• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

DAYA SAING EKSPOR KOMODITI HORTIKULTURA

INDONESIA DI PASAR ASEAN

FAJAR CAHYA NUGRAHA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

(4)

ABSTRAK

FAJAR CAHYA NUGRAHA. Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian Indonesia yang memiliki potensi ekspor cukup baik di pasar internasional, salah satunya pasar ASEAN. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN, serta merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing ekspor hortikultura Indonesia. Daya saing ekspor hortikultura Indonesia dianalisis menggunakan analisis Revealed Comparative Advantages, Export Competitivenes Index, serta Acceleration Ratio. Komoditi yang diteliti dalam penelitian ini adalah bunga potong, mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Berdasarkan pengelompokkan hasil ketiga analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa komoditi hortikultura yang memiliki daya saing ekspor di pasar ASEAN adalah mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka, kentang, jahe, temulawak dan bunga potong, sedangkan tomat kurang memiliki daya saing eskpor di pasar ASEAN.

Kata kunci: ASEAN, daya saing ekspor, hortikultura.

ABSTRACT

FAJAR CAHYA NUGRAHA. Export Competitiveness of Indonesia Horticulture in ASEAN. Supervised by ADI HADIANTO

Horticulture is one of agricultural sub sector of Indonesia which has quite good potential in international market, such as ASEAN. The objectives of this research are to analyze condition and the competitiveness position of Indonesian horticultural commodities in ASEAN’s market, also to formulate strategy which leads to increase the export competitiveness of Indonesian horticulture. The export competitiveness of Indonesian horticulture is analyzed using Revealed Comparative Advantages, Export Competitiveness Index, and Acceleration Ratio methods. The examined commodities in this research are cut flowers, mangoes, mangosteens, guavas, avocadoes, watermelons, potatoes, tomatoes, gingers, and curcumas. Considering the classification based on the analysis, we can coclude that commodities which have export competitiveness are mangoes, mangosteens, guavas, avocadoes, watermelons, potatoes, gingers, curcumas, and cut flowers, whereas tomatoes have less export competitiveness in ASEAN’s market.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan

DAYA SAING EKSPOR KOMODITI HORTIKULTURA

INDONESIA DI PASAR ASEAN

FAJAR CAHYA NUGRAHA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN

Nama : Fajar Cahya Nugraha

NIM : H44090100

Disetujui oleh

Adi Hadianto, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah “Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN.”

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua yaitu Nazmudin Razak dan Dewi Ratnawulan, serta Firhan Dwi Adyasa yang selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi ini.

4. Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, serta Badan Pusat Stratistik Pusat yang telah membantu selama pengumpulan data.

5. Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL angkatan 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya.

6. Teman-teman satu bimbingan Abida Hadi, Dwi Susan P, dan Lia Nur Alia Rahmah yang selalu memberikan bantuan dan semangat.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak.

Bogor, Oktober 2013

(11)

DAFTAR ISI

2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 11

2.2.1 Konsep Daya Saing ... 12

2.2.2 Konsep Keunggulan dan Daya Saing Ekspor ... 13

2.2 Penelitian Terdahulu ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 20

IV. METODE PENELITIAN ... 23

4.1 Jenis dan Sumber Data ... 23

4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 23

4.2.1 Revealed Comparative Advantages (RCA) ... 23

4.2.2 Acceleration Ratio (AR) ... 24

4.2.3 Export Competitiveness Index (ECI) ... 24

4.2.4 Pengelompokkan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing ... 25

4.2.5 Analisis Deskriptif ... 26

V. GAMBARAN UMUM ... 28

5.1 Perkembangan Hortikultura Indonesia dan Negara-Negara ASEAN ... 28

5.2 Perkembangan Ekspor Hortikultura Indonesia di ASEAN... 31

(12)

6.1.5 Tomat ... 50

6.1.6 Jahe ... 52

6.1.7 Temulawak ... 54

6.1.8 Bunga Potong ... 56

6.1.9 Pengelompokkan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing di Pasar ASEAN ... 58

6.2 Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditi Hortikultura Indonesia ... 60

6.2.1 Regulasi Peningkatan Daya Saing Hortikultura Indonesia ... 60

6.2.2 Stakeholders yang Terkait ... 61

6.2.3 Budidaya Hortikultura Indonesia ... 62

6.2.4 Kebijakan Perdagangan yang Mendukung Peningkatan Daya Saing Hortikultura Indonesia ... 63

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 65

7.1 Simpulan ... 65

7.2 Saran ... 65

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2012 (dalam

TrilyunRupiah) ... 1

2 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor PertanianTahun 2008-2012 (dalam Ribu US$) ... 3

3 Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Tujuan Januari-Desember 2012 ... 5

4 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Hortikultura Tahun 2008-2012 (dalam Ribu US$) ... 8

5 Kontribusi Volume dan Nilai Ekspor Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Tahun 2008-2012 (dalam %) ... 8

6 Spesifikasi Komoditi yang Diteliti ... 10

7 Penelitian Terdahulu tentang Daya Saing Ekspor ... 16

8 Matriks Pengelompokkan Daya Saing Komoditi Hortikultura ... 26

9 Negara Produsen Beberapa Produk Hortikultura di Pasar ASEAN ... 36

10 Nilai RCA Mangga, Manggis dan Jambu Biji Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 41

11 Nilai AR Mangga, Manggis dan Jambu Biji Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 42

12 Nilai ECI Mangga, Manggis dan Jambu Biji Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 43

13 Nilai RCA Alpukat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 44

14 Nilai AR Alpukat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 44

(14)

19 Nilai RCA Kentang Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar

ASEAN Tahun 2007-2012 ... 48

20 Nilai AR Kentang Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 49

21 Nilai ECI Kentang Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 49

22 Nilai RCA Tomat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 50

34 Nilai Rata-Rata RCA, EPD, AR, dan ECI Hortikultura Indonesia di

Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 59

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Perkembangan Volume Ekspor Sub Sektor Hortikultura Tahun

2007-2012 ... 4

2 Kurva Keseimbangan Perdagangan Internasional ... 12

3 Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

4 Volume Ekspor Mangga, Manggis dan Jambu Biji Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 33

5 Volume Ekspor Alpukat Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 34

6 Volume Ekspor Semangka Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 35

7 Volume Ekspor Kentang Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 36

8 Volume Ekspor Tomat Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 37

9 Volume Ekspor Jahe Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 38

10 Volume Ekspor Temulawak Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN .... 39

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Perkembangan Volume Ekspor Sub Sektor Hortikultura Tahun 2007-2012 ... 73

2 Tabel Data Nilai Ekspor Komoditi Hortikultura Negara Produsen ke Pasar ASEAN 2007 – 2012 (dalam ribu US$) ... 76

3 Hasil Regresi Nilai Ekspor Komoditas Hortikultura Indonesia dan

(17)
(18)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

bekerja di sektor pertanian. Ketersediaan lahan pertanian yang cukup luas

diharapkan dapat menyerap tenaga kerja serta memberikan kontribusi yang cukup

besar bagi perekonomian Indonesia. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang

cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini bisa dilihat dari kontribusi

sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Tabel 1 Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2012 (dalam Trilyun Rupiah)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011* 2012** 8. Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan 183.6 198.7 209.1 221.0 236.1 253.0 9. Jasa-jasa 181.7 193.0 205.4 217.8 232.5 244.7 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Keterangan : * angka sementara ** angka sangat sementara

Nilai PDB sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan

berdasarkan harga konstan menempati urutan ketiga setelah sektor industri

pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran di urutan kedua. Nilai

PDB sektor pertanian mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2012.

