• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila

PADA BENIH IKAN LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI

MENGGUNAKAN BAWANG PUTIH DAN MENIRAN

RETNO ASTRINI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila PADA BENIH IKAN LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI MENGGUNAKAN BAWANG PUTIH DAN MENIRAN

Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

(3)

ABSTRAK

RETNO ASTRINI. Pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari menggunakan meniran dan bawang putih. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan MIA SETIAWATI.

Bakteri Aeromonas hydrophila dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada ikan lele. Fitofarmaka yang digunakan sebagai upaya pencegahan adalah campuran bawang putih dan meniran. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis bawang putih dan meniran yang dicampur ke pakan dalam bentuk tepung pada benih lele berumur 11 hari. Benih ikan lele yang digunakan berukuran panjang 1,53±0,26 cm dan bobot 40±16 mg. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap penentuan dosis dan tahap pengujian dosis. Perlakuan dilakukan selama 21 hari, kemudian uji tantang dilakukan dengan metode perendaman selama 60 menit dengan kepadatan bakteri A. hydrophila 104 cfu/mL. Parameter yang diamati yaitu kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati, dan kualitas air. Hasil penelitian membuktikan bahwa perlakuan bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan kelangsungan hidup benih lele sebesar 81,11±3,85%. Pencegahan infeksi bakteri

A. hydrophila dengan pakan campuran bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt efektif dilakukan pada benih ikan lele.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, benih ikan lele, bawang putih, meniran.

ABSTRACT

RETNO ASTRINI. Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish

Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and MIA SETIAWATI.

Aeromonas hydrophila can cause various diseases in catfish. Fitofarmaka used as prevention is a mixture of garlic and meniran. This study aimed to determine the dose garlic and meniran mixed into the feed in the form of flour in 11-day-old-catfish juvenile. Catfish juvenile used a length of 1,53±0.26 cm and weight of 40±16 mg. The study was divided into two phases, the first phase was determination of the dose and the second to testing phase. The treatment carried out for 21 days, then the challenge test was conducted by immerse for 60 minutes at bacterial density A.hydrophila 104 cfu/mL. Parameters observed the survival, the amount of feed intake, relative growth, observation of the liver, and water quality. The research proves that treatment garlic 25 ppt and meniran 5 ppt provide seed viability catfish at 81,11±3,85%. A. Prevention of bacterial infection A.hydrophila to feed mixture garlic 25 ppt and meniran 5 ppt effectively carried on catfish juvenile.

(4)

PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila

PADA BENIH IKAN LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI

MENGGUNAKAN BAWANG PUTIH DAN MENIRAN

RETNO ASTRINI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada Benih Ikan Lele Clarias sp. yang Berumur 11 hari

Menggunakan Bawang Putih dan Meniran

Nama Mahasiswa : Retno Astrini

Nomor Pokok : C14080037

Menyetujui

Pembimbing I

Dr. Dinamella Wahjuningrum NIP. 19700521 199903 2 001

Pembimbing II

Dr. Mia Setiawati NIP. 19641026 199203 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda M.Sc 19671013 199302 1 001

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan atas segala rahmatNya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Agustus 2012 bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor adalah mengenai

kesehatan ikan dengan judul “Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada

Benih Ikan Lele yang Berumur 11 Hari Menggunakan Bawang Putih dan Meniran”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dinamella Wahjuningrum dan Dr. Mia Setiawati sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi, kepada Dadang Shafruddin, M.Si atas bantuannya dalam pengadaan benih ikan untuk penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Orangtua, saudara, dan rekan-rekan penulis terutama Pak Ranta, Bu Rini, Ka Rahman, Ka Rahmat, Ka Yesi, Ka Shavika, Ka Ririn, Ka Nurlita, Ka Trian, Pondok Sabar (Asbul, Ojan, Daus, Taqin, Akil), BDP Patmo khususnya Adith, Jeanni, Pika, Titi, Ulfah, Nurlita, Yadi, Erriza, Kurnia.F, Ivan, Aldilla, BDP 46 terutama Ferdi, Arest, Hilmi, Cahyadin, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas segala bantuan yang telah diberikan.

Penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Bogor, November 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Retno Astrini merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis dilahirkan di Gunung Kidul pada tanggal 05 November 1990 dari pasangan Bapak Narto dan Ibu Kartimi. Penulis memiliki saudara kandung laki-laki bernama Dhanu Sutomo.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di Taman Kanak-kanak Marita Ciledug Tangerang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1996-2002, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama tahun 2002-2005, dan pendidikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2005-2008 di Budi Luhur Ciledug Tangerang. Kemudian penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor jurusan Teknologi dan Manajemen Budidaya Perairan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama perkuliahan penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan di kampus antara lain, sebagai Bendahara II di HIMAKUA periode 2009/2010 dan Bendahara Umum periode 2010/2011 di HIMAKUA. Penulis juga menjadi asisten untuk program S1 tahun 2012 pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012 dan Manajemen Kesehatan Akuakultur tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga mengikuti kegiatan praktik lapang di PT. Nuansa Ayu Karamba, Kepulauan Seribu pada tahun 2011. Tugas akhir di perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi berjudul

(8)

DAFTAR ISI

2.1.1 Penyediaan dan Perbanyakan Bakteri Uji ... 3

2.1.2 Uji LC50 (Mangunwardoyo 2010) ... 4

2.1.3 Pembuatan Tepung Bawang Putih dan Meniran ... 4

2.1.4 Pembuatan Pakan Uji ... 4

2.1.5 Persiapan Wadah dan Ikan Uji ... 5

2.1.6 Tahap Penentuan Dosis ... 5

2.1.7 Tahap Pengujian Dosis ... 6

2.2 Parameter Pengamatan Tahap Pengujian Dosis ... 7

2.2.1 Kelangsungan Hidup ... 7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis... 10

3.1.1 Kelangsungan Hidup ... 10

3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis ... 10

3.2.1 Kelangsungan Hidup ... 10

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

4.1 Kesimpulan ... 21

4.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang .. 6

2. Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang ... 6

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 7

2. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis. (K-) Kontrol negatif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 10

3. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 11

4. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 11

5. Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 12

6. Organ hati benih lele ... 13

7. Kandungan DO (Dissolved Oxygen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 14

8. Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 14

9. Kandungan TAN (Total Amoniak Nitrogen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 15

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil penelitian bawang putih dan meniran pada ikan lele ... 26

2. Perhitungan nilai LC50 ... 27

(12)

I. PENDAHULUAN

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan pada budidaya ikan air

tawar disamping ikan mas, patin, serta gurame karena teknologi budidaya ikan

lele sudah banyak dikuasai masyarakat dan memiliki peluang pasar yang cukup

tinggi. Kementrian Kelautan Perikanan (KKP 2010) menargetkan produksi ikan

lele meningkat dari 495 ribu ton pada tahun 2012 menjadi 900 ribu ton pada tahun

2014 atau kenaikan total sebanyak 450% (rata-rata 35% per tahun). Peningkatan

produksi tersebut mencakup semua kegiatan budidaya yaitu kegiatan pembenihan

dan kegiatan pembesaran.

Kegiatan pembesaran ikan lele membutuhkan pasokan benih secara

kontinu untuk memenuhi target produksi KKP pada tahun berikutnya.

