KEKERASAN RUMAH TANGGA TERHADAP ANAK
DALAM PRESPEKTIF ISLAM
STUDI KASUS DESA GANDARIA
KECAMATAN MEKAR BARU
TANGERANG BANTEN
Oleh:
Lia Yuliana
NIM:203033202176
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
KEKERASAN RUMAH TANGGA TERHADAP ANAK DALAM PRESPEKTIF ISLAM
STUDI KASUS DESA GANDARIA KECAMATAN MEKAR BARU
TANGERANG BANTEN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana S.Sos
Oleh: Lia Yuliana NIM:203033202176
Di Bawah Bimbingan
Dra. Hj. Hermawati. MA NIP: 150227408
JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul “KEKERASAN RUMAH TANGGA TERHADAP ANAK DALAM PRESPEKTIF ISLAM” telah diujikan dalam sidang munaqasah FakultasUshuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Juni 2008, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata satu (S1) pada jurusan Sosiologi Agama.
Jakarta 17 Juni 2008
SIDANG MUNAQASYAH
Ketua Merangkap Anggota Ketua Merangkap Anggota
Drs. Harun Rasyid, M.Ag Drs. Rofqi Mukhtar, MA
NIP. 19600902 198703 1 001 NIP. 19690822 199703 1 002
Penguji I Penguji II
Dr. Masri Mansor, MA Dra. Ida Rosyidah, MA
NIP. 19621006 199903 1 002 NIP. 19630616 199003 2 002
Pembimbing
KАТА PENGANTAR
Вismillahirrahmanirrahim
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT., atas selesainya skripsi ini, tak ada alasan untuk penulis kecuali mengucapkan syukur atas ridho dan rahmat-Nya. Berkat-Nya lah skripsi ini ada.
Skripsi ini hanya merupakan coretan kecil dalam setiap bagian kehidupanpun merupakan tantangan bagi penulis, di saat pengajuan judul hingga selesainya skripsi ini selalu saja banyak yang menyepelekan dan mengganjal. Penulis tertarik kepada seputar masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Anak. Di samping merupakan bidang bahasan sesuai jurusan, juga merupakan bahasan yang tak kunjung selesai di negara kita ini. Berbagai kasus timbul tenggelam hanya karena permainan segelintir 'Orang Yang Tidak Berprikemanusiaan'. Ketidakadilan penguasa inilah yang menggelitik nalar penulis untuk mengambil Studi Kasus Kekerasan Anak Dalam Rumah Tangga dalam pelanggaran HAM di Indonesia.
Penulis merasa sedih ketika anak di bawah umur ataupun pada saat mereka lahir selalu tertindas dan selalu terlantarkan akibat banyak yang terjadi kekerasan dalam rumah tangga, oleh karena itu pemerintahan yang selalu mementingkan perut mereka sendiri. Penyelesaian itu belum juga muncul sampai saat ini, meskipun, Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kalla berkuasa 3 tahun. Bahkan, malah memperburuk Indonesia setelah kebijakannya menaikkan harga BBM, adanya penggusuran, korupsi merajalela padahal KPK sudah diberikan gaji dari rakyat selangit, pengangguran merata. Intinya tidak ada mengalami perubahan yang signifikan dari semua usaha yang di lakukan oleh negara untuk rakyatnya hingga saat ini.sehingga banyak sekali terjadi kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dan semakin berkepanjangan dan terus menerus ada disetiap rumah tangga.
semoga menjadi wadah inspirasi, khususnya bagi penulis dan umumnya kepada semua mahasiswa Sosiologi Agama. Semoga siapapun yang membacanya tidak pernah rnerasa puas sehingga terus-menerus membaca dan membaca untuk memperdalam mengenai pergulatan Kekerasan Anak Dalam Rumah Tangga melalui karya-karya lain. Namun, bukan juga dengan karya ini penulis tidak bisa melanjutkan pertualangan pendidikan setelah 10 semester penulis merenung. Masih ada hari ini dan hari esok untuk sergera-berjuang-bersama Melalui coretan ini penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua kami yang tercinta Bарак Antajaya (Alm) dan Ibu Aminah terima
kasih atas segala pengorbanan yang ibu dan bapak berikan, semoga Allah selalu memberikan rahmat dan karunianya serta senantiasa Melimpahkan kasih sayang ditengah-tengah keluarga kita, ibu skripsi ini Lia Persembahkan Sebagai Sembah Baktiku.
2. Kakak Lia tersayang Kang Dudun, Kang Mahfud, Kang Juli, Teh Aan, dan
buat kakak ipar lia teh Salsah, bang Faisal Khalid Tarigan, terimaksih atas dukungan moril dan materil, semangat dan doa sampai saat ini. alhamdulilah masili diberikan kesehatan dan tegar dalam menyelesikan skripsi ini., dan Keponakan Lia, Dara Abdilah, Faqih Tadarus Dan Bintang Muharnad Faan Tariqan, keluguan dan kelucuan kalianlah yang menghilangkan dahaga dan penatnya tugas-tugas kuliah.
3. Drs.H.Harun Rasyid M.A., selaku Dekan Program Ekstensi Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat. Makasih раk motivasinya.
4. Jamilah M.Ag., Selaku Sekjur yang tidak pernah bosan menerima keluhan
kami.
5. Drs. Ramlan A.Gani. M.Ag., Selaku Dosen Penasehat Program Ekstensi
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
6. Dra.Hj. Hermawati MA selaku pembimbing skripsi, terimakasih untuk setiap
7. Seluruh Civitas Akademik Ushuluddin, dosen-dosen yang telah mengajar kami, tunduk hormat kami sampaikan atas perjuanganya dalam mengajar kami.
8. Kepada Ka Seto Mulyadi, Ifdal Kasim serta kawan-kawan di Komnas HAM,
YLBHI dan LBHI, terima kasih sedalam-dalamnya, Tanpa semuanya skripsi ini pasti ditolak terus oleh dosenku.
Teman-teman lia, Pada Waktu SMU Nur El Falah, Yang teras memberikan semangat, Umi, Yani, gembul, Gendut, Irey Afri, Ridwan, Ambon, danbuat si manis Nurul Cute, pesannya jangan putusin silaturahmi, sama lia. terima kasih semuanya 10. Kepada Kawan-Kawan Sosiologi Agama, Pemikiran Politik Islam:Hajami, Eva, Canda, Nur Ajijah, Yayah, Farida Warid, Suhadi, Ajat, Syukur, Margono, Engkos Markos tak lupa pula anak-anak Tafsir Hadis yang terus berjuang memberikan semangat kepada penulis Kepada semua pihak yang membantu penulis, namun tidak tercantum di sini, khususnya kepada semua
teman-teman, untaian maaf dan terima kasih tidak lupa penulis
sampaikan.Terakhir, semoga skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan ini bermanfaat (amiin) dan segala masukan, kritik dan saran terhadap skripsi ini penulis nantikan dan harapkan
Ciputat, Semanggi 11/25 21 Maret 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Metodologi Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak ... 16
B. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 22
C. Sebab-sebab Timbulnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 25
BAB III PANDANGAN ISLAM MENYIKAPI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Tuntunan Islam Bagi Orang Tua Dalam Mendidik Anak ... 30
1. Menanamkan Ketauhidan ... 30
2. Mengajarkan Agama ... 31
3. Mendidik Anak... 31
4. Mendidik Kejujuran dan Keadilan ... 33
5. Memberi Contoh keteladaban yang Baik ... 33
6. Perhatian Terhadap Anak-anak di Rumah ... 34
B. Anak dan harta Adalah Ujian ... 34
C. Perlakukan Kekerasan Terhadap Anak di Dalam Islam ... 36
1. Membunuh Anak ... 36
BAB IV GAMBARAN UMUM PELAKU DAN KORBAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA
A. Identitas Keluarga Korban ... 39
B. Identitas Pelaku Tindak Kekerasan Terhadap Anak ... 43
C. Identitas Korban Kekerasan Terhadap Anak ... 45
BAB V ANALISA KEKERASAN RUMAH TANGGA TERHADAP ANAK
A. Faktor yang Menyebabkan Kekerasan di dalam Rumah Tangga
Terhadap Anak ... 48
B. Respon Masyarakat dan Keluarga Yang Ada di Desa Gandaria
Mengenai Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak ... 51
C. Kondisi Anak yang Terkena Kekerasan Dalam Rumah Tangga 54
D. Solusi-solusi Memeecahkan Masalah Kekerasan yang Terjadi
Dalam Keluarga ... 57
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 63
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ketegangan maupun konflik yang terjadi dalam lingkup domestik atau rumah
tangga merupakan suatu hal yang biasa dan lumrah terjadi. Seperti adanya perbedaan
pendapat, pertengkaran dan perdebatan dalam rumah tangga. Akan tetapi jika konflik
tersebut berlanjut dan terus berlangsung maka akan berkembang menjadi tindakan
kekerasan yang selanjutnya akan terjadi sebuah kekerasan domestik. Jika dirunut
dalam sejarah kekerasan dalam keluarga sejak manusia sudah ada di bumi seiring
dengan pertumbuhan peradaban manusia. Akan tetapi bentuk-bentuk KDRT berjalan
sesuai dengan dinamika dalam rumah tangga. Bentuk KDRT pada masyarakat
tradisional berbeda dengan KDRT pada masyarakat modem dewasa ini. Begitu juga
dengan bentuk KDRT pada masyarakat desa berbeda, walaupun ada persamaan . Oleh
karena itu, kasus-kasus KDRT dalam masyarakat tentu berbeda-beda dan bersifatnya
unik.
