• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

RATNA MARIANA TAMBA 110100241

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

(2)

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

RATNA MARIANA TAMBA 110100241

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU

Nama : Ratna Mariana Tamba NIM : 110100241

Pembimbing Penguji I

dr. Surjit Singh, Sp.F dr. Harry A.Asroel, Sp.THT NIP 19510302 198903 1 001 NIP 19700812 199903 1 002

Penguji II

DR.dr. Rodiah Rahmawati Lubis, Sp.M NIP 19760417 200501 2 002

Medan, 12 Januari 2015

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH) NIP 19540220 198011 1 001

(4)

ABSTRAK

Rasio panjang jari kedua dan keempat (D2:D4) lebih rendah pada laki-laki daripada perempuan dan hal ini merupakan perbedaan bentuk seksual. Rasio jari ini dipengaruhi oleh aktivitas hormon seksual (androgen dan testosteron) selama masa prenatal. Maka, nilai rasio ini diperkirakan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin mayat manusia pada kasus-kasus mutilasi. Namun, perkiraan ini hampir belum pernah diteliti. Tujuan penelitian ini adalah mencari perbedaan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan.

Pada penelitian ini, rasio D2:D4 dianalisis pada 80 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Panjang jari didapat dari 40 mahasiswa laki-laki dan 40 mahasiswa perempuan dengan rentang usia 20-22 tahun. Pengukuran dilakukan pada kedua tangan, kanan dan kiri menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0.05 mm. Nilai rata-rata pengukuran rasio D2:D4 didapat dengan menggunakan uji t-independen.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bentuk seksual yang besar dan bermakna, sesuai dengan hipotesis, yaitu rata-rata rasio D2:D4 pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki untuk kedua tangan. Laki-laki memiliki rasio rata-rata 0.959 dan perempuan 0.99. Perempuan menunjukkan rasio D2:D4 yang lebih tinggi signifikan pada tangan kiri daripada tangan kanan.

Ada perbedaan bermakna pada rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu, rasio jari (D2:D4) dapat dipertimbangkan untuk mengidentifikasi jenis kelamin mayat pada kasus mutilasi.

(5)

ABSTRACT

The second to fourth digit ratio (2D:4D) is lower in human males than in females and hence this trait is sexual dimorphic. The value of this digit ratio is thought to be affected by the sexual hormones (androgen and testosterone) activities during prenatal. Thus, researchers assume that this trait can be used to identify human corpse gender in cases of mutilation. However, this assumption has hardly been studied. The objection of this study is to find out the difference of 2D:4D ratio between human males and females.

In this study, we analyzed the 2D:4D ratios in 80 students of Medical Faculty, University of Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. We measured digit lengthsin 40 male and 40 female students ranging from 20-22 years old. This measurement was taken from the digit lengths of both right and left hands using Vernier caliper with resolution of 0.05 mm. Geometric mean of 2D:4D was obtained using t-test independent models.

The results of the study showed a huge, significant sexual dimorphic in the expected direction, the mean 2D:4D in females was higher than that in males for each hand. Males had on average, a ratio of 0.959 and females a ratio of 0.99. Females showed significantly higher 2D:4D than males in the left hand rather than in the right hand.

There was a significant difference on 2D:4D ratio between human males and females. Therefore, digit ratio (2D:4D) can be considered to identify gender of human corpse in the cases of mutilation.

Key words: 2D:4D, identification, gender, mutilation

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Karya tulis ilmiah ini merupakan syarat kelulusan pendidikan kedokteran agar dapat menuju jenjang profesi dan meraih gelar Sarjana Kedokteran. Karya tulis ilmiah dengan judul “Perbedaan Rasio D2:D4 antara laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU” mengkaji apakah ada perbedaan yang signifikan pada rasio D2:D4 pada tangan kanan dan kiri antara laki-laki dan perempuan sehingga dapat ditentukan jenis kelamin seseorang dengan melakukan pengukuran panjang jarinya.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam tulisan ini, baik dari segi materi, metode penelitian, serta penulisan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun agar penulis dapat memperbaiki kesalahan dalam penulisan karya selanjutnya dan agar penelitian yang berkaitan dengan hal ini dapat dilakukan dengan lebih baik.

Terciptanya karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari peran banyak pihak, yaitu kedua orang tua penulis, Drs. D.Tamba dan R. Hutabalian yang senantiasa mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD, KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Surjit Singh, Sp.F selaku Dosen Pembimbing Karya Tulis Ilmiah, dr. Harry A. Asroel, Sp.THT selaku dosen penguji I, dan DR.dr. Rodiah Rahmawati Lubis, Sp.M selaku dosen penguji II.

3. Bapak dr. Arwan Jalan selaku dokter anggota Tim Forensik dan Medikolegal FK USU yang membantu penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah yang berkenaan dengan identifikasi.

(7)

5. Semua pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan dalam penulisan laporan penelitian ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membalas semua kebaikan yang selama ini diberikan kepada penulis dan melimpahkan rahmat-Nya.

Medan, 5 Desember 2014 Penulis

Ratna Mariana Tamba 110100241

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

2.1.1. Metodologi Identifikasi ... 6

2.1.2.Sumber Identifikasi ... 7

2.1.3.Perkiraan Usia ... 8

2.1.4. Perkiraan Tinggi Badan ... 9

2.1.5. Penentuan Ras ... 10

2.1.6. Penentuan Jenis Kelamin... 10

2.2. Antropometri ... 12

2.3. Anatomi Tangan ... 13

2.4. Rasio D2:D4 ... 14

2.5. Rasio D2:D4 dan Jenis Kelamin ... 17

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 21

3.2. Definisi Operasional ... 21

3.3. Hipotesis ... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 24

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

(9)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1. Kesimpulan ... 31

6.2. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN

(10)

DAFTAR SINGKATAN AMD : Antemortem Data

AR :Androgen Receptor D2 :Digiti ke-2

D4 :Digiti ke-4

D2:D4 :Digiti ke-2: Digiti ke-4 DNA :Deoxyribonucleic acid DVI :Disaster Victim Identification ER :Estrogen Receptor

PMD :Postmortem Data

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Perkiraan usia berdasarkan erupsi gigi ... 9 Tabel 2.2 Rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan pada usia bervariasi

pada beberapa penelitian yang berbeda ... 18 Tabel 2.3 Rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan di berbagai negara 20 Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil

Ukur, dan Skala Pengukuran ... 21 Tabel 5.1 Panjang jari dan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan ... 25 Tabel 5.2 Panjang jari dan rasio D2:D4 antara tangan kanan dan kiri ... 27

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Perbedaan tulang panggul antara perempuan dan laki-laki 11 Gambar 2.2 Perbedaan tulang tengkorak antara laki-laki dan

perempuan ……… 11 Gambar 2.3 Perbedaan humerus antara laki-laki dan perempuan ……... 12 Gambar 2.4 Tulang-tulang penyusun tangan……….13 Gambar 2.5 Alat ukur panjang digiti(Vernier caliper/ jangka sorong) 16 Gambar 2.6 Pengukuran D2:D4 melalui fotomikrograf……… 16 Gambar 2.7 Pengukuran D2:D4 melalui radiograf ……… 16 Gambar 2.8 Perbedaan bentuk jenis kelamin terlihat pada

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1 Riwayat Hidup Peneliti

2 Kuesioner

2 Lembar Penjelasan Penelitian

3 Surat Persetujuan menjadi Responden dalam Penelitian 4 Data Induk Responden

5 Grafik Sebaran Rasio D2:D4

6 Tabel Frekuensi Usia, Panjang Jari, dan Rasio D2:D4 7 Tabel Paired Samples Test

8 Tabel Uji Beda Mean Uji T-Independen 9 Surat Izin Penelitian

10 Ethical Clearance

(14)

ABSTRAK

Rasio panjang jari kedua dan keempat (D2:D4) lebih rendah pada laki-laki daripada perempuan dan hal ini merupakan perbedaan bentuk seksual. Rasio jari ini dipengaruhi oleh aktivitas hormon seksual (androgen dan testosteron) selama masa prenatal. Maka, nilai rasio ini diperkirakan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin mayat manusia pada kasus-kasus mutilasi. Namun, perkiraan ini hampir belum pernah diteliti. Tujuan penelitian ini adalah mencari perbedaan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan.

Pada penelitian ini, rasio D2:D4 dianalisis pada 80 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Panjang jari didapat dari 40 mahasiswa laki-laki dan 40 mahasiswa perempuan dengan rentang usia 20-22 tahun. Pengukuran dilakukan pada kedua tangan, kanan dan kiri menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0.05 mm. Nilai rata-rata pengukuran rasio D2:D4 didapat dengan menggunakan uji t-independen.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bentuk seksual yang besar dan bermakna, sesuai dengan hipotesis, yaitu rata-rata rasio D2:D4 pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki untuk kedua tangan. Laki-laki memiliki rasio rata-rata 0.959 dan perempuan 0.99. Perempuan menunjukkan rasio D2:D4 yang lebih tinggi signifikan pada tangan kiri daripada tangan kanan.

Ada perbedaan bermakna pada rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu, rasio jari (D2:D4) dapat dipertimbangkan untuk mengidentifikasi jenis kelamin mayat pada kasus mutilasi.

