• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Sistem Hubungan Kerja Antara Pengguna Jasa Dengan Buruh Tani Harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dinamika Sistem Hubungan Kerja Antara Pengguna Jasa Dengan Buruh Tani Harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Dengan judul “DINAMIKA SISTEM HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGGUNA JASA DENGAN BURUH TANI HARIAN DI KELURAHAN PADANG MAS KECAMATAN KABANJAHE KABUPATEN KARO”. Masalah yang dibahas di skripsi ini adalah menggambarkan tentang faktor-faktor yang menyebabkan buruh tani harian ini melakukan migrasi dan dinamika sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dengan buruh tani harian serta kondisi kehidupan sosial ekonomi. Faktor-faktor migrasi sirkuler dalam penelitian ini dilihat dari indikator faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor) dan sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dengan buruh tani harian dilihat dari indikator interaksi sosial dan komunikasi serta kondisi sosial ekonomi buruh tani harian dilihat melalui indikator kondisi penghasilan, keadaan pangan dan kondisi perumahan.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh buruh tani harian (aron si ngemo) yang tinggal di Kelurahan Padang Mas yang berjumlah 130 Kepala Keluarga. Sampel diambil dengan menggunakan Teknik Penarikan Sampel Acak Sederhana. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Instrumen penyaringan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan kuisioner, serta tabulasi data yang tertuang dalam tabulasi data tunggal.

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka penulis dapat menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat migrasi di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo antara lain adalah faktor pendorong (push factor) yang meliputi penghasilan di daerah asal yang relatif rendah, terbatasnya lapangan kerja di daerah asal, tidak adanya kepemilikan lahan pertanian, dan terjadinya kegagalan panen dan faktor penarik (pull factor) meliputi penghsailan di daerah tujuan lebih besar, anggapan bahwa di daerah tujuan mudah mendapatkan pekerjaan, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas, keadaan lingkungan dan ajakan teman yang terlebih dahulu bermigrasi. Sistem hubungan kerja yang buruh tani harian hadapi dengan pengguna jasa mereka adalah simbiosis mutualisme, dimana buruh tani harian membutuhkan pekerjaan dan pengguna jasa juga membutuhkan tenaga mereka. Tingkat pendapatan yang diterima oleh buruh tani harian ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan jumlah jam kerja yang mereka lalui setiap harinya disamping untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti kebutuhan pangan, biaya pendidikan anak, biaya air/listrik dan sewa rumah serta kebutuhan lainnya.

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat dan Kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “DINAMIKA SISTEM HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGGUNA JASA DENGAN BURUH TANI HARIAN DI KELURAHAN PADANG MAS KECAMATAN KABANJAHE KABUPATEN KARO”. Skripsi ini disusun dan untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skripsi ini Penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaannya, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Maka dengan kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu selama penyelesaian skripsi ini. Dengan kerendahan hati Penulis mengucapkan Banyak Terima Kasih secara khusus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku dosen pembimbing dan telah bersedia membimbing dan memberi dukungan serta membagikan ilmunya kepada Penulis dalam penyelesaian Skripsi ini. Terima Kasih Pak.

4. Bapak Kresna Ginting, SH, selaku Kepala Kelurahan Padang Mas dan Kak Hindun, SE selaku Sekretaris beserta seluruh Staff Pegawai Kelurahan Padang Mas yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian penulisan Skripsi ini.

5. Kepada semua buruh tani harian dan para pengguna jasa yang telah bersedia membantu Penulis dalam hal pengumpulan data

6. Kedua Orangtua Japolan Purba dan Lermina br Saragih yang telah mendidik, memberi motivasi, bantuan moril dan materil selama perkuliahan hingga sampai ke tahap penyelesaian skripsi ini. Cucuran keringat dan air mata kalian tidak akan saya lupakan. Terima kasih buat semua doa ayah dan ibu yang senantiasa mengiringi langkahku. Maafkan anakmu yang tidak akan sanggup untuk membalas semua jasa ayah dan ibu. Terima kasih buat ayahku dan ibuku tersayang.

7. Kakak dan adik saya tercinta Sri Dewi br Purba dan Hari Pernando Purba yang telah memberikan dukungan dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Tetap semangat ya buat kalian!

(5)

9. Buat senior-senior Kesos 2005 (B’Agung, B’Kiel), Kesos 2006 (B’Arjun, B’Imanuel), Kesos 2007 (K’Castry, B’Lukas, B’Petrus, B’Dedy, B’Alex), Kesos 2008 (B’Hendrick Nainggolan, B’Indra, K’Poppy, B’Jones, B’erwin Art) dan Senior-Senior yang lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu, Terima Kasih atas bantuan dan arahannya selama kuliah.

10.Buat kawan-kawan Kesos Stambuk 2010, 2011, 2012, dan 2013.

11.Buat sahabat-sahabat satu kost : B’Indra Panjaitan dan Ersidto Sidabutar, Terima kasih atas dukungannya.

12.Buat semua orang yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak tersebutkan namanya, saya ucapkan terima kasih dan sukses buat kalian semua.

Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakannya agar kedepannya penulis dapat lebih baik lagi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian dan Terima Kasih.

Medan, Januari 2014 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 15

1.3 Pembatasan Masalah ... 15

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 16

1.5 Sistematika Penulisan ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan ... 19

2.2 Migrasi ... 25

2.3 Dinamika ... 31

2.4 Sistem Hubungan Kerja antara Pengguna Jasa dengan Buruh Tani Harian... 37

2.5 Buruh Tani Harian ... 45

2.6 Sistem Pengupahan ... 48

2.7 Kehidupan Sosial Ekonomi ... 50

2.8 Kerangka Pemikiran ... 52

2.9 Defenisi Konsep dan Operasional ... 55

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 59

3.2 Lokasi Penelitian ... 59

3.3 Populasi dan Sampel ... 59

(7)

3.5 Teknik Analisa Data ... 62

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Buruh Tani Harian di Kelurahan Padang Mas ... 64

4.2 Letak Kelurahan Padang Mas ... 68

4.3 Keadaan Demografis ... 70

4.4 Potensi Kelurahan Padang Mas ... 75

4.5 Sarana dan Prasarana ... 75

4.6 Sistem Pemerintahan ... 80

BAB V ANALISA DATA 5.1 Identitas Responden ... 82

5.2 Migrasi 5.2.1 Faktor Pendorong (push factor ) Untuk Bermigrasi ... 90

5.2.2 Faktor Penarik (pull factor) Untuk Bermigrasi ... 94

5.3 Sistem Hubungan Kerja Antara Pengguna Jasa dengan Buruh Tani harian 5.3.1 Responden (kuisioner) ... 98

5.3.2 Hasil wawancara dengan Pengguna Jasa Buruh Tani Harian ... 102

5.3.3 Hasil Observasi ... 111

5.4 Kondisi Sosial Ekonomi Buruh Tani Harian 5.4.1 Kondisi Penghasilan ... 113

5.4.2 Kondisi Pangan ... 118

5.4.3 Kondisi Perumahan ... 127

5.4.4 Kondisi Pendidikan Anak ... 131

5.5 Live Story 5.5.1 Identitas Responden 1 ... 135

5.5.2 Identitas Responden 2 ... 138

(8)

6.2 Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 146

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumut ... 7

Tabel 2 Data Produktivitas (Kw/Ha) Komoditi Sayuran dan Buah-buahan Tahun 2008 – 2012 Kab. Karo ... 11

Tabel 3 Pemanfaatan Tanah di Kelurahan Padang Mas ... 69

Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 71

Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 72

Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 73

Tabel 8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 74

Tabel 9 Produksi Pertanian Per Tahun ... 75

Tabel 17 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 82

Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 84

Tabel 19 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 84

Tabel 20 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 85

Tabel 21 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah ... 86

Tabel 22 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah dalam Keluarga .. 87

Tabel 23 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak ... 88

Tabel 24 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 89

Tabel 25 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Kota Kabanjahe ... 90

Tabel 26 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sebelum Bermigrasi ... 91

