• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

SANKSI TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Jinayah Syiasah untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.)

Oleh :

FARID FAUZI

NIM. 1110045100018

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Ditinjau Dari Hukum Islam. Konsentrasi Kepidanaan Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1437 H/2015 M. viii + 73 halaman +1 lampiran.

Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berarti penulis tidak menggunakan sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan, penulis melakukan pengidentifikasian secara sistemis dari sumber yang berkaitan dengan objek kajian. Setelah data diperoleh penulis menganalisis secara yuridis normatif data yang diperoleh terhadap objek kajian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan sanksi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 digololongkan kepada tiga golongan. Sanksi yang diberikan adalah pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun ditambah dengan denda. Dalam hukum Islam penyalahgunaan narkotika dikenakan sanksi, yaitu jarimah ta’zir.

Kata Kunci: jarimah ta’zir

(6)

vi

kita diberikan pilihan untuk hidup dan bersikap sewajarnya manusia yang berfikir, tanpa lupa akan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya. Shalawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita menjadi pengikut beliau yang

diakui serta diberikan syafa’atnya di akhirat kelak. Ậmîn.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang, baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. Dra. Hj. Maskufa, M.Ag dan Dra. Hj. Rosdiana, M.Ag.

3. Dr. H. Abdurrahman Dahlan, M.A selaku dosen pembimbing, yang dengan arahan dan bimbingan beliau saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap dosen fakultas syari’ah dan hukum yang dengan ikhlas

menyampaikan ilmu dan pengetahuannya dalam kegiatan belajar mengajar. 5. Kedua orang tua penulis, Ayah Drs. H. Kosasih S.A.P dan Ibu Sry yuningsih

(7)

vii

6. Alya Hikmah Fauziyah selaku adik yang selalu memberi dukungan khususnya selama penulisan skripsi ini berjalan.

7. Nurfitriana kartini yang selalu memberikan dukungan dan masukan dengan sepenuh hati dari awal sampai akhir dalam penulisan skripsi.

8. Teman-Teman seperjuangan Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Pidana Islama ngkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan motivasi selama menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Kepada sahabat-sahabatku dalam kelompok Kampak Mintul mikael El Dhafin, Andika yudho, Gerardin Ferari, Rijal El Muslim, Ridwan Daus, M.Fadillah (Bedil), Masrur Fuadi (Mas Mukey), Edo Fahmi (Edos), dan Badru Tamam (Gondes) Terima kasih sebanyak-banyaknya yang selalu bersedia menemani penulis baik berdiskusi maupun berpetualang.

10.Kepada sahabatku yang setia menamaniku dalam pembuatan skripsi, Syahuri, Rodhi Firdaus, Jaky, dan M. Heri saya ucapkan beribu-ribu terimakasih.

(8)

viii sekalian.

Ậmîn yâ Rabb al- ‘Ậlamîn.

Jakarta, 30 Maret 2015

(9)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Review Terdahulu... 11

E. Metode Penelitian ... 12

F. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB II NARKOTIKA DAN PERMASALAHANNYA... 17

A. Pengertian Narkotika ... 17

B. Jenis-Jenis Narkotika ... 19

C. Efek Yang Terjadi Dalam Penyalahgunaan Narkotika... 24

BAB III SANKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 ... 29

A. Pengertian Tindak Pidana ... 29

B. Perbuatan-Perbuatan Yang Termasuk Dalam Lingkup Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika ... 32

(10)

x

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Tindak Pidana Narkotika

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ... 54

C. Persamaan Dan Perbedaan Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ... 61

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya disingkat dengan narkoba merupakan masalah sangat kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif, terus menerus dan aktif dengan melibatkan para ahli, pihak penegak hukum, dan seluruh elemen masyarakat.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sitetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Dalam praktek kedokteran, narkotika masih bermanfaat untuk pengobatan, tapi bila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai menurut indikasi medis atau standar pengobatan, akan sangat merugikan bagi penggunanya.

Penyalahgunaan narkotika sudah sampai tingkat yang mengkhawatirkan. Hal itu terlihat semakin maraknya penyalahgunaan narkotika dikalangan para pelajar, remaja, pejabat negara, elit politik, bahkan para aparat keamanan dan penegak hukum itu sendiri.1

Walaupun narkotika adalah bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun di sisi

1

(12)

lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.

Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Keadaan tersebut disebabkan beberapa hal, antara lain adalah kesadaran masyarakat Indonesia tentang kurang taatnya terhadap ajaran agama, norma dan aturan perundang-undangan. Keadaan tersebut diperparah dengan pesatnya pengaruh globalisasi yang membawa arus informasi dan trasformasi budaya yang sangat pesat, diantaranya penyalahgunaan narkoba.

Masyarakat Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya peredaran gelap narkoba, penggunaan narkoba secara ilegal ditengah kehidupan masyarakat.

Narkotika terbagi menjadi beberapa golongan antara lain adalah morphin, heroin, ganja dan cocoain, shabu-shabu, koplo dan sejenisnya. Bahaya penyalahgunaan tidak hanya terbatas pada diri pecandu, melainkan dapat membawa akibat lebih jauh lagi, yaitu gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat yang bisa berdampak pada malapetaka runtuhnya suatu bangsa negara dan dunia.2

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, oleh Pemerintah Republik Indonesia merupakan kebijakan untuk mengendalikan, mengawasi pengguanaan dan peredaran narkotika serta pemberian sanksi terhadap penyalahgunaannya.

2

(13)

Pasal-pasal didalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 merupakan upaya pemberian sanksi pidana bagi pengguna dan pengedar yang menyalahi ketentuan perundang-undangan dengan lebih mengedepankan sisi kemausiaannya. Pengguna yang mengalami kecanduan narkotika dilakukan rehabilitasi agar terbebas kebiasaan menggunakan narkotika.

Berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, didalamnya jelas bahwa pelaku penyalahgunaan narkotika merupakan pelaku tindak pidana narkotika. Disamping itu undang-undang tersebut juga telah mengklasifikasikan para pelaku menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut :

1. Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun secara psikis.