(15)

ABSTRACT

The second to fourth digit ratio (2D:4D) is lower in human males than in females and hence this trait is sexual dimorphic. The value of this digit ratio is thought to be affected by the sexual hormones (androgen and testosterone) activities during prenatal. Thus, researchers assume that this trait can be used to identify human corpse gender in cases of mutilation. However, this assumption has hardly been studied. The objection of this study is to find out the difference of 2D:4D ratio between human males and females.

In this study, we analyzed the 2D:4D ratios in 80 students of Medical Faculty, University of Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. We measured digit lengthsin 40 male and 40 female students ranging from 20-22 years old. This measurement was taken from the digit lengths of both right and left hands using Vernier caliper with resolution of 0.05 mm. Geometric mean of 2D:4D was obtained using t-test independent models.

The results of the study showed a huge, significant sexual dimorphic in the expected direction, the mean 2D:4D in females was higher than that in males for each hand. Males had on average, a ratio of 0.959 and females a ratio of 0.99. Females showed significantly higher 2D:4D than males in the left hand rather than in the right hand.

There was a significant difference on 2D:4D ratio between human males and females. Therefore, digit ratio (2D:4D) can be considered to identify gender of human corpse in the cases of mutilation.

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Forensik merupakan interaksi dari ilmu kedokteran forensik (forensic medicine) dan ilmu hukum (medicolegal), dimana ilmu kedokteran forensik terbagi lagi menjadi patologi autopsi dan aspek klinis (Payne & James, 2006). Ilmu kedokteran forensik telah banyak memberi kontribusi dalam penanganan tindakan kriminal dan pelanggaran hukum baik di luar negeri maupun di Indonesia.

Sejalan dengan meningkatnya kasus-kasus pembunuhan yang terjadi belakangan ini, ilmu kedokteran forensik menjadi suatu ilmu yang sangat penting dan diperlukan dalam mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan yang mungkin ditemukan selama proses penyidikan.

Selain itu, bencana massal seperti bencana alam dan bencana akibat ulah manusia juga tak jarang terjadi di Indonesia. Keadaan ini menimbulkan banyak kematian, dan perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui jati diri para korban. Akan tetapi, terkadang mayat yang ditemukan tidak memiliki tanda pengenal, sudah dalam keadaan busuk dan tidak dapat diidentifikasi lagi.

Pada kasus seperti ini, peran serta dokter diperlukan dalam hal identifikasi mayat. Kesuksesan identifikasi mayat tersebut memerlukan bukti analisis forensik, seperti pemeriksaan antropologi untuk menjelaskan apakah bagian yang tersisa berasal dari manusia atau hewan. Selain itu, dokter juga perlu memberi kejelasan kepada penyidik dalam hal perkiraan usia, penentuan jenis kelamin, perkiraan tinggi badan, penentuan ras, dll (Idries, 2011). Hal-hal tersebut sudah dapat dijawab dengan analisis DNA maupun radiologis (Chisum, 2007). Akan tetapi, fasilitas analisis tersebut belum dapat dijangkau oleh seluruh daerah di Indonesia.

(17)

dirumuskan, sementara penentuan ras mempunyai makna bila susunan dalam masyarakat sudah heterogen, seperti di Amerika Serikat.

Penentuan jenis kelamin sendiri tidak sulit untuk dilakukan bila tulang yang diperiksa berasal dari tubuh korban yang telah dewasa. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa bentuk tulang panggul, dimana tulang panggul perempuan berbentuk oval dan cenderung lebih lebar dibandingkan dengan panggul laki-laki. Penentuan jenis kelamin juga dapat dilakukan dengan melihat tulang tengkorak, dimana tengkorak laki-laki ditandai dengan penonjolan arcus superciliaris yang lebih jelas dan prosesus mastoideus yang lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan (Idries, 2011).

Namun demikian, tidak semua mayat yang ditemukan berbentuk tubuh lengkap melainkan dalam keadaan terpotong-potong menjadi beberapa bagian terpisah (mutilasi). Seringkali potongan-potongan tubuh dibuang di tempat yang berlainan. Beberapa kasus mutilasi di Indonesia yang potongan-potongan tubuhnya ditemukan di tempat yang berlainan adalah : mutilasi di daerah Tawangmangu, Jawa Tengah ditemukan mayat tanpa kepala (2011), mutilasi di Lumajang, Jawa Timur ditemukan bungkusan berisi potongan tangan yang diseret-seret oleh anjing (2013), mutilasi di Tol Cikampek ditemukan potongan-potongan tubuh di kilometer yang berjauhan (2013), mutilasi di Tangerang ditemukan potongan tubuh dari lutut sampai pinggang (2014), dan masih banyak lagi kasus yang lain.

Dalam kasus seperti ini, dokter diharapkan dapat membuat identifikasi terhadap potongan-potongan tubuh yang ditemukan, misalnya potongan tangan. Rasio panjang jari (digiti=D) ke-2 dan ke-4 (D2:D4) merupakan salah satu bentuk perbedaan seksual (sexual dimorphic) yang telah diketahui lebih dari 50 tahun silam. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan rasio D2:D4 yang signifikan.

Pada penelitian Robertson et al. (2008) di United Kingdom, didapat rasio D2:D4 0.906 pada laki-laki dan 0.922 pada perempuan. Penelitian di Texas, Amerika Serikat pada tahun 2009 didapat rasio D2:D4 0.96 pada laki-laki dan 0.97 pada perempuan. Di Jerman didapat rasio D2:D4 0.954 pada laki-laki dan

(18)

0.97 pada perempuan (Kraemer et al.) dan di Belanda (Galis et al.) 0.916 pada laki-laki dan 0.92 pada perempuan pada tahun 2009. Pada tahun 2011, di Australia didapat rasio D2:D4 0.95 pada laki-laki dan 0.96 pada perempuan (Muller et al.). Di Jepang, 0.95 pada laki-laki dan 0.96 pada perempuan (Hiraishi et al.), di Cina, 0.93 pada laki-laki dan 0.95 pada perempuan pada tahun 2012 (Zhao et al.), sedangkan 0.97 pada laki-laki dan 0.98 pada perempuan di Saudi Arabia pada tahun 2011 (Almasry et al.). Di Indonesia sendiri belum ada didapat nilai rasio D2:D4.

Penelitian Manning et al. (2006), Gillam et al. (2008), Galis et al. (2010), Hiraishi et al. (2012), dan Peeters et al. (2013) menunjukkan perbedaan nilai rasio D2:D4 antara laki dan perempuan. Didapati bahwa rasio D2:D4 pada laki-laki lebih rendah nilainya dibandingkan dengan perempuan.

Saat ini, penentuan jenis kelamin lebih sering dilakukan dengan memeriksa tengkorak maupun tulang panggul. Sehingga, akan menjadi sulit jika bagian yang ditemukan adalah potongan tangan. Sepengetahuan peneliti, pemeriksaan jari tangan untuk menentukan jenis kelamin belum pernah dilakukan.

Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU.Diharapkan hasil penelitian dapat menggambarkan nilai rata-rata rasio D2:D4 pada mahasiswa laki-laki dan perempuan di Fakultas Kedokteran USU, sehingga dapat dilihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digeneralisasikan pada penduduk Indonesia sehingga pada akhirnya dapat membantu proses identifikasi jenis kelamin mayat apabila hanya ditemukan potongan tangannya saja.

1.2. Rumusan Masalah

(19)

1. Adakah perbedaan yang signifikan pada rasio D2:D4 antara mahasiswa laki-laki dan perempuan di Fakultas Kedokteran USU? 2. Berapakah nilai rata-rata rasio D2:D4 pada mahasiswa laki-laki dan

perempuan di Fakultas Kedokteran USU?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan rasio D2:D4 antara mahasiswa laki-laki dan perempuan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

• Menilai perbedaan yang signifikan pada rasio D2:D4 antara mahasiswa laki-laki dan perempuan di Fakultas Kedokteran USU.

• Menentukan nilai rata-rata rasio D2:D4 mahasiswa laki-laki di Fakultas Kedokteran USU.

• Menentukan nilai rata-rata rasio D2:D4 mahasiswa perempuan di Fakultas Kedokteran USU.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Data hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu cara identifikasi mayat, yaitu penentuan jenis kelamin mayat.

2. Data hasil penelitian ini dapat menambah rumusan penentuan jenis kelamin mayat, yang sebelumnya ditentukan dengan cara menilai tulang tengkorak dan tulang panggul.

3. Dalam kasus mutilasi dimana hanya terdapat potongan tangan korban saja, data hasil penelitian ini dapat membantu dokter forensik untuk menentukan jenis kelamin mayat.

4. Peneliti dapat memperoleh ilmu pengetahuan baru mengenai data rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, khususnya di Indonesia.

5. Data hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian dan penulisan yang lebih lanjut tentang perbedaan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identifikasi

Identifikasi merupakan proses pengenalan jati diri yang pertama kali diperkenalkan oleh Alfonsus Bertillon (1853-1914), seorang dokter berkebangsaan Perancis. Teknik identifikasi ini semakin berkembang setelah kepolisian Perancis berhasil menemukan banyak pelaku tindakan kriminal. Saat ini proses identifikasi telah dimanfaatkan untuk kepentingan asuransi, penentuan keturunan, ahli waris, penyebab kecelakaan dan kematian seseorang, menemukan orang hilang, serta menentukan apakah seseorang dapat dinyatakan bebas dari hukuman. Proses ini juga sangat diperlukan dalam identifikasi korban bencana massal (Disaster Victim Identification/DVI), baik yang disebabkan oleh alam (gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir) maupun ulah manusia (kecelakaan darat, udara, laut, kebakaran hutan serta terorisme) (Singh, 2008).

