• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Hidrasi, Aktivitas Fisik Dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Status Hidrasi, Aktivitas Fisik Dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS HIDRASI, AKTIVITAS FISIK DAN TINGKAT

KEBUGARAN ATLET FUTSAL REMAJA PUTRI

GANDIS ASTI RIZKIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Status Hidrasi, Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

(3)

ABSTRAK

GANDIS ASTI RIZKIYANTI. Status Hidrasi, Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara status hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran atlet futsal remaja Putri. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional study. Penelitian dilakukan di tim futsal NLFC (Netic Ladies Futsal Club), dengan jumlah 21 responden. Penelitian dimulai pada bulan Februari 2015. Penelitian ini menggunakan data primer dengan cara wawancara dan observasi langsung responden dan data sekunder yang berasal dari administrasi sekolah. Terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p<0.05), tingkat kecukupan gizi dengan status gizi, dan asupan air dengan tingkat kecukupan air. Namun tidak terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan asupan air (p>0.05), asupan air dengan status hidrasi, tingkat kecukupan air dengan status hidrasi, status hidrasi dengan tingkat kebugaran, dan status gizi dengan tingkat kebugaran.

Kata Kunci: aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, status hidrasi, tingkat kebugaran

ABSTRACT

GANDIS ASTI RIZKIYANTI. Hydration Status, Physical Activity, and Fitness Level in Adolescent Girl Futsal Athlete. Supervised by BUDI SETIAWAN.

The purpose of this study was to analyze the relationship between hydration status, physical activity and fitness levels in adolescent girls futsal athletes. This study was a cross sectional study. There research were held in futsal team NLFC (Netic Ladies Futsal Club), the number of respondents were 21 respondents. The study began in February 2015. It used primary data through interviews and direct observation of the respondents and secondary data derived from the school’s administration. There were a significant correlation (p<0.05) between nutrition knowledge and nutritional status, the level of nutritional adequacy and nutritional status, and water intake with sufficient water levels. However, there were no significant correlation (p>0.05) between physical activity with water intake, intake of water for hydration status, the adequacy of water for hydration status, hydration status with fitness levels, and nutritional status with fitness levels.

(4)

GANDIS ASTI RIZKIYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

pada Program Studi Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(5)

Judul Skripsi : Status Hidrasi, Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri

Nama : Gandis Asti Rizkiyanti NIM : I14110022

Disetujui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWTatas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Status Hidrasi, Aktivitas Fisik dan Tingkat Kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri”. Skripsi ini ditunjukkan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik

dan saran untuk perbaikan skripsi.

3. dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, S.Ked., M.Sc selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran.

4. Keseluruhan tim futsal putri NLFC (Netic Ladies Futsal Club), baik dari manager pak Teguh, pelatih tim pak Agung dan anggota tim futsal NLFC. 5. Kepada kepala sekolah SMPN 3 Cibinong, karena telah bersedia

mengizinkan dan menyediakan tempat selama penelitian.

6. Keluarga tercinta: Bapak, mama, dede Risna Nur Pujawati, dan dede Ranti Tika Gantika, serta seluruh keluarga besar atas segala do’a dan dukungan. 7. Kepada teman-teman tersayang yang telah membantu proses turun lapang

penelitian dan memberikan semangat serta motivasi: Satrio Bagus Eka Putra, Cynthia, Yenni Puspitasari, Ulya Rufako, Gina Paradisa, Ka Sari Kaylaku, Karizma Rindu, Ka Anisyah Citra, Ka Umbara Paskindra, Ka Enra Sujanawan, Sry Novi, Rika Mustika, Gina Qudsi, Rina, Intan, Hanifah, Klara, Asmi, Syifa, Susani, Dian Irma, Nisfa, Nur Afifah, Nur Khoiriyah.

8. Teman-teman Mineral 48 atas segala dukungan, perhatian, semangat, motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman kos Tridara: Aulia Idzihar, Dyah Ayu, Shinta, Ka Feni, Ka Marsita, Ka Mira, Ka Wenti atas semangat dan motivasinya

Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

(7)
(8)

Vitamin A 26

Vitamin B6 27

Vitamin C 27

Kebiasaan Minum 28

Aktivitas Fisik 30

Kebutuhan Air 31

Asupan Air 32

Konsumsi Air dari Makanan 33

Konsumsi Air dari Metabolik 34

Total Konsumsi Air 34

Tingkat Kecukupan Air 35

Status Hidrasi 37

Tingkat Kebugaran 38

Uji Hubungan Antar Variabel 39

Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Responden 39 Hubungan antara Tingkat Kecukupan Gizi dengan Status Gizi 40 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Asupan Air Responden 40 Hubungan antara Asupan air, Tingkat Kecukupan Air dan

Status Hidrasi

41

Hubungan antara Status Hidrasi dengan Tingkat Kebugaran Responden

42

Hubungan antara Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Responden

42

SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 49

(9)

DAFTAR TABEL

1 Kategori pengetahuan gizi 7

2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U 8

3 Kategori status hidrasi 10

4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 10

5 Sebaran responden berdasarkan umur 13

6 Sebaran responden berdasarkan berat badan 13

7 Sebaran responden berdasarkan tinggi badan 14

8 Sebaran responden menurut status gizi 14

9 Sebaran responden berdasarkan hasil pengukuran pengetahuan gizi 15 10 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum sebelum

dan sesudah latihan/pertandingan

19

11 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum saat latihan/pertandingan

20

12 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi 22 13 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan protein 23 14 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan lemak 24 15 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 25 16 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan kalsium 25 17 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan zat besi 26 18 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A 26 19 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B6 27 20 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C 27 21 Sebaran responden berdasarkan jenis minuman dan pola minum 30 22 Sebaran responden berdasarkan tingkat aktivitas fisik 30 23 Sebaran kebutuhan air responden berdasarkan kategori PAL dan periode

hari

31

24 Sebaran rata-rata konsumsi air dari minuman (mL/hari) responden berdasarkan jenis minuman dan periode hari

32

25 Sebaran rata-rata asupan air responden dari makanan 33 26 Sebaran rata-rata konsumsi zat gizi makro dan air metabolik responden 34 27 Sebaran rata-rata konsumsi air total responden menurut sumber 35 28 Sebaran rata-rata konsumsi, kebutuhan, dan tingkat kecukupan air

responden

35

29 Sebaran tingkat kecukupan air responden berdasarkan kebutuhan air 36 30 Sebaran rata-rata konsumsi, kebutuhan dan tingkat kecukupan air

responden berdasarkan periode hari dan umur

36

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran status hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran atlet futsal remaja putri

4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel jenis dan cara pengumpulan data penelitian 49

2 Tabel nilai physical activity ratio 50

3 Tabel prediksi VO2 max 51

4 Tabel klasifikasi VO2 Max putri berdasarkan umur (Tahun) 52

5 Tabel sebaran responden berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi 52 6 Tabel sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum 53 7 Hasil uji korelasi pearson antara pengetahuan gizi dengan status

gizi

54

8 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi

54

9 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi

54

10 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan lemak dengan status gizi

55

11 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan karbohidrat dengan status gizi

55

12 Hasil uji korelasi spearman antara aktivitas fisik dengan asupan air 55 13 Hasil uji korelasi pearson antara asupan air dengan tingkat

kecukupan Air

56

14 Hasil uji korelasi pearson antara asupan air dengan status hidrasi 56 15 Hasil uji korelasi pearson antara tingkat kecukupan air dengan

status hidrasi

56

16 Hasil uji korelasi pearson antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran

57

17 Tabel hasil uji korelasi pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran

57

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Futsal merupakan suatu permainan beregu yang terdiri dari lima orang pemain dengan tujuan memasukkan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang tersebut, agar tidak kemasukan bola. Olahraga ini membentuk seorang pemain agar selalu siap menerima dan mengumpan bola dengan cepat dalam tekanan pemain lawan. Di dalam memainkan bola, setiap pemain diperbolehkan menggunakan seluruh anggota badan kecuali tangan dan lengan, dimana hanya penjaga gawang yang diperbolehkan memainkan bola dengan kaki dan tangan (Giriwijoyo dan Ali 2005). Permainan futsal membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktivitas secara terus-menerus dalam waktu lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti.

