul yang lain,
sehingga keluarnya senyawa tersebut belum dapat dipahami dengan baik, mengingat BPF tersebut juga membutuhkan untuk kelangsungan metabolismenya. Diduga akibat refleksi genetic, BPF menghasilkan asam-asam organik ini dalam
jumlah berlebih, dan sebagian berdifusi keluar sel karena reaksi keseimbangan osmose (Premono, 1994). Disamping itu, beberapa asam organik ini juga
dihasilkan pada proses fermentasi oleh BPF tertentu karena berubahnya
lingkungan pertumbuhan aerobic menjadi anaerobik (Setiawati dan Mihardja, 2008).
Mekanisme kerja BPF sehingga mampu melarutkan P tanah dan P asal pupuk yang diberikan diduga didasarkan pada sistem sekresi bakteri berupa asam
organik, meningkatnya asam organik biasanya diikuti dengan pembentukan kelat dari Ca dengan asam organik tersebut sehingga P dapat larut dan P tersedia tanah meningkat (Dewi, 2007).
Media selektif MPF yang biasa digunakan untuk isolasi adalah media agar Pikovskaya. MPF yang tumbuh pada media ini akan membentuk koloni yang di
sekelilingnya terdapat daerah bening (zona bening). Daerah bening ini terbentuk karena adanya pelarutan fosfat dari sumber fosfat sukar larut yang ada dalam media oleh asam-asam organik yang dihasilkan koloni mikroba. Waktu yang
diperlukan untuk pertumbuhan, warna, dan besar koloni serta luas daerah bening berbeda-beda tergantung dari jenis MPF. Akan tetapi pada dasarnya semakin luas
dipilih/diisolasi sebagai isolat/strain MPF yang mempunyai potensi untuk dapat
dikembangkan lebih lanjut.
Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)
Kentang merupakan lima kelompok besar makanan pokok dunia selain
gandum, jagung, beras, dan terigu. Bagian utama kentang yang menjadi bahan makanan adalah umbi, yang merupakan sumber karbohidrat, mengandung vitamin
dan mineral cukup tinggi. Kentang merupakan tanaman setahun, bentuk sesunguhnya menyemak dan bersifat menjalar. Batang dan daun berwarna kemerah-merahan (Suryani, 2012).
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi-umbian yang tumbuh baik pada suhu 16-18 °C dan hidup di daerah pegunungan. Kondisi tanah
yang diperlukan adalah berdrainase baik dan agak terhambat dengan kapasitas pertukaran kation > 16 cmol (+) /kg dan kejenuhan basa > 35% serta kemasaman tanah berkisar 5,6 – 7,0. Kentang juga membutuhkan bahan organik tanah yang
cukup tinggi untuk mendukung pertumbuhannya (Ferela, 2008).
Peningkatan produktivitas kentang sangat ditunjang oleh sistem
pemupukan dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah besar adalah unsur hara makro primer yaitu Nitrogen (N), fosfor (P) dan Kalium (K). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemberian unsur hara N, P dan K adalah penting untuk perkembangan umbi kentang (Rosliani et al., 1998). Re-komendasi pemupukan untuk kentang
Sebagai sumber karbohidrat, kalori, mineral dan protein, pengembangan
tanaman kentang memiliki prospek yang sangat besar untuk menunjang program diverifikasi pangan , bahan baku industry dan komoditas ekspor. Umbi kentang dapat diolah menjadi bermacam-macam hasil olahan seperti kentang goreng,
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di desa Kutarayat Kecamatan Namanteran dengan ketinggian tempat 1400 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dimulai
pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2015.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi kentang sebagai tanaman indikator, bahan organik (kotoran sapi, kotoran ayam, jerami padi, titonia) sebagai sumber asam-asam organik, mikroba pelarut fosfat, pupuk kimia
(Urea, KCl, SP36) sebagai sumber unsur hara, dan air untuk menyiram tanaman.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk mengolah
lahan, parang untuk mencincang jerami padi dan titonia, kantong plastik sebagai tempat bahan organik, erlenmeyer sebagai wadah mikroba sebelum di aplikasi, gelas ukur untuk mengukur volume mikroba yang akan di aplikasi, timbangan
untuk menimbang pupuk, plastik katup sebagai tempat pupuk kimia, meteran untuk mengukur lahan dan jarak tanam, plakat untuk membuat tanda perlakuan
dan kamera sebagai alat dokumentasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK)
faktorial dengan menggunakan 2 faktor. Faktor I adalah mikroba pelarut fosfat dan Faktor II adalah beberapa sumber bahan organik (kotoran sapi, kotoran ayam,
Faktor 1: Mikroba Pelarut Fosfat, yaitu:
M0 : Tanpa aplikasi MPF
M1 : Bakteri 30 mL
M2 : Jamur 30 mL
M3 : Jamur 15 mL & Bakteri 15 mL
Faktor 2: Beberapa sumber bahan organik, yaitu:
K0 : Tanpa bahan organik
K1 : Kotoran Sapi 100 g/tanaman
K2 : Kotoran Ayam 100 g/tanaman
K3 : Jerami Padi 100 g/tanaman
K4 : Tithonia diversifolia 100 g/tanaman
Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi, yaitu : M0K0 M1K0 M2K0 M3K0
M0K1 M1K1 M2K1 M3K1
M0K2 M1K2 M2K2 M3K2
M0K3 M1K3 M2K3 M3K3
M0K4 M1K4 M2K4 M3K4
Jumlah kombinasi perlakuan = 20
Jumlah ulangan = 2
Jumlah petak penelitian = 40 Jumlah tanaman / petak = 5
Jumlah sampel / petak = 1
Jumlah tanaman seluruhnya = 200 tanaman
Jumlah sampel seluruhnya = 40 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
dimana:
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi mikroba pelarut fosfat
pada taraf ke- j dan bahan organik pada taraf ke-k
µ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh blok ke-i
αj = Pengaruh mikroba pelarut fosfat pada taraf ke- j
βk = Pengaruh bahan organik pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi MPF pada taraf ke- j dan BO pada taraf ke-k εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan MPF pada
taraf ke- j dan BO pada taraf ke-k.