Identifikasi forensik memberi pengaruh besar terhadap proses berjalannya sistem pengadilan. Istilah forensik (for the courts) sendiri berarti “untuk pengadilan” menunjukkan bahwa tujuan utama forensik adalah memberikan bukti-bukti aktual dan temuan yang diperlukan dalam penegakan hukum di pengadilan. Kedokteran forensik bersama kepolisian saat ini menggunakan sistem identifikasi dalam merekonstruksi kejahatan, salah satunya pada kasus penemuan mayat (Murnaghan, 2012).

(21)

yang ditemukan mungkin tidak lengkap. Pada kasus seperti ini, dokter diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada penyidik dalam hal perkiraan saat kematian, usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh (RSBO, 2013).

2.1.1 Metodologi Identifikasi

Dalam proses identifikasi dikenal dua jenis metodologi identifikasi, yaitu metodologi komparatif dan metodologi rekonstruktif.

Metodologi komparatif digunakan apabila terdapat AMD dan PMD untuk disesuaikan. AMD biasanya didapat dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Yang merupakan AMD adalah informasi pribadi secara umum/informasi sosial (nama, usia, alamat tempat tinggal, tempat bekerja, status pernikahan dan sebagainya), gambaran fisik (tinggi dan berat badan, warna mata dan rambut), riwayat kesehatan dan gigi (penyakit, fraktur, gigi yang hilang, dan mahkota gigi), ciri khas (kebiasaan, skar, tanda lahir dan tato), pakaian dan benda-benda lain yang terakhir kali dipakai, serta hal-hal yang diduga berhubungan dengan hilangnya seseorang. Metodologi ini biasa dipakai pada mayat yang masih utuh pada komunitas yang terbatas.

Metodologi rekonstruktif digunakan apabila tidak tersedia AMD dengan menyusun kembali sisa-sisa potongan tubuh manusia yang tidak utuh lagi pada komunitas yang tidak terbatas seperti misalnya pada kasus mutilasi ataupun bencana massal. Yang merupakan PMD adalah informasi umum tentang sisa tubuh (rentang usia, jenis kelamin, tinggi), fakta-fakta medis dan dental (tanda fraktur lama, bekas operasi, kondisi gigi, misalnya tambalan gigi), trauma dan kerusakan post-mortem, informasi mengenai sidik jari, DNA, pakaian dan benda-benda lain yang ditemukan bersama/dekat sisa tubuh, informasi tambahan, seperti: dimana dan bagaimana sisa tubuh ditemukan berdasarkan pengakuan para saksi (ICRC, 2013).

(22)

Pada kasus bencana massal, Interpol menentukan identifikasi (DVI) yang dipakai, yaitu (Singh, 2008):

• Identifikasi primer (primary identifier), yaitu gigi geligi (dental record/DR), sidik jari (finger print/FP), dan DNA.

• Identifikasi sekunder (secondary identifier), yaitu visual (photography/PG), properti (property/P), medis (medical/M).

Dalam mengidentifikasi sisa-sisa tubuh manusia, ada tiga tahapan yang perlu dilaksanakan, yaitu penelitian latar belakang, penemuan sisa-sisa tubuh, serta analisis laboratorium dan rekonsilasi. Dalam mencari latar belakang, diperlukan AMD yang bisa didapat dari wawancara anggota keluarga, para saksi, dokter, dokter gigi, ataupun dari laporan/data tertulis seperti rekam medis, surat keterangan kepolisian, sidik jari, dan fotograf (ICRC, 2013).

Identifikasi dimulai dari metode yang sangat sederhana sampai yang rumit. Metode yang sederhana misalnya dengan cara visual (mengamati profil luar tubuh dan wajah), kepemilikan identitas yang masih melekat pada tubuh mayat (misalnya: pakaian, perhiasan, tato, dll) serta dokumentasi seperti foto diri, foto keluarga, SIM, dll. Metode sederhana kemudian dilanjutkan dengan metode ilmiah, yaitu pemeriksaan sidik jari, serologi, odontologi, antropologi, dan biologi yang hasilnya lebih spesifik pada seseorang. Metodologi selanjutnya adalah teknik superimposisi, yaitu pemeriksaan identitas seseorang dengan membandingkan korban semasa hidupnya dengan tengkorak yang ditemukan. Metodologi ini menjadi sulit jika foto korban tidak ada atau jelek kualitasnya, serta apabila tengkorak sudah hancur/tidak berbentuk lagi (Singh, 2008).

2.1.2 Sumber Identifikasi

Dalam mengidentifikasi suatu mayat, ada beberapa sumber dan data yang dapat dipergunakan, yaitu (Idries, 2011; ICRC, 2013):

(23)

• Dokumen seperti KTP, SIM, paspor, dan kartu identitas lainnya juga dapat membantu proses identifikasi. Akan tetapi, dalam kasus pembunuhan biasanya pelaku memusnahkan kartu identitas.

• Sidik jari setiap orang memiliki pola/kontur yang berbeda, sehingga dapat menggambarkan diri seseorang. Akan tetapi metode ini dapat digunakan jika belum terjadi pembusukan pada mayat.

• Gigi setiap orang memiliki bentuk yang khas, sehingga dapat dipakai dalam proses identifikasi meskipun mayat sudah mengalami pembusukan.

• X-Ray yang paling baik untuk dibandingkan dengan AMD adalah foto kepala dan pelvis.

• DNA yang didapat dari darah, rambut, cairan semen, gigi, dan jaringan lainnya sangat berbeda pada setiap orang, sehingga dapat dibandingkan dengan AMD atau dibandingkan dengan DNA keluarga.

• Sisa tulang yang diperiksa dapat menentukan usia, tinggi badan, jenis kelamin bahkan ras seseorang dengan banyak formula yang telah ditentukan.

• Pakaian, perhiasaan, tato dan bentuk fisik seseorang juga dapat membantu proses identifikasi apabila mayat tidak dalam keadaan busuk dan hancur.

2.1.3. Perkiraan Usia

Usia saat seseorang meninggal dunia dapat diperkirakan dengan memeriksa temuan klinis, gigi geligi, dan radiologis. Erupsi atau pertumbuhan gigi terjadi sampai usia 20 tahun. Perkiraan usia dengan pertumbuhan gigi mendekati ketepatan sampai dengan 6 bulan. Penyatuan ujung-ujung tulang yang dinilai secara radiologis misalnya penyatuan ujung tulang paha, siku, dan mata kaki dapat dilihat pada usia 20 tahun; sedangkan penyatuan lutut, pergelangan tangan dan bahu akan terjadi sempurna pada usia 23-24 tahun. Penutupan tulang-tulang yang membentuk tengkorak menghasilkan perkiraan 10 tahunan. Usia korban akan menjadi lebih akurat apabila ketiganya dikombinasikan (Idries, 2011).

(24)

Tabel 2.1 Perkiraan usia berdasarkan erupsi gigi (Idries, 2011).

Rahang Gigi 1 Gigi 2 Gigi 3 Gigi 4 Gigi 5 Gigi 6 Gigi 7

Laki-laki Atas 7,47 8,67 11,69 10,40 11,18 6,40 12,68

Bawah 12,12 6,21 11,47 10,82 10,79 7,70 6,54

Perempuan Atas 7,20 8,20 10,98 10,03 10,88 6,22 12,27

Bawah 11,66 5,94 10,89 10,18 9,86 7,34 6,26

Keterangan : usia dalam tahun

Data-data lain yang dapat membantu menentukan usia adalah ukuran dan maturitas tulang, penutupan epifise, akar molar ketiga, vertebra, segmen tulang sacrum, simfisis pubis, sutura kranialis, perubahan pada ujung tulang rusuk serta batas peri-auricular.

2.1.4. Perkiraan Tinggi Badan

Perkiraan tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur tulang panjang yang telah kering, seperti femur, tibia, humerus, radius, ulna, calcaneus dan talus. Tulang-tulang ini lalu diukur dengan formula-formula yang telah dirumuskan, seperti Formula Stevenson atau Formula Trotter dan Glesser untuk manusia ras Mongoloid untuk selanjutnya disesuaikan dengan AMD (Idries, 2011).

• Formula Stevenson

TB = 61,7207 + 2,4378 x F ± 2,1756 TB = 81,5115 + 2,8131 x H ± 2,8903 TB = 59,2256 + 3,0263 x T ± 1,8916 TB = 80,0276 + 3,7384 x R ± 2,6791

• Formula Trotter dan Glesser TB = 70,73 + 1,22 (F+T) ± 3,24 Keterangan :

TB = tinggi badan (cm) F = Femur (tulang paha)

(25)

R = Radius (tulang hasta)

Semakin banyak tulang yang diukur, semakin besar ketepatan tinggi badan yang didapat.

2.1.5. Penentuan Ras

Penentuan ras akan sangat berguna apabila susunan dalam masyarakat sudah heterogen, artinya baik ras Mongoloid (Cina, Jepang, Indian Amerika), Negroid (orang kulit hitam, Afrika dan Indian Amerika), dan Caucasoid (orang berkulit putih) sudah ada di dalam daerah tersebut ataupun dalam bencana massal, kecelakaan udara dan laut yang penumpangnya mungkin berasal dari banyak negara (DVI).