Performa atlet dilapangan berkaitan dengan keterampilan dan kebugaran yang didapat dari latihan rutin dan faktor psikologis atlet, didukung oleh asupan energi, zat gizi dan status hidrasi selama pertandingan. Menjaga keseimbangan cairan merupakan hal yang harus diperhatikan selama latihan atau bertanding.Kegagalan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dapat mempengaruhi performa altet. Menurut NATA (2000), dehidrasi akibat berkurangnya 1-2% berat badan akan mulai mengganggu fungsi fisiologis tubuh dan memberikan pengaruh negatif terhadap performa. Hal ini didukung Irawan (2007) yang menyatakan berkurangnya 1-2% berat badan akibat keluarnya cairan tubuh melalui keringat dapat menurunkan performa sebesar 10%.

Masa remaja merupakan masa percepatan pertumbuhan dan perkembangan. Percepatan pertumbuhannya lebih cepat daripada masa anak-anak. Pada atlet remaja, pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah pertambahan tinggi badan, konsumsi oksigen maksimal (VO2 max), dan kekuatan

otot. Atlet remaja juga memiliki resiko dehidrasi lebih tinggi daripada atlet dewasa. Saat berolahraga atlet remaja cenderung lebih tinggi beresiko dehidrasi jika dibandingkan dengan atlet dewasa, hal ini disebabkan tingginya metabolisme dapat menyebabkan tingginya pengeluaran panas didalam tubuh dan meningkatkan suhu tubuh, sehingga simpanan cairan cairan tubuh digunakan untuk menurunkan panas tubuh. Namun, Irianto (2006) menyatakan atlet remaja juga lebih sedikit berkeringat, hal ini disebabkan kemampuan tubuh yang rendah untuk mentransfer panas hasil kontraksi otot ke lapisan kulit, sehingga menyebabkan penurunan penyaluran panas tubuh melalui pengeluaran keringat.

Sebuah penelitian di Brazil menyatakan sebanyak 22% atlet remaja masih mengonsumsi air dibawah jumlah yang cukup (Sousa et al. 2007). Menurut Briawan et al. (2011) rata-rata laki-laki meminum 6 gelas per hari, sementara perempuan meminum 6-7 gelas per hari, masih kurang dari jumlah yang dianjurkan, yaitu sebesar 2 liter per hari atau setara dengan 8 gelas per hari.

(12)

padat terkadang orang dewasa melupakan asupan cairan, padahal asupan cairan sangat penting bagi tubuh, bahkan pada atlet saja asupan cairan dapat meningkatkan performa.

Hidrasi diartikan sebagai keseimbangan cairan dalam tubuh dan merupakan syarat penting untuk menjamin metabolisme sel tubuh.Sementara itu, dehidrasi berarti kurangnya cairan didalam tubuh karena jumlah yang keluar lebih besar dari jumlah yang masuk. Pada saat berolahraga dehidrasi menyebabkan penurunan kemampuan konsentrasi, kecepatan reaksi, meningkatkan suhu tubuh, dan mengambat laju produksi energi. Dehidrasi dapat menurunkan kebugaran yang berdampak pada performa (Murray 2007). Hasil penelitian (Teresa et al. 2004) menunjukkan bahwa kebugaran sampel yang dilihat dari VO2 max saat

mengalami dehidrasi (3398.3±795.5 ml/min) lebih rendah daripada sampel dalam kondisi terhidrasi baik (3763.8±840.3 ml/min). Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui status hidrasi dan efeknya terhadap performa atlet.

.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan status hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran pada atlet futsal remaja putri.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Mengkaji karakteristik meliputi, usia, pengetahuan gizi, status gizi, kebiasaan minum, konsumsi pangan, tingkat kecukupan energi; protein; lemak; karbohidrat; Fe; vitamin C; vitamin B6, aktivitas fisik, asupan air, kebutuhan air, status hidrasi, tingkat kebugaran responden.

2. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi responden. 3. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi. 4. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dengan asupan air responden. 5. Menganalisis hubungan antara asupan air, tingkat kecukupan air, dan status

hidrasi.

6. Menganalisis hubungan antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran responden.

7. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden.

Hipotesis

1. Terdapat hubungan positif antara pengetahuan gizi dengan status gizi responden.

2. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecukupan gizi dengan status gizi. 3. Terdapat hubungan positif antara aktivitas fisik dengan asupan air responden. 4. Terdapat hubungan positif antara asupan air, tingkat kecukupan air, dan status

(13)

5. Terdapat hubungan positif antara status hidrasi dengan tingkat kebugaran responden.

6. Terdapat hubungan positif antara status gizi dengan tingkat kebugaran responden.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi responden tentang pengetahuan pola minum, jenis minuman dan asupan air, sehingga dapat mengetahui jenis minuman yang baik untuk dikonsumsi dan memerhatikan asupan air yang berdampak pada status hidrasi, dimana status hidrasi ini penting untuk mempertahankan performa atlet. Kemudian dapat bermanfaat bagi pihak terkait untuk lebih memerhatikan strategi yang tepat sesuai dengan karakteristik setiap atlet untuk meningkatkan kebugaran yang kemudian berdampak pada performa.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Aktivitas fisik yang dilakukan dengan rutin akan membuat tubuh menjadi bugar dan menjadi faktor protektif beberapa penyakit seperti hipertensi, jantung dan berbagai penyakit degeneratif lainnya (Moreira 2011). Aktivitas tubuh selalu mengeluarkan cairan dalam bentuk keringat, urin, feses, dan melalui pernapasan. Latihan-latihan berat selama beberapa hari tanpa diimbangi dengan pergantian air secara cepat akan mengakibatkan dehidrasi yang parah. Menurut Bening (2007) kebutuhan cairan berbanding lurus dengan aktivitas tubuh, yang artinya semakin berat aktivitas yang dikerjakan, semakin banyak kebutuhan cairannya. Hal ini didukung oleh penelitian Kant et al. (2009) bahwa di Amerika pada orang dewasa menunjukkan bahwa aktivitas luang memiliki hubungan dengan asupan air putih dan total asupan air, sementara aktivitas yang tinggi memiliki hubungan dengan air dari minuman dan total asupan air, semakin tinggi jumlah air yang diasup dari minuman dan total asupan airnya, dimana dengan kata lain aktivitas fisik memiliki hubungan dengan asupan air.

Kurangnya konsumsi cairan yang menyebabkan dehidrasi berbahaya bagi kesehatan serta membuat beban kerja tubuh menjadi lebih berat.Pada saat berolahraga, dehidrasi menyebabkan penurunan kemampuan konsentrasi, kecepatan reaksi, meningkatkan suhu tubuh, dan menghambat laju produksi energi.Dehidrasi bersama dengan berkurangnya simpanan karbohidrat merupakan dua faktor utama penyebab penurunan performa tubuh pada saat berolahraga.

(14)

terpisahkan bagi atlet profesional dunia tidak hanya untuk menjaga performa olahraga, namun juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh.

Salah satu cara mempertahankan kebugaran atlet adalah menjaga agar tubuh tetap terhidrasi dengan baik melalui pengaturan asupan cairan. Status hidrasi dapat mempengaruhi kebugaran seorang atlet. Hal ini didukung penelitian Teresa et al. (2004) bahwa kebugaran sampel yang dilihat dari VO2 max saat

mengalami dehidrasi (3398.3±795.5 ml/min) lebih rendah daripada sampel dalam kondisi terhidrasi baik (3763.8±840.3 ml/min). Sehingga atlet olahraga sebaiknya memiliki strategi minum yang baik agar hidrasi tubuh selalu terjaga. Berikut disajikan gambar kerangka pemikiran penelitian ini.

