• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) di Rawa Tergenang Desa Marindal Kecamatan Patumbak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) di Rawa Tergenang Desa Marindal Kecamatan Patumbak"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPOSISI MAKANAN IKAN SEPAT RAWA

(Trichogaster trichopterus) DI RAWA TERGENANG DESA

MARINDAL KECAMATAN PATUMBAK

HADI SYAHPUTRA

090302006

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

STUDI KOMPOSISI MAKANAN IKAN SEPAT RAWA

(Trichogaster trichopterus) DI RAWA TERGENANG DESA

MARINDAL KECAMATAN PATUMBAK

SKRIPSI

Oleh

HADI SYAHPUTRA

090302006

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

STUDI KOMPOSISI MAKANAN IKAN SEPAT RAWA

(Trichogaster trichopterus) DI RAWA TERGENANG DESA

MARINDAL KECAMATAN PATUMBAK

SKRIPSI

HADI SYAHPUTRA

090302006

Skripsi Diajukan Sebagai Satu dari Beberapa Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Studi Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) di Rawa Tergenang Desa Marindal Kecamatan Patumbak.

Nama : Hadi Syahputra

Nim : 090302006

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing :

Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS Mhd Riza Kurnia Lubis, S.Pi., M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah

“Studi Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) di Rawa

Tergenang Kecamatan Patumbak”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai satu dari beberapa syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat arahan, perhatian

dan bimbingan dari berbagai pihak baik berupa materi, ilmu dan informasi. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Darma

Bakti,MS selaku Ketua komisi Pembimbing dan Muhammad Riza Kurnia Lubis,

S.Pi., M,Si selaku Anggota Komisi Pembimbing serta Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku

Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kritik, saran arahan dan

bimbingan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

seluruh staf pengajar dan pegawai yang telah memberikan ilmu dan membantu

penulis selama menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan, fakultas Pertanian, universitas Sumatera Utara. Terima kasih juga

kepada ayahanda Karyadi, S.Pd dan ibunda Dra. Lehar Angkat serta abangda Jaka

Hadi Wijaya, S.kom dan Adinda Riski Amelia yang telah memberikan

(6)

Sumberdaya Perairan, fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan seluruh

masyarakat di kecamatan Patumbak yang telah membantu penulis selama

melakukan penelitian di Kecamatan Patumbak serta seluruh pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan

ilmu pengetahuan khususnya bidang manajemen sumberdaya perairan.

Medan, Juni 2014

(7)

RIWAYAT HIDUP

HADI SYAHPUTRA, dilahirkan di Medan pada tanggal 30 November 1991 dari ayahanda Karyadi, S.Pd dan ibunda Dra. Lehar Angkat. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Inpress 105315 tahun 2003, MTS Darul Arafah tahun 2006 dan MAS tahun Darul Arafah tahun 2009. Penulis diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Lokal Penerimaan mahasiswa Baru (SLPMB) pada tahun 2009.

(8)

ABSTRAK

HADI SYAHPUTRA, Studi Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) di Rawa Tergenang Desa Marindal Kecamatan Patumbak., dibawah bimbingan DARMA BAKTI dan MUHAMMAD RIZA KURNIA LUBIS.

Perairan tawar di Indonesia, saat ini masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan budidaya ikan. Makanan sebagai komponen penting perairan yang merupakan faktor ekologis dan memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kepadatan populasi atau densitas populasi, dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi dan kondisi ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi makanan ikan sepat rawa, serta luas relungnya. Satu diantara beberapa jenis ikan yang terdapat di perairan rawa adalah ikan sepat rawa (Trichogaster trichpoterus). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2013 di rawa tergenang Marindal, Kecamatan Patumbak, Sumatera Utara. Alat tangkap yang digunakan, jala dan bubu. Analisis data menggunakan indeks kepenuhan lambung, frekuensi kejadian dan luas relung.

Hasil penelitian menunjukkan isi lambung ikan terdiri dari 13 genera Bacillariophyceae, 4 genera Chlorophyceae, 1 genera Conjugatophyceae, 4 genera Coscinodiscophyceae, 3 genera Cyanophyceae,1 genera Euglenophyceae, 1 genera Filosia, 1 genera gastropoda. 1 genera monogonta, dan 1 genera secernentea. Bacillariophyceae sebagai makanan utama. Chlorophyceae, Cyanophyceae, Conjugatophyceae merupakan makanan pelengkap, dan Coscinodiscophyceae, Euglenophyceae , Gastropoda, Filosia, Monogonta dan Secementea merupakan makanan tambahan.

(9)

ABSTRACT

HADI SYAHPUTRA, Study on composition of the three spot gourami Trichogaster trichopterus) food in Marindal village of Swamp Inundated Subdistrict Patumbak. Under academic supervision of DARMA BAKTI and MUHAMMAD RIZA KURNIA LUBIS

The fresh water in Indonesia it still has signifikan potential To be exploited as cultivating land fish. Food as a component of waters that is a factor of ecology and have an important role in determining the rate of density of populations or the density of population, dynamics of population, growth, reproduction and condition of fish. The research is aimed to know the composition of three spot gourami food . And broad niche. One of several kinds of fish found in waters swamps was a fish three spot gourami (Trichogaster trichpoterus). This research was held on November-December 2013 In Marindal village of Swamp Subdistrict Patumbak, North Sumatera. A tool used, grap nets, and trap. Data of analysis uses index of the stomach, The frequency of occurrence and niche.

The result showed of the stomach contents of fishes consists of 13 genera Bacillariophyceae, 4 genera Chlorophyceae, 1 genera Conjugatophyceae, 4 genera Coscinodiscophyceae, 3 genera Cyanophyceae,1 genera Euglenophyceae, 1 genera Filosia, 1 genera gastropoda. 1 genera monogonta, dan 1 genera secernentea. Bacillariophyceae as the main food. Chlorophyceae, Cyanophyceae, Conjugatophyceaeas food complements and Coscinodiscophyceae, Euglenophyceae , Gastropoda, Filosia, Monogonta, Secementea as food additives. Keyword : Stagnate swamps, Food composition, Food habits, Trichogaster

(10)

DAFTAR ISI Manfaat Penelitian 3 Kerangka Pemikiran 5

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ikan Sepat dan Penyebarannya 6

Plankton Sebagai Spesies Kunci 7 Makanan dan Kebiasaan Makanan Ikan 7 Luas Relung Makanan 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat 12 Alat dan Bahan 12 Prosedur Kerja 12 Stasiun Pengambilan Sampel 12 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan 13 Pengambilan Contoh Ikan 13 Analisis Isi lambung 14

Analisis Data 14

Indeks Kepenuhan Lambung 14

Metode Frekuensi Kejadian 15

Metode Volumetrik 14

Indeks Preponderance 16 Luas relung makanan 16

(11)

Kondisi Lingkungan Perairan ... 18

Ratio Panjang Usus... 18

Indeks Kepenuhan Lambung ... 19

Frekuensi Kejadian ... 20

Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa Secara Umum ... 22

Komposisi Makanan Berdasarkan Stasiun Penelitian ... 23

Komposisi Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24

Luas Relung Makanan Ikan Sepat ... 26

Pembahasan ... 27

Kondisi Lingkungan Perairan ... 27

Ratio Panjang Usus... 27

Indeks Kepenuhan Lambung ... 28

Frekuensi Kejadian ... 29

Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa Secara Umum ... 30

Komposisi Makanan Berdasarkan Stasiun Penelitian ... 31

Komposisi Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 32

Luas Relung Makanan Ikan Sepat ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian 4

2. Peta Lokasi Penelitian 13

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Kisaran nilai pengamatan parameter fisika dan kimia pada seluruh lokasi penelitian……….

