• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN SUNGAI

ASAHAN SUMATERA UTARA

HAPIZ FAHREZI HSB 090302050

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PERAIRAN SUNGAI

ASAHAN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh:

HAPIZ FAHREZI HSB 090302050

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara

Nama : Hapiz Fahrezi Hsb

NIM : 090302050

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si Rusdi Leidonald, SP,M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Januari 2014

(5)

ABSTRAK

HAPIZ FAHREZI HSB. Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara. Dibimbing oleh MISWAR BUDI MULYA, dan RUSDI LEIDONALD.

Plankton adalah organisma air yang hidup melayang-layang dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Seperti halnya dengan bentos, plankton juga dibagi menjadi fitoplankton (organisma plankton yang bersifat tumbuhan) dan zooplankton (plankton yang bersifat hewan). Keberadaan plankton di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan tersebut. plankton mempunyai batas toleransi tertentu terhadap parameter lingkungan sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada kondisi parameter fisik dan kimia yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2013. Sampel diambil dari empat stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan 4 kali ulangan. Titik pengambilan sampel ditentukan menggunakan Metode Purposive Random Sampling.,

Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 7 kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae, Cyanophyceae, Eulenophyceae, Ulvophyceae dan 12 kelas zooplankton yaitu Branchiopoda, Cladocera, Clitellata, Copepoda, Crustaceae, Filosia, Gastropoda, Lobosea, Monogonta, Oligotrichea Tubulinea, dan Turbellaria..

Nilai total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 2043. 707 ind/l dan nilai total kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 1519.707 ind/l.Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi untuk setiap stasiun terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,206 dan terendah pada stasiun 4 sebesar 0,929.

Analisis korelasi Pearson menunjukkan arus, BOD5, fosfat dan nitrat

berkorelasi positif dengan keanekaragaman plankton sedangkan suhu, kecerahan, DO, dan pH berkorelasi negatif dengan keanekaragaman plankton.

(6)

ABSTRACT

HAPIZ FAHREZI HSB. Plankton Diversity in The Asahan River of North Sumatra. Guided by MISWAR BUDI MULYA, and RUSDI LEIDONALD.

Plankton are organisms living water floating and movement is strongly influenced by water movement. As is the case with the benthos, plankton are also divided into phytoplankton (plankton organisms are plants) and zooplankton (animal plankton that is). The existence of plankton in the waters is largely determined by the physical and chemical conditions of the water. plankton have a certain tolerance limits to environmental parameters so that diversity will be different on the condition of the physical and chemical parameters are different. This research was conducted from April to May 2013. Samples were taken from four observation stations, at each station observations were made 4 replications. Sampling point is determined using purposive random sampling method.,

As the results, seven classes of phytoplankton were found. They were Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae, Cyanophyceae, Eulenophyceae, Ulvophyceae and 12 classes of zooplankton namely Branchiopoda, Cladocera, Clitellata, Copepoda, Crustaceae, Filosia, Gastropods, Lobosea, Monogonta, Oligotrichea, Tubulinea, and Turbellarian,

The highest value of plankton abundance was at station 4 is 2043.707 ind/l and the lowest value of found in station 3 is 1519,707 ind/l. The highest of index (H') founded at stastion 3 is 1.206 and lowest at station 4 is 0,929

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sibuhuan pada tanggal 7 Nopember 1991. Anak keempat dari lima bersaudara ini merupakan putra dari pasangan H. Darman Hsb dan Hj. Pinta Marsaulina Hsb. Pada tahun 2006 penulis diterima di SMA Negeri 1 Barumun dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Program Studi Baru, terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian. Penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Budidaya Air Payau Ujung Batee (BBAP) Aceh Besar pada tahun 2012 dari Bulan Juli sampai Agustus.

Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan praktikum mata kuliah, diantaranya sebagai Staf Kaderisasi Badan Kenaziran Mushola (BKM AL-MUKHLISIN FP USU) periode 2010, anggota Kesehatan Reproduksi angkatan ke-28 (KESPRO) saHIVa USU periode 2012, Kepala Bidang Agama Islam Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMMASPERA) periode 2012-2013, Anggota Komunitas Peduli Hijau Indonesia (KOPHI) angkatan Ke-2 sampai sekarang.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan petunjuknya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda H. Darman Hsb dan Ibunda Hj. Pinta Marsaulina Hsb, yang penuh pengorbanan dalam membesarkan, curahan kasih sayang, serta doa yang tak henti kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta saudara saya Indah Doanita Hsb, Harini Romaito Hsb, Ikhsan Munawir Hsb, dan Fadli Alfarobi terima kasih atas doa, dukungan moril maupun material, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini.

Terlepas dari keterbatasan penulis sebagai makhluk yang lemah, penulis mengemukakan bahwa penyelesaian skripsi ini tidak mungkin tercapai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

(9)

2. Bapak Rusdi Leidonald, SP, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang disela-sela kesibukannya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dharma Bakti, M.S selaku dekan Fakultas Pertanian. 4. Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan.

5. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Pertanian khususnya Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

6. Staf Tata Usaha Fakultas Pertanian Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Kak Nur Asiah.

7. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kotamadya Tanjung Balai yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk pengambilan data dalam melakukan penelitian.

8. Kepala Bappeda yang telah memberi izin penelitian di Kotamadya Tanjung Balai.

9. Pak Udin yang telah memberikan jasa perahu di Sungai Asahan

(10)

Nisa’, Laily Dirda, Rawiyatul Hikmah, Bobby Zhora Walker, Luly Nanda Arista. Terima Kasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya Perairan.

Medan, Januari 2013

(11)

DAFTAR ISI

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai ... 6

Deskripsi Plankton ... 7

Hubungan Fitoplankton dan Zooplankton ... 10

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Plankton ... 10

1. Suhu ... 10

Deskripsi Area Stasiun Penelitian ... 35

a. Stasiun 1 ... 36

b. Stasiun 2 ... 37

c. Stasiun 3 ... 37

(12)

Parameter yang Diukur ... 39

a. Sampel Plankton ... 41

b. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan ... 42

Suhu ... 42

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) ... 52

Indeks Similaritas (IS) ... 53

Indeks Dominansi (D) ... 54

Analisis Korelasi ... 55

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil Identifikasi Plankton ... 47

Nilai Kelimpahan (K) Kelimpahan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) Plankton di Setiap Stasiun Penelitian ... 48

Indeks Keanekaragaman (H’), dan Indeks Dominansi Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian ... 49

Indeks Similaritas (IS) ... 50

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik-Kimia dengan Indeks Keanekaragaman dan Plankton ... 55

Faktor Fisik-Kimia Perairan ... 56

Pembahasan Kelimpahan Plankton (K), Kelimpahan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK)... 59

Indeks Keanekaragaman Plankton (H’) ... 61

Indeks Dominansi (D) ... 63

Indeks Similaritas ... 67

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik-Kimia Dengan Keanekaragaman Plankton ... 68

Parameter Kualitas Air ... 69

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 75

Saran ... 76

(13)

LAMPIRAN  

 

(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Plankton yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Penelitian.. ... 26 2. Nilai Kelimpahan (ind/l), Kelimpahan Relatif (%),

dan Frekuensi Kehadiran (%) Plankton pada Masing-Masing

Stasiun Penelitian... 28 3. Perbandingan Kelimpahan Plankton (K) pada Tiap Stasiun

Penelitian... 32 4. Perbandingan Nilai Indeks Dominansi (D) pada Tiap Stasiun

Penelitian... ... 33 5. Nilai Indeks Similaritas Antar Stasiun Penelitian ... 34 6. Nilai Analisis Korelasi Pearson Faktor Fisik-Kimia dengan

Indeks Keanekaragaman Plankton ... 34 7. Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan pada Masing-Masing Stasiun

Penelitian ... 35 8. Jenis Plankton Jenis Plankton sebagai Bioindikator di Sungai

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4 2. Peta Lokasi Penelitian ... 8 3. Lokasi Stasiun Penelitian a. Stasiun 1 b. Stasiun 2 c. Stasiun 3

d.Stasiun 4 ... 11 4. Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman pada Tiap Stasiun

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan

Oksigen (DO) ... 58

2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ... 59

3. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3) ... 60

4. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO42-) ... 61

5. Nilai Kelimpahan, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Plankton ... 62

6. Foto-Foto Lokasi Penelitian ... 70

7. Foto Plankton yang Diperoleh dari Stasiun Penelitian ... 71

8. Contoh Perhitungan ... 74

(17)

ABSTRAK

HAPIZ FAHREZI HSB. Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Asahan Sumatera Utara. Dibimbing oleh MISWAR BUDI MULYA, dan RUSDI LEIDONALD.