Pada tahun 2007 nilai PDB sektor pertanian sebesar 271.5 trilyun rupiah dan

semakin meningkat hingga menjadi 327.5 trilyun rupiah pada tahun 2012, atau

meningkat sebesar 20 persen dari tahun 2007. Peningkatan PDB sektor pertanian

ini didorong oleh kinerja subsektor perkebunan yang pertumbuhannya meningkat

sejalan dengan melonjaknya harga subsektor tersebut. Peningkatan yang

signifikan ini membuat sektor pertanian menjadi salah satu penunjang

perekonomian Indonesia. Besarnya kontribusi sektor pertanian tersebut menjadi

(19)

salah satu unggulan dalam pembangunan nasional di masa mendatang karena

identitas negara kita yang sebagian besar penduduknya bercocok tanam.

Pengembangan pertanian juga bisa menjadikan sektor pertanian menjadi sektor

penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa negara.

Penerimaan dari ekspor menjadi salah satu peranan pertanian sebagai

penghasil devisa negara. Dalam perkembangannya, ekspor pertanian memiliki

peranan yang penting dalam perekonomian nasional. Diantara ekspor nonmigas

lain, sektor pertanian merupakan salah satu yang paling utama. Rahman (2013)

menyatakan bahwa perdagangan bebas memberikan peluang terbukanya ruang

yang lebih besar untuk memperluas volume usaha pertanian. Perekonomian

Indonesia saat terjadi krisis moneter juga dapat terselamatkan salah satunya oleh

kinerja ekspor pertanian. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja

di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan oleh sektor

pertanian (Kementrian Pertanian 2013).

Perdagangan internasional, seperti ekspor dan impor, membuka

kesempatan bagi Indonesia untuk bersaing baik di pasar internasional maupun di

pasar domestik dan bersaing dengan sesama negara eksportir lainnya. Adanya

arus globalisasi tersebut menyebabkan produk pertanian dari berbagai negara

tidak dapat dihindari untuk memasuki dan membanjiri pasar domestik. Globalisasi

perdagangan internasional dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi

pembangunan pertanian maupun bagi perdagangan nasional. Berhasil atau

tidaknya Indonesia dalam memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman

tergantung dari bagaimana Indonesia menggunakan kemampuan untuk

mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi berbagai kelemahan

sehingga dapat mewujudkan daya saing yang semakin meningkat.

Komoditi pertanian Indonesia yang memiliki daya saing yang baik di pasar

internasional antara lain kelapa sawit, karet, kakao, dan tembakau. Pada

kenyataannya Indonesia memiliki potensi untuk komoditi pertanian lainnya,

seperti komoditi hortikultura1. Walaupun belum menunjukkan kontribusi berarti

terhadap pendapatan nasional, produk hortikultura Indonesia berpotensi untuk

bersaing di pasar internasional jika dikelola dengan baik. Hal ini disebabkan

1

(20)

permintaan komoditi hortikultura berpotensi meningkat akibat membaiknya

tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi yang terkandungan dalam

komoditi hortikultura (Rukmana 1997). Letak geografis Indonesia juga menjadi

keunggulan dalam pengembangan komoditi hortikultura. Potensi geografis

memungkinkan negeri ini mempunyai musim panen hortikultura yang tiada henti

(Ashari 2006).

Neraca perdagangan sub sektor hortikultura selalu defisit setiap tahunnya

karena impor hortikultura Indonesia yang selalu lebih tinggi dari ekspornya.

Impor yang terus meningkat menjadikan defisit tersebut makin membesar setiap

tahunnya. Defisit pada sub sektor hortikultura tidak sebesar defisit yang dialami

sub sektor peternakan dan sub sektor tanaman pangan yang harus banyak

mengimpor dari luar negeri untuk pemenuhan permintaan domestik yang terus

meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat.

Perkembangan neraca perdagangan sub sektor pertanian tahun 2008 sampai 2012

bisa dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Pertanian Tahun 2008-2012 (dalam Ribu US$)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Tabel 2 menunjukkan sub sektor yang mengalami surplus neraca

perdagangan setiap tahunnya adalah perkebunan. Nilai ekspor yang tinggi setiap

tahunnya menjadikan sub sektor perkebunan selalu mengalami surplus neraca

(21)

0 mengalami defisit tiap tahunnya. Lebih tingginya nilai impor dibandingkan

dengan nilai ekspor setiap tahun yang menjadikannya defisit. Pada tahun 2008

sub sektor hortikultura defisit sebesar US$ 0.49 milyar. Jumlah ini meningkat

pada tahun 2009 yaitu sebesar US$ 0.69 milyar. Akibat impor hortikultura yang

melonjak, defisit neraca perdagangan sub sektor hortikultura meningkat menjadi

US$ 0.90 milyar pada tahun 2010, US$ 1.1 milyar pada tahun 2011, dan terus

meningkat menjadi US$ 1.3 milyar pada tahun 2012. Impor hortikultura yang

meningkat akan berimplikasi pada perkembangan hortikultura lokal. Produk

hortikultura impor yang membanjiri pasar domestik menyebabkan produk

hortikultura lokal kalah saing karena produk hortikultura impor memiliki harga

yang lebih rendah dan mutu yang lebih baik dibandingkan produk hortikultura

lokal.

Gambar 1 memperlihatkan fluktuasi volume ekspor dan impor sub sektor

hortikultura tahun 2007 sampai tahun 2012. Pada tahun 2007, volume ekspor

hortikultura sebanyak 382 404 ton. Pada tahun 2008 menurun menjadi 295 163

ton. Jumlah ini meningkat pada tahun 2009 menjadi 349 551 ton dan kemudian

menurun kembali pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing menjadi 279 231 ton

dan 238 369 ton. Pada tahun 2012 volume ekspor sub sektor hortikultura terus

menurun menjadi 250 092 ton.

Sumber : Kementrian Perdagangan, 2013

(22)

Volume ekspor hortikultura Indonesia yang rendah setiap tahunnya

berbanding terbalik dengan volume impor sub sektor hortikultura Indonesia.

Sebagaimana yang terlihat di Gambar 1, volume impor sub sektor hortikultura di

Indonesia sangat tinggi dan mencapai jutaan ton, bahkan terus meningkat dari

tahun ke tahun. Pada tahun 2007, Indonesia mengimpor sebanyak 1 096 601 ton

sampai akhirnya pada tahun 2011 volume impor hortikultura Indonesia mencapai

1 775 418 ton dan 1 642 722 ton pada tahun 2012.

Pasar ASEAN menjadi salah satu tujuan utama ekspor produk pertanian

Indonesia, termasuk komoditi hortikultura. Dalam Tabel 3 disebutkan bahwa pada

tahun 2012, ekspor pertanian ke pasar ASEAN cukup tinggi yaitu sebesar 21.26

persen dari total ekspor pertanian Indonesia ke pasar internasional pada tahun

2012. Ini menunjukkan bahwa pasar ASEAN menjadi tujuan utama ekspor

pertanian Indonesia selain pasar Eropa, India, dan negara-negara Timur Tengah.

Tingginya ekspor produk pertanian Indonesia ke pasar ASEAN disebabkan jarak

antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN dekat sehingga distribusi produk

pertanian Indonesia lebih cepat dan biaya yang digunakan lebih sedikit.

