• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontrak Baku Pada Polis Asuransi Syariah Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Pada Polis Asuransi Umum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontrak Baku Pada Polis Asuransi Syariah Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen (Studi Pada Polis Asuransi Umum)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONTRAK BAKU PADA POLIS ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi Pada Polis Asuransi Umum)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

ARIF PRIYO PAMBUDI

NIM: 1111046200040

KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

ARIF PRIYO PAMBUDI NIM : 1111046200040

Pembimbing

Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. NIP : 197407252001121001

KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsiiniberjudul “Kontrak Baku pada Polis AsuransiSyariahdalamPersfektifHukumPerlindunganKonsumen (Studipada Polis Asuransi Umum)”, yangditulisoleh Arif Priyo Pambudi, NIM1111046200022, telahdiujikandalamsidingmunaqsyahFakultasSyariahdanHukumUniversitas Islam NegeriSyarifHidayatullah Jakarta pada Rabu, 1 Juni 2016.SkripsiinitelahditerimasebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelarSarjana EkonomiSyariah (S.E.Sy) pada Program StudiMuamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 2Juni 2016 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Dr. AsepSaepudinJahar, M.A. NIP. 19691216 199603 1 001

Panitia Sidang:

Ketua : A.M. Hasan Ali, MA. ( ... ) NIP. 19751201 200501 1 005

Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc, MA. ( ... ) NIP. 19731215 200501 1 002

Pembimbing : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H . ( ... ) NIP. 19740725 200112 1 001

Penguji 1 : Dr. Abdurrahman Dahlan, MA. ( ... ) NIP. 19581110 198803 1 001

(4)

iv Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumberyang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2016

(5)

v ABSTRAK

Arif Priyo Pambudi. 1111046200040. KONTRAK BAKU PADA POLIS ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PADAPOLIS ASURANSI UMUM). Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Asuransi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kontrak baku dalam dunia bisnis menunjukkan dominasi ekonomi modern oleh badan usaha atau perusahaan. Perusahaan-perusahaan menjadikan bentuk kontrak baku sebagai bagian untuk menstabilkan hubungan pasar eksternal perusahaan. Isi kontrak baku dibuat oleh hanya satu pihak sehingga pihak lainnya tidak dapat mengemukakan kehendak secara bebas. Singkatnya tidak terjadi tawar menawar mengenai isi perjanjian sebagaimana menurut asas kebebasan berkontrak dan sering kali masih ditemukan pencantuman klausula-klausula baku yangbertentangan dengan peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian polis baku yang dikeluarkan perusahaan asuransi umum syariah dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bertujuan untuk menganalisa norma-norma yang terdapat pada peraturan perundang-undangan di bidang asuransi dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis, data yang digunakan berupa data primer, sekunder, maupun non hukum, teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis isi (content analysis), data yang diperoleh kemudian di analisis secara kualitatif.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum polis asuransi umum syariah yang dikeluarkan perusahaan Takaful Umum, Bumida Syariah, Tripakarta Syariah, Tugu Pratama Syariah, dan Mitra Syariah telah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Pasal 18 Tahun 1999, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Pasal 22, dan SEOJK Nomor 13/SEOJK.07/2014.Dari 7 (tujuh) ketentuan yang di analisis terhadap ke 5 polis yang dikeluarkan oleh perusahaan Asuaransi Syariah tidak ditemukan klasula baku yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan perlindungan kosumen. Dapat disimpulkan, bahwa ke 5 (lima) polis yang dikeluarkan perusahaan asuransi telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perlindungan konsumen.

Kata Kunci : Asuransi Syariah, Polis, Kontrak Baku, dan PerlindunganKonsumen

(6)

vi

Segala puji serta syukur bagi Allah SWT, tuhan pencipta alam beserta isinya, atas segala nikmat, karunia dah rahmat-Nya yang begitu besar, yang selalu memberikan keberuntungan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memperjuangkan Islam dan menyebarkan risalah Islam sebagai pegangan kehidupan.

Punulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan serta kesulitan yang penulis alami dalam penyusuan skripsi ini. Namun, berkat keteguhan hati serta dukungan dan semangat dari banyak pihak hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan penuh hormat dan apresiasi yang tinggi terhadap semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi, penulis ucapkan terima kasih terkhusus kepada:

1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., MA., sebagai

Ketua dan Sekretaris Prodi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

vii

4. Kepada seluruh dosen dan sifitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membagikan ilmunya dengan ikhlas kepada penulis, serta para pengurus perpustakaan yang telah melayani dan memfasilitasi buku-buku hingga penulis terbantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kedua orangtua tercinta dan tersayang, ayahanda Nyamirun Edy Nuryanto dan Ibunda Siti Nuraini, yang dengan tulus selalu mendoakan, memberikan dorongan semangat tiada henti kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini yang menjadi amanah bagi penulis kepada orangtua. Semoga Allah selalu memberikan perlindungan dan keberkahan untuk mama dan abah, dibawah kasih sayang-Nya. Amin.

6. Untuk keluarga, eko purwanto, agung wibowo, suci utami, anisa pratiwi, ari aguswinardi, iska komalasari yang selalu memberi dukungan dan doa dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang berharga selama penulis menyelesaikan masa studi.

(8)

viii

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin.