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan
Areal penelitian dibersihkan dari gulma kemudian lahan diukur dan dilakukan pembuatan plot/bedengan dengan luas 150 cm x 50 cm dengan jarak
antar plot 50 cm dan jarak antar blok 100 cm.
Persiapan Bahan Organik
Bahan organik kemudian diaplikasikan ke tiap lubang tanam sesuai dengan
perlakuannya.
Penanaman dan Aplikasi Pupuk Dasar serta Bahan Organik
Penanaman dilakukan dengan terlebih dahulu memberi bahan organik dan
pupuk dasar (Urea 7,8 g, KCl 10 g, dan SP36 10 g) pada tiap lubang tanam,
kemudian ditutup dengan tanah dan ditanam umbi kentang sebanyak 1
umbi/lubang tanam, lalu ditutup kembali dengan tanah (bahan organik
pupuk dasar tanah umbi kentang tanah). Umbi di tanam dengan mata tunas keatas.
Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat
Diambil biakan mikroba pikoxsky cair kemudian diaplikasikan sebanyak
30 mL pada tiap tanaman sesuai perlakuan 2 minggu setelah tanaman tumbuh. Diaplikasikan dengan cara mengorek tanah sekitar lubang tanam dan menuang media pada tanah yang dikorek, kemudian ditutup kembali dengan tanah.
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi-sore) atau tergantung kondisi cuaca dilapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang berada dalam guludan dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada diluar
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan untuk membentuk dan meninggikan guludan supaya perakaran dan umbi kentang dapat tumbuh optimal.
Pemupukan
Pemupukan (Urea 7,8 g, KCl 10 g, dan SP36 10 g) dilakukan 2 minggu
setelah tanaman tumbuh, bersamaan saat pengaplikasian mikroba pelarut fosfat.
Pemupukan dilakukan dengan cara menyebarkan pupuk disekitar lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah.
Pengendalian Hama Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan gejala yang terdapat dilapangan dengan sistem pengendalian hama terpadu.
Panen
Pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 80 – 100 hari. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan cangkul untuk membongkar umbi
dari dalam tanah. Tanaman kentang yang siap dipanen ditandai dengan perubahan warna daun (hijau segar menjadi kekuningan/bukan karena penyakit), namun
untuk menguji kematangan umbi dilakukan dengan menggesek umbi kentang dengan kentang lainnya atau menggunakan ibu jari.
Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati meliputi : 1. P_ Total
2. P_ tersedia tanah, metode Bray II. 3. pH tanah (H2O)
5. C-organik (%), metode Walkley dan Black
6. Al-P, Metode Fraksioasi P II 7. Fe-P, Metode Fraksioasi P III
8. Serapan P oleh tanaman dilakukan dengan mengalikan kadar P-daun
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi mikroba pelarut fospat (MPF) berpengaruh nyata dalam
meningkatkan reaksi tanah (pH H2O) dan P-total, P-tersedia, serapan P, Al-P,
C-Organik dan Produksi tanaman. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap
parameter retensi-P dan Fe-P tanah.
Pada aplikasi bahan organik segar berpengaruh nyata dalam meningkatkan P-tersedia, retensi-P dan Al-P, reaksi tanah (pH H2O), Fe-P dan produksi
tanaman. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter P-total, serapan-P dan C-organik tanah.
Dan pada interaksi keduanya mikroba pelarut fosfat (MPF) dan bahan organik segar berpengaruh nyata dalam meningkatkan tanah (pH H2O), P-tersedia,
serapan P dan Fe-P. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter P-Total,
retensi P, Al-P, C-Organik dan Produksi tanaman.