17

2. Nilai kisaran dan rata- rata panjang total, panjang usus serta usus relati ikan sepat rawa………..

18

3. Nilai frekuensi kejadian komposisi makanan ikan sepat rawa pada setiap stasiun………..

20

4. Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan sepat rawa secara umum…

22 5. Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan sepat rawa pada setiap

stasiun……….

23

6. Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan sepat rawa berdasarkan jenis

kelamin………...

25

7. Perbandingan luas relung ikan sepat jantan dan betina pada setiap stasiun………...

(14)

ABSTRAK

HADI SYAHPUTRA, Studi Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) di Rawa Tergenang Desa Marindal Kecamatan Patumbak., dibawah bimbingan DARMA BAKTI dan MUHAMMAD RIZA KURNIA LUBIS.

Perairan tawar di Indonesia, saat ini masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan budidaya ikan. Makanan sebagai komponen penting perairan yang merupakan faktor ekologis dan memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kepadatan populasi atau densitas populasi, dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi dan kondisi ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi makanan ikan sepat rawa, serta luas relungnya. Satu diantara beberapa jenis ikan yang terdapat di perairan rawa adalah ikan sepat rawa (Trichogaster trichpoterus). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2013 di rawa tergenang Marindal, Kecamatan Patumbak, Sumatera Utara. Alat tangkap yang digunakan, jala dan bubu. Analisis data menggunakan indeks kepenuhan lambung, frekuensi kejadian dan luas relung.

Hasil penelitian menunjukkan isi lambung ikan terdiri dari 13 genera Bacillariophyceae, 4 genera Chlorophyceae, 1 genera Conjugatophyceae, 4 genera Coscinodiscophyceae, 3 genera Cyanophyceae,1 genera Euglenophyceae, 1 genera Filosia, 1 genera gastropoda. 1 genera monogonta, dan 1 genera secernentea. Bacillariophyceae sebagai makanan utama. Chlorophyceae, Cyanophyceae, Conjugatophyceae merupakan makanan pelengkap, dan Coscinodiscophyceae, Euglenophyceae , Gastropoda, Filosia, Monogonta dan Secementea merupakan makanan tambahan.

(15)

ABSTRACT

HADI SYAHPUTRA, Study on composition of the three spot gourami Trichogaster trichopterus) food in Marindal village of Swamp Inundated Subdistrict Patumbak. Under academic supervision of DARMA BAKTI and MUHAMMAD RIZA KURNIA LUBIS

The fresh water in Indonesia it still has signifikan potential To be exploited as cultivating land fish. Food as a component of waters that is a factor of ecology and have an important role in determining the rate of density of populations or the density of population, dynamics of population, growth, reproduction and condition of fish. The research is aimed to know the composition of three spot gourami food . And broad niche. One of several kinds of fish found in waters swamps was a fish three spot gourami (Trichogaster trichpoterus). This research was held on November-December 2013 In Marindal village of Swamp Subdistrict Patumbak, North Sumatera. A tool used, grap nets, and trap. Data of analysis uses index of the stomach, The frequency of occurrence and niche.

The result showed of the stomach contents of fishes consists of 13 genera Bacillariophyceae, 4 genera Chlorophyceae, 1 genera Conjugatophyceae, 4 genera Coscinodiscophyceae, 3 genera Cyanophyceae,1 genera Euglenophyceae, 1 genera Filosia, 1 genera gastropoda. 1 genera monogonta, dan 1 genera secernentea. Bacillariophyceae as the main food. Chlorophyceae, Cyanophyceae, Conjugatophyceaeas food complements and Coscinodiscophyceae, Euglenophyceae , Gastropoda, Filosia, Monogonta, Secementea as food additives. Keyword : Stagnate swamps, Food composition, Food habits, Trichogaster

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan tawar di Indonesia, saat ini masih memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan budidaya ikan. Apabila dibandingkan dengan luas perairan yang ada, hasil budidaya ikan air tawar di Indonesia belum maksimal. Sumber daya alam perairan belum termanfaatkan dengan baik. Bahkan jenis-jenis ikan konsumsi yang dapat dibudidayakan jumlahnya sangat banyak. Namun masih banyak jenis ikan yang belum dibudidayakan. Hal ini terjadi karena informasi potensi dan peluang budidayanya masih sangat sedikit. Perairan tawar yang biasa dimanfaatkan untuk budidaya meliputi sungai,rawa dan danau. Pada umumnya perairan rawa, debit airnya lebih kecil dari pada sungai dan danau. Perairan rawa merupakan perairan dangkal dan penuh tumbuhan air, memiliki flukltuasi tahunan (musim hujan- musim kemarau) dan umumnya tawar. Serta memiliki manfaat dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan.

Dipandang dari sudut ekologi, ekonomi dan sosial budaya, keberadaan perairan tergenang adalah penting dan sangat bermanfaat. Keberadaannya dapat mendukung ketersediaan air tanah, sumber penghasilan, dan kehidupan umat manusia beserta berbagai jenis satwa lain (Maryanto dan Ubaidillah, 2003).

(17)

Di lingkungan perairan makanan ikan bermacam- macam, namun bagi ikan herbivora makanan utamanya yaitu plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton. Karena fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan penting dalam ekosistem perairan kareana fitoplankton mengandung klorofil yang berperan untuk fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air yang dilakukan oleh fitoplankton, merupakan sumber nutrisi utama bagi kelompok organisme lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organism lainnya yang membentuk rantai makanan.fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan fotosintesis (Barus, 2004).

Effendie (1997) menjelaskan bahwa analisis perilaku makan ikan diperlukan untuk menentukan gizi alamiahnya. Dengan mengetahui perilaku makanan ikan, dapat dilihat hubungan ekologi di antara organisme di dalam perairan itu, misalnya bentuk- bentuk pemangsaan, persaingan, dan rantai makanan.

Salah satu aspek biologi ikan yang penting diketahui adalah kebiasaan makanannya. Makanan mempunyai fungsi penting dalam kehidupan setiap organisme. Suatu organisme hidup, tumbuh dan berkembang biak karena adanya energi yang berasal dari makanannya (Nikolsky, 1963).