Perbedaan dari ketiga ras tersebut dapat kita lihat melalui tengkorak, dahi, wajah, orbit, hidung serta ekstremitas. Ras Mongoloid ditandai dengan tengkorak persegi, dahi menonjol, wajah besar dan datar, orbit kecil, dan ekstremitas kecil. Ras Negroid ditandai dengan tengkorak sempit dan memanjang, dahi kecil, orbit persegi, dan ekstremitas besar dan lebar. Ras Caucasoid ditandai dengan tengkorak bulat, dahi cembung menonjol, wajah kecil, dan orbit triangular.

2.1.6. Penentuan Jenis Kelamin

Jenis kelamin mayat dapat dengan mudah ditentukan hanya dengan melihat penampilan fisik saja jika bagian tubuh mayat masih utuh dan belum mengalami pembusukan. Apabila yang tersisa hanya tinggal tulang, kita dapat memperkirakan jenis kelaminnya dengan melihat bentuk tulang-tulang yang tersisa. Menurut SFU (Museum of Archaeology and Ethnology, 2010), tulang-tulang yang dapat diidentifikasi adalah tulang-tulang panggul, tulang-tulang paha (femur), dan kepala (tengkorak).

Tulang pada laki-laki biasanya lebih keras dan lebih lebar. Tulang panggul perempuan berbentuk oval dan cenderung lebih lebar dengan sudut subpubik yang lebar (>900) dari panggul laki-laki. Tulang paha laki-laki juga lebih panjang dan diameter caput humerusnya lebih lebar (>51mm), sedangkan perempuan < 45

(26)

mm. Tengkorak laki-laki ditandai dengan penonjolan arcus superciliaris yang lebih jelas dan prosesus mastoideus yang lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan (Idries, 2011). Daerah supraorbital (kening) lebih jelas pada laki-laki dan batasnya lebih tajam pada wanita, langit-langit dan gigi lebih lebar, dagu yang lebih jelas dan rahang yang lebih lebar.

Gambar 2.1 Perbedaan tulang panggul antara perempuan dan laki-laki.

(27)

Gambar 2.3 Perbedaan humerus antara laki-laki dan perempuan.

2.2. Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos yang berarti orang/manusia dan metron yang berarti ukuran. Secara umum, antropometri adalah mengukur manusia atau pengukuran terhadap tubuh manusia. Ilmu yang mempelajari tentang manusia disebut antropologi.

Saat ini antropologi sangat berkembang dalam banyak bidang seperti pediatrik, ortopedik, kedokteran gigi, kedokteran olahraga, serta kedokteran forensik. Antropologi forensik berfokus pada morfologi, struktur, dan variabilitas jaringan keras untuk membantu proses identifikasi. Proses identifikasi yang dimaksud adalah pengukuran berat dan tinggi badan, panjang dan lebar kepala, panjang lengan maupun tungkai, panjang telapak kaki, jarak antara kedua ujung jari tengah dari tangan yang direntangkan serta panjang bahu dengan tujuan menentukan jati diri seseorang atau mayat. Data hasil antropometri inilah yang diolah oleh kedokteran forensik untuk membantu penyidik dalam menentukan saat kematian, usia, jenis kelamin, tinggi badan, dan ras, serta asal sisa-sisa potongan tubuh yang ditemukan (AAAS, 2014).

Bagi antropologis forensik, analisis terhadap tulang manusia telah membuka jalan kebenaran dalam pengadilan. Berdasarkan hasil temuan di TKP dan di laboratorium, dapat diketahui identitas korban, penyebab kematian, bahkan rekonstruksi tindakan kriminal pun dapat dilaksanakan (RSBO, 2013).

Laki-laki Perempuan

(28)

2.3. Anatomi Tangan

Ada 27 buah tulang yang membentuk tangan dan pergelangan tangan. Tulang-tulang ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 8 buah karpal yang membentuk pergelangan tangan, 5 buah metakarpal yang membentuk tangan, dan 14 buah falang yang membentuk jari-jari tangan.

Gambar 2.4 Tulang-tulang penyusun tangan.

Tulang-tulang yang membentuk pergelangan tangan tersusun dalam 2 baris dengan gerakan yang sangat terbatas di antaranya. Dari radius menuju ulna, baris proximal terdiri dari skapoid, lunatum, trikuetrum, dan fisiformis. Dengan arah yang sama, di bagian distal terdiri dari trapezium, trapezoid, kapitatum, dan hamatum. Skapoid sebagai penghubung antara tiap baris sangat rentan terhadap fraktur. Baris distal tulang karpal membentuk unit yang terikat pada basis metacarpal 2 dan 3 (Wilhelmi, 2012; ASSH, 2009).

Tangan terdiri dari 5 buah metakarpal yang ditandai dengan adanya basis, corpus dan caput. Metakarpal jari ke-1 (ibu jari) merupakan metakarpal yang terpendek dan paling bebas bergerak. Tiap metakarpal berartikulasi bagian distalnya pada bagian proximal falang tiap jari. Tiap jari terdiri dari 3 falang (proximal, media, dan distal), kecuali ibu jari yang terdiri dari 2 falang (Wilhelmi, 2012).

(29)

minggu ke-10, dan falang media pada minggu ke-11 atau lebih. Pusat epifise muncul pada falang proximal di awal tahun ke-2 (perempuan), dan lebih lama di tahun yang sama (laki-laki), falang media dan distal pada tahun ke-2 (perempuan), atau tahun ke-3 atau ke-4 (laki-laki) (Standring, 2008).

2.4. Rasio D2:D4

Rasio D2:D4 adalah perbedaan antara panjang jari (digiti=D) ke-2 (jari telunjuk) dengan jari ke-4 (jari manis). Panjang jari pada manusia telah diteliti lebih dari 120 tahun silam. Pada manusia, perbedaan panjang jari ke-2 dibanding panjang jari ke-4 (D2:D4) lebih rendah nilainya pada laki-laki dibandingkan perempuan (Paul et al., 2006; Gillam et al., 2008; Kraemer et al., 2009; Galis et al., 2010; Muler et al., 2011;Zheng and Cohn, 2011; Hiraishi et al., 2011; Zhao et al., 2013 ). Perbedaan ini terlihat baik pada anak-anak maupun dewasa. Perbedaan ciri ini merupakan salah satu perbedaan bentuk seksual (sexual dimorphic) yang dipengaruhi oleh konsentrasi hormon androgen yang diproduksi oleh fetus dan sensitivitas reseptor androgen pada masa embrio.

Rendahnya nilai D2:D4 mencerminkan tingginya paparan hormon testosteron selama masa embrio, sedangkan tinginya nilai D2:D4 mencerminkan rendahnya paparan hormon testosteron selama masa embrio. Modulasi kadar hormon pada masa prenatal mempengaruhi rasio digit sedangkan postnatal tidak (Zheng dan Cohn, 2011; Hiraishi et al., 2012) dan menetap pada masa dewasa (Peeters et al., 2013) . Hal ini menunjukkan bahwa rasio digit sepertinya hanya dipengaruhi pada masa janin dan tidak berubah setelah lahir. Galis et al. (2010) menyatakan bahwa rasio D2:D4 stabil setelah usia 2 tahun. Penelitian Trivers, Manning, dan Jacobson (2006) dalam Galis et al. (2010) pada anak Jamaica didapat rasio D2:D4 anak usia 7-14 tahun meningkat signifikan setelah pengukuran pada 4 tahun kemudian. Gillam et al. (2008) menunjukkan bahwa rasio D2:D4 berubah sejalan dengan usia tetapi nilainya tetap lebih rendah pada laki-laki daripada perempuan.

(30)

Menurut Muller et al. (2011), rasio D2:D4 ini tidak dipengaruhi oleh kadar hormon ibu, karena tidak terdapat korelasi antara kadar hormon androgen ibu dengan kadar hormon androgen pada cairan amnion. Muller juga menyatakan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar hormon androgen dengan rasio D2:D4 pada orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa sepertinya rasio D2:D4 tidak dipengaruhi oleh usia.

Banyak penelitian menunjukkan hubungan rasio digit dengan perbedaan kadar androgen dan estrogen selama pertumbuhan. Muller et al. (2011); Zheng dan Cohn (2011) menyatakan bahwa perkembangan genital dan digit dikontrol oleh gen HoxA dan HoxD yang dipengaruhi oleh hormon androgen. Zheng dan Cohn (2011) memperkirakan bahwa reseptor androgen (AR) aktif di banyak sel pada masa kondensasi kartilago. Percobaan Zheng dan Cohn pada tikus mutan yang AR-nya dihilangkan, terdapat peningkatan rasio D2:D4 dibanding dengan kontrol sedangkan penghapusan pada reseptor estrogen (ER) menurunkan rasio D2:D4. Hal ini menunjukkan bahwa AR dan ER memiliki efek yang berlawanan pada rasio digit, dengan AR penting dalam perkembangan sifat maskulin/laki-laki (rasio D2:D4 rendah) dan ER penting dalam perkembangan sifat feminin/perempuan (rasio D2:D4 tinggi). Aktivitas AR dan ER paling tinggi tampak pada D4 dan tidak ada respon signifikan pada D2. Tingginya efek hormon pada perbedaan pertumbuhan D4 dan tidak adanya efek hormon pada D2 kemudian menjadikan rasio D2:D4 sebagai tanda perbedaan seksual.