Plankton adalah organisma air yang hidup melayang-layang dan pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air. Seperti halnya dengan bentos, plankton juga dibagi menjadi fitoplankton (organisma plankton yang bersifat tumbuhan) dan zooplankton (plankton yang bersifat hewan). Keberadaan plankton di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan tersebut. plankton mempunyai batas toleransi tertentu terhadap parameter lingkungan sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada kondisi parameter fisik dan kimia yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2013. Sampel diambil dari empat stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan 4 kali ulangan. Titik pengambilan sampel ditentukan menggunakan Metode Purposive Random Sampling.,

Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 7 kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae, Cyanophyceae, Eulenophyceae, Ulvophyceae dan 12 kelas zooplankton yaitu Branchiopoda, Cladocera, Clitellata, Copepoda, Crustaceae, Filosia, Gastropoda, Lobosea, Monogonta, Oligotrichea Tubulinea, dan Turbellaria..

Nilai total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 2043. 707 ind/l dan nilai total kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 1519.707 ind/l.Nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi untuk setiap stasiun terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,206 dan terendah pada stasiun 4 sebesar 0,929.

Analisis korelasi Pearson menunjukkan arus, BOD5, fosfat dan nitrat

berkorelasi positif dengan keanekaragaman plankton sedangkan suhu, kecerahan, DO, dan pH berkorelasi negatif dengan keanekaragaman plankton.

(18)

ABSTRACT

HAPIZ FAHREZI HSB. Plankton Diversity in The Asahan River of North Sumatra. Guided by MISWAR BUDI MULYA, and RUSDI LEIDONALD.

Plankton are organisms living water floating and movement is strongly influenced by water movement. As is the case with the benthos, plankton are also divided into phytoplankton (plankton organisms are plants) and zooplankton (animal plankton that is). The existence of plankton in the waters is largely determined by the physical and chemical conditions of the water. plankton have a certain tolerance limits to environmental parameters so that diversity will be different on the condition of the physical and chemical parameters are different. This research was conducted from April to May 2013. Samples were taken from four observation stations, at each station observations were made 4 replications. Sampling point is determined using purposive random sampling method.,

As the results, seven classes of phytoplankton were found. They were Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Conjugatophyceae, Coscinodiscophyceae, Cyanophyceae, Eulenophyceae, Ulvophyceae and 12 classes of zooplankton namely Branchiopoda, Cladocera, Clitellata, Copepoda, Crustaceae, Filosia, Gastropods, Lobosea, Monogonta, Oligotrichea, Tubulinea, and Turbellarian,

The highest value of plankton abundance was at station 4 is 2043.707 ind/l and the lowest value of found in station 3 is 1519,707 ind/l. The highest of index (H') founded at stastion 3 is 1.206 and lowest at station 4 is 0,929

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai sebagai lingkungan hidup manusia merupakan sumberdaya alam yang dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia. Sungai mempunyai fungsi yang beranekaragam diantaranya untuk keperluan domestik, pertanian, perikanan, irigasi, perindustrian dan tenaga penggerak turbin (Gonawi, 2009).

Peningkatan jumlah penduduk setiap tahun menyebabkan perubahan keadaan lingkungan sekitar. Setiap tahun kondisi pemukiman semakin padat juga akan menyebabkan jumlah dan bentuk kegiatan manusia akan meningkat pula (Muharram, 2006). Sungai Asahan juga dijadikan tempat pembuangan limbah dari kegiatan rumah tangga dan industri. Peningkatan tersebut akan mempengaruhi tingkat penggunaan perairan sungai, baik sebagai sarana dan prasana kegiatan maupun sebagai tempat buangan akhir dari kegiatan-kegiatan tersebut, yang akhirnya perairan sungai akan mengalami degradasi baik secara kualitas yaitu fisik, kimia, dan biologi maupun perubahan kuantitas.

Keberadaan plankton di dalam perairan sangat ditentukan oleh kondisi fisik dan kimia perairan tersebut. plankton mempunyai batas toleransi tertentu terhadap parameter lingkungan sehingga keanekaragamannya akan berbeda pada kondisi parameter fisik dan kimia yang berbeda.

(20)

Fitoplankton berperan sebagai produsen primer yang merupakan mata rantai pertama dalam ekosistem perairan yang berperan dalam mengkonversi energi dari matahari dan senyawa anorganik menjadi bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh biota lain, khususnya zooplankton. Zooplankton memiliki peranan penting karena merupakan mata rantai penghubung antara produsen primer dan biota lain yang memanfaatkan zooplankton. Keberadaan zooplankton dipengaruhi oleh fitoplankton, karena fitoplankton merupakan sumber makanan bagi zooplankton. Selain dipengaruhi oleh fitoplankton, kelimpahan zooplankton dipengaruhi oleh kualitas perairan sebagi pendukung kehidupan plankton (Retnani, 2001).

Faktor fisik-kimia lingkungan terutama unsur hara nitrat dan fospat sangat berpengaruh pada pertumbuhan plankton. Jika terjadi pencemaran oleh kedua unsur tersebut dapat mengakibatkan peledakan jumlah populasi plankton tertentu yang bisa mengeluarkan zat toksin ke dalam perairan. Hal tersebut sangat merugikan bagi organisme yang ada disekitarnya (Wibisono, 2005).

Sungai Asahan sesuai dengan batas administrasi Pemerintah Kota Tanjung Balai memiliki panjang 10.500 m, lebar antara 500 m s/d 750 m dengan kedalaman 6 m. Total panjang sungai Asahan 145.000 m dari Danau Toba, melintasi kota Tanjung Balai dan berakhir di Teluk Nibung, Selat Malaka (www.annpati.com, 2010).

(21)

dan pertumbuhannya. Plankton merupakan organisme yang memiliki batas-batas toleransi tertentu terhadap faktor-faktor fisik dan kimia sehingga akan membentuk keanekaragaman plankton yang berbeda-beda. Data mengenai keanekaragaman plankton di perairan Sungai Asahan belum diketahui, sehingga dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kondisi perairan Sungai tersebut.

Perumusan Masalah

Berbagai aktivitas yang berlangsung di sepanjang perairan Sungai Asahan mengakibatkan perubahan faktor fisik-kimia perairan yang berdampak pada penurunan keanekaragaman plankton yang akan berdampak pada organisme lain yang hidup di perairan tersebut. Di samping itu, belum diketahui keanekaragaman plankton di perairan Sungai Asahan Tanjung Balai.

Berdasarkan berbagai uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana keanekaragaman plankton di perairan Sungai Asahan Sumatera Utara ?

2. Bagaimana hubungan antara keanekaragaman plankton dengan faktor fisik - kima perairan di Sungai Asahan Sumatera Utara ?