Tabel 3 Ekspor Pertanian Indonesia Menurut Negara Tujuan Januari-Desember 2012

Negara Tujuan Nilai FOB (US$) % Peran Terhadap Total Ekspor Pertanian Januari-Desember 2012

Total Ekspor Pertanian 31 256 412 353 100.00

(23)

Pasar ASEAN mendirikan kawasan perdagangan bebas atau disebut

ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada pertemuan tingkat Kepala Negara (ASEAN Summit) keempat di Singapura pada tahun 1992. ASEAN tidak hanya

mendirikan kawasan perdagangan bebas untuk sesama negara anggota ASEAN

saja, namun juga dengan negara lain diluar ASEAN yang ditunjukkan dengan

adanya kesepakatan kawasan perdagangan bebas antara ASEAN dengan negara

lain seperti CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area), NAFTA (New Zealand-ASEAN Free Trade Area), dan sebagainya. Kehadiran AFTA telah menjadi ancaman bagi pelaku usaha dalam bidang pertanian, karena semakin

banyaknya produk hortikultura dari luar yang masuk ke dalam negeri dan

mengancam produk petani kita akibat penghapusan semua bea masuk

impor (Charina et al 2012). Kondisi ini merupakan ancaman bagi

eksistensi pelaku pertanian skala kecil yang merupakan mayoritas

usahatani negara-negara berkembang. Hal ini menyebabkan persaingan

dalam perdagangan hortikultura semakin ketat ke depannya. Apalagi pada tahun

2015 nanti, negara-negara anggota ASEAN akan menerapkan program ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Pada tangal 12 Juli 2012, Economic Research Institute for ASEAN and East Area (ERIA) menyampaikan laporan ASEAN Economic Community Blueprint Mid-Term Review kepada negara anggota ASEAN. Dalam laporannya, ERIA memberikan hasil kajian terhadap empat pilar MEA, yaitu Pasar Tunggal

dan Basis Produksi, Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing Tinggi, Kawasan

dengan Pembangunan Ekonomi yang Merata, serta Kawasan yang Terintegrasi

Penuh dengan Ekonomi Global. Salah satu penilaian ERIA dalam proses menuju

MEA 2015 adalah telah diterapkannya tarif masuk 0%, khususnya untuk

negara-negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malayasia, Filipina,

Singapura, dan Thailand (Setkab RI, 2012). Pemberlakuan tarif 0% saat

dilaksanakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nanti menjadikan

persaingan perdagangan antar negara anggota ASEAN semakin ketat, salah

satunya adalah ekspor komoditi hortikultura Indonesia. Jika kita tidak melakukan

(24)

tidak mungkin pasar komoditi hortikultura di ASEAN akan didominasi oleh

negara-negara lain anggota ASEAN.

Berdasarkan uraian diatas, Indonesia memiliki potensi untuk

mengembangkan komoditi hortikultura, namun yang menjadi pertanyaan apakah

komoditi hortikultura tersebut bisa bersaing atau tidak di pasar ASEAN yang

memiliki pesaing berat seperti Thailand dan Malaysia. Menurut data UNComtrade

(2013), komoditi hortikultura unggulan Indonesia di pasar ASEAN adalah bunga

potong, mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka, kentang, tomat, jahe

dan temulawak. Komoditas unggulan tersebut dipilih karena memiliki nilai ekspor

yang cukup baik di pasar ASEAN. Untuk dapat bersaing di pasar ASEAN, tidak

mungkin seluruh komoditi hortikultura yang ada di Indonesia dikembangkan,

namun perlu adanya spesialisasi untuk mengetahui komoditi hortikultura mana

yang berpotensi untuk dikembangkan agar bisa bersaing kedepannya. Untuk

mengantisipasi perdagangan bebas di pasar ASEAN, perlu diketahui komoditi

unggulan mana yang memiliki daya saing dan bagaimana strategi

pengembangannya agar bisa bersaing di pasara ASEAN. Berdasarkan uraian

tersebut, penting dilakukan penelitian mengenai daya saing ekspor komoditi

hortikultura di pasar ASEAN.

1.2 Perumusan Masalah

Hortikultura Indonesia menjadi salah satu penghasil devisa negara yang

potensial. Sulaefi (2000) menyatakan hortikultura merupakan komoditas yang

mempunyai potensi dan peluang pasar yang sangat luas. Permintaan terhadap

komoditas hortikultura mempuyai tren yang terus meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk dunia karena komoditas hortikultura mulai

dianggap sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada kenyataannya, daya saing

komoditas hortikultura Indonesia masih rendah di pasar internasional. Indonesia

lebih banyak mengimpor produk hortikultura dibanding mengekspornya. Tabel 4

menunjukkan neraca perdagangan hortikultura yang defisit setiap tahunnya.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam Gumbira-Sa’id (2011),

menyatakan bahwa selama ini impor produk hortikultura berlangsung tanpa aturan

(25)

produk hortikultura negara pesaing sangat mudah memasuki pasar Indonesia

sehingga merusak pasar hortikultura di dalam negeri yang berimbas kepada

ekspor hortikultura Indonesia.

Tabel 4 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Hortikultura Tahun 2008-2012 (dalam Ribu US$)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Dalam Tabel 5, kontribusi volume ekspor maupun nilai ekspor sub sektor

hortikultura terhadap sektor pertanian secara keseluruhan paling kecil diantara sub

sektor lain seperti tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Rata-rata

kontribusi volume ekspor sub sektor hortikultura hanya sekitar 1.5% setiap

tahunnya, sedangkan rata-rata kontribusi nilai ekspor sub sektor hortikultura

sebesar 1.2% setiap tahunnya (Badan Pusat Statistik 2013). Oleh sebab itu,

pemerintah perlu mengembangkan sub sektor hortikutura ini agar dapat

memberikan kontribusi yang lebih baik untuk peningkatan devisa negara

kedepannya, salah satunya melalui pengembangan pasar ekspor seperti ASEAN.

Tabel 5 Kontribusi Volume dan Nilai Ekspor Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Petanian Tahun 2008-2012 (dalam %)

Uraian Tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Salah satu tujuan ekspor komoditi hortikultura Indonesia adalah pasar

ASEAN. ASEAN memiliki kesepakatan tentang kawasan perdagangan bebas

yang didalamnya terdapat kesepakatan tentang komoditas pertanian, salah satunya

(26)

biasa disebut AFTA. Dalam AFTA, hampir seluruh komoditas pertanian dijual

secara secara bebas di pasar Asia Tenggara, salah satunya komoditi hortikultura

(Kementrian Perdagangan 2013). Perdagangan bebas menyebabkan perdagangan

komoditi hortikultura di pasar ASEAN berjalan sangat ketat, apalagi pada tahun

2015 negara-negara di ASEAN akan menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA) yang membuat hampir semua tarif masuk menjadi 0%. Jika tidak

dilakukan perbaikan untuk meningkatkan daya saing, Indonesia akan kalah dalam

persaingan dan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi negara yang

paling banyak mengimpor komoditi hortikultura di pasar ASEAN.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan tersebut, masalah-masalah yang

akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di

pasar ASEAN?

2. Strategi apa yang dapat mendukung peningkatan daya saing komoditas

hortikultura Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di

pasar ASEAN.

2. Merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing komoditi

hortikultura Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai daya saing ekspor ini menggunakan data time series yaitu nilai dan volume ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN. Penelitian ini

juga melihat posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN.

