• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol (C16) Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol (C16) Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI

FATTY ALCOHOL (C

16

) SAWIT DAN GLUKOSA CAIR 85%

DENGAN PERLAKUAN PERBEDAAN NISBAH MOL

MUHAMMAD RUM SYAFRUDDIN

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol (C16) Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Muhammad Rum Syafruddin

(3)

ABSTRAK

MUHAMMAD RUM SYAFRUDDIN. Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida

dari Fatty Alcohol (C16) Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan

Nisbah Mol. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan PUDJI PERMADI.

Surfaktan APG merupakan jenis surfaktan nonionik yang biasa digunakan pada formulasi beberapa produk seperti formulasi herbisida, produk-produk personal care, kosmetik, bleaching kain tekstil dan aplikasi lainnya. Bahan baku pembuatan surfaktan APG yang digunakan pada penelitian ini adalah fatty alcohol dari minyak inti sawit (fatty alcohol C16) dan glukosa cair 85%. Fatty alcohol bersifat hidropobik (lipofilik), sedangkan glukosa bersifat hidrofilik. APG adalah surfaktan yang dapat disintesis dari fatty alkohol minyak kelapa sawit (C16) dan glukosa cair 85%. Peluang untuk mengembangkan APG di Indonesia sangat besar karena fatty alcohol minyak sawit dan glukosa cair 85% sebagai bahan baku APG cukup tersedia.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan nisbah mol reaktan surfaktan Alkil Poliglikosida yang terbaik dari Fatty Alcohol (C16) Minyak Sawit dengan Glukosa Cair 85%. Penelitian ini menggunakan Rancangan percobaan Acak Lengkap satu faktor dengan dua kali pengulangan. Perlakuan yang digunakan adalah Nisbah Mol Reaktan pada lima taraf konsentrasi yaitu 1.5, 2, 2.5, 3 dan 3.5 dari basis glukosa.Penentuan nisbah mol reaktan dalam pembuatan surfaktan APG diduga memiliki pengaruh terhadap karakteristik produk. Proses produksi surfaktan yang digunakan adalah metode sintesis APG 2 tahap.

APG yang dihasilkan berupa serbuk berwarna gelap dan larut air. Uji pertama yang dilakukan adalah kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka (Interfacial Tension) dimana semakin kecil nilai tegangan antar muka, maka semakin baik kinerja surfaktan. Pengujian dilakukan menggunakan air injeksi dari lapangan minyak dengan menggunakan alat spinning drop.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa APG yang diproses dengan suhu transasetalisasi 120-130 OC selama 2 jam memiliki kemampuan menurunkan tegangan antarmuka yang paling baik dengan nilai IFT 5.56 x 10-2 dyne/cm. Setelah dilakukan pengujian IFT ini, juga dilakukan pengukuran nilai densitas. Semakin tinggi nilai densitas, maka semakin tinggi pula tegangan antar mukanya. Pengujian nilai pH dimaksudkan untuk mengetahui keasaman dari surfaktan. Hal ini berkaitan dengan aplikasinya untuk Enhanced Oil Recovery (EOR). Hasil pengujian pH menunjukkan larutan surfaktan APG yang dihasilkan memiliki nilai pH sekitar 8 - 9 ini menandakan APG bersifat basa. Analisis stabilitas emulsi APG menunjukkan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai yang dihasilkan. Dari nilai pembusaannya yang didapatkan terlihat bahwa nilai busa hanya sekitar 4-6% saja. Nilai kestabilan busa hasil sintesis APG ini terbilang rendah, karena busa tersebut hilang pada waktu kurang dari 45 menit.

(4)

ABSTRACT

MUHAMMAD RUM SYAFRUDDIN. Synthesis of Alkyl Polyglycoside Surfactant of Palm Based Fatty Alcohol (C16) and Liquid Glucose 85% with Different a Treatment of Mol Nisbah. Supervised by ERLIZA HAMBALI and PUDJI PERMADI.

Surfactants (surface active agents) are the surface tension active compounds that can be produced synthetically chemically or biochemically. Surfactants are used in industry as a bleaching, wetting, foaming materials, as well as emulsifier and others. The addition of the surfactant is expected to optimize the performance of the active ingredient used. This provides opportunities to develop further research. One type of surfactant that is being developed is poliglicoside alkyl surfactants (APG). APG Surfactant is a nonionic surfactant type commonly used in the formulation of some products such as herbicide formulations, personal care products, cosmetics, textile fabric bleaching and surfactants solution for Enhanced Oil Recovery. Raw material of APG surfactant are fatty alcohol from coconut oil oleochemicals or palm kernel oil (fatty alcohol C16) and glucoside 85%.

Fatty alcohol is hydrophobic (lipophilic), while glucose is hydrophilic. In this research APG surfactant was synthesized from fatty alcohol palm oil (C16) and 85% liquid glucose. The Purpose of

this research is to obtain the best reactant mole ratio of surfactant alkyl Poliglicoside the best of Fatty alcohol (C16) oil with Liquid glucose 85%. This study used a completely randomized experimental

design with one factor and two repetition. The treatment used was reactant mole ratio with five concentration level ie 1.5, 2, 2.5, 3 and 3.5. The process used in this research was 2-stage of processes, there are butanolisis and transacetalitations. The best formula was obtain from the ratio of 1 mol glucoside with 1.5 mol fatty alcohool. This product resulted on the lowest interfacial tension of 5.56 x 10-2 dyne/cm. This APG was processed at a temperature of 120-130OC for 2 hours.The pH value was in the range of 8.2-8.52.

(5)

DAFTAR ISI

Sintesis Alkil Poliglikosida 9

Analisa Sifat Fisika Kimia APG 11

Analisis pH 11

Analisis Stabilitas Busa 12

Analisis Densitas 12

Analisis Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB) APG 13

Analisis Stabilitas Emulsi APG 14

Analisis Tegangan antarmuka/Interfacial Tension IFT 16

Kinerja APG untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) 16

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Perbandingan Nisbah Mol 9

Tabel 2. Nilai tengah HLB pada perlakuan lima perbandingan rasio molar

glukosa dengan Fatty Alcohol C16 14

Tabel 3. Hasil pengujian thermal stability formula surfaktan APG pada suhu

reservoir 17

Tabel 4. Data hasil perhitungan kurva standar HLB 25

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pemilihan karbohidrat dalam industri APG 2

Gambar 2. Proses sintesis APG secara satu tahap dan dua tahap 4

Gambar 3. Sintesis Fischer secara langsung dan dua tahap 5

Gambar 4. Diagram alir sintesis APG 8

Gambar 5. Bahan baku fatty alcohol C16 dari PT. Ecogreen Oleochemical 9

Gambar 6. Bahan baku glukosa cair 85% dari PT. Gunung Mas Raya

Sugarindo Inti 10

Gambar 7. Hasil sintesis surfaktan melalui proses dua tahap 10

Gambar 8. Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan Fatty Alcohol C16

terhadap nilai pH surfaktan APG yang dihasilkan.. 11

Gambar 9. Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan Fatty Alcohol C16

terhadap nilai stabilitas busa surfaktan APG yang dihasilkan 12

Gambar10. Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan Fatty Alcohol C16

terhadap nilai densitas surfaktan APG yang dihasilkan 13

Gambar11. Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan Fatty Alcohol C16

terhadap nilai HLB surfaktan APG yang dihasilkan 14

Gambar12. Hasil pengujian stabilitas emulsi pada larutan APG 0.1; 0.5; dan 1% 15

Gambar13. Grafik nilai kestabilan emulsi dari APG 15

Gambar14. Grafik nilai IFT sampel 16

Gambar15. Pengaruh pemanasan pada suhu reservoir (70ºC) terhadap Nilai IFT Surfaktan APG dihasilkan melalui rasio molar glukosa 85%

dan fatty alcohol C16. 17

Gambar16. Analisis pengamatan phase behaviour surfaktan APG 18

Gambar17. Grafik perbandingan uji filtrasi menggunakan filter 0.45µm. 19

Gambar18. Foto pH meter digital 24

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar reaktor dan bahan-bahan yang digunakan 23

Lampiran 2. Prosedur Analisa Surfaktan APG 24

Lampiran 3. Data hasil pengujian tiap uji 27

Lampiran 4. Data hasil analisis IFT pada surfaktan APG melalui proses dua tahap 33

Lampiran 5. Data IFT hasil analisis uji Thermal Stability 36

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

FATTY ALCOHOL (C

16

) SAWIT DAN GLUKOSA CAIR 85%

DENGAN PERLAKUAN PERBEDAAN NISBAH MOL

MUHAMMAD RUM SYAFRUDDIN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

PRAKATA

Atas kehendak Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya hingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol (C16) Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol”. Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Erliza Hambali dari Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama kuliah hingga penyusunan skripsi.

