• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Preferensi Brand Ibu-Ibu Di Kecamatan Medan Tuntungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Preferensi Brand Ibu-Ibu Di Kecamatan Medan Tuntungan"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

STUDI PREFERENSI BRAND IBU-IBU DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

OLEH

TAMBOK MARITO PARDEDE 080502141

PROGRAM STUDI STRATA-I MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

STUDI PREFERENSI BRAND IBU-IBU DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis adanya pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya terhadap loyalitas merek pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada ibu-ibu yang pernah mengkonsumsi mie instan dari beberapa merek produk mie instan pada sembilan kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan. Metode analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan 100

responden sebagai sampel penelitian yang diperoleh berdasarkan teknik purposive

sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya sangat berpengaruh terhadap loyalitas ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan pada suatu merek mie instan tertentu dan juga menunjukkan bahwa Indomie merupakan merek mie instan

yang paling kuat (top of mind) walaupun pada beberapa indikator terjadi

perpindahan merek.

Kata Kunci: Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas, Aset-aset

(3)

ABSTRACT

BRAND PREFERENCE STUDY OF MOTHERS IN SUB DISTRICT MEDAN TUNTUNGAN

The purpose of this research is to determine and analyze the influence of brand awareness, brand associations, perceived quality and brand assets against brand loyalty to the mothers in the sub district Medan Tuntungan.

Primary data collection done through the spread questionnaires to mothers who ever consume some of instant noodles from noodles instance brand product on ward nine in sub district Medan Tuntungan. This research used descriptive analysis techniques. This research using 100 respondents as the sample obtained by purposive sampling methods.

The results shows that brand awareness, brand associations,perceived quality and other brand assets greatly affect the loyalty of mothers in sub district Medan Tuntungan in certain instance a brand noodles and also show that the Indomie instant noodles brand is the most powerful (top of mind) although in some indicators of the brand moving event.

Keywords: Brand Awareness, Brand Associations, Perceived Quality, Other Brand

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan berkatNya

yang melimpah sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Studi Preferensi Brand Ibu-Ibu di Kecamatan Medan Tuntungan”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera

Utara Medan. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kedua Orang Tua tercinta

papi R. Pardede dan terkhusus mami H. R. Nainggolan untuk kasih, doa dan

dukungan terbaik yang diberikan kepada peneliti.

Pada kesempatan ini pula peneliti ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenty Sadalia, SE., M.Ec., selaku Ketua Departemen Manajemen

dan Ibu Dra. Marhayanie, MSi. selaku Sekretaris Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Endang Sulistiya Rini, SE., M.Si., selaku Ketua Program Studi

Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Nisrul Irawaty, MBA, selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan dukungan dan arahan kepada peneliti selama masa perkuliahan.

5. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE., M.Si., selaku dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu dan memberikan dukungan serta memberikan

(5)

6. Ibu Dra. Ulfah, MSi., selaku dosen pembaca dan penilai yang telah

memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada

peneliti selama mengikuti perkuliahan serta seluruh Pegawai Departemen

Manajemen yang telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi ini.

8. Saudara-saudara ku tersayang Kak Eva, Kak Yani, Kak Endang, adek ku

Ishak Immanuel dan Unita yang telah banyak mendukung baik moriil maupun

materiil.

9. Sahabat-sahabat ku Valent, Vita, Devi, Budi, Nanda, Qaedy, Dony, Sumandi,

dan Edy Fransius yang selalu mendukung dan membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini . Sahabat terkasih Markus B.T Sirait yang selalu

memberikan perhatian, motivasi, dan saran. God Bless our friendship...

10. Teman-teman seperjuangan Manajemen stambuk 2008 yang telah banyak

membantu dan tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Akhir kata peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

peneliti lainnya.

Medan, Oktober 2012 Peneliti

(6)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis ... 11

2.1.1 Produk (Product) ... 11

2.1.2 Merek (Brand) dan Preferensi Merek ... 13

2.1.2.1 Pengertian Merek ... 13

2.1.2.2 Pengertian Preferensi Merek ... 18

2.1.3 Ekuitas Merek (Brand Equity) ... 19

2.1.3.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness) .. 20

2.1.3.2 Asosiasi (Brand Association) ... 24

2.1.3.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality) .. 27

2.1.3.4 Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets) ... 28

2.1.4 Loyalitas Merek ... 29

2.1.5 Perilaku Konsumen ... 31

2.1.5.1 Pengertian Perilaku Konsumen ... 31

2.1.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen ... 32

2.1.6 Proses Keputusan Pembelian ... 37

2.2 Penelitian Terdahulu ... 39

2.3 Kerangka Konseptual ... 41

2.4 Hipotesis ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 44

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

3.3 Batasan Operasional ... 44

(7)

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 47

3.6 Jenis Data ... 48

3.7 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.8 Teknik Analisis Deskriptif ... 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Tuntungan ... 50

4.2 Analisis Deskriptif ... 52

4.2.1 Kesadaran Merek ... 52

4.2.2 Asosiasi Merek ... 56

4.2.3 Persepsi Kualitas ... 59

4.2.4 Aset-aset Merek Lainnya ... 65

4.2.5 Loyalitas Merek ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 73

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan di KecamatanMedan

Tuntungan Tahun 2011 ... 8

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011 ... 8

Tabel 2.1 Pertimbangan Perusahaan untuk Produk Konsumen ... 12

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 46

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 51

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 51

Tabel 4.3 Jumlah Responden Tiap Merek Mie Instan ... 52

Tabel 4.4 Jumlah Responden yang Berpindah Merek ... 53

Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden tentang Brand Association Tiap Merek Mie Instan ... 56

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan Pada Pernyataan “Porsinya Cukup Mengenyangkan” ... 59

Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Mie Tidak Cepat Mengembang” ... 60

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Mie Instan Dapat Digunakan Sebagai Pengganti Nasi” ... 61

Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Mie Instan Mudah Didapat” ... 62

Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Responden tentang Perceived Quality Tiap Merek Mie Instan Pada Pernyataan “Kemasannya Menarik” ... 63

Tabel 4.11 Total Skor Index Perceived Quality Tiap Merek Produk ... 64

Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Responden tentang Other Proprietary Assets Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Memiliki Cita Rasa yang Khas”... 65

Tabel 4.13 Distribusi Jawaban Responden tentang Other Proprietary Assets Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Penyampaian dari Bintang Iklan yang Membuat Konsumen Tertarik” ... 66

Tabel 4.14 Distribusi Jawaban Responden tentang Other Proprietary Assets Tiap Merek Mie Instan pada Pernyataan “Gambar pada Kemasan yang Mengundang Selera” ... 67

(9)

Tabel 4.16 Total Skor Index Other Proprietary Brand Assets Tiap

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Tabel Judul Halaman

(11)

ABSTRAK

STUDI PREFERENSI BRAND IBU-IBU DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis adanya pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya terhadap loyalitas merek pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada ibu-ibu yang pernah mengkonsumsi mie instan dari beberapa merek produk mie instan pada sembilan kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan. Metode analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Penelitian ini menggunakan 100

responden sebagai sampel penelitian yang diperoleh berdasarkan teknik purposive

sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya sangat berpengaruh terhadap loyalitas ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan pada suatu merek mie instan tertentu dan juga menunjukkan bahwa Indomie merupakan merek mie instan

yang paling kuat (top of mind) walaupun pada beberapa indikator terjadi

perpindahan merek.

