• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi dan Peran Serta Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Desa Kutambaru Kecamatan Munte Kabupaten Karo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Persepsi dan Peran Serta Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Desa Kutambaru Kecamatan Munte Kabupaten Karo)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM

KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

(Studi Kasus di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo)

Skripsi

DWI ISMIATI 031201032

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERSEPSI DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM

KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

(Studi Kasus di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo)

Skripsi

DWI ISMIATI 031201032

Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat Menjadi Sarjana pada

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Dwi Ismiati, dilahirkan di Kutambaru, Kabupaten Karo pada

tanggal 01 Januari 1985 dari ayah Absori dan ibu Ernawati br Ginting. Penulis

merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal SD di SD.N. No. 040448

Kabanjahe pada tahun 1997 dan pada tahun 2000 lulus dari SLTP.N.1. Kabanjahe.

Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di SMU.N.1 Kabanjahe

dan menyelesaikannya pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara

melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program studi Manajenen Hutan,

Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek pengenalan dan pengelolaan hutan (P3H) di

Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai dan

Taman Hutan Raya Bukit Barisan Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah

Kabupaten Tanah Karo pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 penulis

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan

karunia yang diberikan, sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi ini dengan

sebaik-baiknya.

Penelitian ini berjudul “Persepsi dan Peran Serta Masyarakat terhadap

Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Desa Kutambaru

Kecamatan Munte Kabupaten Karo). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

untuk melihat dan mengetahui sejauh mana tingkat peran serta atau partisipasi dan

persepsi masyarakat di daerah tersebut terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan

lahan, baik dalam kegiatan perencanaan pelaksanaan maupun kegiatan evaluasi

dengan harapan nantinya penelitian ini dapat membantu menyediakan informasi

dan data mengenai tingkat peran serta dan persepsi masyarakat dalam kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan. Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada :

1. Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda Absori dan Ibunda Ernawati br Ginting,

kakak dan adik tersayang, Kak Eka Widiastuti dan Pratiwi

2. Bapak Dr. Ir Edi Batara Mulya Siregar, MS selaku ketua Departemen

Kehutanan, Bapak Agus Purwoko, S.Hut Msi dan Bapak Ir Syammaun Usman

MP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan motivasi,

dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Andreas Nomen Sembiring selaku Kepala Desa Kutambaru Kecamatan

Munthe Kabupaten Tanah Karo atas semua bantuan dan motivasi.

(5)

DAFTAR ISI Keadaan Fisik Lingkungan ... 20

Letak dan Luas ... 20

Sarana dan Prasarana ... 21

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 22

Kependudukan ... 22

Mata Pencaharian ... 22

Pendidikan ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Karateristik Responden Penelitian ... 24

Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan ... 28

Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan ... 35

Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan ... 38

Peran Serta Masyarakat dalam Evaluasi ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan... 20

Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk ... 22

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 23

Tabel 4. Kisaran Umur Responden ... 24

Tabel 5. Pendidikan Responden ... 25

Tabel 6. Tingkat Pendapatan Responden ... 26

Tabel 7. Jenis Pekerjaan Utama Responden ... 29

Tabel 8. Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Rehabilitasai Hutan dan Lahan ... 26

Tabel 9. Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 35

Tabel 10. Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 38

Tabel 11. Peran Serta Masyarakat dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 41

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kondisi Umum Desa Kutambaru Kecamatan Munte ... 21

Gambar 2. Persentase Tingkat Pendidikan Responden ... 26

Gambar 3. Persentase Jenis Pekerjaan Responden ... 28

(8)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-undang No. 41 tahun 1999 menyatakan bahwa hutan merupakan

anugerah Tuhan yang wajib disyukuri, dilestarikan dan dikelola sehingga dapat

memberikan manfaat kepada manusia.

Dengan melihat arti pentingnya kawasan hutan sebagai penyangga

kehidupan yang diharapkan mampu memberikan sebesar-besarnya manfaat bagi

keberlangsungan hajat hidup orang banyak, maka keberadaan hutan harus

dipertahankan secara optimal. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang

berkelanjutan atau lestari mutlak diperlukan.

Pesatnya laju pembangunan dan maraknya penjarahan hutan saat ini

menyebabkan semakin luasnya lahan terbuka. Semakin luasnya lahan terbuka

tersebut menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Dampak yang

terjadi akibat menurunya kualitas lingkungan hidup secara umum adalah bencana

kekeringan pada musim kemarau, bencana banjir pada musim penghujan,

peningkatan polusi, peningkatan suhu udara, dan lain sebagainya.

Disamping itu, perkembangan kehidupan manusia sejak zaman dahulu

sampai era teknologi saat ini menyebabkan ketergantungan manusia terhadap

kayu tetap tinggi, baik yang berasal dari hutan alam maupun dari hutan rakyat.

Kebutuhan kayu tetap meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Hutan alam pada kawasan hutan negara sebagai penghasil utama kayu ternyata

semakin kurang produksinya sebagai akibat dari pengerusakan hutan dan

(9)

dari luar kawasan hutan khususnya dari hutan rakyat perlu di benahi dan salah

satunya adalah melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

Reboisasi dan penghijauan yang di lakukan melalui penanaman dengan

menggunakan jenis tanaman yang sesuai dengan fungsi hutan, lahan dan

agroklimat setempat, diharapkan nantinya akan dapat memberikan manfaat

ekonomi, ekologi, dan sosial yang seimbang. Terlaksananya pembuatan tanaman

reboisasi dan hutan rakyat diharapkan mampu memulihkan fungsi hutan sebagai

pelindung sistem penyangga kehidupan, pelestarian plasma nutfah, pengatur tata

air, yang selanjutnya dapat mendukung kelestarian produksi dan kualitas sumber

daya hutan, perbaikan iklim mikro dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut hendaknya melibatkan

masyarakat karena bila dilihat dari pengalaman masa lalu, kekurangberhasilan

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan antara lain disebabkan karena kurangnya

peran serta masyarakat di sekitar hutan dan lahan yang direhabilitasi.

Peran serta masyarakat akan lebih dapat menjamin tingkat keberhasilan

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan secara maksimal karena dengan demikian

masyarakat merasa memiliki sehingga akan melaksanakan kegiatan rehabilitasi

hutan dan lahan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Rendahnya keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan disebabkan oleh

berbagai faktor antara lain ; (a). Metode pendekatan yang kurang tepat.

Pendekatan pemecahan masalah selama ini baru pada faktor fisik dan tidak

banyak memberikan perhatian pada faktor sosial ekonomi yang justru lebih

berperan dalam perusakan hutan dan lahan, (b). system pengelolaan rehabilitasi

(10)

tumbuh dilapangan dan belum diarahkakn pada satu tujuan tertentu. Oleh karena

itu, kadang-kadang ditemui bahwa upaya itu secara fisik berhasil, tetapi tidak

bermanfaat, baik untuk lingkungan maupun untuk meningkatkan pendapatan

masyarakat sekitar hutan. Masyarakat kemudian merusak atau menebang tanaman

tersebut, dan (c). Partisipasi masyarakat rendah karena kurang dikembangkan

dalam upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan. Partisipasi

masyarakat tani merupakan masyarakat dasar bagi pengelolaan kegiatan

rehabilitasi huran dan lahan oleh dan untuk masyarakat sebagai subyek utama

dalam pengelolaan sumber daya alam. Keberhasilan kegiatan rehabilitasi hutan

sangat dipengaruhi oleh besar motivasi dan tingkat partisipasi masyarakat.

Penelitian ini dilakukan untuk membantu menyediakan informasi dan data yang

akurat mengenai tingkat peran serta dari masyarakat di dalam kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana karateristik masyarakat Desa Kitamabru, Kecamatan unte,

Kabupaten Karo.

2. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,

Kabupaten Karo terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

3. Bagaimana peran serta masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,

(11)

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui karateristik masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan

Munte, Kabupaten Karo.

2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi

hutan dan lahan.

