• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Obesitas Pada Orang Dewasa Di Denpasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor Risiko Obesitas Pada Orang Dewasa Di Denpasar"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ORANG DEWASA DI

DENPASAR

PUTU ROSSI TYA LESTARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor Risiko Obesitas pada Orang Dewasa di Denpasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

PUTU ROSSI TYA LESTARI. Faktor Risiko Obesitas pada Orang Dewasa di Denpasar. Dibimbing oleh CESILIA METI DWIRIANI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor risiko kejadian obesitas pada orang dewasa di Denpasar, Bali. Desain penelitian adalah cross sectional study. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner pada September sampai November 2014. Penelitian dilakukan terhadap 60 contoh obes dan 58 contoh normal berumur 19-55 tahun yang dipilih secara purposif. Analisis yang dilakukan meliputi uji beda Mann Whitney U, uji korelasi Spearman, dan uji regresi binary logistic metode enter. Umur, status kawin, obesitas pada orang tua, dan kebiasaan merokok berbeda nyata antara kedua contoh (p<0.05). Obesitas berhubungan signifikan dengan peningkatan umur, jenis kelamin laki-laki, status kawin, kebiasaan merokok, dan obesitas pada orang tua (p<0.05). Contoh yang berumur ≥50 tahun dan 30-49 tahun lebih berpeluang untuk mengalami obesitas dibandingkan contoh yang berumur 19-29 tahun (OR=12.228; OR=7.407). Contoh yang sudah menikah dan memiliki orang tua obes lebih berpeluang mengalami obesitas dibandingkan dengan contoh yang belum menikah dan tidak memiliki orang tua obes (OR=3.987; OR=5.967).

Kata kunci: faktor risiko, obesitas, status kawin, umur dewasa

ABSTRACT

PUTU ROSSI TYA LESTARI. Risk Factor of Obesity Among Adults in Denpasar. Supervised by CESILIA METI DWIRIANI

The objective of this study was to analyze risk factor of obesity among adults in Denpasar. A cross sectional study was applied to 60 obese and 58 non obese persons that purposively selected, aged 19-55 years. Data was collected using a questionnaire in September to November 2014. The data was analyzed by Mann Whitney U test, Spearman correlation test and binary logistic regression with enter methods. There was a significant differences in age, marital status, parental obesity, and smoking habits between obese and normal sample (p<0.05). Obesity was significantly associated with older age, male, marrital status, smoking habits, and parental obesity (p<0.05). Subjects in the age group of ≥50 years and 30-49 years had a higher risk of being obese than the age group of 19-29 years (OR=12.228; OR=7.407). Subject who had obese parents and married status were more at risk for obesity than those who had non obese parents and unmarried status (OR=3.987; OR=5.967).

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

FAKTOR RISIKO OBESITAS PADA ORANG DEWASA DI

DENPASAR

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan pada bulan September sampai November 2014 ini adalah Obesitas, dengan judul Faktor Risiko Obesitas pada Orang Dewasa di Denpasar.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Cesilia Meti dwiriani, M.Sc atas arahan, bimbingan, dan saran kepada penulis selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen penguji atas arahan, kritik, dan saran kepada penulis untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Fak-Fak selaku penyandang dana beasiswa (BUD) dan penelitian ini.

Terima kasih kepada Bapak dan Ibu, serta seluruh keluarga besar di Bali atas bantuan doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Gde Krishna Wardana, Ibu Endang Yuli Purwani, dan Bapak I Putu Wardana atas semua bantuan moril dan materinya. Terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat tersayang (Riana Pangestu, Kirana Fajar Rahmah, Ramadhani, M Rivqi Zaelani, Ineke W, Q Aliyyan, M Yulianto, Yenni N, Romi P, Asti D, Fami RP, Niken A), teman-teman terbaik GM 47, teman-teman Beasiswa Utusan Daerah Fak-Fak, tim enumerator (Shanty, Dayu, Maya, Wiwin, Devi), Tim Bantuan Medis (TBM) Janar Duta Fakultas Kedokteran Umum Universitas Udayana, dan seluruh pihak yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu atas semua bantuan moril dan materi selama penyusunan karya ilmiah ini. Karya Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat sebesar-besarnya kepada pembaca. Penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR TABEL ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

Manfaat 2

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 4

Desain, Waktu, dan Tempat 4

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 6

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum Wilayah 11

Karakteristik Contoh 11

Gaya Hidup 17

Frekuensi Konsumsi Pangan 24

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Makro 27

Riwayat Obesitas Orang Tua 29

Morbiditas 30

Faktor Risiko Obesitas 31

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 36

(12)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 6

2 Nilai Physical Activity Rate (PAR) per satuan waktu 8

3 Pengkategorian variabel penelitian 9

4 Sebaran contoh berdasarkan umur, jenis kelamin, dan status perkawinan 12 5 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga dan pendidikan 14 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dan pendapatan 15 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pada pertanyaan

pengetahuan gizi 16

8 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi 17

9 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan merokok dan jumlah rokok yang

dikonsumsi per hari 17

10 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari kerja 18 11 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari libur 19 12 Sebaran contoh berdasarkan physical activity level (PAL) 19 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan, jenis, frekuensi, dan durasi

olahraga 20

14 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi minuman beralkohol 21 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi sayur,buah, jajanan, dan

makanan berlemak 23

16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi minuman manis 24 17 Rata-rata frekuensi konsumsi sumber karbohidrat, protein hewani, dan

protein nabati 25

18 Rata-rata frekuensi konsumsi sayuran dan buah 26

19 Rata-rata frekuensi konsumsi jajanan dan minuman manis 27 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi

makro 28

21 Sebaran contoh berdasarkan riwayat obesitas orang tua 30

22 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit 31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran faktor risiko obesitas pada orang dewasa di

Denpasar 4

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji korelasi variabel independen dengan status gizi 36 2 Hasil uji korelasi variabel independen dengan status gizi (Lanjutan) 37

3 Hasil uji beda Mann Whitney U 37

4 Hasil uji beda Mann Whitney U (Lanjutan) 37

5 Hasil uji beda Mann Whitney U (Lanjutan) 37

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia saat ini sedang mengalami beban ganda (double burden) masalah gizi yang meliputi kekurangan gizi (undernutrition) dan kelebihan gizi (overnutrition). Obesitas merupakan salah satu masalah kelebihan gizi yang tidak hanya terjadi di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Prevalensi obesitas di Amerika pada tahun 2007-2008 sebesar 33.8% dan prevalensinya diperkirakan akan meningkat sebesar 51% pada tahun 2030 (Finkelstein et al. dan tahun 2010 (7.8%) (Balitbangkes Depkes 2013).

Obesitas merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adipose (WHO 2000). Faktor risiko obesitas terdiri dari faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Umur adalah salah satu faktor risiko obesitas yang tidak dapat dimodifikasi, sedangkan gaya hidup adalah salah satu faktor yang dapat dimodifikasi (Kantachuvessiri et al. 2005). Umur dewasa (19-55 tahun) merupakan rentang umur terpanjang dalam kehidupan manusia. Pada umur ini terjadi perubahan sistem metabolisme sesuai dengan pertambahan umur. Umur dewasa juga rentan mengalami asupan makanan berlebih, perubahan gaya hidup menjadi sedentary life, kurangnya waktu berolahraga, dan stress yang tinggi (Kurniasih et al. 2010).

Obesitas dipengaruhi secara tidak langsung oleh pengetahuan gizi. Pengetahuan gizi seseorang berpengaruh pada perilaku makan sehat khususnya sayur dan buah yang selanjutnya akan berpengaruh pada status gizinya (Wardle et al. 2000). Peningkatan prevalensi obesitas pada pria maupun wanita diketahui berdampak pada berbagai penyakit degeneratif seperti peningkatan risiko sindroma metabolik, aterosklerosis, penyakit kardiovaskuler, diabetes tipe 2, batu empedu, gangguan fungsi pulmonal, serta hipertensi (Wolfsoon 2005). Obesitas diketahui dapat dicegah dan ditanggulangi dengan meningkatkan aktivitas fisik dan modifikasi gaya hidup (Kurniasih et al. 2010).

(14)

2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas terdapat beberapa hal yang dapat dianalisis yaitu :

1. Bagaimana karakteristik orang dewasa dengan status gizi obes dan normal di daerah Denpasar.

2. Bagaimana gaya hidup, konsumsi pangan, riwayat obesitas orang tua, dan riwayat penyakit orang dewasa dengan status gizi obes dan normal di daerah Denpasar.