Tayangan kekerasan dalam lingkup rumah tangga dengan mudah dapat
ditemukan baik pada media elektronik, misalnya televisi dan radio maupun media
cetak, misalnya koran, tabloid dan majalah. Dengan rajin media masa memberitakan
kepada publik kejadian-kejadian seputar kekerasan dalam lingkup keluarga, yang
kadang-kadang mengabaikan etikajumalistik. Akan tetapi terlepas dan itu semua
mana saja dan kapan saja serta terhadap siapa saja. Bahkan KDRT tidak mengenal
usia, pendidikan dan status sosial.
Konsep kekerasan menurut Maggie Human adalah bentuk dari pemerkosaan,
pemukulan, insect, pelecehan seks dan pornografi
1. Secara lebih gamblang deklarasi
PBB tahun 1993, mendefinisikan kekerasan terhadap anak sebagai bentuk tindakan
kekerasan gender yang bisa berakibat kesengsaraan atau penderitaan anak secara
fisik, seksual dan psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan dan
perampasan kernerdekan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di ranah
domestik maupun publik. Sementara itu, menurut John Galtung
2, kekerasan adalah
suatu kelakuan yang menyebabkan realitas aktual seseorang ada di bawah realitas
potensialnya. Artinya, ada sebuah situasi yang menyebabkan segi kemampuan atau
potensi individu menjadi tidak muncul.
3Mengacu kepada definisi di atas, kekerasan merupakan perbuatan di luar
batas-batas kemanusiaan. Hak-hak kemerdekaan baik secara fisik maupun psikis
(perasaan superioritas yang dimanivestasikan dalam sikap suka memaksa
keangkuhan) terenggut oleh arogansi hegemoni pihak lain (pengaruh kekuasaan suatu
negara terhadap negara lain). Kekerasan hanya akan melahirkan kesengsaraan,
bahkan tidak jarang menimbulkan kematian. Sudah banyak temuan penelitian yang
1
Maggie Human, The Didictionary Of Faminist Theory, Exekter: BPCC, 1989 dalam laporan penelitian “Kekerasan Terhadapa Perempuan Daiam Keluarga”: analisa kasus pada beberapa keluarga di wilayah ciputat. Kerjasama PSW lAIN Syarif Hidayatullah dengan Mc Gill Proiect (Jakarta: PSW dan Mc Gill Project, 2007, ) h.7
2
Windu, Marsana, Kekuasaan dan Kekerasan Menuru John Galtung (Yogyakarta: 1992), h.8
3
dilakukan oleh masyarakat, misalnya kelompok akademis, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan investigasi media yang mengungkapkan kekerasan dalam
lingkup keluarga khususnya kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang
tuanya. Kekerasan pada dasamya bisa terjadi sudah ada kapan saja dan oleh siapa
saja. Kekerasan ini bisa saja terjadi di tengah keramaian, baik itu di pasar maupun di
tempat yang sunyi. Akan tetapi, sangat mengherankan apabila kekerasan itu terjadi
dalam sebuah rumah tangga yang seharusnya di dalam rumah tersebut sebagai tempat
curahan kasih sayang antara anak dan orang tuanya. Dan kebanyakan kekerasan ini
dilakukan oleh orang yang terdekat dan sudah dikenal baik oleh korbannya.
Banyak faktor yang menyebebkan terjadinya kekerasan dalam lingkup
keluarga. Di samping faktor penyebabnya sangat beragam bentuk kekerasanpun
berbeda-beda. Bahkan pada kasus-kasus tertentu sangat unik. Walaupun secara umum
kekerasan dalarn lingkup keluarga mempunyai kesamaan.
Faktor penyebab kekerasan dalam keluarga, misalnya dalam sebuah keluarga
sering terjadi pertengkaran yang akhirnya meningkat pada kekerasan fisik maupun
psikis biasanya faktor yang paling dominan sebagal pemicu tindakan kekerasan
tersebut adalah karena faktor ekonomi, di mana faktor ini sangat rentan fungsinya
dalam keluarga.
Kekerasan dalarn rumah tangga adalah perbuatan yang dilakukan seseorang
atau beberapa orang terhadap orang lain, mungkin berakibat kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual dan psikologis, termasuk pula ancaman perbuatan
sewenang-wenang atau adanya penekanan secara ekonomis, yang terjadi di dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga atau dalam istilah lainnya kekerasan domestik adalah
kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga.
Secara spesifik kekerasan terhadap anak berarti segala bentuk kekerasan yang
berdasarkan akibatnya berupa kerusakan, penderitaan fisik, non fisik, seksual,
psikologis pada anak termasuk disini tindakan pemukulan dan ancaman, dan
perbuatan semacam itu, seperti pemaksaan atau perampasan yang semena-mena atas
kemerdekaan, baik yang terjadinya di tempat umum atau bahkan dalam kehidupan
pribadi seseorang.
4Sangat jelas bahwa kekerasan dalam lingkup keluarga dilakukan oleh orang
tua terhadap anaknya dimana proses konstruksi gender dalam struktur sosial sangat
mempengaruhinya. Kalau memang kekerasan terhadap anak diakibatkan oleh
faktor-faktor yang mendorong terjadi kekerasan tersebut dapat dihilangkan karena posisi
laki-laki dan perempuan adalah setara dalam struktur sosial.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat menimpa siapa saja, ibu, bapak, suami,
istri, anak, bahkan pembantu rumah tangga, akan tetapi korban kekerasan dalam
rumah tangga adalah anak. Biasanya hal mi terjadi jika hubungan antara korban dan
pelaku tidak setara. Lazimnya si pealaku kekerasan mempunyai status kekuasan yang
lebih besar, baik dan segi ekonomi, kekuasaan fisik maupun status sioal dalam
4
keluarga. Karena posisi khusus yang dimilikinya tersebut, maka pelaku kerap kali
memaksakan kehendaknya untuk diikuti oleh orang lain. Dan demi mencapai
keinginannyá tersebut, pelaku kekerasan akan menggunakan segala cara bahkan tidak
segan-segân untuk melukai korban.
5Kekerasan terhadap anak dalam keluarga tidak berdiri sendri. Pola alokasi dan
hubungan kekuasaan suami istri mempengaruhi tindakan kekuasan. Kekuasaan yag
dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar sesuai
dengan tindakan yang dikehendakinya.