2. Penyalahguna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum (melakukan tindakan hukum).3

Pada pecandu narkotika, hakekatnya mereka lebih tepat dikategorikan sebagai korban pergaulan secara bebas dari ulah tangan para penyalahguna narkotika yang melakukan kejahatan mengedarkan narkotika secara ilegal. Secara khusus, Pskiater (ahli kejiwaan) menganggap bahwa tidak tepat apabila pecandu narkotika diberikan sanksi pidana yang berupa penjatuhan pidana penjara, karena apabila memang itu yang diterapkan, maka yang terjadi adalah pecandu narkotika dapat mengalami depresi berat yang berpotensi tinggi mengganggu mental karena

3

(14)

tidak mendapatkan bantuan dalam bentuk perawatan oleh pihak ahli dalam bidang psikologis (rehabilitasi).4

Pecandu narkotika seharusnya mendapatkan tindakan rehabilitasi oleh ahli pisikolog, hal tersebut bertujuan untuk memberikan pelajaran dan perawatan agar pengguna atau pengkonsumsi narkotika tidak mengulangi perbuatan yang sama dimasa yang akan datang.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009, memiliki kencederuangan memidanakan, baik produsen, distributor, konsumen dan masyarakat dengan mencantumkan ketentuan pidana sebanyak 39 Pasal dari 150 Pasal yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Beberapa materi baru dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, menunjukkan adanya upaya-upaya dalam memberikan efek psikologis kepada masyarakat agar tidak terjerumus dalam tindak pidana narkotika, telah ditetapkan ancaman pidana yang lebih berat, minimum dan maksimum mengingat tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, sangat mengancam ketahanan keamanan nasional.5

Manusia pada dasarnya dapat berbuat berdasarkan kehendak secara bebas menurut akalnya. Tetapi dalam kehidupan bermasyarakat, kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan perbuatan manusia. Ketentuan tersebut berupa norma-norma yang terdapat dalam masyarakat yang bertujuan untuk menjamin ketertiban dalam masyarakat.

4

Siswo Wiratmo, Pengantar Ilmu Hukum, (Yogyakarta: FH. UII, 1990), hlm. 9.

5

(15)

Berlakunya undang-undang ini dijelaskan dalam Pasal 155, disebutkan bahwa, “undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan”. Disahkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika pada tanggal 12 Oktober 2009, maka undang-undang ini telah mempunyai daya mengikat dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika, maka secara otomatis Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 yang harus diterapkan. 6

Sebagaimana hukum positif, dalam hukum Islam terdapat sanksi bagi pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika ini. Pelaku tindak pidana ini dalam hukum Islam dimasukan ke dalam katagori jarimah ta‟zir hal ini disebabkan efek yang ditimbulkan akibat mengkonsumsinya dapat mengganggu kesehatan akal dan jiwa bahkan menyebabkan kematian, perbuatan pidana ini tidak di tentukan dalam Al-Qur’an dan hadis.7

Melihat dari sifatnya, narkotika dapat disamakan dengan khamar, khamar mengandung zat kimia alkohol yang akan merusak kesehatan manusia. Dalam hal ini, berbagai hasil penelitian menemukan bahwa semakin tinggi kandungan kadar alkohol minuman memabukkan, maka semakin tinggi pula pengaruh terhadap kesehatan.8

Alkohol termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menyebabkan ketagihan dan ketergantungan bila dikonsumsi. Karena zat adiktifnya tersebut

6

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, hlm. 27.

7

Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayat), (Bandung; Pustaka Setia, 2000), hlm. 96.

8

(16)

maka orang yang meminumnya lambat-laun disadari atau tidak akan menambah takaran sampai pada dosis keracunan (intoksidasi) atau mabuk.9

Pada zaman klasik, cara mengonsumsi hal-hal yang memabukkan ada yang diolah dalam bentuk minuman sehingga para pelakunya disebut peminum. Pada zaman modern, benda yang memabukkan dapat dikemas menjadi aneka kemasan berupa benda padat, cair, maupun gas, bahkan ada yang dikemas menjadi bentuk makanan, minuman, tablet, kapsul atau serbuk, sesuai dengan kepentingan.10

Syariat Islam mengharamkan khamar sejak 14 abad yang lalu, hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan anugerah dari Allah, dan harus dipelihara sebaik-baiknya. Pada masa kini golongan umat non muslim mulai menyadari akan manfaat diharamkannya khamar setelah terbukti bahwa khamar dan sebagainya (penyalahgunaan narkotika, ganja, dan obat-obatan) membawa mudharat atau efek buruk bagi pengkonsumsi dan lingkungannya.11

Jumhur ulama tidak membedakan antara meminum khamar dan mengkonsumsi minuman keras lainnya. Mereka mengatakan, setiap minuman yang jika banyak bisa memabukkan, maka meskipun sedikit tetap haram, dan itu adalah khamar, hukumnya sama seperti minuman keras yang terbuat dari air anggur dalam hal pengaharamanya dan keharusan peminumnya untuk dikenai hukuman had.12

9

Mardani, Penyalahguaan Narkoba Dalam Perspekif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 88-89.

10

Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 74-76.

11

Ahmad Djazuli, Fikih Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 95-96

12

(17)

Semua jenis bahan yang memabukkan hukumnya tetap haram, seperti khamar, ganja, kokain, heroin, obat-obatan dan semacamnya. Hanya saja karena meminum merupakan unsur penting dalam jarimah minuman khamar maka bahan-bahan yang dikonsumsi tidak dengan jalan diminum, seperti ganja, kokain, heroin, dan semacamnya tidak mengakibatkan hukuman had, melainkan hukuman ta‟zir.13

Nabi Muhammad SAW bersabda :

ْمَخْا ِتَِعُل :ص ِه ُلْوُسَر َلاَق :َلاَق َرَمُع ِنْبا ِنَع

َو اَهِْيَعِب :ٍُجْوَا ِةَرَشَع ىَلَع ُر

اَهَََِ ِلِكآ َو ِْيَلِا ِةَلْوُمْحَمْا َو اَهِلِماَح َو اَهِعاَتْبُم َو اَهِعِئاَب َو اَِرِصَتْعُم َو اَِرِصاَع

.اَهْ يِقاَس َو اَِِِراَش َو

اور(

جام نبا

(

“Dari Ibnu 'Umar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Telah dila‟nat khamr atas sepuluh hal : 1. khamr itu sendiri, 2. pemerasnya, 3. yang minta diperaskan, 4. penjualnya, 5. pembelinya, 6. pengantarnya, 7. pemesannya, 8. yang memakan harganya, 9. peminumnya, dan 10. yang menuangkannya". (HR. Ibnu Majah juz 2, hal. 1121, no. 3380).14

Berdasarkan uraian di atas, penulis perlu melakukan kajian yang spesifik membahas permasalahan pandangan hukum Islam terhadap sanksi penyalahgunaan narkotika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Penulis juga membandingkan, persamaan dan perbedaan dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika di Indonesia.

Permasalahan penyalahgunaan narkotika ini menurut peneliti sangat menarik dibahas, karena meskipun telah terdapat aturan hukum dan sanksi yang

13

Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, hlm. 74-76.

14

(18)

jelas, namun pada kenyataannya penyalahgunaan narkotika ini masih tetap marak bahkan semakin cenderung meningkat khususnya di kalangan para remaja.

Hal ini yang menarik penulis untuk mengetahui dan mengkajinya lebih dalam, dengan mengangkatnya sebagai sebuah kajian ilmiah dengan judul “Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika ditinjau dari Hukum Islam.”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasakan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat menimbulkan beberapa pokok permasalahan, antara lain sebagai berikut: a. Sejauhmana penyalahgunaan narkotika di Indonesia?

b. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan nakotika?

c. Bagaimana ketentuan sanksi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika ?