3. Bagaimana pengaruh karakteristik contoh, gaya hidup, konsumsi pangan, riwayat penyakit, dan riwayat obesitas orang tua dengan status gizi pada orang dewasa di daerah Denpasar.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah menganalisis hubungan dan faktor risiko obesitas pada orang dewasa di Denpasar, Bali.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan gizi) orang dewasa dengan status gizi normal dan obes di Denpasar.

2. Mengidentifikasi gaya hidup (kebiasaan olahraga, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, konsumsi sayuran dan buah,konsumsi makanan atau minuman manis, dan konsumsi makanan berlemak) orang dewasa dengan status gizi normal dan obes di Denpasar. 3. Mengidentifikasi konsumsi pangan, riwayat obesitas orang tua, dan

riwayat penyakit orang dewasa dengan status gizi normal dan obes di Denpasar.

4. Menganalisis hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian obesitas pada orang dewasa di Denpasar.

5. Menganalisis faktor-faktor risiko obesitas pada orang dewasa di Denpasar. Manfaat

(15)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Obesitas adalah suatu kondisi yang terjadi akibat ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Obesitas berimplikasi pada peningkatan berbagai macam penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, dislipidemia, diabetes tipe 2, batu empedu, dan beberapa jenis kanker (WHO 2000). Obesitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor risiko obesitas yang tidak dapat dimodifikasi salah satunya adalah umur, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah gaya hidup seperti kebiasaan merokok, rendahnya aktivitas fisik, konsumsi minuman beralkohol, makanan atau minuman manis, makanan berlemak, serta konsumsi sayuran dan buah (Kurniasih et al. 2010).

Pengetahuan gizi didefinisikan sebagai pemahaman seseorang tentang zat gizi serta hubungannya dengan status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi seseorang berpengaruh pada perilaku makan sehat khususnya sayur dan buah yang selanjutnya akan berpengaruh pada status gizinya (Wardle et al. 2000). Status gizi seseorang juga dipengaruhi oleh konsumsi pangan. Konsumsi pangan didefinisikan sebagai informasi tentang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang pada waktu tertentu (Hardinsyah et al. 2002). Jumlahnya akan meningkat seiring dengan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat. Namun konsumsi pangan yang berlebih dan berlangsung dalam jangka waktu lama akan berakibat pada terjadinya obesitas (Sumanto 2009).

Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan terjadinya obesitas. Beberapa penelitian menemukan bahwa orang yang berhenti merokok cenderung mengalami obesitas daripada yang merokok dan tidak merokok. Hal tersebut diduga karena meningkatnya asupan energi disertai dengan menurunnya pengeluaran energi dan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak, dan metabolisme jaringan adipose (Chiolero 2007). Beberapa penelitian menemukan, penurunan aktivitas fisik berhubungan langsung dengan peningkatan kejadian obesitas. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya penimbunan lemak akibat kelebihan asupan energi (WHO 2000).

(16)

4

Keterangan :

= Hubungan yang dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis = Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka pemikiran faktor risiko obesitas pada orang dewasa di Denpasar

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini menggunakan design cross sectional study bersifat analisis yang diawali dengan survei lokasi di kota Denpasar. Pengumpulan data dilakukan setiap hari minggu selama bulan September sampai November 2014 di Lapangan Puputan Margarana, Renon, Kecamatan Denpasar Selatan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan pengunjung lapangan Renon yang berasal dari beberapa Kecamatan di Denpasar, sehingga

Konsumsi Pangan

Status Gizi (Obes dan Normal) Riwayat

Obesitas Orang Tua

Risiko Penyakit Karakteristik Contoh -Umur

-Jenis Kelamin -Status Perkawinan

-JumlahAnggota Keluarga -Pendidikan

-Pekerjaan

-Pendapatan per bulan

-Pengetahuan gizi - Kebiasaan merokok Gaya Hidup - Aktivitas fisik - Kebiasaan olahraga -Kebiasaan Konsumsi (minuman beralkohol, sayuran, buah,

(17)

5 diperkirakan dapat mewakili kota Denpasar. Penelitian ini turut dibantu oleh Tim Bantuan Medis Janar Duta Fakultas Kedokteran Umum Universitas Udayana.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi penelitian adalah orang dewasa berumur ≥19 tahun yang memiliki status gizi obes dan normal, serta datang secara volunteer ke Lapangan Renon untuk mengukur tekanan darah pada kegiatan Tenda Tensi yang dilakukan oleh Tim Bantuan Medis Janar Duta Fakultas Kedokteran Umum Universitas Udayana. Kriteria inklusi dewasa obes yaitu: 1) laki-laki atau perempuan berumur ≥19 tahun; 2) memiliki status gizi obes (IMT ≥25.00); 3) contoh bersedia mengikuti penelitian. Kriteria inklusi dewasa dengan status gizi normal adalah 1) laki-laki atau perempuan berumur ≥ 19 tahun; 2) memiliki status gizi normal (18.50≤ IMT

≤23.00); 3) contoh bersedia mengikuti penelitian. Adapun kriteria eksklusinya adalah 1) contoh tidak bersedia mengikuti penelitian; 2) pengisian kuesioner yang tidak lengkap.

Jumlah contoh minimal adalah 114 orang yang terdiri dari 57 contoh obes dan 57 contoh berstatus gizi normal. Jumlah contoh yang diperoleh selama pengumpulan data adalah 60 contoh berstatus gizi obes dengan IMT rata-rata 30.8±3.55 kg/m2 dan 58 contoh berstatus gizi normal dengan IMT rata-rata 20.81±1.35 kg/m2, sehingga jumlah totalnya adalah 118 orang. Rumus yang digunakan dalam penentuan jumlah contoh minimal adalah:

Keterangan : Z = 1.96 (p= 0,05)

P = prevalensi obesitas pada orang dewasa di perkotaan (17.9 %) d = toleransi estimasi (10% atau 0.1)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan per bulan, pengetahuan gizi), konsumsi pangan, gaya hidup (kebiasaan olahraga, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, konsumsi sayuran dan buah, konsumsi minuman manis, serta konsumsi jajanan dan makanan berlemak), riwayat obesitas orang tua, serta riwayat penyakit contoh.

(18)

6

Kebiasaan konsumsi yang terdiri dari frekuensi konsumsi sayur dan buah, jajanan dan makanan berlemak, serta minuman manis seperti jus buah, kopi, teh, dan soft drink diperoleh melalui wawancara menggunakan food frequency questionnaire (FFQ). Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, riwayat obesitas orang tua, dan riwayat penyakit contoh dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Cara pengumpulan Alat

3. Kebiasaan merokok Wawancara Kuesioner

4. Kebiasaan minum minuman

beralkohol

Wawancara Kuesioner

5. Kebiasaan olahraga dan aktivitas fisik

8. Riwayat obesitas orang tua Wawancara Kuesioner

9. Riwayat penyakit Wawancara Kuesioner

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia menggunakan program SPSS (Statistical Packages for Social Science) versi 20.0 for Windows. Data karateristik contoh meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, dan jumlah anggota keluarga. IMT dihitung dengan cara membagi data berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2). Hasil yang diperoleh kemudian dikategorikan ke dalam status gizi normal

(19)

7

IMT ( m T n n (m er t b n ( 2

Data pengetahuan gizi contoh diperoleh dengan memberikan 10 pertanyaan pilihan ganda tentang obesitas dengan total nilai 100. Pengetahuan gizi contoh dikategorikan menurut Khomsan (2000) menjadi kurang (< 60% jawaban benar), sedang (60-80% jawaban benar), dan baik (>80% jawaban benar). Data kebiasaan merokok dikategorikan menjadi pernah atau tidak pernah merokok. Data kebiasaan konsumsi minuman beralkohol dikategorikan menjadi pernah atau tidak pernah mengonsumsi minuman beralkohol. Data riwayat obesitas orang tua dan riwayat penyakit dikategorikan menjadi ya dan tidak.