Gambar 1 Kerangka pemikiranstatus hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat kebugaran atlet futsal remajaputri

Karakteristik :

o Usia

o Berat badan o Tinggi badan

o Pengetahuan gizi o Kebiasaan minum o Konsumsi pangan o Konsumsi cairan

Status Gizi

Aktivitas Fisik

Asupan air

Tingkat Kecukupan Air

Status Hidrasi

Tingkat Kebugaran Asupan energi dan zat gizi

(15)

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan yang diteliti

= Hubungan yang tidak diteliti

METODE

Desain, Waktu dan Tempat

Desain yang digunakan penelitian ini adalah cross sectional Study. Penelitian dilakukan bulan Februari 2015 didalam tim futsal putri NLFC. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purpossive karena NLFC (Netic Ladies Futsal Club) merupakan tim futsal putri di Bogor yang memiliki pelatihan khusus dan belum memiliki aturan resmi tentang pola makan dan pola minum.

Cara Pengambilan Contoh

Responden penelitian diambil dengan metode purpossive sampling yaitu atlet futsal remaja putri yang terdaftar pada tim NLFC (Netic Ladies Futsal Club) di Bogor. NLFC adalah tim yang selalu mewakili Bogor didalam pertandingan futsal putri, sehingga tim ini memiliki jadwal latihan yang teratur. Para responden merupakan siswi yang masuk kedalam tim utama (Tim A), dengan jumlah responden 21 orang. Kriteria inklusi didalam penelitian ini adalah responden sedang menjalani latihan, selalu berlatih sesuai dengan program latihan yang dibuat pelatih, merupakan anggota tim utama yang menjadi wakil disetiap turnamen, selalu mendapatkan frekuensi dan intensitas latihan terpola, tidak mengalami cidera, tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi, dapat diajak berinteraksi, dan bersedia berpartisipasi. Kemudian kriteria ekslusi didalam penelitian ini adalah responden yang sedang sakit atau dalam masa penyembuhan, mengikuti tim futsal kurang dari 1 bulan dan tidak berada di tempat latihan saat pengambilan data.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(16)

responden (usia, berat badan, tinggi badan, pengetahuan gizi, pola minum, jenis minuman), aktivitas fisik, asupan cairan, kebutuhan air, tingkat kecukupan air, tingkat kecukupan energi dan gizi, dan tingkat kebugaran. Data kebiasaan minum (jenis minuman, pola minum) dan asupan cairan yang diambil dengan mengunakan metode food recall 2x24 jam yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Data antropometri yang diperoleh dari pengukuran secara langsung menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.1 kg, sedangkan tinggi badan menggunakan stature dengan ketelitian 0.1 cm, data aktivitas fisik diperoleh dengan menggunakan formulir recall 2x24 jam yaitu pada hari sekolah dan libur, data tingkat kebugaran yang diperoleh berdasarkan tes dengan menggunakan metode Tes Bleep/Multi Stage Fitness Test.

Data sekunder digunakan sebagai pertimbangan awal dalam pemilihan lokasi dan pengambilan responden. Data ini diperoleh dari data administrasi tim futsal, seperti gambaran umum tim futsal, jadwal latihan tim futsal, jumlat atlet, dan prestasi tim futsal putri yang diraih. Tabel jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Lampiran 1.

Jenis data penelitian yang berjudul Status Hidrasi, Aktivitas fisik dan Tingkat kebugaran Atlet Futsal Remaja Putri terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung dengan cara pengisian kuesioner, teknik wawancara dan pengukuran, sedangkan data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dari pihak tim. Data primer terdiri dari karakteristik, antropometri, status gizi responden, aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, tingkat kecukupan air, status hidrasi dan tingkat kebugaran. Data sekunder yang digunakan dari penelitian ini merupakan gambaran umum tim yang berasal dari administrasi tim futsal putri.

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah secara statistik.Tahap Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisa data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan. Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan kedalam tabel yang sudah ada, setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahap akhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell 2007 for windows dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows.

(17)

Pengetahuan Gizi

Pengukuran pengetahuan gizi didasari dengan kemampuan responden menjawab dengan benar 20 pertanyaan umum tentang gizi yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diberi skor dan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (>80%), pengetahuan sedang (60-80%), dan pengetahuan rendah (<60%).

Tabel 1 Kategori Pengetahuan Gizi

Kategori Pengetahuan Gizi Skor

Baik >80%

Sedang 60-80%

Kurang <60

Sumber: Khomsan 2000

Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi responden diperhitungan dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan oleh FAO/WHO/UNO (2001).

TEE = BMR x PAL

Dimana BMR (10-18 tahun) = 13.384kg+692.6

Tingkat Kecukupan Energi dan Gizi

Data tingkat kecukupan energi dan zat gizi didapat dengan mengukur konsumsi pangan dengan metode food recall 2x24 jam. Data energi dan zat gizi dihitung menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) (2007) dan Food Composition For Indonesia (FCT) (2013) sebagai acuan. Data yang sudah dihitung menjadi jumlah energi dan zat gizi disebut data asupan energi dan zat gizi. Berikut adalah rumus mencari asupanan energi dan zat gizi (Hardinsyah dan Briawan 1994) :

KGIj= {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)} Keterangan:

KGIj = kandungan zat gizi (i) dalam makanan (j) Bj = berat makanan (j) yang dikonsumsi (g)

Gij = kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanna (j) BDDj = bagian bahan makanan (j) yang dapat dimakan

Data asupan energi dan zat gizi dibandingkan dengan kebutuhan aktual zat gizi dan Angka kecukupan gizi (AKG) 2013, sehingga didapatkan kecukupan energi dan zat gizi setiap responden.Tingkat kecukupan energi dan zat gizi responden dikategorikan berdasarkan Depkes (2005), dimana defisit tingkat berat jika (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), serta berlebih (>120%).Berikut rumus yang digunakan dalam menghitung tingkat kecukupan gizi (Hardinsyah dan Tambunan 2004):

(18)

Status Gizi

Data karakteristik responden meliputi usia, berat badan dan tinggi badan akan memberikan gambaran mengenai status gizi responden. Data tersebut diperoleh langsung melalui kuesioner dan pengukuran. Data usia, berat badan, dan tinggi badan diolah untuk mendapatkan Indeks Massa Tubuh berdasarkan umur (IMT/U) dengan menggunakan software anthroplus WHO (2007).

Tabel 2 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U

Kategori Cut off point

Sangat Kurus z-score ≤ -3 SD

Kurus -3 SD ≤ z-score < -2 SD

Normal -2 SD < z-score < +1 SD

Gemuk +1 SD ≤ z-score < +2 SD

Obese z-score ≥+2 SD

Sumber: WHO 2007

Kebiasaan Minum

Data kebiasaan minum yang diambil adalah pola minum dan jenis minuman. Menurut Rachma (2009) kebiasaan adalah perilaku yang dipraktekkan berulang-ulang. Penilaian kebisaan minum menggunakan metode Food Frequency Questionnaire (FFQ). Konsumsi air dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan sumbernya, yaitu minuman air putih, minuman lainnya (bewarna dan berasa), air dalam makanan, dan air metabolik.

