UJI
DAUN
I EFEKTI
N NIMBA
YANG
PROGR
UNIV
IVITAS A
A (
Azadir
G DIINDU
N
N
RAM ST
FAKU
VERSITA
ANTIALE
rachta ind
UKSI DEN
SKRIP
OLEH
NONA JU
NIM 1015
TUDI SA
ULTAS F
AS SUM
MEDA
2014
ERGI EK
dica
A. Jus
UJI
DAUN
DiajI EFEKTI
N NIMBA
YANG
jukan untu GelaPROGR
UNIV
IVITAS A
A (
Azadir
G DIINDU
uk Melengk ar Sarjana F
Unive
N
N
RAM ST
FAKU
VERSITA
ANTIALE
rachta ind
UKSI DEN
SKRIP
kapi Salah S Farmasi pa ersitas Sum
OLEH
NONA JU
NIM 1015
TUDI SA
ULTAS F
AS SUM
MEDA
2014
ERGI EK
dica
A. Jus
NGAN OV
PSI
Satu Syara ada Fakult matera UtarH:
UWITA
501132
ARJANA
FARMA
MATERA
AN
4
KSTRAK E
ss.) PADA
VALBUM
PENGESAHAN SKRIPSI
UJI EFEKTIVITAS ANTIALERGI EKSTRAK ETANOL
DAUN NIMBA (
Azadirachta indica
A. Juss.) PADA MENCIT
YANG DIINDUKSI DENGAN OVALBUMIN
OLEH:
NONA JUWITA
NIM 101501132
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 28 Agustus 2014
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195008221974121002 NIP 195301011983031004
Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt.
Pembimbing II NIP 195008221974121002
Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt.
NIP 194909101980031002 NIP 195304031983032001
Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt.
NIP 195208241983031001
Medan, Oktober 2014
Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat
kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Uji Efektivitas Antialergi Ekstrak Etanol Daun Nimba (Azadirachta
indica A. Juss.) Pada Mencit Yang Diinduksi Dengan Ovalbumin”. Skripsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Ayahanda Sumurung Lumban Gaol dan Alm. Ibunda
Norita br. Regar atas doa, dukungan dan pengorbanannya yang begitu luar biasa
dengan tulus dan ikhlas bagi kesuksesan penulis, serta kepada kakak saya Hotlina
L. Gaol, Desmaima L. Gaol, Nurhayati L. Gaol, abang saya Heryanto L. Gaol dan
adik-adik saya tersayang Sulastri L. Gaol, Timorawi L. Gaol, Rona Uli L. Gaol
dan Mitro L. Gaol.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
USU Medan yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Drs.
Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt.,
selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat
selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dra. Djendakita
Purba, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan
kepada penulis selama masa perkuliahan. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama masa
Farmakognosi dan Farmakologi yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan
membantu selama penelitian. Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., Ibu Dra.
Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., selaku
dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan dukungan, doa, dorongan
dan menjadi penyemangat bagi penulis dan teman-teman mahasiswa stambuk
2010 serta kakak dan adik kelas Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Semoga Tuhan memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan dan
bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan
dan ilmu kefarmasian khususnya.
Medan, Oktober 2014
Penulis
Nona Juwita
UJI EFEKTIVITAS ANTIALERGI EKSTRAK ETANOL DAUN NIMBA (Azadirachta indica A. Juss.)PADA MENCIT YANG DIINDUKSI DENGAN
OVALBUMIN
Abstrak
Alergi merupakan salah satu bentuk manifestasi dari reaksi hipersensitivitas. Penyakit alergi terus meningkat, proses alergi pada penderita disebabkan adanya alergen yang masuk kedalam tubuh, salah satu jenis alergen adalah alergen makanan protein putih telur (ovalbumin) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi alergi dan menyebabkan pengeluaran imunoglobulin. Ovalbumin dapat mengaktivasi jenis-jenis leukosit yaitu basofil, eusinofil, monosit, limfosit dan neutrofil.
Tanaman nimba (Azadirachta indica A. Juss.), suku Meliaceae, secara empiris telah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu obat tradisional yang dapat mengatasi berbagai macam penyakit, seperti cacingan, kudis, malaria, diabetes, rematik dan alergi. Pemanfaatan sebagai antialergi menunjukkan bahwa ekstrak daun nimba mengandung komponen imunomodulator yang dapat memodulasi respon imun.
Tahap penelitian meliputi pengumpulan bahan, pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun nimba, penyiapan hewan percobaan (mencit) dan pengujian antialergi pada hewan percobaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antialergi ekstrak etanol daun nimba pada mencit yang diinduksi dengan ovalbumin, menggunakan 25 ekor mencit terbagi atas 5 kelompok. Kelompok kontrol positif (K1) tidak diberi perlakuan, kelompok kontrol negatif (K2) hanya diberi ovalbumin, kelompok K3, K4 dan K5 diberi ekstrak etanol daun nimba dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb selama 21 hari, kemudian pada hari ke-21 dan ke-22 diinduksi ovalbumin. Terhadap masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan jumlah total leukosit dan jumlah diferensial leukosit (limfosit, monosit, neutrofil, eusinofil dan basofil) dengan mengambil darah dari ekor mencit pada waktu tertentu yaitu jam ke-6, jam ke-24 dan pada hari ke-7.
Dari hasil penelitian didapat bahwa ekstrak etanol daun nimba pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan kemampuan dalam meningkatkan jumlah leukosit dengan nilai 7324 sel/l mendekati kontrol positif (K1) yang tidak diberi perlakuan. Untuk jumlah limfosit pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 29,93 sel/l, untuk jumlah monosit pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 6,2 sel/l, untuk jumlah neutrofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 61,07 sel/l, untuk jumlah eusinofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 2,87 sel/l dan untuk jumlah basofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 0,53 sel/l. Dari hasil pengujian statistik, pemberian ekstrak etanol daun nimba mampu meningkatkan jumlah total leukosit dan diferensial leukosit mencit secara signifikan terhadap kelompok uji (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun nimba mempunyai efektivitas sebagai antialergi.
EFFECTIVENESS OF ANTIALLERGY OF ETHANOL EXTRACT NEEM LEAF (Azadirachta indica A. Juss.) IN MICE INDUCED BY OVALBUMIN
Abstract
Allergy is one of hypersensitivity manifestations. Allergy continue rising, allergic process in patients is caused by allergens which entered the body. One of the type of allergen is protein from white egg (ovalbumin) which responsible for occurences of allergic reactions and induces immunoglobulin. Ovalbumin activates some kinds of leukocytes like basophils, eosinophils, monocytes, lymphocytes, and neutrophils.
Neem plant(Azadirachta indica A. Juss.), Meliaceae, empirically has been common known as one of traditional medicine which able to overcame the various diseases, such as intestinal worms, scabies, malaria, diabetes, arthritis and allergies. Anti-allergic utilization shows that nimba leaves extract contains immunomodulatory which able to modulates immune response.
Research stages involve materials collecting, materials processing, ethanol extract of neem leaves making, experimental animals (mice) preparing, and allergy testing in animals.
This study aims to determine allergenic effects of ethanol extract of neem leaves in mice induced by ovalbumin, using 25 mices were divided into 5 groups. Positive control group (K1) untreated, negative control group (K2) were given ovalbumin, K3, K4, and K5 group were given ethanol extract of neem leaves with doses 50 mg/kg bw, 100 mg/kg bw, and 200 mg/kg bw for 21 days, then on day 21 and 22 were induced by ovalbumin. Each group was observed in leukocytes total number, and leukocytes differential total number (lymphocytes, monocytes, neutrophils, eosinophils, and basophils) by taking blood from mice at specific time, 6th hour, 24th hour, and 7th day.