Perumusan Masalah

(18)

terganggu akan mengakibatkan adanya ketidakseimbangan makanan sehingga berdampak pada terputusnya rantai makanan pada organisme perairan.

Salah satu alasan yang mendasar terjadinya alih fungsi lahan rawa tersebut adalah tidak adanya pengaruh yang siqnifikan yang dapat dirasakan oleh masyarakat dari lahan rawa termasuk di dalamnya organisme rawa seperti ikan. Padahal di daerah Kalimantan dan sumatera selatan organisme perairan rawa terutama sepat memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan merupakan sumber usaha yang sangat potensial untuk di kembangkan.

Makanan merupakan faktor terpenting bagi suatu organisme untuk tetap hidup tumbuh dan berkembang biak. Makanan yang baik serta ekologi yang sesuai akan menghasilkan organisme perairan rawa yang berlimpah sehingga menimbulkan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Sumatera utara merupakan daerah yang sangat potensial terhadap pengembangan organisme perairan terutama ikan sepat. Disamping masih banyaknya lahan rawa juga masih memiliki ekologi yang baik. Meneliti kebiasaan makan merupakan satu dari beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ikan sepat ini dapat di kembangkan di sumatera utara.

Tujuan Penelitian

(19)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat setempat sehingga pemanfaatannya dapat memberi nilai ekonomis terhadap masyarakat. Dapat memberikan informasi mengenai sumberdaya ikan dan sumberdaya pakan yang terdapat di rawa tergenang desa Maindal. Sebagai dasar acuan untuk pengelolaan sumberdaya ikan di rawa desa Marindal.

Kerangka Pemikiran

(20)

Ekosistem rawa

Pengelolaan

Kebiasaan makanan ikan

Kelimpahan ikan/SDI Luas relung

Faktor biologi (Kelimpahan plankton)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kurangnya pemanfaatan

organisme akuatik

Alih fungsi lahan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyebaran dan Klasifikasi Ikan Sepat

Penyebaran ikan sepat yaitu indocina,. Ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) merupakan salah satu spesies ikan yang hidup di perairan umum. Ikan ini tergolong ke dalam kelompok ikan sungai yang habitatnya di perairan rawa lebak. Banyak terdapat di tempat- tempat yang miskin oksigen seperti sawah, rawa dan lain- lain. Kelompok terbesar dari ikan- ikan yang mempunyai labirin termasuk ikan sepat, betah dan melantau. Hidup terbatas di perairan tawar Asia dari India sampai Cina dan Indonesia bagian barat. Klasifikasi sepat rawa sebagai berikut :

Kingdom :

Phylum :

Class :

Order :

Family :

Genus :

Spesies : T. trichopterus

(22)

oksigen dari udara. Kebanyakan hidup di air yang tenang dan kadang- kadang hidup di perairan dengan konsentrasi oksigen rendah di antara vegetasi yang lebat. Membangun sarang berbusa dimana mereka menyimpan telurnya. Ciri- cirinya pada sirip perut mempunyai jari- jari seperti filamen yang panjangnya hampir sama dengan panjang badan, sirip ekor berbentuk sabit sedikit cekung (Kottelat dkk., 1993).

Plankton Sebagai Spesies Kunci

Plankton terbagi dua yaitu fitoplankton dan zooplankton, namun yang menjadi produsen utama yaitu fitoplankton. Fitoplankton adalah organisme renik yang melayang- layang dalam air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah dan pergerakannya dipengaruhi massa air. Selain sebagai produsen primer, fitoplankton berperan sebagai penghasil oksigen dan bahan makanan bagi organisme lain (Asriana dan Yuliana, 2012).

Kualitas suatu perairan terutama perairan menggenang dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang akan mempengaruhi tingkatan trofik perairan tersebut. Fluktuasi dari populasi plankton sendiri dipengaruhi terutama oleh perubahan berbagai factor lingkungan . salah satunya yaitu ketersediaan nutrisi di suatu perairan (Barus,2004).

Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan

(23)

Plankton feeder adalah kelompok ikan yang memakan plankton baik fitoplankton maupun zooplankton seperti tembang (Sardinella Fimbrita) dan teri (Stoleporus comersonii). Herbivora adalah kelompok ikan yang memakan bahan tumbuhan yang hidup di air atau di lumpur seperti alga, hifa, jamur, alga biru dan memakan bahan makanan dari tumbuhan yang jatuh ke dalam air, seperti buah- buahan, biji- bijian dan daun. Jenis ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah ikan tawes, koan, sepat siam dan nila.

Tingkat trofik ikan dalam suatu perairan dapat ditentukan dengan menganalisis isi lambung. Akan tetapi, dalam menganalisis isi lambung spesies ikan, metode tersebut kurang lengkap yang disebabkan oleh kebiasaan makan ikan yang bervariasi. Komonen-komponen makanan seperti gelatinous plankton, detritus dan spesies polikaeta yang penting dalam diet beberapa ikan jarang diketahui proses pencernaan yang cepat sehingga susah diidentifikasi (Asriana dan Yuliana, 2012).

Makanan nabati adalah makanan yang berupa bahan tumbuhan berukuran besar, yang mudah dilihat secara kasat mata. Ikan yang makananya berupa bahan- bahan nabati disebut herbivora (Mudjiman, 2009).

Nikolsky (1963) menyatakan bahwa urutan kebiasaan makanan ikan terdiri atas:

1. Makanan utama, yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah yang banyak.

(24)

3. Makanan insidental, yaitu makanan yang terdapat pada saluran pencernaan dengan jumlah yang sangat sedikit.

4. Makanan pengganti, yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia.

Kebiasaan makanan ikan biasanya berhubungan dengan kondisi habitat di perairan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor penyebaran organisme sebagai makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor pilihan dari ikan, serta faktor-faktor fisik yang memengaruhi perairan (Effendie, 2002).

Menurut Krebs (1989) diacu oleh Rahayu (2009), secara umum keadaan fisika kimia perairan membatasi penyebaran jenis-jenis organisme, dan penyebarannya dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas makanannya.

(25)

Makanan utama ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus) adalah berupa tumbuh-tumbuhan air, cacing dan larva nyamuk. Rotiferadan kutu air juga cocok untuk makanan benih ikan sepat, maka ikan ini dapat digolongkan sebagai ikan omnivora. dan diharapkan dapat diberikan makanan buatan atau makanan tambahan (Murjani, 2009).

Sesuai dengan pendapat Nikolsky diacu oleh (Putriani dkk., 2012) menyatakan bahwa jika ketersediaan makanan berlimpah maka ikan betina akan dominan di suatu perairan, sedangkan jika ketersediaan makanan sedikit maka ikan jantan akan dominan di perairan. Pada bulan April-Juli ketersediaan makanan kemungkinan cukup besar sehingga lebih banyak ikan betina dibandingkan ikan jantan yang tertangkap.