Pemeliharaan dengan menggunakan kepadatan tinggi dilakukan agar mampu

memenuhi pasokan benih. Benih yang dihasilkan juga harus dalam keadaan sehat

dan terbebas dari penyakit. Benih merupakan stadia yang sangat penting dan kritis

sehingga mudah terinfeksi suatu penyakit (Tucker 1991). Pencegahan terhadap

penyakit harus dilakukan mulai dari benih agar dapat dihasilkan ikan lele yang

berkualitas.

Penyakit merupakan kendala utama untuk keberhasilan produksi.

Timbulnya penyakit dapat terjadi karena kepadatan ikan tinggi saat pemeliharaan,

transportasi benih, penanganan, dan kualitas air yang buruk (Thanikachalam

2010). Ikan lele mudah terserang penyakit akibat infeksi bakteri Aeromonas

hydrophila. Bakteri A.hydrophila dapat menyebabkan penyakit MAS (Motile

Aeromonas Septicaemia), hemorrhagic septicaemia, ulcer disease atau red-sore

disease (White 1989). Untuk mencegah terjadinya infeksi tersebut maka

dilakukan kegiatan pencegahan terhadap penyakit. Kegiatan pencegahan yang

dapat dilakukan yaitu menggunakan vaksin dan probiotik (Thanikachalam et al

2010) serta fitofarmaka (Sholikhah 2009), karena fitofarmaka memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan kegiatan pencegahan lainnya yaitu dapat dibuat dengan

teknik yang sederhana dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan untuk

pemakaian dalam waktu yang lama. Fitofarmaka merupakan sediaan bahan alam

(13)

2 dengan uji praklinis dan uji klinis dan bahan baku serta produk jadinya telah

distandarisasi (Badan POM.RI. 2005).

Aplikasi pencegahan penyakit dengan fitofarmaka pada akuakultur dapat

dilakukan dengan cara injeksi, melalui media budidaya, dan penambahan dalam

pakan. Menurut Sholikhah (2009), fitofarmaka yang dicampur dalam pakan dinilai

lebih praktis dalam hal pembuatan dan pemberiannya pada ikan lele dibandingkan

pemberian fitofarmaka secara injeksi pada penelitian Ayuningtyas (2008)

terutama dalam budidaya skala massal.

Fitofarmaka yang digunakan adalah campuran bawang putih dan meniran

yang menghasilkan nilai kelangsungan hidup ikan lele tertinggi yaitu sebesar

66,67% dibandingkan dengan fitofarmaka lainnya seperti lidah buaya, daun

pepaya, dan paci-paci pada penelitian Sartika (2011). Dosis campuran bawang

putih dan meniran dalam pakan yang efektif untuk mencegah infeksi bakteri

A.hydrophila adalah bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt pada ikan lele ukuran

±10 cm (Sholikhah 2009). Sedangkan Widiani (2011) menyatakan bahwa

pemberian pakan campuran bawang putih dan meniran yang efektif untuk

pencegahan adalah selama 21 hari. Hasil penelitian tersebut dicantumkan pada

Lampiran 1.

Penggunaan campuran bawang putih dan meniran yang telah dilakukan

pada Lampiran 1 diberikan pada ikan lele berumur 60 hari sehingga belum ada

informasi ilmiah tentang dosis pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila untuk

ukuran ikan yang lebih kecil (1,53±0,26 cm).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif bawang putih dan

meniran dalam pakan benih ikan lele yang berumur 11 hari sebagai upaya

pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila sehingga diharapkan dapat diproduksi

(14)

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Metode Penelitian

2.1.1 Penyediaan dan Perbanyakan Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan adalah bakteri A.hydrophila yang diperoleh dari

Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri tersebut

disuntikkan secara intramuskuler pada ikan lele untuk menguji virulensinya.

Setelah itu dilakukan reisolasi bakteri dengan menggoreskan jarum ose ke bagian

ginjal kemudian dibiakkan di media TSA (Trypticase Soy Agar) dan diinkubasi

selama 24 jam pada inkubator. Koloni bakteri dari isolat asli maupun hasil

reisolasi dilakukan pengamatan berdasarkan warna dan bentuk. Untuk

mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan

berlainan morfologinya dimurnikan kembali. Karakterisasi yang dilakukan

meliputi pengamatan morfologi koloni secara visual, meliputi warna, elevasi, dan

tepian. Uji yang dilakukan meliputi pewarnaan Gram, uji motilitas, uji

oksidasi/fermentasi, uji katalase, uji oksidase, dan uji gelatin. Identifikasi yang

digunakan berdasarkan Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1998).

Hasil pengujian virulensi bakteri A.hydrophila pada ikan uji menunjukkan

bakteri tersebut adalah bakteri yang virulen karena ikan uji mengalami kelainan

klinis berupa radang. Identifikasi bakteri uji meliputi pewarnaan Gram, sifat

biokimia dan fisiologi bakteri. Karakterisasi awal dan hasil uji virulensi

menunjukkan karakter A.hydrophila. Morfologi koloni dari A.hydrophila yaitu

berwarna krem, elevasi cembung, dan tepiannya halus, sedangkan morfologi

selnya berbentuk batang dan bersifat Gram negatif. Uji sifat biokimia

menunjukkan A.hydrophila bersifat motil dan membentuk H2S, positif terhadap

uji Oksidatif/Fermentatif, oksidase, dan katalase.

Bakteri yang diuji diperbanyak terlebih dahulu sebelum digunakan. Bakteri

stok dari kultur primer sebanyak 1 ose digoreskan ke agar miring dan diinkubasi

selama 24 jam dalam inkubator. Sebanyak 1 ose bakteri diambil dari biakan

(15)

4 (Trypticase Soy Broth), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C pada

water shaker.

2.1.2 Uji LC50 (Mangunwardoyo 2010)

Uji LC50 merupakan penentuan konsentrasi suatu bakteri yang dapat

mematikan sekitar 50% populasi dalam suatu media (RSC 2007). Uji LC50 ini

digunakan untuk mengetahui sifat virulensi bakteri A.hydrophila pada benih ikan

lele. Pada uji LC50 ini digunakan toples yang disusun untuk 4 perlakuan dengan 2

ulangan. Toples diisi air sebanyak 2 L dengan kepadatan benih 30 ekor. Bakteri

A.hydrophila yang diuji dimulai dari kepadatan 104 sampai 107 cfu/mL. Uji LC50

dilakukan dengan cara perendaman A.hydrophila pada benih selama 60 menit

sesuai dengan label kepadatan bakteri di setiap toples. Pengamatan terhadap

penghitungan jumlah benih yang mati dimulai 1 hari setelah perendaman sampai

hari ke-7.

Uji LC50 ini digunakan untuk menentukan kepadatan bakteri A. hydrophila

yang akan digunakan dalam uji tahap penentuan dan pengujian dosis. Berdasarkan

uji LC50 ini didapatkan kepadatan bakteri yang mengakibatkan kematian sebesar

50% populasi ikan lele selama 7 hari adalah bakteri A. hydrophila dengan

kepadatan 104 cfu/mL (Lampiran 2).

2.1.3 Pembuatan Tepung Bawang Putih dan Meniran

Bawang putih yang telah disediakan dicuci bersih, kemudian diiris tipis.

Pengeringan dilakukan dengan cara kering-udara tanpa terkena sinar matahari

secara langsung selama 5 hari. Untuk hasil yang lebih baik maka bawang putih

dioven dengan suhu 60°C selama 1 jam. Bawang putih dihaluskan dengan cara

ditumbuk dengan mortar dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm,

kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

Daun meniran yang telah disediakan dicuci bersih. Kemudian

dikering-udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 3 hari. Meniran ditumbuk

dengan mortar sampai halus dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm,

kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

2.1.4 Pembuatan Pakan Uji

Pakan yang digunakan adalah pelet komersil dengan kandungan protein

(16)

5 bawang putih dan meniran sesuai dosis perlakuan yang ditentukan. Pelet dicampur

dengan binder berupa CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sebanyak 30 ppt yang

dilarutkan dengan air hangat sebanyak 30% untuk pembuatan 1 kg pakan.

Penggunaan CMC dilakukan karena binder ini tidak memiliki efek pada pakan

yang dipakai dan daya rekatnya yang lebih kuat. Kemudian pakan dioven selama

2 jam pada suhu 60°C. setelah dioven, pakan ditumbuk kembali dengan mortar

dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan

dilakukan pada wadah kedap udara.

2.1.5 Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Wadah yang digunakan untuk penelitian ini merupakan toples dengan

volume 3 liter sebanyak 15 unit. Sebelum digunakan, toples dicuci bersih dan

dikeringkan. Kemudian toples didesinfeksi klorin dengan konsentrasi 100 ppm

untuk wadah dan konsentrasi 30 ppm untuk air selama 24 jam. Kemudian

akuarium dinetralisir dengan tiosulfat 15 ppm selama 24 jam dan diaerasi kuat.

Setelah itu diisi air sebanyak 2 liter setelah sebelumnya air diberi perlakuan

penambahan garam dan kapur. Benih ikan yang digunakan berumur 11 hari

dengan rata-rata bobot awal 40±16 mg dan panjang awal 1,53±0,26 cm. Padat

tebar yang digunakan adalah 30 ekor/liter, sehingga dalam satu toples berisi 60

ekor ikan. Benih mulai diadaptasikan dalam wadah uji saat berumur 9 hari.

Pemberian pakan dengan kandungan dosis bawang putih dan meniran yang

berbeda dimulai saat benih berumur 11 hari dan dilakukan sampai benih berumur

32 hari. Frekuensi pemberian pakan dilakukan pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00

WIB secara at satiation. Penyiponan dilakukan setiap pagi hari sebelum

pemberian pakan. Selain itu, pengukuran suhu dilakukan saat sebelum pemberian

pakan.

2.1.6 Tahap Penentuan Dosis

Uji in vivo tahap penentuan dosis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh

terbaik dari dosis bawang putih dan meniran yang telah dicampurkan ke dalam

pakan terhadap kelangsungan hidup ikan setelah dilakukan perendaman dengan A.

hydrophila. Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji

(17)

6 Tabel 1 Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang

Perlakuan Dosis BP (ppt) dalam pakan

Dosis M (ppt) dalam pakan

Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila

Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak

Pada tahap pengujian dosis ini, hasil yang tidak berbeda nyata dengan K- (kontrol

negatif) pada tahap sebelumnya digunakan kembali dan dibandingkan dengan K+

(kontrol positif) dan K- (kontrol negatif) serta dikaji parameter lain yang lebih

luas seperti jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati,

dan kualitas air. Hasil dari tahap penentuan dosis adalah dosis B dengan dosis

bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Perlakuan pada tahap pengujian dosis

selama 21 hari sebelum uji tantang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang

Perlakuan Dosis BP (ppt) dalam pakan

Dosis M (ppt) dalam pakan

Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila

Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak

ulangan diberi pakan sesuai perlakuan dalam Tabel 1 dan 2. Kemudian diinfeksi

dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 104 cfu/mL (hasil LC50) dengan cara

perendaman. Perendaman ini dilakukan selama 60 menit pada wadah yang

berbeda dengan wadah pemeliharaan. Bakteri A. hydrophila disuspensikan

sebanyak 0,2 mL dalam 2 liter air. Perhitungan pengenceran kepadatan bakteri

A.hydrophila untuk uji tantang dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengamatan

parameter dilakukan 1 hari setelah perendaman sampai hari ke-7. Skema prosedur

(18)

7 Gambar 1 Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

2.2 Parameter Pengamatan Tahap Pengujian Dosis

2.2.1 Kelangsungan Hidup

Pengamatan kelangsungan hidup ikan dilakukan setiap hari dimulai 1 hari

setelah uji tantang hingga hari ke-7 akhir uji tantang. Perhitungan kelangsungan

hidup dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut.

Kelangsungan hidup = Nt x 100% No

Keterangan :

Nt : Jumlah ikan akhir (ekor) No : Jumlah ikan awal (ekor)

Perlakuan tanpa perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL

K-

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30

perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

K+

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30

perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

A

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30

perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

B

(19)

8

2.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan dihitung setiap hari dari awal perlakuan hingga

akhir perlakuan selama 21 hari. Jumlah konsumsi pakan ditentukan berdasarkan

jumlah pakan yang masuk ke dalam tubuh benih atau yang dikonsumsi oleh benih.

Perhitungan jumlah konsumsi pakan dilakukan dengan cara menimbang jumlah

sisa pakan yang tidak termakan oleh benih.

2.2.3 Pertumbuhan Relatif

Pertumbuhan relatif dapat dilihat dari pertambahan bobot benih dari awal

perlakuan hingga akhir setelah uji tantang. Pengukuran bobot tubuh benih

dilakukan setiap 7 hari sekali dengan menggunakan timbangan digital dengan

ketelitian 0,001 g. Perhitungan pertumbuhan relatif terhadap bobot benih dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Pertumbuhan Relatif = bobot akhir – bobot awal x 100% bobot awal

2.2.4 Pengamatan Organ Hati

Pengamatan organ hati dilakukan pada akhir setelah uji tantang untuk

perlakuan K- (kontrol negatif) dan K+ (kontrol positif). Sedangkan pengamatan

organ hati untuk perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) dilakukan

sebelum uji tantang. Pengamatan organ hati untuk membedakan warna hati benih

di setiap perlakuan karena fungsi hati sebagai organ ekskresi utama dalam tubuh.

2.2.5 Kualitas Air

Pengamatan kualitas air dilakukan pada saat awal perlakuan, sebelum uji

tantang, dan akhir setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang diukur adalah

DO (oksigen terlarut), pH, TAN (total amoniak nitrogen), dan suhu (Tabel 3).

Tabel 3 Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur selama perlakuan

Parameter Satuan Alat ukur

DO (Oksigen terlarut) mg/L DO meter

pH unit pH meter

TAN (total amoniak nitrogen) ppm Spektrofotometer

(20)

9

2.3 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dan di

analisis menggunakan ANOVA single factor, kemudian dilakukan uji lanjut untuk

beda nyata dengan uji Duncan. Parameter yang dilakukan analisis secara

kuantitatif adalah kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, dan pertumbuhan

relatif. Sedangkan parameter yang dilakukan analisis secara deskriptif adalah

(21)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis

3.1.1 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup ikan diamati sampai 7 hari setelah uji tantang.

Perhitungan dilakukan dengan mencatat kematian per hari dari setiap perlakuan.

Nilai kelangsungan hidup perlakuan A (bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt)

sebesar 24,24±6,94% dan perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)

sebesar 56,82±24,58% memiliki hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05).

Perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memiliki nilai

kelangsungan hidup tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup perlakuan

K- (kontrol negatif) sebesar 89,39±9,19% dan perlakuan A (bawang putih 20 ppt

dan meniran 5 ppt) dengan perlakuan K- (kontrol negatif) memiliki hasil

kelangsungan hidup yang berbeda nyata. Sehingga hasil dari tahap penentuan

dosis yang digunakan pada tahap pengujian dosis adalah perlakuan B (bawang

putih 25 ppt dan meniran 5 ppt). Kelangsungan hidup benih lele setelah uji

tantang pada tahap penentuan dosis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan dosis. (K-) Kontrol negatif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis

3.2.1 Kelangsungan Hidup

Nilai kelangsungan hidup perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran

5 ppt) yang digunakan pada tahap pengujian dosis ini merupakan dosis terbaik

dengan nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) pada

(22)

11 tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai kelangsungan hidup

pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 81,11±3,85%

memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar

100±0,00% dan K+ (kontrol positif) sebesar 23,00±5,77%.

Gambar 3 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan ini menunjukkan adanya respons makan pada ikan

yang diberi pakan perlakuan fitofarmaka dan pakan tanpa fitofarmaka. Jumlah

konsumsi pakan pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)

sebesar 6,42±0,01 g memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K-

(kontrol negatif) sebesar 6,58±0,00 g dan K+ (kontrol positif) sebesar 6,566±0,02

g. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian

dosis dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

(23)

12

3.2.3 Pertumbuhan Relatif

Pertumbuhan relatif pada benih diukur sebelum perlakuan (bobot awal)

dan setelah uji tantang (bobot akhir). Pertumbuhan relatif benih pada perlakuan B

(bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 7,22±2,22 % memiliki hasil

yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 7,54±0,07

% dan K+ (kontrol positif) sebesar 6,39±0,96 %. Pertumbuhan relatif benih lele

selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

3.2.4 Pengamatan Organ Hati

Pengamatan organ hati perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5

ppt) dilakukan sebelum uji tantang. Sedangkan pada perlakuan K- (kontrol

negatif) dan K+ (kontrol positif) dilakukan setelah uji tantang. Pada perlakuan K-

(kontrol negatif) yang tidak dilakukan uji tantang memiliki warna hati merah

kecoklatan dan terlihat segar. Perlakuan K+ (kontrol positif) memiliki warna hati

merah pucat dan pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)

memiliki warna hati merah (Gambar 6).

(24)

13 Gambar 6 Organ hati benih lele

3.2.5 Kualitas Air

Parameter kualitas air ini diukur pada awal perlakuan, sebelum uji tantang,

dan setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang dilakukan pengukuran adalah

DO (dissolved oxygen), pH, dan TAN (total amoniak nitrogen). Selain itu

dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap pagi, siang, dan sore selama

perlakuan 21 hari.

Kandungan oksigen pada awal perlakuan masih menunjukkan rentang

yang sama yaitu sebesar 7,3 mg/L. Kemudian pada pengukuran sebelum uji

tantang terjadi penurunan mencapai 5,3 mg/L pada perlakuan K+ (kontrol positif),

5,7 mg/L pada perlakuan K- (kontrol negatif), dan 5,9 mg/L pada perlakuan B

(bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt). Saat setelah uji tantang terjadi

peningkatan DO kembali mencapai 7,0 mg/L pada perlakuan K- (kontrol negatif),

sedangkan perlakuan K+ (kontrol positif) dan B (bawang putih 25 ppt dan

meniran 5 ppt) hanya mencapai 6,5 mg/L. Kandungan DO masih berada pada

kisaran optimal yaitu >4 mg/L (Tucker 1991). Kandungan DO (Dissolved

Oxygen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian

dosis dapat dilihat pada Gambar 7.

B (dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)

K- (kontrol negatif) K+ (kontrol positif)

0,5 cm

(25)

14

Sedangkan pengukuran pH pada saat sebelum uji tantang dan setelah uji tantang

didapatkan hasil yang sama pada perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 7,67, K+

(kontrol positif) sebesar 7,72, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)

sebesar 7,45. Kandungan pH masih berada pada kisaran normal untuk budidaya

yaitu antara 7 sampai 8,5 (Tucker 1991). Kandungan pH media pemeliharaan

benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar

8.

Gambar 8 Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

Pengukuran TAN (total amoniak nitrogen) yang terukur pada awal

perlakuan sebesar 0,02 ppm. Pada pengukuran sebelum uji tantang terjadi

peningkatan kandungan TAN menjadi 0,19 ppm pada K- (kontrol negatif), K+

(kontrol positif) sebesar 0,77 ppm, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)

sebesar 0,10 ppm. Kandungan TAN semakin meningkat pada pengukuran akhir

(26)

15 setelah uji tantang menjadi sebesar 0,43 ppm pada K- (kontrol negatif), K+

(kontrol positif) sebesar 0,21 ppm, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)

sebesar 0,84 ppm. Kandungan TAN selama penelitian masih berada dalam kisaran

normal yaitu <1,00 ppm (Tucker 1991). Kandungan TAN (Total Amoniak

Nitrogen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian

dosis dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Kandungan TAN (Total Amoniak Nitrogen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

Pengukuran suhu dilakukan setiap hari saat sebelum pemberian makan

pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00 WIB. Suhu media pemeliharaan masih berada

dalam kisaran optimal pemeliharaan benih ikan lele yaitu 26-28 °C (Tucker 1991).

Tetapi terdapat beberapa pengukuran yang tidak masuk ke dalam kisaran optimal

karena fluktuasi suhu pada perairan yang dipengaruhi cuaca harian. Kisaran suhu

selama perlakuan, pada pagi hari berkisar antara 23-25 °C, pada siang hari

(27)

16

3.3 Pembahasan

Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Aeromonas

hydrophila. Bakteri tersebut telah dilakukan uji identifikasi untuk memastikan

bahwa bakteri yang digunakan merupakan kultur murni. Uji in vivo tidak

dilakukan dengan cara injeksi ke tubuh ikan satu per satu seperti yang dilakukan

oleh Ayuningtyas (2008) tetapi dilakukan secara perendaman. Karena tubuh benih

ikan lele yang masih kecil dengan bobot rata-rata 40 mg, sehingga pemberian uji

tantang ini diberikan melalui lingkungan budidaya benih (perendaman). Karena

air dapat menjadi perantara bagi penularan penyakit (White 1989).

Waktu lama perendaman untuk uji in vivo mengacu pada Muttaqin (2012)

yang dilakukan selama 60 menit pada ikan patin dengan hormon tiroksin. Uji

tantang dengan teknik perendaman diharapkan bakteri A.hydrophila akan masuk

ke dalam tubuh benih ikan melalui insang dan kulit (Mangunwardoyo 2010).

Hasil LC50 memperlihatkan bahwa infeksi bakteri A. hydrophila yang dapat

mematikan sekitar 50% populasi benih ikan lele adalah pada kepadatan 104

cfu/mL selama 7 hari. Uji LC50 ini menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila

yang digunakan masih bersifat virulen. Bakteri A. hydrophila dapat ditingkatkan

virulensinya dengan cara isolasi ulang bakteri dari ikan yang telah diinfeksi oleh

bakteri tersebut.

Pada tahap penentuan dosis, perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan

meniran 5 ppt) memberikan tingkat kelangsungan hidup terbaik sebesar

56,82±24,583% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif)

setelah benih diinfeksi bakteri A. hydrophila. Sehingga perlakuan B (bawang

putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) inilah yang digunakan kembali dalam penelitian

tahap pengujian dosis dan dibandingkan kembali dengan perlakuan K- (kontrol

negatif) dan K+ (kontrol positif).

