• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KARO PADA

PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA MEDAN

TAHUN 2010

(Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan

Medan Tuntungan)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

HARRY ARDIANTA GINTING NIM: 060906022

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nama : HARRY ARDIANTA GINTING NIM: 060906022

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KARO PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA MEDAN TAHUN 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

ABSTRAK

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia semakin berkembang yang salah satunya adalah diwujudkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Adanya pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa pengaruh dari siapapun. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat secara langsung dapat memberikan suara dalam pemilihan serta aktif dalam menghadiri kegiatan-kegiatan politiknya.

Namun keaktifan anggota masyarakat baik dalam memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh sikap orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan motivasi warga masyarakat dalam kegiatan politik sangat penting untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan kepala daerah. Karena dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam partisipasi politik tentu membawa pada konsekuensi pada tatanan politik yang stabil. Begitu juga yang terjadi di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, dimana rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2010. Oleh karena itu penelitian ini akan mencoba menguraikan partisipasi politik masyarakat karo pada pemilihan kepala daerah kota medan tahun 2010 tersebut.

(3)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 Di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan

medan Tuntungan ”. Skripsi ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum tersebut.

Rendahnya tingkat partisipasi pemilih dalam pemilihan umum tersebut menjadi hal

yang menarik untuk diteliti.

Alhamdulillah, atas syukur kepada Allah SWT, penulis diberikan rahmat

berupa kesempatan dan kesehatan untuk menyelesaikan studi ini berupa penulisan

skripsi dari hasil penelitian yang dikerjakan, dari proses awal tidak kurang dari

sepuluh bulan. Selawat dan salam penulis juga sampaikan kepada Nabi Muhammad

SAW beserta para sahabatnya, semoga para pengikutnya sampai akhir zaman

mendapatkan manfaat.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si,

selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. P. Antonius Sitepu,M.Si selaku Sekretaris

Departemen Ilmu Politik, Bapak Drs. Tonny P. Situmorang M.Si, selaku dosen wali

dan dosen Pembimbing saya yang telah bersedia meluangkan waktu, dan memberikan

arahan dalam proses perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini, dan juga

kepada Ibu Dra. Evi Novida Ginting,M.SP, selaku Dosen Dosen Pembaca skripsi

saya yang telah bersedia meluangkan waktu, dan memberikan bimbingan serta arahan

dalam proses perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini,. Dan seluruh staf

pengajar Ilmu Politik FISIP USU yang telah memberikan bantuan dan dukungan bagi

(4)

Kepada seluruh keluarga tercinta, ibunda dan ayahanda dan adikku yang

sangat saya kasihi dan yang selalu memberikan dorongan baik moril maupun materi,

mulai dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Terimakasih buat

teman-teman politik angkatan 2006 ( Fisip USU ), yang telah banyak memberikan saran

berupa kritikan dan teguran ketika saya sedang dilanda rasa malas untuk mengerjakan

skripsi ini. Terimakasih kepada abang saya Iwan yang telah memberikan masukan

dan juga motivasi kepada saya dalam penulisan skripsi ini, dan juga terimakasih

kepada Mega Anggraini Harefa yang telah membantu saya secara moril dalam

pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan

kelemahan baik dari segi bobot ilmiah maupun tata bahasa. Oleh sebab itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi

perbaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan

dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan kiranya

skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita.

Medan, 20 Desember 2012

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat penelitian ... 12

E. Kerangka Teori ... 13

E.1. Partisipasi Politik ... 13

E.1.1. Bentuk Partisipasi Politik ... 20

E.1.2. Jenis-Jenis Perilaku Masyarakat Dalam Partisipasi Politik... 21

E.1.3. Tujuan Partisipasi Politik ... 22

(6)

Politik Masyarakat ... 23

E.2. Pemilihan Kepala Daerah ... 25

E.3. Etnisitas ... 27

F. Metodologi Penelitian ... 29

F.1. Jenis Penelitian ... 29

F.2. Lokasi Penelitian ... 29

F.3. Populasi dan Sampel ... 30

F.4. Teknik Pengumpulan Data ... 32

F.5. Teknik Analisis Data ... 32

G. Sistematika Penulisan ... 32

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 34

A. Gambaran Umum ... 34

A.1. Letak Secara Geografis ... 34

A.2 Demografi Penduduk ... 35

B. Gambaran Umum Pemilukada ... 41

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 43

A. Karakteristik Responden ... 43

B. Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan Tahun 2010 ... 50

B.1 Faktor Psikologis ... 50

B.2 Faktor Latar Belakang Status Sosial-Ekonomi ... 59

(7)

B.4 Sistem Pemilihan Umum ... 67

B.5 Faktor Sistem Politik ... 69

C. Interpretasi Data ... 70

BAB IV PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 78

(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Nama : HARRY ARDIANTA GINTING NIM: 060906022

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KARO PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA MEDAN TAHUN 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

ABSTRAK

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia semakin berkembang yang salah satunya adalah diwujudkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Adanya pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa pengaruh dari siapapun. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat secara langsung dapat memberikan suara dalam pemilihan serta aktif dalam menghadiri kegiatan-kegiatan politiknya.

Namun keaktifan anggota masyarakat baik dalam memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh sikap orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan motivasi warga masyarakat dalam kegiatan politik sangat penting untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan kepala daerah. Karena dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam partisipasi politik tentu membawa pada konsekuensi pada tatanan politik yang stabil. Begitu juga yang terjadi di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, dimana rendahnya tingkat partisipasi masyarakat terhadap pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2010. Oleh karena itu penelitian ini akan mencoba menguraikan partisipasi politik masyarakat karo pada pemilihan kepala daerah kota medan tahun 2010 tersebut.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang menggunakan sistem demokrasi, dimana

rakyat memiliki peranan penting didalam urusan negara, atau demokrasi merupakan

kekuasaan rakyat berbentuk pemerintahan dengan semua tingkatan rakyat ikut

mengambil bagian dalam pemerintahan. Oleh karena itu, kekuasaan para pemimpin

dan pejabat formal itu bukan muncul dari pribadinya, akan tetapi merupakan titipan

rakyat atau merupakan kekuasaan yang dilimpahkan rakyat kepada pemimpin dan

pribadi-pribadi penguasa.

Partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran

demokrasinya suatu Negara. Dapat kita lihat dari pengertian demokrasi itu

sendiriyang secara normatif adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

rakyat, ungkapan ini diterjemahkan dalam setiap negara yang menganut demokrasi, di

Indonesia tercantum di dalam UUD 1945 (setelah Amandemen) pada Pasal 1 ayat (2):

“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Dasar”. Rakyat membuat kontrak sosial lewat perwakilannya untuk mendelegasikan

kekuasaannya kepada pemerintah yang dipilih. Maka akan ada aturan main yang

berupa Undang-Undang Dasar, Peraturan Hukum dan sebagainya. Kemudian dibuat

dan ditetapkan dengan maksud agar dengan sarana-sarana kekuasaan titipan yang

dilaksanakan oleh pejabat atau penguasa itu benar-benar mulus lurus, benar dan jujur,

(10)

demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, dan tidak dimanipulasikan untuk

kepentingan pribadi para pemimpin dan pejabat untuk mengeruh keuntungan dan

memperkaya diri.1

Pembuatan kontrak sosial tersebut dilakukan melalui pemilu (pemilihan

umum), yakni sarana demokrasi yang daripadanya dapat ditentukan siapa yang

berhak menduduki kursi dilembaga politik negara, legislatif dan eksekutif. Melalui

pemilu, rakyat memilih figur yang dapat dipercaya yang akan mengisi jabatan

legislatif dan jabatan eksekutif. Dalam pemilu, rakyat yang telah memilih, secara

bebas dan rahasia, menjatuhkan pilihannya pada figur yang di nilai sesuai dengan

aspirasinya.2

Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat individual maupun kolektif, terorganisir ataupun spontan, mantap atau sporadik, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.