(19)

f. Apakah penerapan sanksi bagi penyalahgunaan narkotika menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sudah dapat menekan penyalahgunaan narkotika di kalangan masyarakat ?

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan dikaji dan diteliti dibatasi seputar Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika ditinjau dari Hukum Islam.

3. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana ketentuan sanksi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 ?

(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Ada beberapa poin dalam tujuan penulis untuk meneliti sanksi terhadap penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 dan tinjauan hukum Islam antara lain adalah :

a. Untuk mengetahui sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika ditinjau dari hukum Islam.

b. Mengetahui ketentuan sanksi penyalahgunaan narkotika menurut hukum islam.

c. Menemukan kesimpulan dari persamaan dan perbedaan antara hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dalam mengatur sanksi penyalahgunaan narkotika.

d. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Syari’ah dan Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah- Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengharapkan memberikan manfaat yang sangat berguna, diantara manfaat tersebut adalah :

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan dan keilmuan bagi penulis yang berkenaan dengan sanksi tindak pidana narkotika.

(21)

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para penegak hukum dalam menerapkan dan menjalankan hukum di Indonesia.

D. Review Terdahulu

Dari beberapa buku dan literatur dari berbagai sumber, Penulis akan mengambil untuk menjadikan sebuah perbandingan mengenai kajian pandangan Hukum Islam terhadap sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dilihat Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

Buku karangan Mardani yang berjudul “Penyalahguaan Narkoba Dalam Perspekif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional”, Membahas sanksi penyalahgunaan narkoba dalam Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional.15 Dalam buku ini pembahasan lebih kepada Pidana Nasional.

Buku karangan Abdur Rahman I. Doi, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, Membahas ketentuan tindak pidana dan sanksi tindak pidana khamar dalam Syariat Islam.16

Selain itu, sejauh penelusuran di Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum terdapat beberapa pembahasan yaitu:

Skripsi karya Robiatul Adawiah, yang berjudul sanksi penyalahgunaan psikotropika oleh anak-anak (tinjauan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 dan

15

Mardani, Penyalahguaan Narkoba Dalam Perspekif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008).

16

(22)

hukum Islam) yang menguraikan tentang pengertian umum penyalahgunaan psikotropika dan sanksi penyalahgunaan psikotropiika oleh anak.

Sementara kajian ini secara khusus memfokuskan kepada sanksi tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 dan Hukum Islam. Adapun beberapa karya tulis yang ada sebelumnya hanya membahas tindak pidana penyalahgunaan narkotika secara global dan kurang menekankan dan melakukan spesifikasi terhadap sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitaif, sebagaimana dikemukakan oleh Noeng Muhajir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian Kualitatif” bahwa metode kualitatif dilaksanakan dengan cara

mengklasifikasikan dan menyajikan data yang diperoleh dari sumber tertulis.17

Sedangkan sifatnya adalah penelitian pustaka atau bersifat literatur yaitu penelitian yang objek utamanya adalah buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan objek yang akan dibahas. Diantaranya adalah buku karangan Mardani yang berjudul “Penyalahguaan Narkoba dalam Perspekif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional”, diterbitkan tahun 2008 oleh PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

17

(23)

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif doktriner. Pendekatan ini diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang penyalahgunaan narkotika.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis mengambil dari beberapa sumber informasi seperti sumber tertulis dari beberapa sumber berupa buku, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, kamus, jurnal, dan sumber tertulis lainnya. Sumber data tersebut diklasifikasikan menjadi:

a. Sumber data primer, adalah Undang-Undang Nomor 35tahun 2009 tentang narkotika. Sementara untuk buku antara lain: kitab fiqh karangan Wahbah Az-Zuhaili yang berjudul Fiqih Islam Wa Adillatuhu18, dan kitab Ushul Fiqih karangan Abdul Wahab Khallaf.19 b. Sumber data sekunder, yakni kitab-kitab Hukum Pidana Islam, artikel,

jurnal, majalah, serta buku-buku yang membahas tentang narkotika. diantara literatur yang dijadikan sumber rujukan adalah buku karangan Mardani yang berjudul “Penyalahguaan Narkoba dalam Perspekif

Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional”, diterbitkan tahun 2008

oleh PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

c. Buku karangan Abdur Rahman I. Doi,Tindak Pidana Dalam Syariat Islam, diterbirkan pada tahun 1992 oleh PT. Melton Putra, Jakarta, dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

18

Az-Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011)

19

(24)

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data jenis kualitatif yaitu studi pustaka, analisis dokumen, literatur atau naskah yang berkaitan dengan rumusan masalah secara ilmiah dan kualitatif.

4. Pengolahan Data

Adapun cara yang digunakan penulis dalam mengolah data menggunakan pokok analisa pengolahan data dengan menganalisa materi sesuai dengan pembahasan. Masalah pokoknya adalah Pandangan Hukum Islam terhadap sanksi tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009.

Mengenai teknik penulisan, penulis menggunakan buku “ Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukumn Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu Fakultas Syariah dan Hukum 2012.

F. Sistematika Pembahasan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab mempunyia sub-sub bab sebagaimana standar pembuatan skripsi. Secara sistematatis bab-bab tersebut terdiri dari :

(25)

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, study review terdahulu, dan sistematika pembahasan

BAB II : Membahas narkotika dan permasalahannya. Bab ini merupakan kajian deskriptif menurut para pakar dan literatur. Secara sistematik menguraikan uraian pada bab ini meliputi pengertian narkotika, jenis-jenis nakotika dan efek dari penyalahgunaan narkotika.

BAB III : Berjudul sanksi penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Uraian pada bab ini meliputi pengertian tindak pidana, perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam lingkup tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan sanksi terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

(26)
(27)

17

A. Pengertian Narkotika

Secara terminologi, narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.1 Dari pengertian narkotika tersebut adalah narkotika memiliki peranan penting bagi bidang kesehatan, hal tersebut yang menjadi alasan bahwa mengapa narkotika sampai saat ini masih diproduksi dan masih dibutuhkan bagi penggunanya.

Pengertian yuridis tentang narkotika diatur dalam ketentuan Pasal 1 BUTIR 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merumuskan:

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini”.

Menurut M. Ridha Ma’roef, narkotika adalah:

1. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika sintetis. Narkotika alam ialah berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja, hashish, codein, dan cocaine. Narkotika alam ini termasuk dalam pengertian narkotika sempit. Narkotika sintetis adalah termasuk dalam pengertian narkotika secara luas. Narkotika sintetis yang termasuk

1

(28)

1811 `

didalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu: Hallucinogen, Depressant, dan Stimulant.

2. Bahwa narkotika itu mempengaruhi susunan syaraf sentral yang akibatnya dapat menimbulkan ketidak sadaran atau pembiusan, berbahaya apabila disalahgunakan.

