• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan dan karakterisasi hidrolisat protein dari ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menggunakan enzim papain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan dan karakterisasi hidrolisat protein dari ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menggunakan enzim papain"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT

PROTEIN DARI IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

MENGGUNAKAN ENZIM PAPAIN

INDAH RAHAYU WIDADI C34070011

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Hidrolisat Protein dari Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menggunakan Enzim Papain.Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan TATI NURHAYATI.

Lele dumbo merupakan ikan air tawar yang memiliki banyak keunggulan, yaitu teknologi pembenihan dan pembesaran yang mudah diterapkan dan kandungan protein tinggi. Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia sedang gencar meningkatkan budidaya ikan lele selama periode tahun 2010 hingga 2014. Salah satu bentuk pemanfaatan ikan lele dumbo yang potensial adalah hidrolisat protein ikan, yaitu produk yang dihasilkan dari penguraian protein ikan menjadi peptida sederhana dan asam amino melalui proses hidrolisis oleh enzim, asam atau basa. Hidrolisat protein ikan memiliki banyak manfaat dalam industri pangan, pakan, pertanian, mikrobiologi dan farmasi. Informasi mengenai proses pembuatan, kondisi optimum, serta karakteristik hidrolisat protein dari ikan lele dumbo sangat dibutuhkan untuk mengembangkan produk hidrolisat protein berbahan baku ikan air tawar.

Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, yaitu pembuatan hidrolisat protein ikan; penentuan konsentrasi optimum enzim papain; penentuan waktu

hidrolisis optimum dan karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan, yaitu uji proksimat (kadar air, abu, protein dan lemak), asam amino, daya cerna protein in vitro dan penentuan rendemen.

Hidrolisis protein dari ikan lele dumbo dilakukan secara enzimatis menggunakan enzim papain. Enzim papain yang digunakan memiliki aktivitas sebesar 0,595 U/ml, konsentrasi protein sebesar 0,456 mg/ml dan aktivitas spesifik sebesar 1,305 U/mg. Konsentrasi optimum enzim papain yang digunakan untuk hidrolisis protein ikan lele dumbo adalah 5% (b/v) dengan waktu hidrolisis optimum selama 6 jam sehingga menghasilkan derajat hidrolisis sebesar 35,37%. Konsentrasi optimum enzim papain dan waktu hidrolisis optimum ditentukan berdasarkan nilai perbandingan nitrogen total terlarut (NTT) dan nitrogen total bahan (NTB) yang kemudian diuji ragam (α=0,05) dan uji lanjut Duncan.

(3)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT

PROTEIN DARI IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

MENGGUNAKAN ENZIM PAPAIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

INDAH RAHAYU WIDADI C34070011

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Nama Mahasiswa : Indah Rahayu Widadi NRP : C34070011

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Ella Salamah, M.Si. Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si.

NIP. 19530629 198803 2 001 NIP. 19700807 199603 2 002

Mengetahui

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M. Phil. NIP. 19580511 1985031 002

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pembuatan dan Karakterisasi Hidrolisat Protein dari Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) Menggunakan Enzim Papain” adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(6)

Penulis bernama Indah Rahayu Widadi, dilahirkan di Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, tanggal 25 Oktober 1989

sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Suparman dan Nur Zubaidah. Pendidikan dasar ditempuh di SDN 1 Pilang pada tahun 1995. Pada tahun 2001 penulis diterima di SMPN 1 Sidoarjo dan pada tahun 2004 penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMAN 3 Sidoarjo dan berhasil lulus pada tahun 2007 dengan predikat lulusan terbaik ke-3 Program Studi IPA.

Penulis diterima sebagai mahasiswa strata satu (S1) di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 2007. Semasa kuliah penulis aktif dalam kepengurusan HIMASILKAN IPB sebagai staf divisi Infokom (2009-2010) dan ketua Divisi Peduli Pangan (2010-2011); HIMASURYA PLUS IPB sebagai staf divisi kewirausahaan (2009-2010) dan staf

divisi infokom (2010-2011); reporter Majalah EMULSI (2007-2009); Paguyuban Mahasiswa Beasiswa KSE IPB sebagai penanggung jawab FPIK (2010-2011). Penulis juga aktif dalam kepanitiaan beberapa acara di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menjadi Mahasiswa Berprestasi Tingkat Departemen Teknologi

Hasil Perairan (2010); penerima beasiswa PT Kelola Mina Laut (2008-2009); penerima beasiswa reguler (2009-2010) dan prestasi unggulan (2010-2011) Karya Salemba Empat; asisten mata kuliah Ekologi Perairan (2009), Penanganan Hasil Perairan (2010), Fisiologi, Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan (2010), Biotoksikologi Hasil Perairan (2010) dan Teknologi Pengolahan Hasil

Perairan (2011). Penulis juga telah melaksanakan praktek lapangan di PT Makanan Sehat Nusantara, Bekasi, Jawa Barat.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pembuatan dan Karakterisasi Hidrolisat Protein dari Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menggunakan Enzim Papain”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan lancar tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dra. Ella Salamah, M.Si. dan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si. selaku dosen penguji atas pengarahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil. selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

4. Ayah dan ibu, serta kedua adik (Intan dan Ghanny) tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan dan doa.

5. Mas Febriyanto atas dukungan, semangat, doa dan kasih sayang yang

diberikan.

6. Donatur Yayasan Beasiswa Karya Salemba Empat atas bantuan dana penelitian yang telah diberikan.

7. YunKo, Ellis, Medit, Anti, Ihsan, Anggraeni, teman-teman THP 44, Mbak Lastri, Mas Ipul, Bu Ema, Mbak Selin, Bu Ika, Mbak Ana, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Bogor, Agustus 2011

(8)

Halaman

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clariasgariepinus) ... 3

2.2 Protein dan Asam Amino ... 4

2.3 Enzim Papain ... 5

2.4 Hidrolisis Protein ... 7

2.5 Hidrolisat Protein Ikan ... 8

3. METODOLOGI ... 10

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 10

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Pembuatan hidrolisat protein ikan... 11

3.3.2 Penentuan konsentrasi optimum enzim papain ... 13

3.3.3 Penentuan waktu hidrolisis optimum ... 13

3.3.4 Karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo ... 13

3.4 Prosedur Analisis ... 13

3.4.1 Assay aktivitas enzim papain (Bergmeyer 1983, diacu dalam Wardana 2008 yang telah dimodifikasi) ... 14

3.4.2 Pengukuran konsentrasi protein enzim papain (Bradford 1976) ... 14

3.4.3 Rendemen (Hadiwiyoto 1993) ... 15

3.4.4 Kadar air (AOAC 2005) ... 15

3.4.5 Kadar abu (AOAC 2005) ... 16

3.4.6 Kadar protein dan total nitrogen (AOAC 2005) ... 16

3.4.7 Kadar lemak (AOAC 2005) ... 17

3.4.8 Asam amino (AOAC 2005 yang telah dimodifikasi) ... 17

3.4.9 Derajat hidrolisis (Hasnaliza et al. 2010) ... 19

3.4.10Daya cerna protein in vitro (Gauthier et al. 1982 yang telah dimodifikasi) ... 19

(9)

vii

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Aktivitas dan Konsentrasi Protein Enzim Papain ... 22

4.2 Penentuan Konsentrasi Optimum Enzim Papain ... 24

4.3 Penentuan Waktu Hidrolisis Optimum ... 25

4.4 Derajat hidrolisis dari hidrolisat protein ikan lele dumbo... 27

4.5 Karakteristik Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo ... 29

4.5.1 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo ... 29

4.5.2 Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo ... 32

4.5.4 Daya cerna protein in vitro hidrolisat protein ikan lele dumbo ... 36

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(10)

No Teks Halaman

1. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 3

2. Struktur asam amino.. ... 5

3. Mekanisme hidrolisis protein oleh enzim papain ... 7

4. Diagram alir proses pembuatan hidrolisat protein ikan.. ... 12

5. Kurva standar penentuan konsentrasi protein enzim papain.. ... 23

6. Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda.. ... 24

7. Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang berbeda... 26

8. Hidrolisat protein ikan lele dumbo.. ... 29

(11)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 4

2. Komposisi enzim dalam getah pepaya ... 6

3. Komposisi kimia hidrolisat protein ikan ... 9

4. Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml ... 15

5. Elusi gradien pada metode HPLC ... 19

6. Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo ... 29

7. Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo ... 33

(12)

No Halaman

1. Bahan kimia untuk assay aktivitas enzim papain ... 45

2. Prosedur assay aktivitas enzim papain ... 45

3. Assay aktivitas enzim papain ... 46

4. Konsentrasi protein enzim papain ... 46

5. Aktivitas spesifik enzim papain ... 46

6. Analisis ragam nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda ... 47

7. Hasil uji lanjut Duncan nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda ... 47

8. Analisis ragam nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang berbeda ... 47

9. Hasil uji lanjut Duncan nilai NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang berbeda ... 47

(13)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, salah satunya berasal dari sektor perikanan. Indonesia memiliki total volume produksi perikanan pada tahun 2009 sebesar 10.065.120 ton yang terdiri atas 5.285.020 ton produksi perikanan tangkap dan 4.780.100 ton produksi perikanan budidaya.