Hortikultura Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hasilnya.

Jenis hortikultura yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah beberapa tanaman

hias, buah-buahan, sayuran, dan tanaman obat yang ada di Indonesia. Tanaman

hias yang dianalisis adalah bunga potong. Buah-buahan yang dianalisis adalah

(27)

adalah kentang dan tomat, sedangkan tanaman obat yang dianalisis adalah jahe

dan temulawak.

Tabel 6 Spesifikasi Komoditi yang Diteliti

No. HS Code Komoditi

1 0603

Bunga dan kuncup bunga potong dari jenis yang cocok untuk karangan bunga atau untuk keperluan pajangan, segar, kering, dicelup, dikelantang,diresapi, atau dikerjakan secara lain. 2 080450 Mangga, Manggis, dan Jambu Biji

3 080440 Alpukat

4 080711 Semangka

5 071010 Kentang

6 070200 Tomat

7 091010 Jahe

(28)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh

penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar individu, induvidu dengan

pemerintah, atau antar pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain

(Mankiw 2006). Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi

penemuan wilayah baru seperti benua Australia, dan terjadinya penjajahan suatu

negara atas negara lainnya (Oktaviani dan Novianti 2009). Menurut Basri dan

Munandar (2010), perkembangan teori perdagangan internasional cukup beragam,

dimulai dari teori merkantilisme pada tahun 1613, teori Adam Smith tentang

keunggulan absolut, teori David Ricardo tentang keunggulan komparatif, hingga

teori Heckser-Ohlin yang merupakan teori modern tentang perdagangan

internasional.

Beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional

suatu negara, antara lain keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi

ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, dan sebagainya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari

teori penawaran dan permintaan (Tambunan 2001). Dari teori tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa perdagangan internasional terjadi karena adanya

kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dan kelebihan permintaan di negara

lain. Teori ini menggunakan konsep penawaran dan permintaan domestik untuk

kasus dua negara yang terlibat perdagangan dengan satu komoditi perdagangan

tertentu. Misalkan kondisi penawaran dan permintaan negara A (negara eksportir)

terhadap komoditi i di pasar digambarkan masing-masing melalui SA dan DA,

(29)

Tanpa adanya perdagangan internasional, keseimbangan yang terjadi di

negara A akan dicapai pada kondisi keseimbangan domestik, dimana volume

transaksi berada di QA dan harga di PA. Di negara B, keseimbangan akan tercapai

pada kondisi volume transaksi berada di titik QB dan harga di PB, dengan asumsi

harga domestik di negara A lebih murah dibandingkan dengan negara B untuk

komoditas tersebut. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga

internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional

akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga

internasional (PW) sama dengan PA maka di negara B akan terjadi excess demand (ED). Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi

excess supply (ES).

Apabila terjadi perdagangan internasional antar kedua negara dengan

asumsi biaya transportasi adalah nol, kondisi permintaan dan penawaran yang

terjadi akan berubah. Penawaran ekspor di pasar internasional akan digambarkan

oleh SW yang merupakan excess supply function dari negara A, dan fungsi permintaan akan digambarkan oleh DW yang merupakan excess demand function dari negara B, dan menciptakan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar

PW. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor (X)

dengan jumlah yang sama dengan yang diimpor negara B (M). Jumlah ekspor dan

impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar QW pada pasar

internasional.

Sumber : Tambunan, 2001

Gambar 2 Kurva Keseimbangan Perdagangan Internasional

(30)

2.1.1 Konsep Daya Saing

Menurut World Economic Forum (WEF) dalam Zuhal (2010), daya saing merupakan sekumpulan institusi dan kebijakan ekonomi yang menentukan

produktivitas suatu negara guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi

pada jangka medium. Daya saing dalam pengertian WEF ini adalah daya saing

suatu negara atau ekonomi, bukan daya saing suatu produk. Metodologi yang

digunakan oleh WEF untuk menentukan daya saing global suatu negara adalah

kombinasi antara analisis data sekunder dan primer yang meliputi sejumlah aspek

yang secara teoritis dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat daya saing

suatu negara/ekonomi, dan dalam penghitungan dengan rumus-rumus tertentu

masing-masing faktor tersebut diberi bobot-bobot tertentu yang besarannya

didasarkan pada signifikansi dari pengaruh aspek yang bersangkutan (World Economic Forum 2011).

Ada tiga kelompok faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing

sebuah negara (World Economic Forum 2011). Pertama, persyaratan-persyaratan dasar seperti kelembagaan, infrastruktur, stabilitas ekonomi makro dan tingkat

pendidikan serta kesehatan masyarakat. Faktor-faktor ini dianggap sebagai

penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Kedua, faktor-faktor yang bisa

meningkatkan efisiensi/produktivitas ekonomi seperti pendidikan yang tinggi dan

pelatihan kualitas sumberdaya manusia, kinerja pasar yang efisien, kesiapan

teknologi di tingkat nasional maupun perusahaan secara individu, serta luas pasar

domestik. Kelompok ketiga adalah faktor-faktor inovasi dan kecanggihan proses

produksi di dalam perusahaan yang secara bersama menentukan tingkat inovasi

suatu negara.

2.1.2 Konsep Keunggulan dan Daya Saing Ekspor

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995) dalam kamus besar

Bahasa Indonesia berpendapat bahwa daya saing ekspor merupakan kemampuan

suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan

dalam pasar tersebut. Berarti, suatu produk dikatakan memiliki daya saing jika

produk tersebut mampu bertahan dalam suatu pasar meskipun mengalami

guncangan. Daya saing ekspor juga mengacu pada kemampuan suatu negara

(31)

kemampuan negara lain (Bappenas 2009). Esterhuizen et al (2008) mendefinisikan daya saing (competitiveness) sebagai kemapuan suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan

didalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah dari

penerimaan sumber daya yang digunakan. Daya saing sangat penting dalam

menentukan keberhasilan suatu industri karena daya saing merupakan

kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya

yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi pada pasar

internasional kegiatan produksi tersebut tetap dapat menguntungkan (Simanjuntak

1992). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu

komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam

pengusahaan komoditas tersebut.

Porter (1990) dalam Suprihatini (2005) mengemukakan bahwa daya saing

suatu industri dari suatu negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut

yang dimilikinya yang terkenal dengan sebutan The Diamond of Porter yang terdiri dari: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan

penunjang; dan (4) strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut

tersebut secara bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan

pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar

atribut tersebut.

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur tingkat daya saing

suatu komoditi yaitu dari teori keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

Konsep keunggulan komparatif, yang dipopulerkan oleh David Ricardo pada

tahun 1823, menyatakan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau

ketidakunggulan absolut untuk memproduksi dua komoditi jika dibandingkan

dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat

berlangsung. Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan

dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat

diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan komparatif) dan

mengimpor komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian komparatif).

Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi

(32)

negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan akan mengimpor

komoditi yang kerugian absolut lebih besar. Dari komoditi inilah negara

mengalami kerugian komparatif (Salvatore 1997).

Namun tidak selamanya keunggulan faktor produksi (sumberdaya alam

dan sumberdaya manusia) menjamin daya saing yang kuat di pasar internasional.