2. Prof. Dr. Pudji Permadi dari Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB selaku dosen pembimbing II yang berkenan untuk mengarahkan penulis selama penelitian dan dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB beserta seluruh dosen dan karyawan atas bantuan dan dukungannya selama mengikuti pendidikan.

4. Umiku tercinta Ita Nurhasanah, ayahandaku, adik-adikku, wa Ida beserta keluarga besar yang telah mendukung baik secara materil maupun moril sehingga penelitian ini dapat terlaksana. 5. Syibli, Yuni, Teguh dan rekan-rekan satu tempat penelitian yang telah membantu selama

penelitian berlangsung.

6. Gita, Mas Slamet, Mas Fery, Mas Otto, Mbak Nelly, Akbar, Panji serta seluruh staf SBRC yang telah membantu selama penelitian ini.

7. Ibu Rita (Dosen Konselor TPB), Ray March, Teh Resa, Jati, Ayuwandila, Icen Fragolia, Dony, Febri, Adit, Yulia Astuti, Resty, Juniza, Dhila, Lusy, Gofar yang telah memberikan semangat dan membantu selama penelitian ini.

8. Seluruh keluarga besar TIN 45 dan TIN 46 yang telah menemani perjalanan selama mengikuti pendidikan di Departemen TIN.

9. Seluruh kru Green Tv IPB yang telah memberikan semangat dan telah menjadi tempat saya banyak belajar menulis dan menjadi tempat inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh keluarga besar Wisma Baitussalam tercinta yang telah memberikan semangat.

11. K.H. Mad Rodja Sukarta dan seluruh keluarga besar Alumni Pondok Pesantren Darul Muttaqien yang telah memberikan semangat, dukungan serta bimbingan.

12. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah senantiasa mendukung penulis hingga saat ini.

Demikian, semoga penyusunan skripsi ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan rekan-rekan pembaca pada umumnya.

Amin....

Bogor, Maret 2013

(9)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Rum. Lahir diJakarta, 16 Januari 1990 dari ayah Edy Syafruddin dan Ibu Ita Nurhasanah sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Pada Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Bukit Duri, kemudian melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor dan lulus pada tahun 2008. Melalui jalur Ujian Tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan pengembangan potensi diri seperti pelatihan, seminar dan organisasi baik yang ada di dalam dan luar kampus serta pernah bekerja part time demi memenuhi kebutuhan kehidupannya. Organisasi yang pernah diikuti adalah Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyah IPB (LDK) sebagai staf dep. Bimbingan Remaja Anak pada tahun 2007/2008, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian IPB sebagai staff Dep. Publik Relations pada tahun 2009/2010, Leadership and Enterpreneurship School (LES) IPB sebagai Wakil Ketua pada tahun 2010, Koodinator Wushu Kungfu Naga Mas Ponpes Darul Muttaqien pada tahun 2010, Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) sebagai anggota pada tahun 2010/2011, dan Forum Agroindustri Indonesia sebagai anggota pada tahun 2009/2012. Pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2011, penulis melaksanakan praktek lapang di Pabrik Cognis Indonesia (yang sekarang telah berubah menjadi PT. BASF Indonesia, depok

dengan judul laporan praktek lapang “Mempelajari Kinerja Surfaktan dengan Bahan

Aktif Paraquat dan Pengaruhnya dalam Uji Efikasi pada Tanaman Alang-alang”.

Tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Surfactant and

Bioenergy Research Center (SBRC) dengan judul “Sintesis Surfaktan Alkil

Poliglikosida dari Fatty Alcohol C16 Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan

(10)

BIODATA PENULIS

Muhammad Rum. Lahir diJakarta, 16 Januari 1990 dari ayah Edy Syafruddin dan Ibu Ita Nurhasanah sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Pada Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Bukit Duri, kemudian melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor dan lulus pada tahun 2008. Melalui jalur Ujian Tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan pengembangan potensi diri seperti pelatihan, seminar dan organisasi baik yang ada di dalam dan luar kampus serta pernah bekerja part time demi memenuhi kebutuhan kehidupannya. Organisasi yang pernah diikuti adalah Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyah IPB (LDK) sebagai staf dep. Bimbingan Remaja Anak pada tahun 2007/2008, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian IPB sebagai staff Dep. Publik Relations pada tahun 2009/2010, Leadership and Enterpreneurship School (LES) IPB sebagai Wakil Ketua pada tahun 2010, Koodinator Wushu Kungfu Naga Mas Ponpes Darul Muttaqien pada tahun 2010, Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) sebagai anggota pada tahun 2010/2011, dan Forum Agroindustri Indonesia sebagai anggota pada tahun 2009/2012. Pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2011, penulis melaksanakan praktek lapang di Pabrik Cognis Indonesia (yang sekarang telah berubah menjadi PT. BASF Indonesia, depok

dengan judul laporan praktek lapang “Mempelajari Kinerja Surfaktan dengan Bahan

Aktif Paraquat dan Pengaruhnya dalam Uji Efikasi pada Tanaman Alang-alang”.

Tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Surfactant and

Bioenergy Research Center (SBRC) dengan judul “Sintesis Surfaktan Alkil

Poliglikosida dari Fatty Alcohol C16 Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan

(11)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi secara sintetis kimiawi ataupun biokimiawi. Surfaktan dimanfaatkan pada industri sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier dan lain-lain. Penambahan surfaktan tersebut diduga akan mengoptimalkan kinerja dari bahan aktif yang akan digunakan. Penggunaan yang luas ini memberikan peluang yang cukup banyak untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

Salah satu jenis surfaktan yang sedang dikembangkan saat ini adalah surfaktan alkil poliglikosida (APG). Surfaktan jenis APG ini merupakan surfaktan bersifat nonionik, karena pada gugus polar (hidrofilik) dan nonpolarnya (hidrofobik) tidak bermuatan. Sifat hidrofobiknya terdapat pada gugus alkil dan sifat hidrofiliknya terdapat pada molekul glukosa. Biasanya gugus alkil dari APG

berasal dari fatty alcohol dan glukosa berasal dari pati-patian alami yang

dilakukan proses butanolisis untuk membentuk glukosa. Pada bahan baku surfaktan jenis APG yang bersifat alami tersebut, memiliki kelebihan yang sangat baik. Penggunaan aplikasi surfaktan alkil poliglikosida sangat luas, salah satu

alternatif pengembangannya untuk aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery).

Fungsi surfaktan pada kegiatan EOR adalah untuk menurunkan tegangan antarmuka antara minyak yang terperangkap dibatu-batuan reservoir dengan air formasi sehingga surfaktan akan mampu melepaskan minyak tersebut dari reservoir

Alkil Poliglikosida yang selama ini dikenal adalah berbahan baku fatty

alcohol berantai pendek (C8 − C12). Sejauh ini belum ditemukan jenis surfaktan

APG yang dihasilkan dari rantai fatty alcohol yang lebih panjang. Karena itu pada

penelitian ini dicoba menggunakan fatty alcohol dengan rantai panjang yang lebih

panjang yaitu fatty alcohol C16. Menurut beberapa literatur, panjang rantai C16

untuk komponen hidrokarbon memberikan sifat detergensi terbaik untuk proses produksi surfaktan dengan masa yang sedikit, sehingga diharapkan surfaktan APG yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk EOR. Proses produksi surfaktan yang digunakan adalah metode sintesis APG 2 tahap. Oleh karena itu penelitian ini

berusaha mensintesis surfaktan APG dari fatty alcohol (C16) sawit dan glukosa

cair 85% dengan perlakuan perbedaan nisbah mol reaktan.