Pembahasan mengenai partisipasi politik masyarakat adalah persoalan

menarik untuk diperbincangkan. Melalui partisipasi politik yang diartikan sebagai:

3

Dalam rangka pembagian kekuasaan negara (secara vertikal) dibentuk

daerah-daerah yang bersifat otonom dengan bentuk dan susunan pemerintahannya yang

diatur dalam Undang-undang. Sehingga pemerintah pusat menyelenggarakan

pemerintahan nasional dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemerintah daerah,

1

Kartini Kartono, Pendidikan Politik, Bandung: Mandar Maju, 1996, h.156-158. 2

Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Bandung: Fokusmedia, 2007, h.173-174.

3

(11)

pembagian kekuasaan daerah itu disebut dengan disentralisasi yang dipahami sebagai

penyerahan wewenang politik dan perundang-undangan untuk perencanaan,

pengambilan keputusan dan manajemen pemerintah (pusat) kepada unit-unit sub

nasional (daerah/wilayah) administrasi negara atau kepada kelompok-kelompok

fungsional atau organisasi atau non-pemerintahan swasta.4 Otonomi daerah

merupakan bagian dari sistem politik yang diharapkan memberikan peluang bagi

warga negara untuk lebih mampu menyumbangkan daya kreatifitasnya.5

Gagasan otonomi daerah melekat pada pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004

mengenai pemerintahan daerah yang sangat berkaitan dengan demokratisasi

kehidupan politik dan pemerintahan baik tingkat lokal maupun ditingkat nasional.

Agar demokrasi bisa terwujud maka daerah harus memiliki kewenangan yang luas

dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.6

Dengan adanya pemekaran, membuat daerah tersebut membutuhkan seorang

kepala daerah yang bertugas memimpin birokrasi, menggerakkan jalannya roda

pemerintahan yang meliputi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan

pembangunan,7

4

Bambang Yudhoyono, Otonomi Daerah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, h.20. 5

M. Arif Nasution, Nasionalisme dan Isu-Isu lokal, Medan:USU Press, 2005, h.63. 6

Dadang Juliantara, Pembaruan Kabupaten, Yogyakarta: Pembaruan, 2004, h.ix-x. 7

Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah langsung, Semarang: Pustaka Pelajar, 2005, h.203.

sehingga dilakukanlah pemilihan kepala daerah secara langsung

sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan

Pemerintahan N0. 6 Tahun 2005 mengenai tata cara pemilihan, pengesahan dan

(12)

rakyat daerah di Indonesia.

Partisipasi politik merupakan kehendak sukarela masyarakat baik individu

maupun kelompok dalam mewujudkan kepentingan umum. Sebagaimana

dikemukakan oleh ‘Herbert Miclosky” (1991:9) bahwa partisipasi politik adalah

kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui dimana mereka mengambil

bagian dalam proses pemulihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung,

dalam proses pembentukan kebijakan umum.

Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku politik individu seyogyanya mendasari

pada kehendak hati nurani secara suka rela dalam konstest kehidupan politik.

Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika perpolitikan di suatu

masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok

masyarakat maka niscaya terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga

masyarakat secara universal. Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam

masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan

umum. Dan paling ditekankan dalam hal ini terutama sikap dan perilaku masyarakat

dalam kegiatan politik yang ada. Dalam artian setiap individu harus menyadari

peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai insan politik. Dalam hal ini

peranan meliputi pemberian suara, kegiatan menghadiri kampanye serta aksi

demonstrasi. Namun kegiatan-kegiatan sudah barang tentu harus dibarengi rasa

sukarela sebagai kehendak spontanitas individu maupun kelompok masyarakat dalam

(13)

Dengan kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat

partisipasi politik warga masyarakat dapat termanifestasi. Oleh karena itu, sikap dan

perilaku warga masyarakat dalam kegiatan politik berupa pemberian suara dan

kegiatan kampanye dalam pemilihan kepala daerah merupakan parameter dalam

mengetahui tingkat kesadaran partisipasi politik warga masyarakat. Paling tidak

warga masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik sekaligus mengambil

bagian untuk mempengaruhi pemerintah dalam keputusan politik. Pemilihan kepala

daerah sebagai wahana menyalurkan segala aspirasi masyarakt melalui suksesi dalam

pemilihan kepala daerah, peran warga masyarakat terutama dalam mempengaruhi

keputusan politik sangat prioritas.

Dengan adanya pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok

masyarakat dapat memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa

pengaruh dari siapapun. Dalam hal ini setiap anggota masyarakat secara langsung

dapat memberikan suara dalam pemilihan serta aktif dalam menghadiri

kegiatan-kegiatan politiknya, seperti kampanye. Namun keaktifan anggota masyarakat baik

dalam memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh sikap

orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan motivasi warga

masyarakat dalam kegiatan politik sebagaimana di kemukakan tadi sangat penting

untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan kepala daerah. Karena

dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam partisipasi politik tentu

(14)

Oleh karena kesadaran dan pemahaman politik merupakan penunjang dalam

mewujudkan stabilitas politik masyarakat dengan kesadaran dan pemahaman politik

pula setiap sikap dan perilaku masyarakat secara partisipasi dapat terwujud

sebagaimana mestinya. Namun demikian sikap dan perilaku anggota masyarakat

dalam partisipasi politik kadang kala mengarah pada sikap apatis, sinisme, dan arogan

sehingga yang demikian ini mempengaruhi partisipasi mereka dalam pemilihan

kepala daerah, yang akhirnya mereka enggan memberikan suara dalam pemilihan dan

juga tidak menghadiri kegiatan-kegiatan politik (kampanye). Fenomena-fenomena ini

selalu muncul dimana-mana lebih-lebih lagi dalam pelaksanaan pemilihan kepala

daerah.

Pilkada Kota Medan sudah dilaksanakan secara langsung sebanyak 2 (dua

kali) yaitu tahun periode 2005 -2010 yang dimenangkan oleh Abdillah – Ramli dan

periode 2010-2015. Tanggal 12 Mei 2010 adalah pilkada kedua yang dilaksanakan

secara langsung, 1,9 juta lebih warga Kota Medan akan memberikan suaranya untuk

memilih

Wali Kota dan wakil Wali Kota Medan untuk periode 2010-2015. Ada sepuluh

pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan yang ikut serta dalam

pemilukada Kota Medan dan telah lulus dalam verifikasi oleh pihak KPUD Medan.