Halwani (2002) mengungkapkan bahwa peran pemerintah sangat mendukung

dalam peningkatan daya saing selain faktor produksi yang tersedia. Peran

pemerintah suatu negara dalam merancang strategi peningkatan daya saing juga

ditopang oleh faktor-faktor lain seperti kesempatan, investasi, dan inovasi

sehingga negara tersebut memiliki keunggulan kompetitif.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu terkait daya saing ekspor yang dapat

dijadikan referensi antara lain penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati (2011),

Mudjayani (2008), Sari (2008), serta Karomah (2011). Judul, tujuan, metode, dan

hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian terdahulu terdapat pada metode yang digunakan. Dalam penelitian ini,

metode yang digunakan untuk melihat kondisi daya saing hortikultura Indonesia

(33)

Tabel 7 Penelitian Terdahulu tentang Daya Saing Ekspor

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

1. Eka Ratnawati (2011)/Daya saing ekspor karet alam Indonesia di pasar internasional.

1. Menganalisis perkembangan ekspor komoditas karet alam Indonesia. 2. Mengidentifikasi struktur pasar

karet alam di pasar internasional. 3. Menganalisis daya saing karet alam

Indonesia di pasar internasional.

Metode RCA (Revealed Comparative Advantages) dan metode ECI (Export Competitiveness Index)

1. Indonesia dan negara pesaingnya memiliki perkembangan yang cenderung meningkat terhadap nilai ekspor komoditas karet alam dari tahun ke tahun. Karet alam Indonesia sebagian besar diekspor ke Amerika Serikat, Jepang dan China

2. Struktur pasar yang terbentuk pada komoditas karet alam menunjukkan struktur pasar yang berbentuk oligopoli. Struktur pasar demikian menggambarkan bahwa pada komoditas ini penguasaan pasar terbesar dipegang oleh tiga eksportir utama yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia.

3. Menurut analisis RCA, semua negara eksportir memiliki keunggulan komparatif. Namun pada perhitungan RCI menunjukkan Malaysia dan Thailand tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini disebabkan adanya penurunan presentase pertumbuhan ekspor akibat peningkatan konsumsi domestik

1. Menganalisis daya saing buah-buahan tropis Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing buah-buahan tropis Indonesia.

3. Merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing

1. Berdasarkan analisis keunggulan kompetitif (Porter’s Diamond) dan analisis keunggulan komparatif (Revealed Comparative Advantages) buah-buahan Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, memiliki daya saing kuat, yang terlihat dari nilai rata-rata RCA buah-buahan tropis Indonesia yang lebih dari satu.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing

(34)

Tabel 7 Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

buah-buahan tropis Indonesia adalah produktivitas, nilai ekspor, harga ekspor, dan dummy krisis. Selain variabel dummy krisis, semua variabel regresi berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen.

3. Startegi yang dapat dilakukan untuk peningkatan daya saing buah-buahan tropis Indonesia adalah : (1) menjaga kualitas buah-buahan tropis Indonesia. (2) meningkatkan kinerja ekspor buah-buahan tropis Indonesia. (3) meningkatkan produktivitas buah-buahan tropis Indonesia (dalam penelitian ini adalah manggis, nenas, pepaya,pisang. (4) meningkatkan volume ekspor buah-buahan tropisIndonesia.

1. Menganalisis posisi daya saing ekspor minyak kelapa sawit Indonesia di perdagangan internasional dilihat dari pangsa pasar dan keunggulan komparatif. 2. Mengetahui kelemahan minyak

sawit Indonesia, kendala umum dalam produksinya dan pemasarana ekspornya.

3. Mengetahui strategi yang sebaiknya dilakukan untuk memajukan ekspor kelapa sawit Indonesia

Metode RCA (Revealed Comparative Advantages) dan analisis SWOT.

1. Indonesia berada pada posisi teratas kemudian disusul oleh Malaysia. Pangsa pasar Indonesia terendah pada tahun 2001 dengan nilai 43 persen, sedangkan tertinggi pada tahun 2000 dengan nilai 67.5 persen. CPO Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini ditunjukkan nilai RCA yang lebih dari satu.

2. Kendala umum dalam produksi dan pemasaran ekspor CPO Indonesia adalah rendahnya nilai dan mutu CPO Indonesia, regulasi dari pemerintah yang kurang mendukung,

(35)

Tabel 7 Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

tidak optimal, tingginya biaya ekspor CPO Indonesia, penyelundupan CPO, dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung

3. Dari analisis SWOT maka strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan daya saing ekspor CPO Indonesia yaitu dengan strategi S-O dengan optimalisasi lahan dan mengembangkan produk hilir; strategi W-O dengan pembinaan dan pengawasan serta menambah dan memperbaiki infrastruktur; strategi S-T dengan memperluas pangsa pasar; dan terakhir stategi W-T dengan memanfaatkan kebijakan pemerintah.

1. Mengetahui posisi daya saing nenas Indonesia di pasar internasional. 2. Menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia ke pasar internasional.

Metode RCA (Revealed Comparative Advantages), metode EPD (Export Product Dynamic) dan metode IIT (Intra-Indstry Trade).

1. Hasil dengan menggunakan RCA menunjukkan bahwa selama periode 2002-2008 nenas Indonesia di pasar internasional memiliki nilai RCA dibawah satu, yang berarti berdaya saing lemah.

2. Hasil dengan menggunakan EPD menunjukkan bahwa selama periode 2002-2008 kinerja ekspor nenas Indonesia terletak pada posisi

Retreat”, disebabkan pertumbuhan pangsa

ekspor nenas dari Indonesia ke dunia yang mengalami penurunan, begitu pula pangsa total ekspor Indonesia sehingga dapat dikatakan ekspor nenas Indonesia tidak kompetitif di pasar internasional.

3. Hasil dengan menggunakan IIT menunjukan

(36)

Tabel 7 Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

selama periode 2002-2008 keterkaitan perdagangan nenas Indonesia dengan beberapa negara tujuan yaitu Jepang, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan Macau bersifat perfect inter-industry. Sedangkan keterkaitan dengan negara tujuan lainnya bersifat interindustry. 4. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi

aliran ekspor nenas Indonesia dengan negara tujuan adalah pendapatan perkapita, jarak Indonesia dengan negara tujuan, dan pendapatan perkapita Indonesia dengan negara tujuan adalah jumlah penduduk masing-masing negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap US Dollar.

(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Daya saing ekspor mengacu pada kemampuan suatu negara untuk

memasarkan produk ekspor yang dihasilkan negara itu relatif terhadap

kemampuan negara lain (Bappenas 2009). Porter (1990) dalam Suprihatini (2005)

mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu negara tergantung

pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan

sebutan The Diamond of Porter yang terdiri dari: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan penunjang; dan (4) strategi, struktur dan

persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama, ditambah

dengan kesempatan serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat

keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut, akan menentukan apakah suatu

produk memiliki daya saing di pasar atau tidak.