Data konsumsi pangan diperoleh dari hasil recall 2x24 jam. Kandungan zat gizi dihitung berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan menggunakan program Microsoft Excel. Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan gizi makanan yang dikonsumsi menurut Hardinsyah dan Briawan (1994) adalah :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan :

KGij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) diperoleh melalui perbandingan asupan zat gizi aktual contoh dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut AKG 2013. Rumus untuk menghitung TKG adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) :

TKG

=

sup n t z

n e u up n z x 100%

Tingkat kecukupan zat gizi contoh dinyatakan dalam persen dan diklasifikasikan menjadi lima kategori menurut Hardinsyah et al. (2002) yaitu defisit berat (<70% AKG), defisit sedang (70-79% AKG), defisit ringan (80-89% AKG), normal (90-109% , berleb h ( ≥120% .

Data aktivitas fisik diperoleh melalui wawancara contoh dan recall aktivitas 2x24 jam. Tingkat aktivitas fisik dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) yaitu total dari jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas tertentu atau physical activity rate (PAR) dalam satu hari (24 jam). Menurut FAO/WHO/UNU (2001) aktivitas fisik dikategorikan menjadi ringan

( 1.40 ≤ P L≤ 1.69 , se n (1.70 ≤ P L ≤ 1.99 , n ber t (2.00 ≤ P L ≤ 2.39 .

Nilai PAR dari beberapa jenis aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 2. Rumus untuk menghitung PAL adalah sebagai berikut :

(20)

8

Keterangan:

PAL = Physical Activity Level (Tingkat aktivitas fisik)

PAR = Physical Activity Ratio (Jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Tabel 2 Nilai Physical Activity Rate (PAR) per satuan waktu No

Data kebiasaan konsumsi terdiri dari frekuensi konsumsi sayur dan buah, jajanan dan makanan berlemak, serta minuman manis per minggu. Data tersebut dikategorikan menjadi setiap hari, 4-6 kali per minggu, 1-3 kali per minggu, dan tidak pernah sama sekali. Pengkategorian variabel penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.

Analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Variabel dependen adalah status gizi (IMT) sedangkan variabel independen adalah karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pendapatan per bulan, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan gizi), riwayat penyakit, riwayat obesitas orang tua, dan gaya hidup (kebiasaan olahraga, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, konsumsi sayuran dan buah, konsumsi minuman manis, dan konsumsi makanan berlemak).

(21)

9

6. Pekerjaan 1. Tidak bekerja/sekolah

2. TNI/POLRI/PNS

12. Konsumsi minuman beralkohol 1. Ya

2. Tidak

13. Riwayat obesitas orang tua 1. Ya

2. Tidak

14. Riwayat Penyakit 1. Ya

2. Tidak 15. Konsumsi sayuran, buah, jajanan, makanan

berlemak, dan minuman manis

1.Setiap hari 2.4-6 Kali/minggu 3.1-3 Kali/minggu 4.Tidak pernah 16. Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Lemak,

(22)

10

Definisi Operasional

Obesitas, adalah suatu kondisi dimana telah terjadi kelebihan jumlah lemak dalam tubuh seseorang. Obesitas diukur dengan menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT), seseorang dikatakan obes jika IMT ≥ 25.00 kg/m2.

Faktor risiko obesitas, adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kejadian obesitas di suatu tempat.

Karakteristik contoh, adalah kondisi individu dan sosial contoh yang terdiri atas umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan, pendidikan, pendapatan per bulan, dan pengetahuan gizi. Status perkawinan, adalah status contoh yang digolongkan menjadi belum kawin,

kawin, dan cerai hidup/mati.

Jumlah anggota keluarga, adalah banyak anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dan digolongkan menjadi 3 elompo , y tu: ≤4, 5-6, ≥7 anggota rumah tangga.

Pendidikan, adalah jenjang pendidikan tertinggi yang pernah ditempuh seseorang yang dikategorikan menjadi tamat SD; tamat SMP; tamat SMA; dan tamat Perguruan Tinggi.

Pekerjaan, adalah jenis penghasilan utama yang dikategorikan menjadi tidak bekerja/sekolah; ibu rumah tangga; TNI/POLRI/PNS; pegawai BUMN/swasta; wiraswasta/pedagang/jasa; petani/buruh/nelayan; dan lainnya.

Pendapatan per bulan, adalah besarnya penghasilan contoh yang sudah menikah maupun belum menikah, yang berasal dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan per bulan.

Pengetahuan gizi, adalah pengetahuan seseorang tentang gizi secara umum dan dampak dari kelebihan asupan zat gizi. Pengetahuan gizi digolongkan baik ( skor > 80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60%).

Gaya hidup, adalah kebiasaan hidup contoh, yang terdiri atas aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, dan kebiasaan konsumsi.

Aktivitas fisik, adalah kegiatan tubuh contoh setiap harinya yang terkait dengan aktivitas sehari-hari meliputi jenis dan frekuensinya. Aktivitas fisik dikategorikan dalam ringan, sedang dan berat.

Kebiasaan Olahraga, adalah kegiatan berolahraga contoh yang meliputi jenis dan frekuensi olahraga dalam satu minggu serta durasi olahraga, yang dikategorikan menjadi terbiasa dan tidak terbiasa.

Kebiasaan merokok, adalah kebiasaan merokok/penggunaan tembakau contoh dalam sebulan terakhir yang dikategorikan ke dalam 2 kategori, merokok dan tidak merokok.

Kebiasaan konsumsi, adalah kebiasaan contoh dalam mengonsumsi makanan dan/atau minuman yang terdiri atas konsumsi sayuran dan buah, minuman manis, jajanan, makanan berlemak, dan minuman beralkohol yang dikategorikan menjadi setiap hari, 4-6 kali/minggu,1-3 kali/minggu, dan tidak pernah.

(23)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Wilayah

Denpasar merupakan ibukota Propinsi Bali dengan jumlah penduduk paling padat. Jumlah penduduk Denpasar pada tahun 2013 sebanyak 708 454 jiwa yang terdiri dari 357 096 laki-laki dan 351 358 perempuan. Luas wilayah Kota Denpasar 127.98 km2 atau 127.98 Ha, yang merupakan tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha, atau 2.27% dari seluruh luas daratan Propinsi Bali. Luas daratan Propinsi Bali seluruhnya 5 632.86 Km2. Batas Wilayah Kota Denpasar di sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abiansemal dan Kuta Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar (Kecamatan Sukawati dan Selat Badung), sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Kuta) dan Selat Badung (BPS Denpasar 2013).

Kota Denpasar terdiri dari 4 kecamatan (Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara dan Denpasar Selatan) dan 47 kelurahan. Sebagian besar (64%) penduduk Denpasar beragama Hindu. Denpasar Selatan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk kedua terbanyak yaitu 192 890 jiwa. Sebagian besar penduduknya berusia 15-49 tahun dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat (BPS Denpasar 2013). Denpasar juga memiliki beberapa lapangan yang sering dikunjungi oleh masyarakat kota Denpasar yaitu lapangan Renon, lapangan Puputan, dan lapangan Lumintang. Lapangan Puputan Margarana atau lapangan Renon merupakan salah satu fasilitas umum yang sering dikunjungi oleh penduduk Denpasar karena luas dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Lapangan Renon terletak di jalan Puputan Niti Mandala, Renon, Denpasar Selatan. Lapangan ini sering dikunjungi masyarakat pada hari minggu untuk berolahraga dan melakukan kegiatan sosial.

Karakteristik Contoh Umur

Hampir separuh (46.6%) contoh berumur 30-49 tahun (Tabel 4). Rata-rata umur seluruh contoh adalah 36.1±12.3 tahun. Persentase contoh obes banyak terdapat pada kelompok umur 30-49 t hun (63.3% n ≥50 t hun (25% . Contoh dengan status gizi normal paling banyak ditemukan pada kelompok umur 19-29 tahun (62.1%). Perbedaan nyata (p<0.05) ditemukan antara umur contoh obes dan normal. Rata-rata umur contoh obes (41.9±9.8 tahun) lebih tinggi dibandingkan rata-rata umur contoh normal (29.9±11.7 tahun). Terdapat hubungan yang signifikan positif antara umur dengan kejadian obesitas (p<0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Janghorbani et al. (2007) yang menyatakan bahwa kejadian obesitas meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

(24)

12

basal yang rendah akan menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami kegemukan.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan umur, jenis kelamin, dan status perkawinan Variabel

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap obesitas. Laki-laki dan perempuan dengan usia yang sama memiliki komposisi tubuh yang berbeda. Tubuh wanita lebih didominasi oleh lemak, sedangkan komposisi tubuh pria didominasi oleh otot. Kelebihan energi akan disimpan sebagai lemak oleh wanita dan otot oleh pria, sehingga wanita lebih mudah mengalami kegemukan dibandingkan pria (Almatsier 2001). Namun pada penelitian ini lebih dari separuh (54.2%) total contoh berjenis kelamin laki-laki (Tabel 4). Persentase contoh obes laki-laki (65%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal laki-laki (43.1%), dan persentase contoh obes perempuan (35%) lebih rendah dibandingkan contoh normal perempuan (56.9%). Hasil ini menunjukkan bahwa bahwa laki-laki lebih cenderung obes dibandingkan perempuan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa Bali adalah salah satu dari 16 provinsi dengan prevalensi obesitas pada laki-laki diatas prevalensi nasional (Balitbang Depkes 2013). Panagiotakos et al. (2004) juga menyatakan bahwa prevalensi obesitas pada pria (20%) di Yunani lebih tinggi dibandingkan wanita (15%).

