• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max) selama fase vegetatif dan awal fase generatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max) selama fase vegetatif dan awal fase generatif"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERLAKUAN KITOSAN TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI (

Glycine max

)

SELAMA FASE VEGETATIF DAN AWAL FASE GENERATIF

BRINADO FASSA IANCA

C34053195

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

BRINADO FASSA IANCA. C34053195. Pengaruh perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max) selama fase vegetatif dan awal fase generatif. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan AGOES M. JACOEB.

Kitosan adalah senyawa turunan dari kitin dengan rumus D-glukosamin. Kitosan memiliki banyak manfaat di berbagai bidang, salah satunya bidang pertanian. Salah satu manfaat kitosan di bidang pertanian, yaitu meningkatkan fiksasi nitrogen, dimana fiksasi nitrogen berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Salah satu komoditas pertanian penting di Indonesia adalah kedelai. Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting dan penyuplai protein nabati sebesar 34,9%. Adanya pengaruh kitosan terhadap pertumbuhan tanaman diharapkan kitosan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai selama fase vegetatif dan awal fase generatif. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kualitas kitosan larut asam dan pengaruh perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan kedelai (Glycine max) selama fase vegetatif dan awal fase generatif.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan mutu kitosan larut asam yang digunakan. Penelitian utama sendiri dilakukan dengan mengaplikasikan kitosan langsung pada tanaman kedelai dengan cara merendam biji kedelai dengan larutan kitosan dan menyemprotkan kitosan di dalam tanah dan tanaman kedelai.

Hasil uji mutu kitosan larut asam yaitu kadar air 10,75%, kadar mineral 0,75%, kadar nitrogen 5,65%, dan kadar deasetilasi 88%. Parameter mutu kitosan menandakan kitosan masih dapat digunakan untuk di aplikasikan di tanaman kedelai. Hasil pengukuran parameter kedelai untuk daya berkecambah terbaik adalah tanaman kedelai dengan pemberian kitosan 75 ppm sebesar 93%. Parameter vegetatif yaitu tinggi tanaman dan perlakuan terbaik adalah kitosan 75 ppm; untuk jumlah cabang terbaik adalah pemberian kitosan 100 ppm; jumlah daun terbaik adalah pemberian kitosan 75 ppm, untuk lebar daun terbaik adalah pemberian kitosan 75 ppm dan panjang daun adalah kontrol positif. Sedangkan parameter generatif untuk jumlah bunga adalah kitosan 100 ppm dan kitosan 100 ppm lebih cepat proses pembungaannya, untuk jumlah polong sendiri adalah kitosan 100 ppm. Parameter bintil akar terbaik adalah pemberian kitosan 100 ppm dan parameter bobot kering terbaik adalah kitosan 100 ppm.

(3)

PENGARUH PERLAKUAN KITOSAN TERHADAP

PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI (

Glycine max

)

SELAMA FASE VEGETATIF DAN AWAL FASE GENERATIF

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh

BRINADO FASSA IANCA

C34053195

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

Judul Skripsi : PENGARUH PERLAKUAN KITOSAN TERHADAP PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max)

SELAMA FASE VEGETATIF DAN AWAL FASE GENERATIF

Nama : Brinado Fassa Ianca

NRP : C34053195

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Pipih Suptijah, MBA Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl.-Biol. NIP. 19531020 198503 2 001 NIP. 19591127 198601 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. NIP 19580511 198503 1 002

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Perlakuaan Kitosan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max) Selama Fase Vegetatif dan Awal Fase Generatif adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Brinado Fassa Ianca, merupakan anak ke

3 dari 5 bersaudara dari pasangan Pribudi Wahyono dan Sri Romlah Endang Pujihastuti. Penulis dilahirkan di Jatiroto pada tanggal 30 Oktober 1987. Pendidikan dasar ditempuh pada tahun 1993 di SD Pembangunan Jatiroto hingga tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis masuk ke SLTP Negeri 1 Jatiroto dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun tersebut penulis masuk ke SMU Negeri 3 Lumajang dan berhasil lulus pada tahun 2005.

Penulis melanjutkan pendidikan strata satu pada Institut Pertanian Bogor, dan diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2005. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai pengurus Himasilkan sebagai kadiv APSC tahun 2007-2008, ketua biRU 2007-2008 dan 2008-2009, ketua omda IKALULU (Lumajang) 2006-2007, anggota IAAS divisi eksternal 2006-2007. Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Avertebrata Air 2007-2008 dan Koordinator asisten Avertebrata Air 2008-2009, asisten praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perairan 2008-2009, asisten mata kuliah

Diversivikasi dan Pengembangan Produk Baru Hasil Perairan, asisten mata kuliah Teknologi Limbah dan Hasil Samping Hasil Perairan, dan asisten praktikum mata kuliah Teknologi dan Pengembangan Kitin dan Kitosan 2008/2009. Selain itu penulis menerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari IPB pada tahun 2009.

Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana perikanan dan penyelesaian studi penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Perlakuan Kitosan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max) Selama Fase Vegetatif dan Awal

Fase Generatif. Dibawah bimbingan Dra. Pipih Suptijah, MBA. selaku dosen pembimbing pertama dan bapak Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl.-Biol.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan dukungan dari segala pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil, yaitu :

1) Dra. Pipih Suptijah, MBA. dan Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku dosen pembimbing atas pengarahan, perhatian dan masukan serta kesabarannya untuk membimbing penulis selama ini hingga mampu menyelesaikan skripsi ini.

2) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil selaku Ketua departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3) Ir. Djoko Poernomo, BSc dan Ir. Nurjanah, MS sebagai dosen penguji yang

telah memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis.

4) Ibu Ir. Komariah Tampubolon, MS sebagai dosen PA atas bimbingannya dan motivasinya.

5) Bapak Uju, Spi, MSi selaku pembimbing PKL atas bimbingan dan nasehatnya.

6) Ibu Prof. Sriyani selaku konselor TPB atas banyak masukkan, motivasi, dan hadiah yang telah ibu berikan kepada saya.

7) Rita dan Bu Emma atas bantuan dan waktu luangnya untuk saya repotkan. 8) Civitas Departemen THP yang telah banyak membantu.

9) Bapak dan Ibu tercinta, yang telah memberikan doa, kasih sayang, cinta, motivasi, nasehat, restu, dan ketulusan kepada penulis selama ini.

10)Adikku Cantiq yang banyak memberikan doa, semangat dan dorongan. 11)Adikku Danang, mas Denny, dan mas renal atas doanya.

12)Teman satu penelitianku Sugara Mursid “Goro” atas bantuannya selama ini

(8)

13)Rinto Shan, Rnawati “Mbok Berek”, Mbak Bonce “Vivin”, Nad, Dinda, Jajil,

dan Dore atas Doa, Sharing, dan Masukkannya.

14) Ifa, Ary A, Xena, Dian Aiki, Diana “Sumo”, Moro, Indri, Sofi, Ticil, Jamal,

Pitek, dan Fatoni atas kebaikannya membantu saya dan tertawa bersama.

15)Fahrul, Om jack, Ozie, Jamil, Vabie, Wahyu, Ka Hendra, Fuadi, Ka Deri’, dan

Widi atas bantuan, kegokilan, dan everything di kostan “Aulia”

16)Evi Purnama Sari, Ika Zaharani Yahya, dan Sugiantoro temen se PA ku yang takkan ku lupakan dan makan barengnya di Bu Kom.

17)Asisten Avert (Indri, Ticil, Jun2, Rdita, Pur, Rustam, Tika, Niken, Puput, Erys, Rio, Adnan, Peni, Ima, Ka Gading, Mbak Depoy, Mbk Evie, Nanda, Yayan, Putri, Moly, Nanang, Mertha, Me2y, dan lain-lain), Asisten Diver dan Limbah (Ary, Ika, Sofi, Pitek, Marcta, Zen, Pus, Ale, Melda, dan Fathu), Asisten Kitin dan Kitosan (Goro, Ifa, Fahrul, dan Ulfa), Asisten TPHP (Te2h, Ade, Xena, Sofi, Pitex, Marcta, Ita, Rodi, Rustam, Uut, Jun2x, Tika, Indri, Melda, Dan, dan Binyok) atas kesolidannya.