Terkait penelitian ini, konsep daya saing menggunakan pendekatan daya

saing ekspor, yaitu RCA (Revealed Comparative Advantages), AR (Acceleration Ratio), dan ECI (Export Competitiveness Index). RCA digunakan untuk melihat spesialisasi produk yang diekspor, sedangkan kekuatan untuk merebut pasar

dianalisis dengan metode AR (Acceleration Ratio) dan tren daya saing komoditi hortikutura yang diolah dengan metode ECI (Export Competitiveness Index). Dalam RCA, variabel yang diukur adalah perbandingan antara kontribusi ekspor

suatu komoditi terhadap total ekspor suatu negara dengan pangsa nilai produk

dalam perdagangan dunia. Dalam AR, variabel yang diukur adalah perbandingan

antara ekspor komoditi suatu negara terhadap impor komoditi suatu kawasan,

sedangkan dalam ECI, variabel yang diukur adalah rasio pertumbuhan suatu

produk dalam suatu negara dengan pertumbuhan produk tersebut di dunia

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Beberapa data di bab-bab sebelumnya sudah mendeskripsikan pentingnya

peran sektor pertanian dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Salah satu

sub sektor yang memiliki prospek cukup baik, dilihat dari volume produksinya

(38)

berperan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia sebagai negara

berkembang melalui perdagangan internasional. Walaupun kontribusinya belum

banyak, namun jika dikelola dengan baik, sub sektor hortikultura bisa menjadi sub

sektor unggulan Indonesia di pasar internasional, khususnya di pasar ASEAN.

Beberapa produk hortikultura yang memiliki nilai ekspor cukup baik di pasar

ASEAN adalah bunga potong, mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka,

kentang, tomat, jahe dan temulawak. Jika dibandingkan dengan negara pesaing di

ASEAN yang memproduksi hortikultura juga seperti Thailand, Malaysia, Filipina

dan Singapura, nilai ekspor dan volume ekspor komoditi hortikultura Indonesia

masih tergolong kecil. Oleh sebab itu perlu diketahui bagaimana sebenarnya

kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN.

Penelitian ini menganalisis kondisi daya saing komoditi hortikultura

Indonesia dengan melihat spesialisasi produk, kemampuan merebut pasar, serta

tren daya saing dari komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Metode

yang digunakan adalah metode Revealed Comparative Advantages (RCA) untuk mengukur spesialisasi ekspor hasil hortikultura Indonesia yang dapat

dikembangkan, metode Acceleration Ratio (AR) untuk mengetahui apakah hortikultura Indonesia dapat merebut pasar atau tidak, serta metode Export Competitiveness Index (ECI) untuk mengetahui apakah tren daya saing komoditi hortikultura Indoneisa meningkat atau melemah. Setelah didapatkan hasil

berdasarkan masing-masing analisis tersebut, komoditi-komoditi hortikultura

yang diteliti dikelompokkan sehingga dapat diketahui mana komoditi hortikultura

Indonesia yang berdaya saing atau tidak di pasar ASEAN. Berdasarkan hasil yang

diperoleh dengan metode-metode tersebut, kita akan mengetahui kondisi serta

posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia sehingga bisa dirumuskan

strategi serta kebijakan untuk meningkatkan daya saing komoditi hortikultura

Indonesia di pasar internasional, khususnya pasar ASEAN. Gambaran lengkap

(39)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional

Indonesia memiliki potensi komoditi hortikultura yang besar untuk pengembangan pasar ekspor, dilihat dari produksi yang terus meningkat serta

permintaan yang tinggi di pasar internasional.

Nilai dan volume ekspor produk hortikultura Indonesia di pasar internasional, khususnya pasar

ASEAN, masih rendah.

Analisis spesialiasi produk

Strategi peningkatkan daya saing hortikultura Indonesia.

Revealed Comparative Advantages (RCA)

Analisis kemampuan merebut pasar

Analisis trend daya saing

Export Competitiveness Index (ECI)

Acceleration Ratio (AR)

Komoditi hortikultura Indonesia yang memiliki daya saing dan tidak berdaya saing di pasar

(40)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam

bentuk data deret waktu (time series) dari tahun 2007 sampai tahun 2012. Data diperoleh dari beberapa sumber seperti Kementrian Perdagangan, Kementrian

Pertanian, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Hortikultura, United Nations Commodity and Trade Database (UNcomtrade), Food and Agriculture Organization (FAO) serta literatur lain yang terkait.

4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Revealed Comparative Advantages (RCA) untuk mengukur spesialisasi ekspor hasil hortikultura Indonesia yang dapat dikembangkan, metode Acceleration Ratio (AR) untuk mengetahui apakah hortikultura Indonesia dapat merebut pasar atau

tidak, serta metode Export Competitiveness Index (ECI) untuk mengetahui apakah tren daya saing komoditi hortikultura Indonesia meningkat atau melemah. Setelah

itu, hasil dari ketiga analisis tersebut dikelompokkan sehingga dihasilkan

komoditi hortikultura Indonesia yang berdaya saing dan tidak berdaya saing di

pasar ASEAN. Adapun pengolahan dan analisis data dilakukan dengan

menggunakan software Microsoft Excel 2010.

4.2.1 Revealed Comparative Advantage (RCA)

RCA yang dikemukakan oleh Balassa (1965) merupakan salah satu alat

ukur untuk menentukan tingkat kemampuan daya saing komoditas tertetu di pasar

internasional (Basri dan Munandar 2010). RCA digunakan untuk mengukur

spesialisasi ekspor yang dapat dikembangkan. Indeks ini menunjukkan

perbandingan antara pangsa pasar komoditas atau sekelompok komoditi suatu

negara terhadap total ekspor negara tersebut dengan pangsa pasar komoditi

terhadap total ekspor dunia.

(41)

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN

Xtj = Nilai ekspor total negara j ke pasar ASEAN

Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i

At = Nilai ekspor total ASEAN

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

Semakin mendekati atau lebih dari satu (>1) nilai RCA suatu komoditi

suatu negara, berarti komoditi tersebut berpeluang untuk dikembangkan, atau

negara tersebut harus berspesialisasi terhadap komoditi tersebut untuk dapat

bersaing di pasar ASEAN (Hadianto 2010).

4.2.2 Acceleration Ratio (AR)

AR menyatakan rasio antara kecenderungan ekspor komoditi i negara j ke

suatu kawasan tambah 100 dengan kecenderungan impor komoditi i suatu

kawasan tambah 100. Apabila AR mendekati atau lebih dari satu (>1) berarti

komoditi dari negara tersebut dapat merebut pasar. Apabila AR kurang dari nol (<

0) atau mendekati -1 berarti ada yang merebut pangsa pasar pemasok sehingga

negara tadi tidak bisa merebut pasar (Hadianto 2010).

Secara matematis AR dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN

Mib = Nilai impor ASEAN untuk komoditi i

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

4.2.3 Export Competitiveness Index (ECI)

Export Competitiveness Index (ECI) menunjukkan rasio pangsa ekspor suatu negara di pasar dunia untuk suatu komoditi tertentu pada periode tertentu (t)

dengan rasio pangsa ekspor suatu negara di pasar dunia untuk komoditi tersebut

dalam periode sebelumnya (t-1). Amir (2000) dalam Saboniene (2009)

menggunakan ECI untuk mengestimasi keberhasilan atau kegagalan dalam suatu

industri dalam rangka peningkatan pertumbuhan dalam menghadapi persaingan

(42)

negara, maka indeks daya saing ini akan menjadi indikator yang lebih baik dalam

melihat keunggulan suatu komoditas. ECI dapat dirumuskan sebagai berikut

(Amir 2000 dalam Saboniene 2009):

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN

Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i

t = Tahun 2007-2012

t-1 = Tahun sebelumnya

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

Dilihat dalam rumus diatas, nilai ECI menunjukkan tren daya saing yang

dihadapi oleh suatu negara terhadap negara lain untuk suatu komoditas. Nilai ini

menunjukkan apakah suatu produk yang dimaksud memiliki kemampuan untuk

bersaing dengan negara pesaing. Jika nilai ECI suatu komoditi lebih besar dari

satu (nilai ECI > 1), komoditi tersebut menghadapi tren daya saing yang

meningkat di pasar ASEAN, sedangkan jika nilai ECI lebih kecil dari satu (nilai

ECI < 1), komoditi tersebut menghadapi kemungkinan penurunan pangsa pasar di

pasar ASEAN atau daya saing yang melemah diantara negara-negara pesaing lain

di ASEAN (Hadianto, 2010).

