• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit yang Diinduksi Aloksan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL

TERIPANG JENIS

Pearsonothuria graeffei (

Semper)

TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI

ALOKSAN

SKRIPSI

OLEH:

CLAUDIA NATASYA TOBING

NIM 131524005

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL

TERIPANG JENIS

Pearsonothuria graeffei (

Semper)

TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI

ALOKSAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CLAUDIA NATASYA TOBING

NIM 131524005

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL

TERIPANG JENIS

Pearsonothuria graeffei (

Semper)

TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA

DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI

ALOKSAN

OLEH:

CLAUDIA NATASYA TOBING NIM 131524005

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 31 Agustus 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195301011983031004

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.

Pembimbing II, NIP 195107231982032001

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt NIP 195103261978022001 NIP 197506102005012003

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Medan, Oktober 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul Karakterisasi dan Uji Efek Ekstrak Etanol Teripang Jenis

Pearsonothuria graeffei (Semper) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah

Mencit yang Diinduksi Aloksan. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku

Pejabat Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis

selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt.,

yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan

penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran

selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. selaku ketua penguji, Ibu

Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. dan Bapak Drs, Suryadi Achmad,

M.Sc., Apt. selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk

menyempurnakan skripsi ini, dan Bapak Dadang Irfan Husori, S.Si.,M.Sc., Apt.

selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas

Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan

(5)

Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga

kepada keluarga tercinta almarhum Ayahanda Junias Rosihar Lumban Tobing,

Ibunda Clementina Sidabutar, S.Pd., M.M., kedua adikku Tommy Julio Lumban

Tobing, dan Prita Uli Tobing, serta Inangtua Esther Sonmeavanti Sidabutar

sekeluarga, Tante Silvia Sidabutar sekeluarga, Opungku P.L.Tobing br Sitompul,

Opungku K. Sidabutar br Manik dan Namboru Shelly Farida Tobing sekeluarga

atas limpahan kasih sayang, semangat dan doa yang tak ternilai dengan apa pun.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Palembang dan

teman-teman mahasiswa/i Farmasi Ekstensi Stambuk 2013 yang selalu memberi

dukungan dan canda tawa.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum

sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, 31 Agustus 2015

Penulis,

Claudia Natasya Tobing

(6)

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL TERIPANG JENIS Pearsonothuria graeffei (Semper) TERHADAP PENURUNAN

KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK

Teripang banyak ditemukan di perairan Indonesia, salah satunya jenis Pearsonothuria graeffei. Masyarakat mengkonsumsi teripang sebagai bahan pangan dan belum digunakan sebagai bahan obat. Kandungannya adalah triterpenoid saponin, glikolipid dan kondroitin sulfat. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui karakterisasi simplisia, pemeriksaan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak etanol dan uji efek antidiabetes teripang Pearsonothuria graeffei.

Hasil karakterisasi simplisia teripang terhadap kadar air 9,47 %, kadar sari larut air 36,56 %, kadar sari larut etanol 24,01 %, kadar abu total 28,75 %, dan kadar abu tidak larut asam 3,66 %. Mikroskopik serbuk simplisia yakni spikula bentuk kancing (buttons), spikula dari tentakel dan spikula bentuk meja semu (pseudo-tables). Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang mengandung glikosida, saponin dan triterpenoid/steroid.

Pada uji toleransi glukosa sebagai pembandingnya glibenklamid 0,65 mg/kg BB. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, terdiri dari 25 ekor. Dengan pemberian dosis ekstrak etanol teripang 200, 400, 600 mg/kg BB, kontrol negatifnya adalah natrium carboxyl metyl cellulosa 0,5% b/v dosis 1% BB. Pengukuran kadar gula darah mencit pada menit ke-30, 60, 90 dan 120. Pada uji aloksan sebagai penginduksi, pembandingnya adalah metformin 65 mg/kg BB. Pengelompokan hewan uji, dosis ekstrak etanol teripang dan kontrol negatif sama dengan uji toleransi glukosa. Mencit diinduksi aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB secara peritoneal. Setiap kelompok uji diberikan sediaan uji secara per oral selama 15 hari berturut-turut dan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-3, 6, 9, 12, 15.

Hasil analisis ANOVA uji Tukey HSD pemberian ekstrak etanol teripang dosis 200, 400, 600 mg/kg BB memberikan persentase penurunan kadar glukosa darah yang sama secara signifikan dengan pembanding glibenklamid 0,65 mg/kg BB pada uji toleransi glukosa. Pada uji induksi aloksan, pemberian ekstrak etanol teripang dengan dosis 200, 400 dan 600 mg/kg BB memberikan persentase penurunan yang sama secara signifikan dengan metformin dosis 65 mg/kg BB. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei memberikan penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

(7)

CHARACTERIZATION AND EXAMINING EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF SEA CUCUMBER Pearsonothuria graeffei (Semper)

DECREASING MICE BLOOD GLUCOSE LEVELS BY ALLOXAN INDUCTION

ABSTRACT

Sea cucumbers are mostly found in the ocean of Indonesia, one of them is Pearsonothuria graeffei. Indonesia people commonly consume sea cucumber but unfamiliar using for medication. Chemical compounds of this sea cucumber are triterpenoid saponin, glycolipid, and chondroitin sulfates. The purpose of this research was characterizing, screening chemical compounds, extracting simplisia and examining the effect of ethanol extract of Pearsonothuria graeffei (Semper,1868).

Th f ch c c f c c ’ n content 9.47%, water soluble extract concentration 36.56%, ethanol soluble extract concentration 24.01%, total ash content 28.75%, insoluble ash content in acid 3.66%. The result of microscopic simplicia sea cucumber has spicules button type, spicules from tentacles, and pseudo-tables of body wall. The result of simplisia screening presents glycosides, saponin and triterpenoid/steroid.

The oral glucose tolerance test was using glibenclamid 0.65 mg/kg BW as a positive control. 25 mice were alienated into 5 groups that are ethanol extract of sea cucumber dose 200; 400; 600 mg/kg BW, natrium carboxyl metil cellulosa 0.5% b/v dose 1% BW as a control negative then the measurement of the blood glucose level on ’; ’; ’ nd ’ The research continues with diabetic mice that induced by alloxan dose 150 mg/kg BW intraperitoneal. Metformin dose 50 mg/kg BW as a positive control. The diabetic mice were randomly divided into five treatment groups correspond to the oral glucose tolerance test then all mice in the groups were measured the blood glucose level on day 3; 6; 9; 12; and 15.