The results obtained that the ethanol extract of neem leaf at a dose of 100 mg / kg bw showed the ability to increase the number of leukocytes to the value of 7324 cells / l approaching the positive control (K1) untreated. For the number of lymphocytes in a dose of 100 mg / kg bw showed the value of 29.93 cells / l, for the number of monocytes in a dose of 100 mg / kg bw showed the value of 6.2 cells / l, for the number of neutrophils in a dose of 100 mg / kg bw demonstrate the value of 61.07 cells / l, for a number of eusinofil at a dose of 100 mg / kg bw showed values of 2.87 cells / l and for the number of basophils in a dose of 100 mg / kg bw showed values of 0.53 cells / l. From the results of statistical testing, the ethanol extract of neem leaves is able to increase the number of total leukocyte and differential leukocyte mice significantly to the test group (p <0.05). It can be concluded that the ethanol extract of neem leaf have effectiveness antiallergy.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Uraian Tumbuhan ... 6
2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 6
2.1.2 Nama Daerah ... 7
2.1.3 Nama Asing ... 7
2.1.5 Kandungan Kimia Daun Nimba ... 7
2.1.6 Khasiat Daun Nimba ... 8
2.2 Ekstraksi ... 8
2.3 Uraian Leukosit ... 10
2.4 Jenis-jenis Leukosit ... 11
2.4.1 Granulosit ... 11
2.4.2 Agranulosit ... 14
2.5 Ovalbumin ... 16
2.6 Alergi ... 16
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
3.1 Alat dan Bahan ... 21
3.1.1 Alat-alat penelitian ... 21
3.1.2 Bahan-bahan penelitian ... 21
3.2 Hewan Percobaan ... 22
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 22
3.3.1 Pengumpulan bahan ... 22
3.3.2 Identifikasi tumbuhan ... 22
3.3.3 Pembuatan simplisia daun nimba ... 22
3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 23
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 23
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 23
3.4.3 Penetapan kadar air ... 23
3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air ... 24
3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 24
3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 25
3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Nimba (EEDN) ... 25
3.6 Penyiapan Bahan Obat ... 26
3.6.1 Penyiapan larutan putih telur ayam ras 50% ... 26
3.6.2 Penyediaan larutan Turk ... 26
3.6.3 Pembuatan larutan buffer ... 26
3.6.4 Penyediaan larutan Giemsa ... 27
3.6.5 Penyiapan larutan CMC 0,5% ... 27
3.6.6 Penyiapan larutan uji suspensi EEDN ... 27
3.7 Pengujian Efektivitas Antialergi ... 27
3.7.1 Penyiapan hewan percobaan ... 27
3.7.2 Tahap pengelompokkan dan perlakuan sampel ... 28
3.7.3 Pemberian EEDN pada mencit ... 28
3.7.4 Pemberian ovalbumin ... 28
3.7.5 Analisis perhitungan jumlah total sel darah putih (leukosit) ... 29
3.7.6 Analisis diferensial sel darah putih (leukosit) ... 29
3.7.7 Analisis data ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 31
4.2 Hasil Karaterisasi Bahan Tumbuhan dan Serbuk Simplisia . 31 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik ... 31
4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 31
4.2.3 Pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia ... 33
4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia ... 33
4.4.1 Jumlah total sel darah putih (leukosit) mencit ... 34
4.4.2 Diferensial sel darah putih (leukosit) mencit ... 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
4.1 Kesimpulan ... 50
4.2 Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dari daun nimba ... 33
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia dari simplisia daun nimba ... 33
Tabel 4.3 Jumlah total leukosit mencit yang diberi EEDN dapat dilihat pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 ... 34
Tabel 4.4 Persentase Limfosit Mencit yang diberi EEDN dapat dilihat padahasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 ... 38
Tabel 4.5 Persentase monosit mencit yang diberi EEDN dapat dilihat pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 .. 40
Tabel 4.6 Persentase neutrofil mencit yang diberi EEDN dapat dilihat pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 ... 42
Tabel 4.7 Persentase eusinofil mencit yang diberi EEDN dapat dilihat pada hasil pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7 ... 44
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 5
Gambar 4.1 Gambar mikroskopik melintang daun nimba segar ... 32
Gambar 4.2 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun nimba ... 32
Gambar 4.3 Grafik hasil uji EEDN terhadap jumlah total leukosit berdasarkan waktu pengambilan darah ... 35
Gambar 4.4 Grafik hasil uji EEDN terhadap jumlah total leukosit berdasarkan rata-rata keseluruhan ... 35
Gambar 4.5 Grafik persentase limfosit mencit berdasarkan waktu pengambilan darah ... 38
Gambar 4.6 Grafik persentase limfosit mencit berdasarkan rata-rata keseluruhan ... 39
Gambar 4.7 Grafik persentase monosit mencit berdasarkan waktu pengambilan darah ... 41
Gambar 4.8 Grafik persentase monosit mencit berdasarkan rata-rata keseluruhan ... 41
Gambar 4.9 Grafik persentase neutrofil mencit berdasarkan waktu pengambilan darah ... 43
Gambar 4.10 Grafik persentase neutrofil mencit berdasarkan rata-rata keseluruhan ... 43
Gambar 4.11 Grafik persentase eusinofil mencit berdasarkan waktu pengambilan darah ... 45
Gambar 4.12 Grafik persentase eusinofil mencit berdasarkan rata-rata keseluruhan ... 45
Gambar 4.13 Grafik persentase basofil mencit berdasarkan waktu pengambilan darah ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik Penelitian Hewan ... 54
Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 55
Lampiran 3. Gambar karakterisasi tanaman nimba ... 56
Lampiran 4. Perhitungan pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun nimba (Azadirachta indica A. Juss.) ... 58
Lampiran 5. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia ... 63
Lampiran 6. Bagan kerja pembuatan ekstrak ... 64
Lampiran 7. Gambar alat-alat ... 65
Lampiran 8. Gambar hasil kamar hitung dan hasil diferensial leukosit mencit ... 67
Lampiran 9. Contoh perhitungan ... 71
UJI EFEKTIVITAS ANTIALERGI EKSTRAK ETANOL DAUN NIMBA (Azadirachta indica A. Juss.)PADA MENCIT YANG DIINDUKSI DENGAN
OVALBUMIN
Abstrak
Alergi merupakan salah satu bentuk manifestasi dari reaksi hipersensitivitas. Penyakit alergi terus meningkat, proses alergi pada penderita disebabkan adanya alergen yang masuk kedalam tubuh, salah satu jenis alergen adalah alergen makanan protein putih telur (ovalbumin) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi alergi dan menyebabkan pengeluaran imunoglobulin. Ovalbumin dapat mengaktivasi jenis-jenis leukosit yaitu basofil, eusinofil, monosit, limfosit dan neutrofil.
Tanaman nimba (Azadirachta indica A. Juss.), suku Meliaceae, secara empiris telah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu obat tradisional yang dapat mengatasi berbagai macam penyakit, seperti cacingan, kudis, malaria, diabetes, rematik dan alergi. Pemanfaatan sebagai antialergi menunjukkan bahwa ekstrak daun nimba mengandung komponen imunomodulator yang dapat memodulasi respon imun.