Luas Relung Makanan

Luas relung makanan menggambarkan sejumlah sumberdaya makanan yang ada yang dimanfaatkan oleh suatu jenis organisme (Yunanto, 2000).Menurut Towsend dan Winfield dalam Tjahjo dan Purnomo (1998), luas relung makanan suatu jenis ikan adalah jumlah total kelompok makanan suatu jenis ikanyang dikonsumsi ikan tersebut. Luas relung sangat penting dalam total system dinamis dan struktur populasi maupun komunitas ikan. Hal tersebut disebabkan luas relung merupakan salah satu strategi jenis ikan dalam menghadapi fluktuasi tersedianya makanan disamping menentukan energi bersih makanan yangdikonsumsi.

Terdapat dua tipe pemanfaatan pakan yaitu:

(26)

banyak ditemui di daerah tropis diman perairan daerah tersebut relative stabil dengan pola perubahan yang dapat diprediksi. Sehingga jenis ikan yang ada lebih selektif dalam memanfaatkan pakan. Sehingga jenis ikan yang ada lebih selektif dalam memanfaatkan pakan yang tersedia.

b. Generalis, merupakan kelompok jenis ikan yang memanfaatkan dengan kisaran yang luas terhadap kualitas pakan. Umumnya kelompok ini banyak ditemui di perairan yang labil dan pola perubahannya tidak beraturan. Ikan yang mempunyai luas relung makanan yang luas atau kebiasaan makanan yang berpola generalis, menunjukkan bahwa jenis ikan tersebut

(27)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di desa Marindal, Kecamatan Patumbak. Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2013 s/d Desember 2013 untuk pengambilan sampel ikan, dan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian USU untuk identifikasi sampel.

Alat dan Bahan

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pH meter, jala dan tangkul, penggaris, timbangan digital, cawan petri, gelas ukur, obyek glass, mikroskop cahaya, botol sampel, gunting bedah, alat tulis dan buku identifikasi plankton.

Bahan- bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain sampel ikan sepat yang akan di ambil lambungnya, aquades dan alkohol 90 %.

Prosedur Penelitian

Stasiun Pengambilan Sampel

(28)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan

Untuk pengukuran faktor fisika kimia dilakukan di dalam laboratorium dan di lapangan. Untuk faktor fisika keseluruhannya dilakukan di lapangan seperti suhu, kedalaman dan kecerahan sedangkan faktor kimia pH dn DO dilakukan dilapangan.

Pengambilan Contoh Ikan

(29)

Analisis Isi Lambung

Analisis isi lambung dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian USU, dengan menggunakan metode gravimetrik terhadap setiap sampel ikan. Ikan diidentifikasi berdasarkan Fischer dan Whitehead (1974), diukur panjang total dan bobotnya. Panjang total diukur dari ujung kepala terdepan sampai dengan ujung sirip ekor yang paling belakang menggunakan penggaris. Bobot ikan contoh ditimbang seluruh tubuhnya dengan menggunakan timbangan digital. Sampel ikan diukur panjang dan berat tubuhnya, lalu dibedah kemudian saluran pencernaan dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam 90 % ( Effendi 1979).

Lambung dipisahkan dari saluran pencernaan lainnya. Isi lambung dipisahkan dari otot lambung, kemudian diukur volumenya dan diencerkan dengan aquades. Satu tetes dari isi lambung yang telah diencerkan, diteteskan diatas gelas objek, dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10, menggunakan metode seser yang dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Analisis Data

Indeks kepenuhan lambung

Indeks kepenuhan lambung atau Index of Stomach Content (ISC) untuk mengetahui persentase konsumsi pakan relatif ikan contoh. ISC ditentukan dengan menggunakan perhitungan menurut Sphatura and Gophen (1982) diacu oleh Sulistiono (1998), yaitu :

ISC =SCW

(30)

ISC = Index of Stomach Content (%) SCW = Berat isi lambung (g)

BW = Berat total ikan (g)

Metode Frekuensi Kejadian

Frekuensi kejadian ditentukan dengan mencatat keberadaan masing – masing organisme yang terdapat dalam sejumlah alat pencernaan ikan yang berisi bahan makanannya dan dinyatakan dalam persen (Effendie,1979). Perumusannya sebagai berikut :

FK = ��

� � 100%

Keterangan :

FK = Frekuensi kejadian

Ni = Jumlah total satu jenis organisme I = Total lambung berisi

Metode Volumetrik

Metode volumetrik merupakan metode untuk mengukur makanan ikan berdasarkan pada volume makanan yang ada di dalam lambung ikan. Volume makanan ikan yang didapat dinyatakan dalam persen volume dari seluruh volume makanan seekor ikan (Effendi, 1979). Dirumuskan sebagai berikut :

% Volume = %�

� � 100%

(31)

%i = Volume total satu macam organisme dalam persen I = Total lambung yang berisi

Indeks Preponderance

Analisis kebiasaan makan yang digunakan yaitu Index of Prepoderance yang merupakan gabungan dari metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik (Effendie, 1979), dengan rumus sebagi berikut :

IP = �����

∑(�����) � 100%

Keterangan :

IP = indeks preponderance

Vi = persentase volume satu macam makanan

Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan

Berdasarkan nilai IP, Nikolsky (1963) membedakan makanan ikan ada 3 golongan yaitu:

IP > 40% = Makanan Utama IP 4- 40 % = Makanan Pelengkap IP < 4 % = Makanan Tambahan

Luas Relung Makanan

(32)

Bi =

1 ∑���2

Keterangan :

Bi = Luas relung kelompok ikan ke-i

Pij = Proporsi dari kelompok ikan ke-i yang berhubungan dengan sumberdaya ke-j

Standarisasi nilai luas relung pakan bernilai antara 0-1. Dalam perhitungan ini diperlukan suatu standarisasi agar nilai luas relung yang dihasilkan berkisar antara 0–1 dengan selang yang tidak terlalu besar dan nyata, dengan menggunakan rumus yang dikemukakan Hulbert (1978) dalam Krebs (1989), yaitu:

B

A= ��−1 �−1

Keterangan : B

A= Standarisasi luas relung (kisaran 0 – 1)

Bi = Luas relung

n = Jumlah seluruh organisme makanan yang dimanfaatkan

(33)

Hasil Penelitian

Kondisi Lingkungan Perairan

Pengamatan terhadap kondisi perairan dilakukan dengan mengukur beberapa parameter fisika (suhu, kedalaman, kecerahan), parameter kimia (DO (oksigen terlarut, pH, ammonia, dan nitrit) dan parameter biologi (plankton pada lambung ikan). Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia tertera pada Tabel 1. Table 1. Kisaran nilai pengamatan parameter fisika dan kimia pada seluruh

lokasi penelitian.

No. Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Fisika

1. Suhu 0C 27 27 26

2. Kecerahan m 0,62-0,85 0,70-1 0,40-0,58

3. Kedalaman m 0,5-2 1,5-7 0,5-1,5

Kimia

4. pH unit 6,7 7,2 7,4

5. DO Mg/l 3,6-4,1 3,8-4,2 3,7-4,1

Berdasarkan data pengamatan parameter fisika pada Tabel 1 diperoleh kisaran nilai suhu 26- 21 0C, nilai kecerahan 0,40- 1 meter dan nilai kedalaman 0,5- 7 meter. Kisaran nilai parameter kimia yang diperoleh yaitu pH 6,7- 7,4. Nilai DO 3,6- 4,1.

Ratio Panjang Usus

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai Ratio Panjang Usus yang terdiri dari Panjang Total, Panjang Usus, dan Panjang Usus Relatif pada masing- masing stasiun, seperti yang terlihat pada Tabel 2.

(34)

No Stasiun

P. Total P. Usus P. Usus Relatif

Kisaran

(mm) Rata- rata

Kisaran

(cm) Rata- rata

Kisaran

(cm) Rata- rata 1 1 54- 80 62,54 23,5- 34,9 28,7 4,25- 5 4,68 2 2 56- 72 63,75 25,6- 35,2 30,48 4,42- 5,20 4,81 3 3 61- 97 76,90 21- 47 31,13 2,62- 5,35 4,06

Pada Tabel 2 di atas dapat dilihat ratio panjang usus dari ketiga stasiun. Untuk panjang total dari ketiga stasiun berkisar 54-97 mm. Kisaran panjang total tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu 61-97 mm, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 2 dengan kisaran nilai 56-72 mm.

Pada nilai panjang usus dari ketiga stasiun diperoleh panjang usus tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan kisaran 21-47 cm, dan yang terendah terdapat pada stasiun 3 berkisar 23,5-34,9 cm.

Untuk nilai panjang usus relatif pada ketiga stasiun diperoleh kisaran tertinggi yang terdapat pada stasiun 3 yaitu 2,62-5,35 dan yang terendah terdapat pada stasiun 1 dengan kisaran nilai 4,25-5 cm.

Indeks Kepenuhan Lambung (ISC (Index of Stomach Content))

(35)

Gambar 2. Indeks Kepenuhan lambung ketiga stasiun

Berdasarkan dari Gambar 2 diperoleh data kepenuhan isi lambung dari seluruh ikan ketiga stasiun yang diamati. Indeks Kepenuhan Lambung terbesar diperoleh oleh ikan ke 64 pada stasiun tiga yaitu ikan betina sebesar 9,66 g dan yang terendah pada ikan ke 55 stasiun tiga sebesar dan 2,86 g. Indeks Kepenuhan Lambung terbesar diperoleh oleh ikan ke 10 pada stasiun satu yaitu ikan jantan sebesar 9,40 g, dan yang terendah pada ikan ke 43 stasiun tiga sebesar 3,08 g.

Frekuensi Kejadian

Berdasarkan penelitian studi komposisi makanan ikan sepat rawa (Trichogaster tricoptherus) yang dilakukan di rawa tergenang marindal kecamatan Patumbak, diperoleh nilai frekuensi kejadian tertera pada Tabel 3.

123456789101112131415161718192021222324252627282930313233343536373839404142434445464748495051525354555657585960616263646566

Series1 0 2 4 6 8 10 12

Total ikan

(36)

Tabel 3. Nilai frekuensi kejadian komposisi makanan ikan sepat rawa pada setiap stasiun

(37)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat nilai Frekuensi Kejadian (FK) pada setiap stasiun. Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada stasiun 1 diperoleh Frekuensi Kejadian (FK) tertinggi oleh genus Fragillaria sebesar 88,24 %, kemudian Frekuensi Kejadian (FK) terendah terdapat pada genus Climaconeis, Rhizosolenia, Aulacoseira, Phacus, dan Strongloydes sebesar 5,88 %.

Pada stasiun 2 Frekuensi Kejadian (FK) tertinggi diperoleh oleh genus Cocconeis dan Fragillaria sebesar 94, 12 % dan Frekuensi Kejadian (FK) terendah diperoleh oleh genus Aulacoseira, Euglypha dan Strongloydes sebesar 5,8 %.

Pada stasiun 3 Frekuensi Kejadian (FK) tertinggi diperoleh oleh genus Melosira sebesar 65,63 % dan Frekuensi Kejadian (FK) terendah diperoleh oleh genus Oscillatoria dan Keratella sebesar 3,13 %. Dan untuk Frekuensi Kejadian (FK) tertinggi seluruh stasiun pada semua ikan yang tertangkap diperoleh oleh genus Fragillaria sebesar 65.15 % kemudian yang terendah diperoleh oleh genus Rhizosolania, Cladophora, Phacus dan Keratella sebesar 1,52 %.

Komposisi Makanan Ikan Sepat RawaSecara Umum

(38)

Conjugatophyceae 4,901927% yang merupakan makanan tambahan. Makanan tambahan diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 3,551577%. Euglenophyceae 0,147221%, Gastropoda 0,977%, Filosia 0,622%, Monogonta 0,05 %, dan Secementea 0,246%. Nilai IP secara umum tertera pada Tabel 4

.

Tabel 4. Nilai Indeks Preponderance (IP) ikan sepat rawa secara umum. No Jenis Makanan Indeks Preponderance (IP)

1

Fitoplankton

Bacillariophyceae 74.4604 2 Chlorophyceae 7.89152 3 Conjugatophyceae 4.901927 4 Coscinodiscophyceae 3.551577 5 Cyanophyceae 7.144683 6 Euglenophyceae 0.147221

Zooplankton

7 Filosia 0.622345 8 Gastropoda 0.977971 9 Monogonta 0.055657 10 Secernentea 0.246695

Komposisi Makanan Berdasarkan Stasiun Penelitian

(39)

Pada stasiun 2 nilai (IP) tertinggi diperoleh oleh kelas Bacillariophyceae sebesar 76,79% yang merupakan makanan utama ikan sepat. Untuk makanan pelengkap pada stasiun 2 diperoleh oleh kelas Chlorophyceae 6,497% , Cyanophyceae 6,492%, Conjugatophyceae 5,06%. Makanan tambahan diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 3,68%, Filosia 0,69%, Secementea 0,41 % Gastropoda 0,36%.

