• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI DENGAN PANYAKIT DIABETES MELLITUS DI PROVINSI LAMPUNG PADA TAHUN 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI DENGAN PANYAKIT DIABETES MELLITUS DI PROVINSI LAMPUNG PADA TAHUN 2007"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

1. Tim Penguji

Ketua :

dr. Reni Zuraida, M.Si

_____________

Sekretaris :

dr. Ayla Karyus, M.Kes

_____________

Penguji

Bukan Pembimbing :

dr. Khairun Nisa B, M.Kes, AIFO

___________

2. Dekan Fakultas Kedokteran Unila

Dr. Sutyarso, M.Biomed

(2)

PROVINSI LAMPUNG PADA TAHUN 2007 Nama Mahasiswa : Desti Wulan Handayani

Nomor Pokok Mahasiswa : 0518011009 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

dr. Reni Zuraida, M.Si

dr. Ayla Karyus, M. Kes

NIP. 197901242005012001

NIP. 196509291995092001

2. Dekan Fakultas Kedokteran Unila

(3)

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang

menciptakan.

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.

Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam.

Dia mengajarkan menusia apa yang tidak

diketahuinya .

(AL ALAQ : 1-5)

...maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang

kamu dustakan? .

(4)
(5)

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN STATUS GIZI DENGAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS PADA PRIA DAN WANITA DI PROVINSI

LAMPUNG PADA TAHUN 2007 ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini Penulis menghaturkan Jazakumullah Khoiron Katsiro, semoga Allah membalas semua kebaikan kepada :

1. Dr. Sutyarso, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2. dr. Oktafany selaku Pembimbing Akademik.

3. dr. Reni Zuraida, M.Si, selaku Pembimbing Utama, terima kasih banyak atas waktu, ilmu, nasehat dan kesabarannya untuk memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. dr. Ayla Karyus, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua, terima kasih atas segala ilmu, nasehat, dan dukungan yang diberikan.

(6)

7. Pak Pangat, Mas Kandar, Pak Budin, Mas Dar, Mas Mikdar, terimakasih atas bantuannya selama ini.

8. Sahabat-sahabatku tersayang Risa Nourma Aziza, Maya Ganda Ratna, Nur Fitria Hayati, Rini Dwi Astuti, Destiana. Senang rasanya tahu bahwa kalian masih ada di sampingku.Terimakasih buat semua pengertian dan semangatnya. Semangat!

9. Teman-teman yang tak kalah berjasa Mike, Hasan, Edi, Trio, Adi, Juli, Rosalin, Roi.

Special Thanks :

1. Papi dan Mami serta keluargaku yang selalu mencurahkan kasih, sayang, serta doa. Banyak cinta dan sayang untuk kalian. Hanya Allah yang dapat membalas semua itu. 2. Aironi Irsyahma, suami tercinta, terkasih dan tersayang sepanjang masa yang selalu

menemaniku dan tak henti-hentinya memberi kekuatan serta semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan penelitian yang akan datang. Akhirnya semoga skripsi ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 19 Februari 2012 Penulis

(7)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Kerangka Pemikiran... 7

1. Kerangka Teori... 7

2. Kerangka Konsep ... 8

E. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Mellitus(DM) ... 12

1. Definisi DM... 12

2. Faktor Penyebab DM ... 13

3. Klasifikasi DM ... 14

4. Patofisiologi DM ... 15

5. Gejala Klinis DM ... 17

6. Diagnosis DM ... 17

7. Komplikasi DM... 18

B. Faktor-Faktor Resiko DM... 23

1. Faktor Gaya Hidup Memberatkan DM ... 23

a. Kebiasaan konsumsi makanan berlemak ... 23

b. Kebiasaan merokok ... 24

c. Kebiasaan konsumsi alkohol ... 27

d. Kurangnya aktivitas fisik ... 27

e. Obesitas ... 29

(8)

2. Faktor-faktor Meringankan DM... 33

a. Kebiasaan konsumsi sayur dan buah ... 33

b. Aktivitas fisik ... 35

3. Faktor Umur ... 36

4. Faktor Genetik... 36

5. Faktor Jenis Kelamin... 38

6. Faktor Sosial Ekonomi ... 39

C. Status Gizi ... 41

1. Definisi Status Gizi ... 41

2. Penilaian Status Gizi ... 41

3. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri ... 43

4. Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 44

5. Lingkar Perut ... 46

D. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) ... 47

1. Definisi Riskesdas ... 47

2. Prinsip... 47

3. Tujuan dan Organisasi Riskesdas ... 48

E. Provinsi Lampung... 49

III.METODE PENELITIAN A. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian... 51

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 51

C. Variabel Penelitian... 52

D. Metode Pengumpulan Data... 52

E. Definisi Operasional ... 53

F. Pengolahan dan Analisis Data ... 57

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 67

1. Gambaran Karakteristik Sampel ... 67

a. Jenis Kelamin ... 67

b. Usia ... 68

c. Pendidikan ... 68

d. Pekerjaan ... 69

2. Analisis Univariat a. Gaya Hidup ... 70

a.1 Kebiasaan Merokok ... 70

a.1.1 Usia Mulai Merokok ... 71

a.1.2 Rata-rata Batang Rokok yang Dihisap Perhari ... 71

a.2 Akitivitas Fisik ... 72

(9)

a.4 Konsumsi Makanan Berlemak ... 73

a.5 Kebiasaan Konsumsi Alkohol ... 74

a.6 Gangguan Mental Emosional ... 74

b. Status Gizi ... 75

b.1 Indeks Massa Tubuh ... 75

b.2 Lingkar Perut ... 75

c. Diabetes Mellitus ... 76

3. Analisis Bivariat ... 76

a. Hubungan Gaya Hidup dengan DM ... 76

a.1 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan DM ... 76

a.1.1 Hubungan Usia Mulai Merokok ... 77

a.1.2 Hubungan Rata-rata Batang Rokok Yang Dihisap Perhari dengan DM ... 79

a.2 Hubungan Aktifitas Fisik dengan DM ... 79

a.3 Hubungan Konsumsi Sayur dan Buah dengan DM ... 81

a.4 Hubungan Makanan Berlemak dengan DM ... 82

a.5 Hubungan Konsumsi Alkohol DM ... 83

a.6 Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan DM ... 84

b. Hubungan Status Gizi dengan DM ... 85

b.1 Hubungan Obesitas dengan DM ... 85

b.2 Hubungan Obesitas Sentral dengan DM ... 86

c. Rangkuman Hasil Analisis Bivariat... 87

B. Pembahasan ... 89

1. Gambaran Karakteristik Sampel ... 89

a. Jenis Kelamin ... 89

b. Usia ... 90

c. Pendidikan ... 91

d. Pekerjaan ... 92

2. Hubungan Gaya Hidup dan Status Gizi dengan DM a. Hubungan Gaya Hidup dengan DM ... 93

a.1 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan DM ... 93

a.1.1 Hubungan Usia Mulai Merokok dengan DM... 94

a.1.2 Hubungan Rata-rata Batang Rokok Perhari ... 95

a.2 Hubungan Aktifitas Fisik dengan DM ... 97

a.3 Hubungan Konsumsi Sayur dan Buah dengan DM ... 98

a.4 Hubungan Makanan Berlemak dengan DM ... 100

a.5 Hubungan Konsumsi Alkohol DM ... 101

a.6 Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan DM ... 102

b. Hubungan Status Gizi dengan DM ... 103

b.1 Hubungan Obesitas dengan DM ... 103

(10)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 108 B. Saran ... 109

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi IMT... 45

2. Definisi Operasional ... 53

3. Diagnosis DM ... 57

4. Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan... 58

5. Kebiasaan Merokok, Umur Mulai Merokok, Rata-rata Batang Rokok yang Dihisap Perhari ... 59

6. Aktifitas Fisik ... 60

7. Konsumsi Sayur dan Buah ... 61

8. Konsumsi Makanan Berlemak ... 62

9. Konsumsi Alkohol ... 63

10. Gangguan Mental Emosional ... 64

11. Distribusi DM Menurut Jenis Kelamin ... 67

12. Distribusi DM Menurut Usia ... 68

13. Distribusi DM Menurut Tingkat Pendidikan ... 69

14. Distribusi DM Menurut Pekerjaan ... 70

15. Distribusi Kebiasaan Merokok... 71

16. Distribusi Usia Mulai Merokok ... 71

17. Distribusi Rata-rata Batang Rokok yang Dihisap Perhari... 72

18. Distribusi Aktifitas Fisik ... 72

19. Distribusi Konsumsi Sayur dan Buah ... 73

(12)