Reaksi Tanah (pH H2O)
Hasil sidik ragam (Lampiran 1.) menyatakan bahwa aplikasi bahan organik segar, Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pH tanah.
Rataan hasil analisi pH tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam
Tabel 1. Rataan pH tanah H2O dari kombinasi MPF dan bahan organik.
MPF (30 mL/tan)
Reaksi Tanah (pH H2O)
Rataan Sumber Bahan Organik Segar (100 g/tan)
Tanpa
Tanpa aplikasi MPF 4.17ab 4.52bcdef 4.42abcde 4.42abcde 4.65def 4.43
Bakteri 4.36abcd 4.81f 4.10a 4.35abcd 4.76ef 4.47
Jamur 4.58cdef 4.66def 4.75ef 4.43abcde 4.51bcdef 4.58
Bakteri + Jamur 4.17ab 4.59bcdef 4.46bcdef 4.25abc 4.38abcd 4.37
Rataan 4.32 4.64 4.43 4.36 4.57 4.46
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Berdasarkan uji jarak Duncan 5% perlakuan terbaik terdapat pada
interaksi bakteri pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran sapi (M1K1) dengan nilai 4.81 dan tidak berbeda nyata dengan interaksi bakteri pelarut fosfat dan
bahan organik T. diversifolia (M1K4) dengan nilai 4.76 dan interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran ayam (M2K2) dengan nilai 4.75. Namun sangat berbeda nyata pada interaksi bakteri pelarut fosfat dengan bahan
organik kotoran ayam (M1K2) dengan nilai 4.10 yang tidak berbeda nyata dengan tanpa aplikasi MPF dan bahan organik atau control (M0K0) dengan nilai 4.17.
Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion H+ di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, maka akan semakin masam reaksi tanah tersebut. Hasil analisis tanah Andisol Sinabung setelah aplikasi MPF dan
bahan organik segar menunjukkan adanya peningkatan kadar ion H+ di dalam tanah, dengan kata lain reaksi tanah semakin asam. Hal ini dikarenakan pH tanah
mengalami penurunan, sebelum aplikasi perlakuan nilai pH sebesar 5.5 dan setelah aplikasi perlakuan nilai pH menurun menjadi 3 - 4.
P-Total
hanya aplikasi bahan organik segar dan interaksinya dengan Mikroba Pelarut
Fosfat (MPF) berpengaruh tidak nyata terhadap P-total tanah.
Rataan hasil analisis P-total tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan
dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2. Rataan P-total tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik.
MPF 30 mL/Tan
P-total Tanah (ppm)
Rataan
Sumber Bahan Organik Segar (100 g/Tan)
Tanpa
Tanpa aplikasi MPF 3517.27 3487.35 3474.90 3689.62 4124.29 3658.68a
Bakteri 3928.51 3753.09 3449.74 4126.26 3822.67 3816.0ab
Jamur 4051.22 3738.68 4134.96 3997.71 4084.87 4001.49b
Bakteri + Jamur 3654.30 3880.47 3694.64 3806.03 3847.93 3776.67a
Rataan 3787.8 3714.9 3688.56 3904.90 3969.94 3813.22
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Dari tabel. 2 dapat dilihat bahwa uji jarak Duncan 5% pada perlakuan
pemberian MPF diperoleh bahwa rataan tertinggi terdapat pada aplikasi jamur pelarut fospat (M2) yaitu sebesar 4001.49 dan tidak berbeda nyata dengan aplikasi bakteri pelarut fosfat (M1) dengan nilai 3816.0. Namun berbeda nyata dengan
aplikasi bakteri dan jamur pelarut fosfat (M3) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan control (M0) dengan nilai 3658.68.
P-total adalah jumlah P di dalam tanah baik yang tersedia maupun yang
tidak tersedia atau terikat oleh unsur lain. Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Jumlah P dalam tanaman lebih kecil
dibandingkan dengan nitrogen (N) dan kalium (K). Tetapi, P dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Tanaman menyerap P dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2PO4-) dan ion orthofosfat sekunder (HPO42-). Tanah Andisol Sinabung
Banyaknya jumlah P yang terdapat di dalam tanah tidak menjamin
tanaman di atasnya dapat menyerap unsur P sesuai kebutuhannya. Karena
keberadaan unsur P di dalam tanah sangat mobile. Pada keadaan asam (pH rendah) P akan diikat oleh logam seperti Al, Fe sedangkan pada keadaan basa
(pH tinggi) P akan diikat oleh logam seperti Ca, dll. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elfiati (2005) yang menyatakan bahwa pada tanah masam, P
bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P dan Occluded-P, sedangkan pada tanah bereaksi basa, pada umumnya P bersenyawa sebagai Ca-P. Jadi, ketersediaan P di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah.
Retensi P
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 3.) menyatakan bahwa pemberian bahan organik segar berpengaruh nyata terhadap retensi-P tanah
sedangkan dengan hanya aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan interaksinya dengan bahan organik segar berpengaruh tidak nyata pada retensi-P tanah.