Air yang berasal dari minuman dan makanan diperoleh berdasarkan data food recall 2x24 jam pada hari sekolah dan hari libur. Berat bukan air putih yang dikonsumsi dikonversikan ke dalam kandungan air menggunakan koreksi berat padatan zat gizi yang dikandungnya. Konsumsi air yang berasal dari bukan air mineral dan berasal dari makanan dikonversikan ke dalam kandungan air dengan menggunakan DKBM (2007). Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan :

Kgi j : kandungan air dalam bahan makanan j Bj : berat makanan j yang dikonsumsi (g)

Gij : kandungan air dalam 100 g BDD bahan makanan j BDDj : bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Data asupan air juga diperoleh dari hasil metabolisme zat gizi pangan seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang dikonsumsi (air metabolik). Menurut Verdu and Navarrete (2009), 1 gram karbohidrat, lemak, dan protein masing-masing menghasilkan 0.55 mL, 1.07 mL, dan 0.40 mL air. Konversi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(19)

Adapun rumus untuk menghitung total asupan air adalah sebagai berikut :

Total asupanair (mL) = Volume minuman air putih + Volume minuman lainnya (bewarna dan berasa) + Volume air dalam makanan + Volume air metabolik

Kebutuhan Air

Perhitungan kebutuhan air harian dihitung berdasarkan metode perkiraan kebutuhan air Popkin, D’Anci, Rosenberg (2010) yang dikombinasikan dengan kebutuhan energi menurut FAO/WHOUNO (2001). Metode ini mengalikan perkiraan kebutuhan air setiap kkal dengan kebutuhan energi responden. Berikut perkiraan kebutuhan air menurut Popkin, D’Anci , Rosenberg (2010) adalah sebagai berikut:

Kebutuhan air untuk perempuan = 1.15 ml/kkal kebutuhan energi

TEE atau kebutuhan energi pada remaja dihitung berdasarkan rumus perhitungan kebutuhan energi dari FAO/WHO/UNO (2001).

Tingkat Kecukupan Air Harian

Tingkat kecukupan air harian menggambarkan seberapa besar asupan air memenuhi kebutuhan air harian. Berikut adalah perhitungan tingkat kecukupan air:

Tingkat Kecukupan Air (%) = (Asupan Air / Kebutuhan air) X 100%

Tingkat kecukupan air ini dibandingkan dengan kebutuhan air setiap responden dan AKG (2013). Klasifikasi tingkat kecukupan air harian di analogikan dengan tingkat kecukupan energi Depkes (2005), yaitu kategori defisit tingkat berat jika (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), serta berlebih (>120%).

Status Hidrasi

Menurut Casa et al. (2000) pengukuran status hidrasi diperoleh dengan mengukur persentase perubahan berat badan kemudian mengklasifikasikan status hidrasinya. Berikut adalah konversi rumus persentase perubahan berat badan :

(20)

PAL = ∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam

Tabel 3 Kategori status hidrasi

Kondisi % Perubahan berat badan

Well Hydrated +1 s/d -1

Minimal Dehydration -1 s/d -3

Significant Dehydration -3 s/d -5

Serious Dehydration >-5

Sumber: Casa et al (2000)

Aktivitas Fisik

Data aktivitas fisik diolah berdasarkan metode recall 2x24 jam kegiatan sehari dan wawancara langsung. Setiap kegiatan memiliki nilai PAR, terlampir pada Lampiran 2. Hasil didapatkan dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitasdengan lamanya waktu yang digunakan beraktivitas dalam 24 jam yang dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). PAL dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Menurut FAO/WHO/UNU (2001), nilai yang diperoleh dari PAL dikategorikan menjadi tiga kategori. Berikut Tabel 4 kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL.

Tabel 4 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Tingkat kebugaran jasmani diukur dengan Bleep Test/Multi Stage Fitness Test. Tes ini merupakan salah satu pengukuran tingkat kebugaran jasmani yang terfokus pada daya tahan (Endurance). Prediksi VO2 max berdasarkan Depdiknas

(2003) yang terlampir pada Lampiran 3 dan Klasifikasi VO2 max berdasarkan

Cooper (1982) yang terlampir pada Lampiran 4.

(21)

Tahapan lari bolak-balik peserta tes terdiri dari beberapa tingkatan (level). Setiap tingkatan terdiri dari beberapa balikan (shuttle). Setiap tingkatan (level) ditandai dengan 3 kali bleep (seperti tanda turalit), sedangkan setiap balikan (shuttle) ditandai dengan satu kali bleep. Peserta tes berlari sesuai dengan irama bleep sampai tidak mampu mengikuti kecepatan irama (pada saat bleep terdengar, peserta tes belum sampai di garis). Jika dalam 2 kali berturut-turut peserta tidak berhasil mengejar irama bleep, maka peserta sudah tidak mampu mengikuti tes dan harus berhenti. Setelah tes selesai peserta harus melakukan pendinginan dengan cara berjalan dan tidak langsung berhenti/duduk (Depdiknas 2003).

Definisi Operasional

Responden adalah putri yang memiliki keahlian dalam olahraga futsal, tergabung tim futsal NLC dan mengikuti latihan rutin sesuai dengan yang sudah dijadwalkan.

Status hidrasi merupakan gambaran jumlah air didalam tubuh yang didapat dari rumus perhitungan perubahan berat badan antara sebelum dan sesudah latihan.

Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh untuk penilaian status gizi secara langsung dengan tinggi badan dan berat badan.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan parameter IMT/U (WHO Anthroplus 2007).

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu indikator status gizi yang merupakan rasio antara berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m2).

Food Frequency Questionnaire (FFQ) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui gambaran kebiasaan minum responden berupa pola dan jenis minuman responden.

Food recall 24 jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survei konsumsi air dengan tujuan mengetahui asupan air dari bahan makanan dan air metabolik, serta dan gambaran tingkat kecukupan air setiap responden.

Asupan air merupakan jumlah air yang dihitung dari makanan, minuman dan air metabolik yang dikonsumsi responden. Asupan air ini dibandingkan dengan kebutuhan air untuk dihitung persentase tingkat kecukupan air responden.

Kebutuhan energi merupakan hasil dari perhitungan BMR dikalikan dengan PAL setiap responden, perhitungan ini merupakan rumus TEE

(22)

Kebutuhan airmerupakan hasil perhitungan kombinasi rumus Popkin, D’Anci ,

Rosenberg (2010) dan kebutuhan energi FAO/WHO/UNO (2001).

Tingkat kecukupan air adalah perbandingan antara asupan air dengan kebutuhan air yang dihitung pada masing-masing individu. Hasil perhitungan kemudian dikali 100% untuk diperoleh persentase asupan terhadap kebutuhan air setiap responden.

Aktivitas fisik adalah semua kegiatan fisik yang dilakukan responden selama 24 jam, meliputi aktivitas pribadi, sosial, pendidikan dan latihan fisik.

VO2max adalah kemampuan tubuh dalam mengonsumsi oksigen yang merupakan suatu indikator untuk menentukan daya tahan dalam melakukan aktivitas.

Tingkat kebugaran adalah kemampuan tubuh responden untuk melakukan Aktivitas sehari-hari dengan mudah tanpa kelelahan yang berarti dan diklasifikasikan menurut cooper (1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Tim NLFC

NLFC (Netic Ladies Futsal Club) merupakan tim futsal putri yang berada di kabupaten Cibinong, Bogor. Tempat latihan dan markas utama tim terletak di Jl. Raya Karadenan, komplek pendidikan. Tim futsal memiliki jadwal, intensitas dan durasi latihan yang sudah terpola dan teratur disetiap minggu. Anggota tim futsal terdiri dari umur 13 hingga 18 tahun. Terdapat lima orang anggota tim futsal NLFC yang sudah pernah dipangggil pelatnas TIMNAS dan terdapat tiga orang anggota yang masuk TIMNAS Indonesia.

Karakteristik Responden

Penelitian ini menggunakan atlet futsal remaja putri yang dijadikan sebagai responden. Para responden merupakan atlet futsal yang sudah masuk kedalam tim inti futsal dengan jadwal latihan dan jenis-jenis latihan yang sudah ditetapkan. Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, berat badan, tinggi badan.

Usia

(23)

Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan usia

Kategori Usia (Tahun) n %

Remaja awal 10-13 9 42.9

Remaja tengah 14-16 5 23.8

Remaja akhir 17-19 7 33.3

Total 21 100

Rata-rata±SD 14.7±0.46

Tabel 5 menunjukkan sebaran usia responden. Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa sebagian besar responden (42.9%) termasuk kategori remaja awal (10-13 tahun). Rata-rata usia responden adalah 14.7±2.12 tahun.