(25)

13 penelitian Panagiotakos et al. (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian obesitas di Yunani (p<0.05). Status perkawinan

Lebih dari separuh (60.2%) total contoh sudah menikah, sebesar 35.6% belum menikah, dan 4.2% sudah bercerai (Tabel 4). Persentase obesitas tinggi pada contoh yang sudah menikah (80%) dan terendah pada contoh yang bercerai (5%). Contoh yang belum menikah lebih banyak memiliki status gizi normal (56.9%). Status perkawinan contoh obes dan normal berbeda nyata (p<0.05).

Status kawin berhubungan signifikan dengan obesitas (p<0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Erem et al. (2004) yang menyatakan bahwa obesitas berhubungan nyata dengan status kawin, prevalensi obesitas paling tinggi ditemukan pada orang yang sudah menikah. Kantachuvessiri et al. (2005) menyatakan bahwa orang yang sudah menikah cenderung obes dibandingkan dengan orang yang belum menikah. Penelitian lain yang dilakukan Janghorbani et al. (2007) menunjukkan bahwa prevalensi obesitas tinggi pada sampel yang telah menikah. Hal tersebut diduga akibat kurangnya aktivitas fisik dan perubahan pola makan setelah menikah. Pasangan yang sudah menikah memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan bersama-sama di rumah maupun di luar rumah. Selain itu pasangan cenderung untuk menghabiskan waktu bersama saat melakukan aktivitas fisik. Adanya kewajiban seseorang yang telah menikah untuk menghabiskan waktu bersama dengan pasangannya ini dapat digunakan sebagai salah satu usaha preventif terjadinya obesitas (Kantachuvessiri et al. 2005).

Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan kegemukan. Namun banyaknya jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap distribusi pangan yang akan diterima masing-masing individu (Adiningrum 2008). Banyaknya anggota keluarga akan memperkecil kemungkinan seseorang menjadi gemuk. Berbeda dengan penelitian Weng et al. (2004) yang menyatakan bahwa setiap penambahan anak, risiko obesitas meningkat sebesar 4% pada laki-laki dan 7% pada perempuan setelah mengontrol variabel lainnya.

Contoh obes dan normal paling banyak terdapat pada kelompok dengan

juml h n ot rum h t n ≤4 orang (keluarga kecil). Contoh obes dengan jumlah anggota kelu r ≤4 or n leb h b ny b n n n ontoh normal (Tabel 5). Contoh obes yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 or n n ≥7 orang lebih sedikit dibandingkan contoh normal. Tidak terdapat perbedaan nyata antara jumlah anggota keluarga contoh obes dan normal (p>0.05). Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh obes (3.5±1.1orang) lebih kecil dibandingkan contoh normal (3.9±1.4 orang). Jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan obesitas (p>0.05). Hal ini diduga karena tidak terdapat perbedaan antara jumlah anggota keluarga kedua contoh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kantachuvessiri et al. (2005) yang menyatakan bahwa besar keluarga dengan obesitas di Thailand tidak berhubungan secara signifikan.

Pendidikan terakhir

(26)

14

rendah tingkat pendidikan akan semakin rendah pula akses terhadap informasi kesehatan, hal tersebut diduga akan berpengaruh pada pola makan dan gaya hidup seseorang (Aekplakorn et al. 2007). Lebih dari separuh (50.8%) contoh tamat SMA (Tabel 5). Persentase contoh obes dan normal tinggi pada contoh yang tamat SMA dan semakin menurun seiring dengan peningkatan pendidikan. Perbedaan nyata tidak ditemukan antara tingkat pendidikan contoh obes dan normal (p>0.05).

Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan obesitas (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Erem et al. (2004), Panagiotakos et al. (2004), dan Janghorbani et al. (2007) yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan seseorang berhubungan nyata dengan peningkatan kejadian obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Aekplakorn et al. (2007) menemukan hubungan nyata negatif pada perempuan dan hubungan nyata positif pada laki-laki antara pendidikan dengan kejadian obesitas di Thailand. Perbedaan hasil ini dengan penelitian sebelumnya diduga karena mulai meningkatnya kesadaran contoh obes tentang gaya hidup sehat seiring dengan tingkat pendidikannya.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga dan pendidikan Variabel

Perubahan pada struktur sosial berhubungan dengan peningkatan obesitas. Hubungan ini terletak pada peningkatan proporsi populasi pekerjaan dalam bidang pelayanan, perkantoran, dan profesi lain yang kurang aktivitas fisik jika dibandingkan dengan pekerjaan manual yang membutuhkan banyak aktivitas fisik pada masyarakat tradisional. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan antara konsumsi dengan pengeluaran energi. Energi yang berlebih akan diubah oleh tubuh menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa sehingga terjadi penumpukan jaringan lemak dalam tubuh (WHO 2000). Pekerjaan merupakan faktor yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kejadian obesitas, pekerjaan akan berpengaruh pada aktivitas seseorang di rumah maupun di kantor (Erem et al. 2004).

(27)

15 pada kelompok yang tidak bekerja atau masih sekolah (41.4%). Orang yang hidup di perkotaan seperti contoh dalam penelitian ini umumnya bekerja kantoran dan mengabaikan kegiatan olahraga. Kemudahan akses transportasi juga berpengaruh terhadap aktivitas fisik, hal ini terlihat pada contoh di Denpasar yang lebih sering mengendarai motor dan mobil saat pergi bekerja, hal tersebut diduga menyebabkan kurangnya aktivitas fisik contoh yang akhirnya berpengaruh pada status gizi. Contoh umumnya bekerja dari pagi hingga sore hari. Setelah pulang dan makan malam umumnya contoh langsung beristirahat. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab kejadian obesitas tinggi pada contoh yang bekerja kantoran. Pendapatan per bulan

Hampir ¾ (70%) contoh memiliki pendapatan per bulan diatas 2 juta rupiah. Persentase obesitas tertinggi ditemukan pada kelompok contoh dengan pendapatan diatas enam juta rupiah (Tabel 6). Contoh normal terbanyak pada kelompok dengan pendapatan 2-3.9 juta rupiah. Tidak terdapat perbedaan nyata pendapatan per bulan antara contoh obes dan normal (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan per bulan dengan obesitas (p>0.05). Pendapatan bukan faktor yang berasosiasi secara signifikan dengan kejadian obesitas (Kantachuvessiri et al. 2005). Namun, tingginya pendapatan seseorang diduga dapat meningkatkan akses terhadap pangan tertentu. Pendapatan yang semakin tinggi akan menyebabkan seseorang lebih mudah mengakses pangan dan lebih sering mengonsumsi pangan berenergi tinggi (WHO 2000).

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan dan pendapatan Variabel

(28)

16

dengan memberikan beberapa pertanyaan berbentuk multiple choice. Jawaban yang benar akan diberi nilai 1 dan nilai 0 untuk jawaban salah.

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh seluruh contoh. Terdapat 1 pertanyaan yang dianggap sulit oleh seluruh contoh yaitu lokasi penyimpanan lemak yang berlebih pada wanita (pertanyaan no. 7). Jumlah contoh obes yang dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan benar (53.3%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (65.5%). Pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh seluruh contoh obes yaitu makanan pemicu terjadinya obesitas (pertanyaan no. 8) dan konsumsi zat gizi yang sebaiknya dikurangi pada orang yang mengalami kegemukan (pertanyaan no. 10).