Rataan hasil analisi retensi-P tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi
Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 3. Rataan Retensi P tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30
mL/Tan
Retensi P (ppm)
Rataan Sumber Bahan Organik Segar (100 g/Tan)
Tanpa
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
organik jerami padi berpengaruh nyata menurunkan retensi-P didalam tanah (K3)
dengan nilai rataan 95.94 yang tidak berbeda nyata dengan aplikasi bahan organik lainnya yaitu bahan organik T. diversifolia (K4) dengan nilai 95.96, bahan organik kotoran sapi (K1) dengan nilai 96.10 dan bahan organik kotoran ayam (K2)
dengan nilai 96.16 namun berbeda nyata dengan perlakuan control (K0) dengan nilai 96.96. Retensi P tertinggi terdapat pada perlakuan control (M0K0). Hal ini
dikarenakan tidak ada aplikasi MPF maupun bahan organik segar sehingga P yang diretensi lebih tinggi dari perlakuan lain. Sementara untuk perlakuan lainnya, ada MPF ataupun bahan organik yang diaplikasikan yang dapat menghasilkan asam
organik yang dapat mengkhelat logam yang mengikat unsur P. Namun untuk retensi P terendah terdapat pada kombinasi perlakuan BPF dan bahan organik
kotoran sapi (M1K1), dan secara keseluruhan perlakuan terbaik terdapat pada pemberian jamur pelarut fosfat (M2) karena jamur lebih toleran hidup di tanah masam dibanding bakteri.
Retensi P tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (tanpa aplikasi MPF dan bahan organik). Sedangkan untuk perlakuan lainnya lebih rendah. Hal ini
dikarenakan sifat kimia tanah Andisol yang banyak meretensi P oleh rendahnya pH tanah yang mengakibatkan banyaknya terdapat logam-logam seperti Fe dan Al yang dapat memfiksasi P. Pada perlakuan lainnya terdapat interaksi MPF dan
bahan organik yang akan menghasilkan asam-asam organik yang mampu mengkhelat logam sehingga retensi P mengalami penurunan.
Fe-P
(MPF) berpengaruh nyata terhadap Fe-P tanah sedangkan dengan hanya aplikasi
MPF berpengaruh tidak nyata terhadap Fe-P tanah Andisol Sinabung.
Rataan hasil analisi Fe-P tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam
tabel di bawah ini :
Tabel 4. Rataan Fe- P tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik.
MPF 30 mL/Tan
Fe-P (ppm)
Rataan Sumber Bahan Organik Segar (100 g/Tan)
Tanpa
Tanpa aplikasi MPF 615.0abcd 672.0cd 651.5bcd 562.5ab 644.5abcd 629.1
Bakteri 606.5abcd 660.0bcd 575.0abc 570.0abc 687.5d 619.8
Jamur 568.0abc 686.0d 654.0bcd 638.0abcd 543.0a 617.8
Bakteri + Jamur 657.0bcd 687.0d 581.5abcd 686.0d 575.0abc 637.3
Rataan 611.63 676.25 615.50 614.13 612.50 626.00
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Dari tabel uji jarak Duncan 5% diatas, dapat diketahui bahwa interaksi
MPF dan bahan organik berpengaruh nyata pada Fe-P. Perlakuan terbaik terdapat pada interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik T. diversifolia (M2K4) dengan nilai 543.0 dan tidak berbeda nyata dengan interaksi tanpa MPF dan bahan organik jerami padi (M0K3) dengan nilai 562.5 tetapi berbeda nyata dengan interaksi bakteri pelarut fosfat dan bahan organik T. diversifolia (M1K4) dengan nilai 687.5, interaksi jamur dan bakteri pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran sapi (M3K1) dengan nilai 687.0 dan interaksi jamur pelarut fosfat dengan
bahan organik kotoran sapi (M2K1) dengan nilai 686.0.
Pemberian MPF dan bahan organik dapat mengurangi jumlah Fe yang bersenyawa dengan P. Hal ini dapat kita lihat dari data pada table 4, Fe-P lebih
satu unsur paling banyak mengikat P dalam tanah sehingga menjadi tidak tersedia
bagi tanaman adalah Fe.
Pada tanah dengan pH yang rendah, konsentrasi ion Al dan Fe tinggi dan akan bereaksi dengan fosfat membentuk Fe-P dan Al-P yang tidak larut.
Peningkatan Al-P lebih besar dari pada Fe-P dan pada tanah masam, bentuk Al-P relatif lebih mudah larut dan dapat berubah bentuk menjadi Fe-P, dengan kata lain
P yang larut dari Al-P akan difiksasi kembali oleh Fe menjadi Fe-P.
Al-P
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 5.) menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Posfat (MPF) dan bahan organik segar berpengaruh
nyata terhadap Al-P tanah sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap Al-P tanah Andisol Sinabung.