Tabel 27 Distribusi Responden Berdasarkan penyebab bermigrasi ... 92

Tabel 28 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan Lahan Pertanian di Daerah Asal ... 93

Tabel 29 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan dari Pekerjaan Sebelumnya Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Keluarga ... 93

Tabel 30 Distribusi Responden Berdasarkan Alasan untuk Bermigrasi . 94 Tabel 31 Distribusi n Responden Berdasarkan Pemenuhan Kebutuhan Lebih Baik Setelah Bermigrasi ... 95

(10)

Tabel 33 Distribusi Responden Berdasarkan Hal Lain yang Sangat

Penting dari Kota Kabanjahe ... 97 Tabel 34 Distribusi Responden Berdasarkan Mengenal Pengguna Jasa

yang mempekerjakan ... 98 Tabel 35 Distribusi Responden Berdasarkan cara Pengguna Jasa

Mengajak Untuk Bekerja ... 99 Tabel 36 Distribusi Responden Berdasarkan Selalu Bekerja di Ladang

Pengguna Jasa yang Sama ... 100 Tabel 37 Distribusi Responden Berdasarkan Tansportasi ke

Tempat Ladang Bekerja ... 100 Tabel 38 Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Pekerjaan

di Tempat Bekerja ... 101 Tabel 39 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Upah yang

Diberikan Setiap Harinya ... 102 Tabel 40 Distribusi Responden Berdasarkan Transportasi

Pulang Setelah Selesai Bekerja ... 103 Tabel 41 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Mendapatkan

Perlakuan yang Kurang Menyenangkan dari Pemilik

Ladang (pengguna jasa) ... 104 Tabel 42 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Rata-Rata

PerBulan ... 113 Tabel 43 Distribusi Responden Berdasarkan Rata-Rata Jumlah Hari

Kerja Dalam Seminggu ... 114 Tabel 44 Distribusi Responden Berdasarkan Rata-Rata Jumlah Jam

Kerja PerHari ... 115 Tabel 45 Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap

Upah yang Diterima ... 115 Tabel 46 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Upah Terhadap

Pemenuhan Kebutuhan Keluarga ... 116 Tabel 47 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Pendapatan

yang Diperoleh ... 117 Tabel 48 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Makan Setiap Hari 118 Tabel 49 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Makanan

Ditanggung Oleh yang Mempekerjakan ... 118 Tabel 50 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Keluarga

Terhadap Ikan ... 119 Tabel 51 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Keluarga

Terhadap Daging ... 120 Tabel 52 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Keluarga

Terhadap telur ... 121 Tabel 53 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Keluarga

(11)

Tabel 54 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Keluarga

Terhadap Sayur-Sayuran ... 122 Tabel 55 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Sayuran Untuk

Konsumsi Keluarga ... 124 Tabel 56 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Keluarga

Terhadap Buah-Buahan ... 125 Tabel 57 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Buah-

Buahan yang di Konsumsi Oleh Keluarga ... 126 Tabel 58 Distribusi Responden Berdasarkan Makanan yang di Konsumsi

Terhadap Pemenuhan Gizi ... 126 Tabel 59 Distribusi Responden Berdasarkan Status Kepemilikan

Rumah ... 127 Tabel 60 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Bangunan

Rumah yang Ditempati ... 128 Tabel 61 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air Bersih yang

di Konsumsi Keluarga ... 129 Tabel 62 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan

Fasilitas MCK ... 130 Tabel 63 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Responden

Berdasarkan Sumber Penerangan di Rumah ... 130 Tabel 64 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak yang

Bersekolah ... 131 Tabel 65 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Anak ... 132 Tabel 66 Distribusi Responden Berdasarkan Menyisihkan Sebagian

Penghasilan Untuk Biaya Pendidikan Anak ... 133 Tabel 67 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan

Anak yang Masih Bersekolah Untuk Menambah

(12)

DAFTAR BAGAN

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner (Angket)

2. Pengajuan dan Persetujuan Judul Skripsi

3. Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Proposal/Penelitian Skripsi

4. Lembar Kegiatan Bimbingan Penulisan Proposal

5. Lembar kegiatan Bimbingan Penelitian/Penulisan Skripsi

6. Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Dengan judul “DINAMIKA SISTEM HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGGUNA JASA DENGAN BURUH TANI HARIAN DI KELURAHAN PADANG MAS KECAMATAN KABANJAHE KABUPATEN KARO”. Masalah yang dibahas di skripsi ini adalah menggambarkan tentang faktor-faktor yang menyebabkan buruh tani harian ini melakukan migrasi dan dinamika sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dengan buruh tani harian serta kondisi kehidupan sosial ekonomi. Faktor-faktor migrasi sirkuler dalam penelitian ini dilihat dari indikator faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor) dan sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dengan buruh tani harian dilihat dari indikator interaksi sosial dan komunikasi serta kondisi sosial ekonomi buruh tani harian dilihat melalui indikator kondisi penghasilan, keadaan pangan dan kondisi perumahan.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh buruh tani harian (aron si ngemo) yang tinggal di Kelurahan Padang Mas yang berjumlah 130 Kepala Keluarga. Sampel diambil dengan menggunakan Teknik Penarikan Sampel Acak Sederhana. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Instrumen penyaringan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan kuisioner, serta tabulasi data yang tertuang dalam tabulasi data tunggal.

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, maka penulis dapat menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat migrasi di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo antara lain adalah faktor pendorong (push factor) yang meliputi penghasilan di daerah asal yang relatif rendah, terbatasnya lapangan kerja di daerah asal, tidak adanya kepemilikan lahan pertanian, dan terjadinya kegagalan panen dan faktor penarik (pull factor) meliputi penghsailan di daerah tujuan lebih besar, anggapan bahwa di daerah tujuan mudah mendapatkan pekerjaan, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung aktivitas, keadaan lingkungan dan ajakan teman yang terlebih dahulu bermigrasi. Sistem hubungan kerja yang buruh tani harian hadapi dengan pengguna jasa mereka adalah simbiosis mutualisme, dimana buruh tani harian membutuhkan pekerjaan dan pengguna jasa juga membutuhkan tenaga mereka. Tingkat pendapatan yang diterima oleh buruh tani harian ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan jumlah jam kerja yang mereka lalui setiap harinya disamping untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti kebutuhan pangan, biaya pendidikan anak, biaya air/listrik dan sewa rumah serta kebutuhan lainnya.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Setiap negara memiliki tugas untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Salah satu syarat yang dapat memenuhinya adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi antar negara, yang bertepatan dengan ekonomi global akan memicu tumbuhnya persaingan ketenagakerjaan. Ketenagakerjaan tidak lepas dari pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, mampu bersaing dengan tenaga kerja lainnya

(http://www.kppu.go.id/id/2011/08/pertumbuhan-ekonomi-dan-kebijakan-persaingan/ Diakses pada 26 juli 2013 pukul 16.13 WIB).

Pertumbuhan ekonomi adalah prasyarat untuk meningkatkan lapangan kerja produktif; ini merupakan hasil gabungan dari peningkatan dalam kesempatan kerja dan peningkatan dalam produktivitas tenaga kerja. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan ekonomi menetapkan batasan absolut dimana pertumbuhan dalam kesempatan kerja dan pertumbuhan dalam produktivitas tenaga kerja dapat terjadi (http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_emp/documents/publication/wcms_177134.pdf Diakses pada tanggal 27 Juli 2013 pukul 16.43 WIB).

(16)

pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan kita dalam kualitas pekerjaan dan sumber daya manusia. Untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang menganggur terpaksa bekerja di sektor informal.

Meluasnya fenomena sektor dan informalisasi tenaga kerja di Indonesia merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini dipandang positif dalam kerangka perekonomian sebagai unsur dinamis yang patut dipelihara dan ditumbuhkembangkan. Tetapi, dalam konteks perburuhan, selain dipandang positif hal ini juga dipandang negatif ketika menyangkut prospek jaminan sosial dan pengorganisasian buruh.