Calon tersebut adalah:

1. Pasangan Sjahrial – Yahya

2. Sigit – Nurlisa Ginting

(15)

4. Bahdin Nur Tanjung – Kasim

5. Joko – Amir

6. Rahudman – Eldin

7. Prof. Arief Nasution – Supratikno

8. Maulana Pohan – Arif

9. Ajib Syah – Binsar Situmorang

10. Sofyan Tan – Nelly

KPUD sebagai pelaksana pemilukada Kota medan telah mempersiapkan

beberapa tahapan proses dari verifikasi Calon, sosialisasi tentang cara pemilihan

Umum di Kota Medan sampai dengan mempersiapkan keperluan logistik yang

digunakan dalam pemilukada Kota Medan. Ketua KPU Medan, Evi Novida Ginting

menjelaskan jika seluruh persiapan Pilkada hampir rampung. Dijelaskannya, saat ini

sebanyak 1.961.155 kartu pemilih dan kartu undangan C6 KWK untuk warga yang

namanya terdaftar dalam DPT telah didistribusikan, telah memastikan seluruh logistik

Pilkada yang meliputi tinta coblos, busa, paku, kertas suara dan logistik lainnya telah

disampaikan ke KPPS sejak beberapa waktu lalu. “2.011.121 kertas suara yang sudah

termasuk dengan kertas tambahan telah sampai ke KPPS. (kutipan dari Surat Kabar

Waspada Medan).

Tanggal 12 Mei 2010 dilakukanlah Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota

Medan yang dilaksanakan di 21 Kecamatan. Dari hasil perolehan suara pada putaran

I, terdapat dua pasangan yang unggul dan maju pada putaran II karena perolehan

(16)

Harahap-Dzulmi Eldi dan pasangan nomor urut 10 Sofyan Tan – Nelly Armayanti.

Pilkada dua putaran ini sesuai UU No 12 tahun 2008 perubahan UU No 32

tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Bila merujuk pada Keputusan KPU Medan

nomor 35 perubahan ke 2 tahun 2009 tentang tahapan Pilkada, putaran kedua

berlangsung 16 Juni 2010, diikuti dua pasangan peraih suara terbanyak. Pilkada

Medan putaran kedua sebanyak 1.961.155 pemilih. Jumlah ini menunjukkan ada

sebanyak 641,199 pemilih tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Medan

2010 ini. Partisipasi pemilih Pilkada Medan ini meningkat dari putaran pertama yang

hanya 34,7 persen menjadi 45 persen. Dan hasil terakhir yang diperoleh pasangan

Rahudman Harahap – dzulmi Eldin memenangkan pilkada Medan periode 2010 –

2015 dengan mengalahkan pasangan Sofyan Tan – Nelly Armayanti.

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada disebutkan oleh Mawardi

(2008) disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut; Pertama, masyarakat secara

sadar dan mandiri untuk tidak menggunakan hak pilihnya dengan pertimbangan yang

didasari sikap apatis, yakni mereka meyakini bahwa para calon yang bertarung tidak

memiliki kapasitas untuk mewujudkan harapan mereka. Selain itu, mereka menyadari

bahwa mencoblos dan tidak mencoblos memiliki makna yang sama, yakni tidak

memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam kehidupan mereka. Kedua,

rendahnya partisipasi masyarakat dalam pilkada, diakibatkan persoalan tekhnis dalam

pilkada. Dalam hal ini, penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang amburadul

memicu tingginya jumlah warga yang tidak terdaftar di DPT sehingga menggugurkan

(17)

masalah krusial yang sepertinya tidak memiliki solusi. Sebab serangkaian pilkada

sudah berlangsung, masalah DPT yang tidak akurat tetap menyisakan persoalan

rendahnya partisipasi pemilih. Ketiga, partisipasi juga dipengaruhi oleh kepentingan

individual pemilih.

Pada penelitian ini, agar lebih objektif, peneliti memilih objek penelitian

adalah masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang

Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan sebagai tempat penelitian.

Di Indonesia secara relative terdapat kesetiaan etnis yang relative tinggi dan

bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas.8

8

Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta; LP3S, 2003, h. 182

Kesetiaan etnis di Indonesia

masih terlihat sangat signifikan dan mengabaikan faktor etnis yang dapat menimbulkan

kesalahpahaman tentang politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal diatas

menunjukkan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang.

Identitas partai akan berkaitan dengan kesetiaan dan ketidaksetiaan dari massa

suatu partai. Semakin tinggi identitas partai akan semakin tinggi tingkat loyalitas massa

partai, sebaiknya semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah loyalitasnya di

Indonesia loyalitas massa partai sering dikaitkan dengan etnisitas. Perbedaan etnis diikuti

pula oleh perbedaan agama yang mereka anut serta lapangan pekerjaan yang menjadi

sumber mata pencaharian mereka sehari-hari. Semua perbedaan adalah perbedaan etnis,

agama, pekerjaan, menjurus pada perbedaan organisasi sosial atau partai politik yang

(18)

Dalam perkiraan kasar jumlah masyarakat Karo telah melebihi angka 1 juta jiwa.

Ada beberapa kalangan bahkan memperkirakan telah melampaui tersebut. Mereka

bermukim di 3 (tiga) wilayah yaitu daerah Dataran Tinggi Karo, Langkat dan

Deliserdang. Namun, jumlah yang cukup besar dan wilayah bermukim yang luas ini

belum menjadikan mereka memiliki pengaruh yang signifikan dalam pengambilan

kepurtusan-keputusan politik di tingkat Pemerintahan Propinsi. Alokasi dana

pembangunan, penyebaran proyek-proyek yang berimplikasi penambahan jumlah uang

beredar di daerah, penentuan pejabat penting kebanyakan dirasakan belum

memperhatikan aspirasi masyarakat Karo. Kalangan masyarakat Karo juga mencatat

bahwa setiap kali dibuat keputusan-keputusan yang memerlukan pertimbangan tentang

jumlah anggota/ pendukung suatu etnis.

Akses terhadap kekuasaan adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan

mempengaruhi pejabat-pejabat politik. Umumnya kelompok yang memiliki akses

terhadap kekuasaan adalahkelompok masyarakat yang tingkat partisipasiny dalam politik

(yang sudah barang tentu mempersyaratkan kompetensi) cukup tinggi. Masyarakat Karo

pasca era G305/PKI telah menjadi kelompok masyarakat yang sangat rendah aksesnya

terhadap kekuasaan.