6Sehubungan dengan uraian di atas maka kekerasan dalam rumah tangga yang
dilakukan oleh ibu dan bapak kepada anaknya menarik untuk diteliti meskipun sudah
banyak penelitian dengan tema-tema yang serupa, namun penelitian ini bertujuan
untuk memperolah atau mendapatkan informasi mengenai KDRT sebagai refleksi
perbedaan antara laki-laki terhadap perempuan sehingga mendorong pembentukan
kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Mengingat dan melihatan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian, serta
waktu yang sangat terbatas maka penelitian yang perlu dilakukan secara spesifik
adalah untuk menjelaskaan, bagaimana kekerasan terhadap anak yang dilakukan o!eh
5
Farha, Ciciek, Ihtiar Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Be/ajar Dan Kehidupan Rasululah Smv (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, 1999) h. 34
6
orang tuanya secara spesifik. Analisa tersebut akan kami uraikan sebagai berikut:
1.
Faktor-Faktor apa yang menyebabkan kekerasan terhadap anak dalam rumah
tangga?
2.
Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga.
3.
Bagaimana kekerasan dalam rumah tangga menurut agama Islam?
4.
Bagaimanakah dampak terhadap anak (korban) kekerasan dalam rumah
tangga?
C.
Tujuan Penelitian
Atas dasar latar belakang masalah di atas, maka tujuan penelitian ini secara
spesifik adalah:
1.
Untuk menemukan faktor-faktor apa yang menyebabkan kekerasan terhadap
anak yang terjadi dalam rumah tangga.
2.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga.
3.
Untuk memahami dampak tindakan kekerasan terhadap anak dalam rumah
tangga.
4.
Untuk mengetahui akibat kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak
(korban).
Adapun manfaat tulisan ini diharapkan kepada anak-anak baik korban maupun
tidak, dapat memahami secara jelas bagaimana bentuk kekerasan tersebut dan tidak
pula tulisan ini dapat dijadikan referensi bagi penulisan selanjutnya. Bagi anak yang
menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga agar dapat komperatif dalam
meneyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan bagi pelaku supaya menjadi
“Peringatan” dan “Pengetahuan” supaya tidak terjebak atau terjerumus pada
kekerasan dalam rumaha tangga
D. Metode Penelitian
a.
Penelitian Ilmiah
Penelitian ini dilakukan di desa gandaria RT. 01 RW O2 kecamatan Mekar
Baru Tanggerang Banten. Pemilihan dan penetapan lokasi ini dengan beberapa
pertimbangan. Pertama, kasus KDRT terhadap anak di tempat tersebut sering terjadi.
Berdasarkan informasi yang berkembang pada masyarakat setempat. KDRT dengan
mudah dapat ditemukan pada beberapa keluarga rumah tangga.
Kedua, dinamika
startifikasi sosial masyarakat setempat sering heterogen (atas, menengah dan bawah).
Ketiga, sebagai orang yang dibesarkan dilokasi penelitian, peneliti ingin
menyumbangkan pemikiran untuk membantu menyelesaikan KDRT khususnya pada
anak, keempat, lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti, sehingga keakraban
peneliti dengan subjek penelitian mudah terjalin dengan balik.
7b.
Teknik Pengumpulan Data
Ilmu Pengetahuan mulai dengan obeservasi dan selalu harus kembali kepada
7
observasi untuk mengetahui kebenaran ilmu itu. Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang kelakukan manusia seperti terjadi dalam kenyataan,
dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan
sosial, yang sukar dengan metode lain. Observasi juga dilakukan bila belum banyak
keterangan dimiliki tentang masalah yang kita selidiki. Observasi diperlukan untuk
menjajakinya dan berfungsi sebagai eksplorasi. Dari hasil ini kita dapat memperoleh
gambaran yang.
Lebih jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara
memecahkanya. Dengan observasi sebagai alat pengukur dan dimaksudkan observasi
yang dilakukan sistematis bukan observasi sambil-sambilan atau bukan secara
kebetulan saja. Dalam observasi ini diusahakan mengamati keadaan yang wajar dan
yang sebenarnya tanpa usaha yang sengaja untuk mempengaruhi, mengatur atau
rnemanipulasinya.
Mengadakan observasi menurut kenyataan, melukisnya dengan kata-kata
secara cermat dan tepat yang diamati, mencatatnya dan kemudian mengolahnya
dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah bukanlah pekerjaan yang mudah
selalu di persoalkan hingga manakah basil pengamatan itu valid dan reliable serta
hingga manakah objek pengamatan itu representative bagi gejala yang bersamaan.
Seseorang peneliti harus melatih dirinya untuk melakukan pengamatan.
Banyak yang dapat kita amati di dunia sekitar kita dimanapun kita berada. Ada
hal-hal yang kita amati, ada juga yang luput dari pengamatan. Apa yang kita amati
berlainan dengan yang diamati orang lain, karena itu kita adakan seleksi tentang apa
pengetahuan kita tentang sesuatu. Sering kita amati hal-hal yang aneh, yang menarik
perhatian, seperti benda baru yang aneh, akan tetapi bukan gejala sosial yang
berkenaan dengan interaksi sosial, pola kekuasaan, perbedaan satatus dan peranan
dan sebagainya.
c.
Indepth Interview.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif (qualitative approach), sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini mengunakan pendekatan studi kasus,
yaitu suatu proses pengkajian dan pengumpulan data secara mendalam dan detail
terhadap seputar kejadian kusus sebagai “kasus”
8kasus yang ditelaah secara
mendalam dalam penelitian ini adalah kekerasan dalam rumah tangga khususnya
terhadap anak.
Studi kasus adalah studi mikro (menyoroti satu atau bebereapa kasus), juga
merupakan strategi penelitian yang bersifat multi-metode.
9Berkaitan dengan strategi
multi-metode dalam menjaring data, studi kasus akan memadukan pengamatan,
wawancara dan analisa dokumen.
10Hal senada dipertegas oleh Merriam (1998 ) dan
Yin (1989 ) dalam Creswell (1995). Studi kasus sebagai strategi untuk menggali
entitas atau fenomena tunggal (kasus) yang dibatasi oleh waktu dan aktifitas (suatu
program, pristiwa, proses, kelembagaan atau kelompok sosial ) dan mendapatkan
informasi yang detail dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
8
S Misbeth, J. dan J. Watt, Studi Kasus Sebuah Panduan praktiis (Jakarta: Gramedia: Widia Sarana Indonesia. 1994) .47
9
Sitorus, Penelitian Kualitatatif Suatu perkenalan; (Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial, Jurusan limu-Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 1998) h. 16
10
selama periode waktu yang berkelanjutan.
11Kekerasan yang dialami oleh beberapa
keluarga khususnya terhadap anak adalahpristiwa yang terjadi dalam masyarakat
yang merupakan fakta sosial. Studi kasus penelitian ini hanya mengugkap dan
menganalisis beberapa pristiwa kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak.
Dalam memilih subjek penelitian harus benar-benar tertuju kepada yang
pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga atau informan informasi dan
masyarakat atau organisasi yang menangani kekerasan dalam rumah tangga tersebut,
peneliti mula-mula mengumpulkan seluruh konsep yang digunakan dalam penelitian,
kemudian menentukan subjek penelitian. Dalam menentukan jumlah subjek
penelitian atau dalam istilah penelitian kuantitatif dikenal dengan sempel-sempel
penelitian kualitalif berbeda dengan penelitian kuantitatif (pengukuran/jumlah).
Penelitian kualitatif (penjabaran/penguraian) tidak bermaksud untuk mengambarkan
karakteristik populasi, melainkan Iebih terfokus kepada representasi terhadap
fenomena sosial. Maka dalam prosedur menentukan jumlah sampling atau informan
yang terpenting adalah bagaimana menentukan informan kunci (key informan) atau
situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang terjun Iangsung ke
lapangan dan mencari subjek yang telah di ketahui
(Field Work)
yang mengunakan
metode kualitatif, yaitu suatu penelitian yang ada hakikatnya mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan
11
tafsir mereka tentang dunia sekitarnya.
12pemilihan pendekatan ini dianggap tapat
karena peneliti ingin meneliti permasalahan ini dalam seting alamiahnya dan
berusaha untuk memaknai dan menafsirkan fenomena yang ada berdasarkan apa yang
dirasakan oleh para informan.
Dengan mengunakan pendekatan kualitatif, peneliti berharap bisa
mendapatkan pemahaman yang mendalam dan murni tentang fenomena yang diteliti
dan ini tidak mungkin diperoleh jika mengunakan pendekatan kuantitatif.
d.