Struktur relasi buruh-majikan informal yang diwarnai oleh perjanjian lisan, ketergantungan usaha kecil terhadap usaha yang besar, kualitas sumber daya yang rendah dan ketidakadilan pada jalur perdagangan, telah memunculkan karakter sektor ekonomi informal yang tidak menguntungkan bagi perlindungan sosial-ekonomi buruhnya. Hal tersebut dapat diukur dari pertukaran sumber daya antara buruh dan majikan melalui besarnya pengupahan (Safaria dkk, 2003).

(17)

Kondisi dan syarat kerja yang dihadapi buruh di Indonesia masih buruk. Hal ini dapat dilihat dari upah yang rendah serta jam kerja yang panjang. Tingkat upah buruh baru sekitar 60 – 70 persen dari nilai Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), sementara itu mereka harus mencurahkan 10 – 14 jam kerja sehari. Permasalahan upah buruh merupakan penyebab utama terjadinya sengketa antar majikan dan buruh. Ekses kelebihan penawaran tenaga kerja menyebabkan posisi tawar-menawar buruh selalu berada pada posisi lemah dibandingkan dengan posisi pihak majikan pada setiap sengketa perburuhan. Dalam jangka panjang, rendahnya upah buruh dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja dan dapat mengganggu stabilitas politik, yang pada akhirnya dapat menghambat kelangsungan pembangunan (Suhendar, 1995, 24).

Dewasa ini, kondisi kehidupan kaum buruh di Indonesia semakin mengalami proses pemiskinan dan semakin tidak diperhatikan hak sosial-ekonominya. Standard kesejahteraan sosial para buruh di Indonesia juga semakin melemah karena himpitan dampak kebijakan ekonomi pemerintah yang mengarah ke arah neo-liberalisme, seperti pencabutan produksi pada sektor non produktif (BBM, Pupuk, Pendidikan, Kesehatan, Listrik dll), privatisasi perusahaan milik negara, pembebasan pasar untuk barang-barang import dan penetapan Undang-undang SDA-SDM yang lebih berpihak kepada kekuasaan modal.

(18)

mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan sosial, menguatnya arus urbanisasi, dan yang lebih parah kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan kebutuhan pokok lainnya.

Dilihat dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan, dapat dikemukakan bahwa kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, negara, bahkan dunia. PBB sendiri memiliki agenda khusus sehubungan dengan penanggulangan masalah kemiskinan. Dalam Millenium Development Goals, institusi sejagat tersebut memiliki target tertentu sehubungan dengan upaya penyelesaian masalah kemiskinan di muka bumu ini.demikian halnya dengan negara, baik ditingkat pusat maupun daerah, melalui berbagai kementerian, dinas maupun badan yang memiliki berbgai program penanggulangan kemiskinan.

Masyarakat melalui berbagai lembaga juga tidak kalah dalam memberikan penanggulangan kemiskinan. Terlebih pribadi dan keluarga yang secara langsung merasakan pahitnya kemiskinan itu, tentu memiliki agenda tertentu dalam upaya mengakhiri penderitaan sebagai akibat dari kemiskinan. Namun, masalah kemiskinan justru menunjukkan peningkatan. Fakta juga menunjukkan anggaran pembangunan suatu negara juga tidak selalu signifikan dengan pengurangan angka kemiskinan (Siagian, 2012).

(19)

Pengurangan Kemiskinan Indonesia). Kebijakan ini mencakup seluruh program penanggulangan kemiskinan yang selama ini telah ada, meliputi : Bantuan dan Perlindungan Sosial, Pemberdayaan Masyarakat, Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro, dan yang terakhir Program Pro Rakyat Melalui Penyediaan Prasarana/Sarana Murah. Untuk mendukung berbagai program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan pada MP3KI, dalam RAPBN 2013 direncanakan alokasi anggaran Rp 106,8 Triliun, meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding anggaran tahun 2007 Rp 53,1 Triliun (http://www.anggaran.depkeu.go.id/RAPBN diakses pada tanggal 26 Juli 2013 pukul 16.55 WIB).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta (16,58 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2006 yang berjumlah 39,30 juta (17,75 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,13 juta. Penduduk miskin di daerah pedesaan berkurang 1,20 juta, sementara di daerah perkotaan 0,93 juta orang. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan dengan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2007, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 74,38 persen.

(20)

persen dari total jumlah penduduk). Penurunan jumlah penduduk miskin di tahun 2010 dikarenakan oleh rata-rata upah buruh tani dan upah buruh bangunan yang naik sebesar 3,2 persen dan 3,86 persen selama periode 2009 – 2010. Penurunan jumlah penduduk miskin kembali terjadi pada periode September 2011 sebesar 29,89 juta (12,36 persen). Hal ini dikarenakan pada periode tersebut terjadi inflasi umum yang relatif rendah yaitu sebesar 2,25 persen. Perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh kenaikan NTP (Nilai Tukar Petani) sebesar 1,79 persen juga menjadi faktor pengurang jumlah penduduk miskin yang sangat signifikan (Menkokesra.go.id/02/01/2012 diakses pada tanggal 26 Juli 2013 pukul 19.00 WIB).

(21)

menurun dari 14,70 persen pada September 2012 menjadi 14,32 persen pada Maret 2013 (Berita Resmi Statistik No. 47/07/Th. XVI, 1 Juli 2013).

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sumatera Utara pada periode Mei 2006 sampai dengan September 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun Jumlah (ribu jiwa) Persentase (%) Mei 2006

Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

(http://sumut.bps.go.id/?qw=brs&no=91 Nomor Release: No. 32/08/12/Th. X diakses pada tanggal 15 Januari 2014 pukul 15.17 WIB).

(22)

yang bekerja pada Agustus 2011 berkurang sebesar 1,6 juta orang dibanding keadaan Februari 2011, terutama disebabkan penurunan pada sektor pertanian. Jumlah pengangguran pada Agustus 2011 mengalami penurunan sekitar 420 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2011. Selama periode satu tahun terakhir terjadi kenaikan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,62 persen.

Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2011, jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2011 mengalami kenaikan terutama di Sektor Industri sebesar 840ribu orang (6,13 persen) dan Sektor Konstruksi sebesar 750 ribu orang (13,42 persen). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah Sektor Pertanian sebesar 3,1 juta orang (7,42 persen) dan Sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi sekitar 500 ribu orang (8,96 persen), dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 370 ribu orang (2,17 persen). Jika dibandingkan dengan Agustus 2010 hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian dan Sektor Transportasi , Pergudangan dan Komunikasi, masing-masing mengalami penurunan jumlah pekerja sebesar 5,21 persen dan 9,61 persen. Sektor Pertanian, perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Sektor Industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pada Bulan Agustus 2011 (http;//www.bps.go.id/brs_file/naker_07nov11 diakses pada tanggal 26 Juli 2013 pukul 4.20 WIB).

(23)

informal. Dari 109,7 juta orang yang bekerja pada Agustus 2011, status pekerjaan utama yang terbanyak sebagai buruh/karyawan sebesar 37,8 juta orang (34,44 persen), diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 19,7 juta orang (17,93 persen), dan berusaha sendiri sejumlah 19,4 juta orang (17,70 persen). Sedangkan status pekerjaan utama yang terkecil adalah berusaha dibantu buruh tetap sebesar 3,7 juta orang (3,39 persen) (http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07nov1 diakses pada tanggal 26 Juli 2013 pukul 16.34 WIB).

Jumlah angkatan kerja di Sumatera Utara pada Februari 2012 sebanyak 6,56 juta orang, terdiri dari 6,14 juta orang bekerja, dan 0,41 juta orang penganggur. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2012 sebesar 74,55 persen atau meningkat sebesar 1,02 persen bila dibandingkan dengan kondisi Februari 2011. Penduduk Sumatera Utara yang bekerja pada Februari 2012 sebagian besar (51,13%) bekerja di sektor Pertanian, sedangkan pada Februari 2011 penduduk Sumatera Utara yang bekerja di sektor ini sebesar 50,90 persen. Angkatan kerja pada Agustus 2013 mencapai 6,31 juta orang atau bertambah sekitar 180 ribu orang bila dibanding angkatan kerja Agustus 2012, yaitu sebesar 6,13 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja di Sumatera Utara pada Agustus 2013 mencapai 5,90 juta orang atau bertambah sekitar 148 ribu orang bila dibanding keadaan pada Agustus 2012 sebesar 5,75 juta orang (http://sumut.bps.go.id/?qw=brs&no=337 No. 33/05/12/Thn. XV, 07 Mei 2012 diakses tanggal 15 Januari 2014 pukul 15.54 WIB).