Adapun pertimbangan yang diperhatikan peneliti dalam melakukan penelitian

dengan memilih masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang

Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan adalah karena pertimbangan

(19)

peneliti terhadap apa yang ditelitinya”,9

B. Perumusan Masalah

yang mencakup antara lain: 1. penelitian

sesuai dengan minat peneliti; 2. Penguasaan teori seputar masalah; 3. sesuai disiplin

ilmu yang dipelajari; 4. cukup banyak penelitian sebelumnya tentang masalah

tersebut; 5. berdasarkan pertimbangan waktu; 6. pertimbangan biaya; 7. situasional

masyarakat menyambut baik masalah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang

berjudul “Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota

Medan Tahun 2010 (Studi Kasus: Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan

Medan Tuntungan)”

Dari latar belakang di atas, adapun yang menjadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat partisipasi politik masyarakat Karo yang

bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan dan

faktor yang mempengaruhinya pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Medan

Tahun 2010-2015”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

memperoleh gambaran bagaimana partisipasi politik masyarakat Karo yang

bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan

9

(20)

Kota Medan pada Pemilihan Umum Kepala daerah Kota Medan Tahun 2010-2015.

a. Untuk mengetahui bagaimana faktor Sosial Ekonomi. Kondisi Sosial Ekonomi

meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga masyarakat

Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan

Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode 2010-2015.

b. Untuk mengetahui bagaimana faktor politik. Peran serta politik masyarakat

didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir meliputi

komunikasi politik, kesadaran politik, pengetahuan masyarakat, kontrol

masyarakat Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang

Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode

2010-2015.

c. Untuk mengetahui bagaimana faktor nilai budaya. Kondisi nilai budaya

menyangkut persepsi, pengetahuan sikap dan kepercayaan politik masyarakat

Karo yang bertempat tinggal di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan

Tuntungan Kota Medan pada Pilkada Kota Medan Periode 2010-2015.

D. Manfaat penelitian

a. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya penelitian

dibidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya mengenai partisipasi politik.

b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi

peneliti lain yang ingin meneliti partisipasi politik, khususnya mengenai

(21)

Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada Pemilihan Umum

Kepala Daerah.

c. Bagi Peneliti, sebagai penelitian dan memperluas khasanah dan menambah

pengetahuan di bidang ilmu politik, khususnya mengenai partisipasi politik

masyarakat pada Pemilihan Kepala Daerah.

E. Kerangka Teori

Salah satu unsur yang paling penting peranannya dalam penelitian adalah

menyusun kerangka teori, karena kerangka teori berfungsi sebagai landasan berpikir

untuk menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih.

Menurut Masri Singarimbun, teori adalah serangkaian asumsi, konsep,

konstruksi, defenisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.10 Sedangkan menurut

F.N.Karliger sebagaimana dikutip oleh Joko Subagyo pada buku Metode Penelitian

dalam Teori dan Praktek, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi yang

berhubungan satu sama lain, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu

pandangan yang sistematis dari fenomena.11

10

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta:LP3ES, 1989, h.37.

11

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997, h.20.

Oleh sebab itu, dalam kerangka teori ini penulis akan memaparkan beberapa

(22)

E.1. Partisipasi Politik

Partisipasi yang meluas ciri khas modernisasi politik. Istilah partisipasi politik

telah diartikan dalam berbagai arti, apakah partisipasi politik itu hanya perilaku atau

mencakup pula sikap- sikap dan persepsi yang merupakan syarat mutlak bagi perilaku

partisipasi.

Partisipasi politik meurut Keith Fauls sebagaimana dikutip oleh Damsar

adalah keterlibatan secara aktif (ithe active engagement) dari individu atau kelompok

ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses

pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah.12

Dalam international eccyclopedia of the social sciences, Herbert McClosky

memberikan batasan pengertian partisipasi politik sebagai kegiatan-kegiatan sukarela

dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses

pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses

pembentukan kebijakan umum.13

12

(23)

Berdasarkan buku Samuel P. Huntington dan Joan Nelson14

1) Ia mencakup kegiatan-kegiatan akan tetapi tidak sikap-sikap. Dimana kegiatan

politik adalah yang objektif dan sikap-sikap politik yang subjektif.

penulis

merangkum defenisi inti yang perlu dicatat dalam partisipasi politik, yakni sebagai

berikut:

2) Yang diperhatikan dari partisipasi politik adalah kegiatan politik warga negara

preman, atau lebih tepat lagi perorangan-perorangan dalam peranan mereka

sebagai warga negara preman. Dengan demikian ada hubungan antara

partisipasi-partisipasi politik dan orang – orang profesional di bidang politik.

3) Yang menjadi pokok perhatian dalam partisipasi politik adalah kegiatan yang

dimaksudkan untuk mempengaruhi pengembilan keputusan pemerintah. Usaha–

usaha untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dapat melibatkan

usaha membujuk atau menekan pejabat-pejabat untuk bertindak (atau tidak

bertindak) dengan cara-cara tertentu.

4) Menurutnya bahwa partisipasi politik mencakup semua kegiatan yang

dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah,tak peduli apakah kegiatan itu

benar – benar mempunyai efek. Seorang partisipan politik dapat berhasil atau

tidak akan dapat berkuasa atau tidak. Dalam pengertian ini, maka kebanyakan

partisipan politik mempunyai kekuasaan yang kecil saja, dan hanya beberapa

partisipan saja yang mencapai sukses yang cukup besar dalam politik

14

(24)

Pada era saat ini kita dapat melihat, bahwa tingkat partisipasi masyarakat

tidak lagi dipengaruhi dimana ia tinggal atau dalam artian pedesaan atau perkotaan.

“kesemuanya bergantung pada tingkat perekonomian setiap daerah apabila kita

mengetahui bahwa tingkat partisipasi politik disuatu negara bervariasi sejalan dengan

tingkat pembangunan ekonominya”.

Samuel P.Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya menuliskan lebih

lanjut, bahwa partisipasi politik telah digunakan dalam berbagai arti, adapun

pengertian tersebut adalah sebagai berikut:

Partisipasi politik itu hanya perilaku, atau mencakup sikap-sikap dan persepsipersepsi (misalnya persepsi seseorang tentang relevansi politik bagi urusannya sendiri). Jika ditelusuri lagi secara spesifik, di dalam bukunya akhirnya didefenisikan bahwa partisipasi politik tidak hanya mencakup kegiatan yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, akan tetapi juga kegiatan yang oleh orang lain di luar sipelaku dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Yang pertama dapat dinamakan partisipasi otonom, yang terakhir partisipasi yang dimobilisasikan. Masalah niat, dan persoalan yang berkaitan dengannya, yakni motivasi-motivasi partisipasi politik merupakan hal yang kompleks dan kontroversial.15

Banyak orang bertindak, seperti: memberikan demonstrasi, yang merupakan

jenis partisipasi tetapi tidak merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan

keinginan sendiri melainkan dikarenakan adanya perintah orang lain yang disebut

istilah “Ward Boss”, istilah ini digunakan untuk orang-orang yang dengan

menggunakan paksaan, persuasi atau dengan rangsangan-rangsangan materi mereka

yang digunakan untuk memobilisasi orang-orang lain dalam usaha mengejar sasaran

15

(25)

mereka. Dalam beberapa studi secara eksplisif tidak menganggap tindakan yang

dimobilisasi atau yang dimanipulasi sebagai partisipasi politik.

Banyak tanggapan mengenai apa itu partisipasi politik, jadi jelaslah banyak

partisipasi di dalam sistem – sistem politik yang demokratis dan kompetitif

mengandung suatu unsur tekanan dan manipulasi. Dalam penelitian ini, partisipasi

yang dimobolisasi dan yang otonom bukan merupakan kategori-kategori dikotomis

yang dapat di bedakan dengan satu tujuan satu sama lain. Yang benar keduanya

adalah satu spectrum, terdapat perbedaan yang bersifat arbiter dan batas-batasnya

tidak jelas. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan melihat partisipasi politik

masyarakat yang terlihat atau yang dilakukan baik secara otonom maupun

dimobilisasi yang ukurannya dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik itu sendiri.

Sebagai defenisi umum, sesuai dengan yang diartikan oleh Miriam Budiarjo16

16

Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politi, PT Gramedia, Jakarta, 1982, h.12.

,

bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut

secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara

secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan

ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri

rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan

hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen. Partisipasi politik juga,

senantiasa mengacu pada semua bentuk kegiatan yang dilakukan dengan cara

(26)

Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam buku Partisipasi Politik di

Negara Berkembang mendefenisikan konsep partisipasi politik sebagai kegiatan

warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk

mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat

individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai

atau dengan kekerasan, legal atau ilegal.17

Galen A. Irwin dalam tulisannya mengenai “Polotical Efficacy, Statisfaction

and Participation”, partisipasi politik adalah suatu bentuk proses yang sistematis

untuk memilih kepala negara dengan jala pemilu. Hasil pemilu haruslah dapat

diterima oleh masyarakat umum sebgai kebijakan bersama.18

Menurut Thalha Hi Abu, adaptasi dari buku Michael Rush; Philip Adolf,

Pengantar Sosiologi Politik;1993;124 ada berbagai kesulitan dalam penyajian

berbagai bentuk partisipasi politik, terlepas dari tipe sistem politik, yaitu: segera

muncul dalam ingatan peranan para politisi profesional, pemberi suara, aktivis partai,

para demonstran. Menempatkan posisi dari aktivis politik memang dirasa penting,

untuk melihat apakah terdapat semacam hubungan hierarkis antara

peristiwa-peristiwa di atas. Hierarki yang paling sederhana dan berarti adalah hierarki yang

didasarkan atas taraf atau luasnya partisipasi. Namun demikian didapati tingkat

hierarki partisipasi politik yang bebrbeda dari suatu sistem politik dengan yang lain,

17

Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta:Rieneka Cipta, 1994, h.1.

(27)

tetapi partisipasi pada suatu tingkat hierarki tidak merupakan prasyarat bagi

partisipasi pada suatu tingkatan yang berbeda-beda dalam suatu sistem politik dengan

sistem politik lain, lagipula berbeda dalam suatu sistem menurut waktunya. Hierarki

partisipasi politik :

- Apatihi Total (masa bodoh), ini merupakan bentuk partisipasi yang paling rendah,

bahkan pada bentuk ini sebagian masyarakatnya menghindari berbagai bentuk

partisipasi politik, ataupun hanya berpartisipasi pada tingkat yang paling rendah.

- Voting (pemberian suara), pada bentuk ini partisipasi yang dilakukan adalah

berupa pemberian suara pada saat pemilu.

- Partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum dalam politik. Pada

bagian ini partisipasi yang dilakukan adalah diskusi secara informal dalam ruang

lingkup keluarga, teman, terkadang ditempat kerja.

- Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan lain-lain. Partisipasi ini lebih

nyata dari pada diskusi politik informal.

- Keanggotaan pasif organisasi semu politik.

- Keanggotaan aktif organisasi semu politik.

- Keanggotaan pasif suatu organisasi politik.

- Keanggotaan aktif suatu organisasi politik.

- Mencari jabatan politik atau administratif.

- Menduduki jabatan politik atau administratif. Ini merupakan partisipasi politik

(28)

E.1.1. Bentuk Partisipasi Politik

Menurut Ramlan Surbakti, bentuk partisipasi dibedakan menjadi partisipsi

aktif dan partisipasi pasif:

a. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berbeda kepada pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.

b. Sedangkan partisipasi pasif antara lain, berupa kegiatan mentaati peraturan pemerintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah.19

Bentuk yang paling sederhana dari partisipasi aktif adalah ikut memberikan

suara dalam pemilu, turut serta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan

keuangan dengan jalan memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi pasif

adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar, misalnya bentuk diskusi politik

informal oleh individu-individu dalam keluarga masing-masing, ditempat kerja atau

diantara sahabat-sahabat. Orang yang melakukan kewajibannya adalah warga negara

yang baik. Partisipasi semacam itu mengekspresikan kepercayaan akan legitimasi

struktur kekuasaan dan otoritas masyarakat.20

Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik

aktif yang paling kecil, karena hal itu menunjukkan suatu keterlibatan minimal, yang

akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana.21

19

Ramlan Surbakti, Memahami Politik, Grasindo, Jakarta,2003, h.74. 20

Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, h.118. 21

(29)

E.1.2. Jenis-Jenis Perilaku Masyarakat Dalam Partisipasi Politik

Sementara itu menurut Milbrath dan Goel membedakan partisipasi politik

menjadi beberapa kategori perilaku yaitu:

1. Apatis, yaitu orang yang menarik diri dari proses politik.

2. Spektator, yaitu berupa orang-orang yang setidak-tidaknya pernah ikut dalam pemilu.

3. Gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat.

4. Pengkritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional.22

Menurut Samuel P. Huntington, jenis-jenis perilaku politik antara lain sebagai

berikut:

1. Kegiatan pemilihan, mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan dalam kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.

2. Lobbying, mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat – pejabat pemerintahan dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.

3. Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah mempengaruhi keputusan pemerintah.

4. Mencari Koneksi (Contacting), merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintahan dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu atau segelintir orang.

5. Tindakan kekerasan (violence), juga dapat berupa partisipasi politik yakni upaya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dengan jalam menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (kudeta,

22

(30)

pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah (huru-hara, pemberontakan), atau mengubah seluruh sistem politi (revolusi).23

Menurut Sudijono Sastroatmojo, partisipasi politik itu merupakan kegiatan

yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan

yang dilakukan pemerintah.

E.1.3. Tujuan Partisipasi Politik

24

Sama halnya menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam

Partisipasi Politik di Negara Berkembang, seperti dikutip oleh Sudijono

Sastroatmojo, tujuan partisipasi politik adalah mempengaruhi pengambilan keputusan

pemerintah.25

Pendapat senada turut dilontarkan oleh Miriam Budiarjo, bahwa tujuan dari

partisipasi politik aktif, yaitu dengan cara datang ke tempat pemungutan suara adalah

untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah.

26

Norman H. Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Scince,

mengatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang

legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi

pejabat-pejabat negara dan tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka.27

(31)

E.1.4. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat

Menurut Ramlan Surbakti, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

partisipasi politik seseorang adalah kesadaran politik dan kepercayaan orang tersebut

kepada pemerintah.28

28

Ramlan Surbakti, Memahami Politik, Jakarta Grasindo, 2003, h.128.

Aspek kesadaran politik seseorang meliputi kesadaran terhadap

hak dan kewajibannya sebagai warga negara, baik hak – hak politik, ekonomi,

maupun hak-hak mendapatkan jaminan sosial dan hukum.27

Sedangkan menurut Weimer setidaknya ada lima penyebab faktor – faktor

yang mempengaruhi meluasnya partisipasi politik, yaitu:

1. Modernisasi.

Modernisasi disegala bidang berakibat pada partisipasi warga kota baru seperti kaum buruh, pedagang dan profesional untuk ikut serta mempengaruhi kebijakan dan menuntut keikutsertaannya dalam kekuasaan politik sebagai bentuk kesadarannya bahwa mereka pun dapat mempengaruhi nasibnya sendiri.

2. Terjadinya perubahan – perubahan struktur kelas sosial.

Perubahan struktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja baru yang makin meluas dalam era industrialisasi dan modernisasi. Hal ini menyebabkan munculnya persoalan, siapa yang berhak ikut serta dalam pembuatan keputusan-keputusan politik mengakibatkan perubahan-perubahan pola partisipasi politik.

3. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi massa.

Munculnya ide-ide baru seperti nasionalisme, liberalisme dan egaliterisme mengakibatkan munculnya tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi membantu menyebarluaskan seluruh ide–ide ini kepada masyarakat. Akibatnya masyarakat yang belum maju sekalipun akan menerima ide – ide tersebut secara cepat, sehingga sedikit banyak berimplikasi pada tuntutan rakyat.

4. Adanya konflik diantara pemimpin-pemimpin politik.

(32)

5. Keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dan urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan.

Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk ikut serta dalam mempengaruhi pembuatan keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan.29

d. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik, yakni masyarakat menguasai Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat, yaitu:

1. Faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan,

tingkat pendidikan dan jumlah keluarga.

2. Faktor politik. Peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk

menentukan suatu produk akhir.

Faktor Politik meliputi :

a. Komunikasi politik, adalah komunikasi yang mempunyai konsekuansi politik

baik secara aktual maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam

keberadaan suatu konflik. Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat

sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika.

b. Kesadaran Politik, kesadaran politik yang menyangkut pengetahuan, minat

dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. Tingkat

kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh

perhatian terhadap permasalahan dan atau pembangunan.

c. Pengetahuan masyarakat terdap proses pengambilan keputusan, akan

menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil.

29Ibid

(33)

kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek

kebijakan tertentu. Kontrol untuk mencegah dan mengeliminir

penyalahgunaaan kewenangan dalam keputusan politik. Kontrol masyarakat

dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan

ekspresi politik, memberikan aspirasi atau masukan (ide,gagasan) tanpa

intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat, untuk meningkatkan

kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan

pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan

mengenai pembangunan.

4. Faktor nilai budaya, merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakikatnya

adalah politik baik etika politik maupun teknik atau peradapan masyarakat. Faktor

nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan sikap dan kepercayaan politik.29

E.2. Pemilihan Kepala Daerah

a. Perspektif Teoritis

David Easton, teorotisi politik pertama yang memperkenalkan pendekatan

sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki sekurangnya

tiga sifat, yakni terdiri dari banyak bagian, bagian itu saling berinteraksi dan saling

tergantung dan mempunyai perbatasan yang memisahkannya dari lingkungannya

yang juga terdiri dari sistem-sistem lain.

Sebagai suati sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai

(34)

adalah electoral Regulation, Electoral process, dan electoral Law Enforcement.

Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan kepala

daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara,

calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi masing-masing. Elektoral

process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilihan

kepala daerah yang merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik bersifat legal

maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah penegakan hukum terhadap

aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi, administrasi atau pidana. Ketiga

bagian ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pemilihan kepala

daerah.

Sebagai suatu sistem pemilihan kepala daerah memiliki ciri-ciri yakni

bertujuan memilih kepala daerah, setiap komponen terlibat dan kegiatan mempunyai

batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupakan subsistem,

masing-masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu rangkaian utuh, memiliki

mekanisme kontrol, dan mempunyai kemampuan mengatur dan menyesuaikan diri.

b. Perspektif Praktis.

Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas

memimpin birokrasi dan menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang berfungsi

sebagai perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan. Istilah jabatan publik

mengandung arti bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan

(35)

harus dipilih oleh rakyat dan wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang

telah diberikan oleh rakyat. Jabatan politik bermakna bahwa mekanisme rekutmen

kepala daerah dilakukan dengan mekanisme politik yaitu, melalui pemilihan yang

melibatkan elemen politik, yaitu rakyat dan partai politik.

Pemilihan kepala daerah merupakan rekutmen politik yaitu, penyeleksian

rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik

Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, ataupun Walikota/Wakil Walikota.

Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai politik dan calon

kepala daerah.30

Konsep kulturalis tentang etnisitas merupakan suatu usaha yang berani untuk

melepaskan diri dari implikasi rasis yang inheren dalam sejarah konsep ras. Seperti

ditulis Stuart Hall (1996), “jika subjek kulit hitam dan pengalaman kulit hitam tidak

distabilkan oleh alam atau esensi lainnya, maka pastilah ia terkonstruksi secara

E.3. Etnisitas

Konsep etnisitas bersifat relasional yang berkaitan dengan identifikasi diri dan

asal usul sosial. Apa yang kita pikirkan sebagai identitaskita tergantung kepada apa

yang kita pikirkan sebagai bukan kita. Orang Jawa bukan Madura, Batak dan

lain-lain. Konsekuensinya, etnisitas akan lebih baik dipahami sebagai proses penciptaan

batas-batas formasi dan ditegakkan dalam kondisi sosio-historis yang spesifik (Barth,

1969).

30

(36)

historis, cultural, dan politis. Term etnisitas mengakui sejarah, bahasa, dan kebudyaan

dalam konstruki subjektivitas dan identitas, seperti halnya fakta bahwa semua wacana

selalui punya tempat, posisi, situasi dan semua pengetahuan selalu konstekstual”.

Masalah dalam konsepsi kulturalias tentang etnisitas adalah diabaikannya

pertanyaan-pertanyaan tentang kekuasaan dan ras. Etnisitas dapat dikembangkan ke

dalam diskusi tentang multikulturalisme, untuk menunjukkan formasi sosial yang

beroperasi dalam kelompok yang plural dan sejajar daripada kelompok yang

terasialisasi secara hirarkhis. Konsekuensinya, Hooks (1990) dan Gil Roy (1987)

lebih suka memakai konsep “ras”, bukan karena ia berhubungan dengan keabsolutan

biologis atau kultural, tetapi karena ia berhubungan dengan isu kekuasaan.

Sebaliknya Hall (1996) mencoba membangun kembali konsep etnisitas dengan

memusatkan perhatian pada dimana kita semua terlokasikan secara etnis.31

Menurut Fredrick Barth istilah etnis adalah suatu kelompok tertentu yang

karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori

tersebut pada sistem sistem nilai budayanya. Keompok etnis adalah kelompok orang-Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan istilah etnis berarti sosial atau

kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat,

agama, bangsa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnis memiliki

kesamaan dalam sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunakan atau tidak),

sisitem nilai, serta adat istiadat dan tradisi.

(37)

orang sebagai suatu populasi yang:32

• Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan.

• Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam

suatubentuk budaya.

• Membentuk jaringan komunikasi dan inetraksi sendiri.

• Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan

dapat dibedakan dari kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi

lain.

F. Metodologi Penelitian F.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data untuk diuji hipotesis atau

menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian. Tipe yang

paling umum dari penelitian ini adalah penilaian sikap atau pendapat dari individu,

organisasi, keadaan ataupun prosedur yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan

dalam survey, wawancara, ataupun observasi.33

Lokasi pada penelitian ini adalah di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan

F.2. Lokasi Penelitian

32

Fredrik Barth, Kelompok Etnik dan Batasannya, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press) 1988, hal. 11.

33

(38)

Medan Tuntungan Kota Medan.

F.3. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya. Populasi mempunyai lambang

(N).34

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar, maka peneliti tidak mungkin untuk

meneliti semua yang ada dipopulasi sehingga dalam hal ini dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Untuk itu sampel yang

diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).

Dalam hal ini populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

masyarakat suku Karo yang telah memiliki hak suara di dalam pemilihan

umum kepala daerah Kota Medan pada Kelurahan Simpang Selayang

Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan yang berjumlah 2.896 jiwa.

2. Sampel

35

Dikarenakan populasi yang bersifat heterogen atau tidak homogen, maka pada

teknik penarikan sampel menggunakan Teknik Proportionate Stratified

Random Sampling, yakni populasi yang mempunyai anggota atau unsur yang

34

Husein Umar, Metode Riset Bisnis, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.h.65. 35

(39)

tidak homogen dan berstrata secara proporsional.

Beberapa peneliti menyatakan, bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang

dari

10%,36

N

disebabkan jumlah populasi cukup besar yaitu 000 orang, maka

adapun rumus yang digunakan untuk menentukan dan pengambilan sampel

adalah rumus yang dikemukakan oleh Taro Yamane,

n =

d = Presisi, ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 90%

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:

2.896

(40)

F.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan oleh peneliti adalah:

1. Dengan menggunakan data primer yakni, melalui penyebaran angket atau

kuesioner dan wawancara dengan pedoman daftar pertanyaan terstruktur yang

ditujukan kepada masing-masing responden.

2. Dengan menggunakan data sekunder yakni, melakukan studi pustaka atau

dokumen dari kantor Lurah Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan.

F.5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberi gambaran mengenai

situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa kualitatif. Data-data

yang telah dikumpul, baik data primer maupun data sekunder yang diperoleh dari

lapangan yang akan diekplorasi secara mendalam, selanjutnya akan menghasilkan

suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang akan diteliti.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi dan teknik

pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Menguraikan tentang sejarah umum dan gambaran secara umum

(41)

Tuntungan.

BAB III : PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini akan menguraikan hasil dan analisis dari penelitian yang

berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

politik masyarakat Karo di Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan

Medan Tuntungan.

BAB IV : PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan analisis dan saran-saran yang diperoleh dari

hasil-hasil pembahasan, dengan berdasrkan kesimpulan yang telah

(42)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum

A.1. Letak Secara Geografis

Kelurahan : Simpang Selayang

Kecamatan : Medan Tuntungan

Kabupaten/Kota : Medan

Provinsi : Sumatera Utara

Kecamatan Medan Tuntungan, Medan adalah salah satu dari 21 kecamatan di

kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan

berbatasan dengan:

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

- Sebelah Utara berbatasan dengan Medan Selayang.

Kecamatan Medan Tuntungan pada umumnya mempunyai dua iklim musim

yaitu musim kemarau dan musim hujan yang mana kedua iklim tersebut dipengaruhi

oleh angin laut dan angin pegunungan. Salah satu kelurahan yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah Kelurahan Simpang Selayang, yang merupakan salah satu

kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan dengan luas sekitar 512 Ha, dengan

rincian: 3,36 Ha luas pemukiman, 00,4 Ha luas kuburan, 1,40 Ha luas perkarangan,

(43)

00,7 Ha luas tanam, 0,30 Perkantoran. Kelurahan Simpang Selayang memiliki 17

lingkungan dengan batas-batas wilayah Kelurahan Simpang Selayang terdiri dari:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kel. Kem. Tani

- Sebelah Timur berbatasan dengan kel. Lau Cih.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tj. Selamat.

Sebagai bahan kajian perihal partisipasi politik masyarakat Karo pada

pemilihan kepala daerah Kota Medan tahun 2010, maka jumlah Daftar Pemilih Tetap

(DPT) di Kelurahan Simpang Selayang adalah sebanyak 13.748 pemilih.

A.2 Demografi Penduduk

Penduduk Kelurahan Simpang Selayang berjumlah 16.673 jiwa. Untuk

memperjelas komposisi penduduk Kelurahan Simpang Selayang ini dapat dilihat

berdasarkan agama, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan etnis/suku.

1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Mayoritas penduduk Kelurahan Simpang Selayang ini menganut agama Islam

sekitar 56,80, penduduk menganut agama Kristen Protestan 39,78%, penduduk

menganut agama Kristen Katolik 2,48%, penduduk menganut agama Hindu 0,45%

dan penduduk yang menganut agama Budha 0,49%. Untuk lebih jelasnya dapat

(44)

Tabel 2.1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah %

1 Islam 9.471 56,80

2 Kristen Protestan 6.631 39,78

3 Kristen Khatolik 413 2,48

4 Hindu 76 0,45

5 Budha 82 0,49

Jumlah 16.673 100

Sumber : Data yang diperoleh dari kantor Kecamatan

Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa agama Islam merupakan agama

mayoritas yang dianut oleh penduduk di Kelurahan Simpang Selayang. Setelah itu

agama Kristen Protestan, Katholik dan Hindu juga terdapat di daerah ini.

2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kelurahan Simpang

Selayang dimana perempuan memiliki persentase yang tinggi yakni sebesar 50,72%

dan selebihnya 49,28% komposisi penduduk yang berjenis kelamin laki-laki. Untuk

(45)

Tabel 2.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 8.217 49,28

2 Perempuan 8.456 50,72

Jumlah 16.673 100

Sumber : Data yang diperoleh dari kantor Kelurahan

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Usia

Komposisi penduduk berdasarkan golongan usia dimana usia 16 – 55 tahun

memiliki persentase yang tinggi yakni sebesar 59,65%, golongan usia diatas 55 tahun

sebesar 23,39% dan selebihnya 16,96% lainya komposisi penduduk yang

bergolongan usia 0 – 15 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.3

sebagai berikut,

Table 2.3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Usia

No Usia Laki-laki Perempuan Persentase

1 0 – 15 tahun 1.410 1.418 16,96

2 16 – 55 tahun 4.847 5.100 59,65

3 diatas 55 tahun 1.806 2.092 23,39

Jumlah 8.063 8.610 100

(46)

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kelurahan Simpang

Selayang dimana masyarakat dengan tingkat pendidikan SLTA merupakan yang

tertinggi yaitu 38,01%, sebesar 31,17% masyarakat dengan pendidikan SLTP, sebesar

15,47% masyarakat dengan pendidikan SD, dan bahkan masih ada masyarakat yang

tidak tamat SD yaitu sebesar 6,58%, hanya ada 6,15% mayarakat dengan pendidikan

Diploma, 2,50% pendidikan S1, 0,09% pendidikan S2 dan 0,02% dengan pendidikan

S3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 Tidak tamat SD 1.004 6,58

2 SD 2.358 15,47

3 SLTP 4.751 31,17

4 SLTA 5.793 38,01

5 Diploma 938 6,15

6 S1 381 2,50

7 S2 11 0,09

8 S3 2 0,02

Jumlah 15.238 100

(47)

5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Komposisi penduduk di Kelurahan Simpang Selayang berdasarkan jenis

pekerjaan dimana masyarakat dengan jenis pekerjaan lain-lain sebanyak 29,35%,

mayarakat dengan pekerjaan sebagai PNS sebagai 15,70% dan pengusaha sebesar

Pengusaha % dan 13,9%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

(48)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan utama masyarakat di

Kelurahan Simpang Selayang adalah pekerjaan lain-lain, kemudian mayarakat

berkerja sebagai pekerja bangunan.

6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku

Komposisi penduduk berdasarkan etnis/suku di Kelurahan Simpang Selayang

adalah mayoritas etnis/suku Jawa yaitu sebesar 41,44%, kemudian etnis karo dengan

jumlah 36,03% dan beberapa etnis minoritas lainnya. Berikut ini adalah tabel

komposisi penduduk berdasarkan etnis/suku di Kelurahan Simpang Selayang.

Tabel 2.6

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/Suku

No Etnis/suku Jumlah Persentase

(49)

Masyarakat di Kelurahan Simpang Selayang sangat heterogen. Terdapat

beberapa suku mayoritas dan minoritas yang menetap di desa tersebut. Ini

menunjukan Kelurahan Simpang Selayang kaya akan suku budaya.

7. Organisasi Di Desa

Kelurahan Simpang Selayang ini memiliki organisasi yang cukup berjalan

dengan baik. Masyarakat begitu antusias di dalam pengurusan organisasi. Adapun

organisasi masyarakat misalnya, persatuan keagamaan, persatuan sosial, persatuan

kelompok suku-suku, dan organisasi kepemudaan (KNPI, AMPI, FKPPI, Karang

Taruna dan Ikatan Remaja Mesjid).

B. Gambaran Umum Pemilukada

Pemilukada Kota Medan sudah dilaksanakan secara langsung sebanyak 2 (dua

kali) yaitu tahun periode 2005 -2010 yang dimenangkan oleh Abdillah – Ramli dan

periode 2010-2015. Tanggal 12 Mei 2010 adalah pilkada kedua yang dilaksanakan

secara langsung, 1,9 juta lebih warga Kota Medan akan memberikan suaranya untuk

memilih

Wali Kota dan wakil Wali Kota Medan untuk periode 2010-2015. Ada sepuluh

pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan yang ikut serta dalam

pemilukada Kota Medan dan telah lulus dalam verifikasi oleh pihak KPUD Medan.

(50)

1. Pasangan Sjahrial – Yahya

2. Sigit – Nurlisa Ginting

3. Indra Sakty Harahap – Delyuzar

4. Bahdin Nur Tanjung – Kasim

5. Joko – Amir

6. Rahudman – Eldin

7. Prof. Arief Nasution – Supratikno

8. Maulana Pohan – Arif

9. Ajib Syah – Binsar Situmorang

10. Sofyan Tan – Nelly

Berikut ini akan diuraikan data-data pelaksanaan pemilukada di Kelurahan

Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan:

Jumlah DPT Suara Sah Suara Tidak Sah

Jumlah DPT Laki-Laki Perempuan

13.748 4.022 85 6.844 6.904

Sumber: KPU Kota Medan

Berdasarkan tabel di atas maka dapat dilihat jumlah Daftar Pemilih Tetap

(DPT) berjumlah 13.748 jiwa, dengan pembagian laki-laki sebanyak 6.844 jiwa dan

perempuan 6.904 jiwa. Suara sah sebanyak 4.022 suara dan suara tidak sah sebanyak

(51)

BAB III

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini akan dianalisis data yang diperoleh melalui penyebaran

kuesioner kepada para responden di kelurahan Simpang Selayang dengan responden

sebanyak 100 orang. Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang bersuku

Karo yang telah memiliki hak suara di dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota

Kota Medan Tahun 2010 di Kelurahan Simpang Selayang yaitu berjumlah 2.896

orang. Data yang disajikan dan dianalisis adalah karakteristik umum responden dan

Partisipasi Politik Masyarakat Karo Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan

Tahun 2010.

A. Karakteristik Responden

Berikut ini akan disajikan data yang berkaitan dengan identitas responden

yaitu: Umur, jenis kelamin, agama, pendapatan perbulan dan pendidikan.

(52)

Tabel 3.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Persentase

Sumber : Kuesioner 2012

Di dalam penelitian ini, jumlah responden adalah 97 orang. Jika dilihat dari

karakteristik umur responden pada tabel di atas maka, yang paling banyak jumlahnya

adalah responden yang berusia muda.

Suatu hal yang dapat dinarasikan dari hasil tabel di atas adalah banyaknya

responden muda karena berada pada usia yang produktif. Artinya responden pada usia

sebagaimana dijelaskan di atas memiliki suatu idealisme yang sangat baik dalam hal

menentukan dan berpartisipasi pada pelaksanaan pilkada. Responden pada usia di atas

juga dapat dijelaskan sangat berkarakter dalam menggunakan hak pilihnya, tidak

sedemikian mudah terpengaruh dan lebih menunjukkan idealismenya.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diambil secara acak dikarenakan

populasi bersifat heterogen. Selain itu juga dalam penentuan responden yang akan

diwawancarai peneliti menggunakan metode accident sampling dimana peneliti

(53)

menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum Walikota

dan Wakil Walikota Kota Medan tahun 2010 untuk kemudian dilanjudkan dengan

mengisi kuesioner. Karakteristik umur ini cukup baik dalam mewakili pandangan

responden tentang alasan masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih tetapi tidak

menggunakan hak pilihnya.

Tabel 3.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 56 54,3

2 Perempuan 41 39,7

Jumlah 97 100

Sumber: Kuesioner 2012

Perbedaan jenis kelamin tidak menjadi faktor penghambat bagi masyarakat

untuk ikut serta berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah, dimana adanya

persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Dilihat dari tabel di atas dapat dilihat

bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih besar jumlahnya jika

dibandingkan dengan yang berjenis kelamin perempuan, meskipun perbedaannya

tidak begitu jauh.

Oleh karena itu, komposisi berdasarkan jenis kelamin masih dianggap

berimbang. Sangat dipahami jika perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi

keikutsertaan masyarakat di dalam pemilihan umum. Untuk itu, agar penelitian ini

dapat mewakili atau menggambarkan masyarakat pemilih berdasarkan karakteristik

Gambar

Tabel 2.1
Table 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Kepuasan Pelanggan, Dan Nilai Pelanggan Dalam Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Joglosemar Bus (Studi Pada Wilayah Semarang Town

Penelitian ini juga menunjukkan sebelum dilakukan terapi bermain peran terdapat 7 orang (23,4%) anak yang memiliki tingkat sosialisasi cukup, anak yang memiliki

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa hubungan dukungan keluarga terhadap perasaan kesepian pada usia lanjut di Padukuhan Tiwir Sumbersari Moyudan

Skripsi Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual .... Dian

KARAKTERISTIK PASIEN MULTI DRUG RESISTANT TUBERCULOSIS YANG MENGALAMI SIMPTOM DEPRESI DAN KECEMASAN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN.. SYAHRIL RUSLI NIM

Tenure, Auditdelay, Opinion shopping, dan Proporsi Komisaris Independen terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Real Estate and Property yang

133/II/2017 Tanggal 14 Februari 2017 Tentang Pembentukan Tim Pelaksana dan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu, telah

PA/KPA Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi Lainnya (K/L/D/I), Kecamatan Peranap Alamat, Kecamatan Peranap mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa