• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Lalat Buah (Diptera Tephritidae) Di Beberapa Kabupaten Di Provinsi Sulawesi Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Lalat Buah (Diptera Tephritidae) Di Beberapa Kabupaten Di Provinsi Sulawesi Barat"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

KHAERUDDIN

IDENTIFIKASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE)

DI BEBERAPA KABUPATEN DI PROVINSI SULAWESI BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

KHAERUDDIN. Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT dan YAYI MUNARA KUSUMAH.

Lalat buah (Diptera: Tephritidae) umumnya bersifat polifag dengan kisaran inang yang luas, meskipun beberapa diketahui bersifat stenofag dan monofag. Berdasarkan sebarannya, lalat buah bersifat kosmopolitan dengan daerah sebar yang luas meliputi daerah tropis dan subtropis. Lalat buah merupakan hama penting pada tanaman pertanian. Beberapa spesies lalat buah merupakan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang sangat berbahaya. Selain itu lalat buah juga berpotensi menurunkan kualitas dan kuantitas produksi buah-buahan di Provinsi Sulawesi Barat. Sampai saat ini informasi mengenai jenis dan inang lalat buah di di Provinsi Sulawesi Barat masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies lalat buah dan jenins tanaman inangnya di beberapa kabupaten Provinsi Sulawesi Barat serta menyediakan kunci identifikasi dikotomi dan kunci interaktif dengan program Lucid Key Phoenix.

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Pemeliharaan buah terserang di laboratorium Stasiun Karantina Pertanain (SKP) Kelas II Mamuju. Lalat buah diindetifikasi di laboratorium Biosistematika Serangga IPB. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 sampai Maret 2015. Pangambilan sampel dengan metode pemeliharaan buah bergejala (host rearing) dan pemasangan perangkap di kawasan pemukiman dan hutan.

Pengumpulan sampel buah bergejala dengan metode purposive sampling. Jumlah buah yang diambil di setiap lokasi adalah 1-15 buah. Buah-buah yang dikoleksi ditempatkan pada wadah plastik pemeliharaan yang dialasi pasir steril, bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. Buah dibedah setelah 10-14 hari dan menunggu imago berkembang sempurna (5-7 hari). Lalat buah dimatikan dengan memasukkan ke dalam freezer. Pengambilan sampel buah dilakukan sebanyak tiga kali setiap dua minggu.

Perangkap yang digunakan adalah perangkap Steiner menggunakan zat pemikat (attractant)Methyl Eugenol (ME) dan Cue Lure (CUE). Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode transek dengan lebar 20 m dan panjang satu kilometer. Satu perangkap zat pemikat ME dan satu perangkap zat pemikat CUE di pasang di setiap titik dengan jarak 5-20 m. Jumlah perangkap di kawasan pemukiman sebanyak 90 buah dan di kawasan hutan sebanyak 84 buah. Perangkap dipasang secara individual dengan posisi horizontal, ketinggian 2-4 m dari permukaan tanah. Pengumpulan lalat buah terperangkap dilakukan sebanyak tiga kali setiap minggu.

(5)

Jumlah spesies lalat buah hasil pemasangan perangkap dan pemeliharaan buah bergejala adalah 30 yang terdiri dari dua genus yaitu Dacus dan Bactrocera. Enam spesies diantaranya berasosiasi dengan 20 spesies tanaman inang. Jumlah spesies lalat buah yang tertangkap dari kawasan hutan lebih banyak dibandingkan dengan kawasan pemukiman, yaitu masing-masing 27 dan 23 spesies.

Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Zeugodacus) cucurbitae, dan B. (Zeugodacus)

emittens merupakan lalat buah yang bersifat polifag, dan B. (Bactrocera) latifrons bersifat oligofag. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) umbrosa, B. (Bactrocera) albistrigata, dan B. (Bactrocera) limbifera merupakan spesies lalat buah dominan yang ditemukan. Beberapa spesies lalat buah yang ditemukan dilaporkan hanya terdapat di Sulawesi, yaitu B. (Bactrocera) beckerae, B. (Bactrocera) megaspilus, B. (Bactrocera) sulawesiae, merupakan inang yang belum pernah dilaporkan sebelumnya terserang lalat buah berikut, yaitu Gambas (L. acutangula) inang dari B. (Bactrocera) dorsalis, Buni (A. bunius) inang dari B. (Bactrocera) carambolae, Sawo(M. zapota), Belimbing bintang (A. carambolae), dan Cabai rawit (C. frustescens) inang dari B. (Bactrocera) albistrigata, Salak (S. zalacca) inang dari B. (Zeugodacus) cucurbitae, Gambas (L. acutangula) dan Rambutan (N. lappaceum) inang dari B. (Zeugodacus) emittens, serta Terung (S. melongena)dan Tomat (S. lycopersicum) inang dari B. (Bactrocera) latifrons.

Kunci identifikasi untuk lalat buah yang ditemukan dari penelitian ini dibuat dalam format kunci dikotomi dan kunci interaktif yang berbasis komputer dengan program Lucid Key Phoenix. Kunci identifikasi tersebut dilengkapi dengan gambar yang disusun berdasarkan karakter morfologi lalat buah yang ditemukan. Kunci identifikasi ini diharapkan dapat memudahkan pengguna dalam mengidentifikasi lalat buah yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Barat.

(6)

SUMMARY

KHAERUDDIN. Identification of Fruit Flies (Diptera: Tephritidae) in Several Districts of West Sulawesi Province. Supervised by PURNAMA HIDAYAT and YAYI MUNARA KUSUMAH.

Fruit flies (Diptera: tephritid) are generally polyphagous with wide host range, although some are known to be stenophagous and monophagous. Based on the distribution, fruit flies are cosmopolitan insects with wide spread area includes tropical and subtropical regions. Fruit flies are important pest of agricultural crops. Some species of fruit flies are quarantine plant pests which are very dangerous to fruit production in Indonesia. The Province of West Sulawesi has high diversity of horticultural plants which may have influence on fruit fly richness. Information on the diversity of fruit flies and their host plants in this area was very limited. The aims of this research were to study the diversity of fruit flies and their host plants as well as to provide the identification keys for fruit flies found in West Sulawesi Province.

This study was conducted in the Districts of Mamuju, Mamuju Tengah, and Polewali Mandar, West Sulawesi Province. Fruit flies were collected using two methods, trapping and host rearing. Host rearing was done in the laboratory of Aqiculture Quarantine Station (SKP) class II Mamuju. Fruit flies were identified in the laboratory of Insects Biosistematics, IPB Bogor. The research was conducted from July 2014 to March 2015.

Trapping of fruit flies was done by determining locations of sampling points using line transect method. The size of each transect was 20 m in widht and one km in length. In each sampling point, two traps were installed, one with Methyl Eugenol (ME) and another with Cue Lure (CUE) attractants. The distance between two traps were 5-20 m. The number of traps in urban area as much as 90 pieces and in he forest area were pieces. Traps were individually mounted in a horizontal position, height of 2-4 m from ground level. The collection of trapped fruit flies were three times a week.

Host rearing was done by collecting fruits infested by fruit flies. The method of sampling collection was purposive sampling. The number of fruit that was taken on each location was 1-15 pieces based on availability. Fruits that were collected placed in plastic containers lined with sterile sand in the bottom. Infected by fruit flies was incubated for 10-14 days to get perfect growing adults of fruit flies. The fruit fly was killed by putting the flies into the freezer. Fruit samplings were replicated three times.

Supporting data such as coordinates and elevation was recorded using the Global Postitioning System (GPS). To get a map of sampling point distribution, the General Information System (GIS) ArcMap version 10 was utilized. Preservation of fruit flies was done by using two stage (double pinning) method. Identification of fruit flies were based on morphological characters on the head, thorax, wings, legs, and abdomen using available identification keys. Total of thirty species of fruit flies were identified.

Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) albistrigata, B. (Zeugodacus) cucurbitae, and B. (Zeugodacus)

(7)

as olygopaghous. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) umbrosa, B. (Bactrocera) albistrigata, and B. (Bactrocera) limbifera were the dominant fruit fly species. Some species of collected fruit flies

were only reported from Sulawesi, they were B. (Bactrocera) beckerae, occipitalis. While the fruit fly species that included as pests were B. (Bactrocera)

albistrigata, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) latifrons, B. cucurbitae, and B. emittens. Some plants were hosts

that have not been previously reported. They were Gambas (L. acutangula) were a host of B. (Bactrocera) dorsalis, Buni (A. bunius) were a host of B. (Bactrocera) constructed based on morphological characters and provided in the traditional dichotomous key format and computer based dichotomous key using Lucid Key Phoenix computer program. The keys is expected to be useful for identification of fruit flies found in the West Sulawesi Province.