Rasio D2:D4 dapat diukur dengan berbagai cara, yaitu:

1. Pengukuran langsung pada D2 dan D4 dimulai dari tengah lipatan proksimal terhadap palmar sampai ujung digit dengan Vernier caliper (jangka sorong).

2. Pengukuran tidak langsung melalui fotokopi palmar, kemudian D2 dan D4 diukur dari tengah lipatan proksimal terhadap palmar sampai ujung digit dengan Vernier caliper (jangka sorong) atau dengan komputer (Adobe Photoshop).

(31)

4. Pengukuran hasil skaning foto palmar yang diletakkan pada permukaan rata kemudian diukur dengan komputer (Adobe Photoshop).

Gambar 2.5 Alat ukur panjang digiti (Vernier caliper/jangka sorong).

Gambar 2.6 Pengukuran D2:D4 melalui fotomikrograf (Almasry et al., 2011).

Gambar 2.7 Pengukuran D2:D4 melalui radiograf (Xi et al., 2014).

(32)

Baik pengukuran langsung maupun tidak langsung menunjukkan perbedaan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, walaupun nilai rasio tersebut memiliki sedikit perbedaan. Robertson et al. (2008) menyatakan bahwa pengukuran D2:D4 menunjukkan hasil yang lebih baik pada pengukuran metakarpal, Allaway et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran berbasis komputer lebih dapat dipercaya dibanding pengukuran fisik, fotokopi dan skan, sedangkan menurut Xi et al. (2014), pengukuran terbaik didapat dengan mengukur falang secara langsung melalui radiograf.

2.5. Rasio D2:D4 dan Jenis Kelamin

Sejak tahun 1800-an, penelitian tentang perbedaan bentuk seksual (sexual dimorphic) telah sangat berkembang hingga saat ini. Perbedaan bentuk seksual ini ternyata juga terlihat pada jari manusia. Perkembangan falang dan organ reproduksi manusia ternyata diatur oleh gen yang sama, yaitu HoxA dan HoxD (Muller et al., 2011; Zheng dan Cohn, 2011). Digit yang paling dipengaruhi oleh hormon androgen adalah D4, sedangkan D2 sepertinya tidak dipengaruhi oleh kadar hormon ini.

(33)

Gambar 2.8 Perbedaan bentuk jenis kelamin terlihat pada pengukuran D2:D4 (Zheng dan Cohn (2011).

Tabel 2.2 Rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan pada usia bervariasi pada beberapa penelitian yang berbeda (Galis et al., 2010).

Menurut Muller et al. (2011), Knickmeyer et al. (2011), dan Hiraishi et al. (2012) nilai rasio D2:D4 ini bervariasi sesuai dengan etnis/suku/ras. Perbedaan rasio D2:D4 lebih jelas terlihat pada digit kanan dibandingkan digit kiri (Manning et al., 2012 dan Zhao et al., 2013) sehingga lebih sensitif dalam membandingkan nilai rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, sedangkan Hiraishi et al. (2012) mendapatkan perbedaan yang lebih signifikan pada digit kiri. Robertson et al. (2008) dan Galis et al. (2010) mendapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara digit kanan dan kiri. Rasio D2: D4 tidak dipengaruhi oleh pemakaian

(34)

tangan yang dominan, sehingga nilainya sama antara tangan dominan dan nondominan.

Penelitian Peeters et al. (2013) menunjukkan tidak ada hubungan antara rasio D2:D4 dengan aktivitas fisik, penggunaan tangan dominan, kekuatan otot, tinggi dan berat badan serta usia skeletal. Hal ini menunjukkan bahwa sepertinya rasio D2:D4 hanya dipengaruhi oleh kadar hormon androgen dalam kandungan, dimana kadar hormon androgen dipengaruhi oleh jenis kelamin, sehingga jenis kelamin mempengaruhi nilai rasio D2:D4 pada manusia.

Jenis-jenis tangan manusia dapat dibagi menjadi 3 bentuk berdasarkan penampakannya pada radiograf, yaitu tipe 1 (D2>D4), tipe 2 (D2=D4), dan tipe 3 (D2<D4). Perempuan kebanyakan memiliki tangan dengan tipe 1 dan 2, sedangkan laki-laki kebanyakan memiliki tangan dengan tipe 3.

Gambar 2.9 Klasifikasi jenis tangan berdasarkan radiograf (Robertson et al., 2008).

(35)

Tabel 2.3 Rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan di berbagai negara.

Jerman 37,3 tahun (laki-laki);

35 tahun (perempuan)

Italia 54 tahun (laki-laki);

60 tahun (perempuan)

Yunani 54 tahun (laki-laki);

60 tahun (perempuan) Yunnan, China 37,8 tahun (laki-laki);

40,28 tahun

Dari nilai yang tertera di tabel, terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan, dengan laki-laki memiliki nilai rasio D2:D4 yang lebih rendah dari pada perempuan. Terlihat juga bahwa terdapat sedikit perbedaan antara digit kanan dan kiri, serta terdapat perbedaan nilai rasio D2:D4 pada berbagai daerah yang berbeda. Hasil ini kemungkinan terjadi oleh karena perbedaan suku/ras/etnis yang mempengaruhi kadar androgen pada masa embrio manusia.

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

(36)

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Definisi Operasional

1. Rasio D2:D4 adalah perbandingan antara panjang jari ke-2 (jari telunjuk) dengan jari ke-4 (jari manis) yang diukur dari titik tengah lipatan proximal jari sampai ke titik tengah ujung jari.

2. Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan.

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Pengukuran

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat

Ukur Hasil Ukur

Skala Pengukuran Rasio D2:D4 Perbandingan panjang

jari ke-2 dengan jari ke-4 diukur dari titik tengah lipatan proximal jari sampai ke titik tengah ujung jari.

Wawancara Kuesioner -Laki-laki -Perempuan

Nominal

3.3. Hipotesis

1. Ada perbedaan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan. 2. Nilai rasio D2:D4 laki-laki lebih rendah dari nilai rasio D2:D4

perempuan

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

(37)

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain penelitian “cross sectional” atau sekat lintang, yang bertujuan untuk mencari nilai rata-rata rasio D2:D4 pada laki-laki dan perempuan sehingga dapat diketahui apakah ada hubungan antara rasio D2:D4 dengan jenis kelamin (dengan kata lain apakah jenis kelamin mempengaruhi rasio D2:D4). Pengambilan data dilakukan sekali saja dan pada waktu tertentu untuk setiap responden, kemudian dianalisis dengan menggunakan uji t-independen.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada September sampai Oktober 2014. Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang bertempat di Jalan dr.Mansur no.5 Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipilih sebagai lokasi penelitian karena mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara berasal dari berbagai daerah di Indonesia, sehingga dapat menggambarkan populasi di Indonesia.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2011 berkebangsaan Indonesia yang sedang mengikuti kegiatan akademik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun 2014. Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik penarikan sampel adalah consecutive sampling, dimana subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dijadikan sampel penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi.

Besar sampel ditentukan dengan rumus:

� = �

1 +��2

n = 376 1+376∗�.12

(38)

n = 79 Keterangan:

n = jumlah minimum sampel N = jumlah populasi d = angka kesalahan (α = 0.1)

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki 90% (angka kesalahan sebesar 10%), maka jumlah sampel yang diperoleh berdasarkan rumus diatas adalah sebanyak 79 orang. Untuk memudahkan membagi jumlah sampel antara laki-laki dan perempuan, dalam penelitian ini sampel ditambah sampai menjadi 80 orang, dengan jumlah sampel laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 40 orang.

Kriteria Inklusi:

• Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU angkatan 2011

• Berkebangsaan Indonesia

• Garis lipatan D2 dan D4 terlihat jelas

• Bersedia menjadi sampel

Kriteria Eksklusi:

• Memiliki penyakit hiperplasia adrenal kongenital

• Memiliki kelainan kromosom seks (Sindrom Klinifelter/Sindrom Turner)

• Mengalami trauma dan/atau amputasi pada D2 dan/atau D4

• D2 dan/atau D4 tidak lurus (bengkok)

• Menderita penyakit tulang (osteoartritis) pada D2 dan/atau D4

• Memiliki gangguan identitas seksual (homoseksual/lesbian)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

(39)

diderita (penyakit adrenal, kromosom seks, penyakit tulang, penyakit identitas seksual). Setelah melakukan wawancara tertulis, pengukuran panjang D2 dan D4 dilakukan pada tangan kanan dan kiri pada responden yang dianggap memenuhi kriteria penelitian.

Pengukuran dilakukan setelah mendapatkan izin dari subjek penelitian setelah sebelumnya subjek telah mendapat penjelasan mengenai tujuan, cara, dan manfaat penelitian yang dilakukan pada Lembar Penjelasan Penelitian. Subjek yang bersedia menjadi sampel kemudian diminta untuk menandatangani kesediaan menjadi subjek penelitian pada Surat Persetujuan menjadi Responden dalam Penelitian.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan vernier caliper (jangka sorong) dengan ketelitian 0.05 mm. Panjang jari diukur dari titik tengah lipatan jari sampai ke titik tengah ujung jari. Jika jari memiliki dua garis lipatan, maka lipatan yang dipilih adalah garis lipatan proksimal tangan. Nilai panjang D2 dan D4 ini kemudian dibandingkan, sehingga didapat nilai rasio D2:D4. Setelah pengukuran rasio D2:D4 dilakukan, selanjutnya peneliti melakukan analisis tehadap data-data yang telah didapat, baik dari wawancara tertulis maupun dari pengukuran.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, dinilai hubungan antara variabel jenis kelamin (nominal) dengan variabel rasio D2:D4 (numerik) menggunakan uji t-independenuntuk mengetahui kekuatan hubungan kedua variabel. Analisis statistik dilakukan dengan bantuan program komputer.