Pada stasiun 3 nilai (IP) tertinggi juga diperoleh oleh kelas Bacillariophyceae sebesar 71,66% yang merupakan makanan utama ikan sepat. Untuk makanan pelengkap pada stasiun 3 diperoleh oleh kelas Cyanophyceae 7,31%, Coscinodiscophyceae 4,51%, Chlorophyceae 11,59%. Yang merupakan makanan tambahan diperoleh oleh kelas Conjugatophyceae 3,83%, Gastropoda 0,92%, Monogonta 0,15. Nilai IP berdasarkan stasiun tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Indeks Preponderance ikan sepat rawa pada setiap stasiun

No Jenis Makanan IP IP IP

Stasiun 1 (%) Stasiun 2 (%) Stasiun 3 (%)

1

Fitoplankton

Bacillariophyceae 75.28023 76.79755 71.66344 2 Chlorophyceae 5.333642 6.497889 11.59369

3 Conjugatophyceae 5.848609 5.063164 3.833757 4 Coscinodiscophyceae 2.45492 3.686013 4.515345

5 Cyanophyceae 7.539545 6.492764 7.311764

6 Euglenophyceae 0.424496 0 0 Zooplankton

7 Filosia 1.196306 0.690432 0

8 Gastropoda 1.566592 0.361655 0.924209 9 Monogonta 0 0 0.157792 10 Secernentea 0.355659 0.410527 0

Komposisi Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin

(40)

seluruh stasiun. Analisis komposisi makanan ikan dihitung berdasarkan nilai Indeks Preponderance (IP) terhadap jenis makanan yang ditemukan pada lambung setiap ikan. Berdasarkan data analisis Indeks Preponderance (IP) jenis kelamin jantan dan betina. Nilai (IP) tertinggi yang diperoleh ikan jantan yaitu kelas Bacillariophyceae sebesar 75,35% yang merupakan makanan utama ikan sepat jantan. Untuk makanan pelengkap diperoleh oleh kelas Cyanophyceae 7,47%, Chlorophyceae 6,52%, Conjugatophyceae 5,41%. Makanan tambahan diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 2,99%, Gastropoda 0,69%, Filosia 0,66%, Monogonta , Euglenophyceae 0,47%, dan Secementea 0,39%.

Nilai (IP) tertinggi yang diperoleh ikan betina yaitu kelas Bacillariophyceae sebesar 74,35% yang merupakan makanan utama ikan sepat betina. Untuk makanan pelengkap diperoleh oleh kelas Chlorophyceae 8,51%, Cyanophyceae 6,99%, Conjugatophyceae 4,67%. Makanan tambahan diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 3,80%, Gastropoda 1,1%, Monogonta 0,08%, Filosia 0,60%, dan Secementea 0,17%. Nilai IP berdasarkan tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Indeks Preponderance ikan sepat rawa berdasarkan jenis kelamin No Jenis Makanan IP Jantan (%) IP Betina (%)

1

Fitoplankton

Bacillariophyceae 75.35438 74.05441 2 Chlorophyceae 6.528696 8.510435 3 Conjugatophyceae 5.412329 4.670132 4 Coscinodiscophyceae 2.999572 3.802265 5 Cyanophyceae 7.478565 6.993053 6 Euglenophyceae 0.471396 0

Zooplankton

(41)

Luas Relung Makanan Ikan Sepat

Berdasarkan analisis data dari seluruh jenis makanan ikan sepat, di peroleh luas relung makanan, sebagai perbandingan pemanfaatan sumberdaya makanan antara jantan dan betina yang tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan luas relung ikan sepat jantan dan betina pada setiap stasiun

No. Lokasi Jantan Betina

B' (%) Standarisasi B' (%) Standarisasi

1 Stasiun 1 14. 525 0. 644 11. 644 0.667 2 Stasiun 2 8.672 0. 767 12. 094 0.528 3 Stasiun 3 10. 314 0.847 13. 481 0.657

Dari analisis data yang diperoleh pada tabel 4. Dipeoleh luas relung keseluruhan stasiun antara jantan dan betina. Pada stasiun 1 luas relung tertinggi terdapat pada ikan betina dengan kisaran nilai 0, 667 %, dan luas relung terendah diperoleh oleh ikan jantan dengan kisaran nilai 0,644 %.

(42)

Pembahasan

Kondisi Lingkungan Perairan

Berdasarkan data pengamatan parameter fisika pada Tabel 1 diperoleh kisaran nilai suhu 26-27 0C. Kisaran suhu yang demikian normal bagi kehidupan organisme air. Suhu yang optimum bagi fitoplankton di perairan, yaitu sebesar 20- 30 0C (Effendi, 2003). Nilai kecerahan 0,40-1 meter,dan nilai kedalaman 0,5-7 meter. Kisaran nilai parameter kimia yang diperoleh yaitu pH 6,7-7,4, yang mana nilai tersebut dikatakan baik terhadap komunitas biologi prairan. Menurut Effendi (2003) sebagian besar biota akuatik sensitive terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5, nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi. Nilai DO 3,6-4,1.kisaran nilai DO yang diperoleh rendah. Disebabkan oleh banyaknya tumbuhan air di rawa tersebut sehingga laju konsumsi oksigen tinggi. Menurut Zahid (2008), mengatakan kandungan oksigen di perairan hutan rawa gambut sangat rendah, hal ini dipengaruhi oleh tingginya tingkat laju konsumsi oksigen untuk dekomposisi bahan organik yang berasal dari guguran vegetasi hutan (allochthonous natural debris) dan juga suplai oksigen yang terbatas dari udara.

Ratio Panjang Usus

(43)

kisaran 21-47 cm, dan yang terendah terdapat pada stasiun 3 berkisar 23,5-34,9 cm. dari data tersebut diperoleh hubungan alometrik antara panjang usus dengan panjang total ikan sehingga diketahui diet yang ada pada setiap ikan. Menurut (Effendie,2002) panjang usus ikan bertambah lebih cepat dari pada panjang tubuhnya untuk menyediakan perrmukaan usus lebih luas guna penyerapan makanan ketika ukuran ikan bertambah besar. Variasi yang cukup dari hubungan ini untuk menyediakan perbedaan diet yang ada antara ikan tersebut.

Untuk nilai panjang usus relatif pada ketiga stasiun diperoleh kisaran tertingi yang terdapat pada stasiun 3 yaitu 2,62-5,35. Dari panjang usus relatif maka diketahui bahwa ikan sepat merupakan jenis herbivora dan ada sebagian yang termasuk omnivore, namun dari presentase yang ada lebih dikatakan herbivora. Seperti yang dikemukakan (Nikolsky,1963) diacu oleh (Asriansyah,2008), yaitu panjang usus relatif untuk ikan karnivora adalah < 1, untuk ikan omnivora yaitu antara 1-3, sedangkan untuk ikan herbivora adalah >3, dan yang terendah terdapat pada stasiun 1 dengan kisaran nilai 4,25-5 cm.

Indeks Kepenuhan Lambung (ISC (Index of Stomach Content))

(44)

namun perbandingannya tidak terlalu besar. Indeks Kepenuhan Lambung yang tinggi mengindikasikan ikan aktif mencari makanan.

Menurut Lagler (1972) Ketidakteraturan peningkatan atau penurunan jumlah makanan yang dimakan bersamaan dengan penambahan panjang disebabkan kebiasaan makanan itu sendiri, dan dipengaruhi ketersediaan makanan di perairan.