Berat Badan

Data berat badan didapatkan langsung dengan pengukuran. Pengkategorian data didasari oleh berat badan ideal menurut AKG (2013), yaitu usia 13-15 tahun adalah 46 kg dan usia 16-18 tahun adalah 50 kg. Berikut Tabel 6 sebaran responden berdasarkan berat badan.

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan berat badan

Usia (tahun) Berat badan (kg) n %

13-15 <46 7 46.7

≥46 18 53.3

Total 15 100

16-18 <50 3 50

≥50 3 50

Total 6 100

Rata-rata±SD 48.11±7.57

Berdasarkan Tabel 6, pada kategori usia 13-15 tahun sebagian besar responden (53.3%) memiliki berta badan ≥46 kg dan pada kategori usia 16-18 tahun terdapat nilai persentase yang seimbang (50%) antara berat badan <50 kg dan ≥50 kg dengan masing-masing jumlah responden sebanyak tiga orang. Dimana rata-rata berat badan adalah 48.1±7.57 kg.

Tinggi Badan

(24)

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan tinggi badan

Usia (Tahun) Berat Badan (kg) n %

13-15 <155 8 53.3

≥155 7 46.7

Total 15 100

16-18 <158 3 50

≥158 3 50

Total 6 100

Rata-rata±SD 154.5±5.89

Hasil menunjukkan bahwa tinggi badan responden berkisar antara 143.3-162.8 cm. Berdasarkan Tabel 7, pada usia 13-15 tahun sebagian besar responden (53.3%) memiliki tinggi badan <155 cm dengan jumlah responden sebanyak delapan orang dan pada usia 16-18 tahun terdapat persentase seimbang (50%) antara tinggi badan <158 cm dan ≥158. Rata-rata tinggi badan responden adalah 154.5±5.89 cm.

Status Gizi

Status gizi merupakan suatu kondisi yang dapat diukur dan dinilai dengan tujuan mengetahui kondisi seseorang atau sekelompok orang memiliki status gizi yang baik atau tidak baik (Riyadi 2003). Penelitian ini menggunakan pengukuran antropometri untuk menentukan status gizi. Data antropometri diolah dengan menggunakan rumus IMT/U. Hal ini sesuai dengan Riyadi (2003) yang menyatakan bahwa indikator IMT/U direkomendasikan sebagai indikator penentuan status gizi untuk remaja. Penentuan status gizi yang digunakan untuk usia 5-19 tahun mengacu pada referensi WHO (2007). Berikut Tabel 8 sebaran responden berdasarkan status gizi.

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan status gizi

Kategori status gizi n %

Normal 20 95.2

Gemuk 1 4.8

Total 21 100

Kategori status gizi didapatkan dari hasil perhitungan rumus IMT/U. Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar responden (95.2%) memiliki status gizi yang normal dan hanya (4.8%) yang memiliki kategori status gizi gemuk. Menurut Rachmawati (2013) status gizi sangat mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani seseorang, karena status gizi menyebabkan tingkat kesehatan seseorang menjadi baik.

Pengetahuan Gizi

(25)

tidak menimbulkan penyakit, dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo 2003). Pengukuran pengetahuan gizi dilakukan dengan menggunakan instrument berbentuk pertanyaan pilihan dan berganda/Multiple choice test, instrument ini merupakan bentuk tes obyektif yang paling sering digunakan. Di dalam menyusun instrument diperlukan pilihan jawaban yang sudah tertera, sehingga responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar (Khomsan 2000).

Seluruh pertanyaan diberi skor dan kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (>80%), pengetahuan sedang (60-80%), dan pengetahuan rendah (<60%) (Khomsan 2000). Berikut adalah Tabel 9 yang menyajikan data hasil sebaran responden menurut pengetahuan gizi.

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan hasil pengukuran pengetahuan gizi

Kategori Pengetahuan Gizi n %

Kurang (<60%) 2 9.5

Sedang (60-80%) 13 61.9

Baik (>80%) 6 28.6

Total 21 100

Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa sebagian besar pengetahuan gizi responden dalam kategori sedang (61.9%), kemudian kategori baik (28.6%) dan terakhir adalah kategori kurang (9.5%). Didalam praktek penilaian, para responden diharuskan untuk mengisi jawaban dari 20 pertanyaan yang telah disajikan didalam sebuah kuesioner, kemudian dihitung berapa jawaban yang benar dan diberikan skor penilaian. Sebaran responden berdasarkan pertanyaan dilampirkan pada Lampiran 5.

Terdapat dua pertanyaan yang dijawab benar oleh seluruh reponden. Pertanyaan tentang pengertian makanan sehat yaitu mengandung zat gizi yang cukup dan higienis dan pertanyaan tentang salah satu contoh makanan sumber protein hewani yaitu ayam. Sedangkan, pertanyaan yang paling sedikit dijawab responden adalah pertanyaan tentang protein juga disebut sebagai zat apa yaitu zat pembangun (28.6%), salah satu contoh vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin B (33.3%) dan terakhir adalah pertanyaan tentang sinar matahari pagi bermanfaat untuk menghasilkan vitamin apa yaitu vitamin D (33.3%).

(26)

Konsumsi Pangan

Pola konsumsi makan adalah susunan makanan yang merupakan suatu kebiasaan yang dimakan seseorang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu (Suhardjo 1989). Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatan. Kelebihan konsumsi pangan yang tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang mencukupi dapat mengakibatkan timbulnya gizi lebih. Oleh sebab itu, setiap orang harus mengonsumsi sejumlah makanan yang sesuai dengan kecukupan berdasarkan usia, ukuran tubuh, serta aktivitasnya.

Kebiasaan Makan dan Minum

Kebiasaan makan dan minum adalah cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih pangan dan minum apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, sosial, dan budaya (Suhardjo 1989). Pertumbuhan remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja, sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan. Remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri dan biasanya remaja lebih suka makanan dan minuman serba instant yang berasal dari luar rumah seperti fast food dan soft drink (Santrock 2003). Tabel yang meyajikan data responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum dapat dilihat pada Lampiran 6.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden (95.23%) melakukan sarapan dan hanya 4.76% yang tidak sarapan. Hal ini disebabkan, responden tidak suka sarapan karena merasakan perut yang tidak enak setelah sarapan. Frekuensi sarapan pagi responden juga cukup baik karena (80%) responden selalu sarapan pagi dan hanya (20%) responden yang tidak sering sarapan pagi. Menurut Sharlin & Edelstein (2011) remaja putri merupakan kelompok umur yang paling sering melewatkan sarapan pagi. Menu sarapan yang paling banyak dikonsumsi responden (45%) terdiri nasi, lauk hewani atau lauk nabati dan sayur, lalu sekitar (25%) responden mengonsumsi nasi dan lauk, kemudian sekitar (20%) responden mengonsumsi roti pada saat sarapan dan hanya (10%) responden mengonsumsi susu untuk sarapan. Khomsan (2002) menyatakan bahwa sarapan yang sehat seharusnya mengandung unsur empat sehat lima sempurna untuk persiapan menghadapi segala aktivitas pada hari tersebut. Kemudian manfaat sarapan sangat penting bagi seorang siswa sekolah. Khomsan (2004) menyatakan sarapan pagi bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran sehingga berdampak pada prestasi belajar siswa yang lebih baik.

(27)

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden selalu mengonsumsi makan siang (100%), dengan menu makanan yang beragam. Sebanyak (71.43%) responden mengonsumsi menu makan siang yang terdiri dari nasi, lauk hewani atau nabati dan sayur, (19.05%) responden mengonsumsi mie instan dan hanya (9.52%) responden mengonsumsi makanan yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak (80.95%) responden selalu membawa bekal dari rumah untuk dikonsumsi saat jam makan siang, sedangkan (19.05%) responden mengaku tidak membawa bekal dari rumah, sehingga membeli makanan yang terdapat dikantin sekolah.