Wawancara
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (bertatap
muka langsung dengan korban Indept Interview).
13Wawancara tersebut dilakukan
secara terstruktur dan lepas. Teknik ini diharapkan dapat membuka tabir dan
mendalami hakikat peristiwa. Kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga sebagai
subjek penelitian. Teknik-teknik penelitian diatas digunakan untuk mengumpulkan
data primer, dimana jenis data tersebut merupakan data studi kasus. Studi kasus
pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dan subjek,
artinya data yang dikumpulkan dalam studi kasus keseluruhan yang terintegrasi.
14Pengumpulan data Primer terhadap informan kunci dilakukan dengan teknik
snow ball (bola salju), yaitu meminta kepada informan untuk memeperkenalkan
kepada informan lainnya hingga peneliti memperoleh keseluruhan pandangan
12
Nasution. S, Metode Penelitian Naturalistik,, Kualitatjf, (bandung: tarsono, 1998 ), h.3 1
13
Denzin, N.K , Interpretatjf Biography: Qualitative Research Method (London, SAGE Publications, 1989) h. 51
14
penelitian. Setelah dapat izin penelitian dan pemerintah setempat, peneliti melakukan
pendekatan kepada subjek penelitian.
Nama informan tidak peneliti cantumkan sesuai namanya, akan tetapi hanya
dalam bentuk inisial. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Walaupun para informan tidak keberatan namanya dicantumkan dengan Iengkap, dan
kemudian cara memilih Informan 15 responden.
e.
Teknik Analisa Data
Data Primer yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian dianalisa dengan
menggunkan metode data kualitatif, yang dimulai sejak hari pertama peneliti
melakukan penelitian. Analisis data terdiri dan tiga alur yang terjadi secara
bersamaan, yaltu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum
yang disebut “analisis”.
1515
Pertama,
redukasi data diartikan sebagai proses
pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
Transformasi data “langsung” “ yang muneul dari catatan- catatan tertulis
dilapangan, berupa catatan harian lapangan. Peneliti menyunting seluruh informasi
untuk melihat kelengkapan data, lalu menganalisisnya sesuai dengan penelitian dan
menyusunnya sesuai dengan urutan kejadian. Misalnya, peneliti menyunting data
tindakan kekerasan yang dialami oleh anak kaitanya dengan kronologis konflik dalam
15
rumah tangga secara berurutan mengklafikasikan data yang sudah ada kepada
bagian-bagiannya.
Kedua,
penyajian data dimaksudkan untuk menyusun sekumpulan
informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Penyajian data
merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data disajikan dalam
bentuk teks naratif.
Agar data yang disajikan dalam bentuk teks naratif tidak tidak
terpencar-pencar dan lompat-lompat, peneliti menyajiakan data dalam bentuk matriks dan
bagian sesuai dengan sub-sub topik penelitian. Penyajian data seperti ini bertujuan
untuk mempermudah dalam memahami dan menganalisis kekerasan dalam rumah
tangga terhadap anak
Ketiga,
penarikan kesimpulan. Dalam penarikan kesimpulan
dilakukan verifikasi (pemeriksaan tentang keberanaran laporan) selama penelitian
berlangsung dengan menghubungkan semua kejadian sosial yang ditemukan di
lapangan.
Pengambilan kesimpulan adalah proses, dimana peneilti dan permulaan
pengumpulan data telah membuat kesimpulan secara longgar, tetapi terbuka dan
sekeptis (ragu-ragu
atau
kurang percaya), kemudian meminjam istilah Gloser dan
Straus yang dikutip oleh Miles dan Guberman- meningkat menjadi lebih rinci dan
mengakar, dengan kokoh. Kesimpulan sementara tersebut di diskusikan kepada
informan kunci.
16. para informan (anak) diminta untuk menginterpretasikan
16
kesimpulan sementara baik sesuai maupun tidak sesuai. Jika interpretasi diungkapkan
menunjukkan kesesuaian, maka temuan tersebut akan menjadi kesimpulan tetap
peneliti. Namun jika interpretasi masih menunjukkan ketidak sesuaian, maka peneliti
akan melakukan kegiatan mencari data, menganalisa dan merumuskan kesimpulan
kembali. Hal ini dilakuakan untuk mendapatkan data dan kesimpulan yang shahih.
Akan tetapi karena keterbatasan waktu yang dimilki oleh penulis dan sulitnya
menemui pelaku (orang tua), maka dalam penelitian ini penulis hanya menfokuskan
kepada korban (anak).
f. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disusun menjadi beberapa bab, dan setiap bab dibagi lagi ke
dalam Sub Bab, dengan perincian sebagai berikut:
BAB I : pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan
Pustaka terdiri dari, Pengertian kekerasan rumah Tangga terhadap anak, Bentuk-bentuk
kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga, Sebab-sebab timbulnya kekerasan terhadap
anak dalam rumah tangga, Solusi islam dalam megatasi kekerasan terhadap anak dalam
rumah tangga. BAB III: Pandangan Islam menyikapi kekerasan dalam rumah tangga. Terdiri
dari tuntunan Islam bagi orang tua dalam mendidik anak, anak dan harta adalah ujian,
perlakuan kekerasan terhadap anak dalam islam. BAB IV : Gambaran Umum terdiri dari,
Pelaku Dan Korban Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga, Identitas keluarga
korban, Identitas pelaku tindak kekerasan terhadap anak, Identitas korban kekerasan terhadap
yang menyebabkan kekerasan rumah tangga terhadap anak, respon masyarakat I keluarga
yang ada di desa gandaria, mengenai kekerasan rumah tangga terliadap anak, kondisi fisik
anak yang terkena korban kekerasan dalam rumah tangga BAB VI : Penutup Terdiri Dan,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kekerasan Rumah Tangga Terhadap Anak
Menurut John Galtung, kekerasan adalah suatu perlakuan yang menyebabkan realitas
aktual seseorang ada dibawah realitas potensial.17 Artinya ada sebuah situasi yang
menyebabkan segi kemampuan atau potensi individu menjadi tidak muncul. Sedangkan
menurut Soetandoyo Wigiusubroto, kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah bersama kekuatanya, entah fisik
maupun non fisik yang superior dengan kesengajaan untuk menimbulkan derita di pihak yang
tengah menjadi objek kekerasan tersebut18.
Dalam defenisi tersebut, konsep kekerasan di lakukan oleh yang superior dan di
lakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan kerugian, mengacu kepada konsep kekerasan
yang digagas oleh beberapa ilmuwan di atas, paling tidak ada empat hal yang menjadi ukuran
dasar kekerasan, yaitu: (1) ada pihak yang dirugikan; (2) ada unsur kesengajaan; (3) pelaku
kekerasan merasa superior; (4) adanya kerusakan semua bentuk kekerasan, baik verbal
maupun non verbal, dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang lain, sehingga
dapat menyebabkan efek negatif secara emosional dan psikologis terhadap orang lain yang
menjadi tujuannya atau sasarannya.
17
Windu Warsan, Kekuasaan dan Kekerasan M enurut Thon Galt ung, (Yogyakart a: Pust aka Pelajar, 1992).h.20
18
Perbuatan yang memiliki aroma kekerasan yang dilakukan oleh siapa pun hanya akan
melahirkan kesengsaraan pihak lain emosional dan psikologis terhadap orang lain yang
menjadi tujuannya atau sasarannya. Perbuatan yang memiliki kekerasan yang dilakukan oleh
siapa pun hanya akan melahirkan kesengsaran pihâk lain. Perilaku kekerasan dapat terjadi di
mana saja, di tempat umum (publik), di sekolah, di kantor dan di rumah, bahkan di tempat
yang seolah-olah tidak mungkin terjadi kekerasan. Kekerasan dalam rumah tangga tentu
berbeda dengan kekerasan di tempat-tempat lain, baik itu pelaku. faktor-faktor penyebab,
proses pembentukan kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan maupun intensitasnya.
Pada tataran ideal, perkawinan adalah jendela penyatuan kasih dan sayang atas dasar
cinta. Ketika dua pasangan manusia memasuki jenjang perkawinan, rasanya tidak mungkin
bahkan secara ekstrim mustahil kasih dan sayang dengan dasar cinta direnggut atau
diporak-porandakan oleh kekerasan.