Frekuensi Kejadian

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat nilai Frekuensi Kejadian (FK) pada setiap stasiun. Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada stasiun 1 diperoleh Frekuensi Kejadian (FK) tertinggi oleh genus Fragillaria sebesar 88,24 % merupakan kelas Bacillariophyceae. Tingginya kelimpahan genus Fragillaria sebagai makanan ikan menunjukkan bahwa lingkungan perairan tersebut mendukung kehidupan genus tersebut. Menurut (Barus, 2004) fluktuasi dari populasi plankton dipengaruhi oleh perubahan berbagai kondisi lingkungan, salah satunya adalah ketersediaan nutrisi di perairan. Kemudian Frekuensi Kejadian (FK) terendah terdapat pada genus Climaconeis, Rhizosolenia, Aulacoseira, Phacus, dan Strongloydes sebesar 5,88 %. Keadaan ini karena perbandingan makanan ikan, apakah makanan tersebut disukai atau tidak. Penyebaran organisme pakan yang dominan menyebabkan pengambilan pakan tersebut akan bertambah, sedangkan pengambilan organisme yang lainnya oleh ikan akan menurun (Effendie, 1997).

(45)

fitoplankton yang dominan adalah Cyanophyceae, Chlorophyceae, dan Bacillariophyceae (Sachlan,1982) diacu oleh (Nugroho,2006) dan Frekuensi Kejadian (FK) terendah diperoleh oleh genus Aulacoseira, Euglypha dan Strongloydes sebesar 5,8 %. Rendahnya Frekuensi Kejadian (FK) jenis makanan dari beberapa genus pada stasiun 2, dikarenakan ikan memilih jenis makanannya, dan kelimpahan genus tersebut sedikit di lingkungan perairan tersebut. Menurut (Nugroho,2006) lingkungan yang tidak menguntungkan bagi fitoplankton dapat menyebabkan jumlah individu atau kelimpahan maupun jumlah spesies plankton berkurang.

Pada stasiun 3 Frekuensi Kejadian (FK) tertinggi diperoleh oleh genus Melosira sebesar 65,63 % dan Frekuensi Kejadian (FK) terendah diperoleh oleh genus Oscillatoria dan Keratella sebesar 3,13 %. Dan untuk Frekuensi Kejadian (FK) tertinggi seluruh stasiun pada semua ikan yang tertangkap diperoleh oleh genus Fragillaria sebesar 65.15 % kemudian yang terendah diperoleh oleh genus Rhizosolania, Cladophora, Phacus dan Keratella sebesar 1,52 %.

Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa Secara Umum

(46)

7,144683%. Dan Conjugatophyceae 4,901927% yang merupakan makanan tambahan. Makanan Pelengkap diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 3,551577%. Euglenophyceae 0,147221%, Gastropoda 0,977%, Filosia 0,622%, Monogonta 0,05 %, dan Secementea 0,246%.

Komposisi Makanan Berdasarkan Stasiun Penelitian

Berdasarkan data pada tabel 5 diperoleh nilai analisis Indeks Preponderance (IP). Nilai (IP) tertinggi pada stasiun 1 diperoleh oleh kelas Bacillariophyceae sebesar 75,28% yang merupakan makanan utama ikan sepat. Untuk makanan tambahan pada stasiun 1 diperoleh oleh kelas Cyanophyceae 7,53%, Conjugatophyceae 5,84%, Chlorophyceae 5,33%, yang merupakan makanan tambahan. Makanan Pelengkap diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 2,45%, Gastropoda 1,56%, Filosia 1,19%, Monogonta , Euglenophyceae 0,42%, dan Secementea 0,35%.

Pada stasiun 2 nilai (IP) tertinggi diperoleh oleh kelas Bacillariophyceae sebesar 76,79% yang merupakan makanan utama ikan sepat. Untuk makanan tambahan pada stasiun 2 diperoleh oleh kelas Chlorophyceae 6,497% , Cyanophyceae 6,492%, Conjugatophyceae 5,06%, yang merupakan makanan tambahan. Makanan Pelengkap diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 3,68%, Filosia 0,69%, Secementea 0,41 % Gastropoda 0,36%.

(47)

makanan tambahan. Makanan Pelengkap diperoleh oleh kelas Conjugatophyceae 3,83%, Gastropoda 0,92%, Monogonta 0,15%.

Nilai IP setiap stasiun berbeda- beda, tetapi makanan utama stasiun 1, 2, 3 yaitu kelas Bacillarophyceae. Banyaknya jenis Bacillarophyceae karena merupakan jenis plankton yang paling disukai ikan dan juga bereproduksi secara seksual dan aseksual, sehingga lebih cepat dalam memperbanyak diri dan mengakibatkan jumlahnya sangat berlimpah di perairan. Berdasarkan berbagai kelompok plankton yang terdapat di perairan, menurut Hariyadi (1983), Bacillaryophyceae merupakan kelompok plankton yang disukai oleh ikan-ikan Mujair, Nila dan Mas. Effendie (1979) menyatakan dalam kondisi lingkungan yang berbeda ikan dengan spesies yang sama bisa berbeda kebiasaan makanannya. Hal ini tergantung dari keberadaan organisme makanan yang terdapat di setiap lokasi tersebut. Dengan demikian, dominansi jenis Bacillarophyceae menyebabkan jenis makanan yang lain menjadi kurang diminati ikan sepat.

Komposisi Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin

(48)

Pelengkap diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 2,99%, Gastropoda 0,69%, Filosia 0,66%, Monogonta , Euglenophyceae 0,47%, dan Secementea 0,39%.

Nilai (IP) tertinggi yang diperoleh ikan betina yaitu kelas Bacillariophyceae sebesar 74,35% yang merupakan makanan utama ikan sepat betina. Untuk makanan tambahan pada diperoleh oleh kelas Chlorophyceae 8,51%, Cyanophyceae 6,99%, Conjugatophyceae 4,67%, yang merupakan makanan tambahan. Makanan Pelengkap diperoleh oleh kelas Coscinodiscophyceae 3,80%, Gastropoda 1,1%, Monogonta 0,08%, Filosia 0,60%, dan Secementea 0,17%.

Untuk nilai Indeks Preponderance jenis kelamin jantan dan betina ikan sepat rawa. Maka nilai Bacillarophycae adalah makanan utama ikan sepat rawa jantan maupun betina. Jenis tersebut merupakan kesukaan bagi ikan sepat rawa, dibandingakan dengan kelas- kelas seperti Chlorophyceae, Chyanophyceae dan sebagainya. Menurut Effendie (1997) bahwa suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya.

Luas Relung Makanan Ikan Sepat

Dari analisis data yang diperoleh pada tabel 4. Dipeoleh luas relung keseluruhan stasiun antara jantan dan betina. Pada stasiun 1 luas relung tertinggi terdapat pada ikan betina dengan kisaran nilai 0, 667 %, dan luas relung terendah diperoleh oleh ikan jantan dengan kisaran nilai 0,644 %.

