• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas fiksasi nitrogen dan oksidasi metan kultur campuran bakteri metanotrof pada lumpur sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas fiksasi nitrogen dan oksidasi metan kultur campuran bakteri metanotrof pada lumpur sawah"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SHEILA NURAISHA HANIF. Aktivitas Fiksasi Nitrogen dan Oksidasi Metan Kultur Campuran Bakteri Metanotrof pada Lumpur Sawah. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan ALINA AKHDIYA.

Bakteri metanotrof merupakan bakteri pengoksidasi metan. Selain itu, bakteri metanotrof tipe II dan tipe X juga mampu memfiksasi nitrogen karena adanya enzim nitrogenase. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas oksidasi metan dan fiksasi nitrogen dari kelima isolat bakteri metanotrof yakni BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9, dan SKM 14 yang dikombinasikan satu dengan lainnya. Sebanyak 7 kombinasi (SKM 14/BGM 1; SKM 14/BGM 3; SKM 14/BGM 5; SKM 14/BGM 9; BGM 9/BGM 1; BGM 9/BGM 3; BGM 9/BGM 5) dikulturkan kemudian diinokulasikan ke campuran media NMS dengan ekstrak lumpur sawah, kemudian diuji aktivitas oksidasi metan, fiksasi nitrogen dan aktivitas enzim nitrogenasenya. Akumulasi amonium tertinggi pada lumpur steril (35,489 μM) lebih tinggi dibandingkan pada lumpur non steril (26,617 μM). Formulasi 6 (BGM 9/BGM 3) pada perlakuan lumpur steril (5,16 mmol/jam/ml kultur) dan formulasi 4 (SKM 14/BGM 9) pada perlakuan lumpur non steril (77,85 mmol/jam/ml kultur) memiliki aktivitas enzim nitrogenase tertinggi. Formulasi 1 (SKM 14/BGM 1) dan formulasi 2 (SKM 14/BGM3) memiliki kemampuan oksidasi metan dalam lumpur steril tertinggi (17428 dan 16759 ppm/ml kultur/hari).

Kata kunci: Metan, bakteri metanotrof, oksidasi metan, fiksasi nitrogen, nitrogenase

ABSTRACT

SHEILA NURAISHA HANIF. Nitrogen fixation and Methane Oxidation Activity on Mixed Culture of Methanotrophic Bacteria in Ricefield’s Mud. Under supervision of IMAN RUSMANA and ALINA AKHDIYA.

Metanotroph bacteria are methane oxidizing bacteria. Besides, type II and type X of methanotrophic bacteria were also able to fix nitrogen using nitrogenase enzyme. This reasearch was conducted to test the activity of nitrogen fixation and methane oxidation of five isolates of methanotropic bacteria i.e. BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9, and SKM 14 which combined with one another. Seven combinations (SKM 14/BGM 1; SKM 14/BGM 3; SKM 14/BGM 5; SKM 14/BGM 9; BGM 9/BGM 1; BGM 9/BGM 3; BGM 9/BGM 5) were cultured and inoculated into NMS medium mixed with slurry of mud, then the activity of methane oxidation, nitrogen fixation and nitrogenase enzyme activity was tested. The highest accumulation of ammonium in the mud sterile treatment (35.489 μM) was higher than that of in non-sterile mud treatment (26.617

μM). Formulation 6 (BGM 9/BGM 3) in sterile mud treatment and formulation 4 (SKM 14/BGM 9) in non-sterile mud treatment has the highest nitrogenase enzyme activity, it was 5,16 mmol/h/ml culture and 75,85 mmol/h/ml culture respectively. Formulation 1 (SKM 14/BGM 1) and formulation 2 (SKM 14/BGM3) had the higest activity of methane oxidation in sterile and non sterile mud treatment i.e. 17428 and 16759 ppm /ml culture /day respectively.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfir. Selama 100 tahun terakhir ini, konsentrasi CO2,

CH4, dan N2O sebagai gas rumah kaca di

atmosfir telah meningkat sebagai hasil dari aktivitas manusia (Griffin 2003). Intergovern mental Panel of Climate Change (IPCC) pada tahun 1992 menyatakan bahwa metan (CH4)

menempati urutan ketiga dalam hal pemanasan global setelah CO2 dan CFC.

Namun, meskipun berada diperingkat ketiga dalam produksi serta emisinya, sebagai gas rumah kaca metan ternyata 30 kali lebih reaktif dibandingkan dengan CO2 (Abao et al. 2000).

Oleh karena itu, pengurangan emisi metan akan lebih efektif 20-60 kali dalam penurunan potensi pemanasan global dibandingkan pengurangan emisi CO2 (Hanson & Hanson 1996).

Emisi metan dari lingkungan akuatik seperti tanah sawah pada dasarnya ditentukan oleh dua proses mikrobial yang berbeda, yaitu produksi metan dan konsumsi metan (Rudd dan Taylor, 1980). Emisi metan dari lahan pertanian diperkirakan sebesar 100 Tg/tahun (Yagi & Minami 1990). Indonesia dengan luas lahan pertanian sebesar 6,8% dari luas lahan pertanian didunia diduga memberi kontribusi emisi gas metan sebesar 3,4-4,5 Tg CH4/tahun (1 Tg =

1012 g

Untuk mewujudkan sistem pertanian lahan sawah yang ramah lingkungan, dapat dilakukan dengan menekan tingkat emisi gas metan pada lahan sawah diantaranya melalui pemanfaatan bakteri metanotrof. Bakteri metanotrof merupakan bakteri yang memanfaatkan CH4

sebagai donor elektron untuk menghasilkan energi (Hanson dan Hanson 1996). Oksidasi metan dilahan sawah dapat mencapai 80% dari metan yang diproduksi oleh bakteri metanogen (Conrad & Rothfus 1991).

Berdasarkan perbedaan jalur biosintesis dan morfologinya, bakteri metanotrof dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu tipe I, tipe II, dan tipe X (Hanson & Hanson 1996). Tipe I mensintesis formaldehid melalui jalur

serin, tipe II mensintesis formaldehid melalui jalur RuMP, dan tipe X mensintesis formaldehid melalui jalur RuMP dan juga jalur serin walaupun hanya dalam level yang rendah. Dari ketiga tipe tersebut, bakteri metanotrof tipe II dan tipe X memiliki kemampuan menambat nitrogen, dimana nitrogen bebas dari udara diubah menjadi amonium sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Informasi mengenai karakter bakteri metanotrof asal Indonesia masih sangat sedikit, oleh karena itu berbagai penelitian tentang bakteri ini diharapkan dapat memberi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bakteri metanotrof sebagai salah satu komponen pupuk hayati serta aplikasinya sebagai agen penurun emisi gas metan di lahan sawah. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas oksidasi metan dan fiksasi nitrogen campuran (formulasi) bakteri metanotrof pada lumpur sawah.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan September 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Isolat bakteri metanotrof BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9 dan SKM 14 (Hapsari 2008). Media Nitrat Mineral Salts (NMS) dengan komposisi MgSO4.7H2O 1.0 g/L, CaCl2.6H2O

0.2 g/L, KNO3 1.0 g/L, KH2PO4 0.272 g/L,

Na2HPO4 4.0 g/L, NH4Cl 4.0 mg/L, Na2EDTA

0.5 g/L, FeSO4.7H2O 0.2 g/L, H3BO4 0.03 g/L,

CoCl2.6H2O 0.02 g/L, ZnSO4.7H2O 0.01 g/L,

MnCl2.4H2O 3.0 mg/L, Na2MoO4. 2H2O 3.0

mg/L, NiCl2.6H2O 2.0 mg/L, CaCl2.2H2O 1.0

mg/L, Bacto agar 20 g/L, methanol 1%, Milli Q Water, larutan NH4Cl 100 ppm, larutan fenol

alkohol (C6H5OH) 10%, larutan Natrium

Dihidro Nitroprusid 0,5 %, dan larutan oksidan yang terdiri atas Natrium Sitrat 20% dan Natrium Hipoklorit 5, 25%.

Metode

Peremajaan biakan dan penyiapan

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfir. Selama 100 tahun terakhir ini, konsentrasi CO2,

CH4, dan N2O sebagai gas rumah kaca di

atmosfir telah meningkat sebagai hasil dari aktivitas manusia (Griffin 2003). Intergovern mental Panel of Climate Change (IPCC) pada tahun 1992 menyatakan bahwa metan (CH4)

menempati urutan ketiga dalam hal pemanasan global setelah CO2 dan CFC.

Namun, meskipun berada diperingkat ketiga dalam produksi serta emisinya, sebagai gas rumah kaca metan ternyata 30 kali lebih reaktif dibandingkan dengan CO2 (Abao et al. 2000).

Oleh karena itu, pengurangan emisi metan akan lebih efektif 20-60 kali dalam penurunan potensi pemanasan global dibandingkan pengurangan emisi CO2 (Hanson & Hanson 1996).