Tujuan

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui rasio nisbah mol reaktan

terbaik untuk sintesis Alkil Poliglikosida dan fatty alcohol minyak sawit C16

(12)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Glukosa

Gugus hidrofilik dari molekul APG berasal dari karbohidrat. Untuk proses

sintesis sumber karbohidratnya dapat bersumber dari pati atau dari glukosa. Pemilihan bahan baku tidak hanya mempengaruhi biaya bahan baku, tetapi juga biaya produksi. Pemilihan penggunaan bahan baku gula akan meningkatkan biaya bahan baku, tetapi dapat menurunkan biaya produksi karena peralatan yang digunakan lebih sedikit (Gambar 1).

Alkohol Lemak

Fatty alcohol merupakan turunan dari minyak nabati seperti minyak kelapa

maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai fatty alcohol alami

sedangkan turunan dari petrokimia (parafin dan etilen) dikenal sebagai fatty

alkohol sintetis (Hill, 1996). Fatty Alcohol adalah termasuk salah satu jenis bahan

oleokimia dasar, merupakan alkohol rantai panjang. Alkohol Alifatik dengan

panjang rantai antara C6 sampai C22. Sebagian besar merupakan rantai lurus serta

dapat diserap atau mempunyai satu atau lebih ikatan ganda. Alkohol dengan

(13)

Menurut Suryani et al (2001), fatty alcohol diturunkan dari asam lemak dan metil ester melalui reaksi hidrogenasi. Reaksi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :(i)Minyak nabati ditransesterifikasi menjadi metil ester, lalu

dihidrogenasi menjadi fatty alcohol. (ii)Minyak nabati dihidrolisis menjadi asam

lemak, lalu dihidrogenasi menjadi fatty alcohol. Untuk menghasilkan fatty alcohol

terlebih dahulu dilakukan transesterifikasi yang merupakan proses paling efektif untuk transformasi molekul trigliserida menjadi molekul ester asam lemak. Transesterifikasi melalui reaksi antara alkohol dan molekul trigliserida dengan adanya katalis asam atau basa.

Butanol

Senyawa n-butanol pertama kali ditemukan pada tahun 1852 oleh Wyrtz dengan cara memisahkan n-butanol dari campuran-campuran amil alkohol (minyak fusel). Kemudian pada tahun 1871, Lieben dan Rossi berhasil memperoleh n-butanol dari reduksi n-butiraldehid. n-Butanol yang memiliki

rumus kimia C4H9OH, merupakan produk hasil reaksi n-butiraldehid dengan

hidrogen. Butanol merupakan cairan putih jernih dan berbau tajam. Produksi n-butanol sebagian besar digunakan pada pembuatan resin urea formaldehid dan

plasticizer dibutil pthalat. Disamping itu n-butanol juga digunakan untuk : (i)bahan pelarut (solvent), (ii)pembuatan pernis nitroselulosa, (iii)pembuatan minyak rem,(iv)bahan ekstraksi pembuatan antibiotik, vitamin, dan hormon, (v)bahan pelarut ekstraksi minyak, (vi)pembuatan 2.4-dikloropenoksi asam asetat yang merupakan racun rumput, (vii)bahan pengering azeotrop (azeotropic dehidrating agent), (viii)pembuatan bahan-bahan kimia seperti butil amina, butil stearat, butilena, asam butirat, dan dibutil anilin.

Surfaktan

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface

active agent) yang mempunyai struktur bipolar, sehingga menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antar muka antara fase yang berbeda derajat polaritas dan

ikatan hydrogen seperti minyak dan air (Suryani et al., 2000). Menurut Allen dan

Roberts (1993), surfaktan merupakan bahan kimia yang berpengaruh pada aktifitas permukaan. Surfaktan memiliki kemampuan untuk larut dalam air dan minyak. Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian yaitu gugus yang larut dalam minyak (hidrofob) dan gugus yang larut dalam air (hidrofil). Surfaktan yang memiliki kecenderungan untuk larut dalam minyak dikelompokkan dalam

surfaktan oil soluble , sedangkan yang cenderung larut dalam air dikelompokkan

(14)

Alkil Poliglikosida (APG)

Surfaktan Alkil Poliglikosida pertama kali dikenal sekitar tahun 1983 oleh Emil fischer (Margaretha, 1999). APG merupakan surfaktan yang ramah lingkungan karena disintesis dengan bahan baku yang berbasis pati (kentang,

sagu, tapioka, jagung dan lain-lain) dengan fatty alcohol berbasis minyak nabati

(kelapa, sawit, rapeseed, soy bean, bunga matahari). Proses produksi APG dapat

dilakukan melalui dua prosedur yang berbeda, yaitu prosedur pertama berbasis

bahan baku pati dan fatty alcohol sedangkan prosedur kedua berbasis bahan baku

dekstrose dan fatty alcohol. Diagram proses pembuatan APG disajikan pada

Gambar 2.

Menurut Hill (2000), proses sintesis APG dapat dilakukan melalui dua

prosedur yang berbeda. Prosedur pertama, berbasis pati–fatty alcohol melalui

proses butanolisis dan transasetalisasi, sedangkan prosedur kedua yang berbasis

dekstrosa–fatty alcohol hanya melalui proses asetalisasi yang selanjutnya dari

masing–masing prosedur masuk ke proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan

pemucatan.

(15)

Pada diagram proses Gambar 4 tersebut dapat dilihat perbedaan proses sintesis APG antara tahap prosedur pertama dengan kedua. Prosedur pertama,

berbasis pati-fatty alcohol melalui proses butanolisis dan transasetalisasi,

sedangkan prosedur kedua yang berbasis dekstrosa–fatty alcohol hanya melalui

proses asetalisasi yang selanjutnya dari masing–masing prosedur masuk ke proses

netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Proses produksi APG melalui

proses asetalisasi dilakukan dengan mencampurkan fatty alcohol dan glukosa

dengan perbandingan 2:1 sampai dengan perbandingan 10:1 dengan katalis asam

p-toluene sulfonat. Kondisi reaksi diatur pada suhu 100–120°C selama 3–4 jam

pada tekanan 15–25 mmHg. Setelah itu, dilakukan netralisasi sampai pH 8–10

dengan menggunakan NaOH 50 % pada suhu 80°C. Setelah tahap tersebut akan

terbentuk APG kasar yang masih bercampur dengan residu (air + fatty alcohol)

yang tidak bereaksi sehingga dilakukan pemisahan dengan menggunakan distilasi

vakum untuk mengeluarkan residu. Pemisahan fatty alcohol dilakukan pada suhu

160–200°C dan tekanan 15 mmHg. Tahap akhir adalah pemucatan untuk

memperoleh APG murni pada suhu 50–100°C kurang lebih selama 2 jam

(Indrawanto, 2007).

Menurut Wuest et al., (1992), sintesis surfaktan APG dapat pula dilakukan

dengan reaksi 2 tahap dari pati atau hasil degradasi pati seperti poliglukosa atau sirup glukosa, tahap pertama direaksikan dengan alkohol rantai pendek, terutama butanol, dan tahap kedua transasetalisasi direaksikan dengan rantai lebih panjang

C8–22 terutama C12–18 dari fatty alkohol bahan baku alami. Reaksi butanolisis

dilakukan pada temperatur diatas 125oC dan dibawah tekanan 4–10 bar dalam

zone reaksi tertutup. Reaksi transasetalisasi dilaksanakan pada temperatur

dibawah temperatur 115–118oC dengan kondisi vakum. Campuran reaksi kedua

rasio molar pati dihitung sebagai anhidroglukosa, terhadap alkohol rantai panjang

1: 1.5–1: 7, 1:2.5 ke 1:7, 1:3 ke 5. Sedangkan rasio molar sakarida : air = 1:5–

1:12, 1:6–1:12, 1:6–1:9, 1:6–1:8. Pada Gambar 4 sintesis APG dengan satu tahap

dan dua tahap.

Tahapan proses sintesa alkil poliglikosida (APG) dengan dua tahap meliputi tahap dasar sebagai berikut:

1. Reaksi glikosida (glycosidation) dengan menggunakan katalis asam untuk

mereaksikan sumber monosakarida dengan butanol untuk membentuk butil glikosida dengan menghilangkan air yang terbentuk selama reaksi.

(16)

2. Transglikosida (transglycosidation) mereaksikan butil glikosida dengan

alkohol rantai panjang (C8–C20) untuk membentuk rantai alkil poliglikosida

rantai panjang dengan menghilangkan butanol selama reaksi

3. Netralisasi dari katalis asam yang digunakan.

4. Destilasi untuk menghilangkan alkohol rantai panjang yang tidak bereaksi

5. Pemucatan untuk meningkatkan warna dan bau dari produk alkil

poliglikosida (APG)

6. Isolasi alkil poliglikosida (APG).

Untuk reaksi satu tahap monosakarida langsung direaksikan dengan alkohol rantai panjang selanjutnya langsung dilanjutkan ke tahap reaksi nomor 3 sampai 6

(Buchanan et al., 1998).

3 METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi alkil poliglikosida

(APG) ini adalah alkohol lemak dari minyak kelapa sawit (C16), glukosa cair,

butanol, xylen, aquades, katalis PTSA, NaOH, silicon oil, dan minyak bumi. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi alkil poliglikosida (APG) adalah

reaktor bertekanan, pemanas listrik, hot plate magnetic stirrer, pompa vakum,

sentrifuse, saringan vakum, dan pompa air. Sedangkan untuk analisis IFT

menggunakan tensiometer spinning drop. Gambar reaktor, pompa vakum, glukosa

cair, fatty alcohol, butanol dan katalis PTSA terdapat pada Lampiran 1.

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan bulan Maret 2012 sampai Desember 2012. Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant and Bioenergy Research Center, SBRC)–LPPM IPB, Bogor.

Metode Penelitian

Proses sintesis surfaktan APG diawali dengan butanolisis terhadap glukosa

cair dengan bantuan katalis PTSA pada suhu 150OC selama 30 menit dan tekanan

2–4 bar. Pada proses ini akan dihasilkan butil glikosida. Kemudian dilakukan

proses transasetalisasi dengan memasukkan fatty alcohol C16 dan bantuan katalis

PTSA. Pada proses ini dilakukan perlakukan perbedaan nisbah mol glukosa

dengan fatty alcohol sebanyak 5 taraf, yaitu: 1:1.5, 1:2, 1:2.5, 1:3 dan 1:3.5.

Tahapan selanjutnya dilakukan netralisasi terhadap asam dari katalis dengan menggunakan NaOH 50% hingga tercapai pH 6-8, proses selanjutnya destilasi

(17)

formasi minyak dimana uji yang dilakukan meliputi IFT, densitas, warna, pH,

HLB, dan thermal stability. Diagram alir sintesis surfaktan APG pada penelitian

ini dapat dilihat pada Gambar 5. Cara menghitung kebutuhan gram butanolisis, katalis PTSA dan Fatty Alcohol dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini. Lampiran 3a menunjukkan hasil perhitungan perlakuan yang dilaksanakan pada penelitian ini.

Perhitungan jumlah massa tiap bahan:

 Kebutuhan Butanol dan PTSA untuk proses butanolisis

Basis 61 gram glukosa cair 85% (Mr = 180), butanol (Mr = 74,5) Perbandingan mol glukosa : mol butanol = 1:5.9

 Proses Transasetalisasi adalah mereaksikan butyl glikosida yang

dihasilkan dari proses butanolisis dengan fatty alcohol rantai panjang.

Basis 61 gram glukosa cair 85% (Mr = 180), fatty alcohol (Mr = 242,5)

Perbandingan nisbah mol glukosa : mol fatty alcohol = 1:1.5

(18)

Tahap Analisis Kinerja APG

APG yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis kinerjanya meliputi tegangan antarmuka, densitas, stabilitas pembusaan, stabilitas emulsi, pH, dan

Hydrofilic and Lipofilic Balance (HLB). APG dengan perlakuan terbaik kemudian

dianalisis kinerjanya untuk aplikasi enhanced oil recovery (EOR) seperti filtrasi,

thermal stability, kelakuan fasa (phase behavior). Prosedur uji analisis kinerja APG dan aplikasi EOR APG terlampir dalam Lampiran 2.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah metode rancangan acak lengkap dengan 2 kali pengulangan. Persamaan berikut adalah model rancangan percobaan pada penelitian ini.

(19)

Yijk = μ + Ai + εijk

Keterangan:

Yik = Nilai pengamatan akibat pengaruh faktor suhu taraf ke-i pada

ulangan ke-k

μ = Nilai rata-rata

Ai = Pengaruh faktor nisbah mol pada taraf ke-i

εijk = Pengaruh kesalahan percobaan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Alkil Poliglikosida

Surfaktan APG menggunakan alkohol lemak dari minyak kelapa sawit dan sumber karbohidrat berupa glukosa dari pati singkong atau ubi kayu. Pada

penelitian alkohol lemak yang digunakan untuk sintesis APG adalah fatty alcohol

C16 sawit dan glukosa cair 85% dengan menggunakan katalis asam para-toluene

sulfonat (PTSA). Penelitian difokuskan untuk mengetahui kondisi nisbah mol reaktan yang terbaik dengan menggunakan metode proses dua tahap untuk aplikasi pada EOR (enhanced oil recovery).

Berdasarkan rancangan percobaan di atas, maka konsentrasi taraf yang dibuat adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Perbandingan Nisbah Mol

(20)

Gambar 5 Bahan baku fatty alcohol C16 dari PT. Ecogreen Oleochemica

Gambar 6 Bahan baku glukosa cair 85%dari PT. Gunung Mas Raya Sugarindo

Sintesis APG dilakukan dengan proses dua tahap, diawali dengan proses

butanolisis pada suhu 140-150oC selama 2 jam dengan tekanan pada reaktor 1-4

bar. Glukosa cair 85% ditimbang terlebih dahulu sebagai basis hitung untuk

penambahan fatty alcohol. Bobot glukosa yang dimasukkan kedalam reaktor

dijadikan sebagai basis untuk penambahan fatty alcohol. Butanol ditambahkan

sebanyak 1:5,9 mol/mol antara butanol dengan glukosa, dan ditambahkan katalis PTSA sebanyak 1,13% dari jumlah glukosa yang dimasukkan.

Proses inti dari sintesis APG ini adalah mereaksikan karbohidrat dengan

fatty alcohol dengan katalis PTSA selama 2 jam. Pada proses ini dilakukan percobaan proses dengan melakukan perbedaan nibah mol reaktan antara glukosa

cair 85% dengan fatty alcohol C16 sawit sebanyak 5 taraf yaitu1:1,5 ; 1:2, 1:2.5,

1:3 dan 1:3.5. Setelah tahapan proses transasetalisasi ini selesai maka proses akan dihentikan dengan penambahan NaOH 50% hingga tercapai pH antara 6-8 pada

suhu reaksi 80-90oC selama 30 menit, proses ini dinamakan proses netralisasi.