21. Distribusi Konsumsi Alkohol... 74

22. Distribusi Gangguan Mental Emosional ... 75

23. Distribusi Indeks Massa Tubuh... 75

24. Distribusi Lingkar Perut ... 76

25. Distribusi Diabetes Mellitus ... 76

26. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan DM... 77

27. Hubungan Usia Mulai Merokok dengan DM ... 77

28. Hubungan Rata-rata Batang Rokok Perhari dengan DM ... 79

29. Hubungan Aktifitas Fisik dengan DM ... 80

30. Hubungan Konsumsi Sayur dan Buah dengan DM ...81

31. Hubungan Konsumsi Berlemak dengan DM ...82

32. Hubungan Konsumsi Alkohol dengan DM ...83

33. Hubungan Gangguan Mental Emosional dengan DM ...84

34. Hubungan Obesitas dengan DM ...85

35. Hubungan Obesitas Sentral dengan DM ...86

(13)
(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun 2025. Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dalam press release tanggal 20 Desember 2006 telah mengeluarkan Resolusi Nomor 61/225 yang mendeklarasikan bahwa epidemik DM merupakan ancaman global dan serius sebagai salah satu penyakit tidak menular, dan menetapkan tanggal 14 Nopember sebagai World Diabetes Day yang dimulai sejak tahun 2007.

DM atau yang dikenal sebagai penyakit gula terjadi karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah hingga melebihi batas normal. Seseorang dikatakan menyandang DM jika hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl (Konsesus PERKENI 2002).

(15)

Meski beresiko terkena berbagai gangguan kesehatan, masih banyak penderita DM yang sulit mematuhi aturan diet, konsumsi obat, maupun olahraga, tingkat kepatuhan terapi jangka panjang pada penderita DM hanya mencapai sekitar 50%. Padahal menurut penelitian penderita diabetes 2 kali lebih beresiko terkena serangan jantung dan 29 kali lebih beresiko untuk terkena ganggren (Reta. 2008).

DM merupakan jenis penyakit yang memiliki komplikasi terbanyak jika dibandingkan dengan jenis penyakit lainnya, karena dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, kebutaan pada dewasa umur 15 sampai 74 tahun, gangguan ginjal kronik, gagal ginjal, dan luka yang sulit sembuh pada kaki sampai menjadi busuk (Persadia, 2009). Kurang lebih 67.000 orang mengalami amputasi ekstremitas bawah setiap tahunnya, dan 75% pasien meninggal dengan DM tipe 2 karena gangguan kardiovaskuler (Dipiro, et al., 2005).

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita DM ke 4 terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat (International Diabetes Federation, 2006). Konsensus Pengelolaan DM 2006, memprediksi kenaikan pasien DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

(16)

(PJK), hipertensi, hiperlipidemia, DM dan lain – lain. Hasil Riset kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan transisi epidemologi di Indonesia mengalami pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular akut/infeksi ke penyakit menahun dan degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan DM. Dengan proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2, sedangkan di daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 (Balitbang Depkes, 2007).

DM tidak hanya menyerang orang tua, DM juga banyak menyerang kalangan muda, dan yang mengejutkan penderita DM usia muda lebih banyak ditemukan di Asia. Hal ini terjadi karena adanya perubahan gaya hidup (American Medical Association, 2009). Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan yang menjurus ke sajian siap santap yang tidak sehat dan tidak seimbang karena mengandung kalori, lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber), membawa konsekuensi terhadap kejadian perubahan status gizi menuju gizi lebih dan obesitas serta berkembangnya penyakit degeneratif (DM, jantung, kanker, dan hipertensi) (Nurtila, 2010).

(17)

hingga 2,6% di DKI Jakarta dengan rata-rata prevalensi provinsi nasional sebesar 1,1 % dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional.

Dalam usaha pencegahan diabetes melitus, salah satunya dengan mencegah kegemukan, mencegah obesitas adalah mengupayakan indeks massa tubuh di bawah 23 kg/m2atau mencegah berat badan lebih dari 110% berat badan ideal (Tjokroprawiro, 2008). American Diabetes Association (ADA), 2006 merekomendasikan skrining untuk penderita berumur 45 tahun ke atas setiap 3 tahun dan dibawah 45 tahun jika mereka menderita kelebihan berat badan (IMT > 25 kg/m2) serta memiliki faktor risiko diabetes melitus. Menurut ADA bahwa IMT > 25 kg/m2 merupakan faktor risiko diabetes melitus tipe 2.

Prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk usia ≥ 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi di atas nasional, prevalensi nasional obesitas sentral pada penduduk Usia ≥ 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk usia >15 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk usia >15 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6% (Balitbang Depkes, 2007)

(18)

konsumsi sayur dan buah, kurangnya aktivitas fisik, merokok dan obesitas masih cukup tinggi. Hingga saat ini di provinsi Lampung belum ada penelitian yang spesifik tentang gaya hidup dan status gizi pada penyakit DM. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisis “Hubungan Gaya Hidup dan Status Gizi terhadap Penyakit DM pada Pria dan Wanita di Provinsi Lampung Pada Tahun 2007”.

B. Rumusan Masalah

WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan diabetes di dunia, angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun 2025. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus (2006) memprediksi kenaikan pasien DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

Adanya perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan dapat menyebabkan berkembangnya penyakit degeneratif (DM, jantung, kanker, dan hipertensi). Prevalensi penyakit DM di provinsi Lampung sebesar 0,4%. Angka ini berada dibawah angka prevalensi nasional yaitu 1,1%. Meskipun demikian prevalensi faktor resiko penyakit DM nasional, seperti diet tinggi lemak, kurangnya konsumsi sayur dan buah, kurangnya aktivitas fisik, merokok dan obesitas masih cukup tinggi. Hingga saat ini di provinsi Lampung belum ada penelitian yang spesifik tentang gaya hidup dan status gizi pada penyakit DM. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisis “Hubungan Gaya Hidup dan Status Gizi dengan Penyakit DM pada Pria dan

(19)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan gaya hidup dan status gizi dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

b. Tujuan Khusus

1) Mengetahui gaya hidup terhadap penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

2) Mengetahui status gizi terhadap penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

3) Menganalisis hubungan antara gaya hidup dan status gizi terhadap penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

2. Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi tentang gaya hidup dan status gizi serta hubungannya dengan penderita Diabetes Melitus (DM) pada pria dan wanita dewasa di provinsi lampung.

2. Bagi Program Studi Dokter Unila, dapat dijadikan referensi sehingga dapat memperkaya ilmu pengetahuan.

(20)

4. Bagi Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, dapat memberikan informasi mengenai Riskesdas serta Hubungan Gaya Hidup dan Status Gizi dengan Penyakit DM pada Pria dan Wanita di Provinsi Lampung.

D. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori (Lestari, 2004). Karakteristik Individu

Perilaku beresiko: - Diet tinggi lemak - Aktivitas fisik

yang kurang - Merokok

Kondisi fisiologis tubuh: - Tekanan darah

- Kolesterol total puasa - IMT Derajat obesitas - Kadar glukosa darah

puasa

(21)

2. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

Dari uraian tersebut penulis membuat suatu konsep bahwa gaya hidup dan status gizi merupakan variabel bebas yang dapat mempengaruhi Diabetes Mellitus (DM) yang merupakan variabel terikat. Gaya hidup seperti Kebiasaan merokok, Usia mulai merokok, Rata-rata batang rokok yang dihisap perhari, Aktifitas fisik kurang, Kurang konsumsi sayur dan buah, Konsumsi makanan berlemak, Konsumsi alkohol, Gangguan mental emosional, dan status gizi seperti obesitas, obesitas sentral dapat mempengaruhi kadar glukosa darah pada individu sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya DM.