Emisi metan dari lingkungan akuatik seperti tanah sawah pada dasarnya ditentukan oleh dua proses mikrobial yang berbeda, yaitu produksi metan dan konsumsi metan (Rudd dan Taylor, 1980). Emisi metan dari lahan pertanian diperkirakan sebesar 100 Tg/tahun (Yagi & Minami 1990). Indonesia dengan luas lahan pertanian sebesar 6,8% dari luas lahan pertanian didunia diduga memberi kontribusi emisi gas metan sebesar 3,4-4,5 Tg CH4/tahun (1 Tg =

1012 g

Untuk mewujudkan sistem pertanian lahan sawah yang ramah lingkungan, dapat dilakukan dengan menekan tingkat emisi gas metan pada lahan sawah diantaranya melalui pemanfaatan bakteri metanotrof. Bakteri metanotrof merupakan bakteri yang memanfaatkan CH4

sebagai donor elektron untuk menghasilkan energi (Hanson dan Hanson 1996). Oksidasi metan dilahan sawah dapat mencapai 80% dari metan yang diproduksi oleh bakteri metanogen (Conrad & Rothfus 1991).

Berdasarkan perbedaan jalur biosintesis dan morfologinya, bakteri metanotrof dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu tipe I, tipe II, dan tipe X (Hanson & Hanson 1996). Tipe I mensintesis formaldehid melalui jalur

serin, tipe II mensintesis formaldehid melalui jalur RuMP, dan tipe X mensintesis formaldehid melalui jalur RuMP dan juga jalur serin walaupun hanya dalam level yang rendah. Dari ketiga tipe tersebut, bakteri metanotrof tipe II dan tipe X memiliki kemampuan menambat nitrogen, dimana nitrogen bebas dari udara diubah menjadi amonium sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Informasi mengenai karakter bakteri metanotrof asal Indonesia masih sangat sedikit, oleh karena itu berbagai penelitian tentang bakteri ini diharapkan dapat memberi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bakteri metanotrof sebagai salah satu komponen pupuk hayati serta aplikasinya sebagai agen penurun emisi gas metan di lahan sawah. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas oksidasi metan dan fiksasi nitrogen campuran (formulasi) bakteri metanotrof pada lumpur sawah.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan September 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Isolat bakteri metanotrof BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9 dan SKM 14 (Hapsari 2008). Media Nitrat Mineral Salts (NMS) dengan komposisi MgSO4.7H2O 1.0 g/L, CaCl2.6H2O

0.2 g/L, KNO3 1.0 g/L, KH2PO4 0.272 g/L,

Na2HPO4 4.0 g/L, NH4Cl 4.0 mg/L, Na2EDTA

0.5 g/L, FeSO4.7H2O 0.2 g/L, H3BO4 0.03 g/L,

CoCl2.6H2O 0.02 g/L, ZnSO4.7H2O 0.01 g/L,

MnCl2.4H2O 3.0 mg/L, Na2MoO4. 2H2O 3.0

mg/L, NiCl2.6H2O 2.0 mg/L, CaCl2.2H2O 1.0

mg/L, Bacto agar 20 g/L, methanol 1%, Milli Q Water, larutan NH4Cl 100 ppm, larutan fenol

alkohol (C6H5OH) 10%, larutan Natrium

Dihidro Nitroprusid 0,5 %, dan larutan oksidan yang terdiri atas Natrium Sitrat 20% dan Natrium Hipoklorit 5, 25%.

Metode

Peremajaan biakan dan penyiapan

(4)

diremajakan pada medium agar NMS lengkap ditambah metanol 1% dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5-7 hari. Inokulum disiapkan dengan cara menginokulasikan 1-2 lup isolat bakteri metanotrof ke media NMS cair bebas nitrogen yang ditambah metanol 1% kemudian diinkubasi di mesin pengocok selama 7-14 hari.

Pengambilan dan analisa sampel lumpur.

Sampel tanah diambil dari daerah Sawah Baru Darmaga, Bogor. Tanah diambil dengan teknik pengambilan tanah komposit. Pengambilan sampel dilakukan pada lima titik. Dari masing-masing titik, sebanyak 1 liter lumpur diambil pada kedalaman ± 20 cm. Sampel lumpur dari tiap titik dicampurkan dalam satu wadah, kemudian diambil sebanyak 2 liter untuk dianalisis. Analisis tanah yang dilakukan meliputi komposisi tekstur tanah dan kandungan bahan organik (C dan N). Analisis komposisi dan tekstur tanah dilakukan dengan menggunakan perangkat uji tanah yang terdiri dari bagan warna tanah dan berbagai jenis pereaksi untuk penentuan pH dan kandungan haranya. Sedangkan penentuan tekstur tanah dilakukan dengan melihat komposisi ukuran partikel tanah. Keseluruhan analisis ini dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Pembuatan ekstrak lumpur. Pembuatan ekstrak lumpur diawali dengan pengenceran lumpur dengan air (1:1). Campuran kemudian direbus dan di saring dengan kain kasa dan diendapkan selama 2 malam. Lapisan atas hasil pengendapan disaring kembali dengan menggunakan kertas saring sehingga di dapat ekstrak lumpur dengan struktur yang halus dan homogen. Ekstrak lumpur kemudian dibagi menjadi dua, masing-masing untuk perlakuan sterilisasi dan tanpa sterilisasi.

Formulasi kultur bakteri metanotrof.

Formulasi dilakukan dengan mengkombinasikan 2 jenis isolat bakteri metanotrof. Kombinasi yang dibuat adalah : Formulasi 1 (SKM 14/BGM 1), Formulasi 2 (SKM 14/BGM 3), Formulasi 3 (SKM 14/BGM 5), Formulasi 4 (SKM 14/BGM 9), Formulasi 5 (BGM 9/BGM 1), Formulasi 6 (BGM 9/BGM 3), dan Formulasi 7 (BGM 9/BGM 5).

Pengukuran populasi bakteri metanotrof dalam lumpur steril. Sebanyak 100 µ l lumpur yang telah diinokulasi oleh formulasi kultur

bakteri diencerkan secara serial dengan garam fisiologis (NaCl 0,85%). Dari masing-masing pengenceran, sebanyak 100 µ l disebar pada cawan berisi media NMS agar lengkap ditambah metanol 1% lalu diinkubasi pada suhu ruang. Setelah 7-10 hari, koloni yang tumbuh dihitung dan dikonversi ke dalam satuan sel/ml.

Pengukuran aktivitas oksidasi metan.

Sebanyak 1 ml inokulum bakteri pertama pertama dan 1 ml isolat kedua diinokulasikan kedalam 10 ml NMS cair dan 10 ml ekstrak lumpur. Komposisi gas di bagian head space dibuat menjadi 50% metan dan 50% udara. Inkubasi dilakukan selama 15 hari diatas mesin pengocok pada suhu ruang 27-30ºC dan kondisi gelap. Pada akhir masa inkubasi dilakukan pengukuran gas metan tersisa pada bagian head space dengan menggunakan alat kromatografi (Kumaraswamy et al. 2001). Analisis gas metan ini dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan Pati, Jawa Tengah.

Pengukuran kadar amonium dalam

lumpur. Sebanyak 2 ml inokulum isolat pertama dan 2 ml inokulum isolat kedua diinokulasikan kedalam 20 ml NMS cair bebas nitrogen dan 20 ml ekstrak lumpur. Komposisi gas di bagian head space dibuat menjadi 50% metan dan 50% udara. Inkubasi dilakukan selama 15 hari diatas mesin pengocok pada suhu ruang 27-30ºC dan kondisi gelap. Setiap 3 hari, dari masing-masing perlakuan diambil 5 ml lumpur (steril atau non steril) yang telah diinokulasi, lalu ditambah dengan satu tetes HgCl2. Selanjutnnya campuran lumpur tersebut

disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit pada suhu ruang. Supernatan yang terbentuk diambil 5 ml lalu ditambah 0,2 ml larutan fenol alkohol, 0,2 ml larutan Na-dihidroprusit dan 0,5 ml campuran Na-sitrat 20% dan Na Hipoklorit (1 : 4) secara berurutan. Campuran reaksi dibiarkan pada suhu ruang selama 1 jam sampai berubah warna menjadi kebiruan (Cleseri et al. 1989). Hasil reaksi diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer vis Genesys 20 (Perancis) pada panjang gelombang 640 nm. Sebagai standar digunakan larutan NH4Cl dengan konsentrasi 0,

(5)

Analisa Reduksi Asetilen (ARA :

Acetylene Reduction Assay). Sebanyak 0,5 ml inokulum bakteri pertama pertama dan 0,5 ml inokulum bakteri kedua diinokulasikan kedalam campuran 2 ml NMS cair bebas nitrogen yang ditambah 1% metanol dan 2 ml ekstrak lumpur dalam tabung reaksi bertutup karet. Inkubasi dilakukan selama 15 hari diatas mesin pengocok pada suhu ruang 27-30ºC dan kondisi gelap. Pada akhir inkubasi, gas pada bagian headspace disedot sebanyak 1 ml lalu ke dalamnya diinjeksikan gas asetilen (C2H2) dengan volume

yang sama. Setelah diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang, 1 ml gas bagian headspace diambil kembali untuk diukur konsentrasi etilennya dengan menggunakan teknik kromatografi gas. Analisa Reduksi Asetilen ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian Pascapanen Cimanggu, Bogor Jawa Barat.