Keyword: Methyl Eugenol, Cue Lure, Bactrocera, Dacus, Steiner traps, host rearing

species and of ecosistems. Different environmental conditions will affect for biodiversity and living species. It is also applies to insects which environmental factors influence the life cycle of insect. Oil palm is plant of crude palm oil and palm kernel oil, it‟s leading commodity non-oil sector. This plant has a production

life up to 25-30 years, and the plant is cultivated as plantations.

At oil palm plantations known presence of ground vegetation, ie plant communities making up the bottom stratification near the soil surface. Cultivation practices and different habitat conditions of each oil palm‟s age will certainly affect for existing ground vegetation. Ground vegetation at palm oil estate is one of the factors that influence the diversity of insects.

(8)

were collected by pitfal trap, light trap, insect net, yellow pan trap, and yellow sticky trap methods.

Total of 15 960 insect spesiments were collected, consisting of 12 orders, 120 families and 244 morphospecies. Diversity of insects that found in three age groups of plants showed a high index. This result suggest that age of the plant has no effect on insect diversity. Insect composition in three age groups of plant are different. At 1st and 7th years, the ecological functions of insects dominated by insects as hebivor, and at 20th years ecological functions of insects dominated by insect as detritivores.

Positive relationship shown by the abundance of ground vegetation around the plant oil palm for insect abundance. The higher the percentage of ground vegetation covering land, the higher abundance of insects can be found at location

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

IDENTIFIKASI LALAT BUAH (DIPTERA: TEPHRITIDAE)

DI BEBERAPA KABUPATEN DI PROVINSI SULAWESI BARAT

(10)
(11)

Judul Tesis : Identifikasi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) di Beberapa Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat

Nama : Khaeruddin

Nim : A351130444

Tanggal ujian : 13 April 2015 Tanggal lulus: Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, M.Si Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah Identifikasi lalat buah (Diptera: Tephritidae) di beberapa kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Yayi Munara Kusumah, M.Si. sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang senantiasa mencurahkan ilmu, bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis selama penelitian sampai dengan selesainya penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. selaku Ketua Program Entomologi, Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku Ketua Program Fitopatologi dan Bapak Dr. Suputa selaku dosen penguji.

3. Ibu Ir. Banun Harpini, M.Sc selaku Kepala Badan Karantina Pertanian, Drh. Mulyanto, MM, Dr. Ir. Antarjo Dikin, M.Sc, Dr. Ir. Arifin Tasrif, M.Sc, Drh. Surjarwanto, MM, dan Dr. Ir. Elisa Suryati Rusli, M.Sc selaku Pimpinan Pusat Badan Karantina Pertanian beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Drh. Indra Dewa dan Drh. Priyadi selaku Kepala Stasiun Karantina Pertanian Kelas II Mamuju beserta segenap staf yang yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan motivasi selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Ayahanda Dongko Sewang dan Ibunda Nurbiah. Saudara-saudaraku Nuraeni, Ahmad Natsir, S.Kep, Zainuddin, S.Pd, Abdul Hamid, Ratnawati, SP, Anna Muliana, Amd.Gz, dan Anni Satriani. Istri tercinta Mar‟atus Shaleha, S.Kep, anak-anak tersayang Ahmad Dzaky Fahrezi Khaerul dan Muhammad Azzam Mirza Khaerul yang senantiasa memberikan dukungan moril, spiritual, dan materil selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

6. Seluruh staf pengajar yang telah yang telah mencurahkan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

7. Sahabat-sahabatku Kelas Khusus Karantina Pertanian 2013, Forum Wacana Sulselbar, Forum Wacana Proteksi Tanaman IPB, Suleha Thamrin, SP, M.Si, dan keluarga besar Laboratorium Biosistematika Serangga yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan motivasi.

8. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah membantu selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

Taksonomi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae) 3

Morfologi Lalat Buah 3

Ketertarikan Lalat Buah terhadap Atraktan 6

Gejala Serangan dan Kerugian Ekonomi 7

Asosiasi dengan Tanaman Inang 7

Sebaran Lalat Buah 8

Potensi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Barat 9

METODE 10

Pembuatan Kunci Identifikasi Lalat Buah 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Spesies Lalat Buah yang Ditemukan 18

Pengaruh habitat terhadap keanekaragaman lalat buah 21

Asosiasi Lalat Buah dengan Tanaman Inang 22

Deskripsi Morfologi Spesies Lalat Buah 24

(14)

DAFTAR TABEL

1 Lokasi administratif dan letak geografis titik pengambilan sampel di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar 11 2 Jumlah individu lalat buah dan kategori dominansi spesies lalat buah 19 3 Tanaman inang lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan

Polewali Mandar 23

DAFTAR GAMBAR

1 Ciri morfologi kepala lalat buah (White & Harris 1994) 4 2 Ciri morfologi toraks lalat buah pada penampang dorsal (a) dan penampang

lateral (b) (White & Harris 1994) 5

3 Ciri morfologi dan struktur venasi sayap lalat buah (White & Harris 1994) 5 4 Ciri morfologi abdomen lalat buah pada abdomen jantan (a) dan abdomen

betina (b) (White & Harris 1994) 6

5 Peta sebaran titik-titik sampling lalat buah di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat 10 6 Buah jambu air yang dicurigai tersenag lalat buah (a) buah yang terserang

lalat buha dikumpulkan di kantong kertas (b) 14

7 Pemeliharaan sampel buah di dalam toples: jambu air (a) dan jambu biji (b) 14 8 Model perangkap Steiner (a) dan pemberian atraktan (b) 15 9 Pemasangan perangkap lalat buah di hutan (a) dan penempatan perangkap

di lokasi penelitian (b) 15

10 Koleksi spesimen lalat buah menggunakan double pinning 16 11 Jumlah spesies lalat buah yang ditangkap pada kawasan pemukiman dan

hutan di tiga kabupaten Sulawesi Barat 21

12 Karakter morfologi Bactrocera (Asiadacus) apicalis (de Meijere) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 25 13 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) pada

kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 26 14 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) beckerae (Hardy) pada kepala

(a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 26 15 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock

pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago

(f) 27

16 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 28 17 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) enigmatica (Hardy) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan spesies utuh

(f) 28

18 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) frauenfeldi (Schiner) pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 29 19 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) limbifera (Bezzi) pada kepala

(15)

20 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 30 21 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) megaspilus (Hardy) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 31 22 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) melastomatos Drew &

Hancock pada kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e),

dan imago (f) 32

23 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) musae (Tryon) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan imago (f) 32 24 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) moluccensis (Perkins) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 33 25 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 34 26 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) ritsemai (Weyenbergh) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 34 27 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) sulawesiae Drew & Hancock

pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago

(f) 35

28 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) trifasciata (Hardy) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 36 29 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) umbrosa (Fabricius) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 36 30 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) usitata Drew & Hancock pada

kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 37 31 Karakter morfologi Bactrocera (Paradacus) angustifinis (Hardy) pada

kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 38 32 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) abnormis (Hardy) pada

kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e) dan imago (f) 38 33 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) cucurbitae (Coquillett) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 39 34 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) emittens (Walker) pada

kepala (a), toraks (b), abdomen (c), sayap (d), tungkai (e), dan imago (f) 40 35 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) exornata (Hering) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e) dan spesies utuh

(f) 40

36 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) heinrichi (Hering) pada kepala (a), toraks (b), sayap (c), dan abdomen (d) 41 37 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) persignata (Coquillett) pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 42 38 Karakter morfologi Bactrocera (Zeugodacus) tau (Walker) pada kepala (a),

toraks (b), lateral toraks (c), abdomen (d), sayap (e), dan imago (f) 42 39 Karakter morfologi Dacus (Mellesis) conopsoides de Meijere pada kepala

(a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 43 40 Karakter morfologi Dacus (Callantra) longicornis Wiedemann pada

kepala (a), toraks (b), sayap (c), abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 44 41 Karakter morfologi Dacus (Mellesis) nanggalae Drew & Hancock pada

(16)

42 Karakter morfologi Bactrocera sp. pada kepala (a), toraks (b), sayap (c),

abdomen (d), tungkai (e), dan imago (f) 45

43 Tampilan pertama kunci identifikasi dikotomi dalam program Lucid

Phoenix 46

44 Langkah pertama tampilan “Preview Key” untuk memulai langkah

identifikasi lalat buah 47

45 Langkah kedua memilih karakter berdasarkan sampel lalat buah yang

diidentifikasi 48

46 Langkah ketiga memilih karakter berdasarkan sampel lalat buah yang

diidentifikasi 48

47 Langkah keempat identifikasi sampel telah selesai (nama spesies telah

diketahui 49

48 Hasil identifikasi (nama spesies telah diketahui), pernyataan karakter morfologi (a), pernyataan karakter yang telah dipilih (b), spesies yang telah

diidentifikasi (c) 49

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sebaran spesies lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan

Polewali Mandar 56

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lalat buah (Diptera: Tephritidae) umumnya bersifat polifag dengan kisaran inang yang luas, meskipun beberapa diketahui bersifat stenofag dan monofag. Berdasarkan sebarannya, lalat buah bersifat kosmopolitan dengan daerah sebar yang luas meliputi daerah tropis dan subtropis. Beberapa spesies lalat buah diketahui berperan sebagai hama pada tanaman pertanian. Dampak kerusakan yang ditimbulkan lalat buah menjadi perhatian dunia, sehingga terus ditingkatkan upaya pengendaliannya, inventarisasi keanekaragaman spesies, kisaran inang, dan pemetaan daerah sebaran melalui surveilan (Christenson & Foote 1960; Bateman 1972; Aluja & Liedo 1993; White & Harris 1994; Aluja & Norrbom 1999).

(18)

Sulawesi Barat memiliki potensi menghasilkan berbagai macam buah-buahan tropis. Salah satu ancaman bagi produksi buah-buah-buahan di Provinsi Sulawesi Barat adalah lalat buah. Informasi mengenai spesies lalat buah dan jenis tanaman inangnya di wilayah ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang jenis lalat buah dan dan tanaman inangnya di Provinsi Sulawesi Barat. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai jenis spesies lalat buah, jenis tanaman inang, dan menyediakan kunci identifikasi lalat buah yang ditemukan di Provinsi Sulawesi Barat.

Perumusan Masalah

Provinsi Sulawesi Barat memiliki potensi tanaman hortikultura yang melimpah dengan pintu-pintu pemasukan dan pengeluaran komoditas pertanian yang menghubungkan dengan daerah lain di dalam wilayah RI, maupun ke luar wilayah RI. Hal ini membuka peluang penyebaran lalat buah melalui media pembawa komoditas pertanian semakin meningkat, sehingga memengaruhi status spesies lalat buah di suatu daerah. Selain itu informasi mengenai spesies lalat buah di Sulawesi Barat masih sangat terbatas, oleh karena itu perlu penelitian mengenai identifikasi stastus spesies lalat buah, jenis tanaman inang serta penyediaan kunci identifikasi lalat buah yang ditemukan di Sulawesi Barat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies lalat buah dan tanaman inangnya di beberapa kabupaten Provinsi Sulawesi Barat serta membuat kunci identifikasi untuk lalat buah yang ditemukan.

Manfaat

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Lalat Buah (Diptera: Tephritidae)

Lalat buah termasuk dalam Dunia Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Insekta, Ordo Diptera, Subordo Brachycera, Famili Tephritidae (Hardy 1969; Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White & Harris 1994; Aluja & Norrbom 1999). Menurut White dan Harris (1994), Famili Tephritidae terdiri dari 3 Subfamili yaitu Dacinae, Trypetinae, dan Tephritinae. Subfamili Dacinae terdiri dari Tribe Ceratitini dan Dacini. Subfamili Trypetinae terdiri dari Tribe Acanthonevrini, Adramini, Eupharantini, Phytalmiini, Rivelliomimini, Toxotrypanini, dan Trypetini. Subfamili Tephritinae terdiri dari Tribe Myopitini, Tephrellini, Terelliini, dan Tephritini.

Famili Tephritidae terdiri dari 5 Genus yaitu Ceratitis, Anastrepha, Bactrocera, Rhagoletis, Dacus. Genus Ceratitis terdiri dari Subgenus Cerattis, Ceratalaspis, Pardalaspis, dan Pterandus. Genus Bactrocera terdiri dari Subgenus Afrodacus, Bactrocera, Diplodacus, Gymnodacus, Hemigymnodacus, Javadacus, Notodacus, Tetradacus, Daculus, Sinodacus, dan Zeugodacus. Genus Dacus terdiri Subgenus Callantra, Didacus, dan Dacus Genus Bactrocera merupakan spesies di daerah tropis. Lalat buah ini sebelumnya diidentifikasi sebagai Genus Dacus, kemudian diketahui merupakan kekeliruan identifikasi dari Genus Bactrocera. Genus Dacus merupakan spesies asli dari Afrika, biasanya berasosiasi dengan bunga dan buah dari jenis tanaman cucurbits (Cucurbitaceae) dan tanaman kacang-kacangan (Hardy 1968, 1969; Drew 1989; Drew & Hancock 1994; White & Harris 1994; Mahmood 2004; Siwi et al. 2006; Suputa & Taufiq 2006; AQIS 2008; PHA 2011; Drew & Romig 2012a).

Bactrocera (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White merupakan spesies lalat buah yang memiliki karakter morfologi dan genetik yang sangat mirip dengan B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel). Revisi taksonomi Schutze et al. (2014) mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel), dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White memiliki kesamaan karakter morfologi, molekuler genetik, cytogenetic, sexual compatibility, dan chemoecology. Revisi taksonomi ini mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel) sebagai sinonim senior B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock syn.n. dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White syn.n. Bactrocera (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock tetap merupakan kelompok taksa yang terpisah. Perubahan taksonomi ini berimplikasi pada perlindungan tanaman, pengendalian hama, karantina, perdagangan internasional, pengelolaan pascapanen, dan penelitian dasar.

Morfologi Lalat Buah

(20)

penting dalam identifikasi yaitu mata, antena, mulut, dan bercak pada muka (facial spot). Antena lalat buah bertipe aristat. Wajah memiliki warna dan pola dengan bentuk dan ukuran yang beragam (Gambar 1) (White & Harris 1994).

Toraks terdiri dari 3 ruas yaitu bagian anterior protoraks, mesotoraks, dan bagian posterior metatoraks. Toraks terdapat bristles, lateral postsutural vittae, medial postsutural vittae, sayap, dan tungkai. Mesotoraks memiliki sepasang sayap, metatoraks memiliki sepasang halter. Toraks berwarna oranye, merah kecokelatan, cokelat, atau hitam. Toraks terdiri dari dua bagian penting yang disebut dengan skutum atau mesonotum (dorsum toraks atas) dan skutelum (dorsum toraks bawah). Bristles pada bagian toraks memiliki jumlah terbatas (Gambar 2) (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; Drew & Hancock 1994; White & Harris 1994; Drew et al. 1998; AQIS 2008; Drew et al. 2011; Drew & Romig 2012a).

Sayap mempunyai ciri-ciri pola pembuluh sayap, yaitu costal (pembuluh sayap sisi anterior), subcostal, anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus (pembuluh sayap utama), median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh sayap radius), dan pembuluh sayap melintang. Beberapa spesies lalat buah diketahui memiliki pola yang berbeda pada sayap. Venasi sayap kadang tidak tampak jelas akibat perpaduan dari beberapa pembuluh darah (Gambar 3) (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White & Harris 1994; AQIS 2008).

Karakter morfologi abdomen Genus Bactrocera memiliki ruas-ruas abdomen terga I dan II menyatu, terga III-V terpisah. Genus Dacus memiliki ruas-ruas abdomen menyatu dan mempunyai pinggang ramping (petiole) sehingga menyerupai tawon. Abdomen umumnya memiliki dua pita melintang dan satu pita

membujur warna hitam atau bentuk huruf „T’ yang kadang-kadang tidak jelas. Abdomen memiliki ceromae, ovipositor pada serangga betina, aculeus pada bagian ujung ovipositor. Abdomen dengan garis medial longitudinal pada terga III-V dan berwarna hitam di sisi lateral. Terga III di kedua sisi lateral abdomen terdapat pecten (Gambar 4) (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; White & Harris 1994; Drew et al. 1998; AQIS 2008).

Gambar 1 Ciri morfologi kepala lalat buah (White & Harris 1994)

(21)

(a) (b)

Gambar 2 Ciri morfologi toraks lalat buah pada penampang dorsal (a) dan penampang lateral (b) (White & Harris 1994)

Keterangan :

a npl s – anterior notopleural seta, a sctl s – apical scutellar seta, a spal s – anterior supra-alar seta, a spr – anterior spiracle, anatg – anatergite, anepm – anepimeron, anepst – anepisternum, anepst – anepisternum, anepst s – upper anepisternal seta, b sctl s

– basal scutellar seta, cx – coxa, dc s – dorsocentral seta, hlt – halter or haltere, ial s – intra-alar seta, kepst – katepisternum, kepst s – katepisternal seta, ktg – katatergite, npl – notopleuron, p npl s – posterior notopleural seta, p spal s – posterior supra-alar seta, p spr – posterior spiracle, pprn lb – postpronotal lobe, pprn s – postporontal seta, prepst – propisternum, presut kawasan – presutural kawasan, presut spal s –preutural supraalar seta, psctl acr s –prescutellar acrostichal seta, psut sct – postcutural scutum, sbsctl – subscutellum, scape – scapula setae, sctl – scutellum, trn sut – transverse scuture

Gambar 3 Ciri morfologi dan struktur venasi sayap lalat buah (White & Harris 1994)

Keterangan:

(22)

(a) (b)

Gambar 4 Ciri morfologi abdomen lalat buah pada abdomen jantan (a) dan abdomen betina (b) (White & Harris 1994)

Keterangan:

acul – aculeus, ev ovp sh – eversible ovipositor sheath, ovsc – oviscape, st – sternites, tg

– tergites

Ketertarikan Lalat Buah terhadap Atraktan

Keberadaan populasi lalat buah dapat dideteksi dengan melakukan surveilan untuk mengantisisipasi kemungkinan masuknya lalat buah eksotik. Deteksi dapat dilakukan dengan menggunakan perangkap yang diberi atraktan berupa paraferomon untuk menarik lalat buah di daerah persebarannya (White & Harris 1994; Vargas et al. 2000; Siwi et al. 2006; Maryati 2008; Vargas et al. 2010; Drew & Romig 2012a; Shelly et al. 2014). Lalat buah menggunakan sejumlah isyarat visual ataupun isyarat kimia untuk menemukan inangnya. Kesesuaian isyarat visual maupun kimia menentukan ketertarikan lalat buah terhadap inangnya (Chuah et al. 1997; Aluja & Norrbom 1999; Hasyim et al. 2010; Binyameen 2013; Shelly et al. 2014). Penggunaan perangkap berkaitan dengan sifat atraktan, paling banyak digunakan adalah yang mengandung paraferomon atau feromon untuk jantan (Cowley 1990; IAEA 2003). Atraktan yang umum digunakan adalah Cue lure (4-p-hydroxyphenyl-2-butanone acetate), dan Methyl eugenol (Benzene,1, 2-dimethoxy-4-2-propenyl). Methyl eugenol (ME) menangkap sebagian besar spesies Bactrocera termasuk B. (Bactrocera) dorsalis, B. (Bactrocera) zonata, B. (Bactrocera) carambolae, B. (Bactrocera) philippinensis, B. (Bactrocera) musae, beberapa Subgenus Ceratitis (Pardalapsis), dan tiga spesies Dacus spp. yaitu D. melanohumeralis, D. memnonius, D. pusilus, tetapi tidak untuk Subgenus B. (zeugodacus) spp. Cue lure (CUE) juga menangkap sejumlah besar Bactrocera termasuk B. (zeugodacus) cucurbitae (Coquillett), B. (Bactrocera) tryoni (Froggatt), dan Dacus spp. (White & Harris 1994; IAEA 2003; Shelly et al. 2014).

(23)

mengemukakan bahwa penggunaan atraktan CUE dan ME dengan jarak interval sekitar 1200 m. Hal ini memberikan kepadatan perangkap sekitar satu per km2 untuk atraktan ME.

Gejala Serangan dan Kerugian Ekonomi

Lalat buah betina meletakkan telur pada jaringan buah. Adanya tusukan ovipositor imago betina sebagai tempat peletakan telur ini menyebabkan terjadinya noda/titik kecil berwarna hitam yang tidak terlalu jelas sebagai gejala awal serangan lalat buah. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Tingginya persentase serangan juga disebabkan oleh umur tanaman dan jumlah buah yang tersedia di lapangan. (Aluja & Liedo 1993; White & Harris 1994; Siwi et al. 2006).

Buah yang terinfestasi lalat buah akan diikuti dengan munculnya nekrosis di sekitar tusukan. Telur menetas menjadi larva di dalam buah. Larva memakan daging buah yang menyebabkan noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat dan mengalami pembusukan. Buah yang terserang menjadi busuk dan gugur sebelum mencapai kematangan. Larva-larva dengan ukuran antara 4-10 mm. Larva biasanya meloncat/melenting apabila tersentuh dan buah dibelah (White & Harris 1994; Enkerlin & Mumford 1997; Siwi et al. 2006; Vayssières et al. 2009)

Allwood et al. (2002) mengemukakan bahwa lalat buah (Oriental fruit fly) telah menjadi hama utama pada pertanaman hortikultura di Hawaii sejak tahun 1946. Pada awalnya menyerang tanaman mangga, alpukat dan pepaya, namun inang lalat buah terus bertambah mencapai 125 jenis tanaman buah-buahan dan sayuran. Lalat buah menyerang buah-buahan dan sayuran yang berakibat menurunnya kualitas dan kuantitas produksi. Pada tahun 1960 dan 1990 biaya pengendalian lalat buah ini mencapai US$44 juta sampai US$176 juta di California. Tahun 1992 di Papua New Guinea biaya pengendalian lalat buah mencapai AU$35 juta. Infestasi hama lalat buah juga menyebabkan adanya pembatasan perdagangan komoditas pertanian di banyak negara.

Asosiasi dengan Tanaman Inang

(24)

Seleksi tanaman inang diawali dengan pencarian, seleksi, penerimaan, preferensi, dan pengenalan inang. Perbedaan kisaran inang yang dimiliki oleh spesies lalat buah dipengaruhi oleh spektrum warna, senyawa kimiawi volatil yang dikeluarkan oleh tanaman inang, preferensi serta persepsi lalat buah terhadap morfologi, nutrisi, persebaran, dan kuantitas tanaman inang serta interaksi terhadap organisme serta individu lain (Christenson & Foote 1960; Bernays & Chapman 1994; Aluja & Norrbom 1999; Finch & Collier 2000; Binyameen 2013). Lalat buah bergerak aktif untuk mencari makanan, keberadaan makanan dalam suatu ekosistem memengaruhi tingkat populasi (Nishida 1980).

Perkembangan populasi sangat dipengaruhi oleh hubungan lalat buah dengan inangnya. Nishida (1980) menyatakan bahwa ketersediaan makanan penting dan sangat memengaruhi tingkah laku dan persebaran lalat buah. Dalam suatu daerah lalat buah akan berpindah jika sumber makanan telah berkurang. Larasati et al. (2013) mengemukakan bahwa interaksi yang terjadi antara lalat buah dan inangnya juga dipengaruhi oleh proses koevolusi yang dapat memengaruhi perilaku serta sistem fisiologi lalat buah terhadap sensitifitas spesies lalat buah terhadap inangnya.

Harris et al. (2001) menyatakan bahwa keanekaragaman inang yang tinggi sangat memengaruhi keanekaragaman spesies, kelimpahan individu, dan persebaran lalat buah di suatu wilayah, sedangkan habitat homogen umumnya terdiri atas inang dengan jenis yang terbatas sehingga menyebabkan adanya keterbatasan spesies lalat buah yang terdapat pada wilayah tersebut. Menurut Vayssières et al. (2009), keberadaan tanaman yang dibudidayakan dalam jumlah tinggi sangat memengaruhi populasi spesies lalat buah yang menjadi hama tanaman tersebut. Menurut Magid et al. (2012), tanaman budidaya menjamin ketersediaan inang sepanjang waktu, disamping itu sistem budidaya tanaman yang kompleks dengan berbagai macam jenis tumbuhan yang berpotensi jadi inang mendukung kehadiran dan berkembangnya lalat buah.

Sebaran Lalat Buah

(25)

Spesies lalat buah di dunia sekitar 800-an spesies yang tersebar di Afrika (200 spesies), Asia (300 spesies), dan Pasifik Selatan (300 spesies). Sekitar 10 spesies Bactrocera berasal dari India kemudian menyebar ke Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik. Genus Dacus merupakan spesies asli dari Afrika, dan biasanya berasosiasi dengan bunga dan buah dari jenis tanaman Cucurbitaceae dan tanaman kacang-kacangan (White & Harris 1994; Drew 2004).

Beberapa spesies lalat buah dikoleksi oleh Wallace tahun 1860 dari beberapa pulau yang sekarang menjadi bagian dari Indonesia. Spesies tersebut dideskripsikan oleh Walker di Natural History Museum di London (Drew & Romig 2012a). Menurut AQIS (2008), spesies lalat buah di Indonesia sebanyak 63 spesies. Drew dan Romig (2012a) melaporkan lalat buah di Indonesia sebanyak 122 spesies, namun hanya 11 spesies yang berperan sebagai hama. Revisi taksonomi ini memuat informasi tentang daftar spesies lalat buah, sebaran geografi, status hama lalat buah dan risiko biosekuriti.

Ginting (2009) mengemukakan bahwa spesies lalat buah di Jakarta, Depok, dan Bogor terdiri dari 14 spesies lalat buah. Sarjan et al. (2010) mengemukakan hasil penelitian di lahan kering Kabupaten Lombok Barat ditemukan 10 spesies lalat buah. Suputa et al. (2010)mengemukakan bahwa hasil surveilan lalat buah pada 24 provinsi di Indonesia ditemukan 44 spesies dari 9 Subgenus. Larasati et al. (2013) mengemukakan bahwa di Kabupaten Bogor dan sekitarnya ditemukan 18 spesies lalat buah. Menurut Drew dan Romig (2012a), beberapa spesies lalat buah yang ditemukan dilaporkan hanya terdapat di Sulawesi, yaitu B. (Bactrocera) beckerae, B. (Bactrocera) megaspilus, B. (Bactrocera) sulawesiae, B. (Bactrocera) trifasciata, B. (Paradacus) angustifinis, B. (Zeugodacus) emittens, dan Dacus (Mellesis) nanggalae.

Musuh alami adalah salah satu faktor penyebab kematian lalat buah. Musuh alami dapat berupa parasitoid, predator, dan patogen. Di lapang dijumpai parasitoid famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Biosteres spp. dan Opius spp. Predator yang memangsa lalat buah antara lain semut, laba-laba, kumbang, dan cocopet. Patogen yang menyerang lalat buah diduga cendawan Mucor sp. (Siwi et al. 2006)

Potensi Sumber Daya Alam Provinsi Sulawesi Barat

Provinsi Sulawesi Barat memliki potensi sumber daya alam (SDA) pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, kelautan, pertambangan, dan pariwisata. Wilayah ini merupakan salah satu jalur lalu lintas pelayaran nasional dan internasional. Bandar udara Tampa Padang menghubungkan Makassar - Mamuju dan Mamuju – Balikpapan (BPS 2013).

(26)

METODE

Tempat dan Waktu

Pengambilan sampel lalat buah dengan metode pengumpulan buah bergejala dan pemasangan perangkap dilaksanakan di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar (Gambar 5). Pemeliharaan buah terserang di laboratorium Stasiun Karantina Pertanain (SKP) Kelas II Mamuju. Lalat buah diindetifikasi di laboratorium Biosistematika Serangga IPB. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2014 sampai Maret 2015. Pencatatan lokasi titik koordinat dan ketinggian dari permukaan laut (mdpl) dengan menggunakan Global Postitioning System (GPS). Daftar lokasi pengambilan sampel disajikan pada Tabel 1.

Gambar 5 Peta sebaran titik-titik sampling lalat buah di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat

Pengambilan Buah Terserang

(27)

Tabel 1 Lokasi administratif dan letak geografis titik pengambilan sampel di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar

No Lokasi administratif

(Dusun, Desa, Kecamatan) Letak geografis

Ketinggian

4 Tritunggal, Pololereng, Pangale S. 02°13.919' E. 119°11.805' 11

5 Argomulyo, Pololereng, Pangale S. 02°14.885' E. 119°11.572' 4

6 Argomulyo, Pololereng, Pangale S. 02°14.886' E. 119°11.515' 11

7 Argomulyo, Pololereng, Pangale S. 02°14.887' E.119°11.575' 4

8 Argomulyo, Pololereng, Pangale S. 02°14.892' E.119°11.529' 3

9 Mamuji, Kuo, Pangale S. 02°15.366' E.119°14.217' 19

10 Beringin, Polopangale, Pangale S. 02°16.628' E.119°11.770' 49

11 Mario, Polopangale, Pangale S. 02°16.993' E.119°11.188' 37

12 Mario, Polopangale, Pangale S. 02°17.014' E.119°11.196' 31

13 Sidomulyo, Polopangale, Pangale S. 02°17.712' E.119°10.611' 29

14 Tabolang, Tabolang, Budong-budong S. 02°02.563' E.119°20.095' 59

15 Jenetallasa, Tabolang, Budong-budong S. 02°02.418' E.119°20.011' 78

16 Puncakindah, Tabolang, Budong-budong S. 02°01.529' E.119°20.095' 75

17 Gerbangmaju, Salogatta, Budong-budong S. 02°09.924' E.119°13.532' 26

18 Sumbermulyo, Salogatta, Budong-budong S. 02°08.462' E.119°14.810' 12

19 Kampung baru, Salogatta, Budong-budong S. 02°08.059' E.119°15.204' 40

20 Ringinsari, Salogatta, Budong-budong S. 02°10.380' E.119°13.751' 4

21 Tallungallo, Tobadak, Tobadak S. 02°05.296' E.119°16.864' 7

22 Kamici, Tobadak, Tobadak S. 02°04.600' E.119°19.455' 26

23 Tallungallo, Tobadak, Tobadak S. 02°04.277' E.119°17.977' 19

24 Benteng, Tobadak, Tobadak S. 02°04.516' E.119°17.710' 37

25 Tabolang toa, Tabolang, Topoyo S. 02°03.878' E.119°17.902' 31

26 Tangkau indah, Tabolang, Topoyo S. 02°03.826' E.119°17.893' 29

27 Transari, Kabubu, Topoyo S. 02°02.803' E.119°15.790' 11

28 Transari, Kabubu, Topoyo S. 02°03.008' E.119°15.964' 9

29 Transari, Kabubu, Topoyo S. 02°03.012' E.119°15.951' 10

30 Tangkau kampong, Tabolang, Topoyo S. 02°03.131' E.119°20.132' 21

31 Tobinta satu, Tobinta, Karossa S. 01°57.540' E.119°21.076' 72

32 Tobinta dua, Tobinta, Karossa S. 01°57.540' E.119°20.085' 11

33 Tobinta tiga, Tobinta, Karossa S. 01°57.535' E.119°21.073' 35

34 Antalili satu, Kambunong, Karossa S. 02°00.150' E.119°19.187' 18

35 Antalili dua, Kambunong, Karossa S. 01°59.246' E.119°19.267' 22

36 Antalili tiga, Kambunong, Karossa S. 01°58.540' E.119°19.577' 27

37 Salubijau satu, Tasokko, Karossa S. 01°57.004' E.119°21.034' 95

38 Salubijau dua, Tasokko, Karossa S. 01°57.130' E.119°21.305' 73

39 Salubijau tiga, Tasokko, Karossa S. 01°57.633' E.119°20.085' 27

Kabupaten Mamuju

40 Tabanga-banga, Takandeang, Tapalang S. 02°47.960' E.118°51.747' 128

41 Takandeang, Takandeang, Tapalang S. 02°48.732' E.118°51.785' 98

42 Takandeang, Takandeang, Tapalang S. 02°48.925' E.118°51.795' 66

43 Takandeang lama, Takandeang, Tapalang S. 02°49.094' E.118°51.792' 79

44 Tapari, Takandeang, Tapalang S. 02°50.243' E.118°51.634' 20

45 Orobai, Orobatu, Tapalang S. 02°50.685' E.118°50.880' 16

(28)

Tabel 1 (Lanjutan)

No Lokasi administratif

(Dusun, Desa, Kecamatan) Letak geografis

Ketinggian (mdpl)

47 Kampung baru, Botteng Utara, Simkep S. 02°46.404' E.118°51.553' 252

48 Ratte, Botteng Utara, Simkep S. 02°47.296' E.118°51.527' 175

49 Adi-adi, Botteng , Simkep S. 02°45.405' E.118°51.228' 197

50 Botteng, Botteng , Simkep S. 02°45.813' E.118°51.318' 242

51 Botteng dua, Botteng , Simkep S. 02°47.715' E.118°51.572' 113

52 Soddo, Binanga, Mamuju S. 02°41.921' E.118°54.951' 103

53 Kelapa Tujuh, Binanga, Mamuju S. 02°41.760' E.118°54.065' 286

54 Padangpanga, Binanga, Mamuju S. 02°41.711' E.118°54.349' 85

55 Sese, Simboro, Simkep S. 02°41.074' E.118°51.178' 51

56 Korongana, Simboro, Simkep S. 02°40.515' E.118°51.426' 13

57 Karema Selatan, Simboro, Simkep S. 02°40.803' E.118°52.042' 10

58 Korongana, Simboro, Simkep S. 02°40.523' E.118°51.429' 6

59 Karema selatan, Simboro, Simkep S. 02°40.754' E.118°52.016' 10

60 Karema selatan, Simboro, Simkep S. 02°40.757' E.118°52.014' 9

61 Saludambu, Patidi, Simkep S. 02°43.186' E.118°51.598' 99

62 Salopalalo, Patidi, Simkep S. 02°43.234' E.118°51.520' 101

63 Padangbaka, Binanga, Mamuju S. 02°41.131' E.118°53.301' 42

64 Parung-parung, Binanga, Mamuju S. 02°40.712' E.118°54.577' 20

65 Kabuloang, Belang-belang, Kalukku S. 02°28.938' E.119°08.333' 14

66 Tasiu, Tasiu selatan, Kalukku S. 02°32.249' E.119°04.295' 20

67 Tasiu, Tasiu selatan, Kalukku S. 02°32.251' E.119°04.251' 20

68 Gentungan, Gentungan, Kalukku S. 02°36.277' E.119°01.720' 18

69 Gentungan, Gentungan, Kalukku S. 02°36.278' E.119°01.717' 18

70 Galung, Galung, Kalukku S. 02°38.168' E.118°59.330' 120

71 Ampallas, Kalukku S. 02°38.211' E.118°58.346' 12

72 Puncak Indah, Galung, Kalukku S. 02°38.319' E.118°59.468' 151

73 Pancondang, Tadui, Kalukku S. 02°38.588' E.118°57.363' 14

74 Bakengkeng, Belang-belang, Kalukku S. 02°29.753' E.119°06.636' 12

75 Toppo, Belang-belang, Kalukku S. 02°27.618' E.119°08.294' 11

76 Tadui, Tadui, Kalukku S. 02°38.488' E.118°56.824' 19

77 Manalise, Tadui, Kalukku S. 02°38.200' E.118°58.643' 19

78 Ketapi, Bebanga, Kalukku S. 02°36.233' E.119°00.062' 21

79 Pancondang, Tadui, Kalukku S. 02°38.200' E.118°58.643' 21

80 Ahuni, Bebanga, Kalukku S. 02°36.851' E.119°00.313' 23

81 Kampung baru, Bebanga, Kalukku S. 02°36.851' E.119°00.313' 22

82 Mattiroali, Tobao, Papalang S. 02°23.356' E.119°11.333' 18

83 Salupalang, Toabo, Papalang S. 02°23.170' E.119°11.587' 15

84 Wanuabaru, Toabo, Papalang S. 02°22.710' E.119°10.720' 14

85 Persada, Toabo, Papalang S. 02°22.761' E.119°10.358' 15

86 Tommo dua, Tommo S. 02°17.083' E.119°14.468' 12

87 Budibudaya, Tommo dua, Tommo S. 02°17.085' E.119°14.817' 10

88 Tommo dua, Tommo, S. 02°17.124' E.119°14.446' 11

89 Sumberjo, Buanasakti, Tommo S. 02°17.138' E.119°16.663' 16

90 Sumberjo, Buanasakti, Tommo S. 02°17.183' E.119°16.632' 14

91 Sumberjo, Buanasakti, Tommo S. 02°17.190' E.119°16.632' 15

92 Sumberjo, Buanasakti, Tommo S. 02°17.193' E.119°16.650' 16

93 Lantibung, Lemo-lemo, Pangale S. 02°17.837' E.119°10.063' 12

94 Sumberjo, Buanasakti, Tommo S. 02°17.897' E.119°16.644' 15

(29)

Tabel 1 (Lanjutan)

No Lokasi administratif

(Dusun, Desa, Kecamatan) Letak geografis

Ketinggian (mdpl)

96 Rantemario, Tommo S. 02°18.497' E.119°19.826' 24

97 Bontoala, Campaloga, Tommo S. 02°18.929' E.119°17.987' 26

98 Sidomulyo, Campaloga, Tommo S. 02°19.055' E.119°18.925' 22

99 Sidomulyo, Campaloga, Tommo S. 02°19.059' E.119°18.951' 23

100 Sidomulyo, Campaloga, Tommo S. 02°19.142' E.119°18.988' 21

101 Sidomulyo, Campaloga, Tommo S. 02°19.187' E.119°19.010' 21

102 Sidomulyo, Campaloga, Tommo S. 02°19.189' E.119°19.009' 21

103 Sidomulyo, Campaloga, Tommo S. 02°19.197' E.119°18.997' 23

104 Takosang, Bunde, Sampaga S. 02°21.296' E.119°11.761' 31

105 Sumpuloloe, Bunde, Sampaga S. 02°20.573' E.119°10.505' 29

106 Wonosari, Bunde, Sampaga S. 02°21.115' E.119°10.461' 11

107 Wonosari, Bunde, Sampaga S. 02°21.133' E.119°10.463' 11

108 Rawasari, Bunde, Sampaga S. 02°20.139' E.119°10.438' 21

Kabupaten Polewali Mandar

109 Tomongga Satu, Kelapa Dua, Anreapi S. 03°19.339' E.119°21.829' 756

110 Tomongga Dua, Kelapa Dua, Anreapi S. 03°19.667' E.119°21.680' 737

111 Kelapa Dua, Kelapa Dua, Anreapi S. 03°19.847' E.119°21.411' 673

112 Pamombong, Kelapa Dua Selatan, Anreapi S. 03°20.877' E.119°21.829' 501

113 Lekke, Kelapa Dua Selatan, Anreapi S. 03°21.519' E.119°21.651' 357

114 Leppan, Kelapa Dua Selatan, Anreapi S. 03°21.941' E.119°21.439' 263

115 Lebani, Anreapi, Anreapi S. 03°22.203' E.119°21.431' 168

116 Pokko, Anreapi, Anreapi S. 03°22.249' E.119°21.347' 147

117 Biru, Batetangga, Anreapi S. 03°24.747' E.119°24.169' 105

118 Lumalan, Batetangga, Anreapi S. 03°24.996' E.119°24.173' 95

119 Pulele, Anreapi, Anreapi S. 03°22.562' E.119°21.363' 70

120 Rawabangun, Batetangga, Anreapi S. 03°24.208' E.119°24.294' 77

121 Tapilina, Mirring, Binuang S. 03°27.592' E.119°25.043' 38

122 Mirring, Mirring, Binuang S. 03°28.340' E.119°26.600' 39

123 Silopo, Mirring, Binuang S. 03°20.499' E.119°26.949' 44

124 Labbasa, Tonrolima, Matakali S. 03°23.385' E.119°15.767' 20

125 Aka-aka, Tonrolima, Matakali S. 03°23.836' E.119°15.032' 16

126 Lemo, Tonrolima, Matakali S. 03°22.848' E.119°15.081' 13

127 Ugibaru, Ugibaru, Mapilli S. 03°24.062' E.119°13.868' 14

128 Massanrang, Ugibaru, Mapilli S. 03°24.030' E.119°11.171' 15

129 Kampung toa, Ugibaru, Mapilli S. 03°24.445' E.119°11.639' 17

130 Botto, Botto, Campalagian S. 03°25.373' E.119°09.651' 7

131 Rappogading, Botto, Campalagian S. 03°25.973' E.119°09.232' 5

132 Batujampea, Botto, Campalagian S. 03°27.090' E.119°08.741' 12

133 Lapeo, Lapoe, Campalagian S. 03°29.310' E.119°07.896' 18

134 Tulungagung, Bumiayu, Wonomulyo S. 03°25.215' E.119°12.567' 37

135 Kebunsari, Bumiayu, Wonomulyo S. 03°26.624' E.119°12.451' 26

136 Pulorogo, Bumiayu, Wonomulyo S. 03°25.283' E.119°12.275' 24

137 Tumpiling, Tumpiling, Wonomulyo S. 03°24.008' E.119°14.800' 5

138 Patampanua, Reajaya, Wonomulyo S. 03°24.103' E.119°17.074' 21

139 Pekkabata, Pekkabata, Wonomulyo S. 03°24.639' E.119°18.719' 6

140 Tulungagung, Bumiayu, Wonomulyo S. 03°25.213' E.119°12.573' 36

141 Pulorogo, Bumiayu, Wonomulyo S. 03°25.231' E.119°12.275' 24

142 Jambutua, Darma, Polewali S. 03°23.626' E.119°20.625' 32

143 Jambutua, Darma, Polewali S. 03°23.641' E.119°20.584' 31

144 Bunga-bunga, Polewali S. 03°23.905' E.119°18.232' 22

145 Pandebassai, Patongko, Balanipa S. 03°25.358' E.119°20.689' 9

(30)

buah pada setiap lokasi penelitian. Jumlah buah yang diambil di setiap lokasi adalah 1-15 buah. Buah yang dikoleksi dicatat nama botaninya, dan apabila belum diketahui dilakukan identifikasi di laboratorium bidang Botani Puslit LIPI Cibinong Bogor. Pengambilan sampel buah dilakukan sebanyak tiga kali.