(49)
(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Komposisi makanan ikan sepat rawa antara lain, Bacillariophyceae sebanyak 74,4604% yang merupakan makanan utama ikan sepat. Untuk makanan pelengkap Chlorophyceae 7,89152%, Cyanophyceae 7,144683%. Dan Conjugatophyceae 4,901927% yang merupakan makanan tambahan. Makanan tambahan Coscinodiscophyceae 3,551577%. Euglenophyceae 0,147221%, Gastropoda 0,977%, Filosia 0,622%, Monogonta 0,05 %, dan Secementea 0,246%

2. Luas Relung ikan jantan lebih kecil dari ikan betina pada stasiun 1, sedangkan pada ikan jantan stasiun 2 luas relungnya lebih besar dari ikan betina dan pada stasiun 3 ikan jantan memiliki luas relung yang lebih besar dari ikan betina.

Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anakotta, A. R. F. 2002. Studi Kebiasaan Makan Ikan-ikan yang Tertangkap di Sekitar Ekosistem Mangrove Pantai Oesapa dan Oebelo Teluk Kupang NTT. Tesis. Program Pascasarjana IPB.

Asriansyah. A. 2008. Kebiasaan Makanan ikan Sepatung (Pristolepis grooti) di Daerah Aliran Sungai Musi, Sumatera Selatan, skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Asriana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta. Barus, A. T. 2004. Pengantar Limnologi. USU Press. Medan.

Colwell, R. K and D. J. Futuyama. 1971. On The Measurment Of Niche Bredth and Overlap Ecology.

Effendie. H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Kanisius, Yogyakarta.

Effendie, M. I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sari. Bogor. Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan, dalam Studi Kebiasaan Makanan Ikan

Layur (superfamili trichiuroidea) di Perairan Palabuhan ratu, kabupaten Sukabumi Jawa Barat. F.W. Sari. IPB. Bogor, hlm 2

Effendie M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Cetakan kedua edisi revisi. Bogor.

Hariyadi, S. 1983. Studi Makanan Alami Ikan-ikan Mujair, Sarotheroden mossambicus (Trewavas); Nila, Sarotheroden niloticus (trewavas); Lele,

Clarias batrachus (Linnaeus); Gabus, Ophicephalus striatus Bloch; dan Mas, Cyprinus carpio Linnaeus di Situ Ciburuy, Kabupaten Bandung [Karya Ilmiah]. Fakultas Perikanan, IPB Bogor.

Kottelat, M., A. J. Whitten, S.N. Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo. 1992. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus editions. Jakarta Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. New York : Harper and Row

Publisher.

Lagler, K.F., 1972. Ichtyology. John Wiley & Sons, Inc. New York.

(52)

Masari, L. 2008. Kebiasaan Makanan Ikan Betok ( Anabas Tetudineus) di Daerah Rawa Banjiran Sungai Mahakam, Kec Kota Bangun, Kaltim. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.Bogor Mudjiman, A.2009. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muliasih, R. P. 2002. Komposisi dan Kebiasaan Makanan Ikan- Ikan di Situ Cipondoh, Tanggerang, Banten.Skripsi.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.Bogor

Murjani. A. 2009. Budidaya Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) dengan Pemberian Pakan Komersil. Penelitian Mandiri. Fakultas Perikanan- Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan

Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology Of Fishes. dalam Studi Makanan Ikan Beunteur (Puntis binotatus) di Bagian Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, Jawa Barat, D. Q. Asyarah. IPB. Bogor.

Nugroho. A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti, Jakarta.

Putriani, R. B. Ridwan, M. P. Windarti.2012. Studi Komparatif Aspek Biologi Reproduksi Ikan Sepat Mutiara (Trichogaster leeri) dari Rawa Banjiran Sungai Tapungdan Waduk. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-Universitas Riau. Pekan Baru.

Rahayu, E. L. 2009. Kebiasaan Makanan Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides, Bleeker 1852) di Perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri Riau. Skripsi.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.Bogor

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Yunanto, A. 2000.Luas Relung dan Tumpang Tindih Relung Makanan dan Habitat antara Ikan Sapu-Sapu dengan Ikan Lainnya di Situ Cigudeg, Bogor.Skripsi.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Zahid. A. 2008. Ekologi Trofik Ikan- Ikan Dominan (Trichogaster leeri, Trichogaster trichopterus dan rasbora dusonensis) di Hutan Rawa Gambut Desa Dadahap. Kalimantan Tengah. Tesis. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.Bogor.

(53)
(54)

Lampiran 1. Bagan kerja metode Winkler untuk mengukur DO (Suin, 2002)

Sampel Air

Sampel Berwarna Kuning Pucat

Sampel Bewarna Biru

Hasil Sampel Bening Larutan Sampel Berwarna Cokelat

Sampel Endapan Putih/Cokelat

Diambil 100 ml 1 ml KOH KI 1 ml MnSO4

Dikocok Didiamkan

1 ml H2SO4

Dikocok Didiamkan

Di tetesi Na2S2O3 0,00125 N

Ditambah 5 tetes Amilum

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N

Dihitung volume Na2S2O3

(55)

Lampiran 2. Lokasi Penelitian

Stasiun 1

(56)

Stasiun 3

Stasiun 3 Stasiun 1

(57)

Lampiran 3. Jenis- jenis makanan yang terdapat pada lambung ikan

No Kelas Genus

Fitoplankton

1. Bacillariophyceae Climaconeis Coconeis

2. Chlorophyceae Cladophora

Closterium Gonatozygon Oedogonium

3. Conjugatophyceae Mougeotia

4. Coscinodiscophyceae Aulacoseira Cyclotella Isthmia Paralia

5. Cyanophyceae Hormidium

Lyngbya Oscillatoria

6. Euglenophyceae Phacus

Zooplankton

7. Filosia Euglypha

8. Gastropoda Creseis

9. Monogonta Keratella

(58)

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Table 1. Kisaran nilai pengamatan parameter fisika dan kimia pada seluruh
Gambar 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengajukan permohonan kepada Bapak untuk dapat diberikan perpanjangan IPHHBK Alam atau IPHHBK Tanaman atau IPHHBK Lindung:.. Di Daerah : Deleng Bencirus

Berdasarkan hasil pengujian mekanik (kekuatan tarik, perpanjangan putus, dan modulus elastis) diketahui bahwa dengan penambahan filler kaolin mengakibatkan pertambahan

Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi (ditipu) karena ada sesuatu yang di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi

Orang tua adalah sosok pertama dimana anak menerima pengetahuan dan belajar hal-hal dasar untuk kehidupannya. Sehingga orang tua atau keluarga adalah tempat

Kesimpulan Kuesioner Kesimpulan yang dapat diambil dari data kuesioner di atas adalah sudah banyak responden yang mengetahui bahwa di sekeliling mereka terdapat berbagai jenis

PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA SEKOLAH YANG MENGIKUTI PENDIDIKAN HOMESCHOOLING GROUP (Studi Kasus di Homeschooling Group SD Khoiru Ummah

Resistensi reseptor insulin pada jaringan perifer penderita DM tipe 2 didahului oleh keadaan hiperinsulinemia dan gangguan pada reseptor insulin di jaringan

[r]