Selanjutnya akan dilakukan proses destilasi untuk memisahkan fatty alcohol yang

tidak ikut beraksi dengan cara meguapkannya pada kondisi vakum dengan suhu

180-200 oC selama 2 jam. Hasil akhir sintesis APG berupa padatan, berwarna

hitam dan beraroma khas. Seperti diketahui titik beku fatty alcohol C16 adalah

49oC, sedangkan suhu ruang berkisar pada 27-32 oC. APG yang dihasilkan

melalui proses ini sangat baik dan cepat larut didalam air. Gambar 8 menunjukkan sampel APG yang dihasilkan.

i ii iii

(21)

Analisis Sifat Fisika Kimia APG

Surfaktan APG yang dihasilkan, dianalisa sifat fisiko-kimia produk surfaktan APG. Analisa yang dilakukan adalah meliputi pH, HLB, densitas,

kestabilan emulsi,interfacial tension (IFT), dan stabilitas busa. Sedangkan analisa

yang dilakukan untuk mengetahui kinerja surfaktan APG adalah thermal stability,

fase behaviour, dan filtrasi. Surfaktan untuk EOR harus memenuhi kriteria utama

diantaranya low interfacial (IFT < 10-3), kompatibel dengan air formasi, stabil

pada suhu dan salinitas reservoir, fasa III (fasa tengah) / fasa bawah, adsorpsi

<400 μg/g core, filtrasi rasio <1.2; dan oil recovery incremental 15–20% OOIP.

(BP Migas, 2009).

Analisis Ph

Uji pH surfaktan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keasaman surfaktan yang dihasilkan. Dengan diketahuinya nilai pH tersebut, maka dapat diketahui seberapa besar korosif yang dapat ditimbulkan bila kontak dengan peralatan fasilitas injeksi surfaktan. Nilai pH surfaktan sebaiknya sesuai dengan karakter air formasi yang akan digunakan untuk melarutkan surfaktan. Air formasi yang diambil dari dalam perut minyak bumi mempunyai kandungan ion-ion negatif dan positif dengan konsentrasi tertentu. Adanya ion-ion-ion-ion tersebut dapat mempengaruhi nilai pH dari larutan surfaktan APG.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah

mol glukosa dengan fatty alcohol C16 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH

APG yang dihasilkan. Karena APG mempunyai sifat yang tidak bermuatan sehingga menyebabkan tidak terjadi peningkatan atau penurunan nilai pH pada larutan APG yang dilarutkan pada air formasi. Pada Gambar 10 dapat dilihat pengaruh nilai pH dari APG yang dihasilkan.

Hasil analisis dari gambar diatas dapat dilihat bahwa APG mempunyai nilai

pH yang dihasilkan berkisar yaitu 8.2–8.5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

Gambar 8 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan fatty alcohol C16

(22)

nilai pH yang dihasilkan oleh larutan APG dalam air formasi sudah memenuhi

syarat formula surfaktan untuk EOR yaitu 6–8 (BPMIGAS, 2009).

Analisis Stabilitas Busa

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol

glukosa dengan fatty alcohol C16 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai stabilitas

busa APG yang dihasilkan. Pengaruh nilai kestabilan busa larutan surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 9.

Dari nilai pembusaan yang didapatkan terlihat bahwa nilai busa hanya

sekitar 4–7% saja. Nilai kestabilan busa hasil sintesis APG ini terbilang rendah,

karena busa tersebut hilang pada waktu kurang dari 45 menit. Kecilnya nilai

persentase busa yang dihasilkan karena fatty alcohol yang digunakan adalah fatty

alcohol C16 yang memang kecil pembusaannya namun bagus sifat detergensinya,

sehingga cocok digunakan untuk aplikasi EOR.

Analisis Densitas

Densitas adalah massa per satu satuan volume. Analisis densitas dilakukan dengan menggunakan alat density meter. APG dilarutkan dalam air formasi dari sumur minyak bumi yang akan diinjeksikan. Hasil analisis sidik

ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty

alcohol C16 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai densitas APG yang dihasilkan.

Pengaruh nilai densitas larutan surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan fatty alcohol C16

(23)

Gambar di bawah menunjukkan APG yang dihasilkan mempunyai nilai densitas yang mendekati nilai densitas air yaitu berkisar antara 0.981 s/d 0.984

gr/cm3. Nilai densitas APG tersebut menunjukkan bahwa APG larut dalam air,

sehingga dapat dikatakan APG compatibel untuk EOR, karena APG larut

sempurna dalam air formasi.

Analisis Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB)

HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) merupakan nilai yang ditentukan

dari perbandingan antara gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Rosen (2004) mengatakan bahwa penggunaan surfaktan sebagai formulasi bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent) adalah yang dapat meningkatkan kestabilan emulsi, meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan serta meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan antarmuka antara fasa minyak dan fasa air. Hasil pengukuran HLB dapat dilihat pada Gambar 11.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol

glukosa dengan fatty alcohol C16 berpengaruh sangat nyata terhadap nilai HLB

APG yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah perlakuan perbandingan mol 1:1.5 paling rendah yaitu 6. Perlakuan 1:2, 1:2.5 dan 1:3.5 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Selanjutnya perlakuan 1:3 menunjukkan nilai tengah HLB tertinggi yaitu sebesar 9.5. Hasil nilai HLB pada lima perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 10 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan fatty alcohol C16

(24)

HLB merupakan nilai yang bergantung pada perbandingan antara rantai hidrofilik dan lipofilik suatu molekul surfaktan.Semakin panjang rantai hidrofilik maka semakin tinggi nilai HLB, sebaliknya semakin panjang rantai lipofilik maka semakin rendah nilai HLB. Surfaktan yang memiliki nilai HLB yang sama dapat berbeda dalam hal kelarutannya. Surfaktan mempunyai dua aksi yang berbeda yaitu membantu pembentukan suatu sistem emulsi dan menentukan suatu jenis emulsi yang terbentuk apakah dalam bentuk minyak dalam air (O/W) atau air dalam minyak (W/O). Penentuan suatu jenis emulsi ini berhubungan erat dengan

nilai HLB (Suryani, et al. 2000). Dari nilai HLB yang didapat maka APG yang

dihasilkan tergolong sebagai pengemulsi W/O, Wetting agent, dan Detergen.

Analisis Stabilitas Emulsi Apg

Pengamatan kestabilan emulsi dilakukan secara visual kemudian dihitung

penurunan tinggi emulsi. Hasil pengujian menunjukkan penambahan

perbandingan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 pada surfaktan APG

dalam larutan emulsi menyebabkan semakin rendah nilai kestabilan emulsinya. Emulsi yang dihasilkan dari pengujian dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 11 Pengaruh rasio-molar Gluko 85% dan Fatty Alcohol C16

terhadap nilai HLB Surfaktan APG yang Dihasilkan.

Tabel 2 Nilai tengah HLB pada perlakuan lima perbandingan rasio

molar glukosa dengan Fatty Alcohol C16

Sampel Nilai Tengah

APG A 6,0000c

APG B 8,0000b

APG C 8,0000b

APG D 9,5000a

APG E 8,0000b

(25)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah

mol glukosa dengan fatty alcohol C16 berpengaruh sangat nyata terhadap nilai

stabilitas emulsi APG yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah perlakuan perbandingan mol 1:1.5 paling tinggi yaitu sebesar 0.45 sehingga memberikan pengaruh yang lebih nyata dibandingkan dengan perbandingan 1:2. 1:2.5, 1.3 dan 1:3.5. Dan untuk perbandingan nisbah mol 1:2 dan 1:2.5 tidak berbeda satu sama lain akan tetapi ada perbedaannya apabila dibandingkan dengan perbandingan nisbah mol 1:3 dan 1:3.5. Pengaruh

perbadingan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 terhadap nilai stabilitas

emulsi dapat dilihat pada Gambar 13. Dari Grafik dapat dilihat bahwa APG yang menggunakan perbandingan nisbah mol 1:1.5 mempunyai nilai kestabilan emulsi yang lebih tinggi dari empat perbandingan nisbah mol lainnya. Hal tersebut menunjukkan APG yang menggunakan perbandingan nisbah mol 1:1.5 mempunyai daya emulsi yang lebih baik.

