• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SIMBOLIS UPACARA CAWIR BULUNG PADA MASYARAKAT SUKU KARO DI DESA SEBERAYA, KECAMATAN TIGAPANAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA SIMBOLIS UPACARA CAWIR BULUNG PADA MASYARAKAT SUKU KARO DI DESA SEBERAYA, KECAMATAN TIGAPANAH."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Makna Simbolis Upacara

Cawir Bulung

Pada Masyarakat Suku

Karo di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

OLEH :

ERIKA ANDAYANI BANGUN

3123122016

PRODI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Erika Andayani Bangun. NIM 3123122016.

“Makna Simbolis

Upacara Cawir Bulung Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Seberaya,

Kecamatan Tigapanah”. Skripsi Program Studi Pendidikan Antropologi

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Makna Simbolis Upacara Cawir Bulung

Pada Masyarakat Suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah. Setiap masyarakat mempunyai beragam jenis upacara tradisional yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Cawir bulung adalah upacara yang dilakukan suku karo untuk menghindari malapetaka yang mengincar sang anak. Hal ini diketahui dari mimpi buruk yang dialami orangtua dan kondisi anak yang sering sakit-sakitan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui makna simbolis tentang upacara cawir bulung pada masyarakat suku karo di desa Seberaya yang dapat dilihat dari simbol yang terdapat dalam proses pelaksanaan upacara cawir bulung dan untuk mengetahui proses pelaksanaan upacara cawir bulung tersebut.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memperoleh hasil penelitian yaitu makna simbolis dari upacara cawir bulung ini adalah adanya keterikatan roh atau jiwa sesorang dengan yang lain terutama yang masih memiliki hubungan darah dipercaya dapat menyembuhkan anak yang sering sakit-sakitan dan keterikatan roh atau jiwa ini dipercaya dapat menghindarkan si anak dari malapetaka yang mengancam keselamatan si anak. Pelaksanaan upacara cawir bulung dilaksanakan atas permintaan orangtua anak yang mengalami mimpi buruk atau orangtua anak yang sering sakit. sebelum melaksanakan upacara cawir bulung kedua anak akan di osei (seperangkat pakaian). Dalam upacara ini anak laki-laki menggunakan beka buluh dan anak perempuan menggunakan uis nipes.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Cinta, izin, berkat, kasih, dan petunjuk, memberikan kemudahan dan kelancaran yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Makna Simbolis Upacara Cawir Bulung Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.Penulis menyadari skirpsi ini kurang sempurna, masih terdapat kekuarangan dan kesalahan. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis memiliki kemampuan terbatas namun karena berbagai bantuan dari banyak pihak baik moril, doa dan materil penulis dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh Karenanya, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada.

1. Bapak Prof Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan,

2. Ibu Dra. Nurmala Berutu, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Medan,

3. Ibu Dra. Puspitawati, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Antropologi.

(7)

iii

5. Ibu Dr. Nurjannah, M.Pd, Ibu Dr. Ratih Baiduri, M.Si dan Bapak Waston Malau, MSP sebagai dosen penguji yang memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Nurjannah, M.Pd, sebagai dosen pembimbing akademik yang memberikan bimbingan dan motivasi selama penulis menjalankan perkuliahan.

7. Seluruh dosen pengajar di program studi Pendidikan Antropologi yang memberikan bimbingan dan pengajaran kepada penulis dalam perkuliahan. 8. Kakak Ayu Febriani, Spd. M.Sos yang telah membantu mempersiapkan

berkas-berkas dan penyelesaian skripsi ini

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Elpio Bangun dan Ibu Victoria br Ginting yang telah memberikan kasih, doa, motivasi, tenaga, semangat dan materi kepada penulis selama menjalankan perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

10. Saudara penulis Adek Elma Linanda Bangun dan Efrizal Theo Dinata Bangun, yang telah memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih kepada kedua keluarga besar, yaitu keluarga besar L.Bangun dan P Br Karo Sekali dan keluarga besar N. Ginting dan E Br Mahayang sudah memberikan dukungan selama menyelesaikan skripsi ini.

12. Terima kasih kepada sepupu-sepupu dan keponakan Al dan Jio yang sudah memberi dukungan untuk mengerjakan skripsi ini.