3. Bagaimana jenis plankton sebagai bioindikator di Sungai Asahan

Kerangka Pemikiran

(22)

ini dapat memberikan perubahan faktor fisik-kimia perairan yang akan berdampak pada perubahan keanekaragaman plankton di sungai tersebut. Secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Sungai Asahan

Faktor Fisika yaitu : Suhu, Kecerahan, Kecepatan arus

Faktor Kimia yaitu : Oksigen terlarut, BOD5,pH, Fosfat,

Nitrat

(23)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui keanekaragaman plankton di perairan Sungai Asahan Sumatera Utara.

2. Mengetahui hubungan keanekaragaman plankton dengan faktor fisik-kimia perairan di Sungai Asahan Sumatera Utara.

3. Mengetahui jenis plankton sebagai bioindikator di Sungai Asahan

Manfaat Penelitian

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). Di sungai biasanya terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh, tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena umum, yang terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat mempengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi, 2003).

Ekosistem air tawar secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu sungai. Perbedaan utama antara perairan lotik dan perairan lentik adalah arus. Dimana arus pada perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang sangat tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Hutabarat, 2010).

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik). Di sungai biasanya terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh, tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan fenomena umum, yang terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat mempengaruhi oleh ketiga variabel tersebut (Effendi, 2003).

Ekosistem air tawar secara umum dibagi atas 2 yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan mengalir) yaitu sungai. Perbedaan utama antara perairan lotik dan perairan lentik adalah arus. Dimana arus pada perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang sangat tinggi disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Hutabarat, 2010).

(26)

menjadi tiga bagian, yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarithral (bagian tengah dari zona rithral), dan hyporithral (Barus, 2004).

Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Ada dua fungsi utama sungai secara alami yaitu mengalirkan air dan mengangkut sedimen hasil erosi pada daerah aliran sungai dan alurnya. Kedua fungsi ini terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi (Mulyanto, 2007).

Deskripsi Plankton

Plankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang di perairan, mempunyai gerak sedikit sehingga sudah terbawa arus, artinya biota ini tidak dapat melawan arus. Mikroorganisme ini baik dari segi jumlah dan jenisnya sangat banyak dan sangat beraneka ragam serta sangat padat. Selanjutnya diketahui bahwa plankton merupakan salah satu komponen utama dalam sistem mata rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (food web). Mereka menjadi pakan bagi sejumlah konsumen dalam sistem mata rantai dan jaring makanan tersebut (Fachrul, 2007).

Plankton merupakan organisme perairan pada tingkat trofik pertama yang berfungsi sebagai penyedia energi. Plankton dibagi menjadi fitoplankton, yaitu organisme plankton yang bersifat tumbuhan dan zooplankton, yaitu plankton yang bersifat hewan (Barus, 2004).

Menurut Nybakken (1988), bahwa plankton dapat digolongkan berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan antara fitoplankton dan zooplankton. Golongan plankton ini terdiri atas :

(27)

b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran 0.2-2.0 mm. c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran 20 m-0.2 mm. d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran 2 m-20 m. e. Ultraplankton yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2 m.

Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dikenal sebagai holoplankton yaitu plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton yaitu plankton yang hanya sebagian siklus hidupnya bersifat planktonik. Sebenarnya plankton mempunyai alat gerak (misalnya Flagelata dan Ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan melakukan gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut tidak cukup mengimbangi gerakan air sekelilingnya, sehingga dikatakan bahwa gerakan plankton sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Barus, 2004).

Fitoplankton adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang-layang di dalam air, dan mampu melakukan fotosintesis. Kemampuan fitoplankton melakukan fotosintesis dikarenakan sel tubuhnya mengandung klorofil, yang mampu mengubah zat-zat anorganik menjadi zat organik dengan bantuan sinar matahari (Prabandani, 2002).

(28)

Zooplankton ditemukan pada semua kedalaman air, karena mereka memiliki kekuatan untuk bergerak, yang meskipun lemah, membantunya naik ke atas dan ke bawah. Dalam banyak spesies zooplankton, suatu pergerakan tegak adalah biasa serta banyak berirama, dan terjadi setiap hari. Bentuk yang berpindah ini hidup pada kedalaman tertentu selama siang hari, dan naik ke permukaan menjelang malam, serta tenggelam kembali ke kedalaman normal pada pagi hari (Michael, 1994).

Zooplankton di alam cukup banyak jenisnya, baik yang bersifat holoplankton (benar-benar sebagai plankton sepanjang hidupnya) maupun yang termasuk meroplankton (sebagian dari siklus hidupnya termasuk golongan plankton, tetapi bentuk dewasanya bukan sebagai plankton). Yang termasuk golongan meroplankton misalnya larva-larva ikan, larva crustacea dan larva molusca (Wibisono, 2005).

(29)

membutuhkan jumlah oksigen yang banyak dalam proses penguraiannya sehingga dapat mengakibatkan defisit oksigen pada perairan pembuangan limbah cair di daerah ini.

Hubungan Fitoplankton dan Zooplankton

Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton dengan mengemukakan teori grazing, yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh zooplankton. Pertumbuhan fitoplankton adalah mengikuti laju pertumbuhan yang differensial, zooplankton mempunyai siklus reproduksi lebih lambat maka untuk mencapai populasi maksimum akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton (Nybakken, 1988).

Keberadaan zooplakton dipengaruhi adanya fitoplankton yang terdapat di suatu perairan. Di dalam penelitian perairan, plankton (fito dan zooplankton) dapat menentukan kualitas suatu perairan tersebut. pengumpulan sampel dapat dilakukan dengan metode yang terdiri atas pengumpulan sampel, pengawetan, pencacahan, dan analisis statistik (Fachrul, 2007).

(30)

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Plankton 1. Suhu

Secara umum, laju fotosintesa plankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies plankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu (Aryawaty, 2007).

Di dalam kisaran suhu dimana proses-proses kehidupan berlangsung, metabolisme bergantung pada suhu. Pada umumnya, organisme-organisme yang tidak dapat mengatur suhu tubuhnya, proses metabolismenya meningkat dua kali untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C (Nybakken, 1988).

Penelitian sebelumnya di hulu Sungai Asahan yang dilakukan Siregar (2009), menunjukkan suhu pada daerah pemukiman penduduk tinggi yakni 260C. Hal ini disebabkan oleh banyaknya aktivitas masyarakat dan tidak adanya naungan vegetasi (kanopi) di sekitar daerah aliran sungai yang menyebabkan badan air terkena cahaya matahari secara langsung.

2. Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran tranparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003).

(31)

cahaya yang masuk kedalam perairan. Hal ini disebabkan oleh limbah cair yang berasal dari pabrik berwarna kecoklatan yang mengandung banyak bahan yang tersuspensi maupun terlarut yang pada akhirnya akan menghalangi cahaya yang masuk ke dalam badan perairan.

3. Kecepatan Arus

Arus dapat membantu penyebaran dan migrasi horisontal plankton, tetapi jika terlalu kuat dapat mengganggu keseimbangan ekologis

perairan yang sudah terbentuk. Arus sangat berpengaruh terhadap sebaran fitoplankton karena pergerakannya sangat tergantung pada pergerakan air (Romimohtarto dan Juwana, 2004).

Kecepatan arus air dari suau badan air ikut, menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut, penyebaran plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, paling ditentukan oleh aliran air. Tingkah laku hewan air juga ikut ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air (Suin, 2002).

4. Oksigen Terlarut

(32)

yang dalam proses penguraiannya banyak membutuhkan oksigen. Limbah jenis ini umumnya berasal dan kegiatan-kegiatan penduduk (Aryawaty, 2007).

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi, 2003).

5. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dalam hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari senyawa organik diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD

5 adalah jumlah senyawa organik yang akan

diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut, dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Simanjuntak, 2010).

Kebutuhan oksigen biologi suatu badan air adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat di dalamnya untuk bernafas selama 5 hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh air (DO0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air

yang telah disimpan selama 5 hari (DO5 hari). Selama dalam penyimpanan itu,

(33)

itu semua organisme yang berada dalam contoh air itu bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Suin, 2002).

Hasil penelitian yang dilakukan Siregar di hulu Sungai Asahan menunjukkan hasil bahwa daerah yang terdapat adanya pemukiman dan pertambakan ikan lebih tinggi nilai BOD5nya sedangkan daerah kontrol atau tanpa

aktivitas rendah nilai BOD5nya. Hal ini disebabkan banyaknya kandungan

senyawa organik dan anorganik pada daerah adanya pemukiman dan pertambakan ikan sehingga membutuhkan oksigen yang banyak untuk menguraikannya. Sedangkan rendahnya nilai BOD5 pada daerah tanpa adanya aktivitas disebabkan

banyaknya tumbuhan air seperti Eichornia crassipes, dan Ipomea aquatica yang mampu menyerap langsung senyawa organik seperti nitrat dan fosfat sehingga tidak perlu diuraikan oleh mikroorganisme pengurai.

6. Derajat Keasaman (pH)

Pada daerah yang tidak ada aktivitas maka nilai pH akan tinggi karena belum ada terjadi penguraian yang menghasilkan CO2 sedangkan daerah yang

terdapat berbagai aktivitas yang menghasilkan senyawa organik maupun organik yang selanjutnya mengalami penguraian akan mengalami penurunan pH (Siregar, 2009).

(34)

mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

Menurut Sirait (2011), yang melakukan penelitian di Sungai Batang Toru, bahwa perairan yang terdapat adanya pemukiman memiliki nilai pH yang tinggi yakni 7,4. Hal ini disebabkan adanya buangan deterjen dan shampoo yang akan menaikkan pH air sehingga menggangu kehidupan mikroorganisme air.

7. Fosfat

Fosfor banyak digunakan sebagai pupuk, sabun atau detergen, bahan industri keramik, minyak pelumas, produk minuman dan makanan, katalis dan sebagainya. Kadar fosfat yang diperkenankan pada perairan alami berkisar antara 0,005-0,02 mg/liter P-PO4 (Effendi 2003).

Fospat merupakan unsur penting dalam air. Fospat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).

8. Nitrat

(35)

dikarenakan oleh limbah domestik yang masuk ke sungai lebih banyak kandungan senyawa anorganiknya dibanding senyawa organiknya.

(36)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2013 di sepanjang hilir Sungai Asahan Tanjung Balai (Desa Rintis sampai Desa Pulau Simardan) sedangkan pengukuran sampel parameter kualitas air dilakukan di Pusat penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL) dan identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium MSP Terpadu.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5 liter, plankton net no. 25, keping secchi, botol sampel, botol film, gabus, pipet tetes, cool box, object glass, spuit, alat tulis, GPS (Global Positioning System), kamera digital, botol winkler, mikroskop cahaya, Sedgwick Rafter dan peralatan analisa kualitas air seperti termometer, pH meter dan spektrofotometer.

Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya adalah larutan Lugol 10%, KOH-KI, MnSO4, H2SO4, Amilum, dan Na2S2O3, es, dan kertas label.

Metode Penelitian

(37)

Deskripsi Area Stasiun Penelitian

a. Stasiun 1

Stasiun ini terletak di Desa Rintis, Kelurahan Perjuangan, Kotamadya Tanjung Balai yang secara geografis terletak pada 020 59.929’ LU & 099 48.902’ BT. Daerah ini merupakan daerah pelelangan ikan.

b. Stasiun 2

Stasiun ini terletak di Desa Sei Merbau, Kelurahan Kapias Pulau Buaya, Kotamadya Tanjung Balai, yang secara geografis terletak pada 020 59.510’ LU & 0990 48.207” BT. Daerah ini terdapat pipa pembuangan limbah cair pabrik kelapa (industri kopra).

c. Stasiun 3

Stasiun ini terletak di Desa Esdengki, Kelurahan Kapias Pulau Buaya, Kotamadya Tanjung Balai, yang secara geografis terletak pada 02058.451’ LU & 0990 48.450’ BT. Daerah ini dijumpai aktivitas domestik seperti mandi, cuci dan kakus (MCK).

d. Stasiun 4

Stasiun ini terletak di Desa Pulau Simardan, Kotamadya Tanjung Balai, yang secara geografis terletak pada 02057.798” LU & 099048.854’ BT. Daerah ini merupakan daerah tanpa aktivitas rutin, lingkungan masih berupa semak beluar sehingga dijadikan kontrol.

(38)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian.

a. b.

c. d.

(39)

Parameter yang Diukur a. Sampel Plankton

Pengambilan sampel plankton dilakukan langsung di tempat penelitian Prosedur pengambilan sampel plankton yakni sampel air dari permukaan diambil dengan menggunakan ember kapasitas 5 liter sebanyak 25 liter, kemudian dituang kedalam plankton net. Sampel plankton yang terjaring akan terkumpul dalam bucket yang bervolume 50 ml, selanjutnya dituang ke dalam botol film dan diawetkan dengan menggunakan lugol sebanyak 3 tetes dan diberi label.

Sampel diambil 1 ml menggunakan pipet tetes lalu dituang dan diamati menggunakan Sedgwick Rafter berupa gelas preparat yang berbentuk empat persegi panjang dan terdapat lekukan dengan panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1 mm kemudian ditutup menggunakan object glass. Pengamatan dilakukan dengan tiga kali ulangan dan diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi Needham (1962), Edmondson (1963), dan Mizuno (1979).

b. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup:

Suhu

(40)

Penetrasi Cahaya

Diukur menggunakan keping secchi yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping secchi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH diukur menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut. Pengukuran pH dilakukan setiap pengamatan di lapangan.

DO (Dissolved Oxygen)

Dissolved oxygen (DO) diukur menggunakan metoda winkler. Sampel air diambil dari permukaan perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Pengukuran DOdilakukan pada awal dan akhir penelitian. Bagan kerja pengukuran DO dapat dilihat pada Lampiran 1.

BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metoda winkler.

Pengukuran BOD5 dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Sampel air yang

diambil dari permukaan perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Kemudian diinkubasi selama 5 hari dalam suhu 20 0C. Kemudian dilakukan pengukuran nilainya seperti bagan kerja pengukuran DO. Bagan kerja pengukuran BOD5 dapat

(41)

Kecepatan Arus

Pengukuran kecepatan arus menggunakan benda yang mengapung seperti gabus dengan cara yang paling sederhana. Diambil jarak 10 m antara satu titik dengan titik yang lain Kemudian gabus, diletakkan mengikuti arus pada titik awal, lalu stopwatch dihidupkan sampai melewati titik akhir. Kemudian dicatat waktu tempuh gabus. Pengukuran kecepatan arus dilakukan tiap stasiun dan setiap pengamatan di lapangan.

Fosfat

Pengambilan air dilakukan di lapangan dengan cara sampel air diambil sebanyak 1 liter menggunakan botol sampel pada permukaan air kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisa menggunakan spektrofotometer. Pengukuran fosfat dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

Nitrat

Pengambilan air dilakukan di lapangan dengan cara sampel air diambil sebanyak 1 liter menggunakan botol sampel pada permukaan air kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisa menggunakan spektrofotometer. Pengukuran nitrat dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

Analisis Data

Kelimpahan Plankton (K)

(42)

 

Keterangan :

N = jumlah sel per liter (ind/l)

n = jumlah sel yang diamati atau didapat Vr = volume air tersaring (ml)

Vo = volume air yang diamati (ml) Vs = volume air yang disaring (l)

Kelimpahan Relatif (KR)

  Menurut  Barus (2004), perhitungan kepadatan relatif dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR > 10 %.