Gambar 12 Hasil pengujian stabilitas emulsi pada larutan APG 0.1%; 0.5%; dan 1 %

Gambar 13 Grafik nilai kestabilan emulsi dari APG

(26)

Analisis Tegangan Antarmuka

Nilai IFT merupakan nilai dari kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka dari 2 permukaan fase cairan. Semakin rendah nilai IFT, maka semakin bagus kinerja surfaktan, karena fungsi surfaktan ialah menurunkan tegangan antar muka hingga sekecil mungkin. Dari Gambar 14 dapat diketahui bahwa surfaktan terbaik adalah surfaktan dengan sampel A yaitu surfaktan dengan

perlakuan perbedaan nisbah mol glukosa dan fatty alcohol C16 sebesar 1:1,5.

Surfaktan ini memiliki nilai IFT rata-rata yang mendekati nol yaitu sebesar 5.56 x

10-2 dyne/cm pada sampel A.

Nilai IFT yang tinggi yaitu sebesar 3.26 x 100 dyne/cm. Hasil ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty

alcohol C16, maka semakin tinggi nilai IFT yang dihasilkan sehingga semakin

rendah kinerja surfaktan tersebut. Sampel APG dengan nilai IFT terbaik akan

dilanjutkan untuk uji kinerja surfaktan APG pada aplikasi enhanced oil recovery

(EOR). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah

mol glukosa dengan fatty alcohol C16 berpengaruh sangat nyata terhadap nilai

Interfacial Tension APG yang dihasilkan. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah perlakuan perbandingan 1:1.5 paling rendah yaitu sebesar 0.0556 dyne/cm. Perlakuan 1:2, 1:2.5 dan 1:3.5 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Selanjutnya perlakuan 1:3 menunjukkan nilai tengah HLB tertinggi yaitu sebesar 3.2554. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi

perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16, maka semakin tinggi nilai

IFT yang dihasilkan sehingga semakin rendah kinerja surfaktan tersebut.

Kinerja APG Untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR)

Penentuan surfaktan yang akan diuji lanjut pada aplikasi enhanced oil

recovery (EOR) berdasarkan nilai IFT terkecil dari sampel keseluruhan yaitu

sampel A yang memiliki nilai tegangan antarmuka 4,69 x 10-2 dyne/cm. Surfaktan

dengan ultralow interfacial tension (<10-2 dyne/cm) dapat diduga mampu

meningkatkan oil recovery sekitar 10−20% (Akzo Surfactant 2006). Uji kinerja

APG untuk aplikasi EOR adalah uji kelakuan fasa, uji thermal stability, dan uji

filtrasi.

(27)

Analisis Thermal Stability APG

Uji thermal stability bertujuan untuk mengetahui kestabilan formula larutan surfaktan yang akan digunakan terhadap suhu reservoir lapangan minyak. Suhu pada reservoir lapangan minyak lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ruang.

Kondisi thermal merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

degradasi formula surfaktan. Nilai densitas minyaknya sebesar 0.81124

(dyne/cm). Data pengamatan diambil pada selang waktu dari hari pertama, ke-14

dan hari ke-28 pada minggu ke-4. Data hasil pengamatan dapat dilihat dari Tabel 3 dibawah ini.

Pengaruh lama pemanasan terhadap nilai IFT dapat dilihat pada Gambar

15. Nilai IFT yang didapat dari hasil pengujian thermal stability selama 28 hari

menunjukkan hasil yang relatif konstan. Pada minggu kedua tidak terjadi

peningkatan nilai IFT yang signifikan yaitu meningkat menjadi 5.92x10-2. Dan

pada minggu ke-4 pengamatan nilai IFT mengalami peningkatan kembali menjadi

6.58x10-2. Peningkatan nilai IFT dari larutan surfaktan tersebut dapat dikatakan

bahwa larutan surfaktan mulai tahan terhadap temperatur tinggi. Dan hasil pengujian IFT dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 3 Hasil pengujian thermal stability formula surfaktan APG pada

suhu reservoir

(28)

Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-3

Analisis Phase Behavior Surfaktan APG

Uji phase behavior bertujuan untuk melihat terbentuknya fasa antara larutan surfaktan dengan minyak bumi. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui

compatibility atau kecocokan antara surfaktan dengan fluida minyak. Penentuan fase ini dilakukan secara visual dengan membandingakan antara fasa larutan surfaktan dan fasa minyak. Larutan surfaktan yang digunakan merupakan APG perbandingan 1:1.5 lalu dilarutkan pada air injeksi dan air formasi lapangan minyak X dengan konsentrasi 0.3%.

Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-14

Gambar 16 Analisis Pengamatan Phase Behaviour Surfaktan APG yang dihasilkan dari Perbedaan Rasio Molar Glukosa Cair 85% dan

(29)

Pengamatan dilakukan selama 7 hari pada temperatur reservoir 80oC. Hasil

pengamatan phase behavior dapat dilihat pada Gambar 19. Pengujian phase

behavior, terjadi emulsi diantara minyak dan air serta kelebihan air pada kedua

tabung saat H1 dan H3. Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi fase atas. Untuk air

formasi dan air injeksi kondisi ini terus berlanjut hingga H14, terjadi kelebihan air

pada formulasi.

Analisis Uji Filtrasi

Uji filtrasi bertujuan untuk mengetahui keberadaan butiran (precipitant)

dalam larutan surfaktan. Pengujian dilakukan dengan melakukan persiapan bahan terlebih dahulu. Diawali dengan pembuatan larutan surfaktan APG 0.3% yang dilarutkan dalam air formasi lapangan X. Kemudian dilakukan penyaringan pada ukuran 500 mesh, 20 µm dan 11 µm.

Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara volume dan waktu, laju alir/

filtration rate (Fr) dari penyaringan surfaktan milipore 0,45 µm. Kemudian dihitung juga dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Pengujian dilakukan dengan membandingkan air formasi lapangan X dengan larutan surfaktan APG 0.3% yang dilarutkan dalam air formasi lapangan X. Diharapkan, nilai dari Fr adalah kurang dari 1.2 karena ini menandakan bahwa hanya sedikit butiran yang terdapat larutan surfaktan. Pada hasil uji filtrasi dengan menggunakan saringan milipore milipore 0,45 µm diperoleh nilai laju alir larutan air formasi 1.2 dan nilai laju alir air larutan surfaktan APG 1.02. Pada pengujian filtrasi yang menggunakan saringan milipore 0.45 µm ini, penyaringan menggunakan alat vakum dengan mengalirkan tekanan 1.5 bar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa larutan surfaktan APG memiliki nilai laju alir air larutan yang lebih kecil dari nilai laju alir larutan air formasi. Grafik perbandingan antara air formasi dan larutran APG dapat dilihat pada Gambar 20.

(30)

5 SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Surfaktan Alkil Poliglikosida dapat disintesis menggunakan fatty alcohol

C16 sawit dan glukosa cair 85 % dengan kondisi proses terbaik adalah pada

perbandingan nisbah mol 1 : 1.5 (glukosa : fatty alcohol) pada suhu proses

transasetalisasi 120−130oC dan lama proses 2 jam. Surfaktan APG yang

dihasilkan berupa serbuk, berwarna gelap, dan larut air. Surfaktan APG terbaik tersebut memiliki nilai pH netral yaitu 8, ini menandakan APG bersifat netral dan baik digunakan pada saat pengaplikasiannya untuk EOR karena tidak menimbulkan korosif pada reservoir. Analisa stabilitas emulsi APG yang didapat pada sampel A berbeda nyata dengan nilai rataan 45%. Semakin tinggi konsentrasi APG maka nilai kestabilan emulsi makin baik. Dari nilai pembusaan yang didapatkan terlihat bahwa nilai busa hanya sekitar 4-6% saja. Nilai kestabilan busa hasil sintesis APG ini terbilang rendah, karena busa tersebut hilang pada waktu kurang dari 45 menit. Kecilnya nilai persentase busa yang

dihasilkan karena fatty alcohol yang digunakan adalah fatty alcohol C16 yang

memang kecil pembusaannya namun bagus sifat detergensinya, sehingga cocok digunakan untuk aplikasi EOR. Analisa uji IFT APG yang dihasilkan melaluui

perbandingan mol glukosa dan mol fatty alcohol C16 1:1,5 memiliki nilai IFT

terbaik. Hal ini terlihat dari nilai IFT yang didapatkan pada APG tersebut yaitu

sebesar 5.56 x 10-2 dyne/cm. Saat dilakukan pengujian IFT ini, juga dilakukan

pengukuran nilai densitas. Semakin tinggi nilai densitas, maka semakin tinggi pula tegangan antar mukanya. Dari nilai HLB yang didapat pada masing-masing APG dengan perlakuan dan pengulangan yang dilakukan berkisar 6-9. Hal ini berarti bahwa APG yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai pengemulsi W/O,

pengemulsi O/W, detergent, dan wetting agent.