HASIL

Tekstur dan komposisi tanah

Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa

komponen dari sampel tanah lumpur di daerah Sawah Baru didominasi oleh liat, yaitu sebesar 56%. pH tanah memiliki kisaran nilai antara 4,2 hingga 4,6. Kandungan Nitrogen sampel tanah sebesar 0,17%, dan rasio C/N sebesar 11%.

Pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril

Gambar 1 merupakan kurva pertumbuhan 7 formulasi bakteri dalam perlakuan lumpur steril selama 4 minggu inkubasi. Pada kurva pertumbuhan tersebut, dapat terlihat bahwa populasi sel tertinggi selama masa inkubasi dicapai oleh formulasi 6 (BGM 9 + BGM 3) sebesar 29,1x107 sel/ml, sementara populasi sel terendah dicapai oleh formulasi 2 (SKM 14 + BGM 3) sebesar 9,7x107 sel/ml.

Berdasarkan kurva pertumbuhan pada gambar 1, formulasi 4, formulasi 6 dan formulasi 7 terus mengalami kenaikan jumlah sel selama 4 minggu pengamatan, sedangkan formulasi yang lain cenderung mengalami penurunan kepadatan sel setelah minggu ke 2 dan minggu ke 3. Hal ini dapat disebabkan karena bakteri pada formulasi-formulasi tersebut sudah memasuki fase stasioner dan menuju pada fase kematian.

Tabel 1. Struktur dan kandungan hara tanah Sawah Baru

Asal Sampel Tekstur (%) pH (%)

Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N

Sawah Baru 15 29 56 4,6 4,2 1,84 0,17 11

Gambar 1 Kurva pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril

97 291

0 50 100 150 200 250 300

0 1 2 3 4

Jum

la

h

se

l/

m

l

(x

1

0

6)

Masa Inkubasi (Minggu)

F1

F2

F3

F4

F5

F6

(6)

Analisa Reduksi Asetilen (ARA :

Acetylene Reduction Assay). Sebanyak 0,5 ml inokulum bakteri pertama pertama dan 0,5 ml inokulum bakteri kedua diinokulasikan kedalam campuran 2 ml NMS cair bebas nitrogen yang ditambah 1% metanol dan 2 ml ekstrak lumpur dalam tabung reaksi bertutup karet. Inkubasi dilakukan selama 15 hari diatas mesin pengocok pada suhu ruang 27-30ºC dan kondisi gelap. Pada akhir inkubasi, gas pada bagian headspace disedot sebanyak 1 ml lalu ke dalamnya diinjeksikan gas asetilen (C2H2) dengan volume

yang sama. Setelah diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang, 1 ml gas bagian headspace diambil kembali untuk diukur konsentrasi etilennya dengan menggunakan teknik kromatografi gas. Analisa Reduksi Asetilen ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian Pascapanen Cimanggu, Bogor Jawa Barat.

HASIL

Tekstur dan komposisi tanah

Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa

komponen dari sampel tanah lumpur di daerah Sawah Baru didominasi oleh liat, yaitu sebesar 56%. pH tanah memiliki kisaran nilai antara 4,2 hingga 4,6. Kandungan Nitrogen sampel tanah sebesar 0,17%, dan rasio C/N sebesar 11%.

Pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril

Gambar 1 merupakan kurva pertumbuhan 7 formulasi bakteri dalam perlakuan lumpur steril selama 4 minggu inkubasi. Pada kurva pertumbuhan tersebut, dapat terlihat bahwa populasi sel tertinggi selama masa inkubasi dicapai oleh formulasi 6 (BGM 9 + BGM 3) sebesar 29,1x107 sel/ml, sementara populasi sel terendah dicapai oleh formulasi 2 (SKM 14 + BGM 3) sebesar 9,7x107 sel/ml.

Berdasarkan kurva pertumbuhan pada gambar 1, formulasi 4, formulasi 6 dan formulasi 7 terus mengalami kenaikan jumlah sel selama 4 minggu pengamatan, sedangkan formulasi yang lain cenderung mengalami penurunan kepadatan sel setelah minggu ke 2 dan minggu ke 3. Hal ini dapat disebabkan karena bakteri pada formulasi-formulasi tersebut sudah memasuki fase stasioner dan menuju pada fase kematian.

Tabel 1. Struktur dan kandungan hara tanah Sawah Baru

Asal Sampel Tekstur (%) pH (%)

Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N

Sawah Baru 15 29 56 4,6 4,2 1,84 0,17 11

Gambar 1 Kurva pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril

97 291

0 50 100 150 200 250 300

0 1 2 3 4

Jum

la

h

se

l/

m

l

(x

1

0

6)

Masa Inkubasi (Minggu)

F1

F2

F3

F4

F5

F6

(7)

Akumulasi Amonium dalam Lumpur

Berikut merupakan hasil pengukuran kadar amonium pada lumpur yang diinokulasi dengan ketujuh formulasi selama 15 hari masa inkubasi.

Gambar 2 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 1 selama inkubasi

Gambar 3 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 2 selama inkubasi

Gambar 4 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 3 selama inkubasi

Gambar 5 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 4 selama inkubasi

Gambar 6 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 5 selama inkubasi

Gambar 7 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 6 selama inkubasi 0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

(8)

Gambar 8 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 7 selama inkubasi

Berdasarkan plot data kadar amonium dari tiap formulasi, kadar amonium pada formulasi 1 (gambar 2), formulasi 2 (gambar 3), formulasi 3 (gambar 4), formulasi 4 (gambar 5), formulasi 5 (gambar 6), formulasi 6 (gambar 7), dan formulasi 7 (gambar 8) cenderung mengalami kenaikan pada hari ke-9 dan sebagian besar mengalami penurunan kadar amonium terukur pada hari 12 hingga akhir inkubasi (hari 15). Perbandingan kadar amonium pada hari ke-9 dapat dilihat pada gambar ke-9.

Gambar 9 Perbandingan kadar amonium dalam lumpur pada masa inkubasi hari ke-9

Berdasarkan plot data kadar amonium terakumulasi dalam perlakuan lumpur steril, akumulasi amonium tertinggi dicapai pada hari ke-9 masa inkubasi oleh formulasi 4 sebesar 35,489 μM (Gambar 5), kemudian diikuti oleh formulasi 3 sebesar 28,664 μM (Gambar 4). Kadar amonium terakumulasi pada akhir inkubasi (hari ke-15) tertinggi dicapai oleh formulasi 4 sebesar 13,257 μM dan terendah ditunjukkan oleh formulasi 5 sebesar 1,2 μM (Tabel 2).

Tabel 2. Kadar amonium dalam lumpur pada akhir inkubasi

Berdasarkan plot data akumulasi amonium dalam perlakuan lumpur non steril, akumulasi amonium tertinggi juga dicapai pada inkubasi hari ke-9 oleh formulasi 4 sebesar 26,617 μM (Gambar 5). Kadar amonium terakumulasi tertinggi pada masa akhir inkubasi (hari ke-15) dicapai oleh formulasi 1 yaitu sebesar 17,751

μM (Tabel 2). Berbeda dengan formulasi lainnya, setelah hari ke 6 kadar amonium dalam lumpur non steril pada formulasi 6 terus turun sampai tidak terdeteksi pada akhir inkubasi (Gambar 7).

Aktivitas Enzim Nitrogenase

Berdasarkan hasil dari uji ARA (Acetylene Reduction Assay) dapat dilihat bahwa aktivitas tertinggi dari enzim nitrogenase dalam perlakuan lumpur steril dicapai oleh formulasi 6 (BGM 9/ BGM 3) sebesar 5,1 mmol/jam/ml kultur. Sedangkan aktivitas tertinggi pada perlakuan lumpur non steril di capai oleh formulasi 4 (SKM14/BGM 9) sebesar 75,8 mmol/jam/ml kultur (Tabel 3).

Tabel 3. Aktivitas enzim nitrogenase formulasi bakteri metanotrof dalam lumpur

Formulasi Aktivitas Enzim nitrogenase (mmol/jam/ml kultur) Lumpur

steril

Lumpur non steril

F1 0,0 0,0

F2 3,7 0,0

F3 2,0 1,2

F4 1,7 75,8

F5 2,8 13

F6 5,1 4,8

F7 4,2 0,8

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

A k u m u la si a m o n iu m

Lumpur Steril Lumpur Non Steril

Formulasi Kadar amonium

(μM)

Lumpur steril

Lumpur non steril

F1 1,7 17

F2 2,5 11

F3 5,0 9,0

F4 13 3,4

F5 1,2 9,0

F6 6,1 0,0

(9)

Gambar 10. Aktivitas oksidasi metan formulasi bakteri dalam lumpur

Aktivitas Oksidasi metan

Berdasarkan grafik aktivitas oksidasi metan pada gambar 9, aktivitas oksidasi metan tertinggi dicapai oleh formulasi 1 pada perlakuan lumpur steril sebesar 17428 ppm/ml kultur/hari, kemudian diikuti oleh formulasi 2 pada perlakuan lumpur non steril sebesar 16759 ppm/ ml kultur/hari Sementara itu, aktivitas oksidasi metan terendah dicapai oleh formulasi 6 pada perlakuan lumpur non steril sebesar 9228 ppm/ml kultur/hari.