Tidak jarang keluarga yang pada awalnya (ketika perkawinan) terbentuk dengan
kasih dan sayang berujung dengan kekerasan bahkan kematian pada salah satu pasangannya.
Ternyata bahtera perkawinan sekali pun tidak luput dari “virus” kekerasan. Kekerasan dalam
rumah tangga adalah kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga di mana biasanya yang
berjenis kelamin Laki-laki (suami) menganiaya secara verbal maupun fisik pada yang
berjenis kelamin perempuan atau anak-anak.19
Sedangkan yang termasuk dalam lingkup rumah tangga antara lain, suami, istri,
orang tua dan anak-anak, orang-orang yang mempunyai hubungan darah, orang-orang yang
19
bekerja membantu kehidupan rumah dan orang yang hidup bersama dengan korban atau
mereka yang pernah atau masih tinggal bersama. Dalam suatu keluarga, siapa pun dapat
menjadi objek sasaran kekerasan. Berdasarkan temuan-temuan penelitian, pelaku kekerasan
dalam rumah tangga biasanya mengarah kepada yang berjenis kelamin (Biologis) lakilaki.
Berdasarkan laporan penelitian tersebut, laki-laki menjadi “tertuduh atau terdakwa” sebagai
pelaku kekerasan yang terjadi dalam masyarakat dan rumah tangga.
Kaum feminis mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai setiap tindakan
kekerasan verbal maupun fisik, pemaksaan atau ancaman nyawa yang dirasakan pada seorang
perempuan apakah masih anak-anak atau sudah dewasa yang menyebabkan kerugian fisik
atau psikologis, penghinaan (perampasan kekerasan) dan yang melanggengkan subordinasi
perempuan.20 Pada definisi terakhir ini, kekerasan menekankan pada aspek fisik dan psikis
dan posisi perempuan sebagai pihak subordinat. Jika diruntut dalam sejarahnya, memang
kekerasan itu ada sejak lakI-laki dan perempuan ada di muka bumi, sehingga pada definisi
tersebut seolah-olah subordinasi perempuan sudah sejak lama terbentuk.
Sedangkan menurut Achmad Chusairi mengutip dari Anne Gant (1991), kekerasan
yang sangat berat sebagai pola perilaku menyerang (assaultive) danmemaksa (coersive),
dilakukan oleh orang secara fisik, seksual, psikologis. Dan pemukulan dan pemaksaan secara
ekonomi, yang dilakukan oleh orang dewasa kepada pasangan intimnya.21 Kekerasan rumah
tangga adalah suatu bentuk kekerasan yang tenjadi di lingkup rumah tangga di mana
hubungan antara pelaku dan korban ada dalam ikatan rumah tangga atau perkawinan dan
20
YLBHI, Jurnal Perempuan untuk Pence rahan dan Kesejaht eraan, Hent ikan Kekerasan Perempuan( Jakart a: Yayasan Jurnal Perem puan,2002 ) h. 49
21
tidak dalam hubungan pekerjaan.22 Berdasarkan dua defenisi yang diutarakan oleh Ganl dan
yang dimuat Harian Republika. mengisyaratkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah
dalam posisi hubungan ketidakadilan gender, bukan karena faktor perbedaan biologis antara
laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Merujuk pada Deklarasi PBB pada tahun 1993 .
sebagaimana sudah dijelaskan di atas kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan
seseorang atau beberapa orang terhadap orang lain yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual dan atau psikologis, termasuk ancaman
perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang atau
penekanan secara ekonomis yang terjadi di dalam ruang lingkup rumah tangga.23 Berdasarkan
definisi tersebut, maka lingkup kekerasan meliputi kekerasan fisik, psikologis, psikis, seksual
dan ekonomi. Begitu luas lingkup kekerasan, sehingga dalam kondisi tertentu dalam
kehidupan masyarakat khususnya dalam keluarga. tidak sadar bahwa interaksi sosial mereka
bernuansa kekerasan.
Bahkan bagi masyarakat tertentu bukan dianggap sebagai kekerasan. Yang menjadi
sasaran kekerasan dalam keluarga biasanya perempuan dan anak (istri). Memang mungkin
saja laki-laki (suami) di dalam rumah tangga menjadi korban kekerasan, akan tetapi
berdasarkan laporan Gelles dan Cornell- sebagaimana dikutip oleh Pusat Studi Wanita lAIN
dan Me Gill Project tahun 2000, menunjukkan hampir semua kasus kekerasan yang sangat
berat dialami perempuan, terbukti lewat luka-luka yang diderita para istri, dan anak-anak, bila
22
Harian Republika, Kekerasan dari M ana Datangnya,. Jum at 12 M aret 2004.h. 13 23
ada satu dua kasus laki-laki teraniaya itu biasanva disebabkan oleh bela diri dari pihak
perempuan.
Istilah kekerasan terhadap perempuan (istri) berarti segala bentuk kekerasan yang
berdasarkan gender atau yang disebut pula dengan “gender based violence” yang akibatnya
berupa kerusakan atau penderitaan fisik, non fisik. seksual, psikologis pada perempuan
termasuk tindakan pemukulan dan ancaman-ancaman, paksaan atau perampasan yang
semena-mena atas kemerdekaan, baik yang terjadi di tempat umum atau di dalam lingkungan
kehidupan pribadi seseorang.24 Kata kekerasan memang mengingatkan kita pada sebuah
situasi yang kasar, menyakitkan dan adanva ketidak harmonisan dalam hubungan antara
seseorang dengan orang lain serta dapat menimbulkan efek yang negatif. Namun kebanyakan
orang, hanya memahami kekerasan sebagai bentuk perilaku fisik yang kasar, keras, penuh
dengan kekejaman yang dapat menimbulkan perilaku yang ofensif (menekan), padahal
konsep kekerasan memiliki makna yang luas. Sedangkan menurut Undang-Undang No.23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, KDRT di definisikan
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual. psikologis, dan atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.25.
Yang termasuk lingkup rumah tangga menurut undang-undang tersebut adalah suami.
Istri, anak, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami. Istri. anak dan
24
LBH AFIK, Landasan Aksiidan Deklarasi Beijing Mengutip Dari Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Pasar, (Jakarta: Forum Kumunikasi LSM Perenpuan dan APIK), h. 88
25
orang yang bekerja membantu rumah tangga. Dengan lahirnya Undang-Undang No. 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. tindakan kekerasan dalam
rumah tangga bisa terus ditekan. Dengan aturan ini pula kini perempuan bisa menempuh jalur
hukum bila mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Sehingga KDRT tidak terjadi lagi
dalam negeri tercinta ini.
Di Indonesia prcsentasi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami
peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Bila pada tahun 2001 hanya tercatat 1.253 kasus saja .
maka tahun 2003 angka meningkat menjadi 5.406 kasus. Dan angka tersebut hampir
separuhnya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).26 Angka tersebut hanyalah untuk
kasus yang dilaporkan. Sedangkan kasus-kasus yang hanya disimpan di bawah bantal bisa
jadi jauh lebih besar. Karena korban KDRT lebih memilih untuk diam dikarenakan apabila
mereka membuka kasus sama saja dengan Membuka aib sendiri Berdasarkan temuan data
terbaru (2004), kasus KDRT jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) APIK Jakarta melaporkan sepanjang tahun 2004 telah menerima
pengaduan sebanyak 389 kasus tindakan kekerasan dalam rumah tangga dengan korban
perempuan dan anak-anak, angka-angka tersebut naik sekitar 38,9 persen dibanding tahun
lalu ( 2003 ).27
Jika angka kekerasan khususnya KDRT semakin hari semakin meningkat
-sebagaimana yang dilaporkan oleh harian Republika, maka sepatutnya kita untuk menelaah
lebih jauh kenapa ini bisa terjadi demikian. Kontrol sosial dari seluruh lapisan masyarakat
26
Republika, St op Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakarta Jum ’at . 25 Juni 2004, Tulisan Pert am a
27
dan pemerintah, tentu merupakan usaha-usaha mengurangi bahkan menghapuskan kekerasan
terhadap perempuan yang harus lebih digiatkan. Ketika kekerasan terhadap perempuan itu
terjadi, maka hanya satu kata “hentikan”.