Berdasarkan pilihan hasil sintesis APG terbaik akan dianalisa uji kinerja

untuk kesesuaiannya pada aplikasi EOR. Analisa uji pertama adalah uji thermal

stability, dari data hasil pengamatan terlihat perbedaan nilai IFT pada hari ke-0

sampai hari ke-28 tidak terlalu signifikan yaitu masih dalam kisaran 10-2 dyne/cm.

(31)

Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan glukosa 85% menyebabkan kesulitan teknis dalam

penimbangan. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan glukosa dari konsentrasi lebih rendah dari 75%.

2. Nisbah mol reaktan yang digunakan berkisar antara 1.5–3.5 (mol/mol).

Disarankan untuk dicoba nisbah mol yang lebih rendah

6 DAFTAR PUSTAKA

Aczo Nobel Surfactants. 2006. Enhanced Oil Recovery (EOR) Chemicals and

Formulations. Aczo Nobel Surface Chemistry LLC.

Buchanan M, Charles W, dan Matthew J. Penemu; United States Paten, 20 Juni

1998. Process for Making Alkylpolyglycosides. US006077945.

Buckley J.S, Takamura, K. and Morrow N.R. 1989. Influence of Electrical

Surface Charges on The Wetting Properties of Crude Oils. SPE Reservoir Engineering.

BPMIGAS.2009. Spesifikasi Teknis Surfaktan untuk Aplikasi EOR. BP MIGAS, Chitra PD. 2005. Kinetika Reaksi Hidrolisa Kulit Durian Menjadi Glukosa dengan

Katalisator HCl pada Tangki Berpengaduk. Laporan Penelitian Teknik Kimia. Surabaya: UPN Veteran. Jatim

Halimatuddahliana. 2004. “Pembuatan n-Butanol dari Berbagai Proses”.Teknik

Kimia UNSU. SUMUT.

Hill K, Biermann M, Rossmaier H, Eskuchen R, Wuest W, Wollmann J, Bruns A,

Hellmann G, Ott K, Winkle W, K. Wollmann et al. 1996. Patens: “Process

for Direct Production of Alkyl polyglycosides”. Dalam www.uspto.gov. 12

Februari 2007.

Hill K. 2000. “Fats and Oil as Oleochemical Raw Material”. Dalama Pure

Appl.Chem Vol. 72, No. 7, pp. 1255-1264,. Cognis D GmbH, Germany.

Indrawanto R. 2007. Optimasi Nisbah Mol Glukosa-Fatty Alcohol C12 Dan Suhu

Asetalisasi Pada Proses Pembuatan Surfaktan Nonionik Alkyl Polyglycosides (APG). Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor.

Johannson I, and Svensson M. 2001. Surfactants Based on Fatty Acids and Other

Natural Hydrophobes. J Current Opinion in Colloid & Interface Sci

6:178-188.

Margaretha A. 1999. “Synthesis of Fructosa-Based Surfactans”. Ph.D dissertation: Technische Universiteit Delft.

(32)

Sukkary M. M., Nagla A, Aid S. I, dan Azab, W. I. 2007. Synthesis and characterization of some alkyl polyglycosides surfactans. J of Dispersion and Technol 2:129-137

Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2001. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi

Industri Pertanian-Fateta IPB, Bogor.

Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(33)

Lampiran 1 Gambar reaktor dan bahan - bahan yang digunakan

Reaktor berpengaduk

Butanol

Sarung Tangan Katalis PTSA

Glukosa Cair 85% Silikon Oil

(34)

Lampiran 2 Prosedur Analisa surfaktan APG

a. Rendemen

Rendemen (%) = Bobot APG hasil destilasi x 100% Bobot total bahan baku

b. Analisa Uji pH

Masukkan pH meter kedalam larutan APG 10%, yang kemudian baca hasil nilai pH yang terbaca pada alat.

Gambar 18 pH meter digital

c. Analisa Stabilitas Emulsi APG (Modifikasi ASTM D 1436. 2000)

Stabilitas emulsi diukur diantara air dan xilena. Xilena dan air dicampur dengan perbandingan 6:4. Campuran tersebut dikocok selama 5 menit menggunnakan vortex mixer. Pemisahan emulsi antara air dan xilena diukur berdasarkan lamanya pemisahan antar fasa sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan dibandingkan nilainya. Penetapan stabilitas emulsi dengan cara yang sederhana, yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan pemisahan dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100.

d. Analisa Pembusaan APG (Sukkary et al. 2007)

Pengukuran kestabilan busa dilakukan dengan konsentrasi APG 0.5% yang dilarutkan dalam air. Kemudian dimasukkan 5 ml kedalam tabung ulir 10 ml. Kemudian di kocok hingga busa terbentuk. Busa yang terbentuk kemudian diukur tingginya.

Rendemen (%) =Tinggi busa x 100%

Tinggi total larutan

e. Analisa Tegangan Antar Muka (Interfacial Tension) Metode Spinning Drop

(35)

Cara kerja Spinning Drop Interfacial sebagai berikut : hidupkan power dan

tombol lampu pada alat. Panaskan alat spinning drop, kemudian set pada suhu 70

o

C (kondisi percobaan) dengan kecepatan putaran 9000 rpm. Setelah kondisi

tersebut stabil, ke dalam glass tube diisikan larutan surfaktan dengan konsentrasi

yang telah dibuat. Ke dalam glass tube yang telah berisi larutan surfaktan, diberi

tetesan minyak (crude oil). Dalam glass tube tidak boleh ada gelembung udara.

Masukan glass tube ke dalam alat spinning drop, dengan permukaan glass tube

menghadap ke arah luar. Pembacaan radius tetesan dilakukan jika suhu alat telah

mencapai 70oC. Ulangi pembacaan ini sampai didapatkan harga yang konstan dari

pembacaan radius tetesan. Bila pembacaan kurang jelas, fokus lensa dapat diatur. Perhitungan :

Keterangan :

IFT = nilai tegangan antar muka (dyne/m)

Δρ = perbedaan densitas fluida minyak dan larutan surfaktan (kg/m3)

D = radius drop (m)

W = kecepatan angular

Gambar 19 Spining drop interfacial tension TX 500C

f. Analisa HLB APG Metode Titrimetri

Perhitungan nilai HLB dengan mencari persamaan linier dari jenis surfaktan

yang telah diketahui nilainya. Menurut Martin et al. (1970) bahwa nilai HLB dari

tween 80 ialah 15.0; span 20 ialah 8.6; dan asam oleat ialah 1. Untuk kurva standar perhitungan HLB dapat dilihat pada lampiran dibawah ini:

Tabel 4 Data hasil perhitungan kurva standar HLB

Surfaktan Aquades yang dipakai (ml) Rataan HLB

Asam

oleat 14.3 16.8 15,55 1

Span 20 38.3 37,7 38 8.6

Tween

(36)

Gambar 20 Kurva standar APG

g. Analisa Densitas APG

Hidupkan power alat densitometer. Pastikan sel pengukuran bersih dan kering.

Masukkan larutan surfaktan ke dalam sel pengukuran yang terdapat pada alat. Tekan tombol start dan tunggu beberapa menit hingga hasil pengukuran terlihat

pada monitor alat. Catat hasil pengukuran berupa densitas dan specific gravity

yang diperoleh.