Kata Kunci: Kesadaran Merek, Asosiasi Merek, Persepsi Kualitas, Aset-aset

(12)

ABSTRACT

BRAND PREFERENCE STUDY OF MOTHERS IN SUB DISTRICT MEDAN TUNTUNGAN

The purpose of this research is to determine and analyze the influence of brand awareness, brand associations, perceived quality and brand assets against brand loyalty to the mothers in the sub district Medan Tuntungan.

Primary data collection done through the spread questionnaires to mothers who ever consume some of instant noodles from noodles instance brand product on ward nine in sub district Medan Tuntungan. This research used descriptive analysis techniques. This research using 100 respondents as the sample obtained by purposive sampling methods.

The results shows that brand awareness, brand associations,perceived quality and other brand assets greatly affect the loyalty of mothers in sub district Medan Tuntungan in certain instance a brand noodles and also show that the Indomie instant noodles brand is the most powerful (top of mind) although in some indicators of the brand moving event.

Keywords: Brand Awareness, Brand Associations, Perceived Quality, Other Brand

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini fenomena persaingan pasar yang semakin ketat secara

tidak langsung mempengaruhi perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar.

Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat turut memperlaju persaingan

antar perusahaan semakin kompetitif. Perusahaan yang unggul adalah

perusahaan yang mampu memberikan produk yang berkualitas baik, dapat

memenuhi atau melebihi harapan konsumennya, untuk mendapatkan dan

mempertahankan konsumen (Fachriza, 2009: 1).

Persaingan perusahaan untuk merebut hati konsumen tidak lagi terbatas

pada atribut fungsional produk seperti kegunaan suatu produk, melainkan sudah

dikaitkan dengan merek yang mampu memberikan citra terhadap suatu produk.

Untuk mampu bertahan dalam persaingan tersebut, maka produsen dituntut lebih

memperhatikan kebutuhan dan keinginan konsumen terutama pada strategi yang

akan digunakan dalam mempertahankan loyalitas konsumennya baik terhadap

produk maupun mereknya.

Merek merupakan sarana bagi perusahaan untuk mengembangkan dan

memelihara loyalitas pelanggan. Merek yang kuat akan menghasilkan harga yang

menarik dan menjadi penghalang bagi masuknya pesaing. Sebuah merek yang

telah mencapai ekuitas tinggi merupakan aset yang berharga bagi perusahaan.

Untuk itu, mempertahankan dan meningkatkan ekuitas merek bukanlah pekerjaan

(14)

merasa familiar dengan nama merek yang pertama masuk ke pasar, meskipun

merek-merek yang masuk belakangan memiliki kinerja yang lebih baik.

Merek memberikan konsumen suatu pilihan, menyederhanakan keputusan,

menawarkan jaminan mutu dan mengurangi resiko, membantu ekspresi diri, serta

menawarkan persahabatan dan kesenangan. Selain itu, merek yang memiliki

karakteristik khusus akan memudahkan konsumen mencari produk tersebut karena

mudah dikenal, diingat, dan menarik perhatian konsumen.

Durianto et. al. (2001) menyebutkan bahwa ekuitas merek (brand equity)

adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek,

nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh

sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Agar aset

dan liabilitas mendasari brand equity, maka aset dan liabilitas merek harus

berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan

terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang

menjadi dasar brand equity akan berubah pula.

Kotler (2005: 64) menyatakan bahwa merek berbeda-beda dalam jumlah

kekuatan dan nilai yang dimilikinya di pasar. Pada satu sisi terdapat merek yang

tidak dikenal sebagian besar pembeli. Kemudian, ada merek yang mempunyai

tingkat kesadaran merek (brand awareness) yang agak tinggi. Tingkatan di atas

ini adalah merek yang memiliki tingkat penerimaan merek (brand acceptability)

yang tinggi. Kemudian, ada merek yang menikmati tingkat preferensi merek

(brand preference) yang tinggi. Akhirnya, ada merek yang memiliki tingkat

(15)

Menurut Aaker (1991) merek adalah nama atau simbol yang bersifat

membedakan (seperti logo, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang

atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, serta

membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Pada

akhirnya, merek memberikan tanda mengenai sumber produk serta melindungi

konsumen maupun produsen dari para pesaing yang berusaha memberikan

produk-produk yang tampak identik.

Merek merupakan identifier (dalam konstruksi apapun yang dipilih

pemiliknya, misalnya logo, simbol, nama, karakter, dan seterusnya) yang terdiri

atas dua elemen pokok: (1) produk atau market offering yang

direpresentasikannya; dan (2) komunikasi tawaran dan janji merek bersangkutan

(Tjiptono, 2005: 21).

Terdapat beberapa manfaat dari merek yaitu dapat membangun loyalitas

konsumen, memungkinkan tercapainya harga premium sehingga dapat

memperoleh laba maksimal yang diharapkan, dan dapat membantu perusahaan

memperoleh kredibilitas sebuah produk baru. Merek yang kuat akan membantu

perusahaan untuk memperluas jaringannya. Selain itu, merek yang kuat juga akan

menjadi pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan, menjadi ujung

tombak bagi daya saing perusahaan, serta sangat membantu dalam strategi

pemasaran.

Sebuah merek lebih dari sekedar produk. Produk adalah sesuatu yang

diproduksi di pabrik, sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen

(16)

yang mampu memberikan dimensi tambahan yang secara unik membedakannya

dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa.

Salah satu cara untuk membentuk persepsi konsumen adalah dengan

menggunakan merek. Fungsi sebuah merek adalah untuk membedakan suatu

produk dengan produk lainnya.

Produk menurut Kotler (2008: 266) adalah segala sesuatu yang dapat

ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau

konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk

diklasifikasikan dalam dua kelompok berdasarkan tipe konsumen yang

menggunakannya yaitu produk konsumen dan produk industri.

Produk konsumen adalah produk yang dibeli oleh konsumen akhir untuk

konsumsi pribadi, produk ini meliputi produk kebutuhan sehari-hari, produk

belanja, produk khusus dan produk yang tidak dicari. Yang termasuk dalam

produk kebutuhan sehari-hari, misalnya minyak goreng, penyedap rasa, air minum

kemasan, susu formula, sabun cuci piring, kecap, saus, teh celup, mie instant,

bumbu instant, dan lain-lain. Produk belanja adalah produk yang jarang dibeli

oleh konsumen dan pelanggan sering membandingkan kecocokan, kualitas, harga,

dan gaya produk secara cermat. Dalam membeli produk belanja, konsumen harus

dapat mengumpulkan informasi dan membuat perbandingan. Contoh produknya

seperti perabot, pakaian, kulkas, kipas angin, penanak nasi (rice cooker), peralatan

olahraga, dan lain-lain (Kotler dan Amstrong, 2008: 269).

Setiap produk pasti memiliki merek (brand), kualitas dan harga yang

(17)

semakin ketat, merek menjadi patokan pembelian konsumen. Yang dibagi dalam

tiga kelompok yaitu, top of mind awareness, last used, dan future intention. Top of

mind awareness adalah merek yang pertama kali disebut oleh responden ketika

kategori produk disebutkan. Last used adalah merek yang terakhir kali digunakan

atau dikonsumsi oleh responden dalam satu pemakaian. Dan future intention

adalah merek yang ingin dikonsumsi di masa yang akan datang.

Pertumbuhan perekonomian yang semakin pesat tidak terlepas dari peranan

wanita. Hal ini dikarenakan daya beli (purchasing power) wanita lebih besar

dibandingkan dari kaum lelaki. Wanita merupakan sasaran yang mewakili segmen

konsumen yang paling kompleks, terbagi, dan seringkali disalahpahami sebagai

sasaran yang kurang berpengaruh, padahal 80% keputusan pembelian ada di

tangan wanita.

Pasar ibu rumah tangga adalah segmen pasar yang sangat menggiurkan,

mengingat ukuran (market size) dan pertumbuhannya (market growth) yang

fantastis. Seorang ibu tidak hanya mengendalikan pembelian di dalam lingkup

rumah tangganya, tetapi juga dapat memicu adanya domino effect, dimana ibu

dapat mempengaruhi pembelian keluarga lain. Tanpa adanya persetujuan dari ibu,

maka akan sulit untuk dilakukan pembelian suatu produk. Ini tidak hanya berlaku

untuk keperluan pribadi, tetapi juga sebagai penentu pembelian keluarga.

Hal ini bukan hanya berlaku bagi ibu rumah tangga saja, tetapi juga bagi ibu

yang bekerja atau wanita karir. Banyak hal yang menentukan seorang ibu/wanita

melakukan keputusan pembelian suatu produk. Sebagian ibu ada yang hanya

(18)

merek tanpa memperhitungkan kualitas dari produk yang dibeli, dan lebih dari

70% ibu memprioritaskan harga dalam membeli sebuah produk.

Pada umumnya, konsumen terutama ibu-ibu yang loyal tidak mencari

alternatif produk dan tidak mudah berpaling pada merek produk lain. Dengan

alasan tersebut perusahaan berusaha untuk menciptakan konsumen yang loyal.

Persaingan yang semakin ketat ini jugalah yang melahirkan produk dengan

berbagai macam merek (brand) yang menjadi identitas masing-masing produk

tersebut. Produk yang berhasil adalah produk yang mampu memenangkan pasar

ibu karena seorang ibu memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi

anak-anaknya untuk loyal terhadap suatu merek produk tertentu. Jika anak

tersebut telah dewasa dan berkeluarga, biasanya ia juga akan menggunakan merek

tersebut untuk keluarganya dan berlangsung terus-menerus dari generasi ke

generasi.

Pola konsumsi masyarakat kini telah banyak dipengaruhi oleh perubahan

gaya hidup. Makanan-makanan yang cepat saji atau instan kian digemari sebagai

substitusi nasi. Salah satu dari produk makanan cepat saji itu adalah mie instan.

Produk ini bahkan kian menjadi pilihan sebagai pengganti bahan makanan pokok.

Pertimbangannya adalah kepraktisan, harga yang terjangkau, dan cukup

mengenyangkan. Agar lebih mudah diterima oleh konsumen, perusahaan yang

menghasilkan produk-produk mie instant berusaha untuk menampilkan sosok ibu

dalam promosi produk tersebut. Sekarang ini, banyak terdapat merek mie instant

(19)

kebanyakan ibu-ibu merek produk yang pertama kali diingat (top of mind) adalah

Indomie.

Permintaan yang semakin meningkat terhadap mie instan menyebabkan

persaingan yang semakin meningkat pula. Kondisi ini menuntut produsen mie

instan untuk selalu meningkatkan kualitas produk dan mencermati kondisi pasar

yang cenderung dinamis dengan cara mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan

konsumen yang heterogen. Peneliti memilih produk mie instant karena produk ini

adalah produk kebutuhan sehari-hari (convinience goods) yang bukan hanya untuk

kebutuhan pribadi ibu tetapi juga untuk semua anggota keluarga.

Kecamatan Medan Tuntungan merupakan salah satu pasar yang

menjanjikan untuk pemasaran produk mie instant. Hal ini disebabkan adanya

peningkatan jumlah keluarga yang berada di wilayah ini seiring dengan proyek

pembangunan komplek perumahan secara besar-besaran dan semakin

meningkatnya jumlah ibu yang bekerja. Sehingga permintaan terhadap produk

kebutuhan sehari-hari seperti mie instant di wilayah ini meningkat pula. Badan

Pusat Statistik Kota Medan tahun 2011 menunjukkan jumlah penduduk di

Kecamatan Medan Tuntungan yang terbagi atas 9 kelurahan merupakan

(20)

Tabel 1.1

Jumlah Penduduk menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

No. Kelurahan Jumlah penduduk

(Jiwa) Persentase

1 Baru Ladang Bambu 4790 4,6%

Total Medan Tuntungan 104793 100%

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan (2012, diolah)

Data Badan Pusat Statistik Kota Medan juga menunjukkan bahwa jumlah

penduduk yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi dari jumlah penduduk

yang berjenis kelamin laki-laki.

Tabel 1.2

Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin Dirinci menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2011

No. Kelurahan

Jenis Kelamin Jumlah Koresponden

(perempuan) Laki-laki Perempuan

1 Baru Ladang Bambu 2399 2391 4

(21)

Dalam pasar yang kompetitif, persepsi dan loyalitas merek adalah kunci

sukses keberhasilan suatu produk (Durianto et.al., 2004). Salah satu cara untuk

membentuk persepsi konsumen adalah dengan menggunakan merek. Fungsi

sebuah merek adalah untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya.

Menurut Aaker dalam Durianto et. al. (2004), merek memberikan nilai, sehingga

nilai total produk yang bermerek baik menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan

produk yang dinilai semata-mata secara objektif.

Hal ini menunjukkan bahwa konsumen akhir adalah pelanggan rumah

tangga yaitu ibu-ibu. Berdasarkan latar belakang ini, maka peneliti melakukan

penelitian dengan judul “Studi Preferensi Brand Ibu-Ibu di Kecamatan Medan

Tuntungan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah kesadaran merek,

asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya berpengaruh

terhadap loyalitas merek pada ibu-ibu di Kecamatan Medan Tuntungan ?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis adanya pengaruh kesadaran merek,

asosiasi merek, persepsi kualitas dan aset-aset merek lainnya terhadap loyalitas

(22)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Bagi konsumen atau pembeli

Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi kepada konsumen dalam

menentukan merek (brand) yang mempengaruhi keputusan pembelian.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan kontribusi untuk menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai strategi pemasaran terutama mengenai merek

(brand).

3. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini bermanfaat sebagai referensi dan bahan informasi yang dapat

digunakan untuk perbandingan dalam melakukan penelitian pada bidang

yang sama di waktu yang akan datang.

4. Bagi Perusahaan

Bagi perusahaan, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengetahui

elemen-elemen ekuitas merek sebagai alat untuk meningkatkan pangsa

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Produk (Product)

Produk menurut Kotler (2008: 266) adalah segala sesuatu yang dapat

ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau

konsumsi yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk

mencakup lebih dari sekedar barang-barang yang berwujud (tangible). Dalam arti

luas, produk meliputi objek fisik, jasa, acara, orang, tempat, organisasi, ide, atau

bauran entitas.

Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 269) terdapat dua kelompok besar

produk dan jasa berdasarkan tipe konsumen yang menggunakannya, yaitu:

1. Produk konsumen

Produk konsumen (consumer product) adalah produk dan jasa yang dibeli

oleh konsumen akhir untuk konsumsi pribadi. Pemasar biasanya

menggolongkan produk ini berdasarkan bagaimana cara konsumen

membelinya. Produk konsumen meliputi produk kebutuhan sehari-hari,

produk belanja, produk khusus dan produk yang tidak dicari.

Produk-produk ini mempunyai perbedaan dalam cara pembelian konsumen dan

(24)

Tabel 2.1 Pertimbangan Pemasaran untuk Produk Konsumen

Tipe Produk Konsumen Pertimbangan

Harga mahal Beragam

Distribusi Distribusi luas,

lokasi mudah

Sumber: Kotler dan Armstrong (2008: 269) (diolah oleh peneliti)

2. Produk Industri

Produk industri (industrial product) adalah produk yang dibeli untuk

pemrosesan lebih lanjut atau untuk digunakan dalam menjalankan suatu

(25)

Ada beberapa tingkatan produk atau jasa yang dapat menambah lebih

banyak nilai pelanggan. Tingkat yang paling dasar adalah:

1. Produk inti

Ketika merancang produk, mula-mula pemasar harus mendefinisikan inti,

manfaat penyelesaian masalah atau jasa yang dicari konsumen.

2. Produk aktual

Para perencana produk harus mengubah manfaat inti menjadi produk

aktual. Produsen harus mengembangkan fitur produk dan jasa, desain,

tingkat kualitas, nama merek, dan kemasan.

3. Produk tambahan

Perencanaan produk harus membangun produk tambahan di sekitar produk

inti dan produk aktual dengan menawarkan pelayanan dan manfaat

konsumen tambahan.

Dari tingkatan ini dapat dilihat bahwa konsumen melihat produk sebagai

kumpulan manfaat kompleks yang memuaskan kebutuhan mereka.

2.1.2 Merek (Brand) dan Preferensi Merek 2.1.2.1 Pengertian Merek

Menurut Aaker (1991), merek adalah nama atau simbol yang bersifat

membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) untuk mengidentifikasi

barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, serta

membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Pada

(26)

konsumen maupun produsen dari para pesaing yang berusaha memberikan

produ-produk yang tampak identik (Susanto dan Wijanarko, 2004: 6).

Merek memegang peranan yang sangat penting. Salah satunya adalah untuk

menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada

konsumen. Dengan demikian, dapat diketahui adanya ikatan emosional yang

tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek.

Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin

menawarkan janji emosional yang sama (Durianto, 2001).

Dalam membangun sebuah merek, strategi merek sangat diperlukan.

Terdapat empat pilihan, yaitu:

1. Merek baru (new brand), yaitu menggunakan merek baru untuk kategori

produk baru.

2. Perluasan lini (line extension), yaitu menggunakan merek lama untuk kategori

produk lama.

3. Perluasan merek (brand extension), yaitu menggunakan merek yang sudah

ada untuk produk baru, atau strategi menjadikan semua produk memiliki

merek yang sama.

4. Multi-merek (multibrand), yaitu menggunakan merek baru untuk kategori

produk lama. Dalam pendekatan ini produknya sama, tetapi mereknya

berbeda sehingga sebuah perusahaan bisa memiliki beberapa merek untuk

produk yang sama.

Dari tingkatan ini dapat dilihat bahwa konsumen melihat produk sebagai

(27)

Secara garis besar, merek dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Merek fungsional (Functional Brands)

Merek fungsional terutama berkaitan dengan manfaat fungsional

(functional benefit) sehingga sangat terkait dengan penafsiran yang

dikaitkan dengan atribut-atribut fungsional. Contohnya adalah Rinso dan

Pepsodent. Merek fungsional sangat mengutamakan kinerja produk dan

nilai ekonominya. Faktor yang menentukan adalah 3P, yaitu product,

price, dan place, sehingga kualitas produk, harga yang kompetitif, dan

ketersediaannya pada saluran distribusi sangat menentukan. Ciri khas

dalam mengelola merek jenis ini adalah selalu memelihara superioritas.

2. Merek citra (Image Brands)

Merek citra terutama untuk memberikan manfaat ekspresi diri (self

expression benefit). Sebagai merek yang bertujuan untuk meningkatkan

citra pemakainya, merek ini haruslah mempunyai kekuatan untuk

membangkitkan keinginan. Kemewahan, kemegahan dan keagungan

merupakan ciri khas dalam pengelolaan merek ini.

3. Merek eksperiensial (Experiential Brands)

Merek eksperiensial terutama untuk memberikan manfaat emosional.

Merek ini sangat mengutamakan kemampuannya dalam memberikan

pengalaman yang unik kepada pelanggan, sehingga pelanggan merasa

terkesan dan merasakan bedanya dengan pesaing. Faktor yang menentukan

adalah 2P yaitu, place dan people. Kunci untuk mengelola merek ini

(28)

Makna merek dalam konteks masa kini bukanlah sekedar nama merek (brand

name) tetapi sudah berkembang lebih jauh. Menurut Knapp dalam Sutanto dan

Wijanarko (2004: 9) dalam pikiran konsumen terdapat tiga sifat fundamental yang

membedakan suatu merek sejati yaitu internalisasi kesan-kesan, posisi khusus

dalam benak konsumen, serta manfaat emosional dan fungsional yang dirasakan.

Pada akhirnya merek bukanlah apa yang dibuat oleh pabrik, tercetak pada

kemasan atau apa yang diiklankan oleh pemasar. Merek adalah apa yang ada di

dalam pikiran konsumen.

Menurut Knapp dalam Simamora (2002: 73) terdapat tiga strategi untuk

membentuk merek yang kuat, yaitu :

1. Melakukan penilaian merek

Melakukan penilaian merek kira-kira sama dengan evaluasi posisi merek.

Merek perlu dipandang sebagai subjek, bukan objek.

2. Mengembangkan janji merek

Mengembangkan janji merek yaitu harapan tentang bagaimana merek

bekerja terhadap konsumen. Dengan sendirinya, kalau sudah berjanji,

merek akan berusaha menepatinya.

3. Menciptakan blueprint’ merek

Menciptakan blueprint’ merek sama dengan menciptakan identitas merek

(brand identity). Blueprint’ merek harus dapat menangkap siapa yang

menjadi pasar sasarannya, mengungkapkan keunikan produk/layanan, apa

(29)

Menurut Aaker dalam Simamora (2002: 14), ada tiga nilai yang dijanjikan

sebuah merek, yaitu nilai fungsional, nilai emosional dan nilai ekspresi diri.

1. Nilai Fungsional

Nilai yang paling mudah dilihat adalah nilai fungsional, yaitu nilai yang

diperoleh dari atribut produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional

kepada konsumen. Nilai ini berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikan

oleh produk atau layanan kepada konsumen. Bila memiliki keunggulan secara

fungsional, maka sebuah merek dapat mendominasi kategori.

2. Nilai Emosional

Pada intinya nilai emosional berhubungan dengan perasaan, yaitu perasaan

positif apa yang akan dialami konsumen pada saat membeli produk. Nilai

emosional pada umumnya berkaitan dengan nilai fungsional. Seringkali

merek-merek yang bersaing memiliki nilai fungsional yang sama. Akan

tetapi, biasanya satu merek lebih unggul dari merek lain karena memiliki

nilai emosional. Oleh karena itu, kepuasan emosi perlu diperhatikan.