PEMBAHASAN

Hasil analisis tanah yang dilakukan menunjukkan bahwa komponen sampel tanah lumpur Sawah Baru didominasi oleh liat, yaitu sebesar 56%. Bersadarkan derajat keasaman atau pH-nya, tanah tersebut tergolong asam. Kandungan Nitrogen sampel tanah termasuk rendah (0,17%), namun rasio C/N–nya tergolong sedang. Penilaian sifat kimia tanah tersebut mengacu pada kriteria yang dipaparkan oleh Hardjowigeno pada tahun 1995 (lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis jenis tanah yang dilakukan menggunakan diagram segitiga pengkelasan tekstur tanah sistem USDA (United State Department of Agriculture), Sampel tanah Sawah Baru tergolong sebagai tanah lempung. Tanah lempung memiliki struktur yang berlapis-lapis, tidak berbentuk bola dan tidak menggumpal (Notohadiprawiro 1999).

Bakteri metanotrof yang digunakan pada penelitian ini merupakan bakteri hasil isolasi dari wilayah Bogor dan Sukabumi, yaitu SKM 14, BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9. Kecepatan pertumbuhan tiap isolat yang pada media NMS agar yang ditambah metanol 1% bervariasi, yaitu berkisar antara 7 hingga 14 hari. Pertumbuhan kultur campuran bakteri pada campuran media NMS cair dengan ekstrak

lumpur mencapai peningkatan jumlah sel/ml tertinggi setelah minggu kedua masa inkubasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Begonja & Hrsak pada tahun 1998 bahwa pertumbuhan optimal bakteri metanotrof tercapai setelah inkubasi lebih dari 14 hari.

Isolat BGM 1, BGM 3, BGM 5, dan BGM 9 merupakan isolat terpilih karena dapat mengakumulasi amonium lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya (Sagala 2009). Amonium yang terakumulasi dalam medium merupakan hasil fiksasi nitrogen oleh bakteri. Oleh karena itu kadar amonium terakumulasi dalam medium kultur dapat digunakan untuk memperkirakan kemampuan fiksasi nitrogen suatu bakteri. Semakin tinggi kadar amonium yang diakumulasikan oleh suatu isolat, maka kemungkinan semakin tinggi pula kemampuan fiksasi nitrogen yang dimilikinya.

Hasil pengukuran kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi formulasi bakteri metanotrof menunjukkan bahwa formulasi 4 (SKM 14/BGM 9) mampu mengakumulasi amonium lebih tinggi dibanding formulasi lainnya pada perlakuan lumpur steril maupun perlakuan lumpur non steril. Selama masa inkubasi, kadar amonium terakumulasi dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 1-7 rata-rata terlihat meningkat sampai hari ke-9 dan mengalami penurunan pada hari ke-12 sampai 15. Penurunan kadar amonium terakumulasi diantaranya dapat disebabkan oleh penggunaan kembali amonium hasil fiksasi untuk pertumbuhan bakteri. Amonium merupakan sumber nitrogen yang dapat dimanfaat oleh bakteri untuk mensintesis materi sel baru.

Bakteri metanotrof mampu melakukan fiksasi nitrogen karena memiliki gen nifH dan nifD (Dedysh et al . 2004). Kedua gen tersebut menyandikan enzim nitrogenase, yaitu enzim yang mengkatalisis proses fiksasi nitrogen. Fiksasi satu molekul nitrogen membutuhkan 16 0

5000 10000

15000

20000

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

(10)

molekul ATP yang selanjutnya akan diubah menjadi dua molekul amonia (2NH3) (Madigan

et al 2009). Enzim nitrogenase sangat peka terhadap keberadaan oksigen yang tinggi karena oksigen dapat menghambat ekspresi gen nifH dan nifD.

Selain perbedaan aktivitas enzim nitrogenase dari masing-masing isolat, kemampuan mengakumulasikan amonium pada bakteri metanotrof juga dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhannya (Maisaroh 2010). Pada perlakuan lumpur non steril, akumulasi amonium diduga juga dipengaruhi oleh keberadaan bakteri endogen yang juga mampu menambat nitrogen ataupun bakteri endogen lain yang juga menggunakan hasil fiksasi nitrogen tersebut.

Kemampuan fiksasi nitrogen dari bakteri metanotrof juga dapat diukur dari aktivitas enzim nitrogenase dalam mereduksi asetilen (ARA). Prinsip dari uji ini adalah mengukur jumlah molekul asetilen (C2H2) yang direduksi

menjadi etilen (C2H4) (Somasegaran & Hoben

1994). Pengukuran gas etilen dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas. Banyaknya gas etilen yang terbentuk dari hasil reduksi asetilen dapat digunakan sebagai indikator dalam melihat seberapa besar aktivitas enzim nitrogenase. Semakin tinggi gas etilen yang terukur, semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase pada sampel.

Berdasarkan uji ARA yang dilakukan, formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril dan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril merupakan formulasi yang memiliki aktivitas enzim nitrogenase tertinggi dibandingkan formulasi lainnya. Formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril memiliki aktivitas enzim nitrogenase sebesar 5,16 mmol/jam/ml kultur sedangkan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril memiliki aktivitas enzim nitrogenase sebesar 75,85 mmol/jam/ml kultur.

Bakteri metanotrof merupakan bakteri yang memanfaatkan metan sebagai sumber karbon dalam kondisi oksigenik. Adanya perbedaan konsentrasi metan di daerah oksik dan anoksik menyebabkan metan dapat bergerak dan terlepas ke atmosfir. Metabolisme bakteri metanotrof diawali dengan proses oksidasi metan menjadi metanol melalui pelepasan ikatan O – O dari ikatan dioksigen oleh enzim MMO (Methane Mono Oxygenase). MMO merupakan enzim yang berperan dalam proses konversi metan menjadi metanol (Oremland dan Capone 1998).

Berdasarkan hasil pengukuran gas metan tersisa yang dilakukan dengan kromatografi gas, formulasi 1 pada perlakuan lumpur steril dan formulasi 2 pada perlakuan lumpur non steril merupakan formulasi yang memiliki aktivitas oksidasi metan tertinggi dibandingkan formulasi lainnya. Perbedaaan aktivitas enzim MMO dari tiap isolat menyebabkan perbedaan kemampuan bakteri metanotrof dalam mengoksidasi metan.

Selain jenis enzim MMO, ketersediaan oksigen juga dapat mempengaruhi proses oksidasi metan di lahan sawah. Ketersediaan oksigen sangat penting karena tanpa oksigen bakteri metanotrof tidak mampu mengubah metan menjadi karbondioksida, air, biomasa sel, serta mendapatkan enegi untuk pertumbuhannya. Auman et al. (2001) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan bakteri metanotrof tipe I dan II tertinggi terjadi pada konsentrasi oksigen yang rendah. Kebutuhan akan oksigen sebagai reaktan dalam proses inisiasi oksigenasi senyawa metan menjelaskan bahwa semua jenis bakteri metanotrof bersifat aerob obligat (Madigan et al. 2009)

SIMPULAN

Kombinasi SKM 14 dengan BGM 9 (formulasi 4) memiliki kemampuan fiksasi nitrogen paling tinggi di dalam lumpur steril dibandingkan formulasi lainnya. Akumulasi amonium tertinggi pada lumpur steril (35,489

μM) lebih tinggi dibandingkan pada lumpur non steril (26,617 μM). Aktivitas enzim nitrogenase tertinggi dicapai oleh formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril (5,16 mmol/jam/ml kultur) dan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril (75,85 mmol/jam/ml kultur).

Formulasi 1 (SKM 14/BGM 1) merupakan kombinasi bakteri yang memiliki kemampuan oksidasi metan tertinggi dalam lumpur steril (17428 ppm/ml kultur/hari). Sedangkan formulasi 2 (SKM 14/BGM 3) merupakan kombinasi bakteri yang memiliki kemampuan oksidasi metan tertinggi dalam lumpur non steril (16759 ppm/ml kultur/hari)

SARAN

(11)

molekul ATP yang selanjutnya akan diubah menjadi dua molekul amonia (2NH3) (Madigan

et al 2009). Enzim nitrogenase sangat peka terhadap keberadaan oksigen yang tinggi karena oksigen dapat menghambat ekspresi gen nifH dan nifD.

Selain perbedaan aktivitas enzim nitrogenase dari masing-masing isolat, kemampuan mengakumulasikan amonium pada bakteri metanotrof juga dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhannya (Maisaroh 2010). Pada perlakuan lumpur non steril, akumulasi amonium diduga juga dipengaruhi oleh keberadaan bakteri endogen yang juga mampu menambat nitrogen ataupun bakteri endogen lain yang juga menggunakan hasil fiksasi nitrogen tersebut.

