• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2007 - 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2007 - 2010"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA TONSILITIS KRONIS

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2007 – 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

ZULASVINI NURJANNAH

080100148

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA TONSILITIS KRONIS

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2007 – 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

ZULASVINI NURJANNAH

080100148

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2007 - 2010

Nama : Zulasvini Nurjannah NIM : 080100148

Pembimbing Penguji I

(Dr. Aliandri, Sp. THT – KL) (Dr. H. Delyuzar, Sp. PA (K)) NIP : 196906091999032001 NIP : 196302191990031001

Penguji II

(Dr. Maya Savira, M. Kes) NIP : 197611192003122001

Medan, Desember 2011 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan khususnya pada usia muda. Penyakit ini disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidakesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh radang tenggorok yang berulang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2007 - 2010 .

Penelitian ini adalah penelitian deskiptif dengan desain cross sectional study, data yang diambil berasal dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2007 - 2010. Populasi penelitian adalah seluruh penderita tonsilitis kronis yang terdaftar dalam rekam medis pada RSUP H. Adam Malik Medan sejak Januari 2007 - Desember 2010.

Angka kejadian yang paling sering penderita Tonsilitis kronis terdapat pada kelompok umur 11 – 20 tahun sebesar 40% penderita, tidak terdapat perbandingan yang signifikan untuk jenis kelamin, keluhan utama sakit menelan sebesar 68,6%, gejala klinis nyeri tenggorok sebesar 68,6%, tanda klinis plika anterior hipermis sebesar 48,6%, ukuran tonsil T3 sebesar 47,1%.

(5)

ABSTRACT

Chronic tonsillitis is a disease that most often occurs in the throat, especially at a young age. The disease is caused by inflammation of the tonsils due to failure or discrepancy antibiotics in patients with acute tonsillitis. Chronic Tonsilitis is a disease that most often occurs from around a recurring throat inflammation.

This study aims to determine the characteristics of patients with Chronic Tonsillitis in RSUP H. Adam Malik Medan 2007 - 2010.

This study is a research deskiptif with cross-sectional study design, data taken from medical records at RSUP H. Adam Malik Medan 2007 - 2010. Research is the entire population of people with chronic tonsilitis are registered in the medical records at RSUP H. Adam Malik Medan since January 2007-December 2010.

The incidence of the most frequently found in patients with chronic tonsillitis age group 11-20 years by 40% of patients, there were no significant comparisons for gender, chief complaint of pain swallowing 68.6%, clinical symptoms of sore throat at 68.6%, clinical signs of anterior hipermis plika of 48.6%, T3 tonsillar size of 47.1%.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2007 - 2010” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tentu saja penulis menemukan kesulitan dan hambatan, namun atas bantuan dan dukungan berbagai pihak akhirnya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Aliandri, Sp.THT-KL selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengoreksi Karya Tulis Ilmiah

3. Kedua orangtua penulis dr. Zulkarnain R, MSi dan dr. Rosita Nurjannah S. yang telah memberikan dukungan moril maupun materil

4. Dosen penguji I dan dosen penguji II yaitu Dr. H. Delyuzar, Sp. PA (K) dan Dr. Maya Savira, M. Kes yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan telah memberi masukan untuk penulis

5. Teman-teman seperjuangan penulis Berta Gabriela Napitupulu, Samuel Rudolf dan Ade Kurniadi yang telah mendukung dan membantu dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah

(7)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh karena itu saran yang membangun dari penguji sangat diharapkan. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini nantinya berguna bagi masyarakat pada umunya dan khususnya bagi penulis sendiri.

Medan, Desember 2011

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan .………. ii

Kata Pengantar………... iii

Abstrak . ………... v

2.4. Patogenesis dan Patofisiologi Tonsil ... 8

2.5. Definisi Tonsilitis Kronis ... 9

2.6. Etiologi Tonsilitis Kronis ... 10

2.7. Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis ... 11

2.8. Gejala dan Tanda Klinis Tonsilitis Kronis ... 11

2.9. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Kronis ... 12

2.10.Pengobatan Tonsilitis Kronis ... 13

2.11.Komplikasi Tonsilitis Kronis ... 14

2.12.Prognosa ... 14

2.13.Pencegahan ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….. 16

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 16

3.2. Defenisi Operasional... 16

(9)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 21

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian…... 21

5.2. Karakteristik Sampel………... 21

5.3. Pembahasan………..………... 24

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………..….. 27

6.1. Kesimpulan………... 27

6.2. Saran………... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia 22

5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 22

5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama 22

5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Gejala Klinis 23

5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Tanda Klinis 23

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Riwayat Hidup

Lampiran 2

Data Induk

Lampiran 3

Output SPSS

Lampiran 4

Izin Penelitian dari RSUP H. AdamMalik

Medan

(12)

ABSTRAK

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan khususnya pada usia muda. Penyakit ini disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidakesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh radang tenggorok yang berulang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2007 - 2010 .

Penelitian ini adalah penelitian deskiptif dengan desain cross sectional study, data yang diambil berasal dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2007 - 2010. Populasi penelitian adalah seluruh penderita tonsilitis kronis yang terdaftar dalam rekam medis pada RSUP H. Adam Malik Medan sejak Januari 2007 - Desember 2010.

Angka kejadian yang paling sering penderita Tonsilitis kronis terdapat pada kelompok umur 11 – 20 tahun sebesar 40% penderita, tidak terdapat perbandingan yang signifikan untuk jenis kelamin, keluhan utama sakit menelan sebesar 68,6%, gejala klinis nyeri tenggorok sebesar 68,6%, tanda klinis plika anterior hipermis sebesar 48,6%, ukuran tonsil T3 sebesar 47,1%.

(13)

ABSTRACT

Chronic tonsillitis is a disease that most often occurs in the throat, especially at a young age. The disease is caused by inflammation of the tonsils due to failure or discrepancy antibiotics in patients with acute tonsillitis. Chronic Tonsilitis is a disease that most often occurs from around a recurring throat inflammation.

This study aims to determine the characteristics of patients with Chronic Tonsillitis in RSUP H. Adam Malik Medan 2007 - 2010.

This study is a research deskiptif with cross-sectional study design, data taken from medical records at RSUP H. Adam Malik Medan 2007 - 2010. Research is the entire population of people with chronic tonsilitis are registered in the medical records at RSUP H. Adam Malik Medan since January 2007-December 2010.

The incidence of the most frequently found in patients with chronic tonsillitis age group 11-20 years by 40% of patients, there were no significant comparisons for gender, chief complaint of pain swallowing 68.6%, clinical symptoms of sore throat at 68.6%, clinical signs of anterior hipermis plika of 48.6%, T3 tonsillar size of 47.1%.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut (Kurien M et Al, 2003). Ketidaktepatan terapi antibiotik pada penderita tonsilitis akut akan merubah mikroflora pada tonsil, merubah struktur pada kripta tonsil dan adanya infeksi virus menjadi faktor predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronis (Dias EP, 2009).

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh radang tenggorok yang berulang. Pada penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan (Undaya R, 1999 dalam Farokah, 2005). Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malaysia pada Poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien dalam jumlah penderita penyakit tonsilitis kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (81%) penderita (Sing T, 2007).

Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak tangan, menghirup udara tetesan setelah seseorang dengan tonsilitis bersin atau berbagi peralatan atau sikat gigi dari orang yang terinfeksi. Anak-anak dan remaja berusia 5-15 tahun yang paling mungkin untuk mendapatkan tonsilitis, tetapi dapat menyerang siapa saja

Hanya sekitar 30 % dari tonsilitis pada anak disebabkan oleh radang tenggorokan dan hanya 10% dari tonsilitis pada orang dewasa disebabkan oleh radang tenggorokan (Joseph Lauro, 2011).

(15)

dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang – meriang (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003).

Informasi mengenai karakteristik dan epidemiologi penyakit – penyakit THT di Indonesia khususnya mengenai Tonsilitis Kronis masih sulit untuk diperoleh. Sejauh ini belum didapatkan data mengenai karakteristik penderita Tonsillitis Kronis di RSUP HAM Medan, oleh karena itulah saya melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita Tonsilitis Kronis di bagian THT –KL RSUP HAM Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah adalah belum adanya data penelitian mengenai karakteristik penderita Tonsilitis Kronis khususnya di Medan ataupun di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita tonsilitis kronis di RSUP. H. Adam Malik Kota Medan

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus adalah :

a. Untuk mengetahui rentang usia yang paling sering terjadi pada kasus tonsilitis kronik

b. Untuk mengetahui keluhan utama yang paling sering terjadi pada kasus tonsilitis kronik

c. Untuk mengetahui perbandingan jenis kelamin pada penderita tonsilitis kronis

(16)

e. Untuk mengetahui tanda klinis tersering pada penderita tonsilitis kronis

f. Untuk mengetahui ukuran tonsil yang sering pada penderita tonsilitis kronis

g. Untuk mengetahui adanya komplikasi yang sering pada penderita tonsilitis kronis

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Penulis

Menambah wawasan, pengetahuan yang lebih mendalam bagi penulis.

1.4.2. Bagi Institusi Rumah Sakit

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi bagi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, khususnya mengenai Karakteristik Tonsilitis Kronis.

1.4.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan dan referensi untuk penulis berikutnya dalam penelitian lebih lanjut mengenai Tonsilitis Kronis.

1.4.4. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi bahan bacaan bagi Instasi dalam kegiatan proses belajar.

1.4.5. Bagi Masyarakat

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Tonsil

Bakal tonsil timbul pada awal kehidupan fetus. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris di antara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Selanjutnya cekungan yang terbentuk dibagi menjadi beberapa bagian, yang akan menjadi kripta permanen pada tonsil. Permukaan dalam, atau permukaan yang terpapar, termasuk cekungan pada kripta dilapisi oleh mukosa, sedangkan permukaan luar atau permukaan yang tertutup dilapisi oleh selubung fibrosa yang disebut kapsul (Jhon Jacob Ballenger).

2.2. Anatomi Tonsil

Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring. Palatum mole terdiri dari otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa dan diluarnya dilapisi oleh mukosa. Penonjolan di median membaginya menjadi 2 (dua) bagian. Bentuk seperti kerucut yang terletak di bagian sentral yang kita kenal dengan uvula. Batas lateral palatum pada setiap sisinya terbagi menjadi pilar anterior dan pilar posterior fausium. Pada pilar anterior teradapat m. palatoglosus. Pilar posterior terdiri m. palatofaringeus. Diantara kedua pilar terdapat celah, tempat kedudukan tonsil fausium. (Yusa Herwanto, 2002)

Tonsil fausium

(18)

Plika triangularis adalah lipatan mukosa yang tipis, terbentang kebelakang dari pilar anterior dan menutupi sebagian permukaan anterior tonsil yang timbul dalam kehidupan embrional. Plika semilunaris (supra tonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang mempersatukan kedua pilar pada pertautannya. Fosa supra tonsilar merupakan celah yang ukurannya bervariasi, bisa juga terletak diatas tonsil dan diantara pilar anterior dan pilar posterior.

Tonsil Lingual

Tonsil lingual merupakan bentuk yang tidak bertangkai, terletak pada dasar lidah diantara kedua tonsil fausium dan meluas kearah anteroposterior dari papila sirkumvaklata ke epiglottis dipisahkan dari otot – otot lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa. Tonsil terdiri dari sejumlah penonjolan yang bulat atau melingkar yang mengandung jaringan limfoid dan di sekelilingnya terdapat jaringan ikat.

Cincin Waldeyer

Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer dari limfoid, yang mengelilingi faring. Unsur yang lain yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar – kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa rosenmuller dibawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.

Kapsul Tonsil

Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam parenkim. Trabekula ini mengandung pembuluh darah, saraf – saraf dan pembuluh limfe eferen.

Kripta Tonsil

(19)

Kripta tersebut tidak bercabang – cabang tetapi merupakan saluran yang sederhana.

Jaringan ikat sub epitel yang terdapat dengan jelas dibawah permukaan epitel segera hilang ketika epitel membentuk kripta. Hal ini menyebabkan sel – sel epitel dapat menempel pada struktur limfatik tonsil. Sering kali tidak mungkin untuk membuat garis pemisah antara epitel kripta dengan jaringan interfolikuler. Epitel kripta tidak sama dengan epitel asalnya yang menutupi permukaan tonsil, tidak membentuk sawar pelindung yang kompak dan utuh.

Fossa Tonsilaris

Pilar anterior berisi m. palatoglosus dan membentuk batas anterior, pilar posterior berisi m. palatofaringeus dan membentuk batas posterior sinus. Palatoglosus mempunyai origo berbentuk seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun verikal dan diatas melekat pada palatum mole, tuba Eustachius dan pada dasar tenggorok. Otot ini meluas kebawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada otot palatoglosus.

Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan paltum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan dinding lateral faring. Dinding luar fosa tonsilaris terdiri dari m. konstriktor faringeus superior. M. konstriktor superior mempunyai serabut melintang yang teratur, membentuk otot sirkularfaring. Fowler dan Todd menggambarkan otot keempat yang dinamakan m. tonsilofaringeus yang dibentuk oleh serabut – serabut lateral dari m. palatofaringeus. Otot ini melekat pada kapsul tonsil pada pertemuan lobus atas dan bawah.

Sistem Pembuluh Limfe Faring dan Tonsil

(20)

bagian atas kelenjar mstoid substernal. Kelenjar mastoid atau kelenjar retroaurikular (biasanya berpasangan) terdapat di dekat insersi m. sternokleidomastoid, menerima pembuluh aferen dari bagian temporal kepala, permukaan dalam telinga dan bagian posterior liang telinga.

Aliran pembuluh limfe jaringan tonsil ini tidak mempunyai pembuluh aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung aferen yang terletak pada trabekula. Dari sini menembus kapsula ke otot konstriktor superior pada dinding belakang faring. Beberapa cabang didaerah ini berjalan ke belakang menembus fasia bukofaringeal kemudian kelenjar – kelenjar pada daerah leher dan bermuara ke nodus limfatikus leher bagian dalam dibawah otot sternokleidomasoideus. Salah satu dari nodus limfatikus ini terletak disebelah mandibula yang sering juga disebut nodus limfatikus tonsiler, karena sering mengalami pembesaran pada proses infeksi atau proses keganasan tonsil.

Sistem Aliran Darah

Aliran darah tonsil dan faring berdasarkan dari beberapa cabang sistem karotis eksterna. Beberapa anastomosis tidak hanya dari satu sisi tetapi dari pembuluh darah sisi lainnya.

Ujung cabang arteri maksilaris interna, cabang tonsilar arteri fasialis, cabang arteri lingualis bagian dorsal, cabang arteri tiroidea superior dan arteri faringeal yang naik semuanya menambah jaringan anastomosis yang luas.

Persarafan dan Tonsil

(21)

2.3. Fisiologi Tonsil

Tonsila palaitna adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris dikedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta (Amaruddin T, 2007). Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel – sel fagositik mononuklear pertama – tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen (Farokah, 2005).

Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik (Kartika H, 2008).

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk melawan infeksi. Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis (tonsillolith). Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun (Amarudin T, 2007).

2.4. Patogenesis dan Patofisiologi Tonsilitis

(22)

yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003).

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, sel – sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman – kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang menurun (Aritomoyo D, 1980 dalam Boedi Siswantoro, 2003)

2.5. Definisi Tonisilitis Kronis

Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya menahun. Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau karena pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga karena penyebaran infeksi dari tempat lain, misalnya karena adanya sekret dari infeksi di sinus dan di hidung (sinusistis kronis dan rhinitis kronik), atau karies gigi. Pada sinusitis kronik dan rhinitis kronik terdapat sekret di hidung yang mengandung kuman penyakit. Sekret tersebut kontak dengan permukaan tonsil. Sedangkan penyebaran infeksinya adalah secara hematogen maupun secara limfogen ke tempat jaringan yang lain.

(23)

Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman didalam tubuh dimana kuman / produk – produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan panyakit (Pradono AP, 1978 dalam Boedi Siswantoro, 2003). Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia (Ahmad A, 1988 dalam Boedi Siswantoro, 2003). Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman – kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas – batas tertentu untuk membunuh kuman - kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan (Boedi Siswantoro, 2003).

Paradise et all (2002) mendapatkan hasil dari 58 penderita yang dilakukan tonsilektomi pada anak – anak terbanyak pada kelompok usia 7 - 15 tahun yaitu sebesar 30%. Sedangkan pada penelitian Sing T (2007) yang dilakukan di poli THT Rumah Sakit Sarawak, Malaysia, terdapat sebanyak 657 penderita tonsilitis kronis dan terbanyak pada usia ≤14 tahun yaitu sebesar 58%.

(24)

2.6. Etiologi Tonsilitis Kronis

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.

Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif (Kazzi AA, 2002 ; Arif Mansyoer dkk, 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus

β hemolyticus. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah

Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.

Pada hasil penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri penyebab tonsilofaringitis kronis yaitu Streptococcus alpha,

Staphylococcus aurius, Streptococcus β hemolyticus group A,

Enterobacter, Streptococcus pneumonie, Pseudomonas aeroginosa, Klabsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus epidermidis (Suyitno S, Sadeli S, 1995 dalam Farokah 2005).

Meskipun tonsilitis kronis dapat disebabkan berbagai bakteri

namun streptococcus β hemolyticus group A perlu mendapatkan perhatian

yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi rematik dan glomerulonefritis.

2.7. Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis

Adapun faktor predisposisi dari Tonsilitis Kronis yaitu : • Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat • Higiene mulut yang buruk

(25)

• Makanan

2.8. Gejala dan Tanda Klinis Tonsilitis Kronis

Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang – kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang – meriang.

Tanda klinik pada tonsilitis kronis adalah (Primara IW,1999 dalam Boedi Siswantoro, 2003) :

• Pilar/plika anterior hiperemis • Kripte tonsil melebar

• Pembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba • Muara kripte terisi pus

• Tonsil tertanam atau membesar

Tanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan pembesaran kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan tanda klinik yang sering muncul adalah kripte melebar, pembesaran kelenjar angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar (Boedi Siswantoro, 2003).

2.9. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Kronis

Dari pemeriksaan dapat dijumpai :

a. Tonsil dapat membesar bervariasi.

b. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil

c. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju

(26)

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi), terutama pada dewasa, kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula (Aritomoyo D, 1980 dalam Farokah 2005).

Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4 : T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar

anterior – uvula

T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior – uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar anterior – uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu secara mikrobiologi. Pemeriksaan dengan antimikroba sering gagal untuk segera dikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi anitbiotika yang inadekuat.

2.10. Pengobatan pada Tonsilitis Kronis

(27)

antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang menjanjikan (Kote Noordhianta, Tonny B S dan Lina Lasminingrum, 2009).

Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis Cephaleksin ditambah Metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononucleosis atau absees), amoksisilin dengan asam clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis).

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E dkk, 2007).

Kriteria tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi, umumnya diambil berdasarkan frekuensi serangan tonsilitis akut dalam setahun yaitu tonsilitis akut berulang 3 kali atau lebih dalam setahun atau sakit tenggorokan 4 – 6 kali setahun tanpa memperhatikan jumlah serangan tonsilitis akut. Perlu diketahui, pada tonsilitis kronik, pemberian antibiotik akan menurunkan jumlah kuman patogen yang ditemukan pada per mukaan tonsil tetapi ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan bagian dalam tonsil paska tonsilektomi, ditemukan jenis kuman patogen yang sama bahkan lebih banyak dari hasil pemeriksaan di permukaan tonsil sebelum pemberian antibiotik (Amarudin T, Christanto A, 1999).

2.11. Komplikasi Tonsilitis Kronis

(28)

miositis, uveitis, nefritis, dermatitis, urtikari, furunkolitis,dll (Arif Mansyoer dkk, 2001).

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E dkk, 2007).

2.12. Prognosa

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.

Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.

2.13. Pencegahan

(29)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Pengobatan T.A. Inadekuat Pengaruh Cuaca

Higien Mulut yang Buruk

Merokok

Makanan

Kelelahan Fisik

3.2Definisi Operasional

Penderita Tonsilitis Kronis adalah pasien yang dinyatakan menderita tonsilitis kronis berdasarkan hasil diagnosia dokter dan tercatat dalam rekam medis.

Tonsilitis Kronis

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Gejala Klinis

Tanda Klinis

Ukuran Tonsil

(30)

a) Usia dihitung dalam satuan tahun berdasarkan ulang tahun terakhir saat penelitian berlangsung. Umur dalam bentuk skala ukur yang diurutkan berdasarkan kelompok, yaitu :

• Kelompok 1 : usia 1 – 10 tahun

b) Jenis kelamin yang dimaksud adalah laki – laki ataupun perempuan yang menderita tonsilitis kronis yang telah tercatat dalam rekam medis

c) Keluhan utama yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita tonsilitis kronis

d) Gejala klinis pada penderita tonsilitis kronis yang dimaksud yaitu : • Seperti ada benda asing ditenggorokan

• Nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan • Mulut berbau

• Badan meriang – meriang

e) Tanda klinis pada penderita tonsilitis kronis yang dimaksud yaitu : • Pilar/plika anterior hiperemis

• Kripte tonsil melebar

• Pembesaran kelenjar sub angulus mandibular • Eterprop

f) Ukuran Tonsil dalam pengukuran T1 – T4 (Thane & Cody), yaitu : T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar

(31)

T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior – uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar anterior – uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih

g) Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tonsilitis kronis adalah : • Endokarditis

(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menilai karakteristik penderita tonsilitis kronis di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2007 - 2010. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional study, dimana telah dilakukan pengumpulan data berdasarkan survei rekam

medis sub bagian THT di RSUP H. Adam Malik.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan dan dilakukan selama dua bulan yakni pada bulan Juli - September 2011.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh pasien yang sudah terdiagnosa oleh dokter menderita tonsilitis kronis dan terdaftar pada rekam medis. Sampel dalam penelitian ini seluruh dari jumlah populasi yang didapat dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik tahun 2007 - 2010 dan telah didiagnosa menderita tonsilitis kronis. Adapun besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama dengan jumlah populasi (total sampling).

4.4 Teknik Pengambilan Data

(33)

4.5 Pengolahan dan Analisis Data

(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.2 Karakteristik Sampel

Dalam penelitian ini diperoleh 35 sampel penderita tonsilitis kronis di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2007 - 2010. Karakteristik penderita tonsilitis kronis yang diamati adalah umur, jenis kelamin, keluhan utama, gejala klinis, tanda klinis, ukuran tonsil dan komplikasi.

Dari penelitian ini diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Jumlah Sampel Persentase (%)

(35)

11 – 20 14 40

21 – 30 6 17,1

31 – 40 4 11,4

41 – 50 3 8,6

≥ 51 1 2,9

Kelompok usia terbanyak pada penderita tonsilitis kronis yaitu usia 11 – 20 tahun sebanyak 14 sampel (40%) dan jumlah paling sedikit pada kelompok usia ≥ 51 tahun sebanyak 1 sampel (2,85%).

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki – laki 18 51,4

Perempuan 17 48,6

Jenis kelamin terbanyak pada penderita tonsilitis kronis yaitu laki – laki sebanyak 18 sampel (51,4%) dan perempuan sebanyak 17 sampel (48,6%).

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama

Keluhan Utama Frekuensi Persentase (%)

Sakit Menelan 24 68,6

Sulit Menelan 7 20

Gatal Tenggorokan 1 2,9

Sulit Bernafas 2 5,7

Suara Mengorok 1 2,9

(36)

Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Gejala Klinis

Gejala Klinis Frekuensi Persentase (%)

Seperti Ada Benda Asing di Tenggorokan

10 28,5

Nyeri Tenggorok atau Nyeri Telan Ringan

24 68,6

Mulut Berbau 1 2,9

Badan Meriang – riang 5 14,3

Tidak Ada 5 14,3

Gejala klinis terbanyak pada penderita tonsilitis kronis yaitu nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan sebanyak 24 kali (68,6%) dan yang paling sedikit yaitu mulut berbau sebanyak 1 kali (2,9%). Terdapat 5 sampel yang tidak tercantumkan gejala klinis dalam status rekam medis.

Tabel 5.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Tanda Klinis

Tanda Klinis Frekuensi Persentase (%)

Pilar/Plika anterior hiperemis 17 48,6

Kripte Tonsil Melebar 2 5,7

Pembesaran Kelenjar Sub Angulus Mandibular

- -

Eterprop 1 2,9

Tidak Ada 16 45,7

(37)

Tabel 5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Ukuran Tonsil

Ukuran

Tonsil

Kiri Persentase Kanan Persentase Total (%)

T1 9 25,7 5 14,2 20

T2 10 28,6 10 28,6 28,6

T3 16 45,7 17 48,6 47,1

T4 - - 3 8,6 4,3

Ukuran tonsil sebelah kiri terbanyak pada penderita tonsilitis kronis yaitu T3 sebanyak 16 sampel (45,7%) dan pada sebelah kanan yaitu T3 sebanyak 17 sampel (48,6%).

Sedangkan untuk komplikasi tidak terdapat dalam status rekam medis yang menderita tonsilitis kronis pada tahun 2007 – 2010.

5.3 Pembahasan

Berdasarkan karakteristik umur pada tabel 5.1. dapat dilihat bahwa penderita tonsilitis kronis paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah kelompok usia 11 – 20 tahun yaitu 40%. Hasil yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan penelitian Paradise et al (2002) yang mendapatkan hasil terbanyak pada usia 7 - 15 tahun sebesar 30% dan Sing (2007) pada usia ≤ 14 tahun sebesar (58%). Tonsilitis kronis dapat diderita oleh anak-anak maupun dewasa (Herawati Ainriyatun Hartati, 2003).

(38)

signifikan untuk karakteristik jenis kelamin pada penderita tonsilitis kronis. Perbedaan untuk karakteristik jenis kelamin pada tonsilitis kronis dan rekuren tidak dapat dijelaskan setelah 30 tahun diobservasi (Abouzied A., Massoud E, 2008).

Berdasarkan karakteristik keluhan utama pada tabel 5.3. dapat dilihat penderita tonsilitis kronis yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini adalah sakit menelan sebanyak 19 orang (54,3%) ini sesuai dengan Jain (2009) yang memperoleh hasil yang menyatakan bahwa tonsillitis biasanya diawali dengan sakit menelan. Theresa Leschann (2005) juga menyatakan bahwa sakit menelan adalah indikator paling awal dari tonsilitis dan sangat tipikal.

Berdasarkan karakteristik gejala klinis pada tabel 5.4. dapat dilihat bahwa frekuensi gejala klinis pada penderita tonsilitis kronis yang paling banyak ditemukan adalah nyeri tenggorok/nyeri telan ringan sebanyak 60%. Gejala klinis untuk tonsilitis termasuk sakit tenggorokan,, nyeri menelan, demam dan sulit bernafas (Better Health Channel, 2011). Pada penelitian ini sebanyak 5 orang yang tidak tercantumkan gejala klinis pada rekam medis dan pada kelompok ini terdapat seorang penderita dengan berbagai macam gejala klinis.

(39)

Berdasarkan karakteristik ukuran tonsil pada tabel 5.5. dapat dilihat bahwa ukuran tonsil terbanyak pada penderita tonsilitis kronis T3 sebesar 47,1%. Hasil ini hampir sama pada penelitian Alcantara et al (2007) yang mendapatkan 42% dengan ukuran tonsil T3.

(40)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh pada karakteristik penderita tonsilitis kronis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2007 – 2010 yaitu :

a Penderita tonsilitis kronis yang paling sering pada usia 11 – 20 tahun (40%)

b Jenis kelamin yang paling banyak dijumpai pada laki – laki (51,4%)

c Keluhan utama yang paling sering adalah sakit menelan (68,6%) d Gejala klinis yang paling sering adalah nyeri tenggorok atau nyeri

telan ringan (68,6%)

e Tanda klinis yang paling sering adalah plika anterior hiperemis (48,6%)

f Ukuran tonsil yang paling sering adalah T3 (47,1%)

g Tidak terdapatnya komplikasi dalam rekam meedis pada penderita tonsilitis kronis tahun 2007 – 2010

6.2 Saran

Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian tersebut, maka terdapat beberapa saran sebagai berikut :

a Diharapkan kepada pihak rumah sakit supaya lebih melengkapi data pada rekam medis mengenai status penderita di rumah sakit sehinggapeneliti selanjutnya memperoleh data yang lengkap

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Abouzied A, Massoud E.2008. Sex differences in tonsillitis. Dalhause Medical Jurnal. Vol. 35/No 1.p:8 – 10.Faculty of Medicine, Dalhousie University,

Halivax, Novascotia. Diambil dari : edmj.medicine.dal.ca/achives/summer_2008 [Diakses 7 Desember 2011]

Ainriyatun, Herawati Hartati.2003.Kebugaran Jasmani pada Penderita Tonsilitis Kronis di Banding Anak Normal. Jurnal Kedokteran Media Medika

Indonesiana.Volume 38 Nomor 1. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.Diambil dari [Diakses 1 Desember 2011]

Alcantara et al, 2007. Adenotonsillectomy Impact on Children’s Quality of Life. International otorhinolaringology Journal, 12, p.111-172.

Amaruddin, T, Christanto A. 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Cermin Dunia Kedokteran, No. 155, p 8 - 61.

Ballenger, Jacob John.2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.p:346 – 352. Jilid 1.Edisi 22.Jakarta: Binarupa Aksara.

Better Health Channel.2011.Tonsillitis Explained. State Government of Victoria, Australia. Diambil da [Diakses 1 Desember 2011]

Dias E P, Rocha M L, Calvalbo M O, Amorium L M.2009. Detection of EBV in Reccurent Tonsillitis. Sao Paulo, Brazil.Vol 75 No1. p 4 – 30. Diambil dari

(42)

Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Universitas Diponegoro,

Semarang. Diambil dari : http:// eprintsundip.ac.id/12393 [Diakses 24 Maret 2011]

Hatmansjah..1993. Tonsilektomi. Desember 1993. Cermin Dunia Kedokteran, No. 89, p : 20-21.

A dengan Pemeriksaan Asto Pada Penderita Tonsilofaringitis Akut.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diambil dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/7403 [Diakses 27 Maret 2011]

Higler, Boies Adams. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT. p:337.Edisi 6. Jakarta:EGC

Jain, N. 2009. Tonsillitis Treatment Causes and Symptom. Diambil dari :

Kartika, H. 2008. Tonsilektomi. Welcome & Joining otolaryngology in Indonesian

Language, Febuary 23. p:4 – 36. Diambil dari :

Kazzi, AA. 2010. Pharyngitis in Emergency Medicine. Diambil dari : http//www.emedicine.com/emerg/topic419. Htm [Diakses 24 Maret 2011]

(43)

Kurien M, Sheelans L, Bramhaathan, Thomas K.2003.Fine Needle Aspiration in Chronic Tonsillitis : Reliable and Valid Diagnostick test.The Journal of

Laryngology & Otology vol 117. Diambil dari :

Lauro, Joseph.2011.Tonsillitis.Emergency Medicine Lautheran Medical Centre. Diambil dari http [Diakses 28 November 2011]

Leschmann, T. 2005. Sign and Symptoms Tonsillitis. Diambil dari :

[Diakses 10

Desember 2011]

Mansjoer, Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Ika Wahyu dan Setiowulan Wiwiek.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakarta:Media Aesculapius

NHS.2010.Tonsillitis. Diambil da [Diakses 28 November 2011]

Noordhianta, Kote, Sarbini Basriyadi Tonny dan Lasminingrum Lina.2009. Aspirasi Jarum Halus untuk Pemeriksaan Bakteri Aerob pada Penderita

Tonsilitis Kronis. Diambil dari : http: repository.usu.ac.id. [Diakses 3 Maret

2011]

(44)

Sastroasmoro, Sudigdo,Sp.A(K),Dr,DR,Prof dan Ismael Sofyan,Sp.A(K),Dr,Prof.2008.Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis.Edisi 3.Jakarta:Sagung Seto

Sing, T, 2007. Pattern of Otorhinolaryngology Head and Neck Diseases in Outpatient Clinic of a Malaysian Hospital. Internet Journal of Head and

Neck Surgery. Diambil dari :

Siswantoro, Boedi. 2003. Pengaruh Tonsilektomi terhadap Kejadian Bakteremia Pasca Operasi. Diambil dari : http://

www.eprints.undip.ac.id14796/1/2003FK5961 [Diakses 24 Maret 2011]

Soepardi, Arsyad .E., Iskandar Nurbaiti, Bashiruddin Jenny dan Restuti Dwi Ratna .2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.Edisi 6. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gambaran Radiografi. Diambil dari : http://

repository.usu.ac.id/handle/123456789/7403 [Diakses 27 Maret 2011]

Uğraş S, Kutluhan A. 2005. Chronic Tonsillitis Can Be Diagnosed With Histopatologic Findings, Ankara Atuturk Education and Research Hospital.

(45)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Zulasvini Nurjannah

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 17 Agustus 1990

Agama : Islam

Alamat : Jl. Catur No. 17 Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak –Kanan Kemala Bhayangkari Medan (Tahun

1994)

2. SD Kemala Bhayangkari 1 Medan (Tahun 1996 - 2002)

3. SMP AL – Azhar Medan (Tahun 2002 - 2005)

4. SMA Plus Al – Azhar Medan (Tahun 2005 – 2007)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota SCOPH PEMA FK USU (2008 – 2010), Sekertaris

SCOPH PEMA FK USU (2009 – sekarang)

2. Anggota SCOME FK USU

(46)

STATUS PENELITIAN

Gejala Klinis : 1. Seperti ada benda asing ditenggorokan 2. Nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan 3. Mulut berbau

4. Badan meriang – meriang Tanda Klinis : 1. Pilar/plika anterior hiperemis

2. Kripte tonsil melebar

3. Pembesaran kelenjar sub angulus mandibular 4. Eterprop

Ukuran Tonsil : T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior–uvula T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak anterior– uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior–uvula sampai ¾ jarak pilar anterior– uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih Komplikasi : 1. Endokarditis

(47)

DATA KARAKTERISTIK PENDERITA TONSILITIS KRONIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2007 - 2010

No No Rekam

Medis Usia

Jenis

Kelamin Keluhan Utama Gejala Klinis Tanda Klinis

Ukuran Tonsil Kiri

Ukuran

Tonsil Kanan Komplikasi

(48)

22 337938 50 perempuan Sakit Menelan Nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan T1 T1

23 343285 6 laki - laki Sakit Menelan Seperti ada benda asing ditenggorokan dan nyeri tenggorok T3 T3

24 411795 15 perempuan Sakit Menelan kripte tonsil melebar T3 T4

25 390359 18 laki - laki Sakit Menelan Nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan T2 T2

26 439694 20 laki - laki Sakit Menelan Seperti ada benda asing ditenggorokan dan nyeri tenggorok pilar/plika anterior hiperemis T2 T2

27 399221 30 laki - laki Sakit Menelan Seperti ada benda asing ditenggorokan, nyeri tenggorok dan mulut berbau T3 T3

28 398087 39 perempuan Sakit Menelan Nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan T2 T2

29 399510 9 perempuan Sulit Menelan Seperti ada benda asing ditenggorokan T1 T1

30 378771 14 perempuan Sakit Menelan Nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan pilar/plika anterior hipermis dan eterpop T2 T2

31 408737 7 perempuan Sulit Menelan pilar/plika anterior hiperemis T2 T2

32 383167 35 perempuan Sulit Menelan T1 T4

33 321436 18 laki - laki Sakit Menelan Nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan T2 T2

34 321226 12 perempuan Sakit Menelan Nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan T3 T2

(49)

Frekuensi

Frequency Percent Valid Percent

(50)

JK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Telan Ringan dan Badan Meriang

4 11,4 11,4 71,4

Seperti Ada Benda Asing Ditenggorokan

5 14,3 14,3 85,7

Seperti Ada Benda Asing Tenggorokan dan Nyeri Tenggorok

4 11,4 11,4 97,1

Seperti Ada Benda Asing Tenggorokan,Nyeri Tenggorok, Mulut Berbau

1 2,9 2,9 100,0

(51)

TandaKlinis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia
Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Keluhan Utama
Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Gejala Klinis
Tabel 5.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Ukuran Tonsil

Referensi

Dokumen terkait

Untuk karakteristik penderita skabies berdasarkan asal daerah, didapati yang berasal dari daerah medan paling banyak kasusnya yaitu 183 kasus (81%), sedangkan yang

Hasil Penelitian: Proporsi penderita rinosinusitis kronis tertinggi pada kelompok umur 28–35 tahun 20,61%, umur diatas 18 tahun 88,18%, dengan proporsi laki-laki 42,91% dan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan jumlah, kelompok usia yang terbanyak, perbandingan jenis kelamin, tipe, keluhan utama, gejala

DAFTAR RIWAYAT

Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika; bila terjadi kekeruhan yang

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita berdasarkan jumlah, kelompok usia yang terbanyak, perbandingan jenis kelamin, tipe, keluhan utama, gejala

Proposal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2013. Anggota Divisi Pengembangan Potensi Ilmiah Standing

Gold standard bakteri penyebab tonsilitis kronis adalah dengan kultur dari bagian tengah tonsil. Streptokokus beta hemolitikus grup A merupakan kuman