Jakarta, 2 Juni 2016

(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.2.1 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.4 Tinjauan Kajian Terdahulu ... 8

1.5 Metode Penelitian... 11

1.5.1 Jenis Penelitian ... 11

1.5.2 Bahan Hukum ... 12

1.5.3 Metode Analisis Data ... 12

1.5.4 Pedoman Penulisan ... 13

1.6 Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

2.1 Asuransi Syariah ... 15

(10)

x

2.1.2.2Sunnah Nabi SAW ... 19

2.1.2.3Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah ... 20

2.1.2.4Akad-Akad Dalam Asuransi Syariah ... 22

2.2 Produk-Produk Asuransi Kerugian (general insurance) ... 32

2.2.1 Produk-Produk Simple Risk ... 32

2.2.2 Produk-Produk Mega Risk ... 33

BAB III ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK BAKU ASURANSI SYARIAH ... 36

3.1 Kontrak Baku ... 36

3.1.1 Pengertian Kontrak Baku ... 36

3.1.2 Jenis-jenis Kontrak Baku ... 38

3.1.3 Bentuk Klausula Baku Dalam Perjanjian ... 39

3.1.4 Dasar Hukum Kontrak Baku ... 42

3.1.5 Prinsip-prinsip Kontrak Baku ... 43

3.1.6 Pencantuman Klausul Eksonerasi ... 45

3.1.6.1Klausul Eksonerasi ... 45

3.1.6.2Force Majeure ... 46

3.2 Perlindungan Konsumen ... 49

3.2.1 Pengertian Perlindungan Konsumen... 49

3.2.2 Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... 50

(11)

xi

3.2.4 Hak dan Kewajiban Konsumen ... 53

BAB IV ISI POLIS ASURANSI UMUM SYARIAH ... 56

4.1 Deskripsi Polis Asuransi Kerugian ... 56

4.5.1 Polis Asuransi Tri Pakarta Unit Syariah ... 56

4.5.2 Polis Asuransi PT. Asuransi Bumiputra Muda 1967 .... 60

4.5.2.1Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia 60 4.5.3 Polis PT. Tugu Pratama Indonesia... 63

4.5.3.1Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia 63 4.5.4 Polis PT. Asuransi Takaful General ... 67

4.5.4.1Polis Asuransi Takaful Kebakaran ... 67

4.5.5 Polis PT. Mitra Syariah ... 68

4.5.5.1Polis Asuransi Kendaraan Bermotor Indonesia 68 4.2 Analisis Isi Kontrak Baku Perspektif Hukum Pelindungan Konsumen ... 71

4.3 Hal-hal yang terkait dengan Akad yang harus dicantumkan dalam polis (PMK Nomor 18/PMK.10/2010 jo PMK No. 227/2012. ... 77

4.4 Model Kontrak Baku Yang Ideal Menurut SEOJK Nomor 13/SEOJK. 07/2014 ... 81

BAB V PENUTUP ... 88

5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Saran ... 89

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keberadaan perusahaan asuransi pada hakikatnya adalah sebagai lembaga keuangan nonbank yang menghimpun dan ada di masyarakat untuk memberikan perlindungan kepada pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian materil maupun immaterial19. Akibat suatu peristiwa yang tidak terduga. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian yang telah disepakati.20

Asuransi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan nonbank yang melakukan transaksi bisnis secara system operasional didasarkan atas pedoman syariah Islam.Sehingga segala bentuk kegiatan yang dilakukannya, baikkegiatan intern perusahaan ataupun ekstern perusahaan seperti kegiatan perjanjian (akad), mekanisme operasioanl perusahaan, budaya perusahaan (shariah corporate culture), pemasaran (marketing), produk dan sebagainya harus sesuai dengansyariah Islam21. Dan tidak mengandung unsur-unsuryang diharamkan seperti gharar (ketidakpastian), maisir (perjudian), dan riba.

19

Husain HusainSyahatah, Asuransi Dalam Persfektif Syariah, (Jakarta: Amzah, 2006), hal. 49.

20

Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), cet. Ke-1, hal. 118.

21

(13)

2

Prospek asuransi Islam di Indonesia pada masa mendatang akan semakin cerah dan menarik minat berbagai kalangan.22Pada akhir tahun 2015, jumlah perusahaan perusahaan asuransi kerugian syariah sebanyak 25(dua puluh lima) perusahaan.Terdiri dari 2 (dua) perusahaan asuransi kerugian syariah dan 23 (dua puluh tiga) asuransi kerugian unit syariah. Serta 3 (tiga) reasuransi unit syariah.Sedangkan asuransi jiwa syariah sebanyak 20 (duapuluh) perusahaan.Terdiri dari 3 (tiga) perusahaan asuransi jiwa syariah dan 17 (tujuh belas) asuransi jiwa unit syariah23

Pertumbuhan perusahaan asuransi yang pesat, tentu juga telah menghasilkan beragam jenisproduk-produkasuransi yang ditawarkan perusahaan asuransi kepada konsumen.Konsumen pada akhirnya dihadapakan pada berbagai pilihan jenis produk-produk asuransi yang ditawarkan secara variatif.Kondisi seperti ini,pada satu sisi menguntungkan konsumen, karena kebutuhan terhadap barang/jasa yang diinginkan dapat terpenuhi dengan beragam pilihan. Namun pada sisilain, fenomena tersebut menempatkan kedudukan konsumen terhadap produsen menjadi tidak seimbang, di mana konsumen menjadi posisi yang lemah. Karena konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang besarnya melalui kiatpromosi dan cara penjualan yang merugikan konsumen.

Ketidak berdayaan konsumen dalam menghadapi produsen jelas sangat merugikan kepentingan rakyat.Pada umumnya produsen berlindung di balik standard contract atau perjanjian baku yang telah ditandatangani oleh kedua

22

Abdul Wahab, Asuransi Dalam Perspektif Al-Qur‟an dan Hadits, (Jakarta: PBB UIN, 2003) , cet. Ke-1, hal. 51.

23

(14)

belah pihak, yakni antara konsumen dan produsen, ataupun melalui informasi semu yang diberikan oleh produsen kepada konsumen. Hal tersebut bukan menjadi gejala regional saja, tetapi sudah menjadi persoalan global yang melanda seluruh konsumen di dunia.24

Kontrak baku atau perjanjian baku dapat dikatakan sebagai perjanjian yang tidak seimbang, yang selalu menempatkan pihak pelaku usaha dalam posisi yang lebih kuat. Seharusnya suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Perdata.Dengan dipenuhinya empat syaratsahnya perjanjian tersebut, maka satuperjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.

Permasalahan hukum akan timbul jika sebelum perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak, yaitu dalam proses perundingan atau preliminary negotiation, salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum serperti meminjam uang, membeli tanah, padahal belum tercapai kesepakatan final antara mereka mengenai tercapai kesepakatan final antara mereka mengenai kontrak bisnis yang dirundingkan, karena menurut teori klasik jika suatu perjanjian belum memenuhi syarat hal tertentu, maka belum ada suatu perjanjian sehingga belum lahir suatu perikatan yang mempunyai akibat hukum bagi para pihak. Akibatnya, pihak yang dirugikan karena percaya pada janji-janji pihak lawannya tidak terlindungi dan tidak dapat menuntut ganti rugi.

24

(15)

4

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak tercantum dalam Pasal 1338 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Akan tetapi, pasal 1338 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapakan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu.25

Kontrak baku atau perjanjian baku dibuat oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat, yang dalam kenyataan biasa dipegang oleh pelaku usaha. Kontrak baku banyak digunakan dalam setiap perjanjian yang bersifat sepihak. Isi kontrak baku sering kali merugikan pihak yang menerima kontrak baku tersebut, yaitu pihak konsumen karena dibuat secara sepihak. Bila konsumen menolak kontrak baku tersebut maka tidak akan mendapatkan barang atau pun jasa yang dibutuhkan. Hal tersebut menyebabkan konsumen lebih setuju terhadap isi kontrak baku walaupun memojokkan. Bagi para pengusaha mungkin ini merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang efisiensi praktis, dan cepat tidak bertele-tele. Tetapi bagi konsumen justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena halnya dihadapkan pada suatu pilihanya itu menerima walaupun dengan berat hati.26

25

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, (Jakarta: kencana, 2004), hal. 1.

26

Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktik Perusahaan Perdagangan,

(16)

Ada beberapa pendapat mengenai kedudukan kontrak baku atau perjanjian baku dalam hukum perjanjian, seperti dikemukakan oleh Sluijter mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere wetgever). Pitlo menggolongkan perjanjian baku sebagai perjanjian paksa (dwang contract), yang merupakan secara teoritis yuridis, perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan udang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak.

Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarlan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en evertrouwen). Asser Ruten mengatakan bahwa setiap orang yang menandatangani perjanjian, bartanggung gugat pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Hondius dalam disertasinya mempertahankan bahwa perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan27yang berlaku dalam transaksi bisnis.

Di Indonesia untuk melindungi kepentingan konsumen dari hal-hal yang merugikan konsumen yang terdapat didalam kontrak atau polis yang dikenal dengan kontrak baku, maka dibentuklah satu cabang baru ilmu hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen. Perlindungan hukum kepada konsumen dengan cara membatasi sekaligus menyeimbangkan posisi tawar para pihak,28 sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

27

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 116.

28

(17)

6

Indonesia, yaitu dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, antara lain melarang adanya ketentuan baku/klausula baku yang dapat merugikan konsumen.29

Selain peraturan perundangan-undangan Indonesia yang mengatur tentang perlindungan konsumen. Dibentuk juga satu lembaga baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sector jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sector jasa keuangan.30 Selanjutnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan peraturan dengan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 Tentang Perjanjian Baku. Dimana dalam penelitian ini penulis meneliti dari 5 perusahaan diantaranya, Asuransi Tripakarta, Asuransi Bumida Syariah, Asuransi Takaful Syariah, Asuransi Mitra Syariah, Asuransi Tugu Syariah.

Perusahaan ini menjadi objek penelitian penulis karna perusahaan tersebut masih terdapat beberapa polis yang masih jauh dari standarisasi polis khususnya pada polis asuransi umum.

29

Fathurrahman Djamil ,Penerapan Hukum Perjanjian Dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: SinarGrafika, 2012), hal. 19.

30

(18)

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang klausula baku yang terdapat pada polis asuransi umum syariah yang berjudul

“KONTRAK BAKU PADA POLIS ASURANSI SYARIAH

DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Polis Asuransi Umum)”.

1.2 Perumusan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah

Melalui pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana kedudukan Kontrak Baku oleh peraturan perundang-undangan di Indonesia?

b. Bagaimana Implementasi kontrak baku oleh polis Asuransi Syariah?

c. Apakah polis Asuransi Umum Syariah,sudah sesuai dengan ketentuan Kontrak Baku oleh peraturan perundang-undangan dii Indonesia?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditentukan, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

(19)

8

b. Mengetahui pandangan hukum perlindungan konsumen terhadap penerapan kontrak baku dalam polis asuransi umum syariah.

c. Mengetahui standarisasi apa yang digunakan perusahaan asuransi dalampembuatan kontrak baku.

d. Mengetahui kontrak baku yang dibuat oleh perusahaan asuransi telah sesuai peraturan perundangan-undangan perlindungan konsumen.

2. Manfaat penelitian

a. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai kontrak baku yang sesuai pada ketentuan hukum perlindungan konsumen.

b. Bagi perusahaan, membantu perusahaan dalam pembuatan kontrak baku agar lebih jelas menjelaskan hal-hal yang dicamtumkan dalam polis asuransi umum syariah.

c. Bagi akademisi, dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian sejenis dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dari penelitian yang sudah ada maupun yang akan dilakukan.

d. Bagi masyarakat, dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang dunia lembaga keuangan asuransi syariah terutama tentang kontrak baku.

1.4 Tinjauan Kajian Terdahulu

(20)

menyinggung ataupun berhubungan dengan judul yang penulis angkat, yaitu sebagai berikut:

1. Abdul Karim Munthe, “Kontrak Baku Pada Asuransi Syariah Dalam Persfektif Hukum Perlindungan Konsumen”, (Skripsi Fakultas Syariah

dan Hukum-Ilmu Hukum, UIN Syarif Hidyatullah Jakarta, 2014). Dalam skripsi ini membahas bagaimana pandangan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan terhadap kontrak baku asuransi syariah, dan apakah kontrak baku yang dibuat oleh perusahaan asuransi syariah di Indonesia telah sesuai dengan peraturan perlindungan konsumen. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu deskriftif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan karya tulis ilmiah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.

(21)

10

metode kualitatif yaitu data yang terkumpul dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal bersifat umum menuju ke hal yang bersifat khusus.

3. Mohamad Ihsan, “Efektifitas Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Syariah Ditinjau Dari Hukum Islam dan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus AJB Bumiputera 1912 Cabang Syariah)”, (Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum-Muamalat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Skripsi ini menjelaskan hubungan antara akad asuransi syariah dan ketentuan pasal 18 UU N0. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam perjanjian asuransi syariah dan apakah pembuatan polis asuransi syariah telah sesuai dengan ketentuan mengenai klausula dalam pasal 18 UU No. 18 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan hukum Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif bearti bahwa penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dengan pendekatan yang bersifat komparatif dan kualitatif.

(22)

1.5 Metode Penelitian

Penelitian yang dilalui menjadi penting karena akan menunjukkan alur pikir yang benar dan dapat diterima.31Berawal dari minat untuk mengetahui fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori, konseptualisasi, pemilihan metode penelitian yang sesuai dan seterusnya.32 Maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bearti bahwa penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dengan pendekatan yang bersifat komparatif dan kualitatif. Metode penelitian yurudis normatif bertujuan untuk menganalisa norma-norma yang terdapat pada peraturan perundang-undangan di bidang asuransi.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis metode deskriptif, yaitu bertujuan untuk menggali data dan informasi baik tentang proses atau mekaniseme hubungan subyek penelitian, penyajian informasi dasar, menciptakan katagori dan

31

Boy S. Sabarguna,Analisis Data Pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2005), hal. 9.

32

(23)

12

pengklasifikasian baru, memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.33

1.5.2 Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder, maupun bahan non hukum.Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan ketentuan larangan pencantuman klausula baku, yaitu peraturan undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK. 07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK. 07/2014 Tentang Perjanjian Baku.

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu data yang meliputi bahan yang mendukung bahan primer berupa buku-buku, jurnal, hasil penelitian, karya ilmiah, dan sumber lain yang terkait dengan penelitian ini.

Bahan non hukum dapat berupa buku-buku, jurnal, hasil penelitian, dan karya ilmiah terkait asuransi syariah.

1.5.3 Metode Analisis Data

Teknik analisis data pada dasarnya merupakan penguraiandata melalui tahapan, katagorisasi dan klasifikasi, perbandingan, dan pencarian hubungan antar data yang secara spesifik tentang hubungan antar peubah. Pada tahap pertama dilakukan seleksi data yang telah

33

(24)

dikumpulkan, kemudian diklasifikasikan menurut katagori tertentu, setelah itu baru dilakukan analisa data.Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu teknikanalisis isi (content analysis) yaitu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan shahih data dengan memerhatikan konteksnya. Analisis isi (content analysis) berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi.34

Analisis isi (content analysis) didefinisikan sebagai cara mencari makna materi tertulis atau visual dengan cara alokasi isi sistematis ke katagori terperinci yang telah ditentukan sebelumnya dan kemudian menghitung dan mengiterprestasikan hasilnya.35 Penelitian ini bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Metode yang meliputi semua analisis mengenai teks, tapi disisi lain analisis isi juga digunakan untuk mendeskripsikan pendekatan analisis yang khusus.

1.5.4 Pedoman Penulisan

Penulisan dan penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012”.

34

BurhanBungin, PenelitianKualitatif: Komunikasi, Ekonomi, KebijakanPublik, danIlmuSosialLainnya, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-4, hal. 155.

35

(25)

14

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub bab yang tersusun secara sistematis terhadap pokok permasalahan yang dibahas dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan memaparkan penjelasan tentang asuransi syariah, pengertian asuransi syariah, landasan hukum asuransi syariah, prinsip-prinsip asuransi, akad-akad dalam asuransi syariah, dan produk-produk Asuransi Umum syariah. BAB III : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

KONTRAK BAKU ASURANSI SYARIAH

(26)

perlindungan konsumen, tujuan perlindungan konsumen, dasar hukum perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menganalisis kontrak baku yang terdapat dalam polis asuransi umum yang ditinjau dari peraturan hukum perlindugan konsumen.

BAB V : PENUTUP

(27)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Asuransi Syariah

2.1.1 Pengertian Asuransi Syariah

Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta‟awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu atas dasar prinsip syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjamin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.36

Menurut Fathurrahman Djamil, asuransi adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat suatu peristiwa yang belum terang akan terjadi.

Radiks Purba mendefinisikan asuransi sebagai suatu persetujuan, di mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian karena kehilangan, kerugian, atau tidak diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu.37

Sedangkan menurut Muhammad Sayid Al-Dasuki mengartikan asuransi sebagai transaksi yang mewajibkan kepada pihak tertanggung untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya berupa jumlah uang kepada

36

Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah, (Jakarta: PT. Alex Media Komputindo, 2011), hal. 36.

37

(28)

pihak penanggung, dan akan menggantikannya manakala terjadi peristiwa kerugian yang menimpa si tertanggung.38

Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK/010/2010 pada bab I Ketentuan Umum Pasal 1 dikatakan bahwa asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling menolong (ta‟awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (Dana Tabarru‟) yang dikelola sesuai dengan prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.39

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwa DSN-MUI.No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah40, memberi definisi tentang asuransi.Menurutnya, Asuransi Syariah (ta‟min, takaful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalm bentuk aset dan atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Di antara berbagai istilah asuransi dalam Islam, yang paling sering digunakan adalah takaful.Takaful artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang, saling menanggung satu sama lainnya, dan memberikan bantuan/pertolongan jika yang bersangkutan atau pihak lain tertimpa musibah.41

Dari definisi di atas tampak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan saling tolong-menolong yang disebut dengan

38 Muhammad Maksum, “Pertumbuhan Asuransi Syariah di Dunia dan Indonesia”

(Jurnal: Iqtishad, Ekonomi Islam, Febuari 2009), hal.73.

39

Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

40

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

41

(29)

17

“ta‟awun”.Yaitu, prinsip hidup saling melingungi dan saling menolong atas dasar dasar ukhuwah islamiah antara sesama anggota peserta Asuransi Syariah dalam menghadapi malapetaka (risiko).42Dalam pengelolaan dan penanggungan risiko, asuransi syariah tidak memperbolehkan adanya gharar (ketidakpastian atau spekulasi), riba (bunga), dan maisir (perjudian).43

Setiap peserta asuransi dikenakan premi, yaitu kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.44 Premi pada Asuransi Syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas dana tabungan dan tabarru‟. Dana tabungan adalah dana titipan dari peserta asuransi syariah (life insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al-mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi. Sedangkan, tabarru‟ adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh perserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi (life maupun general insurance).45

2.1.2 Landasan Hukum Asuransi Syariah

Terdapat beberapa landasan hukum asuransi syariah di antaranya adalah:

2.1.2.1Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an memang tidak dijelaskan secara utuh tentang praktik asuransi Islam da tidak ada satu pun ayat yang menjelaskan tentang praktik ta‟min dan takaful.Akan tetapi,

42

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 30.

43

Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 2.

44

Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 99.

45

(30)

dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang memuat tentang nilai-nilai asuransi Islam, antara lain:46

a. Perintah Allah mempersiapkan hari depan.47 QS. Al-Hasyr (59): 18

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

b. Perintah Allah untuk saling menolong dan berkerja sama. QS. Al-Baqarah (2): 185

“...Allah mengehendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ...”

c. Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah. QS. Al-Baqarah (2): 126

Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa...”

46

Nurul Huda dan Mohammad Haykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjuan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 161.

47

(31)

19

d. Penghargaan Allah terhadap perbuatan mulia yang dilakukan manusia.

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang -orang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi

Maha Mengetahui”.

2.1.2.2Sunnah Nabi SAW

a. Hadis tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang.

سف : ق ] [ ي ا ع ]ض [ ي يبأ ع

bersabda: “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mukmin, maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan

di akhirat.”(HR. Muslim).

b. Hadis tentang menghindari risiko.

] [ ل س ي ج ق : ق ]ض [ ك ب س أ ع

(32)

"Diriwiayatkan dari Anas bin Malik r.a bertanya seseorang kepada Rasulullah SAW tentang (untanya):

“Apa (unta) ini saya ikat saja atau langsung saya bertawakal pada (Allah SWT)?” Bersabda Rasulullah SAW: “Pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakal kepada Allah SWT”. (HR. At-Turmudzi).

Nabi Muhammad SAW memberi tuntunan pada manusia agar selalu bersikap waspada terhadap kerugian atau musibah yang akan terjadi, bukannya langsung menyerahkan segalanya (tawakal) kepada Allah SWT. Hadis di atas mengandung nilai implisit agar kita selalu menghindar dari risiko yang membawa kerugian pada diri kita, baik itu berbentuk kerugian materi ataupun kerugian yang berkaitan langsung dengan diri manusia (jiwa).48

2.1.2.3Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah

Perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi atau usaha reasuransi dengan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip dasar sebagai berikut:

a. Berkerjasama untuk saling membantu49

Lembaga asuransi syariah hendaklah dijalankan dengan mengedepankan prinsip kerjasama untuk saling membantu. Tanpa adanya prinsip kerjasama, perusahaan asuransi tentu akan mengalami kesulitan untuk memberikan pertolongan secara maksimal kepada pihak yang yang tertimpa musibah.

48

Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 193.

49

(33)

21

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat

siksaannya”.(QS. Al-Maidah (5): 2).

b. Saling melindungi dari segala kesusahan.

Terjadinya kesusahan/penderitaan yang berlarut akibat musibah, diperlukan adanya kesadaran masing-masing pihak untuk saling melindungi. Bentuk perlindugan tersebut dapat diberikan oleh perusahaan asuransi, baik ketika yang bersangkutan dalam kondisi sehat maupun sebaliknya. Jaminan mendapatkan perlindugan inilah yang merupakan sebab kebutuhan masyarakat untuk menjadi peserta asuransi.

c. Saling tanggung jawab.

Berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab untuk membantu dan memberikan pertolongan kepada peserta lain yang kebetulan sedang mengalami musibah/kerugian.

“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, salong

(34)

bagian menderita sakit maka sebagian lain akan turut

menderita”. (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).

Pada PMK No. 18/PMK/010/2010 dibagian BAB II Prinsip Dasar dijelaskan perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi atau usaha reasuransi dengan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip dasar sebagai berikut:

a. Adanya kesepakatan tolong menolong (ta‟awun) dan saling menanggung (takaful) di antara para peserta.

b. Adanya kontribusi peserta ke dalam danatabarru‟. c. Perusahaan bertindak sebagai pengelola Dana tabarru‟.

d. Dipenuhinya prinsip keadilan („adl), dapat dipercaya (amanah), keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan keuniversalan (syumul).

e. Tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, seperti ketidakpastian/ketidakjelasan (gharar), perjudian (maysir), bunga (riba), penganiyaan (zulm), suap (risywah), maksiat, dan objek haram.50

2.1.2.4Akad-Akad Dalam Asuransi Syariah

Bentuk akad dapat berupa surat permintaan (SP) asuransi yang disampaikan oleh calon peserta dan surat penerimaan peserta dalam bentuk lembaran polis yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berisi tentang perjanjian kedua belah pihak.51

50

Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

51

(35)

23

Dalam asuransi syariah biasanya akad yang melandasinya berupa akad tijarah dan akad tabarru‟.52Berikut akan dijelaskan akad-akad yang terdapat dalam asuransi syariah tersebut.

1) Akad Tijarah

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8 dijelaskan akad tijarah adalah akad antara peserta secara kolektif atau secara individu dan perusahaan dengan tujuan komersial.53

Dalam akad tijarah perusahaan bertindak sebagai pengelola (mudharib) sedangkan para peserta (pemegang polis) bertindak sebagai pemilik modal (shohibul mal).54

Akad tijarah dibagi lagi menjadi akad-akad sebagai berikut:

a) Akad Wakalah bil Ujrah

Dalam PMK No. 18/PMK.010/2010 Pasal 1 ayat 9 dijelaskan bahwa:

Akad Wakalah bil Ujrah adalah akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru‟ dan/atau Dana

52

Abdullah Amrin, Asuransi Syariah, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006), hal. 34.

53

Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

54

(36)

Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee).

Akad Wakalah bil Ujrah wajib memuat sekurang-kurangnya:

1) Objek yang dikuasakan pengelolanya.

2) Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara individusebagai muwakil (pemberi kuasa).

3) Hak dan kewajiban Perusahaan sebagai wakil (penerima kuasa) termasuk kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan.

4) Batasan kuasa atau wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan.

5) Besaran, cara, dan waktu pemotongan ujrah (fee). 6) Ketentuan lain yang disepakati.

(37)

25

Mekanisme wakalah bil ujrah dengan unsur tabungan secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam skema tersebut, digambarkan bahwa peserta membayar kontribusi kepada operator (perusahaan), operator membagi dana tersebut kepada dua bagian yaitu

Tabarru‟ dan tabungan, kedua dana tersebut sama-sama

diinvestasikan, hasil invetasi dari dana tabarru‟ digunakan untuk santunan (klaim) bagi peserta asuransi syariah yang mengalami musibah. Hasil dari investasi tabungan menjadi profit peserta asuransi. Bila terjadi surplus underwriitingdanatabarru‟, dana suplus dapat dibagikan pada akhir tahun keuangan. Operator (perusahaan) mendapatkan ujrah sebagai jasa dari setiap transaksi.

b) Akad Mudharabah

(38)

Akad Mudharabah adalah akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru‟ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya.

Akad Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya:

a. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara individu sebagai shahibul mal (pemilik dana)

b. Hak dan kewajiban Perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana) termasuk kewajiban Perusahaan untk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan.

c. Batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan.

d. Bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi.

(39)

27

Nisbah Operator x%

Dasar hukum akad mudharabah di atur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional pada Fatwa Nomor 07/DSN-MUI/IV/2006 tentang akad Mudharabah Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

Mekanisme Mudharabah dengan unsur tabungan secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam skema diatas digambarkan bahwa peserta memberikan kontribusinya kepada operator (perusahaan) untuk dikelola. Kedua dana tersebut sama-sama diinvestasikan. Hasil investasi dari danatabarru‟ digunakan untuk santunan (klaim) bagi peserta asuransi syariah yang mengalami musibah. Hasil dari investasi tabungan menjadi profit peserta asuransi dan juga operator. Bila terjadi surplus underwriting dana tabarru‟, danasurplus dapat dibagikan pada akhir tahun keuangan. Operator mendapatkan nisbah dari hasil pengelolaan

(40)

investasi baik pada investasi tabungan maupun investasi

tabarru‟.

c) Akad Mudharabah Musytarakah

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 11 dijelaskan akad Mudharabah Musytarakah adalah akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru‟ dan/atau Dana Investasi Peserta, yang digabungkan dengan kekayaan Perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan berdasarkan komposisi kekayaaan yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya.

Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat sekurang-kurangnya:

a. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara individu sebagai shahibul mal (pemilik dana).

(41)

29

3b

diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan.

c. Batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan.

d. Bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi.

e. Ketentuan lain yang disepakati.

Dasar hukum akad mudharabah musytaralah di atur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional pada Fatwa Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah.

Mekanisme mudharabah musyarakah dengan unsur tabungan secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam skema ini digambaran peserta yang memberikan kontribusinya kepada perusahaan.

(42)

Kontribusi dibagi kepada dua bagian, dana tabungan dan dana tabarru‟. Kedua dana tersebut sama-sama diinvestasikan. Pada saat bersamaan, pada dana tabungan, operator ikut menginvestasikan dananya untuk mendapatkan profit pula pada pengelolaan ini. Hasil investasi dari danatabarru‟ digunakan untuk santunan (klaim) bagi peserta asuransi syariah yang mengalami musibah. Hasil dari investasi tabungan menjadi profit peserta asuransi dan juga operator. Operator mendapatkan dua kali pembagian profit, pertama dari hasil transaksi mudharabah (peserta memberikan kontribusi untuk dikelola), yang kedua dari hasil transaksi musytarakah (operator ikut memasukkan dananya untuk diinvestasikan). Bila terjadi surplus underwriting dana tabarru‟, danasurplus dapat dibagikan pada akhir tahun keuangan.

2) Akad Tabarru’

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.010/2010 pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 7 dijelaskan akad tabarru‟ adalah akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta kepada Dana

(43)

31

Peserta, yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.

Niat tabrru‟ “dana kebajikan” dalam akad asuransi syariah adalah alternatif uang sah yang dibenarkan oleh syara’ dalam melepaskan diri dari praktik gharar yang

diharamkan oleh Allah swt.

Dalam konteks akad dalam asuransi syariah, tabarru‟ bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu di antara sesama peserta takaful (asuransi syariah) apabila ada di antaranya yang mendapat musibah. Dana klaim yang diberikan diambil dari rekening danatabarru‟ yang sudah diniatkan oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta asuransi syariah, untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong menolong.55

Dana Tabarru‟ hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang langsung berkaitan dengan nasabah, seperti klaim, cadangan tabarru‟ dan reasuransi syariah.56

Dasar hukum akad tabarru‟ di atur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional pada Fatwa Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Tabarru’ Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

Akad Tabarru‟ wajib memuat sekurang-kurangnya:

55

Muhammad Syukar Sula, Asuransi Syariah (life and general): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insanil Press, 2004), hal. 36.

56

(44)

a. Kesepakatan para Peserta untuk saling menolong (ta‟awuni).

b. Hak dan kewajiban masing-masing Peserta secara individu.

c. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dalam kelompok.

d. Cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/klaim.

e. Ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kembali oleh Peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh Peserta.

f. Ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus Underwriting.

g. Ketentuan lain yang disepakati.

2.2 Produk-Produk Asuransi Kerugian (general insurance)57 2.2.3 Produk-Produk Simple Risk

Produk-produk simple risk adalah jenis-jenis produk asuransi umum atau kerugian yang berdasarkan syariah yang tingkat resiko dan perhitungan secaraa teknis dalam produk-produknya relatif sederhana (simple) dan resiko standar tanpa peluasan jaminan. Umumnya jumlah penutupan masih dalam batas own retention (OR) perusahaan, sehingga survei resiko tiak mutlak diperlukan antara lain.