3. Nilai Ekspresi Diri

Nilai ekspresi diri merupakan bagian dari nilai emosi. Nilai emosional

berkaitan dengan perasaan positif (misalnya nyaman, bahagia, dan bangga),

sedangkan ekspresi diri berbicara tentang bentuk fisik produk itu di mata

orang lain. Jadi, kalau nilai emosional berpusat pada diri sendiri, maka nilai

ekspresi diri berpusat pada publik.

Menurut Keller dalam Soehadi (2005: 31) mengembangkan model ekuitas

(30)

terhadap penciptaan interaksi yang positif antara merek dengan pelanggannya.

Asumsi pokok model ini adalah kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang

dipelajari, dirasakan, dilihat, dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut

sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu.

2.1.2.2 Pengertian Preferensi Merek

Mitchel dan Olsen dalam Afriansyah (2008: 17) menyebutkan bahwa

preferensi merek merupakan kecenderungan terhadap suatu merek yang

didasarkan pada kepercayaan pelanggan yang kuat pada saat tertentu.

Simamora (2003) memberikan ilustrasi tentang preferensi merek sebagai

berikut :

“Saya lebih menyukai merek ini,” kata Susan sambil menunjuk teh siap

minum merek terkenal. Preferensi merek tercermin dari kata: I prefer this

brand, sebenarnya merupakan hasil proses evaluasi. Bermula dari preferensi merek ini, tinggal selangkah lagi menuju keputusan. “Saya lebih menyukai merek ini” adalah preferensi. “Saya putuskan untuk membelinya” adalah keputusan sebelum pembelian. Apakah keputusan pembelian ini benar-benar dilakukan? Belum tentu. Masih ada faktor situasi dan pengaruh orang lain yang memungkinkan keputusan pembelian sebenarnya. Setelah dilakukan pembelian maka akan diketahui apakah pembeli akan melakukan pembelian ulang dan menjadi loyal atau tidak.”

Kotler dalam Damanik (2010: 21) menyatakan bahwa konsumen

memproses informasi tentang pilihan merek untuk membuat keputusan terakhir.

Pertama, kita melihat bahwa konsumen mempunyai kebutuhan. Konsumen akan

mencari manfaat tertentu dan selanjutnya mengevaluasi atribut produk. Konsumen

akan memberi bobot yang berbeda untuk setiap atribut produk sesuai dengan

kepentingannya. Kemudian konsumen mungkin akan mengembangkan himpunan

kepercayaan merek. Konsumen juga dianggap memiliki fungsi utilitas, yaitu

(31)

alternatif tiap ciri. Akhirnya konsumen membentuk sikap terhadap

alternatif-alternatif merek yang tersedia melalui prosedur tertentu.

Sudibyo (2002: 15) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan

preferensi oleh konsumen terbagi menjadi dua yaitu : bersifat ekonomis dan

bersifat non ekonomis. Preferensi konsumen yang bersifat ekonomis meliputi nilai

dari pengorbanan serta manfaat yang dapat diraih. Sedangkan preferensi

konsumen yang bersifat non ekonomis termasuk didalamnya kebutuhan

aktualisasi diri dan penghargaan dari lingkungan.

2.1.3 Ekuitas Merek (Brand Equity)

Durianto et. al. (2001: 105) menyebutkan bahwa ekuitas merek (brand

equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu

merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang

diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pada

pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari brand equity, maka aset dan

liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga

jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua

aset dan liabilitas yang menjadi dasar brand equity akan berubah pula.

Ekuitas merek (brand equity) menurut Kotler (2008: 282) adalah pengaruh

diferensial positif bahwa jika pelanggan mengenal nama merek, pelanggan akan

merespons produk atau jasa. Satu ukuran ekuitas merek adalah sejauh mana

pelanggan bersedia membayar lebih untuk merek tersebut.

Merek dengan ekuitas merek yang kuat adalah aset yang sangat berharga.

(32)

perusahaan. Karena nama merek membawa kredibilitas tinggi, perusahaan bisa

lebih mudah meluncurkan lini dan perluasan merek. Merek yang kuat

memberikan beberapa pertahanan kepada perusahaan dalam menghadapi

persaingan harga yang semakin ketat.

Menurut Aaker dalam Santoso (2010: 11) merek memiiki nilai positif dan negatif.

Ekuitas merek adalah seperangkat aset, atau kewajiban, yang dimiliki nama merek

atau simbol, yang dapat menambah atau mengurangi nilai produk atau layanan.

Apabila bernilai positif, maka ekuitas merek menjadi aset. Apabila bernilai

negatif, maka ekuitas merek menjadi kewajiban (liability).

Nilai ekuitas merek bisa berpengaruh kepada konsumen dan perusahaan.

Ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai produk bagi konsumen.

Konsumen dibantu dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi

mengenai produk dan merek. Ekuitas merek juga mempengaruhi rasa percaya diri

konsumen dalam mengambil keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman

masa lalu dalam menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka

(33)

Brand Association Perceived Quality

Brand Awareness Other Proprietary Assets

Sumber: Aaker dalamDurianto et. al., (2001, data diolah) Gambar 2.1

Konsep Brand Equity

2.1.3.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk

mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari

kategori merek tertentu (Aaker dan Jacobson, 1994). Kesadaran merek mengacu

pada seberapa besar kesadaran konsumen dan konsumen potensial terhadap merek

Brand Equity

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan

memperkuat:

• Interpretasi/proses informasi

• Rasa percaya diri dalam pembelian

• Pencapaian kepuasan

dari pelanggan

Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat:

• Efisiensi dan

efektivitas program pemasaran

Brand loyalty

• Harga/laba

• Perluasan merek

• Peningkatan

perdagangan

• Keuntungan

(34)

dan produk – produknya (Gustafson dan Chabot, 2007: 128). Hal yang hampir

sama juga dikemukakan oleh Lin dan Kao (2004: 82) bahwa kesadaran merek

berpengaruh terhadap kemampuan pembeli potensial untuk mengenali dan

mengingat bahwa suatu merek merupakan anggota dari suatu kategori produk

yang pasti. Sedangkan Pappu, et al (2005: 24) menyatakan bahwa kesadaran

merek berkaitan dengan kekuatan dari suatu merek yang muncul dalam ingatan

konsumen.

Tolok ukur kesadaran suatu merek diukur keterkenalan dan mudahnya

konsumen mengingat suatu merek. Kesadaran merek penting untuk membedakan

suatu produk dengan produk pesaingnya (Gustafson dan Chabot, 2007: 93).

Kesadaran merek merupakan langkah awal untuk membangun merek produk.

Aspek paling penting dari kesadaran merek adalah bentuk informasi pertama

dalam ingatan. Kesadaran merek penting sebelum asosiasi merek terbentuk (Pitta

dan Katsanis, 1995).

Empat cara yang digunakan perusahaan untuk menciptakan kesadaran

merek pada konsumen, yaitu menciptakan suatu pengenalan – pengenalan yang

akan mempermudah konsumen mengingat merek, menimbulkan rasa terbiasa

tentang keberadaan suatu merek ke dalam pikiran konsumen, memberikan sinyal

kepercayaan terhadap merek dan memberikan alasan yang cukup kepada

konsumen untuk percaya pada suatu merek (Aaker, 1991: 79). Kesadaran merek

dikatakan tinggi jika konsumen dapat mengingat merek, baik sebelum proses

pembelian, ketika dalam proses pembelian, maupun ketika konsumen

(35)

Aspek-aspek yang terkait dengan peningkatan brand awareness menjadi

sangat penting. Misalnya, seberapa jauh merek mudah dikenal dan diingat,

seberapa jauh merek tersebut mudah diucapkan. Untuk mengevaluasi seberapa

jauh konsumen aware terhadap sebuah merek, Keller (2000) (dalam Soehadi,

2005: 10) menyarankan penggunaan empat indikator :

1. Recall, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek

apa saja yang mereka ingat. Top of mind adalah salah satu cara yang sering

digunakan oleh praktisi pemasaran untuk mengukur brand recall.