Rataan hasil analisi Al-P tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 5. Rataan Al- P tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik.
MPF 30 mL/Tan
Al-P (ppm)
Rataan Sumber Bahan Organik Segar (100 g/Tan)
Tanpa
Rataan 2338.5ab 2301.88a 2523.5bc 2546.4c 2678.5c
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Berdasarkan uji jarak Duncan 5% diketahui bahwa perlakuan tunggal MPF dan bahan organik berpengaruh sangat nyata pada fraksionasi P oleh Al.
nilai rataan 2310.1 dan tidak berbeda nyata dengan pemberian bakteri dan jamur
pelarut fosfat (M3) dengan nilai rataan 2432.4 sedangkan perlakuan terbaik pada pemberian bahan organik adalah terdapat pada perlakuan pemberian kotoran sapi (K1) dengan nilai rataan 2301.88 yang berbeda nyata dengan memberi bahan
organik T. diversifolia (K4) dengan nilai rataan 2678.5 dan tidak berbeda nyata dengan pemberian bahan organik jerami padi (K3) dengan nilai rataan 2546.38.
P-Tersedia
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6.) menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan interaksinya dengan bahan organik
berpengaruh nyata terhadap P-tersedia tanah sedangkan dengan hanya aplikasi bahan organik berpengaruh tidak nyata terhadap P-tersedia Andisol Sinabung.
Rataan hasil analisis P-tersedia tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 6. Rataan P-tersedia tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik.
MPF 30 mL/Tan
P-Tersedia (ppm)
Rataan Sumber Bahan Organik Segar (100 g/Tan)
Tanpa
Tanpa aplikasi MPF 99.30a 123.89abcd 114.16ab 125.90abcde 177.47h 128.14
Bakteri 116.12abc 142.65bcdef 140.99bcdef 166.34fgh 136.86bcdef 140.59
Jamur 148.37bcdef 144.00bcdef 168.84fgh 152.87cdefg 162.09efgh 155.23
Bakteri + Jamur 149.48bcdef 170.50gh 141.71bcdef 132.25abcde 154.06defgh 149.60
Rataan 128.31 145.26 141.42 144.34 157.62 143.39
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Berdasarkan uji jarak Duncan 5% pada interaksi bahan organik dan MPF
diperoleh bahwa perlakuan terbaik terdapat pada interaksi tanpa MPF dengan bahan organik T. diversifolia (M0K4) dengan nilai 177.47 dan tidak berbeda nyata dengan interaksi bakteri dan jamur pelarut fosfat dengan bahan organik
perlakuan tanpa MPF dan bahan organik kotoran ayam (M0K2) dengan nilai
114.16 dan perlakuan control (M0K0) dengan nilai 99.30.
Perlakuan terbaik terdapat pada interaksi tanpa aplikasi MPF dengan bahan organik T. diversifolia (M0K4). Hal ini dikarenakan bahan organik T.
diversifolia lebih mudah melapuk atau terdekomposisi karena mempunyai nilai C/N yang lebih rendah dibanding bahan organik lainnya, sehingga unsur P yang
terkandung didalam T. diversifolia bisa langsung tersedia sedangkan untuk bahan organik lainnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terdekomposisi. Hal ini sesuai dengan literatur Rara, dkk (2013) yang menyatakan bahwa nilai C/N
dari bokashi T. diversifolia tergolong sedang yaitu 12.46 sehingga perombakan bokashi T. diversifolia berlangsung cukup cepat.
C-Organik
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 7.) menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) berpengaruh nyata terhadap C-Organik
tanah sedangkan dengan hanya aplikasi bahan organik segar dan interaksinya dengan MPF berpengaruh tidak nyata terhadap C-Organik tanah Andisol
Sinabung.
Rataan hasil analisis C-Organik tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 7. Rataan C-Organik tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik.
MPF 30 mL/Tan
C-Organik (%)
Rataan Sumber Bahan Organik Segar (100 g/Tan)
Tanpa
Berdasarkan uji jarak Duncan 5% pada perlakuan tunggal MPF diperoleh
bahwa perlakuan terbaik terdapat pada pemberian jamur pelarut fosfat (M2) dengan nilai rataan 3.98 dan berbeda nyata dengan pemberian bakteri pelarut fosfat (M1) dengan nilai rataan 3.64 dan pemberian bakteri dan jamur pelarut
fosfat (M3) dengan nilai rataan 3.95.
Kombinasi perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan jamur pelarut fosfat
dan interaksinya dengan bahan organik jerami padi (M2K3). Aplikasi MPF dan bahan organik menyebabkan persentasi C-Organik meningkat. Di lain sisi, bahan organik jerami padi memiliki kandungan C-organik yang tinggi berkisar 54% -
55% dan bahan organik dapat menjadi sumber nutrisi bagi mikroba tanah sehinggadapat meningkatkan aktivitas biologi tanah dimana C-organik juga akan
mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan literatur Amrah (2008) yang menyatakan bahwa bahan organik berperan dalam aktivitas biologi yaitu dengan pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah melalui
pelepasan unsure-unsur hara tanah dalam proses dekomposisi sisa-sisa tanaman oleh mikroorganisme dalam tanah.