Sektor perikanan budidaya Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat, yaitu dari 2.163.674 ton pada tahun 2005 menjadi 4.780.100 ton pada tahun 2009. Komoditas utama perikanan budidaya Indonesia pada tahun 2009 antara lain

rumput laut 2.574.000 ton, ikan nila 378.300 ton, udang 348.000 ton, ikan bandeng 291.300 ton, ikan mas 254.400 ton, ikan lele 200.000 ton dan ikan patin 132.600 ton (KKP 2009).

Kementrian Kelautan dan Perikanan Indonesia sedang gencar meningkatkan produksi ikan lele. Target produksi ikan lele nasional selama periode 2010-2014 sebesar 450% atau rata-rata meningkat sebesar 35% per tahun sehingga mencapai 900.000 ton pada tahun 2014 (DJPB 2011). Ikan lele dumbo banyak diolah menjadi berbagai jenis masakan maupun sebagai bahan baku dalam pembuatan produk perikanan seperti bakso, nugget, sosis dan masih banyak lagi. Hidrolisat protein merupakan salah satu bentuk pemanfaatan ikan lele dumbo yang potensial.

Hidrolisat protein ikan merupakan produk yang dihasilkan dari penguraian protein ikan menjadi peptida sederhana dan asam amino melalui proses hidrolisis

oleh enzim, asam atau basa. Hidrolisis protein menggunakan enzim merupakan cara yang efisien karena dapat menghasilkan hidrolisat protein yang terhindar dari kerusakan asam amino tertentu, seperti triptofan dan glutamin (Kristinsson 2007). Enzim protease yang digunakan dalam hidrolisis protein ikan telah tersedia secara

(14)

Pada industri pangan, hidrolisat protein ikan dapat ditambahkan ke dalam formula produk makanan sebagai penambah cita rasa, sumber protein dan asam amino, serta dapat memperbaiki sifat fungsional pangan, seperti daya ikat air.

Hidrolisat protein ikan juga memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat untuk mencegah ketengikan pada makanan (Venugopal 2006). Hidrolisat protein ikan memiliki indikasi untuk menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi stress serta membantu penyembuhan pasien yang menderita gangguan pada sistem pencernaan (Kristinsson 2007).

Penelitian mengenai hidrolisat protein ikan telah banyak dilakukan menggunakan berbagai jenis ikan dan enzim. Nurhayati et al. (2007) meneliti tentang hidrolisat protein ikan selar kuning menggunakan enzim papain, Hasnaliza et al. (2010) meneliti tentang hidrolisat protein kerang darah menggunakan enzim bromelin, serta banyak penelitian lainnya. Penelitian hidrolisat protein ikan lele dumbo perlu dilakukan karena informasi mengenai kondisi optimum proses hidrolisis dan karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan masih sangat sedikit.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

- Menentukan kondisi optimum (konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis) proses hidrolisis protein ikan lele dumbo.

(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clariasgariepinus)

Ikan lele merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar. Ikan lele banyak ditemukan di Benua Afrika dan Asia. Beberapa negara yang telah membudidayakan ikan lele, yaitu Thailand, India, Philipina dan Indonesia. Nama lain ikan lele dalam bahasa Inggris antara lain catfish, siluroid, dan mudfish (Prihatman 2000). Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Siluroidea Familia : Clariidae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) (Oliver 2002).

Ikan lele dumbo memiliki tubuh lebih besar dibandingkan ikan lele lokal, kulit yang licin dan tidak bersisik. Sirip punggung dan anus yang dimiliki ikan lele dumbo berbentuk memanjang. Ikan lele dumbo memiliki kepala yang keras,

(16)

Habitat ikan lele antara lain di kolam, sungai dengan arus air yang perlahan dan waduk. Ikan lele dapat hidup pada suhu air optimal antara 25-28 °C. Ikan lele juga dapat hidup dalam perairan agak tenang dan cukup dalam,

meskipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan memiliki kandungan oksigen rendah. Ikan lele bersifat noktural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari, sedangkan pada siang hari ikan lele berlindung di tempat yang gelap (Prihatman 2000). Ikan lele dumbo merupakan jenis ikan air tawar yang mengandung nilai gizi yang baik dan tekstur daging yang lembut. Komposisi

kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Parameter Jumlah (%)

Protein merupakan molekul yang memiliki fungsi penting dalam tubuh makhluk hidup. Protein berfungsi sebagai komponen struktural penyusun sel Sebagian besar protein mengandung sulfur dan beberapa mengandung komponen

(17)

5

R CH COOH

NH2

Gambar 2 Struktur asam amino (Belitz et al. 2009).

Asam amino dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori berdasarkan derajat interaksi rantai samping dengan gugus air. Asam amino non polar dan rantai samping tidak bermuatan (glisin, alanin, valin, leusin, isoleusin, prolin, fenilalanin, triptofan dan metionin); asam amino polar dan tidak bermuatan (serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin dan glutamin); asam amino bermuatan (asam aspartat, asam glutamat, histidin, lisin dan arginin). Asam amino juga

dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi fisiologi dalam tubuh, yaitu asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus disuplai melalui makanan, sedangkan asam amino non-esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino esensial antara lain valin, leusin,

isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin, treonin, histidin, lisin dan arginin. Asam amino non-esensial antara lain glisin, alanin, prolin, serin, sistein, tirosin, asparagin, asam glutamat, asam aspartat dan glutamin (Belitz et al. 2009).

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting dalam bahan pangan, baik dari segi nutrisi maupun sifat fungsional. Salah satu peran penting protein adalah menentukan tekstur produk pangan, misalnya pada produk surimi. Pengetahuan mengenai karakteristik protein yang menyusun suatu bahan pangan merupakan informasi penting untuk memahami karakteristik produk pangan, ketika proses pengolahan dan penyimpanan (Vaclavik dan Christian 2008).

2.3 Enzim Papain

(18)

Protease digolongkan menjadi proteinase (eksopeptidase) dan peptidase (endopeptidase). Endopeptidase memutus ikatan peptida yang spesifik pada bagian tengah rantai protein. Enzim yang tergolong endopeptidase, yaitu tripsin,

pepsin, papain, bromelin dan enzim endopeptidase lainnya. Eksopeptidase memutus ikatan peptida di bagian ujung rantai peptida, pada gugus amino maupun gugus karboksil (Rawlings et al. 2007).

Enzim papain diperoleh dengan cara mengeringkan getah pohon pepaya (Carica papaya). Getah pepaya selain mengandung papain juga mengandung

enzim lain seperti kimopapain dan lisozim. Komposisi enzim dalam getah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi enzim dalam getah pepaya

Sumber : Cayle et al. (1964), diacu dalam Yamamoto (1975)

Papain (EC 3.4.22.2) terdiri atas 212 residu asam amino yang tersusun dalam suatu rantai polipeptida tunggal. Papain merupakan golongan protease sulfhihidril yang memiliki kemampuan menghidrolisis rantai peptida protein dan inhibitor oleh gugus sulfihidril (SH). Enzim papain mengkatalis reaksi hidrolisis substrat amida, ester dan thioester. Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui hidrolisis yang berlangsung pada sisi-sisi aktif papain yang terdiri atas

gugus histidin dan sistein (Wong 1989).