3. Bahwa narkotika dalam pengertian ini adalah mencakup obat-obat bius dan obat-obat berbahaya atau narcotic and dangerous drugs.2

Menurut Dr.Yusuf Qardhawi bahwa ganja, heroin, serta bentuk lainnya baik padat maupun cair yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat (narkotik) adalah termasuk benda-benda yang diharamkan syara' tanpa diperselisihkan lagi di antara ulama.3

Narkotika dalam bahasa Inggris disebut “narkotic” yaitu semua bahan obat yang mempunyai efek kerja pada umumnya bersifat:

1. Membius (menurunkan kesadaran);

2. Merangsang (meningkatkan semangat kegiatan/aktivitas); 3. Ketagihan (ketergantungan, mengikat, dependence); 4. Menimbulkan daya berkhayal (halusinasi).4

Narkotika atau zat yang menyebabkan ketidak sadaran atau pembiusan, karena zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral atau saraf pusat

2M. Ridha Ma’roef,

Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008) hlm. 34

3

Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2, (terj. As’ad Yasin), (Jakarta: Gema

Insani, 1995), hlm. 792

4

(29)

1911 `

dengan cara menghisap atau menyuntikan zat tersebut secara terus menerus ke dalam badan.5

Menurut Pendapat Soedarto dalam ceramahnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beliau menarik kesimpulan bahwa “Narkotika merupakan suatu bahan yang menimbulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan sebagainya.6

Pengertian Narkotika secara umum adalah suatu zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan/penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan syaraf pusat, penggunaan narkotika pada dasarnya untuk keperluan bidang kedokteran dan penelitian ilmu pengetahuan.

B. Jenis-Jenis Narkotika

Narkotika memiliki beberapa fungsi dan kegunaan dalam kehidupan manusia, namun ada beberapan jenis atau golongan narkotika yang tidak dibenarkan penggunaannya dalam berbagai hal, melihat dari bahan dasar yang digunakan narkotika terdiri menjadi

1. Narkotika Alami

Bahan dasar yang terdapat dalam jenis ini tidak melalui proses pengolahan yang menjadikan bahan tersebut tidak dapat digunakan sebagai terapi pengobatan, hal ini yang menjadikan resiko besar jika digunakan. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.

5

Jeanne Mandagi, M. Wresniwiro. Masalah Narkoba dan zat adiktif lainnya serta penanggulangannya, (Jakarta: Pramuka Saka Bhayangkara, 1999), hlm. 3

6

(30)

2011 `

2. Narkotika Sintetis / Semi Sintesis

Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstro, propakasifen, deksam, fetamin, dan sebagainya.7

Dalam kehidupan masyarakat saat ini memang sudah menjadi rahasia umum masyarakat menyalahgunakan narkotika sebagai alat mencari kesenangan sesaat dengan penggunaan yang beragam cara dan berbagai jenis yang digunakan.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, mengenai jenis-jenis narkotika digolongkan menjadi Narkotika golongan I, II, dan III.

Beberapa jenis narkotika yang disalah gunakan oleh masyarakat antara lain adalah:

1. Candu

Candu adalah getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap buah yang hendak masak. Melalui berbagai proses pengolahan sampai berbentuk seperti serbuk. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak, dan sebagainya. Cara penggunaan narkotika jenis ini dengaan cara dihisap.

7

(31)

2111 `

2. Morfin

Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium (C17H19NO3). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.

3. Heroin (putau)

Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan, pada akhir-akhir ini Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik. 4. Codein

(32)

2211 `

5. Demerol

Nama lain dari demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.

6. Kokain

Kokain merupakan alkaloid yang terdapat dalam tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan. pada saat ini penggunaanya masih digunakan untuk tindakan pembedahan. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali. Nama lain untuk Kokain: Snow, coke, girl, lady dan crack.8

Jenis – jenis narkotika tersebut yang sangat sering disalahgunakan dalam kehidupan masyarakat saat ini, maka dari itu pengawasan terhadap peredaran gelap narkotika harus sangat diawasi secara ketat.

Kerugian akibat penyalahgunaan narkotika, bagi pengguna atau penyalahguna narkotika akan menimbulkan sifat-sifat yang berbahaya, sifat yang dapat mempengaruhi fisik bagi pengguna narkotika adalah sebagai berikut :

8

(33)

2311 `

1. Habitual

Habitual adalah sifat pada narkotika yang membuat pemakainya akan selalu teringat, terkenang dan terbayang, sehingga cenderung untuk selalu mencari dan rindu. Sifat inilah yang menyebabkan pemakai narkotika yang sudah sembuh kelak bisa kambuh (relaps). Perasaan ingin memakai kembali disebabkan oleh kesan kenikmatan yang disebut (suggest). 2. Adiktif

Adiktif adalah sifat narkotika yang membuat pemakainya terpaksa memakai terus dan tidak dapat menghentikannya. Penghentian atau pengurangan pemakaian narkotika akan menimbulkan efek putus zat yaitu perasaan sakit luar biasa. 3. Toleran

Toleran adalah sifat narkotika yang membuat tubuh pemakainya semakin lama semakin menyatu dengan narkotika dan menyesuaikan diri dengan narkotika sehingga menuntut dosis pemakaian yang semakin tinggi. Bila dosisnya tidak dinaikkan, narkotika itu tidak akan bereaksi, tetapi malah membuat pemakainya mengalami sakaw. Untuk memperoleh efek yang sama dengan efek di masa sebelumnya, dosisnya harus dinaikkan.9

9

(34)

2411 `

Sifat-sifat inilah yang menjadikan pengguna atau penyalahguna sangat sulit untuk menghilangkkan kebiasaan mengkonsumsi narkotika. Sifat jahat yang dapat membelenggu pemakainya untuk menjadi budak setia, tidak dapat meninggalkannya, dan mencintainya melebihi apapun.

C. Efak yang Terjadi dalam Penyalahgunaan Narkotika

Setiap perbuatan yang kita lakukan pasi ada efek yang terjadi setelahnya, hal tersebut juga demikian terhadap para pengguna atau penyalahguna narkotika. Penggunaan yang tidak diimbangi dengan pengawasan yang sangat ketat dapat memberikan efek yang buruk baik untuk dirinya dan lingkungan disekitarnya.

Penggunaan narkotika yang tidak sesuai dengan aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh. Berdasar efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika dibagi menjadi 3, yaitu:10

1. Depresan

Efek ini mengakibatkan penurunan aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan tak sadarkan diri. Bila penggunaanya berlebihan maka dapat mengakibatkan kematian. Jenis narkotika depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah Putaw.

10

Haryanto,S.Pd. Dampak Penyalahgunaan Narkotika, (online)

http://belajarpsikologi.com/ dampak penyalahgunaan narkotika, diunduh pada tanggal 10

(35)

2511 `

2. Stimulan

Efek ini merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan: cafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah shabu-shabu dan ekstasi.

3. Halusinogen

Efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada juga yang diramu di laboratorium. Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.

