• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferrari) DAN PENGGEREK RANTING (Xylosandrus sp.) PADA PERTANAMAN KOPI DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI LAMPUNG BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferrari) DAN PENGGEREK RANTING (Xylosandrus sp.) PADA PERTANAMAN KOPI DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI LAMPUNG BARAT"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

DAMAGES CAUSED BY COFFEE BERRY BORER (Hypothenemus hampei Ferrari) AND TWIG COFFEE BORER (Xylosandrus sp.) ON COFFEE CULTIVATED IN AGROFORESTRY

SYSTEMS IN WEST LAMPUNG By

Suharyanto

The objective of this study was to examine and to compare percentages of crop damages caused by coffee berry borer (Hypothenemus hampei Ferrari) and twig coffee borer (Xylosandrus sp.) on coffee cultivated in two different agroforestry systems i.e complex vs simple agroforestry system. The study was conducted on July to October 2011 by observing small holder coffee fields in Talang Bodong, Sukajaya Village, District of Sumber Jaya, West Lampung. On each agroforesrtry system, five fields were surveyed to determine the damage percentages on coffee berry and plants caused by the two insect pests. Results of the survey showed that the practices of agroforestry systems influenceed the percentages of coffee berry damages on coffee fields.The damagein coffee crops at the complex agroforestry system were 81%, significantly lower compared to 91,8% in the simple

agroforestry system. The percentages of coffee berry borer damage, however were not significantly different (P value = 0,05). There was also no significant difference (P value = 0,05) between damages caused by the twig coffee borer and the scale insects in simple and complex agroforestry systems. Shade tree species diversity was negatively correlated (r = -0,87) with the intensity of coffee berry borer damage.

(2)

ABSTRAK

KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferrari) DAN PENGGEREK RANTING (Xylosandrus sp.) PADA PERTANAMAN KOPI DENGAN SISTEM

AGROFORESTRI DI LAMPUNG BARAT

Oleh Suharyanto

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dan membandingkan tingkat kerusakan tanaman kopi akibat serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) dan penggerek ranting (Xylosandrus sp.) pada dua sistem agroforestri kopi di Lampung Barat, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks. Pada masing-masing sistem yang diteliti, dilakukan survei terhadap lima hamparan tanaman kopi rakyat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – Oktober 2011 di Dusun Talang Bodong, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Hasil survei menunjukkan bahwa sistem agroforestri mempengaruhi tingkat serangan hama penggerek buah kopi pada pertanaman kopi. Tingkat serangan tanaman pada sistem agroforestri kompleks mencapai 81 %, sangat nyata lebih rendah daripada tingkat serangan tanaman pada agroforestri sederhana yang mencapai 91,8 %. Namun demikian, persentase kerusakan buah akibat serangan penggerek buah kopi pada agroforestri kompleks dan agroforestri sederhana tidak berbeda nyata (Nilai P = 0,05). Tingkat serangan hama

penggerek ranting dan kutu tanaman pada sistem agroforestri sederhana juga tidak berbeda nyata dengan sistem agroforestri kompleks (Nilai P = 0,05). Keragaman jenis pohon penaung berkorelasi negatif (r = -0,87) dengan intensitas kerusakan buah.

(3)

KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferrari) DAN PENGGEREK RANTING (Xylosandrus sp.) PADA PERTANAMAN KOPI DENGAN SISTEM

AGROFORESTRI DI LAMPUNG BARAT

SKRIPSI

Oleh

SUHARYANTO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferrari) DAN PENGGEREK RANTING (Xylosandrus sp.) PADA PERTANAMAN KOPI DENGAN SISTEM

AGROFORESTRI DI LAMPUNG BARAT (Skripsi)

Oleh SUHARYANTO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Layout transek pengamatan hamparan kopi. ... 19

2. Letak pemasangan transek percobaan pada hamparan kopi (A dan B). ... 19

3. Pengamatan penggerek buah kopi yang berasal dari buah pohon (A) dan Pengamatan penggerek buah kopi yang berasal dari buah tanah (B). ... 20

4. Pembelahan buah kopi yang diperoleh dari pengamatan ekstensif. ... 20

5. Tutupan kanopi pohon penaung pada hamparan tanaman kopi yang diplotkan pada kertas millimeter. ... 22

6. Jenis tanaman kopi klon robusta yang disurvei. ... 58

7. Sistem agroforestri sederhana pada tanaman kopi di Kecamatan Sumber Jaya Kab. Lampung Barat. ... 58

8. Sistem agroforestri kompleks pada tanaman kopi di Kecamatan Sumber Jaya Kab. Lampung Barat. ... 59

9. Tanaman kopi yang terserang oleh kutu tempurung hijau (Coccus viridis). ... 59

10.Tanaman kopi yang terserang dengan penggerek ranting. ... 60

(7)

DAFTAR ISI

2.3.1. Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferrari) ... 11

2.3.2. Penggerek ranting (Xylosandrus sp.) ... 13

2.3.3. Kutu tanaman (Coccus viridis) ... 14

2.3.4. Penggerek Batang Kopi (Zeuzera coffeae) ... 16

(8)

3.3.Pengamatan Intensitas Penaungan ... 22 3.4.Analisis Data ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tingkat Serangan Hama PBKo ... 24 4.2. Tingkat Serangan Hama Penggerek Ranting ... 27 4.3. Tingkat Serangan Hama Kutu Tanaman ... 28 4.4. Hubungan antara Tutupan Kanopi dan Tingkat Serangan

PBKo ... 29

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 33 5.2 Saran ... 33

(9)
(10)

DAFTAR PUSTAKA

AEKIa. 2011. Realisasi Ekspor Berdasarkan Jenis Kopi Tahun 2010. Tersedia dihttp://www.aekiaice.org/images/stories/stat2011/realisasi_ekspor_berdas arkan_jenis_kopi pdf. Diakses tanggal 15 September 2011.

AEKIb. 2011. Realisasi Ekspor Kopi Daerah Lampung Tahun 2010. Tersedia dihttp://www.aeki-aice.org/images/stories/pdf/databpd/lampung_2010.pdf. Diakses tanggal 01 Agustus 2011.

Afandi. 2004. Benchmark Description : Benchmark an Window Level

Information. Progres Report CSM-BGBD Project. Universitas Lampung (Unpublished). 35 hlm.

Badan Pusat Stastistik Kabupaten Lampung Barat. 2010. Lampung Barat Dalam Angka 2010. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lampung Barat. 220 hlm.

Badan Standarisasi Nasional, 2008. Standar Mutu Biji Kopi.Tersedia di

http://www.ditjenbun.deptan.go.id/perbenpro/images/Pdf/snibijikopi.pdf. Di akses tanggal 02 Agustus 2011.

De Foresta, H. and G. Michon, 1997.The agroforest alternative to imperata grasslands: when msmallholder agriculture and forestry reach sustainability. Agroforestry Systems. 36, (1-3) : 05-120.

Dewi, W.S., B.Yanuwiyadi, D. Suprayogo, dan K. Haiiriah. 2006. Alih guna hutan menjadi lahan pertanian : Dapatkah sistem agroforestri berbasis kopi mempertahankann cacing tanah. Jurnal Agrivita (28) 3:198.

Fernandes, F.L ; Picanco, M.C; Campos S.O; Bastos C.S; Chediak M; Guendes R.N.C; and Da Silva. 2011. Economic Injury Level for the Coffee Berry Borer (Coleoptera: Curculionidae: Scolytidae) using Attractive Traps in Brazilian Coffee Fields. Journal of Economic Entomology (Abstrak) 104(6) : 1909-1917. Tersedia dihttp://dx.doi.org/10.1603/EC11032. Diakses tanggal 30 Maret 2012.

Hairiah, K dan Rahayu, S. 2003. Prospek Penelitian dan Pengembangan

(11)

Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran ‘Karbon

Tersimpan’ Di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 hlm .

Hastari, D. 2010. Standar – Standar Produk Pertanian. Swiss Import Promotion Programe (SIPPO) Swisscontact Regional ofiice South East Asia. Jakarta. 51 hlm.

Hindayana, D; Judawi, D; Priharyanto; Luther,C dan Rai GN. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian. Jakarta. 51 hlm.

Jalid, N. 2004. Sistem Agroforestri Berbasis Kopi di Sumberjaya Lampung Barat : Iklim Mikro dan Simulasi Model Dengan WaNulCas (Tesis). Sekolah Pasca Sarjana Insititut Pertanian Bogor. 147 hlm.

Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pests of Crops In Indonesia, Revised & Translated by P. A.Van Der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. 701 hlm. Media Indonesia, 2011. Ekspor Kopi Lampung Masih Andalkan 43 Negara

tersedia di http://www.bisnis-sumatra.com/index.php/2011/04/ekspor-kopi-lampung-masih-andalkan-43-negara. Diakses tanggal 29 Juni 2011. Najiyati, S dan Danarti. 2006. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.

Penebar Swadaya, Jakarta. 192 hlm.

Nur, A.M. 1998. Perkembangan Teknologi Dalam Pengelolaan Perkebunan Kopi Arabika. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 14 (2) : 155-164.

Rahayu, S.; A. Setiawan, dan S. Suyanto, 2006. Pengendalian Hama Xylosandrus compactus Pada Agroforestri Kopi Multistrata Secara Hayati: studi kasus dari Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat. Jurnal Agrivita, 28 (3). Staver, C, F.Guharay, D Monterroso dan R.G. Munschler.2001. Designing

pest-suppressive multistrata perennial crop system: Ahade-grown coffea in Central America. Agroforestry Systems, 53:151-170.

Sulistiowati, E. 1992. Hama Utama Tanamn Kopi dan Cara Pengendaliannya. Buku III ; Bahan Pelatihan Teknik Budidaya dan Pengolahan Kopi. Pusat Penelitian Perkebunan, Jember.

(12)

Susniahti, N, Sumeno, H. dan Sudrajat. 2005. Ilmu Hama Tumbuhan. Bahan Ajar. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Suwarto dan Yuke. 2010. Budidaya 12 Tanaman Perkebunan Unggulan. Cetakan Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta. 260 hlm.

Swibawa, I.G. 2009. Keragaman Nematoda Setelah Alih Guna Hutan Menjadi Kebun Kopi. Disertasi Program Pascasarjana Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. 193 hlm.

Tobing, M. C., Bakti, D., Marheni dan Harahap, M. 2006. Perbanyakan Beauveria basianna pada Beberapa Media dan Patogenisitasnya terhadap imago Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae).Jurnal Agrikutura 17 (1) : 30-35.

USDA. 2012. Classification Coffea canephora.Tersedia di

http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=display&classid= COCA39. Di akses tanggal 9 Februari 2012.

Wahyu, S.A. 2008. Ketahanan Tanaman Kopi (Coffea Spp.) Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus Hampei Ferr.). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. 24 (1) 1- 15.