Kemampuan fiksasi nitrogen dari bakteri metanotrof juga dapat diukur dari aktivitas enzim nitrogenase dalam mereduksi asetilen (ARA). Prinsip dari uji ini adalah mengukur jumlah molekul asetilen (C2H2) yang direduksi

menjadi etilen (C2H4) (Somasegaran & Hoben

1994). Pengukuran gas etilen dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas. Banyaknya gas etilen yang terbentuk dari hasil reduksi asetilen dapat digunakan sebagai indikator dalam melihat seberapa besar aktivitas enzim nitrogenase. Semakin tinggi gas etilen yang terukur, semakin tinggi aktivitas enzim nitrogenase pada sampel.

Berdasarkan uji ARA yang dilakukan, formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril dan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril merupakan formulasi yang memiliki aktivitas enzim nitrogenase tertinggi dibandingkan formulasi lainnya. Formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril memiliki aktivitas enzim nitrogenase sebesar 5,16 mmol/jam/ml kultur sedangkan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril memiliki aktivitas enzim nitrogenase sebesar 75,85 mmol/jam/ml kultur.

Bakteri metanotrof merupakan bakteri yang memanfaatkan metan sebagai sumber karbon dalam kondisi oksigenik. Adanya perbedaan konsentrasi metan di daerah oksik dan anoksik menyebabkan metan dapat bergerak dan terlepas ke atmosfir. Metabolisme bakteri metanotrof diawali dengan proses oksidasi metan menjadi metanol melalui pelepasan ikatan O – O dari ikatan dioksigen oleh enzim MMO (Methane Mono Oxygenase). MMO merupakan enzim yang berperan dalam proses konversi metan menjadi metanol (Oremland dan Capone 1998).

Berdasarkan hasil pengukuran gas metan tersisa yang dilakukan dengan kromatografi gas, formulasi 1 pada perlakuan lumpur steril dan formulasi 2 pada perlakuan lumpur non steril merupakan formulasi yang memiliki aktivitas oksidasi metan tertinggi dibandingkan formulasi lainnya. Perbedaaan aktivitas enzim MMO dari tiap isolat menyebabkan perbedaan kemampuan bakteri metanotrof dalam mengoksidasi metan.

Selain jenis enzim MMO, ketersediaan oksigen juga dapat mempengaruhi proses oksidasi metan di lahan sawah. Ketersediaan oksigen sangat penting karena tanpa oksigen bakteri metanotrof tidak mampu mengubah metan menjadi karbondioksida, air, biomasa sel, serta mendapatkan enegi untuk pertumbuhannya. Auman et al. (2001) menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan bakteri metanotrof tipe I dan II tertinggi terjadi pada konsentrasi oksigen yang rendah. Kebutuhan akan oksigen sebagai reaktan dalam proses inisiasi oksigenasi senyawa metan menjelaskan bahwa semua jenis bakteri metanotrof bersifat aerob obligat (Madigan et al. 2009)

SIMPULAN

Kombinasi SKM 14 dengan BGM 9 (formulasi 4) memiliki kemampuan fiksasi nitrogen paling tinggi di dalam lumpur steril dibandingkan formulasi lainnya. Akumulasi amonium tertinggi pada lumpur steril (35,489

μM) lebih tinggi dibandingkan pada lumpur non steril (26,617 μM). Aktivitas enzim nitrogenase tertinggi dicapai oleh formulasi 6 pada perlakuan lumpur steril (5,16 mmol/jam/ml kultur) dan formulasi 4 pada perlakuan lumpur non steril (75,85 mmol/jam/ml kultur).

Formulasi 1 (SKM 14/BGM 1) merupakan kombinasi bakteri yang memiliki kemampuan oksidasi metan tertinggi dalam lumpur steril (17428 ppm/ml kultur/hari). Sedangkan formulasi 2 (SKM 14/BGM 3) merupakan kombinasi bakteri yang memiliki kemampuan oksidasi metan tertinggi dalam lumpur non steril (16759 ppm/ml kultur/hari)

SARAN

(12)

AKTIVITAS FIKSASI NITROGEN DAN OKSIDASI METAN

KULTUR CAMPURAN BAKTERI METANOTROF PADA

LUMPUR SAWAH

SHEILA NURAISHA HANIF

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Abao Jr EB, Bronson KF, Wassmann R, Singh U. 2000. nutrient cycling in Agroeco systems 58:131–139.Kluwer Academic Publisher.

Auman AJ, Speake SS, Lidstrom ME. 2001. nifH sequences and nitrogen fixation in type I and type II Methanotrophs. Appl Environ Microbiol 67: 4009–4016. Begonja A, Hrsak D. 1998. Growth

characteristic and metabolic activities oh the Methanotropic – heterotropic groundwater community. J Appl Microbiol 85: 448-456.

Cleseri LS, Greenberg AE and Trussel RR. 1989. Standard Method for the Examination of Water and Waste Water. Port City Press. Baltimore.

Conrad R, Rothfus F. 1991. Methane oxidation in the soil surface layer of aflooded rice field and the effect of ammonium. Biol Fertil Soil 12:28-32.

Dedysh SN, Rickle P, Liesack W. 2004. NifH and NifD phylogenies: an evolutionary basis for understanding nitrogen fixation capabilities of methanotrophic bacteria. Microbiol 150: 1301-1313. Griffin JM, editor. 2003. Global Climate

Change The Science, Economics, and Politics. Texas: The Bush School of Government & Public Science Press. Hanson R, Hanson TE. 1996. Metanotrophic

bacteria. J Microbiol Reviews 60 : 439-471

Hapsari W. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Metanotrof Asal Sawah di Bogor dan Sukabumi [skripsi]. Bogor: Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor.

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Akademika Pressindo: Jakarta. Hlm 126.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1992. The Suplementary Report to The IPCC Scientific. Hougton Jt, Callendar BA, Varney SK, editor. Cambridge: Cambridge Univ Press.

Kumaraswamy S, Ramakrishnan B, Sethunathan N. 2001. Methane production and oxidation in annoxic rice soil as influ enced by inorganic redox species. J Environ Quality 30: 2195-2201. Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark

DP. 2009. Brock Biology of Microorganism12th Ed. San Francisco: Pearson Benjamin Cummings.

Maisaroh. 2010. Aktivitas Enzim Nitrogenase dan Oksidasi Metan Bakteri Metanotrof Asal Sawah [tesis]. Bogor:Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Notohadiprawiro T. 1999. Tanah dan

Lingkungan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Oremland RS, and Capone DG. 1998. Use of

“specific” inhibitors in biogeo chemistry and microbial ecology. Adv. Microb Ecol. 10:285-383.

Rudd JWN, Taylor CD. 1980. Methan cycling in aquatic environment. Adv.Aq. Microbiol. 2:77-150.

Sagala BT. 2009. Seleksi dan Uji Aktivitas Fiksasi Nitrogen (N2) Bakteri

Metanotrof Asal Sawah pada Konsentrasi Oksigen (O2) Berbeda

[skripsi]. Bogor: Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor.

Somasegaran & Hoben. 1994. Hand Book for Rhizobia. New York : Springer-Verlag. Yagi K & Minami K. 1990. Effects of organic

(14)

AKTIVITAS FIKSASI NITROGEN DAN OKSIDASI METAN

KULTUR CAMPURAN BAKTERI METANOTROF PADA

LUMPUR SAWAH

SHEILA NURAISHA HANIF

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

ABSTRAK

SHEILA NURAISHA HANIF. Aktivitas Fiksasi Nitrogen dan Oksidasi Metan Kultur Campuran Bakteri Metanotrof pada Lumpur Sawah. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan ALINA AKHDIYA.

Bakteri metanotrof merupakan bakteri pengoksidasi metan. Selain itu, bakteri metanotrof tipe II dan tipe X juga mampu memfiksasi nitrogen karena adanya enzim nitrogenase. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas oksidasi metan dan fiksasi nitrogen dari kelima isolat bakteri metanotrof yakni BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9, dan SKM 14 yang dikombinasikan satu dengan lainnya. Sebanyak 7 kombinasi (SKM 14/BGM 1; SKM 14/BGM 3; SKM 14/BGM 5; SKM 14/BGM 9; BGM 9/BGM 1; BGM 9/BGM 3; BGM 9/BGM 5) dikulturkan kemudian diinokulasikan ke campuran media NMS dengan ekstrak lumpur sawah, kemudian diuji aktivitas oksidasi metan, fiksasi nitrogen dan aktivitas enzim nitrogenasenya. Akumulasi amonium tertinggi pada lumpur steril (35,489 μM) lebih tinggi dibandingkan pada lumpur non steril (26,617 μM). Formulasi 6 (BGM 9/BGM 3) pada perlakuan lumpur steril (5,16 mmol/jam/ml kultur) dan formulasi 4 (SKM 14/BGM 9) pada perlakuan lumpur non steril (77,85 mmol/jam/ml kultur) memiliki aktivitas enzim nitrogenase tertinggi. Formulasi 1 (SKM 14/BGM 1) dan formulasi 2 (SKM 14/BGM3) memiliki kemampuan oksidasi metan dalam lumpur steril tertinggi (17428 dan 16759 ppm/ml kultur/hari).

Kata kunci: Metan, bakteri metanotrof, oksidasi metan, fiksasi nitrogen, nitrogenase

ABSTRACT

SHEILA NURAISHA HANIF. Nitrogen fixation and Methane Oxidation Activity on Mixed Culture of Methanotrophic Bacteria in Ricefield’s Mud. Under supervision of IMAN RUSMANA and ALINA AKHDIYA.

Metanotroph bacteria are methane oxidizing bacteria. Besides, type II and type X of methanotrophic bacteria were also able to fix nitrogen using nitrogenase enzyme. This reasearch was conducted to test the activity of nitrogen fixation and methane oxidation of five isolates of methanotropic bacteria i.e. BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9, and SKM 14 which combined with one another. Seven combinations (SKM 14/BGM 1; SKM 14/BGM 3; SKM 14/BGM 5; SKM 14/BGM 9; BGM 9/BGM 1; BGM 9/BGM 3; BGM 9/BGM 5) were cultured and inoculated into NMS medium mixed with slurry of mud, then the activity of methane oxidation, nitrogen fixation and nitrogenase enzyme activity was tested. The highest accumulation of ammonium in the mud sterile treatment (35.489 μM) was higher than that of in non-sterile mud treatment (26.617

μM). Formulation 6 (BGM 9/BGM 3) in sterile mud treatment and formulation 4 (SKM 14/BGM 9) in non-sterile mud treatment has the highest nitrogenase enzyme activity, it was 5,16 mmol/h/ml culture and 75,85 mmol/h/ml culture respectively. Formulation 1 (SKM 14/BGM 1) and formulation 2 (SKM 14/BGM3) had the higest activity of methane oxidation in sterile and non sterile mud treatment i.e. 17428 and 16759 ppm /ml culture /day respectively.

(16)

AKTIVITAS FIKSASI NITROGEN DAN OKSIDASI METAN

KULTUR CAMPURAN BAKTERI METANOTROF PADA

LUMPUR SAWAH

SHEILA NURAISHA HANIF

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul

: Aktivitas Fiksasi Nitrogen

dan Oksidasi Metan Kultur Campuran

Bakteri Metanotrof pada Lumpur Sawah

Nama

: Sheila Nuraisha Hanif

NIM

: G34061317

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si)

(Alina Akhdiya, M.Si)

NIP 196507201990021002 NIP 196812082001122001

Mengetahui:

Ketua Departemen Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si)

NIP 196410021989031002

(18)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah mengenai reduksi emisi gas rumah kaca, dengan judul Aktivitas Fiksasi Nitrogendan Oksidasi Metan Kultur Campuran Bakteri Metanotrof pada Lumpur Sawah. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari hingga September 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si. dan Ibu Alina Akhdiya, M.Si. selaku pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Keluarga tercinta Papah, Mamah, Kakak, Teteh dan Keluarga Besar atas do’a, dukungan, dan kasih sayang yang diberikan. Terima kasih juga kepada Bu Ratna, Bu Rina Kartika, Bu May, Ka Fina, Ka Tyas, Pak Sesep, Bang jo, Vina, Rio, Dana, Resti, Madga, Keluarga Besar laboratorium mikrobiologi FMIPA IPB, Keluarga Besar Balai Penelitian Tanah Bogor, Keluarga Besar Balai Besar Pascapanen, Ponahers tersayang Dola, Indri, Erni, Sifa, Shabrina, Yuli, Evi, Irmuy serta sahabat-sahabat, Luluk, Riri, Desi, Nia, Dimas dan teman-teman seperjuangan di Biologi 43 atas semua kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2010

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1988 dari ayahanda Tjetjep Hasmitha dan ibunda Erliza Hanif. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 29 Jakarta dan lolos seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor di Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Minor Komunikasi Fakultas Ekologi Manusia.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai tim Public Relation Departemen Komunikasi dan Informasi BEM KM IPB pada tahun 2006-2007, Sekretaris Komisi Pengawas Himabio (KPH) pada tahun 2007-2009, Anggota Forum Silaturahmi Alumni SMAN 29 pada tahun 2006-2010, dan berbagai kegiatan kepanitiaan lainnya. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Biologi Alga dan Lumut pada tahun ajaran 2008/2009, mata kuliah Botani Umum pada tahun ajaran 2009/2010, mata kuliah Biologi Dasar Tingkat Persiapan Bersama IPB pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, dan mata kuliah Mikrobiologi Dasar pada tahun ajaran 2010/2011.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... vi i DAFTAR LAMPIRAN... vii

PENDAHULUAN... ... 1

Latar Belakang... ... 1

Tujuan... 1

Waktu dan Tempat... 1

BAHAN DAN METODE... 1

Bahan... 1

Metode... 1

Peremajaan biakan dan penyiapan inokulum... 1

Pengambilan dan analisa sampel lumpur... 2

Pembuatan ekstrak lumpur... 2

Formulasi kultur bakteri metanotrof... 2

Pengukuran populasi bakteri metanotrof dalam lumpur steril... 2

Pengukuran aktivitas oksidasi metan... 2

Pengukuran kadar amonium dalam lumpur... 2

Analisa Reduksi Asetilen... 3

HASIL... 3

Tekstur dan Komposisi Tanah... 3

Pertumbuhan Bakteri Hasil Formulasi dalam Lumpur Steril... 3

Akumulasi amonium dalam lumpur... 4

Aktivitas Enzim Nitrogenase... 5

Aktivitas Oksidasi Metan... 6

PEMBAHASAN... 6

SIMPULAN... 7

SARAN... 8

DAFTAR PUSTAKA... 8

LAMPIRAN... ... 9

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Struktur dan kandungan hara tanah Sawah Baru... 3

2. Kadar amonium dalam lumpur pada akhir inkubasi... 5

3. Aktivitas enzim nitrogenase isolat bakteri metanotrof... 5

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kurva pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril... 3

2. Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 1 selama inkubasi... 4

3. Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 2 selama inkubasi... 4

4. Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 3 selama inkubasi... 4

5. Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 4 selama inkubasi... 4

6. Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 5 selama inkubasi... 4

7. Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 6 selama inkubasi... 4

8. Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 7 selama inkubasi... 5

9. Perbandingan kadar amonium dalam lumpur pada masa inkubasi hari ke 9... 5

10. Aktivitas oksidasi metan formulasi bakteri dalam lumpur... 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Kriteria penilaian sifat kimia tanah... 10
(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfir. Selama 100 tahun terakhir ini, konsentrasi CO2,

CH4, dan N2O sebagai gas rumah kaca di

atmosfir telah meningkat sebagai hasil dari aktivitas manusia (Griffin 2003). Intergovern mental Panel of Climate Change (IPCC) pada tahun 1992 menyatakan bahwa metan (CH4)

menempati urutan ketiga dalam hal pemanasan global setelah CO2 dan CFC.

Namun, meskipun berada diperingkat ketiga dalam produksi serta emisinya, sebagai gas rumah kaca metan ternyata 30 kali lebih reaktif dibandingkan dengan CO2 (Abao et al. 2000).

Oleh karena itu, pengurangan emisi metan akan lebih efektif 20-60 kali dalam penurunan potensi pemanasan global dibandingkan pengurangan emisi CO2 (Hanson & Hanson 1996).

Emisi metan dari lingkungan akuatik seperti tanah sawah pada dasarnya ditentukan oleh dua proses mikrobial yang berbeda, yaitu produksi metan dan konsumsi metan (Rudd dan Taylor, 1980). Emisi metan dari lahan pertanian diperkirakan sebesar 100 Tg/tahun (Yagi & Minami 1990). Indonesia dengan luas lahan pertanian sebesar 6,8% dari luas lahan pertanian didunia diduga memberi kontribusi emisi gas metan sebesar 3,4-4,5 Tg CH4/tahun (1 Tg =

1012 g

Untuk mewujudkan sistem pertanian lahan sawah yang ramah lingkungan, dapat dilakukan dengan menekan tingkat emisi gas metan pada lahan sawah diantaranya melalui pemanfaatan bakteri metanotrof. Bakteri metanotrof merupakan bakteri yang memanfaatkan CH4

sebagai donor elektron untuk menghasilkan energi (Hanson dan Hanson 1996). Oksidasi metan dilahan sawah dapat mencapai 80% dari metan yang diproduksi oleh bakteri metanogen (Conrad & Rothfus 1991).

Berdasarkan perbedaan jalur biosintesis dan morfologinya, bakteri metanotrof dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu tipe I, tipe II, dan tipe X (Hanson & Hanson 1996). Tipe I mensintesis formaldehid melalui jalur

serin, tipe II mensintesis formaldehid melalui jalur RuMP, dan tipe X mensintesis formaldehid melalui jalur RuMP dan juga jalur serin walaupun hanya dalam level yang rendah. Dari ketiga tipe tersebut, bakteri metanotrof tipe II dan tipe X memiliki kemampuan menambat nitrogen, dimana nitrogen bebas dari udara diubah menjadi amonium sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Informasi mengenai karakter bakteri metanotrof asal Indonesia masih sangat sedikit, oleh karena itu berbagai penelitian tentang bakteri ini diharapkan dapat memberi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bakteri metanotrof sebagai salah satu komponen pupuk hayati serta aplikasinya sebagai agen penurun emisi gas metan di lahan sawah. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas oksidasi metan dan fiksasi nitrogen campuran (formulasi) bakteri metanotrof pada lumpur sawah.