Tahap penelitian meliputi pengumpulan bahan, pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun nimba, penyiapan hewan percobaan (mencit) dan pengujian antialergi pada hewan percobaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antialergi ekstrak etanol daun nimba pada mencit yang diinduksi dengan ovalbumin, menggunakan 25 ekor mencit terbagi atas 5 kelompok. Kelompok kontrol positif (K1) tidak diberi perlakuan, kelompok kontrol negatif (K2) hanya diberi ovalbumin, kelompok K3, K4 dan K5 diberi ekstrak etanol daun nimba dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb selama 21 hari, kemudian pada hari ke-21 dan ke-22 diinduksi ovalbumin. Terhadap masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan jumlah total leukosit dan jumlah diferensial leukosit (limfosit, monosit, neutrofil, eusinofil dan basofil) dengan mengambil darah dari ekor mencit pada waktu tertentu yaitu jam ke-6, jam ke-24 dan pada hari ke-7.
Dari hasil penelitian didapat bahwa ekstrak etanol daun nimba pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan kemampuan dalam meningkatkan jumlah leukosit dengan nilai 7324 sel/l mendekati kontrol positif (K1) yang tidak diberi perlakuan. Untuk jumlah limfosit pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 29,93 sel/l, untuk jumlah monosit pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 6,2 sel/l, untuk jumlah neutrofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 61,07 sel/l, untuk jumlah eusinofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 2,87 sel/l dan untuk jumlah basofil pada dosis 100 mg/kg bb menunjukkan nilai 0,53 sel/l. Dari hasil pengujian statistik, pemberian ekstrak etanol daun nimba mampu meningkatkan jumlah total leukosit dan diferensial leukosit mencit secara signifikan terhadap kelompok uji (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun nimba mempunyai efektivitas sebagai antialergi.
EFFECTIVENESS OF ANTIALLERGY OF ETHANOL EXTRACT NEEM LEAF (Azadirachta indica A. Juss.) IN MICE INDUCED BY OVALBUMIN
Abstract
Allergy is one of hypersensitivity manifestations. Allergy continue rising, allergic process in patients is caused by allergens which entered the body. One of the type of allergen is protein from white egg (ovalbumin) which responsible for occurences of allergic reactions and induces immunoglobulin. Ovalbumin activates some kinds of leukocytes like basophils, eosinophils, monocytes, lymphocytes, and neutrophils.
Neem plant(Azadirachta indica A. Juss.), Meliaceae, empirically has been common known as one of traditional medicine which able to overcame the various diseases, such as intestinal worms, scabies, malaria, diabetes, arthritis and allergies. Anti-allergic utilization shows that nimba leaves extract contains immunomodulatory which able to modulates immune response.
Research stages involve materials collecting, materials processing, ethanol extract of neem leaves making, experimental animals (mice) preparing, and allergy testing in animals.
This study aims to determine allergenic effects of ethanol extract of neem leaves in mice induced by ovalbumin, using 25 mices were divided into 5 groups. Positive control group (K1) untreated, negative control group (K2) were given ovalbumin, K3, K4, and K5 group were given ethanol extract of neem leaves with doses 50 mg/kg bw, 100 mg/kg bw, and 200 mg/kg bw for 21 days, then on day 21 and 22 were induced by ovalbumin. Each group was observed in leukocytes total number, and leukocytes differential total number (lymphocytes, monocytes, neutrophils, eosinophils, and basophils) by taking blood from mice at specific time, 6th hour, 24th hour, and 7th day.
The results obtained that the ethanol extract of neem leaf at a dose of 100 mg / kg bw showed the ability to increase the number of leukocytes to the value of 7324 cells / l approaching the positive control (K1) untreated. For the number of lymphocytes in a dose of 100 mg / kg bw showed the value of 29.93 cells / l, for the number of monocytes in a dose of 100 mg / kg bw showed the value of 6.2 cells / l, for the number of neutrophils in a dose of 100 mg / kg bw demonstrate the value of 61.07 cells / l, for a number of eusinofil at a dose of 100 mg / kg bw showed values of 2.87 cells / l and for the number of basophils in a dose of 100 mg / kg bw showed values of 0.53 cells / l. From the results of statistical testing, the ethanol extract of neem leaves is able to increase the number of total leukocyte and differential leukocyte mice significantly to the test group (p <0.05). It can be concluded that the ethanol extract of neem leaf have effectiveness antiallergy.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan
menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara
maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal
sebagai obat tradisional. Dukungan WHO terhadap konsep back to nature
dibuktikan dengan adanya rekomendasi untuk menggunakan obat tradisional
termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat dan pencegahan
penyakit, terutama untuk penyakit infeksi yaitu sistem imun yang kurang baik,
penyakit degenerative dan kanker (Sukandar, 2011).
Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan
suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang berbahaya pada
pajanan berikutnya. World Allergy Organization (WAO) menunjukkan prevalensi
alergi terus meningkatkan dengan angka 30 - 40% populasi dunia. Di Indonesia
sendiri, walaupun belum ada angka pastinya, namun beberapa peneliti
memperkirakan bahwa peningkatan kasus alergi di Indonesia mencapai 30%
pertahunnya. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20%
mempunyai asma, 6 juta mempunyai dermatitis (alergi kulit). Penderita hay fever
lebih dari 9 juta orang (Anindya, 2013).
Tubuh kita mempunyai suatu sistem khusus untuk melawan
bermacam-macam agen yang infeksius dan toksis. Sistem ini terdiri atas leukosit darah (sel
darah putih) dan sel-sel jaringan yang berasal dari leukosit. Leukosit merupakan
basofil, monosit dan limfosit (Guyton, 2008). Leukosit sebagian dibentuk
disumsum tulang untuk granulosit (neutrofil, eusinofil dan basofil) dan monosit
serta sedikit limfosit, sebagian lagi dijaringan limfe untuk agranulosit (limfosit
dan sel-sel plasma). Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme
penyerang terutama dengan cara memakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi
utama limfosit dan sel plasma terutama berhubungan dengan sistem imun yaitu
produksi antibodi (Guyton, 2008). Sel neutrofil berperan dalam pertahanan awal
imunitas nonspesifik terhadap infeksi bakteri, sel eusinofil berperan dalam respon
terhadap penyakit parasitik dan alergi, sel basofil berperan dalam respon
peradangan dan alergi, sel limfosit berperan dalam membentuk antibodi yang
bersirkulasi dalam darah atau dalam sistem kekebalan seluler (Baratawidjaja dan
Iris, 2004).
Bila suatu protein asing (antigen) masuk berulang kali kedalam aliran
darah seseorang berbakat hipersensitif, maka limfosit B akan membentuk antibodi
dari tipe IgE, IgE akan mengikat diri pada membran mast sel tanpa menimbulkan
gejala. Apabila kemudian antigen (alergen) yang sama atau yang mirip rumus
bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat diri
padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran sel mast.
Sejumlah zat perantara (mediator) dilepaskan yakni histamin bersama serotonin,
bradikinin dan asam arachidonat yang kemudian diubah menjadi prostaglandin
dan leukotrien. Zat–zat itu menarik makrofag dan neutrofil (leukosit tertentu)
ketempat infeksi untuk memusnakan penyerbu (Tan dan Rahardja, 2007).
Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah tanaman mimba
(Azadirachta indica A. Juss.), suku Meliaceae, secara empiris telah dikenal oleh
macam penyakit seperti: keputihan, jerawat, cacingan, bisul, malaria, infeksi
jamur dan alergi (Kardiman, 1999). Berdasarkan penelitian terdahulu Rafidah
(1999), menyatakan bahwa daun nimba mengandung metabolit sekunder yaitu
flavonoid, steroid/triterpenoid, tanin, glikosida dan saponin. Kandungan kimianya
yaitu Azadirachtin, epicatechin, catechin, meliantriol, dan salanin (Biswas, 2002).