18)THP42 (Stefi,Vivit, Nazar, Singgih, Adrian, Mirza, Pril, Dita, Fuad, Riska, Kokom, Dini, Mifta, Ance, Anne, Nina, Hernita, Ulie, Tyas, Irfan, Bayu, Ori,

Sari, Anggi, Dewi, dan lain-lain), IKALULU (Mbk Itho, Mbk Ndari, Mas Nato, Dim2, Devi, Mbk Bonce, Wa1, Wi2t, Dian, Vida, Zo, Bayu, Veni, Sobich, Eko, Gayuh, Syamsul, dan Dani), biRU (Ratih THP43, dan lain-lain), B23 (Eja, Ulli, Heni, dan lain-lain), IAAS (Riesni ITK42), Aikido, THP 43 (Umi, Dwi, Nana, Wati, Patma, Nico, dan lain-lain), THP 44 (Suhana, Fipo,

dan lain-lain), dan kostan Manggrove (Mas Ady, Mas kembar, Mas Sub2, Mas Kus2x, dan lain-lain) atas bantuan, canda tawa, dan kebersamaannya. 19)Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah membantu

penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan Hasil penelitian ini masih terdapat kekurangannya. Kami harapkan kritik dan saran yang membangun dalam rangka menghasilkan hasil yang terbaik. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2010

(9)

DAFTAR ISI

2.2. Aplikasi dan Pengaruh Kitosan Terhadap Tanaman ... 4

2.3. Kedelai ... 5

2.4. Pertumbuhan Kedelai ... 7

2.4.1. Pertumbuhan fase vegetatif tanaman kedelai ... 7

2.4.2. Pertumbuhan fase generatif tanaman kedelai ... 7

2.5. Pupuk Kandang ... 8

3.3.1. Penelitian pendahuluan ... 12

3.3.2. Penelitian utama ... 12

3.4. Pengamatan ... 15

3.4.1. Analisis proksimat ... 15

3.4.2. Analisis derajat deasetilasi ... 17

3.4.3. Analisis pertumbuhan tanaman kedelai ... 17

(10)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1. Kitosan ... 20

4.2. Kondisi Umum Lingkungan ... 22

4.3. Pengaruh Kitosan terhadap Daya Berkecambah Kedelai ... 24

4.4. Pengaruh Kitosan terhadap Fase Vegetatif Tanaman Kedelai ... 26

4.5. Pengaruh Kitosan terhadap Pertumbuhan Awal Fase Generatif ... Kedelai ... 31

4.6. Pengaruh Kitosan terhadap Bintil Akar Kedelai ... 33

4.7. Perlakuan Kitosan terhadap Biomassa Kering Kedelai ... 35

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1. Kesimpulan ... 38

5.2. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur kimia selulosa, kitin, dan kitosan ... 3

2. Bunga kedelai ... 6

3. Diagram alir prosedur perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan kedelai .. 14

4. Rumah kaca ... 22

5. Gejala kerusakan tanaman ... 23

6. Diagram batang persentase daya berkecambah kedelai ... 24

7. Grafik pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman ... 26

8. Grafik pengaruh kitosan terhadap jumlah cabang ... 28

9. Grafik pengaruh kitosan terhadap jumlah daun ... 29

10. Diagram batang pengaruh kitosan terhadap panjang dan lebar daun ... 30

11. Grafik pengaruh kitosan terhadap jumlah bunga ... 31

12. Grafik pengaruh kitosan terhadap jumlah polong ... 32

13. Diagram batang pengaruh perlakuan kitosan terhadap bintil akar ... 33

14. Bintil akar tanaman kedelai ... 34

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Penanda pertumbuhan vegetatif kedelai ... 7

2. Penanda pertumbuhan generatif kedelai ... 8

3. Kombinasi perlakuaan kitosan ... 13

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1-a. Hasil pengukuran rata-rata tinggi tanaman kedelai ... 41

1-b. Hasil pengukuran rata-rata jumlah cabang tanaman kedelai ... 41

1-c. Hasil pengukuran rata-rata jumlah daun tanaman kedelai ... 41

1-d. Hasil pengukuran rata-rata jumlah bunga tanaman kedelai ... 41

1-e. Hasil pengukuran rata-rata jumlah polong tanaman kedelai ... 42

2-a. Hasil uji statistik pengaruh pemberian kitosan terhadap daya ... berkecambah kedelai ... 43

2-b. Hasil uji statistik pengaruh pemberian kitosan terhadap tinggi tanaman 43 2-c. Hasil uji statistik pengaruh pemberian kitosan terhadap jumlah cabang 43 2-d. Hasil uji statistik pengaruh pemberian kitosan terhadap jumlah daun .. 43

2-e. Hasil uji statistik pengaruh pemberian kitosan terhadap jumlah bunga . 43 2-f. Hasil uji statistik perlakuan pemberian kitosan terhadap jumlah ... bintil akar ... 44

2-g. Hasil uji statistik pengaruh pemberian kitosan terhadap ... biomassa kering ... 44

3. Hasil uji lanjut tukey terhadap daya berkecambah tanaman kedelai ... 45

4. Hasil uji lanjut tukey terhadap tinggi tanaman kedelai ... 46

5. Hasil uji lanjut tukey terhadap bintil akar tanaman kedelai ... 47

6. Hasil uji lanjut tukey terhadap biomassa kering tanaman kedelai ... 48

(14)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin dengan rumus D-glukosamin. Kitosan diperoleh dari pengolahan limbah kulit/cangkang udang,

kepiting, kapang, dan lain-lain melalui proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi (Kumar 2000). Kitosan memiliki banyak manfaat di berbagai bidang, sehingga banyak industri mengkomersialkan kitosan sesuai standar mutu kitosan.

Manfaat kitosan antara lain mengabsorbsi logam berat, antimikroba,

edible coating, dan penjernih air (Suptijah 2006).

Banyaknya manfaat kitosan, membuat kitosan dapat diaplikasikan di luar bidang perikanan, salah satunya bidang pertanian. Manfaat kitosan di bidang pertanian antara lain membantu proses perubahan unsur organik menjadi anorganik, sumber karbon bagi mikroorganisme, dan mempercepat proses fiksasi nitrogen (Boonlertnirum et al. 2008 dan Ali et al. 1997). Selain itu kitosan memiliki sifat non toksik dan biodegradable, sehingga kitosan aman untuk diaplikasikan.

(15)

perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max) selama fase vegetatif dan awal fase generatif.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Menentukan spesifikasi mutu kitosan larut asam.

(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan

Kitosan merupakan turunan kitin dengan rumus molekul D-glukosamin. Kitosan sebagian besar diperoleh dari bahan baku

cangkang crustacea, melalui proses deproteinasi menggunakan NaOH;

demineralisasi menggunakan HCl; dan deasetilasi dengan NaOH 50% (Kumar 2000). Kitosan saat ini sudah dikomersialkan karena memiliki banyak

manfaat dan sifatnya yang non toksik (LD 50 = 16 g/kg BB) (Suptijah 2006). Komersialisasi dari kitosan, tidak terlepas dari karakteristik fisik, biologi, dan kimiawi yang baik diantaranya dapat didegradasi, diperbaruhi, dan tidak toksik. Kitosan yang sering dikomersialkan adalah kitosan larut asam karena proses pembuatannya lebih mudah dan sederhana. Kitosan larut asam diaplikasikan sebagai antibakteri, pengkelat, absorben, penstabil, pembentuk film, penjernih, flokulan, koagulan, dan antifungi (Kumar 2000).

Gambar 1 Struktur kimia selulosa, kitin, dan kitosan Sumber : Anonim (2009)

(17)

nilai kadar air < 10%, kadar abu maksimal 2% (dengan suplemen kalsium),

kadar nitrogen 5%, dan derajat deasetilasi < 70% (Proton Biopolimer dalam

Suptijah et al. 1992).

2.2 Aplikasi Kitosan pada Tanaman

Kitosan mempunyai cakupan penggunaan yang luas, dengan afinitas yang tinggi tidak toksik, mudah didegradasi, dan bahan baku berasal dari alam. Kitosan mengatur sistem kekebalan tanaman dan menyebabkan ekskresi enzim pelawan. Lebih dari itu kitosan tidak hanya mengaktifkan sel, tetapi juga meningkatkan kemampuan pertahanan melawan penyakit dan serangga. Kitosan mempunyai efek pada pertanian, misalnya berperan sebagai sumber karbon bagi mikroba di dalam tanah, mempercepat proses transformasi senyawa organik menjadi senyawa anorganik dan membantu sistem perakaran pada tanaman untuk menyerap lebih banyak nutrien dari tanah. Kitosan diserap oleh akar setelah diuraikan oleh bakteri di dalam tanah. Aplikasi kitosan di bidang pertanian, bahkan tanpa pupuk kimia, dan meningkatkan populasi mikroba dalam jumlah yang besar, dan proses transformasi nutrien dari organik ke anorganik yang mana lebih mudah diserap oleh akar tanaman (Boonlertnirun et al. 2008).

Kitosan yang diperoleh dengan deasetilasi kitin, mendorong pertumbuhan tanaman dan akar, dan mempercepat waktu berbunga, hasil buah, dan bobot buah serta meningkatkan jumlah bunga pada buah anggur (Ohta et al. 2004). Kitosan merupakan bahan kimia, yang secara konsisten meningkatkan hasil panen. Kitosan secara alami memperbaharui sumber nutrisi, yang biokompatibel dengan

kehidupan sel hewan dan tanaman. Pada tanaman, bahwa kitosan meningkatkan induksi antibodi tanaman, menginduksi pytoeleksin dan protein inhibitor yang terkandung dalam lignin (Chandrkrachang et al. 2005). Kitosan menyebabkan akumulasi pytoelexin yang menghasilkan respon antifungi dan meningkatkan

perlindungan dari infeksi yang lebih jauh (Vasyukova 2001

(18)

Polikation alami kitosan dapat menghambat pertumbuhan kapang dan

jamur yang patogen di antaranya jamur tanah Fusarium oxysporum, Rhizoetonin solani dan Phythium paroecandrum. Pertumbuhan tanaman dengan adanya kitosan dapat berpengaruh pada jamur patogen dengan interaksi antimikroba secara langsung maupun mengaktifkan pertahanan alami dari tanaman tersebut dan membantu jaringan tanaman dalam mencegah infeksi jamur. Dengan adanya kitosan, proses kolonisasi patogen pada jaringan tanaman dapat dicegah dan apabila jaringan tanaman telah terinfeksi, penyebaran patogen dapat dibatasi sehingga tidak meluas ke jaringan lain yang sehat (El Ghaout et al. 1994

dalam Uthairatanakij et al. 2007). 2.3 Kedelai (Glycine max)

Kedelai (Glycine max L) merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak dan dibudidayakan di Indonesia sejak abad ke-17 (Adisarwanto dan Wudianto 2005). Kedelai merupakan salah satu spesies dari famili leguminosae.

Berikut klasifikasi tanaman kedelai (Hermann 1962 dalam Adie dan Krisnawati 2007) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Cormobionta Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Archichlamydae Ordo : Rosales

Subordo : Leguminosinae Famili : Leguminosae Subfamili : Papilionaceae Tribe : Phaseoleae

Subtribe : Phaseolinae (Glycininae) Genus : Glycine

Spesies : Glycine max

(19)

tumbuh secara optimal (Adisarwanto 2007). Kedelai secara umum memiliki daun

berbentuk bulat (oval) dan lancip (lanceolate) serta berbulu. Daun kedelai beranak tiga helai daun (trifoliolat).

Batang kedelai memiliki buku yang akan menjadi tempat tumbuhnya bunga. Buku yang menghasilkan buah disebut buku subur. Pada batang tanaman tersebut biasanya akan muncul cabang (Purwono dan Purnawati 2007).

Bunga yang tumbuh di bagian buku memiliki warna putih dan unggu. Setelah 7–10 hari bunga pertama muncul, polong kedelai akan terbentuk untuk pertama kali. Polong tersebut berwarna hijau saat masih muda dan akan berubah menjadi kuning kecoklatan ketika masak. Sementara itu warna bijinya bervariasi, seperti kuning, hitam, dan coklat. Biji kedelai secara umum berbentuk bulat telur, akan tetapi biji kedelai ada juga yang memiliki bentuk bulat dan agak gepeng, hal ini disebabkan oleh jenis varietas yang berbeda (Adisarwanto 2007).

Kedelai memiliki akar primer tunggang dan sekunder serabut. Bagian akar kedelai terdapat bintil akar, dimana bintil akar merupakan simbiosis antara kedelai dengan bakteri Rhizobium japonicum yang mampu mengikat gas nitrogen bebas dari udara. Adanya simbiosis ini menyebabkan kedelai terpenuhi sebagian hara

nitrogen untuk pertumbuhannya dan menyebabkan tanah tersebut menjadi subur (Purwono dan Purnawati 2007).

Kedelai memiliki syarat untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m di permukaan air laut, namun menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996) dalam Rahadia (2008) ada beberapa varietas kedelai mampu beradaptasi pada ketinggian ± 1200 m dpl. Pada ummunya kondisi lingkungan yang dapat ditanami kedelai adalah suhu 28–39 oC dan kelembaban udara (RH) rata-rata 60-70%.

(20)

2.4 Pertumbuhan Kedelai

Kedelai mengalami proses pertumbuhan dimana pertumbuhan kedelai dibagi menjadi dua macam yaitu pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pertumbuhan vegetatif dan generatif memiliki ciri yang berbeda, dimana pertumbuhan vegetatif lebih ke arah tinggi dan jumlah organ yang ada pada tanaman contohnya daun dan cabang sedangkan pertumbuhan generatif ke arah pembentukan biji maupun buah (Gardner et al. 1991).

2.4.1 Pertumbuhan fase vegetatif tanaman kedelai

Pertumbuhan vegetatif merupakan pertumbuhan pada tanaman yang dimulai sejak tanaman muncul di permukaan tanah sampai tanaman mulai berbunga (Adisarwanto 2007). Pertumbuhan vegetatif pada tanaman mengalami pertambahan dan perkembangan sel, sehingga pertumbuhan tanaman setiap harinya mengalami peningkatan. Pertumbuhan vegetatif setiap tanaman berbeda, berikut merupakan tingkatan stadia pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Penanda pertumbuhan vegetatif kedelai

Singkatan Stadia

Tingkatan stadia Keterangan

VE Stadia pemunculan Kotiledon muncul ke permukaan VC Stadia kotiledon Daun unfoliolat berkembang, tepi

daun tidak menyentuh tanah V1 Stadia buku pertama Daun terbuka penuh pada buku

unfoliolat.

V2 Stadia buku kedua Daun trifoliolat terbuka penuh pada buku kedua di atas buku unfoliolat. V3 Stadia buku ketiga Pada buku ketiga batang utama

terdapat daun yang terbuka penuh Vn Stadia buku ke-n Pada buku ke-n batang utama telah.

terdapat daun yang terbuka penuh.

Sumber : Adisarwanto (2007)

2.4.2 Pertumbuhan fase generatif tanaman kedelai

(21)

Tabel 2 Penanda pertumbuhan generatif kedelai

Singkatan Stadia Tingkatan Stadia Keterangan

R1 Mulai Berbunga Munculnya bunga pertama pada buku mana pun pada batang utama.

R2 Berbunga penuh Bunga terbuka penuh pada satu atau dua buku paling atas pada batang utama dengan daun yang telah terbuka penuh.

R3 Mulai berpolong Polong telah terbentuk dengan panjang 0,5 cm pada salah satu buku batang utama.

R4 Berpolong penuh Polong telah mencapai panjang 2 cm di salah satu buku teratas pada batang utama.

R6 Berbiji penuh Setiap polong pada batang utama telah berisi biji satu atau dua.

R7 Mulai masak Salah satu warna polong pada batang utama telah berubah menjadi cokelat kekuningan atau warna masak. R8 Masak penuh 95 % jumlah polong telah mencapai

warna polong masak

Sumber : Adisarwanto (2007)

2.5 Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi kotoran padat dan cair (urine) hewan ternak (Prihmantoro 1999). Pupuk mengandung unsur hara lengkap untuk pertumbuhan, terdiri dari unsur hara makro seperti nitrogen, fosfor, kalium, dan mengandung unsur hara mikro seperti seng dan mangan.

Selain penyediaan unsur hara bagi tanaman, pupuk kandang berfungsi memperbaiki unsur tanah sebagai media tumbuh, meningkatkan kapasitas kation, dan mendorong kehidupan jasad renik dalam tanah (Sutedjo 1994). Dengan kata lain pupuk kandang memiliki kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah, sehinggga menjadi faktor-faktor yang menjamin kesuburan tanah.

(22)

44% bahan padat dan 6,3% bahan cair. Komposisi unsur hara yang terkandung di

dalam pupuk kandang sapi yaitu 0,6% N, 15% P2O5, dan 0,45% K2O (Sutedjo 1994).

2.6 Fitohormon

Fitohormon merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil yang disintesis pada bagian tertentu dalam tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tertentu sebagai tanggapan biologi, kimia, maupun fisik. Fitohormon berperan sebagai pengatur pertumbuhan, perkembangan,dan

pergerakan pada tanaman. Fitohormon dalam tanaman disebut dengan Zat Pengatur Pertumbuhan (ZPT) (Gardner et al. 1991).

ZPT dalam tanaman ada lima, antara lain auksin, sitokinin, giberelin, etilen, dan asam absisat. Namun dari kelima hormon ini yang digunakan hanya empat hormon yang berbengaruh terhadap diferensiasi sel-sel pada tanaman. Hormon-hormon ini juga dapat mengubah ekspresi gen, dengan mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran (Dewi 2008).

2.6.1 Hormon auksin

Auksin merupakan sekelompok senyawa kimia yang berperan untuk

perpanjangan kuncup yang sedang berkembang. Auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan dari asam amino tritofan di dalam ujung tajuk tumbuhan dan berupa Asam Indol Asetat (IAA) (Gardner et al. 1991).

Hormon auksin, terutama IAA mempengaruhi pertumbuhan batang dan akar tanaman. IAA diproduksi di tunas ujung dan diangkut ke bagian bawah dan

mendorong pemanjangan sel batang dalam kosentrasi tertentu (0,9 g/l), apabila melebihi kosentrasi tersebut akan menghambat pemanjangan sel batang. Selain bagian batang, IAA juga mempengaruhi pemanjangan akar dengan kosentrasi kurang dari 10-6 g/l. Bila melebihi kosentrasi yang ada akan menginduksi produksi etilen, yaitu suatu hormon yang berperan sebagai inhibitor dalam perpanjangan sel (Dewi 2008).

(23)

menurunkan pH di dalam dinding sel. Pengasaman dinding sel akan mengaktifkan

enzim ekspansin yang memecah ikatan hidrogen antara mikrofibril selulosa dan melonggarkan struktur dinding sel. Sedangkan peningkatan potensial membran, akan meningkatkan pengambilan ion ke dalam sel, yang menyebabkan pengambilan air secara osmosis dan akan meningkatkan plastisitas dinding sel. Plastisitas inilah yang memungkinkan sel memanjang. Auksin juga berpengaruh terhadap pertumbuhan buah karena meningkatkan induksi perkembangan buah (Salisbury dan Ross 1995).

2.6.2 Hormon sitokinin

Sitokinin merupakan zat perangsang pertumbuhan yang mendorong pembelahan. Sitokinin secara alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang telah diproduksi akan diangkut ke xylem menuju sel-sel target pada batang (Dewi 2008).

Sitokinin memiliki banyak aplikasi antara lain meningkatkan pembelahan, pertumbuhan, perkembangan kultur sel tanaman, menunda penuaan daun; bunga; dan buah dengan cara mengontrol proses kemunduran penyebab kematian sel-sel tanaman. Penuaan pada daun melibatkan penguraian klorofil dan protein-protein,

kemudian produk tersebut diangkut jaringan floem menuju jaringan meristem/jaringan lain yang membutuhkan (Gardner et al. 1991).

Hormon sitokinin memiliki interaksi dengan auksin dengan perbandingan tertentu. Sitokinin diproduksi di akar dan diangkut menuju tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di kuncup terminal dan diangkut di bagian bawah tumbuhan.

Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi pembentukan tunas-tunas cabang. Kuncup aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal. Hal ini menunjukkan rasio sitokinin terhadap auksin lebih tinggi pada bagian bawah tumbuhan. Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin merupakan salah satu peranan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas (Dewi 2008).

2.6.3 Hormon giberelin

(24)

giberelin untuk menstimulasi pertumbuhan pada daun dan batang, pertumbuhan

buah, dan perkecambahan (Gardner et al. 1991).

Mekanisme giberelin dalam pertumbuhan tanaman seperti halnya auksin yaitu mengendorkan dinding sel, tetapi tidak mengasamkan dinding sel, yang memfasilitasi penetrasi ekspansi ke dalam dinding sel untuk bekerja sama dalam meningkatkan perpanjangan sel. Saat fase tumbuhan menjadi fase generatif, terjadi ledakan giberelin yang menginduksi internodus (ruas) menjadi memanjang dengan cepat sehingga kuncup bunga menjadi tinggi dan berkembang pada ujung batang (Dewi 2008).

2.6.4 Hormon asam absisat (ABA)

Asam absisat merupakan zat yang dihasilkan untuk menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada kambium pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA memiliki fungsi terhadap dormansi biji dan cengkaman kekeringan (Dewi 2008).

2.6.5 Etilen

Etilen secara umum memiliki pengaruh terhadap respon fisiologi pascapanen tanaman. Peranan dari hormon fisiologi pada pascapanen untuk

(25)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan September 2009. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan jenis tanah Latosol, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu kitosan larut asam, akuades, benih tanaman kedelai, pupuk kandang, media tumbuh tanaman,

polybag, pupuk urea, HCl, H2SO4, air, NaOH, asam borat, kjeldtec, dan pupuk KCl.

Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah neraca analitik, cawan porselen, semprotan, plastik, cawan porselin, desikator, pipet ukur, bulb, erlenmeyer, gelas ukur, oven, tabung Kjeldahl, kertas coklat, dan

penggaris.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu, penelitian pendahuluan meliputi analisis proksimat serta analisis derajat deasetilisasi kitosan yang digunakan. Sedangkan penelitian utama untuk mengetahui pengaruh perlakuan

kitosan terhadap laju pertumbuhan dan fase awal generatif tanaman kedelai.

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan terdiri dari uji sifat kimia kitosan yang digunakan

meliputi uji proksimat antara lain uji kadar air, uji kadar abu, dan uji kadar protein, serta analisis derajat deasetilisasi kitosan menggunakan metode

modifikasi titrasi asam basa.

3.3.2 Penelitian utama

(26)

dilakukan menggunakan dua rancangan percobaan yaitu

Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk parameter daya berkecambah; jumlah bintil akar; serta biomassa kering dan RAL Faktorial untuk parameter tinggi tanaman; jumlah cabang; jumlah daun; serta jumlah bunga.

Parameter yang lain dilakukan secara deskriptif yaitu panjang daun, lebar daun, dan jumlah polong. Penelitian ini dilakukan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang

digunakan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kombinasi perlakuan kitosan

Perlakuan P1 dan P6 P2-P5

Perendaman larutan kitosan - 

Pencampuran tanah - 

Penyemprotan larutan kitosan - 

Setiap unit percobaan terdiri atas 10 pot. Setiap pot terdiri dari satu biji

kedelai. Biji kedelai sebelum digunakan dicuci dengan akuades 1:10 selama 10 menit. Pencucian ini bertujuan menghilangkan jamur dan debu yang menempel pada biji. Selanjutnya biji tersebut direndam dengan larutan akuades untuk P1 dan P6, sedangkan perlakuan yang lain menggunakan larutan kitosan sebagai berikut

untuk P2 direndam dalam larutan kitosan dengan konsentrasi 25 ppm, P3 direndam dalam larutan kitosan berkonsentrasi 50 ppm, P4 direndam dalam larutan kitosan berkonsentrasi 75 ppm, dan untuk P5 menggunakan larutan kitosan berkonsentrasi 100 ppm. Proses perendaman dilakukan selama 8 jam. Perendaman ini berfungsi untuk merangsang perkecambahan kedelai.

Biji kedelai setelah direndam ditanam dalam polybag dengan kedalaman ± 5 cm. Polybag yang digunakan berisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Percampuran antara tanah dan pupuk kandang dilakukan tiga hari sebelumnya, agar energi panas yang ditimbulkan ketika proses fermentasi pupuk kandang tidak menganggu pertumbuhan tanaman kedelai.

(27)

penyemprotan larutan kitosan berkonsentrasi 25 ppm, P3 dengan penyiraman dan

penyemprotan larutan kitosan dengan konsentrasi 50 ppm, P4 dengan penyiraman dan penyemprotan larutan kitosan 75 ppm, P5 dengan penyiraman dan penyemprotan larutan 100 ppm, sedangkan P6 merupakan kontrol dengan pemupukan menggunakan pupuk urea dan pupuk KCl, serta pemberian obat perangsang daun. Pemberian larutan kitosan untuk semua konsentrasi dan akuades sebanyak 10 ml, untuk penyemprotan diusahakan seluruh daun terkena. Perlakuan P6 sesuai standar yang ditentukan. Proses penanaman ini dilakukan selama 6 MST dan parameter yang diamati antara lain daya berkecambah, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, panjang dan lebar daun, jumlah bunga, jumlah polong, jumlah bintil akar, dan biomassa kering. Diagram alir prosedur perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan disajikan pada Gambar 3.

Pencucian benih kedelai dengan akuades (1:10) selama 10 menit

Perendaman benih 8 jam

P1 dan P6 (akuades), P2, P3, P4, P5 (Kitosan sesuai konsentrasi)

Penanaman pada polybag

Gambar 3 Diagram alir prosedur perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan kedelai (Modifikasi dari Tawaha et al. 2005 dan Deputi Menegristek 2005)

(28)

3.4 Pengamatan

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa pengamatan dan analisis yang meliputi :

3.4.1 Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi. Kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi :

a) Analisis kadar air (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama yang dilakukan adalah cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 102-105 oC selama kurang lebih 1 jam dan didinginkan dalam desikator, setalah itu ditimbang berat cawan porselennya. Sampel kitosan ditimbang dengan berat 2 gram. Kitosan tersebut dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dioven dengan suhu 102-105 oC selama kurang lebih 3-5 jam. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Perhitungan kadar air pada sampel kitosan

Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel kitosan (gram)

C = Berat cawan dengan sampel kitosan setelah dikeringkan (gram)

b) Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Tahapan dari analisis kadar abu yaitu cawan porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan dengan suhu sekitar 650 oC selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut

(29)

didinginkan selama 30 menit dan ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu pada

kitosan sebagai berikut :

Perhitungan kadar abu pada sampel kitosan

Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel kitosan (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel kitosan setelah dikeringkan (gram)

c) Analisis kadar nitrogen (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis nitrogen yaitu untuk mengetahui kandungan nitrogen pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari

tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (a) Tahap destruksi

Sampel kitosan ditimbang sebesar 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeldtec. Satu butir kjeldtec dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 °C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(b) Tahap destilasi

Tahap destilasi terdiri dari dua tahap, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kemudian dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki, tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya. Tombol power pada kjeldtec sistem ditekan lalu dilanjutkan dengan menekan tombol steam dan tungku beberapa lama sampai air di dalam tabung mendidih. Steam dimatikan dan tabung kjeldtec dan erlenmeyer dikeluarkan dari alat kjeldtec sistem.

Tahap sampel dilakukan dengan meletakkan tabung yang berisi kitosan

(30)

(c) Tahap titrasi

Titrasi merupakan tahap terakhir pada analisis kadar nitrogen. Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah menjadi warna pink. Perhitungan kadar nitrogen pada kitosan :

3.4.2 Analisis derajat deasetilisasi (Protan Biopolimer dalam Suptijah et al. 1992)

Penentuan derajat deasetilasi dengan menggunakan Spektrofotometer Infra Red (FTIR). FTIR Ini menggunakan frekuensi berkisar antara 4000 cm-1 sampai dengan 400 cm-1. Lapisan tipis kitosan dihasilkan dengan melarutkan 2 gram kitosan dalam larutan asam asetat 2%. Larutan dikeringkan pada suhu kamar di atas glass plate (keping kaca berbentuk bulat seperti koin dan berwarna merah).

Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan menggunakan metode

base line. Puncak tertinggi diukur dari garis dasar yang dipilih untuk menentukan nilai absorbsi. Nilai absorbsi diperoleh dari rumus berikut :

Keterangan : A1655 : Nilai Absorbansi pada 1655 cm-1 A3450 : Nilai Absorbansi pada 3450 cm-1

3.4.3 Analisis pertumbuhan tanaman kedelai (Rahadia 2008) Parameter laju pertumbuhan yang diamati antara lain adalah :

a) Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan dilakukan seminggu sekali. Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman tersebut. Pengamatan dimulai dari 2, 4, dan 6 MST.

b) Jumlah cabang

Pengamatan dilakukan pada 4 dan 6 MST c) Jumlah daun (helai)

(31)

d) Bobot kering tajuk dan akar juga rasio antara tajuk dan akar, dilakukan pada

akhir pengamatan.

e) Pengukuran jumlah bintil akar dengan cara menghitung jumlah bintil akarnya. f) Pengukuran jumlah tanaman yang hidup selama penelitiaan.

g) Pengukuran jumlah bunga dan polong. Pengamatan dilakukan mulai 5 MST dan 6 MST.

3.5Analisis Data

Hasil yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran terhadap nilai laju

pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, daya berkecambah, bobot kering tajuk dan akar, panjang dan lebar daun, jumlah

bintil akar, jumlah bunga, serta jumlah polong kemudian dicari nilai rata-ratanya. Nilai rata-rata tersebut dihitung menggunakan rumus :

Keterangan : X = Nilai rata-rata N = Jumlah data Xi = Nilai X ke-i

Analisis terhadap hubungan perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai melalui uji ragam (ANOVA) single factorial dan ANOVA

two factorial. ANOVA single factorial untuk parameter daya berkecambah, jumlah bintil akar, dan biomassa kering dengan faktor yang berpengaruh konsentrasi kitosan. Persamaan umum model rancangan ANOVA single factorial

sebagai berikut :

Yij= µ+ αi+ εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada suatu percobaan yang mendapat kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dan ulangan ke-j dari faktor α).

µ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh perlakuan α (perlakuan kitosan) taraf ke-i

ε

ij = Galat dari satuan percobaan dengan kombinasi perlakuan ke-ij.

ANOVA two factorial disebut juga dengan rancangan acak lengkap (RAL)

(32)

adalah parameter tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, serta jumlah

bunga. Pada penelitian ini faktor yang berpengaruh adalah faktor lama minggu setelah tanam dan faktor penambahan kitosan. Persamaan umum model rancangan tersebut sebagai berikut :

Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij +

ε

ijk

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada suatu percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij ( taraf ke-i dari faktor α dan taraf ke-j dari faktor β) perlakuan ij (taraf ke-i dan ulangan ke-j dari faktor α).

µ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh perlakuan α (perlakuan kitosan) taraf ke-i

βj = Pengaruh perlakuan β (lama minggu setelah tanam) taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan α taraf ke-i dan perlakuan β taraf ke-j

(33)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kitosan

Kitosan merupakan turunan kitin dengan rumus molekul D-glukosamin (Kumar 2000). Kitosan sebagian besar diperoleh dari bahan baku

cangkang crustacea, kapang, cumi-cumi, dan lain-lain, melalui proses deproteinasi menggunakan NaOH; demineralisasi menggunakan HCl; dan deasetilasi dengan NaOH 50%. Masing-masing proses memiliki tujuan masing-masing, proses deproteinasi digunakan untuk menghilangkan protein yang ada pada cangkang, demineralisasi untuk menghilangkan mineral yang ada pada cangkang udang, dan deasetilasi untuk menghilangkan gugus asetil. Proses ini dilakukan untuk keefektifan fungsi dari kitosan (Angka dan Suhartono 2000).

Kitosan memiliki banyak manfaat antara lain sebagai antibakteri, pengkelat, absorben, penstabil, pembentuk film, penjernih, flokulan, koagulan, dan antifungi. Aplikasi ini tidak terlepas dari gugus amin (NH) yang reaktif dan gugus hidroksil yang banyak (Suptijah 2006). Melihat aplikasi dari kitosan, upaya komersialisasi telah banyak dilakukan. Saat ini kitosan telah komersil di Indonesia

dalam bentuk kitosan larut asam.

Kitosan larut asam yang komersil harus memiliki standar mutu yang baik, hal ini agar kitosan bekerja secara efektif dan hasil aplikasi yang digunakan seragam. Selain itu juga untuk melindungi konsumen dan supaya perusahaan pembuat kitosan dapat mempertahankan mutunya. Tabel 4 menyajikan hasil uji

mutu kitosan larut asam dan standar mutu kitosan yang ada.

Tabel 4 Mutu kitosan larut asam dan standar mutu kitosan larut asam Parameter Kitosan larut asam Standar mutu kitosan *a

Kadar air (%) 10,75 < 10

Kadar mineral (%) 0,75 Maksimal 2

Kadar nitrogen (%) 5,65 5

Kadar Deasetilasi (%) 88 >70

Keterangan :a Proton Biopolimer dalam Suptijah et al. 1992

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa mutu standar kitosan yang digunakan tidak terlalu berbeda, seperti pengukuran kadar air kitosan larut asam

(34)

bahan tersebut, dimana kitosan memiliki sifat mudah menyerap air (hidrophillic) (Kumar 2000), sehingga semakin lama waktu penyimpanan dan kondisi lingkungan lembab maka jumlah kadar air kitosan semakin meningkat.

Kadar mineral kitosan larut asam yang digunakan sebesar 0,75%. Kadar kitosan larut asam tersebut telah memenuhi syarat, dimana syarat dari kadar mineral kitosan adalah kurang dari 2%. Faktor yang berpengaruh terhadap kadar mineral kitosan adalah proses demineralisasi dan air yang digunakan ketika penetralan pH. Proses demineralisasi yang efektif akan banyak menghilangkan mineral yang ada pada kitosan (Angka dan Suhartono 2000), sehingga pengotor dapat tereduksi dan kinerja kitosan semakin optimal. Air yang digunakan untuk penetralan tidak mengandung mineral karena dapat meningkatkan kadar mineral dalam bahan. Sehingga jumlah pengotor semakin meningkat dan disarankan untuk menggunakan akuades/air yang telah dilakukan proses penghilangan mineral melalui destilasi (Suptijah 2006).

Kadar nitrogen kitosan larut asam adalah 5,65%. Kadar nitrogen ini melebihi standar mutu yaitu 5%. Hal ini disebabkan oleh proses deproteinasi yang dilakukan kurang efektif, sehingga masih terdapat residu protein. Akan tetapi

tingginya kadar nitrogen sangat dibutuhkan oleh tanaman ketika masa vegetatif (Prihmantoro 1999). Kadar nitrogen ini juga menunjukkan tingkatan dari derajat deasetilasi dan bentuk utama dari grup amino aliphatic (Kumar 2000).

Derajat Deasetilasi (DD) kitosan larut asam yang dihasilkan sebesar 88% hal ini sesuai dengan standar, dimana kadar kitosan untuk grade industri harus lebih dari 70%. DD dipengaruhi oleh proses pembuatan kitosan yaitu proses deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Proses-proses ini untuk menghilangkan pengotor seperti kandungan protein dan mineral, serta memurnikan gugus asetilnya, yang akan berpengaruh terhadap fungsi dari gugus kitosan. Apabila masih terdapat, pengotor dari kitosan maka DD kitosan akan rendah dan kitosan tidak akan berfungsi secara maksimal (Suptijah 2006). Melihat data-data tersebut kitosan larut asam yang digunakan merupakan kitosan grade

(35)

4.2 Kondisi Umum Lingkungan

Pertumbuhan tanaman kedelai dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, karena kondisi lingkungan merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap metabolisme tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan. Kondisi lingkungan yang optimal bagi suatu tanaman akan menyebabkan optimalisasi pertumbuhan tanaman tersebut. Kondisi lingkungan yang diperlukan untuk setiap tanaman berbeda sesuai dengan genetiknya.

Kondisi lingkungan pada penelitian utama memiliki rata-rata suhu harian 31,67 oC dan kelembaban udara (RH) 66,58%. Rukmana dan Yuniarsih (1996)

dalam Rahadia (2008) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang dapat ditanami kedelai adalah suhu 28–39 oC, rata-rata RH 60-70%, sehingga kondisi lingkungan penelitian dapat ditanami kedelai.

Suhu lingkungan memiliki beberapa pengaruh terhadap reaksi fisiologi suatu tanaman, misalnya laju difusi gas dan zat cair dalam tanaman, kelarutan zat, kecepatan reaksi, sistem absorbsi mineral dan air, dan respirasi suatu tanaman. Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan laju difusi gas dan zat cair; kelarutan zat; kecepatan reaksi; respirasi; serta absorbsi mineral dan air. RH

berpengaruh terhadap evapotranspirasi dari tanaman, bila RH meningkat maka evapotranspirasi akan menurun begitu sebaliknya bila RH menurun (Gardner et al. 1991).

Gambar 4 Rumah kaca

Media tanam yang digunakan, dicampur dengan pupuk kandang. Pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang sapi. Pupuk kandang sapi

(36)

mangan) dan makro (nitrogen, fosfor, kalium, dan kalsium) yang dibutuhkan

tanaman, memperbaiki unsur tanah sebagai media tumbuh, meningkatkan kapasitas kation, dan mendorong kehidupan jasad renik dalam tanah (Sutedjo 1994). Pupuk kandang dicampur dengan tanah secara merata dan didiamkan satu hari agar energi panas yang dihasilkan dari penguraian pupuk kandang dapat hilang dan keasaman tanah tidak terlalu rendah. Tanah yang terlalu asam dapat menyebabkan tanaman tersebut tidak dapat hidup dan energi panas akan berakibat buruk pada tanaman (Prihmantoro 1999).

Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat pertumbuhan vegetatif dan awal generatif pada tanaman. Pada penelitian ini tanaman kedelai terserang penyakit karat daun (Phakopspora pachyrizi) yang menyebabkan daun berwarna coklat dan cepat layu. Hama yang menyerang tanaman kedelai pada penelitian ini adalah ngengat putih (Scirpophaga sp.), wereng daun (Empoasca sp.) mengganggu pertumbuhan dan proses fotosintesis karena sebagai vektor virus serta media tumbuh cendawan yang dapat menutup

permukaan daun dengan spora hitamnya, dan belalang yang memakan daun kedelai sehingga dapat mempengaruhi kinerja dari proses fotosintesis suatu

tanaman (Purwono dan Purnawati 2007).

(a) (b)

(c) (d)

(37)

66,7

4.3 Pengaruh Kitosan terhadap Daya Berkecambah Kedelai

Perlakuan kitosan yang digunakan adalah 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan kontrol positif. Perlakuan ini dilakukan dengan merendam biji kedelai selama 8 jam dalam larutan kitosan dan akuades (0 ppm dan kontrol positif). Setelah itu biji kedelai ditanam dalam media tanam selama 6 MST. Hasil tersebut disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram batang persentase daya berkecambah kedelai

Kedelai yang ditanam terdiri atas tiga ulangan, diawal tanam masing-masing ulangan terdiri atas 10 biji kedelai. Selama 6 MST (Minggu Setelah Tanam) seluruh tanaman hidup dengan persentase daya berkecambah yang berbeda. Gambar 6 terlihat tejadi perbedaan nilai daya berkecambah kedelai antar perlakuan, karena pemberian konsentrasi kitosan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap daya berkecambah kedelai (Wanichpongpan et al. 2000 dalam Uthairatanakij 2007 dan Gardner et al. 1991)

Persentase daya berkecambah kedelai perlu dilakukan uji secara statistika (hasil dapat dilihat di Lampiran 1a), untuk mengetahui apakah perlakuan

pemberian kitosan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata atau tidak terhadap daya berkecambah kedelai. Hasil uji statistik menunjukkan, bahwa pemberian kitosan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap daya berkecambah kedelai, hal ini terlihat dalam hasil perhitungan nilai p

67

0 ppm 25 ppm 50 ppm 75 ppm 100 ppm kontrol positif

(38)

sebesar 0,001 (p < 0,05). Setelah dilakukan uji statistik diperlukan lagi uji lanjut

untuk melihat adanya perbedaan pada masing-masing perlakuan. Hasil dari uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan 75 ppm berbeda nyata dengan perlakuan 50 ppm, 100 ppm, dan kontrol positif, sedangkan konsentrasi 25 ppm memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap konsentrasi 50 ppm dan 100 ppm. Perlakuan terbaik adalah 75 ppm dan perlakuan kurang baik adalah 100 ppm.

Nilai yang berbeda nyata/tidak antar perlakuan ditentukan oleh daya berkecambah tanaman ketika awal biji melakukan germinasi. Germinasi tanaman dipengaruhi dormansi, dimana dormansi dipengaruhi oleh hormon perangsang pertumbuhan yang ada pada tanaman seperti giberelin dan asam absisat (Gardner et al. 1991), sehingga antar perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata.

Perlakuan pemberian kitosan 50 ppm diduga mengoptimalkan kerja hormon asam absisat (ABA) (Willmer and Picker 1996 dalam Uthairatanakij et al. 2007). ABA memiliki fungsi menghambat proses

perkecambahan pada tanaman (Salisbury dan Ross 1995), sedangkan konsentrasi

perlakuan kitosan yang lain diduga kurang mengoptimalkan kinerja ABA sehingga tidak mempengaruhi daya berkecambah kedelai dan lebih dipengaruhi hormon pertumbuhan contohnya giberelin dan faktor luar seperti air (Gardner et al. 1991).

Konsentrasi kitosan 100 ppm diduga dapat menghambat zat perangsang

pertumbuhan sehingga tumbuhan tidak berkecambah dan sifat hidrophillic

(39)

4.4 Pengaruh Kitosan terhadap Fase Vegetatif Tanaman Kedelai

Pertumbuhan vegetatif merupakan pertumbuhan pada tanaman yang dimulai sejak tanaman muncul di permukaan tanah sampai tanaman mulai berbunga. Parameter pertumbuhan tanaman antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, panjang dan lebar daun, serta jumlah cabang.

Tinggi tanaman merupakan salah satu aspek dalam perkembangan vegetatif. Tinggi merupakan pertumbuhan dari tanaman secara vertikal dan setiap harinya pengalami perubahan. Pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman disajikan Gambar 7. Gambar 7 memberikan informasi mengenai perkembangan masing-masing perlakuan setiap minggunya mulai dari 2 MST terhadap tinggi tanaman kedelai (cm).

Gambar 7 Grafik pengaruh kitosan terhadap tinggi tanaman

Gambar 7 menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman kedelai setiap minggunya mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi karena proses pembelahan sel pada dasar ruas tanaman kedelai. Pembelahan sel pada tanaman

kedelai disebabkan oleh asupan nutrisi tanaman kedelai tercukupi contohnya nitrogen, air, dan lain-lain (Gardner et al. 1991), sehingga pertumbuhan tanaman kedelai mengalami peningkatan.

Hasil pengukuran tinggi tanaman kedelai diuji secara statistik untuk menentukan apakah setiap perlakuan pemberian kitosan memberikan pengaruh

(40)

yang berbeda nyata atau tidak terhadap tinggi tanaman dan pengaruh pertumbuhan

tinggi tanaman setiap minggunya. Hasil uji statisatik (Lampiran 1b) menunjukkan bahwa keenam perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman dan setiap tanaman berbeda nyata terhadap parameter tinggi setiap minggunya. Hal ini disebabkan oleh sifat kitosan yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman (Nge et al. 2006), dengan meningkatkan respon terhadap hormon giberelin dan auksin (Uthairatanakij et al. 2007).

Hasil uji statistik tersebut dilanjutkan lagi dengan uji lanjut Tukey untuk melihat pengaruh terhadap masing-masing perlakuan berbeda nyata atau tidak. Hasil dari uji Tukey menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi kitosan 100 ppm memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan kitosan dengan konsentrasi 25 ppm dan 75 ppm, sedangkan perlakuan kitosan dengan konsentrasi 75 ppm memiliki pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan kitosan dengan konsentrasi 50 ppm dan 0 ppm dan perlakuan kitosan terbaik ada pada konsentrasi 75 ppm. Hal ini disebabkan oleh masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tanaman terutama menstimulir hormon pertumbuhan (Uthairatanakij et al. 2007) dan pemberian kitosan dengan konsentrasi 80 ppm pada tanaman padi mengikat nutrisi yang ada pada tanah akibat dari ion positif yang dimiliki oleh kitosan, dan mampu merangsang pertumbuhan tanaman padi (Boonlertnirum et al. 2008). Tanaman padi dan tanaman kedelai merupakan kelompok dari tanaman pangan.

Perbedaan yang nyata terjadi pada proses tinggi tanaman, hal ini

disebabkan setiap hari tanaman mengalami pembelahan sel yang akan berhenti setelah tanaman tersebut mengalami penuaan akibat dari konsentrasi nutrien yang ada digunakan untuk fase generatif. Hal ini terlihat dari Gambar 7, dimana minggu ke-5 sampai ke-6 tidak mengalami perbedaan yang signifikan (tanaman dengan perlakuan kitosan dengan konsentrasi 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, dan kontrol) karena pada minggu ke-5 bunga sudah terbentuk, bahkan ada tanaman yang telah memiliki polong, sehingga nutrien yang ada pada tanaman tidak lagi dikonsentrasikan untuk pertumbuhan tinggi tetapi untuk fase generatif.

(41)

Hal ini disebabkan pengukuran terakhir dilakukan pada minggu keenam dan

setiap harinya terjadi pertumbuhan dan akumulasi sel (Gardner et al. 1991). Jumlah cabang pada tanaman merupakan salah satu fase pertumbuhan vegetatif dari tanaman (Purwono dan Purnawati 2007), dimana cabang muncul

dari ketiak daun yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal (Gardner et al. 1991). Hasil penelitian mengenai pengaruh kitosan terhadap

jumlah cabang tanaman kedelai disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik pengaruh kitosan terhadap jumlah cabang

Gambar 8 menunjukkan bahwa jumlah cabang tanaman kedelai setiap minggunya mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kedelai

mengalami pertumbuhan akibat adanya asupan unsur N dan air yang dibutuhkan untuk oleh tanaman kedelai tercukupi (Salisbury dan Ross 1992).

Hasil uji statistik pada Lampiran 1c menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kitosan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produksi jumlah cabang tanaman kedelai. Hal ini dapat diduga konsentrasi kitosan yang diberikan kurang optimal dalam meningkatkan produksi jumlah cabang tanaman kedelai. Kitosan memiliki gugus N yang reaktif (Ohta et al. 2004) dan sifat hidrophillic (Kumar 2000). Gugus N yang ada pada kitosan mampu meningkatkan kinerja unsur N yang ada di dalam tanah dan sifat hidrophillic

kitosan membantu proses penyerapan air yang ada di tanah. Air dan unsur N yang ada pada tanah merupakan faktor luar yang dapat mempercepat pertumbuhan

(42)

tanaman secara efektif apabila terpenuhi, apabila kekurangan unsur N dan air akan

memperlambat pertumbuhan cabang tanaman (Gardner et al. 1991).

Gambar 8 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi kitosan 100 ppm memberikan pengaruh yang terbaik terhadap jumlah cabang dan perlakuan pemberian kitosan dengan konsentrasi 0 ppm dan 25 ppm memiliki pengaruh yang kurang baik, meskipun hasil tersebut tidak signifikan. Hal ini dapat diduga karena pemberian kitosan dengan konsentrasi 100 ppm mampu mengefektifkan kerja akar dalam menyuplai nutrisi terutama air dan N, meskipun hasil tersebut tidak signifikan dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Boonlertnirum et al. (2008), yang menyatakan kitosan berperan sebagai sumber karbon bagi mikroba di dalam tanah, mempercepat proses transformasi senyawa organik menjadi senyawa anorganik dan membantu sistem perakaran pada tanaman untuk menyerap lebih banyak nutrien dari tanah. Selain itu adanya kandungan gugus N yang reaktif dalam kitosan diduga dapat meningkatkan fungsi N di dalam tanah (Chibu dan Hidejiro 1999).

Parameter lain yang berpengaruh terhadap tanaman adalah daun. Daun pada tanaman berfungsi dalam proses fotosintesis dan hasil fotosintesisnya

digunakan untuk pertumbuhan secara vegetatif maupun generatif. Parameter daun yang diamati adalah jumlah daun dengan panjang dan lebar daun. Gambar 9 menunjukkan pengaruh penambahan jumlah daun setiap minggunya dimulai dari 2 MST pada masing-masing perlakuan, sedangkan Gambar 10 menunjukkan pengaruh pemberian kitosan terhadap parameter panjang dan lebar daun setiap

perlakuan di minggu terakhir pengamatan.

Gambar 9 Pengaruh kitosan terhadap jumlah daun

(43)

Gambar 9 menunjukkan bahwa setiap hari tanaman kedelai mengalami

penambahan jumlah daun, sehingga proses fotosintesis dapat terjadi dan daun merupakan salah satu tempat terjadinya proses fotosintesis. Penambahan jumlah daun dikarenakan proses pembelahan sel yang terjadi di tanaman kedelai, dimana pembelahan sel merupakan salah satu indikasi proses pertumbuhan terjadi dan pemenuhan asupan nutrisi yang digunakan untuk proses pembelahan sel kedelai (Gardner et al. 1991).

Hasil uji statistik di Lampiran 1d menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kitosan tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan tanaman kedelai. Hal ini dapat diduga konsentrasi kitosan yang digunakan pada penelitian ini kurang optimal dalam meningkatkan produksi jumlah daun tanaman kedelai. Chibu dan Hidejiro (1999) menyatakan bahwa kitosan mampu meningkatkan fungsi nitrogen yang ada di dalam tanah untuk memproduksi jumlah daun tanaman kedelai. Perlakuan terbaik berdasarkan Gambar 9 adalah pemberian konsentrasi kitosan 75 ppm dan perlakuan kurang baik adalah kontrol positif, meskipun hasil tersebut tidak berbeda nyata.

Gambar 10 Diagram Batang pengaruh kitosan terhadap panjang dan lebar daun

Gambar 10 menunjukkan bahwa hasil panjang daun kedelai terbaik adalah kontrol positif, sedangkan pengaruh terhadap lebar daun kedelai terbaik adalah pemberian kitosan dengan konsentrasi 75 ppm. Menurut Ohta et al. (2004) kitosan memiliki gugus N yang reaktif dan gugus N pada kitosan mampu meningkatkan

(44)

kinerja nitrogen yang ada di tanah (Chibu dan Hidejiro 1999). Unsur nitrogen

berpengaruh nyata terhadap perluasan dan pelebaran daun, karena unsur nitrogen pada tanaman sangatlah penting (Gardner et al. 1991) terutama pada fase vegetatif (Prihmantoro 1999). Panjang dan lebar suatu daun dipengaruhi oleh keefektifan tanaman dalam menyerap cahaya dalam proses fotosintesis, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tersebut (Gardner et al. 1991).

4.5 Pengaruh Kitosan terhadap Pertumbuhan Awal Fase Generatif Kedelai Pertumbuhan generatif merupakan pertumbuhan sejak tanaman mulai berbunga sampai pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji. Penelitian ini dilakukan sampai menghitung jumlah bunga dan polong. Parameter jumlah bunga disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan pengaruh perlakuan kitosan terhadap jumlah polong kedelai.

Gambar 11 Grafik pengaruh kitosan terhadap jumlah bunga

Gambar 11 menunjukkan bahwa setiap minggu tanaman kedelai mengalami peningkatan jumlah bunga. Peningkatan jumlah daun yang diproduksi tanaman kedelai menunjukkan bahwa proses perkembangan generatif telah dimulai, dimana salah satu indikasi proses generatif tanaman kedelai adalah terbentuknya bunga (Adisarwanto 2007).

(45)

pengaruh yang nyata. Hasil yang tidak berbeda nyata disebabkan oleh kondisi

lingkungan yang relatif homogen. sedangkan perlakuan setiap minggu berbeda nyata disebabkan oleh cahaya. Cahaya dapat merangsang pertumbuhan bunga dan setiap waktu terjadi akumulasi jumlah cahaya yang masuk ke tanaman, sehingga semakin lama tanaman tersebut terkena cahaya atau sinar semakin mempercepat tumbuhnya bunga (Gardner et al. 1991).

.Gambar 11 memperkuat dari Lampiran 1e bahwa kitosan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah bunga kedelai dan terjadi peningkatan jumlah bunga dari 5 MST ke 6 MST. Konsentrasi terbaik dari Gambar 11 adalah pemberian kitosan dengan konsentrasi 50 ppm dan 75 ppm.

Informasi lain yang diperoleh dari pencatatan data, menunjukkan perlakuan pemberian kitosan dengan konsentrasi 75 ppm dan 100 ppm mempercepat proses pembentukan bunga sehari lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lain termasuk kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Limpanavech

et al. (2003) dalam Uthairatanakij et al. (2007) bahwa kitosan mampu mempercepat proses pembentukan bunga pada Dendrobium dan percepatan ini dipengaruhi oleh konsentrasi kitosan yang diberikan.

Gambar 12 Grafik pengaruh kitosan terhadap jumlah polong

Bunga pada kedelai akan berubah menjadi polong akibat penyerbukan. Hasil pembentukan polong dari tanaman kedelai dari setiap perlakuan berbeda. Pembentukan polong mengindikasikan kedelai akan memproduksi biji. Pada penelitian ini pengamatan dilakukan sampai terbentuk polong dan tidak mencapai

(46)

proses pembentukan biji secara penuh. Perlakuan konsentrasi terbaik berdasarkan

Gambar 12 untuk menghasilkan polong pada tanaman kedelai adalah pemberian konsentrasi kitosan 100 ppm, sedangkan pemberian konsentrasi kitosan 0 ppm merupakan perlakuan yang kurang baik untuk mengahsilkan polong pada kedelai. Proses terbentuknya polong menurut Gardner et al. (1991), dipengaruhi hormon auksin dan giberelin. Hormon auksin berperan dalam mempercepat pertumbuhan buah karena meningkatkan induksi perkembangan buah sedangkan giberelin berperan dalam pertumbuhan buah (Dewi 2008).

4.6 Pengaruh Kitosan terhadap Bintil Akar Kedelai

Bintil akar merupakan simbiosis anatra kedelai dengan bakteri Rhizobium japonicum yang mampu mengikat gas nitrogen bebas dari udara. Adanya simbiosis ini menyebabkan kedelai terpenuhi sebagian hara nitrogen untuk pertumbuhannya dan menyebabkan tanah tersebut menjadi subur. Hasil pengaruh perlakuan kitosan terhadap bintil akar disajikan pada Lampiran 1f dan Gambar 13.

Gambar 13 Diagram batang pengaruh perlakuan kitosan terhadap bintil akar

Gambar 13 menunjukkan pengaruh perlakuan kitosan terhadap jumlah bintil akar yang diproduksi kedelai dan dengan peningkatan konsentrasi kitosan yang diberikan dapat meningkatkan produksi bintil akar kedelai. Peningkatan produksi jumlah bintil akar kedelai diduga dikarenakan gugus N yang reaktif pada

(47)

(Ali et al. 1999) dan mempercepat proses simbiosis yang terjadi antara bakteri

Rhizobium dan kedelai.

Hasil Lampiran 1f menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi kitosan yang berbeda terhadap jumlah bintil akar tanaman memberikan pengaruh yang berbeda nyata karena nilai P < 0,05. Pengaruh ini disebabkan kitosan merupakan sumber karbon bagi kehidupan bakteri (Patkowska 2001 dalam

Pastucha 2005) dan memiliki unsur N yang dibutuhkan (Ohta et al. 2004) oleh

Rhizobium japonica. Hal ini terkait dengan simbiosis mutualisme yang terjadi antara akar dan bakteri tersebut membentuk bintil akar.

Gambar 14 Bintil akar tanaman kedelai

Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, maka diperlukan uji lanjut Tukey untuk melihat pengaruh terbaik dan pengaruh mana yang menunjukkan adanya perbedaan. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa perlakuan pemberian kitosan dengan konsentrasi 100 ppm memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan pemberian kitosan dengan konsentrasi 0 ppm dan kontrol, sedangkan perlakuan yang lainnya tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan terhadap pemberian kitosan dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm, dan kontrol. Perbedaan ini disebabkan oleh perlakuan pemberian kitosan dengan konsentrasi 0 ppm kurang mendukung adanya asupan karbon dan nitrogen terhadap bakteri Rhizobium japonica, sehingga bintil akan sulit terbentuk (Boonlertnirun et al. 2008). Selain itu menurut Pastucha (2005) kitosan mampu meningkatkan jumlah mikroorganisme yang ada di tanah.

(48)

adalah konsentrasi perlakuan kitosan 100 ppm sedangkan perlakuan yang kurang

baik ditunjukkan oleh pemberian konsentrasi kitosan 0 ppm. Boonletrium et al.

(2008) menyatakan bahwa penggunaan kitosan tanpa pupuk kimia mampu meningkatkan populasi mikroba dalam jumlah yang besar, dan proses transformasi nutrien dari organik ke anorganik yang mana lebih mudah diserap oleh akar tanaman. Peningkatan populasi ini disebabkan oleh adanya sumber karbon yang diperoleh dari kitosan dan juga sumber nitrogennya.

4.7 Perlakuan Kitosan terhadap Biomassa Kering Kedelai

Biomassa kering tumbuhan merupakan hasil penimbunan bersih asimilasi CO2 terhadap pertumbuhan tanaman. Asimilasi CO2 ini digunakan untuk melihat efisiensi energi matahari dalam memfiksasi CO2 (Gardner et al. 1991). Efisiensi energi matahari berhubungan dengan proses fotosintesis yang ada di daun, dimana semakin tinggi efisiensi energi matahari semakin efisien proses fotosintesis dan semakin berat biomassa keringnya. Hasil penelitian mengenai pengaruh perlakuan kitosan terhadap biomassa kering disajikan pada Tabel 11 (Lampiran 1g) dan Gambar 15.

Gambar 15 Diagram batang pengaruh konsentrasi kitosan terhadap biomassa kering kedelai

Gambar 15 menunjukkan adanya pengaruh pemberian kitosan dengan konsentrasi yang berbeda terhadap biomassa kering kedelai. Pemberian kitosan dengan konsentrasi 0 ppm memiliki nilai paling rendah dan pemberian konsentrasi kitosan 100 ppm merupakan perlakuan konsentrasi terbaik bila dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi kitosan yang lain, selain itu masing-masing

3,6

0 ppm 25 ppm 50 ppm 75 ppm 100 ppm kontrol positif

Gambar

Gambar 1 Struktur kimia selulosa, kitin, dan kitosan
Tabel 1 Penanda pertumbuhan vegetatif kedelai
Tabel 2 Penanda pertumbuhan generatif kedelai
Gambar 3 Diagram alir prosedur perlakuan kitosan terhadap pertumbuhan kedelai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perangkap serangga yang digunakan yellow trap dan pitfall trap .Hasil penelitian menunjukkan serangga yang tertangkap pada fase vegetatif sebanyak 1197 ekoryang terdiri atas

menyerang tanaman kedelai cukup banyak, akan tetapi yang mempunyai arti. ekonomi yang penting antara lain hama Phaedonia inclusa, Plusia chalcites, Longitarsus suturellinus, Etiella

Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar.. 100-400 mm/bulan

Hama-hama yang ditemukan menyerang pertanaman kedelai edamame pada fase vegetatif umur 24 sampai 31 HST ada empat jenis, yaitu A.. Pada umur 38 HST (fase generatif awal)

Pengaruh perlakuan biostimulan pada fase awal terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tebu diamati dengan melihat parameter vegetatif yaitu tinggi tanaman, diameter

SITI KURNIA: Karakter Vegetatif dan generatif beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max. L.) Toleran Aluminium.. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan

SITI KURNIA: Karakter Vegetatif dan generatif beberapa varietas tanaman kedelai (Glycine max. L.) Toleran Aluminium.. Dibimbing oleh Eva Sartini Bayu dan

Diduga ada beberapa varietas kedelai yang toleran terhadap cekaman aluminium dan memiliki keragaman vegetatif dan generatif yang