Penambahan bahan organik dapat meningkatkan jumlah C-organik di dalam tanah. C-organik selain mampu meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah juga merupakan sumber nutrisi bagi mikroba yang hidup di dalamnya.
Semakin tinggi kadar C-organik di dalam tanah maka akan semakin tinggi aktivitas mikroba di dalam tanah dan akan semakin tinggi pula unsur hara yang
pembatas terhadap aktivitas mikroba, namun ketersediaan C jauh lebih penting
dibanding ketersediaan P dalam meningkatkan aktivitas mikroba.
Serapan P
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 8.) menyatakan bahwa perlakuan
tunggal Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan interaksinya dengan bahan organik segar berpengaruh nyata terhadap Serapan-P tanah sedangkan hanya aplikasi
bahan organik segar berpengaruh tidak nyata terhadap serapan-P tanah Andisol Sinabung.
Rataan hasil analisis serapan-P tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi
Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 8. Rataan Serapan-P tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik.
MPF 30 mL/Tan
Serapan P (ppm)
Rataan Sumber Bahan Organik Segar (100 g/Tan)
Tanpa
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%
Dari tabel uji jarak Duncan 5% diatas terlihat bahwa pada perlakuan interaksi MPF dan bahan organik didapat perlakuan terbaik pada interaksi jamur
pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran ayam (M2K2) dengan nilai 12.91 dan tidak berbeda nyata dengan interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik
kotoran sapi (M2K1) dengan nilai 12.35 tetapi berbeda nyata dengan tanpa MPF dan bahan organik T. diversifolia (M0K4) dengan nilai 5.47, interaksi tanpa MPF dan bahan organik kotoran ayam (M0K2) dengan nilai 5.88 dan perlakuan control
Perlakuan terbaik terdapat pada interaksi jamur pelarut fosfat dengan
bahan organik kotoran ayam (M2K2). Serapannya lebih tinggi dari perlakuan lain, dan berbanding terbalik dengan tanpa aplikasi MPF yang dikombinasikan dengan bahan organik titonia (M0K4). Serapan-P pada M0K4 lebih rendah dari perlakuan
kombinasi lainnya, sementara P-tersedia justru lebih tinggi pada perlakuan M0K4, hal ini dikarenakan P yang tersedia bagi tanaman hanya diserap tanaman dalam
jumlah yang rendah yang juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.
Produksi
Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 9.) menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Fosfat (MPF), bahan organik segar dan interaksi
keduanya berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman kentang pada tanah Andisol Sinabung.
Rataan hasil analisis produksi tanaman tanah Andisol Sinabung dengan
aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini :
Tabel 9. Rataan Produksi tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik.
MPF 30 mL/Tan
Produksi (g)
Rataan Sumber Bahan Organik Segar (100 g/Tan)
Tanpa
Tanpa aplikasi MPF 415.0ab 562.5abcde 778.5defgh 612.5abcdef 455.0abc 564.70
Bakteri 395.5a 583.0abcde 879.0gh 639.5bcdefg 803.0defgh 660.00
Jamur 665.0cdefg 800.5efgh 930.34h 715.5defgh 738.0defgh 769.87
Bakteri + Jamur 547.0abcd 599.0cdefg 657.5cdefg 560.0abcde 846.0fgh 641.90
Rataan 505.63 636.25 811.33 631.88 710.50 656.62
Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %
Berdasarkan tabel uji jarak Duncan 5% diatas diketahui bahwa perlakuan
interaksi bakteri pelarut fosfat (M1) dengan tanpa aplikasi bahan organik (K0)
dengan nilai rataan 395.5.
Pembahasan
Meningkatnya kadar ion H+ di dalam tanah (pH semakin asam) dikarenakan MPF dan bahan organik yang diaplikasikan kedalam tanah dapat menghasilkan asam-asam organik yang mampu meningkatkan keasaman di dalam
tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan (1995) yang menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik mampu melepas atau membentuk sejumlah senyawa asam organik yang mempunyai kapasitas untuk mengkhelat ion-ion logam. pH
tanah yang menurun juga dipengaruhi oleh penambahan abu vulkanik yang berkelanjutan oleh adanya erupsi gunung Sinabung dimana debu vulkanik
memiliki pH yang rendah dengan kisaran 3 – 4.