Berdasarkan penelitian terdahulu Setyani (2012), menyatakan bahwa daun nimba
dapat menurunkan jumlah limfosit mencit yang telah diberi ovalbumin. Alergi
terjadi melalui tahap-tahap aktivasi sel-sel imunokompeten, aktivasi sel-sel
struktural, dan aktivasi sel-sel mast, eusinofil dan basofil, reaksi mediator dengan
target organ dan tahap timbulnya gejala (Kapsenberg dan Kalinski, 2003).
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan uji karaktersisasi simplisia dan
uji efektivitas antialergi ekstrak etanol daun nimba (EEDN) terhadap mencit dan
diinduksi dengan ovalbumin. Pemberian ekstrak etanol daun nimba (EEDN)
sebagai antialergi pada mencit dapat meningkatkan sistem imun, apabila diberi
ovalbumin jumlah total leukosit dan diferensial leukosit mencit tetap dalam
keadaan normal, sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstrak etanol daun nimba
mempunyai efektivitas sebagai antialergi.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
a. apakah simplisia daun nimba dapat ditentukan karakteristiknya?
b. apakah ekstrak etanol daun nimba mempunyai efek sebagai antialergi pada
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah:
a. karakteristik simplisia daun nimba dapat ditentukan dengan menggunakan
prosedur karakterisasi simplisia pada Materia Medika Indonesia dan World
Health Organization
b. ekstrak etanol daun nimba mempunyai efek sebagai antialergi pada mencit
yang diinduksi dengan ovalbumin.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkanhipotesis diatas, maka tujuan pada penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui karakteristik simplisia daun nimba.
b. untuk mengetahui efek antialergi ekstrak daun nimba pada mencit yang
diinduksi dengan ovalbumin.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pengembangan obat
tradisional khususnya daun nimba sebagai antialergi dan untuk meningkatkan
daya dan hasil guna dari daun nimba.
1.6 Kerangka Pikir
Subjek dalam penelitian adalah mencit jantan. Untuk menginduksi
terjadinya alergi diberikan ovalbumin 50%, terdapat 3 variabel bebas yaitu EEDN
0,25% dengan dosis 50 mg/kg bb, EEDN 0,5% dengan dosis 100 mg/kg bb dan
terikat dalam penelitian adalah karakteristik simplisia daun nimba serta efek
antialergi pada leukosit dan diferensial mencit jantan (Gambar 1.1).
Variable bebas Variabel terikat Parameter
Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian
‐ Makroskopik ‐ Mikroskopik ‐ Penetapan Kadar air
‐ Kadar sari yang larut dalam air ‐ Kadar sari yang
larut dalam etanol ‐ Kadar abu total ‐ Kadar abu yang
tidak larut dalam asam Karakteristik Simplisia daun nimba Daun nimba Ekstrak etanol daun nimba
EEDN 0,25 % 50 mg/kg bb + ovalbumin
Persen penurunan leukosit total dan diferensial leukosit: - limfosit - monosit - neutrofil - eusinofil - basofil EEDN 0,5 % 100
mg/kg bb + ovalbumin
Leukosit dan diferensial
leukosit EEDN 1 % 200 mg/kg
bb + ovalbumin
Blanko
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Tumbuhan nimba (Azadirachta indica A. Juss.) merupakan tumbuhan
yang dapat tumbuh pada jenis tanah berpasir maupun tanah liat. Wilayah
penyebaran nimba yaitu Asia Tenggara dan Asia Selatan, termasuk Pakistan, Sri
Lanka, Thailand, Malaysia serta Indonesia. Di Indonesia tumbuhan ini banyak
tumbuh di Bali, Lombok, Jawa Barat khususnya Subang, dan di daerah pantai
Utara Jawa Timur.Namun, dalam jumlah kecil pohon nimba sudah tersebar di
seluruh wilayah Indonesia (Sukrasno, 2003).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Sistematika tumbuhan daun nimba menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Rutales
Suku : Meliaceae
Marga : Azadirachta
2.1.2 Nama Daerah
Nama daerah dari tumbuhan ini adalah nimba (Sunda), intaran (Bali dan
Nusa Tenggara), mimba, membha dan mempeuh (Madura) (Sukrasno, 2003).
2.1.3 Nama Asing
Nama daerah dari tumbuhan ini adalah:
Inggris : Neem
India : Weple
2.1.4 Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan nimba berupa pohon, dapat tumbuh hingga mencapai
ketinggian 30 m dengan diameter batang mencapai 2-5 m. Batangnya tegak dan
didukung oleh sistem perakaran berupa akar tunggang. Permukaan batangnya
kasar, berkayu dan memiliki kulit kayu yang tebal. Daun majemuk, ujung daun
meruncing, tepi bergerigi. Susunan tulang daun menyirip, lebar daun sekitar 2 cm
dan panjangnya 5 cm, berwarna hijau. Bunga majemuk, berkelamin dua, tersusun
diranting secara aksilar. Benang sari 10, berbentuk silindris dan berwarna putih
kekuningan. Putiknya berbentuk lonjong dengan warna coklat muda. Bakal buah
beruang tiga, tangkai bunga berbentuk silindris dengan panjang sekitar 8-15 cm.
kelopak bunga berwarna hijau. Mahkota bunga berwarna putih. Buahnya buah
batu, berbentuk bulat lonjong seperti melinjo dengan ukuran maksimum 2 cm.
Buah yang matang berwarna atau hijau kekuningan (Sukrasno, 2003).
2.1.5 Kandungan Kimia Daun Nimba
Menurut Biswas (2002), daun nimba mengandung Azadirachtin
(menghambat hormon pertumbuhan serangga), nimbin dan nimbidin (antimikroba,
meliantriol (repellent atau penghalau serangga), galic acid (antiradikal bebas),
epicatechin dan catechin (antialergi) dan polisakarida sebagai imunomodulator.
2.1.6 Khasiat Daun Nimba
Daun nimba mempunyai banyak manfaat, terutama dalam dunia
kesehatan, namun penggunaannya secara tradisional di Indonesia kurang populer.
Seiring dengan semakin berkembang penggunaan tanaman obat dalam dunia
kesehatan dengan semboyan back to nature, keingintahuan masyarakat terhadap
khasiat dan manfaat tanaman obat semakin berkembang. Informasi yang
mendukung pemanfaatan daun nimba diperoleh juga dari negara tetangga yang
memiliki populasi nimba terbesar di dunia, yaitu India. Di Indonesia, daun nimba
sudah dicantumkan dalam buku resmi mengenai obat dari bahan alam. Di
beberapa negara seperti India, tanaman nimba digunakan sebagai pencegah
kehamilan karena terbukti dapat mematikan sperma. Begitu juga artikel-artikel
ilmiah terutama dari para penulis India telah banyak mengungkapkan berbagai
aktivitas farmakologi daun nimba misalnya sebagai antijamur, antivirus, obat
cacing, antialergi dan antikanker (Sukrasno, 2003).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen
POM, 2000).
Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
Untuk ekstraksi Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan
penyari adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan
obat tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau
etanol-air.
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:
a. Cara dingin
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari:
i.Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
ii. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
b. Cara panas
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri dari:
i.Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
ii. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
iii.Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40 - 50oC).
iv. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96 - 98oC) selama waktu tertentu (15 - 20 menit).
v. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan temperatur
sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).
2.3 Uraian Leukosit
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit
sebagian dibentuk disumsum tulang (granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan
sebagian lagi dijaringan limfe (limfosit dan sel plasma). Setelah dibentuk
sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan.
Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi
dan mengalami peradangan serius (Guyton, 2008).
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral
normal ditemukan dalam darah yaitu neutrofil polimorfonuklir, eusinofil
polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit dan kadang-kadang sel
plasma.
Sel-sel polimorfonuklir seluruhnya mempunyai gambaran granular
sehingga disebut granulosit. Granulosit dan monosit melindungan tubuh terhadap
organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya yaitu fagositosis. Fungsi
utama sel limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun. Fungsi
trombosit terutama mengaktifkan mekanisme pembekuan darah. Pada manusia
dewasa dapat dijumpai sekitar 7000 sel darah putih per mikroliter darah.
Persentase normal dari sel darah putih yaitu neutrofil polimorfonuklir 62%,
eusinofil polimorfonuklir 2,3%, basofil polimorfonuklir 0,4%, monosit 5,3% dan
limfosit 30% (Guyton, 2008).
2.4 Jenis-Jenis Leukosit
2.4.1 Granulosit
Granulosit memiliki granul kecil didalam protoplasmanya, memiliki
diameter sekitar 10 - 12 mikron. Berdasarkan pewarnaan granul, granulosit dibagi
menjadi tiga kelompok:
a. Neutrofil
Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), karena inti
memiliki berbagai jenis bentuk dan bersegmen (Tizard, 2000). Neutrofil berupa
sel bundar dengan diameter 12 µm, memiliki sitoplasma yang bergranula halus
dan di tengah terdapat nukleus bersegmen. Neutrofil matang/dewasa yang berada
dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai
memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville dan Bassert, 2008). Menurut
Junqueira dan Caneiro (2005), neutrofil dikenal sebagai garis pertahanan pertama
(first line of defense). Neutrofil bersama dengan makrofag memiliki kemampuan
fagositosis untuk menelan organisme patogen dan sel debris (Lee, et al., 2003).
Neutrofil merupakan sistem imun bawaan, dapat memfagositosis dan
membunuh bakteri (Weiner, et al., 1999). Kemampuan neutrofil untuk membunuh
bakteri berasal dari enzim yang terkandung dalam granul yang dapat
menghancurkan bakteri maupun virus yang sedang difagosit. Granul neutrofil
tersebut sering disebut dengan lisosom (Colville dan Basster, 2008). Neutrofil
diproduksi di dalam sumsum tulang bersamaan dengan sel granulosit lainnya,
kemudian bersirkulasi atau disimpan dalam depo marginal neutrofil setelah 4-6
hari masa produksi. Neutrofil segera mati setelah melakukan fagosit terhadap
agen penyakit dan akan dicerna oleh enzim lisosom, kemudian neutrofil akan
mengalami autolisis yang akan melepaskan zat-zat degradasi yang masuk ke
dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan merespon dengan mensekresikan
histamin dan faktor leukopoietik yang akan merangsang sumsum tulang untuk
melepaskan neutrofil muda untuk melawan infeksi (Dellman dan Brown, 1992).
Penyakit yang disebabkan oleh agen bakteri, pada umumnya menyebabkan
peningkatan jumlah neutrofil dan akan tampak neutrofil muda. Neutrofil memiliki
granul yang tidak berwarna, mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti
terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus dan banyaknya sekitar
60-70%. Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak
b. Eusinofil
Eusinofil merupakan nama yang diberikan oleh Ehrlich yang didasarkan
pada afinitas sel terhadap pewarnaan anionik, seperti eosin (Hirsch dan Hirsch,
1980). Menurut Weiss dan Wardrop (2010), sel ini memiliki kemampuan
melawan parasit cacing, dan bersamaan dengan basofil atau sel mast sebagai
mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang.
Eusinofil adalah sel multifungsi yang memegang peranan fisiologis dan untuk
melakukan fagositosis selektif terhadap kompleks antigen dan antibodi. Eusinofil
mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari
pembekuan (Effendi, 2003).
Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), eosinofil berdiameter 10-15 µm,
inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar
berukuran 0,5 – 1,0 µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai
lima hari. Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses
perdarahan, investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit antigen-antibodi
kompleks, memfagosit mikoplasma dan memfagosit ragi. Eusinofil memiliki
granul berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir
sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam sitoplasma lebih besar. Jumlah nya
hanya 1-4%. Sel ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan
alergi. Eusinofilia pada hewan merupakan peningkatan jumlah eusinofil dalam
darah, dapat terjadi karena infeksi parasit, reaksi alergi dan kompleks antigen
c. Basofil
Proses pematangan basofil terjadi di dalam sumsum tulang dalam waktu
sekitar 2,5 hari. Basofil akan beredar dalam aliran darah dalam waktu yang
singkat (±6 jam) tetapi dalam jaringan dapat hidup selama 2 minggu (Hirai,
1997). Basofil akan masuk ke dalam jaringan sebagai respon terhadap inflamasi
(Jain, 1993). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), basofil berdiameter 10-12
µm, dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan, banyaknya berkisar
antara 0-1%. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron,
kondroitin sulfat, seroton, dan beberapa faktor kemotaktik. Sel mast dan basofil
berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan
reaksi alergi, yaitu Immunoglobulin E (IgE) mempunyai kecenderungan khusus
untuk melekat pada sel mast dan basofil (Guyton, 2008). Bukti keterlibatan
basofil dalam reaksi alergi yaitu timbulnya kondisi rinitis, urtikaria, asma, alergi,
konjungtivitis, gastritis akibat alergi, dananafilaksis akibat induksi obat atau
induksi gigitan serangga (Casolaro, et al., 1990).
2.4.2 Agranulosit
Agranulosit dibagi menjadi dua kelompok:
a. Limfosit
Limfosit adalah leukosit jenis agranulosit yang mempunyai ukuran dan
bentuk yang bervariasi. Limfosit merupakan satu-satunya jenis leukosit yang tidak
memiliki kemampuan fagositik banyaknya berkisar antara 20-35%. Pengamatan
pada sediaan apus darah yang diwarnai, dapat dibedakan terhadap adanya limfosit
besar dan limfosit kecil. Limfosit kecil berdiameter 6 - 9 µm, inti besar dan kuat
mengambil zat warna, dikelilingi sedikit sitoplasma yang berwarna biru pucat.
lebih besar dan sedikit lebih pucat dibandingkan dengan limfosit kecil (Junqueira
dan Caneiro, 2005). Limfosit memiliki fungsi utama yaitu memproduksi antibodi
sebagai respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag (Tizard,
2000). Kebanyakan sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan
bersirkulasi kembali secara konstan ke pembuluh darah (Colville dan Bassert,
2008).
Limfosit dapat digolongkan menjadi dua yaitu limfosit B dan limfosit
T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam
respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan
berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira dan Caneiro, 2005).
b. Monosit
Monosit adalah leukosit berukuran terbesar, berdiameter 15 - 20 µm
dengan populasi berkisar antara 2 - 8% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma
monosit berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal
kuda (Junqueira dan Caneiro, 2005). Monosit dibentuk di sumsum tulang, dan
setelah dewasa akan bermigrasi dari darah ke jaringan perifer. Monosit akan
berdiferensiasi menjadi berbagai subtipe jaringan tergantung dari proses inflamasi
yang terjadi. Fungsi monosit adalah membersihkan sel debris yang dihasilkan
dari proses peradangan atau infeksi, memproses beberapa antigen yang menempel
pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna
oleh monosit dan makrofag dan menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam
2.5 Ovalbumin (Putih Telur)
Ovalbumin (OVA) adalah bahan yang dipakai pada banyak penelitian,
dapat merangsang pembentukan respon imun ke arah Th2 dominan. Ovalbumin
merupakan protein utama yang berasal dari putih telur ayam berupa glikoprotein
dengan berat molekul 45.000 dalton (Sugimoto, 1999).