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan September 2010 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Isolat bakteri metanotrof BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9 dan SKM 14 (Hapsari 2008). Media Nitrat Mineral Salts (NMS) dengan komposisi MgSO4.7H2O 1.0 g/L, CaCl2.6H2O

0.2 g/L, KNO3 1.0 g/L, KH2PO4 0.272 g/L,

Na2HPO4 4.0 g/L, NH4Cl 4.0 mg/L, Na2EDTA

0.5 g/L, FeSO4.7H2O 0.2 g/L, H3BO4 0.03 g/L,

CoCl2.6H2O 0.02 g/L, ZnSO4.7H2O 0.01 g/L,

MnCl2.4H2O 3.0 mg/L, Na2MoO4. 2H2O 3.0

mg/L, NiCl2.6H2O 2.0 mg/L, CaCl2.2H2O 1.0

mg/L, Bacto agar 20 g/L, methanol 1%, Milli Q Water, larutan NH4Cl 100 ppm, larutan fenol

alkohol (C6H5OH) 10%, larutan Natrium

Dihidro Nitroprusid 0,5 %, dan larutan oksidan yang terdiri atas Natrium Sitrat 20% dan Natrium Hipoklorit 5, 25%.

Metode

Peremajaan biakan dan penyiapan

(23)

diremajakan pada medium agar NMS lengkap ditambah metanol 1% dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5-7 hari. Inokulum disiapkan dengan cara menginokulasikan 1-2 lup isolat bakteri metanotrof ke media NMS cair bebas nitrogen yang ditambah metanol 1% kemudian diinkubasi di mesin pengocok selama 7-14 hari.

Pengambilan dan analisa sampel lumpur.

Sampel tanah diambil dari daerah Sawah Baru Darmaga, Bogor. Tanah diambil dengan teknik pengambilan tanah komposit. Pengambilan sampel dilakukan pada lima titik. Dari masing-masing titik, sebanyak 1 liter lumpur diambil pada kedalaman ± 20 cm. Sampel lumpur dari tiap titik dicampurkan dalam satu wadah, kemudian diambil sebanyak 2 liter untuk dianalisis. Analisis tanah yang dilakukan meliputi komposisi tekstur tanah dan kandungan bahan organik (C dan N). Analisis komposisi dan tekstur tanah dilakukan dengan menggunakan perangkat uji tanah yang terdiri dari bagan warna tanah dan berbagai jenis pereaksi untuk penentuan pH dan kandungan haranya. Sedangkan penentuan tekstur tanah dilakukan dengan melihat komposisi ukuran partikel tanah. Keseluruhan analisis ini dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Pembuatan ekstrak lumpur. Pembuatan ekstrak lumpur diawali dengan pengenceran lumpur dengan air (1:1). Campuran kemudian direbus dan di saring dengan kain kasa dan diendapkan selama 2 malam. Lapisan atas hasil pengendapan disaring kembali dengan menggunakan kertas saring sehingga di dapat ekstrak lumpur dengan struktur yang halus dan homogen. Ekstrak lumpur kemudian dibagi menjadi dua, masing-masing untuk perlakuan sterilisasi dan tanpa sterilisasi.

Formulasi kultur bakteri metanotrof.

Formulasi dilakukan dengan mengkombinasikan 2 jenis isolat bakteri metanotrof. Kombinasi yang dibuat adalah : Formulasi 1 (SKM 14/BGM 1), Formulasi 2 (SKM 14/BGM 3), Formulasi 3 (SKM 14/BGM 5), Formulasi 4 (SKM 14/BGM 9), Formulasi 5 (BGM 9/BGM 1), Formulasi 6 (BGM 9/BGM 3), dan Formulasi 7 (BGM 9/BGM 5).

Pengukuran populasi bakteri metanotrof dalam lumpur steril. Sebanyak 100 µ l lumpur yang telah diinokulasi oleh formulasi kultur

bakteri diencerkan secara serial dengan garam fisiologis (NaCl 0,85%). Dari masing-masing pengenceran, sebanyak 100 µ l disebar pada cawan berisi media NMS agar lengkap ditambah metanol 1% lalu diinkubasi pada suhu ruang. Setelah 7-10 hari, koloni yang tumbuh dihitung dan dikonversi ke dalam satuan sel/ml.

Pengukuran aktivitas oksidasi metan.

Sebanyak 1 ml inokulum bakteri pertama pertama dan 1 ml isolat kedua diinokulasikan kedalam 10 ml NMS cair dan 10 ml ekstrak lumpur. Komposisi gas di bagian head space dibuat menjadi 50% metan dan 50% udara. Inkubasi dilakukan selama 15 hari diatas mesin pengocok pada suhu ruang 27-30ºC dan kondisi gelap. Pada akhir masa inkubasi dilakukan pengukuran gas metan tersisa pada bagian head space dengan menggunakan alat kromatografi (Kumaraswamy et al. 2001). Analisis gas metan ini dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan Pati, Jawa Tengah.

Pengukuran kadar amonium dalam

lumpur. Sebanyak 2 ml inokulum isolat pertama dan 2 ml inokulum isolat kedua diinokulasikan kedalam 20 ml NMS cair bebas nitrogen dan 20 ml ekstrak lumpur. Komposisi gas di bagian head space dibuat menjadi 50% metan dan 50% udara. Inkubasi dilakukan selama 15 hari diatas mesin pengocok pada suhu ruang 27-30ºC dan kondisi gelap. Setiap 3 hari, dari masing-masing perlakuan diambil 5 ml lumpur (steril atau non steril) yang telah diinokulasi, lalu ditambah dengan satu tetes HgCl2. Selanjutnnya campuran lumpur tersebut

disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit pada suhu ruang. Supernatan yang terbentuk diambil 5 ml lalu ditambah 0,2 ml larutan fenol alkohol, 0,2 ml larutan Na-dihidroprusit dan 0,5 ml campuran Na-sitrat 20% dan Na Hipoklorit (1 : 4) secara berurutan. Campuran reaksi dibiarkan pada suhu ruang selama 1 jam sampai berubah warna menjadi kebiruan (Cleseri et al. 1989). Hasil reaksi diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer vis Genesys 20 (Perancis) pada panjang gelombang 640 nm. Sebagai standar digunakan larutan NH4Cl dengan konsentrasi 0,

(24)

Analisa Reduksi Asetilen (ARA :

Acetylene Reduction Assay). Sebanyak 0,5 ml inokulum bakteri pertama pertama dan 0,5 ml inokulum bakteri kedua diinokulasikan kedalam campuran 2 ml NMS cair bebas nitrogen yang ditambah 1% metanol dan 2 ml ekstrak lumpur dalam tabung reaksi bertutup karet. Inkubasi dilakukan selama 15 hari diatas mesin pengocok pada suhu ruang 27-30ºC dan kondisi gelap. Pada akhir inkubasi, gas pada bagian headspace disedot sebanyak 1 ml lalu ke dalamnya diinjeksikan gas asetilen (C2H2) dengan volume

yang sama. Setelah diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang, 1 ml gas bagian headspace diambil kembali untuk diukur konsentrasi etilennya dengan menggunakan teknik kromatografi gas. Analisa Reduksi Asetilen ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian Pascapanen Cimanggu, Bogor Jawa Barat.

HASIL

Tekstur dan komposisi tanah

Hasil analisis tekstur dan komposisi bahan organik pada tabel 1 menunjukkan bahwa

komponen dari sampel tanah lumpur di daerah Sawah Baru didominasi oleh liat, yaitu sebesar 56%. pH tanah memiliki kisaran nilai antara 4,2 hingga 4,6. Kandungan Nitrogen sampel tanah sebesar 0,17%, dan rasio C/N sebesar 11%.

Pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril

Gambar 1 merupakan kurva pertumbuhan 7 formulasi bakteri dalam perlakuan lumpur steril selama 4 minggu inkubasi. Pada kurva pertumbuhan tersebut, dapat terlihat bahwa populasi sel tertinggi selama masa inkubasi dicapai oleh formulasi 6 (BGM 9 + BGM 3) sebesar 29,1x107 sel/ml, sementara populasi sel terendah dicapai oleh formulasi 2 (SKM 14 + BGM 3) sebesar 9,7x107 sel/ml.

Berdasarkan kurva pertumbuhan pada gambar 1, formulasi 4, formulasi 6 dan formulasi 7 terus mengalami kenaikan jumlah sel selama 4 minggu pengamatan, sedangkan formulasi yang lain cenderung mengalami penurunan kepadatan sel setelah minggu ke 2 dan minggu ke 3. Hal ini dapat disebabkan karena bakteri pada formulasi-formulasi tersebut sudah memasuki fase stasioner dan menuju pada fase kematian.