Dari data yang diperoleh berdasarkan data hasil analisis didapat bahwa pH tanah pada pemberian kotoran sapi lebih tinggi dari perlakuan lainnya, hal ini
dikarenakan kotoran sapi memiliki kandungan air yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literature Lingga (1991) yang menyatakan bahwa kandungan air pupuk
kandang sapi segar mencapai 80% sedangkan kotoran ayam hanya mencapai 57%. Kandungan air ini dapat menaikkan pH tanah walaupun tidak signifikan.
Asam-asam organik yang dihasilkan mikroba dan bahan organik dalam
tanah selain mampu meningkatkan kadar ion H+ juga mampu mengkhelat logam-logam yang mengikat unsur P sehingga unsur P yang terikat oleh logam-logam menjadi
asam-asam organik yang dapat mengkhelat logam seperti Al3+, Fe2+ dan Mn2+. Penurunan pH oleh asam-asam organik yang dihasilkan oleh MPF dan bahan organik tidak berpengaruh pada keberadaan logam yang dapat meretensi P di dalam tanah.
Retensi P oleh logam Al dan Fe sangat tinggi sehingga mengakibatkan P dalam tanah tidak tersedia untuk diserap tanaman. Tingginya fiksasi P oleh logam
sangat dipengaruhi kondisi pH tanah. Pada pH rendah (reaksi tanah asam), logam Fe dan Al akan mengikat P dalam jumlah yang besar. Hal ini sesuai dengan literature Tan (1992) yang menyatakan bahwa semakin rendah pH tanah maka
semakin besar konsentrasi Al, dan Fe yang dapat larut, sehingga akan semakin besar pula jumlah fosfor yang diikatnya. Namun, dengan pemberian MPF dan
bahan organik dapat menekan Al dan Fe dalam memfiksasi unsur P didalam tanah sehingga retensi P oleh Al dan Fe mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan MPF dan bahan organik mampu menghasilkan asam-asam organik yang mampu
mengkhelat logam seperti Al dan Fe di dalam tanah sehingga unsur P menjadi terlepas dan menjadi tersedia bagi tanaman.
Ketersediaan P di dalam tanah mengalami peningkatan setelah aplikasi bahan organik segar dan MPF. Aplikasi bahan organik dan MPF ini dapat menghasilkan asam organik yang dapat mengkhelat logam yang mengikat unsur P
di dalam tanah, sehingga P yang awalnya tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santosa (2007) yang menyatakan
membentuk senyawa komplek dengan ion (kation) logam yang biasa disebut
chelate. Asam-asam organik meng-chelate Al, Fe atau Ca, mengakibatkan fosfat terlepas dari ikatan AlPO4.2H2O, FePO4.2H2O, atau Ca3(PO4)2 sehingga
meningkatkan kadar fosfat-terlarut dalam tanah. Keadaan ini akan meningkatkan
ketersediaan fosfat dalam larutan tanah.
P-tersedia pada interaksi tanpa pemberian MPF dan bahan organik
T. diversifolia (M0K4) terlihat lebih tinggi dari perlakuan yang lainnya dan tidak jauh berbeda dengan interaksi bakteri dan jamur pelarut fosfat dengan kotoran sapi (M3K1). Hal ini dikarenakan T. diversifolia memiliki C/N yang lebih rendah sehingga lebih mudah terdekomposisi dari bahan organik yang lainnya dan menjadi sumber nutrisi bagi mikroba sedangkan kotoran sapi memiliki kadar air
yang lebih tinggi dari bahan organik yang lain dimana hal ini dapat meningkatkan aktivitas mikroba di dalam tanah karena mikroba menyukai kondisi tanah yang lebih lembab. Disisi lain, serapan-P pada interaksi MPF dan bahan organik
T. diversifolia (M0K4) terlihat rendah sementara yang tersedia tinggi hal ini dikarenakan pertumbuhan tanaman yang kurang baik dimana akan mempengaruhi
kemampuannya dalam menyerap unsur P dari dalam tanah. Antara serapan-P dan P-tersedia ada hubungan timal balik sehingga semakin kecil serapan P oleh tanaman, maka akan semakin tinggi pula P tersedia di dalam tanah dan hal ini
Gambar 1. Grafik P-Tersedia Tanah Akibat Aplikasi MPF dan Bahan Organik.
Tanaman menyerap fosfor dalam jumlah besar dalam bentuk ion-ion ortofosfat yaitu H2PO4- dan HPO42-. Konsentrasi ion ini di dalam tanah selalu
rendah. Kadar dan jumlahnya di dalam tanah masing-masing tergantung pada pH tanah. H2PO4- di jumpai pada tanah masam, sedangkan HPO42- umumnya
dijumpai pada tanah dengan pH di atas 7.0. Pemberian mikroba pelarut (MPF) dan
bahan organik dapat menghasilkan asam-asam organik yang efisien dalam meningkatkan serapan-P pada akar dan tajuk dikarenakan fosfor yang fiksasi oleh
logam-logam menjadi tersedia bagi tanaman. Rendahnya efisiensi serapan P berhubungan dengan faktor lingkungan yang dimanipulasi. Hal ini sesuai pernyataan Effendy (2008) yang menyatakan bahwa konsentrasi P yang pekat
dapat menimbulkan gangguan pada system perakaran yang menyebabkan kemampuan menyerap unsure hara P berkurang.