Bila narkotika digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena akan mengakibatkan kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh lainnya seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.

Dampak penyalahgunaan narkotika pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkotika yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkotika dapat terlihat pada fisik, psikis maupun sosial seseorang.

1. Dampak Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Fisik

(36)

2611 `

b. Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.

c. Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim.

d. Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.

e. Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

f. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.

g. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidak teraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).

h. Bagi pengguna narkotika melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.

(37)

2711 `

2. Dampak Penyalahgunaan Narkotika Terhadap Psikis

a. Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah. b. Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga. c. Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal. d. Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.

e. Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.

3. Dampak penyalahgunaan narkotika terhadap lingkungan sosial

a. Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan. b. Merepotkan dan menjadi beban keluarga.

c. Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.11

Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (sugest). Gejala fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah, dan lain-lain.

Akibat penyalahgunaan narkotika juga dapat menyebabkan efek negatif yang akan menyebabkan gangguan mental dan perilaku, sehingga mengakibatkan terganggunya sistem pada susunan saraf pusat di otak. Gangguan pada sistem sistem saraf ini yang akan mengakibatkan tergangunya fungsi kognitif (alam

11

(38)

2811 `

(39)

29

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

A. Pengertian Tindak Pidana

Secara umum makna dari kata ”pidana” hanyalah sebuah “alat “ yaitu alat untuk mencapai tujuan pemidanaan.1 Sedangkan menurut pandangan Subekti dan Tjitrosoedibio dalam bukunya kamus hukum, “pidana” adalah “hukuman”.2

Pada hakekatnya sejarah hukum pidana adalah sejarah dari pidana dan pemidanaan yang senantiasa mempunyai hubungan erat dengan masalah tindak pidana.3 Masalah tindak pidana merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial yang sudah lumrah terjadi didalam kehidupan bermasyarakat. Sejatinya dimana ada masyarakat disitu ada tindak pidana dan ada hukuman yang mengatur didalamnya.

Tindak pidana selalu bertalian erat dengan nilai dan norma dalam kehidupan masyarakat, sehingga apapun upaya manusia untuk menghilangkan tindak pidana tidak mungkin bisa, karena tindak pidana memang tidak mungkin bisa dihilangkan dalam masyarakat melainkan hanya dapat dikurangi atau diminimalisir intensitasnya.

Alasan mengapa perbuatan tindak pidana tidak bisa dihilangkan dalam suatu kehidupan masyarakat adalah hal ini disebabkan karena tidak semua

1

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2005), hlm. 98

2

Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1980), hlm 83.

3

(40)

kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara sempurna. Disamping itu, manusia juga cenderung memiliki kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, sehingga bukan tidak mungkin berangkat dari perbedaan kepentingan tersebut justru muncul berbagai pertentangan yang bersifat prinsipil.

Namun demikian, tindak pidana juga tidak dapat dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat karena dapat menimbulkan kerusakan dan gangguan pada ketertiban sosial. Dengan demikian sebelum menggunakan pidana sebagai alat hukum, diperlukan permahaman terhadap alat hukum itu sendiri. Pemahaman terhadap pidana sebagai alat hukum merupakan hal yang sangat penting untuk membantu memahami apakah dengan alat hukum tersebut tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai.

Sudarto berpendapat yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.4

Bila dilihat dari filosofinya, hukuman mempunyai arti yang sangat beragam. R. Soesilo menggunakan istilah “hukuman” untuk menyebut istilah

“pidana” dan ia merumuskan bahwa apa yang dimaksud dengan hukuman adalah

suatu perasaan tidak enak (sangsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana.5

Feurbach menyatakan, bahwa hukuman harus dapat menakuti masyarakat agar tidak melakukan perbuatan kejahatan.6

4

Sudarto, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (AlumniBandung, 1984), hlm. 2.

5

R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, (Bogor: Politeia, 1996), hlm. 35

6

(41)

Dalam kehidupan masyarakat pemahaman pidana sering kali diartikan sama dengan istilah hukuman. Tetapi kedua istilah tersebut sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda.

Menurut penulis, pembedaan antara kedua istilah di atas perlu diperhatikan, oleh karena penggunaannya sering dirancukan. Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan dan sengaja ditimpakan kepada seseorang yang melanggar peraturan, sedangkan pidana merupakan pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Sebagai pengertian khusus, masih juga ada persamaannya dengan pengertian umum, sebagai suatu sanksi.

Menurut Komariah E. Sapardjaja menyatakan ; “tindak pidana adalah

suatu perbuatan manusia yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan

pembuat bersalah melakukan perbuatan itu”.7

Menurut Indriyanto Seno Adji menyatakan; “tindak pidana adalah

perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggung

jawabkan atas perbuatannya”.8

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa suatu tindak pidana merupakan suatu tindakan yang dilarang atau dicela oleh masyarakat dan dilakukan oleh seseorang yang bersalah yang dapat dikenakan sanksi pidana. Unsur kesalahan atau pertanggung jawaban menjadi bagian pengertian tindak pidana.

7

Komariah E. Sapardjaja, Ajaran Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia, Studi Kasus Tentang Penerapan dan Perkembangannya dalam Yurisprudensi, (Bandung: Alumni, 2002), hlm. 22

8

(42)

B. Perbuatan-Perbuatan Yang Termasuk Dalam Lingkup Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika

Penggunaan narkotika pada saat ini sangat bermacam jenis dan cara mengkonsumsinya, hal tersebut yang mengacu pemerintah mengatur perbuatan-perbuatan penyalahgunaan narkotika yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat 4 (empat) kategori tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni :

1. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan, menguasai, atau meneyediakan narkotika dan prekusor narkotika.

2. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan prekusor narkotika.

3. Ketegori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika.

4. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit nerkotika dan prekusor narkotika.9 Selain dalam kategori penyalahgunaan narkotika ada beberapa unsur-unsur dan golongan narkotika yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun

9

(43)

2009, hal ini dimaksudkan untuk menentukan sanksi dari perbuatan penyalahgunaan narkotika tersebut.

Unsur-unsur tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, terdiri dari:

1. Unsur “setiap orang”

Adanya subyek hukum, yang dapat dijadikan subyek hukum hanyalah orang.

2. Unsur “tanpa hak atau melawan hukum”

Adanya perbuatan yang dilarang, perbuatan yang dilakukan sesuai dengan rumusan delik. Bersifat melawan hukum yaitu;

- Melawan hukum formal artinya apabila perbuatan yang dilakukan sebelumnya telah diatur dalam undang-undang.

- Melawan hukum material artinya apabila perbuatan yang dilakukan melanggar aturan atau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat harus adanya kesalahan, kesalahan yang dimaksud adalah pencelaan dari masyarakat apabila melakukan hal tersebut sehingga adanya hubungan batin antara pelaku dengan kejadian yang nantinya akan menimbulkan suatu akibat. Kesalahan itu sendiri dapat dibagi 2 yaitu kesengajaan/dolus dan kealpaan.

