KUALITAS PUPUK ORGANIK CAIR DARI CAMPURAN
LIMBAH CAIR TAHU DAN KOTORAN SAPI
DHIAH FARIZA MUJIB
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Pupuk Organik Cair dari Campuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Dhiah Fariza Mujib
ABSTRAK
DHIAH FARIZA MUJIB. Kualitas Pupuk Organik Cair dari Campuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi. Dibimbing oleh SALUNDIK dan PANCA DEWI MHK.
Limbah cair tahu mengandung bahan organik yang komplek serta karbon dan nitrogen yang tinggi. Hal ini menurunkan tingkat kualitas air dan akhirnya berdampak buruk pada ekosistem perairan. Limbah cair tahu dapat berpotensi sebagai pupuk cair organik yang mengandung sejumlah nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas pupuk cair dari campuran limbah cair tahu dan kotoran sapi. Perlakuan yang digunakan dengan perbandingan 90%:10% (L90K10); 70%:30% (L70K30); and 50%:50% (L50K50). Peubah yang diamati adalah nilai pH, kandungan karbon (C) organik, nitrogen (N) total, phospor (P), kalium (K), mangan (Mn), besi (Fe), dan rasio C/N. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) apabila hasil berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey’s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH, kandungan C organik, P, K, Mn, Fe dan rasio C/N, namun perlakuan berpengaruh nyata terhadap N total.
Kata kunci : EM4, kotoran sapi, limbah cair tahu, pupuk organik cair.
ABSTRACT
DHIAH FARIZA MUJIB. Quality of Organic Liquid Fertilizer From Liquid Tofu Waste and Cattle Feces. Supervised by SALUNDIK and PANCA DEWI MHK.
Tofu waste water containing organic material out of complex as well as carbon and N is high. This will reduce the level of water quality and ultimately have a negative impact on aquatic ecosystems. Liquid tofu waste have a great potential to used as liquid organic fertilizer due to the nutrition contents that needed by plants. The objective of this research was to evaluate the quality of liquid fertilizer from liquid tofu waste. In this research use different ratios of 90%:10% (L90K10); 70%:30% (L70K30); and 50%:50% (L50K50). The variables of liquid fertilizer observed consist of pH, organic carbon (C), total nitrogen (N), phosphor (P), kalium (K), mangan (Mn), ferrum (Fe), and C/N ratio. Data were analyzed using analysis of variance and any significant differences were further tested using Tukey’s. The results showed that the treatments did not significantly affect (P>0.05) pH, Organic-C, Total-P, K, C/N ratio, Mn, Fe, and the treatments are significantly affect (P>0.05) Total-N.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
KUALITAS PUPUK ORGANIK CAIR DARI CAMPURAN
LIMBAH CAIR TAHU DAN KOTORAN SAPI
DHIAH FARIZA MUJIB
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Kualitas Pupuk Organik Cair dari Campuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi.
Nama : Dhiah Fariza Mujib NIM : D14090072
Disetujui oleh
Dr Ir Salundik, MSi Pembimbing I
Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen IPTP
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kualitas Pupuk Cair Organik dari Campuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rosulullah Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat dan seluruh umat manusia yang senantiasa istiqomah dijalan-Nya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Salundik, MSi dan Ibu Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi sebagai pembimbing skripsi, selanjutnya Ibu Tuti Suryati, SPt MSi sebagai dosen pembimbing akademik, serta penanggungjawab laboratorium yang telah membantu selama penelitian. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Jakaria, SPt MSi sebagai penguji sidang dari Departemen IPTP, terima kasih kepada Bapak Dr Ir Asep Sudarman, MRur Sc sebagai penguji sidang dari Departemen INTP, dan terima kasih kepada Bapak Dr Rudi Afnan, SPt MSc Agr sebagai panitia sidang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman sekalian atas do’a dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan peternakan Indonesia.
Bogor, Agustus 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis kimia limbah cair tahu dan kotoran sapi 7
2 Rataan nilai pH 7
3 Rataan kandungan C organik 8
4 Rataan kandungan N total 9
5 Rataan rasio C/N 10
6 Rataan kandungan P 10
7 Rataan kandungan K 11
8 Rataan kandungan Mn 11
9 Rataan kandungan Fe 12
10 Hasil analisis kimia pupuk organik cair 13
DAFTAR GAMBAR
11 Proses pembuatan pupuk organik cair dari campuran limbah cair tahu dan kotoran sapi dengan menggunakan EM4 3
12 Nilai pH harian pupuk cair 8
13 Produk akhir pupuk cair 12
DAFTAR LAMPIRAN
14 Persyaratan teknis minimal pupuk organik cair menurut Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 15
15 Analisis ragam kandungan C organik 15
16 Analisis ragam kandungan N total 15
17 Uji lanjut Tukey's jenis pupuk terhadap kandungan N total 16
18 Analisis ragam nilai C/N 16
19 Analisis ragam kandungan P 16
20 Analisis ragam kandungan K 16
21 Analisis ragam kandungan Mn 16
22 Uji lanjut Tukey's jenis pupuk terhadap kandungan Mn 16
23 Analisis ragam kandungan Fe 16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah yang dihasilkan industri tahu berupa limbah padat dan cair. Limbah padat dapat ditanggulangi dengan memanfaatkannya sebagai bahan pembuat oncom dan bahan makanan ternak (Dhahiyat 1990), sedangkan limbah cair (whey) kebanyakan dibuang langsung ke sungai atau badan air lainnya (Warisno 1994). Limbah cair tahu mengandung bahan organik yang kompleks serta karbon dan nitrogen yang tinggi. Hal ini dapat menurunkan tingkat kualitas air dan akhirnya berdampak buruk pada ekosistem perairan.
Kotoran ternak (feses) adalah limbah utama (paling banyak) yang dihasilkan dari usaha peternakan sapi perah (Siagian dan Simamora 1994). Menurut Schemidt et al. (1988), sapi perah mengekresikan kotoran 7-8 % dari bobot hidup setiap hari, jika bobot badan sapi 400 kg maka feses yang dihasilkan adalah 28-33 kg/hari. Kotoran sapi perah yang dihasilkan cukup besar jumlahnya, bila tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Proses pengolahan air limbah secara biologi dibagi dua, yaitu secara aerobik dan anaerobik. Pada sistem anaerobik adalah suatu proses untuk menguraikan susunan bahan organik yang kompleks pada konsentrasi tinggi dalam keadaan tanpa udara, tidak menghasilkan bau dan akan diperoleh hasil samping yaitu gas metana yang digunakan sebagai bahan bakar. Proses penguraian oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan baku organik terjadi secara anaerob. Proses ini banyak dikembangkan untuk mengolah kotoran hewan atau air limbah yang kandungan bahan organiknya tinggi. Sisa pengolahan bahan organik dalam bentuk padat digunakan untuk kompos, sedangkan bentuk cairnya sebagai pupuk organik cair yang bermanfaat untuk tanaman.
Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/SR.140/10/2011 menyata-kan bahwa pupuk organik merupamenyata-kan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan, bagian hewan atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair dengan cara pengomposan dan pemberian bakteri aktivator untuk mempercepat proses pengomposan. Pupuk organik cair perlu diketahui kualitasnya, untuk itu perlu penyesuaian kualitas pupuk dengan batasan standar kualitas pupuk sehingga produk pupuk yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai produk komersil.
Tujuan Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup penggunaan limbah cair tahu dan kotoran sapi yang dicampur dengan mikroba EM4 aktif. Effective Microorganism 4 (EM4) diaktifasi selama tiga hari dengan bahan-bahan yang mengandung protein, karbohidrat dan lemak. Tujuan penggunaannya ialah untuk dijadikan pupuk organik cair yang bermanfaat memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Limbah cair tahu dan kotoran sapi masing-masing dianalisis untuk mengetahui kandungan setiap peubah. Setelah 20 hari pengomposan, campuran pada semua perlakuan serta ulangannya dianalisis. Peubah yang diamati adalah nilai pH, kandungan karbon (C) organik, nitrogen (N) total, phospor (P), kalium (K), mangan (Mn), besi (Fe), dan rasio C/N. Uji pH dilakukan dua hari sekali untuk mengetahui laju tingkat derajat keasamaan campuran dalam digester yang disimpan dalam suhu ruang selama 20 hari pengomposan. Kualitas pupuk organik cair berdasarkan standar Peraturan Menteri Pertanian tahun 2011.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai Maret 2013. Penelitian meliputi uji pH selama 20 hari fermentasi dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Ilmu Nutrisi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan analisis kimia dilaksanakan di Laboratorium Service Seameo Biotrop Tajur-Bogor. Lokasi Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Limbah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ialah limbah cair tahu, kotoran sapi, mikroba EM4, dedak padi, terasi, gula merah dan air.
Alat
Peralatan untuk penelitian meliputi bak penampungan limbah cair, seperangkat tangki digester dengan volume 20 l, gelas ukur, pH meter, dan alat-alat yang digunakan untuk analisis C organik, N total, P, K, Mn, dan Fe.
Prosedur Persiapan Bahan Baku
3
air dengan perbandingan 1:2. Bahan baku limbah cair tahu dan kotoran sapi dianalisis. Limbah cair tahu dan kotoran sapi dimasukkan ke dalam digester dengan rasio perlakuan 90%:10%; 70%:30% dan 50%:50%, lalu ditambahkan larutan EM4 aktif. Ketiga campuran tersebut dianalisis, setelah 20 hari pengomposan dengan hasil akhir berupa cairan yang berwarna coklat gelap, berbau seperti pupuk. Digester ditempatkan pada suhu ruang, kemudian masing-masing perlakuan dan ulangannya dianalisis.
Penelitian Utama
Limbah cair tahu dicampurkan dengan kotoran sapi yang telah ditambahkan air, kemudian dimasukkan ke dalam digester serta ditambahkan EM4 aktif. Penelitian dilakukan selama 20 hari pengamatan. Peubah yang diukur sebagai analisis awal dan analisis akhir, antara lain pH, C organik, N total, P, K, Mn, Fe, dan rasio C/N. Hasil akhir pupuk cair dibandingkan dengan Peraturan Menteri Pertanian tentang persyaratan teknis minimal pupuk organik cair. Secara skematis dapat digambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Prosedur penelitian pembuatan pupuk organik cair. Sumber : Salundik (2012)
4
Pengukuran pH. Nilai pH diukur setiap dua hari sekali yaitu selama proses anaerob. Digester diaduk terlebih dahulu sebelum diukur nilai pH-nya. Pengadukan dilakukan agar isi digester homogen. Pengukuran pH menggunakan pH meter dengan cara ujung pH meter yang sebelumnya dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan buffer pH 7, dicelupkan ke dalam 10-20 ml sampel pupuk cair.
Kandungan Karbon (C) Organik (Japan International Coorperation Agency 1978). Kadar C-organik dihitung berdasarkan kadar abu. Penentuan kadar abu didasarkan dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik pada temperatur sekitar 550 oC. Cawan porselin dikeringkan meng-gunakan oven pada temperatur 105 oC selama satu jam, lalu didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga didapatkan berat tetap (A). Sebanyak 2 g sampel ditimbang (B) dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian dipijarkan di atas pembakar bunsen hingga tidak berasap. Setelah dipanaskan, sampel dimasukkan ke dalam tanur listrik (furnace) dengan temperatur 650 oC selama ± 12 jam. Cawan didinginkan dengan desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat tetap (C).
Perhitungan :
Kandungan Nitrogen (N) Total (American Public Health Association 21th ed 4500-Norg C 2005). Sampel sebanyak 0.25 g dimasukkan ke dalam labu kjedahl lalu ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat dan 0.25 g Selen. Larutan tersebut kemudian didestruksi hingga jernih. Setelah larutan tersebut dingin, larutan ditambahkan 15 ml NaOH 40%. Larutan penampung dalam erlemeyer 125 ml disiapkan, yang terdiri atas 19 ml H3BO3 4% dan BCG-MR sebanyak 2-3 tetes. Larutan sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi, kemudian didestilasi. Destilasi dihentikan apabila sudah tidak ada gelembung yang keluar pada larutan penampung. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0.01 N.
Perhitungan :
Kandungan Phosphor (P) (American Public Health Association 21th ed 4500-P D 2005). Pupuk cair disaring dengan kertas saring, dipipet 1 ml dan hasil saringan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan dihimpitkan sampai tanda tera. Ekstrak yang sudah mengalami pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 4 ml aquades, dikocok dan dibiarkan selama 5 menit. Larutan standar baku P dibuat satu seri yang mempunyai konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm, P diukur dengan alat ukur spectrophotometer pada panjang gelombang 600 mm.
Perhitungan :
5
Kandungan Kalium (K) (American Public Health Association 21th ed 3111 B 2005). Pupuk cair disaring dengan kertas saring, dipipet 1 ml dan hasil saringan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan dihimpitkan sampai tanda tera. Hasil saringan yang sudah mengalami pengenceran di pipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml aquades dan dikocok sebentar. Larutan standar baku K dibuat satu seri yang mempunyai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm, K ukur dengan alat ukur plame photometer pada filter K.
Perhitungan :
Kandungan Mangan (Mn) (American Public Health Association 21th ed 3111 B 2005). Pupuk cair disaring dengan kertas saring, dipipet 1 ml dan hasil saringan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan dihimpitkan sampai tanda tera. Hasil saringan yang sudah mengalami pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml aquades dan dikocok sebentar. Larutan standar baku Mn dibuat satu seri yang mempunyai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm, Mn ukur dengan alat ukur plame photometer pada filter Mn.
Perhitungan :
Kandungan Besi (Fe) (American Public Health Association 21th ed 3111 B 2005). Pupuk cair disaring dengan kertas saring, dipipet 1 ml dan hasil saringan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan dihimpitkan sampai tanda tera. Hasil saringan yang sudah mengalami pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml aquades dan dikocok sebentar. Larutan standar baku Fe dibuat satu seri yang mempunyai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm, Fe ukur dengan alat ukur plame photometer pada filter Fe.
Perhitungan :
Rasio C/N. Rasio C/N dapat dihitung dari kandungan Karbon (C) organik dibagi dengan kandungan Nitrogen.
Perhitungan :
⁄
⁄
Rancangan Percobaan
Data dianalisis menggunakan rancangan percobaan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga taraf perlakuan dan tiga kali ulangan.
6
Model matematis rancangan tersebut adalah
Yij = μ + αi + εij
Keterangan :
Yij= Hasil pengamatan akibat faktor campuran limbah cair tahu dan kotoran sapi pada taraf ke-i dan ulangan ke-j
μ = Rataan umum pengamatan αi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij =Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i pada ulangan ke-j.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian diolah dan dianalisis dengan meng-gunakan analisis ragam (ANOVA) dan jika hasil yang diperoleh berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey’s. Hasil dibandingkan dengan kualitas pupuk organik cair Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi
Tahu merupakan bahan makanan yang terbuat dari kacang kedelai yang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Menurut Soedarma dan Sediaoetma (1977) in Dhahiyat (1990) di dalam 100 g kacang kedelai yang merupakan bahan tahu, terkandung 35 g protein, 18 g lemak, dan 10 g karbohidrat; sedangkan dalam 100 g tahu terdapat 7.8 g protein, 4.6 g lemak, dan 1.6 g karbohidrat. Pengolahan kacang kedelai menjadi tahu umumnya dilakukan secara tradisional, yaitu melalui proses penggumpalan (pengendapan) protein sari kedelai. Limbah tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu atau pun pada saat pencucian kacang kedelai. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair.
Hasil sampingan dari proses pembuatan tahu yaitu whey. Whey adalah limbah cair yang dihasilkan dari proses penggumpalan dan pencetakan pada pembuatan tahu. Sebagian pabrik tahu ada yang menggunakan sebagian kecil
whey sebagai biang. Selain whey, limbah cair tahu dapat berupa sisa air tahu yang tidak menggumpal atau berupa potongan tahu yang hancur pada saat proses karena kurang sempurnanya proses penggumpalan (Dhahiyat 1990). Setiap kuintal kacang kedelai akan menghasilkan 1.5 - 2 m3 limbah cair.
Air buangan industri tahu memiliki karakteristik fisik dan kimia. Karakter fisik diantaranya warna dan tekstur, sedangkan karakter kimia diantaranya nilai pH, kandungan unsur hara, dan logam berat. Karakteristik limbah cair dari proses produksi tahu yang berwarna kuning yaitu keruh, dan berbau rebusan kedelai apabila masih segar, sedangkan limbah dari proses produksi tahu putih berwarna putih keruh dengan bau kedelai jika masih segar.
7
kuning muda. Limbah cair tahu mengandung C organik yang lebih tinggi daripada kotoran sapi seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis kimia limbah cair tahu dan kotoran sapi
Parameter Limbah cair tahu Kotoran sapi
C organik (mg l-1) 3 100 1 970 tinggi disebabkan limbah tersebut memiliki unsur C yang tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena itu diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Penambahan kotoran sapi perah sebagai aktivator dalam pengomposan sangat baik karena dapat menambah dan menstimulasi mikroorganisme dekomposer (pengurai) bahan organik pada pengomposan.
Kualitas Pupuk Organik Cair Nilai pH
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio limbah cair tahu dengan kotoran sapi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH pupuk. Nilai pH yang tidak berbeda menunjukkan mikroba dapat merombak bahan dengan efektifitas yang sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai pH pupuk organik cair berkisar antara 4.02 dan 4.34. Nilai pH tersebut sudah sesuai dengan standar Permentan (2011) yaitu 4 sampai 9 seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rataan nilai pH
Nilai pH mengalami penurunan. Penurunan nilai pH pada pengomposan merupakan akibat dari penghancuran protein, pembebasan amoniak, dan adanya aktivitas mikroorganisme yang terdapat di dalam digester (Gaur 1982). Hal ini erat hubungannya dengan kondisi nilai pH selama penelitian (Gambar 2).
8
Penurunan nilai pH terjadi pada perlakuan L70K30 dan L50K50, sedangkan peningkatan nilai pH terjadi pada perlakuan L90K10. Menurut Gerardi (2003), nilai pH akan menurun seiring produksi VFA (Volatile Fatty Acids) yang terkandung di dalam kotoran sapi. Setelah itu, bakteri pembentuk methan akan mengkonsumsi VFA dan alkalinitas diproduksi, pH akan meningkat dan mencapai kestabilan.
Gambar 2 Nilai pH harian pupuk cair
Sebagian besar mikroorganisme mengalami pertumbuhan yang pesat pada pH netral. Bakteri anaerobik pembentuk asam dapat hidup pada pH rendah, tetapi bakteri pembentuk metana akan mati pada pH dibawah 5.5. Gambar 2 menunjukkan nilai pH pupuk cair mendekati kondisi asam. Penambahan larutan kalsium karbonat dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai pH hingga tercapai suasana netral.
Karbon (C) Organik
Rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan C organik dalam pupuk. Kandungan C organik akhir berkisar antara 1 333 dan 1 967 mg l-1. Kandungan C organik tersebut masih di bawah standar minimal Permentan (2011) yaitu lebih dari 60 000 mg l-1. Menurunnya kandungan C organik dikarenakan adanya asimilasi sebagian besar carbon oleh berbagai mikroba sebagai penyusun selnya, sehingga proses dekomposisi bahan organik tidak seluruhnya dapat ditransformasikan sekaligus. Penurunan kandungan C organik ini terjadi akibat adanya penggunaan carbon oleh mikroorganisme sebagai sumber energi agen dekomposer untuk aktivitas metabolismenya (Graves et al.
2000).
Tabel 3 Rataan kandungan C organik
Perlakuan C organik awal C organik akhir (mg l-1)
L90K10 3 400 1 333±153
L70K30 3 000 1 500±360
L50K50 4 000 1 967±289
Permentan* - ≥60 000
*Peraturan Menteri Pertanian (2011).
9
aktivator meningkatkan jumlah awal mikroba yang berakibat terhadap meningkatnya kemampuan untuk merombak bahan organik. Mikroba seperti ragi akan berperan dalam perombakan bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik, sedangkan Lactobacillus dan mikroorganisme selulotik lainnya berperan dalam proses penyediaan senyawa organik yang selanjutnya terurai ke dalam bentuk yang siap diserap oleh akar tanaman (Higa dan Parr 1994). Tabel 3 menunjukkan penurunan kandungan C organik karena adanya pelepasan unsur C pada saat proses pengomposan anaerob yang terjadi di dalam digester. Pelepasan tersebut dalam bentuk CH4 dan CO2. Kedua gas tersebut merupakan gas yang dominan dihasilkan di dalam digester (Suharto 2011). Peningkatan kandungan C organik dapat dilakukan dengan penambahan sekam bakar, arang aktif, dan bahan lain yang memiliki kandungan C organik yang tinggi.
Nitrogen (N) Total.
Kandungan N total dalam pupuk berkisar antara 267 dan 400 mg l-1 (Tabel 4). Kandungan N total tersebut belum sesuai dengan standar Permentan (2011). Rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kandungan N total dalam pupuk pada uji Tukey’s.
Tabel 4 Rataan kandungan N total perbedaan nyata pada taraf uji 5% (uji Tukey’s).
Tabel 4 menunjukkan peningkatan N karena unsur N dari bahan organik yang dirombak oleh mikroba menjadi NH3. Selain itu, kandungan N total pada pupuk terlihat meningkat karena penurunan C organik lebih dominan pada pupuk (Suharto 2011). Nilai N total pupuk cair semakin meningkat seiring dengan waktu pematangan dibandingkan dengan C, hal ini disebabkan unsur N ini cenderung tertahan dalam digester dan selama proses dekomposisi unsur N yang hilang hanya sebanyak 5%, sedangkan unsur C yang hilang sebanyak 50% (Alexander 1977).
Rasio C/N
Rasio C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam pengomposan, karena mikroorganisme membutuhkan C untuk menyediakan energi (Gunawan dan Surdiyanto 2001) dan N berperan dalam memelihara dan membangun sel tubuhnya (Triadmojo 2001).
10
banyak bahan organik. Biasanya mikroorganisme membutuhkan 30 bagian karbon untuk satu bagian N untuk metabolismenya.
Rasio C/N merupakan salah satu faktor penentu kecepatan pengomposan. Bila kadar C/N terlalu tinggi, proses pengomposan akan berjalan lambat karena N menjadi faktor penghambat pertumbuhan. Rasio C/N yang terlalu rendah akan menyebabkan aktivitas pengomposan terhenti. C/N awal pupuk cair L90K10 lebih tinggi daripada C/N awal pupuk cair L70K30 dan L50K50. Hasil yang tidak berbeda menunjukkan waktu 20 hari pengomposan merupakan waktu yang cukup untuk mengomposkan bahan yang memiliki kandungan mikroba EM4.
Phosphor (P)
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan P dalam pupuk berkisar antara 405.6 dan 409.1 mg l-1. Kandungan P tersebut memiliki nilai yang sedikit tetapi belum sesuai dengan standar Permentan (2011) yaitu antara 30 000 dan 60 000 mg l-1. Hasil analisis kandungan P pada awal masukan dan pupuk seperti ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rataan kandungan P
Perlakuan P awal P akhir peningkatan dibandingkan kandungan P pada bahan masukkan awal yaitu dari 299.6 menjadi 405.6 mg l-1 dan dari 342.3 menjadi 408.5 mg l-1. Hal ini disebabkan rasio bahan masukkan awal dari kotoran sapi yang memiliki kandungan P tinggi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan P dalam pupuk. Hasil akhir kandungan phospor tidak berbeda, hal ini menunjukkan bahwa bakteri mampu merombak bahan dengan efektifitas yang sama.
Kalium (K)
11
Soepardi (1983) mengemukakan bahwa kandungan unsur K semakin tinggi dengan adanya pelapukan bahan organik yang di maksudkan. K berperan dalam mempengaruhi penyerapan unsur lain, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit serta perkembangan akar. Kandungan K pada pupuk mengalami peningkatan dari kandungan K pada bahan masukan awal. Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan K paling tinggi diperoleh pada perlakuan L70K30. Hal ini disebabkan rasio perlakuan L70K30 lebih efektif dari pada rasio perlakuan lainnya. K diperlukan oleh mikroba sebagai nutrien pada proses biodegradasi bahan organik (Suharto 2011).
Mangan (Mn)
Hasil analisis menunjukkan rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak berpengaruh terhadap rataan kandungan Mn. Mn dalam pupuk berkisar antara 4.86 dan 15.16 mg l-1. Kandungan Mn tersebut belum sesuai dengan standar Permentan (2011) akan tetapi berjumlah sedikit seperti ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Rataan kandungan Mn
Kandungan Mn dalam pupuk mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kandungan Mn pada bahan masukan awal. Hal ini terjadi, karena kandungan Mn dalam digester dipakai oleh mikroba pada proses biodegredasi bahan organik. Sebagian besar kandungan Mn diperoleh dari kotoran sapi.
Besi (Fe)
Hasil analisis menunjukkan rasio limbah cair tahu dan kotoran sapi tidak berpengaruh nyata terhadap rataan kandungan Fe. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan Fe dalam pupuk berkisar antara 31.8 dan 61.56 mg l-1. Kandungan Fe tersebut belum sesuai dengan standar Permentan (2011) seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
12
Tabel 9 Rataan kandungan Fe
Perlakuan Fe awal Fe akhir (mg l-1)
L90K10 5.97 31.8±2.31
L70K30 9.08 42.86±0.87
L50K50 11.56 61.56±3.67
Pementan* - 90-900
*
Peraturan Menteri Pertanian (2011).
Kandungan Fe dalam pupuk mengalami peningkatan dibandingkan dengan kandungan Fe pada bahan masukan awal. Hal ini disebabkan proses dekomposisi berlangsung lebih baik sehingga terdapat keseimbangan antara bahan yang dikomposisi dengan mikroorganisme perombak.
Karakteristik Akhir Pupuk Cair
Hasil proses pengomposan bahan organik dapat menyebabkan perubahan kimia dan fisik pada pupuk organik yang dihasilkan. Perubahan warna yang terjadi akibat proses pengomposan dapat menentukan kualitas pupuk organik yang dihasilkan. Pupuk organik cair yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki warna coklat keruh hingga kehitaman. Warna pupuk cair tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
L90K10 L70K30 L50K50
Gambar 3 Produk akhir pupuk organik cair. Baris pertama sampai baris ketiga menunjukkan hasil pupuk organik cair dari limbah cair tahu dan kotoran sapi dengan rasio perlakuan 90%:10%; 70%:30%; dan 50%:50%.
13
Tabel 10 Hasil analisis kimia pupuk organik cair
No. Parameter Satuan L90K10 L70K30 L50K50 Permentan*
Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011;
b
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf uji 5% (uji
Tukey’s).
Hasil analisis kimia pupuk organik cair pada Tabel 10 menunjukkan bahwa kandungan C organik, N total, P, K, Mn, dan Fe pada semua perlakuan belum sesuai dengan standar Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR. 140/10/2011. Nilai pH pada semua perlakuan sudah sesuai standar Peraturan Menteri Pertanian. Kandungan C organik pada semua perlakuan masih di bawah standar Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR. 140/10/2011 dan rasio C/N pada semua perlakuan belum optimal. Stafford et al. (1980) menyatakan bahwa Rasio C/N yang optimal adalah antara 20-30.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kualitas pupuk cair diantaranya nilai pH, kandungan C organik, P, K, Mn, dan Fe pada semua perlakuan tidak berpengaruh nyata, namun perlakuan berpengaruh nyata terhadap kandungan N total. Kualitas pupuk cair L50K50 lebih tinggi daripada pupuk cair L90K10 dan L70K30 terhadap kandungan N total.Secara umum kualitas pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi standar Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011.
Saran
Mikroba yang digunakan dapat digantikan dengan jenis mikroba lainnya. Selain itu, bahan baku gula merah dapat digantikan dengan bahan baku yang lebih murah yaitu molasses. Perlu mengetahui cara pengambilan limbah yang tepat pada proses pembuatan tahu. Sebaiknya tidak perlu penambahan air pada campuran kotoran sapi karena air telah tersedia dalam limbah cair tahu. Penelitian ini dapat dilanjutkan ke tahap uji tanam untuk mengetahui efektifitas pupuk organik cair terhadap produktivitas tanaman.
14
DAFTAR PUSTAKA
Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. New Delhi (IN): Wiley Eastern Limmited. 476 p.
Dhahiyat Y. 1990. Kandungan Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahannya dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart Solms)). Bogor (ID): IPB Pr.
Gaur AC. 1982. Compost Organic Recycling Improving Soil Fertility Through. Organic Recycling FAO/ UNDP Regional RAS/77/004. Project Field. 26 : 18-20.
Gerardi MH. 2003. The Microbiology of An-Aerobic Digesters. New Jersey (NL): John Wiley and Sons.
Graves RE, Hattemer GM, Stettler D, Krider JN, Dana C. 2000. National Engineering Handbook. United States (US): Departement of Agriculture. Gunawan A, Surdiyanto Y. 2001. Pembuatan kompos dengan bahan baku kotoran
sapi. JIPTP. 24 (3):12-17.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Presindo.
Higa T, Parr JF. 1994. Beneficial and Effective Microorganisms for Sustainable Agriculture and Environment. Japan (JP): INFRC.
Salundik. 2012. Panduan Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan Edisi Tahun 2012. Bogor (ID): IPB.
Peraturan Menteri Pertanian. 2011. Permentan No. 70/permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Departemen Pertanian. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Siagian PH, Simamora S. 1994. Permasalahan dan penanganan limbah dari usaha peternakan dan rumah potong hewan (RPH). Med Petern. 18 (3) : 76-89. Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr.
Stafford DA, Hawkes DL, Horton R. 1980. Methane Production from Waste Organic Matter. Florida (US): CRC Pr.
Suharto. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta (ID): CV Andi Offset.
Triadmojo S. 2001. Kualitas kompos yang diproduksi dari feses sapi perah dan
sludge limbah penyamakan kulit. Buletin Petern. 25 (4): 190-199.
Warisno. 1994. Air limbah tahu dapat diolah untuk membrane sound system
[Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. [diunduh 2012 Des 03]. Tersedia pada: http://www.apakabar@clark.net.
15
Lampiran 1 Persyaratan teknis minimal pupuk organik cair menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011
No. Parameter Satuan Standar mutu
1 C-organik % min 6
Lampiran 2 Analisis ragam kandungan C organik
SK DB JK KT Fhitung P value
Perlakuan 2 646 667 323 333 4.10 0.075
Galat 6 473 333 78 889
Total 8 1 120 000
Keterangan : P > 0.05 = tidak berbeda nyata.
Lampiran 3 Analisis ragam kandungan N total
SK DB JK KT Fhitung P value
Perlakuan 2 26 667 13 333 6.00 0.037
Galat 6 13 333 2 222
Total 8 40 000
Keterangan : P < 0.05 = berbeda nyata.
16
Lampiran 4 Uji lanjut Tukey’s jenis pupuk terhadap kandungan N total
Perlakuan Rataan Wilayah Tukey
L90K10 266.66 A
L70K30 333.33 A
L50K50 400 B
Lampiran 5 Analisis ragam nilai C/N
SK DB JK KT Fhitung P value
Perlakuan 2 0.59 0.295 0.46 0.652
Galat 6 3.8487 0.6415
Total 8 4.4387
Keterangan : P > 0.05 = tidak berbeda nyata.
Lampiran 6 Analisis ragam kandungan P
SK DB JK KT Fhitung P value
Perlakuan 2 23 12 0.00 0.997
Galat 6 26 933 4489
Total 8 26 956
Keterangan : P > 0.05 = tidak berbeda nyata.
Lampiran 7 Analisis ragam kandungan K
SK DB JK KT Fhitung P value
Perlakuan 2 115 556 57 778 4.37 0.059
Galat 6 73 333 12 222
Total 8 188 889
Keterangan : P > 0.05 = tidak berbeda nyata.
Lampiran 8 Analisis ragam kandungan Mn
SK DB JK KT Fhitung P value
Perlakuan 2 161.78 80.89 134.82 0.00
Galat 6 3.6 0.6
Total 8 165.38
Keterangan : P < 0.05 = berbeda nyata.
Lampiran 9 Uji lanjut Tukey’s jenis pupuk terhadap kandungan Mn
Perlakuan Rataan Wilayah Tukey
L90K10 14.6 A
L70K30 33.5 A
L50K50 45.5 A
Keterangan : A = tidak memberikan pengaruh nyata.
Lampiran 10 Analisis ragam kandungan Fe
SK DB JK KT Fhitung P value
Perlakuan 2 1 358.22 679.11 103.99 0.00
Galat 6 39.17 6.53
Total 8 1 397.39
17
Lampiran 11 Uji lanjut Tukey’s jenis pupuk terhadap kandungan Fe
Perlakuan Rataan Wilayah Tukey
L90K10 31.8 A
L70K30 42.86 A
L50K50 61.56 A
Keterangan : A = tidak memberikan pengaruh nyata.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1991 di Cikampek, Karawang. Penulis adalah anak ke lima dari lima bersaudara, pasangan Bapak Muhammad Mudjib dan Ibu Rosmawati, SPd. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cikampek, Karawang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan di TPB, penulis aktif di OMDA Karawang. Penulis pernah tampil menari jaipong dalam acara Gebyar Nusantara 2009. Penulis pernah meraih juara III lomba lari gawang 100 meter di Olympiade TPB IPB (2010). Penulis pernah mengikuti lomba catur OMI IPB 2011, lomba vokal grup Dekan Cup 2013, lomba senam aerobik Dekan Cup tahun 2011, 2012, dan 2013. Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan D’Sate Festival Fakultas Peternakan divisi dana dan usaha (2010), serta aktif mengikuti MPF IPTP 48 divisi konsumsi (2012).