Tabel 1. Struktur dan kandungan hara tanah Sawah Baru

Asal Sampel Tekstur (%) pH (%)

Pasir Debu Liat H2O KCl C N C/N

Sawah Baru 15 29 56 4,6 4,2 1,84 0,17 11

Gambar 1 Kurva pertumbuhan bakteri hasil formulasi dalam lumpur steril

97 291

0 50 100 150 200 250 300

0 1 2 3 4

Jum

la

h

se

l/

m

l

(x

1

0

6)

Masa Inkubasi (Minggu)

F1

F2

F3

F4

F5

F6

(25)

Akumulasi Amonium dalam Lumpur

Berikut merupakan hasil pengukuran kadar amonium pada lumpur yang diinokulasi dengan ketujuh formulasi selama 15 hari masa inkubasi.

Gambar 2 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 1 selama inkubasi

Gambar 3 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 2 selama inkubasi

Gambar 4 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 3 selama inkubasi

Gambar 5 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 4 selama inkubasi

Gambar 6 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 5 selama inkubasi

Gambar 7 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 6 selama inkubasi 0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

(26)

Gambar 8 Kadar amonium dalam lumpur yang diinokulasi dengan formulasi 7 selama inkubasi

Berdasarkan plot data kadar amonium dari tiap formulasi, kadar amonium pada formulasi 1 (gambar 2), formulasi 2 (gambar 3), formulasi 3 (gambar 4), formulasi 4 (gambar 5), formulasi 5 (gambar 6), formulasi 6 (gambar 7), dan formulasi 7 (gambar 8) cenderung mengalami kenaikan pada hari ke-9 dan sebagian besar mengalami penurunan kadar amonium terukur pada hari 12 hingga akhir inkubasi (hari 15). Perbandingan kadar amonium pada hari ke-9 dapat dilihat pada gambar ke-9.

Gambar 9 Perbandingan kadar amonium dalam lumpur pada masa inkubasi hari ke-9

Berdasarkan plot data kadar amonium terakumulasi dalam perlakuan lumpur steril, akumulasi amonium tertinggi dicapai pada hari ke-9 masa inkubasi oleh formulasi 4 sebesar 35,489 μM (Gambar 5), kemudian diikuti oleh formulasi 3 sebesar 28,664 μM (Gambar 4). Kadar amonium terakumulasi pada akhir inkubasi (hari ke-15) tertinggi dicapai oleh formulasi 4 sebesar 13,257 μM dan terendah ditunjukkan oleh formulasi 5 sebesar 1,2 μM (Tabel 2).

Tabel 2. Kadar amonium dalam lumpur pada akhir inkubasi

Berdasarkan plot data akumulasi amonium dalam perlakuan lumpur non steril, akumulasi amonium tertinggi juga dicapai pada inkubasi hari ke-9 oleh formulasi 4 sebesar 26,617 μM (Gambar 5). Kadar amonium terakumulasi tertinggi pada masa akhir inkubasi (hari ke-15) dicapai oleh formulasi 1 yaitu sebesar 17,751

μM (Tabel 2). Berbeda dengan formulasi lainnya, setelah hari ke 6 kadar amonium dalam lumpur non steril pada formulasi 6 terus turun sampai tidak terdeteksi pada akhir inkubasi (Gambar 7).

Aktivitas Enzim Nitrogenase

Berdasarkan hasil dari uji ARA (Acetylene Reduction Assay) dapat dilihat bahwa aktivitas tertinggi dari enzim nitrogenase dalam perlakuan lumpur steril dicapai oleh formulasi 6 (BGM 9/ BGM 3) sebesar 5,1 mmol/jam/ml kultur. Sedangkan aktivitas tertinggi pada perlakuan lumpur non steril di capai oleh formulasi 4 (SKM14/BGM 9) sebesar 75,8 mmol/jam/ml kultur (Tabel 3).

Tabel 3. Aktivitas enzim nitrogenase formulasi bakteri metanotrof dalam lumpur

Formulasi Aktivitas Enzim nitrogenase (mmol/jam/ml kultur) Lumpur

steril

Lumpur non steril

F1 0,0 0,0

F2 3,7 0,0

F3 2,0 1,2

F4 1,7 75,8

F5 2,8 13

F6 5,1 4,8

F7 4,2 0,8

0 10 20 30 40

0 3 6 9 12 15

K a d a r a m o n iu m ( μ M)

Waktu inkubasi (hari)

Lumpur steril Lumpur non steril

0 10 20 30 40

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

A k u m u la si a m o n iu m

Lumpur Steril Lumpur Non Steril

Formulasi Kadar amonium

(μM)

Lumpur steril

Lumpur non steril

F1 1,7 17

F2 2,5 11

F3 5,0 9,0

F4 13 3,4

F5 1,2 9,0

F6 6,1 0,0

(27)

Gambar 10. Aktivitas oksidasi metan formulasi bakteri dalam lumpur

Aktivitas Oksidasi metan

Berdasarkan grafik aktivitas oksidasi metan pada gambar 9, aktivitas oksidasi metan tertinggi dicapai oleh formulasi 1 pada perlakuan lumpur steril sebesar 17428 ppm/ml kultur/hari, kemudian diikuti oleh formulasi 2 pada perlakuan lumpur non steril sebesar 16759 ppm/ ml kultur/hari Sementara itu, aktivitas oksidasi metan terendah dicapai oleh formulasi 6 pada perlakuan lumpur non steril sebesar 9228 ppm/ml kultur/hari.

PEMBAHASAN

Hasil analisis tanah yang dilakukan menunjukkan bahwa komponen sampel tanah lumpur Sawah Baru didominasi oleh liat, yaitu sebesar 56%. Bersadarkan derajat keasaman atau pH-nya, tanah tersebut tergolong asam. Kandungan Nitrogen sampel tanah termasuk rendah (0,17%), namun rasio C/N–nya tergolong sedang. Penilaian sifat kimia tanah tersebut mengacu pada kriteria yang dipaparkan oleh Hardjowigeno pada tahun 1995 (lampiran 1). Berdasarkan hasil analisis jenis tanah yang dilakukan menggunakan diagram segitiga pengkelasan tekstur tanah sistem USDA (United State Department of Agriculture), Sampel tanah Sawah Baru tergolong sebagai tanah lempung. Tanah lempung memiliki struktur yang berlapis-lapis, tidak berbentuk bola dan tidak menggumpal (Notohadiprawiro 1999).

Bakteri metanotrof yang digunakan pada penelitian ini merupakan bakteri hasil isolasi dari wilayah Bogor dan Sukabumi, yaitu SKM 14, BGM 1, BGM 3, BGM 5, BGM 9. Kecepatan pertumbuhan tiap isolat yang pada media NMS agar yang ditambah metanol 1% bervariasi, yaitu berkisar antara 7 hingga 14 hari. Pertumbuhan kultur campuran bakteri pada campuran media NMS cair dengan ekstrak

lumpur mencapai peningkatan jumlah sel/ml tertinggi setelah minggu kedua masa inkubasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Begonja & Hrsak pada tahun 1998 bahwa pertumbuhan optimal bakteri metanotrof tercapai setelah inkubasi lebih dari 14 hari.

Isolat BGM 1, BGM 3, BGM 5, dan BGM 9 merupakan isolat terpilih karena dapat mengakumulasi amonium lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya (Sagala 2009). Amonium yang terakumulasi dalam medium merupakan hasil fiksasi nitrogen oleh bakteri. Oleh karena itu kadar amonium terakumulasi dalam medium kultur dapat digunakan untuk memperkirakan kemampuan fiksasi nitrogen suatu bakter

Gambar

Tabel 1. Struktur dan kandungan hara tanah Sawah Baru
Tabel 1. Struktur dan kandungan hara tanah Sawah Baru
Gambar  2  Kadar amonium dalam lumpur yang
Tabel  2. Kadar  amonium dalam lumpur pada akhir inkubasi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sasana Barongsai-Lion “Naga Langit” di Desa Karang Besuki Kota Malang dan “Putra Naga” di Desa Karang Widoro Kab. Malang merupakan 2 sasana tempat karang taruna melestarikan

Ikon tikus seperti pada subjudul ini, da- pat ditemukan pada banyak media masa yang memberitakan perihal korupsi atau perilaku yang merugikan bagi orang lain, baik dalam skala ke-

Inisiasi Menyusu Dini adalah kegiatan bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir dalam 1 jam pertama kehidupan.Penelitian Susilawati (2010) menyebutkan pelaksanaan IMD

Pada penelitian pengembangan workbook Fisika pada mobile dengan OS Android berbasis Moodle untuk Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian pengembangan ini yaitu telah

Terkait dengan keberadaan perusahaan tambang PT Pertamina RU VI adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan pengolahan minyak dan gas

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Think-Pair- Share Dapat Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar

Pema- tangan gonad dilakukan dengan cara menggu- nakan pakan buatan dengan berbagai dosis pro- tein, pemijahan dilakukan dengan cara manipu- lasi lingkungan (substrat, debit air,

t. merekabentuk dan membangunkan l aman web yang dapat dicapai di in ternet untuk pendaf\ara n atas talian ahli persatuan kebajika n. Kebo l ehg un aan antaramuka yang