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

(40)

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah panjang D2 dan D4 mahasiswa angkatan 2011 berkebangsaan Indonesia yang sedang mengikuti kegiatan akademik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun 2014. Panjang D2 dan D4 yang diukur adalah jarak antara titik tengah lipatan proksimal sampai titik tengah ujung jari bagian ventral jari ke-2 dan ke-4. Nilai D2 dibandingkan dengan nilai D4 sehingga didapat rasio D2:D4. Pengukuran dilakukan pada tangan kanan dan kiri pada 80 orang mahasiswa dengan jumlah laki-laki dan perempuan masing-masing 40 orang.

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan dilakukan uji beda mean dengan menggunakan uji t-independen untuk melihat apakah ada perbedaan signifikan pada rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan. Data juga diolah untuk menilai perbedaan panjang jari antara tangan kanan dan tangan kiri pada laki-laki dan perempuan.

Tabel 5.1 Panjang jari dan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan

Laki-laki (N= 40) Perempuan (N=40)

P*

Keterangan; Panjang jari diukur dalam satuan mm; P* signifikan < 0.05

(41)

Pada penelitian ini, didapatkan nilai rasio D2:D4 yang bervariasi pada tangan kanan mulai dari 0.8774 hingga 1.0604 pada aki-laki dan 0.9236 hingga 1.0580 pada perempuan. Sedangkan pada tangan kiri didapat rasio D2:D4 mulai dari 0.8442 hingga 1.0000 pada laki-laki dan 0.9412 hingga 1.1250 pada perempuan.

Berdasarkan analisis beda mean dengan uji t-independen pada 80 sampel, laki-laki memiliki panjang jari yang lebih tinggi dari pada perempuan. Panjang jari ke-2 (D2) tangan kanan adalah 71.569 (SD=3.629) pada laki-laki dan 65.135 (SD=4.093) pada perempuan (p=0.0001). Panjang jari ke-4 (D4) tangan kanan adalah 74.239 (SD=4.029) pada laki-laki dan 66.108 (SD=4.056) pada perempuan (p=0.0001). Panjang jari ke-2 (D2) tangan kiri adalah 71.556 (SD=3.766) pada laki-laki dan 65.243 (SD=4.132) pada perempuan (p=0.0001). Panjang jari ke-4 (D4) tangan kiri adalah 75.174 (SD=3.814) pada laki-laki dan 65.737 (SD=4.504) pada perempuan (p=0.0001).

Untuk nilai rasio D2:D4, laki-laki memiliki rasio D2:D4 yang lebih rendah daripada perempuan untuk kedua tangan. Pada tangan kanan, rasio D2:D4 adalah 0.965 (SD=0.036) pada laki-laki dan 0.986 (SD=0.031) pada perempuan (p=0.008). Pada tangan kiri, rasio D2:D4 adalah 0.952 (SD=0.033) pada laki-laki dan 0.994 (SD=0.039) pada perempuan (p=0.0001). Rata-rata rasio D2:D4 tangan kanan dan kiri pada laki-laki adalah 0.959 (SD=0.296) dan pada perempuan adalah 0.99 (SD=0.031). Perbedaan nilai ini bermakna secara ststistik (p=0.0001).

Tabel 5.2 Panjang jari dan rasio D2:D4 antara tangan kanan dan tangan kiri

(42)

N=40 D4s-D2s 0.495 2.43 >0.05

D2d-D2s -0.108 1.79 >0.05

D4d-D4s 0.370 1.98 >0.05

D2:D4d-D2:D4s -0.008 0.04 >0.05

Keterangan: “d” adalah dekstra/kanan; “s” adalah sinitra/kiri. P* signifikan < 0.05

Tabel 5.2 menunjukkan mean, SD, dan p untuk tangan kanan dan kiri berdasarkan jenis kelamin. Pada tabel 5.2 di atas, terlihat bahwa perbedaan panjang jari ke-2 (D2) dan jari ke-4 (D4) pada laki-laki lebih besar daripada perempuan. Beda panjang jari ke-2 dan ke-4 tangan kanan adalah 2.665 (SD=2.81) pada laki-laki (p=0.0001) dan 0.973 (SD=2.15) pada perempuan (p=0.007). Beda panjang jari ke-2 dan ke-4 tangan kiri adalah 3.619 (SD=2.58) pada laki-laki (p=0.0001) dan 0.495 (SD=2.43) pada perempuan (p=0.205).

Hasil ini menunjukkan bahwa laki-laki memiliki perbedaan yang cukup besar dan signifikan antara panjang jari ke-2 dan ke-4 pada kedua tangan (p=0.0001). Pada laki-laki, panjang jari ke-4 lebih tinggi daripada jari ke-2, sehingga didapat rasio D2:D4 laki-laki<1. Perbedaan panjang jari ke-2 dan ke-4 pada perempuan tidak terlalu besar pada tangan kanan (p=0.007) dan tidak ada perbedaan yang signifikan pada tangan kiri (p=0.205). Nilai yang tidak jauh berbeda antara panjang jari ke-2 dan ke-4 pada perempuan ini membuat rasio D2:D4 perempuan mendekati angka 1 atau ≥1.

Tidak ada perbedaan yang signifikan pada panjang jari ke-2 antara tangan kanan dan kiri pada laki-laki , yaitu 0.014 (p=0.972). Tetapi pada jari ke-4, terdapat perbedaan yang signifikan antara tangan kanan dan kiri yaitu 0.94 (p=0.001) dengan jari ke-4 lebih panjang pada tangan kanan. Pada perempuan, tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua jari, yaitu 0.108 (p=0.707) pada jari ke-2 dan 0.370 (p=0.244) pada jari ke-4.

Rasio D2:D4 antara tangan kanan dan kiri berbeda pada laki-laki, yaitu 0.013 (p=0.032), sedangkan pada perempuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan yaitu 0.008 (p=0.163).

(43)

Dengan mengumpulkan subjek penelitian usia 20-22 tahun, pengukuran secara langsung pada bagian ventral tangan kanan dan kiri dilakukan dengan menggunakan jangka sorong (vernier caliper). Pengukuran pada studi ini dilakukan pada jari ke-2 dan ke-4 untuk menilai perbedaannya antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan yang signifikan pada rasio D2:D4 untuk kedua tangan kanan dan kiri. Perbedaan ini sesuai dengan hipotesis yang diharapkan yaitu laki-laki rasio D2:D4 yang lebih rendah daripada perempuan. Hasil yang sama ditemukan pada penelitian Gillam, Mc Donald, Ebling, Mayhem (2008); Robertson, Zhang, Liu, Muir, Maciewicz, Doherty (2008); Zhao, Yu, Zhang, Zheng (2013).

Pengukuran panjang jari pada penelitian ini dilakukan secara langsung, dimulai dari titik tengah garis proksimal jari ke-2 dan ke-4 sampai ujung jari. Perbedaan metode pengukuran mungkin saja membuat sedikit perbedaan pada nilai rasio D2:D4, seperti yang tampak pada pengukuran dengan fotokopi, radiograf, dan analisis komputer. Xi, Li, Fan, Zhao (2014) menemukan bahwa rasio D2:D4 lebih tinggi pada pengukuran langsung dibandingkan dengan radiograf ataupun analisis komputer. Temuan ini bertentangan dengan temuan Almasry, Domiaty, Algaidi, Elbastawisy, Safwat (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara metode langsung dengan metode tidak langsung. Bagaimanapun juga, pengukuran dengan dan tanpa jaringan lunak tetap mencerminkan nilai rasio D2:D4 yang lebih rendah pada laki-laki dibandingkan pada perempuan seperti pada temuan Galis, Broek, Dongen, Wijnaendts (2010), karena Xi, Li, Fan, Zhao (2014) menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada tebalnya jaringan lunak pada jari antara laki-laki dan perempuan.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa pada tiap kasus, D4 tidaklah selalu lebih panjang daripada D2 pada laki-laki dan D4 tidaklah selalu lebih pendek daripada D2 pada perempuan seperti pada temuan Galis, Broek, Dongen, Wijnaendts (2010) dan Zheng dan Cohn (2011). Disebutkan bahwa perempuan memiliki nilai rasio D2:D4≥1sedangkan laki-laki memiliki rasio D2:D4<1. Walaupun dalam penelitian ini terdapat variasi antara nilai rasio D2:D4, variasi ini

(44)

mungkin terjadi karena berbagai keadaan yang belum dapat diidentifikasi sepenuhnya.