Gaya Hidup

- Kebiasaan merokok - Usia mulai merokok

- Rata-rata batang rokok yang dihisap perhari

- Aktifitas fisik kurang

- Kurang konsumsi sayur dan buah - Konsumsi makanan berlemak - Konsumsi alkohol

- Gangguan mental emosional

Status Gizi - Obesitas

- Obesitas Sentral

Diabetes Mellitus

(22)

E. Hipotesis

H0. - Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007. - Tidak terdapathubungan antara usia mulai merokok dengan penyakit

DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007. - Tidak terdapat hubungan antara rata-rata batang rokok yang dihisap

perhari dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Tidak terdapathubungan antara aktivitas fisik kurang dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007. - Tidak terdapat hubungan antara kurang konsumsi sayur dan buah

dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Tidak terdapat hubungan konsumsi makanan berlemak dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Tidak terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007. - Tidak terdapat hubungan antara gangguan mental emosional dengan

penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

(23)

- Tidak terdapathubungan antara obesitas sentral dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

H1. - Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Terdapathubungan antara usia mulai merokok dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Terdapathubungan antara rata-rata batang rokok yang dihisap perhari dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Terdapathubungan antara aktivitas fisik kurang dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Terdapat hubungan antara kurang konsumsi sayur dan buah dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Terdapat hubungan konsumsi makanan berlemak dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007. - Terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan penyakit DM

pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

- Terdapat hubungan antara gangguan mental emosional dengan penyakit DM pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

(24)
(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus (DM)

1. Definisi DM

Diabetes melitus adalah suatu keadaan didapatkan peningkatan kadar gula darah yang kronik sebagai akibat dari gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein karena kekurangan hormone insulin. Masalah utama pada penderita DM ialah terjadinya komplikasi, khususnya komplikasi DM kronik yang merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian penderita DM (Surkesda, 2008). DM adalah suatu sindrom kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi insulin pada jaringan yang dituju (Dorland, 2005).

(26)

Penderita DM mengalami gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin secara efektif, akibatnya terjadi kelebihan glukosa di dalam darah (80-110 mg/dl) yang akan menjadi racun bagi tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan dalam darah tersebut melimpah ke sistem urin (Wijayakusuma, 2004).

2. Faktor Penyebab

Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit DM dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

a. Pola Makan

Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai

kapasitas maksimum untuk disekresikan. b. Obesitas

Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk.

c. Faktor genetik

(27)

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.

e. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β

pada pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.

3. Klasifikasi DM

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (2006) adalah sesuai dengan klasifikasi DM oleh American Diabetes Association (ADA). Klasifikasi etiologi DM:

1. DM Tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut) :

- Autoimun - Idiopatik

2. DM Tipe 2 (berawal dari resistensi insulin yang predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang predominan dengan resistensi insulin)

(28)

4. Patofisiologi

a). DM Tipe 1 ( DMT 1 = Diabetes Mellitus Tergantung Insulin )

DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secara absolut (Tjokroprawiro, 2007).

Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara 30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin pada orang normal ± 35.000. sedang pada DM dengan obesitas ± 20.000 reseptor insulin (Tjokroprawiro, 2007).

(29)

b). DM Tipe 2 ( Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin =DMT 2)

DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel beta pankreas (defek sekresi insulin), yaitu sebagai berikut : (Tjokroprawiro, 2007)

1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, sehingga glukosa yang sudah diabsorbsi masuk ke dalam darah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.

2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-30.000) pada obesitas jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.

3. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).

4. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraselluler terganggu.

5. Adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4.

(30)

5. Gejala Klinis

Gejala klinis DM yang klasik : mula-mula polifagi, poliuri, dan polidipsi. Apabila keadaan ini tidak segera diobati, maka akan timbul gejala Dekompensasi Pankreas, yang disebut gejala klasik DM, yaitu poliuria, polidipsi, dan polifagi. Ketiga gejala klasik tersebut diatas disebut pula

“TRIAS SINDROM DIABETES AKUT” bahkan apabila tidak segera diobati dapat disusul dengan mual-muntah dan ketoasidosis diabetik. Gejala kronis DM yang sering muncul adalah lemah badan, kesemutan, kaku otot, penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan yang sering berubah, sakit sendi dan lain-lain (Tjokroprawiro, 2007 ).

6. Diagnosis DM

Kriteria Diagnosis DM

Dinyatakan DM apabila terdapat :

1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) ≥ 200 mg/dl, ditambah dengan gejala klasik: poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya atau

2. Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena )≥126 mg/dl atau

(31)

Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat. Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut dibawah ini (Committe Report ADA-2006 ). a. Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

b. Obesitas BB ( kg ) > 110% BB ideal atau IMT > 25 ( kg/m2 ) c. Tekanan darah tinggi ( > 140/90 mmHg )

d. Riwayat DM dalam garis keturunan

e. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau abortus berulang

f. Riwayat DM pada kehamilan

g. Dislipidemia ( HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl ) h. Pernah TGT ( Toleransi Glukosa Terganggu ) atau glukosa darah

puasa terganggu (GDPT )

7. Komplikasi DM

Jika DM dibiarkan tidak terkendali, akan menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat fatal. Komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah. Mengontrol kadar gula darah dapat dilakukan dengan terapi misalnya patuh meminum obat (Sidartawan, 2007).

(32)

(pengaruh gkukosa pada semua jaringan yang mengandung protein) sangat berpengaruh pada timbulnya komplikasi konis. Akhir-akhir ini AGE (Advanced Glycosylated Endoproduct) diduga yang bertanggung jawab atas timbulnya komplikasi kronis. Karena AGE inilah yang merusak jaringan tubuh terutama yang mengandung protein, dan juga disebabkan disfungsi endotel dan disfungsi makrofag (Tjokroprawiro, 2007).

Klasifikasi komplikasi DM dibagi menjadi : (Aryono, 2008 ) 1. Komplikasi Akut

a. Hipoglikemi

Hipoglikemi merupakan komplikasi yang serius pada pengelolaan DM Tipe 2 terutama pada penderita DM usia lanjut, pasien dengan insufisiensi renal, dan pasien dengan kelainan mikro maupun makroangiopati berat. Upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi diperlukan kendali gula darah yang berat mendekati normal, sedangkan akibat dari kendali gula darah yang berat resiko terjadinya hipoglikemi semakin bertambah berat.

Diagnosis hipoglikemi umumnya berdasarkan atas Trias Whipple yaitu adanya gejala hipoglikemi, dengan darah berkadar gula yang rendah dan akan membaik bila kadar gula kembali normal setelah pemberian gula dari luar. disebut gula darah rendah adalah bila gula darah vena < 60 mg/dl. Penyebab terjadinya hipoglikemi : - olah raga yang berlebih dari biasanya

(33)

- jadwal makan yang tidak tepat dengan obat diabetes yang diminum

- menghilangkan atau tidak menghabiskan makan atau snack - minum alkohol

- tidak pernah kontrol sehingga obat yang diberikan dosisnya tidak tepat

b. Keto Asidosis Diabetes ( KAD )

Merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Kriteria diagnosis KAD adalah sebagai berikut : - Klinis : poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernafasan

Kussmaul ( dalam dan frekuen ), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran terganggu sampai koma.

- Darah : hiperglikemi lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500 mg/dl). Bikarbornat kurang dari 20 mEq/l dan pH < 7,35 ( asidosis metabolik ), ketonemia.