(24)

merupakan salah satu sumber devisa negara. Pertanian merupakan sektor yang telah digeluti masyarakat Indonesia sejak dahulu sehingga dikenal sebagai negara agraris, walaupun perkembangannya tidak merata di setiap daerah. Hal ini mendorong pencari kerja untuk mencari kerja ke daerah yang memerlukan tenaga kerja untuk bidang pertanian. Dalam hal ini mereka bekerja sebagai buruh tani. Para pencari keja tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan dan keterampilan khusus dan mereka bekerja hanya mengandalkan kemampuan fisik. Proses kerja yang dijalankan dalam kegiatan usaha ini meliputi aktivitas pertanian yang diisi oleh angkatan kerja dan mengikuti irama musim pertanian. Kesempatan kerja buruh-tani ditentukan oleh siklus pertanian.

Pertumbuhan penduduk perkotaan di negara sedang berkembang akan berkembang pesat menjadi 2,5 – 4,0 persen pada tahun 2005 – 2010. Dampaknya, berbagai masalah sosial perkotaan seperti kekerasan fisik, perampasan hak atas harta, jiwa, seksual, kekerasan dalam rumah tangga menyebabkan makin kerasnya kehidupan di kota-kota besar. Meskipun demikian, kebijakan mengisolasi atau menutup kota besar bagi migran dari desa atau kota kecil bukan merupakan kebijakan yang efektif (BKKBN 2007).

(25)

penduduk di suatu wilayah yang menjadi tujuan para migran yang dalam hal ini umumnya adalah daerah perkotaan.

Bagi para migran, keputusan untuk melakukan migrasi tentu disebabkan oleh berbagai faktor. Keseluruhan faktor ini sering dikelompokkan atas dua bagian, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong dan faktor penarik ini tidaklah sama untuk setiap migran dan setiap daerah.

Tanah Karo merupakan yang menjadi salah satu tujuan bagi para migran, khususnya di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe. Dengan berkembangnya sektor petanian di Kabupaten Karo, terutama sayur-sayuran dan buah-buahan memungkinkan untuk membutuhkan tenaga kerja yang lebih. Hal ini menimbulkan permintaan tenaga kerja untuk melaksanakan kegiatan pertanian tersebut, baik bagi penduduk setempat maupun pendatang dari daerah lain atau yang sering disebut sebagai buruh tani migran.

Berikut ini adalah Data Produktivitas (Kw/Ha) Berbagai Komoditi Sayuran dan Buah-buahan di Kabupaten Karo Tahun 2008 – 2012.

Tabel 2

Data Produktivitas (Kw/Ha) Berbagai Komoditi Sayuran dan Buah-buahan di Kabupaten Karo Tahun 2008 – 2012

Komoditi Sayuran

Tahun 2008 2009 2010 2011 2013

Bawang daun

150,03 149,49 149,34 98,76 92,55 Kentang

157,64 156,66 156,17 171,69 164,91 Sawi

248,84 225,52 212,46 126,18 133,63 Wortel

(26)

Lobak

312,99 312,47 253,95 211,72 208,56 Kol bunga

189,51 189,48 157,81 156,39 135,71

Komoditi Buah-buahan

Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Jeruk 420,48 420,42 422,41 594,34 335,70

Alpokat 236,01 236,01 94,00 121,61 110,58

Mangga 250,64 251,92 129,08 195,57 123,36

Sawo 72,18 72,27 72,11 193,74 66,01

Jambu Air 165,84 165,89 53,85 145,16 36,92

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Karo, 2012

Geliat kehidupan masyarakat petani Tanah Karo setiap harinya sebenarnya tidaklah bisa hanya dilihat dari kegiatan dan pemandangan pagi hari di kota Kabanjahe itu. Sebab, umumnya desa-desa di Kabupaten Karo, begitu mentari mulai menampakkan sinarnya ke bumi, petani karo bahkan sudah mulai melakukan pekerjaannya di ladang, terutama kegiatan menyemprot (mompa) tanaman dengan pupuk cair.

(27)

Sumatera Utara. Hal yang menyebabkan buruh tani migran bermigrasi ke Tanah Karo adalah karena perkembangan kemajuan pertanian di daerah yang dituju.

Pagi-pagi rombongan atau sekelompok aron si ngemo ini dijemput pihak pengusaha atau pemilik ladang dengan truk ataupun mobil jenis lainnya dan sore harinya diantar kembali ke kota Kabanjahe. Mereka tidak perlu membawa bekal untuk makan siang, karena makan siang biasanya ditanggung pemilik ladang. Mereka harus siap melakukan pekerjaan apa saja yang kepadanya. Kadang-kadang mereka tidak setiap hari mendapatkan pekerjaannya. Hal ini disebabkan oleh terlalu banyaknya mereka sedangkan beberapa petani hanya membutuhkan beberapa dari mereka. Untuk menghindari hal yang seperti ini, mereka membentuk komunitas tertentu di Simpang Laudah tersebut.

Jenis pekerjaan di ladang yang mereka lakukan terbilang cukup beragam, sebagaimana beragamnya jenis tanaman di ladang. Seperti memanen (mengutip) jeruk, mengangkat (itu istilah setempat, artinya sama dengan memanen) kol, panen jagung, kentang dan komoditi lainnya kadang membersihkan rumput yang tumbuh di sekitar tanaman, menanam benih atau bibit tanaman, atau bahkan sekedar mengangkat tanah/pupuk kandang dari sekitar ladang ke pohon jeruk (abdiprocel.blogspot.com/2012/12/aron-ku-juma.html/m=1Diakses tanggal 14 Juni 2013 pukul 16.23 WIB).

(28)

kali. Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka yang diperlukan.

Mereka diberikan upah perharinya berkisar rata–rata Rp 60.000 sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Namun untuk jenis pekerjaan tertentu seperti mengutip jeruk atau mengangkat kol upahnya menjadi Rp 70.000 – Rp Rp 100.000. Upah yang berbeda ini terjadi karena untuk ngutip buah jeruk dan mengangkat buah kol tadi dibutuhkan tenaga yang relatif lebih besar dan waktu yang lebih lama dibanding jenis pekerjaan lainnya.

Awal buruh aron si ngemo ini mulai beroperasi tidak diketahui secara pasti. Namun, dapat dikatakan kehadiran buruh migran ini karena seiring dengan perkembangan pertanian di Kabupaten Karo. Menurut Lurah Padang Mas mengatakan bahwa kehadiran para buruh tani atau aron si ngemo ini seiring dengan berkembang pesatnya sektor pertanian di Kabupaten Karo terutama buah-buahan dan sayuran. Relasi aron si ngemo dengan pengguna jasa (pemilik lahan) sudah layaknya simbiosis mutualisme.

(29)

Salah satu fenomena sosial yang dialami oleh masyarakat petani adalah golongan masyarakat yang berprofesi sebagai buruh pertanian atau buruh harian lepas atau dalam bahasa Masyarakat Karo adalah aron si ngemo. Termasuk didalamnya adalah sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dengan aron si ngemo yang berada di Simpang Laudah Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas maka penulis merasa tertarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan buruh tani migrasi dan bagaimana sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dengan buruh tani harian di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

a. Apa sajakah faktor-faktor pendorong (push factor) dan penarik (pull factor) yang menyebabkan migrasi sirkuler buruh tani harian (aron si ngemo) di Kelurahan Padang Mas Kota Kabupaten Karo ?

b. Bagaimana sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dan buruh tani harian (aron si ngemo)?