B.Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Secara spesifik bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak tertuang
dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Declaration on the
Elimination of Violence Against Women), yang diadopsi Majelis PBB Tahun 1993, pada
pasal 2 sebagai berikut : (1) tindakan kekerasan secara fisik, seksual, psikologis yang terjadi
dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas anak-anak perempuan
dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan masa kawin (mahar), perusakan
alat kelamin perempuan, praktek-praktek kekejaman tradisional lain terhadap perempuan di
luar hubungan suami-istri, serta kekerasan yang berhubungan dengan eksploitasi. (2)
kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas termasuk
perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di tempat kerja, dalam
lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya. (3) kekerasan secara fisik, seksual dan
psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh negara.28
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam Declaration on the Elimination
of Violence Against Women yang diadopsi Majelis PBB Tahun 1993 memiliki lingkup yang
cukup luas. Kekerasan tidak hanya pada fisik, tetapi juga non fisik yang meliputi kekerasan
psikis atau psikologis, pengekangan akses interaksi sosial. Dan jenis kekerasan lain yang
28
“dibenarkan” oleh Negara.29 Lingkup kategori kekerasan tersebut tentu bertujuan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan kekerasan terhadap perempuan di muka bumi.
Sedangkan Magdalena Sitonis mengelompokan kekerasan menjadi 4 bentuk, (1)
kekerasan secara fisik (physical abuse) misalnya, mulai dari menjambak, memukul,
menampar, menggigit, sampai memotong akses untuk menjaga kesehatan. (2) kekerasan
psikologis (psychological & emotional abuse), misalnya menanamkan perasaan takut melalui
intimidasi, mengancam akan menyakiti menculik, menyekap, ingkar janji, dan merusak
hubungan orang tua dan saudara. (3) kekerasan secara ekonomi (economic abuse) misalnya
membuat tergantung secara ekonomi, melakukan kontrol terhadap penghasilan dan
sebagainya. (4) kekerasan seksual (seksual abuse) misalnya memaksakan dan mendesakkan
hubungan seks seperti melakukan penganiayaan memaksa menjadi pelacur. memaksa seks
dengan orang lain dan sebagainya. Kekerasan bukan hanya kekerasan fisik saja seperti
pemukulan atau tendangan, akan tetapi dapat berbentuk sangat halus dan tidak dapat di lihat
dengan kasat mata seperti kecaman, kata-kata yang meremehkan dan sebagainya. Bahkan
bahasa tubuh yang mempunyai makna mendiskriminasikan, menghina, menyepelekan atau
makna lain yang berarti kebencian adalah termasuk kekerasan. Paling tidak terdapat lima
kategori bentuk kekerasan dalam rumah tangga yaitu, fisik, emosional atau psikologis,
seksual, ekonomi dan sosial.30
Kekerasan fisik biasanya dapat berakibat langsung dan dapat di lihat dengan kasat
mata, seperti adanya memar di tubuh atau goresan luka. Sedangkan kekerasan emosional atau
psikologis tidak dapat menimbulkan akibat langsung, namun dampaknya bisa membuat si
29
. Fathul Djannah dkk. Kekerasan Terhadap Istri. H. 17
30
korban merasa trauma dan putus asa apabila kejadian tersebut berlangsung secara berulang
kali. Kekerasan emosional seperti penggunaan kata-kata kasar yang sifatnya merendahkan
atau mencemoohkan, misalnya “membanding-bandingkan” istri dengan orang lain dan
mengatakan bahwa istri tidak “becus” dalam menjalankan tugasnya dan sebagainya.
C. Sebab-Sebab Timbulnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Terdapat beragam argumentasi yang berkembang pada para ahli menyangkut dengan
terjadinya sumber kekerasan terhadap istri. Menurut Achmad Chusairi, kekerasan terhadap
istri pada rumah tangga disebabkan oleh adanya dominasi sumber ekonomi keluarga,
memiliki persoalan psikis di mana trauma masa kccil dan tinggal dalam Iingkungan dengan
penuh kekerasan.31 Perempuan yang tidak memiliki kemandirian ekonomi maka ia sangat
tergantung pada suaminya. Ketergantungan secara ekonomi menyebabkan suami merasa
berkuasa dan melakukan kesewenang-wenangan, salah satu bentuknya adalah kekerasan
terhadap istri. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas (dalam latar belakang masalah),
hubungan antara gender (perbedaan laki-laki dan perempuan dalam kultural yang dikontruksi
susunan secara sosial) dan kekuasaan diidentifikasikan dengan “siapa memiliki”, “siapa
memutuskan” dan “siapa mendominasi” diantara kedua kategori identitas gender. Kekuasaan
akses terhadap sumber ekonomi menjadi kekuatan tersendiri baik skala makro (negara)
maupun mikro (rumah tangga) mendorong ke ruang kekuasaan. Atau dengan kata lain,
“siapa yang mempunyai sumber ekonomi, maka ia berkuasa”. Dalam rumah tangga, biasanya
yang mempunyai sumber ekonomi adalah suami, sehingga pada gilirannya ia berkuasa.
31
Adanya dua respons yang membuktikan adanya pihak yang dikuasai dan menguasai,
yaitu respons dalam bentuk resistensi (ketahanan) dan berlanjut mendorong penindasan. Pada
posisi inilah seorang istri akan menjadi sasaran kekerasan suami, terutama apabila tidak
terjadi keseimbangan baru yang disepakati oleh semua pihak yang terlibat, maka terjadilah
perubahan sistem kekuasaan32. Suami yang memiliki persoalan psikis, baik tekanan pekerjaan
maupun persoalan pribadi di luar rumah. Persoalan psikis itu mengakibatkan stres yang
berujung pada tindakan kekerasan suami terhadap istri.
Di samping itu, kekerasan yang dilakukan oleh suami hasil ingatan tentang kekerasan
yang di alaminya pada masa kanak-kanak. Suami yang melakukan kekerasan terhadap
istrinya adalah mereka yang pernah menerima perlakuan kekerasan di masa kecilnya baik
oleh orang tuanya maupun lingkungannya. Trauma masa kecil itu kemudian di ulang kapada
istrinya sebagai semacam dendam atas pengalaman yang menyakitkan.33
Penjelasan di atas tidak mencukupi kita untuk menjelaskan fakta KDRT yang sangat
kasuistik, apalagi konteks Indonesia yang sangat pluralistik. Para ahli lainnya menyimpulkan,
dari penelitian mereka, bahwa kekerasan suami terhadap istri juga ditemukan pada keluarga
di mana istri juga sama-sama memiliki penghasilan dan suami yang sehat secara psikis serta
tinggal di lingkungan normal. Oleh karena itu, faktor-faktor penyebab kekerasan dalam
keluarga yang dilakukan oleh suami terhadap istri sangat tergantung pada subjek
penelitiannya. Sehingga apa pun kesimpulannya, tidak dapat digeneralisasi, walaupun
memang ada persamaan-persamaannya.
32
Ibid. h. 55.
33
Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah universal yang melewati
batas-batas negara dan budaya. Studi yang dilakukan di 90 komunitas yang berada di dunia
menunjukan pola tertentu dalam insiden kekerasan terhadap perempuan khususnya istri,
menurut studi tersebut terdapat empat faktor terjadinya kekerasan.34(I) ketimpangan ekonomi
antara perempuan dan laki-laki. (2) penggunaan kekerasan sebagai jalan keluar suatu konflik.
(3) otoritas (kekuasaan) dan kontrol laki-laki dalam pengambilan keputusan. (4)
hambatan-hambatan bagi perempuan untuk meninggalkan setting keluarga. faktor-faktor yang sering
kali tertutup oleh mitos-mitos. Misalnva dominasi laki-laki merupakan indikasi (petuniuk)
kejantanan terhadap perempuan. Sedangkan para ilmuwan antropologi. menyatakan bahwa
kekerasan terbadap perempuan merupakan fungsi dari norma-norma sosial yang telah
terkonstruksi yang menempatkan laki-laki pada posisi dominan dan perempuan pada posisi
yang tersubordinasi. Sebagai studi antropologi. sah-sah saja menyatakan demikian. akan
tetapi sasaran tersebut bukan satu-satunva pemicu kekerasan dalam rumah tangga.