2.6 Alergi
Alergi adalah suatu keadaan hipersensitivitas yang diinduksi oleh pajanan
suatu antigen tertentu yang menimbulkan reaksi imunologi yang berbahaya pada
pajanan berikutnya. World Allergy Organization (WAO) menunjukkan prevalensi
alergi terus meningkatkan dengan angka 30-40% populasi dunia. Di Indonesia
sendiri, walaupun belum ada angka pastinya, namun beberapa peneliti
memperkirakan bahwa peningkatan kasus alergi di Indonesia mencapai 30%
pertahunnya. Anak usia sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20%
mempunyai asma, 6 juta mempunyai dermatitis (alergi kulit). Penderita hay fever
lebih dari 9 juta orang (Anindya, 2013).
Alergi terjadi melalui tahap-tahap aktivasi sel-sel imunokompeten, aktivasi
sel-sel struktural dan aktivasi sel-sel mast, eusinofil dan basofil, reaksi mediator
dengan target organ dan tahap timbulnya gejala (Kapsenberg dan Kalinski, 2003).
Alergen yang berhasil masuk tubuh akan diproses oleh antigen presenting cells
(APC). Peptida alergen yang dipresentasikan oleh APC menginduksi aktivasi
limfosit T. aktivasi limfosit T oleh APC yang memproses alergen akan
mengaktivasi limfosit Th2 untuk memproduksi sitokin-sitokinnya (Kapsenberg
Reaksi hipersensitivitas meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dan alergi
serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar
proses imunologi. Pada hakekatnya reaksi imun tersebut walaupun bersifat
merusak, berfungsi melindungi organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang
tubuh. Bila suatu protein asing masuk berulangkali kedalam aliran darah seorang
yang hipersensitif, maka limfosit B akan membentuk antibodi IgE. IgE mengikat
diri pada membran sel mast tanpa menimbulkan gejala. Apabila kemudian antigen
yang sama atau yang mirip rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE
akan mengenali dan mengikat padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat
pecahnya membran sel mast. Sejumlah zat perantara dilepaskan, yakni histamin
bersama serotonin, bradikinin dan asam arakidonat, yang kemudian diubah
menjadi prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat ini menarik makrofag dan neutrofil
ketempat infeksi untuk memusnahkan sel asing tersebut. Disamping itu juga
mengakibatkan beberapa gejala antara lain bronkokonstriksi, vasodilatasi dan
pembengkakan jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. Mediator
tersebut secara langsung atau melalui susunan saraf otonom menimbulkan
bermacam-macam penyakit alergi penting, seperti asma, rinitis alergi (hay fever)
dan eksim.
Gejala reaksi alergi tergantung pada lokasi dimana reaksi alergen-antibodi
berlangsung, misalnya di hidung (rinitis alergi), dikulit (eksim, urtikaria =
biduran, kaligata), mukosa mata (conjunctivitis) atau di bronchi (serangan asma).
Gejala tersebut juga dapat timbul bersamaan waktu diberbagai tempat, misalnya
Penggolongan
Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya dalam 4 tipe
hipersensitivitas, yakni tipe I-IV.
Tipe I
Hipersensitivitas tipe I merupakan suatu respon jaringan yang terjadi
secara cepat secara khusus hanya dalam bilangan menit setelah terjadi interaksi
antaraalergen dengan antibodi IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan
sel mast dan basofil pada pejamu yang tersensitisasi. Bergantung pada jalan
masuknya hipersensitivitas tipe I dapat terjadi sebagai reaksi lokal yang
benar-benar mengganggu misalnya rinitis alergi, asma dan anafilaksis.
Banyak reaksi tipe I yang terlokalisasi mempunyai dua tahap yang
ditentukan secara jelas yaitu respon awal, ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran
vaskular dan spasme otot polos yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5
hingga 30 menit setelah terpajan oleh suatu alergen dan menghilang setelah 60
menit dan kedua reaksi fase lambat yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan
berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan
infiltrasi eusinofil serta sel peradangan akut dan kronis lainnya yang lebih hebat
pada jaringan dan juga ditandai dengan penghancuran jaringan dalam bentuk
kerusakan sel epitel mukosa.Sel mast dan basofil merupakan inti dari terjadinya
hipersensitivitas tipe I (Robbins, 2007).
Tipe II
Hipersensitivitas tipe II diperantarai oleh antibodi yang diarahkan untuk
melawan antigen target pada permukaan sel atau komponen jaringan lainnya.
Antigen tersebut dapat merupakan molekul intrinsik normal sebagai membran sel
misalnya metabolit obat. Komplemen dapat memerantarai hipersensitivitas tipe II
melalui dua mekanisme yaitu lisis langsung atau opsonizasi. Pada sitotoksisitas
yang diperantarai komplemen, antibodi yang terikat pada antigen permukaan sel
menyebabkan fiksasi komplemen pada permukaan sel yang selanjutnya diikuti
lisis melalui kompleks penyerang membran. Sel yang diselubungi oleh antibodi
dan fragmen komplemen C3b teropsonisasi rentan pula terhadap fagositosis. Sel
darah dalam sirkulasi adalah yang paling sering dirusak melalui mekanisme ini,
meskipun antibodi yang terikat pada jaringan yang tidak dapat difagosit dapat
menyebabkan fagositosis gagal. Hal ini terjadi karena adanya pelepasan enzim
lisosom eksogen dan metabolit toksik misalnya sindrom Goodpasture. Secara
klinis, reaksi yang diperantarai oleh antibodi terjadi pada keadaan reaksi transfusi,
anemia hemolitik dan reaksi obat (Robbins, 2007).
Tipe III
Hipersensitivitas tipe III diperantarai oleh pengendapan kompleks
antigen-antibodi, diikuti dengan aktivasi komplemen dan akumulasi leukosit
polimorfonuklir.Kompleks imun dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri
dan virus atau antigen endogen seperti DNA. Kompleks antigen-antibodi
terbentuk selama berlangsungnya berbagai respon imun dan menunjukkan
mekanisme pembersihan antigen yang normal. Kompleks imun patogen terbentuk
dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam jaringan ataupun terbentuk di
daerah ekstravaskular tempat antigen tersebut tertanam. Tempat pengendapan
kompleks imun yang disukai adalah ginjal, sendi, kulit, jantung dan pembuluh
darah kecil, contohnya pada serum sickness akut penyakit kompleks imun
Tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV disebut juga imunitas seluler yang merupakan
mekanisme utama respons terhadap berbagai macam mikroba, termasuk patogen
intrasel seperti Mycobacterium tuberculosis dan virus serta agen ekstrasel seperti
fungi, protozoa dan parasit. Namun proses ini dapat pula menyebabkan kematian
sel dan jejas jaringan, baik akibat pembersihan infeksi yang normal maupu
sebagai respon terhadap antigen sendiri pada penyakit autoimun. Contoh lain
reaksi hipersensitivitas seluler adalah sesuatu yang disebut dengan sensitivitas
kulit kontak terhadap bahan kimiawi seperti poison dan penolakan graft. Oleh
karena itu hipersensitivitas tipe VI diperantarai oleh sel T tersensitisasi secara
khusus bukan antibodi.