Rasio D2:D4 pada laki-laki dan perempuan pada penelitian ini memiliki perbedaan signifikan yang jauh lebih besar pada tangan kiri dibandingkan dengan tangan kanan. Hasil ini didukung oleh penelitian Paul, Kato, Cherkas, Andrew, Spector (2006). Akan tetapi, Hasil ini bertentangan dengan temuan Honekopp dan Watson (2010); Almasry, Domiaty, Algaidi, Elbastawisy, Safwat (2011) dan Peeters, Van Aken, Claessens (2013) yang menyatakan bahwa perbedaan signifikan lebih besar pada tangan kanan. Xi, Li, Fan, Zhao (2014) menemukan bahwa antara tangan kanan dan kiri tidak ada perbedaan yang signifikan. Robertson, Zhang, Liu, Muir, Maciewich, Doherty (2008) menemukan bahwa antara tangan kanan dan kiri tidak ada perbedaan signifikan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio D2:D4 berbeda antara laki-laki dan perempuan dan rasio D2:D4 merupakan ciri perbedaan seksual (sexual dimorphic) pada orang sehat. Penelitian terdahulu oleh Muller, Giles, Bassett, Morris, Manning, Hopper, English, Severi (2011) dan Zheng dan Cohn (2011) mendapati bahwa rasio D2:D4 berhubungan dengan hormon sex prenatal dengan D2:D4 yang rendah berhubungan dengan pemaparan konsentrasi testosteron yang tinggi dibandingkan dengan estrogen pada gen Hox. Adanya mutasi pada gen Hox menimbulkan abnormalitas pada jari dan genital.

Hal ini dapat memimpin kita dalam menggunakan rasio D2:D4 sebagai alat untuk menginvestigasi hubungan yang mungkin ada antara pemaparan hormon sex prenatal dengan berbagai tingkah laku, penyakit, dan kelainan. Temuan ini juga dapat menjadi alat dalam menentukan jenis kelamin dari potongan tangan pada kasus mutilasi.

Peneliti tidak dapat menyingkirkan kemungkinan adanya bias. Pengukuran jaringan lunak pada jari dan garis lipatan jari yang kurang tepat memungkinkan terjadinya bias dalam menilai ukuran panjang jari.

(45)

sepengetahuan peneliti, studi ini adalah penelitian pertama yang mencari perbedaan rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

(46)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Perbedaan Rasio

D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

USU diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada rasio D2:D4 antara laki-laki dan

perempuan (p=0.0001).

2. Laki-laki memiliki rasio D2:D4 yang lebih rendah daripada perempuan.

3. Perbedaan signifikan pada rasio D2:D4 antara laki-laki dan perempuan

lebih besar pada tangan kiri daripada tangan kanan.

4. Rata-rata rasio D2:D4 adalah 0.959 (SD=0.296) pada laki-laki dan 0.99

(SD=0.031) pada perempuan.

5. Rasio D2:D4 merupakan perbedaan bentuk seksual (sexual dimorphic),

sehingga dapat dipakai untuk mengidentifikasi jenis kelamin mayat pada

kasus mutilasi.

6.2. Saran

1. Bagi Peneliti

Diharapkan agar penelitian lebih lanjut tentang perbedaan rasio D2:D4

antara laki-laki dan perempuan dapat mencakup daerah yang lebih luas, dengan

jumlah sampel dan usia yang lebih besar, mencakup anak-anak. Peneliti juga

berharap dapat dilakukan penelitian berdasarkan suku/ras dengan metode-metode

lain, seperti fotokopi, analisis komputer dan radiograf.

2. Bagi Tim Forensik

Diharapkan tim Forensik dapat menjadikan rasio D2:D4 sebagai salah satu

metode untuk mengidentifikasi jenis kelamin mayat pada kasus mutilasi yang

hanya ditemukan potongan tangannya saja, sehingga metode ini dapat diterima

menjadi salah satu metode identifikasi jenis kelamin yang umum di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

(47)

than Those Using Physical Measurements, Photocopies, and Printed Scans. Am J Hum Biol. 21(3): 365–370.

Almasry, S.M., Domiaty, M.A.L., Algaidi, A.S.A., Elbastawisy, Y.M., Safwat, M.D. 2011. Index to ring digit ratio in Saudi Arabia at Almadinah Almonawarah province: a direct and indirect measurement study. J. Anat.

218:202–208.

American Association for the Advance of Science. 2014. Skeleton Keys: How Forensic Antropologists Identifying and Solves Crimes, USA.

American Society for Surgery of the Hand. 2009. Essentials of Hand Surgery. Available from:

Chisum, W. J.Crime Reconstruction. In: Mozayani, A., Noziglia, C. editors. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and Practice.Totowa, New Jersey: Humana Press Inc.; 2006. p 63-78.

Da Silva1, F.R., Mendes, S.D.S.C., de Azevedo Marinho1, D.E., do Rosário Júnior, A.F., Guimarães, M.A. 2013. Importance of the comparative anatomy in Forensic Anthropology – case report. RSBO10 (2):193-7.

Galis, F., Broek, C.M.A.T., Dongen, S.V., Wijnaendts, L.C.D. 2010. Sexual Dimorphism in the Prenatal Digit Ratio (2D:4D). Arch Sex Behav 39:57– 62.

Gillam, L., McDonald, R., Ebling, F. J. P., Mayhew, T. M. 2008. Human 2D (index) and 4D (ring) finger lengths and ratios: cross-sectional data on linear growth patterns, sexual dimorphism and lateral asymmetry from 4 to 60 years of age. J. Anat. 213: 325–335.

Hiraishi, K., Sasaki, S., Shikishima, C., Ando, J. 2012. The Second to Fourth Digit Ratio (2D:4D) in a Japanese Twin Sample: Heritability, Prenatal Hormone Transfer, and Association with Sexual Orientation. Arch Sex Behav 41:711–724.

Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. 2011. Penerapan Ilmu Kedokteran dalam Proses Penyidikan edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.

International Committee of the Red Cross. 2013. Forensic Identification on Human Remains. Comite International Geneve, Switzerland.

(48)

Knickmeyer, R.C.,Woolson, S.,Hamer, R.M.,Konneker, T., Gilmore, J.H. 2011. 2D:4D Ratios in the First 2 Years of Life: Stability and Relation to Testosterone Exposure and Sensitivity. Horm Behav. 60(3): 256–263.

Kraeme, B., Noll, T., Delsignore, A., Milos, G., Schnyder, U., Hepp, U. 2009. Finger Length Ratio (2D:4D) in Adults with Gender Identity Disorder.

Arch Sex Behav 38:359–363.

Manning, J. T., Kilduff, L. P., Trivers, R. 2012. Digit ratio (2D:4D) in Klinefelter’s syndrome. Andrology, 1, 94–99.

Muller, D.C., Giles, G.G, Bassett, J., Morris, H.A., Manning, J.T., Hopper, J.L., English, D.R., Severi, G. 2011. Second to fourth digit ratio (2D:4D) and concentrations of circulating sex hormones in adulthood. Reproductive Biology and Endocrinology, 9:57.

Murnaghan, I. 2012. Understanding Forensic Identification.UK: Explore DNA. Available from:

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Paul, S.N., Kato, B.S., Cherkas,L.F., Andrew,T., Spector, T.D. 2006. Heritability of the Second to Fourth Digit Ratio (2d:4d): A Twin Study. Twin Research and Human Genetics9 (2): 215–219.

Payne, J., James. 2006. Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine, vol 1, p i.

Peeters, M.W., Van Aken, K., Claessens, A.L. 2013. The Left Hand Second to Fourth Digit Ratio (2D:4D) Is Not Related to Any Physical Fitness Component in Adolescent Girls. PLoS ONE 8(4): e59766.

Robertson, J., Zhang, W., Liu, J.J., Muir, K.R., Maciewicz, R.A., Doherty, M. 2008. Radiographic assessment of the index to ring finger ratio (2D:4D) in adults. J. Anat. 212:42–48.

Singh, S. 2008. Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati Bencana Massal.

Majalah Kedokteran Nusantara 41(4): 254-258.

Stranding, S. 2008. Grays Anatomy the Anatomical Basis of Clinical Practice 40th ed. British: Churchill Livingstone Elsevier.

(49)

Xi, H., Li, M., Fan, Y., Zhao, L. 2014. A Comparison of Measurement Methods and Sexual Dimorphism for Digit Ratio (2D:4D) in Han Ethnicity. Arch Sex Behav 43:329–333.

Zhao, D., Yu, K., Zhang, X., Zheng, L. 2013. Digit Ratio (2D:4D) and Handgrip Strength in Hani Ethnicity. PLoS ONE 8(10): e77958.

Zheng, Z., Cohn, M.J., 2011. Developmental basis of sexually dimorphic digit ratios. PNAS. 108 (39): 16289–16294.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(50)

than Those Using Physical Measurements, Photocopies, and Printed Scans. Am J Hum Biol. 21(3): 365–370.

Almasry, S.M., Domiaty, M.A.L., Algaidi, A.S.A., Elbastawisy, Y.M., Safwat, M.D. 2011. Index to ring digit ratio in Saudi Arabia at Almadinah Almonawarah province: a direct and indirect measurement study. J. Anat. 218:202–208.

American Association for the Advance of Science. 2014. Skeleton Keys: How Forensic Antropologists Identifying and Solves Crimes, USA.

American Society for Surgery of the Hand. 2009. Essentials of Hand Surgery. Available from:

Chisum, W. J.Crime Reconstruction. In: Mozayani, A., Noziglia, C. editors. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and Practice.Totowa, New Jersey: Humana Press Inc.; 2006. p 63-78.

Da Silva1, F.R., Mendes, S.D.S.C., de Azevedo Marinho1, D.E., do Rosário Júnior, A.F., Guimarães, M.A. 2013. Importance of the comparative anatomy in Forensic Anthropology – case report. RSBO10 (2):193-7.