1.3Pembatasan Masalah

(30)

a. Faktor-faktor pendorong (push factor) dan penarik (pull factor) yang menyebabkan proses migrasi sirkuler di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe.

b. Penelitian terbatas pada sistem hubungan kerja antara pengguna jasa (pemilik ladang) dengan buruh tani harian (aron si ngemo) dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.

c. Kondisi sosial ekonomi buruh tani harian (aron si ngemo) yang dilihat dari kondisi pendapatan, perumahan, kondisi pangan sehari-hari dan pendidikan anak.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor pendorong (push factor) dan penarik (pull factor ) yang menyebabkan proses migrasi sirkuler dan sistem hubungan kerja antara pengguna jasa dan buruh tani harian (aron si ngemo) dan di Kelurahan Padang Mas Kota Kabupaten Karo.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan :

a. Menjadi pengembangan konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan migrasi buruh tani harian dan masalah-masalahnya.

(31)

pengguna jasa terutama buruh tani harian yang ada di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo.

c. Dapat menjadi pertimbangan dan referensi bagi pengguna jasa di Kabupaten Karo khususnya yang menggunakan jasa para buruh tani harian (aron si ngemo) untuk memperhatikan masalah yang dihadapi buruh tani harian.

1.5Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan Sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

(32)

Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya.

BAB VI : PENUTUP

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

2.1.1 Defenisi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain seperti: Tingkat pendapatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, kesehatan, geografis, dan kondisi lingkungan. Kemiskinan terus menjadi masalah sosial yang fenomenal sepanjang sejarah Indonesia.

World Bank (2002) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup manusia baik fisik atau sosial sebagai akibat tidak tercapainya kehidupan yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 Dollar AS perhari. Jika ditinjau dari standar kebutuhan hidup yang layak atau pemenuhan kebutuhan pokok, maka kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok atau kebutuhan-kebutuhan dasar yang disebabkan kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi standar hidup yang layak.

(34)

seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Konsep daya dukung dalam kaitannya dengan kehidupan manusia menunjukkan bahwa kondisi kehidupan yang dihadapi dan sedang dijalani manusia merupakan produk dari proses dimana dalam proses itu terlibat berbagai unsur.

2.1.2 Aspek-aspek Kemiskinan

Langkah pertama yang tepat dilakukan dalam upaya memahami kemiskinan secara holistik adalah dengan melakukan kajian tentang aspek-aspek kemiskinan itu sendiri, yaitu :

a. Kemiskinan itu multi dimensi.

(35)

b. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sebagai konsekuensi logisnya, kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat mengakibatkan kemajuan atau kemunduran aspek lainnya. Justru kondisi seperti inilah yang mengakibatkan tidak mudahnya menganalisis kemiskinan itu menuju pada pemahaman yang komprehensif. c. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur.

Fenomena yang sering ditemukan adalah pendapatan yang diperoleh sekelompok yang bermukim ditempat yang sama, namun kualitas individu atau keluarga yang dimiliki mungkin saja berbeda. Kondisi kehidupan manusia memiliki standar yang akuntabel. Kajian kesehatan memiliki kemampuan untuk mengukur kuantitas kalori yang dibutuhkan manusia untuk dapat hidup secara wajar. Lebih jauh lagi, setiap unsur makanan denga jumlah, jenis dan kualitas tertentu dapat diukur kuantitas kandungan kalorinya yang berguna bagi aktivitas kehidupan manusia. Dengan demikian terdapat standar kehidupan minimum yang semestinya dicapai dan dimiliki oleh manusia itu. Hal ini mengindikasikan kepada kita bahwa kemiskinan itu benar-benar fakta yang terukur. Demikian terukurnya kemiskinan itu sehingga dapat diklasifikasi ke dalam berbagai tingkat, seperti :

1. Miskin

(36)

Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklasifikasi kondisi kehidupan masyarakat ke dalam berbagai tingkat, seperti :

1. Prasejahtera 2. Sejahtera 1 3. Sejahtera 2

Berbagai Klasifikasi yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa kemiskinan itu merupakan fakta yang terukur (Siagian, 2012). d. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun

kolektif.

Istilah kemiskinan perdesaan (Rural poverty) dan kemiskinan perkotaan (urban poverty) bukan lah berarti bahwa yang mengalami kemiskinan itu adalah desa atau kota. Kondisi desa atau kota itu merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian pihak yang menderita miskin hanyalah manusia, baik secara individual maupaun kelompok, dan bukan wilayah.

2.1.3 Gejala-gejala Kemiskinan

Upaya memahami kemiskinan lebih sering dilakukan dengan cara atau pendekatan lain, seperti melalui gejala-gejala kemiskinan. Salah satu car a dan langkah pemahaman kemiskinan adalah melalui penelusuran gejala-gejala kemiskinan, seperti :

a. Kondisi kepemilikan faktor produksi.

(37)

melalui saluran, sumber dan proses tertentu. Dengan demikian, salah satu pendekatan untuk mengetahui kemiskinan adalah mengetahui pekerjaan atau mata pencaharian, apa alat atau faktor produksi yang digunakan dan bekerja dalam upaya mendapatkan pencaharian itu. Pemahaman akan berbagai hal tersebut merupakan jalan bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut miskin atau tidak.

b. Angka ketergantungan penduduk.

Secara teoritis memang dikenal banyak sumber pendapatan, seperti hasil usaha atau keuntungan, upah, bunga tabungan dan lain-lain. Namun bagi mayoritas masyarakat, ada satu kalimat yang berlaku secara umum; Orang hanya akan memiliki pendapatan jika bekerja. Namun pada kenyataannya, angka ketergantungan pada masyarakat atau keluarga sangat tinggi.

c. Kekurangan gizi.

(38)

sekelompok orang itu teridentifikasi kekurangan gizi menjadi gejala betapa miskinnya seseorang atau sekelompok orang itu.

d. Pendidikan yang rendah.

Di era modern sekarang ini, pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang penting. Pendidikan bahkan telah sebagai indikator utama kedudukan dalam masyarakat. oleh karena itu, wajar jika setiap orang berupaya meraih tingkat pendidikan, bahkan tidak sekedar pendidikan, melainkan pendidikan yang tinggi. Hal ini terjadi karena pendidikan dianggap sebagai alat memenangkan persaingan yang makin hari makin ketat (Siagian, 2012).

2.1.4 Ciri-ciri Kemiskinan

Pemahaman lebih mendalam dan komprehensif tentang kemiskinan oleh banyak ahli juga sering diupyakan melalui kajian tentang ciri-ciri kemiskinan. Namun demikian, studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan, yaitu :

a. Mereka yang hidup pada kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai ataupun, keterampilan yang memadai untuk melakukan sesuatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.

b. Mereka pada umumnya tidak memiliki kemungkinan atau peluang untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.

c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.

(39)

sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat.

e. Banyak diantar mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. Sementara itu kota tidak siap menampung gerak urbanisasi dari desa yang cukup deras. Artinya, laju investasi di perkotaan tidak sebanding dengan laju pertumbuhan tenaga kerja sebagai akibat langsung dari derasnya arus urbanisasi (Siagian, 2012; 20).

2.2 Migrasi

2.2.1 Konsep Migrasi

Kata migrasi sangat erat kaitannya dengan perkembangan suatu daerah. Secara umum, migrasi dapat diartikan sebagai perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain untuk tujuan menetap. Apabila tidak terkontrol dengan baik, migrasi dapat menyebabkan penumpukan penduduk di suatu wilayah yang menjadi tujuan para migran yang dalam hal ini umumnya adalah daerah perkotaan.

(40)

Untuk dimensi daerah secara garis besarnya dibedakan perpindahan antar negara yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain yang disebut migrasi internasional dan perpindahan penduduk yang terjadi dalam satu negara misalnya antar propinsi, kota atau kesatuan administratif lainnya yang dikenal dengan migrasi intern. Perpindahan lokal yaitu perpindahan dari satu alamt ke alamat lain atau dari satu kota ke kota lain tapi masih dalam batas bagian dalam suatu negara misalnya dalam satu Propinsi.