Berdasarkan mekanisme pengikatan enzim terhadap substrat, proses hidrolisis oleh enzim papain terdiri atas dua tahap reaksi, yaitu (1) reaksi asilasi sampai 8,0 dan kisaran suhu 45 hingga 65 °C.

Enzim Berat molekul (Da) Titik isoelektrik (%) dalam getah

Papain 21.000 8,75 10

Kimopapain 36.000 10,10 45

(19)

7

Gambar 3 Mekanisme hidrolisis protein oleh enzim papain (Grzonka et al. 2007).

Enzim papain sudah lama dikenal sebagai bahan pengempuk daging dan ditambahkan ke dalam minuman bir untuk menghindari kerusakan akibat kondisi dingin (Wong 1989). Bidang perikanan telah banyak memanfaatkan

enzim papain sebagai katalis dalam reaksi hidrolisis pada pembuatan hidrolisat protein ikan (Shadihi et al. 1995; Ariyani et al. 2003).

2.4 Hidrolisis Protein

Protein merupakan molekul yang esensial dalam penyusunan struktur maupun proses fungsional tubuh pada seluruh makhluk hidup. Protein terdiri atas rantai asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida sehingga membentuk

(20)

Hidrolisis asam maupun basa merupakan proses yang keras dan melibatkan suhu tinggi. Hidrolisis asam dilakukan menggunakan asam kuat

seperti HCl atau H2SO4 (Johnson dan Peterson 1974). Hidrolisis asam maupun

basa dapat memutuskan ikatan peptida pada protein, namun juga dapat merusak sejumlah asam amino yang terkandung pada produk yang dihasilkan. Triptofan biasanya rusak sepenuhnya; sistein, serin dan treonin sebagian rusak; asparagin dan glutamin diubah menjadi bentuk asamnya. Garam terbentuk selama netralisasi, sehingga mengakibatkan kadar garam tinggi (BD Biosciences 2009).

Hidrolisis protein menggunakan enzim proteolitik merupakan cara yang lebih efisien dan aman karena dapat menghasilkan hidrolisat protein yang terhindar dari kerusakan asam amino tertentu akibat penggunaan asam kuat, basa kuat, maupun suhu tinggi pada reaksi hidrolisis asam maupun basa. Reaksi hidrolisis protein menggunakan enzim akan memutus ikatan peptida yang ditargetkan secara spesifik (BD Biosciences 2009).

Hidrolisis protein enzimatis menggunakan enzim protease. Hidrolisat protein yang dihasilkan umumnya mengandung peptida dengan bobot molekul rendah yang terdiri atas dua hingga empat asam amino. Faktor yang mempengaruhi kecepatan hidrolisis secara enzimatis adalah suhu, waktu, pH, inhibitor, serta konsentrasi enzim dan substrat. Apabila proses hidrolisis berjalan sempurna, maka akan dihasilkan hidrolisat protein yang terdiri dari 18-20 macam asam amino (Damodaran 1996).

2.5 Hidrolisat Protein Ikan

Hidrolisat protein ikan dihasilkan dari penguraian protein ikan menjadi peptida sederhana dan asam amino melalui proses hidrolisis baik oleh enzim, asam maupun basa. Reaksi hidrolisis terhadap protein ikan dengan menggunakan enzim proteolitik pada kondisi suhu, pH dan waktu hidrolisis yang terkontrol dapat menghasilkan produk akhir berupa hidrolisat protein ikan yang berkualitas (Kristinsson 2007). Hidrolisat protein berbentuk cair, pasta atau tepung yang bersifat higroskopis. Hidrolisat protein cair mengandung padatan sebesar 30%, sedangkan bentuk pasta mengandung 65% padatan (Johnson dan Peterson 1974).

(21)

9

Proses produksi hidrolisat protein ikan menggunakan enzim proteolitik merupakan proses yang cukup sederhana. Langkah awal yang dilakukan adalah pencampuran bahan baku (raw material) dengan air, kemudian diikuti dengan

penyesuaian suhu dan pH optimal, penambahan enzim dan reaksi hidrolisis enzimatis pada waktu tertentu, selanjutnya penginaktivasian enzim, langkah terakhir adalah pengeringan atau pemekatan (Kristinsson 2007).

Hidrolisat protein ikan memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat fungsional dan kualitas bahan pangan. Hidrolisat protein ikan memiliki

kandungan protein tinggi, asam amino lengkap, daya cerna protein yang tinggi dan sifat fungsional penting dalam pengolahan pangan, seperti flavour enhancer, kelarutan tinggi dalam air, serta pembentuk tekstur (Hall dan Ahmad 1992).

Hidrolisat protein ikan dengan kualitas yang lebih rendah dibandingkan hidrolisat protein ikan kualitas pangan, juga masih memiliki banyak manfaat dalam industri pakan, pertanian dan mikrobiologi. Pada industri pakan, hidrolisat protein ikan dapat ditambahkan ke dalam formula pakan sebagai sumber protein dan asam amino, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan bobot hewan ternak dan ikan budidaya. Hidrolisat protein ikan dapat dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen pada pupuk tanaman dan media pertumbuhan bakteri (Kristinsson 2007). Komposisi kimia hidrolisat protein ikan untuk pangan, pakan dan flavour enhancer disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan

Parameter Hidrolisat protein

(22)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium

Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Imunologi, Fakultas Kedokteran

Hewan; Laboratorium Pilot Plant, Pusat Antar Universitas (PAU); Laboratorium Terpadu, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama berupa ikan lele dumbo (1 kg = ± 5 ekor), enzim papain dan akuades, bahan-bahan kimia untuk assay aktivitas enzim papain (kasein 2% (b/v), tirosin,

CaCl2, Na2CO3, folin 50% (v/v), akuades, TCA 5% (b/v) dan larutan buffer fosfat pH 7,5); konsentrasi protein enzim papain (bovine serum albumin (BSA), etanol 96% (v/v), coomassie briliant blue G-250, asam fosfat 85% (b/v) dan akuades); analisis proksimat (K2SO4, CuSO4, H2SO4, bromocresol green, methyl red, NaOH 40% (b/v), H3BO3 4% (v/v) dan HCl); analisis asam amino (Ortoftalaldehida (OPA), buffer borat 1 M, HCl 6 N, gas N2, Na-Asetat 0,025 M, Na-EDTA, metanol 95% (v/v), THF, merkaptoetanol, Brij-30 larutan standar asam amino 0,5 µ mol/ml); analisis derajat hidrolisis (TCA 20% (b/v)); analisis daya cerna protein in vitro (HCl, enzim pepsin, NaOH, enzim pankreatin, natrium azida, buffer fosfat pH 8,0).

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik (Sartorius), refrigerator (LG), homogenizer (Nissei AM-3), waterbath

shaker (Wiggen Hauser), spray dryer (Buchi), sentrifuge (Sorvall T-21), oven (Yamato), pH meter (Orion), inkubator (Termolina), mikropipet (Pipetman),

(23)

11

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam empat tahap, meliputi pembuatan hidrolisat protein ikan; penentuan konsentrasi optimum enzim papain; penentuan waktu

hidrolisis optimum dan karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan.

3.3.1 Pembuatan hidrolisat protein ikan

Pembuatan hidrolisat protein ikan dilakukan melalui reaksi hidrolisis enzimatis menggunakan enzim papain. Metode pembuatan hidrolisat protein ikan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Nurhayati et al. (2007) yang telah dimodifikasi. Ikan lele dumbo dimatikan dengan cara ditusuk bagian medula oblongatanya. Ikan lele dumbo yang telah mati selanjutnya disiangi dan di-fillet skinless, kemudian dicincang. Daging ikan cincang dihomogenisasi dengan akuades dalam perbandingan 1:4 (1 bagian daging ikan cincang dicampur dengan 4 bagian akuades) menggunakan homogenizer selama 2 menit. Nilai pH campuran diatur hingga mencapai pH optimal enzim papain, yaitu pH 7,0 dengan menambahkan larutan NaOH 1 M dan atau larutan HCl 1 M. Campuran daging ikan cincang dengan akuades tersebut ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi tertentu (konsentrasi optimum enzim papain). Hidrolisis dilakukan pada suhu 55 °C menggunakan water bath shaker selama waktu tertentu (waktu hidrolisis optimum).