2. Recognition, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek tersebut

termasuk dalam kategori tertentu.

3. Purchase, yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merek ke

dalam alternatif pilihan ketika mereka akan membeli produk/layanan.

Indikator ini menunjukkan, jika merek tersebut tidak termasuk dalam

alternatif pilihan, terutama untuk merek baru, maka aktivitas below the line

menjadi sangat penting.

4. Consumption, yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu merek

ketika mereka sedang menggunakan produk/layanan pesaing.

Untuk membangun identitas yang kuat, konsistensi menjadi kunci utama

yang perlu diperhatikan. Seluruh aktivitas yang terkait dengan merek tersebut

harus sejalan dengan identitas yang akan dibangun. Selain itu, merancang dan

menyampaikan informasi yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen juga

merupakan prasyarat keberhasilan suatu aktivitas pemasaran, baik pemasaran

(36)

2.1.3.2 Asosiasi Merek (Brand Association)

Asosiasi merek adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai

sebuah merek. Menurut Durianto et. al. (2001) dalam Jamali (2008: 39), asosiasi

merek (brand association) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang

terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait

dengan merek akan semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman

konsumen dalam mengonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya

penampakan suatu merek dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan

tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain.

Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam

persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi

merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut

brand image. Semakin banyak asosiasi yang berhubungan, semakin kuat brand

image yang dimiliki oleh merek tersebut.

Suatu merek yang telah mapan akan mempunyai posisi yang menonjol

dalam persaingan karena didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Merek akan

bernilai tinggi untuk atribut-atribut yang dikehendaki seperti layanan yang

bersahabat, atau menduduki posisi yang berbeda dari posisi para pesaingnya

(37)

Menurut Durianto dalam Santoso (2010: 42), Asosiasi-asosiasi yang terkait

dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut:

1. Atribut produk

Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi

positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi

semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat

secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.

2. Atribut tak berwujud

Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi

kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan

serangkaian atribut yang objektif.

3. Manfaat bagi pelanggan

Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan

maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Manfaat bagi pelanggan

terbagi menjadi dua, yaitu manfaat rasional dan manfaat psikologis. Manfaat

rasional erat kaitannya dengan atribut dari produk yang dapat menjadi

bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat

psikologis seringkali merupakan konsekuensi ekstrim dalam proses

pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika

membeli atau menggunakan merek tersebut.

4. Harga relatif

Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk diawali dengan

(38)

5. Penggunaan

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu

penggunaan atau aplikasi tertentu.

6. Pengguna/pelanggan

Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan

sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.

7. Orang terkenal/khalayak

Mengkaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat

mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal kepada merek

tersebut.

8. Gaya hidup/kepribadian

Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi

para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik

gaya hidup yang hampir sama.

9. Kelas produk

Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.

10. Para pesaing

Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan

mengungguli pesaing.

11. Negara/wilayah geografis

Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan

(39)

Di samping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek juga

memiliki asosiasi dengan hal lain yang belum disebutkan di atas. Akan tetapi,

dalam kenyataannya tidak semua merek produk memiliki semua asosiasi di atas.

2.1.3.3 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Durianto et. al. (2001: 63), perceived quality didefinisikan sebagai

persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk

atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.

Perceived quality ini akan membentuk persepsi kualitas dari suatu produk di mata

pelanggan. Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa

dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh secara

langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas mereka terhadap

merek.

Perceived quality yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan

menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Sebaliknya, jika perceived quality

pelanggan negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di

pasar. Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan maka

perceived quality tidak dapat ditentukan secara objektif. Persepsi pelanggan akan

melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki

kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk

(40)

Menurut Garvin dalam Durianto et. al. (2001: 48), perceived quality

dibagi dalam tujuh dimensi yaitu:

1. Kinerja : melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. Karena faktor

kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, seringkali pelanggan

mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kinerja ini.

2. Pelayanan : mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan dalam

produk tersebut.

3. Ketahanan : mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.

4. Keandalan : konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu

pembelian ke pembelian berikutnya.

5. Karakteristik produk : bagian-bagian tambahan dari produk. Penambahan ini

biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk

terlihat hampir sama. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa

perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang sesuai perkembangan.

6. Kesesuaian dengan spesifikasi : merupakan pandangan mengenai kualitas

proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang

telah ditentukan dan teruji.

7. Hasil : mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam

dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir”

produk yang baik, maka kemungkinan produk tersebut tidak akan memiliki

(41)

2.1.3.4 Aset-aset Merek Lainnya (Other Proprietary Brand Assets)

Tiga elemen brand equity di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan

elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen brand equity yang ke empat

secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari tiga elemen utama tersebut.

Aset-aset brand equity lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi

perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing.

Biasanya, bila dimensi utama dari brand equity yaitu brand awareness, brand

association, dan perceived quality sudah sangat kuat, secara otomatis aset brand

equity lainnya juga akan kuat. Aset-aset merek lainnya yaitu seperti hak paten dan

cap.

2.1.4 Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Menurut Aaker dalam Santoso (2010: 14) loyalitas merek adalah kelekatan

konsumen pada nilai yang tinggi dari suatu merek, dengan kelekatan yang

dibangun ini maka konsumen akan menolak segala strategi yang dilakukan oleh

kompetitor merek. Menurut Giddens dalam Santoso (2010: 17) konsumen akan

memberikan loyalitas dan kepercayaannya pada merek selama merek tersebut

sesuai dengan harapan yang dimiliki oleh konsumen, bertindak dalam cara-cara

tertentu dan menawarkan nilai-nilai tertentu. Loyalitas pada merek timbul karena

konsumen mempersepsikan merek tersebut menghasilkan produk yang memiliki

sejumlah manfaat dan kualitas dengan harga yang sesuai. Loyalitas merek juga

menjadi indikasi adanya ekuitas merek, karena tanpa loyalitas merek tidak akan

(42)

pemimpin di pasaran, dapat dipastikan bahwa merek tersebut memiliki pelanggan

yang loyal pada merek tersebut.

Lin dan Kao dalam Santoso (2010: 17) berpendapat bahwa konsumen yang

loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri memiliki komitmen pada merek

tersebut, berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan

merek yang lain, akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain, tidak

melakukan pertimbangan dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut,

selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut dan mereka

dapat menjadi semacam juru bicara dari merek dan mereka selalu

mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.

Schiffman dan Kanuk (2004: 21) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya/terciptanya loyalitas merek antara lain perceived

product superiority (penerimaan keunggulan produk), personal fortitude

(keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek tersebut), bonding with

the product or company (keterikatan dengan produk atau perusahaan) dan

kepuasan yang diperoleh konsumen.

Jenis produk yang dihasilkan suatu merek juga mempengaruhi loyalitas

merek. Pada barang-barang konsumsi sehari-hari (consumer goods) seperti

makanan, minuman, sabun, pembersih dan lain sebagainya, konsumen memiliki

keterlibatan yang rendah dalam proses pembeliannya. Umumnya para konsumen

tidak secara luas mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik

tentang merek, dan memutuskan merek apakah yang akan dibeli (Kotler, 2004).