4.2.4 Pengelompokan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing.

Hasil dari ketiga analisis diatas merupakan komoditi-komoditi mana yang

berdaya saing dan tidak berdaya saing berdasarkan masing-masing kriteria. Oleh

sebab itu, hasil dari ketiga analisis tersebut perlu dikelompokan sehingga

dihasilkan mana komoditi yang berdaya saing dan tidak berdaya saing

berdasarkan keseluruhan kriteria. Pengelompokan ini merupakan hasil dari diskusi

peneliti dengan dosen pembimbing. Asumsi dalam pengelompokan ini adalah

ketiga analisis yang digunakan dalam penelitian memiliki bobot yang sama atau

ketiga analisis memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan komoditi mana

(43)

analisis Revealed Comparative Advantages (RCA), Acceleration Ratio (AR), dan Export Competitiveness Index (ECI) dimasukkan ke dalam matriks di bawah ini.

Tabel 8 Matriks Pengelompokan Daya Saing Komoditi Hortikultura Kriteria

Revealed Comparative Advantages (RCA)

+ : Komoditi berpeluang untuk dikembangkan - : Komoditi tidak dapat dikembangkan

Acceleration Ratio (AR)

+ : Komoditi dapat merebut pasar - : Komodti tidak dapat merebut pasar

Export Competitiveness Index ( ECI)

+ : Komoditi menghadapi trend daya saing meningkat - : Komoditi menghadapi penurunan pangsa pasar

4.2.3 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan data dan informasi hasil

analisis. Analisis deskriptif pada penelitian ini juga digunakan untuk menjelaskan

hasil Indepth Interview dengan pakar mengenai strategi peningkatan daya saing ekspor hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Indepth Interview adalah teknik wawancara mendalam dengan narasumber yang bertujuan untuk mendapatkan

pemahaman mengenai perspektif narasumber terhadap kondisi kehidupannya,

pengalaman dan situasi yang dihadapi (Taylor dan Bogdan 1998 dalam Rahayu

2008). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini merupakan

pertanyaan yang diajukan secara fleksibel, terbuka, tidak baku, informal, dan tepat

(44)

pendekatan informan kunci, yaitu teknik yang mengumpulkan data melalui

orang-orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga

dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi objek

pengamatan, dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat

dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut (Rudito dan

Melia 2008).

Pada penelitian ini, Indepth Interview dilakukan terhadap lembaga yang dianggap expert atau kompeten mengenai strategi kebijakan di sektor pertanian, dalam hal ini Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Badan

Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Wawancara secara mendalam dilakukan untuk menggali informasi mengenai

permasalahan dan strategi pengembangan ekspor komoditi hortikultura Indonesia

di pasar ASEAN, khususnya bunga potong, alpukat, semangka, mangga, manggis,

jambu biji, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Hasil Indepth Interview dan hasil analisis RCA, ECI dan AR dijadikan dasar dalam penyusunan strategi kebijakan

pengembangan ekspor komoditi hortikultura Indonesia di pasar internasional,

(45)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Perkembangan Hortikultura Indonesia dan Negara-Negara ASEAN

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

bekerja dengan cara bercocok tanam. Indonesia juga memiliki keanekaragaman

komoditas pertanian. Kondisi iklim yang mendukung membuat musim

buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga dapat berlangsung sepanjang tahun.

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang terdiri dari 4 jenis

komoditi, yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman

biofarmaka (tanaman obat). Permintaan terhadap komoditi-komoditi hortikultura

cukup meningkat karena komoditi-komoditi tersebut memiliki manfaat dan

kegunaan yang cukup baik bagi kelangsungan hidup manusia. Permintaan luar

negeri lebih tinggi jika dibandingkan permintaan domestik. Hal ini menjadikan

hortikultura Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan,

khususnya untuk ekspor. Pengembangan dan pembudidayaan sektor hortikultura

akan membuat produksi hortikultura meningkat. Peningkatan produksi tidak

hanya dapat memenuhi permintaan dan konsumsi domestik, melainkan dapat

memenuhi permintaan pasar ekspor internasional, khususnya pasar ASEAN,

sehingga dapat menjadi sumber devisa sektor nonmigas bagi pendapatan negara

Indonesia. Perkembangan produksi hortikultura Indonesia, baik buah-buahan,

sayur-sayuran, tanaman hias, maupun tanaman biofarmaka, terus meningkat dari

tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini diakibatkan oleh peningkatan luas areal

tanam maupun areal panen, berkembangnya teknologi produksi serta

penerapannya, semakin baiknya bimbingan terhadap petani dan pelaku usaha,

semakin baiknya manajemen usaha, serta adanya penguatan dalam kelembagaan

agribisnis hortikultura Indonesia.

Kementrian Pertanian (2013) menyatakan salah satu kendala ekspor

hortikultura Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur. Kebanyakan produk

hortikultura Indonesia tidak bisa bersaing di pasar internasional karena

infrastruktur pertanian di Indonesia, seperti jalan umum, bandar udara, serta

pelabuhan kapal laut, masih sangat minim sehingga sulit untuk mendistribusikan

(46)

sampai ke tahap perdagangan selanjutnya membutuhkan waktu dan biaya yang

tidak sedikit. Distribusi yang sulit ini menjadikan kualitas hortikultura menjadi

menurun ketika sampai di negara tujuan. Hal ini menyebabkan komoditi

hortikultura Indonesia kalah saing dengan negara pesaing.

Manfaat dari produk hortikultura sangat tinggi. Buah-buahan dan

sayur-sayuran mengandung vitamin, mineral, serta zat gizi lain yang diperlukan oleh

tubuh manusia. Sementara itu tanaman biofarmaka menjadi obat-obatan alami

yang bisa dijadikan alternatif obat generik. Sedangkan tanaman hias memiliki

nilai estetika untuk ditawarkan berupa keindahan serta aroma yang menarik minat

konsumen. Manfaat-manfaat yang disebutkan tadi menjadikan komoditi

hortikultura sangat dicari oleh para konsumennya. Kebutuhan konsumsi perkapita

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah konsumen, tingkat

pendapatan masyarakat, tingkat harga, dan perubahan referensi konsumen.

Rata-rata kelompok yang cenderung mengkonsumsi buah dan sayur lebih tinggi adalah

kelompok penduduk berpenghasilan tinggi. Sementara itu kelompok yang

berpenghasilan rendah cenderung lebih memprioritaskan kebutuhan pangan

utama, seperti nasi. Tingkat konsumsi hortikultura masyarakat Indonesia masih

sangat rendah. Pada perhitungan konsumsi produk hortikultura, hanya

buah-buahan dan sayur-sayuran saja yang digunakan sebagai dasar perhitungan. Hal ini

dikarenakan data untuk konsumsi tanaman hias dan tanaman biofarmaka belum

ada yang sahih.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya pertanian yang sangat tinggi.

