• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan Dan Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Sdm) Kehutanan (Studi Kasus Di Bidang Perizinan Kehutanan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelembagaan Dan Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Sdm) Kehutanan (Studi Kasus Di Bidang Perizinan Kehutanan)"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KEHUTANAN

(STUDI KASUS DI BIDANG PERIZINAN KEHUTANAN)

NURTJAHJAWILASA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul ”KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) KEHUTANAN (STUDI KASUS DI BIDANG PERIZINAN KEHUTANAN)” adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi ataupun Lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Nurtjahjawilasa

(3)

Daya Manusia (SDM) Kehutanan (Studi Kasus di Bidang Perizinan Kehutanan). Dibimbing HARIADI KARTODIHARDJO, DODIK RIDHO NURROCHMAT dan AGUS JUSTIANTO.

Dalam rangka memahami kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan, adalah krusial untuk mengetahui bingkai ilmu pengetahuan terhadap isi kebijakan (tertuang dalam bentuk narasi regulasi dan norma) dan kepentingan serta pengaruh para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM kehutanan dengan: (1) mengevaluasi kinerja SDM kehutanan menuju pelayanan perizinan yang efisien, transparan dan akuntabel; (2) menganalisis perilaku SDM di bidang perizinan kehutanan: kepentingan (interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) para pihak yang mempengaruhi kinerja di bidang perizinan; dan (3) menganalisis struktur yang mencakup regulasi, nilai-nilai/norma, dan budaya kognitif SDM di bidang perizinan kehutanan.

Penelitian ini dilaksanakan di Kementerian Kehutanan (beserta UPT BPPHP Samarinda dan BPKH Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur), KemenPAN dan RB, BKN, LAN di Jakarta, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur dan Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Timur selama 18 bulan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode survei menggunakan kuesioner terstruktur, observasi mendalam, wawancara dengan narasumber kunci dengan teknik snowball, studi dokumen, dan kemudian membangun analisis dan sintesis atas berbagai data dan informasi yang didapat. Pada penelitian ini digunakan konsep analisis Situation-Structure-Behaviour-Performance / SSBP (Schmid 2004) yang dimodifikasi, yang merupakan pengembangan dari konsep Structure-Conduct-Performance (Shaffer 1980), dengan memasukkan faktor situasi sumber daya, yaitu sumber daya manusia sebagai obyek/fokus penelitiannya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur/kelembagaan memengaruhi perilaku para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya di dalam penciptaan „ruang analisis‟ kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan. Perilaku tersebut selanjutnya berkontribusi dominan dan tercermin pada kinerja yang dihasilkan, yaitu kinerja SDM aparatur bidang perizinan pemanfaatan hutan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kinerja SDM Kehutanan di bidang perizinan pemanfaatan hutan rendah dan perlu ditingkatkan menuju efektifitas pelayanan sebagaimana tuntutan reformasi birokrasi. Budaya organisasi pembelajar bagi SDM aparatur kehutananpenting untuk dikembangkan di internal Kementerian Kehutanan dan di daerah dalam rangka membangun struktur/kelembagaan yang kuat, selain aturan main dan norma-norma yang berkembang di institusi.

(4)

sinergi. Hal-hal positif yang dapat dikembangkan terkait behaviour/perilaku adalah pentingnya membangun hubungan yang saling menguntungkan dan tidak terjebak pada kepentingan pragmatis jangka pendek pada proses penetapan kebijakan SDM aparatur. Hubungan yang baik antar pemangku kepentingan dan di internal kementerian mencakup komitmen, tanggung jawab, otoritas, dan akuntabilitas dalam setiap penentuan kebijakan pengelolaan dan pengembangan SDM aparatur kehutanan.

Struktur, khususnya pada regulasi dan nilai-nilai/norma yang mendasari kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan dari masa ke masa tidak mengakar secara fundamental dan lebih bersifat normatif. Regulasi kurang berkembang dan mengalami hambatan dalam implementasinya. Nilai-nilai yang diharapkan menjadi budaya kerja belum menjadikan kelembagaan menjadi „hidup‟. Perubahan-perubahan kebijakan terkait pengembangan SDM aparatur kehutanan lebih banyak diwarnai oleh kebijakan di tingkat nasional, misalnya dengan diundangkannya UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur di Kementerian Kehutanan menguatkan kebenaran teori SSBP yang mengemukakan bahwa kinerja institusi dipengaruhi oleh perilaku para pihak yang terlibat, mempunyai pengaruh dan kepentingan di dalamnya. Secara kelembagaan, hal tersebut terjadi karena struktur (regulasi, nilai/norma, budaya kognitif) yang melingkupi institusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur terjadi karena situasi (politik, ekonomi, dan sosial) yang terbangun memungkinkan terciptanya kondisi demikian. Meskipun hubungan antara kinerja, perilaku, struktur dan situasi di dunia nyata yang kompleks tidak bisa ditarik atau disimpulkan secara linear sebagaimana dikemukakan, namun secara sederhana kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan dapat dianalisis dengan menggunakan variabel-variabel tersebut.

Kebaruan yang diperoleh pada penelitian ini mencakup kebaruan praktis dan kebaruan konseptual. Kebaruan praktis diperoleh dengan diketahuinya gambaran tentang struktur, perilaku dan kinerja SDM aparatur kehutanan serta pengaruh berbagai kepentingan, dinamika kekuasaan, dan pengetahuan serta jaringan para pihak terkait dengan keputusan perizinan kehutanan yang dilakukan oleh SDM aparatur kehutanan. Kebaruan praktis lainnya adalah tersedianya informasi tentang alternatif kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan. Penggunaan teori SSBP yang dimodifikasi dan digunakan dalam penelitian tentang kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan juga merupakan kebaruan konseptual lainnya.

(5)

Development: Case Study on Forestry Licensing. Suverpised by HARIADI KARTODIHARDJO, DODIK RIDHO NURROCHMAT and AGUS JUSTIANTO.

In order to understand the institutional and human resource development policies on forestry sector, it is important to study the frame of knowledge on the content of policy (set out in narrative form of regulations and norms), the interests and influence of the stakeholders involved. The purpose of this study is to analyze the institutional and forestry policy on human resource development focusing on: (1) evaluating the performance of human resources towards forestry concession services that is efficient, transparent and accountable; (2) analyzing the behavior of human resources in the field of forestry licenses: interests, knowledge and networks that affecting the performance of the parties; and (3) analyzing structure (regulations, values / norms, cultural cognitive) human resources in the field of forestry licenses.

This research was conducted at the Ministry of Forestry (including BPPHP Samarinda and BPKH Samarinda, East Kalimantan Province), Kemenpan and RB, BKN, LAN in Jakarta, the Forestry Office of East Kalimantan Province, and the Mines and Energy Office of East Kalimantan Province for totally 18 months. Techniques of data collection is done by survey method using structured questionnaires, in-depth observation, interviews with key informants using snowball technique, document study, and then develop analysis and synthesis of various data and information obtained. The study uses the modification of Situation-Structure-Behaviour-Performance/SSBP theory (Schmid 2004), which is the development of Structure-Conduct-Performance concept (Shaffer 1980), by inserting factors on resource situation. In this research, the apparatus of forestry human resource becomes the research object/research focus.

The results indicate that structural/institutional influences the behavior of stakeholders involved in the creation of 'space analysis of' human resource development on forestry policy. Furthermore, such behavior contribute dominantly and reflected on the performance of apparatus of forestry human resources handling forest utilization licenses. It was found that the performance of apparatus of forestry human resources in the field of forest utilization licenses is low and should be increased to achieve the effectiveness of services as the logical consequence of forestry bureaucratic reform. Learning organization culture for human resource development in forestry is important both for the Ministry of Forestry internally and in the East Kalimantan province. It is needed in order to build strong institutions, including rules and norms developed in the such institution.

(6)

interestsoin the process of establishing the policies of forestry human resources apparatus. Real good relationships among stakeholders in the internal of Ministry of Forestry includes commitment, responsibility, authority, and accountability applied on forestry human resources development policies.

Structure, particularly on related regulation and values/norms that underlie the human resource development of forestry policy, is still not rooted yet fundamentally in Ministry of Forestry and even looks like normative. Proper regulation is less developed. There is also lack of good implementation. The expected values to be working as daily work culture were not making the „real institution‟. Changes in policy related to forestry human resource development is much influenced by policies at the national level (for example, by the enactment of Law No. 5 year 2014 concerning ASN).

Institutional and policy of human resource development in the Ministry of Forestry reinforce SSBP theory. The theory argues that performance of institutions is influenced by behavior of parties involved. In theory, it happens because of structure (regulations, values / norms, cultural cognitive) surrounding the institution. The results showed that the structure occurs because of the situation (political, economic, and social) that enabled the creation of such conditions. Although the relationship among performance, behavior, structure and situation in the real world are complex and can not be concluded in a linear fashion as proposed, but simply forestry human resource development policy can be analyzed using these specific variables.

Novelty obtained in this study includes practical novelty and conceptual novelty. Practical novelty addressed by developing structure, behavior and performance of forestry human resources as well as the influence of various interests, the dynamics of power, knowledge and networking of related parties concerned with forestry licensing decisions making process. Other practical novelty is the availability of information about alternatives of forestry human resource development policies. The use of theory SSBP modified in research on institutional and human resource development of forestry policy is also the other conceptual novelty.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

NURTJAHJAWILASA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup dan Sidang Promosi:

1. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS

Guru Besar pada Divisi Kebijakan Kehutanan Departemen Manajemen Hutan

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Boen M. Purnama, MSc.

Ketua Umum Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta

(10)
(11)
(12)

segala berkat dan karunia-Nya sehingga disertasi dengan judul “Kelembagaan dan Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Kehutanan: Studi Kasus di Bidang Perijinan Kehutanan ini dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini disusun dan diajukan sebagai persyaratan dalam rangka memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop. (anggota komisi pembimbing) dan Dr. Ir. Agus Justianto, MSc. (anggota komisi pembimbing) yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan pengetahuan tentang kelembangaan dan kebijakan pembangunan kehutanan secara komprehensif;

2. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS, Dr. Ir. Boen M. Purnama, MSc. dan Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, MSc. selaku penguji luar komisi dan wakil program studi pada ujian tertutup dan pada sidang promosi yang memberikan wawasan lain yang menambah khazanah kebaruan pada penelitian ini;

3. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta jajarannya yang telah membantu kelancaran selama penulis mengikuti seluruh proses pembelajaran program S-3 di Sekolah Pascasarjana IPB;

4. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta jajarannya atas kesempatan dan izin yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Strata 3 di Sekolah Pascasarjana IPB;

5. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia (Pusdiklat SDM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beserta jajarannya yang memberikan beasiswa dalam menempuh pendidikan dan penelitian di Sekolah Pascasarjana IPB;

6. Teman-teman pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya angkatan 2011 atas dukungan dan motivasi, kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini; 7. Istri, anak-anak, dan keluarga besar saya yang telah memberikan semangat

dan dukungan moral secara terus menerus dalam penyelesaian pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor;

(13)

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa yang membalas kebaikan dan menyertai kehidupan kita semua.

Bogor, Februari 2016

(14)
(15)

ii

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Kebaruan (Novelty) 8

Kerangka Pikir Penelitian 8

Metode Penelitian 9

Jenis Penelitian 9

Paradigma Penelitian 10

Alur Penelitian 10

Waktu dan Lokasi Penelitian 11

Pengumpulan Data 11

Kerangka Pendekatan dan Analisis Data 12

2 DINAMIKA KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN SDM APARATUR DI KEMENTERIAN KEHUTANAN

Pendahuluan 15

Metode Penelitian 16

Hasil dan Pembahasan 17

Pemahaman terhadap Teori dan Konsep Pengelolaan dan Pengembangan SDM serta Implementasinya di Kementerian Kehutanan

17

Dibentuknya Badan dan Pusat 31

Definisi-Definisi Bencmarking Kompetensi SDM Kehutanan yang Digunakan

35 Sekilas Sejarah Pengembangan SDM di Dunia 39 Pembelajaran Human Resources Development (HRD) dari

Finlandia

40

(16)

Metode Penelitian 48

Hasil dan Pembahasan 49

Penilaian kinerja SDM aparatur kehutanan secara 360 derajat 49

Kompetensi etika, kompetensi kepemimpinan, dan kompetensi teknis SDM aparatur kehutanan

51

Simpulan 53

4 PERILAKU SDM APARATUR KEHUTANAN: ANALISIS

PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN

Pendahuluan 54

Metode Penelitian 58

Hasil dan Pembahasan 60

Identifikasi Pemangku Kepentingan 60

Kategorisasi Pemangku Kepentingan 62

Hubungan Antar Pemangku Kepentingan 65

Simpulan 68

5 STRUKTUR SDM APARATUR KEHUTANAN: BUDAYA ORGANISASI PEMBELAJAR DAN ANALISIS ISI

PERATURAN TERKAIT SDM APARATUR KEHUTANAN

Pendahuluan 70

Metode Penelitian 71

Hasil dan Pembahasan 73

Organisasi dan individu pembelajar bagi SDM aparatur kehutanan

73 Analisis isi (content analysis) regulasi

Simpulan

77 83 6 SITUASI KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN SDM APARATUR KEHUTANAN

Pendahuluan 83

Metode Penelitian 84

Hasil dan Pembahasan 85

Kondisi SDM Kehutanan saat ini 85

Kondisi SDM Aparatur Kehutanan yang Diharapkan 89 High transaction cost dan high exclusion cost kelembagaan dan

kebijakan SDM aparatur kehutanan

90

(17)

ii KEBIJAKAN

Simpulan 101

Implikasi teori 102

Implikasi kebijakan 104

Kebijakan Pengembangan SDM Aparatur Kehutanan Saran/Rekomendasi

104 107

(18)

2013

Tabel 2 Aspek-Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Merancang

Penelitian Metode Campuran 9

Tabel 3 Waktu dan Lokasi Penelitian 11

Tabel 4 Kerangka Pendekatan dan Analisis Data Penelitian 12 Tabel 5 Perbandingan Kebijakan Pengelolaan SDM periode 1993 s/d

2014 di Kementerian Kehutanan dengan Konsep Pengelolaan

SDM 18

Tabel 6 Ringkasan Hasil Wawancara terkait Implementasi

Konsep-Konsep Manajemen SDM di Kementerian Kehutanan 27

Tabel 7 Tahapan Proses SDM dalam Organisasi 29

Tabel 8 Konsep Perencanaan SDM 30

Tabel 9 Ruang Lingkup Pengembangan SDM 31

Tabel 10 Komparasi Konsep Ruang Lingkup Pengembangan SDM dengan

Cakupan Tugas Pokok Pusrenbang SDM Kehutanan 35 Tabel 11 Tahapan-Tahapan Penting Pengembangan SDM di Dunia 39 Tabel 12 Berbagai Pendekatan tentang Manajemen SDM oleh Para Ahli 40 Tabel 13 Definisi Evaluasi Kinerja menurut Beberapa Ahli 45 Tabel 14 Responden Penilai Kinerja SDM Kehutanan (Internal) 48 Tabel 15 Responden Penilai Kinerja SDM Kehutanan (Eksternal) 49 Tabel 16 Penilaian 360° terhadap SDM Kehutaan bidang Perizinan di

Beberapa Unit Organisasi Pusat dan Provinsi Kalimantan Timur 50 Tabel 17 Kompetensi Pejabat Publik/SDM Kehutanan di Beberapa Unit

Organisasi Kementerian Kehutanan dan Provinsi Kalimantan

Timur 51

Tabel 18 Waktu dan Lokasi Penelitian 58

Tabel 19 Pengelompokan Kuantitatif atas Kepentingan dan Pengaruh Para Pemangku Kepentingan dalam Kebijakan Pengembangan SDM

Kehutanan 59

Tabel 20 Pemangku kepentingan yang terlibat dalam Penentuan Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan SDM Kehutanan Beserta

Perannya 61

Tabel 21 Pengkategorian Pemangku Kepentingan pada Penentuan

Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan SDM Kehutanan 62 Tabel 22 Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Para Pemangku Kepentingan

dalam Pengembangan SDM Aparatur Kehutanan 63

Tabel 23 Tingkat Hubungan antar Pemangku Kepentingan dalam

Pengembangan SDM Aparatur Kehutanan 66

Tabel 24 Kapasitas Kelembagaan di Beberapa Unit Organisasi Kementerian Kehutanan dan Provinsi Kalimantan Timur

(19)

ii

Tabel 27 Sebaran PNS Kementerian Kehutanan Berdasarkan Pendidikan

tahun 2013 87

Tabel 28 Sebaran PNS Kementerian Kehutanan Berdasarkan Golongan

dan Gender tahun 2013 88

(20)

Gambar 2 Kerangka Pikir Konseptual Penelitian secara Keseluruhan 8

Gambar 3 Alur Pikir Penelitian 10

Gambar 4 Konsep-Konsep dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia 19

Gambar 5 Fungsi-Fungsi Manajemen SDM 20

Gambar 6 Jalur Karier PNS Kementerian Kehutanan 25

Gambar 7 Struktur Organisasi Awal BP2SDM Kehutanan 33

Gambar 8 Kedudukan Pusrenbang SDM dalam Struktur Organisasi BP2SDM

Kehutanan 33

Gambar 9 Struktur Organisasi BP2SDM setelah Penggabungan Menjadi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 34 Gambar 10 Sebuah Sistem yang Terintegrasi untuk Manajemen Kompetensi dan

Pengembangan SDM 41

Gambar 11 Berbagai Penilai dalam Evaluasi Kinerja 47

Gambar 12 Kinerja SDM Aparatur Kehutanan Bidang Perizinan 50 Gambar 13 Kompetensi Pejabat Publik/SDM Aparatur Kehutanan di Tingkat

Pusat dan di Propinsi Kalimantan Timur

52 Gambar 14 Matriks Kepentingan dan Pengaruh para Pemangku Kepentingan

dalam Pengelolaan dan Pengembangan SDM Kehutanan 65

Gambar 15 Komponen-Komponen Organisasi Pembelajar 71

Gambar 16 Kapasitas Kelembagaan SDM Aparatur Kehutanan Berdasarkan

Konsep Organisasi Pembelajar 76

Gambar 17 Sebaran SDM Aparatur Kementerian Kehutanan tahun 2013 menurut Lokasi

87 Gambar 18 Sebaran SDM Aparatur Kementerian Kehutanan tahun 2013 menurut

Golongan

(21)

ii

Lampiran 1 Hasil-Hasil Penelitian tentang Sumber Daya Manusia 118 Lampiran 2 Analisis SSBP (Schmid 2004: Conflict and Cooperation:

Institutional and Behavioral Economics; Schmid 1987: Property, Power, and public Choice An Inquiry into law and Economics.)

122

Lampiran 3 Kuesioner Penilaian Kinerja SDM Aparatur Kehutanan secara 360 Derajat

123 Lampiran 4 Kuesioner Penilaian Kompetensi SDM Aparatur

Kehutanan oleh Para Pemangku Kepentingan

129 Lampiran 5 Rekapitulasi Penilaian Kinerja 360 Derajat 130 Lampiran 6 Rekapitulasi Kompetensi SDM Aparatur Kehutanan oleh

Para Pemangku Kepentingan

134

Lampiran 7 Rekapitulasi Analisis Stakeholders 136

Lampiran 8 Kuesioner Organisasi Pembelajar SDM Aparatur Kehutanan

137 Lampiran 9 Rekapitulasi Penilaian Variabel dan Indikator untuk

Organisasi Pembelajar pada SDM Aparatur Kehutanan

143 Lampiran 10 Analisis Isi Peraturan Perundangan terkait Pengelolaan

SDM Aparatur Kehutanan

146 Lampiran 11 Kebaruan (Novelty) Praktis sebagai Implikasi Kebijakan

Hasil Penelitian

159 Lampiran 12 Rancang Bangun Sistem Informasi Pola Karir dan Pola

Diklat Terintegrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

162

ISTILAH DAN SINGKATAN

ASN : Aparatur Sipil Negara

Balitbang : Badan Penelitian dan Pengembangan Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Baperjakat : Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan

BKD : Badan Kepegawaian Daerah

BKN : Badan Kepegawaian Nasional

BP2SDM : Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia BPKH : Balai Pemantauan Kawasan Hutan

BPPHP/BP2HP : Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi

BUK : Bina Usaha Kehutanan

(22)

DPR : Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

D-4 : Diploma 4

HRD : Human Resources Development

IKK : Indikator Kinerja Kunci

IPK : Izin Pemanfaatan Kayu

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

IUPHHK-HA : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Alam IUPHHK-HT : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman IUPHHK-RE : Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dari Restorasi Ekosistem KASN : Komisi Aparatur Sipil Negara

KemenPAN dan RB

: Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

KIP : Keterbukaan Informasi Publik KKN : Korupsi Kolusi Nepotisme

KPI : Key Performance Indicator

KPK : Komisi Pemberantasan Korupsi LAN : Lembaga Administrasi Negara Kemenhut : Kementerian Kehutanan

KemenLH dan K : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

MBA : Master Bussiness Administration

MM : Magister Management

NGO : Non Government Organization

NKB : Nota Kesepakatan Bersama

PAC : Personnel Accesment Centre

PNS : Pegawai Negeri Sipil

Pusdiklat : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pusluh : Pusat Penyuluhan

Pusenbang : Pusat Perencanaan dan Pengembangan Renstra : Rencana Strategis

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

SD : Sekolah Dasar

SDM : Sumber Daya Manusia

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SOP : Standard Operational Procedure

SP3K : Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan SSBP : Situation-Structure-Behaviour-Performance

S1 : Strata 1

S2 : Starta 2

(23)

ii

UNDP : United Nations Development Programme

UPT : Unit Pelayanan Teknis

(24)

Latar Belakang

Organisasi pada hakikatnya adalah suatu ikatan atau entitas sosial dari individu-individu yang memiliki tujuan bersama (Robbins 2009). Namun,

penamaan ‗organisasi‘, terlebih jika sudah bertahun-tahun, sering mengabaikan fenomena bahwa salah satu unsur terbesar organisasi adalah manusia (Rachmawati 2008). Kualitas manusia di dalam organisasi, bersama-sama dengan sumber daya yang lain, bersinergi menentukan kualitas organisasi (Rowley dan Jackson 2012). Lombardi Jr (2003) menyatakan bahwa ‗the achievements of an organization are the result of the combined effort of each individual‘. Namun

demikian, seringkali unsur sumber daya manusia (SDM) dan dinamikanya sering tidak diperhitungkan pada saat organisasi mengalami perubahan (Sugiarto 2007). Lebih detail, individu di dalam organisasi merupakan sesuatu yang dinamis dan

‗bergerak‘ mengikuti tuntutan kebutuhan, nilai-nilai dan harapan yang dimilikinya (Simamora 1995). Apabila individu tidak terkelola dengan baik, saling egois, patronisme, bisa membuat organisasi tidak terkontrol dan pada akhirnya tidak produktif (Siagian 2012).

Peran sumber daya manusia (SDM) dalam sebuah organisasi menjadi semakin penting dan strategis. Menurut Dessler (2005) dalam Hanggraeni (2012), beberapa tantangan SDM saat ini antara lain globalisasi, perkembangan teknologi, relokasi industri, sifat pekerjaan yang semakin menuntut pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills) dan sikap kerja (work attitude) yang tinggi, dan demografi tenaga kerja seiring semakin heterogennya dunia kerja. Kemampuan organisasi di dalam menghadapi dan menjawab tuntutan perubahan membutuhkan modal insani yang memiliki tingkat keunggulan kompetitif terutama di bidang penguasaan teknologi informasi dan budaya kerja organisasi yang baik (Marwansyah 2010). Tanpa manajemen sumber daya manusia yang handal, pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber-sumber daya yang lainnya menjadi kurang berdaya guna dan berhasil guna. Pengembangan SDM harus dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh dan multidimensional mencakup dimensi politik, ekonomi, hukum, sosio-kultural, administrasi, dan teknologikal (Siagian 2012).

Memasuki era persaingan tenaga kerja yang semakin ketat dan bersifat

(25)

Di tingkat nasional, data terbaru yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (Word Economic Forum/WEF) dalam Global Competitiveness Report 2014-2015 tentang peringkat daya saing global menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 34 dari 144 negara di dunia1. Rendahnya peringkat Indonesia salah satunya adalah masalah pemberantasan korupsi yang masih menjadi titik lemah penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia (Kompas 16 April 2015).

Sebagai contoh, di tingkat provinsi, meski mengelola dana otonomi khusus yang cukup besar (mencapai 280 triliun rupiah), Provinsi Papua selama 12 tahun tetap dalam kondisi miskin dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di bawah rata-rata IPM Nasional. Pada tahun 1996 IPM Papua 60,2 dan tahun 1999 sebesar 58,8 yang merupakan IPM terendah kedua nasional. Tahun 2012, IPM Papua naik menjadi 65,86 tetapi rata-rata IPM propinsi adalah 73,292. Faktor kualitas SDM yang rendah dan tingginya tindak korupsi diduga menjadi penyebab. Di tingkat nasional, IPM Indonesia dan rankingnya adalah sebagaimana Tabel 1.

Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM3) Indonesia tahun 1980 s/d 20134 Tahun IPM Peringkat IPM Jumlah Negara

1980 0,471 83 124

1990 0,528 98 141

2000 0,609 94 168

2005 0,640 103 174

2008 0,654 104 187

2010 0,671 110 187

2011 0,678 110 187

2012 0,681 108 187

2013 0,684 108 187

Sumber: Human Development Report, UNDP, http://hdr.undp.org/en/content/human-development-index-hdi-table (7 Juli 2015)

Di bidang kehutanan, salah satu kungkungan dogma yang berkembang adalah bahwa masalah kehutanan semata merupakan masalah teknis yang berorientasi kepada obyek/hutan, bukan berpijak pada kesadaran bahwa masalah kehutanan salah satunya berakar pada masalah yang jauh dari sumber daya hutan (Nugroho 2011). Subyek, dalam hal ini adalah SDM yang berperan dalam pembuatan kebijakan terkait sumber daya alam, memegang peran penting pada pembangunan kehutanan. Untuk memahami suatu proses kelembagaan dan kebijakan tertentu, misalnya kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM

1

Sistem pemeringkatan berdasarkan indikator pendidikan, efisiensi pasar, infrastruktur, teknologi, dan makro ekonomi (Harian Nasional Kompas 16 April 2015)

2

Harian Kompas, 8 Maret 2014: Otsus Tidak Berpengaruh, 12 Tahun Kelola Dana Rp 280 Triliun, Papua Tetap Miskin

3

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan kehidupan yang layak (Badan Pusat Statistik).

4

(26)

kehutanan, sangat penting untuk mengetahui bingkai ilmu pengetahuan terhadap isi kebijakan/regulasi dan norma (discourse/narrative), posisi para pelaku dalam jejaring (actors/network), dan dinamika kekuasaan (politics/interest) yang bersifat membangun atau menghambat kebijakan (Kartodihardjo 2011). Pada konteks kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM kehutanan, berbagai peraturan dan norma-norma tentang SDM kehutanan, posisi dan jaringan aktor serta pola interaksinya, kepentingan dan politik aktor yang melatarbelakangi pengambilan kebijakan SDM menjadi fokus utama di dalam penelitian ini. Pada penelitian ini digunakan teori Situation-Structure-Behaviour-Performance / SSBP (Schmid 2004) yang dimodifikasi, yang merupakan pengembangan dari konsep Structure-Conduct-Performance (Shaffer 1980), dengan memasukkan faktor situasi sumber daya, di dalam penelitian ini yaitu sumber daya manusia sebagai obyek/fokus penelitiannya. Pada teori ini disebutkan bahwa situasi dan struktur dapat saling mempengaruhi, kemudian keduanya secara bersama-sama mempengaruhi perilaku. Pada akhirnya perilaku mempengaruhi kinerja yang ditunjukkan (Schmid 2004).

Perumusan Masalah

“Bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat. (Konsideran Undang Undang Kehutanan No.41 tahun 1999)”

”Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitas yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari dengan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kehutanan yang berkesinambungan (Undang-Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999 pasal 52 ayat 1)”

Selain konsideran Undang-Undang Kehutanan No. 41 tahun 1999 dan pasal 52 ayat 1, Undang-Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K) sebagai kelanjutan pidato Presiden RI tahun 2005 yang bertujuan membangkitkan kembali peran penyuluhan dalam mewujudkan revitalisasi pertanian, perkebunan, perikanan, dan kehutanan dianggap sebagai titik awal berkembangnya kelembagaan pada sektor-sektor pembangunan5. Perkembangan ini selanjutnya direspon oleh internal Kementerian Kehutanan salah satunya dengan dibentuknya sebuah badan/lembaga setingkat Eselon I yaitu Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kehutanan melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. 40 tahun 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan. Dua tahun kemudian melalui Permenhut No. 33 tahun 2012 tentang Perubahan Permenhut No. 40 tahun 2000 dibentuk Pusat Perencanaan Pengembangan SDM Kehutanan sebagai lembaga setingkat Eselon II di bawah BP2SDM Kehutanan. Munculnya

5

(27)

terminologi pengembangan SDM antara lain didasarkan pada kesadaran pengembangan organisasi yang menginisiasi kebijakan pengembangan SDM yang semula telah dilaksanakan di Sekretariat Jenderal melalui Biro Kepegawaian6 (yang lahir lebih banyak didasarkan pada undang-undang kepegawaian). Analisis atas kelembagaan dan kebijakan dua lembaga baru di atas yang pada dasarnya mendasari ide penelitian ini, dengan mencoba menelaah fenomena yang ada dengan teori kelembagaan, teori kebijakan, dan konsep pengembangan sumber daya manusia.

Dengan menggunakan kerangka SSBP, permasalahan-permasalahan SDM secara nasional maupun di tingkat Kementerian Kehutanan dikelompokkan ke dalam kerangka sebagai berikut: Permasalahan SDM terkait struktur antara lain pengaturan kepegawaian terdapat di berbagai undang-undang dan menimbulkan kompleksitas, pekerjaan tempat PNS mengabdi tidak dipandang sebagai profesi, pengadaan PNS melalui sistem formasi menjadi komoditi yang menggiurkan, penempatan dan pengangkatan dalam jabatan struktural dicemari intervensi politik, terbatasnya mobilitas PNS melemahkan NKRI, sembilan dari sepuluh (9/10) PNS tidak pernah diberi kesempatan mengembangkan diri, kualifikasi dan kompetensi PNS tidak sesuai kebutuhan, desentralisasi pengadaan PNS menyuburkan semangat kedaerahan, perkiraan terjadinya ‗tsunami‘ pensiun pada 2025 (sekitar 2.7 juta PNS akan pensiun dan beban fiskal mencapai Rp 165 triliun), fragmentasi peraturan perundangan sistem kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja, sistem remunerasi dan tunjangan sangat bervariasi antar instansi melemahkan esprit de corps, masalah overstaff dan understaff, remunerasi tidak terkait kinerja, promosi jabatan tertutup dan penuh KKN, pengadaan aparatur tidak objektif dan penuh KKN (KemenPAN dan RB 2012). Masalah-masalah tersebut timbul salah satunya karena kelemahan dalam implementasi dan ketidakadaan atau ketidakcukupan norma dalam UU sebelumnya. Permasalahan lainnya adalah kurang luasnya ilmu pengetahuan dan keterampilan, lemah dan dangkalnya profesionalisme, lemahnya kepemimpinan (Darusman 2012).

Permasalahan yang berhubungan dengan behaviour/perilaku SDM antara lain: suka bersifat sebagai pengikut (follower), lemahnya budaya pengguna ilmu pengetahuan, suka melihat perbedaan cara dan tidak suka melihat kesamaan tujuan, tidak jujur dan tidak mau belajar dari kesalahan, sindrom zona kemapanan (comfort zone syndrome), individualis dan egois, jauh dari gaya hidup profetik/kehidupan dengan berpedoman pada hal-hal yang terbaik yang pernah ada/the highest but realistic standard of life (Darusman 2012).

Selanjutnya, permasalahan terkait performance/kinerja SDM antara lain:

high cost and low performance (belanja aparatur ditingkat nasional sekitar 38 persen dari APBN, dan mencapai lebih dari 63 persen di daerah, bahkan di 11 daerah mencapai 76 persen; KemenPAN dan RB 2012). berdasarkan Survey Integritas Sektor Publik tahun 2012 yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada rentang skor 0 (nol) sampai dengan 10 (sepuluh) untuk menggambarkan buruk dan baiknya tingkat integritas kementerian/lembaga, hanya terdapat satu instansi pusat yang memperoleh nilai integritas di bawah 6,

6

(28)

yaitu Kementerian Kehutanan terkait dengan integritas SDM pada perizinan pelepasan kawasan hutan. Survei dilakukan terhadap 498 unit layanan yang tersebar di 20 instansi pusat, 5 instansi vertikal, dan 60 pemerintah daerah, dengan melibatkan jumlah responden pengguna layanan sebanyak 15.000 orang yang terdiri dari 1.200 orang responden di tingkat pusat, 8.160 orang responden di tingkat instansi vertikal, dan 5.640 orang responden di tingkat pemerintah daerah. Seluruh responden merupakan pengguna langsung dari layanan publik yang disurvei dalam satu tahun terakhir. Dalam survei ini standar minimal integritas yang ditetapkan oleh KPK adalah sebesar 6,00 dengan rentang penilaian adalah dari 0 (terburuk) sampai dengan 10 (terbaik). Penilaian survei dilakukan dengan menggabungkan dua unsur, yakni pengalaman integritas (bobot 0,667): yang merefleksikan pengalaman responden terhadap tingkat korupsi yang dialaminya; dan potensi integritas (bobot 0,333) yang merefleksikan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi (Gambar 1).

Gambar 1. Indeks Integritas Unit Pelayanan Izin Pelepasan Kawasan Hutan (sumber: KPK 2012; keterangan: merah=buruk, < 5; kuning 5-6= kurang; > 6=cukup)

Unit Kerja Presiden di bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) pada akhir 2012 juga melakukan survey tentang rapor kementerian dan terdapat 6 (enam) kementerian yang memiliki rapor merah. Survei tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja kementerian/lembaga tingkat pusat secara menyeluruh. Walaupun hasil penilaian tidak menyebutkan secara jelas kementerian mana yang mendapat rapor merah, namun kedua hal di atas secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia terkait integritas dan kinerjanya. Pada bagian lain dari laporan itu

Indeks integritas

4,84

Pengalaman integritas 5,28

Potensi integritas 3,98

Pengalaman korupsi 5,21

Cara pandang thd korupsi

5,21

Jumlah/besaran korupsi 4,94 Frekuensi pemberian gratifikasi 5,23

Waktu pemberian gratifikasi 5,42

Arti pemberian gratifikasi 5,52 Tujuan pemberian gratifikasi 5,23

Lingkungan kerja 6,56

Sistem administrasi 3,63

Pencegahan korupsi 2,13 Perilaku individu

5,22

Kebiasaan pemberian gratifikasi 3,53 Kebutuhan pertemuan di luar prosedur 8,87

Keterlibatan calo 8,85

Fasilitas di sekitar lingk. Pelayanan 7,87 Suasana/Kondisi di sekitar pelayanan 7,94

Kepraktisan SOP 4,41 Keterbukaan informasi 3,00 Pemanfaatan teknologi informasi 4,76

Keadilan dlm pelayanan 6,50 Ekspektasi petugas thd gratifikasi 5,10

Perilaku pengguna layanan 3,36

(29)

disebutkan bahwa secara khusus hal yang perlu mendapat perhatian adalah pentingnya perbaikan kualitas pelayanan perizinan dan transparansi anggaran.

UNDP Indonesia (2014) di dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa indeks perizinan kehutanan online adalah rendah ditandai kurangnya ketepatan waktu dan biaya tidak resmi yang muncul, kurangnya independensi penyedia layanan, lemahnya peraturan tentang pengawasan, tidak ada sanksi untuk perilaku korup, dan lemahnya tindak lanjut pengaduan. Fakta bahwa sistem perizinan online satu pintu, banyak atap, dan terpadu berdampak pada ketidakpercayaan pengguna layanan pada reformasi perizinan kehutanan dan disinsentif pada usaha-usaha reformasi sistem perizinan secara umum. Hal-hal terkait struktur, perilaku, dan kinerja tersebut yang melatarbelakangi penelitian ini.

Di sektor kehutanan, beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan SDM Kehutanan yang berbasis kompetensi ditinjau dari aspek kelembagaan antara lain: (i) Peran kelembagaan BP2SDMK dalam pengembangan SDM berbasis kompetensi belum optimal (struktur); (ii) Hubungan kerjasama dengan berbagai instansi terkait dalam pengembangan SDM berbasis kompetensi belum terpadu (struktur); (iii) Masih tingginya ego sektoral dalam pengembangan SDM berbasis kompetensi (perilaku); dan (iv) Peran Pusat dan Balai Diklat Kehutanan dalam pengembangan SDM berbasis kompetensi di lingkungan Kementerian Kehutanan belum optimal (struktur; Justianto 2013). Berbagai pertanyaan yang timbul antara lain: Apa yang terjadi dengan kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan? Mengapa demikian? Bagaimana sebaiknya dan bagaimana hal ini dianalisis?

Dengan menggunakan konsep SSBP (Situasi, Struktur, Behaviour/Perilaku, dan Performance/Kinerja), maka dapat dielaborasi permasalahan pengelolaan dan pengembangan SDM Kehutanan adalah sebagai berikut:

1. Struktur: regulasi, norma, budaya kognitif pada pengembangan SDM kehutanan belum kondusif untuk menghasilkan performa perizinan yang efisien, transparan dan akuntabel7.

2. Perilaku: perilaku para pihak yang terlibat dalam proses kebijakan pengembangan SDM Kehutanan dalam menghadapi berbagai kepentingan (interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) belum mencerminkan perilaku yang saling bersinergi dalam mewujudkan pencapaian visi dan misi pembangunan kehutanan.

3. Kinerja: kinerja SDM kehutanan di bidang perizinan kehutanan rendah. Fokus dan batasan/ruang lingkup SDM Kehutanan di bidang perizinan kehutanan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah pada SDM aparatur yang terkait dengan perizinan lingkup Ditjen Planologi dan Ditjen Bina Usaha Kehutanan, Kementerian Kehutanan, yaitu perizinan pelepasan kawasan hutan

7

(30)

dan perizinan pinjam pakai kawasan hutan. Pendalaman kelembagaan dan kebijakan SDM aparatur kehutanan juga difokuskan pada kelembagaan dan kebijakan BP2SDM dan Biro Kepegawaian, Kementerian Kehutanan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perizinan-perizinan di atas terkait dengan efisiensi, transparansi dan akuntabilitas pelayanan kehutanan kepada publik dan menjadi perhatian berbagai pihak saat ini. Untuk studi kasus dipilih Provinsi Kalimantan Timur yang merupakan salah satu propinsi terluas dari sisi perizinan pemanfaatan hutan untuk kegiatan pertambangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan dengan sub-sub tujuan:

1. Mengevaluasi kinerja SDM aparatur kehutanan menuju pelayanan perizinan yang efisien, transparan dan akuntabel.

2. Menganalisis perilaku SDM aparatur kehutanan di bidang perizinan kehutanan: kepentingan (interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) para pihak yang memengaruhi kinerja di bidang perizinan.

3. Menganalisis struktur (regulasi, nilai-nilai/norma, budaya kognitif) SDM aparatur kehutanan di bidang perizinan kehutanan.

Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat secara:

1. Keilmuan: adalah memperluas wawasan pengembangan cakupan keilmuan kehutanan tidak hanya terfokus pada forest first dan forest second, tetapi lebih jauh pada salah satu unsur sumber daya manajemen yang mencakup 7M dan 1I: man power, money, method, material, machine, market, minutes, dan

information (Roestamzadeh dan Saudah 2009), yaitu pelaku/man

pembangunan kehutanan dalam mendukung pembangunan kehutanan menuju terpenuhinya kondisi pengelolaan hutan lestari.

2. Praktis: memberikan gambaran tentang kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan mendekati pencapaian kompetensi yang dikehendaki (teknis, leadership, etika); mengetahui para pihak/aktor kunci dalam pengelolaan dan pengembangan SDM aparatur kehutanan; menjelaskan analisis kebijakan pengelolaan dan pengembangan SDM aparatur kehutanan.

(31)

Kebaruan (Novelty)

Unsur-unsur kebaruan dalam penelitian ini yang merupakan kelanjutan dari penelitian-penelitian tentang sumber daya manusia (selengkapnya di Lampiran 1) dikelompokkan ke dalam kebaruan praktis dan kebaruan konseptual:

1. Kebaruan praktis: (i) diketahuinya gambaran tentang struktur, perilaku dan kinerja SDM aparatur di Kementerian Kehutanan dan di Provinsi Kalimantan Timur, serta pengaruh berbagai kepentingan (interests), dinamika kekuasaan (power), dan pengetahuan (knowledge) serta jaringan (networks) para pihak yang memengaruhi terkait dengan keputusan-keputusan perizinan kehutanan yang dilakukan oleh SDM aparatur kehutanan; (ii) tersedianya informasi alternatif-alternatif kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan yang berhubungan dengan efisiensi perizinan di bidang pemanfaatan hutan, pelepasan kawasan hutan, dan pinjam pakai kawasan hutan menuju terselenggaranya good forestry governance, diantaranya efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.

2. Kebaruan konseptual: (i) kemungkinan dikembangkannya konsep-konsep tentang pengembangan SDM yang relevan dengan kondisi kehutanan Indonesia (scholar), policy process pengembangan SDM kehutanan secara nasional (focus), analisis dan sintesis yang digunakan dalam metode penelitian (advance). Penelitian ini juga sekaligus merupakan kelanjutan/pengembangan dari hasil-hasil penelitian terkait sumber daya manusia (Lampiran 1), khususnya SDM aparatur di bidang kehutanan yang belum banyak diteliti sampai dengan tingkat pasca sarjana di Indonesia.

Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian yang digunakan adalah sebagaimana Gambar 2 sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Pikir Konseptual Penelitian secara Keseluruhan

(32)

kehutanan di Kementerian Kehutanan. Pada tahap berikutnya ingin diketahui kepentingan (interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) para pihak yang mempengaruhi struktur dan kinerja SDM Kehutanan terkait perizinan pemanfaatan hutan, pelepasan kawasan hutan, dan pinjam pakai kawasan hutan. Pada bagian akhir akan dianalisis proses pembuatan kebijakan terkait pengembangan SDM aparatur kehutanan dalam rangka perbaikan struktur dan peningkatan kinerja SDM aparatur kehutanan di bidang perizinan pemanfaatan hutan, pelepasan kawasan hutan, dan pinjam pakai kawasan hutan menuju pelayanan perizinan yang efisien, transparan dan akuntabel. Dalam disertasi ini dilakukan modifikasi teknis penulisan kerangka pikir SSBP yang dimulai penulisan dalam bab-babnya dari kinerja (performance), perilaku (behaviour), struktur (structure), dan situasi (situation) karena pada dasarnya penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian-penelitian terkait kinerja Kementerian Kehutanan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga nasional (KPK, UKP4) dan lembaga internasional (UNDP).

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi/hybrid antara penelitian kuantitatif pada bagian tertentu dari sub tujuan pertama dilanjutkan dengan metode penelitian utama secara kualitatif, yang mencoba mempelajari makna secara mendalam. Hybrid metode penelitian dilakukan dengan pertimbangan untuk mendapatkan kelebihan masing-masing metode, terutama untuk penelitian yang berangkat dari masalah-masalah pragmatis dan kompleks yang berhubungan dengan kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM Kehutanan. Kombinasi metode penelitian yang digunakan adalah dengan strategi eksploratoris sekuensial, dimana dominansi metode adalah metode kualitatif dengan di dalamnya menggunakan metode kuantitatif untuk sub tujuan tertentu di dalam penelitian. Dengan metode campuran juga dimungkinkan didapatkan pemahaman yang lebih luas terhadap masalah-masalah penelitian (Creswell 2012).

Menurut Creswell (2012), aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam merancang penelitian dengan metode campuran antara lain adalah mencakup aspek waktu (timing) pelaksanaan penelitian, bobot atau prioritas antara metode kualitatif dengan metode kuantitatif, bentuk pencampuran yang dilakukan, dan cara penggambaran teorisasi yang digunakan pada teks metode (Tabel 2).

Tabel 2. Aspek-Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Merancang Penelitian Metode Campuran

Timing Bobot/prioritas Pencampuran Teorisasi

Konkuren/Tidak sekuensial

Seimbang Menggabungkan

(integrating)

Eksplisit

Tahap pertama kualitatif

– Sekuensial Kualitatif Menghubungkan (connecting)

Tahap pertama

kuantitatif – Sekuensial

Kuantitatif Menancapkan (embedding)

Implisit

(33)

Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme, dimana pengetahuan tentang kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM kehutanan harus dibangun. Hubungan epistemologi antara pengamatan dan obyek penelitian bersifat satu kesatuan, subyektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi di antara keduanya (Salim 2001). Kebenaran yang dibangun adalah kebenaran intersubyektif, yaitu kebenaran yang disepakati oleh tautan berbagai faktor yang berinteraksi satu sama lain, dimana realitas kebenaran tidak terlepas dari konteksnya (Irawan 2007).

Alur Penelitian

Secara garis besar proses penelitian terbagi pada lima fase yaitu penentuan fokus, pengembangan kerangka teori, penentuan metodologi, analisis dan sintesis temuan, serta pengambilan kesimpulan. Alur pikir penelitian yang dilakukan adalah sebagaimana tertera pada Gambar 3 sebagai berikut:

Alur Pikir Penelitian

Gambar 3. Alur Pikir Penelitian

Latar belakang: Konsideran dan isi UU Kehutanan no 41 tahun 1999; Lahirnya UU 16 th 2006 ttg SP3K; Munculnya BP2SDMK dan Pusrenbanghut Survey Integritas lembaga publik oleh KPK dan rapor kementerian oleh UKP4 dan UNDP

Identifikasi Masalah:

1. Struktur: regulasi, norma, budaya kognitif

2. Perilaku: para pihak yang terlibat dalam kebijakan pengembangan SDM

3. Kinerja: kinerja SDM kehutanan

Tujuan Penelitian:

1. Menganalisis kinerja SDM aparatur 2. Menganalisis perilaku SDM aparatur 3. Menganalisis struktur: regulasi, nilai2,

budaya kognitif) SDM aparatur

Teori: teori kelembagaan, teori analisis kebijakan, konsep

pengembangan SDM

Metode Penelitian:

Kualitatif: kelembagaan dan analisis kebijakan; penilaian para pihak; analisis stakeholder dan SSBP

Kuantitatif: penilaian kinerja SDM

Penelusuran data primer dan sekunder Penelitian lapangan terkait SDM aparatur kehutanan di Provinsi Kalimantan Timur

Data dan informasi:

1. Kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan 2. Struktur dan penilaian kinerja

3. Penyusunan kebijakan

Proses analisis dan sintesis

Hasil analisis dan sintesis: Kelembagaan dan kebijakan pengembangan SDM aparatur kehutanan,

penilaian kerja SDM Kehutanan, penyusunan kebijakan pengembangan

SDM

(34)

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di beberapa tempat di Jakarta dan di Provinsi Kalimantan Timur selama 18 (delapan belas) bulan dengan tata waktu sebagaimana dituliskan pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Waktu dan Lokasi Penelitian

No. Lokasi Waktu

1. Ditjen Bina Usaha Kehutanan, Ditjen Planologi Kehutanan, Inspektorat Jenderal Kementerian Kehutanan, BP2SDM Kehutanan (Pusat Perencanaan Pengembangan SDM Kehutanan, Pusat Diklat Kehutanan, Pusat Penyuluhan Kehutanan), Biro Kepegawaian, Kementerian PAN dan RB, Badan Kepegawaian Negara, LAN, KASN.

14 (empat belas) bulan

2. UPT Kehutanan Pusat di Provinsi Kalimantan Timur: BPKH Samarinda dan BP2HP Samarinda

2 (dua) bulan

3. Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kaltim.

2 (dua) bulan

Pilihan Provinsi Kalimantan Timur didasarkan pada kondisi bahwa perizinan pemanfaatan hutan, pinjam pakai kawasan hutan, dan pelepasan kawasan hutan di propinsi tersebut melingkupi areal yang luas di Indonesia. Pertimbangan lainnya adalah bahwa peneliti pernah tinggal dan bekerja di propinsi tersebut sehingga diharapkan dapat memudahkan pelaksanaan penelitian dan juga kedalaman analisis kualitatif yang dilakukan.

Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode survei menggunakan kuesioner semi terstruktur, sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan dengan observasi mendalam, wawancara dengan narasumber kunci dengan teknik snowball, studi dokumen, dan kemudian membangun analisis dan sintesis atas berbagai data dan informasi yang didapat. Teknik pengumpulan data dengan snowball diawali dengan menemu-kenali narasumber kunci dan kemudian mengembangkan wawancara mengikuti masukan narasumber kunci tersebut. Pendalaman dianggap selesai apabila telah terjadi kejenuhan informasi dari narasumber kunci yang ditandai dengan pengulangan (repetisi) informasi yang sama pada saat dilakukan wawancara lanjutan pada narasumber kunci yang sama (divalidasi).

(35)

Kerangka Pendekatan dan Analisis Data

Kerangka pendekatan dan analisis data untuk tujuan penelitian tentang kelembagaan dan analisis kebijakan perencanaan pengembangan SDM aparatur kehutanan, digunakan pendekatan sebagaimana Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Kerangka Pendekatan dan Analisis Data Penelitian No. Sub Tujuan Teori yang

(36)

adalah seluruh pejabat Eselon II, III, dan sebagian pejabat Eselon IV di Ditjen BUK dan Ditjen Planologi serta pejabat Eselon III dan IV di BP2HP Samarinda dan BPKH Samarinda, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur dan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Timur. Mempertimbangkan bahwa responden semaksimal mungkin dapat menjadi narasumber pada saat pendalaman melalui teknik wawancara, ditentukan jumlah sampel di dalam penelitian penilaian kinerja SDM aparatur kehutanan adalah sejumlah 60 (enam puluh) orang dengan menggunakan metode purposive sampling. Angka 60 diperoleh dari pendalaman awal bahwa para pihak yang memiliki informasi memadai terkait kinerja perizinan pinjam pakai dan pelepasan kawasan hutan di Kementerian Kehutanan dan di daerah, dalam hal ini di Provinsi Kalimantan Timur, sebagian besar adalah pejabat struktural dan staf kunci, dengan jumlah total 60 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner semi terstruktur. Kuesioner yang disebarkan adalah kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dan perhitungan reliabilitas yang digunakan pada penelitian terdahulu. Pendalaman struktur SDM Kehutanan di bidang perizinan kehutanan dilakukan secara kualitatif dengan analisis SSBP yang dimodifikasi sebagaimana dijelaskan pada matriks (Tabel 4). Analisis SSBP dengan variabel asli sebagaimana disusun oleh Schmid (2004) disajikan pada Lampiran 2 disertasi ini.

Pada sub tujuan penelitian kedua yaitu untuk menganalisis perilaku/behaviour dilakukan analisis kepentingan (interests), pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) para pihak yang mempengaruhi struktur dan kinerja SDM kehutanan terkait perizinan pemanfaatan hutan, pelepasan kawasan hutan, dan pinjam pakai kawasan hutan, digunakan analisis stakeholder (Reed et al. 2009) dengan variabel-variabel penelitian sebagaimana tercantum di matriks kerangka pendekatan dan analisis data penelitian. Detail metode analisis data dilakukan dengan analisis isi (content analysis), yang termasuk dalam kelompok metodologi ilmu sosial yang mempelajari isi dari komunikasi dan secara umum digunakan untuk menganalisis transkrip dari hasil wawancara yang direkam, laporan-laporan, berita-berita, atau publikasi tertulis lainnya tentang pengembangan SDM. Metode ini digunakan untuk memisahkan kepentingan (interests), dinamika kekuasaan (power), dan pengetahuan (knowledge) serta jaringan (networks) para pihak yang mempengaruhi struktur dan kinerja SDM aparatur kehutanan terkait perizinan pemanfaatan hutan, pelepasan kawasan hutan, dan pinjam pakai kawasan hutan. Inti pertanyaan dengan metode analisis isi pada dasarnya adalah tentang siapa mengatakan apa, kepada siapa, mengapa sebuah statemen dinyatakan, pada kondisi dan konteks apa, dan apa dampak dari statemen atau kebijakan yang diambil tersebut. Asumsi dasar dari analisis isi adalah bahwa: (i) Bentuk-bentuk kultural dari ekspresi aktor secara luas terekspresi di dalam teks, yang berarti bahwa analisis isi dari teks difokuskan pada realitas sosial; (ii) Hasil-hasil analisis dan interpretasinya adalah terjadi saling ketergantungan (Eriyanto 2001).

(37)

pengetahuan (knowledge) dan jaringan (networks) para pihak yang mempengaruhi struktur dan kinerja SDM aparatur kehutanan.

(38)

2 DINAMIKA KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SDM APARATUR KEHUTANAN DI KEMENTERIAN KEHUTANAN

Pendahuluan

Kelembagaan menggambarkan hubungan antar manusia yang mengatur peluang-peluang dan keadaan yang memungkinkan (Schmid 2004). Hambatan bagi seseorang merupakan peluang bagi orang lain di dalam sebuah kelembagaan. Kelembagaan memungkinkan seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang tidak dapat mereka kerjakan sendiri. Kelembagaan menyediakan insentif-insentif yang dirujuk pada perhitungan keuntungan individu dalam organisasi. Kelembagaan juga mempengaruhi nilai-nilai/keyakinan, preferensi, dan isyarat/tanda untuk aksi-aksi yang tidak diperhitungkan. Alternatif-alternatif kelembagaan tersedia pada level konstitusional dan politik, level regulasi yang mengatur keseharian individu dan organisasi, level di dalam internal organisasi itu sendiri. Kelembagaan merupakan dependent variabel, sedangkan situasi, struktur, perilaku, dan performance merupakan variabel independent (Schmid 2004).

(39)

Dalam kaitan dengan kelembagaan pengembangan SDM Kehutanan, penting untuk menentukan pendekatan mana yang hendak ditempuh.

Syahyuti (2003) mencirikan bahwa kelembagaan memiliki dua aspek yaitu kultural dan struktural. Aspek kultural terkait dengan hal-hal yang bersifat abstrak

yang menentukan ‗jiwa‘ kelembagaan seperti nilai, norma, aturan, kepercayaan,

moral, doktrin, orientasi ide dan gagasan, keinginan dan kebutuhan. Biasanya kelembagaan yang terbentuk melalui aspek kultural adalah bersifat alamiah, dimulai dari pematangan suatu norma inti kemudian perlahan lahan menjadi landasan perilaku, meningkat menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi tata perilaku yang mantap. Aspek struktural berisi struktur, peran, hubungan antar peran, integrasi antar bagian, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur riil, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaan, profil, dan pola kekuasaan (Syahyuti 2003). Kelembagaan di dalam penelitian ini mencakup regulasi, norma dan elemen-elemen budaya-kognitif, bersama-sama dengan kegiatan dan sumberdaya (termasuk kekuasaan) yang ada, mewujudkan stabilitas dan cara memaknai sesuatu dalam kehidupan (Scott 2008).

Kebijakan dimaksudkan sebagai peraturan yang dibuat untuk mengatur kehidupan bersama dalam suatu wilayah negara dan bersifat mengikat (Nugroho 2005). Pengetahuan dan pengalaman para pihak/para pemangku kepentingan di dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan tersebut penting untuk digali dalam rangka memahami sejauh mana rasionalitas pemikiran yang dipakai dalam mewarnai pertimbangan-pertimabangan pemikiran pada saat itu. Walaupun sebenarnya daya rasionalitas seseorang adalah terbatas, sangat dipengaruhi wawasan, pengetahuan dan pengalaman individu tersebut yang tentunya memiliki limitasi (bounded rationality8). Untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai pemahaman tentang SDM aparatur kehutanan sat ini, selanjutnya perlu didalami perjalanan waktu terkait kelembagaan dan kebijakan SDM aparatur kehutanan selama kurun beberapa tahun ke belakang.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada bab ini pada intinya adalah studi literatur, konfirmasi dan validasi data sekunder dengan nara sumber di internal dan eksternal Kementerian Kehutanan. Pengamatan dan wawancara mendalam dengan snowball method. Analisis data dilakukan dengan melakukan pengkategorian keterangan/wawancara, penelaahan data dan fakta dengan hasil penelitian sebelumnya yang relevan, dan pengkajian validitas data dengan mencocokkan pada data/informasi/fakta yang relevan dan mendukung. Selain itu dilakukan eksplorasi studi pustaka secara mendalam menyangkut konsep-konsep

8

(40)

terapan dari pengembangan SDM secara umum berdasarkan penelusuran referensi ilmiah. Berdasarkan pemeriksaan data-data sekunder pendukung penelitian, diketahui strategi-strategi kebijakan tentang pengelolaan dan pengembangan SDM di Kementerian Kehutanan selama kurun waktu 22 tahun, mulai tahun 1993 sampai dengan tahun 2014. Strategi kebijakan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga periode waktu yaitu periode 1993-1998, periode 1998-2003, dan periode 2003-2014.

Hasil dan Pembahasan

Pemahaman terhadap Teori dan Konsep Pengelolaan dan Pengembangan SDM serta Implementasinya di Kementerian Kehutanan

Penelusuran dokumen menunjukkan bahwa strategi kebijakan pengembangan SDM aparatur Kementerian Kehutanan (pada saat itu Departemen Kehutanan) pada periode tahun 1993–1998 adalah :

1. Penugasan PNS mengikuti karya siswa dan izin belajar.

2. Program pendidikan ini dilaksanakan dengan mengirimkan PNS Departemen Kehutanan yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti tugas belajar dengan jenjang pendidikan S2, S3 di dalam/luar negeri. Target program pendidikan tersebut adalah tersedianya 400 Master, 200 Doktor dan 80 Magister Management (MM)/ Master Bussiness Administration (MBA) bidang SDM sampai dengan tahun 2004 pada Departemen Kehutanan.

3. Memutasi PNS dari kedudukan unit kerja lama ke kedudukan unit kerja baru (tour of duty and tour of area).

4. Pengadaan/rekruitmen calon pegawai negeri sipil (CPNS), untuk mengisi formasi pegawai baik yang ada di tingkat pusat, daerah dan Badan Usaha Milik Negara9.

Pada periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2003, kebijakan kepegawaian Kementerian Kehutanan antara lain adalah :

1. Penyelenggarakan penilaian personal bagi para calon pejabat struktural eselon II di lingkungan Kementerian Kehutanan sebanyak: 58 asessi.

2. Pengalihan Profesi dari jabatan struktural / non struktural menjadi jabatan funsional perencana dan fungsional penyuluh kehutanan binaan Kementerian Kehutanan.

Pada intinya, kebijakan terkait SDM pada periode tahun 1993-1998 dan periode tahun 1998-2003 hanya mencakup pengadaan pegawai, mutasi pegawai, karya siswa dan izin belajar pegawai.

Kebijakan pengelolaan dan pengembangan pegawai di Kementerian Kehutanan pada periode 2003 sd 2014 pada umumnya bersifat semakin maju dan berkembang, dengan semakin lengkapnya unit-unit yang menangani penyuluh kehutanan, polisi kehutanan, pengendali ekosistem hutan, dan munculnya badan setingkat Eselon I di kementerian yaitu Badan Penyuluhan dan Pengembangan

9

(41)

Sumber Daya Manusia Kehutanan (BP2SDMK) di tahun 2010. Badan ini terdiri dari Sekretariat Badan, Pusat Penyuluhan Kehutanan (Pusluh), Pusat Perencanaan Pengembangan SDM Kehutanan (Pusrenbang), dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan (pusdiklat). Pada periode ini, hal-hal terkait pengadaan, pengembangan, penghargaan, dan perlindungan pegawai sudah ditangani dengan baik dan lengkap. Perbandingan antara pengetahuan dan pemahaman tentang manajemen SDM dari waktu ke waktu (1993-2014) di Kementerian Kehutanan dapat dilihat sebagaimana Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5. Perbandingan Kebijakan Pengelolaan SDM periode 1993 sd 2014 di Kementerian Kehutanan dengan Konsep Pengelolaan SDM

No. Konsep Manajemen SDM Periode 1993-1998

Periode 1998-2003

Periode 2003-2014 A. Pengadaan pegawai

1 Analisis dan rancangan jabatan Tidak ada Tidak ada Ada, data tertutup

2 Perencanaan SDM umum umum Lebih detail

3 Rekruitmen dan seleksi tertutup Terbuka proposional

Terbuka

4 Orientasi dan penempatan Mekanisme tidak

B. Pengembangan pegawai

5 Pendidikan dan Pelatihan pelengkap pelengkap berkembang 6 Perencanaan dan pengembangan karier Tidak ada Tidak ada Regulasi ada,

kurang

terimplementasi

7 Manajemen kinerja Tidak

disebutkan C. Penghargaan dan sanksi

8 Evaluasi jabatan Tidak ada Tidak ada Ada; terbatas 9 Gaji dan imbalan non finansial Sesuai

ketentuan 10 Penghargaan kualitas pelayanan dan

sanksi

Tidak jelas Tidak jelas Tidak jelas

D. Perlindungan pegawai

11 Kesehatan dan keselamatan kerja Sesuai ketentuan

Sesuai ketentuan

Sesuai ketentuan 12 Manajemen kedisiplinan Tergantung

teladan 13 Hubungan dengan pihak eksternal terbatas terbatas terbuka

Sumber: penelusuran dokumen kebijakan kepegawaian sejak 1993 sd 2014, data diolah. Pengelompokan manajemen SDM menurut Marwansyah (2010), dimodifikasi.

(42)

SDM, konsep motivasi, konsep prestasi kerja, konsep kepuasan kerja, konsep kompensasi, konsep kepemimpinan, konsep produktivitas kerja, konsep lingkungan kerja, konsep sikap, konsep iklim organisasi, konsep manajemen karier, konsep stress, konsep analisis pekerjaan, konsep konflik sebagaimana dituangkan dalam Gambar 4 sebagai berikut.

Gambar 4. Konsep-Konsep dalam Pengelolaan Sumber Daya Manusia (Sunyoto, 2012)

Konsep manajemen SDM meliputi pengertian manajemen SDM, pendekatan dalam manajemen SDM, fungsi fungsi manajemen SDM, prinsip-prinsip pengelolaan manajemen SDM, fungsi dan aktivitas manajemen SDM, manfaat penerapan manajemen SDM, dan tantangan manajemen SDM.

(43)

dan praktek yang dipakai untuk mengelola individu melalui organisasi. Rachmawati (2008) dan Umar (2008) mendifinisikan bahwa manajemen SDM meliputi proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan aktivitas-aktivitas pengadaan, pengembangan, pemberian penghargaan/reward, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan SDM demi tercapainya tujuan individu, organisasi, dan masyarakat. Hasibuan (2009) mendefinisikan manajemen SDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Fungsi fungsi manajemen SDM terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian.

Sunyoto (2012) menyebutkan bahwa pendekatan dalam manajemen SDM terdiri dari pendekatan mekanis dan pendekatan paternalisme. Pendekatan mekanis mengidentikkan SDM dengan mesin-mesin kerja yang bekerja secara terspesialisasi secara ekstrim, yang akhirnya dapat melahirkan sikap dingin dan impersonal dari SDM tersebut. Karena SDM memiliki cita dan perasaan, pendekatan ini kemudian menimbulkan permasalahan manajemen seperti pengangguran karena gap teknologi, menurunnya keadaan ekonomi, lahirnya organisasi buruh, dan penurunan motivasi dalam bekerja. Pendekatan paternalism mengandaikan bahwa manajemen merupakan orang tua dan bersikap melindungi terhadap SDM-nya. Pendekatan ini meliputi pendekatan system social, pendekatan manajerial, dan pendekatan proaktif). Sedangkan fungsi-fungsi manajemen SDM meliputi fungsi manajerial (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian) dan fungsi operasional (pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja) sebagaimana dijelaskan pada Gambar 5.

Gambar 5. Fungsi-Fungsi Manajemen SDM (Sunyoto 2012)

Gambar

Gambar 1. Indeks Integritas Unit Pelayanan Izin Pelepasan Kawasan Hutan
Tabel 2. Aspek-Aspek yang Perlu Dipertimbangkan dalam Merancang Penelitian Metode Campuran
Gambar 3. Alur Pikir Penelitian
Tabel 4. Kerangka Pendekatan dan Analisis Data Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

5. Unhik pengembangan SDM dosen di STKIP PGRI Sukabumi dan sesuai dengan Peraiuran Pemerintah RINo.60 taliun 1999, pasal 41 mengenai salah satu tugas Senat Universitas/Institut,

Gambaran objek yang diteliti adalah studi kasus pengelolaan sumber daya manusia pada perusahaan produsen air minum dalam kemasan di Pulau Lombok yang mana fungsi

EFEKTIVITAS MANAJEMEN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI KEGIATAN PENGEMBANGAN JARAK JAUH (STUDI KASUS DI PPSDM APARATUR KESDM) Universitas Pendidikan Indonesia

b) Dengan keadaan sekarang dikhawatirkan akan tidak adanya terjadi perubahan, maka di masa yang akan datang maka SDM aparatur harus ditingkatkan, bermacam cara untuk

seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan SDM yang diperlukan sesuai dengan tujuan organisasi dan perusahaan. 3) Fungsi Pengembangan (Development )

Berdasarkan berbagai kajian beberapa literatur serta informasi yang menyebut BPSDM Jawa Timur belum mengadopsi teknologi digital dalam program pengembangan SDM,

Implementasi kebijakan dalam pengembangan SDM pada Hal ini telah dicermati dengan jelas oleh ASN di Dinas Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia Kota Malang dari

seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan SDM yang diperlukan sesuai dengan tujuan organisasi dan perusahaan. 3) Fungsi Pengembangan (Development )