Frekuensi Kehadiran (FK)

Menurut Barus (2004), frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan, yang dapat dihitung, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

 

Keterangan nilai FK : 0 – 25 % = Kehadiran Sangat Jarang 25 – 50 % = Kehadiran Jarang

50 – 75 % = Kehadiran Sedang 75 = 100 % = Kehadiran Absolut

Indeks Keanekaragaman Shannon–Wienner (H’)

(43)

satu atau dua jenis individu plankton Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah persamaan Shanon-Wiener, dengan rumus :

        

Keterangan : H’ = indeks diversitas Shannon-Wienner pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu S = jumlah genera

Keterangan :

H’<1 = Keanekaragaman rendah (Komunitas biota tidak stabil)

1<H’<3 = Keanekaragaman sedang (Stabilitas komunitas biota sedang)

H’>3 = Keanekaragaman tinggi (Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima).

Indeks Similaritas (IS)

Menurut Barus (2004), untuk melihat tingkat kesamaan dari 2 sampling area yang berbeda, dapat dilakukan dengan menggunakan indeks similaritas yaitu:

         

Keterangan : a = jumlah spesies pada lokasi a b = jumlah spesies pada lokasi b

c = jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b Keterangan : IS = 75-100% : sangat mirip

IS = 50-75% : mirip IS = 25-50% : tidak mirip IS = ≤ 25% : sangat tidak mirip

Indeks Dominansi (D)

(44)

         

Keterangan :

D = indeks dominansi simpson ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu S = jumlah genera Keterangan :

D = 0, berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan

stabil.

D = 1, berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi tekanan ekologi (stres).

Analisis Korelasi

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil Identifikasi Plankton

Dari penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Asahan diperoleh hasil sebanyak 57 genus plankton yang terdiri dari 45 genus fitoplankton dan 12 genus zooplankton. Klasifikasi plankton yang diperoleh setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Plankton yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Penelitian

Kelas No. Famili No. Genus

Fitoplankton Bacillariophyceae 1. Achrantaceaea 1. Coconeis

2. Berkeleyaceae 2. Climaconeis

3. Chaetoceraceae 3. Rhizosolenia

4. Bacteriastrum

4. Cymbellaceae 5. Cymbella

5. Fragillariaceae 6. Diatoma

7. Fragillaria

8. Synedra

6. Melosiraceae 9. Melosira

7. Naviculaceae 10. Gyrosigma

Chlorophyceae 10. Cladophoraceae 17. Cladophora

11. Desmidiaceae 18. Closterium

19. Staurastrum

12. Gonatozygaceae 20. Gonatozygon

13. Hydrodictyaceae 21. Pediastrum

14. Microsporaceae 22. Microspora

15. Scenedesmaceae 23. Scenedesmus

16. Volvocales 24. Oedogonium

25. Pandorina

Conjugatophyceae 17. Zygnemataceae 26. Mougeotia

27. Spirogyra

Coscinodiscophyceae 18. Aulacoseiraceae 28. Aulacoseira

19. Biddulphyceae 29. Isthmia

30. Terpsinoe

20. Coscinodiscoceae 31. Coscinodiscus

21. Heliopeltaceae 32. Actynopthycus

22. Paraliaceae 33. Paralia

23. Stephanodiscaceae 34. Cyclotella

35. Stephanodiscus

24. Thalassiosiraceae 36. Thalassiosira

(46)

Tabel 1. Lanjutan

Cyanophyceae 26. Chroococcaceae 38. Dactylococopsis

27. Nostocaceae 39. Anabaena

41. Oscillatoria

42. Spirulina

29. Prasiolaceae 43. Hormidium

Euglenophyceae 30. Phacaceae 44. Phacus

Ulvophyceae 31. Ulothricaceae 45. Ulothrix

Zooplankton Branchiopoda 32. Chirocephalidae 46. Eubranchipus

Cladocera 33. Daphnidae 47. Daphnia

Clitellata 34. Tubificidae 48. Tubifex

Copepoda 35. Calanoida 49. Nauplius

Crustaceae 36. Cyclopidae 50. Cyclops

Filosia 37. Eugliphidae 51. Euglypha

Gastropoda 38. Cavollinidae 52. Creseis

Lobosea 39. Centropxyidae 53. Centropyxis

Monogonta 40. Branchionidae 54. Keratella

Oligotrichea 41. Rhabdonellidae 55. Rhabdonella

Tubulinea 42. Acellidae 56. Arcella

Turbellaria 43. Planariidae 57. Planaria

Dari Tabel 1 diatas diketahui bahwa fitoplankton yang paling banyak diperoleh termasuk ke dalam kelas Bacillariophyceae yang terdiri dari 9 famili dan 16 genus, sedangkan zooplankton yang diperoleh terdiri dari 12 kelas, 12 famili, dan 12 genus.

Nilai Kelimpahan (K). Kelimpahan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Plankton di Setiap Stasiun Penelitian

(47)
(48)

Tabel 5. Lanjutan

20 Gonatozygon 192.707 9.283 100 167.707 10.608 100 73.707 4.904 100 28.707 1.416 56

21 Pediastrum 103.707 4.996 78 64.707 4.093 89 28.707 1.910 44 66.707 3.291 100

22 Microspora 22.707 1.094 44 18.707 1.183 22 20.707 1.378 33 19.707 0.972 11

23 Scenedesmus 21.707 1.046 33 0 0 0 17.707 1.178 11 20.707 1.022 33

24 Oedogonium 0 0 0 30.707 1.942 22 34.707 2.309 33 20.707 1.022 22

25 Pandorina 0 0 0 17.707 1.120 11 17.707 1.178 11 18.707 0.923 11

C Conjugatophyceae 0

26 Mougeotia sp. 20.707 0.997 22 0 0 0 22.707 1.511 44 17.707 0.874 11

27 Spirogyra sp. 28.707 1.383 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0

D Coscinodiscophyceae 0

28 Aulacoseira sp. 58.707 2.828 67 102.707 6.496 100 31.707 2.110 56 82.707 4.080 100

29 Isthmia sp. 73.707 3.550 100 265.707 16.806 100 344.707 22.935 100 263.707 13.010 100

30 Terpsinoe sp. 48.707 2.346 89 24.707 1.563 56 25.707 1.710 67 62.707 3.094 100

31 Coscinodiscus sp. 658.707 31.730 100 300.707 19.020 100 315.707 21.005 100 741.707 36.591 100

32 Actynoptychus sp. 18.707 0.901 22 20.707 1.310 44 20.707 1.378 33 17.707 0.874 11

33 Paralia sp. 21.707 1.046 44 17.707 1.120 11 20.707 1.378 44 18.707 0.923 22

34 Cyclotella sp. 370.707 17.857 100 207.707 13.138 100 99.707 6.634 100 217.707 10.740 100

35 Stephanodicsus sp. 0 0 0 17.707 1.120 11 17.707 1.178 11 0 0 0

36 Thalassiosira sp. 18.707 0.901 0 0 0 0 27.707 1.843 44 58.707 2.896 67

37 Triceratium sp. 21.707 1.046 44 21.707 1.373 33 20.707 1.378 33 29.707 1.466 56

E Cyanophyceae 0

38 Dactylococopsis 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17.707 0.874 11

(49)