(43)

tahapan coba-coba (trial) yang dipengaruhi oleh iklan yang beredar. Setelah

melakukan pembelian dan mengalami kepuasan, bila dibandingkan dengan merek

lain, maka pembelian produk tersebut akan dilakukan secara berulang. Pembelian

berulang ini akan mengarahkan pada loyalitas merek (Schiffman dan Kanuk,

2004: 29).

Menurut Gommans et al, (2001) keuntungan–keuntungan yang akan

diperoleh oleh suatu merek yang memiliki pelanggan yang loyal yaitu dapat

mempertahankan harga secara optimal, memiliki posisi tawar menawar yang kuat

dalam saluran distribusi, mengurangi biaya penjualan, memiliki penghalang yang

kuat terhadap produk-produk baru yang memiliki potensi yang besar untuk masuk

dalam kategori produk atau layanan yang dimiliki oleh merek tersebut serta

keuntungan sinergis yang diperoleh dari brand extension yang berhubungan

dengan kategori produk atau pelayanan dari merek tersebut.

Giddens (2002) juga menambahkan dengan adanya loyalitas merek maka

dapat meningkatkan (1) volume penjualan, dengan adanya loyalitas merek maka

kehilangan konsumen dapat dikurangi. Dengan adanya pengurangan kehilangan

konsumen maka akan meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan penjualan; (2)

Kemampuan perusahaan untuk menetapkan harga yang optimal, karena konsumen

yang memiliki loyalitas merek kurang sensitif pada perubahan harga; (3)

Konsumen dengan loyalitas merek akan selalu mencari merek favoritnya dan

kurang sensitif pada promosi yang kompetitif. Dengan adanya loyalitas merek di

kalangan pelanggan, maka perusahaan dapat mengurangi biaya promosi

(44)

2.1.5 Perilaku Konsumen

2.1.5.1 Pengertian perilaku konsumen

Perilaku pembelian konsumen (consumer buyer behavior) mengacu pada

perilaku pembelian konsumen akhir, baik perorangan maupun rumah tangga yang

membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi (Kotler dan Armstrong, 2008:

158). Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam

mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (dalam Setiadi

2003: 3).

Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang

tepat, pemasar perlu memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka

rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan kejadian di sekitar

yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan

dilakukan konsumen. The American Marketing Association mendefinisikan

perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku

dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup

mereka.

2.1.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Perilaku merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dalam

reaksi terhadap rangsangan atau stimulus. Rangsangan tersebut bisa datang dari

dalam dirinya atau dari luar dirinya. Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 159)

(45)

1) Faktor Budaya

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam pada perilaku

konsumen. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh budaya,

sub-budaya, dan kelas sosial pembeli.

1. Budaya (culture) adalah penyebab keinginan dan perilaku seseorang yang

paling dasar. Perilaku manusia dipelajari secara luas. Setiap kelompok atau

masyarakat mempunyai budaya, dan pengaruh budaya pada perilaku

pembelian bisa sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain. Kegagalan

menyesuaikan diri dengan perbedaan ini dapat menghasilkan pemasaran

yang tidak efektif atau kesalahan yang memalukan.

2. Sub-budaya, masing-masing budaya mengandung sub-budaya (subculture)

yang lebih kecil, atau kelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan

pengalaman hidup dan situasi yang umum. Sub-budaya meliputi

kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah gaeografis. Banyak

sub-budaya membentuk segmen pasar yang penting, dan pemasar sering

merancang produk dan program pemasaran yang dibuat untuk kebutuhan

mereka.

3. Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif permanen dan

berjenjang dimana anggotanya berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama.

Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor, seperti pendapatan,

tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan,

(46)

2) Faktor Sosial

Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti

kelompok kecil, keluarga, serta peran dan status sosial konsumen (Kotler dan

Armstrong, 2008: 163).

1. Kelompok

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok. Kelompok yang

mempunyai pengaruh langsung dan tempat dimana seseorang menjadi

anggotanya disebut kelompok keanggotaan. Sebaliknya, kelompok referensi

bertindak sebagai titik perbandingan atau titik referensi langsung

(berhadapan) atau tidak langsung dalam membentuk sikap atau perilaku

seseorang.

2. Keluarga

Anggota keluarga bisa sangat mempengaruhi perilaku pembeli. Keluarga

adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam

masyarakat, dan telah diteliti secara ekstensif. Keterlibatan suami-istri

dalam kategori produk dan tahap pembelian sangat beragam. Peran

pembelian berubah sesuai dengan gaya hidup konsumen yang berubah.

Biasanya, istri atau ibu merupakan agen pembelian utama bagi keluarga.

3. Peran dan Status

Seseorang menjadi anggota banyak kelompok, keluarga, klub, dan

organisasi. Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat

didefinisikan dalam peran dan status. Masing-masing peran membawa status

(47)

masyarakat. Orang biasanya memilih produk yang sesuai dengan peran dan

status mereka.

3) Faktor Pribadi

Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia

dan tahap siklus hidup pembeli, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta

kepribadian dan konsep diri.

1. Usia dan tahap siklus hidup

Selera makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan dengan

usia. Pembelian juga dibentuk oleh tahap siklus hidup keluarga yaitu

tahap-tahap yang dilalui keluaraga ketika mereka menjadi matang dengan

berjalannya waktu.

2. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang mereka beli.

Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang mempunyai

minat di atas rata-rata pada produk dan jasa mereka.

3. Situasi ekonomi

Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar

barang-barang yang sensitif terhadap pendapatan mengamati gejala

pendapatan pribadi, tabungan, dan suku bunga. Jika indikator ekonomi

menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk

merancang ulang, mereposisi, dan menetapkan harga kembali untuk produk

mereka secara seksama. Beberapa pemasar menargetkan konsumen yang

(48)

4. Gaya hidup

Gaya hidup (lifestyle) adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan

dalam keadaan psikografisnya. Gaya hidup melibatkan pengukuran dimensi

AIO utama pelanggan. Activities/kegiatan (pekerjaan, hobi, belanja,

olahraga, acara sosial), interest/minat (makanan, minuman, pakaian,

keluarga, rekreasi), opinion/pendapat (tentang diri mereka, masalah sosial,

bisnis, produk). Gaya hidup menangkap sesuatu yang lebih dari sekedar

kelas sosial atau kepribadian seseorang.

5. Kepribadian dan konsep diri

Kepribadian (personality) mengacu pada karakteristik psikologi unik yang

menyebabkan respons yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap

lingkungan orang itu sendiri. Kepribadian biasanya digambarkan dalam

karakteistik perilaku seperti kepercayaan diri, dominasi, kemampuan

bersosialisasi, otonomi, cara mempertahankan diri, kemampuan beradaptasi,

dan sifat agresif. Kepribadian dapat digunakan untuk menganalisis perilaku

konsumen untuk produk atau pilihan merek tertentu.

4) Faktor psikologis

Keputusan pembelian dipengaruhi oleh empat psikologis utama yaitu

motivasi, persepsi, pengetahuan, serta kepercayaan dan pendirian.

1. Motivasi

Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada setiap waktu tertentu.