3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi

hutan dan lahan.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi

yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mencegah kegagalan rehabilitasi hutan

dan lahan, serta sebagai suatu pembanding dari kegiatan rehabilitasi hutan dan

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat

Masyarakat secara entimologi berasal dari bahasa Arab dengan akar kata

Syaraka yang berarti ikut serta atau berperan serta. Sedangkan dalam bahasa

Inggris di sebut dengan Society yang berasal dari bahasa latin Socius yang berarti

kawan. Nugraha dan Nutujo (2005) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu

kehidupan umat manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat

tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terkait oleh satu rasa identitas

bersama.

Menurut Betrand (dalam Wisadirana, 2004), masyarakat merupakan hasil

dari suatu periode perubahan budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat

bukan hanya sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu sistem yang

di bentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita

tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dimana dari hubungan antara mereka

ini terbentuk suatu kumpulan manusia yang kemudian menghasilkan suatu

kebudayaan. Jadi masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama

dan menghasilkan suatu kebudayaan. Jadi masyarakat merupakan sekumpulan

orang yang hidup bersama dan menghasilkasn kebudayaan, atau disebut juga

sekelompok orang yang mempunyai kebudayaan yang sama atau setidaknya

mempunyai sebuah kebudayaan bersama yang dapat dibedakan dari yang dipunyai

oleh kelompok lainnya dan yang tinggal di satu daerah wilayah tertentu,

mempunyai perasaan akan adanya persatuan diantara anggota-anggotanya dan

(13)

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan

baik yang memanfaatkan hasil hutan tersebut secara langsung maupun tidak

langsung. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun jumlahnya tidak

diketahui secara pasti tinggal di dalam atau atau dipinggir hutan yang hidupnya

bergantung kepada hutan. Pada pertengahan tahun 2000, Departemen Kehutanan

menyebutkan bahwa 30 juta penduduk secara langsung mengandalkan hidupnya

pada sektor kehutanan meskipun tingkat ketergantungannya tidak didefinisikan.

Sebagian besar masyarakat hutan hidup dengan berbagai strategi ekonomi

tradisional, yakni menggabungkan perladangan dengan berburu, dan

mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, rotan, madu dan hasil hutan lainnya

(Hardjasoemantri, 1985).

Ciri-ciri budaya masyarakat meliputi hubungan interpersonal saling

menguntungkan, persepsi terhadap kehidupan kurang baik, bersifat kekeluargaan,

kurang bersifat inovatif, berserah kepada nasib, sempitnya pandangan terhadap

dunia dan empati rendah. Pembangunan masyarakat pedesaan di dalam atau

sekitar hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

kehutanan, keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh tingkat peran serta

masyarakat dalam pelaksanaanya. Pendekatan dalam pembangunan kehutanan

(Forest development) pada saat ini mulai mempertimbangkan sepenuhnya

kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa hutan dengan memperhatikan aspek

sumberdaya manusia agar dapat berpartisipasi aktif

(Darusman dan Sukarjito, 1998).

Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi tinggi apabila

(14)

hutan. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan harus mempunyai

prioritas utama dalam suatu pengelolaan hutan (Arief, 2001).

Keberadaan masyarakat di sekitar hutan secara langsung menimbulkan

keinginan dan motivasi untuk pemanfatan hutan tersebut. Timbulnya keinginan

motivasi tersebut dipicu oleh kesadaran masyarakat disamping faktor sosial,

ekonomi, budaya, adat istiadat, pendidikan, dan perilaku masyarakat

(Kartasapoetra, 1987).

Pengelolaan ataupun pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh

masyarakat memang selayaknya diakui ada nilai positif dan negatifnya. Nilai

positif yang didapat dari sumber daya alam untuk masyarakat lokal tentu saja

adalah terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari baik dari hasil pertanian,

perkebunan atau pun dari hasil hutan. Sedangkan dampak negatifnya bila

pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya alam atau ekosistem seperti punahnya

fauna, tanah gundul, tanah longsor, dan juga padang alang-alang (Awang, 2000).

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, sesungguhnya dapat menjadi

pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka

merupakan perilaku yang paling kruisal dalam berinteraksi dengan hutan akan

mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan hutan secara tidak

bertanggung jawab yang berujung pada kerusakakn hutan yang pada akhirnya

juga akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka sendiri

(Dephutbun, 1999).

Berdasarkan pasal 69 dan 70 Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang

Kehutanan, disebutkan bahwa masyarakat berkewajiban ikut serta dalam menjaga

(15)

serta dalam pembangunan kehutanan dan pemerintah wajib mendorong peran

serta masyarakat yang terkait langsung dengan berbagai upaya dalam rangka

penyelamatan maupun pemanfaatan hutan dan lahan, sehingga lestari dan

berkesinambungan.

Dasar hukum penting lainnya bagi peran serta atau partisipasi masyarakat

diakomodir dalam intruksi Mentari Kehutanan No. 31/Kpts-II/2001, tentang

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (Community based forest management)

yang ditekankan untuk mempromosikan peran serta masyarakat lokal dalam

pengelolaan hutan.

Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan kembali atau

mempertahankan kondisi atau meningkatkan produktivitas lahan kawasan hutan

dengan cara menanam pohon-pohon agar dapat berfungsi secara optimal sebagai

unsur produksi, pengatur tata air serta perlindungan alam lingkungan. Kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan melalui dua kegiatan yaitu; kegiatan

pokok dan kegiatan penanaman konservasi tanah. Sedangkan kegiatan penunjang

antara lain meliputi penyediaan mengenai data dam, waduk, danau atau sungai.

Kegiatan pencegahan kerusakan lingkungan mencakup :

1. Sosialisasi kerusakan lingkungan

2. Pemberdayaan masyarakat

(16)

Sedangkan kegiatan penanaman dan konservasi tanah mencakup:

1. Pembibitan

2. Pembuatan tanaman

3. Bangunan konservasi tanah (Dephutbun, 1998).

Menurut UU No. 41 1999, rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk

memulihkan, mempertahankan serta meningkatkan fungsi hutan dan lahan

sehingga daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam pendukung sistem

penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan

melalui kegiatan :

a. Reboisasi

b. Penghijauan

c. Pemeliharaan

d. Pengayaan tanaman

e. Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetative dan sipil teknis, pada

lahan kritis dan tidak produktif.

Istilah penghijauan dan reboisasi sering disalah tafsirkan. Hal ini mungkin

terjadi karena kedua istilah ini dipakai dalam hubungnya dengan usaha

pengkonversian lahan. Akibatnya, penggunaannya sering kali tertukar. Padahal,

pengertian kedua istilah tersebut sebenarnya berbeda.

Menurut Soemarwoto (1992), penghijauan adalah suatu usaha yang meliputi

kegiatan-kegiatan penanaman tanaman keras, rerumputan, serta pembuatan teras

dan bangunan pencegah erosi lainnya di areal yang tidak termasuk areal hutan

Negara atau areal lain berdasarkan rencana tata guna lahan tidak diperuntukkan

(17)

Usaha penghijauan ini merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri. Namun,

dalam pelaksanaannya biasanya terjalin kerjasama dengan pihak pemerintah

melalui Departemen Kehutanan.

Sementara reboisasi merupakan suatu usaha yang meliputi penanaman

atau permudaan pohon-pohon serta jenis tanaman lain di areal hutan Negara dan

di areal lain di areal lain berdasarkan rencana tata guna lahan diperuntukkan

sebagai hutan. Program reboisasi ini merupakan tanggung jawab pemerintah.

Namun, dalam pelaksanaanya tentunya perlu melibatkan masyarakat karena

pemerintah tidak mungkin mampu mengelola sendiri hutan yang jumlahnya jutaan

hektar.

Manfaat utama penghijauan dan reboisasi adalah untuk pemulihan kembali

daerah kritis yang dapat mengancam kelestarian sumber daya dan keseimbangan

ekologi hutan. Tentunya manfaat ini mempunyai dampak yang berantai sebab

akan menjamin ketersediaan sumber daya alam termasuk didalamnya air yang

menjadi kebutuhan penting manusia. Selain itu, kondisi ini akan menghindarkan

beberapa bencana seperti banjir, longsor, dan kekeringan (Soemarwoto, 1992).