Dalam arti luas, definisi tentang migrasi adalah tempat tinggal mobilitas penduduk secara geografis yang meliputi semua gerakan (movement) penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode tertentu pula (Mantra, 1980: 20).

Definisi migran menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa : ”a migrant is a person who changes his place of residence from one political or an administrative area to another.” pengertian ini dikaitkan dengan pindah tempat tinggal secara permanen sebab selain itu dikenal pula ”mover” yaitu orang yang pindah dari satu alamat ke alamat lain dan dari satu rumah ke rumah lain dalam batas satu daerah kesatuan politik atau administratif, misalnya pindah dalam satu Propinsi. Beberapa bentuk perpidahan tempat (mobilitas) :

a. Perubahan tempat yang bersifat rutin, misalnya orang yang pulang balik kerja (Recurrent Movement).

b. Perubahan tempat yang tidak bersifat sementara seperti perpidahan tempat tinggal bagi para pekerja musiman.

(41)

Dalam sosiologi menurut sifatnya mobilitas dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Mobilitas vertikal yaitu perubahan status sosial dengan melihat kedudukan

generasi, misalnya melihat status kedudukan ayah.

b. Mobilitas horisontal yaitu perpindahan penduduk secara teritorial, spasial atau geografis.

Migrasi sirkuler (sirkuler migration) yaitu migrasi yang terjadi jika seseorang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan, mungkin hanya mendekati tempat pekerjaan. Mobilitas penduduk sirkuler dapat didefinisikan sebagai gerak penduduk yang melintas batas administrasi suatu daerah menuju ke daerah lain dalam jangka waktu kurang enam bulan.

Masalah migrasi membawa permasalahan tersendiri bagi daerah perkotaan, karena migrasi merupakan gerak alamiah yang mengikuti perkembangan ekonomi. Selama kesenjangan desa-kota makin parah, maka arus migrasi sulit untuk dihentikan.

(42)

terjadinya mobilitas desa-kota yaitu karena faktor daya tarik (pull factors) kota dan daya dorong (push factor) dari desa.

2.2.2 Teori Migrasi

Teori migrasi mula-mula diperkenalkan oleh Ravenstein dalam tahun 1985 dan kemudian digunakan sebagai dasar kajian bagi para peneliti lainnya (Lee, 1966; Zelinsky, 1971 dalam Waridin, 2002). Para peneliti tersebut mengatakan bahwa motif utama atau faktor primer yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi adalah karena alasan ekonomi.

Teori migrasi menurut Ravenstein (1985) mengungkapkan tentang perilaku mobilisasi penduduk (migrasi) yang disebut dengan hukum migrasi berkenaan sampai sekarang. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Para migran cenderung memilih tempat tinggal terdekat dengan daerah tujuan.

b. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah sulitnya memperoleh pendapatan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan.

c. Berita-berita dari sanak saudara atau teman yang telah pindah ke daerah lain merupakan informasi yang sangat penting.

d. Informasi yang negatif dari daerah tujuan mengurangi niat penduduk untuk bermigrasi.

(43)

f. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi frekuensi mobilitas orang tersebut.

g. Para migran cenderung memilih daerah dimana telah terdapat teman atau sanak saudara yang bertempat tinggal di daerah tujuan.

h. Pola migrasi bagi seseorang maupun sekelompok penduduk sulit untuk diperkirakan.

i. Penduduk yang masih muda dan belum menikah lebih banyak melakukan migrasi dibandingkan mereka yang berstatus menikah.

j. Penduduk yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih banyak mobilitasnya dibandingkan yang berpendidikan rendah.

Untuk Indonesia sendiri, tanpa mempersoalkan jauh dekatnya perpindahan, mudah atau sulit, setiap migrasi mempunyai tempat asal, tempat tujuan, dan bermacam-macam rintangan yang menghambat. Faktor jarak merupakan faktor yang selalu ada dari beberapa faktor penghalang. Dalam setiap daerah banyak sekali faktor yang mempengaruhi orang untuk menetap di suatu tempat atau menarik orang untuk pindah ketempat itu (dwadesign.blogspot.com/2011/12/teori-dorong-tarik-push-pull-theory.html?m=1 diakses tanggal 29 Juli 2013 pukul 01.02 WIB).

2.2.3 Faktor-faktor Pendorong (push factor) dan Penarik (pull factor) Terjadinya Penduduk Bermigrasi

(44)

a. Faktor-faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan penduduk bermigrasi, yaitu :

1. Makin berkurangnya sumber-sumber alam.

2. Menyempitnya lapangan pekerjaan di tempat asal, karena masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin.

3. Adanya tekanan atau diskriminasi politik, agama, suku, di daerah asal. 4. Tidak cocok lagi dengan adat budaya/kepercayaan di daerah asal. 5. Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa

mengembangkan karier pribadi.

6. Bencana alam baik banjir, kebakaran musim kemarau atau adanya wabah penyakit.

b. Faktor-faktor penarik (pull factor) yang menyebabkan penduduk melakukan migrasi, yaitu :

1. Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.

2. Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. 3. Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. 4. Keadaan lingkungan dan keadaaan hidup yang menyenangkan. 5. Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.

(45)

yang memberi nilai yang menguntungkan kalau bertempat tinggal di daerah tersebut, misalnya di daerah tersebut terdapat sekolah, kesempatan kerja, dan iklim yang baik. Sedangkan faktor negatif adalah faktor yang memberi nilai negatif pada daerah yang bersangkutan sehingga seseorang ingin pindah dari tempat tersebut. Perbedaan nilai kumulatif antara kedua tempat cenderung menimbulkan arus migrasi penduduk.

Selanjutnya menurut Everest S. Lee menambahkan bahwa besar kecilnya arus migrasi juga dipengaruhi rintangan, misalnya ongkos pindah yang tinggi dan menurutnya terdapat 4 faktor yang perlu diperhatikan dalam proses migrasi penduduk antara lain :

a. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal. b. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan. c. Faktor penghalang antara.

d. Faktor-faktor pribadi (individu).

2.3 Dinamika

(46)

(detrimila.blogspot.com/2013/03/pkaitanengertian-dinamika-kelompok.html/m=1 Diakses Tanggal 7 Juni 2013 Pukul 16:19 WIB).

Dinamika tentu berkaitan dengan kelompok sosial. Kelompok sosial bukan merupakan kelompok statis. Setiap kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Beberapa kelompok sosial sifatnya lebih stabil daripada kelompok-kelompok sosial lainnya, atau dengan kata lain strukturnya tidak mengalami perubahan-perubahan yang mencolok. Ada pula kelompok sosial yang mengalami perubahan-perubahan dengan cepat, walaupun tidak ada pengaruh dari luar. Akan tetapi pada umumnya kelompok sosial mengalami perubahan sebagai akibat proses formasi ataupun reformasi dari pola-pola di dalam kelompok tersebut karena pengaruh dari luar.

Perubahan struktur kelompok sosial karena sebab-sebab luar pertama-tama perlu diuraikan mengenai perubahan yang disebabkan karena perubahan situasi. Situasi yang dimaksud adalah keadaan dimana kelompok itu hidup. Perubahan pada situasi dapat pula mengubah struktur sosial kelompok sosial itu. Ancaman dari luar misalnya, seringkali merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan struktur kelompok sosial. Situasi yang membahayakan yang berasal dari luar memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan-keingnan untuk mementingkan diri sendiri para anggota kelompok sosial.

(47)

anggotanya, apalagi kalau anggota bersangkutan mempunyai kedudukan penting, misalnya dalam keluarga.

Penyebab lainnya adalah perubahan yang terjadi dalam situasi sosial ekonomi. Dalam keadaan depresi misalnya, suatu keluarga akan bersatu untuk menghadapinya, walaupun anggota-anggota keluarga tersebut mempunyai agama ataupun pandangan politik yang berbeda satu dengan lainnya.