- Urine : glukosuria, ketonuria.

c. Koma Hiperosmoler Non–Ketotik ( K. HONK )

Diagnosis klinis dikenal dengan sebutan tetralogi HONK : 1 yes, 3 no, yaitu :

(34)

2. Dehidrasi berat, hipotensi sampai terjadi syok hipovolemi, didapatkan gejala neurologi.

3. Diagnosis pasti ditegakkan apabila terdapat gejala klinis ditambah dengan osmoloritas darah > 325-350 mOSM/l.

Faktor pencetus KAD dan HONK: - injeksi

- penghentian insulin atau terapi insulin yang tidak adekuat - penderita baru

- infark miokard akut - pemakaian obat steroid

2. Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis pada DM pada umumnya terjadi gangguan pembuluh darah atau angiopati dan kelainan pada saraf atau neuropati. Angiopati pada pembuluh darah besar disebut makroangiopati dan bila kena pembuluh darah kecil disebut mikroangiopati, sedangkan neuropati bisa merupakan neuropati perifer maupun neuropati otonom. Pada penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) umumnya penderita DM yang datang berobat 50 % sudah mengalami komplikasi kronis ini.

Manifestasi klinis komplikasi kronis DM pada :

(35)

b. Mata (Tjokroprawiro, 2007)

- Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (miopi – reversible, tetapi katarak irreversible)

- Retinopati DM = RD (Non – Prolifeverative Retinopathy, dan Proliferative Retinopathy)

- Glaucoma

- Perdarahan Corpus Vitreum c. Mulut (Tjokroprawiro, 2007)

- Ludah (kental, mulut kering = Xerostamia Diabetes) - Gingiva (udematus, merah tua, gingivitis)

- Periodontium (rusak biasanya karena mikroangiopati periodontitis DM, (semua menyebabkan gigi mudah goyah–

lepas)

- Lidah (tebal, rugae, gangguan rasa akibat dari neuropati) d. Traktus Urogenetalis (Tjokroprawiro, 2007 )

- Nefropati Diabetik, Sindrom Kiemmelstiel Wilson, Pielonefritis, Necrotizing Papillitis, UTI, DNVD Diabetic Neorogenic Vesical Dysfunction = Diabetic Bladder (dapat manyebabkan retensio /inkontinensia).

- Impotensi Diabetik.

e. Saraf ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )

(36)

B. Faktor- faktor Resiko DM

1. Faktor Gaya Hidup Memberatkan DM

a) Kebiasaan konsumsi makanan berlemak

Perilaku makan yang buruk seperti terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak dan makanan manis ternyata bisa merusak kerja organ pankreas. Organ tersebut mempunyai sel beta yang berfungsi memproduksi hormon insulin. Insulin berperan membantu mengangkut glukosa dari aliran darah ke dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Glukosa yang tidak dapat diserap oleh tubuh karena ketidakmampuan hormon insulin mengangkutnya, mengakibatkan terus bersemayam dalam aliran darah, sehingga kadar gula menjadi tinggi. Sebagian glukosa juga bisa terbuang melalui urin sehingga air seni menjadi manis (Soegondo, 2010).

Penyakit DM, hampir 90 % orang dengan DM tipe2 mengalami resisten insulin. Artinya, meski tubuh mampu menghasilkan insulinnya sendiri, namun tubuh tidak dapat menggunakan sebagaimana mestinya, dikarenakan sensitivitas reseptor terganggu sehingga kadar gula dalam darah menjadi meningkat, dan akibatnya tubuh tidak mendapat asupan glukosa, menyebabkan timbul keinginan untuk makan dan minum terus (Soegondo, 2010).

(37)

diantisipasi, maka organ pankreas akan mengalami kelelahan dan memperberat kerja sel beta. Diabetes tipe dua yang semakin parah karena resistensi insulin dan disfungsi beta sel akan menyebabkan tubuh sulit mengendalikan kadar glukosa dalam darah (Soegondo, 2010).

Kelainan lemak darah sering dijumpai pada penderita DM, oleh karena itu asupan lemak yang disarankan 20-25% dari total kalori. Bila tidak terdapat kelainan lemak darah maka, kurang dari 10% total kalori didapat dari asam lemak jenuh dan asupan kolesterol kurang dari 300 mg/hari(Riskesdas, 2007; Pudjiadi, 2009).

Bila terdapat kelainan lemak darah, disarankan tidak lebih dari 7% total kalori berasa1 dari asam lemak jenuh dan asupan kolesterol kurang dari 200mg/hari. Bila terdapat hipertrigliseridemia disarankan untuk mengkonsumsi Monounsaturated Fatty Acid (MUFA). MUFA terdapat di olive oil, canola oil dan minyak kacang(Pudjiadi, 2009).

b) Kebiasaan merokok

(38)

berasal dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream).

Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Tingkatan perokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu: Perokok Ringan yaitu apabila merokok kurang dari 10 batang per hari. Perokok sedang yaitu apabila merokok 10-20 batang per hari. Perokok berat yaitu merokok lebih dari 10-20 batang.

Dr. Carole Willi dari University of Lausanne di Swiss dan rekannya menganalisis 25 kajian yang menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara tahun 1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari memiliki resiko terserang DM 62% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Berhenti merokok akan mengurangi resiko itu(Pudjiadi, 2009).

(39)

tahan terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh memanfaatkan insulin. Kebal terhadap insulin biasanya mengawal DM tipe 2 (Pudjiadi, 2009).

Usia mulai merokok (lama merokok) merupakan faktor risiko DM, Mangku Sitepoe (1997) yang menyatakan bahwa beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif (dijumlahkan), sehingga pada kurun waktu yang lama dosis racun akan mencapai titik toksin sehingga kelihatan gejala yang ditimbulkannya. Zat kimia dalam rokok seperti nikotin dapat meningkatkan glukosa dalam darah sehingga semakin banyak nikotin yang masuk ke tubuh maka kadar gula darahnya akan semakin tinggi.

(40)

c) Kebiasaan konsumsi alkohol

Terhadap tubuh, alkohol dapat menyebabkan perlemakan hati sehingga dapat merusak hati secara kronis, merusak lambung, merusak pankreas, meningkatkan resiko kanker saluran cerna, mengurangi produksi sperma, menigkatkan tekanan darah, menyebabkan gagal jantung, menurunkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi, mempengaruhi keseimbangan elektrolit tubuh dan masih banyak lagi akibat lainnya (Riskesdas, 2007).

Efek alkohol pada kadar gula darah, tidak hanya tergantung pada alkohol yang dikonsumsi, tapi juga berhubungan dengan asupan makanan. Pada keadaan puasa alkohol dapat menyebabkan hipoglikemia pada penderita diabetes yang menggunakan insulin, tapi tidak mengkonsumsi makanan. Alkohol tidak dapat dikonversikan menjadi glukosa, walaupun alkohol dapat digunakan sebagai sumber kalori. Penderita dengan hipertrigliseridemia, sebaiknya menghindari mengkonsumsi alkohol(Pudjiadi, 2009).

d) Kurangnya aktivitas fisik

(41)

pada tingkat reseptor yang dapat mengakibatkan resistensi insulin sehingga timbul DM tipe 2 (Depkes, 1993).

Saat ini level aktivitas fisik telah menurun secara dramatis dalam 50 tahun terakhir, seiring dengan pengalihan buruh manual dengan mesin dan peningkatan penggunaan alat bantu di rumah tangga, transportasi dan rekreasi. Rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor resiko untuk peningkatan berat badan dan sekali atau dua kali jalan-jalan pendek setiap minggu tidak cukup untuk mengompensasi hal ini. Sebagai contoh, latihan fisik selama 30 menit per hari yang dianjurkan oleh American Heart Foundation dan WHO tidak cukup untuk mencegah peningkatan berat badan dan obesitas; latihan fisik yang dibutuhkan adalah selama 45-60 menit per hari (Astrup, 2005). Cara Melakukan aktivitas fisik, yaitu:

1. Lakukan aktifitas fisik sekurang-kurangnya 30 menit per hari dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh, misalnya:

a) Turun bus lebih awal menuju tempat kerja yang kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan kira-kira 10 menit berjalan kaki menuju rumah.

b) Membersihkan rumah selama 10 menit, dua kali dalam sehari ditambah 10 menit bersepeda.