Tahap pengujian dosis menghasilkan nilai kelangsungan hidup paling baik

sebesar 100±0,00% pada K- (kontrol negatif). Karena pada K- (kontrol negatif)

tidak diberikan infeksi bakteri A. hydrophila sehingga ikan tetap sehat sampai

akhir penelitian. Sedangkan pada K+ (kontrol positif) tanpa perlakuan fitofarmaka

yang diberikan infeksi bakteri A. hydrophila memiliki nilai kelangsungan hidup

(28)

17 perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 81,11±3,85%.

Perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memiliki nilai

kelangsungan hidup yang berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif)

dan K+ (kontrol positif). Artinya, pakan dengan fitofarmaka bawang putih 25 ppt

dan meniran 5 ppt memberikan tingkat kesehatan benih yang lebih baik dan

berbeda secara nyata bila dibandingkan dengan benih yang tidak diberikan pakan

fitofarmaka.

Bawang putih dapat berperan sebagai perangsang aktivitas sel sehingga

meremajakan semua fungsi tubuh dan sistem imun dengan cara merangsang

makrofag dalam pembentukan sel darah putih yang mampu menghancurkan

material asing (Derrida 2003 dalam Matthew 2009). Kandungan senyawa

flavonoid dalam meniran akan menempel ke sel imun dan memberikan

rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel imun lebih baik (Junieva 2006), bekerja

secara sinergis dengan allicin yang terdapat pada bawang putih yang berperan

dalam aktivitas anti-bakteri (Derrida 2003 dalam Matthew 2009). Hal ini dapat

dilihat dari tingkat kelangsungan hidup benih pada perlakuan B (bawang putih 25

ppt dan meniran 5 ppt) yang berbeda nyata dibandingkan dengan K+ (kontrol

positif) atau benih yang tidak diberikan pakan fitofarmaka. Meniran memacu

sistem imun melalui aktivasi limfosit sel T dan sel B yang membuat sistem tubuh

lebih aktif menjalankan tugasnya, Jika sistem imun meningkat, maka daya tahan

tubuh terhadap serangan berbagai bakteri juga meningkat (BBPBAT 2010).

Setelah uji tantang dengan bakteri A. hydrophila, benih mengalami gejala

klinis seperti kulit yang kemerahan, berenang tidak beraturan (White 1989), dan

adanya kerusakan pada sirip (Yuasa et al 2003 dalam Mangunwardoyo 2010).

Tetapi tidak semua benih mengalami sakit maupun gejala klinis saat terjadi

serangan patogen. Beragam faktor mempengaruhi masing-masing individu dalam

menanggapi suatu patogen. Patogen harus dapat menembus sistem imun benih

untuk dapat menimbulkan penyakit. Daya tahan alami benih memungkinkan

setiap individu menjadi terbebas dari serangan patogen. Masing-masing individu

memiliki daya tahan yang berbeda, hal ini ditentukan dari umur, jenis kelamin,

(29)

18 Pada hari pertama setelah uji tantang telah terjadi kematian terhadap benih

ikan. Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila yang telah berkembang dengan

baik telah menginfeksi benih. Karena pertumbuhan bakteri A. hydrophila optimal

terjadi pada fase eksponensial yaitu pada jam ke-4 sampai ke-12 (Moat et al. 2002

dalam Mangunwardoyo 2010). Sedangkan pada hari ke-2 dan ke-3 merupakan

fase declining setelah melewati fase stationary sampai 48 jam (Moat et al. 2002

dalam Mangunwardoyo 2010).

Benih diberi pakan perlakuan pada umur 11 hari setelah sebelumnya diberi

makan berupa cacing sutra. Jumlah konsumsi pakan yang terukur menunjukkan

tingkat respons benih terhadap pakan. Respons benih terhadap pakan setiap

harinya mengalami peningkatan di semua perlakuan. Tetapi pada saat-saat

tertentu, nafsu makan ikan menurun. Hal ini diduga terjadi karena adanya

fluktuasi suhu harian yang menyebabkan ikan stress sehingga menurunkan nafsu

makan (Irianto 2005).

Konsumsi pakan benih pada hari pertama perlakuan memiliki jumlah yang

rendah. Hal ini diakibatkan benih masih dalam kondisi adaptasi. Menurut

Winarlin (1984), ikan lele dapat dilatih memakan pakan buatan berbentuk tepung

karena ikan lele selalu menyambar makanan yang berada dibawah permukaan air.

Pada hari selanjutnya, jumlah konsumsi pakan mengalami peningkatan di semua

perlakuan. Hal ini didasari bahwa benih telah mampu mengonsumsi pakan buatan

dengan baik. Jumlah konsumsi pakan ini memiliki nilai yang tidak berbeda nyata

pada setiap perlakuan. Walaupun terdapat bau yang menyengat pada pakan

perlakuan yang telah dicampur dengan bawang putih dan meniran. Bau

menyengat ini berasal dari allicin yang memiliki bau bawang putih yang khas saat

struktur bawang putih rusak (Jabar 2007) tetapi benih tetap mengonsumsi pakan

(30)

19 Ikan memerlukan nutrien dan energi dari luar untuk pertumbuhannya

(Hastuti 1984). Nutrien dan energi tersebut diperoleh dari makanannya. Sehingga

jumlah konsumsi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan benih. Pertumbuhan

relatif pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) tidak berbeda

nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) maupun K+ (kontrol positif). Bawang

putih dan meniran yang terkandung dalam pakan perlakuan B (bawang putih 25

ppt dan meniran 5 ppt) dapat dikatakan tidak mempengaruhi pertumbuhan benih.

Pakan yang masuk ke dalam tubuh benih tidak semuanya digunakan untuk

pertumbuhan. Pertumbuhan benih ditentukan oleh banyaknya makanan yang

dikonsumsi serta distribusi penggunaannya (Hastuti 1984).

Pengamatan organ dalam dilakukan pada hati karena A.hydrophila banyak

ditemukan pada luka infeksi, hati, dan ginjal (Astuti 2003). Pengamatan organ hati

dilakukan untuk melihat adanya perbedaan warna dari hati tersebut. Perbedaan

warna hati ini disebabkan oleh adanya enzim dan toksin produk ekstraseluler yang

merupakan racun dari bakteri A.hydrophila terhadap ikan (Munro 1982 dalam

Abdullah 2008). Warna merah segar terdapat pada perlakuan B (bawang putih 25

ppt dan meniran 5 ppt), pada perlakuan K- (kontrol negatif) memiliki warna hati

merah kecoklatan sesuai dengan Abdullah (2008), dan warna hati coklat pucat

pada perlakuan K+ (kontrol positif) karena meningkatnya kerja hati untuk

mengumpulkan, mengubah, menetralkan, dan menghilangkan zat-zat toksin

(Dharma 1982 dalam Abdullah 2008).

Kualitas air pada pemeliharaan benih ikut mendukung adanya

patogenisitas bakteri. Kualitas air yang kurang baik akan mempercepat datangnya

suatu penyakit karena penyakit tidak hanya disebabkan adanya bakteri patogen

saja, tetapi karena adanya hubungan antara lingkungan, inang, dan patogen. Suhu

yang fluktuatif dapat menyebabkan ikan stres dan dapat menyebabkan kematian.

Setiap spesies mungkin dapat mentoleransi suhu dari 5-36 °C, tapi kisaran yang

dapat memberikan pertumbuhan maksimum dari 25-30 °C. Spesies tropis tidak

akan tumbuh baik jika suhu air berada di bawah 26 °C dan suhu di bawah 10 °C

dapat membunuhnya (Boyd 1990). Suhu pada pagi hari sekitar 23-25 °C,

kemudian pada siang hari suhu mencapai 24-28 °C, dan suhu pada sore hari

(31)

20 Kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan benih sekitar 26-28 °C (Tucker

1991).

Fitofarmaka yang ditambahkan ke dalam pakan benih terbukti mampu

mencegah penyakit infeksi bakteri A. hydrophila. Selain itu, fitofarmaka berupa

bawang putih dan meniran ini dapat diaplikasikan pada budidaya ikan lele karena

kedua bahan ini ketersediaannya cukup melimpah, tidak menimbulkan resisten

terhadap bakteri, dan tidak merusak lingkungan. Bakteri yang telah bersifat

resisten ini tidak akan hilang dari tubuh ikan, sehingga penyakit ini akan

mengancam kehidupan manusia karena A. hydrophila termasuk penyakit zoonotic

atau merupakan penyakit yang dapat menyebar dari hewan ke manusia (White

1989). Penerapan pemberian fitofarmaka lebih cocok dengan metode

pencampuran ke dalam pakan karena dalam satu kali pembuatan dapat disimpan

dalam jangka waktu yang lama pada dalam wadah kedap udara. Hal ini

merupakan nilai tambah metode ini dibandingkan dengan metode perendaman dan

(32)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Perlakuan pencegahan melalui pakan dengan campuran 25 ppt bawang

putih dan 5 ppt meniran efektif terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari, dengan tingkat

kelangsungan hidup 81,11±3,85% dan pertumbuhan relatif 7,22±2,22%.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap bawang putih dan meniran

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Y. 2008. Efektivitas ekstrak daun paci-paci Leucas lavandulaefolia

untuk pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit MAS Motile Aeromonas Septicaemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo

Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Astuti AB. 2003. Interaksi pestisida dan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila

pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ayuningtyas A. 2008. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Badan POM. RI. 2005, No.HK.00.05.4.1384. Tentang kriteria dan tata laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka, http://ulpk.pom.go.id [31 Oktober 2012].

BBPBAT Sukabumi. 2010. Penggunaan bahan anti mikroba nabati meniran untuk peningkatan daya tahan tubuh ikan mas. www.bbpbat.net [08 September 2012].

Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama: Birmingham Publishing Co.

Hastuti MS. 1984. Jumlah makanan yang dikonsumsi burayak ikan lele (Clarias batrachus L.) [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Holt, JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, dan Williams ST. 1998. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Williams & Wilkins. Baltimore.

Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Jabar MA dan Amina AM. 2007. Susceptibility of some multiple resistant bacteria to garlic extract. African Journal of Biotechnology, Vol.6(6):771-776.

(34)

23 KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2010. Sembilan komoditas

unggulan. www.dkp.go.id [31 Oktober 2011].

Kurniawan D. 2010. Efektivitas campuran tepung meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri

Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mangunwardoyo W, Ratih I, dan Etty R. 2010. Uji patogenisitas dan virulensi

Aeromonas hydrophila stanier pada ikan nila (Oreochromis niloticus Lin.) melalui postulat koch. J. Ris Akuakultur, 5(2):245-255.

Matthew, T. 2009. Efficacy of Allium sativum (garlic) bulbs extract on some enteric (pathogenic) bacteria. New York Science Journal. 2 (6), ISSN 1554-0200.

Muttaqin M. 2012. Efektivitas perendaman hormon tiroksin dan rekombinan hormon pertumbuhan terhadap perkembangan dan pertumbuhan awal larva ikan patin Pangasionodon hypopthalmus. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

RSC (Royal Society of Chemistry). 2007. Environment, health, and safety committee note on: “LD50 [lethal dose 50%]”. www.rsc.org [31 Oktober

2012].

Sartika Y. 2011. Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sholikhah EH. 2009. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Thanikachalam K, Marimutu K, and Xavier R. 2010. Effect of garlic peel on growth, hematological parameters and disease resistance against Aeromonas hydrophila in african catfish Clarias gariepinus (Bloch) fingerlings. Asian Pasific Journal of Tropical Medicine, p.614-618.

(35)

24 White MR. 1989. Diagnosis and treatment of “Aeromonas hydrophila” infection

of fish. Animal Disease Diagnostic Laboratory. Purdue University. Sea Grant IL-IN-SG-FS-91-2.

Widiani I. 2011. Lama pemberian pakan mengandung tepung meniran

Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(36)
(37)

26

Lampiran 1 Hasil penelitian bawang putih dan meniran pada ikan lele

Bentuk bahan

11-13 cm Penyuntikan 14 hari 73,33±11,55% Ayuningtyas (2008)

(38)

27

Lampiran 2 Perhitungan nilai LC50

Konsentrasi

Patogen Mati Hidup

Akumulasi

Mati Hidup Rasio Persentase

103 21 39 21 137 21/158 13,29

104 20 40 41 98 41/139 29,50

105 34 26 75 58 75/133 56,39

106 40 20 115 32 115/147 78,23

107 48 12 163 12 163/175 93,14

negative log kematian diatas 50%

SP x faktor pengenceran (log 10)

Jadi, nilai LD50 yang diperoleh adalah 104, maka bakteri Aeromonas hydrophila

dengan kepadatan 104 cfu/mL dapat mengakibatkan populasi ikan lele mati

(39)

28

Lampiran 3 Perhitungan kepadatan bakteri A. hydrophila untuk uji tantang

M1 x V1 = M2 x V2

108 cfu/mL x V1 = 104 cfu/mL x 2000 mL

V1 = 104 cfu/mL x 2000 mL

108 cfu/mL V1 = 10-4 x 2000 mL

V1 = 0,2 mL

Keterangan :

M1 = kepadatan bakteri kultur

M2 = kepadatan bakteri infeksi

V1 = volume bakteri infeksi

(40)

ABSTRAK

RETNO ASTRINI. Pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari menggunakan meniran dan bawang putih. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan MIA SETIAWATI.

Bakteri Aeromonas hydrophila dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada ikan lele. Fitofarmaka yang digunakan sebagai upaya pencegahan adalah campuran bawang putih dan meniran. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis bawang putih dan meniran yang dicampur ke pakan dalam bentuk tepung pada benih lele berumur 11 hari. Benih ikan lele yang digunakan berukuran panjang 1,53±0,26 cm dan bobot 40±16 mg. Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap penentuan dosis dan tahap pengujian dosis. Perlakuan dilakukan selama 21 hari, kemudian uji tantang dilakukan dengan metode perendaman selama 60 menit dengan kepadatan bakteri A. hydrophila 104 cfu/mL. Parameter yang diamati yaitu kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati, dan kualitas air. Hasil penelitian membuktikan bahwa perlakuan bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan kelangsungan hidup benih lele sebesar 81,11±3,85%. Pencegahan infeksi bakteri

A. hydrophila dengan pakan campuran bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt efektif dilakukan pada benih ikan lele.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, benih ikan lele, bawang putih, meniran.

ABSTRACT

RETNO ASTRINI. Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish

Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran. Supervised by DINAMELLA WAHJUNINGRUM and MIA SETIAWATI.