(8)

14. Teman-teman yang selalu mendukung setiap perjuangan penulis na Rohmania Perangin-angin, kak Isnaini, mbak Gadis Anastasia, opung Aries Sihotang, Pak ua Herdy Perangin-angin, om Janwilson Sitanggang, bg Adonia Marbun, papi Hiasintus Manalu, unnie Leli Fitria, dan mamak Tri Hardianti.

15. Teman- teman PPL SMP Negeri 1 Kabanjahe 2015 Ifni, Mentari, Nensi, Rida, Sri, Fresenia, Merry, Yunika, Ria, Netta, Ater, Novrizal, Andri, Tangkas, Koori, Rio, Masda.

16. Informan dan masyarakat yang sudah membantu memberikan informasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan serta pengetahuan pembaca.

Medan, September 2016 Penulis,

Erika Andayani Bangun

(9)

v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Kajian Pustaka... 6

2.2 KerangkaTeori... 8

2.2.1Interpretivisme Simbolik... 8

2.3 Kerangka Konseptual... 9

2.3.1 Upacara Tradisional ... 9

2.3.2 Simbol ... 10

2.4 Kerangka Berpikir... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 14

3.1 Jenis Penelitian... 14

3.2 Informan Dan Objek Penelitian ... 14

3.2.1 Informan Penelitian... 14

3.3.2 Objek Penelitian... 16

3.3 Lokasi Penelitian... 16

3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data... 16

3.4.1 Data Primer ... 16

3.4.1.1 Wawancara Mendalam ... 17

3.4.2. Data Sekunder... 17

(10)

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN... 19

4.1 Gambaran Umum Desa Seberaya ... 19

4.1.1 Lokasi desa Seberaya ... 19

4.1.2 Keadaan Penduduk... 21

4.1.3 Adat Istiadat ... 25

4.2UpacaraCawir Bulung... 30

4.2.1 UpacaraCawir Bulung... 30

4.2.2 Latar Belakang Pelaksanaan UpacaraCawir Bulung... 32

4.2.3 Peralatan-Peralatan Dalam Pelaksanaan UpacaraCawir Bulung...33

4.2.4 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan UpacaraCawir Bulung... 35

4.2.5 Pihak Yang Terlibat Dalam Pelaksanaan UpacaraCawir Bulung... 37

4.2.6 Biaya Dalam Pelaksanaan UpacaraCawir Bulung... 41

4.2.7 Proses PelaksanaanUpacaraCawir Bulung... 41

4.2.8 Tujuan Dilaksanakannya UpacaraCawir Bulung... 46

4.2.9 Dampak Yang Terjadi Jika Pasangan YangDicawir BulungkanTidak Menjadi Pasangan Saat Dewasa ... 46

4.2.10 Simbol Yang Terdapat Dalam UpacaraCawir Bulung.... 47

4.2.11 Makna Simbolis UpacaraCawir Bulung... 50

BAB V KESIMPULAN ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran... 61

(11)

vii

DAFTAR TABEL

1. Penggunaan Lahan ... 20

2. Jenis permukaan tanah ... 21

3. Banyak rumah menurut jenisnya... 21

4. Jumlah penduduk menurut agama yang dianut... 22

5. Tempat ibadah... 22

6. Fasilitas kesehatan... 23

7. Hasil pertanian ... 24

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah negara yang memili kebudayaan yang beraneka ragam. Hal inilah yang menjadi daya tarik Indonesia di mata dunia selain karena keindahan alamnya. Budaya adalah identitas bangsa yang harus terus kita jaga dan lestarikan agar tidak hilang dan dapat terus diwariskan bagi generasi muda bangsa.

Kebudayaan adalah segala hal yang dimiliki manusia yang diperoleh dengan cara belajar. Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan, tindakan, dan karya yang dihasilkan manusia. Salah satu unsur kebudayaan adalah sistem religi. Sistem religi berwujud sebagai sistem kepercayaan tentang Tuhan, Dewa, roh, surga, dan neraka. Dalam sistem religi terdapat berbagai bentuk upacara. Salah satu bentuk upacara adalah upacara peralihan. Upacara peralihan adalah upacara yang dilakukan berhubungan dengan tahap-tahap penting kehidupan, mulai dari kelahiran sampai kematian.

(13)

2

Suku Karo adalah suku yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Nama suku Karo dijadikan nama dari kabupaten yang menjadi tempat berdomisili masyarakat suku Karo yaitu Kabupaten Tanah Karo. Suku Karo mempunyai bahasa daerah yaitucakap Karoatau bahasa Karo. Pakaian adat suku Karo lebih banyak menggunakan warna merah dan hitam dengan menggunakan perhiasan emas.