Tabel 2. Lanjutan

40 Lyngbya 18.707 0.901 0 23.707 1.499 22 17.707 1.178 11 0 0 0

41 Oscillatoria 40.707 1.961 78 74.707 4.725 100 65.707 4.372 78 34.707 1.712 44

42 Spirulina 19.707 0.949 22 17.707 1.120 11 18.707 1.245 22 19.707 0.972 33

43 Hormidium 37.707 1.816 56 0 0 0 17.707 1.178 11 49.707 2.452 11

F Euglenophyceae 0

44 Phacus 20.707 0.997 33 0 0 0 0 0 0 18.707 0.923 11

G Ulvophyceae

45 Ulothrix 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20.707 1.022 33

ZOOPLANKTON

46 Eubranchipus 18.707 0.901 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0

47 Daphnia 19.707 0.949 22 21.707 1.373 33 0 0 0 0 0 0

48 Tubifex 18.707 0.901 22 0 0 0 27.707 1.843 67 0 0 0

49 Nauplius 17.707 0.853 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0

50 Cyclops 20.707 0.997 33 0 0 0 0 0 0 0 0 0

51 Euglypha 20.707 0.997 33 18.707 1.183 22 18.707 1.245 22 0 0 0

52 Creseis 39.707 1.913 89 33.707 2.132 67 89.707 5.969 89 23.707 1.170 33

53 Centropxis 18.707 0.901 11 0 0 0 19.707 1.311 33 18.707 0.923 22

54 Keratella 18.707 0.901 22 0 0 0 0 0 0 20.707 1.022 44

55 Rhabdonella 18.707 0.901 22 0 0 0 0 0 0 20.707 1.022 22

56 Arcella 18.707 0.901 22 17.707 1.120 11 0 0 0 18.707 0.923 22

57 Planaria sp. 18.707 0.901 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL 2092.707 100.805 2088.888 1597.707 101.057 1688.888 1519.707 101.112 1844.444 2043.707 100.824 1911.110

(50)

Dari Tabel 2. diketahui bahwa stasiun 1 memiliki total kelimpahan sebanyak 2092.707 ind/l, yang terdiri dari 50 genus. Genus yang memiliki kelimpahan tertinggi adalah pada genus Coscinodiscus sebesar 658.707 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 31.730% dan frekuensi kehadiran sebesar 100%, kemudian diikuti oleh genus Cyclotella dengan kelimpahan sebesar 370.707 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 17.857%, dan frekuensi kehadiran sebesar 100%, sedangkan yang memiliki kelimpahan terendah adalah pada genus Navicula, Stauroneis, Skletonema, Nauplius, Anabaena dan Nauplius dengan nilai kelimpahan masing-masing sebesar 17.707 ind/l, kelimpahan relatif sebesar 0.853%, dan frekuensi kehadiran 11%.

Pada Stasiun 2 diperoleh total kelimpahan sebesar 1597.707 ind/l, dengan jumlah genus sebanyak 37. Pada stasiun 2 genus yang memiliki kelimpahan tertinggi adalah pada genus Coscinodiscus sebesar 300.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif 19.020%, dan frekuensi kehadiran 100%, kemudian diikuti oleh genus Isthmia dengan kelimpahan sebesar 265.707 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 16.806% dan frekuensi kehadiran 100%.

Pada stasiun 2 kelimpahan terendah pada genus Climaconeis, Rhizosolenia, Nitzschia, Pandorina, Paralia, Spirulina, Stephanodiscus, Spirulina dan Arcella dengan masing-masing kelimpahan sebesar 17.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif sebesar 1.120%, dan frekuensi kehadiran 11%.

(51)

Coscinodiscus dengan kelimpahan sebesar 315.707 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 21.005% dan frekuensi kehadiran 100%.

Pada stasiun 3 kelimpahan terendah pada genus Rhizosolenia, Scenedesmus, Pandorina, Stephanodiscus, Lyngbya, dan Hormidium dengan masing-masing kelimpahan sebesar 17.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif sebesar 1.178%, dan frekuensi kehadiran 11%.

Pada Stasiun 4 memiliki total kelimpahan sebesar 2043.707 ind/l, dengan jumlah genus sebanyak 42. Pada stasiun 4 genus yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi adalah pada genus Coscinodiscus sebesar 741.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif 36.591%, dan frekuensi kehadiran 100%, kemudian diikuti oleh genus Isthmia dengan kelimpahan sebesar 263.707 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 13.010% dan frekuensi kehadiran 100%.

Pada stasiun 4 kelimpahan terendah pada genus Rhizosolenia, Fragillaria, Mougeotia, Actynoptychus, Dactylococopsis, dan Anabaena dengan masing-masing kelimpahan sebesar 17.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif (KR) sebesar 0.874%, dan frekuensi kehadiran 11%.

Dari keempat stasiun penelitian dapat diketahui bahwa stasiun yang memiliki kelimpahan genus tertinggi yaitu pada stasiun 1 sebanyak 2092.707 ind/l. Perbandingan kelimpahan seluruh genus plankton ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Kelimpahan Plankton (K) pada Tiap Stasiun Penelitian Stasiun

1 2 3 4

(52)

1.181 1.17 1.206

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Inde

Indeks Keanekaragaman (H’), dan Indeks Dominansi Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Dominansi (D) plankton pada tiap stasiun terlihat bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,206 dan nilai indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 0,929 Perbandingan Nilai indeks keanekaragaman dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman pada Tiap Stasiun Penelitian

Nilai indeks dominansi yang diperoleh dari keempat stasiun penelitian berkisar antara 0,116-0,173. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 0,173, sedangkan nilai indeks dominansi terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 0,116. Perbandingan nilai indeks ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Nilai Indeks Dominansi (D) pada Tiap Stasiun Penelitian

Stasiun 1 2 3 4

(53)

Indeks Similaritas (IS)

Nilai indeks similaritas antar stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Indeks Similaritas Antar Stasiun Penelitian

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Stasiun 1 73.809% 77.272% 81.318%

Stasiun 2 77.922% 81.081%

Stasiun 3 83.950%

Stasiun 4

Dari Tabel 5. diketahui bahwa indeks similaritas yang diperoleh pada stasiun 1 dan 2 tergolong mirip yakni sebesar 73.809%. Untuk stasiun 1 dan 3, stasiun 1 dan 4, stasiun 2 dan 3, stasiun 2 dan 4 dan stasiun 3 dengan 4 tergolong sangat mirip, masing-masing sebesar 77.272%, 81.318%, 77.922%, 81.081%, dan 83.950%.

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik-Kimia Dengan Indeks Keanekaragaman Plankton

Berdasarkan pengukuran faktor fisik-kimia perairan yang telah dilakukan pada stasiun penelitian dan dikorelasikan dengan indeks keanekaragaman (Diversitas Shannon-Wiener) maka diperoleh nilai korelasi seperti terlihat pada Tabel 6. berikut ini:

Tabel 6. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Plankton

H’ Suhu Kecerahan Arus DO BOD5 pH Fosfat Nitrat

H’ 1 -0.501 -0.883 0.641 -0.941 0.814 -0.856 0.741 0.614

Keterangan : H’ = Keanekaragaman

(54)

Faktor Fisik-Kimia Perairan

Berdasarkan hasil pengamatan kondisi Perairan Sungai Asahan diperoleh nilai faktor fisik-kimia yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Faktor Fisik-Kimia Perairan pada Masing-Masing Stasiun Penelitian