Dalam dinamika kelompok sosial, setiap kelompok pasti mengalami perkembangan perubahan. Di dalam dinamika kelompok, mungkin terjadi antagonisme antar-kelompok. Apabila terjadi peristiwa tersebut, secara hipotesis prosesnya adalah sebagai berikut:

a. Bila dua kelompok bersaing, maka akan timbul stereotip.

b. Kontak antara dua kelompok yang bermusuhan tidak akan mengurangi sikap tidak bermusuhan tersebut.

c. Tujuan yang harus dicapai dengan kerja sama akan dapat menetralkan sikap tindak bermusuhan.

d. Di dalam kerja sama mencapai tujuan, stereotip yang semula negatif menjadi positif.

Masalah dinamika kelompok juga menyangkut gerak atau perilaku kolektif. Gejala tersebut merupakan suatu cara berpikir, merasa dan beraksi suatu kolektivitas yang serta merta dan tidak berstruktur. Sebab-sebab suatu kolektiva menjadi agresif antara lain adalah :

a. Frustasi dalam jangka waktu yang lama, b. Tersingung,

(48)

d. Ada ancaman dari luar, e. Diperlakukan tidak adil,

f. Terkena pada bidang-bidang kehidupan yang sangat sensitif (Soekanto, 2009; 147).

Dalam Bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan. Masyarakat dapat diartikan sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah sering disebut dengan saling berinteraksi. Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia yang atau dengan sendirinya berhubungan secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Masyarakat mengenal hidup yang tenang, teratur, dan aman yang disebabkan oleh karena pengorbanan sebagian anggotanya.

Masyarakat Indonesia memiliki struktur masyarakat yang terbagi atas dua bagian, yaitu :

a. Struktur Horizontal

Dalam rangka memahami masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk ini perlu kiranya mengungkapkan tentang suku bangsa dan gambaran umum tentang kebudayaan, maupun agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, yang dalam beberapa hal dapat membantu memahami suasana dari masyarakat Indonesia :

(49)

kecil orang Indonesia ialah orang – orang Thionghoa dan Timur Asing lainnya.

2. Kebudayaan, kebudayaan yang mencakup lonsep yang luas sehingga untuk kepentingan analisis, konsep kebudayaan ini perlu dipecah lagi dalam unsur-unsurnya. Unsur-unsur yang terbesar adalah yang terjadi karena pecahan tahap pertama disebut unsur-unsur kebudayaan yang universal dan merupakan unsur-unsur yang pasti bisa didapatkan di semua kebudayaan di dunia baik yang hidup dalam masuarakat perkotaan yang besar dan kompleks.

3. Agama, kenyataan memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia menganut agama yang beragam. Ada beberapa agama yang dianut di Indonesia. Pada agama umumnya agama yang dominan adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Namun masih ada beberapa agama yang belum disebutkan yang juga ditemui di Indonesia.

b. Struktur Vertikal

(50)

menetapkan sesuatu dalam posisi yang tinggi atau rendah (Nasution, 2003; 89).

Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpautan, yaitu :

a. Jumlah penduduk.

b. Luas, kekayaan, kepadatan penduduk daerah pedalaman.

c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat. d. Organisasi masyarakat setempat yang berkaitan (Soekanto, 2009; 135). Kelompok merupakan sebuah komunitas dari beberapa organisme yang umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Kelompok sosial adalah suatu gejala yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia berlangsung didalamnya. Kelompok sosial adalah salah satu wujud dari struktur sosial (Sunarto, 2004; 125).

Sekumpulan manusia dapat dikatakan sebagai kelompok sosial apabila memenuhi kondisi tertentu. Kondisi itu menurut Soerjono Soekanto adalah :

a. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebahagian dari kelompok yang besangkutan.

b. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu.

c. Adanya faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok sehingga hubungan mereka tambah erat. Faktor tadi dapat berupa nasib yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain-lain. d. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku (Nasution, 2003;

(51)

2.4 Sistem Hubungan Kerja antara Pengguna Jasa dan Buruh Tani Harian 2.4.1 Sistem

Istilah sistem sering digunakan untuk menunjuk pengertian metode atau cara dan sesuatu himpunan unsur atau komponen yang saling berhubungan atau satu sama lain menjadi satu kesatuan yang utuh. Namun, sebenarnya penggunaan kata sistem lebih dari itu, tetapi kurang dikenal dan sebagai suatu himpunan, sistem didefenisikan bermacam-macam pula.

Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani Systema yang mempunyai pengertian sebagai berikut :

a. Suatu hubungan yang tersusun dari sekian banyak bagian.

b. Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen-komponen secara teratur.

Jadi, dengan kata lain istilah Systema itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan (a whole) (Amirin dalam Nasution, 2003; 1).

Shrode dan Voich mengemukakan bahwa “a system is a set of interrelated parts, working indepently and jointly, in pursuit of common objectives or the whole, within a complex environment”. Shrode dan Voich mengklasifikasikan unsur-unsur dari defenisi-defenisi sistem sebagai berikut :

a. Himpunan bagian-bagian.

b. Bagian-bagian itu saling berkaitan.

(52)

d. Semuanya ditujukan pada pencapaian tujuan bersama atau tujuan sistem.

e. Terjadi di dalam lingkungan yang rumit dan kompleks.

Dengan memperhatikan unsur-unsur sistem diatas, maka dapat dinyatakan suatu sistem merupakan suatu keseluruhan dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain dalam suatu kesatuan. Didalam pengertian sederhana ini, tercakup adanya hubungan timbal balik dari unsur-unsur atau bagian-bagian sistem (Nasution, 2003; 4).

Oleh karena itu, Talcott Parsons kemudian memberi arti sistem sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya interdependensi antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan-hubungan tersebut. Pada pengertian tersebut memang tampak lebih spesifik, karena lebih menekankan pada interdependensi antar komponennya. Interdependensi dalam hal ini adalah tanpa keikutsertaan salah satu bagian atau komponennya saja, maka hubungan tersebut akan mengalami suatu goncangan. Oleh karena itu, untuk menjelaskan pengertian sistem kita harus menjelaskannya secara keseluruhan atau secara holistik (Narwoko dan Suyanto, 2004; 124).

2.4.2 Hubungan Kerja Pada Masyarakat Pertanian

(53)

barang sang majikan. Jadi kedua pihak tersebut, baik buruh maupun majikan sebenarnya saling membutuhkan.

Namun, yang lebih sering terjadi pada hubungan antar kedua belah pihak tersebut adalah sang buruh seringkali berada pada posisi yang lebih lemah daripada sang majikan. Buruh dianggap bukanlah mitra yang sejajar bagi majikan. Buruh hanyalah sebuah obyek bagi majikan untuk melaksanakan kepentingan mereka. Buruh sering diperas majikan dengan upah yang relatif kecil. Secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup yang lain kecuali tenaganya dan kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi buruh itu sendiri

(http://ekanuruls.blogspot.com/2012/09/dinamika-buruh-perkebunan-di-sumatera.html diakses tanggal 12 juni 2012 pukul 12:55).

Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara pekerja dan pengusaha terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Di dalam Pasal 50 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja.

Hubungan kerja antara buruh dan pengguna jasa (majikan) adalah sebagai berikut :

(54)

b. Secara sosiologis adalah tidak bebas, sebab sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup selain daripada tenaganya itu, ia terpaksa untuk bekerja pada orang lain. Dan majikan inilah pada dasarnya menetukan syarat-syarat kerja.

Tenaga buruh yang terutama menjadi kepentingan majikan, merupakan sesuatu yang sedemikian melekatnya pada pribadi buruh, sehingga buruh itu selalu harus mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat majikan memerlukannya. Dengan demikian segala sesuatu mengenai hubungan buruh dan majikan itu diserahkan kepada kebijaksanaan kedua belah pihak yang langsung berkepentingan.

Hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan, yang mana hubungan tersebut hendak menunjukkan kedudukan kedua belah pihak yang pada pokoknya menggambarkan hak-hak dan kewajiban buruh terhadap majikan, dan sebaliknya. Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada piha lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah. “Pada pihak lainnya” mengandung arti bahwa pihak buruh dalam melakukan pekerjaan itu berada dibawah pimpinan pihak majikan (Toha, 1987; 9).