Setelah proses hidrolisis selesai, enzim papain diinaktivasi pada suhu 80 °C selama 20 menit dengan tujuan untuk menghentikan proses hidrolisis. Sampel disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 20 menit, suhu 4 °C untuk memisahkan fraksi terlarut (supernatan) dan fraksi yang tidak terlarut (pellet).

(24)

Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan hidrolisat protein ikan

(Nurhayati et al. 2007 yang telah dimodifikasi) Keterangan: = Mulai dan akhir proses; = Proses; * = Modifikasi.

Ikan Lele Dumbo

Penyiangan

Pencincangan

Homogenisasi dengan akuades 1: 4

Penambahan enzim papain

Hidrolisis

suhu 55 °C; pH 7,0; waktu tertentu

Inaktivasi enzim (suhu 80 °C; selama 20 menit)

Spray drying *

Sentrifugasi * Padatan

Filtrat

(25)

13

3.3.2 Penentuan konsentrasi optimum enzim papain

Tahap ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimum enzim papain terhadap substrat yang digunakan dalam hidrolisis enzimatis protein ikan lele

dumbo. Konsentrasi enzim papain yang digunakan yaitu 0% (b/v) (tanpa penambahan enzim/kontrol); 1% (b/v); 2% (b/v); 3% (b/v); 4% (b/v); 5% (b/v) dan 6% (b/v). Hidrolisis dilakukan selama 6 jam pada suhu 55 °C dan nilai pH sebesar 7,0. Penentuan kisaran konsentrasi enzim ini berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurhayati et al. (2007) pada ikan selar yang

menunjukkan bahwa konsentrasi optimum enzim papain untuk menghidrolisis protein ikan selar adalah 5% (b/v). Konsentrasi optimum enzim papain ditentukan dengan menghitung perbandingan nitrogen total terlarut dan nitrogen total bahan (NTT/NTB).

3.3.3 Penentuan waktu hidrolisis optimum

Tahap ini bertujuan untuk menentukan waktu hidrolisis optimum yang digunakan dalam hidrolisis enzimatis protein ikan lele dumbo dengan enzim papain. Waktu hidrolisis yang digunakan yaitu 0 jam , 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam dan 7 jam. Enzim papain yang ditambahkan sesuai dengan hasil penentuan konsentrasi optimum enzim papain. Proses hidrolisis berlangsung pada suhu 55 °C dan nilai pH sebesar 7,0. Waktu hidrolisis optimum ditentukan dengan menghitung perbandingan nitrogen total terlarut dan nitrogen total bahan (NTT/NTB).

3.3.4 Karakterisasi hidrolisat protein ikan lele dumbo

Karakterisasi dilakukan terhadap hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis enzimatis pada kondisi optimum. Analisis yang

dilakukan, yaitu analisis proksimat, asam amino dan daya cerna protein in vitro.

3.4 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengujian aktivitas

(26)

3.4.1 Assay aktivitas enzim papain (Bergmeyer 1983, diacu dalam Wardana 2008 yang telah dimodifikasi)

Aktivitas enzim papain diukur dengan menyiapkan tiga buah tabung reaksi yang dijadikan sebagai blanko, standar dan sampel. Setiap tabung reaksi diisi dengan kasein 2% (b/v) dan buffer fosfat 1 mol/l (pH 7,5) masing-masing sebanyak 1 ml. Tabung reaksi untuk sampel ditambahkan enzim papain 5% (b/v)

sebanyak 0,2 ml. Larutan tirosin (5 mmol/l) digunakan sebagai pengganti enzim untuk standar dan akuades digunakan sebagai pengganti enzim untuk blanko.

Seluruh tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37 °C selama 10 menit. Tahap selanjutnya adalah penambahan 2 ml TCA 5% (b/v), diinkubasi pada suhu

37 °C selama 10 menit dan disaring dengan kertas saring. Filtrat sebanyak 1,5 ml ditambah Na2CO3 (0,4 mol/l) sebanyak 5 ml dan folin (1:2) sebanyak 1 ml, diinkubasi pada suhu 37 °C selama 20 menit, kemudian nilai absorbansinya diukur dengan spektrofotometer (λ = 578 nm). Bahan kimia dan prosedur untuk assay aktivitas enzim papain disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Aktivitas enzim papain dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

UA = Asp-Abl Asp = Nilai absorbansi sampel Abl = Nilai absorbansi blanko Ast = Nilai absorbansi standar P = Faktor pengenceran T = Waktu inkubasi

3.4.2 Pengukuran konsentrasi protein enzim papain (Bradford 1976)

Konsentrasi protein enzim papain diukur menggunakan bovine serum albumin (BSA) sebagai standar. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan melarutkan 25 mg coomassie briliant blue G-250 dalam 12,5 ml etanol 96% (v/v), ditambahkan 25 ml asam fosfat 85% (b/v) hingga larut dengan sempurna. Akuades ditambahkan ke dalam larutan hingga mencapai volume 0,5 l lalu disaring dengan kertas saring Whatman 1, serta diencerkan lima kali sesaat

(27)

15

Tabung reaksi untuk sampel diisi dengan enzim papain 1,25% (b/v) sebanyak 0,1 ml, ditambahkan pereaksi Bradford sebanyak 5 ml, diinkubasi selama 5 menit dan diukur dengan spektrofotometer (λ = 595 nm). Larutan BSA

digunakan sebagai pengganti enzim untuk larutan standar. Larutan standar juga diberi perlakuan yang sama dengan larutan sampel. Nilai absorban standar yang diperoleh dimasukkan ke dalam kurva standar BSA untuk menentukan konsentrasi protein enzim papain. Larutan BSA dibuat dengan melarutkan 100 mg protein BSA dalam 50 ml akuades sebagai larutan stok dengan konsentrasi 2 mg/ml.

Larutan stok BSA diencerkan menjadi beberapa konsentrasi larutan standar, yaitu 0,1-1,0 mg/ml. Komposisi volume larutan dalam pembuatan larutan standar BSA disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml Konsentrasi BSA

Rendemen adalah rasio antara berat bagian yang dapat dimanfaatkan terhadap berat utuh. Rendemen umumnya digunakan untuk memperkirakan jumlah bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Rendemen hidrolisat protein ikan lele dumbo dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rendemen HPI (%)=Berat hidrolisat protein ikan (g)

Berat daging ikan cincang (g) ×100% 3.4.4 Kadar air (AOAC 2005)

(28)

dikeringkan dalam oven pada suhu 100-102 °C hingga diperoleh berat konstan. Cawan berisi sampel tersebut didinginkan dalam desikator. Proses selanjutnya adalah penimbangan cawan yang berisi sampel setelah dikeringkan. Kadar air

bahan dihitung menggunakan rumus:

Kadar air (%) = B1 - B2

B x 100 % Keterangan :

B = Berat sampel (g)

B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (g) B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan (g)

3.4.5 Kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama 1 jam lalu didinginkan selama 15 menit dalam desikator. Cawan porselen tersebut kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan dalam cawan pengabuan dan dipijarkan diatas nyala api hingga tidak berasap. Sampel dimasukkan dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 °C selama 6 jam. Cawan berisi sampel didinginkan dalam desikator, setelah dingin cawan tersebut ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

Berat abu (g) = berat sampel dan cawan setelah pengabuan (g) - cawan kosong (g)

Kadar abu (%)= Berat abu (g)

Berat sampel (g) x 100 %

3.4.6 Kadar protein dan total nitrogen (AOAC 2005)

Analisis protein dengan metode Kjeldahl terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukkan dalam labu Kjeldahl 50 ml. Sebanyak 7,0 gram K2SO4 dan 0,8 g CuSO4 juga ditambahkan dalam labu Kjeldahl tersebut sebagai katalisator, lalu ditambahkan H2SO4. Sampel didestruksi pada suhu 410 °C hingga cairan berwarna bening.

(29)

17

Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH 40% (b/v) ke dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 ml destilat dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai

terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang pertama kali. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko juga dianalisis seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus :

Nitrogen (%)= (ml HCl –ml blanko)x N HCl x 14,007 x 100% mg sampel

Kadar protein (%)= Nitrogen (%) x faktor konversi (6,25)

3.4.7 Kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring. Kedua ujung kertas saring ditutup dengan kapas bebas lemak, kemudian dibungkus lalu dimasukkan dalam selongsong lemak. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan dalam labu lemak yang sudah ditimbang dan disambungkan dengan tabung soxhlet, disiram dengan pelarut lemak, direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, lalu labu didinginkan dalam desikator. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar lemak (%) = W3-W2

3.4.8 Asam amino (AOAC 2005 yang telah dimodifikasi)

Prinsip analisis asam amino dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino, yaitu pereaksi ortoftalaldehida (OPA) yang kemudian akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa, mengandung merkaptoetanol

(30)

Asam amino yang dianalisis mencakup 15 jenis asam amino. Asam amino yang tidak dianalisis antara lain triptofan, prolin, sistein, asparagin dan glutamin. Asam amino triptofan tidak dianalisis karena membutuhkan proses hidrolisis basa

pada tahap preparasi sampel. Asam amino prolin, sistein, asparagin dan glutamin tidak dianalisis karena menggunakan reaksi derivatisasi post kolom. Proses analisis asam amino menggunakan HPLC adalah :

(a) Preparasi sampel

Kadar protein sampel ditentukan terlebih dahulu dengan metode Kjeldahl.

Sampel yang mengandung 3 mg protein dimasukan dalam tabung ulir, ditambahkan 2 ml HCl 6 N dan dialiri gas N2, kemudian ditutup. Sampel tersebut dihidrolisis dalam oven bersuhu 110 °C selama 24 jam lalu disaring menggunakan kaca masir. Sampel tersebut dipindahkan ke labu rotary evaporator untuk dikeringkan, kemudian ditambah dengan HCl 0,01 N dan ditera sampai 25 ml, disaring dengan kertas milipore filter No. 45.

(b) Analisis asam amino dengan HPLC

Larutan buffer kalium borat pH 10,4 ditambahkan ke dalam sampel yang telah dikeringkan dengan perbandingan 1:1, sehingga diperoleh larutan sampel yang siap dianalisis. Larutan sampel tersebut dicampur dengan pereaksi ortoftalaldehida (OPA) dengan perbandingan 1:6. Hal yang sama juga dilakukan terhadap larutan standar asam amino. Larutan yang telah tercampur (baik sampel maupun standar) didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Larutan standar dan sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µ l, lalu ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai.

Kondisi alat HPLC pada saat dilakukan analisis :

Kolom : Ultra techspere

Fase mobil : Larutan A (Na-Asetat, Na-EDTA, metanol, THF) dan larutan B (metanol 95%, akuades) dengan gradien yang disajikan pada Tabel 5

Detektor : Fluoresensi

Konsentrasi asam amino (µ mol) dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :

Konsentrasi AA (µmol)=luas puncak sampel

(31)

19

Persen asam amino dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :

% AA=µmol AA ×Mr AA

µg sampel ×100%

Tabel 5 Elusi gradien pada metode HPLC

Waktu (menit) Laju aliran fase mobil (ml/menit) % Larutan B

0 1 0

3.4.9 Derajat hidrolisis (Hasnaliza et al. 2010)

Derajat hidrolisis dihitung berdasarkan persentase rasio trichloroacetic acid (TCA). Sebanyak 20 ml hidrolisat protein ditambahkan TCA 20% (b/v) sebanyak 20 ml. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 30 menit agar terjadi pengendapan, lalu disentrifugasi (kecepatan 7800 x g, selama 15 menit). Supernatannya lalu dianalisis kadar nitrogennya menggunakan metode Kjeldahl (AOAC 2005). Derajat hidrolisis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Derajat Hirdrolisis (%) = Nitrogen terlarut dalam TCA 10% (b/v)

Nitrogen total sampel x 100 %

3.4.10 Daya cerna protein in vitro (Gauthier et al. 1982 yang telah dimodifikasi) Prinsip pengukuran daya cerna protein in vitro adalah mengukur kadar protein yang tidak tercerna oleh enzim pada kondisi yang menyerupai metabolisme tubuh ketika mencerna makanan. Prosedur analisis daya cerna

protein in vitro adalah sebagai berikut: sebanyak 250 mg sampel dimasukan

dalam erlenmeyer 50 ml, ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 15 ml yang mengandung 1,5 g enzim pepsin, dikocok pada kecepatan rendah dan suhu

(32)

Larutan yang diperoleh tersebut dikocok pada kecepatan rendah dan suhu 37 °C selama 24 jam dengan waterbathshaker, disaring menggunakan kertas saring.

Kandungan protein sampel yang menempel di kertas saring dianalisis

dengan metode Kjeldahl (AOAC 2005). Daya cerna protein in vitro dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Daya cerna protein (%) = total protein-protein tidak tercerna

total protein x 100 %

3.5 Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor. Faktor yang diamati adalah

konsentrasi optimum enzim dengan 7 taraf, yaitu 0%, 1%, 2%, 3%, 4%, 5% dan 6%, serta dua ulangan dan faktor waktu hidrolisis optimum dengan 8 taraf, yaitu 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam dan 7 jam, serta dua ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1991) :

Yij= µ + τi + εij Keterangan:

Yij = Respon percobaan akibat pengaruh faktor perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai rata-rata umum populasi

τi = Pengaruh faktor perlakuan pada taraf ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan karena faktor perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

Hipotesis:

(a) Penentuan konsentrasi optimum enzim papain

Ho: Konsentrasi enzim papain tidak berpengaruh nyata terhadap nilai

NTT/NTB hidrolisat protein ikan lele dumbo

(33)

21

(b) Waktu hidrolisis

Ho: Waktu hidrolisis tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB hidrolisat protein ikan lele dumbo

Hi : Waktu hidrolisis berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB hidrolisat protein ikan lele dumbo

Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA). Apabila hasil analisis menunjukkan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Rumus uji lanjut Duncan adalah :

DMRT = R ( p, v) KTG

r

Keterangan:

DMRT = Nilai baku uji lanjut Duncan (Duncan Multiple Range Test) R (p,v) = Nilai yang ditentukan dari tabel analisis ragam

(34)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Aktivitas dan Konsentrasi Protein Enzim Papain

Enzim merupakan protein yang memiliki aktivitas katalisis untuk menurunkan energi aktivasi suatu reaksi sehingga konversi substrat menjadi produk dapat berlangsung lebih cepat (Damodaran 1996). Enzim yang digunakan dalam hidrolisis protein ikan lele dumbo pada penelitian ini adalah enzim papain.

Krishnaiah et al. (2002) menyatakan bahwa enzim papain diperoleh dengan cara mengekstraksi getah yang disadap dari bagian buah yang masih muda maupun daun tanaman pepaya (Carica papaya). Ekstrak kasar papain umumnya dikeringkan dalam skala besar dengan metode spray drying.

Informasi penting yang perlu diketahui sebelum menggunakan enzim dalam proses hidrolisis protein adalah aktivitas enzim (jumlah substrat yang dikonversi menjadi produk per satuan waktu) (Damodaran 1996). Aktivitas enzim papain yang digunakan dalam reaksi hidrolisis protein ikan lele dumbo sebesar 0,595 U/ml (Lampiran 3), hal ini berarti 1 ml enzim papain 1,25% (b/v) dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis untuk mengkonversi 0,595 µ mol substrat protein per menit menjadi produk hidrolisat protein ikan lele dumbo.

Konsentrasi protein dalam enzim papain ditentukan dengan metode Bradford, yaitu protein akan berikatan dengan Coomassie Briliant Blue G-250, kemudian nilai absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer. Keunggulan metode Bradford adalah praktis dan cepat (Bradford 1976). Kurva standar penentuan konsentrasi protein enzim papain dapat dilihat pada Gambar 5.

Konsentrasi protein enzim papain yang diperoleh adalah sebesar 0,456 mg/ml (Lampiran 4), hal ini berarti 1 ml enzim papain 1,25% (b/v) mengandung protein dengan konsentrasi sebesar 0,456 mg.

Aktivitas spesifik enzim papain yang digunakan dalam proses hidrolisis

(35)

23

Gambar 5 Kurva standar penentuan konsentrasi protein enzim papain.

Enzim papain yang telah disimpan dalam waktu cukup lama akan mengalami penurunan aktivitas spesifik. Aktivitas spesifik enzim papain dapat dipertahankan agar tidak menurun drastis dengan menyimpan enzim papain pada suhu rendah. Penelitian Wang et al. (2008) menunjukkan enzim papain dapat mengalami penurunan aktivitas sebesar 50% setelah 60 hari penyimpanan pada suhu 4 °C dan menurun sebesar 95% setelah 24 hari penyimpanan pada suhu

ruang. Aktivitas autolisis maupun gangguan stabilitas struktur protein enzim papain dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan aktivitas enzim papain.

(36)

0.05 (a)

Senyawa aktivator dan inhibitor enzim papain juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim papain. Krishnaiah et al. (2002) menyatakan bahwa aktivitas spesifik enzim papain akan meningkat dengan adanya penambahan senyawa

aktivator seperti sistein, sulfit dan H2S. Penelitian Szabelski et al. (2001) menunjukkan bahwa pelarut organik seperti MeOH, EtOH, DMF, MeCN, TFE dan (MeO)2 yang dicampur dengan substrat flourogenik juga dapat menurunkan aktivitas katalisis enzim papain dalam reaksi hidrolisis.

4.2 Penentuan Konsentrasi Optimum Enzim Papain

Konsentrasi enzim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim dalam reaksi hidrolisis. Informasi mengenai konsentrasi optimum

enzim sangat penting untuk menentukan seberapa banyak enzim yang dibutuhkan agar reaksi hidrolisis dapat berjalan optimal (Whitaker 1996). Konsentrasi optimum enzim papain pada hidrolisis protein ikan lele dumbo dapat diketahui dengan melakukan uji kadungan nitrogen total terlarut (NTT) dibandingkan

dengan nitrogen total bahan (NTB) sehingga diperoleh nilai NTT/NTB. Konsentrasi optimum enzim papain ditunjukkan dengan nilai NTT/NTB yang semakin tinggi. Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan konsentrasi enzim papain yang berbeda disajikan pada Gambar 6.

(37)

25

Gambar 6 menunjukan pengaruh konsentrasi enzim papain terhadap nilai NTT/NTB dari hidrolisat protein ikan lele dumbo. Hasil analisis ragam (Lampiran 6) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa konsentrasi

enzim papain berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 7) menunjukkan bahwa nilai NTT/NTB dari konsentrasi enzim 5% dan 6% tidak berbeda nyata. Konsentrasi enzim 5% memiliki nilai NTT/NTB sebesar 0,34 dan konsentrasi enzim 6% memiliki nilai NTT/NTB sebesar 0,35%. Nilai NTT/NTB dari konsentrasi 5% dan 6% berbeda nyata dengan nilai

NTT/NTB dari konsentrasi enzim yang lain, sehingga konsentrasi enzim 5% adalah konsentrasi enzim papain yang paling optimum.

Rasio antara konsentrasi enzim papain terhadap substrat yang semakin tinggi dapat memperbesar peluang terjadinya reaksi hidrolisis protein. Molekul enzim papain yang semakin banyak akan memperbesar peluang terjadinya reaksi hidrolisis substrat oleh enzim papain hingga mencapai titik dimana peningkatan konsentrasi enzim tidak berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB.

Penelitian Hasnaliza et al. (2010) menunjukkan bahwa konsentrasi enzim proteolitik yang semakin meningkat dalam proses hidrolisis akan menyebabkan peningkatan nitrogen terlarut dalam hidrolisat protein ikan. Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa proses hidrolisis protein enzimatis berkaitan dengan mekanisme perombakan protein (proteolitik), melibatkan enzim yang bersifat larut dan substrat dalam bentuk jaringan daging ikan, menjadi senyawa nitrogen yang terlarut.

4.3 Penentuan Waktu Hidrolisis Optimum

Sifat fungsional dan kualitas dari protein hidrolisat ikan dapat diperoleh dengan menggunakan jenis enzim yang tepat dan kondisi hidrolisis yang optimum, yaitu waktu, pH dan suhu optimum (Hall dan Ahmad 1992). Waktu hidrolisis optimum pada hidrolisis protein ikan lele dumbo dapat diketahui dengan melakukan uji kadungan nitrogen total terlarut (NTT) dibandingkan dengan nitrogen total bahan (NTB) sehingga diperoleh nilai NTT/NTB. Berdasarkan pada penelitian tahap sebelumnya, diketahui bahwa konsentrasi enzim 5% (b/v) dipilih

(38)

0.31(a) 0.31(a)

hidrolisis optimum protein ikan lele dumbo. Waktu hidrolisis optimum ditunjukkan dengan nilai NTT/NTB yang semakin tinggi. Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang

berbeda disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Nilai rata-rata NTT/NTB hidrolisis protein ikan lele dumbo dengan waktu hidrolisis yang berbeda (Superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)).

Gambar 7 menunjukkan pengaruh waktu hidrolisis terhadap nilai NTT/NTB dari hidrolisat protein ikan lele dumbo. Hasil analisis ragam (Lampiran 8) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa waktu hidrolisis berpengaruh nyata terhadap nilai NTT/NTB. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 9) menunjukkan bahwa nilai NTT/NTB dari waktu hidrolisis 6 jam dan 7 jam tidak berbeda nyata. Reaksi hidrolisis menggunakan enzim papain selama 6 jam dan 7 jam menghasilkan nilai NTT/NTB sebesar 0,36 dan 0,37. Nilai NTT/NTB dari waktu hidrolisis 6 jam dan 7 jam berbeda nyata dengan nilai

NTT/NTB dari waktu hidrolisis jam ke-1 dan jam ke-2, sehingga waktu hidrolisis 6 jam adalah waktu hidrolisis yang paling optimum.

(39)

27

dari proses hidrolisis ikan herring (Clupea harengus) meningkat dengan cepat mulai dari menit ke-0 hingga menit ke-20, kemudian semakin menurun hingga berhenti pada menit ke-60.

Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada tahap awal proses hidrolisis, enzim akan diserap ke dalam suspensi partikel daging ikan, kemudian didalamnya terjadi pemutusan ikatan peptida yang terjadi secara simultan. Pada waktu tertentu, kecepatan hidrolisis akan mengalami penurunan dan memasuki tahap stasioner. Tahap stasioner terjadi karena adanya penghambatan kinerja enzim

untuk menghidrolisis substrat akibat terbentuknya produk dalam jumlah besar. Asam amino yang terbentuk dari proses hidrolisis akan menutup sisi aktif protein substrat, sehingga enzim tidak dapat melanjutkan proses hidrolisis.

4.4 Derajat hidrolisis dari hidrolisat protein ikan lele dumbo

Rutherfurd (2010) menyatakan bahwa selama proses hidrolisis enzimatis berlangsung, terjadi pemutusan ikatan peptida pada molekul protein yang

dikatalisis oleh enzim proteolitik. Persentase ikatan peptida yang terlepas akibat proses hidrolisis dapat dinyatakan dengan derajat hidrolisis. Penentuan derajat hidrolisis dapat dilakukan melalui beberapa metode analisis, antara lain metode pH-stat; o-phthaldialdehyde (OPA); 2,4,6-trinitrobenzenesulfonic acid (TNBS); soluble nitrogen after trichloroacid precipitation (SN-TCA) dan formol titration. Derajat hidrolisis dalam proses hidrolisis protein ikan lele dumbo ditentukan dengan metode soluble nitrogen after trichloro acid precipitation (SN-TCA). Rutherfurd (2010) menyatakan bahwa prinsip pengukuran derajat hidrolisis dengan metode SN-TCA adalah pengukuran kadar nitogen yang terlarut dalam larutan trichloro acid (TCA), setelah komponen yang tidak terlarut mengalami pengendapan akibat proses sentrifuge. Keuntungan dari penggunaan metode SN-TCA adalah proses analisisnya yang relatif lebih cepat dan praktis dibandingkan metode lainnya.

Derajat hidrolisis dapat menjadi indikator keberhasilan proses hidrolisis protein. Derajat hidrolisis yang semakin tinggi menunjukkan bahwa proses hidrolisis protein yang berlangsung juga semakin baik. Hasnaliza et al. (2010)

(40)

peptida dan asam amino yang terlarut dalam TCA akibat dari pemutusan ikatan peptida selam hidrolsis protein.

Proses hidrolisis protein ikan lele dumbo menggunakan enzim papain

menghasilkan derajat hidrolsis sebesar 35,37%. Nilai derajat hidrolisis protein ikan lele dumbo lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Foh et al. (2011) mengenai hidrolisis protein ikan nila (Oreochromis niloticus) menggunakan enzim alkalase yang menghasilkan derajat hidrolisis sebesar 23,40%.

Derajat hidrolisis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu waktu

hidrolisis, konsentrasi enzim dan jenis enzim yang digunakan. Penelitian Hasnaliza et al. (2010) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi antara enzim bromelin dan substrat serta perbedaan waktu hidrolisis menyebabkan perbedaan derajat hidrolisis yang dihasilkan. Penelitian Ovissipur et al. (2010) menyebutkan bahwa perbedaan jenis enzim yang digunakan (alkalase dan protamex) dapat menyebabkan perbedaan nilai derajat hidrolisis pada proses hidrolisis protein kepala ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares). Enzim yang optimum pada pH alkali memiliki aktivitas pemutusan ikatan peptida yang lebih besar selama proses hidrolisis dibandingkan dengan enzim yang optimum pada pH asam maupun netral.

Penelitian Souissi et al. (2007) pada ikan Sardinella aurita menyebutkan bahwa derajat hidrolisis yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan kelarutan hidrolisat protein dalam air. Kelarutan yang tinggi pada hidrolisat protein disebabkan oleh pemecahan protein menjadi peptida yang lebih sederhana. Perbedaan tingkat kelarutan hidrokisat protein ikan dalam air dapat disebabkan oleh perbedaan panjang rantai asam amino dan perbedaan rasio asam amino

(41)

29

4.5 Karakteristik Hidrolisat Protein Ikan Lele Dumbo

Hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dalam penelitian ini berbentuk serbuk yang berwarna putih kekuningan disajikan pada Gambar 8. Rendemen hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan sebesar 21,16%. Karakteristik hidrolisat protein ikan lele dumbo yang dihasilkan dapat dilihat dari hasil beberapa analisis, meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak), daya cerna protein in vitro dan asam amino.

Gambar 8 Hidrolisat protein ikan lele dumbo.

4.5.1 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo

Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo ditentukan melalui analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi kimia hidrolisat protein ikan lele dumbo

Parameter

Hidrolisat protein ikan lele dumbo

(% bb)

Hidrolisat protein ikan nila

(% bb)*

Hidrolisat Protein Ikan Komersial (% bb)**

Kadar air 5,46 1,22 5,00

Kadar abu 5,71 2,25 0,30

Kadar protein 53,29 97,57 84,00

Kadar lemak 1,94 0,67 11,00

Keterangan: * = Foh et al. (2011)

(42)

Air merupakan komponen terbesar yang menyusun berbagai jenis bahan pangan. Air berperan sebagai tempat terjadinya reaksi kimia dan merupakan pereaksi utama dalam reaksi hidrolisis (Belitz et al. 2009). Kadar air yang

terkandung dalam hidrolisat protein ikan lele dumbo (5,46%) tidak jauh berbeda dengan kadar air pada hidrolisat protein ikan komersial (5,00%), namun lebih tinggi dibandingkan hidrolisat protein ikan nila (1,22%). Perbedaan kadar air dapat disebabkan oleh penggunaan metode pengeringan yang berbeda, yaitu hidrolisat protein ikan lele dumbo dan hidrolisat ikan komersial menggunakan

metode spray drying, sedangkan hidrolisat protein ikan nila menggunakan metode freeze drying.

Struktur bahan pangan akan mengalami perubahan akibat proses pengeringan. Sebagian besar air akan menguap ketika mengalami kontak dengan panas saat proses pengeringan berlangsung, sehingga kadar air yang terkandung dalam bahan pangan juga akan menurun. Pengeringan protein menggunakan freeze drying dapat mencapai kadar air yang sangat rendah dengan resiko kerusakan protein yang kecil karena proses pengeringan terjadi pada suhu yang sangat rendah. Kadar air yang dihasilkan dari proses pengeringan dengan metode spray drying dipengaruhi oleh suhu inlet dan outlet yang digunakan. Apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi maka resiko kerusakan protein akibat panas juga akan semakin besar. Metode freeze drying memiliki beberapa kelemahan, yaitu biaya operasional yang mahal sehingga pemakaiannya kurang ekonomis dan waktu pengeringan yang cukup lama. Produk yang dihasilkan dari metode spray drying berupa serbuk yang berwarna cerah dan bersifat porous (Berk 2009).

Pembuatan hidrolisat protein ikan lele dumbo dalam bentuk serbuk dapat mempermudah proses penyimpanan serta memperpanjang masa simpan produk. Pengeringan dan atau penyimpan pada suhu rendah merupakan metode yang telah umum digunakan untuk memperpanjang daya simpan produk pangan yang

mengandung kadar air tinggi (Belitz et al. 2009).

(43)

31

anorganik tidak terbakar, yaitu dalam bentuk abu yang terdiri atas berbagai unsur mineral seperti Ca, Mg, Na, P, K, Fe, Mn dan Cu. Kadar abu menunjukan kandungan mineral dalam bahan pangan (Winarno 2008).

Kadar abu pada hidrolisat protein ikan lele dumbo lebih tinggi dibandingkan kadar abu pada hidrolisat protein ikan komersial maupun hidrolisat protein ikan nila. Penambahan senyawa alkali, seperti NaOH, dan atau senyawa asam, seperti HCl, dalam proses hidrolisis protein bertujuan untuk mencapai nilai pH optimum enzim dan menjaga agar pH tetap konstan selama proses hidrolisis

sehingga pemutusan ikatan peptida oleh enzim dapat tetap berlangsung. Gesualdo dan Li-Chan (1999) menyatakan bahwa pencampuran senyawa asam dan alkali dalam larutan hidrolisat protein akan menyebabkan terbentuknya senyawa garam, sehingga dapat meningkatan kadar abu pada hidrolisat protein.

Protein merupakan molekul esensial dalam penyusunan struktur maupun proses fungsional tubuh makhluk hidup. Protein terdiri atas rantai asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida sehingga membentuk beragam struktur yang kompleks (Vaclavik dan Christian 2008). Kadar protein hidrolisat protein ikan lele dumbo (53,29%) lebih rendah dibandingkan kadar protein pada hidrolisat protein ikan komersial (84,00%) maupun hidrolisat protein ikan nila (97,57%).

Enzim papain yang digunakan dalam proses hidrolisis protein ikan lele dumbo memiliki aktivitas spesifik yang rendah, yaitu sebesar 1,305 U/mg, hal ini mengakibatkan jumlah ikatan peptida dalam protein daging ikan lele dumbo yang berhasil dihidrolisis oleh enzim papain hanya sedikit, sehingga senyawa nitrogen terlarut yang dihasilkan sedikit dan kadar protein yang terukur juga rendah. Nurhayati et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan protein yang terukur pada

hidrolisat protein ikan merupakan molekul protein yang terlarut.

Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada reaksi hidrolisis protein enzimatis, terjadi perubahan struktur jaringan ikan dengan sangat cepat. Pengamatan dengan mikroskop elektron pada otot ikan Cod memperlihatkan

(44)

Perbedaan kandungan protein pada beberapa jenis hisrolisat protein ikan juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar protein yang terkandung dalam daging ikan yang dijadikan sebagai bahan baku pembuatan hidrolisat

protein ikan. Ikan lele dumbo yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar protein (13,62%) yang lebih rendah dibandingkan kadar protein ikan nila (19,04%) dalam penelitian Foh et al. (2011). Komposisi kimia daging ikan dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari ikan itu sendiri (internal), meliputi jenis ikan, jenis kelamin serta umur panen ikan; dan yang berasal dari luar (eksternal)

meliputi habitat ikan, musim dan jenis makanan yang tersedia (Hadiwiyoto 1993). Molekul lemak terdiri atas asam lemak dan gliserol. Lemak terkandung pada setiap jenis bahan pangan, namun pada kadar yang berbeda-beda. Lemak juga tertimbun dalam jaringan beberapa jenis hewan dan organ beberapa jenis tumbuhan. Lemak termasuk dalam kelompok senyawa yang disebut lipida, yang pada umumnya mempunyai sifat tidak larut didalam air (Belitz et al. 2009). Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kadar lemak hidrolisat protein ikan lele dumbo (1,94%) lebih rendah dibandingkan kadar lemak hidrolisat protein ikan komersial (11,00%) namun lebih tinggi dibandingkan hidrolisat protein ikan nila sebesar (0,67%).

Lemak yang terkandung dalam campuran setelah proses hidrolisis, ikut terpisah dari larutan hidrolisat protein ikan bersama dengan komponen protein yang tidak terlarut, yaitu ketika campuran disentrifugasi. Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada saat reaksi hidrolisis berlangsung, membran sel akan menyatu dan membentuk gelembung yang tidak terlarut, hal tersebut menyebabkan terlepasnya lemak pada struktur membran. Nilsang et al. (2005)

menyatakan bahwa produk hidrolisat protein yang mempunyai kadar lemak rendah umumnya lebih stabil terhadap reaksi oksidasi lemak selama penyimpanan dibandingkan dengan hidrolisat protein ikan yang mempunyai kadar lemak tinggi. 4.5.2 Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo

(45)

33

struktur yang komplek dan khas. Reaksi hidrolisis protein bertujuan untuk mengubah protein menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam amino dan peptida melalui pemutusan ikatan peptida (Vaclavik dan Christian 2008).

Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 7. Metode yang saat ini banyak digunakan untuk menentukan kandungan asam amino dalam suatu bahan adalah high performance liquid chromatography (HPLC). Butikofer et al. (1991) menyatakan bahwa keunggulan metode HPLC adalah hasil yang akurat, pendeteksi flouresensi yang lebih sensitif dan proses

analisis yang berlangsung dalam waktu singkat. Lookhart dan Jones (1985) menyatakan bahwa proses derivatisasi asam amino sebagai reaksi pra kolom menggunakan larutan o-pththaldialdehyde (OPA) yang didalamnya mengandung 2-mercaptoethanol akan menghasilkan komponen berflouresensi dengan baik sehingga dapat dideteksi menggunakan HPLC. Kromatogram hasil pengujian asam amino menggunakan HPLC untuk asam amino standar, hidrolisat protein ikan lele dumbo ulangan 1 dan 2 disajikan pada Gambar 9.

Tabel 7 Komposisi asam amino hidrolisat protein ikan lele dumbo

Jenis Asam

(46)

Asam amino dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi fisiologi dalam tubuh, yaitu asam amino esensial dan non esensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus disuplai melalui makanan, sedangkan

asam amino non-esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino esensial antara lain valin, leusin, isoleusin, fenilalanin, triptofan, metionin, treonin, histidin, lisin dan arginin. Asam amino non esensial antara lain glisin, alanin, prolin, serin, sistein, tirosin, asparagin, asam glutamat, asam aspartat dan glutamin (Belitz et al. 2009).

Kualitas protein dapat ditentukan berdasarkan kandungan asam amino esensial yang menyusunnya. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu komposisi yang hampir menyamai kebutuhan manusia, merupakan protein yang bermutu tinggi (Damodaran 1996). Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa hidrolisat protein ikan lele dumbo mengandung hampir semua jenis asam amino, kecuali triptofan, prolin, sistein, asparagin dan glutamin, yang dalam penelitian ini tidak dianalisis.

Sebagian besar kadar asam amino pada hidrolisat protein ikan lele dumbo lebih rendah dibandingkan dengan kadar asam amino pada hidrolisat protein ikan nila dan hidrolisat protein ikan komersial. Hal ini diduga karena protein yang terlarut pada hidrolisat protein ikan lele dumbo sebagian masih dalam bentuk peptida-peptida. Perbedaan jenis enzim yang digunakan dalam reaksi hidrolisis dapat menghasilkan komposisi asam amino yang berbeda. Proses hidrolisis protein ikan lele dumbo menggunakan enzim papain, sedangkan hidrolisis protein ikan nila menggunakan enzim alkalase. Gauthier et al. (1982) menyatakan bahwa enzim hidrolase akan mengidrolisis ikatan peptida secara spesifik, hal ini

menyebabkan perbedaan kandungan asam amino pada hidrolisat protein.

Enzim papain tergolong dalam kelompok enzim endopeptidase yang berperan dalam memutuskan ikatan peptida secara spesifik pada bagian tengah rantai protein (Grzonka et al. 2007). Enzim papain merupakan golongan protease

(47)

35

Waktu retensi (menit)

Gambar 9 Kromatogram HPLC (a) standar; (b) hidrolisat protein ikan lele dumbo ulangan 1; (c) hidrolisat protein ikan lele dumbo ulangan 2.

F

lour

es

ens

i

(a)

(b)

(48)

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa kadar asam amino tertinggi dalam hidrolisat protein ikan lele dumbo adalah asam glutamat, sebesar 7,77%, sedangkan kadar asam amino pembatasnya adalah metionin, sebesar 0,98%.

Ovissipour et al. (2010) menyatakan bahwa asam glutamat, asam aspartat, glisin dan alanin merupakan asam amino yang berperan dalam meningkatkan aroma (flavour enhancer) pada produk perikanan.

Melihat fakta tersebut, maka hidrolisat protein ikan lele dumbo potensial untuk diaplikasikan sebagai penyedap maupun flavour enhancer. Hidrolisat

protein ikan lele dumbo juga potensial untuk dikembangkan sebagai sumber asam amino esensial dalam produk pangan karena mengandung asam amino esensial yang hampir lengkap.

4.5.3 Daya cerna protein in vitro hidrolisat protein ikan lele dumbo

Salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas protein adalah dengan daya cerna protein. Daya cerna protein didefinisikan sebagai proporsi nitrogen yang terkandung dalam bahan pangan, yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh setelah proses pencernaan. Analisis daya cerna protein dapat dilakukan secara biologis (in vivo) dan enzimatis (in vitro). Analisis daya cerna protein secara in vivo umumnya menggunakan tikus percobaan atau manusia dan cenderung membutuhkan biaya yang besar, serta waktu yang cukup lama (Damodaran 1996).

Daya cerna protein pada hidrolisat protein ikan lele dumbo dianalisis secara in vitro, yaitu menggunakan beberapa jenis enzim proteolitik yang terlibat dalam pencernaan protein dalam tubuh manusia. Enzim yang digunakan dalam sistem mulitienzim ini adalah pepsin dan pankreatin. Daya cerna protein in vitro

hidrolisat protein ikan lele dumbo disajikan pada Tabel 8. Gauthier et al. (1982) menyatakan bahwa prinsip pengukuran daya cerna protein in vitro adalah mengukur kadar protein yang tidak tercerna oleh enzim pada kondisi yang menyerupai metabolisme tubuh ketika mencerna makanan. Sistem enzim yang

Gambar

Gambar 1  Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) (Oliver 2002).
Gambar 3 Mekanisme hidrolisis protein oleh enzim papain (Grzonka et al. 2007).
Gambar 4  Diagram alir proses pembuatan hidrolisat protein ikan
Tabel 4  Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1-1,0 mg/ml
+7

Referensi

Dokumen terkait

untuk usaha pembudidaya di kolam terjadi peningkatan volume produksi karena tidak terpengaruh oleh kebijakan Menteri tentang moratorium tersebut, demikian halnya dengan budi daya

Berdasarkan hasil analisis statistik yang dilakukan di perkebunan teh Kemuning antara nilai indeks vegetasi NDVI dan nilai produksi diperoleh hasil estimasi produksi teh

Adapun skripsi yang akan penulis ajukan ini adalah sebagai lanjutan dan pengembangan dari penelitian yang telah ditulis oleh para peneliti sebelumnya,

Dian Syahfitri Universitas Prima

2. Mengecek barang yang diterima dari bagian gudang apakah sama dengan yang tertera di invoice. Mengantarkan barang ke pelanggan. Menyerahkan barang ke pelanggan. Invoice,

Dengan menggunakan Interleaved Boost Converter , sumber energi terbarukan akan dapat menghasilkan tegangan yang lebih tinggi dan juga di hasilkan ripple yang kecil pada

landasan bagi berlangsungnya suatu konseling, dan dapat juga diartikan sebagai suatu proses pembinaan informasi antara dua orang manusia atau lebih dengan menggunakan

◦ Larutan tanah (sifatnya tersedia untuk diserap oleh akar tanaman) ◦ Bahan organik (mengalami proses perombakan).. ◦ Organisme tanah (komponen