(42)

2. Dilakukan secara bertahap dimulai dari pemanasan 5 - 10 menit, diikuti dengan latihan inti minimal 20 menit dan diakhiri dengan pendinginan selama 5 - 10 menit.

3. Aktifitas fisik dianjurkan minimal 30 menit, lebih lama akan lebih baik.

4. Aktifitas fisik dapat dilakukan dimana saja, dengan memperhatikan lingkungan yang aman dan nyaman, bebas polusi, tidak menimbulkan cedera, misalnya : dirumah, sekolah, tempat kerja, dan tempat-tempat umum (sarana olahraga, lapangan, taman, tempat rekreasi, dll.)

5. Aktifitas fisik dapat dimulai sejak usia muda hingga usia lanjut dan dapat dilakukan setiap hari.

e) Obesitas

(43)

Obesitas adalah gangguan dimana terdapat kelebihan lemak tubuh yang dapat ditetapkan jika terdapat IMT ≥ 25 kg/m2. Obesitas merupakan faktor resiko penting untuk terjadinya DM tipe 2. Yang berperan meningkatkan resiko DM tipe 2 adalah obesitas abdominal yang ditetapkan apabila nilai ratio lingkar pinggang ≥

80 untuk wanita,≥90 untuk pria. Prevalensi obesitas pada DM tipe 2 sangat tinggi. Lebih dari 80% pasien obesitas dengan DM tipe 2 adalah obesitas, tetapi hanya 10% dari subjek yang mengalami obesitas menjadi DM (Kriska, 2003).

Secara epidemologis, obesitas sentral merupakan faktor resiko DM tipe 2. Resiko tersebut 2 kali pada obesitas ringan, 5 kali pada obesitas sedang, dan 10 kali pada obesitas berat. Besarnya pertumbuhan berat badan dan lamanya obesitas menentukan besarnya resiko DM tipe 2. Secara pathogenesis, obesitas sentral berkaitan erat dengan berbagai faktor yang secara bersamaan mengakibatkan gangguan homeostatis glukosa. Diperkirakan bahwa hubungan obesitas dengan DM tipe 2 terjadi malalui reistensi insulin. Jumlah lemak visceral mempunyai korelasi poditif dengan hiperinsulin dan berkolerasi negatif dengan seneitivitas insulin (Kriska, 2003).

(44)

pengeluaran glukosa hati dan mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Melalui siklus glukosa asam lemak, FFA menyebabkan gangguan metabolism glukosa baik secara oksidatif maupun non oksidatif sehingga terjadi gangguan pemakaian glukosa. Hal ini merupakan faktor terpenting yang mencetuskan perkembangan obesitas menjadi DM tipe 2 (Boden, 2000).

Peningkatan FFA pada orang yang gemuk pada umumnya terjadi karena proses liposis jaringan adipose lebih sering dari orang normal. Peningkatan FFA akan diikuti peningkatan oksidasi lipid dan penurunan penyimpanan glukosa, disertai gangguan penghambatan produksi glukosa di hati. Ketika terjadi TGT, makin banyak lipid dioksidasi dan maakin sedikit glukosa dioksidasi dan disimpan. Bersamaan dengan itu terjadi gangguan sensitivitas insulin (Kriska, 2003).

(45)

menggangu jalan masuk reseptor insulin, peningkatan insulin pada sel, dan reaksi insulin (Pratley, 2000).

f. Faktor gangguan emosional

Banyak orang memandang diabetes hanya dari segi klinisnya saja, sehingga perlu membantu mengenal perasaan pasien, sebagai penderita diabetes agar dapat mengendalikan lebih baik. Segi emosional ini meliputi sikap menyangkal obsesif, marah dan takut, akan menyebabkan kesalahan dan kekecewaan dan merasa bahwa telah membatasi segala segi kehidupan. Segi emosional harus dijaga karena stress atau depresi dapat meningkatkan kadar gula darah (Kadri, 2002).

(46)

Hal ini bisa berlanjut menjadi perasaan gelisah, takut, cemas dan depresi. Perasaan mereka tidak adekuat lagi dapat berlebihan, timbul ketakutan, mereka menuntut untuk dirawat orang lain dengan berlebihan, dan sikap bermusuhan mereka dapat terjadi. Hal ini juga bisa berlanjut menjadi perasaan depresi pada pasien. Depresi merupakan kejadian yang umum terjadi pada pasien diabetes melitus (Watkins, 2000).

2. Faktor-faktor Meringankan DM

a) Kebiasaan konsumsi sayur dan buah

Kebiasaan konsumsi sayur dan buah sangatlah penting untuk menghambat penyerapan hidrat arang, protein dan lemak. Konsumsi tinggi serat memberikan keuntungan perasaaan kenyang dan puas yang membantu mengendalikan nafsu makan. Makanan tinggi serat biasanya rendah kalori sehingga membantu penurunan berat badan. Jenis serat tertentu (terutama terdapat pada beberapa jenis buah seperti apel dan jeruk serta kacang-kacangan) memperlambat penyerapan glukosa darah sehingga mempunyai pengaruh pada penurunan gluosa darah. (Halter, 2000;Reuben, 2009).

(47)

sampai dengan empat ons setiap minggu sedikitnya 5 ons per minggu memperlihatkan pengurangan 27%. Para peneliti berpendapat, bahwa meskipun kacang-kacangan dapat memberikan 80% kalori lemak, lemak itu adalah jenis unsaturated yang dapat mengontrol hormon insulin dan glukosa (Halter, 2000).

Kacang-kacangan juga mengandung Mg dan kandungan serta yang tinggi. Dua unsur tersebut diketahui menurunkan resiko DM tipe 2. Kekurangan Mg pada umumnya ditemukan pada penderita DM tipe 2. Kekurangan Mg dapat melemahkan sekresi insulin dan mengurangi sensitivitas jaringan terhadap insulin. Hal ini menyebakan kompensasi hormon insulin yang pada akhirnya akan berkembang menjadi DM. Kadar Mg yang rendah pada sel darah meral telah ditemukan pada 12 orang tua dengan penyakit DM. Setelag suplementasi Mg selama 4 minggu (pada uji klinik doble-blind). Secra bermakna itu menimbulkan peningkatan sekresi dan kerja hormon insulin dan menurunkan viskositas membran sel darah merah (Jenkins, 2000).

(48)

b) aktivitas fisik

Aktifitas fisik mencerminkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot menghasilkan energi. Berjalan kaki, bertanam, menaiki tangga, bermain bola, menari, merupakan aktifitas fisik yang baik untuk dilakukan. Untuk kepentingan kesehatan, aktifitas fisik haruslah sedang atau bertenanga serta dilakukan lebih 30 menit setiap harinya dalam seminggu. Untuk penurunan berat badan atau mencegah peningkatan berat badan, dibutuhkan aktifitas fisik sekitar 60 menit dalam sehari (Wardlaw, 2007). Olahraga ringan sangat baik dilakukan pada penderita DM tipe 2, karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain:

1. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa up-take) apabila dilakukan setiap 11/2 jam sesudah makan, berarti pula

mengurangi insulin resisten pada penderita kegemukan atau menambah reseptor insulin.

2. Mencegah kegemukan.

3. Memperbaiki aliran darah perifer dan menambah suplai oksigen.

4. Berkurangnya glikogen otot dan hati merangsang pembentukan glikogen yang baru.

5. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

(49)

3. Faktor Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengaruhnya terhadap prevalensi DM maupun gangguan toleransi glukosa. Prevalensi DM maupun gangguan toleransi glukosa naik bersama bertambahnya umur, dan membentuk suatu plateu dan kemudian menurun. Waktu terjadinya kenaikan dan kecepatan kenaikan prevalensi tersebut serta pencapaian puncak dan penurunannya sangat bervariasi diantara studi pernah dilakukan. Namun demikian tampaknya para peneliti mensepakati bahwa kenaikan prevalensi didapatkan mulai sejak awal masa dewasa (Rochmah, 2006).