Kekayaan ini bisa dilihat dari iklim yang mendukung untuk bertani, keragaman

varietas serta ketersediaan lahan yang cukup luas jika dibandingkan dengan

negara-negara lain di ASEAN. Oleh sebab itu, sebenarnya Indonesia memiliki

potensi ekspor hortikultura yang besar. Jika hortikultura dapat dibudidayakan dan

dikembangkan dengan baik, produk-produk hortikultura Indonesia dapat bersaing

di pasar internasional, khususnya pasar ASEAN. Indonesia masih kalah bersaing

dengan negara-negara lain dalam hal penanganan pasca panen, distribusi hasil

panen, serta standar mutu. Hortikultura merupakan komoditas yang disajikan

dalam bentuk segar/dibekukan. Produk hortikultura rentan rusak apabila dikemas

(47)

harus selalu terjaga. Hal-hal tersebut menjadi hambatan ekspor hortikultura di

pasar internasional. Pasar ASEAN memang lebih bebas jika dibandingkan dengan

pasar Jepang, atau Taiwan. Namun, jika produk hortikultura Indonesia tidak

memiliki mutu yang baik, Indonesia akan kalah bersaing dengan negara-negara

lain di ASEAN yang juga memproduksi produk hortikultura. Distribusi serta

teknologi pengawetan pun menjadi hambatan terbesar hortikultura Indonesia.

Permintaan dan harga sebenarnya akan meningkat sejalan dengan perbaikan pada

pasca panen, distribusi, serta teknologi.

Usaha untuk meningkatkan produktivitas hortikultura Indonesia bisa

dilakukan dengan berbagai cara seperti optimalisasi dan efisiensi pemanfaatan

sumberdaya alam, pemilihan dan penggunaan teknologi tepat guna, penggunaan

bibit unggul, dan sebagainya. Peningkatan produktivitas ini diharapkan bisa

meningkatkan devisa negara serta menekan jumlah impor hortikultura agar tidak

tidak terjadi atau setidaknya mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia.

Kawasan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2003. Liberalisasi perdagangan AFTA akan

menyebabkan pasar di semua negara anggota ASEAN akan makin terbuka serta

makin tajamnya persaingan antar negara di kawasan ini, apalagi jika diberlakukan

zero cost pada program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 nanti. Pada dasarnya, negara-negara anggota ASEAN memproduksi jenis produk perrtanian

yang hampir sama karena kondisi iklim dan budaya yang hampir sama, termasuk

komoditi hortikultura (Hadi dan Mardianto 2004).

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang terdiri

sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman biofarmaka (tanaman obat), dan florikultura

(tanaman hias) menjadi salah satu komoditi subjek perdagangan internasional.

Karena tingkat konsumsinya yang tinggi, maka setiap negara berlomba-lomba

untuk memproduksi komoditi hortikultura, baik untuk memenuhi

kebutuhan/konsumsi domestik maupun untuk diperdagangkan di pasar

internasional guna mendatangkan devisa bagi negara mereka. Salah satu kawasan

yang berlomba-lomba untuk memproduksi komoditi hortikultura adalah

negara-negara kawasan Asia Tenggara yang berada dibawah naungan ASEAN.

(48)

hortikultura, sehingga hampir semua negara ASEAN memproduksi komoditi

hortikultura. Pada Tabel 9 dapat dilihat tiga negara produsen beberapa produk

hortikultura terbesar di pasar ASEAN. Pada tabel di bawah, rata-rata Indonesia

selalu termasuk ke dalam tiga produsen terbesar beberapa komoditi hortikultura,

yaitu bunga potong, alpukat, semangka, kentang, jahe, serta temulawak, di pasar

ASEAN. Bahkan, menurut data UNComtrade, Indonesia berhasil menjadi produsen terbesar di pasar ASEAN untuk komoditi temulawak pada tahun 2007

sampai tahun 2012.

Tabel 9 Negara Produsen Terbesar Beberapa Produk Hortikultura di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012.

Rank Bunga Potong Alpukat Semangka Kentang Jahe Temulawak 1 Malaysia Singapura Malayasia Malaysia Singapura Indonesia 2 Thailand Indonesia Indonesia Singapura Indonesia Singapura 3 Indonesia Kamboja Thailand Indonesia Malaysia Malaysia Sumber : UNComtrade, 2013

5.2 Perkembangan Ekspor Hortikultura Indonesia di ASEAN

Produk hortikultura sudah menjadi salah satu komoditi Indonesia yang di

perdagangkan di pasar internasional, walaupun dalam perkembangannya, ekspor

hortikultura Indonesia menemui berbagai kendala seperti standarisasi mutu yang

ketat, penanganan pasca panen hortikultura Indonesia yang kurang baik, kualitas

produk yang tidak bisa terjaga, masalah distribusi dan teknologi, serta pengadaan

bibit unggul yang masih kurang. Menurut Dumiary (1996), masalah lain dalam

ekspor Indonesia adalah komposisi negara tujuan ekspor. Pasar yang menjadi

tujuan ekspor kita terkonsentrasi di beberapa negara tertentu, sehingga jika terjadi

perubahan di negara tersebut, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap

kinerja ekspor dari Indonesia.

Ekspor Indonesia diekspor melalui berbagai cara. Salah satu cara yang

paling sering digunakan adalah melewati pelabuhan. Barang-barang ekspor

Indonesia dimuat dan diberangkatkan di berbagai pelabuhan kecil dan besar yang

tersebar di seluruh Indonesia. Ekspor yang berangkat dari pelabuhan kecil

biasanya menuju ke negara tetangga dekat dan pada umumnya memuat dengan

volume terbatas. Namun tidak semua pelabuhan di Indonesia aktif beroperasi.

Gambar

Tabel 2 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Pertanian Tahun 2008-
Gambar 1 Perkembangan Volume Ekspor Sub Sektor Hortikultura Tahun 2007-
Tabel 3 Ekspor Pertanian Indonesia Menurut Negara Tujuan Januari-Desember
Tabel 5 Kontribusi Volume dan Nilai Ekspor Sub Sektor Pertanian Terhadap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simulasi perambatan gelombang elektromagnetik telah dilakukan pada rodmetal (metallic rod) menggunakan metode Finite Difference Time Domain (FDTD).Untuk polarisasi

Hasil penelitian menyatakan bahwa: 1proses pengembangan pendidikan kewirausahaan untuk menumbuhkan minat wirausaha siswa pada kelas X pada program enterpreneur yaitu dengan

Sampai batas tertentu, dalam konteks membangun toleransi beragama, kehadiran program “Bandung Kota Agamis” telah menjadi semacam benang homogen atau common platform

Menurut gue gue tuh orang yang mandiri, karena apa-apa juga biasa ngurus sendiri juga sih, terus gue orangnya nggak mau ambil pusing, jadi kalo gue tau gue mau ngapain ya gue

Kertas industri merupakan kelompok jenis kertas yang berhubungan dengan proses produksi di berbagai industri, baik yang dipergunakan sebagai salah satu bahan baku

Jika GLEDQGLQJNDQNRQÀLN\DQJWHUMDGLGL.HUDMDDQ Agangnionjo (Tanete) dengan kerajaan lain yang ada di Sulawesi Selatan dalam proses integrasi internal kerajaannya,

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan dan menganalisa gambaran menyeluruh

Faktor yang mempengaruhi adalah perkembangan dari kegiatan komersial tersebut.Perkembangan tersebut dilihat dari kondisi kawasan Pecinan dari tahun 1990 sampai