Wirawan, C; Tarigan, M; Saragih, R dan Rahmadani, F. 2011. Panduan Sekolah Lapangan Budidaya Kopi Konservasi, Berbagi Pengalaman dari

Kabupaten Dari Provinsi Sumatera Utara. Conservation International Indonesia. Jakarta. 59 hlm.

Wiryadiputra, S. 1996. Uji Terap Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi Menggunakan Jamur Beauveria di Sulawesi Selatan. Warta Puslit Kopi dan Kakao 12 (2) : 125-129.

Wiryadiputra, S. 2007. Pengelolaan Hama Terpadu Pada Hama Penggerek Buah Kopi, Hypothenemus hampei Ferr. Dengan Komponen Utama pada

(13)

I. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :

1. Sistem agroforestri mempengaruhi tingkat serangan PBKo pada pertanaman kopi. Tingkat serangan tanaman pada sistem agroforestri kompleks mencapai 81 % sangat nyata lebih rendah daripada tingkat serangan tanaman pada agroforestri sederhana yang mencapai 91,8 %.

2. Intensitas kerusakan buah akibat serangan PBKo pada agroforestri kompleks dan agroforestri sederhana tidak berbeda nyata yaitu berkisar 20-40%. 3. Tingkat serangan hama penggerek ranting dan kutu tanaman pada sistem

agroforestri sederhana tidak berbeda nyata dengan pada sistem agroforestri kompleks.

4. Pada sistem agroforestri, keragaman jenis pohon penaung berkorelasi negatif (r= -0,87) dengan intensitas kerusakan buah .

5.2 Saran

(14)

I. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli – Oktober 2011 dengan survei pada areal kebun kopi rakyat di Dusun Talang Bodong, Desa Sukajaya, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Populasi hama dari buah kopi yang terserang diamati di Laboratorium Hama Arthropoda Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Jenis tanaman kopi yang disurvei didominasi oleh kopi robusta (Coffea canephora klon robusta).

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: alat tulis,

handcounter, meteran, kantong plastik, tali tambang, pisau/cutter, spidol, kuas, pinset, golok, gunting, kertas label, karung, botol spisemen, cetok kebun, mikroskop stereo dan alkohol 70 %.

3.3 Metode Penelitian

(15)

Hamparan kebun agroforestri kompleks dengan agroforesti sederhana letaknya tidak beraturan. Lokasi kebun yang disurvei dipilih melalui pendataan nama pemilik kebun kopi dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan lapangan. Dalam survei ini sebanyak 10 kebun kopi milik petani yang ditetapkan sebagai lokasi survei terdiri atas 5 kebun kopi dengan sistem agroforestri sederhana dan 5 kebun kopi agroforestri kompleks. Pengelompokan tipe agroforestri didasarkan atas jumlah jenis pohon penaung yang terdapat pada agroforestri kopi sesuai dengan kriteria Dewi et al., (2006). Kebun agroforestri kompleks adalah kebun kopi yang mengandung pohon penaung > 5 jenis, populasinya ≥15 %, dan umurnya tidak seragam. Agroforestri sederhana adalah kebun kopi yang

mengandung pohon penaung < 5 jenis, populasinya < 15 % dan umurnya seragam.

3.4 Pengamatan Hama-Hama Tanaman Kopi

3.4.1 Pengamatan Hama Penggerek Buah Kopi ( PBKo)

Pada setiap hamparan kebun kopi yang diamati dibuat transek berukuran 40 m x 4 m (Gambar 1 dan Gambar 2). Selanjutnya, kegiatan pengambilan sampel

dilakukan di dalam transek dengan dua metode, yaitu: pengamatan secara ekstensif dan pengamatan secara intensif . Pengamatan ekstensif dilakukan dengan mencacah secara kasar seluruh tanaman kopi yang terserang dan tidak terserang. Kategori tanaman terserang adalah apabila ditemukan tanaman kopi yang buah nya menunjukkan gejala terserang PBKo (Gambar 3). Intensitas serangan tanaman dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut :

Intensitas

(16)

Gambar 1. Layout transek pengamatan hamparan kopi Keterangan:

a. Tanaman kopi yang diamati d. Jarak tanaman kopi b. Pohon penaung e. Lebar transek c. Panjang transek

Gambar 2. Letak pemasangan transek percobaan pada hamparan kopi (A dan B)

Pengamatan intensif meliputi pengamatan terhadap intensitas kerusakan buah dan pengamatan populasi hama. Pengamatan dilakukan dengan cara memilih 5

tanaman yang terserang PBKo sebagai sampel. Pada setiap tanaman sub-sampel dipilih empat ranting yang terletak pada keempat arah penjuru mata angin (utara, timur, selatan dan barat). Seluruh buah kopi yang terserang dan tidak terserang dicacah. Intensitas kerusakan buah akibat serangan PBKo dihitung dengan rumus:

(17)

Gambar 3. Pengamatan penggerek buah kopi yang berasal dari buah pohon (A) dan Pengamatan penggerek buah kopi yang berasal dari buah tanah (B).

Pengamatan populasi hama dilakukan terhadap buah kopi terserang yang

diperoleh dari pengamatan intensif yaitu untuk buah dipohon dan buah yang telah jatuh ke tanah. Seluruh buah terserang dari pohon dan dari tanah dikumpulkan untuk dibawa ke laboratorium. Pengamatan populasi hama dilakukan dengan cara membelah biji kopi menggunakan pisau/cutter (Gambar 4). Populasi hama adalah populasi relatif yang ditentukan dengan cara menghitung jumlah buah rusak yang mengandung kumbang (stadium telur, larva, pupa, atau imago) dibagi seluruh buah rusak yang diamati. Data populasi relatif hama dihitung untuk masing-masing baik buah dari pohon maupun buah dari tanah. Pengamatan buah tidak dibedakan berdasarkan kritia buah tua dan muda.