Bentuk alergi tipe I s/d III berkaitan dengan imunoglobulin dan imunitas
humoral (cairan tubuh), artinya ada hubungan dengan plasma. Hanya tipe IV
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental yaitu metode yang
dipergunakan oleh peneliti terhadap obyeknya dan biasanya dilakukan di
laboratorium dengan mengadakan berbagai eksperimen untuk menemukan
kebenaran atas pendapat orang lain tentang sesuatu, meliputi pengumpulan,
pengolahan bahan, pembuatan ekstrak etanol daun nimba, penyiapan hewan
percobaan (mencit), pengujian efektivitas antialergi pada hewan percobaan. Data
hasil penelitian dianalisis secara ANAVA dua arah (two way anava) dan
dilanjutkan dengan uji beda Tukey HSD menggunakan program SPSS (Statistical
and Product Service Solution) versi 17.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, perkolator, blender, rotary evaporator, kandang mencit, lemari
pengering, neraca listrik, mikroskop (Boeco), neraca hewan (Presica Geniweigher
GW-1500), oral sonde, pipet thoma leukosit dan kamar hitung improved Neubauer
hemocytometer (Marienfeld), kaca penutup, kaca preparat, seperangkat alat
destilasi penetapan kadar air, tanur dan spuit 1ml (Terumo).
3.1.2 Bahan-bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi daun nimba,
etanol 70%, toluena, akuades, asam klorida encer, kloroform, kloralhidrat, putih
3.2 Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan
dengan berat 20-30g berumur 2-3 bulan yang dikondisikan selama 2 minggu
dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan lingkungannya.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel
3.3.1 Pengumpulan bahan
Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposive yaitu tanpa
membandingkan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang diambil
yaitu daun nimba yang masih segar dari daerah kampus jalan Abdul Hakim
kecamatan Medan Baru, provinsi Sumatera Utara.
3.3.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani,
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
3.3.3 Pembuatan simplisia daun nimba
Daun nimba yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotoran.
Selanjutnya dicuci dibawah air mengalir beberapa kali hingga bersih, kemudian
ditiriskan lalu disebarkan diatas koran hingga airnya terserap, setelah itu
ditimbang diperoleh daun sebanyak 3,4kg. kemudian dikeringkan dilemari
pengering terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah sampel kering
ditimbang berat keringnya, diperoleh berat kering sebanyak 1,1kg. kemudian
sampel yang sudah kering dihaluskan sampai menjadi serbuk dengan
menggunakan blender selanjutnya dimasukkan dalam wadah plastik tertutup.
3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik
dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,
kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, 1995).
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi
simplisia daun nimba dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur
sampel.
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia daun nimba dilakukan
dengan cara menaburkan simplisia diatas gelas preparat yang telah diteteskan
dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dilihat
dibawah mikroskop.
3.4.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi
toluena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung,
tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.
Cara kerja:
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2
jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume
air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml, lalu ke dalam labu
tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu
dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Pada saat toluen mendidih, setelah itu
terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap
detik. Saat semua airterdestilasi, setelah itu dibilas bagian dalam pendingin
dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima
dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna,
volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca
sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen (WHO, 1992; Ditjen POM, 1995).
3.4.4 Penetapan kadar sari larut air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000ml) dalam
labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama
18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes, 1995).
3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama
24 jam dalam 100 ml etanol 96 % dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20
ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang
telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar
sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara
3.4.6 Penetapan kadar abu otal
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,
kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran
dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara (Depkes, 1995).
3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bobot yang
dikeringkan diudara (Depkes, 1995).
3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Nimba (EEDN)
Pembuatan ekstrak etanol daun nimba dilakukan secara perkolasi
menggunakan etanol 70%.
Cara kerja: sebanyak 300 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 70%
dan dibiarkan selama 3 jam. Kemudian dimasukkan kedalam alat perkolator, lalu
dituang cairan penyari diatasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan
selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir
dengan kecepatan perkolat diatur 1 ml/menit, perkolat ditampung. Perkolasi
Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada
suhu kurang lebih 60oC sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).
3.6 Penyiapan Bahan Obat
Penyiapan sediaan meliputi penyiapan larutan putih telur ayam ras 50%,
penyediaan larutanTurk, penyiapan larutan buffer, penyediaan larutan Giemsa,
penyiapan CMC 0,5% dan penyiapan larutan uji yaitu ekstrak etanol daun nimba
(EEDN) dengan berbagai konsentrasi.
3.6.1 Penyiapan larutan putih telur ayam ras 50%
Sebanyak 5 ml putih telur ayam ras ditambahkan dalam 5 ml salin
fisiologis, kemudian dilakukan pengenceran dengan mengambil 5 ml larutan
diatas lalu dicukupkan volumenya hingga 10 ml dengan larutan salin fisiologis
sehingga diperoleh induk, kemudian diambil 5 ml larutan induk dan dicukupkan
volumenya hingga 10 ml dengan larutan salin fisiologis sehingga diperoleh
konsentrasi 50%.
3.6.2 Penyediaan larutanTurk
Larutan Turk dibeli dalam bentuk sediaan kit (siap untuk dipakai).
Komposisinya: gentian violet 1%, asam asetat glasial 2% dan akuades
secukupnya.
3.6.3 Pembuatan larutan buffer
Komposisi: Na2HPO4 6 g, KH2PO45 g, akuades 1000 ml. Semua bahan
dilarutkan sedikit demi sedikit dengan akuades sampai larut, dicek pH nya hingga
3.6.4 Penyediaan larutanGiemsa
Larutan Giemsa dibeli dalam sediaan kit (siap untuk dipakai).
Komposisinya: Glycerol, Metanol, Giemsa powder. Apabila akan digunakan
larutan stock dicampur larutan buffer dengan perbandingan larutan stock
1:9 larutan buffer. Larutan Giemsa berwarna biru gelap.
3.6.5 Penyiapan larutan CMC 0,5%
Sebanyak 500 mg CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air
suling panas sebanyak ±20 ml , ditutup dan dibiarkan 30 menit hingga diperoleh
massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml
(Anief,1999).
3.6.6 Penyiapan larutan uji suspensi EEDN
Ekstrak etanol daun nimba dibuat beragam konsentrasi yaitu konsentrasi
0,25%, 0,5% dan 1%. Caranya: ditimbang EEDN sebanyak 62,5 mg untuk
konsentrasi 0,25%, 125 mg untuk konsentrasi 0,5% dan 250 mg untuk 1%,
kemudian digerus dalam lumpang, lalu ditambahkan suspensi CMC 0,5% sedikit
demi sedikit sambil digerus homogen lalu diencerkan dengan suspensi CMC 0,5%
sampai batas tanda.
3.7 Pengujian Efektivitas Antialergi
3.7.1 Penyiapan hewan percobaan
Hewan yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 25 ekor, dibagi
menjadi 5 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 mencit.
a. Dua minggu sebelum pengujian dilakukan hewan percobaan harus dipelihara
dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada kandang yang mempunyai ventilasi
untuk memperoleh keseragaman dalam melakukan penelitian. Mencit diberi
makanan berupapelet dan akuades untuk minumannya sacara ad libitium
(sesukanya). Sebelum penelitian dilakukan telah diajukan ke komite etik
penelitian hewan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam –
Universitas Sumatera Utara (Animal Research Ethics Committees/AREC)
lampiran 1 halaman 54.
b. Kemudian mencit ditimbang sebelum dan sesudah proses adaptasi untuk
mengetahui bahwa hewan coba telah beradaptasi dengan baik.