Gambar 21 Densitometer DMA 4500M

h. Analisa Thermal Stability APG

Sebanyak 20 ml formula surfaktan 0.3% dimasukkan ke dalam ampul yang

telah diberi label. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu reservoir

80oC, diamati perubahan yang terjadi dan didokumentasikan serta diukur densitas

dan IFT dari masing-masing larutan. Seluruh botol disimpan kembali pada oven

bersuhu reservoir lalu diamati dan didokumentasikan serta diukur densitas dan

(37)

i. Analisa Phase Behavior APG

Minyak mentah disaring dengan menggunakan filter berukuran 10 mikron untuk memisahkan partikel seperti pasir dari minyak mentah. Masukkan 2 ml surfaktan ke dalam ampul berukuran 5 ml lalu ditambahkan 2 ml minyak mentah. Bagian bawah dan atas ampul ditutup dengan cara melelehkan tabung ampul pada bor api. Tempatkan ampul pada media pemanas berisikan minyak dan disimpan

pada suhu reservoir selama 14 hari. Ampul diputar selama waktu penyimpanan

agar cairan tercampur. Jangan dikocok. Selanjutnya, diamati dan dicatat perubahan pada antar muka cairan setelah 24 jam selama 14 hari lama waktu pengamatan pada selang waktu hari pertama, ke-3, ke-5, ke-7, hingga hari ke-14. Cairan dikatakan berada di titik keseimbangan ketika antar muka cairan tidak berubah secara signifikan.

Lampiran 3 Data hasil pengujian tiap uji

a) Bobot tiap bahan dan rendemennya

Sampel glukosa butanol katalis1 katalis2 c16 Total Bobot

b) Data Perhitungan Nilai HLB

(38)

c) Data Nilai pH

d) Data Perhitungan Nilai Pembusaan

Sampel

Tinggi Busa

Rata - rata Tinggi Keseluruhan

(mm) Pembusaan

e) Data Perhitungan Stabilitas Emulsi

Sampel Kestabilan emulsi Kestabilan

(39)

f) Data Hasil Pengujian Interfacial Tension (IFT)

g) Data Hasil Pengujian Thermal Stability

(40)

h) Data pengujian filtrasi air formasi sintetik x 500 mesh

No Volume

(ml)

Waktu Saring

Menit Detik Detik akumulasi Menit

Akumulasi

i) Data pengujian filtrasi air formasi sintetik x 20 µm

No Volume

(ml)

Waktu Saring

Menit Detik Detik akumulasi Menit

Akumulasi

j) Data pengujian filtrasi air formasi sintetik x 11 µm

No Volume

(ml)

Waktu Saring

Menit Detik Detik akumulasi Menit

(41)

k) Data pengujian filtrasi air formasi sintetik x 0.45 µm

No Volume

(ml)

Waktu Saring

Menit Detik Detik akumulasi Menit

Akumulasi

l) Data pengujian filtrasi larutan APG 0.3% 500 mesh

No Volume

(ml)

Waktu Saring

Menit Detik Detik akumulasi Menit Akumulasi

1 0 0:00:00 0 0 0:00:00

m) Data pengujian filtrasi larutan APG 0.3% 20 µm

No Volume

(ml)

Waktu Saring

Menit Detik Detik akumulasi Menit Akumulasi

(42)

n) Data pengujian filtrasi larutan APG 0.3% 11 µm

No Volume

(ml)

Waktu Saring

Menit Detik Detik akumulasi Menit Akumulasi

1 0 0:00:00 0 0 0

2 50 0:02:09 127 127 0:02:07

3 100 0:04:06 244 371 0:06:11

4 150 0:06:01 360 604 0:10:04

5 200 0:07:07 426 786 0:13:06

6 250 0:09:03 539 965 0:16:05

7 300 0:10:47 648 1187 0:19:47

FR 0.97

o) Data pengujian filtrasi larutan APG 0.3% 0.45 µm

No Volume

(ml)

Waktu Saring

Menit Detik Detik akumulasi Menit Akumulasi

1 0 0:00:00 0 0 0:00:00

2 50 0:00:35 36 36 0:00:36

3 100 0:01:26 87 123 0:02:03

4 150 0:02:26 147 234 0:03:54

5 200 0:04:27 247 394 0:06:34

6 250 0:05:01 302 549 0:09:09

7 300 0:06:18 379 681 0:11:21

(43)

Lampiran 4 Data hasil analisis IFT pada surfaktan APG

Rasio molar rektan 1:1.5 (A1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9835 0.1723 0.0497

Rasio molar rektan 1:1.5 (A2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9834 0.1722 0.0621

Rasio molar rektan 1:1.5 (A2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9834 0.1722 0.0664

Rasio molar rektan 1:2 (B1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9831 0.1719 0.4616

Rasio molar rektan 1:2 (B1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

(44)

Rasio molar rektan 1:2 (B2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9829 0.1734 0.6176

Rasio molar rektan 1:2 (B2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9824 0.1712 0.4452

Rasio molar rektan 1:2.5 (C1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9835 0.1723 0.2293

Rasio molar rektan 1:2.5 (C1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9837 0.1725 0.8914

Rasio molar rektan 1:2.5 (C2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9824 0.1712 0.4452

Rasio molar rektan 1:2.5 (C2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

(45)

Rasio molar rektan 1:3 (D1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9837 0.1725 1.5228

Rasio molar rektan 1:3 (D1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9835 0.1723 1.4864

Rasio molar rektan 1:3 (D2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9828 0.1716 1.7175

Rasio molar rektan 1:3 (D2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9827 0.1715 1.6594

Rasio molar rektan 1:3.5 (E1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9837 0.1725 2,647

Rasio molar rektan 1:3.5 (E1)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

(46)

Lampiran 5. Data IFT hasil analisis uji Thermal Stability

Rasio molar rektan 1:3.5 (E2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9832 0.1720 3.7288

Rasio molar rektan 1:3.5 (E2)

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9833 0.1721 4.4329

Pada Hari ke-0

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9832 0.1719 0.0364

Pada Hari ke-14

Densitas

Diff.

Densitas IFT

0.9819 0.1721 0.0592

Pada Hari ke-28

Densitas

Diff.

Densitas IFT

(47)

Lampiran 6 Peralatan dan Instrumen yang digunakan

Oven Saturasi/penjenuhan core

Gambar

Gambar  2   Proses sintesis APG secara satu tahap dan dua tahap
Gambar 3  Sintesis Fischer secara langsung dan dua tahap (Hill, 2000)
Gambar 4  Diagram alir sintesis APG
Tabel 1  Perbandingan Nisbah Mol
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Strategi pengasuhan orang tua single parent dalam membentuk karakter anak TKW di Desa Patutrejo menggunakan strategi nasihat, pembiasaan, keteladanan, serta

Ada reaksi saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia sebelum dan sesudah pengumuman Kabinet Kerja Joko Widodo , dilihat dari hasil uji paired sample t-test

Tanpa suplementasi (Committee on Maternal Nutrition menganjurkan suplementasi besi selama trimester II dan III), cadangan besi dalam tubuh wanita akan habis pada akhir

Tidak jarang perusahaan Korsel yang mempercayakan rencana investasinya untuk diurus melalui perantara/broker yang kurang kredibel (biasanya orang Korea yang sudah lama tinggal

Protokoler Dan Keuangan Pimpinan Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Data Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan Data nama Kategori masih kosong Tampilkan pesan kesalahan “Kategori harus diisi” Dapat menampilkan pesan kesalahan

IKM dan Petani 5 IKM/ tahun Denpa- sar, Buleleng, Bangli, Badung, Tabanan √ √ √ Disperin- dag, Perguruan Tinggi dan Pelaku Usaha.. 18 | Peta Jalan Pengembangan

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Minat Berwirausaha ... Pengertian Minat Berwirausaha ... Aspek - Aspek