Persepsi Masyarakat terhadap Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan

yang diperoleh dengan menyimpulakan informasi dan penafsiran peran. Setiap

orang memiliki pengalaman yang beda, maka persepsinya pun

berbeda-beda pula terhadap stimulus yang diterimanya, meskipun dengan objek yang sama

(18)

Mikkelsen (2006) mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif yang

bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan,

yang dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan,

maupun penciuman. Persepsi merupakan penafsiran unik terhadap suatu situasi,

bukan merupakan suatu pencarian yang sebenarnya dari situasi tersebut. Definisi

ini secara implisit menyebutkan bahwa informasi dan situasi dapat berfungsi

sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu persepsi, walaupun informasi tentang

lingkungan itu juga berupa situasi tertentu (tidak harus berupa rangkaian kalimat

atau isyarat lain).

Wibowo (1998) menyatakan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah

pandangan, interpretasi, penilaian, harapan dan aspirasi seseorang terhadap obyek.

Persepsi terbentuk melalui serangkaian proses yang diawali dengan menerima

rangsangan atau stimulus dari obyek yang diterima oleh indra dan dipahami

dengan interpretasi atau penafsiran tentang obyek yang dimaksud. Jadi, persepsi

merupakan respon terhadap rangsangan yang datang dari suatu obyek. Respon ini

berkaitan dengan penerimaan atau penolakan oleh individu terhadap obyek yang

dimaksud. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor interen yang ada di dalam

individu tersebut. Bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi kebutuhan, motivasi,

jenis kelamin, umur, kepribadian, kebiasaan dan lain-lain serta sifat lain yang khas

yang di miliki oleh seseorang. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial

budaya dan sosial ekonomi seperti pendidikan, lingkungan tempat tinggal, suku

bangsa dan lainnya.

Salah satu alasan mengapa persepsi demikian penting dalam hal

(19)

tetapi mempersepsi secara berbeda apa yang di maksud dengan sebuah situasi

ideal. Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik, dan ia

bekerja dengan cara yang hampir serupa pada masing-masing individu tetapi

sekalipun demikian ia secara tipikal menghasilkan persepsi yang berbeda-beda

(Winardi,2001).

Pentingnya persepsi itu tidak lain karena persepsi seseorang menyangkut

dalam pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu atau bertindak terhadap

apa yang di persepsikan atau biasa juga di sebut dengan stimulus (Fauzi, 2002).

Bila seorang individu memandang suatu obyek dan mencoba menafsirkan

apa yang dilihatnya, maka penafsiran itu dipengaruhi oleh karateristik pribadi dari

pelaku sebagai individu itu. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan

merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka

(Robin, 2001).

Banyak sekali faktor-faktor pada diri perseptor (individu yang melakukan

persepsi) yang dapat mempengaruhi verdikalitas persepsinya sendiri atau

menimbulkan perbedaan-perbedaan antara persepsinya sendiri dan persepsi orang

lain, misalnya faktor intelegensia, faktor pengalaman, faktor kemampuan

menghayati stimuli, faktor ingatan, faktor disposisi kepribadian, faktor

pengharapan dan faktor kecemasan. Berbagai faktor tersebut tumpang tindih, sulit

menunjukkan faktor mana yang paling besar pengaruhnya dalam mempercepat

rangsang-rangsang sosial. Selain itu persepsi dipengaruhi oleh minat, selera,

kebutuhan, angan-angan dan lain-lain (Wibowo, 1988).

Menurut Sumardi et al (1997) kondisi dari persepsi seseorang terhadap

(20)

dapat dibedakan menjadi seseorang menolak lingkungan, bekerjasama, atau

menguras lingkungan, disebabkan seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan

yang diinginkan, sehingga orang yang bersangkutan dapt memberikan bentuk

tindakan terhadap hutan sesuai dengan apa yang di kehendaki. Sebaliknaya para

petani mempunyai sikap menerima lingkungan, seseorang dapat memanfaatkan

hutan dan sekaligus menjaga dan menyelamatkan hutan dari kerusakan, sehingga

hutan memberi manfaat yang terus menerus. Dengan demikian lingkungan hutan

yang terjaga kelestariannya dari kerusakan, akan memberikan manfaat kepada

masyarakat di sekitar hutan dan Negara berupa devisa.

Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Menurut Anonim (1987), partisipasi adalah hal turut berperan serta di

suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Dengan demikian, maka dapatlah

dikatakan bahwa partisipasi memiliki arti yang sama dengan peran serta.

Partisipasi berasal dari kata participation, yang berarti pengambilan

bagian, pengikutsertaan. Partisipasi masyarakat berarti pengambilan bagian oleh

masyarakat atau pengikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan. Dalam praktek

sehari-hari, partisiasi masyarakat dipahami atau ditafsirkan sebagai berikut:

1. Masyarakat bertanggung jawab hanya dalam pelaksanaan

kegiatan-kegiatan

2. Anggota masyarakat ikut menghadiri pertemuan-pertemuan perencanaan,

pelaksanaan dan pengkajian suatu kegiatan, namun sebatas sebagai

(21)

3. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan

tentang cara melaksanakan sebuah kegiatan dan ikut menyediakan bantuan

serta bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan tersebut.

4. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam semua tahapan proses

pengambilan keputusan, pengawasan serta monitoringnya.

Dengan pendekatan partisipasi, orang-orang kan lebih bersemangat, lebih

iklas dan lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan suatu kegiatan

(Mu’arif, 2002).

Kondisi kerusakan hutan dan lahan di Indonesia pada saat ini telah

menjadi keprihatinan banyak pihak, baik secara nasional maupun internasional.

Fenomena degradasi sumberdaya hutan dan lahan terus meningkat baik kualitas

maupun kuantitasnya. Kerusakan hutan dan lahan tersebut telah mengakibatkan

bencana alam yang besar, bahkan akhir-akhir ini kecenderungannya semakin

meningkat, khususnya banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Bencana tersebut

telah menimbulkan kerugian nasional yang besar berupa kerusakan infrastruktur,

berbagai asset pemabngunan serta terganggunya tata kehidupan masyarakat.

Penyebab utama terjadinya bencana tersebut adalah kerusakan lingkungan,

terutama di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai daerah tangkapan

air, kondisi diatas menumbuhkan kesadaran dari semua pihak untuk melakukan

rehabilitasi hutan dan lahan yang rusak guna memperbaiki dan mengembalikan

fungsi dan produktivitas sumber daya alam tersebut. Upaya tersebut juga

dimaksudkan untuk menanggulangi bencana alam yang dilaksanakan secara

terpadu, menyeluruh, dan terkoordinasi, dengan melibatkan pemerintah, lembaga

(22)

Partisipasi dapat dibagi atas berbagai macam bentuk. Partisipasi menurut

Effendi (2002) terbagi atas partisipasi vertikal dan horizontal. Disebut partisipasi

vertikal karena bisa terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau

mengambil bagian dalam satu program fihak lain, dalam hubungan dimana

masyarakat berada sebagai posisi bawahan. Sedangkan partisipasi horizontal,

dimana masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota masyarakat

berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya baik dalam melakukan usaha

bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan fihak lain.

Menurut Hardjasoemantri (1985) peran serta sebagai suatu proses

komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian

masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan

sedang di analisisa oleh badan yang bertanggung jawab. Dan tujuan peran serta

masyarakat adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna bagi

warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan

kualitas pengambilan keputusan lingkungan.

Pemberdaayaan masyarakat dalam bentuk pelibatan masyarakat lokal

dalam rangka pelestarian hutan merupakan hal yang mendasar dan positif, dimana

kesadaran positif masyarakat dibangun dan dikembangkan sehingga masyarakat

dapat melakukan kontrol sepenuhnya terhadap pengelolaan sumber daya hutan.

Pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses perubahan

perilaku masyarakat sebagai pusat perhatian sekaligus dipandang dan diposisikan

(23)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,

Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dan penelitian ini dilakukan pada bulan

September sampai dengan bulan Oktober 2007.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa

Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo. Dari Data Monografi Desa

tahun 2005, diketahui bahwa populasi masyarakat di Desa Kutambaru, Kecamatan

Munte adalah 472 KK.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive sampling

(sampel bertujuan) yakni pengambilan sampel berdasarkan kesenganjaan.

Pemilihan kelompok subyek berdasarkan atas ciri atau sifat populasi yang sudah

diketahui sebelumnya, yaitu masyarakat Desa Kuambaru, Kecamatan Munte,

Kabupaten Karo, berumur 17 tahun keatas, sehat jasmani rohani, dan mampu

berkomunikasi dengan baik.

Dalam menentukan ukuran sampel maka digunakan rumus penentuan

sampel yang ditulis oleh Hassan (2000) :

n = N

1+Ne2

Keterangan :

n = Ukuran sampel

(24)

e = persen kelonggaran ketidaktelitian yang masih dapat ditolerir karena

kesalahan pengambilan sampel, ditetapkan sebesar 10 %.

Rumus diatas digunakan sehingga diperolehlah jumlah masyarakat yang

dijadikan sebagai sampel adalah sebanyak 83 KK

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa :

a. Data Primer

Data primer diperoleh dengna cara menyebarkan kuisioner dan wawancara

langsung terhadap responden. Kuisioner disebarkan dan diisi oleh seluruh

responden. Kuisioner disebarkan dan diisi oleh seluruh responden. Pengambilan

data dilakukan dengan wawancara untuk mendapatkan jawaban langsung

berdasarkan pertanyaan yang terdapat pada kuisioner.

Data primer yang diperlukan adalah identitas responden, sosial ekonomi,

persepsi, sikap, dan partisipasi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,

Kabupaten Karo terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data umum

yang ada pada instansi pemerintah desa yang meliputi kondisi umum lokasi

penelitian dan literatur-literatur yang mendukung.

Analisis Data

Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif. Penelitian ini akan

(25)

pandangan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo

terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Tingkat peran serta masyarakat di dalam penelitian ini dinilai berdasarkan

keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan rehablitasi hutan dan lahan,

diantaranya peran serta masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kotler dan Roberto dalam

Mikkelsen (2006) menyebutkan bahwa menggunaan ranking dan skoring telah

lama dikenal untuk menilai harapan, kepercayaan, kesukaan, sikap, dan pendapat

orang. Penelitian sosialmenggunakan ranking dan skoring untuk mengembangkan

strategi megubah prilaku masyarakat. Salah satunya adalah dengan menggunakan

matrik berdasarkan bobot.

Tentang besaran angka yang digunakan dalam skoring ini memang dapat

sembanrangan, artinya dapat dengan angka-angka satuan, puluhan, ataupun

ratusan. Namun perlu diperhatikan tentang keseimbangan yang harmonis beserta

konsekuensinya, supaya mudah diinterpretasi. Pemberian nilai dilakukan dengan

memberi skor pada nilai-nilai absolut yang dimiliki semua komponennya

(Subyantoro dan Suwarto, 2006)

Tingkat peran serta masyarakat dalam kegiatan rehablitasi hutan dan lahan

dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu ; sangat baik, baik, sedang, rendah

dan sangat rendah. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berikut :

a. Untuk tingkat partisipasi sangat baik berada pada interval skor 81-100

b. Untuk tingkat partisipasi baik berada pada interval skor 61-80

c. Untuk tingkat partisipasi sedang berada pada interval skor 41-60

(26)

e. Untuk tingkat partisipasi sangat rendah berada pada interval skor 0-20

Demikian pula halnya dengan persepsi masyarakat yang dihitung dan di

kelompokkan ke dalam lima kategori yaitu; sangat baik, baik, sedang, buruk dan

sangat buruk. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berikut :

a. Untuk tingkat persepsi sangat baik berada pada interval skor 81-100

b. Untuk tingkat persepsi baik berada pada interval skor 61-80

c. Untuk tingkat persepsi sedang berada pada interval skor 41-60

d. Untuk tingkat persepsi buruk berada pada interval skor 21-40

(27)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Fisik Lingkungan

Letak dan Luas

Penelitian ini dilakukan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo,

Provinsi Sumatera Utara. Desa Kutambaru berbatasan dengan :

Sebelah utara : Desa Biak Nampe

Sebelah selatan : Hutan Register 3K

Sebelah barat : Desa Sarimunte

Sebelah timur : Desa Gunung Saribu

Desa ini berjarak 11 km dari pusat pemerintahan kecamatan (Munte),

37,5 km dari ibu kota kabupaten (Kabanjahe), dan berjarak 113,5 km dari ibu kota

provinsi (Medan). Wilayah Desa Kutambaru mempunyai luas 876,5 ha dengan

pola penggunaan lahan seperti yang tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian (Desa Kutambaru)

No Pola Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)

1 Pemukinan 18 2,05

2 Sawah 201 22,93

3 Perkebunan 589 67,19

4 Hutan Adat 20 2,28

5 Sekolah 2 0,22

6 Lain-lain 46,5 5,30

Jumlah 876,5 100

Secara umum kondisi topografi di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,

(28)

Sarana dan Prasarana

Sarana penghubung di Desa Kutambaru mempunyai arti yang sangat

penting bagi kelancaran perekonomian masyarakat, yaitu berupa jalan desa yang

sudah dilapisi dengan aspal, sehingga memperlancar pengangkutan hasil pertanian

dan perkebunan penduduk desa.

Disamping sarana jaringan jalan untuk memperlancar hubungan

transportasi darat, di Desa Kutambaru juga terdapat sarana pendidikan berupa

2 unit Sekolah Dasar (SD) dan 1 unit Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Di desa ini juga terdapat 1 unit puskesmas, 4 kamar mandi umum, Masjid,

Gereja, Kantor Kepala Desa dan 1 buah Aula untuk tempat penduduk melakukan

acara (pesta, rapat desa) yang biasa di sebut dengan Losd atau Jambur.

(29)

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Kependudukan

Berdasarkan Daftar Isian Monografi Desa tahun 2005, jumlah penduduk

desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo adalah sebanyak 1.609 jiwa,

terdiri dari 769 laki-laki dan 840 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga

sebanyak 472 KK.

Suku yang ada pada masyarakat terdiri dari suku Karo, suku Batak Toba,

dan suku Jawa. Dan suku yang paling dominan adalah suku Karo. Sedangkan

agama yang terdapat di desa tersebut adalah agama Kristen Protestan, Katholik,

dan Islam. Dan yang mendominasi adalah Agama Kristen Protestan.

Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai

petani, dan sebagian kecil lainnya bermata pencaharian di bidang jasa,

perdagangan, PNS dan lain-lain.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 2.

Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk di Dsa Kutambaru

No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tani 445 84,76

(30)

Pendidikan

Jika dilihat dari segi pendidikan, maka sebagian besar pendidikan

masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Mute, Kabupaten Karo adalah lulusan

SMP dan SMA. Ada beberapa keluarga yang melanjutkan pendidikan anaknya

sampai ke Perguruan Tinggi. Secara lebih rinci mengenai jumlah penduduk

berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Mnurut Tingkat Pendidikan di Desa Kutambaru

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 660 41,01 2 Taman Kanak-kanak 0 0,00 3 SD 251 15,59 4 SMP 423 26,28 5 SMA 233 14,48 6 Akademi /D1-D3 29 1,42

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Penelitian

Karateristik responden penelitian di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,

Kabupaen Karo, Provinsi Sumatera Utara meliputi : umur, Pendidikan, tingkat

Pendapatan, pekerjaan dan Suku. Data karateristik responden penelitian dapat

diuraikan sebagai berikut, kisaran umur pada responden berada antara

19-85 tahun, seperti yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Kisaran Umur Responden

No Umur Jumlah (orang) Persentase (%) 1 17-30 19 22,89 2 31-40 19 22,89 3 41-50 34 40,96 4 51-60 6 7,22

5 >60 5 6,02 Jumlah 83 100

Dominan umur responden pada Desa Kutambaru kecamatan Munte adalah

kelompok umur 41-50 thun (40,96%). Dari hasil tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambaru dominan adalah generasi muda

(masyarakat yang berumur 17-50 tahun), sementara generasi tua (masyarakat yang

berumur diatas 50 tahun) cenderung lebih sedikit.

Sebagian besar dari responden yang diperoleh bersuku Karo yaitu sebesar

98,80 %, sementara sisanya adalah suku Jawa (1,20 %). Hal ini disebabkan karena

(32)

Tingkat pendidikan tertinggi responden adalah sarjana (S1). Secara umum,

tamat SMP dan SMA sederajat merupakan tingkat pendidikan responden

terbanyak. Sementara responden yang tidak mendapat pendidikan formal di

bangku sekolah (tidak sekolah) adalah sebanyak 2 orang dengan persentase

2,40%. Data mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 5

dan Gambar 2.

Tabel 5. Pendidikan Responden

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 2 2,40

2 Tamat SD 18 21,68 3 Tamat SMP / Sederajat 20 24,09 4 Tamat SMA / Sederajat 37 44,57 5 Sarjana (S1) 6 7,22 Jumlah 83 100

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambaru

Kecamatan Munte sudah mengerti tentang arti pendidikan, dapat dilihat bahwa

dominan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte merupakan tamatan

SMA/sederajat dan terdapat beberapa masyarakat yang tamatan sarjana.

Masyarakat Desa Kutambaru memiliki interaksi yang positif dengan masyarakat

luar sehingga mereka memiliki pengetahuan yang maju tentang pentingnya

(33)

2% 22%

24% 45%

7% Tidak Sekolah

Tamat SD

Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Sarjana

Gambar 2. Persentase Tingkat Pendidikan Responden

Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa tingkat pendapatan

masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo adalah mulai

dari Rp. 500.000,- sampai Rp. 2.000.000,-. Tingkat pendapatan masyarakat yang

dominan di Desa Kutambaru, adalah diantara Rp.500.000,- sampai Rp.

1.000.000,- (33%), seperti yang tampak pada Tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Pendapatan Responden

No Pendapatan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < 500.000 0 0 2 500.000-1.000.000 33 39,75 3 1.000.000-1.500.000 21 25,30

(34)

Jenis Pekerjaan utama responden penelitian disajikan pada Tabel 7 dan

Gambar 5.

Tabel 7. Jenis Pekerjaan Utama Responden

No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Pekerjaan utama masyarakat di desa Kutambaru, Kecamatan Munte sangat

beragam, ada yang petani, PNS, wiraswasta, tukang, karyawan swasta dan supir.

Namun, dominan masyarakat Desa Kutambaru memiliki pekerjaan sebagai petani.

Pada umumnya masyarakat menanam padi pada areal sawah mereka

sementara pada lahan kering (perkebunan) masyarakat menanami lahan mereka

dengan tanaman jeruk, jagung, kopi, coklat, sayur mayur (buncis, kacang panjang,

tomat, cabai) dan tembakau. Ada juga masyarakat yang menanami lahan kering

mereka dengan tanaman padi gogo. Sebagian dari masyarakat memadukan

tanaman jeruk dengan tanaman cabai, tanaman coklat dengan tanaman padi gogo,

tanaman coklat dengan buncis dan lain sebagainya.

Banyak dari para petani yang memiliki pekerjaan sampingan (khususnya

para ibu rumah tangga dan remaja putri) sebagai pedagang sayur mayur. Mereka

menjual sayur mayur dari hasil kebun mereka pada sore hari sekitar pukul

16.00-18.00 WIB sepulang dari kebun atau sawah mereka. Kegiatan ini dilaksanakan di

(35)

69% 6%

18% 1%4% 2%

Tani PNS Wiraswasta Tukang

Karyawan swasta Supir

Gambar 3. Persentasi Jenis Pekerjaan Utama Responden

Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.

Masyarakat sekitar hutan merupakan masyarakat yang paling dekat dengan

kawasan hutan, sehingga mereka dapat selalu berinteraksi langsung dengan hutan.

Masyarakat ang tinggal di sekitar hutan, biasanya memiliki persepsi tersendiri

mengenai keberadaan hutan. Demikian juga dengan masyarakat Desa Kutambaru,

Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.

Pada dasarnya masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte memiliki

persepsi yang positif terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini dapat

(36)

Tabel 8. Persepsi Masyarakat Terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

No Pernyataan Bobot

Nilai

Nilai Persentase

(%)

1 Kondisi hutan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte baik

5 256,14 3,27

2 Hutan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan linkungan

10 813,30 10,40

3 Masyarakat memiliki kepentingan terhadap Sumberdaya Hutan

10 806,63 10,14

4 Masyarakat memiliki hak dalam pengelolaan hutan 20 1.466,32 18,76

5 Dampak negatif terhadap masyarakat akibat dari penurunan kualitas Sumberdaya Hutan

10 803,28 10,70

6 Masyarakat dan pemerintah merupakan pihak yang merugi jika Sumberdaya rusak

15 1200 15,35

7 Pengikutsertaan masyarakat oleh pemerintah dalam pengelolaan hutan

10 809,96 10,36

8 Perlunya dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

20 1660 21,23

Jumlah 100 7815,63 100

Rata-rata 94,16

Dari Tabel 8 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan

kawasan hutan yang ada di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo

masih dalam keadaan baik namun kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dianggap

perlu untuk dilaksanakan baik untuk mencegah maupun untuk memperbaiki

kerusakan hutan yang ada di desa tersebut. Dan hal ini di akui oleh 100%

responden. Hal ini membuktikan bahwa, pada umumnya masyarakat sudah

mengetahui dan mengerti tentang arti penting hutan bagi keberlangsungan

kehidupan mereka, yakni sebagai penghasil dan pengatur tata air, pengahasil

udara bersih, bahan makanan, humus untuk tanaman, dan lain sebagainya.

Sehingga apabila terjadi kerusakan pada kawasan hutan, yang di ikuti oleh

penurunan kualitas sumberdaya alam, maka masyarakat akan menerima

(37)

berkurang atau hilangnya bahan makanan yang berasal dari hutan (seperti daging

hewan hasil perburuan satwa liar, rebung dan lain-lain), berkurangnya ranting

kayu untuk bahan bakar, berkurangnya humus untuk tanaman serta kurangnya

ketersedian air untuk keperluan sawah dan keperluan sehari-hari mereka.

Terganggunya tata air dan penurunan kwalitas lahan akan berdampak buruk

terhadap kondisi pertanian mereka, dan hal ini dapat menjadi fatal karena

pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk Desa Kutambaru,

Kecamatan Munte.

Dalam hal ini, masyarakat merasa bahwa bukan hanya mereka yang

merasa dirugikan jika kawasan hutan di Desa Kutambaru rusak, karena Deleng

Sibuaten yang ada di Desa Kutambaru merupakan penghasil air yang bukan hanya

dinikmati oleh masyarakat di Desa Kutambaru, namun oleh masyarakat

Kabupaten Karo pada umumya. Pemerintah dalam hal ini juga akan menderita

kerugian jika terjadi kerusakan hutan (baik hutan yang ada di Desa Kutambaru ,

maupun tempat-tempat lain lain yang ada di Indonesia), sehingga masyarakat

merasa bahwa mereka harus di ikutsertakan dam kegiatan mengelolaan hutan

untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Sebagian besar dari

responden menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dalam kegiatan

pengelolaan hutan.

Masyarakat Desa Kutambaru memiliki persepsi yang kuat dan jelas

mengenai kepentingan hidup masyarakat yang tinggi terhadap lingkungan berupa

ketersediaan air, udara bersih, ketersediaan bahan makanan dan lain sebagainnya.

Sehingga mereka menyimpulkan bahwa masyarakat dan lingkungan tidak dapat

(38)

sudah memiliki tingkat persepsi yang sudah sangat baik, hal in dibuktikan dari

hasil penyebaran kuisioner yang mencapai rata-rata skor 94,16 (termasuk dalam

kategori tingkat persepsi yangat sangat baik). Hal ini sesuai dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Effendi (2002) bahwa persepsi adalah pengalaman tentang

obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh denagn menyimpulkan informasi

dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi (sensor stimuli) sehingga manusia

memperoleh pengetahuan baru.

Pada dasarnya, masyarakat Desa Kutambaru secara umum merasa

memiliki hak dalam kegiatan pengelolaan hutan. Hal ini sesuai dengan UU. No.

41 dalam Bab.X pasal 68,69,70 yang menyebutkan antara lain:

1. Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan

hutan

2. Masyarakat berhak memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Masyarakat berhak mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan

hasil hutan dan informasi kehutanan

4. Masyarakat berhak memberi informasi, saran serta pertimbangan dalam

pembangunan kehutanan

5. Masyarakat berhak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.

Penurunan kualitas sumberdaya alam pastilah berpengaruh negatif

terhadap kehidupan masyarakat dalam jangka panjang, dan hal ini disadari oleh

sebagian besar masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.

(39)

harus dilakukan dengan azas manfaat yang lestari, kerakyatan, keadilan,

kebersamaan, keterbukaan,dan keterpaduan yang dilandasi dengan akhlak mulia

dan tanggung jawab.

Dari sebaran kuisioner diketahui bahwa 100 % dari responden mengaku

memiliki kepentingan terhadap sumberdaya hutan baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap pengelolaan hutan ataupun

pengelelola hutan selalu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Pooetous (1977) menyatakan bahwa yang di maksud sebagai faktor internal yang

dapat mempengaruhi persepsi masyarakat adalah nilai-nilai dalam diri setiap

individu yang diperoleh dari penerimaan panca indra. Faktor-faktor internal ini

meliputi umur, jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, tempat tinggal, status

ekonomi, waktu luang, fisik, dan intelektualitas.

Mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi ini, dalam

Basyuni (2001) menyebutkan bahwa faktor-faktor dalam diri Individu yang

menentukan persepsi adalah kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan,

dan kapasitas alat indra. Sedangkan faktor dari luar atau eksternal yang dapat

mempengaruhi persepsi meliputi pengruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan

latar belakang sosial budaya.

Dari hasil penyebaran kuisioner dan wawancara yang dilakukan, diketahui

bahwa pada dasarnya masyarakat Desa Kutambaru Kecamatan Munte memiliki

persepsi yang positif terhadap hutan. Mereka sudah mengetahui dan mengerti arti

(40)

Adanya pemahaman terhadap pentingnya kawasan hutan membuat

masyarakat berusaha menjaga kelestarian, tidak merusak hutan dan tidak

melakukan kegiatan yang dapat merusak kawasan hutan. Masyarakat juga tahu

bahwa desa mereka berada sangat dekat dengan kawasan hutan lindung, sehingga

mereka tidak boleh merusak atau mengusik kawasan hutan tersebut. Tetapi

beberapa masyarakat masih ada yang memanfaatkan kawasan hutan, ada yang

memanfaatkan ranting-ranting kayu atau pohon yang sudah tumbang untuk

dijadikan kayu bakar, serta pengambilan humus untuk tanaman pertanian

khususnya untuk tanaman jeruk. Mereka beranggapan bahwa mereka boleh

memanfaatkan hasil hutan selama hal tersebut tidak mengganggu kelestarian dari

hutan.

Wibowo (1988) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan

persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah faktor pengalaman. Masyarakat

Desa Kutambaru berbatasan langsung dengan kawasan hutan yaitu kawasan hutan

lindung Sibuaten Register 3/K (dimana pada saat ini sedang dilakukan kegiatan

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan), oleh karena itu, setiap harinya

mereka akan berinteraksi langsung dengan dengan kawasan hutan yang ada, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan adanya interaksi ini maka

masyarakat memiliki pengalaman tentang kawasan hutan yang ada di daerah

(41)

Gambar 4. Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Menurut masyarakat, manfaat hutan bagi mereka (khususnya hutan

lindung Sibuaten) adalah penghasil humus, pemasok udara bersih, tempat berburu

(kijang, babi hutan, dan burung), kayu bakar serta sebagai pengatur tata air.

Pengalaman terhadap fenomena alam yang pernah terjadi, sehingga

menjadi suatu pengetahuan bagi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte

tentang fungsi kawasan hutan ialah fenomena-fenomena alam di kawasan hutan

lain, seperti banjir, longsor, banjir bandang, dan fenomena-fenomena lain yang

pernah terjadi. Berkaitan dengan pengalaman terhadap fenomena alam yang

membentuk suatu persepsi masyarakat terhadap kawasan hutan yang ada di Desa

Kutambaru, Kecamatan Munte khususnya kawasan hutan lindung Sibuaten.

Rakhmat (1992) mengemukakan bahwa persepsi merupakan pengalaman

seseorang tentang suatu obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan

mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan mengetahui dampak

dan peristiwa bencana alam yang terjadi di kawasan hutan lain, masyarakat Desa

Kutambaru Kecamatan Munte memberikan penilaian atau pandangan bahwa

penyebab terjadinya bencana alam di berbagai daerah di sekitar kawasan hutan

(42)

bahwa hutan memiliki fungsi dan manfaat sebagai pelindung dari bencana

longsor, banjir, dan bencana alam lainnya.

Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan Kegiatan Rehabilitasi

Hutan dan Lahan

Untuk kelancaran pelaksanaan di lapangan, maka diperlukan perencanaan

yng baik dengan melibatkan masyarakat setempat. Adanya kolaborasi yang baik

antara masyarakat dengan pemerintah, akan menghasilkan keputusan-keputusan

yang dapat memuaskan semua pihak, sehingga apa yag menjadi tujuan kegiatan

dapat tercapai. Keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan perencanaan rehabilitasi

hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

No Pernyataan Bobot

Nilai

Nilai Persentase (%)

1 Ada musyawarah/pertemuan dalam masyarakat untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

15 1.035 26,83

2 Pernah hadir dalam pertemuan tersebut 20 726,12 18,82

3 Intensitas pertemuan yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 306,4 7,94

4 Pengajuan usul atau ide tentang perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

20 453 11,74

5 Penerimaan usul yang diajukan 5 86,36 2,23

6 Pemberian sumbangan materi dalam pertemuan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 116,56 3,02

7 Pemberian penjelasan oleh Dinas Kehutanan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan adalah keg. penting

10 440 11,40

8 Kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat memberi manfaat untuk kelancaran di lapangan

10 693,2 17,97

Jumlah 100 3.856,64 100

(43)

Setiap pernyataan diberi bobot nilai yang berbeda-beda sesuai dengan

perannya di dalam perencanaan. Tingkat kehadiran dari responden dalam kegiatan

musyawarah yang dilakukan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan

lahan diberi bobot nilai tertinggi, yaitu sebesar 20, yang kemudian diikuti oleh

pernyataan yang mengatakan adanya musyawarah yang dilakukan didalam

merencanaan kegiatan dengan bobot nilai 15.

Walaupun sebagian besar dari responden mengetahui adanya pertemuan

guna merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, namun tingkat

kehadiran mereka masih cukup rendah. Hanya 39 orang dari seluruh responden

atau sebesar 46,98 % saja yang mengaku pernah menghadiri pertemuan atau

musyawarah dalam merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan

nilai 1.035 atau 18,82%. Artinya, sebagian besar dari mereka yang mengetahui

akan adanya pertemuan tersebut hanya hadir sekali-sekali saja, sementara yang

selalu menghadirinya hanya beberapa orang dari seluruh responden.

Sebagian besar dari masyarakat yang menghadiri pertemuan untuk

merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini pernah memberikan usul

atau ide mengenai perencanaan kegiatan kelompok dalam kegiatan rehabilitasi

hutan dan lahan, dan sebagian besar dari usulan tersebut di terima dan di

laksanakan di lapangan.

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa secara umum masyarakat Desa

Kutambaru, Kecamatan Munte menyetujui diadakannya kegiatan Gerakan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan, namun keinginan masyarakat umtuk ikut

berpartisipasi dalam kegiatan ini masih cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat

(44)

kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Responden yang mengetahui

akan adanya kegiatan musyawarah dan selalu hadir hanya berjumlah 6 orang saja

atau sekitar 7,22 % dari seluruh reponden. Sementara responden yang mengetahui

adanya kegiatan musyawah untuk perencanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi

Hutan dan Lahan tetapi tidak pernah menghadirinya berjumlah 13 orang atau

sekitar 35,66 %. Responden yang mengetahui adanya kegiatan musyawarah, dan

hanya hadir sekali-sekali saja (kadang-kadang) berjumlah 33 orang atau sekitar

39,75 %. Sementara responden yang tidak mengetahui akan adanya kegiatan

musyawarah untuk perencanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

sehingga mereka tidak menghadirinya adalah sebesar 37,34% atau 31 orang dari

seluruh respoden.

Ketika dilakukan pertemuan atau musyawarah dalam merencanakan

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, 6,62% dari seluruh responden mengaku

pernah memberikan sumbangan berupa materi guna mendukung kesuksesan dari

kegiatan tersebut, dengan nilai 116,56 atau 3,02%. Artinya, kadang-kadang,

sebagian kecil dari responden yang menghadiri pertemuan atau musyawarah

memberi sumbangan materi karena mereka berpendapat bahwa kegiatan

perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat memberikan manfaat bagi

kelancaraan pelaksanaan kegiatan dilapangan disamping penjelasan-penjelasan

yang telah mereka peroleh dari Dinas Kehutanan mengenai arti penting dari

(45)

Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi

Hutan dan Lahan

Setelah dilakukan kegiatan perencanaan, maka kegiatan yang dilakukan

selanjutnya adalah kegiatan pelaksaaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan.

Setiap kegiatan yang dilakukan dilapangan seharusnya sesuai dengan apa yang

telah di musyawarahkan dalam kegiatan perencanaan. Jika ternyata dalam

pelaksanaan kegiatan ada hal yang telah direncanakan tetapi kurang sesuai dengna

kondisi di lapangan, maka dilakukan pelaporan dan akan dibahas di dalam

kegiatan evaluasi. Peran sera masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi

hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

No Pernyataan Bobot

Nilai

Nilai Persentase (%)

1 Hadir dalam setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

15 415 12,84

2 Intensitas pertemuan yang di lakukan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 269,74 8,34

3 Adanya penjelasan dari Dinas Kehutanan tentang teknik dalam melakukan berbagai bidang kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 363,26 11,23

4 Pemahaman terhadap teknik yang telah diberikan 10 283,16 8,76

5 Kesesuaian teknik yang diberikan oleh Dinas Kehutanan dengan pelaksanaan di lapangan

10 139,86 4,32

6 Kesesuaian jenis tanaman yang dipilih untuk kegiatan rehabilitsi hutan dan lahan dengan kondisi areal yang akan di rehabilitasi

10 459,82 14,22

7 Cukup tidaknya Jumlah bibit yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 329,79 10,20

8 Keikutsertaan dalam kegiatan penanaman bibit di lapangan 15 335 10,36

9 Kebersediaan dalam pemeliharaan bibit yang sudah ditanam 10 636,37 19,68

Jumlah 100 3407,35 100

(46)

Dari hasil sebaran kuisioner diketahui bahwa ternyata hanya sedikit dari

responden yang pernah hadir dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan

lahan ini. Mereka hanyalah orang-orang yang ditunjuk untuk melaksanakan

kegiatan. Artinya, hanya sebagian kecil saja dari masyarakat yang berperan dalam

kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan, hal ini terlihat dari

jumlah responden yang ikut terjun untuk menanam bibit di lapangan yang hanya

sekitar 19,27% saja dari seluruh responden. Dinas Kehutanan telah memberikan

penjelasan atau pelatihan mengenai teknik-teknik dalam melakukan berbagai

bidang kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang akan dilakukan dilapangan

responden yang menghadiri mengaku dapat memahami dengan baik sehingga

dapat diaplikasikan ke lapangan.

Adapun jenis tanaman yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan

dan lahan antara lain pinus, nangka, petai, durian dan jengkol. Menurut

masyarakat tanaman ini merupakan jenis yang cocok untuk di tanam di areal yang

akan direhabilitasi. Dan jumlah bibit yang disediakan dalam kegiatan tersebut

menurut sebagian besar masyarakat sudah mencukupi untuk memulihkan areal

hutan yang rusak.

Namun, kebersediaan masyarakat untuk ikut memelihara bibit yang sudah

ditanami secara sukarela juga cenderung rendah. Mereka mau ikut memelihara

bibit tersebut jika mereka mendapatkan imbalan yang sesuai. Minimal mereka

mengiginkan upah sebesar upah yang mereka terima jika menjadi buruh tani atau

dalam bahasa daerah disebut aron. Bahkan 5 orang dari responden 6,02 % ,

menyatakan tidak bersedia untuk ikut serta memelihara bibit yang sudah ditanam

(47)

Seperti yang dikemukakan oleh Harjosoemantri (1985), bahwa peran serta

masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup mempunyai jangkauan luas.

Peran serta tersebut tidak hanya meliputi peran serta para individu yang terkena

berbagai peraturan atau keputusan administratif, akan tetapi meliputi pula peran

serta kelompok atau organisasi dalam masyarakat. Peran serta efektif dapat

melampaui kemampuan keungan maupun dari sudut kemampuan pengetahuannya,

sehingga peran serta kelompok masyarakat sangat diperlukan.

Peran Serta Masyarakat di dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi

Hutan dan Lahan

Untuk melihat perkembangan kegiatan, maka perlu dilakukan kegiatan

evaluasi. Hal ini dilakukan guna mengontrol pelaksanaan kegiatan dilapnagn. Jika

dalam pelaksanaan ternyata ada tindakan diluar prosedur kerja yang telha di

tetapkan, atau ternyata ada kendala di pangan maka pada kegiatan evaluasi inilah

setiap masalah tersebut dibahas dan dicari solusinya. Peran serta masyarakat

dalam evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 11

(48)

Tabel 11. Peran Serta Masyarakat dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

No Pernyataan Bobot Nilai Nilai Persentase (%)

1 Pengurus mengadakan pertemuan guna melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

15 400 10,75

2 Kehadiran dalam pertemuan yang dilaksanakan 20 539,60 14,51

3 Keikutsertaan dalam melaporkan hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 206,55 5,55

4 Pemberian saran atau ide tentang bagaimana caranya agar kendala yang dihadapi pada kegiatan dapat diatasi

20 473,12 12,72

5 Kebersediaan untuk berperan serta menyampaikan kepada warga desa tentang manfaat kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

10 703,25 18,91

6 Hasil pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup masy.

5 339,5 9,13

7 Manfaat yang diperoleh berupa perhatian dari pemerintah karena adanya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahsn

10 650 17,48

8 Pemulihan areal yang rusak dengan luasan areal yang direhabilitasi

10 406,42 10,87

Jumlah 100 3.718,44 100

Rata-rata 44,80

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa setelah melakukan pelaksanaan

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, maka pengurus akan mengadakan

pertemuan untuk melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan

teryata hanya sedikit dari responden yang menghadirinya. Sementara responden

yang ikut serta melaporkan hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan hanya ½

dari responden yang mengetahui akan adanya pertemuan yang dilakukan untuk

mengevaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut. Jika ternyata dalam

pelaporan tersebut ditemukan kendala-kendala, maka responden yang hadir dalam

kegiatan tersebut bersedia untuk memberikan saran atau ide tentang bagaimana

caranya agar kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.

Luas areal yang direhabilitasi di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,

(49)

menyatakan bahwa luasan areal ini sudah cukup untuk memulihkan luasan areal

yang rusak di desa tersebut.

Masyarakat memiliki harapan bahwa nantinya hasil pelaksanaan kegiatan

Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, karena

tanaman yang di tanam pada kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini

merupakan tanaman komersil sehingga diharapkan dapat memberikan keuntungan

bagi mereka secara ekonomi. Namun, tidaklah semua responden memiliki

pandangan yang positif terhadap kegiatan ini, ada sebagian dari masyarakat yang

merasa bahwa berhasil tidaknya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini tidak

akan mempengaruhi kondisi kehidupan mereka. Hanya orang-orang tertentu saja

yang akan menikmati hasil dari tanaman yang ditanam untuk merehabilitasi hutan.

Sementara sebagian kecil responden lainnya mengaku tidak tahu apakah kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan ini memiliki pengaruh atau tidak terhadap kualitas

kehidupan mereka.

Sebanyak 67 orang dari responden menyatakan bahwa dengan adanya

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini, maka Desa Kutambaru tentu saja akan

mendapatkn perhatian dari pemerintah. Salah satu bentuk perhatian ini adalah

berupa perbaikan akses jalan desa untuk memperlancar transportasi menuju lokasi

kegiatan.

Tingkat peran serta atau partisipasi masyarakat di dalam penelitian ini

dapat dinilai berdasarkan keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan, baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi. Untuk jawaban-jawaban yang sesuai dengan harapan (tingkat partisipasi

(50)

pada interval skor 61-80, untuk tingkat partisipasi sedang berada pada interval

skor 41-60, sementara tingkat partisipasi buruk berada pada interval skor 21-40

dan tingkat partisipasi sangat buruk berada pada interval skor 0-20.

Tabel 12. Tabel tingkat peran serta berdasarkan kategori dalam pelaksanaan

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

Setelah dilakukan penelitian, maka diketahui bahwa peran serta

masyarakat di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo dalam

perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan termasuk dalam kategori tingkat

peran serta atau tingkat partisipasi sedang, karena memiliki skor rata-rata nilai

46,48.

Untuk pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, masyarakat Desa

Kutambaru, Kecamatan Munte juga termasuk dalam kategori masyarakat dengan

tingkat partisipasi sedang, dengan rata-rata nilai 41,05. demikian pula halnya

dengan evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, yakni memiliki rata-rata

nilai 44,80 (termasuk dalam tingkat partisipasi sedang).

Walaupun secara umum, tingkat partisipasi masyarakat Desa Kutambaru,

Kecamatan Munte masih dalam karegori partisipasi sedang, namun ada beberapa

warga (responden) yang benar-benar berperan aktif baik dalam perencanaan,

pelaksanaan maupun dalam evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan

(51)

Salah satu responden yang aktif dalam kegiatan perencanaan rehabilitasi

hutan dan lahan ini adalah Bapak Bismaret Ginting. Ia selalu hadir dalam setiap

pertemuan yang dilakukan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan

lahan. Dia juga selalu aktif dalan setiap pertemuan yang dilakukan, yakni dengan

mengajukan ide atau usul tentang perencanaan kegiatan kelompok rehabilitasi

hutan dan lahan, karena ia berpendapat bahwa kegiatan perencanaan rehabilitasi

hutan dan lahan dapat memberikan manfaat untuk kelancaran pelaksanaan di

lapangan.

Demikian pula halnya dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan

lahan di lapangan. Salah satu responden yang aktif pada pelaksanaan kegiatan di

lapangan selain Bapak Bismaret Ginting adalah Bapak Ruji Sembiring. Bapak

Ruji Sembiring selalu hadir pada setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan

dan lahan, dan ikut dalam kegiatan penanaman bibit di lapangan degan

menggunakan teknik-teknik rehabilitasi sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang

telah diberikan oleh Dinas Kehutanan. Bapak Ruji Sembiring juga menyatakan

bersedia dengan sukarela untuk ikut serta memelihara bibit yang sudah di tanami

tersebut.

Sementara salah satu contoh responden yang berperan aktif dalam evaluasi

kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan adalah Bapak Pen Ginting. Bapak Pen

Ginting selalu hadir ketika pengurus mengadakan pertemuan dengan semua

anggota kelompok guna melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan

lahan, dan sekali-sekali Bapak Pen Ginting juga ikut melaporkan hasil kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilakukan. Ia juga aktif memberikan ide

(52)

selama pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat diatasi. Bapak Pen

Ginting berpendapat bahwa hasil pelaksanaan dari kegiatan rehabilitasi hutan dan

lahan ini, nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup

masyarakat.

Peran serta masyarakat akan dapat menumbuhkan perbendeharaan

pengetahuan mengenai sesuatu aspek tertentu yang diperoleh dari pengetahuan

khusus masyarakat itu sendiri maupun dari para ahli yang dimintai pendapat oleh

masyarakat.

Peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan maupun

evaluasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan memegang peran yang sangat penting,

karena masyarakat sebagai subjek yang paling dekat dengan lokasi kegiatan

pastilah lebih mengetahui keadaan lokasi, sehingga diharapkan dengan adanya

peran serta masyarakat tersebut akan dapat memberikan masukan-masukan

kepada pemerintah tentang masalah yang mungkin dapat ditimbulkan oleh

tindakan yang akan dilakukan dengan berbagsai konsekuensinya. Dengan

demikian pemetintah akan dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang

dapat terkena tindakan tersebut yang perlu diperhatikan.

Pengetahuan tambahan dan pemahaman akan masalah-masalah yang

mungkin timbul, yang diperoleh sebagai masukan. Peran serta masyarakat

diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas tindakan-tindakan yang akan

diambil dalam pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Tidak banyak dari masyarakat yang terlibat di dalam kegiatan

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

(53)

sikap pesimis dari masyarakat karena mereka menganggap bahwa kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan ini hanya untuk kalangan para perangkat desa atau

orang-orang tertentu yang ditunjuk oleh aparat pemerintahan desa. Hal ini

akhirnya dapat memicu timbulnya ketidakpedulian masyarakat terhadap kegiatan

rehabilitasi hutan dan lahan itu sendiri.

Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk

berperan serta dalam proses pengambilan keputusan akan cenderung untuk

memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima dan menyesuaikan

diri dengan keputusan tersebut.

Pada pihak lain, dan ini adalah lebih penting, peran serta masyarakat

dalam proses pengambilan keputusanakan dapat mengurangi kemungkinan

timbulnya pertentangan, asal peran serta tersebut dilaksanakan pada saat yang

tepat.

Menurut Harjosoemantri (1985), suatu keputusan tidak pernah akan

memuaskan semua warga masyarakat, namun kesediaan masyarakat untuk

Gambar

Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian (Desa Kutambaru)
Gambar 1. Kondisi umum Desa Kutambaru Kecamatan Munte.
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk di Dsa Kutambaru
Tabel 4. Kisaran Umur Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pandangan Diamond serta Ribot dan Peluso tersebut, studi telah dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan tentang masalah kelembagaan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan

Tujuan RPI 1: Menyediakan IPTEK hasil Litbang untuk mendukung konservasi kawasan dan rehabilitasi di hutan lahan kering, lahan basah (hutan rawa, gambut, mangrove), dan kawasan

Pada Kegiatan Evaluasi Tahun Pertama Rehabilitasi Hutan Mangrove Bekas Lahan Tambak di Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupten

10 B2K13 Pengorganisasian Kawasan/ Fungsi Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan telah berbasiskan kepentingan masyarakat sesuai dengan fungsi hutan dan lahanb. Rencana

Dengan pandangan Diamond serta Ribot dan Peluso tersebut, studi telah dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan tentang masalah kelembagaan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan

Dengan pandangan Diamond serta Ribot dan Peluso tersebut, studi telah dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan tentang masalah kelembagaan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan

Pelaksanaan kegiatan pembuatan tanaman pada kawasan hutan (hutan lindung dan hutan produksi), hutan rakyat, rehabilitasi hutan magrove dan pembuatan bangunan konservasi

106 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2022 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA UMUM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DAERAH ALIRAN