3.7.2 Tahap pengelompokan dan perlakuan sampel
Sebelum dikelompokkan sesuai perlakuan, mencit diadaptasi selama dua
minggu. Pada penelitian ini mencit terbagi menjadi 5 kelompok yaitu:
K1 : tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol) K2 : diberi ovalbumin tanpa diberi ekstrak
K3 : diberi EEDN 0,25% dengan dosis 50 mg/kg bb K4 : diberiEEDN 0,5% dengan dosis 100 mg/kg bb K5 : diberi EEDN 1% dengan dosis 200 mg/kg bb
Semua perlakuan kecuali K1 setelah hari ke-21 dan ke-22 diberi ovalbumin secara
intraperitoneal (i.p) sebanyak 0,5ml.
3.7.3 Pemberian EEDN pada mencit
Ekstrak etanol daun nimba diberikan pada mencit menggunakan oral
sonde dengan dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb dan 200 mg/kg bb diberikan pada
jam yang sama 09.00 WIB.
3.7.4 Pemberian ovalbumin
Pemberian ovalbumin dilakukan dengan menggunakan disposable syringe
secara intraperitoneal pada mencit. Kemudian pada waktu tertentu darah diambil
total leukosit dan dibuat preparat dengan menggunakan deg glass dan obyek glass
untuk pemeriksaan diferensial leukosit (Srikumar,et al., 2005).
3.7.5 Analisis perhitungan jumlah total sel darah putih (leukosit)
Perhitungan jumlah leukosit dilakukan dengan menggunakan pipet thoma
leukosit. Sampel darah kapiler dihisap dengan pipet thoma sampai tanda “0,5”.
Pipet kemudian dicelupkan kedalam larutan Turk dihisap sampai tanda “11”
sehingga diperoleh pengenceran 1:20. Pipet dibolak balik selama kurang lebih 3
menit dengan membentuk seperempat lingkaran, kemudian 2-3 tetes darah yang
pertama dibuang. Selanjutnya darah diteteskan dipinggir kamar hitung. Kamar
hitung dibiarkan satu menit yang bertujuan untuk melisiskan eritrosit dan
memberi kesempatan leukosit untuk menempati kamar hitung. Perhitungan
leukosit dilakukan dengan bantuan mikroskop perbesaran 10 x 40 pada 4 kotak
besar dari kamar hitung. Jumlah leukosit tiap ml kubik (mm3) adalah jumlah sel
terhitung dikalikan dengan 50 (Tambur, 2006).
3.7.6 Analisis diferensial sel darah putih (leukosit)
Sampel darah segar diteteskan pada obyek glass dan dibuat preparat apus
dengan menggunakan tangan kanan diletakkan obyek glass lain didepan tetesan
darah tersebut dengan sudut 30-40oC. Obyek glass kedua didorong kedepan
hingga membentuk apus tipis. Setelah kering preparat apus tersebut difiksasi
dengan metanol selama 3 - 5 menit, biarkan mengering diudara. Preparat
kemudian diwarnai dengan larutan Giemsa dengan pengenceran 1:9 selama 30
menit (buffer fosfat pH ±7 ). Selanjutnya preparat dibilas dengan air mengalir dan
dikeringkan preparat tegak lurus diatas kertas saving. Setelah kering preparat
diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran10 x 40 kemudian perbesaran10
dilakukan perhitungan persentase jenis leukosit.Angka yang diperoleh merupakan
jumlah relatif masing-masing jenis leukosit dari seluruh jenis leukosit (Tambur,
2006).
3.7.7 Analisis data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17
untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya dengan uji ANAVA dua arah
dan untuk mengetahui perbedaan rata-rata diantara perlakuan. Jika terdapat
perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Tukey HSD untuk mengetahui
variabel mana yang memiliki perbedaan. Berdasarkan nilai signifikansi p<0,05
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor menunjukkan bahwa
tumbuhan yang diteliti termasuk suku Meliaceae spesies Azadirachta indica A.
Juss. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 55.
4.2 Hasil Karakterisasi Bahan Tumbuhan dan Serbuk Simplisia
4.2.1 Pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia (Lampiran 3 halaman 56)
yaitu daun berwarna hijau kecoklatan, bentuk seperti bundar telur memanjang,
tepi daun bergerigi kasar, daun menyirip, tidak simetris, panjang helaian daun 5
cm sampai 7 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm, ujung daun meruncing, rasa pahit.
4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik dari penampak melintang daun nimbi
dijumpai adanya epidermis atas satu lapis sel, epidermis bawah satu lapis sel,
rambut penutup agak menggelombang ujung runcing, jaringan palisade 2 lapis sel,
didalam palisade terdapat hablur kalsium oksalat bentuk roset, terkadang didalam
sel terdapat beberapa hablur, jaringan bunga karang terdapat beberapa lapis sel
didalam jaringan bunga karang terdapat hablur kalsium oksalat bentuk roset.
Berkas pembuluh tipe bikolateral, stomata tipe anomositik. Pengamatan daun
segar dan serbuk simplisia menggunakan mikroskopik dapat dilihat pada Gambar
1
7 2
8 3
9 4
10 5
11 6
12
[image:48.595.113.499.67.287.2]
Gambar 4.1 Gambar mikroskopik melintang daun nimba segar
Keterangan : 1 = dinding kutikula 7 = hablur kalsium oksalat
2 = epidermis atas 8 = xilem
3 = palisade 9 = floem
4 = jaringan bunga karang 10 = epidermis bawah
5 = ruang sekresi 11 = kolenkim
6 = serabut 12 = rambut penutup
1
2
3
4
5
6
Gambar 4.2 Gambar mikroskopik serbuk simplisia daun nimba
Keterangan : 1= rambut penutup 4 = epidermis bawah dengan stomata
2 = hablur kalsium oksalat 5 =berkas pembuluh
[image:48.595.140.471.325.638.2]4.2.3 Pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun nimba dapat dilihat pada
Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dari daun nimba
No Parameter Hasil (%) Persyaratan MMI (%)
1 Kadar air 7,33 Tidak lebih 10
2 Kadar sari larut dalam air 23,24 Tidak kurang 23 3 Kadar sari larut dalam etanol 9,58 Tidak kurang 9
4 Kadar abu total 5,17 Tidak lebih 7
5 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,43 Tidak lebih 0,5
Perhitungan hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dapat dilihat pada
Lampiran 4 halaman 58. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia yaitu kadar air,
kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut
asam memenuhi syarat yang telah tercantum dalam Materia Medika Indonesia.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia terhadap daun nimba dapat diketahui bahwa daun
nimba mengandung senyawa-senyawa kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia dari simplisia daun nimba
No Nama Senyawa Hasil
1. Alkaloid -
2. Flavonoid +
3. Steroid/Triterpenoid +
4. Tanin +
5. Glikosida +
6. Saponin +
Keterangan: (+) = Positif (-) = Negatif
Menurut Rafidah (1999), Hasil pemeriksaan skrining fitokimia
menunjukkan bahwa flavonoida, tanin, glikosida, steroid/triterpenoid dan saponin
4.4 Hasil Pengujian Antialergi
4.4.1 Jumlah total sel darah putih (leukosit) mencit
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun nimba
terhadap jumlah total leukosit dengan variasi dosis yaitu dosis 50 mg/kg bb, 100
mg/kg bb dan 200 mg/kg bb. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3,
[image:50.595.109.517.268.577.2]Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 .
Tabel 4.3 Jumlah total leukosit mencit yang diberi EEDN dapat dilihat pada Hasil Pengamatan jam ke-6, jam ke-24 dan hari ke-7.
Waktu perlakuan K1
(sel/l)
K2 (sel/l)
K3