WHO menyatakan bahwa setelah seseorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2% per tahun pada saat puasa dan akan naik sekitar 5,6-13mg% pada 2 jam setelah makan. Berdasarkan hal tersebut tidaklah mengherankan apabila umur merupakan faktor utama terjadinya peningkatan prevalensi DM serta gangguan toleransi (Rochmah, 2006).

4. Faktor Genetik

(50)

dan kurang beraktivitas. Riwayat kesehatan keluarga sangat perlu diperhatikan. Tidak hanya dilihat dari kondisi kesehatan ayah dan ibu, tetapi juga kakek, nenek, paman, bibi atau sepupu yang memiliki hubungan darah. Kalau salah satu diantara mereka ada yang terkena, hendaknya mulai dari sekarang mengatur pola makan agar tidak menyesal di kemudian hari (Sidartawan, 2010).

a) faktor keturunan pada DM tipe 1

DM tipe 1 adalah resiko seseorang untuk menderita pada anak yang dilahirkan oleh seorang ibu DM tipe 1 diperkiraan 2-3% dan penyakit ini timbul pada saat usia anak belum mencapai 25 tahun. Apabila seseorang mempunyai saudara kandung penyandang DM tipe 1, mempunyai resiko 6-7% untuk menderita DM tipe 1 dikemudian hari (Asdie, 1990).

(51)

b) faktor keturunan pada DM tipe 2

DM tipe 2 merupakan kelainan DM yang paling banyak terjadi. Kelainan ini terdapat diseluruh dunia dengan prevalensi yang bervariasi antara Negara yang satu dengan Negara yang lain. Faktor genetic nampaknya lebih menonjol pada DM tipe 2 dapat mencapai 100% sedangkan pada DM tipe 1 hanya 50%. Penelitian Tatersall (dalam Creutzfelt et.al, 1976) apabila terdapat salah satu dari kedua orang anak menderita DM tipe 2 maka 25% dari anak-anaknya mempunyai resiko menderita DM tipe 2, sedangkan apabila kedua orang tuanya menderita DM tipe 2 maka 50% anaknya mempunyai resiko menderita DM tipe 2 tersebut. (Asdie, 1990).

5. Faktor Jenis Kelamin

Dalam penelitian Kuezmarski melaporkan bahwa wanita lebih sering mengalami kelebihan berat badan daripada pria (Sutejo, 1994). Wanita mempunyai lebih banyak jumlah sel lemak dibandingkan pria, di samping itu wanita juga mempunyai basal metabolisme rate yang lebih rendah dari pria (Eschman, 1984).

(52)

normal untuk pria adalah 15-25%, untuk wanita adalah 20-25% dari total berat badan.

6. Faktor Sosial Ekonomi

a) Pekerjaan

Jenis pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang mendatangkan income (pendapatan) maka jenis pekerjaan “ibu

rumah tangga” tidak dicantumkan, karena biasanya jenis pekerjaan

“ibu rumah tangga” tidak identik dengan penambahan pendapatan

atau income keluarga. Contoh jenis pekerjaannya adalah buruh, dagang, industry, jasa, kesehatan, konstruksi, pendidikan, pertanian, transportasi (Depkes, 2007).

Faktor sosial ekonomi berhubungan dengan keadaan gizi seseorang. Salah satu faktor yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas makanan adalah pendapatan. Masyarakat yang kurang mampu membelanjakan sebagian pendapatannya untuk makanan. Bennet menyatakan lebih spesifik, bahwa pesentase bahan pokok dalam konsumsi pangan tumah tangga semakin berkurang dengan meningkatkannya pendapatan dan cendrung beralih kepada pangan yang berenergi dengan harga yang lebih mahal (Hardiansyah dan Suharjo 1987).

(53)

mulai bergeser kearah penggunaan lebih banyak makanan olahan yang telah mengalami pemurnian (refined). Bahan-bahan yang telah mengalami pemurnian itu sering sudah kehilangan sebagian kandungan zat gizinya, terutama serat yang justru sangat diperlukan tubuh. (Sjahmien Moehji, 2003).

b) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang juga dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas konsumsi makanan. Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang pentingnya gizi pada penderita DM (Berg, 1997).

Pengetahuan mengenai makanan sehat sering kurang dipahami oleh golongan yang tingkat pendidikannya rendah. Mereka lebih memperhatikan rasa dan harga daripada nilai serat makanan. Sebaliknya, meskipun daya beli rendah merupakan halangan utama tetapi sebagian masalah gizi akan dapat diatasi jika orang tahu bagaimana memanfaatkan semua sumber daya yang ada (Ciptoprawiro, 1994).

(54)

disebabkan karena belum jelasnya masalah DM, kurangnya kepustakaan untuk orang awam, juga sarana dan fasilitas yang terbatas (Ciptoprawiro, 1994).

C. Status Gizi

1. Definisi Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat – zat gizi. Status gizi dibedakan antara gizi buruk, baik dan lebih (Almatsier 2003). Sedangkan menurut Supariasa, dkk (2002) status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrien input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat tersebut.

Gizi mempunyai pengertian lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktifitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang membangun, faktor gizi disamping faktor – faktor lain dianggap penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia berkualitas (Almatsier, 2003).

2. Penilaian Status Gizi

(55)

yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia (Arisman, 2002).

Metode penilaian status gizi terbagi menjadi pengukuran langsung dan pengukuran tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi lagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.

Penilaian gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Gambar 3. Diagram : penilaian status gizi

Supariasa, dkk (2002) menyatakan bahwa pengukuran status gizi yang sering digunakan di masyarakat adalah antropometri karena antropometri mempunyai keunggulan antara lain alat yang digunakan mudah didapat dan digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang – ulang dengan

Penelitian Status Gizi

Pengukuran Langsung Pengukuran Tidak Langsung

6. Antropometri

Pengukuran Langsung Pengukuran Tidak Langsung

(56)

mudah dan objektif, pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga profesional tetapi juga oleh tenaga lain yang telah dilatih, biaya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan dan secara ilmiah dapat diakui kebenarannya.

3. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Ukuran – ukuran tubuh (antropometri) merupakan refleksi dari faktor genetik dan lingkungan. Tujuan yang hendak dicapai dalam pemeriksaan antropometri adalah besaran komposisi tubuh yang dapat dijadikan isyarat dini perubahan status gizi (Arisman, 2002).

Parameter yang biasa digunakan dalam Antropometri adalah Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), Lingkar Lengan Atas (LLA), Lingkar Kepala (LK), Lingkar Dada (LD), Lapisan Lemak Bawah Kulit (LLBK) dan Lingkar Perut (LP). Tetapi dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan berupa indeks. Indeks Antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur. Beberapa indeks antropometri:

(57)

Berat Badan (kg)

Tinggi badan (m) x Tinggi Badan (m)  BB/ TB (Berat Badan terhadap Tinggi Badan)

 Lila/ U (Lingkar Lengan Atas terhadap Umur)  Indeks Massa Tubuh (IMT)

 Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur

 Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul (Susilowati, 2008).

4. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan dari laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985, batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai body mass index (BMI). Di Indonesia istilah BMI diterjemahkan dengan Index Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa dkk, 2002).

Index Massa Tubuh (IMT) adalah rasio berat badan dengan kuadrat tinggi badan. IMT biasanya digunakan untuk menilai status gizi karena relatif mudah diukur dan berhubungan dengan lemak tubuh.