Suku Karo memiliki beragam upacara tradisional, antara lain: Mbesur-Mbesuri (upacara memberi makan ibu yang sedang hamil tujuh bulan), Maba Anak Ku Lau (upacara membawa anak ke sungai saat anak berusia 7 hari), Nggunting Buk (upacara menggunting rambut anak untuk pertama kali dan harus dilakukan oleh saudara laki-laki dari ibu anak tersebut), Nengget (upacara mengejutkan suami-istri yang belum mempunyai anak atau belum mempunyai anak laki-laki atau belum mempunyai anak perempuan), Cawir Bulung (upacara menikahkan anak yang masih di bawah umur yang salah satu pengantin sering sakit atau orangtua dari anak bermimpi buruk tentang anaknya).

Salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Karo adalah desa Seberaya. Desa Seberaya adalah salah satu desa yang dalam pelaksanaan kegiatan budayaannya masih memegang teguh unsur-unsur yang terdapat dalam kegiatan budaya tersebut.

(14)

anak yang akan dinikahkan bermimpi buruk tentang anak tersebut. Agar si anak yang sering sakit ini sehat, maka ia haruxs di cawir bulungkan dengan impalnya (anak dari bibi atau paman yang bisa menikah). Jadi untuk menghindari bahaya kematian atas si anak yang sakit-sakitan atau anak dari orantua yang bermimpi buruk tersebut maka dilaksanakan upacaracawir bulungsebagai upaya tolak bala.

Dalam tahap-tahap pelaksanaan upacaracawir bulung ini terdapat simbol-simbol yang maknanya sudah jarang diketahui oleh masyarakat suku Karo terutama generasi muda suku Karo saat ini. Karena fenomena ini maka peneliti ingin meneliti tentang “ Makna Simbolis UpacaraCawir BulungPada Masyarakat Suku Karo di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Latar belakang dilaksanakannya upacaracawir bulungpada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah.

2. Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan upacara cawir bulungpada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah. 3. Proses pelaksanaan upacara cawir bulung pada suku Karo di desa

Seberaya, Kecamatan Tigapanah.

4. Manfaat dilaksanakannya upacara cawir bulung pada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah.

(15)

4

6. Makna simbolis dari upacara cawir bulung pada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan upacara cawir bulung pada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah?

2. Apa saja simbol-simbol yang terdapat dalam upacara cawir bulung pada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah?

3. Apa makna simbolis dari upacaracawir bulungpada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan upacaracawir bulungpada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah.

2. Untuk mengetahui simbol-simbol yang terdapat dalam upacara cawir bulungpada suku Karo di desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah. 3. Untuk mengetahui makna simbolis dari upacara cawir bulung pada

(16)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, antara lain: a. Manfaat teoritis

1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang upacara cawir bulungsebagai kajian ilmu antropologi budaya.

2. Sebagai referensi tambahan di perpustakaan khususnya yang menyangkut upacara tradisional suku Karo.

b. Manfaat praktis

1. Sebagai informasi tentang salah satu upacara tradisional yang ada pada suku Karo yaitu upacaracawir bulung.

2. Menambah pengetahuan pembaca tentang upacaracawir bulung. 3. Sebagai motivasi kepada pembaca untuk lebih mengenal dan

(17)

60

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Suku Karo mempercayai bahwa mimpi buruk yang dialami oleh orang tua dan seorang anak yang sering sakit-sakitan merupakan pertanda malapetaka. Malapetaka akan kehilangan anak dapat dihindari dengan melakukan upacara

cawir bulung.

1. Upacara cawir bulung hanya perkawinan yang simbolis saja. Kedua anak yang di cawir bulungkan ini tidak menikah dalam arti yang sebenarnya yaitu akan hidup bersama dan mempunyai keturunan. 2. Peralatan-peralatan yang digunakan dalam melaksanakan uapcara

cawir bulung tersebut adalah seperangkat ose (pakaian), beka buluh, uis nipes, amak tayangen,unjuken/mahar.