Gambar 4. Pembelahan buah kopi yang diperoleh dari pengamatan ekstensif A

(18)

3.4.2 Pengamatan Hama Penggerek Ranting

Pengamatan tingkat serangan hama penggerek ranting dilakukan secara ekstensif. Seluruh tanaman kopi yang terdapat di dalam transek diamati dan dihitung jumlah rantingnya yang menunjukkan gejala terserang. Ranting terserang menunjukkan gejala layu atau mati mengering atau terdapat liang gerek. Berdasarkan tingkat serangan penggerek ranting kopi, tanaman kopi di kelompokkan menjadi :

a. Tanaman sehat yaitu tanaman yang tidak mengalami serangan

b. Tanaman rusak ringan yaitu tanaman yang mengalami serangan pada 1 cabang/ranting

c. Tanaman rusak berat yaitu tanaman yang mengalami serangan pada > 1 cabang/ranting.

3.4.3 Pengamatan Hama Kutu Tanaman

Pengamatan kutu tanaman dilakukan secara ekstensif yaitu khususnya kutu untuk tempurung hijau (Coccus viridis) pada seluruh tanaman kopi didalam transek. Serangan kutu dibedakan menjadi serangan pada pucuk atau daun dan dengan serangan pada dompolan buah kopi. Tingkat serangan hama kutu tanaman di kelompokkan menjadi:

(19)

3.5 Pengamatan Intensitas Penaungan

Pada setiap transek seluruh pohon penaung diidentifikasi dan dicacah. Tutupan kanopi setiap jenis pohon penaung yang ada di dalam transek dihitung dengan mengukur panjang cabang terpanjang pada empat arah penjuru mata angin, panjang cabang ini kemudian diplotkan pada kertas bergaris/kertas millimeter. Presentase tutupan kanopi dihitung dengan rumus:

Ploting panjang kanopi untuk penghitungan tutupan kanopi pohon penaung seperti tertera pada Gambar 5.

Gambar 5. Tutupan kanopi pohon penaung pada hamparan tanaman kopi yang diplotkan pada kertas millimeter

Keterangan:

a. Luas tutupan satu pohon penaung b. Lahan yang tidak ternaungi c. Lebar transek

(20)

3.6 Analisis Data

Data hasil pengamatan tingkat serangan dan populasi hama dianalisis

(21)

Berani bercita-cita, berani memulai, berani berproses, berani berkorban, dan

berani untuk selalu evaluasi diri adalah kunci kesuksesan. Banyak orang

yang tak berbuat bukan karena tidak mampu, melainkan karena tak

bertekad. Tekad yang kuat disertai tawakal akan membuka kesempatan yang

tak tampak sebelumnya”

( KH. Abdullah Gymnastiar)

Kesuksesan tidak akan datang dengan berdiam diri tetapi harus dengan

(22)
(23)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia. Meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri perkebunan di Indonesia. Luas pertanaman kopi di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 1.309.184 ha yang tersebar di sejumlah kawasan dengan tingkat produktivitas 689 ribu ton. Nilai ekspor kopi Indonesia tahun 2010 mencapai 791,8 juta dolar AS dengan volume ekspor sebesar 443,9 ribu ton (AEKI, 2011a).

(24)

daripada sistem agroforestri (Afandi, 2004). Pola pertanaman kopi monokultur secara lambat laun harus diganti dengan sistem kopi bernaungan atau sistem agroforestri, karena sistem ini menjadi salah satu syarat dalam memperoleh sertifikat penjaminan standar mutu kualitas dalam perdagangan kopi global.

Dalam perdagangan kopi dunia, sistem agroforestri sangat dibutuhkan dalam menjaga sistem pertanian berkelanjutan dan kearifan lokal. Sistem agroforestri merupakan bagian dari syarat diperolehnya sertifikasi kopi. Beberapa lembaga sertifikasi penjaminan mutu – mutu produk pertanian di dunia telah memasukkan sistem agroforestri sebagai persyaratan sertifikasi, diantaranya sertifikasi standar kopi bernaungan yang dikeluarkan oleh Bird Friendly dan standar pertanian berkelanjutan yang dikeluarkan oleh Rainforest Alliance (Hastari, 2010). Kriteria standar mutu kopi meliputi aspek fisik (bebas dari hama dan kotoran), cita rasa, kebersihan, dan aspek keragaman hayati (Badan Standarisasi Nasional, 2008).

Salah satu masalah dalam upaya peningkatan produktivitas dan mutu kopi adalah adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Diantara hama yang menyerang tanaman kopi adalah penggerek buah kopi/PBKo (Hypothenemus hampei Ferrari) dan penggerek ranting (Xylosandrus sp.). Hama PBKo

umumnya menyerang buah kopi yang bijinya (endosperm) telah mengeras, tetapi hama ini juga kerap menyerang kopi muda yang berakibat penurunan jumlah dan mutu hasil (Wiryadiputra, 1996). Hama penggerek ranting menyerang dan

melubangi ranting. Akibat adanya lubang gerek, transportasi nutrisi pada tanaman akan terganggu dan dapat menyebabkan kematian ranting serta tidak jarang

(25)

Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan untuk mengatasi masalah hama PBKo dan penggerek ranting. Pengendalian secara kimiawi umumnya dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif Carbaryl 85% dan Methidation (Suwarto dan Yuke, 2010). Pengendalian secara mekanis dilakukan melalui cara rempesan, lelesan dan petik bubuk, sedangkan pengendalian secara biologi antara lain dilaksanakan dengan memanfaatkan agensia hayati cendawan Beauveria bassiana, Botrytis stephanoderes dan parasitoid Prorops nasuta. Pengendalian penggerek ranting dilakukan dengan melepaskan parasit Tetrastichus xylebororum dan secara mekanis yaitu dengan memangkas bagian-bagian yang terserang

kemudian dibakar (Najiyati dan Danarti, 2006).