Pada saat malam hari, seluruh responden (100%) mengonsumsi makan malam, hanya saja yang membedakan adalah frekuensi para responden mengonsumsi makan malam. Frekuensi responden berbeda-beda, (90.48%) responden sering mengonsumsi makan malam dan hanya (9.52%) yang tidak sering mengonsumsi makan malam. Berdasarkan penelitian, responden sengaja tidak mengonsumsi makan malam karena malas, lelah dan tidak adanya nafsu makan setelah seharian berkegiatan. Menurut Arisman (2004), kelompok remaja memiliki frekuensi makan utama yang tidak teratur. Kelompok remaja sering melewatkan waktu makan karena aktivitas yang dimilikinya sehari-hari.

Menu makan malam yang paling banyak dikonsumsi responden (71.43%) adalah nasi, lauk hewani atau nabati dan sayur. Kemudian sebanyak (14.29%) responden mengonsumsi nasi; lauk hewani; lauk nabati; sayur; dan buah, dan sisanya (14.29%) mengonsumsi makanan yang terdiri dari nasi dan lauk hewani. Jika dibandingkan dengan susunan menu makan siang, susunan menu makan malam responden lebih baik, hal ini disebabkan responden mengonsumsi makanan di rumah dan lebih mendapatkan perhatian dari orang tua.

Kebiasaan konsumsi makanan disela-sela waktu makan utama juga dilakukan para responden. Seluruh responden (100%) mengaku selalu mengonsumsi makanan disela-sela waktu makan utama. Terdapat (95.24%) responden yang mengonsumsi makanan ringan pada pukul 10.00 WIB dan (4.76%) responden yang mengonsumsi pukul 14.00 WIB. Perbedaan kebiasaan konsumsi makanan selingan ini terdapat pada frekuensi konsumsi makanan, dimana terdapat (71.42%) responden mengaku sering mengonsumsi makanan dan (28.57%) responden mengau tidak sering mengonsumsi makanan. Seluruh responden mengaku membeli makanan berasal dari lingkungan disekitar sekolah. Jenis-jenis makanan tersebut antara lain makaroni panggang, lumpia basah, bihun goreng, gorengan, cilok, pempek, keripik singkong, wafer, biskuit, ciki, donat, pop ice, es teh, dan es susu.

(28)

Selain memiliki makanan dan minuman pantangan, para responden juga memiliki hal yang wajib untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, seluruh responden (100%) mengonsumsi suplemen. Suplemen tersebut berasal dari sekolah yang diberikan secara gratis kepada responden dengan merk Armovit yang berisi royal jelly 6 mg, vitamin A 5000 iu, vitamin C 150 mg, vitamin E 10 mg, vitamin D 400 iu, vitamin B1 5 mg, vitamin B2 5 mg, vitamin B6 10 mg dan vitamin B12 5 mcg yang berindikasi dapat meningkatkan energi dan stamina. Hanya saja, terdapat (14.29%) responden yang mengonsumsi suplemen tambahan diluar dari suplemen yang diberikan dengan merk Enervon-C, sakatonik, dan neurobion.Waktu mengonsumsi suplemen pada responden juga berbeda-beda. Terdapat (85.71%) responden yang mengonsumsi setiap hari dan hanya (14.29%) responden yang mengonsumsi saat pertandingan saja. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan kelas antara responden. Responden yang meminum suplemen hanya pada saat pertandingan merupakan senior yang terdapat didalam tim, sedangkan responden lainnya masuk kedalam kelas junior.

Jumlah air yang dikonsumi perhari responden juga dapat dilihat pada lampiran 6. Sebanyak (95.24%) responden mengonsumsi air ≥8 gelas per hari dan (4.76%) responden mengonsumsi air tujuh gelas per hari. Irawan (2007) menyatakan konsumsi antara 8-10 gelas (1gelas=240 ml) dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan cairan 1 gelas per harinya. Sebanyak (57.14%) responden memilih mengonsumsi susu selain air mineral didalam keseharian, kemudian terdapat (28.57%) responden mengonsumsi teh, (9.52%) responden mengonsumsi jus buah dan (4.76%) mengonsumsi pop ice. Selanjutnya, kebiasaan responden membawa air mineral ke Sekolah juga diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, terdapat (21.42%) responden membawa air mineral dan hanya (28.57%) responden yang tidak membawa air. Jumlah air yang dibawa responden berbeda-beda, yaitu 500 ml; 600 ml; dan 750 ml. Berdasarkan hasil wawancara, alasan responden tidak membawa air adalah malas dan berat karena sudah terlalu banyak yang dibawa, sehingga lebih memilih untuk membeli air mineral kemasan botol.

Kebiasaan minum juga diteliti dari aktivitas minum ketika bangun tidur, sebelum makan, saat makan, dan sesudah makan. Berdasarkan Lampiran 6, terdapat (57.14%) responden minum ketika bangun tidur dan hanya (42.86%) yang tidak minum ketika bangun tidur. Menurut Depkes (2002) atlet disarankan untuk mengonsumsi air minum sebanyak 500 mL air putih setelah bangun pagi.Selanjutnya, terdapat (52.38%) responden yang selalu minum sebelum makan dan (47.62%) responden yang tidak melakukan kebiasaan itu. Lalu, seluruh responden (100%) selalu minum setelah makan.

Kebiasaan Makan dan Minum Sebelum dan Sesudah Latihan/Pertandingan

(29)

menghindarkan rasa lapar dan kelemahan. Berikut Tabel 10 kebiasaan makan dan minum sebelum dan sesudah latihan/pertandingan.

Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum sebelum sesudah latihan/pertandingan

No Pertanyaan Sebelum Setelah n % n % 1 Rentang waktu konsumsi makanan

0-2 jam 2 Jenis makanan yang dikonsumsi

Makanan ringan 3 Rentang waktu konsumsi minuman

0-1 jam 4 Jenis minuman yang dikonsumsi

Air putih 21 100 21 100

5 Rata-rata jumlah konsumsi air 246 mL 6 Jenis makanan/minuman yang harus

dikonsumsi

Pada periode sebelum latihan/pertandingan, sebagian besar responden (85.71%) memiliki rentang waktu makan 0-2 jam dan (14.29%) responden memiliki rentang waktu 2-3 jam.Menurut Depkes (2002) sebaiknya atlet memberi waktu cukup makanan untuk dicerna. Makanan tinggi kalori memakan waktu lebih lama meninggalkan perut daripada camilan ringan. Patokan umum untuk diperhatikan 3-4 jam untuk makan besar dicerna; 2-3 jam untuk porsi lebih kecil; 1-2 jam untuk makanan halus atau cair; dan <1 jam untuk sedikit camilan. Pada periode setelah latihan/pertandingan (71.42%) responden memiliki rentang waktu makan 0-2 dan (28.57%) responden memiliki rentang waktu makan 2-3 jam.

(30)

minum yang harus dikonsumsi atlet setelah masa latihan/pertandingan adalah cukup energi, tinggi karbohidrat (60-70%), vitamin dan mineral, cukup protein, dan rendah lemak.

Rentang konsumsi minuman responden bermacam-macam, pada periode sebelum latihan/pertandingan, (95.24%) respoden memiliki rentang waktu 1-2 jam dan sebanyak (4.76%) responden dengan rentang 0-1 jam. Pada periode setelah latihan/pertandingan, seluruh responden (100%) memiliki rentang waktu konsumsi air 0-2 jam. Jenis minuman yang dipilih responden di kedua priode adalah air putih. Menurut Depkes (2002) atlet wajib mengonsumsi cairan agar tidak kekurangan zat cair, porsi yang dikonsumsi adalah 500 ml air putih pada malam hari sebelum latihan/pertandingan; 500 ml setelah bangun pagi, 500-600 ml 2-3 jam sebelum latihan/pertandingan dan 200-300 ml 15 menit sebelum latihan olahraga. Rata-rata jumlah air yang dikonsumsi pada periode sebelum latihan/pertandingan adalah 246 mL, sedangkan pada periode setelah latihan/pertandingan adalah 369 mL.

Menurut Depkes (2002) salah satu syarat pengaturan makanan dan minuman setelah masa latihan/pertandingan adalah banyak mengonsumsi cairan. Makanan dan minuman yang dihindari sebelum dan sesudah latihan/pertandingan berlangsung seluruh responden (100%) minuman dingin (es), makanan pedas, dan minuman berkarbonasi. Hal ini merupakan larangan dan peraturan yang diberikan oleh pelatih kepada semua anggota tim futsal.

Kebiasaan Makan dan Minum Saat latihan

Kebiasaan makan dan minum saat pertandingan merupakan kebiasaan yang dimiliki oleh setiap responden futsal dan merupakan hal yang penting mengingat waktu pertandingan yang lama. Irianto (2006) menyatakan pada saat pertandingan sebaiknya atlet mengonsumsi makanan yang mengandung cukup karbohidrat, cairan, dan elektrolit untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, dan tidak menyebabkan gangguan pencernaan. Hal ini didukung (Depkes 2002) yang menyatakan bahwa makanan dan cairan yang cukup untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen tetap terpelihara. Berikut adalah Tabel 11 kebiasaan makan dan minum responden saat latihan/pertandingan.

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum saat latihan/pertandingan

No Kebiasaan Makan dan Minum Saat latihan/Pertandingan n % 1 Ada makanan dan minuman yang dihindari selama

latihan/pertandingan

21 100

2 Jenis minuman saat latihan/pertandingan

Air putih 21 100

3 Setiap berapa kali konsumsi air saat latihan 10-15 menit sekali 4 Rata-rata jumlah air yang dikonsumsi saat latihan

660 mL 21 100

5 Jenis makanan yang dikonsumsi saat latihan

(31)

Berdasarkan Tabel 11, seluruh responden (100%) menyatakan terdapat makanan dan minuman yang dihindari selama latihan berlangsung, yaitu minuman dingin (es), makanan pedas dan minuman berkarbonasi, sehingga seluruh responden (100%) mengonsumsi air putih selama latihan berlangsung. Jenis minuman yang dipilih seluruh responden (100%) adalah air putih, dimana frekuensi konsumsi air minuman setiap responden berbeda. Sebanyak (66.67%) responden mengonsumsi air minum 10-15 menit, (28.57%) responden mengonsumsi air minum saat merasa haus dan (4.76%) responden mengonsumsi air setiap 30 menit sekali dengan rata-rata air 660 mL. Pola minum yang terdapat pada responden sudah sesuai dengan pernyataan Depkes (2002), bahwa sebaiknya disaat masa latihan/pertandingan berlangsung para atlet harus diberikan cairan yang cukup dan sebaiknya diberikan cairan gula dengan konsentrasi rendah. Hal ini bertujuan untuk memenuhi energi dan zat gizi agar cadangan glikogen tetap terpelihara.

Seluruh responden (100%) tidak mengonsumsi makanan saat latihan berlangsung. Hal ini disebabkan tidak adanya perintah dari pelatih dan keadaan yang membiasakan para responden untuk tidak makan, seperti waktu istirahat yang hanya sebentar ±5 menit disela-sela latihan, sehingga waktu hanya cukup untuk konsumsi air minum. Menurut Depkes (2002) selama masa latihan/pertandingan tidak menjadi masalah ketika atlet diberikan makanan dengan pedoman, yaitu cukup gizi sesuai dengan kebutuhan, protein cukup 10-12%, lemak 1-20%, karbohidrat 68-70% dari total kalori, banyak mengandung vitamin, mudah dicerna, tidak bergas dan berserat, serta tidak merangsang (pedas, asam).

Sebanyak (57.14%) responden haus/kerongkongan kering saat latihan/pertandingan, (14.29%) responden lemas/lelah dan (9.52%) responden berdebar-debar tanpa sebab; tubuh merasa panas; dan tidak merasakan apa-apa. Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer ialah haus, air liur sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria, sangat lemah, timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Kematian akan terjadi bila orang kehilangan air ±15% atau 22% dari dalam tubuh (Irawan 2007). Dehidrasi sekunder terjadi apabila tubuh kehilangan cairan yang mengandung elektrolit. Gejala yang terjadi adalah mual, muntah, kejangan, sakit kepala, perasaan lesu dan lelah (Irawan 2007).

Tingkat Kecukupan Gizi

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin, dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004).

(32)

kebutuhan gizi hampir semua orang disuatu negara. AKG untuk orang Indonesia didasarkan pada berat badan untuk masing-masing kelompok menurut umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik yang ditetapkan secara berkala melalui survei penduduk. AKG digunakan sebagai standar untuk mencapai status gizi optimal bagi penduduk dalam hal penyediaan pangan secara nasional dan regional serta penilaian kecukupan gizi penduduk golongan masyarakat tertentu yang diperoleh dari konsumsi makanannya (Almatsier 2004).

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang. Energi diperoleh dari berbagai bahan pangan yang dikonsumsi setiap harinya. Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Berikut sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi.

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan energi

Kategori Tingkat Kecukupan Energi n %

Defisit Tingkat Berat 13 61.90

Defisit Tingkat Sedang 3 14.29

Defisit Tingkat Ringan 3 14.29

Normal 2 9.52

Lebih 0 0.00

Total 21 100

Tabel 12 menunjukan sebanyak (61.90%) responden terkategori defisit tingkat berat, (14.29%) responden terkategori defisit tingkat sedang dan defisit tingkat ringan, dan hanya (9.52%) masuk kedalam kategori normal. Rata-rata asupan energi responden adalah 1836±450.46 kkal. Keadaan defisitnya energi pada sebagian besar responden (61.90%) sangat membutuhkan perhatian, karena jika tidak adanya peningkatan asupan akan semakin memperburuk keadaan responden, seperti mengalami cidera dan penurunan performa. Permasalahan ini juga sering terjadi ditingkat profesional bahwa ketidakcukupan asupan gizi berhubungan dengan asupan kalori yang rendah, bahkan atlet-atlet yang masih dalam usia pertumbuhan berisiko terhadap keterlambatan pertumbuhan dan penundaan kematangan saat latihan atau kompetisi jika atlet tersebut terus menerus mengalami kekurangan asupan energi dalam jangka waktu yang lama (Daly 2002).

(33)

Protein

Protein merupakan salah satu zat gizi yang dapat berasal pangan hewani dan pangan nabati. Fatmah (2011) menyatakan protein merupakan zat gizi utama untuk keperluan perkembangan dan perbaikan jaringan otot yang rusak, produksi hormon dan mengganti sel-sel darah merah yang mati, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, mengangkut zat-zat gizi dan sumber energi. Gibala et al. (2000) menyatakan peranan protein bagi atlet sangat penting, protein diperlukan untuk membesarkan otot, mengatur keseimbangan asam basa tubuh, selain itu untuk olahraga yang berdurasi lama protein otot mudah dikonversi pada saat dibutuhkan. Berikut Tabel 13 tingkat kecukupan protein.

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan protein

Kategori Tingkat Kecukupan Protein n %

Defisit Tingkat Berat 16 76.19

Defisit Tingkat Sedang 3 14.29

Defisit Tingkat Ringan 1 4.76

Normal 1 4.76

Lebih 0 0.00

Total 21 100

Tabel 13 menunjukkan sebagian besar (76.19%) responden terkategori defisit tingkat berat, (14.29%) responden terkategori defisit tingkat sedang, dan hanya (4.76%) responden masuk kategori defisit tingkat ringan dan normal. Permasalahan kurangnya protein juga membutuhan perhatian yang penting. Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pengganti sel tubuh yang rusak, dan sebagai katalisator. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002).

Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) menyatakan jumlah protein yang dibutuhkan untuk atlet yang menghabiskan waktu >20 jam dalam seminggu untuk latihan adalah 1.7-2.0 gram per kilogram berat badan dengan rentang persentase sebesar 12-18% dari total kebutuhan energi. Primana (2002) menyatakan atlet membutuhkan asupan protein yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan atlet lebih beresiko mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan atau pertandingan olahraga yang berat. Hal ini didukung Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) bahwa atlet endurance membutuhkan sekitar 1.4 gram protein per kilogram berat badan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen, dimana hal ini merupakan kebutuhan yang lebih tinggi daripada atlet kekuatan. Meskipun atlet endurance tidak berusaha untuk membangun massa otot, kontraksi otot yang terjadi secara terus-menerus dapat meningkatkan pemecahan protein. Selain itu, karena adanya peningkatan kebutuhan energi yang besar selama latihan, akan terjadi proses metabolisme, dimana protein dimobilisasi dalam tubuh untuk dijadikan energi.

Lemak

(34)

(Primana 2000). Hal ini didukung Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) bahwa lemak merupakan hal yang penting untuk atlet endurance, hanya saja dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Persentase lemak didapatkan dari persentase terakhir setelah penjumlahan protein dan karbohidrat, yaitu berkisar 20-35% dari total kebutuhan energi. Berikut adalah sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan lemak.

Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan lemak

Kategori Tingkat Kecukupan Lemak n %

Defisit Tingkat Berat 2 9.52

Defisit Tingkat Sedang 1 4.76

Defisit Tingkat Ringan 1 4.76

Normal 10 47.62

Lebih 7 33.33

Total 21 100

Tabel 14 menunjukan sebagian besar responden (47.62%) masuk kedalam kategori normal, terdapat (9.52%) responden terkategori defisit tingkat berat, (4.76%) responden terkategori defisit tingkat sedang dan defisit tingkat ringan, kemudian (33.33%) responden terkategori lebih. Lemak merupakan zat gizi yang juga dibutuhkan untuk membentuk energi, terutama bagi para atlet endurance yang membutuhkan energi yang tinggi. Fungsi lemak yaitu menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak esensial (Mahan and Escott-Stump 2008).

Perhatian bukan hanya diberikan kepada para responden yang terkategori defisit berat, defisit sedang dan defisit ringan, tetapi juga terhadap responden dengan kategori berlebih. Walaupun lemak sangat dibutuhkan oleh atlet yang melakukan olahraga dalam intensitas waktu yang lama, namun konsumsi lemak yang berlebihan tidak dianjurkan bagi seorang atlet karena dapat mengakibatkan peningkatan trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000).

Karbohidrat

(35)

Tabel 15 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat

Kategori Tingkat Kecukupan Karbohidrat n %

Defisit Tingkat Berat 17 80.95

Defisit Tingkat Sedang 4 19.05

Defisit Tingkat Ringan 0 0

Normal 0 0

Lebih 0 0

Total 21 100

Tabel 15 menunjukkan sebagian besar responden (80.95%) terkategori defisit tingkat berat dan (19.05%) responden terkategori defisit tingkat sedang. Keadaan defisitnya karbohidrat dapat mengakibatkan responden sangat mudah mengalami kelelahan saat latihan dan pertandingan. Fink HH, Mikeskey AE, Burgoon LA (2012) menyatakan mempertahankan kadar glukosa darah sangat penting dalam mencegah kelelahan mental karena sel-sel saraf sangat bergantung pada glukosa darah untuk menghasilkan energi. Karbohidrat merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk menampilkan performa selama masa latihan dan pertandingan untuk atlet endurance. Aplikasi asupan karbohidrat sebaiknya 80% atau lebih dalam bentuk karbohidrat kompleks dan 20% dalam bentuk gula sederhana (Irianto 2007).

Kalsium

Kalsium merupakan zat gizi yang diperlukan bagi seseorang dengan aktivitas fisik (olahraga) yang cukup. Kebutuhan kalsium akan meningkat dengan jenis olahraga yang dapat meningkatkan densitas tulang, seperti basket, sepak bola, lari, dan berjalan kaki (Syafiq et al. 2007). Berikut Tabel 16 sebaran tingkat kecukupan kalsium responden.

Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan kalsium

Kategori Tingkat Kecukupan Kalsium n %

Kurang 21 100 asupan terbesar sebesar 839.20 mg. Berdasarkan Tabel 16, seluruh reponden berada dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi makanan dan jenis minumah para responden masih belum memenuhi kebutuhan. Fungsi kalsium adalah sebagai struktur tulang dan gigi, transmisi impulsi saraf, pembekuan darah dan regulasi enzim. Kekurangan kalsium dapat meningkatkan risiko osteoporosis yaitu gangguan yang menyebabkan penurunan secara bertahap dan jumlah kekuatan jaringan tulang (Sulistyoningsih 2012).

Zat Besi

(36)

dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi berfungsi dalam metabolisme energi, sistem kekebalan, komponen hemoglobin, mioglobin, dan beberapa enzim oksidatif (Sulistyonigsih 2012). Berikut sebaran tingkat kecupan zat besi responden.

Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan zat besi

Kategori Tingkat Kecukupan Zat Besi n %

Kurang 20 95.24

Cukup 1 4.76

Total 21 100

Menurut AKG (2013) angka kecukupan zat besi perempuan umur 13-15 tahun dan 16-18 tahun adalah 26 mg. Tabel 17 menunjukkan sebagian besar (95.24%) responden dan hanya (4.76%) responden masuk dalam kategori cukup. Kekurangan zat besi terutama dapat menyebabkan anemia dan menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan, dan bagi olahragawan dikhawatirkan apabila terjadi kekurangan zat besi secara terus-menerus, maka seorang olahragawan akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya (Sumosardjuno 1992). Bagi olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena merupakan mineral yang sangat diperlukan tubuh dalam pembentukan hemoglobin, mioglobin dan juga sebagai enzim yang diperlukan dalam metabolisme (Sulistyonigsih 2012). Rata-rata asupan zat besi responden adalah 12.28±3.92 mg dengan asupan tertinggi sebesar 22.26 mg dan terkecil sebesar 5 mg

Vitamin A

Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak yang mempunyai fungsi penting dalam penglihatan. Selain berperan dalam proses penglihatan, vitamin A jugaberperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004). Berikut sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A.

Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A

Kategori Tingkat Kecukupan Vitamin A n %

Kurang 2 9.52

Cukup 19 90.48

Total 21 100

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiranstatus hidrasi, aktivitas fisik dan tingkat
Tabel 3  Kategori status hidrasi
Tabel 7  Sebaran responden berdasarkan tinggi badan
Tabel 10  Sebaran responden berdasarkan kebiasaan makan dan minum sebelum  sesudah latihan/pertandingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Ada perbedaan status gizi pada remaja puteri berstaus gizi normal dan berstatus gizi lebih berdasarkan aktivitas fisik di SMA Batik 1 Surakarta7. Kata Kunci :

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi pada remaja puteri bersataus gizi normal dan berstatus gizi lebih berdasarkan aktivitas fisik di SMA Batik

Kesimpulan : Ada hubungan aktivitas fisik dengan status gizi remaja dengan nilai (p= 0,005) pada remaja putri di Pondok Pesantren Ta’mirul Islam

dan status gizi dengan aktivitas fisik Polisi Dalmas di Polres Wonogiri. Mengetahui tingkat konsumsi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan zat gizi (energi, protein, besi, vitamin C) dan aktivitas fisik dengan status gizi dan kadar hemoglobin pada

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persen lemak tubuh, aktivitas fisik, status hidrasi, body image dan tingkat kebugaran pada ukm futsal putri

Kesimpulan dari penelitian asupan zat gizi makro siswa MAN Insan Cendekia belum sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan, status gizi rata-rata berstatus gizi normal

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan, dan hasil penelitian tentang hubungan antara status gizi dan aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran jasmani siswa Sekolah Dasar