(55)

(pukspkepici.blogspot.com/2013/01/dasardasarhukumketenagakerjaan_27.html!m =1 Diakses tanggal 27 Juni 2013 pukul 11 57 WIB).

Adapun hubungan kerja pada dasarnya meliputi :

a. Pembuatan perjanjian-kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja.

b. Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawah pimpinan majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan dari buruh.

c. Kewajiban majkan membayar upah kepada buruh sekaligus merupakan hak buruh atas upah.

d. Berakhirnya hubungan-kerja.

e. Caranya perselisihan antara pihak-pihak diselesaikan dengan sebaik-baiknya (Toha, 1987).

(56)

2.4.3 Pengguna Jasa dan Buruh

Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. Menurut Philip Kotler (2003) jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan produk fisik (http://rimalrimaru.com/pengertian-jasa-menurut-para-ahli/ Diakses pada tanggal 5

Januari 2014 pukul 11.44 WIB).

Pengguna jasa adalah seorang yang menjalankan sesuatu perniagaan, perusahaan ladang atau perniagaan lain dan menggaji seorang pekerja atau lebih untuk menolongnya. Pengguna jasa merupakan pihak yang bertanggung jawab kepada modal dan segala pembayaran upah kepada pekerja. Dalam organisasi awam, majikan merupakan pihak atasan yang bertanggung jawab (www.statistics.gov.my/portal/images.com Diakses tanggal 7 Juni 2013 Pukul 15:57 WIB).

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa penggunaan istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa dalam UU ini dua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1 Angka 3 dapat dilihat pengertian dari Pekerja/buruh yaitu: “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

(57)

a. Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tetapi harus bekerja).

b. Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Dua unsur ini penting untuk membedakan apakah seseorang masuk dalam kategori pekerja/buruh yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan atau tidak, di mana dalam UU Ketenagakerjaan diatur segala hal yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan.

Pengertian lainnya, buruh adalah orang yang dengan senang hati melakukan usaha, kerja keras, berjerih payah untuk menghasilkan produk dan barang. Buruh adalah orang yang mengaktifkan diri, dan berjalan terus untuk memenuhi kegiatan produksi. Buruh memiliki sifat yang memberikan dan berunsur membangun, mencipta dan menghidupkan.

(58)

utamanyabukan tangan atau tenaga, misalnya juru tulis disebut sebagai pegawai. Di dunia Barat yang disebutkan pertama dinamakan Blue collar, sedangkan yang disebutkan kemudian dinamakan white collar (Budiono, 1995; 1).

2.4.4 Hukum Perburuhan

Perkembangan istilah dewasa ini menunjukkan bahwa penggunaan kata “Perburuhan”, “buruh”, “majikan” dan sebagainya yang dalam literatur lama masih sering ditemukan sudah digantikan dengan istilah “Ketenagakerjaan” sehingga dikenal istilah “Hukum Ketenagakerjaan” untuk menggantikan istilah Hukum Perburuhan, juga sejak tahun 1969 dengan disahkannya UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja istilah buruh digantikan dengan istilah “tenaga kerja” yang artinya adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Suatu perumusan yang luas karena meliputi siapa saja yang mampu bekerja baik dalam hubungan kerja (formal) maupun diluar hubungan kerja (informal) yang dicirikan dengan bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah.

(59)

Kelompok yang lebih memilih istilah buruh dan Hukum Perburuhan menyatakan bahwa istilah ini lebih fokus dan menjelaskan langsung pada makna sesungguhnya yang dimaksudkan dalam Hukum Perburuhan yaitu segala hal yang berkaitan dengan persoalan kerja upahan dan kerja tersebut atas perintah orang lain yang disebut majikan/pengusaha. Bagi kelompok ini istilah Hukum Ketenagakerjaan mencakup pengertian yang luas, mencakup siapa saja yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa, tidak terbatas apakah itu manusia (human being), hewan, atau mesin‐mesin.

Terlepas dari perdebatan itu yang penting bagi kita adalah mengetahui pengertian tiap istilah dengan baik sesuai rumusan normative yang berlaku. Oleh karena itu akan digunakan istilah Hukum Perburuhan dan Hukum Ketenagakerjaan sebagai istilah yang sepadan dan memiliki makna yang sama sebagaimana UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menggunakan istilah pekerja dengan istilah buruh sebagai dua kata yang memiliki makna sama dan selalu ditulis dengan pekerja/buruh (1073B - Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia - Final - Agusmidah_bab 1.pdf Diakses tanggal 12 juni pukul 13:25 WIB).

2.5 Buruh Tani Harian

(60)

buruh tetap. Umumnya buruh tani harian adalah buruh yang mengerjakan pekerjaan yang sifatnya tidak terus menerus tetapi bersifat musiman.

Dalam penelitian ini buruh harian yang dimaksud adalah pekerja lepas di bidang pertanian karena mereka memang hanya bekerja di sektor pertanian. Mereka tidak ingin bekerja di sektor lain seperti pertukangan ataupun buruh bangunan dan yang lainnya. Sehingga mereka lebih tepat untuk dikatakan sebagai buruh tani. Buruh tani dalam pengertian sesungguhnya memperoleh penghasilan terutama dari bekerja yang mengambil upah untuk para pemilik tanah atau para penyewa tanah. Sebagian besar dari mereka atas dasar jangka pendek, dipekerjakan dan dilepas dari hari ke hari. Disamping melakukan pekerjaan yang diupah, buruh harian itu juga melakukan perdagangan kecil-kecilan, menjual pisang, rokok dan hasil pertanian secara kecil-kecilan, menjualnya berdasarkan komisi dan kadang-kadang ada juga dari mereka yang menanami sebidang tanah dengan perjanjian (Sajogyo, 1995: 112).

Dalam tingkah lakunya terhadap orang-orang yang diluar dari kelompoknya, buruh tani biasanya menyerah saja kepada nasibnya, ia ingin memperbaiki keadaannya, tetapi ia tidak tahu caranya, karena itu ia menyerah saja. Kelompok ini biasanya curiga terhadap segala sesuatu yang datang dari luar lingkungannya. Akan tetapi, sekalipun kedengarannya bertentangan, pada akhirnya buruh tani itu paling percaya kepada pertimbangan majikan mereka. Tentu saja kepercayaan itu ada batasnya, tetapi dalam berhubungan dengan mereka, sekurang-kurangnya buruh itu tahu di mana mereka berdiri.

(61)

dalam perjuangan mereka untuk memperbaiki kondisi hidup, tidak diterima. Terbukti bahwa pendapat mereka kurang diperhatikan dibandingkan dengan pendapat majikan. Tidak ada jawaban atau badan pemerintahan yang benar-benar memberikan perhatiannya, baik langsung maupun tidak langsung, kepada buruh tani dan nasibnya. Buruh tani memenuhi kebutuhan hidupnya dari hari ke hari saja dan tidak memperhatikan rencana masa depan misalnya dengan menabung.

Sajogyo memberikan ciri-ciri buruh tani yang bekerja dengan upah harian lepas sebagai berikut :

a. Buruh tani biasanya dipekerjakan oleh tuan tanah besar dengan digaji sebagai pekerja harian.

b. Setelah hasil pertanian dipungut, buruh tani diperbolehkan menanami tanah-tanah itu selama masa sekitar enam bulan sebelum taah ditanami oleh para pemilik lahan.

c. Diwaktu mereka tidak dipekerjakan oleh buruh, para buruh tani melakukan perdagangan kecil-kecilan atau pekerjaan lain yang menghasilkan laba kira-kira sama besarnya dengan gaji mereka.

Kedudukan Sosial :

a. Para buruh tani berada ditingkat terendah dalam lapisan masyarakat. Mereka tidak mungkin jatuh lebih rendah lagi dan mereka tidak mempunyai kedudukan yang akan dipertahankan maupun yang akan hilang. Posisi seperti ini mempunyai pengaruh besar terhadap nilai- nilai norma kelompok itu.

Gambar

Tabel 3
Tabel 5
Tabel 8
Tabel 12
+7

Referensi

Dokumen terkait