Sampai saat ini pengendalian hama PBKo dan penggerek ranting yang telah diupayakan belum menunjukkan hasil yang optimum. Oleh karena itu perlu dicari teknik pengendalian lain untuk meningkatkan hasil pengendalian. Salah satu cara alternatif pengendalian hama tersebut adalah dengan penerapan sistem

(26)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dan membandingkan tingkat serangan hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferrari) dan penggerek ranting (Xylosandrus sp.) pada dua sistem agroforestri kopi.

1.3 Kerangka Pemikiran

Salah satu kendala utama produksi kopi adalah adanya serangan hama penggerek buah kopi (PBKo) dan penggerek ranting. Hama PBKo menyerang pada stadia buah muda dan buah masak. Serangan pada stadia buah muda dapat

menyebabkan keguguran buah sebelum masak, sedangkan serangan pada stadia buah masak (tua) menyebabkan biji berlubang sehingga terjadi penurunan berat dan kualitas hasil. Serangan hama PBKo menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas hasil (Sulistiowati, 1992). Hama penggerek ranting menyerang dan melubangi ranting dan mengakibatkan timbulnya lubang gerek sehingga

mengganggu transportasi nutrisi dan dapat menyebabkan kematian ranting. Serangan penggerek ranting tidak jarang mengakibatkan kematian tanaman (Rahayu et al., 2006).

(27)

pertanian di mana beberapa jenis pohon penaung ditanam secara tumpang sari dengan tanaman utamanya. Sedangkan sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. (Harriah et al., 2003).

Menurut Dewi et al., (2006), sistem agroforestri kopi kompleks mengandung lebih dari 5 jenis pohon penaung dan tidak seragam, sedangkan agroforestri sederhana mengandung kurang dari 5 jenis pohon penaung dan seragam. Perbedaan sistem agroforestri ini dapat menyebabkan perbedaan karakteristik penaungan kanopi, kondisi iklim mikro, dan intensitas pencahayaannya.

Perbedaan karateristik lingkungan ini dilaporkan dapat menyebabkan perbedaan intensitas serangan penggerek ranting (Rahayu et al., 2006).

(28)

suhu udara di kebun rata-rata 25 C, sedangkan pada agroforestri sederhana 26 C (Rahayu et al., 2006). Suhu yang lebih tinggi dapat mempercepat perkembangan tunas dan pertumbuhan tanaman kopi serta dapat meningkatkan resiko terjadinya serangan hama. Menurut Prakasan et al. (2001 dalam Wahyu, 2008), suhu optimum untuk perkembangan PBKo berkisar 25-26 C sedangkan kelembaban optimum yang dibutuhkan berkisar antara 90-95%. Selain faktor suhu dan

kelembaban, ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap perkembangan PBKo. Serangan hama PBKo dijumpai lebih tinggi pada kisaran ketinggian tempat 500 – 1.000 m dpl.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Tingkat serangan hama penggerek buah kopi (H. hampei) dan penggerek ranting (Xylosandrus sp.) pada sistem agroforestri sederhana lebih tinggi daripada agroforestri kompleks.

(29)
(30)

Judul Skripsi : KERUSAKAN AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (Hypothenemus hampei Ferrari) DAN

PENGGEREK RANTING (Xylosandrus sp.) PADA PERTANAMAN KOPI DENGAN SISTEM AGROFORESTRI DI LAMPUNG BARAT

Nama Mahasiswa : Suharyanto

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714041056

Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing :

Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S. Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc. NIP 196010031986031003 NIP 196107201986031001

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. NIP 196411181989021002

MENGESAHKAN

(31)

Ketua : Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S. ………

Sekretaris : Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S.

...

2. Dekan Fakultas Pertanian Unila

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001

(32)

Puji dan syukur kuhaturkan kepadaMu, Allah SWT

Kupersembahkan karya ilmiah ini dengan tulus dan

penuh sukacita

kepada :

1. Ibunda dan Ayahanda tercinta, yang selalu

mendoakan, membimbing, dan mendidik serta selalu

menanti keberhasilanku.

2. Saudara kandungku, Wiwik Dwi Karyati A.Md ,

Wisnu WidiatMoko, dan Resi Prasetyo yang telah

memberikan motivasi.

3. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat

dan Motivasi.

4. Almamaterku tercinta, Univesitas Lampung yang

(33)

RIWAYAT HIDUP

Suharyanto dilahirkan di Desa Fajar Baru, Lampung Selatan pada tanggal 04 Januari 1989, anak pertama dari empat bersaudara, buah perkawinan pasangan Bapak Suratman dan Ibu Tutik Suwarsiyah A.Md.

Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 6 Raja Basa Bandar Lampung diselesaikan tahun 2001; Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 19 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2004; Sekolah Menengah Kejuruan 2 Mei Bandar Lampung Jurusan Teknik Mekanik Otomotif diselesaikan tahun 2007. Tahun 2007 diterima menjadi Mahasiswa Jurusan Proteksi Tanaman Univesitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2008 diintegrasikan pada Program Studi Agroteknologi.

Pada tahun 2010, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Lembaga Kemasiswaan antara lain Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi

(34)

Fakultas Pertanian periode 2008 – 2009 sebagai anggota bidang Hubungan Masarakat dan periode 2009 – 2010 sebagai Sekertaris Umum,

Kegiatan pelatihan yang pernah diikuti diantaranya Pendidikan dan Pelatihan Dasar Koperasi (DIKLATSARKOP) yang diadakan Koperasi Mahasiswa Universitas Lampung tahun 2007, Diklat Bimbingan Akutansi Bagi Petugas Keuangan yang diadakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI pada tanggal 26-29 Juni 2009 di Provinsi Lampung, Latihan Keterampilan dan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMTD) yang

(35)

SANWACANA

Rasa puji dan syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas rahmat dan ridha-Nya dalam rangkaian pelaksanaan penulisan skripsi. Setelah melewati sebuah proses, dengan mengucap Alhamdulillah, skripsi ini mengantarkan penulis pada sebuah akhir pencapaian akademisi dalam meraih gelar sarjana. Semua hasil ini tak lepas dari sentuhan orang-orang istimewa yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. I Gede Swibawa, M.S., sebagai Pembimbing Utama, yang telah memperkenankan penulis untuk mengerjakan penelitian ini serta dengan sabar memberikan arahan, bimbingan, petunjuk, motivasi, dan ilmu selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini;

2. Bapak Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc., sebagai Pembimbing Kedua, atas bimbingan, arahan dan saran dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini; 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., sebagai Pembahas serta sebagai Ketua

Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, yang telah memberi masukan, koreksian dan saran serta nasehat - nasehat nya kepada penulis;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Cipta Ginting M.Sc., sebagai Pembimbing Akademik, yang telah memberikan nasehat, saran dan membimbing penulis selama ini; 5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., Ketua Program Studi

(36)

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Jurusan Proteksi Tanaman dan Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan selama ini;

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

8. Kedua orang tuaku Bapak (Suratman), Ibu (Tutik Suwarsiyah A.Md) dan Saudara- kandungku Wiwik Dwi Karyati A.Md, Wisnu Widiatmoko, Resi Prasetyo yang selalu memberikan semangat, dorongan, doa, dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

9. Bapak Yanto, Bapak Yahman, Mas Memed serta seluruh warga Dusun Talang Bodong, Desa Sukajaya, Kec. Sumber Jaya, Kab. Lampung Barat atas bantuan selama penulis melakukan penelitian;

10.Rekan sepenelitian Juwita Suri Maharani atas persahabatan, bantuan dan kerjasamanya selama menjalankan penelitian;

11.Rekan-rekan angkatan HPT 2007 : Alwie, Jaya, Fajri, Badrus, Furqon, Bang Juki, Parman, Leo, Edy, Teddy, Alex, Yosua, Yuli, Uus, Resma, Lilis, Mpeb, Ovy, Ovi, Cici, Riki, Meri, Eka, Tere, Yanti, Selvi, Wika, Septi, Yani, Rya, Stenia, Maria terima kasih atas canda tawa, kebersamaannya.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya. Bandar Lampung, 16 Mei 2012

(37)

I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kopi

Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

tumbuh tegak, bercabang dan apabila tidak dipangkas tanaman ini dapat mencapai tinggi 12 m. Tanaman ini memiliki beberapa jenis cabang yaitu cabang

reproduksi, cabang primer, cabang sekunder, cabang kipas, cabang pecut, cabang balik, dan cabang air (Najiyati dan Danarti, 2006).

(38)

Tanaman kopi mempunyai sifat khusus karena masing-masing jenis menghendaki lingkungan yang agak berbeda. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman kopi antara lain ketinggian tempat, curah hujan, penyinaran matahari, angin, dan tanah (Najiyati dan Danarti, 2006).

a. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kopi. Faktor suhu udara berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kopi, terutama pembentukan bunga dan buah serta kepekaan terhadap gangguan penyakit. Pada umumnya, tinggi rendahnya suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat dari permukaan air laut. Kopi robusta dapat tumbuh optimum pada ketinggian 400 – 700 m dpl.

b. Curah Hujan

Hujan merupakan faktor terpenting setelah ketinggian tempat. Faktor iklim ini bisa dilihat dari curah hujan dan waktu turunnya hujan. Curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan tanaman. Tanaman kopi tumbuh optimum di daerah dengan curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun.

c. Penyinaran matahari

(39)

diupayakan tumbuh di tempat yang teduh, tetapi tetap mendapatkan penyinaran yang cukup untuk merangsang pebentukan bunga (Suwarto dan Yuke, 2010). d. Angin

Peranan angin adalah membantu penyerbukan untuk dapat menghasilkan buah. Selain berpengaruh positif terhadap tanaman kopi, terkadang angin juga

berpengaruh negatif, terutama bila angin kencang. Angin kencang dapat merusak tajuk tanaman atau menggugurkan bunga. Angin kencang pada musim kemarau dapat mempercepat evapotranspirasi (penguapan air dari tanaman dan tanah) yang mengakibatkan kekeringan.