Terdapat 1 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari ¾ (81.7%) contoh obes yaitu penyimpanan konsumsi energi yang berlebihan oleh tubuh (pertanyaan no. 3), namun contoh normal yang dapat menjawab pertanyaan tersebut hanya 69%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan contoh normal tentang penyimpanan konsumsi energi yang berlebihan oleh tubuh yaitu dalam bentuk lemak masih kurang. Sedangkan, pengetahuan gizi contoh obes yang sudah baik (>80%) menunjukkan bahwa contoh obes sebenarnya telah mengetahui bahwa konsumsi energi yang berlebihan akan disimpan oleh tubuh dalam bentuk lemak, namun pengetahuan gizi seseorang bukanlah faktor yang cukup kuat untuk dapat mengubah perilaku yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap status gizinya (Worsley 2002).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pada pertanyaan pengetahuan gizi

1 Susunan menu yang bergizi dan berimbang adalah nasi, ikan, tempe, sayur bayam, dan jeruk

55 91.7 55 94.8 110 93.2

2 Makan berlebihan jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan

menyebabkan badan semakin gemuk

58 96.7 56 96.6 114 96.6

3 Konsumsi energi yang berlebih akan

disimpan dalam bentuk lemak 49 81.7 40 69 89 75.4

4 Salah satu faktor yang mempengaruhi

obesitas adalah faktor genetic 43 71.7 51 87.9 94 79.7

5 Kebiasaan makan yang menyebabkan

seseorang gemuk adalah ngemil gorengan

59 98.3 57 98.3 116 98.3

6 Pada pria kelebihan lemak banyak

disimpan pada pinggang dan perut 58 96.7 56 96.6 114 96.6

7 Pada wanita kelebihan lemak banyak

disimpan pada pinggul dan paha 32 53.3 38 65.5 70 59.3

8 Contoh makanan pemicu terjadinya

obesitas adalah makanan tinggi lemak 60 100 57 98.3 117 99.2

9 Obesitas dapat memicu terjadinya

penyakit jantung 56 93.3 56 96.6 112 94.9

10 Pada orang yang mengalami kegemukan

(29)

17

Hampir seluruh contoh (90.7%) memiliki tingkat pengetahuan gizi baik. Contoh obes dengan tingkat pengetahuan gizi sedang (11.7%) lebih banyak dibandingkan dengan contoh normal (6.9%). Contoh normal dengan tingkat pengetahuan gizi baik (93.1%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (88.3%). Tingkat pengetahuan gizi contoh obes tidak berbeda nyata dengan tingkat pengetahuan gizi contoh normal (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan obesitas (p>0.05). Wardle et al. (2000) menyatakan bahwa pengetahuan gizi berhubungan dengan pola makan sehat (terutama buah dan sayuran) setelah mengontrol variabel demografi lainnya.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi Pengetahuan Gizi normal yang merokok (13.8%). Contoh obes paling banyak menghabiskan rokok 11-20 batang per hari, sedangkan contoh normal men h b s n ≤10 batang rokok per hari. Perbedaan nyata kebiasaan merokok ditemukan antara contoh obes dan

(30)

18

penelitian menemukan bahwa orang yang berhenti merokok cenderung mengalami obesitas daripada yang merokok dan tidak merokok. Hal tersebut diduga karena meningkatnya asupan energi disertai dengan menurunnya pengeluaran energi dan aktivitas fisik, perubahan oksidasi lemak, dan metabolisme jaringan adipose (Xu et al. 2007).

Penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Dalongeville et al. (1998) menunjukkan hubungan erat antara rokok dengan peningkatan konsumsi energi, lemak total, lemak jenuh dan kolesterol. Peluang mantan perokok untuk mengalami obesitas lebih tinggi dibandingkan mereka yang merokok dan tidak merokok. Hal ini disebabkan oleh efek ganda rokok yang dapat meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan, kedua efek ini akan hilang pada mantan perokok (Chiolero et al. 2007).

Review yang dilakukan oleh Chiolero et al. (2008) mengenai hubungan merokok pada berat tubuh, distribusi lemak tubuh dan resistensi insulin menunjukkan bahwa nikotin meningkatkan pengeluaran energi sekaligus menurunkan nafsu makan pada perokok. Namun, di sisi lainnya perokok berat memiliki berat badan lebih tinggi daripada perokok ringan atau bukan perokok, jika merokok diimbangi dengan gaya hidup yang tidak baik seperti rendahnya tingkat aktivitas fisik, dan diet yang buruk.

Aktivitas fisik

Obesitas atau kegemukan terjadi karena ketidakseimbangan energi, dimana energi intake jauh lebih besar dibandingkan energi expenditure atau energi yang terpakai dalam aktivitas fisik (WHO 2000). Aktivitas fisik contoh dibagi menjadi aktivitas fisik hari kerja dan hari libur dalam satuan menit. Contoh obes lebih banyak menghabiskan waktu di jalan (bepergian), duduk, dan berjalan-jalan pada hari kerja, sedangkan contoh normal banyak menghabiskan waktu untuk menonton tv, tidur, bekerja di kantor, melakukan pekerjaan rumah tangga, serta berolahraga (Tabel 10). Rata-rata waktu yang digunakan oleh contoh obes untuk berjalan (70.4±104.9) hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal (41.6±64.9). Rata-rata waktu yang digunakan oleh contoh normal untuk berolahraga (16.6±39) hampir 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh obes (9.75±26.2), meskipun tidak terdapat perbedaan waktu aktivitas olahraga antara contoh obes dan normal pada hari kerja (p>0.05).

Tabel 10 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari kerja

Jenis Aktivitas Rata-rata± SD (Menit) P

Value

Obes Normal

Menonton TV 133.6±95.3 151.6± 115.6 0.646

Tidur 536.8±144.4 579.3±146.4 0.186

Kebersihan diri dan pribadi 31±9.5 35.3±16.8 0.117

Bepergian (mobil/motor) 75.8±73.2 60±49.8 0.499

Makan 56.8±9.2 57.4±8 0.789

Kerja (di kantor) 158.8±188.8 198.5±179.4 0.197

Duduk 130.3±155.6 101.5±98.3 0.662

Pekerjaan Rumah Tangga 237±167.8 198.2±139.6 0.228

Berjalan (santai/biasa) 70.4±104.9 41.6±64.9 0.108

(31)

19 Aktivitas contoh obes pada hari libur tidak berbeda dengan hari kerja. Waktu yang digunakan contoh obes untuk tidur, makan, duduk, dan berjalan lebih banyak dibandingkan contoh normal (Tabel 11). Rata-rata waktu yang digunakan oleh contoh obes untuk berjalan (68.5±75.8) 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal (34.3±60.6). Rata-rata waktu yang digunakan contoh obes untuk bepergian (94±88.5) lebih banyak dibandingkan contoh normal (75.6±118) pada hari libur. Terdapat perbedaan nyata waktu aktivitas bepergian dan berjalan antara contoh obes dan normal (p<0.05) pada hari libur. Rata-rata waktu yang digunakan contoh normal untuk berolahraga (18.6±56.1) 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh obes (7.3±19.4), meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata waktu aktivitas olahraga antara contoh obes dan normal pada hari libur (p<0.05). Tabel 11 Jenis dan rata-rata waktu aktivitas fisik pada hari libur

Jenis Aktivitas Rata-rata± SD (Menit) P

Value

Obes Normal

Menonton TV 152.8±93.9 152.6 ±121.7 0.356

Tidur 537.3±128.9 526.6±143.3 0.756

Kebersihan diri 31±7.7 29.7±10.6 0.569

Bepergian (mobil/motor) 94±88.5 75.6±118 0.041

Makan 59.2±9.3 57.4±15.5 0.214

Kerja ( di rumah) 131.4±176.2 156.1±186.9 0.433

Duduk 107.4±118.3 94.9±96.2 0.710

Pekerjaan Rumah Tangga 253.8±190.8 294.2±145.1 0.075

Berjalan (santai/biasa) 68.5±75.8 34.3±60.6 0.004

Olahraga 7.3±19.4 18.6±56.1 0.793

Rendahnya tingkat aktivitas fisik dipercaya sebagai salah satu penyebab obesitas. Prevalensi obesitas meningkat seiring dengan meningkatnya perilaku sedentary dan berkurangnya aktivitas fisik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah peningkatan berat badan adalah peningkatan level aktivitas fisik (WHO 2000). Aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam sehari (24 jam) dapat diukur dengan menggunakan metode PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik.