3. Unsur “memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan”

(44)

tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman.

4. Unsur “narkotika golongan I berbentuk tanaman, golongan I bukan

tanaman, golongan II dan golongan III".

Penggolongan narkotika sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 untuk pertama kali ditetapkan 64 sebagaimana tercantum dalam lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini. Pengertian dari masing-masing golongan narkotika sebagaimana tersebut, terdapat pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 sebagai berikut:

- Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

- Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

(45)

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.10

C. Sanksi Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

Pada negara Indonesia hukuman terhadap pelaku kejahatan sudah diatur dalam undang-undang yang berlaku dan sudah disahkan oleh pemerintah, jadi dalam setiap perbuatan melanggar hukum pasti ada balasan hukum yang setimpal dan dapat memberikan efek jera bagi pelakunya.

Dalam hukum positif di Indonesia, ancaman hukuman terhadap pelaku tindak pidana terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP menetapkan jenis-jenis tindak pidana atau hukuman yang termasuk di dalam Pasal 10 KUHP, yang terbagi dalam dua bagian yaitu hukuman pokok dan hukum tambahan.11

Pada pecandu narkotika, hakekatnya mereka lebih tepat dikategorikan sebagai korban pergaulan secara bebas, Pskiater (ahli kejiwaan) menganggap bahwa tidak tepat apabila pecandu narkotika diberikan sanksi pidana yang berupa penjatuhan pidana penjara, karena apabila memang itu yang diterapkan, maka yang terjadi adalah pecandu narkotika dapat mengalami depresi berat yang

10

Prof. Moeljatno. Kitab undang-undang hukum pidana, Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Pradnya Paramita, 2004)

11

(46)

berpotensi tinggi mengganggu mental karena tidak mendapatkan bantuan dalam bentuk perawatan oleh pihak ahli dalam bidang psikologis (Rehabiilitasi).12

Berikut akan dijelaskan menganai perumusan sanksi pidana dan jenis pidana penjara dan jenis pidana denda terhadap perbuatan-perbuatan tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, yaitu :

1. Perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan penggolongan narkotika (golongan I, II dan III) meliputi 4 (empat) kategori, yakni

a. berupa memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekusor narkotika.

b. memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan narkotika dan prekusor narkotika

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-beli, menukar atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika

d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransit narkotika dan prekusor narkotika.

Sanksi yang dikenakan minimal 2 tahun dan paling maksimal 20 tahun penjara, pengenaan pidana denda diberlakukan kepada semua golongan narkotika, dengan denda minimal Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) dan paling maksimal Rp 8.000.000.000 (delapan miliar rupiah), untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap narkotika dengan unsur-unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari

12

(47)

tiap pasal yang dilanggar ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) Penerapan pidana penjara dan pidana denda menutrut undang-undang ini bersifat kumulatif, yakni pidana penjara dan pidana denda.

2. Ancaman sanksi pidana bagi orang yang tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika (Pasal 131) sanksi yang dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana dendan paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), yang tidak melaporkan terjadinya perbuatan melawan hukum, yang meliputi :

a. memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan narkotika. b. memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan.

c. menawarkan untuk dijual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan.

d. mengunakan, memberikan untuk digunakan orang lain.

3. Ancaman sanksi pidana bagi menyuruh, memberi, membujuk, memaksa dengan kekerasan, tipu muslihat, membujuk anak diatur dalam ketentuan Pasal 133 ayat (1) dan (2)

4. Ancaman sanksi pidana bagi pecandu narkotika yang tidak melaporkan diri atau keluarganya kepada instalasi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (Pasal 134 ayat 1) sanksi yang dikenakan dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).

(48)

dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

5. Ancaman sanksi pidana bagi hasil-hasil tindak pidana narkotika dan/atau Prekusor Narkotika, yang terdapat dugaan kejahatan money loundering sanksi yang dijatuhkan pidana penjara 5-15 Tahun atau 3-10 tahun, dan pidana denda antara Rp. 1000.000.000,- (satu miliar rupiah) sampai Rp. 10.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) atau Rp. 500.000,- (lima ratus juta rupiah atau Rp. 5.000.000.000 (lima miliar rupiah), yang terdapat dalam pasal 137 ayat (1) dan (2). Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah disusun secara limitatif tentang perbuatan tindak pidana yang ada kaitannya dengan perbuatan pencucian uang, antara lain : tindak pidana korupsi, tindak pidaa narkotika, tindak pidana psikotropika, dan sebagainya.

6. Ancaman sanksi pidana bagi orang yang menghalangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara terhadap tindak pidana narkotika (Pasal 138) sanksi yangdikenakan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

(49)

7. Ancaman sanksi pidana bagi nahkoda atau kapten penerbang, mengangkut narkotika dan pengangkutan udara (Pasal 139)sanksi yang dikenakan ancaman pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Ketentuan Undang-Undang ini bertujuan untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian serta kepentingan pelaporan pengangkutan narkotika antara negara pengimpor/pengekspor narkotika kepada negara tujuan. Disamping itu, ketentuan ini untuk mencegah terajadinya kebocoran dalam pengangkutan narkotika yang mudah disalahgunakan oleh para pihak pengangkut narkotika dan prekusor narkotika.

(50)

membuat berita acara penyitaan, dan wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3x24 jam sejak dilakukan penyitaan dan tebusannya disampaikan kepada Kepala Kejaksaan negeri setempat, Ketua Pengadilan Negeri setempat, Menteri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan penyidik Polri atau Penyidik BNN bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada dibawah penguasaanya.

9. Ancaman sanksi pidana bagi petugas laboratorium yang memalsukan hasil Pengujian (Pasal 142), dimana petugas tidak melaporkan hasil pengujian kepada penyidik dan penuntut umum, merupakan perbuatan melawan hukum dan dikenakan ancaman sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak lima ratus ribu rupiah. Penyidikan terhadap penyalahgunaan narkotika atau prekusor narkotika, maka peranan laboratorium amat menentukan bagi kebenaran terjadinya tindak pidana narkotika, sehingga dapat menentukan unsur kesalahan sebagai dasar untuk menentukan pertanggung jawaban pidannya. Dalam kasus tertentu sering terjadinya pemalsuan hasil tes laboratorium, untuk mengehindarkan diri pelaku tindak pidana terhadap hasil tes laboratorium telah mengkonsumsi narkotika, atau menukarkan hasil tes laboratorium tersebut menjadi milik orang lain.

(51)

di muka pengadilan (pasal 143) diancam dengan penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

11. Ancaman sanksi pidana bagi setiap orang yang melakukan pengulangan tindak pidana (Pasal 144), dimana dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tidak pidana maka ancaman pidana maksimum dari masing-masing pasal ditambah dengan 1/3 (sepertiga). Ketentuan ini mempunyai tujuan untuk membuat jera pelaku tindak pidana, agar tidak mengulangi perbuatan pidana lagi.