The result of ANOVA analysis Tukey HSD test, ethanol extract of sea cucumber dose 200; 400; 600 mg/kg BW increase the percentage blood glucose level significantly compared with glibenclamid 0.65 mg/kg BW. On alloxan induction test, ethanol extract of sea cucumber 200; 400 and 600 mg/kg BW increase the percentage blood glucose level significantly compared with metformin dose 65 mg/kg BW. The result of this research was ethanol extract of sea cucumber Pearsonothuria graeffei (Semper,1868) able to decrease mice blood level induced by alloxan.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Hewan ... 6

2.1.1 Sistematika hewan ... 7

2.1.2 Habitat ... 7

(9)

2.1.5 Kandungan senyawa kimia teripang ... 10

2.2 Ekstraksi ... 11

2.3 Diabetes Melitus ... 13

2.3.1 Jenis-jenis diabetes melitus ... 14

2.3.2 Insulin ... 15

2.3.3 Antidiabetika oral ... 16

2.3.4 Aloksan ... 19

2.3.5 Mekanisme aloksan ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.1.1 Alat-alat ... 21

3.1.2 Bahan-bahan ... 22

3.2 Penyiapan Sampel ... 22

3.2.1 Pengumpulan sampel ... 22

3.2.2 Identifikasi sampel ... 22

3.2.3 Pengolahan sampel ... 22

3.3 Pembuatan Pereaksi ... 23

3.3.1 Pereaksi Molisch ... 23

3.3.2 Larutan asam klorida 2 N ... 23

3.3.3 Larutan asam sulfat 2 N ... 23

3.3.4 Larutan asam nitrat 0,5 N ... 23

3.3.5 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M ... 23

3.3.6 Larutan kloralhidrat ... 24

(10)

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 24

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 24

3.4.3 Penetapan kadar air ... 25

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air ... 25

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 26

3.4.6 Penetapan kadar abu Total ... 26

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 26

3.5 Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia Simplisia ... 27

3.5.1 Pemeriksaan glikosida ... 27

3.5.2 Pemeriksaan saponin ... 27

3.5.3 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 27

3.6 Pembuatan Ekstrak Teripang ... 28

3.7 Penyiapan Hewan Percobaan ... 29

3.8 Pengujian Aktivitas Antidiabetes ... 29

3.8.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% ... 29

3.8.2 Pembuatan aloksan 150 mg/kg BB ... 29

3.8.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol teripang (EET) 29 3.8.4 Pembuatan suspensi metformin dosis 65 mg/kg BB 29

3.8.5 Pembuatan suspensi glibenklamid 0,65 mg/kg BB .. 30

3.8.6 Penyiapan hewan uji yang hiperglikemia ... 30

3.8.7 Penggunaan alat glukometer ... 30

3.8.8 Penentuan kadar glukosa darah (KGD) ... 30

3.8.9 Uji aktivitas antidiabetes dengan metode toleransi glukosa ... 31

(11)

3.9 Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 33

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 33

4.3 Hasil Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia ... 35

4.4 Hasil Uji Aktivitas Antidiabetes ... 35

4.4.1 Aktivitas antidiabetes dengan metode uji toleransi gl u k o s a ... 36

4.4.2 Aktivitas antidiabetes ekstrak etanol teripang (EET ) dengan metode induksi aloksan ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakterisasi simplisia teripang ... 34

4.2 Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia serbuk simplisi a

teripang Pearsonothuria Graeffei ... 35

4.3 Data persentase penurunan KGD mencit pada uji toleransi glukosa 36

4.4 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu

setelah diberi perlakuan ... 38

4.5 Hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar kelompok

setelah diberi perlakuan ... 39

4.6 Hasil selisih (delta) KGD rata -rata mencit setelah diber i

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Skema kerangka pikir penelitian ... 5

2.1 Teripang Pearsonothuria Graeffei ... 6

4.1 Grafik hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu

setelah diberi perlakuan ... 38

4.2 Grafik hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar kelompok

setelah diberi perlakuan ... 40

4.3 Grafik hasil selisih (delta) KGD rata-rata mencit setelah

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Identifikasi sampel ... 48

2. Karakteristik teripang pearsonothuria graeffei ... 49

3. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia teripang ... 51

4. Bagan alur pembuatan ekstrak teripang ... 52

5. Bagan alur pengukuran KGD mencit ... 53

6. Bagan alur pengujian efek penurunan KGD mencit diinduksi aloksan ... 54

7. Alat pengukur glukosa darah ... 55

8. Perhitungan hasil penetapan kadar air serbuk simplisi a teripang ... 56

9. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut air serbu k simplisia teripang ... 57

10. Perhitungan hasil penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia teripang ... 58

11. Perhitungan hasil penetapan kadar abu total serbuk simplisia teripang ... 59

12. Perhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia teripang ... 60

13. Contoh perhitungan dosis ... 61

14. Data pengukuran KGD mencit metode induksi aloksan ... 64

15. Data persen penurunan KGD mencit antar individu ... 69

16. Data persen penurunan KGD mencit antar kelompok ... 74

17. Data hasil selisih (delta) KGD rata -rata m encit yan g diinduksialoksan ... 76

(15)

19. Signifikansi persentase penurunan rata-rata mencit antar

individu setelah diinduksi aloksan ... 82

20. Signifikansi persentase penurunan rata-rata mencit antar

i n d i v i d u setelah diinduksi aloksan ... 83

21. Signifikansi selisih (delta) KGD rata-rata mencit yang diinduksi

aloksan ... 84

(16)

KARAKTERISASI DAN UJI EFEK EKSTRAK ETANOL TERIPANG JENIS Pearsonothuria graeffei (Semper) TERHADAP PENURUNAN

KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN

ABSTRAK

Teripang banyak ditemukan di perairan Indonesia, salah satunya jenis Pearsonothuria graeffei. Masyarakat mengkonsumsi teripang sebagai bahan pangan dan belum digunakan sebagai bahan obat. Kandungannya adalah triterpenoid saponin, glikolipid dan kondroitin sulfat. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui karakterisasi simplisia, pemeriksaan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak etanol dan uji efek antidiabetes teripang Pearsonothuria graeffei.

Hasil karakterisasi simplisia teripang terhadap kadar air 9,47 %, kadar sari larut air 36,56 %, kadar sari larut etanol 24,01 %, kadar abu total 28,75 %, dan kadar abu tidak larut asam 3,66 %. Mikroskopik serbuk simplisia yakni spikula bentuk kancing (buttons), spikula dari tentakel dan spikula bentuk meja semu (pseudo-tables). Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia teripang mengandung glikosida, saponin dan triterpenoid/steroid.

Pada uji toleransi glukosa sebagai pembandingnya glibenklamid 0,65 mg/kg BB. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, terdiri dari 25 ekor. Dengan pemberian dosis ekstrak etanol teripang 200, 400, 600 mg/kg BB, kontrol negatifnya adalah natrium carboxyl metyl cellulosa 0,5% b/v dosis 1% BB. Pengukuran kadar gula darah mencit pada menit ke-30, 60, 90 dan 120. Pada uji aloksan sebagai penginduksi, pembandingnya adalah metformin 65 mg/kg BB. Pengelompokan hewan uji, dosis ekstrak etanol teripang dan kontrol negatif sama dengan uji toleransi glukosa. Mencit diinduksi aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB secara peritoneal. Setiap kelompok uji diberikan sediaan uji secara per oral selama 15 hari berturut-turut dan dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-3, 6, 9, 12, 15.

Hasil analisis ANOVA uji Tukey HSD pemberian ekstrak etanol teripang dosis 200, 400, 600 mg/kg BB memberikan persentase penurunan kadar glukosa darah yang sama secara signifikan dengan pembanding glibenklamid 0,65 mg/kg BB pada uji toleransi glukosa. Pada uji induksi aloksan, pemberian ekstrak etanol teripang dengan dosis 200, 400 dan 600 mg/kg BB memberikan persentase penurunan yang sama secara signifikan dengan metformin dosis 65 mg/kg BB. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei memberikan penurunan kadar glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan.

(17)

CHARACTERIZATION AND EXAMINING EFFECT OF ETHANOL EXTRACT OF SEA CUCUMBER Pearsonothuria graeffei (Semper)

DECREASING MICE BLOOD GLUCOSE LEVELS BY ALLOXAN INDUCTION

ABSTRACT

Sea cucumbers are mostly found in the ocean of Indonesia, one of them is Pearsonothuria graeffei. Indonesia people commonly consume sea cucumber but unfamiliar using for medication. Chemical compounds of this sea cucumber are triterpenoid saponin, glycolipid, and chondroitin sulfates. The purpose of this research was characterizing, screening chemical compounds, extracting simplisia and examining the effect of ethanol extract of Pearsonothuria graeffei (Semper,1868).

Th f ch c c f c c ’ n content 9.47%, water soluble extract concentration 36.56%, ethanol soluble extract concentration 24.01%, total ash content 28.75%, insoluble ash content in acid 3.66%. The result of microscopic simplicia sea cucumber has spicules button type, spicules from tentacles, and pseudo-tables of body wall. The result of simplisia screening presents glycosides, saponin and triterpenoid/steroid.

The oral glucose tolerance test was using glibenclamid 0.65 mg/kg BW as a positive control. 25 mice were alienated into 5 groups that are ethanol extract of sea cucumber dose 200; 400; 600 mg/kg BW, natrium carboxyl metil cellulosa 0.5% b/v dose 1% BW as a control negative then the measurement of the blood glucose level on ’; ’; ’ nd ’ The research continues with diabetic mice that induced by alloxan dose 150 mg/kg BW intraperitoneal. Metformin dose 50 mg/kg BW as a positive control. The diabetic mice were randomly divided into five treatment groups correspond to the oral glucose tolerance test then all mice in the groups were measured the blood glucose level on day 3; 6; 9; 12; and 15.

The result of ANOVA analysis Tukey HSD test, ethanol extract of sea cucumber dose 200; 400; 600 mg/kg BW increase the percentage blood glucose level significantly compared with glibenclamid 0.65 mg/kg BW. On alloxan induction test, ethanol extract of sea cucumber 200; 400 and 600 mg/kg BW increase the percentage blood glucose level significantly compared with metformin dose 65 mg/kg BW. The result of this research was ethanol extract of sea cucumber Pearsonothuria graeffei (Semper,1868) able to decrease mice blood level induced by alloxan.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teripang atau timun laut (Sea Cucumber) termasuk dalam filum

Echinodermata yang merupakan salah satu biota laut yang banyak ditemukan di

perairan Indonesia, sebab secara geografis perairan Indonesia terletak di antara

Samudera Pasifik dan Samudera Hindia merupakan habitat terbaik untuk hewan

teripang (Conand dan Byrne, 1993). Teripang adalah hewan tidak bertulang

dengan tubuh berbentuk silinder memanjang dengan mulut dan anus terletak di

ujung poros berlawanan yaitu mulut di anterior dan anus di posterior, di sekitar

mulut teripang terdapat tentakel yang digunakan sebagai penangkap makanan

(Wibowo, et al., 1997).

Pada tahun 2004, Indonesia mengekspor teripang ke Malaysia dan juga ke

Cina untuk memenuhi 37% kebutuhan teripang di sana. Hal ini dikarenakan

potensi teripang yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan sebagai produk

makanan kesehatan yang mengandung kandungan protein dan kolagen yang

sangat tinggi. Selain itu, penggunaan teripang sudah dikenal sejak 300 tahun lalu

pada masyarakat pulau Langkawi di Semenanjung Malaya digunakan sebagai

antiseptik tradisional. Biasanya air sari teripang diminumkan kepada wanita

sehabis melahirkan untuk menghentikan pendarahan dan mempercepat proses

penyembuhan luka khitan pada anak laki-laki masyarakat tersebut (Karnila,

(19)

Daerah Sulawesi Selatan (Makassar) yang merupakan salah satu penghasil

dan pengekspor teripang utama di Indonesia. Macam-macam teripang yang

terdapat di Makassar adalah Actinopyga echinites, Actinopyga mauritiana,

Bohadschia argus, Holothuria scabra, Stichopus hermanni, Thelenota ananas dan

Pearsonothuria graeffei. Penggunaan teripang di Indonesia adalah untuk komoditi

ekspor sub sektor perikanan yang cukup potensial dan bahan pangan oleh

masyarakat setempat. Padahal, teripang tidak semata-mata untuk bahan makanan

tetapi telah diteliti memiliki aktifitas farmakologi yang digunakan untuk

pengobatan. Salah satu teripang yang memiliki manfaat untuk pengobatan adalah

Pearsonothuria graeffei (Lovatelli, et al., 2004).

Pearsonothuria graeffei atau disebut juga teripang bintik hitam yang

dibudidayakan di Sulawesi Selatan (Makassar) berkhasiat sebagai antikanker

karena memiliki kandungan glikosida triterpene sulfat yaitu holothurin A (HA)

dan 24-dehydroechinoside A (DHEA). Selain HA dan DHEA, kandungan lain

dari teripang ini yaitu triterpenoid saponin, glikolipid, dan kondroitin sulfat

(Bordbar, et al., 2011). Menurut penelitian, senyawa triterpenoid saponin

memiliki efek hipoglikemik (Burdi, et al., 2014) serta saponin yang mampu

mencegah komplikasi diabetes (Elekofehintini, et al., 2013). Hal ini diperkuat

dengan penelitian yang menyatakan bahwa pemberian serbuk teripang (Stichopus

variegatus) dapat menurunkan kadar glukosa darah dari tikus putih jantan yang

telah diinduksi aloksan (Fitriah, et al., 2013).

Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti tertarik untuk menguji

pengaruh ekstrak etanol dari teripang Pearsonothuria graeffei terhadap penurunan

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dari penelitian

ini adalah:

a. apakah karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper,

1868) yang diteliti memenuhi persyaratan mutu simplisia secara umum?

b. apakah golongan senyawa kimia yang terkandung dari simplisia teripang

Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)?

c. apakah ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)

memberikan efek penurunan kadar glukosa darah mencit dengan

menggunakan metode induksi aloksan?

1.3Hipotesis

Berdasarkan latar belakang di atas maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)

memenuhi persyaratan mutu simplisia secara umum.

b. kandungan yang terdapat dalam simplisia etanol teripang Pearsonothuria

graeffei (Semper,1868) adalah glikosida, saponin dan triterpenoid/steroid.

c. ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868)

memberikan efek penurunan kadar glukosa darah mencit dengan

(21)

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. mengetahui karakteristik simplisia teripang Pearsonothuria graeffei

(Semper, 1868) yang diteliti memenuhi persyaratan mutu simplisia secara

umum.

b. mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia

teripang Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868).

c. mengetahui efek ekstrak etanol teripang Pearsonothuria graeffei (Semper,

1868) secara ilmiah terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit

dengan menggunakan metode induksi aloksan.

1.5Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka manfaat dari penelitian ini adalah:

a. memberi informasi bagi masyarakat tentang manfaat dari teripang jenis

Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868).

b. meningkatkan pemanfaatan biota laut terutama teripang.

(22)

1.6Kerangka Pikir Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel

terikat. Sebagai variabel bebas yaitu suspensi Na-CMC dosis 1% BB, EET

Pearsonothuria graeffei dosis 200, 400, 600 mg/kg BB, suspensi metformin 65

mg/kg BB, waktu pengamatan dan sebagai variabel terikat adalah penurunan

kadar glukosa darah mencit seperti yang di tunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian

EET 200 mg/kg BB EET 400 mg/kg BB EET 600 mg/kg BB

Penurunan Kadar Glukosa

Darah Mencit

Kadar Glukosa Darah Mencit Kontrol Negatif

Suspensi Na-CMC 1% BB

Kontrol Positif Suspensi Metformin

65 mg/kg BB

Waktu Pengamatan

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Hewan

Teripang atau timun laut (Sea Cucumber) termasuk dalam filum

Echinodermata yang merupakan salah satu biota laut yang banyak ditemukan di

perairan Indonesia, sebab secara geografis perairan Indonesia terletak di antara

Samudera Pasifik dan Samudera Hindia merupakan habitat terbaik untuk hewan

teripang (Conand dan Byrne, 1993). Teripang adalah hewan tidak bertulang

belakang dengan tubuh berbentuk silinder. Bentuk tersebut menyerupai mentimun

sehingga teripang dikenal dengan nama mentimun laut (sea cucumber) (Martoyo,

et al., 2006). Teripang Pearsonothuria graeffei berwarna krim sampai cokelat

dengan banyak bintik berwarna hitam. Tubuhnya memanjang dibagian perut

dengan lipatan melintang. Terdapat 23-28 tentakel pada mulut bagian depan.

Permukaan anus tidak terdapat gigi ataupun papila. Permukaan punggung (dorsal)

dan perut (ventral) tampak kasar (Conand, et al., 2012). Gambar teripang

Pearsonothuria graeffei dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(24)

2.1.1 Sistematika hewan

Determinasi/identifikasi sampel teripang di Pusat Penelitian Oseanografi

LIPI, dengan hasil sebagai berikut:

Filum : Echinodermata

Kelas : Holothuroidea

Ordo : Aspidochirotida

Famili : Holothuriidae

Genus : Pearsonothuria

Spesies : Pearsonothuria graeffei (Semper, 1868).

2.1.2 Habitat

Teripang dapat ditemukan hampir di seluruh perairan pantai di Indonesia,

mulai dari daerah pasang-surut yang dangkal sampai perairan yang lebih dalam.

Teripang lebih menyukai perairan yang jernih dan airnya relatif tenang.

Umumnya, masing-masing jenis teripang mempunyai habitat yang spesifik, ada

jenis teripang yang hidup berkelompok dan ada pula yang hidup soliter (sendiri).

Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang yang jernih, bebas dari

polusi, air relatif tenang dengan kualitas air cukup baik. Habitat ideal bagi

teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33 % yang memiliki kisaran pH

6,5-8,5; kecerahan air 50-150 cm; kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air

laut 20-25O C (Widodo, 2012).

Penyebaran teripang di Indonesia sangat luas. Beberapa daerah penyebaran

antara lain meliputi perairan pantai Madura, Bali, Lombok, Aceh, Bengkulu,

Bangka, Riau, Belitung, Kalimantan (Barat, Timur dan Selatan), Maluku, Timor,

(25)

(Makassar) yang merupakan salah satu penghasil dan pengekspor teripang utama

di Indonesia. Macam-macam teripang yang terdapat di Makassar adalah

Actinopyga echinites, Actinopyga mauritiana, Bohadschia argus, Holothuria

scabra, Stichopus hermanni, Thelenota ananas dan Pearsonothuria graeffei

(Lovatelli, et al., 2004). Habitat dari Pearsonothuria graeffei yaitu terumbu

karang, lereng terumbu, di perairan dangkal pada kedalaman 0 dan 25 meter

(Conand, et.al., 2012).

2.1.3 Morfologi

Teripang memiliki mulut dan anus yang terletak di ujung poros

berlawanan, yaitu mulut di anterior dan anus di posterior, disekitar mulut teripang

terdapat tentakel yang dapat dijulurkan dan ditarik dengan cepat (Karnila, 2011).

Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata).

Namun, tidak semua jenis teripang mempunyai duri kulitnya. Ada beberapa jenis

teripang yang tidak berduri. Duri-duri pada teripang tersebut sebenarnya

merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari zat kapur dan terletak di dalam

kulitnya. Rangka dari zat kapur tersebut tidak dapat dilihat dengan mata biasa.

Oleh karena sangat kecil, rangka baru bisa dilihat dengan bantuan mikroskop

(Martoyo, et al., 2006).

Ukuran teripang Pearsonothuria graeffei kering adalah sekitar 15 cm.

Duri-duri pada teripang Pearsonothuria graeffei dapat dilihat menggunakan

mikroskop dengan bentuk batang, rossete (20-90 µm), pseudo-tables (30-50 µm)

(26)

2.1.4 Manfaat teripang

Penggunaan teripang sudah dikenal sejak 300 tahun lalu pada masyarakat

pulau Langkawi di Semenanjung Malaya digunakan sebagai antiseptik tradisional.

Biasanya air sari teripang diminumkan kepada wanita sehabis melahirkan untuk

menghentikan pendarahan dan mempercepat proses penyembuhan luka khitan

pada anak laki-laki masyarakat tersebut (Karnila, 2011). Masyarakat umumnya

masih melakukan pengolahan tradisional, yaitu teripang dimanfaatkan sebagai

bahan pangan baik dalam bentuk basah maupun dalam bentuk makanan olahan

seperti bakso dan capcay. Sejarah bangsa Cina diketahui penggunaan teripang

sebagai sumber nutrisi, untuk mengatasi gangguan ginjal, menjaga sistem

reproduksi, mengatasi kelelahan, impotensi dan konstipasi. Sejak tahun 1990,

teripang (sea cucumber) diketahui sebagai salah satu sumber kondroitin sulfat

atau disebut juga sea chondroitin yang berguna untuk mengurangi nyeri akibat

rematik saperti rhematoid arthritis atau osteoathirits (Sendih dan Gunawan, 2006).

Pearsonothuria graeffei atau disebut juga teripang bintik hitam yang

dibudidayakan di Sulawesi Selatan (Makassar) berkhasiat sebagai antikanker

karena memiliki kandungan glikosida triterpene sulfat yaitu holothurin A (HA)

dan 24-dehydroechinoside A (DHEA). Selain HA dan DHEA, kandungan lain

dari teripang ini yaitu triterpenoid saponin, glikolipid, dan kondroitin sulfat

(Bordbar, et al., 2011). Pemberian serbuk teripang Stichopus variegatus diteliti

memiliki aktivitas antidiabetik dan meningkatkan superoxide dismutase yang

mampu menurunkan kadar gula darah tikus hiperglikemik yang diinduksi aloksan

(Fitriah, et al., 2013) karena teripang Stichopus variegatus memiliki senyawa

(27)

2.1.5 Kandungan senyawa kimia teripang

a. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida dan glikosida steroida

yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat

dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel

darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang

mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam

glukuronat (Harborne, 1987).

Larutan yang sangat encer dari saponin sangat beracun untuk ikan, dan

tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan dan

beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal dua jenis saponin yaitu

glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang

mempunyai rantai samping spirorektal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air

dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya disebut sapogenin diperoleh

dengan hidrolisis dalam suasan asam atau hidrolisis memakai enzim, dan tanpa

bagian gula ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol lain (Robinson, 1995).

Hasil laporan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa saponin merupakan

komponen bioaktif yang memberikan manfaat seperti antidiabetes,

antihiperlipidemia, dan menghambat lipid peroxida. Jadi saponin dapat

menghambat aktivitas radikal bebas dengan memberikan elektron atau atom

hidrogen untuk menginaktifasi radikal bebas. Saponin juga dapat meningkatkan

antioksidan enzim seperti superoxide dismutase (SOD) dan catalase (CAT).

Dimana SOD merupakan enzim antioksidan yang memberikan pertahanan pada

(28)

H2O2 dan molekul oksigen. Peningkatan aktivitas SOD menunjukkan aktivitas

katalase dimana katalase mengkatalisis hidrogen peroksida dan melindungi

jaringan dari radikal hidrogen. ROS merupakan penyebab utama diabetes dengan

mengambil elektron dari tubuh. Dengan meningkatnya SOD dan CAT, regulasi

ROS akan meningkat pula sehingga mengurangi resiko penyakit kronis seperti

diabetes (Elekofehintini, et al., 2013).

b. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik

yaitu skualena. Triterpenoid dapat dibagi atas empat golongan yaitu triterpenoid

sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpena atau steroid yang

terutama terdapat sebagai glikosida. Triterpenoid merupakan senyawa yang tidak

berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan optik aktif yang umumnya

sukar dicirikan karena tidak mempunyai kereaktifan kimia (Harborne, 1987).

Menurut Farnswoth (1966), penambahan pereaksi Liebermann-Burchard

memberikan warna biru atau biru hijau untuk steroid saponin dan memberikan

warna merah, pink, atau ungu jika pada sampel yang memiliki senyawa

triterpenoid saponin.

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan

asal dengan menggunakan pelarut. Umumnya zat berkhasiat tersebut dapat ditarik,

namun khasiatnya tidak berubah. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan

(29)

dari zat-zat yang tidak dibutuhkan, agar lebih mudah digunakan (kemudahan

diabsorpsi, rasa dan pemakaian) dan disimpan dibandingkan simplisia asal dan

tujuan pengobatannya terjamin. Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu

sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati

atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan (Depkes RI, 1995).

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa

cara yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam

simplisia tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokkan

atau pengadukkan pada temperatur kamar sedangkan remaserasi

merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

terjadi penyarian sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya

dilakukan pada temperatur kamar (Ditjen POM, 2000). Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

(30)

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet,

dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian

jatuh membasahi dan merendam sampel dalam tabung soklet dan setelah

pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi setelah

melewati pipa sifon, demikian berulang-ulang (Ditjen POM, 2000).

3. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-50o C (Ditjen POM, 2000).

4. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisa

nabati dengan air pada suhu 90o C selama 15 menit (Depkes RI, 1979).

5. Dekok

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia

nabati dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dengan

temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Diabetes melitus

Diabetes melitus adalah sekelompok sindrom yang ditandai dengan

hiperglikemia; perubahan metabolisme lipid, karbohidrat dan protein; peningkatan

penyakit pembuluh darah. Hampir semua bentuk diabetes melitus disebabkan oleh

menurunnya konsentrasi insulin dalam sirkulasi (defisiensi insulin) dan

(31)

Diabetes Melitus ditandai oleh poliuri, polidipsi, dan polifagi disertai

n n k n k d k d h h k k ≥ /dL

atau postpandial ≥ /dL k w k ≥ /dL

Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak

dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan metabolismenya juga

terganggu. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dimakan

mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi

glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Sebenarnya hiperglikemia

sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi

hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang berbahaya ialah glikosuria yang

timbul karena glukosa bersifat diuretik osmotik sehingga diuresis sangat

meningkat disertai kehilangan elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya

dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada pasien DM yang tidak diobati. Karena

adanya dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum

(polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang dieksresi.

Polifagia timbul karena perangsangan pusat nafsu makan di hipotalamus oleh

kurangnya pemakaian glukosa di kelenjar itu (Suherman dan Nafrialdi, 1995).

2.3.1 Jenis-jenis diabetes melitus

a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan

dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes tipe 1 tersebut sangat

lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang

dewasa, khususnya yang non-obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika

(32)

katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi,

glukagon plasma meningkat dan sel-sel beta pankreas gagal merespons semua

stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen

untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis dan menurunkan

hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2002).

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari

bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi

kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk

mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar

kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya

jaringan. Obesitas, yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja

insulin merupakan faktor resiko yang biasa tejadi pada diabetes tipe ini, dan

sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk.

Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah

terbukti terjadi pada sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 telepas dari

berat badan, adalah terjadi pula suatu defisiensi respons sel beta pankreas terhadap

glukosa. Baik resistensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respons sel

beta terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatnya hiperglikemia,

dan kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuver-manuver terapik

yang mengurangi hiperglikemia tersebut (Katzung, 2002).

2.3.2 Insulin

Insulin merupakan suatu protein berukuran kecil dengan berat molekul

(33)

rantai (A dan B) yang dihubungkan dengan jembatan disulfida. Insulin dirilis dari

sel beta pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan rendah dan pada keadaan

stimulasi sebagai respon terhadap berbagai stimulus, khususnya glukosa dengan

suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Mekanisme stimulasi rilis insulin adalah

hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga

menutup kanal kalium yang tergantung pada ATP. Penurunan arus ke luar dari

kalium melalui kanal tersebut menyebabkan depolarisasi sel beta dan terbukanya

kanal kalsium yang tergantung voltase (voltage-gated). Hasil peningkatan

kalsium intraseluler memicu sekresi hormon tersebut (Katzung, 2002).

Kerja insulin mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.

Insulin menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan;

menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif; menaikkan pembentukkan

glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen;

menstimulasi pembentukkan protein dan lemak dari glukosa. Semua proses ini

menyebabkan kadar glukosa darah menurun akibat pengaruh insulin. Dalam

jaringan lemak dan hati insulin merangsang pengambilan asam lemak bebas yang

selanjutnya disimpan dalam bentuk trigliserida (lemak cadangan). Selain itu

insulin sebaliknya bekerja memobilisasi lemak dan penguraian lemak (lipolisis).

Kerja insulin lainnya ialah menaikkan pengambilan ion kalium ke dalam sel dan

menurunkan kerja katabolik glukokortikoid dan hormon kelenjar tiroid

(Mutschler, 1991).

2.3.3 Antidiabetika oral

Insulin sebagai polipeptida hanya dapat diberikan secara parenteral.

(34)

penderita diabetes. Sehubungan dengan itu, kemajuan yang berarti diperoleh, pada

saat turunan sulfonilurea dan turunan biguanida yag dapat dipakai secara oral

telah digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Walaupun demikian,

berdasarkan pengalaman sampai saat ini, dan sebagian karena efek samping yang

serius maka seharusnya pemakaian antidiabetika oral pada pokoknya lebih

dikurangi daripada sebelumnya. Obat-obat ini hanya diindikasi jika tidak terdapat

diabetes tipe 1; tindakan diet tidak cukup; tidak perlu diberikan insulin sebagai

pengganti antidiabetika oral.

a. Sulfonilurea

Mekanisme kerjanya membebaskan insulin yang dapat dimobilisasi dari

sel beta pankreas dan pada saat yang sama memperbaiki tanggapan terhadap

rangsang glukosa fisiologik. Ini berarti bahwa obat ini hanya berkhasiat jika

produksi insulin tubuh sendiri paling kurang sebagian masih bertahan atau dengan

kata lain obat ini tidak berkhasiat jika tidak ada produksi insulin. (Mutschler,

1991). Contoh antidiabetika oral kelompok sulfonamida adalah golongan pertama

adalah tolbutamid, asetoheksamida, tolazamida dan klorpropamida. Generasi

kedua adalah gliburida (glibenklamida), glipizida, gliklazida dan glimepirid yang

lebih kuat dibandingkan senyawa sebelumnya (Goodman dan Gilman, 2006).

Kontraindikasi, sulfonilura tidak dapat diberikan pada diabetes tipe 1, pada

asetonuria parah, pada prakoma dan koma diabetik, pada gangguan fungsi ginjal

yang parah dan semua dekompensasi metabolisme dalam penyakit infeksi, operasi

dan tekanan-tekanan lain. Demikian juga pada saat kehamilan dianjurkan untuk

(35)

b. Biguanide

Metformin, fenformin dan buformin merupakan obat antidiabetes

golongan ini. Metformin jarang menyebabkan komplikasi asidosis laktat sehingga

masih bisa diresepkan namun dengan tindakan hati-hati. Metformin bersifat

antihiperglikemia bukan hipoglikemia yang tidak menyebabkan pelepasan insulin

dari pankreas dan tidak menyebabkan hipoglikemia bahkan dalam dosis besar

(Goodman dan Gillman, 2006). Biguanida paling sering diresepkan pada pasien

dengan obesitas yang hipeglikemianya disebabkan oleh kerja insulin yang tidak

efektif. Oleh karena metformin merupakan agen hemat-insulin dan tidak

meningkatkan berat badan atau menyebabkan hipoglikemia. Maka, metformin

menawarkan keuntungan yang melebihi insulin dan sulfonilurea untuk mengobati

hiperglikemia pada pasien (Katzung, 2002).

Mekanisme kerja dari metformin yaitu berpindahnya metformin menuju ke

sel hati melalui transporter OCT1 yang akan menghambat respirasi mitokondria

(complex 1) dan menyebabkan kurangnya energi di dalam sel sehingga

menghambat glukoneogenesis di hati. Hal ini terjadi dengan 2 cara yaitu pertama,

dengan bekurangnya ATP menyebabkan meningkatkan konsentrasi AMP yang

diduga berkontribusi menghambat proses glukoneogenesis (karena berkurangnya

ATP). Kedua, peningkatan AMP ini merupakan mediator kunci signal yang

bertujuan menghambat signal cAMP-PKA melalui adenilat siklase, menghambat

FBPase (kunci dari enzim glukoneogenesis), dan menghambat sintesis kolesterol

(36)

c. Penghambat alfa-glucosidase

Penghambat glucosidase merupakan penghambat kompetitif

alfa-glucosidase usus yang dapat memecah oligosakarida atau disakarida menjadi

monosakarida dan diserap duodenum dan jejenum menuju ke dalam aliran darah.

Akibat klinis hambatan enzim adalah untuk meminimalkan pencernaan pada usus

bagian atas dan menunda pencernaan (dan juga absorpsi) zat tepung dan

disakarida yang masuk pada usus kecil bagian distal, sehingga menurunkan

glikemik setelah makan sebanyak 45-60 mg/dL dan menciptakan suatu efek

hemat-insulin. Contoh agen penghambat alfa-glukosidase adalah miglitol dan

akarbose (Katzung, 2002).

2.3.4 Aloksan

Aloksan (2, 4, 5, 6-tetraoxypyrimidine; 5,6-dioxyuracil) disintesis dengan

oksidasi asam urat yang dimana efeknya pada kelinci terjadi nekrosis tertentu dari

pulau pankreas. Sehingga aloksan digunakan untuk hewan model insulin

dependen diabetes mellitus. Aloksan diberikan secara parenteral: intravena,

intraperitonial atau subkutan. Dosis intravena Aloksan untuk menjadikan tikus

diabetes adalah 65 mg/kg BB (Gruppuso, et al., 1990, Boylan, et al., 1992).

Ketika aloksan diberikan intraperitonial dan subkutan dosis efektif harus 2-3 kali

lebih tinggi. Dosis intraperitoneal dibawah 150 mg/kg BB mungkin ticak cukup

untuk mendorong diabetes pada tikus (Katsumata, et al., 1992, 1993).

2.3.5 Mekanisme aloksan

Aloksan meningkatkan pengeluaran insulin tiba-tiba, pelepasan insulin

akibat aloksan dikarenakan respon dari penekanan pulau Langerhans. Penyerapan

(37)

Selain itu, aloksan dapat mereduksi dan mengurangi kerja dari gluthathione

(GSH) dan protein bound sulfhydryl (-SH) grup. Aloksan tereduksi menjadi asam

dialurik dan kemudian teroksidasi membentuk reactive oxygen species (ROS) dan

superoxide radicals dan dengan adanya H2O2 yang berasal dari superoxide

dismutase (SOD) dan besi sehingga menghasilkan radikal hidroksil yang reaktif.

ROS diperbaiki oleh ADP-ribosylation. ROS dapat merusak DNA pankreas dan

menginaktivasi kerja dari enzim antioksidan seperti superoxide dismutase,

catalase. Selain itu, aloksan meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ bebas di sel beta.

Masuknya kalsium ke dalam sel beta dikarenakan oleh aloksan untuk

mendepolarisasi pankreas sel beta yang lebih terbuka tergantung saluran kalsium

dan meningkatkan masuknya kalsium ke dalam sel pankreas. Peningkatan ion

Ca2+ disertai ROS dapat menyebabkan kerusakan sel beta pulau pankreas (Rohilla

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental meliputi

pengumpulan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, pemeriksaan

karakteristik simplisia, pemeriksaan golongan senyawa kimia simplisia,

pembuatan ekstrak etanol teripang, penyiapan hewan percobaan, pengujian efek

ekstrak teripang Pearsonothuria graeffei terhadap penurunan kadar glukosa darah

(KGD) mencit dengan metode induksi aloksan. Data hasil penelitian dianalisis

dengan metode analisis variasi (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95%

dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan

menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium

Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari

sampai Mei 2015.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi lemari pengering,

blender (Philip), oven (Memmert), neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan

(GW-1500), mikroskop, desikator, penangas air, rotary evaporator (Heidolph WB

2000), Glucometer (GlucoDrTM) dan Glucotest strip (GlucoDrTM strip test),

magnetic stirer, spuit, oral sonde, mortir dan stamfer, alat-alat gelas dan alat

(39)

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah teripang (Pearsonothuria

graeffei). Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa kecuali dinyatakan

lain adalah kloral hidrat, toluen, kalium iodida, bismuth nitrat, asam nitrat,

d α-naftol, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, serbuk seng, serbuk

magnesium, asam asetat anhidrida, isopropanol, natrium hidroksida, asam klorida

pekat, asam sulfat pekat, kloroform, n-heksan, metanol, etanol 96% (teknis),

larutan fisiologis NaCl 0,9%, aloksan (Sigma Aldrich), metformin, glibenklamid,

Na-CMC dan air suling (teknis).

3.2 Penyiapan Sampel 3.2.1 Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan sampel dari daerah lain. Bahan penelitian adalah teripang

Pearsonothuria graeffei yang diperoleh dari pantai di pulau Barang Lompo

kecamatan ujung tanah sebelah barat kota Makassar.

3.2.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur,

Jakarta. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 48.

3.2.3 Pengolahan sampel

Teripang dibersihkan dari kotoran dengan cara mencuci di bawah air

mengalir hingga bersih, kemudian dipisahkan dari bagian dalam perut dan

(40)

atas wadah. Sampel dikeringkan di lemari pengering. Teripang yang sudah kering

ini disebut simplisia hewan. Kemudian simplisia itu diblender sampai menjadi

serbuk, ditimbang beratnya. Selanjutnya, simplisia disimpan dalam wadah plastik

di tempat yang terlindung dari cahaya.

3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.2 Larutan asam klorida 2 N

Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling

sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.3 Larutan asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling sampai

100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.4 Larutan asam nitrat 0,5 N

Sebanyak 3,4 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga

volume 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.3.5 Larutan timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon

(41)

3.3.6 Larutan pereaksi kloralhidrat

Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 71,43

ml air suling (Depkes RI, 1995).

3.3.7 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard

Asam sulfat pekat sebanyak 5 ml dicampurkan dalam 50 ml etanol 96%,

lalu ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut (Depkes

RI, 1995).

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air,

penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar

abu yang tidak larut dalam asam. Gambar karakteristik teripang dapat dilihat pada

Lampiran 2 halaman 49.

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna,

panjang, dan lebar dari teripang segar dan simplisia teripang Pearsonothuria

graeffei.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia teripang

Pearsonothuria graeffei dilakukan dengan cara sampel diletakkan di atas kaca

objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca

penutup kemudian diamati di bawah mikroskop. Gambar pemeriksaan

(42)

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Prosedur kerja:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, didestilasi selama 2 jam, kemudiaan toluen didinginkan selama 30

menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml

(WHO, 1998).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

kedalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15

menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes

perdetik sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan

dingin sampai suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna volume air

dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling

1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama,

dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering

dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa

(43)

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes

RI, 1995).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml etanol (95%) dalam labu bersumbat sambil sesekali

dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring.

Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata

yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot

tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%) dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 600°C. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

diudara (WHO, 1998).

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu dididihkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan

ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang

(44)

3.5 Pemeriksaan Golongan Senyawa Kimia Simplisia 3.5.1 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml

campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling (7:3),

direfluk selama 10 menit didinginkan dan disaring, pada 20 ml filtrat tambahkan

25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, diamkan selama 5 menit

lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, setiap kali dengan 20 ml campuran 3

bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P, pada sari yang

dikumpukan tambahkan natrium sulfat anhidrida P, disaring dan uapkan pada

suhu tidak lebih dari 50℃. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol P, dimasukkan 0,1

ml larutan dalam tabung reaksi, uapkan di atas penangas air, pada sisa tambahkan

2 ml air dan 5 tetes Molisch, ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat P, bila

terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan

gula (reaksi Molisch) (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik, terbentuk buih atau busa tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10

cm, pada penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N apabila buih tidak hilang

menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu

disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes

(45)

kecokelatan hingga ungu maka positif triterpenoid dan dari warna ungu menjadi

biru atau hijau maka positif steroid (Farnsworth, 1966).

3.6 Pembuatan ekstrak teripang

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan pelarut etanol 96%.

Cara kerja: Sebanyak 550 g serbuk teripang Pearsonothuria graeffei dibasahi

dengan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 jam, kemudian dimasukkan ke

dalam alat perkolator. Lalu dituang larutan penyari etanol 96% secukupnya

sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari diatasnya,

mulut tabung perkolator ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 24

jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir 1 ml tiap

menit. Perkolasi dihentikan setelah 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak

meninggalkan sisa (Ditjen POM, 1979). Selanjutnya ekstrak diuapkan dengan alat

rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental kemudian ekstrak dikeringkan

dengan freezedryer. Bagan alur pembuatan ekstrak teripang dapat dilihat pada

Lampiran 4 halaman 52.

3.7 Penyiapan hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit

sebanyak 25 ekor , dikelompokkan dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri

dari 5 ekor mencit. Sebelum pengujian, terlebih dahulu mencit dikondisikan

selama 1 minggu dalam kandang yang baik untuk menyesuaikan dengan

(46)

3.8. Pengujian Aktivitas Antidiabetes

3.8.1 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi ± 10 ml

air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh massa

yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air suling,

dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan volumenya

dengan air suling hingga garis tanda.

3.8.2 Pembuatan aloksan 150 mg/kg BB

Aloksan monohidrat 150 mg dilarutkan dalam larutan fisiologis NaCl

0,9% dalam labu tentukur 10 ml. Larutan selalu dibuat baru setiap pengujian.

Perhitungan aloksan dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 63.

3.8.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol teripang (EET)

Masing-masing ekstrak dibuat suspensi dengan Na-CMC 0,5% dengan

dosis yang berbeda, dosis 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB.

Masing-masing dosis ditimbang dan dicampurkan dengan Na-CMC 0,5% sampai

homogen hingga volume 10 ml. Perhitungan dosis suspensi EET dapat dilihat

pada Lampiran 13 halaman 63.

3.8.4 Pembuatan suspensi metformin dosis 65 mg/kg BB

Tablet Metformin digerus dan diambil sebanyak 70 mg, dimasukkan ke dalam

lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil

digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 ml. Perhitungan dosis

(47)

3.8.5 Pembuatan suspensi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg BB

Tablet Glibenklamid digerus dan diambil sebanyak 26 mg, dimasukkan ke

dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit

sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 ml. Perhitungan dosis

suspensi glibenklamid dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 62.

3.8.6 Penyiapan hewan uji yang hiperglikemia

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit yang sehat dan

dewasa sebanyak 25 ekor yang terlebih dahulu dikarantina selama 2 minggu untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ditimbang berat badan dan diukur

kadar gula darah puasa masing-masing mencit sebelum percobaan dilakukan.

3.8.7 Penggunaan alat glucometer

Alat yang digunakan untuk mengukur KGD adalah Glucometer Gluko

DrTM dengan menggunakan test strip yang bekerja secara enzimatis. Glucometer

ini secara otomatis akan hidup ketika test strip dimasukkan dan akan mati ketika

test strip dicabut. Kode nomor yang muncul pada layar dicocokkan dengan yang

ada pada vial Gluko DrTM test strip. Test strip yang dimasukkan pada glucometer

maka pada bagian layar akan tertera angka yang sesuai dengan kode test strip,

kemudian pada layar monitor glucometer muncul tanda akan siap diteteskan

darah. Dengan menyentuh setetes darah ke test strip melalui aksi kapiler. Ketika

wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur KGD.

3.8.8 Penentuan kadar glukosa darah (KGD)

KGD mencit yang dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi

minum) selama 10-16 jam sebelum percobaan diukur menggunakan glukometer

(48)

pembuluh darah vena, setelah ekor mencit didesinfektan dengan etanol 70%,

ujung ekor dipotong secara aseptik tetesan darah pertama dibuang, tetesan darah

berikutnya diserapkan pada test strip yang terselip pada alat. Ketika wadah pada

test strip terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur KGD. Bagan alur

pengukuran KGD mencit dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 53.

3.8.9 Uji aktivitas antidiabetes dengan metode toleransi glukosa

Uji pendahuluan dilakukan dengan metode tes toleransi glukosa oral

(TTGO) yaitu pemberian glukosa 50% dengan dosis 3 g/kg BB. Mencit sehat

yang sudah diaklimatisasi dipuasakan selama 10-16 jam kemudian ditimbang

berat badan dan diukur KGD. Mencit dibagi 5 kelompok masing–masing

kelompok 5 ekor.

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5% b/v dosis 1% kg BB

Kelompok II : suspensi EET dosis 200 mg/kg BB

Kelompok III : suspensi EET dosis 400 mg/kg BB

Kelompok IV : suspensi EET dosis 600 mg/kg BB

Kelompok V : suspensi Glibenklamid 0,65 mg/kg BB

Satu jam kemudian masing – masing kelompok diberi glukosa 50% dosis

3 g/kg BB, pada menit ke-30, 60, 90 dan menit ke 120 diukur KGD mencit.

Kemudian dari hasil KGD dianalisis.

3.8.10 Uji aktivitas antidiabetes dengan metode induksi aloksan

Mencit jantan sebanyak 25 ekor dengan berat badan 20-30 g yang telah

dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan KGD puasa, kemudian

masing-masing mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg BB secara

Gambar

Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.1. Teripang Pearsonothuria graeffei
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia teripang
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan golongan senyawa kimia serbuk simplisia Teripang Pearsonothuria graeffei
+7

Referensi

Dokumen terkait

PI]NGARUN &{R,{CIAN OTOT PAIIA DAN STIIIULASi. LISTRIX TERHADAT

Differences between regulatory provision and impairment of earning

al., 1999a,b , cloud water and rain water samples were collected at the Hachimantai mountain range in Akita Prefecture in northern Japan to obtain information on the mechanism of

3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana

There is no possibility to directly check the growth time necessary for the droplets to reach their equilibrium radius r 100 , because we cannot measure the NaCl nucleus size

3 Laporan Keuangan Publikasi triwulan 1 yang berakhir 31 maret 2011 yang disajikan sebagai informasi komparatif Laporan Keuangan Publikasi triwulan 1 yang berakhir 31 Maret

Fig. 18b shows that a substantial cumulus Cloud 2 grew up on the SE side of Band 1. This cloud formed over the along-track convergence region observed during the surface leg 20

Dengan cluster_n adalah banyaknya  cluster, center adalah matrix akhir pusat  cluster,