Pemberian MPF dan bahan organik akan meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah yang juga berpengaruh pada peningkatan produksi tanaman. Hal ini dikarenakan P berperan penting pada proses metabolisme tanaman sehingga P
disebut sebagai Dari data hasil produksi yang diperoleh dapat diketahui bahwa pemberian bahan organik dan mikroba pelarut fosfat (MPF) dapat meningkatkan
hasil produksi. Hal ini dikarenakan bahwa ketersediaan P di dalam tanah dapat
meningkatkan produksi tanaman. Hal ini tidak lepas dari fungsi utama P di dalam tubuh tanaman yaitu sebagai unsur yang berperan penting dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan
pembesaran sel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mas’ud (1993) yang menyatakan bahwa fosfor berperan penting dalam proses penyimpanan dan
pemindahan energy di dalam tubuh tanaman. Ketidakcukupan P bagi tanaman dapat menyebabkan tanaman tidak tumbuh maksimum. Berikut grafik produksi tanaman setelah aplikasi perlakuan :
Gambar 2. Grafik Produksi Kentang Akibat Aplikasi MPF dan Bahan Organik.
Meningkatnya produksi tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan P di dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman. Banyaknya jumlah P di dalam tanah tetap
tidak memberi pengaruh pada pertumbuhan dan produksi jika keberadaannya tidak tersedia. Tanah Andisol Sinabung merupakan lahan yang telah jenuh dengan pemupukan P, dicirikan dengan tingginya kandungan P-total tanah namun
kandungan P-tersedia sangat rendah. Lahan dengan kondisi seperti ini sudah tidak respon atau tanggap lagi pada pemupukan P. Tingginya kandungan P-total tanah
berimbang. Hal ini sesuai pernyataan Ernita (2004) yang menyatakan bahwa dosis
pupuk yang sering digunakan secara tidak berimbang dapat menjadikan lahan jenuh terhadap pemupukan. Namun penambahan MPF dan bahan organik dapat meningkatkan P-tersedia tanah dikarenakan MPF dan bahan organik
menghasilkan asam-asam organik yang dapat mengklelat logam berat yang mengikat P sehingga P yang tidak tersedia menjadi tersedia dan retensi P semakin
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pemberian mikroba pelarut fospat (MPF) dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada tanah Andisol.
2. Pemberian bahan organik segar dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada tanah Andisol.
3. Interaksi mikroba pelarut fosfat (MPF) dan bahan organik segar dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada tanah Andisol.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jamur pelarut
DAFTAR PUSTAKA
Amrah, M. L. 2008. Pengaruh manajemen jerami terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (oryza sativa l.). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Andayani dan La Sarido. 2013. Uji empat jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai keriting (Capsicum annum L.). J. Agrifor Vol 12 (1).
Balitbangtan, 2014. Hasil kajian dan identifikasi dapak erupsi gunung sinabung pada sector pertanian. Kementerian pertanian.
Barasa, R. F., AbRauf dan M. Sembiring. 2013. Dampak debu vulkanik letusan gunung sinabung terhadap kadar Cu, Pb, dan B tanah di kabupaten karo. J. Onl. Agrotek Vol.1 (4).
Dermiyati., J. Antari., S. Yusnaini dan S. G. Nugroho. 2009. Perubahan populasi mikroorganisme pelarut fosfat pada lahan sawah dengan system pertanian intensif menjadi system pertnian organik berkelanjutan. J. Tanah Trop. Vol. 14 (2) : 143-148
Dewi, A. I. R. 2007. Bakteri pelarut fosfat (BPF). Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Effendi, M. 2008. Perbaikan ketersediaan P dan efisiensi serapan P oleh tanaman bawang prei dengan pemberian asam-asam organik dan CMA pada tanah.
Buana sains vol. 8 (1) : 51-56
Elfiati, D. 2005. Peranan mikroba pelarut fosfat terhadap pertumbuhan tanaman. Repository USU. Fakultas Pertanian.
Eriawan, B. 2011. Jerami padi sebagai bahanorganik di lahan sawah. balai
pengkajian teknologi pertanian (bptp). Jawa Barat.
Ernita, 2004. Pemanfaatan mikroba pelarut fosfat dan mikoriza sebagai alternative pengganti pupuk fosfat pada tanah ultisol kabupaten langkat sumatera utara. Jurnal penelitian bidang ilmu pertanian. Vol. 2 (3).
Ferela, B. D. I. 2008. Efisiensi serapan p pada andisols tawang mangu dengan penambahan vermikompos dan kentang (solanum tuberosum L.) sebagai tanaman indikator. Fakultas pertanian. Universitas sebelas maret. Surakarta.