Sebagian kebutuhan bersifat biogenis. Kebutuhan yang demikian berasal

(49)

Kebutuhan yang lain bersifat psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan,

penghargaan, atau rasa kepemilikan.

2. Persepsi

Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu, untuk

memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan masukan-masukan

informasi guna menciptakan dunia yang memiliki arti.

3. Pembelajaran

Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari

pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar.

Pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara dorongan,

rangsangan, petunjuk bertindak, tanggapan, dan penguatan.

4. Keyakinan dan sikap

Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang

tertentu. Keyakinan bisa didasarkan pada pengetahuan nyata, pendapat atau

iman dan bisa membawa emosi maupun tidak. Sedangkan sikap

menggambarkan evaluasi, perasaan, dan tendensi yang relative konsisten

dari seseorang terhadap suatu objek atau ide. Sikap menempatkan orang ke

dalam suatu kerangka pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu,

(50)

2.1.6 Proses Keputusan Pembelian

Konsumen membuat keputusan pembelian berdasarkan lima tahap, yaitu

pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan

pembelian dan perilaku pasca pembelian. Tahap-tahap keputusan pembelian

tersebut adalah (Kotler dan Armstrong, 2008: 179-181) :

1. Pengenalan kebutuhan

Proses pembelian dimulai dengan pengenalan kebutuhan (need recognition)

pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat dipicu

oleh rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang, rasa

lapar, haus, seks yang timbul pada tingkat yang cukup tinggi sehingga menjadi

dorongan. Dan kebutuhan juga bisa dipicu oleh rangsangan dari eksternal.

Seperti iklan atau diskusi dengan teman.

2. Pencarian informasi

Konsumen yang tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi atau

mungkin tidak. Jika dorongan konsumen itu kuat dan produk yang memuaskan

ada di dekat komponen itu, konsumen mungkin akan membelinya kemudian.

Jika tidak, konsumen bisa menyimpan kebutuhan itu dalam ingatannya atau

melakukan pencarian informasi (information search) yang berhubungan

dengan kebutuhan. Konsumen dapat memperoleh informasi dari beberapa

sumber. Sumber-sumber ini meliputi sumber pribadi terdiri dari keluarga,

teman, tetangga, rekan; sumber komersial terdiri dari iklan, wiraniaga, situs

web, penyalur, kemasan, pencarian internet; dan sumber pengalaman terdiri

(51)

informasi yang diperoleh, kesadaran konsumen dan pengetahuan akan merek

dan fitur yang tersedia meningkat.

3. Evaluasi alternatif

Evaluasi alternatif yaitu bagaimana konsumen memproses informasi untuk

sampai pada pilihan merek. Sedangkan, konsumen tidak menggunakan proses

evaluasi yang sederhana dan tunggal dalam semua situasi pembelian. Adapun

cara konsumen mengevaluasi alternatif bergantung pada konsumen pribadi dan

situasi pembelian tertentu.

4. Keputusan pembelian

Dalam tahap evaluasi, konsumen menentukan peringkat merek dan membentuk

niat pembelian. Pada umumnya, keputusan pembelian konsumen adalah

membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor bisa berada antara niat

pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain.

Faktor kedua adalah faktor situasional yang tidak diharapkan. Konsumen

mungkin membentuk niat pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti

pendapatan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Oleh karena itu,

preferensi dan niat pembelian tidak selalu menghasilkan pilihan pembelian

yang aktual.

5. Perilaku pasca pembelian

Setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan

terlibat dalam perilaku pasca pembelian (postpurchase behavior) yang harus

diperhatikan oleh pemasar. Hubungan ekspektasi konsumen dan kinerja

(52)

maka konsumen puas, dan jika melebihi ekspektasi, maka konsumen sangat

puas.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya telah dilakukan Hutagalung (2012), dengan judul

“Studi Preferensi Brand di Kalangan Ibu-Ibu di Kota Medan (di Lingkungan

Dharma Wanita Universitas Sumatera Utara)”. Adapun tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui apakah terjadi perpindahan merek dengan produk

tertentu ke merek lain di lingkungan Dharma Wanita Universitas Sumatera Utara

(USU). Data diolah secara deskriptif, yaitu dengan cara mengumpulkan dan

menafsirkan data yang ada sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai

pengumpulan data, penyusunan dan analisis data, sehingga dapat diketahui

gambaran umum yang diteliti.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa tidak semua produk

dengan merek top of mind dapat menjamin konsumen akan tetap loyal dan

memberi kesan memuaskan. Melalui hasil analisis yang dilakukan peneliti

terdahulu diperoleh hasil bahwa semakin tinggi loyalitas konsumen maka tidak

akan terjadi perpindahan merek, dan begitu juga sebaliknya. Penelitian

Hutagalung (2012) menunjukkan bahwa ibu-ibu Dharma Wanita Universitas

Sumatera Utara melakukan pembelian suatu produk dengan merek tertentu

berdasarkan keperluan pada saat itu dan bukan dikarenakan terkenal atau tidaknya

suatu produk.

Damanik (2010), melakukan penelitian yang berjudul: “Pengaruh Perceived

(53)

Indomie Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara”.

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda, dengan SPSS versi

15.0. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Perceived Quality dan Brand

Association berpengaruh positif dan simultan terhadap Brand Loyalty mie instan

merek Indomie pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada beberapa

variabel yang diteliti, dimana Damanik (2010) juga meneliti dengan menggunakan

variabel perceived quality, brand association dan brand loyalty dan meneliti

produk yang sama yaitu mie instan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya terdapat pada produk dan lokasi penelitian, dimana Hutagalung

(2012) meneliti produk kebutuhan sehari-hari ibu-ibu di lingkungan dharma

wanita USU.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dan kerangka berpikir merupakan gambaran tentang

hubungan antara variabel yang diteliti, yang tersusun dari teori yang telah

dideskripsikan (Sugiyono, 2006: 49). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis

hasil riset mengenai beberapa komponen ekuitas merek produk mie instant di

mata konsumennya, terutama ibu-ibu sebagai pengambil keputusan di dalam

rumah tangga. Seperti telah diketahui, bahwa semakin banyak produk-produk mie

instant dengan berbagai merek yang memperketat persaingan.

Merek merupakan aset penting bagi perusahaan yang dalam

perkembangannya banyak dipenuhi oleh persaingan. Untuk dapat melihat berhasil

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 2.1 Pertimbangan Pemasaran untuk Produk Konsumen
Konsep Gambar 2.1 Brand Equity
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Among the four measures of firm productivity, we find that the estimates of the average treatment effect of foreign ownership on total factor productivity

Unsharp masking adalah sebuah metode yang meningkatkan kualitas ketajaman garis (edge) dan elemen gambar dengan frekuensi tinggi lainnya melalui suatu prosedur yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang kontrol agar motor brushless DC dapat merespon adanya perubahan kecepatan referensi dengan tetap mempertahankan

[r]

Pola asuh otoriter dapat mengarahkan siswa pada perilaku bullying , ini dibuktikan dengan beberapa penelitian, seperti penelitian yang dilakukan Bowers dkk (Krahe, 2005)

Dalam penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui ajaran sifat melawan hukum yang terkandung didalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Disamping sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan program strata satu, diharapkan sebagai kajian terhadap permasalahan penegak hukum dalam menetapkan seseorang yang diduga

Kusnanto, S.Kp., M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya sekaligus selaku pembimbing I yang telah memberikan saran dan masukan yang