57

(45)

33

a. Takaful Kebakaran (fire insurance)

Memberikan perlindungan terhadap kerusakan sebagai akibat terjadinya kebakaran yang disebabkan percikan api, sambaran petir, ledakan dan jatuhan pesawat terbang berikut risiko yang ditimbulkannya. Dan juga dapat diperlus dengan tambahan jaminan polis yang lebih luas sesuai dengan kebutuhan.

b. Takaful Kendaraan Bermotor (vahicle insurance)

Memberikan perlindungan terhadap kerusakan sebagai akibat terjadinya kecelaka yang tidak diinginkan secara sebagian (partial loss), tindak pencurian, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, huruhara, pemogokan umum, kerusuhan, kecelakaan diri pengemudi dan kecelakaan diri penumpang. c. Takaful Kecelakaan Diri ( personal accident)

Jaminan kecelakaa yang bisa berakibatkan : meninggal dunia akibat kecelakaan, cacat seluruhnya akibat kecelakaan, cacat sebagian dan penggantian biaya dokter, biaya pengobatan rumah sakit akibat kecelakaan.

2.2.4 Produk-Produk Mega Risk

(46)

a. Takaful kebakaran (industrial risk)

Menjamin objek-objek dengan resiko tinggi seperti: pabrik, penggilangan, penggundangan dan juga memberikan kebebasan peserta untukmenggunakan polis dengan sesuai kebutuhan pinjaman seperti property and pecuniari insurence(asuransi harta benda dan kepentinga keuangan)

b. Takaful Rekayasa ( engineering insurance)

Memberikan perlindungan terhadap kerugma atau kerusakan akibat yang berkaitan dengan pekerjaan pembangunan beserata alat-alat berat, pemasangan kontruksi baja/mesindan akibat peroperasinya mesin produksi serta tanggung jawab pihak ketiga.

c. Takaful Pengangkut (cargo insurence)

Memberikan perlindungan terhadap kerugma atau kerusakan akibat alat pengangkutnya mengalami musibah atau kecelakaan selama perjalanan melalui laut, udara ataupun darat. d. Takaful Surety Bond (construction contract bond)

Memberikan perlindungan terhadap kerugma yang terjadi pada pemilik proyek atau pemberian fasilitas terhadap pelaksanaan kontrak atau penerima fasilitas dalam perjalanan kontrak.

e. Takaful Rangka Kapal (marine hull insurance)

(47)

35

f. Takaful Energi (oil and gas insurence)

Memberikan perlindungan terhadap kerugma atau kecelakaan dan berbagai bahaya lainnya yang dialami dalam pekerjaan pengeboran minyak dan gas didarat maupun lepas pantai.

g. Takaful Tanggung Gugat (liability insurance)

(48)

36 BAB III

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK BAKU ASURANSI SYARIAH

3.1 Kontrak Baku

3.1.1 Pengertian Kontrak Baku

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau pengungkapannya sulit dimengerti sebagai konsekuensinya setiap klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha dalam dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana di atas telah dinyatakan batal demi hukum.93

Pasal 1 angka 10 UUPK menyatakan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Menurut Endang Purwaningsih , kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam bentuk formulir tertentu oleh satu pihak dalam kontrak tersbut, bahkan seringkali kontrak tersebut sudah tercetak dalam bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisi

93

(49)

37

data-data informanitf tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya, di mana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-klausula yang dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.94

Kontrak baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir dan sebagian besar isinya sudah ditetapkan oleh pihak perusahaan dan tidak dinegosiasikan lagi95 kepada konsumen.

Kontrak baku menurut Hondius adalah isi perjanjian itu tanpa dibicarakan dengan pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya hanya diminta untuk menerima atau menolak isi perjanjian tersebut. Meriam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa standar kontrak merupakan perjanjian yang telah dibakukan.96

Menurut Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 pada bagian I Ketentuan Umum dijelaskan perjanjian baku adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak oleh PUJK dan memuat klausula baku tentang isi, bentuk, maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk menawarkan produk dan/atau layanan kepada Konsumen secara massal.

94

Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 79.

95

Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 79

96

(50)

Dari uraian diatas, jelaslah bahwa hakikat dari perjanjian baku adalah perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat sedangkan pihak lainnya (konsumen) hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya.

Apabila konsumen menerima isi perjanjian tersebut maka ia menandatangani perjanjian tersebut, apabila ia menolak maka perjanjian itu dianggap tidak ada.

3.1.2 Jenis-jenis Kontrak Baku

Meriam Darus Badrulzaman membagi jenis perjanjian baku menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Perjanjian baku sepihak, yaitu perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak kuat di sini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi (ekonomi) kuat dibandingkan pihak debitur.

b. Perjanjian baku timbal balik, yaitu perjanjian baku yang isinya ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan pihak buruh (debitur). Keuda pihak lazimnya terikat dalam organinasi, misalnya perjanjian buruh kolektif.

(51)

39

d. Perjanjian baku yang ditentukan di likungan notaris atau advokat, yaitu perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang diminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan.97 3.1.3 Bentuk Klausula Baku Dalam Perjanjian

Di dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, antara lain:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan /atau jasa yang dibeli konsumen.

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segela tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran.

e. Mengatur perihal pembukian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.