e. Tanah

Secara umum, tanaman kopi menghendaki tanah subur, dan kaya bahan organik. Oleh karena itu, tanah di sekitar tanaman harus sering diberi pupuk organik agar subur dan gembur sehingga sistem perakaran tumbuh baik. Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak masam. Kisaran pH tanah untuk kopi robusta adalah 4,5 – 6,5 sedangkan untuk kopi arabika adalah 5 – 6,5. Pemberian kapur yang terlalu banyak tidak perlu dilakukan karena tanaman kopi tidak menyukai tanah yang terlalu basa (Suwarto dan Yuke, 2010)

2.2 Agroforestri Kopi

Agroforestri merupakan suatu sistem penggunaan lahan dengan memadukan beberapa macam pohon dengan atau tanpa tanaman semusim, pada lahan yang sama untuk mendapatkan berbagai macam keuntungan. Pada dasarnya, agroforestri mempunyai beberapa komponen penyusun utama yaitu pohon

(40)

komponen saling berinteraksi satu sama lain. Terdapat dua keuntungan yang diharapkan dari sistem agroforestri, yaitu produksi dan sanitasi lingkungan (Suprayogo et al., 2003). Menurut Ong (1996 dalam Suprayogo et al., 2003), sistem agroforestri dapat menggantikan fungsi ekosistem hutan dalam pengaturan siklus hara dan pengaruh positif terhadap lingkungan lainnya, dan di sisi lain dapat memberikan keluaran hasil yang diberikan dalam sistem pertanian tanaman semusim.

Penerapan agroforestri juga mampu meningkatkan kualitas fisik, biokimia, morfologi tanah dan air tanah. Beberapa keuntungan yang diperoleh melalui penerapan agroforestri meliputi (1) mampu mengoptimalkan input lokal, (2) mengurangi resiko kegagalan total akibat perkembangan perubahan musim dan hama penyakit tanaman, (3) menyediakan lapangan pekerjaan bagi masarakat (4) dan mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis dan

(41)

2.3 Hama Tanaman Kopi

2.3.1 Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferrari)

H. hampei merupakan salah satu penyebab utama penurunan produksi dan mutu kopi di seluruh negara penghasil kopi, termasuk di Indonesia. Kerusakan yang ditimbulkan hama ini yaitu berupa buah menjadi tidak berkembang, berubah warna menjadi kuning kemerahan, dan akhirnya gugur. Serangan pada stadia buah muda dapat menyebabakan keguguran buah sebelum masak, sedangkan serangan pada stadia buah masak (tua) menyebabkan biji berlubang sehingga terjadi penurunan berat dan kualitas biji (Sulistiowati, 1992). Hama yang dikenal dengan sebutan PBKo ini dapat menyebabkan kerugian yang serius dengan berkurangnya produksi maupun turunnya mutu kopi akibat biji berlubang. Kerugian hasil yang di timbulkan dapat berkisar sebesar 20 – 40 % dengan intensitas serangan rata – rata sebesar 40 % (Nur, 1998). Menurut Kalshoven (1981), hama PBKo diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Spesies : Hypothenemus hampei Ferrari

H. hampei mengalami metamorfosa sempurna dengan tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Kumbang betina berukuran lebih besar

(42)

mm, sedangkan panjang kumbang jantan sekitar 1,2 mm dan lebar 0,6 - 0,7 mm. Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan dengan diameter lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada bagian ujung. Kumbang bertelur pada lubang yang dibuatnya dan telur menetas 5-9 hari. Setelah

diletakkan, telur menetas dan menjadi larva. Stadium larva berlangsung sekitar 10-26 hari, sedangkan stadium pupa berlangsung 4-9 hari. Siklus hidup hama PBKo juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat hidupnya. Pada ketinggian 500 m dpl, hama ini membutuhkan waktu 25 hari untuk perkembangannya. Pada

ketinggian 1200 m dpl, perkembangan PBKo memerlukan waktu 33 hari. Lama hidup serangga betina rata-rata 156 hari, sedangkan serangga jantan maksimal 103 hari (Susniahti et al., 2005).

Perbandingan antara serangga betina dengan serangga jantan rata-rata 10:1. Namun, pada saat akhir panen kopi, populasi serangga mulai turun karena terbatasnya makanan dan populasi serangga hampir semuanya betina. Serangga betina memiliki umur yang lebih panjang daripada serangga jantan. Pada kondisi demikian, perbandingan serangga betina dengan jantan dapat mencapai 500:1. Serangga jantan tidak bisa terbang dan menetap pada liang gerekan di dalam biji. Umur serangga jantan hanya 103 hari, sedang serangga betina dapat mencapai 282 hari dengan rata-rata 156 hari. Serangga betina mengadakan penerbangan pada sore hari, yaitu sekitar pukul 16.00 sampai dengan 18.00 (Wiryadiputra, 2007).

(43)

berubah menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan pada buah yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan mutu kopi karena biji berlubang. Biji kopi yang cacat sangat berpengaruh negatif terhadap susunan senyawa kimianya, terutama pada kafein dan gula pereduksi. Biji berlubang merupakan salah satu penyebab utama kerusakan mutu kimia, sedangkan citarasa kopi dipengaruhi oleh kombinasi komponen-komponen senyawa kimia yang terkandung dalam biji (Tobing et al., 2006).

Perkembangan dari telur sampai menjadi imago berlangsung hanya di dalam biji keras yang sudah matang. Kumbang penggerek ini dapat mati secara prematur pada biji di dalam endosperma jika tidak tersedia substrat yang dibutuhkan. Kopi setelah pemetikan adalah tempat berkembang biak yang sangat baik untuk

penggerek ini, dalam kopi tersebut dapat ditemukan sampai 75 ekor serangga perbiji. Kumbang ini diperkirakan dapat bertahan hidup selama kurang lebih satu tahun pada biji kopi dalam kontainer tertutup (Kalshoven, 1981). Betina

berkembang biak pada buah kopi hijau yang sudah matang sampai merah. Kumbang betina terbang dari satu pohon ke pohon yang lain untuk meletakkan telur. H. hampei diketahui makan dan berkembang biak hanya di dalam buah kopi. Kumbang betina masuk ke dalam buah kopi dengan membuat lubang dari ujung buah dan berkembang biak dalam buah (Susniahti et al., 2005).

2.3.2 Penggerek ranting (Xylosandrus sp.).

(44)

sebesar 0,75 mm yang terletak di bawah cabang. Hama ini tersebar di Sumatera, Vietnam, dan Afrika (Kalshoven, 1981). Larva penggerek ranting menggerek cabang kopi. Kumbang kecil ini lebih senang menyerang cabang atau ranting yang tua atau sakit. Penggerek ranting juga menyerang ranting muda yang masih lunak. Kumbang ini membuat lubang masuk ke dalam ranting pohon kopi

sehingga ranting atau cabang itu tidak berbuah (Hindayana et al., 2002). Pengendalian penggerek ranting dapat dilakukan dengan cara menutup lubang gerekan dan memusnahkan larva yang ditemukan. Cara lain adalah dengan memotong ranting terserang pada bagian sekitar 10 cm di bawah lubang gerekan, kemudian larvanya dimusnahkan/dibakar. Pengendalian secara hayati dapat dilaksanakan dengan menggunakan jamur Beauveria bassiana atau agensia hayati lain (Hindayana et al., 2002). Populasi penggerek ranting juga dapat dikendalikan dengan Tetrastichus xylebororum yang merupakan parasit dari kumbang ini (Kalshoven, 1981).

2.3.3 Kutu tanaman (Coccus viridis)

(45)

berkembangbiak dengan baik pada musim kemarau dan lebih banyak ditemukan di dataran rendah daripada di dataran tinggi (Hindayana et al., 2002).

Kutu hijau yang sudah dewasa berbentuk bulat telur dengan panjang 2,5 – 5 mm, tubuhnya dilindungi oleh perisai yang agak keras, dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Kutu ini juga mengeluarkan cairan madu sehingga disukai oleh semut (Najiyati dan Danarti, 2006). Telur diletakkan di bawah badan kutu betina sampai menetas. Kutu betina dapat bertelur beberapa ratus butir. Waktu bertelur sampai menetas adalah 45- 65 hari. Nimfa tetap berada di bawah badan induknya sampai cukup ditemukan waktu untuk pindah tempat dan hidup terpisah. Kutu jantan dewasa jarang sekali ditemukan, kebanyakan koloni kutu berkelamin betina. Kematian kutu hijau mencapai 75 – 80 % karena pemangsa, parasitoid, dan jamur (Hindayana et al., 2002).

Pengendalian yang dapat dilakukan adalah pengendalian biologi yaitu dengan mempertahankan musuh alami. Musuh alami kutu hijau antara lain, predator, yaitu hewan yang memangsa kutu hijau. Semut merupakan salah satu predator kutu hijau. Semut memerlukan makanan tambahan berupa gula. Untuk

(46)

2.3.4 Penggerek Batang Kopi (Zeuzera coffeae)

Penggerek batang kopi Zeuzera coffeae tergolong Famili Cossidae, Ordo

Lepidoptera yang merupakan serangga nokturnal. Ngengat keluar dari pupa pada pukul 5 – 7 sore hari. Pada malam hari pertama ngengat mulai aktif sekitar pukul 21.00 – 23.00 dan hari berikutnya mulai aktif segera setelah hari gelap. Ulat ini merusak bagian batang dengan cara menggerek empulur (xylem) batang,

selanjutnya gerekan membelok ke arah atas. Ulat ini menyerang tanaman muda, pada permukaan lubang yang baru digerek sering terdapat campuran kotoran dengan serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian tanaman di atas lubang gerekan akan merana, layu, kering dan mati. Telur Z. coffeae berwarna kuning kemerahan/kuning ungu dan akan berubah menjadi kuning kehitaman, menjelang menetas. Sebanyak 15 butir telur dapat diletakkan di celah kulit kayu. Ulat berwarna merah cerah sampai ungu, sawo matang, panjangnya 3-5 cm.

Gambar

Gambar 2. Letak pemasangan transek percobaan pada hamparan kopi (A dan B)
Gambar 4.  Pembelahan buah kopi yang diperoleh dari pengamatan ekstensif
Gambar 5. Tutupan kanopi pohon penaung pada hamparan tanaman kopi yang diplotkan pada kertas millimeter

Referensi

Dokumen terkait

Peserta yang mendaftar dalam program ini akan mengikuti Master Class, Repertoir Group Class atau Pilihan mengikuti Gypsy Music Class, Technique Group Class,

Pelayanan, Harga dan Fasilitas terhadap Keputusan Menginap pada Hotel Jati Wisata Pangkalpinang ”.. Oleh karena itu, mohon bantuan

Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat.. Senang membaca dengan keras

[r]

Sociocultural based learning overcoming the social conflict.. Social life and culture are amazing modal from

Hendro Gunawan, MA

Dalam pembuatan aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit kedokteran umum ini digunakan perangkat lunak Borland Delphi 6.0, yang mendukung database dan

Hendro Gunawan, MA