3. Dari pihak laki-laki, yang ikut serta dalam pelaksanaan upacara cawir bulung ini adalah orangtua pihak laki-laki, sukut, senina, kalimbubu singalo ulu emas, kalimbubu singalo ciken-ciken, dan anak beru.Dari pihak perempuan yang ikut serta dalam pelaksanaan upacara cawir bulungini adalah orangtua pihak perempuan,sukut, senina, kalimbubu singalo bere-bere, kalimbubu singalo perkempun, singalo perbibin, sirembah ku lau, dan anak beru.

(18)

yang terikat ini dapat membuat seseorang menjadi lebih kuat dan lebih sehat.

1.2 Saran

Untuk dapat mempertahankan upacara cawir bulung, maka penulis menyarankan:

1. Masyarakat suku Karo tetap melestarikan upacara cawir bulung agar tidak punah akibat perkembangan zaman.

2. Diperlukannya kesadaran setiap masyarakat suku Karo agar mau memperkenalkan upacara cawir bulung ini kepada masyarakat luas, terutama generasi muda suku Karo agar mau mengetahui dan belajar tentang upacara cawir bulung dan lebih memahami tentang upacara

(19)

62

DAFTAR PUSTAKA

Herusatoto, Budiono. 2008.Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Dillistone, F. W. 2002.The Power of Symbols. Yogyakarta: Penerbit Kansius

Geertz, Clifford. 1992.Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kansius

Ginting, Pdt. Sada Kata. 2014. Ranan Adat. Medan: Penerbit Yayasan Merga

Silima

Haviland, William A. 1999.ANTROPOLOGI.Jakarta : Penerbit PT Gramedia

Ihromi, T.O, 1990. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Penerbit PT

Gramedia

Kaelan, Dr.H. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Interdispliner bidang Sosial,

Budaya, Filsafat, Seni, Agama, dan Humaniora. Yogyakarta : Penerbit Paradigma

Keesing, Roger M. 1992.Antropologi Budaya. Jakarta : Penerbit Erlangga

Koentjaraninrat. 1996.Pengantar AntropologiI.Jakarta : Penerbit Rineka Cipta

Koentjaraninrat. 1997.Pengantar AntropologiII.Jakarta : Penerbit Rineka Cipta

Koentjaraningrat. 1998.Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta : Penerbit UI-Press

Putra, Brahma. 1995. Sejarah Karo Dari Zaman Ke Zaman. Medan : Ulih

Saber

Soemardjan, Selo. 1987. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya.

Jakarta : Penerbit PT Gramedia

Tarigan, Henry Guntur. 1990. Percikan Budaya Karo. Jakarta : Yayasan Merga

Silima

(20)

Jurnal/ Skripsi

Sukman, Fifie F (2014). Makna Simbolik Tari Paolle Dalam Upacara Adat

Akkawaru Di Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Tesis dalam bidang seni Program Penciptaan Dan Pengkajian Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta 2014: http://digilib.isi.ac.id /339/1/BAB% 2520Fifie.pdf

Muiz, Abdul (2009)MaknaSimbol Ritual Dalam Ritual Agung Sejarah Alam

Referensi

Dokumen terkait

Herlina : Makna Antarpersona Dalam Teks Upacara Perkawinan Pada Masyarakat Karo, 2007 USU Repository © 2008... Herlina : Makna Antarpersona Dalam Teks Upacara Perkawinan

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah bersifat kerja laboratorium, menulis atau mencatat semua melodi instrumen kulcapi dalam upacara Ritual Erpangir

Adaptasi yang dilakukan oleh suku Nias terhadap suku Karo cukup baik, mereka berbaur dalam kehidupan suku Karo, serta menciptakan interaksi yang baik serta

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan makna simbolis tari Jaran Pejanggik dalam upacara Khitanan adat suku Sasak, desa Pejanggik, Kecamatan Praya

Secara geografis masyarakat karo terbagi berdasarkan dua wilayah,yaitu antaranya, karo gugung dan karo jahe.Namun dalam kontekss upacara kedua suku karo ini tetap juga

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu Mengetahui dan mendeskripsikan mitos, makna denotatif dan makna konotatif yang terdapat di dalam tradisi upacara adat Karo

Upacara ritual perumah jinujung adalah upacara yang dilakukan guru sibaso setelah pulang dari kegiatan erpangir ku lau, tetapi perumah jinujung yang di lakukan

Disamping kedua upacara adat tersebut diatas masih ada beberapa upacara-upacara adat lain yang juga dilakukan oleh masyarakat Karo dalam kehidupan mereka yaitu, memasuki rumah