97

(52)

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa.

g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturannya berupa aturan baru, tambahan, lanjuran dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.98

Di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014 dijelaskan klausula dalam perjanjian baku yang dilarang adalah yang memuat:

a) Klausula eksonerasi/eksemsi yaitu yang sisinya menambah hak dan/atau mengurangi kewajiban PUJK, atau mengurangi hak dan/atau menambah kewajiban Konsumen.

b) Penyalahgunaan keadaan yaitu suatu kondisi dalam Perjanjian Baku yang memiliki indikasi penyalahgunaan keadaan. Contoh terhadap kondisi ini misalkan memanfaatkan kondisi Konsumen yang mendesak karena kondisi tertentu atau dalam keadaan darurat dan secara sengaja atau tidak sengaja PUJK tidak

98

(53)

41

menjelaskan manfaat, biaya dan risiko dari produk dan/atau layanan yang ditawarkan.99

Di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Pasal 22 dijelaskan perjanjian baku yang dilarang adalah perjanjian yang memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.

b. Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen atas produk dan/atau layanan yang dibeli.

c. Menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang digunakan oleh Konsumen, kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. d. Mengatur tentang kewajiban pembuktikan oleh Konsumen, jika

Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa hilangnya kegunaan produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen bukan merupakan tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan. e. Membeli hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk

mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan atau mengurangi

99

(54)

harta kekayaan Konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk dan layanan.

f. Menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Kuangan dalam masa Konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya.

g. Menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli oleh Konsumen secara angsuran.100

3.1.4 Dasar Hukum Kontrak Baku

Berikut dasar hukum kontrak baku di Indonesia:

a. undang Nomor 8 Tahun 1998 tetang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

c. Surat Ederan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK.07/2014. Tentang Perjanjian Baku

d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

3.1.5 Prinsip-prinsip Kontrak Baku

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam kontrak baku yaitu:

100

(55)

43

a. Prinsip kesepakatan kehendak dari para pihak

Kesepakatan sebagai dasar sahnya perikatan tetap menjadi penentu sah atau tidaknya kontrak tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan perjanjian yang sah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.

Walaupun kontrak baku dibuat oleh salah satu pihak saja, unsur kesepakatan harus dapat dipenuhi dalam kontrak baku tersebut. Kesepakatan itu dapat ditandai dengan ditanda tanganinya kontrak tersebut atau dengan cara serah terima barang yang ditransaksikan.

b. Prinsip asumsi risiko dari para pihak

Dalam suatu kontrak, setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi risiko.Artinya bahwa jika ada risiko tertentu yang mungkin terbit dari suatu kontrak, tetapi salah satu pihak bersedia menanggung risiko tersebut sebagai hasil dari tawar menawarnya, maka jika memang kemudian risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang harus menanggung risikonya. Dalam hubungan dengan kontrak baku, maka dengan menandatangani kontrak yang bersangkutan, bearti segala risiko apapun bentuknya akan ditanggung oleh pihak yang menandatangannya sesuai isi dari kontrak tersebut.101

101

(56)

c. Prinsip kewajiban membaca (duty to read)

Dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban membaca (duty to read) bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia telah menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikan bahwa dia telah membacanya dan menyetujui apa yang telah dibacanya.

d. Prinsip kontrak mengikuti kebiasaan

Kontrak sebagai role yang mengatur apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan para pihak bukan bearti apa yang tidak dicantumkan dalam kontrak boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Ada prinsip kebiasaan juga yang mengikat para pihak dalam perjanjian.

Pasal 1339 mengatakan bahwa:

Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan undang-undang. Ketentuan pasal ini ditujukan untuk memenuhi rasa keadilan disamping kepastian hukum.102

3.1.6 Pencantuman Klausul Eksonerasi 3.1.6.1Klausul Eksonerasi

Dalam kontrak baku yang merupakan sumber malapetaka dalam kontrak tersebut adalah terdapatnya beberapa klausula

102

(57)

45

yang sangat memberatkan salah satu pihak. Salah satu klausula berat sebelah tersebut adalah klausula eksonerasi.

Klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian, di mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melawan hukum.103

Rijken mengatakan bahwa klausul eksonerasi adalah klausul yang dicantumkan di dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya dengan membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melawan hukum.104

Menurut Meriam Darus Badrulzaman, perjanjian baku dengan klausula eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk membayar ganti kerugian kepada debitur, memiliki ciri sebagai berikut:

a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat daripada debitur.

b. Debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu.

103

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), cet. 67.

104

(58)

c. Terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian tersebut.

d. Bentuknya tertulis.

e. Dipersipakan terlebih dahulu secara massal atau individual.105

Dari pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian baku dengan klausula eksonerasi pada prinsipnya hanya menguntungkan pelaku usaha dan merugikan konsumen, karena klausulanya tidak seimbang dan tidak mencerminkan keadilan.

3.1.6.2ForceMajeure

Keadaan memaksa (force majeure/overmacht) merupakan suatu ketentuan yang tidak begitu banyak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan.Jika ditemukan atau diatur, seringkali hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan peraturan tersebut, misalnya ditempatkan pada bagian ayat atau sub-ayat dari suatu pasal.Dalam KUH Perdata hanya dua pasal yang mengatur tentang force majeure, yaitu Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa forece majeure adalah suatu keadaan dimana tidak terlaksananya apa yang diperjanjikan karena

105

Gambar

gambaran dalam menyusun penelitian ini. Adapun beberapa penelitian yang

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul Dampak Penerapan PSAK 108 Terhadap Tingkat Solvabilitas Minimum Perusahaan Asuransi Syariah ( Studi Pada Unit Syariah PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967

Asuransi Jiwa Syariah Al Amin Bandar Lampung telah menerapkan dengan baik strategi pemasaran dalam meningkatkan penjualan polis pada produk syariah pembiayaan dengan

Adapun kegiatan operasionalnya perusahaan Asuransi Syariah melakukan kerja sama dengan para pesserta asuransi atas dasra prinsip Mudharabah. Syarikah takaful bertindak

Hasil yang diperoleh dalam penulisan ini ialah perlindungan hukum pemegang polis asuransi dalam prespektif kepailitan kreditur pemegang polis hanya sebagai kreditur

Berdasarkan hasil survei penelitian dari laporan keuangan PT Asuransi Takaful Umum bahwa pengelola atau perusahaan asuransi syariah hanya bertugas sebagai wakil

Apakah reputasi mempengaruhi minat masyarakat dalam memilih asuransi berbasis. syariah di PT Asuransi Takaful Umum

Dari beberapa penyelesaian sengketa yang tertulis di dalam syarat umum polis individu PT.Asuransi Takaful Keluarga yaitu pasal 19 yang akhirnya menjadi salah satu

Dari beberapa penyelesaian sengketa yang tertulis di dalam syarat umum polis individu PT.Asuransi Takaful Keluarga yaitu pasal 19 yang akhirnya menjadi salah satu