Pengukuran tinggi badan dan berat badan pada IMT relatif mudah dikerjakan serta tidak menimbulkan rasa sakit. Banyak peneliti

(58)

menganggap bahwa IMT merupakan indeks massa tubuh paling baik dan paling sering digunakan untuk menyatakan batasan berat badan normal orang dewasa, karena mempunyai bias terhadap tinggi badan yang paling sedikit serta mudah cara perhitungannya. Selnjutnya, IMT berkaitan dengan status kesehatan, misalnya dengan mortalitas (Gibson, 1990).

Penggunanaan IMT hanya dapat digunakan pada orang lebih dari 15 tahun. Hasil pengukuran IMT diperkirakan over estimate dengan error 3-5%, karena tidak membedakan apakah kelebihan atau kekurangan berat badan disebabkan oleh jaringan lemak, otot, atau karen aedem. Oleh karena itu, tidak valis untuk orang yang sedang hamil ataupun menyusui. Demikian juga untuk orang yang mengalami dehidrasi, pengukuran denga IMT cenderung under estimate (Health and Welfare Canada 1988, dalam Gibson 1990)

Tabel 1. Klasifikasi IMT

No Variable Kategori IMT

1 Kurus ≤18,5

2 Normal ≥18,5– ≤24,9

3 Berat badan lebih ≥25,0– ≤27,0

4 obese ≥ 27,0

Sumber: Riskesdas 2007

(59)

kegemukan, konsumsi yang berlebihan dari makanan yang tinggi energi sehingga meningkatkan obesitas, tapi tidak langsung mengakibatkan DM. Kegemukan akan mengakibatkan berkurangnya reseptor insulin pada sel target dan juga perubahan tingkat pasif reseptor, yaitu berkurangnya transportasi gula dan perubahan metabolism glukosa tingkat intra seluler. Dengan demikian akan timbul resistensi insulin dan pada gilirannya akan terjadi DM (Davis, 1994).

5. Lingkar Perut

Indikator status gizi penduduk umur 15 tahun ke atas yang lain selain IMT adalah ukuran lingkar perut (LP) untuk mengetahui adanya obesitas sentral. Obesitas sentral dianggap sebagai faktor risiko yang erat kaitannya dengan beberapa penyakit degeneratif. Untuk laki-laki dengan LP diatas 90 cm atau perempuan dengan LP di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral (WHO Asia-Pasifik, 2005).

(60)

D. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

1. Definisi Riskesdas

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah suatu kegiatan riset yang diarahkan untuk mengetahui gambaran kesehatan dasar penduduk termasuk data biomedis yang menggunakan pemeriksaan laboratorium. Riskesdas dilaksanakan di seluruh wilayah kabupaten/ kota di Indonesia secara serentak dan berkesinambungan yang dimulai pada tahun 2007. Dasar hukum Riskesdas adalah UU No 32 tahun 2003 yang mengamanatkan desentralisasi pembangunan termasuk bidang kesehatan pada tingkat kabupaten/ kota.

Riskesdas di era desentralisasi, informasi untuk perencanaan kesehatan di daerah berbasis bukti (evidence based) belum memadai. Dalam hal ini diperlukan data kesehatan dasar meliputi semua indikator kesehatan yang utama tentang status kesehatan, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan, genomik dan berbagai aspek pelayanan kesehatan. Data kesehatan dasar bukan saja berskala nasional namun juga mampu menggambarkan indikator kesehatan sampai tingkat kabupaten/ kota.

2. Prinsip Riskesdas

Adapun prinsip Riskesdas, yaitu:

(61)

d) Besar sampel mewakili kabupaten/ kota dan dapat diperbesar untuk mewakili kecamatan.

e) Terintegrasi dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

3. Tujuan

Riskesdas bidang biomedis adalah menyediakan informasi biomedis untuk perencanaan kesehatan di ibu kota kabupaten/kota, yang mengintegrasikan berbagai survei/ riset/ studi di bidang biomedis yang selama ini dilakukan secara terpisah dan sporadis untuk mendorong kegiatan riset yang lebih terarah. Dipilih ibukota kabupaten/ kota terkait dengan kecenderungan beberapa penyakit menular dan tidak menular yang semakin meningkat di daerah perkotaan.

4. Organisasi.

1) Tim Pengambil dan Pengelola spesimen, minimal terdiri dari :

• 1 dokter: Penanggung jawab, klinisi, penentu akhir kriteria inklusi

dan eksklusi

• 1 analis/perawat: Pengambil darah terlatih. Pengalaman kerja

minimal 1tahun.

• 1 analis: Pengalaman kerja di laboratorium minimal 1tahun.

2) Tenaga lapangan/penghubung:

(62)

RS/Labkesda/ Swasta yang ditunjuk atau berkonsultasi dengan Dinas Kesehatan setempat. Petugas lapangan/ puskesmas ditentukan oleh Kepala Dinas Kesehatan / Penanggung Jawab Operasional Kabupaten/ Kota setelah mendapat informasi dari Kepala Puskesmas setempat.

3) Mitra Laboratorium

Balitbangkes melakukan pengelolaan spesimen biomedis dengan cara swakelola. Pada pengambilan, pemrosesan, pemeriksaan spesimen darah (darah rutin dan glukosa darah), pengemasan dan pengiriman, Balitbangkes akan melakukan kerja sama dengan beberapa laboratorium sbb:

a) Laboratorium RS daerah b) Labkesda.

c) Laboratorium Swasta/ Patelki.

D. Provinsi lampung

Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-undang no 14 tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung tanggal 18 maret 1964.

Secara geografis Provinsi lampung terletak pada kedudukan 103º40” (BT)

Bujur Timur sampai 105º50” (BT) Bujur Timur dan 3º45” (LS) Lintang

Selatan sampai 6º45”. Provinsi Lampung meliputi areal daratan seluas

(63)
(64)

DIABETES MELLITUS DI PROVINSI LAMPUNG PADA TAHUN 2007

Oleh

Desti Wulan Handayani

Diabetes Mellitus (DM) merupakan jenis penyakit yang memiliki komplikasi terbanyak jika dibandingkan dengan jenis penyakit degeneratif lainnya. Meningkatnya prevalensi DM, disebabkan karena adanya peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan siap santap yang tidak sehat dan tidak seimbang karena mengandung kalori, lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat, membawa konsekuensi terhadap kejadian perubahan status gizi menuju gizi lebih dan obesitas serta berkembangnya penyakit degeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya hidup dan status gizi dengan penyakit diabetes mellitus pada pria dan wanita di provinsi Lampung pada tahun 2007.

(65)

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan menunjukkan bahwa Faktor risiko terjadinya DM yang terutama pada penduduk usia dewasa di Propinsi Lampung adalah obesitas sentral (p-value 0,000 OR=9,35). Faktor risiko lain adalah usia mulai merokok (p-value 0,00 OR>1), kurang aktifitas fisik (p-value 0,000 OR=3,97), kurang konsumsi sayur dan buah (p-value 0,000 OR=2,74), kebiasaan sering makanan berlemak (p-value 0,044 OR=1,29), gangguan mental emosional (p-value 0,000 OR=3,28), obesitas (p-value 0,000 OR=2,38). Terdapat hubungan antara gaya hidup dan status gizi pada pria dan wanita di propinsi Lampung pada tahun 2007.

(66)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Tempat penelitian ini berlokasi di Propinsi Lampung dan dilaksanakan pada bulan September–Oktober 2011.

B. Populasi dan Sampel

Data-data dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder. Data sekunder tersebut diambil dari data Riset Kesahatan Dasar (2007) Propinsi Lampung oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesahatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

(67)

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (independent variable) yang diteliti dalam penelitian ini adalah gaya hidup dan status gizi pada pria dan wanita dewasa di propinsi Lampung pada tahun 2007.

2. Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah penyakit diabetes melitus pada pria dan wanita dewasa dipropinsi Lampung pada tahun 2007.

D. Metode Pengumpulan Data

Data– data dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder. Data sekunder tersebut diambil dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 Provinsi Lampung oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional deskriptif analitik.

(68)

1. Diabetes Mellitus (DM)

DM dalam penelitian ini adalah berdasarkan hasil pengukuran/ pemeriksaan glukosa darah puasa. Kriteria DM yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis, yaitu hasil pengukuran glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl

Bila glukosa darah puasa≥126 mg/dl 2. Tidak DM

Bila glukosa darah puasa≤110 mg/dl

Ordinal

2. Gaya Hidup Meliputi kebiasaan merokok, usia mulai merokok, rata-rata batang rokok yang dihisap perhari, aktivitas fisik kurang, kebiasaan konsumsi sayur dan buah, kebiasaan konsumsi makanan berlemak, , kebiasaan mengkonsumsi alkohol, , gangguan mental emosional.

Kuesioner

Kebiasaan Merokok

Meliputi kebiasaan merokok, rata-rata batang rokok perhari, dan umur pertama kali merokok

Kuesioner 1. Perokok

Umur pertama kali merokok (Lama merokok): Pada sampel yang merokok setiap hari

Kuesioner 1. ≤16 tahun 2. ≥16 tahun

(69)

Batang Rokok Yang Dihisap Pehari

Pada sampel yang merokok setiap hari dan kadang-kadang

2. >20 batang per hari

Aktivitas fisik Meliputi kegiatan jasmani yang berkaitan dengan pekerjaan, waktu senggang dan olah raga seperti berjalan kaki, naik sepeda, jogging, berenang, aerobic/fitness, basket, sepak bola dan jenis olahraga lainnya.

Kuesioner 1. Kurang:

≤ 30 menit perhari (minimal 10 menit dalam satu kali aktivitas fisik)

2. Cukup :

Apabila kegiatan dilakukan terus menerus sekurangnya 30 menit perhari (minimal 10 menit dalam satu kali aktivitas fisik) dan secara kumulatif 150 menit selama 5 hari dalam satu minggu.

Ordinal

Konsumsi Sayur dan Buah

(70)

Berlemak mentega, santan kental, lemak hewani (kulit dan gajih), jeroan, daging kambing, daging babi.

daftar

Meliputi konsumsi minuman alkohol bermerk : seperti bir, whiskey, vodka, anggur/ wine, dll dan minuman

Meliputi gejala-gejala: sakit kepala, sulit untuk menikmati kegiatan sehari-hari, tidak nafsu makan, sulit untuk mengambil keputusan, sulit tidur, pekerjaan sehari-hari terganggu, mudah takut, tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, merasa tegang, cemas atau kuatir kehilangan minat pada berbagai hal, tangan gemetar, merasa tidak berharga, pencernaan terganggu/buruk, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, sulit untuk berpikir jernih, merasa lelah sepanjang waktu, merasa tidak bahagia, mengalami rasa tidak enak diperut, menangis lebih sering, dan mudah lelah.

Kuesioner 1. Ya Mengalami gangguan mental emosional:

Bila nilai batas pisah yang dinilai dengan Self Repoting Quetionnaire (SRQ) adalah 6-20

2. Tidak mengalami gangguan mental emosional:

Bila nilai batas pisah yang dinilai dengan Self Repoting Quetionnaire (SRQ) adalah ≤ 6.

(71)

Perut petugas lapangan

Bila nilai IMT >25 2. Tidak obesitas

Bila IMT < 25 Lingkar Perut

1. Obesitas sentral :

Bila pada laki-laki denga LP diatas 90 cm atau perempuan dengan LP diatas 80 cm

2. Tidak obesitas sentral:

(72)

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari pengumpulan data Riskesdas 2007 akan diolah melalui program SPSS 17.0 for Windows dengan menggunakan kodingsebagai berikut:

a. Diabetes Mellitus

Pada kasus DM, data DM didapat dengan metode pengukuran. DM berdasarkan hasil pengukuran/ pemeriksaan glukosa darah, ditetapkan dengan menggunakan standar baku pengukuran glukosa darah (Glukometer). Kriteria DM yang digunakan pada penetepan kasus merujuk pada kriteria diagnosis yaitu hasil pengukuran glukosa darah normal <110 mg/dl

Tabel 3. Diagnosis DM

No Kadar Glukosa Kategori

1 1. Diabetes Mellitus

2. Tidak Diabetes mellitus

Sumber: Riskesdas 2007

b. Karakteristik Sampel

(73)

Tabel 4. Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, Pekerjaan

No Variable Kategori

1 Jenis Kelamin 1= laki-laki

2= perempuan

2 Umur 1= 20-30 tahun

2= 31-40 tahun 3= 41-50 tahun 4= > 50 tahun

3 Pendidikan 1= Tidak pernah sekolah

2= Tidak tamat SD 3= Tamat SD 4= Tamat SLTP 5= Tamat SLTA 6= Perguruan Tinggi

4 Pekerjaan 1= Tidak kerja

2= Sekolah

(74)

Tabel 5. Kebiasaan Merokok, Umur Mulai Merokok, Rata-rata Batang Rokok yang Dihisap Perhari.

No Variabel Kategori

1 Apakah merokok selama 1 bulan terakhir ?

1= Ya, setiap hari 2= Ya, kadang-kadang 3= Tidak, sebelumnya pernah

4= Tidak pernah sama sekali 2 Berapa umur mulai merokok

setiap hari?

10 = Tidak Ingat

3 Berapa rata-rata batang

rokok yang dihisap perhari

Sumber: Riskesdas 2007

c.2. Aktivitas Fisik

Aktifitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan membakar lemak. Dikumpulkan data frekuensi beraktifitas fisik dalam seminggu terakhir. Kegiatan aktifitas fisik

dikategorikan ‘cukup’ apabila kegiatan dilakukan terus menerus

(75)

Tabel 6. Aktivitas Fisik

No Variabel Kategori

1 Apakah biasa melakukan aktivitas fisik (berjalan, naik sepeda, jogging, berenang, aerobic/ fitness, basket, sepakbola/ futsal dan jenis olah raga lain) yang dilakukan terus menerus paling sedikit selama 10 menit setiap kali melakukannya?

1= Ya 2= Tidak

2 Biasanya berapa hari dalam seminggu, melakukan aktivitas fisik tersebut?

…… hari

3 Biasanya pada hari ketika melakukan aktivitas fisik sedang, berapa total waktu yang digunakan untuk melakukan seluruh kegiatan tersebut ?

…. Jam …. menit

Sumber: Riskesdas 2007

c.3. Konsumsi Sayur dan Buah

Data frekuensi dan porsi asupan sayur dan buah dikumpulkan dengan menghitung jumlah hari konsumsi dalam seminggu dan jumlah porsi rata-rata dalam sehari. Responden dikategorikan ‘cukup’ konsumsi sayur dan buah apabila makan sayur dan/ atau

buah minimal 5 porsi perhari selama 7 hari dalam seminggu. Dikategoriksn ‘kurang’ apabila konsumsi sayur dan buah kurang

dari ketentuan di atas.

Yang dimaksud ‘porsi’ disini mengikuti pengertian umum. Untuk

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori (Lestari, 2004).
Gambar 2. Kerangka Konsep
Gambar 3. Diagram : penilaian status gizi
Tabel 1. Klasifikasi IMT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsep teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator reward (pendidikan, pengalaman kerja, jenis dan sifat pekerjaan, posisi jabatan), kinerja (kualitas, kuantitas,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya pembengkakan (swelling power) campuran tepung kimpul (Xanthosoma sagittifolium) dan tepung terigu terhadap

(4) Jadwal retensi arsip keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kolom nomor urut, jenis/seri arsip, jangka waktu simpan dan keterangan yang berisi

bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah, penyusunan Rencana Detail Tata Ruang

bahwa sesuai ketentuan Pasal 160 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa

image- based modeling approach were chosen due to the fact that Dubai Municipality has a rich collection of high resolution Nadir based aerial imagery with decent

[r]

Pada hasil penelitian ini terlihat tidak sesuai dengan hasil penelitian diatas, pada data table satu diatas kita lihat bahwa pada sebagian besar terapi sikloposfamide