Fathul Djannah dkk, menggolongkan faktor-faktor yang menimbulkan dominasi
suami terhadap istri menjadi duá faktor, pertama faktor eksternal; kedua faktor internal35
Dan dua faktor tersebut, Fathul Djannah dkk, menyimpulkan bahwa secara keseluruhan
terdapat sedikitnya enam faktor yang menyebabkan dominasi suami terhadap istri, yaitu ; (1)
fakta bahwa laki-laki dan perempuan tidak dioposisikan setara dalam masyarakat. (2)
masyarakat masih membenarkan anak laki-laki dengan didikan yang bertumpukan pada
kekuatan fisik, yaitu untuk menumbuhkan keyakinan bahwa mereka harus kuat berani serta
tidak toleran. (3) budaya yang mengkondisikan perempuan atau istri tergantung kepada
34
Juliani Wahjana. Artikel diakses tanggal 22 Desember 2000. Dari http www. NI Ranesi html Kekerasan Perempuan dan Komnas HAM Bagian Kedua h. 2.
35
laki atau suami, khususnya secara ekonomi. (4) adanya persepsi tentang kekerasan yang
terjadi dalam rumah tangga yang di anggap harus ditutup karena tenmasuk privasi suami istri
dan bukan merupakan permasalahan sosial. (5) adanya pemahaman yang keliru terhadap
ajaran agama tentang penghormatan pada posisi suami, tentang aturan mendidik istri dan
tentang ajaran kepatuhan istri terhadap suami. (6) kondisi kepribadian dan psikologis suami
yang tidak stabil (labil).
Bila diperhatikan secara mendalam, penjelasan di atas yang disampaikan oleh para
ilmuwan, perbedaan (laki-laki dan perempuan secara sosial (gender) menduduki peran yang
sangat besar dalam menyumbang KDRT. Untuk merespons cara pandang tersebut, dalam dua
dekade terakhir lahirlah kelompok feminis yang secara khusus menyoroti kedudukan
perempuan dalam masyarakat. Feminis berupaya menggugat kemapanan patriarkhi dan
berbagai bentuk stereotip gender lainnya yang berkembang luas dalam masyarakat. Kaum
feminisme menyatakan bahwa semua manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan seimbang
dan serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan antara satu dengan yang lainnya.36
Perjuangan kaum feminisme tidak henti-hentinya memperjuangkan kesetaraan Gender,
sehingga pada akhirnya tidak terjadi lagi dominasi laki-laki dan perempuan khususnya dalam
rumah tangga. Berdasarkan penjelasan di atas, penyebab kekerasan terhadap perempuan
(istri) bersumber dari dominasi laki-laki terhadap perempuan (istri).
Dominasi laki-laki tethadap perempuan dibentuk oleh beberapa hal, antara lain: (1)
Akses terhadap sumber ekonomi. (2) Tafsir teologi yang bias jender. (3) Kontruksi sosial
yang mendudukan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan (faktor budaya). (4) Fakta bahwa
laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat. (5) Masyarakat masih
36
membenarkan anak laki-laki dengan didikan yang bertumpukan pada kekuatan fisik. (6)
Adanya persepsi tentang kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga yang di anggap harus
ditutup karena termasuk privasi suami istri dan bukan merupakan permasalahan sosial. (7)
Adanya pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama tentang penghormatan pada posisi
suami, tentang aturan mendidik istri dan tentang ajaran kepatuhan istri terhadap suami. (8)
Kondisi kepribadian dan psikologis suami yang tidak stabil (labil).
Posisi suami yang menempati atas (dominasi) pada akhirnya pola kekuasaan dalam
rumah tangga tidak proporsional. Suami mempunyai kekuasaan, sementara istri
tersubordinasi. Kesenjangan dominasi yang timpang dalam rumah tangga mengakibatkan
kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri.37
BAB III
PANDANGAN ISLAM MENYIKAPI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
A. Tuntunan Islam Bagi Orang Tua Dalam Mendidik Anak
Mendidik anak dengan akhlak yang terpuji adalah kewajiban setiap orang tua.
Rasul SAW menyebut hal itu merupakan pemberian orang tua kepada anaknya yang
sangat mahal harganya. Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Tidak ada pemberian orang tua kepada anaknya yang lebih mahal nilainya
dari pada mendidik akhlak karimah”. (.H.R. Bukhari).
37
. Jamhari Ismatu Ropi “ Citra Perempuan Dalam Islam Pandangan Ormas Keagamaan”.
Adapun hal-hal yang sangat perlu lagi penting untuk diterapkan dalam
mendidik anak-anak, di antaranya adalah:
1.
Menanamkan Ketauhidan
Yang pertama kali dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak, adalah
menanamkan ketauhidan sedini mungkin dalam kehidupan sang anak. Tentu saja
orang tua diharapkan dapat menerapkan ajarannya tersebut sesuai dengan tingkat usia
si anak, sehingga apa yang mereka ajarkan dapat diterima si anak dengan baik.
Nilai keesaan Allah SWT hendaklah senantiasa ditanamkan pada hati anak,
sehingga hal itu menjadi satu keyakinan yang menggumpal kokoh, teguh dan kuat
dalam sanubarinya semenjak anak masih kecil. Sabda Rasulullah :
“Ajarilah anak-anak kecilmu kalimah: La ilaha illallah sewaktu mulai bicara,
dan tuntunlah mereka untuk membaca kalimat tauhid tersebut sewaktu menghadapi
kematian”. ( H.R. Hakim).
2.
Mengajarkan Agama
Mengajarkan agama pada anak hendaklah disampaikan dengan cara yang
membuat anak menjadi tertarik. Dari ketertarikannya tersebut akan menyebabkan
anak akan mudah menangkap dan memahami pelajaran yang diberikan kepadanya.
3.
Mendidik Akhlak
Pendidikan akhlak yang diberikan kedua orang tua kepada anak-anaknya,
sesungguhnya merupakan sesuatu yang sangat penting lagi berharga. Bahkan Rasul
SAW telah menegaskan, bahwa tidak ada pemberian orangtua yang paling berharga
Mendidik akhlak untuk anak sesungguhnya merupakan kewajiban mutlak
orang tua terhadap anaknya serta menjadi hak penuh sang anak dari orang tuanya, hal
itu sesuai dengan jawaban yang diberikan Rasulullah SAW ketika beliau mendapat
pertanyaan para sahabat. Pada suatu ketika para sahabat mengajukan pertanyaan
kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, kami telah mengetahui hak orangtua, kemudian
apakah hak kami padanya?” Jawab Rasulullah: “Hendaklah orangtua memberikan
nama yang bagus, dan mendidik dengan baik,” (H.R.Baihaqi)
Beberapa etika yang seharusnya diterapkan pada pendidikan akhlak anak, di
antaranya adalah:
a)
Senantiasa membaca Basmalah sebelum memulai sesuatu pekerjaan
dan mengucapkan Hamdalah setelah mengahiri sesuatu pekerjaan itu.
b)
Senantiasa menggunakan tangan kanan dalam meleksanakan berbagai
kegiatan atau aktifitas yang baik, semisal: memberi, mengambil,
makan, minum dan menulis serta berbagai aktifitas yang baik lainnya.
c)
Membiasakan anak untuk berdoa sebelum dan sesudah melakukan
sesuatu kegiatan.
d)
Membiasakan anak untuk selalu membaca serta mempelajari Al
Qur’an yang terus bertahap sesuai dengan tingkat usianya.
e)
Membiasakan anak untuk selalu mengucapkan salam, baik sebelum
berangkat atau keluar dari rumah serta pula ketika hendak masuk ke
f)
Membiasakan anak untuk diam ketika ayat-ayat Al Qur’an
diperdengarkan dan adzan dikumandangkan.
g)
Mendidik Shalat
Pendidikan orang tua untuk anak-anaknya sejak anak-anak tersebut kecil agar
mengerjakan shalat merupakan suatu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh orang tua.
Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada sekalian kaum muslimin yang
mengaku umat beliau SAW, agar memerintahkan anak-anak muslim untuk
melaksanakan shalat ketika anak-anak itu berumur tujuh tahun.
Sabda Rasulullah SAW: “Perintahkan anak-anakmu untuk melaksanakan
shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka untuk melakukan shalat
ketika berumur sepuluh tahun serta pisahkan masing-masing dari tempat tidur
mereka (anak laki-laki dan perempuan). (H.R. Ahmad dan Abu Dawud).
4.
Mendidik Kejujuran dan keadilan.
Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimanapun juga. Islam sangat
menganjurkan kepada setiap pemeluknya untuk senantiasa bersikap jujur atau
mengatakan sesuatu scara jujur walaupunberat atau pahit resikonya.
Orang tua yang saleh tentu akan senantiasa membiasakan anak-anaknya untuk
berlaku jujur, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Dan yang paling penting,
orang tua hendaknya member contoh akan kejujuran yang dimintanya untuk
sifatnya, akan menunjukan bahwa orang tua tersebut adalah pembohong dan tidak
jujur sifatnya.
Perhatikan wasiat Rasulullah SAW berkut ini:
“Barangsiapa berkata:
Ambillah, kepada anaknya, kemudian tidak memberikan apa-apa kepadanya, maka
hal itu termasuk tindak kebohongan.(H.R. Ahmad)
5.
Memberi Contoh keteladanan yang baik
Anak-anak akan belajar langsung dari hal-hal yang dilihatnya, didengarnya
dan juga dirasakannya secara langsung. Pengarahan yang diberikan orang tua yang
hanya berdasarkan nasehat, petuah atau hal-hal yang lainnya yang berdasarkan lisan
semata, akan sangat tidak berhasil guna jika tidak diikuti oleh tindakan yang nyata
dari orang tua.
6.
Perhatian terhadap Anak-anak di Rumah
Di dalam rumah keluarga muslim setiap anak seharusnya mendapat perhatian
yang lebih dari kedua orang tuanya, agar segala tindak-tanduknya senantiasa dapat
dikontrol.
Seorang kepala keluarga yang lepas kendali dalam mengawasi kelakuan
anak-anaknya hingga mereka melakukan maksiat, maka kelak di akhirat kepada rumah
tangga tersebut akan mendapat dua tuntutan, yakni tuntutan dari anak-anaknya yang
semasa hidup mereka tidak mendapat pengawasan yang baik dan tuntutan dari Allah
SWT perihal tanggung jawab yang diembannya selama ia hidup.
Oleh kerenanya, sebagai pemimpin dimana setiap gerak-gerik maupun
hadapan Allah SWT, sudah seharusnya ia melakukan pengawasan dan perhatian
anak-anaknya tersebut.
38B.
Anak Dan Harta Adalah Ujian
“Sesungguhnya harta benda dan anak-anakmu adalah merupakan ujian, dan
di sisi Allah ada pahala yang besar” (At-Taghabun 15).
Surat yang lain juga menerangkan:
Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman? Janganlah harta-benda dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan siapa-siapa yang berbuat
demikian, itulah orang-orang yang menderita kerugian”. (Al-Munafiqun 9).
38
Di antara sekian banyak rahmat karunia Allah yang dilimpahkanNya kepada
hambaNya terdapatlah dua macam nikmat yang amat disukai, didambakan dan
diperebutkan oleh manusia selama hayatnya.
Yang pertama adalah nikmat harta benda atau kekayaan, dan yang kedua
nikmat berkeluarga. Hidup berkeluarga adalah merupakan sunnatullah yang harus
dijalani oleh umat manusia. Betapa juga banyaknya harta kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang disertai lagi oleh pangkat atau kedudukan yang tinggi dan kemewahan
yang melimpah ruah, namun kedudukan ini akan terasa kosong dan hampa, jika orang
yang bersangkutan tidak mempunyai keluarga atau anak-anak untuk penawar hati
pelibur lara.
Sepasang suami istri yang sudah lama menikah tetapi tidak memperoleh
keturunan, akan selalu merasa kesepian. Mereka rela membuka kalung dari leher,
menjual gelang dan cincin, mengeluarkan biaya berapapun juga besarnya untuk
berobat ke sana ke mari, agar mereka mendapatkan anak. Bila sudah mempunyai
anak, mereka rela pula mengorbankan apa saja demi cinta kasih terhadap anaknya,
sehingga kadang-kadang mereka lupa kepada kesenangan dirinya sendiri. Bagi
sepasang suami istri, tidak ada gunung yang tinggi untuk didaki, lembah yang curam
untuk dituruni, demi cinta untuk keluarganya.
Dengan ayat itu Allah SWT memperingatkan kepada kita bahwa kedua
hanyut sehingga lupa kepada Allah pemberi nikmat, lupa bersukur dan beribadah,
lupa kepada diri sendiri siapa kita ini yang sebenarnya.
39C.
Perlakuan Kekerasan Terhadap Anak Di dalam Islam
1.
Membunuh Anak.
Anak mempunyai hak hidup. Ayah dan ibu tidak boleh merenggut hidupnya si
anak, baik dengan membunuh ataupun dengan menanam hidup-hidup, sebagaimana
yang biasa di lakukan orang-orang arab di zaman jahiliyah. Ketentuan ini berlaku
untuk anak laki-laki maupun wanita. Firman Allah:
Yang artinya : “Janganlah kamu membunuh anak-anakmu lantaran takut
kelapan, kamilah yang akan memberikan rezekikepada mereka maupun kamu,
sesungguhnya membunuh mereka suatu dosa yang besar”. (al. Isra: 31)
Dalam surat berikut juga menjelaskan:
Yang artainya “ Dan apabila diperiksa anak perempuan yang di tanam
hidup-hidup. Sebab dosa apakah dia dibunuh?”. (At-Takwir: 8-9)
39
Kerena dorongan untuk berbuat yang mungkar ini ada kalanya soal ekonomi,
misalnya karena takut kelaparan dan kemiskinan, atau alas an non ekonomis,
misalnya karena takut tercela kalau si anak itu kebetulan perempuan, maka Islam
mengharamkan perbuatan biadab ini dengan sangat keras sekali. Sebab perbuatan
seperti itu dapat memutuskan kekeluargaan dan menyebabkan permusuhan.
2.
Perbedaan Pemberian Kepada Anak-anak.
Seoarang ayah harus menyamakan antara anak-anaknya dalam permberian,
sehingga dengan demikian mereka akan berbuat baik kepada ayah dengan sama.
Di samping itu seorang ayah dilarang mengistimewakan pemberiannya
kepada salah seorang diantara mereka tanpa ada suatu kepentingan yang sangat.
Sebab yang demikian itu akan menjengkelkan hati yang lain. Dan akan mengobarkan
api permusuhan dan kebencian sesame merka. Ibu dalam hal ini sama dengan ayah..
Rasulullah s.a.w bersabda sebagai berikut:
“Berlaku adillah kamu terhadap
anak-anakmu.’ 3 kali” {HR. Ahmad, Nasai dan Abu Daud.}.
40
40
BAB IV
GAMBARAN UMUM PELAKU DAN KORBAN KEKERASAN TERHADAP
ANAK DALAM RUMAH TANGGA
A.
Identitas Keluarga Korban
Gambaran Identitas korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak
sangat penting diketahui. Hal ini untuk melihat sejauh mana perbedaan dan
persamaan identitas pada masing-masing kasus berangkat dari pengetahuan identitas
masing-masing kasus, penelitian akan semakin utuh dalam menjelaskan kekerasan
dalam rumah tangga terhadap anak kasusunya, pada tabel 3 di bawah ini dijelaskan
[image:47.612.112.536.58.637.2]identitas keluarga korban pada masing-masing rumah tangga.
Tabel 1. Identitas Keluaraga Korban
Informan Agama Etnis Jumlah Anak
Kasus 1 Islam Betawi 2 orang laki-laki
Kasus 2 Islam Sunda 1 Orang anak Perempuan
Kasus 3 Islam Betawi 2 Orang Anak Perempuan
Kasus 4 Islam Jawa 1 Orang Anak Laki-laki
Kasus 5 Islam Jawa 1 Orang Anak Perempuan
[image:47.612.130.510.459.675.2]