Buah yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong kertas (Gambar 6b). Buah-buah yang dikoleksi ditempatkan pada wadah plastik (diameter ±20-30 cm, tinggi ±40-60 cm). Setiap wadah plastik diberi label lokasi, waktu pengambilan contoh dan jenis tanaman inang. Setiap wadah plastik pemeliharaan dialasi pasir steril setinggi 3-5 cm sebagai media pupa, bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. Jumlah buah yang dimasukkan kedalam wadah tergantung pada ukuran buah. Setiap jenis buah dimasukkan ke dalam wadah plastik yang berbeda, dikelompokkan berdasarkan lokasi pengambilan (Gambar 7). Wadah plastik pemeliharaan buah diletakkan pada suhu ruang antara 25-37ºC. Buah dibedah setelah 10-14 hari, untuk memastikan tidak ada lagi larva yang tersisa dan membuang sisa-sisa buah. Setiap imago lalat buah yang muncul diberi pakan madu yang diencerkan (1:10) dan menunggu imago berkembang sempurna (5-7 hari). Lalat buah dimatikan dengan memasukkan ke dalam freezer. Spesimen lalat buah dibungkus dengan kertas tissue kemudian dimasukkan ke dalam kotak karton kecil yang berisi silica gell.

Pemasangan Perangkap

Perangkap imago lalat buah menggunakan perangkap Steiner dengan zat pemikat (atractan) Methyl eugenol (ME) dan Cue lure (CUE) yang diperoleh dari Biogen Scintific Jakarta. Perangkap terbuat dari stoples plastik berbentuk silinder (diameter ±10 cm dan tinggi ±15 cm). Bagian bawah dan tutup stoples dilubangi sebagai lubang masuknya lalat buah (±3 cm) (Gambar 8a). Setiap perangkap diteteskan atraktan sebanyak 3 ml dan insektisida (sipermetrin 0.10%) (1:3) (Gambar 8b).

Gambar 6 Buah jambu air yang dicurigai tersenag lalat buah (a) buah yang terserang lalat buha dikumpulkan di kantong kertas (b)

Gambar 7 Pemeliharaan sampel buah di dalam toples: jambu air (a) dan jambu biji (b)

(a) (b)

(31)

Pemasangan perangkap dilakukan pada kawasan pemukiman dan hutan. Penentuan lokasi pada kawasan pemukiman dengan metode bertingkat dengan memilih tiga kabupaten di Sulawesi Barat. Setiap kabupaten ditentukan 5 desa. Setiap desa ditempatkan tiga titik lokasi pemasangan perangkap. Penentuan titik lokasi pemasangan dengan transek garis sejauh satu kilometer. Pada setiap lokasi dipasang satu perangkap ME dan satu perangkap CUE dengan jarak 5-20 m. Jumlah seluruh perangkap yang terpasang pada kawasan pemukiman di tiga kabupaten sebanyak 90 perangkap (setiap zat pemikat ME dan CUE masing-masing 45 perangkap) dan pada kawasan hutan sebanyak 84 perangkap (setiap atraktan ME dan CUE masing-masing 42 perangkap (Gambar 9a).

Perangkap dipasang secara individual dengan posisi horizontal, ketinggian 2-4 m dari permukaan tanah (Gambar 9b). Lalat buah yang terperangkap dibungkus dengan kertas tissu dan dimasukkan ke dalam kotak karton kecil berukuran 5×5×5 cm3 yang telah diisi dengan silica gell. Pengumpulan lalat buah terperangkap sebanyak tiga kali setiap minggu.

Gambar 8 Model perangkap Steiner (a) dan pemberian atraktan (b)

Gambar 9 Pemasangan perangkap lalat buah di hutan (a) dan penempatan perangkap di lokasi penelitian (b)

Pemetaan Lokasi Sampling

Pencatatan lokasi titik koordinat dan ketinggian dari permukaan laut (mdpl) dengan menggunakan Global Postitioning System (GPS) (Tabel 1). Peta sebaran titik sampling dibuat dengan menggunakan program General Information Sistem (GIS) ArcMap versi 10 (Gambar 5).

Koleksi dan Identifikasi Serangga

Imago lalat buah yang muncul pada pemeliharaan inang dan yang terperangkap dikoleksi dengan tipe 2 tahap penusukan (double pinning) menggunakan balok poliporus, jarum serangga mikropin (15 mm) dan makropin (39 mm) (White & Harris 1994; Gullan & Cranston 2010). Jarum serangga mikropin ditusukkan pada bagian dorsal toraks kemudian ditusukkan kembali

(a) (b)

(32)

Makropin

Balok Poliporus

Label

Mikropin

pada balok poliporus (Gambar 10). Koleksi spesimen disimpan di laboratorium Biosistematika Serangga IPB.

Identifikasi dilakukan berdasarkan karakter morfologi lalat buah pada kepala, toraks, sayap, abdomen, dan tungkai. Karakter morfologi yang digunakan pada kepala adalah keberadaan dan bentuk facial spot pada muka. Karakter morfologi pada toraks dan skutelum adalah warna skutum dan skutelum, keberadaan lateral postsutural vittae dan medial postsutral vittae. Bentuk, panjang, dan lebar lateral postsutural vittae. Keberadaan anterior dan posterior supra alar bristles, keberadaan prescutellar bristles, jumlah bristles pada skutum dan skutelum. Warna postpronotal lobe, dan keberadaan spot kuning anterior mesonotal suture. Lebar mesoplural stripe dan notopleuron.

Karakter morfologi pada sayap adalah pola costal band, pita tambahan pada sayap, basal costal, costal, microtrichia, dan anal strek. Karakter morfologi pada tungkai adalah variasi tanda hitam pada femur dan tibia. Karakter morfologi pada abdomen adalah lebar medial longitudinal dark band dan lateral band, pola hitam

„T‟, dan pola warna pada bagian terga.

Identifikasi lalat buah dilakukan di bawah mikroskop stereo OLYMPUS SZ51 dan kunci identifikasi (Drew 1989; Ibrahim & Ibrahim 1990; Drew & Hancock 1994; White & Harris 1994; ACIAR 1998; Drew et al. 1998; Siwi et al. 2006; Suputa & Taufiq 2006; AQIS 2008; Drew et al. 2011; PHA 2011; Drew & Romig 2012a; Larasati 2012). Setiap karakter morfologi lalat buah difoto dengan menggunakan mikroskop kamera Hinox KH-8700 dan LEICA M205C untuk dijadikan dokumentasi penelurusuran identifikasi.

Gambar 10 Koleksi spesimen lalat buah menggunakan double pinning Pembuatan Kunci Identifikasi Lalat Buah

Kunci lalat buah yang ditemukan dari penelitian ini dibuat dalam format kunci dikotomi tradisional dan format interaktif dengan program Lucid Key Phoenix. Pembuatan kunci identifikasi lalat buah diawali dengan membuat matriks karakter morfologi dengan format tabulasi dari seluruh spesies lalat buah yang ditemukan. Kunci dikotomi terdiri dari serangkaian divisi atau dikotomi yang masing-masing menunjukkan dua set alternatif dan karakter khas yang membedakan satu kelompok taksa dengan kelompok lainnya. Lucid Key Phoenix merupakan suatu program pembuat kunci identifikasi dikotomi secara interaktif.

(33)

masing-masing spesies lalat buah. Setiap karakter morfologi lalat buah dibuat dalam dokumentasi gambar.

Kunci Identifikasi dengan Program Lucid Key Phoenix. Lucid Key Phoenix (Lucid) merupakan suatu program pembuat kunci identifikasi dikotomi secara multimedia. Tahapan pembuatan kunci interaktif dengan program Lucid diawali dengan memindahkan kunci dikotomi yang ditulis pada Ms.Word ke dalam notepad, selanjutnya create new key pada program Lucid dan Import Key untuk memasukkan file notepad ke dalam program, kemudian Export the current file to Phoenix Builder untuk menampilkan kunci dalam program, selanjutnya Preview Key untuk melihat kunci yang telah berhasil dibuat. Setelah itu, file kunci tersebut

disimpan dengan nama “Kunci Identifikasi Lalat Buah di Sulawesi Barat.Ip3”. Foto dari setiap karakter ditambahkan ke dalam program setelah kunci berhasil dibuat.