Aeromonas hydrophila can cause various diseases in catfish. Fitofarmaka used as prevention is a mixture of garlic and meniran. This study aimed to determine the dose garlic and meniran mixed into the feed in the form of flour in 11-day-old-catfish juvenile. Catfish juvenile used a length of 1,53±0.26 cm and weight of 40±16 mg. The study was divided into two phases, the first phase was determination of the dose and the second to testing phase. The treatment carried out for 21 days, then the challenge test was conducted by immerse for 60 minutes at bacterial density A.hydrophila 104 cfu/mL. Parameters observed the survival, the amount of feed intake, relative growth, observation of the liver, and water quality. The research proves that treatment garlic 25 ppt and meniran 5 ppt provide seed viability catfish at 81,11±3,85%. A. Prevention of bacterial infection A.hydrophila to feed mixture garlic 25 ppt and meniran 5 ppt effectively carried on catfish juvenile.

(41)

I. PENDAHULUAN

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan pada budidaya ikan air

tawar disamping ikan mas, patin, serta gurame karena teknologi budidaya ikan

lele sudah banyak dikuasai masyarakat dan memiliki peluang pasar yang cukup

tinggi. Kementrian Kelautan Perikanan (KKP 2010) menargetkan produksi ikan

lele meningkat dari 495 ribu ton pada tahun 2012 menjadi 900 ribu ton pada tahun

2014 atau kenaikan total sebanyak 450% (rata-rata 35% per tahun). Peningkatan

produksi tersebut mencakup semua kegiatan budidaya yaitu kegiatan pembenihan

dan kegiatan pembesaran.

Kegiatan pembesaran ikan lele membutuhkan pasokan benih secara

kontinu untuk memenuhi target produksi KKP pada tahun berikutnya.

Pemeliharaan dengan menggunakan kepadatan tinggi dilakukan agar mampu

memenuhi pasokan benih. Benih yang dihasilkan juga harus dalam keadaan sehat

dan terbebas dari penyakit. Benih merupakan stadia yang sangat penting dan kritis

sehingga mudah terinfeksi suatu penyakit (Tucker 1991). Pencegahan terhadap

penyakit harus dilakukan mulai dari benih agar dapat dihasilkan ikan lele yang

berkualitas.

Penyakit merupakan kendala utama untuk keberhasilan produksi.

Timbulnya penyakit dapat terjadi karena kepadatan ikan tinggi saat pemeliharaan,

transportasi benih, penanganan, dan kualitas air yang buruk (Thanikachalam

2010). Ikan lele mudah terserang penyakit akibat infeksi bakteri Aeromonas

hydrophila. Bakteri A.hydrophila dapat menyebabkan penyakit MAS (Motile

Aeromonas Septicaemia), hemorrhagic septicaemia, ulcer disease atau red-sore

disease (White 1989). Untuk mencegah terjadinya infeksi tersebut maka

dilakukan kegiatan pencegahan terhadap penyakit. Kegiatan pencegahan yang

dapat dilakukan yaitu menggunakan vaksin dan probiotik (Thanikachalam et al

2010) serta fitofarmaka (Sholikhah 2009), karena fitofarmaka memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan kegiatan pencegahan lainnya yaitu dapat dibuat dengan

teknik yang sederhana dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan untuk

pemakaian dalam waktu yang lama. Fitofarmaka merupakan sediaan bahan alam

(42)

2 dengan uji praklinis dan uji klinis dan bahan baku serta produk jadinya telah

distandarisasi (Badan POM.RI. 2005).

Aplikasi pencegahan penyakit dengan fitofarmaka pada akuakultur dapat

dilakukan dengan cara injeksi, melalui media budidaya, dan penambahan dalam

pakan. Menurut Sholikhah (2009), fitofarmaka yang dicampur dalam pakan dinilai

lebih praktis dalam hal pembuatan dan pemberiannya pada ikan lele dibandingkan

pemberian fitofarmaka secara injeksi pada penelitian Ayuningtyas (2008)

terutama dalam budidaya skala massal.

Fitofarmaka yang digunakan adalah campuran bawang putih dan meniran

yang menghasilkan nilai kelangsungan hidup ikan lele tertinggi yaitu sebesar

66,67% dibandingkan dengan fitofarmaka lainnya seperti lidah buaya, daun

pepaya, dan paci-paci pada penelitian Sartika (2011). Dosis campuran bawang

putih dan meniran dalam pakan yang efektif untuk mencegah infeksi bakteri

A.hydrophila adalah bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt pada ikan lele ukuran

±10 cm (Sholikhah 2009). Sedangkan Widiani (2011) menyatakan bahwa

pemberian pakan campuran bawang putih dan meniran yang efektif untuk

pencegahan adalah selama 21 hari. Hasil penelitian tersebut dicantumkan pada

Lampiran 1.

Penggunaan campuran bawang putih dan meniran yang telah dilakukan

pada Lampiran 1 diberikan pada ikan lele berumur 60 hari sehingga belum ada

informasi ilmiah tentang dosis pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila untuk

ukuran ikan yang lebih kecil (1,53±0,26 cm).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif bawang putih dan

meniran dalam pakan benih ikan lele yang berumur 11 hari sebagai upaya

pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila sehingga diharapkan dapat diproduksi

(43)

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Metode Penelitian

2.1.1 Penyediaan dan Perbanyakan Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan adalah bakteri A.hydrophila yang diperoleh dari

Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri tersebut

disuntikkan secara intramuskuler pada ikan lele untuk menguji virulensinya.

Setelah itu dilakukan reisolasi bakteri dengan menggoreskan jarum ose ke bagian

ginjal kemudian dibiakkan di media TSA (Trypticase Soy Agar) dan diinkubasi

selama 24 jam pada inkubator. Koloni bakteri dari isolat asli maupun hasil

reisolasi dilakukan pengamatan berdasarkan warna dan bentuk. Untuk

mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan

berlainan morfologinya dimurnikan kembali. Karakterisasi yang dilakukan

meliputi pengamatan morfologi koloni secara visual, meliputi warna, elevasi, dan

tepian. Uji yang dilakukan meliputi pewarnaan Gram, uji motilitas, uji

oksidasi/fermentasi, uji katalase, uji oksidase, dan uji gelatin. Identifikasi yang

digunakan berdasarkan Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1998).

Hasil pengujian virulensi bakteri A.hydrophila pada ikan uji menunjukkan

bakteri tersebut adalah bakteri yang virulen karena ikan uji mengalami kelainan

klinis berupa radang. Identifikasi bakteri uji meliputi pewarnaan Gram, sifat

biokimia dan fisiologi bakteri. Karakterisasi awal dan hasil uji virulensi

menunjukkan karakter A.hydrophila. Morfologi koloni dari A.hydrophila yaitu

berwarna krem, elevasi cembung, dan tepiannya halus, sedangkan morfologi

selnya berbentuk batang dan bersifat Gram negatif. Uji sifat biokimia

menunjukkan A.hydrophila bersifat motil dan membentuk H2S, positif terhadap

uji Oksidatif/Fermentatif, oksidase, dan katalase.

Bakteri yang diuji diperbanyak terlebih dahulu sebelum digunakan. Bakteri

stok dari kultur primer sebanyak 1 ose digoreskan ke agar miring dan diinkubasi

selama 24 jam dalam inkubator. Sebanyak 1 ose bakteri diambil dari biakan

(44)

4 (Trypticase Soy Broth), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C pada

water shaker.