Galis, F., Broek, C.M.A.T., Dongen, S.V., Wijnaendts, L.C.D. 2010. Sexual Dimorphism in the Prenatal Digit Ratio (2D:4D). Arch Sex Behav 39:57– 62.

Gillam, L., McDonald, R., Ebling, F. J. P., Mayhew, T. M. 2008. Human 2D (index) and 4D (ring) finger lengths and ratios: cross-sectional data on linear growth patterns, sexual dimorphism and lateral asymmetry from 4 to 60 years of age. J. Anat. 213: 325–335.

Hiraishi, K., Sasaki, S., Shikishima, C., Ando, J. 2012. The Second to Fourth Digit Ratio (2D:4D) in a Japanese Twin Sample: Heritability, Prenatal

Hormone Transfer, and Association with Sexual Orientation. Arch Sex

Behav 41:711–724.

Idries, A.M., Tjiptomartono, A.L. 2011. Penerapan Ilmu Kedokteran dalam Proses Penyidikan edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto.

(51)

Knickmeyer, R.C.,Woolson, S.,Hamer, R.M.,Konneker, T., Gilmore, J.H. 2011. 2D:4D Ratios in the First 2 Years of Life: Stability and Relation to Testosterone Exposure and Sensitivity. Horm Behav. 60(3): 256–263.

Kraeme, B., Noll, T., Delsignore, A., Milos, G., Schnyder, U., Hepp, U. 2009. Finger Length Ratio (2D:4D) in Adults with Gender Identity Disorder.

Arch Sex Behav 38:359–363.

Manning, J. T., Kilduff, L. P., Trivers, R. 2012. Digit ratio (2D:4D) in Klinefelter’s syndrome. Andrology, 1, 94–99.

Muller, D.C., Giles, G.G, Bassett, J., Morris, H.A., Manning, J.T., Hopper, J.L., English, D.R., Severi, G. 2011. Second to fourth digit ratio (2D:4D) and concentrations of circulating sex hormones in adulthood. Reproductive

Biology and Endocrinology, 9:57.

Murnaghan, I. 2012. Understanding Forensic Identification.UK: Explore DNA. Available from:

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Paul, S.N., Kato, B.S., Cherkas,L.F., Andrew,T., Spector, T.D. 2006. Heritability of the Second to Fourth Digit Ratio (2d:4d): A Twin Study. Twin Research

and Human Genetics9 (2): 215–219.

Payne, J., James. 2006. Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine, vol 1, p i.

Peeters, M.W., Van Aken, K., Claessens, A.L. 2013. The Left Hand Second to Fourth Digit Ratio (2D:4D) Is Not Related to Any Physical Fitness Component in Adolescent Girls. PLoS ONE 8(4): e59766.

Robertson, J., Zhang, W., Liu, J.J., Muir, K.R., Maciewicz, R.A., Doherty, M. 2008. Radiographic assessment of the index to ring finger ratio (2D:4D) in adults. J. Anat. 212:42–48.

Singh, S. 2008. Penatalaksanaan Identifikasi Korban Mati Bencana Massal.

Majalah Kedokteran Nusantara 41(4): 254-258.

Stranding, S. 2008. Grays Anatomy the Anatomical Basis of Clinical Practice 40th ed. British: Churchill Livingstone Elsevier.

(52)

Xi, H., Li, M., Fan, Y., Zhao, L. 2014. A Comparison of Measurement Methods

and Sexual Dimorphism for Digit Ratio (2D:4D) in Han Ethnicity. Arch

Sex Behav 43:329–333.

Zhao, D., Yu, K., Zhang, X., Zheng, L. 2013. Digit Ratio (2D:4D) and Handgrip Strength in Hani Ethnicity. PLoS ONE 8(10): e77958.

Zheng, Z., Cohn, M.J., 2011. Developmental basis of sexually dimorphic digit ratios. PNAS. 108 (39): 16289–16294.

(53)

Nama : Ratna Mariana Tamba

Tempat / Tanggal Lahir : Medan/ 13 Maret 1993

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Swadaya gg. Rela no. 20 Medan 20228

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 060791Medan ( 1999-2005)

2. SMPN 23 Medan ( 2005-2008 )

3. SMAN 5 Medan ( 2008-2011 )

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara ( 2011-Sekarang )

Riwayat Pelatihan :1. Pelatihan Program Kreativitas Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara Tahun 2013

2. Pelatihan Program Kreativitas Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara Tahun 2014

Riwayat Organisasi : -

KUESIONER

(54)

No: Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran USU Nama :

Kebangsaan : Indonesia Jenis Kelamin : L / P Usia :

Penyakit yang pernah diderita dan/atau sedang diderita : Ya Tidak

Penyakit hiperplsia adrenal

Sindrom Klinifelter/Sindrom Turner

Trauma dan/atau amputasi pada D2 dan/atau D4 Penyakit tulang (osteoartritis) pada D2 dan/atau D4 Gangguan identitas seksual (homoseksual/lesbian)

Perhitungan Rasio D2:D4 (diisi oleh peneliti)

Kanan Kiri

Panjang D2

Panjang D4

Rasio D2:D4

(55)

Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU

Salam sejahtera bagi kita semua,

Saya Ratna Mariana Tamba, adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang akan melaksanakan penelitian dengan judul

“Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan Perempuan pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran USU”.

Dalam penelitian ini saya akan mengukur panjang jari ke-2 dan jari ke-4

kanan dan kiri responden dengan jangka sorong untuk dibandingkan nilainya

antara laki-laki dan perempuan. Tiap responden akan diukur dalam waktu sekitar

dua (2) menit untuk tiap responden. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini

diharapkan dapat menggambarkan rasio jari orang berkebangsaan Indonesia,

sehingga dapat memberi masukan dan membantu ahli forensik dan pihak

berkepentingan lainnya dalam mengidentifikasi jenis kelamin mayat dari

potongan tangannya.

Saya sebagai peneliti sangat mengharapkan dan menghargai partisipasi

Anda turut serta dalam penelitian ini. Semua informasi yang Anda berikan akan

dijaga kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk usaha kepentingan

penelitian ini.

Setelah memahami penjelasan yang saya berikan, Anda dapat

menandatangani surat persetujuan yang disediakan peneliti. Demikian penjelasan

ini saya sampaikan. Atas partisipasi dan kesediaan Anda, saya ucapkan terima

kasih.

Medan, September 2014

Hormat saya,

Ratna Mariana Tamba

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN DALAM PENELITIAN

(56)

“Informed Consent”

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin : L/P

Kebangsaan : Indonesia

Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat

penelitian yang berjudul “Perbedaan Rasio D2:D4 antara Laki-laki dan

Perempuan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU”.

Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk menjadi responden pengukuran

rasio D2:D4, menjawab pertanyaan melalui wawancara tertulis yang memerlukan

waktu sekitar 10-15 menit dan saya bersedia berpartisipasi menjadi responden

dalam penelitian ini.

Medan, September 2014

Responden,

( )

(57)
(58)

40 73.1 74.5 0.981208 74.5 75.9 0.981555 21 .9814

Data Induk Mahasiswa Perempuan

(59)

38 68.4 72 0.95 70.35 70.5 0.997872 21 .9739

39 66 64.5 1.023256 65.3 63.55 1.027537 20 1.0254

40 67.5 65 1.038462 65.25 65 1.003846 21 1.0212

GRAFIK SEBARAN RASIO D2:D4

Grafik Sebaran rasio D2:D4 tangan Kiri Laki-laki

Grafik Sebaran rasio D2:D4 tangan Kanan Laki-laki

Grafik Sebaran rasio D2:D4 tangan Kiri Perempuan

(60)

Grafik Sebaran rasio D2:D4 tangan Kanan Perempuan

Gambar

Gambar 2.1  Perbedaan tulang panggul antara perempuan dan laki-laki  11
Tabel 2.1 Perkiraan usia berdasarkan erupsi gigi (Idries, 2011).
Gambar 2.1 Perbedaan tulang panggul antara perempuan dan laki-laki.
Gambar 2.4 Tulang-tulang penyusun tangan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

As such, the writing practice of introductions to research articles in Indonesian by Indonesian writers is similar to the writing of background of study in doctoral

Tampilan di atas merupakan perancangan antarmuka menu untuk operator, dimana di dalam menu tersebut terdapat pilihan menu Daftar Nilai Siswa, Rapor, Data Guru,

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS, BAYI BARU LAHIR DAN KELUARGA BERENCANA PADA NY.. UMUR 30 TAHUN G1 P0 A0 UMUR KEHAMILAN 37 MINGGU 4 HARI

Pernudi?. dcsa

melakukan apa-apa perbuatan dalam keadaan yang sedemikian bahawa jika ia dengan jalan demikian itu menyebabkan kematian ia adalah melakukan kesalahan mematikan orang dengan

nya dapat dilakukan sotelah terdapat keputuoan hukuman dioiplin pemberhentian oebagai Pegawai Negeri Sipil ber- daBarkan Peraturan Pemorintali ncraor 30 tahun 1900 yang.

This study also adapted Kemp’s instructional design model and considered relevant theories related to integrated materials, communicative approach, English for Specific Purposes

Tujuan Jaminan Penawaran : Panitia Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Muaro Jambi Nama Pekerjaan dijamin : PENGASPALAN JALAN LINGKUNGAN RT.5