12. Ketentuan pidana bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Negara Republik Indonesia (pasal 145). Warga negara Indonesia yang berbuat salah satu dari kejahatan-kejahatan sebagaimana disebut dalam sub I Pasal ini (termasuk tindak pidana narkotika) meskipun diluar Indonesia, dapat dikenakan Undang-Undang Pidana Indonesia.

13. Putusan pidana denda yang tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana (Pasal 148) ketentuan ini paling lama 2 (dua) tahun.

(52)
(53)

43

TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

A. Pengertian Hukum Islam Dan Sanksi Terhadap Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Islam

Kata hukum dalam Al-Qur’an diartikan dengan kata syari‟ah, fiqh, hukum Allah dan yang seakar kata dengannya. Dalam literatur barat

hukum Islam merupakan terjemahan dari “Islamic Law”.

Penjelasan tentang hukum Islam dalam literatur barat ditemukan definisi hukum Islam yaitu: keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.1 Dari definisi ini arti hukum Islam lebih dekat dengan pengertian syariah.

Hasbi Asy-Syiddiqy memberikan definisi hukum Islam dengan koleksi daya upaya fuqaha dalam menerapkan syari‟at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat.2 Pengertian hukum Islam dalam definisi ini mendekati kepada makna fiqh.

Kejelasan tentang arti hukum Islam, perlu diketahui lebih dahulu

arti dari kata “hukum”. Sebenarnya tidak ada arti yang sempurna tentang

hukum. Untuk mendekatkan kepada pengertian yang mudah dipahami,

1

Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (Oxford: University Press, 1964), hlm. 1.

2

(54)

meskipun masih mengandung kelemahan, definisi yang diambil oleh Muhammad Muslehuddin dari Oxford English Dictionary perlu

diungkapkan. Menurutnya, hukum adalah “the body of rules, wether

proceeding from formal enactment or from custom, which a particular state or community recognizes as binding on its members or subjects”.3 (sekumpulan aturan, baik yang berasal dari aturan formal maupun adat, yang diakui oleh masyarakat dan bangsa tertentu sebagai mengikat bagi anggotanya).

Bila hukum dihubungkan dengan Islam, maka hukum Islam

berarti: “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan hadis Nabi

tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku

dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam”.4

Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa hukum Islam mencakup hukum syari‟ah dan fiqh, karena arti syari‟ah dan fiqh terkandung di dalamnya.

Dalam hukum Islam terdapat bagian pembahasan hukum pidana. Tindak pidana atau tindak kejatan disebut jarimah. Jarimah adalah larangan-laranga syark yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta‟zir5

3

AS. Honrby, Oxford Advanced Learner‟s Dictionary of Current English, (Britain: Oxford University Press, 1986), hlm. 478.

4 Amir Syarifuddin, “Pengertian dan Sumber Hukum Islam”

, dalam Falsafah Hukum Islam”, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 14.

5

(55)

Jarimah terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya adalah jarimah qishas, jarimah hudud, dan jarimah ta‟zir.

Jarimah qishas secara terminologi yang dikemukakan oleh Al-Jurjani, adalah mengenakan sebuah tindakan (sanksi hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku kepada korbannya.6 Dalam pengertian lain, bahwa jarimah qoshas adalah sanksi kejahatan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan harus setimpal dengan perbuatan yang dilakukan, contohnya adalah nyawa dibalas dengan nyawa, harta dibalas dengan harta.

Jarimah hudud secara etimologis merupakan bentuk jamak dari kata had yang berarti larangan atau pencegahan, adapun secara terminologis, Al-Jurjani mengartikan sebagai sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib dilaksanakan secar hak karena Allah.7 Dalam jarimah hudud ini sanksi yang dijatuhkan tidak boleh ditambah atau dikurang takaran hukumannya, hal ini dikarenakan sudah ada ketentuan hukum yang mengatur dari Allah S.W.T.

Jarimah ta‟zir menurut bahasa adalah memberi pelajaran,

hukuman yang belum ditetapkan oleh syar‟i, melainkan diserahkan kepada hakim dan penguasa, baik penentuannya maupun pelaksanaanya.8

Menurut M. Nurul Irfan bahwa ta‟zir adalah sanksi yang diberlakukan kepada pelaku jarimah yang melakukan pelanggaran, baik

6

Ali bin Muhammad Al-Jurjani, Kitab Al-Ta‟rifat, (Jakarta; Dar Al-Hikmah), hlm. 176.

7

Ibid, hlm. 88.

8

(56)

berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia, dan tidak termasuk kedalam kategori hukuman hudud atau kafarat karena sanksinya tidak ditentukan langsung oleh Al-Qur’an dan hadis, yang pelaksanaannya menjadi kompetensi hakim dan penguasa setempat dengan tetap memperhatikan nash secara teliti karena menyangkut kemaslahatan manusia.9

Syarat jarimah ta‟zir harus sesuai dengan kepentingan-kepentingan masyarakat dan tidak boleh berlawanan dengan nash-nash (ketentuan syark’) dan prinsip-prinsip umum, dengan maksud agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya serta dapat menghadapi persoalan yang sifatnya mendadak.10

Ciri khas dalam jarimah ta‟zir adalah sebagai berikut:

a. Hukuman tidak tertentu dan tidak terbatas. artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh syark’, tidak ada batas minimal dan ada batas maksimal yang ditentukan dalam Al-Qur’an dan hadis.

b. Penentuan hukuman tersebut adalah hak hakim dan penguasa.11

Apabila terdapat suatu masalah yang belum ditentukan status hukumnya dalam Al-Qur’an dan hadis, maka para fuqoha melakukan ijtihad dengan cara qiyas.

Qiyas adalah mempersamakan status hukuman yang belum ada ketentuannya dengan hukuman yang sudah ada ketenyuannya dalam

9 M Nurul Irfan, Fiqh Jinayat,(Jakarta, Amzah, 2013), hlm .139-140.

10

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hlm. 9.

11

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,

(57)

Qur’an dan hadis, karena kedua peristiwa terdapat segi persamaanya.12

Persamaan yang terkategori dalam qiyas antara lain adalah cara perbuatan yang dilakukan, dan efek yang terjadi setelah melakukan perbuatan tersebut.

Berikut ini uraian metode penyelesaian ketentuan hukum narkotika dengan pendekatan qiyas13 :

a. Al Ash dalam hal ini adalah khamr, karena sesuatu yang ada hukumnya dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah SWT. dalam Surat Al Maidah ayat 90 sebagai berikut :

ِلَمَع ْنِم ٌسْجِر ُم ََْزَْْاَو ُباَصْنَْْاَو ُرِسْيَمْلاَو ُرْمَْْا اََِإ اوَُماَء َنيِذلا اَه يَأاَي

ْمُكلَعَل ُوُبَِتْجاَف ِناَطْيشلا

َنوُحِلْفُ ت

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

b. Al Far‟u (cabang) dalam hal ini adalah narkotika, karena tidak ada hukumnya dalam nash Al-Qur’an maupun hadis, tetapi ada maksud menyamakan status hukumnya kepada nash yakni khamr. Khamr dalam hal yang diserupakan atau disebut al musyabbah.

c. Hukum ashl dalam kontek ini adalah khamr, hukumnya haram, sebagaimana tertuang dalam Q.s Al-Maidah : 90, dengan itu menjadi patokan ketetapan hukum bagi al-far‟u atau cabang dalam hal ini narkotika.

12

Ahmad Hanafi, MA, Asas-asas hukum pidana islam,(Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 33.

13

(58)

d. Al Illat atau dampak, dampak dari khaar adalah dapat memabukkan, menghilangkan akal pikiran dan melupakan Allah SWT. Sedangkan narkotika adalah al-far‟u karena tidak terdapat nash mengenai hukumnya dan narkotika telah menyamai khamr dalam kedudukannya adalah memabukkan.14

Dengan demikian, maka hukum penyalahgunaan narkotika dalam hukum Islam adalah haram.

Oleh karena itu penyalahgunaan narkotika dalam hukum Islam digolongkan kepada jarimah ta‟zir, hal ini sesuai dengan prinsip menetapkan jarimah ta‟zir, yaitu prinsip utama yang menjadi acuan penguasa dan hakim adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari ke-mudharatan (bahaya).

Fathhurrahman Djamil menjelaskan bahwa tujuan Allah SWT mensyari‟at-kan hukum-hukumnya adalah untuk memelihara

kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari mafsadat, baik di dunia maupun di akhirat. Tujuan tersebut hendak dicapai melalui taklif, yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum yang utama, Al-Qur’an dan hadist, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan di dunia dan akhirat.15

Dalam hukum Islam, untuk mewujudkan kemaslahatan tersebut berlaku ketentuan-ketentuan atau had atau batasan yang harus dipatuhi,

14

Noer Iskandar Al Barsany, Ilmu ushul fiqh, ( Jakarta, Rajawali, 1989), Cet. Ke I, hlm.67-68.

15

(59)

yang tujuannya untuk pencegahan terhadap tindakan yang merugikan baik bagi pelaku maupun bagi pihak lain.

Ada tiga tujuan pokok diterapkannya hukum Islam. Ketiga pokok tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, tujuan primer (al-dharury), yakni tujuan hukum yang harus ada demi ketentraman kehidupan manusia. Apabila tujuan ini tidak tercapai akan menimbulkan ketidak ajegan kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akherat. Kebutuhan hidup yang primer ini hanya bisa dicapai bila terpeliharanya lima tujuan hukum Islam yang disebut al-dharuriyyat, al-khamsatau, alkulliyyat, al-khams (disebut pula maqasid al-syari‟ah), yaitu lima tujuan utama hukum Islam yang telah disepakati bukan hanya oleh ulama Islam melainkan juga oleh keseluruhan agamawan.16

Kelima tujuan utama itu adalah memelihara agama (hifdz ad din), memelihara jiwa (hifdz an nafs), memelihara akal (hifdz al aql), memelihara keturunan (hifdz an nasl) dan memelihara harta (hifdz al mal),17 Segala usaha dan upaya untuk melaksanakan lima pokok tujuan hukum Islam tersebut merupakan amal sholeh yang wajib dilakukan oleh umat Islam.

Kedua, tujuan sekunder (al-haajiy), yakni terpeliharanya tujuan kehidupan manusia yang terdiri atas berbagai kebutuhan sekunder. Jika tidak terpenuhi akan menimbulkan kesukaran bagi manusia, namun tidak sampai menimbulkan kerusakan.

16

Ibid, hlm, 125.

17

(60)

Ketiga, tujuan tertier (al-tahsiniyyat), yakni tujuan hukum yang ditujukan untuk menyempurnakan hidup manusia dengan cara melaksanakan apa yang baik dan yang paling layak menurut kebiasan dan menghindari hal-hal yang tercela menurut akal sehat.18

Tujuan pokok penjatuhan hukuman dalam syari‟at Islam adalah pencegahan (al ra‟du wa zajru), pengajaran dan pendidikan (al ishlah wat tahdzib).

Sebaliknya, segala perbuatan dan tindakan yang bisa mengancam

keselamatan atau kerusakan dari salah satu dari pokok tujuan hukum Islam

tersebut adalah merupakan perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam.

Berdasarkan lima pokok tujuan hukum Islam tersebut, maka tindakan

kejahatan dapat dikelompokan kepada lima katagori, yaitu kejahatan

terhadap agama, kejahatan terhadap jiwa atau diri, kejahatan terhadap akal,

kejahatan terhadap kehormatan dan keturunan dan kejahatan terhadap

harta benda. Kejahatan-kejahatan besar terhadap lima pokok hukum Islam

ini diatur dalam bab Jinayat.19

2. Sanksi Hukum Pidana bagi Penyalahgunaan Narkotika Menurut

Hukum Islam

Narkotika di dalam Al-Qur’an maupun hadis secara langsung tidak disebutkan penjabarannya, dalam Al-Qur’an hanya disebutkan istilah khamr. Seperti disebutkan dalam Surat Al Maidah ayat 90 sebagi berikut :

18 Fathhurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, hlm. 125.

19

(61)

اََِإ اوَُماَء َنيِذلا اَه يَأاَي

ُرْمَْْا

ْزَْْاَو ُباَصْنَْْاَو ُرِسْيَمْلاَو

ِلَمَع ْنِم ٌسْجِر ُم ََ

َنوُحِلْفُ ت ْمُكلَعَل ُوُبَِتْج

Referensi

Dokumen terkait

H terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel kualitas layanan (X) terhadap loyalitas nasabah (Z). Tingkat signifikan α yang

Sedangkan pengertian mengenai kebudayaan sendiri yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam

Dan nilai-nilai yang yang terkandung dari diadakannya pengajian kliwonan ini yaitu nilai sosial budaya yang dapat mempererat tali silaturrahmi antar masyarakat

Pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran PjBL, masing-masing kelompok diberikan kesempatan untuk menerapkan bioteknologi sederhana, yaitu membuat tape atau tempe

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan yang berasal dari kulit udang yang berbentuk tepung berupa butiran berwarna putih kekuning-kuningan. Sampel

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang cukup kuat dan bersifat positif antara aktivitas fi sik dengan kejadian konstipasi pada lansia di Kota Madiun.

Lembar Penilaian Tes Kemampuan Menghafal Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 11- 20 Siswa Kelas VIII SMP Takhassus Plus Al-Mardliyah Kaliwungu Selatan Kendal.. No Nama Siswa

Data produksi karkas ayam broiler yang meliputi bobot potong dan bobot karkas umur lima minggu dengan perlakuan 0,0; 0,5; 1,0; dan 1,5% tepung kulit manggis tertera