Lebih dari ¾ (85.6%) total contoh memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong ringan (Tabel 12). Contoh obes dengan tingkat aktivitas sedang (13.3%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (8.6%). Contoh normal yang memiliki tingkat aktivitas berat (5.2%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (1.7%). Tingkat aktivitas fisik antara contoh obes dan normal tidak berbeda nyata (p>0.05).

(32)

20

Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Erem et al. (2004) yang menyatakan bahwa prevalensi obesitas berhubungan negatif dengan tingkat aktivitas fisik. Semakin rendah tingkat aktivitas fisik prevalensi obesitas semakin tinggi. Hal tersebut diduga karena separuh contoh dalam penelitian ini adalah laki-laki, sehingga aktivitas fisiknya tidak jauh berbeda. Hasil penelitian Janghorbani et al. (2007) menyatakan bahwa rendahnya aktivitas fisik berhubungan positif dengan obesitas pada perempuan tetapi tidak pada laki-laki.

Kebiasaan olahraga

Lebih dari separuh (50.8%) contoh memiliki kebiasaan berolahraga. Persentase contoh obes yang berolahraga (45%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (56.9%). Contoh obes yang tidak biasa berolahraga (55%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (43.1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa contoh normal yang terbiasa berolahraga lebih banyak dibandingkan contoh obes, meskipun tidak terdapat perbedaan nyata antara kebiasaan olahraga contoh obes dan normal (p>0.05).

(33)

21 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan obesitas (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Sari (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian obesitas pada pegawai IPB. Hal ini diduga karena sebagian besar contoh obes sudah bekerja sehingga waktu yang dimiliki untuk berolahraga hanya sedikit.

Jenis olahraga yang paling banyak dilakukan oleh seluruh contoh adalah jogging. Selain itu, contoh juga melakukan olahraga jalan santai dan senam. Contoh normal yang memilih jogging (48.5%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (40.7%). Contoh obes lebih memilih jalan santai (33.3%) 4 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Contoh normal yang berolahraga senam (24.2%) 3 kali lebih banyak dibandingkan contoh obes (7.4%). Contoh normal yang berolahraga 4-6 kali per minggu (21.2%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (14.8%). Contoh normal yang berolahraga 30-60 menit per minggu (78.8%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (74.1%).

Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol

Konsumsi banyak minuman beralkohol berhubungan dengan peningkatan terjadinya obesitas. Alkohol memiliki kontribusi energi tinggi, sebanyak satu gram minuman beralkohol menyumbang energi sebesar 7 kkal, lebih besar dibandingkan karbohidrat dan protein (WHO 2000). Alkohol yang dalam hal ini adalah etanol tidak dapat diubah menjadi glukosa atau glikogen, etanol yang dikonsumsi secara berlebihan akan diubah menjadi lemak dalam proses metabolismenya (Lehninger 1994). Konsumsi alkohol sebanyak 50% atau lebih dari kebutuhan energi seharinya dapat menurunkan nafsu makan, sedangkan konsumsinya yang kurang dari 50% atau level medium dapat meningkatkan berat badan (Mahan dan Escott-Stump 2008).

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan konsumsi minuman beralkohol Kebiasaan Minum

Lebih dari ¾ (87.3%) total contoh tidak mengonsumsi alkohol. Contoh obes yang mengonsumsi alkohol (16.7%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (8.6%). Contoh obes yang tidak mengonsumsi alkohol (83.3%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (94.1%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kejadian obesitas banyak terjadi pada contoh yang mengonsumsi alkohol dibandingkan contoh yang tidak mengonsumsi alkohol, meskipun tidak terdapat perbedaan nyata kebiasaan konsumsi alkohol antara contoh obes dan normal (p>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Erem et al. (2004) yang menyatakan bahwa prevalensi obesitas pada contoh yang mengonsumsi alkohol lebih tingi dibandingkan dengan contoh yang tidak mengonsumsi alkohol.

(34)

22

pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan signifikan (p>0.05) antara konsumsi minuman beralkohol dengan kejadian obesitas. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya diduga karena data konsumsi alkohol yang diperoleh hanya secara kualitatif. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk melihat perilaku konsumsi alkohol contoh obes secara kuantitatif.

Konsumsi sayuran dan buah

Lebih dari separuh contoh mengonsumsi sayur (66.1%) dan buah (63.6%) setiap hari. Contoh obes yang mengonsumsi sayuran dan buah setiap hari sebanyak 68.3% dan 66.7% (Tabel 15). Contoh obes yang mengonsumsi sayuran dan buah setiap hari (68.3% dan 66.7%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (63.8% dan 60.3%). Contoh obes yang tidak pernah mengonsumsi sayuran dan buah setiap hari (6.7% dan 11.7%) juga lebih banyak dibandingkan contoh normal (1.7% dan 10.3%). Konsumsi sayur dan buah antara contoh obes dan normal tidak berbeda nyata (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi sayuran dan buah dengan obesitas (p>0.05). Hasil ini berbeda dengan review beberapa penelitian oleh He et al. (2004) yang menemukan bahwa rendahnya konsumsi sayuran dan buah dapat meningkatkan risiko obesitas. Penelitian kohort menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara asupan sayuran atau buah dengan risiko obesitas. Peningkatan asupan sayuran dan buah berhubungan nyata dengan rendahnya risiko obesitas pada perempuan.

Konsumsi buah lebih baik untuk mengontrol berat badan daripada sayuran. Hal tersebut disebabkan buah lebih mudah dikonsumsi sebagai snack atau dessert, sedangkan sayuran sering dikombinasikan dengan bahan lain yang mengandung energi seperti mentega, saus, minyak, dan keju (Drapeau et al. 2004). Konsumsi buah dan sayuran yang lebih tinggi pada perempuan dapat menurunkan 25% dan 16% risiko obesitas dibandingkan yang lebih rendah (OR=0.75; OR=0.84) (He et al. 2004). Perbedaan hasil penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya diduga karena data kebiasaan konsumsi sayuran dan buah yang dikumpulan adalah data kualitatif selama 1 bulan terakhir, sehingga kurang menggambarkan kebiasaan konsumsi sayuran dan buah contoh sebelum dan setelah terjadinya obesitas.

Konsumsi jajanan dan makanan berlemak

Jajanan manis dan makanan berlemak seperti gorengan dan fast food merupakan makanan dengan jumlah kalori yang tinggi. Konsumsi jajanan dan makanan berlemak dalam jumlah yang tidak dikontrol dapat menyebabkan kegemukan terutama jika tidak diiringi dengan konsumsi serat yang cukup (Sari et al. 2008). Kandungan energi pada jajanan cukup tinggi sehingga pembentukan lemak tubuh terjadi lebih cepat. Jajanan dan makanan berlemak umumnya tinggi kalori namun rendah akan zat gizi lainnya. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan pertumbuhan. Peningkatan berat badan tidak diimbangi dengan peningkatan tinggi badan sehingga akan terlihat gemuk (Sumanto 2009).

(35)

23 mengonsumsi makanan berlemak (56.9%) lebih banyak dibandingkan contoh obes (53.3%). Contoh obes yang tidak pernah mengonsumsi jajanan (48.3%) 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes cenderung sudah mengurangi konsumsi jajanan, sedangkan konsumsi jajanan contoh normal justru meningkat, meskipun tidak terdapat perbedaan konsumsi jajanan dan makanan berlemak antara contoh obes dan normal (p>0.05). Contoh normal sebaiknya lebih memperhatikan konsumsi jajanan sebagai upaya pencegahan terjadinya obesitas.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan antara konsumsi jajanan dan makanan berlemak dengan kejadian obesitas (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa konsumsi makanan yang digoreng berhubungan positif dengan obesitas (Guallar-Castillon et al. (2007). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa konsumsi makanan berlemak berhubungan positif dengan obesitas pada laki-laki (Huot et al. 2004). Hasil ini berbeda diduga karena kebiasaan konsumsi yang dilihat pada penelitian ini adalah kebiasaan konsumsi pangan selama satu bulan terakhir, sehingga tidak dapat menggambarkan konsumsinya sebelum maupun setelah terjadinya obesitas.

(36)

24

Konsumsi minuman manis/berkalori

Sebuah review yang dilakukan oleh Drewnowski (2007) menunjukkan bahwa urbanisasi pada negara berkembang erat hubungannya dengan peningkatan konsumsi makanan manis. Konsumsi makanan manis dapat meningkatkan lemak tubuh melalui mekanisme fisiologis yang melibatkan tingginya densitas energi, efek rasa lezat makanan manis, dan efek lemahnya rasa kenyang.