Data yang diperoleh dari penelitian ini digunakan untuk:

1. Mengetahui spesies lalat buah di Kabupaten Mamuju Tengah, Mamuju, dan Polewali Mandar,

2. Mengetahui asosiasi tanaman inang dengan lalat buah, 3. Mengetahui status spesises lalat buah yang ditemukan,

4. Mengetahui deskripsi karakter morfologi lalat buah yang ditemukan,

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Spesies Lalat Buah yang Ditemukan

Hasil pemasangan perangkap dan pemeliharaan buah bergejala ditemukan 30 spesies lalat buah yang terdiri dari 2 genus yaitu genus Dacus dan Bactrocera (Lampiran 1). Genus Bactrocera terdiri dari 4 sub genus yaitu Asiadacus, Bactrocera, Paradacus, dan Zeugodacus. Genus Dacus terdiri dari 2 sub genus yaitu Callantra dan Mellesis. Perangkap dengan atraktan CUE menarik lebih banyak spesies lalat buah dibandingkan dengan atraktan ME yaitu atraktan CUE sebanyak 23 spesies dan atraktan ME sebanyak 6 spesies. Perangkap dengan atraktan ME menunjukkan jumlah individu lalat buah yang lebih banyak dibandingkan dengan atraktan CUE (Tabel 2). Bactrocera (Bactrocera) latifrons (Hendel) tidak ditemukan pada pemasangan perangkap, tetapi hanya ditemukan pada pemeliharaan inang.

Teknik identifikasi dengan karakter morfologi yang umum digunakan adalah metode dikotomi. Metode ini memungkinkan pengguna untuk memilih karakter tertentu yang sesuai dengan spesimen yang sedang diidentifikasi. Penghilangan karakter yang tidak dipilih akan mendekatkan sampel pada suatu nama spesies tertentu, kunci dibuat dengan deskripsi tertulis atau gambar suatu karakter. Setiap spesies memiliki warna dan ukuran yang bervariasi, tetapi dalam beberapa kasus pada beberapa spesies secara morfologi tampak serupa atau hanya berbeda pada detail struktur tertentu yang sulit dibedakan. Identifikasi lalat buah pada umumnya untuk stadium imago (Quicke 1993; AQIS 2008; Ubaidillah & Sutrisno 2009).

Bactrocera (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock, dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White merupakan spesies lalat buah yang memiliki karakter morfologi dan genetik yang sangat mirip dengan B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel). Revisi taksonomi Schutze et al. (2014) mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock, B. (Bactrocera) philippinensis Drew & Hancock, B. (Bactrocera) dorsalis (Hendel), dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White memiliki kesamaan karakter morfologi, molekuler genetik, cytogenetic, sexual compatibility, dan chemoecology. Bactrocera (Bactrocera) dorsalis (Hendel) sebagai sinonim senior dari B. (Bactrocera) papayae Drew & Hancock syn.n. dan B. (Bactrocera) invadens Drew, Tsuruta & White syn.n. B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock tetap merupakan kelompok taksa yang terpisah. Perubahan taksonomi ini berimplikasi pada perlindungan tanaman, pengendalian hama, karantina, perdagangan internasional, pengelolaan pascapanen dan penelitian dasar.

(35)

Tabel 2 Jumlah individu lalat buah dan kategori dominansi spesies lalat buah

: N: total individu; F: frekuensi relatif; ; D: Dominansi; D: 1/seluruh spesies (dominansi); F>D (d: dominan); F<D (nd: non dominan) (Falcao, 2012 #120)

b

: Perangkap dengan atraktan Methyl eugenol, Perangkap dengan atraktan Cue lure

c

: Spesies hasil pemeliharaan buah bergejala

(36)

Bactrocera. (Bactrocera) dorsalis (Hendel), B. (Bactrocera) umbrosa (Fabricius), dan B. (Bactrocera) carambolae Drew & Hancock merupakan spesies lalat buah dominan pada perangkap dengan atraktan ME. Menurut Sarjan et al. (2010), ketertarikan spesies-spesies tersebut terhadap ME disebabkan oleh adanya kesamaan kandungan suatu senyawa yang dihasilkan oleh suatu tanaman yang ada di sekitar lokasi pemasangan perangkap dengan ME. Shelly et al. (2014) mengemukakan bahwa ME diperoleh dari ekstraksi sekitar 450 spesies tanaman yang terdiri dari 80 famili, minyak nabati ini diperoleh dari bunga, daun, akar, batang atau ekstrak seluruh tanaman.

Menurut Aluja dan Norrbom (1999), ME merupakan suatu senyawa yang berasal dari hasil ekstraksi tanaman sikas (Cololasia antiquarium), mangga, pepaya, Cassia fistula atau daun Pelea anisata,Ziera sumithui, beberapa minyak esensial, termasuk serai (Cymbopogon spp.), Kemangi (Ocimum spp.), Laurus nobilis, dan Melaleuca spp. Methyl eugenol juga terkandung dalam buah-buahan seperti jeruk, pisang, dan beberapa buah hutan. Menurut Shelly et al. (2014), bahwa ME merupakan atraktan yang paling kuat menarik lalat buah jantan karena sifat atraktan ini yang sama dengan sejenis wangi-wangian khas yang dikeluarkan oleh lalat buah betina bila waktu birahi yang menyebabkan lalat buah jantan tertarik.

Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de Meijere) dan B. (Bactrocera) limbifera (Bezzi) merupakan spesies lalat buah dominan pada perangkap dengan atraktan CUE. CUE bukan sebagai produk alami, melainkan dari hasil hidrolisis cepat dalam banyak bagian tanaman selain raspberry (Rubus idaeus), termasuk spesies lain di Rosaceae, Asteraceae, dan Lamiaceae (sebelumnya Labiatae) serta Orchidaceae. CUE dapat juga ditemukan pada tanaman anggrek (Vargas et al. 2010; Shelly et al. 2014).

Hasil identifikasi lalat buah yang ditemukan menunjukkan bahwa terdapat dua spesies lalat buah yang termasuk ke dalam kategori OPTK A2 yaitu B. (Bactrocera) musae (Tryon) dan B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi). Bactrocera (Bactrocera) musae (Tryon) merupakan OPTK A2 yang tersebar di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Bactrocera (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) tersebar di wilayah Kalimantan, Jawa Barat (Bogor), dan Sumatera (Tanjung Balai Karimun) (Kementan 2011). Persebaran B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) masuk ke wilayah Sulawesi diduga karena adanya lalu lintas perdagangan komoditas pertanian yang menghubungkan Kalimatan. Menurut AQIS (2008) mengemukakan bahwa lalat buah dapat menyebar ke suatu daerah baru melalui lalu lintas komoditas pertanian yang menjadi inang. Menurut Drew (2012) mengemukakan bahwa B. (Bactrocera) occipitalis (Bezzi) merupakan spesies lalat buah yang berperan sebagai hama utama yang memiliki kemampuan untuk masuk dan berkolonisasi di daerah baru yang tinggi. Lebih lanjut Siwi et al. (2006) mengemukakan bahwa lalat buah yang termasuk dalam daftar OPTK sangat berbahaya, sebab memiliki kemampuan berkolonisasi (establish) di daerah baru.

Gambar

Tabel 2  Jumlah individu lalat buah dan kategori dominansi spesies lalat buah
Tabel 3 Tanaman inang lalat buah di Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah dan Polewali Mandar
Gambar 12 Karakter morfologi Bactrocera (Asiadacus) apicalis (de Meijere)
Gambar 13 Karakter morfologi Bactrocera (Bactrocera) albistrigata (de
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 Spesifikasi talus silidris, licin, berwarna merah-coklat atau kuning hijau. Percabangan tidak beraturan, memusat pada bagian pangkal. Cabang lateral memanjang menyerupai rambut

Karakter morfologi bagian tubuh lalat buah yang penting dalam penelusuran kunci identifikasi di antaranya adalah: bentuk spot pada muka, warna mesonotum , ada tidaknya pita kuning

Spesies lalat buah yang dideskripsikan dalam kunci identifikasi terdiri dari 18 spesies lalat buah yang termasuk ke dalam 2 genus dan 4 subgenus, yaitu Bactrocera

Costal band mengembang jelas berwarna gelap sampai pada spot yang terdapat pada bagian puncak sayap, biasanya dengan pita berwarna hitam gelap yang melebar sepanjang dm-cu

Lempung berwarna coklat – coklat kemerahan, plastisitas sedang – tinggi, mengandung sedikit mineral kuarsa, lempung ini diperkirakan berasal dari hasil pelapukan batuan

Tubuh berwarna kuning kecoklatan. An- tena panjang berbentuk filiform. Mata majemuk ber- warna hitam. 3 pasang tungkai berwarna kuning ke- coklatan. Tarsus berwarna coklat

Ciri khas dari jenis ini yaitu bergetah bening kekuningan, agak lengket, pepagan keras berwarna coklat tua kemerahan, pepagan dalam berwarna kuning, tekstur batang

Lempung berwarna coklat – coklat kemerahan, plastisitas sedang – tinggi, mengandung sedikit mineral kuarsa, lempung ini diperkirakan berasal dari hasil pelapukan batuan