2.1.2 Uji LC50 (Mangunwardoyo 2010)

Uji LC50 merupakan penentuan konsentrasi suatu bakteri yang dapat

mematikan sekitar 50% populasi dalam suatu media (RSC 2007). Uji LC50 ini

digunakan untuk mengetahui sifat virulensi bakteri A.hydrophila pada benih ikan

lele. Pada uji LC50 ini digunakan toples yang disusun untuk 4 perlakuan dengan 2

ulangan. Toples diisi air sebanyak 2 L dengan kepadatan benih 30 ekor. Bakteri

A.hydrophila yang diuji dimulai dari kepadatan 104 sampai 107 cfu/mL. Uji LC50

dilakukan dengan cara perendaman A.hydrophila pada benih selama 60 menit

sesuai dengan label kepadatan bakteri di setiap toples. Pengamatan terhadap

penghitungan jumlah benih yang mati dimulai 1 hari setelah perendaman sampai

hari ke-7.

Uji LC50 ini digunakan untuk menentukan kepadatan bakteri A. hydrophila

yang akan digunakan dalam uji tahap penentuan dan pengujian dosis. Berdasarkan

uji LC50 ini didapatkan kepadatan bakteri yang mengakibatkan kematian sebesar

50% populasi ikan lele selama 7 hari adalah bakteri A. hydrophila dengan

kepadatan 104 cfu/mL (Lampiran 2).

2.1.3 Pembuatan Tepung Bawang Putih dan Meniran

Bawang putih yang telah disediakan dicuci bersih, kemudian diiris tipis.

Pengeringan dilakukan dengan cara kering-udara tanpa terkena sinar matahari

secara langsung selama 5 hari. Untuk hasil yang lebih baik maka bawang putih

dioven dengan suhu 60°C selama 1 jam. Bawang putih dihaluskan dengan cara

ditumbuk dengan mortar dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm,

kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

Daun meniran yang telah disediakan dicuci bersih. Kemudian

dikering-udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 3 hari. Meniran ditumbuk

dengan mortar sampai halus dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm,

kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.

2.1.4 Pembuatan Pakan Uji

Pakan yang digunakan adalah pelet komersil dengan kandungan protein

(45)

5 bawang putih dan meniran sesuai dosis perlakuan yang ditentukan. Pelet dicampur

dengan binder berupa CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sebanyak 30 ppt yang

dilarutkan dengan air hangat sebanyak 30% untuk pembuatan 1 kg pakan.

Penggunaan CMC dilakukan karena binder ini tidak memiliki efek pada pakan

yang dipakai dan daya rekatnya yang lebih kuat. Kemudian pakan dioven selama

2 jam pada suhu 60°C. setelah dioven, pakan ditumbuk kembali dengan mortar

dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan

dilakukan pada wadah kedap udara.

2.1.5 Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Wadah yang digunakan untuk penelitian ini merupakan toples dengan

volume 3 liter sebanyak 15 unit. Sebelum digunakan, toples dicuci bersih dan

dikeringkan. Kemudian toples didesinfeksi klorin dengan konsentrasi 100 ppm

untuk wadah dan konsentrasi 30 ppm untuk air selama 24 jam. Kemudian

akuarium dinetralisir dengan tiosulfat 15 ppm selama 24 jam dan diaerasi kuat.

Setelah itu diisi air sebanyak 2 liter setelah sebelumnya air diberi perlakuan

penambahan garam dan kapur. Benih ikan yang digunakan berumur 11 hari

dengan rata-rata bobot awal 40±16 mg dan panjang awal 1,53±0,26 cm. Padat

tebar yang digunakan adalah 30 ekor/liter, sehingga dalam satu toples berisi 60

ekor ikan. Benih mulai diadaptasikan dalam wadah uji saat berumur 9 hari.

Pemberian pakan dengan kandungan dosis bawang putih dan meniran yang

berbeda dimulai saat benih berumur 11 hari dan dilakukan sampai benih berumur

32 hari. Frekuensi pemberian pakan dilakukan pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00

WIB secara at satiation. Penyiponan dilakukan setiap pagi hari sebelum

pemberian pakan. Selain itu, pengukuran suhu dilakukan saat sebelum pemberian

pakan.

2.1.6 Tahap Penentuan Dosis

Uji in vivo tahap penentuan dosis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh

terbaik dari dosis bawang putih dan meniran yang telah dicampurkan ke dalam

pakan terhadap kelangsungan hidup ikan setelah dilakukan perendaman dengan A.

hydrophila. Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji

(46)

6 Tabel 1 Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang

Perlakuan Dosis BP (ppt) dalam pakan

Dosis M (ppt) dalam pakan

Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila

Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak

Pada tahap pengujian dosis ini, hasil yang tidak berbeda nyata dengan K- (kontrol

negatif) pada tahap sebelumnya digunakan kembali dan dibandingkan dengan K+

(kontrol positif) dan K- (kontrol negatif) serta dikaji parameter lain yang lebih

luas seperti jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati,

dan kualitas air. Hasil dari tahap penentuan dosis adalah dosis B dengan dosis

bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Perlakuan pada tahap pengujian dosis

selama 21 hari sebelum uji tantang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang

Perlakuan Dosis BP (ppt) dalam pakan

Dosis M (ppt) dalam pakan

Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila

Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak

ulangan diberi pakan sesuai perlakuan dalam Tabel 1 dan 2. Kemudian diinfeksi

dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 104 cfu/mL (hasil LC50) dengan cara

perendaman. Perendaman ini dilakukan selama 60 menit pada wadah yang

berbeda dengan wadah pemeliharaan. Bakteri A. hydrophila disuspensikan

sebanyak 0,2 mL dalam 2 liter air. Perhitungan pengenceran kepadatan bakteri

A.hydrophila untuk uji tantang dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengamatan

parameter dilakukan 1 hari setelah perendaman sampai hari ke-7. Skema prosedur

(47)

7 Gambar 1 Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.

2.2 Parameter Pengamatan Tahap Pengujian Dosis

2.2.1 Kelangsungan Hidup

Pengamatan kelangsungan hidup ikan dilakukan setiap hari dimulai 1 hari

setelah uji tantang hingga hari ke-7 akhir uji tantang. Perhitungan kelangsungan

hidup dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut.

Kelangsungan hidup = Nt x 100% No

Keterangan :

Nt : Jumlah ikan akhir (ekor) No : Jumlah ikan awal (ekor)

Perlakuan tanpa perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL

K-

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30

perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

K+

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30

perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

A

Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30

perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL (uji tantang)

B

Gambar

Tabel 2 Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang
Gambar 1  Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif,
Gambar 3 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian
Gambar 6 Organ hati benih lele
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan skripsi ini dilaukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Manajemen pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan

³UHJURXSLQJ´ peserta KMB sesuai dengan level bisnis peserta. Telah dikembangkan pula.. 21 kurikulum mini kewirausahaan pada program KMB TDA Jaksel 5.0 utamanya untuk

Kegiatan pengabdian pada masyarakat dalam bentuk penyuluhan ini berjalan selama 5 (lima) bulan yang diikuti oleh Ibu-ibu Kader PKK dengan metode ceramah dan presentasi

Selanjutnya jika seseorang bertaubat dari dosa yang tidak punya kemampuan untuk melakukannya pada saat itu, maka ia harus tetap bertaubat, karena melalui taubat

Belat laut dalam dioperasikan sebelum pasang purnama yaitu pada waktu 11 hari bulan sampai 13 hari bulan dan dioperasikan pada saat air pasang tinggi dalam

Dengan menggunakan peta hidrogeologi lembar Yogyakarta (Gambar 3), dapat ditarik garis- garis penampang yang memotong tegak lurus garis kontur airtanah yang ada di wilayah Kota

Gambar 4.10 Peta depth structure top Satuan batupasir

Asfiksia neonaturum dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan jenis persalinan. apapun, khususnya pada persalinan pervaginam.Pada persalinan