Hampir separuh (44.9%) contoh setiap hari mengonsumsi minuman manis (Tabel 16). Contoh obes yang mengonsumsi minuman manis setiap hari (51.7%) lebih banyak dibandingkan contoh normal (37.9%). Contoh obes yang tidak pernah mengonsumsi minuman manis (23.3%) juga lebih banyak dibandingkan contoh normal (19%). Hal tersebut diduga karena telah terjadi perubahan pada pola makan dari beberapa contoh obes. Tidak terdapat perbedaan nyata konsumsi minuman manis antara contoh obes dan normal (p>0.05). Konsumsi minuman manis tidak berhubungan dengan kejadian obesitas (p>0.05).

Review yang dilakukan oleh Malik et al. (2006) terhadap beberapa penelitian cross sectional menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif, negatif atau tidak berhubungan antara asupan minuman manis dan kelebihan berat badan atau obesitas. Demikian halnya pada penelitian kohort, juga ditemukan hubungan positif, negatif atau tidak berhubungan antara asupan minuman manis dengan obesitas. Hubungan antara konsumsi makanan manis dengan obesitas diduga sebagai akibat kontribusinya terhadap total energi. Minuman manis berkalori menghasilkan asupan energi lebih tinggi daripada minuman manis dengan pemanis buatan. Substitusi minuman manis berenergi dengan minuman manis yang mengandung gula buatan tidak berpengaruh terhadap total asupan energi.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi minuman manis Minuman manis

Kuesioner konsumsi pangan atau Food Frequency Questionaire (FFQ) bertujuan untuk mengukur frekuensi beberapa bahan pangan dalam grup yang dikonsumsi pada satu periode tertentu. FFQ didesain untuk menyajikan data pola konsumsi pangan secara deskripsi kualitatif . FFQ diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu, kali per bulan, dan kali per tahun. Jenis pangan yang dilihat biasanya berada dalam satu grup tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan peneliti (Gibson 2005).

(37)

25 contoh. Frekuensi konsumsi nasi contoh obes sebanyak 17.1±5 kali/minggu. Frekuensi konsumsi nasi contoh normal sebanyak 17.6±4.1 kali/minggu. Rata-rata contoh mengonsumsi nasi 2 sampai 3 kali sehari. Roti merupakan jenis karbohidrat lain yang dikonsumsi oleh contoh obes dan normal, namun tidak ditemukan perbedaan nyata antara konsumsi roti contoh obes dan normal (p>0.05). Sebaran rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber karbohidrat contoh dapat dilihat pada Tabel 17.

Frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani. Rata-rata frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani contoh normal lebih tinggi dibandingkan frekuensi konsumsi sumber protein nabatinya. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes lebih jarang mengonsumsi sumber protein hewani dibandingkan contoh normal. Kedua kelompok contoh memilih daging ayam sebagai sumber protein hewani yang dikonsumsi hampir setiap minggu. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi daging ayam antara kedua contoh (p=0.041). Frekuensi konsumsi daging ayam contoh obes sebanyak 4.2±5.4 kali/minggu, sedangkan contoh normal sebanyak 5.1±5.3 kali/minggu. Ikan laut, ikan pindang, telur ayam, dan susu sapi merupakan jenis protein hewani lainnya yang sering dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh (Tabel 17). Terdapat perbedaan nyata antara frekuensi konsumsi susu sapi contoh obes dan normal (p=0.005). Rata-rata konsumsi susu sapi contoh obes 1.2±3.1 kali/minggu, sedangkan contoh normal 2.3 ± 3.7 kali/minggu.

Tabel 17 Rata-rata frekuensi konsumsi sumber karbohidrat, protein hewani, dan protein nabati

(38)

26

konsumsi sumber protein hewaninya. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes lebih sering mengonsumsi sumber protein nabati dibandingkan contoh normal. Kedua kelompok contoh memilih tahu dan tempe sebagai sumber protein nabati yang dikonsumsi hampir setiap hari dalam seminggu. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi tahu antara kedua contoh (p=0.020). Frekuensi konsumsi tahu contoh obes 6.3±5.8 kali/minggu, sedangkan contoh normal 4.1±4 kali/minggu (Tabel 17). Selain itu, terdapat perbedaan frekuensi konsumsi kacang-kacangan antara contoh obes dan normal (p=0.016). Contoh obes lebih sering mengonsumsi kacang-kacangan (1.2±2.8 kali/minggu) dibandingkan dengan contoh normal (0.4±1.3 kali/minggu). Konsumsi tempe antara kedua contoh tidak berbeda nyata, namun terlihat bahwa frekuensi konsumsi tempe contoh obes (6±5.3 kali/minggu) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (4.9±4.4 kali/minggu).

Frekuensi konsumsi sayuran. Wortel dipilih sebagai sayuran yang dikonsumsi setiap minggu oleh kedua kelompok contoh. Tidak terdapat perbedaan frekuensi konsumsi wortel antara kedua contoh (p=0.309). Frekuensi konsumsi wortel contoh obes 1.6±1.6 kali/minggu dan contoh normal sebanyak 2.5±3.5 kali/minggu (Tabel 18). Sawi, kol, terong, dan tauge merupakan jenis sayuran lain yang sering dikonsumsi oleh contoh obes, sedangkan contoh normal memilih bayam, kol, dan kangkung sebagai jenis sayuran lainnya. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi bayam (p=0.029), labu siam (p=0.019), terong (p=0.024), dan tauge (0.016) antara kedua contoh.

Tabel 18 Rata-rata frekuensi konsumsi sayuran dan buah

Jenis pangan

(39)

27 oleh kedua contoh. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi melon antara kedua contoh (p=0.037). Contoh obes mengonsumsi melon sebanyak 0.9±1.6 kali/minggu sedangkan contoh normal sebanyak 0.1±1.1 kali/minggu.

Frekuensi konsumsi jajanan dan makanan berlemak. Gorengan adalah jajanan yang cukup sering dikonsumsi oleh contoh normal (0.9±2.4 kali/minggu) dan obes (1.3±2.2 kali/minggu). Tidak terdapat perbedaan frekuensi konsumsi gorengan antara kedua contoh (p>0.05). Terdapat perbedaan konsumsi biskuit (p=0.017), es krim (p=0.006), wafer (p=0.021), dan chiki/kripik (p=0.024) antara kedua contoh. Contoh normal lebih sering mengonsumsi biskuit (1.3±3.7 kali/minggu), es krim (0.6±1.3 kali/minggu), wafer (0.8±1.8 kali/minggu), dan chiki/kripik (0.9±1.8 kali/minggu) dibandingkan contoh obes (Tabel 19).

Frekuensi konsumsi minuman. Kopi merupakan minuman yang paling sering dikonsumsi oleh kedua kelompok contoh. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi kopi antara kedua contoh (p=0.005). Frekuensi konsumsi kopi contoh obes 5.2±7 kali/minggu, sedangkan contoh normal 1.9±4.4 kali/minggu. Contoh obes hampir setiap hari mengonsumsi kopi. Contoh normal lebih sering mengonsumsi jus buah dibandingkan dengan contoh obes. Terdapat perbedaan frekuensi konsumsi jus buah antara kedua contoh (p=0.028). Rata –rata konsumsi jus buah contoh normal 1.6±2.3 kali/minggu dan sebanyak 0.8±1.7 kali/minggu untuk contoh obes (Tabel 19).

Tabel 19 Rata-rata frekuensi konsumsi jajanan dan minuman manis

Jenis pangan

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Makro

(40)

28

pangan atau pangan yang dikonsumsi. Beberapa metode digunakan untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif, salah satunya adalah recall 2x24 jam. Metode lainnya yaitu estimated food records, food weighing, dan dietary history.

Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) diperoleh melalui perbandingan asupan zat gizi aktual contoh dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013. AKG adalah tingkat konsumsi zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat. AKG Indonesia disusun berdasarkan berat badan untuk masing-masing kelompok menurut umur, gender, dan aktivitas fisik yang ditetapkan secara berkala melalui survei penduduk (Almatsier 2006). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro dapat dilihat pada Tabel 20.