Kisaran 27-30 28-30 27-30 28-29

Rata-Rata 28.69 28.83 28.31 28.80

2. Kecerahan cm 17.81

Kisaran 9.5-38.5 6-24.5 4-29.5 12.5-33

Rata-Rata 19.36 13.89 12.61 25.41

3. Kecepatan

Kisaran 0.142-0.149 0.138-0.142 0.124-0.135 0.118-0.123

Rata-Rata 0.145 0.14 0.129 0.120

8. Nitrat mg/l 1.455

Kisaran 1.532-1.602 1.456-1.489 1.372-1.453 1.326-1.412

Rata-Rata 1.567 1.472 1.412 1.369

Keterangan:

a. Stasiun 1 : Daerah Pelelangan Ikan dan Aktivitas Kapal b. Stasiun 2 : Pembuangan Limbah Kopra

c. Stasiun 3 : Aktivitas Domestik dan Daerah Pemukiman d. Stasiun 4 : Kontrol atau tanpa aktivitas

Pembahasan

Kelimpahan Plankton (K), Kelimpahan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK)

(55)

oleh genus Cyclotella dengan kelimpahan sebesar 370.707 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 17.857%, dan frekuensi kehadiran sebesar 100%. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi perairan pada stasiun 1 sangat baik untuk kehidupan kedua genus plankton tersebut. Suin (2002), apabila didapatkan nilai KR >10% dan FK >25% menunjukkan bahwa habitat tersebut dapat mendukung kehidupan dan perkembangbiakan genus tersebut.

Sedangkan yang memiliki kelimpahan terendah pada stasiun 1 didapatkan pada genus Navicula, Stauroneis, Skletonema, Nauplius, Anabaena dan Nauplius dengan nilai kelimpahan masing-masing sebesar 17.707 ind/l, kelimpahan relatif sebesar 0.853%, dan frekuensi kehadiran 11%. Hal ini dapat disebabkan kondisi fisik kimia perairan tersebut tidak cocok bagi pertumbuhan genus tersebut. Menurut Suin (2002), pola penyebaran plankton di dalam air tidak sama. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan oleh adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor-faktor lainnya di kedalaman air yang berbeda.

(56)

di perairan. Unsur nutrisi berupa nitrogen dan fospor yang terakumulasi dalam suatu perairan akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi plankton.

Pada stasiun 2 kelimpahan terendah pada genus Climaconeis, Rhizosolenia, Nitzschia, Pandorina, Paralia, Spirulina, Stephanodiscus, Spirulina dan Arcella dengan masing-masing Kelimpahan (K) sebesar 17.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif sebesar 1.120%, dan frekuensi kehadiran 11%. Rendahnya kelimpahan genus-genus plankton ini karena kecepatan arus yang relatif tinggi pada stasiun 2 yakni sebesar 0.28 m/s. Kebanyakan plankton tidak dapat berkembang pada air dengan aliran deras. Ewusie (1990) dalam Surbakti (2009), plankton tidak dapat berkembang subur dalam air mengalir.

Pada Stasiun 3 memiliki total kelimpahan sebesar 1519.707 ind/l, dengan jumlah genus sebanyak 40. Pada stasiun 3 genus yang memiliki nilai Kelimpahan (K) tertinggi terdapat pada genus Isthmia sebesar 344.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif 22.935%, dan frekuensi kehadiran 100%, kemudian diikuti oleh genus Coscinodiscus dengan kelimpahan sebesar 315.707 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 21.005% dan frekuensi kehadiran 100%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perairan pada stasiun 3 sangat baik untuk genus plankton tersebut karena adanya nutrien seperti fosfat dan nitrat yang mendukung pertumbuhan populasi genus plankton tersebut. Ketersediaan sumberdaya pada lingkungan menentukan keberadaan jenis, jumlah individu, kelimpahan dan frekuensi kehadirannya (Suin, 2002).

(57)

sebesar 1.178%, dan frekuensi kehadiran 11. Rendahnya kelimpahan genus-genus ini dikarenakan kecepatan arus yang relatif tinggi yakni 0.38 m/s. Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut termasuk penyebaran plankton (Suin, 2002).

Pada Stasiun 4 memiliki total kelimpahan sebesar 2043.707 ind/l, dengan jumlah genus sebanyak 42. Pada stasiun 4 genus yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi terdapat pada genus Coscinodiscus sebesar 741.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif 36.591%, dan frekuensi kehadiran 100%, kemudian diikuti oleh genus Isthmia dengan kelimpahan sebesar 263.707 ind/l dengan kelimpahan relatif sebesar 13.010% dan frekuensi kehadiran 100%. Kelimpahan kedua genus ini karena kondisi lingkungan perairan tersebut sesuai dengan pertumbuhannya seperti kadar oksigen yang optimal yakni 5.9 mg/l sehingga perairan pada stasiun ini dalam keadaan optimal untuk pertumbuhannya. Menurut Suin (2002), kadar oksigen dalam air sangat menentukan kehidupan biota air.

Pada stasiun 4 kelimpahan terendah pada genus Rhizosolenia, Fragillaria, Mougeotia, Actynoptychus, Dactylococopsis, dan Anabaena dengan masing-masing kelimpahan sebesar 17.707 ind/l, dengan kelimpahan relatif sebesar 0.874%, dan frekuensi kehadiran 11%. Rendahnya kelimpahan genus-genus ini dikarenakan nutrien seperti nitrat dan fosfat sedikit sehingga pertumbuhan plankton di daerah ini terbatas jumlahnya. Ketersediaan sumberdaya pada lingkungan menentukan keberadaan jenis, jumlah individu, kelimpahan dan frekuensi kehadirannya (Suin, 2002).

(58)

dengan jumlah taksa (genus) 50. Dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 3 sebanyak 1519.707 ind.l dengan jumlah taksa 40. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan nutrien seperti nitrat dan fosfat yang mempengaruhi pertumbuhan plankton pada kedua stasiun tersebut. Banyaknya unsur hara disebabkan deskripsi area pada stasiun 1 merupakan daerah hilir sehingga unsur hara dari hulu terakumulasi di daerah ini sehingga konsentrasinya tinggi yang mengakibatkan tumbuh suburnya tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrit dan fosfat (Nybakken, 1992).

Indeks Keanekaragaman Plankton (H’)

Dari Tabel 3 nilai indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 1,206. Hal ini disebabkan pada stasiun 3 terdapat jumlah jenis dengan penyebaran yang merata dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya. Odum (1994) dalam Surbakti (2009), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata.

(59)

sangat kecil, namun pengaruhnya terhadap produktivitas tidak sebesar nitrogen dan fosfor (Yuliana dan Asriyana, 2012).

Odum (1994), keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenisnya rendah.

Nilai keanekaragaman yang didapatkan dari stasiun 1, 2, dan 3 dikaitkan dengan Indeks Diversitas Shannon-Wiener (Nugroho, 2006) tergolong stasiun dengan keanekaragaman sedang atau komunitas biota sedang dan stasiun 4 tergolong stasiun dengan keanekaragaman rendah.

Nilai keanekaragaman plankton pada daerah ini berbeda dengan yang penelitian sebelumnya yang dilakukan Siregar (2009) di daerah Hulu Sungai Asahan. Pada daerah ini keanekaragaman (1,206) lebih sedikit diperoleh daripada

daerah Hulu Sungai Asahan yang mempunyai keanekaragaman dengan nilai 3,201. Perbedaan keanekaragaman ini disebabkan perbedaan nutrien seperti

fosfat dan nitrat pada kedua daerah ini. Zat-zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrat dan fosfat (Yuliana dan Asriyana, 2012).

Indeks Dominansi (D)

(60)

struktur komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa spesies.

Tidak adanya dominansi pada stasiun pengamatan disebabkan faktor fisik-kimia perairan masih sesuai untuk kehidupan plankton di perairan ini sehingga tidak ada plankton yang mendominasi akibat zat antropogenik yang berlebihan. Faktor-faktor yang mempengaruhi plankton pada lokasi tertentu di suatu perairan meliputi angin, arus, kandungan unsur hara, cahaya, suhu, kecerahan, kekeruhan, pH, air masuk dan kedalaman perairan (Basmi, 1998).

Indeks Similaritas (IS)

(61)

Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik-Kimia Dengan Indeks Keanekaragaman Plankton

Dari Tabel 5. dapat diketahui bahwa hasil uji analisis korelasi pearson antara beberapa faktor fisik-kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan indeks diversitas (H’). Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan nilai Indeks diversitas (H’), artinya semakin besar nilai faktor fisik-kimia maka nilai indeks keanekaragaman akan semakin besar pula, sedangkan nilai (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik kimia perairan dengan nilai Indeks Keanekaragaman (H’), artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia maka nilai H’ akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai H’ akan semakin besar.

Dari hasil analisis korelasi Tabel 5 menunjukkan bahwa suhu, kecerahan, DO, dan pH berkorelasi negatif (berlawanan) terhadap keanekaragaman plankton dengan demikian semakin tinggi nilai suhu, kecerahan, DO dan pH maka keanekaragaman plankton semakin rendah dan sebaliknya. Berdasarkan nilai korelasi yang diperoleh diketahui suhu memiliki korelasi kuat terhadap keanekaragaman plankton. Kecerahan, kelarutan oksigen, dan pH berkorelasi sangat kuat terhadap keanekaragaman plankton dan arus berkorelasi kuat terhadap keanekaragaman plankton.

(62)

menyebabkan kelarutan oksigen dalam air berkurang. Hal ini dapat menyebabkan organisme air kesulitan untuk melakukan respirasi yang selanjutnya akan mempengaruhi keanekaragaman organisme. Brower et al. (1990) dalam Siregar (2009), kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air di badan perairan.

Hutabarat (2010) dalam Novonty dan Olem (1994), oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton.

Menurut Barus (2004), bahwa kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya.

Menurut Odum (1994), kehidupan organisme aquatik sangat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai pH. Pada umumnya organisme aquatik toleran pada kisaran pH yang netral. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup suatu organisme, karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.

Faktor fisik-kimia yang berkorelasi searah dengan keanekaragaman plankton adalah arus, BOD5, fosfat dan nitrat dengan demikian semakin tinggi

(63)

dan sebaliknya. Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diperoleh diketahui arus, nitrat, dan fosfat berkorelasi kuat terhadap keanekaragaman plankton serta BOD5 berkorelasi sangat kuat terhadap keanekaragaman plankton.

Suin (2002), kecepatan arus air dari suatu badan air ikut, menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. penyebaran plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton, paling ditentukan oleh aliran air

Effendi (2003), BOD5 merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu

jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. BOD5 hanya menggambarkan bahan

organik yang dapat diuraikan secara biologis. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, glukosa dan sebagainya. Bahan organik dapat berasal dari pembusukan tumbuhan dan hewan yang mati atau hasil buangan limbah domestik dan industri.

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan. Fosfor berperan penting dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat pada ATP (Adenosine Triphosphate) dan ADP (Adenosine Diphosphate) (Effendi, 2003).

Nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit dan serta merupakan zat yang dibutuhkan tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Barus, 2004).

(64)

Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah dan sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dibuat kriteria sebagai berikut: a. Jika 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel

b. Jika >0-0,25 : Korelasi sangat lemah c. Jika >0,25-0,5 : Korelasi cukup d. Jika >0,5-0,75 : Korelasi kuat e. Jika >0,75-0,99 : Korelasi sangat kuat f. Jika 1 : Korelasi sempurna

Parameter Kualitas Air

Dari hasil parameter kualitas air yang diperoleh secara umum masih mendukung kehidupan plankton dan ini dapat diketahui dari beberapa parameter kualitas air di masing-masing stasiun. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Asahan berkisar 27-300C dengan suhu rata-rata 28.650C (Tabel 7) dan nilai suhu ini masih dalam kisaran optimum bagi kehidupan plankton. Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), kisaran suhu yang optimal bagi kehidupan plankton adalah 22-300C. Suhu suatu perairan dapat mempengaruhi kelulushidupan organisme yang berada di dalamnya termasuk plankton.

(65)

Dari Tabel 7. diketahui bahwa suhu rata-rata terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 28.310C dan suhu tertinggi terdapat di stasiun 2 sebesar 28.83

0

C. Hal ini disebabkan pada saat pengambilan data stasiun 3 cuaca mendung sehingga penetrasi cahaya berkurang ke dalam perairan sedangkan suhu tertinggi pada stasiun 2 disebabkan adanya pembuangan limbah cair dari industri kopra di sekitar stasiun 2. Menurut Barus (2004), pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Disamping itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang diakibatkan manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan Daerah Aliran Sungai yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.

(66)

penetrasi cahaya disebabkan oleh kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke badan peairan, adanya kekeruhan oleh zat-zat terlarut dan kepadatan plankton di suatu perairan menyebabkan penetrasi cahaya pada bagian hulu suatu ekosistem sungai pada umumnya lebih tinggi dibanding dengan bagian hilir.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh arus dari masing-masing stasiun di Perairan Sungai Asahan berkisar 0.14-0.40 m/s dengan arus rata-rata 0.27 m/s. Kecepatan arus yang lebih tinggi terdapat pada stasiun 2 dan 4 sebesar 0.4 m/s dan kecepatan arus terendah ada pada stasiun 3. Perbedaan kecepatan arus disini dipengaruhi oleh kemiringan ataupun ketinggian yang berbeda antara stasiun 2 dan 4 dengan stasiun 3. Selain itu tingginya arus pada stasiun 2 dan 4 disebabkan oleh aliran sungai yang relatif lurus dan substrat yang halus pada stasiun ini. Rendahnya arus pada stasiun 3 diakibatkan oleh air sungai yang tidak lurus. Jenis substrat akan mempengaruhi kecepatan arus, namun kecepatan arus dalam suatu ekosistem tidak dapat ditentukan dengan pasti karena arus pada suatu perairan sangat mudah berubah.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3. Lokasi Stasiun Penelitian a. Stasiun 1 b. Stasiun 2 c. Stasiun 3 d.
Tabel 1. Plankton yang Ditemukan pada Setiap Stasiun Penelitian  Kelas No. Famili No.
Tabel 1. Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sangkaning galah punika titiang ngaturang suksmaning ma- nah majeng ring Bapak Made Taro sane sampun cumpu tur sam- pun ngadungang rasa prakanti percaya ring Balai

Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh struktur kepemilikan terhadap praktik perataan laba karena perusahaan sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya

EIGRP forms neighbor relationships with adjacent routers in the same Autonomous System (AS). EIGRP supports IP, IPX, and Appletalk routing. EIGRP applies an

Teori-teori yang digunakan antara lain adalah buku sebagai media massa cetak, karya sastra sebagai suatu proses komunikasi, karya sastra novel sebagai media komunikasi massa,

Penelitian ini merupakan studi untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas baja tahan karat dupleks 22Cr terhadap ketahanan korosi sumuran (pitting corrosion) pada

Pelaksanaan item -item pekerjaan jembatan layang non tol yang berkontribusi besar terhadap kinerja waktu yang didapat dari penelitian tahap pertama kemudian

Tema kepuasaan pernikahan yang didapatkan dari penelitian ini adalah orientasi materi, model komunikasi rutin dan periodik, suami lebih banyak mengalah, pengelolaan keuangan

(10) Apabila kerja jalan telah disiapkan oleh pihak berkuasa tempatan dan kosnya ditentukan, pihak berkuasa tempatan hendaklah mengarahkan supaya suatu pembahagian akhir bagi kos