(41)

29 Rata-rata angka kecukupan protein contoh obes adalah 61.9±3.8 gram lebih tinggi dibandingkan contoh normal adalah 58±8.1 gram. Kecukupan protein tergolong defisit berat pada hampir separuh (45.8%) contoh. Persen contoh obes dengan kecukupan protein defisit berat (53.3%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (37.9%). Contoh obes dengan kecukupan protein berlebih (6.7%) lebih sedikit dibandingkan contoh normal (12.1%).

Tingkat kecukupan lemak kedua contoh tergolong defisit berat (76.3%). Rata-rata angka kecukupan lemak contoh obes adalah 68.6±9.9 gram, sedangkan contoh normal adalah 75±10.4 gram. Persen contoh obes dengan kecukupan lemak defisit berat (71.7%) lebih kecil dibandingkan contoh normal (81%). Terlihat bahwa tidak terdapat contoh obes yang memiliki kecukupan lemak berlebih, sebaliknya persentase contoh normal yang kecukupan lemaknya berlebih sebanyak 5.2%. Hal ini menunjukkan bahwa contoh obes sudah mengurangi asupan lemak dibandingkan contoh normal.

Lebih dari 1/4 (36.4%) contoh memiliki kecukupan karbohidrat yang tergolong berlebih. Rata-rata angka kecukupan karbohidrat contoh obes (356.7±39.5 gram) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (340±34 gram). Persentase contoh obes dengan kecukupan energi defisit sedang (16.7%), defisit ringan (11.7%), dan normal (15%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal. Persentase contoh obes dengan kecukupan energi defisit berat (23.3%) dan berlebih (33.3%) lebih rendah dibandingkan contoh normal.

Obesitas dapat terjadi apabila seseorang tidak mengontrol pola makannya. Asupan zat gizi yang berlebihan khususnya lemak diduga merupakan penyebab obesitas (Gibney et al. 2008). Berdasarkan data, terlihat bahwa contoh obes dengan kecukupan energi dan zat gizi makro yang tergolong berlebih lebih sedikit dibandingkan contoh normal, meskipun tidak terdapat perbedaan nyata tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro antara contoh obes dan normal (p>0.05). Hal ini diduga karena contoh sudah merubah pola dietnya. Seseorang yang mengalami kelebihan gizi cenderung mengurangi asupan energi dan zat gizi lain dari makanan sehingga asupan energi dan zat gizi lain saat ini berbeda dengan saat sebelum terjadi obesitas sebagai akibat perubahan pola diet (Gibney et al. 2008).

Riwayat Obesitas Orang Tua

(42)

30

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan riwayat obesitas orang tua Variabel

Terdapat perbedaan nyata riwayat obesitas orang tua antara contoh obes dan normal (p<0.05). Terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas pada orang tua dengan obesitas pada contoh (p<0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Kantachuvessiri et al.(2005) yang menyatakan bahwa faktor keturunan tidak berhubungan dengan kejadian obesitas pada orang dewasa di Thailand. Penelitian tersebut melihat hubungan antara obesitas pada orang tua dan saudara kandung dengan kejadian obesitas pada responden. Laporan riwayat obesitas orang tua merupakan persepsi dari contoh terhadap status gizi orang tua, sehingga dapat menyebabkan bias apabila tidak dilakukan pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap status gizi kedua orang tua contoh. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk melihat pengaruh faktor genetik terhadap kejadian obesitas dengan penambahan variabel obesitas pada saudara kandung.

Morbiditas

Riwayat sakit contoh selama tiga bulan terakhir dikumpulkan dengan pertanyaan tentang riwayat dan jenis penyakit yang diderita. Hampir ¾ (68.6%) contoh mengaku tidak sakit dalam 3 bulan terakhir (Tabel 22). Persentase contoh obes yang mengaku sakit dalam 3 bulan terakhir (33.3%) lebih tinggi dibandingkan contoh normal (29.3%). Tidak terdapat perbedaan riwayat sakit antara contoh obes dan contoh normal (p>0.05). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan riwayat sakit dengan kejadian obesitas (p>0.05).

(43)

31 memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita beberapa masalah kesehatan seperti sakit pada tulang belakang, arthritis, dan masalah infertilitas (WHO 2000). Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit

Variabel

Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Masalah obesitas tidak hanya terletak pada jumlah simpanan lemak yang berlebih, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh (WHO 2000). Seseorang dapat dikatakan mengalami obesitas jika berat badannya 20% melebihi berat badan normal (Muktiharti et al 2010). Masalah obesitas pada orang dewasa sering dihubungkan dengan berbagai macam masalah kesehatan, seperti tekanan darah tinggi, diabetes, masalah jantung dan pernapasan (Wolfsoon 2005).

(44)

32

multivariat menunjukan bahwa hanya 35.5% kejadian obesitas yang dapat dijelaskan oleh faktor umur, status kawin, pekerjaan, dan riwayat obesitas. Sisanya diduga disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Penelitian Kantachuvessiri et al. (2005) yang dilakukan terhadap orang dewasa di Thailand juga menunjukkan bahwa contoh berumur 40-59 tahun dan sudah menikah lebih mudah mengalami obesitas (OR=2.4 dan OR=1.8). Contoh yang memiliki saudara kandung obes lebih beresiko mengalami obesitas dibandingkan contoh yang tidak memiliki saudara obes (OR=1.6). Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas pada orang tua dengan kejadian obesitas pada contoh penelitian tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hampir separuh contoh berumur 30-49 tahun. Lebih dari separuh contoh berjenis kelamin laki-laki, tamat SMA, memiliki jumlah anggota keluarga 3-4 orang, sudah bekerja, dan pendapatan/bulan diatas 2 juta rupiah. Hampir dua pertiga contoh sudah menikah. Lebih dari ¾ contoh memiliki pengetahuan gizi yang tergolong sedang, tidak merokok, aktivitas fisik yang tergolong sedang, dan tidak mengonsumsi alkohol.

Lebih dari separuh contoh terbiasa berolahraga, dan hampir setiap hari mengonsumsi sayur serta buah. Lebih dari 1/3 contoh mengonsumsi minuman manis setiap hari namun tidak pernah mengonsumsi jajanan. Separuh contoh tidak pernah mengonsumsi makanan berlemak. Lebih dari sepertiga contoh memiliki tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak yang tergolong defisit berat, namun konsumsi karbohidrat tergolong berlebih. Lebih dari separuh contoh tidak memiliki orang tua obes dan tidak sakit dalam tiga bulan terakhir.

Lebih dari separuh contoh obes berusia 30-49 tahun sedangkan contoh normal berusia 19-29 tahun. Lebih dari separuh contoh obes adalah laki-laki sedangkan contoh normal adalah perempuan. Jumlah contoh obes yang sudah menikah 2 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Jumlah contoh obes yang memiliki jumlah anggota keluarga 3-4 orang 1.5 kali lebih banyak dibandingkan contoh normal. Contoh obes yang tamat SMA lebih banyak dibandingkan contoh normal. Jumlah contoh obes dengan penghasilan diatas 2 juta rupiah lebih sedikit dibandingkan contoh normal. Contoh obes yang memiliki pengetahuan gizi baik lebih sedikit dibandingkan contoh normal.

Gambar

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2 Nilai Physical Activity Rate (PAR) per satuan waktu
Tabel 3 Pengkategorian variabel penelitian
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan umur, jenis kelamin, dan status perkawinan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pert anyaan yang sesuai dengan isi bacaan t ersebut adalah mengapa penerapan barang yang diproduksi merupakan salah sat u masalah ekonomi.. Hal ini sesuai dengan isi bacaan,

Jika matriks A mempunyai determinan 0 maka A dikatakan matriks singular, yaitu matriks yang tidak

Daya dorong sebuah kajian tergantung pada latar belakang pengarangnya, bisa dari profesinya, asal kebangsaan dan etniknya, kelompok sosial politiknya, atau zaman

Dengan mengetahui faktor dari hasil analisis diagram sebab akibat, maka dilakukan rancangan percobaan metode Taguchi untuk dapat diketahui faktor mana yang paling optimal

Untuk meganti penulisan yang salah digunakan fungsi……... Untuk membatalkan suatu perintah

Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus dimana karena berkat dan rahmatNya, penulis dapat melakukan segala hal, sehingga penulis juga dapat

Menrut Eko apriyanto Unjuk rasa adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan oleh sekumpulan orang atau umum proses penyampaian pendapat yang sudah tidak bisa diselaikan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pada Mata Kuliah Geometri, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih