PERSEPSI DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM
KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
(Studi Kasus di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo)
Skripsi
DWI ISMIATI 031201032
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSEPSI DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM
KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN
(Studi Kasus di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo)
Skripsi
DWI ISMIATI 031201032
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat Menjadi Sarjana pada
Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Penulis, Dwi Ismiati, dilahirkan di Kutambaru, Kabupaten Karo pada
tanggal 01 Januari 1985 dari ayah Absori dan ibu Ernawati br Ginting. Penulis
merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal SD di SD.N. No. 040448
Kabanjahe pada tahun 1997 dan pada tahun 2000 lulus dari SLTP.N.1. Kabanjahe.
Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di SMU.N.1 Kabanjahe
dan menyelesaikannya pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara
melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program studi Manajenen Hutan,
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.
Penulis melaksanakan praktek pengenalan dan pengelolaan hutan (P3H) di
Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai dan
Taman Hutan Raya Bukit Barisan Desa Tongkoh Kecamatan Tiga Panah
Kabupaten Tanah Karo pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia yang diberikan, sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya.
Penelitian ini berjudul “Persepsi dan Peran Serta Masyarakat terhadap
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Studi Kasus di Desa Kutambaru
Kecamatan Munte Kabupaten Karo). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk melihat dan mengetahui sejauh mana tingkat peran serta atau partisipasi dan
persepsi masyarakat di daerah tersebut terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan, baik dalam kegiatan perencanaan pelaksanaan maupun kegiatan evaluasi
dengan harapan nantinya penelitian ini dapat membantu menyediakan informasi
dan data mengenai tingkat peran serta dan persepsi masyarakat dalam kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan. Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda Absori dan Ibunda Ernawati br Ginting,
kakak dan adik tersayang, Kak Eka Widiastuti dan Pratiwi
2. Bapak Dr. Ir Edi Batara Mulya Siregar, MS selaku ketua Departemen
Kehutanan, Bapak Agus Purwoko, S.Hut Msi dan Bapak Ir Syammaun Usman
MP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan motivasi,
dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Andreas Nomen Sembiring selaku Kepala Desa Kutambaru Kecamatan
Munthe Kabupaten Tanah Karo atas semua bantuan dan motivasi.
DAFTAR ISI Keadaan Fisik Lingkungan ... 20
Letak dan Luas ... 20
Sarana dan Prasarana ... 21
Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 22
Kependudukan ... 22
Mata Pencaharian ... 22
Pendidikan ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Karateristik Responden Penelitian ... 24
Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan ... 28
Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan ... 35
Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan ... 38
Peran Serta Masyarakat dalam Evaluasi ... 40
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47
Saran ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan... 20
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk ... 22
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 23
Tabel 4. Kisaran Umur Responden ... 24
Tabel 5. Pendidikan Responden ... 25
Tabel 6. Tingkat Pendapatan Responden ... 26
Tabel 7. Jenis Pekerjaan Utama Responden ... 29
Tabel 8. Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Rehabilitasai Hutan dan Lahan ... 26
Tabel 9. Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 35
Tabel 10. Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 38
Tabel 11. Peran Serta Masyarakat dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ... 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kondisi Umum Desa Kutambaru Kecamatan Munte ... 21
Gambar 2. Persentase Tingkat Pendidikan Responden ... 26
Gambar 3. Persentase Jenis Pekerjaan Responden ... 28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-undang No. 41 tahun 1999 menyatakan bahwa hutan merupakan
anugerah Tuhan yang wajib disyukuri, dilestarikan dan dikelola sehingga dapat
memberikan manfaat kepada manusia.
Dengan melihat arti pentingnya kawasan hutan sebagai penyangga
kehidupan yang diharapkan mampu memberikan sebesar-besarnya manfaat bagi
keberlangsungan hajat hidup orang banyak, maka keberadaan hutan harus
dipertahankan secara optimal. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang
berkelanjutan atau lestari mutlak diperlukan.
Pesatnya laju pembangunan dan maraknya penjarahan hutan saat ini
menyebabkan semakin luasnya lahan terbuka. Semakin luasnya lahan terbuka
tersebut menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup. Dampak yang
terjadi akibat menurunya kualitas lingkungan hidup secara umum adalah bencana
kekeringan pada musim kemarau, bencana banjir pada musim penghujan,
peningkatan polusi, peningkatan suhu udara, dan lain sebagainya.
Disamping itu, perkembangan kehidupan manusia sejak zaman dahulu
sampai era teknologi saat ini menyebabkan ketergantungan manusia terhadap
kayu tetap tinggi, baik yang berasal dari hutan alam maupun dari hutan rakyat.
Kebutuhan kayu tetap meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Hutan alam pada kawasan hutan negara sebagai penghasil utama kayu ternyata
semakin kurang produksinya sebagai akibat dari pengerusakan hutan dan
dari luar kawasan hutan khususnya dari hutan rakyat perlu di benahi dan salah
satunya adalah melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
Reboisasi dan penghijauan yang di lakukan melalui penanaman dengan
menggunakan jenis tanaman yang sesuai dengan fungsi hutan, lahan dan
agroklimat setempat, diharapkan nantinya akan dapat memberikan manfaat
ekonomi, ekologi, dan sosial yang seimbang. Terlaksananya pembuatan tanaman
reboisasi dan hutan rakyat diharapkan mampu memulihkan fungsi hutan sebagai
pelindung sistem penyangga kehidupan, pelestarian plasma nutfah, pengatur tata
air, yang selanjutnya dapat mendukung kelestarian produksi dan kualitas sumber
daya hutan, perbaikan iklim mikro dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut hendaknya melibatkan
masyarakat karena bila dilihat dari pengalaman masa lalu, kekurangberhasilan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan antara lain disebabkan karena kurangnya
peran serta masyarakat di sekitar hutan dan lahan yang direhabilitasi.
Peran serta masyarakat akan lebih dapat menjamin tingkat keberhasilan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan secara maksimal karena dengan demikian
masyarakat merasa memiliki sehingga akan melaksanakan kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Rendahnya keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain ; (a). Metode pendekatan yang kurang tepat.
Pendekatan pemecahan masalah selama ini baru pada faktor fisik dan tidak
banyak memberikan perhatian pada faktor sosial ekonomi yang justru lebih
berperan dalam perusakan hutan dan lahan, (b). system pengelolaan rehabilitasi
tumbuh dilapangan dan belum diarahkakn pada satu tujuan tertentu. Oleh karena
itu, kadang-kadang ditemui bahwa upaya itu secara fisik berhasil, tetapi tidak
bermanfaat, baik untuk lingkungan maupun untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat sekitar hutan. Masyarakat kemudian merusak atau menebang tanaman
tersebut, dan (c). Partisipasi masyarakat rendah karena kurang dikembangkan
dalam upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan yang dilakukan. Partisipasi
masyarakat tani merupakan masyarakat dasar bagi pengelolaan kegiatan
rehabilitasi huran dan lahan oleh dan untuk masyarakat sebagai subyek utama
dalam pengelolaan sumber daya alam. Keberhasilan kegiatan rehabilitasi hutan
sangat dipengaruhi oleh besar motivasi dan tingkat partisipasi masyarakat.
Penelitian ini dilakukan untuk membantu menyediakan informasi dan data yang
akurat mengenai tingkat peran serta dari masyarakat di dalam kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana karateristik masyarakat Desa Kitamabru, Kecamatan unte,
Kabupaten Karo.
2. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,
Kabupaten Karo terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
3. Bagaimana peran serta masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui karateristik masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan
Munte, Kabupaten Karo.
2. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan.
3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi
yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk mencegah kegagalan rehabilitasi hutan
dan lahan, serta sebagai suatu pembanding dari kegiatan rehabilitasi hutan dan
TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat
Masyarakat secara entimologi berasal dari bahasa Arab dengan akar kata
Syaraka yang berarti ikut serta atau berperan serta. Sedangkan dalam bahasa
Inggris di sebut dengan Society yang berasal dari bahasa latin Socius yang berarti
kawan. Nugraha dan Nutujo (2005) mendefinisikan masyarakat sebagai suatu
kehidupan umat manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat
tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terkait oleh satu rasa identitas
bersama.
Menurut Betrand (dalam Wisadirana, 2004), masyarakat merupakan hasil
dari suatu periode perubahan budaya dan akumulasi budaya. Jadi masyarakat
bukan hanya sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu sistem yang
di bentuk dari hubungan antar mereka, sehingga menampilkan suatu realita
tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dimana dari hubungan antara mereka
ini terbentuk suatu kumpulan manusia yang kemudian menghasilkan suatu
kebudayaan. Jadi masyarakat merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama
dan menghasilkan suatu kebudayaan. Jadi masyarakat merupakan sekumpulan
orang yang hidup bersama dan menghasilkasn kebudayaan, atau disebut juga
sekelompok orang yang mempunyai kebudayaan yang sama atau setidaknya
mempunyai sebuah kebudayaan bersama yang dapat dibedakan dari yang dipunyai
oleh kelompok lainnya dan yang tinggal di satu daerah wilayah tertentu,
mempunyai perasaan akan adanya persatuan diantara anggota-anggotanya dan
Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
baik yang memanfaatkan hasil hutan tersebut secara langsung maupun tidak
langsung. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun jumlahnya tidak
diketahui secara pasti tinggal di dalam atau atau dipinggir hutan yang hidupnya
bergantung kepada hutan. Pada pertengahan tahun 2000, Departemen Kehutanan
menyebutkan bahwa 30 juta penduduk secara langsung mengandalkan hidupnya
pada sektor kehutanan meskipun tingkat ketergantungannya tidak didefinisikan.
Sebagian besar masyarakat hutan hidup dengan berbagai strategi ekonomi
tradisional, yakni menggabungkan perladangan dengan berburu, dan
mengumpulkan hasil hutan seperti kayu, rotan, madu dan hasil hutan lainnya
(Hardjasoemantri, 1985).
Ciri-ciri budaya masyarakat meliputi hubungan interpersonal saling
menguntungkan, persepsi terhadap kehidupan kurang baik, bersifat kekeluargaan,
kurang bersifat inovatif, berserah kepada nasib, sempitnya pandangan terhadap
dunia dan empati rendah. Pembangunan masyarakat pedesaan di dalam atau
sekitar hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
kehutanan, keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh tingkat peran serta
masyarakat dalam pelaksanaanya. Pendekatan dalam pembangunan kehutanan
(Forest development) pada saat ini mulai mempertimbangkan sepenuhnya
kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa hutan dengan memperhatikan aspek
sumberdaya manusia agar dapat berpartisipasi aktif
(Darusman dan Sukarjito, 1998).
Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi tinggi apabila
hutan. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan harus mempunyai
prioritas utama dalam suatu pengelolaan hutan (Arief, 2001).
Keberadaan masyarakat di sekitar hutan secara langsung menimbulkan
keinginan dan motivasi untuk pemanfatan hutan tersebut. Timbulnya keinginan
motivasi tersebut dipicu oleh kesadaran masyarakat disamping faktor sosial,
ekonomi, budaya, adat istiadat, pendidikan, dan perilaku masyarakat
(Kartasapoetra, 1987).
Pengelolaan ataupun pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh
masyarakat memang selayaknya diakui ada nilai positif dan negatifnya. Nilai
positif yang didapat dari sumber daya alam untuk masyarakat lokal tentu saja
adalah terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari baik dari hasil pertanian,
perkebunan atau pun dari hasil hutan. Sedangkan dampak negatifnya bila
pengelolaan atau pemanfaatan sumber daya alam atau ekosistem seperti punahnya
fauna, tanah gundul, tanah longsor, dan juga padang alang-alang (Awang, 2000).
Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, sesungguhnya dapat menjadi
pilar bagi terciptanya pengelolaan hutan secara lestari. Perilaku mereka
merupakan perilaku yang paling kruisal dalam berinteraksi dengan hutan akan
mengarah pada terciptanya pengeksploitasian dan pemanfaatan hutan secara tidak
bertanggung jawab yang berujung pada kerusakakn hutan yang pada akhirnya
juga akan berdampak buruk terhadap kehidupan mereka sendiri
(Dephutbun, 1999).
Berdasarkan pasal 69 dan 70 Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, disebutkan bahwa masyarakat berkewajiban ikut serta dalam menjaga
serta dalam pembangunan kehutanan dan pemerintah wajib mendorong peran
serta masyarakat yang terkait langsung dengan berbagai upaya dalam rangka
penyelamatan maupun pemanfaatan hutan dan lahan, sehingga lestari dan
berkesinambungan.
Dasar hukum penting lainnya bagi peran serta atau partisipasi masyarakat
diakomodir dalam intruksi Mentari Kehutanan No. 31/Kpts-II/2001, tentang
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (Community based forest management)
yang ditekankan untuk mempromosikan peran serta masyarakat lokal dalam
pengelolaan hutan.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan kembali atau
mempertahankan kondisi atau meningkatkan produktivitas lahan kawasan hutan
dengan cara menanam pohon-pohon agar dapat berfungsi secara optimal sebagai
unsur produksi, pengatur tata air serta perlindungan alam lingkungan. Kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan melalui dua kegiatan yaitu; kegiatan
pokok dan kegiatan penanaman konservasi tanah. Sedangkan kegiatan penunjang
antara lain meliputi penyediaan mengenai data dam, waduk, danau atau sungai.
Kegiatan pencegahan kerusakan lingkungan mencakup :
1. Sosialisasi kerusakan lingkungan
2. Pemberdayaan masyarakat
Sedangkan kegiatan penanaman dan konservasi tanah mencakup:
1. Pembibitan
2. Pembuatan tanaman
3. Bangunan konservasi tanah (Dephutbun, 1998).
Menurut UU No. 41 1999, rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk
memulihkan, mempertahankan serta meningkatkan fungsi hutan dan lahan
sehingga daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam pendukung sistem
penyangga kehidupan tetap terjaga. Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan
melalui kegiatan :
a. Reboisasi
b. Penghijauan
c. Pemeliharaan
d. Pengayaan tanaman
e. Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetative dan sipil teknis, pada
lahan kritis dan tidak produktif.
Istilah penghijauan dan reboisasi sering disalah tafsirkan. Hal ini mungkin
terjadi karena kedua istilah ini dipakai dalam hubungnya dengan usaha
pengkonversian lahan. Akibatnya, penggunaannya sering kali tertukar. Padahal,
pengertian kedua istilah tersebut sebenarnya berbeda.
Menurut Soemarwoto (1992), penghijauan adalah suatu usaha yang meliputi
kegiatan-kegiatan penanaman tanaman keras, rerumputan, serta pembuatan teras
dan bangunan pencegah erosi lainnya di areal yang tidak termasuk areal hutan
Negara atau areal lain berdasarkan rencana tata guna lahan tidak diperuntukkan
Usaha penghijauan ini merupakan tanggung jawab masyarakat sendiri. Namun,
dalam pelaksanaannya biasanya terjalin kerjasama dengan pihak pemerintah
melalui Departemen Kehutanan.
Sementara reboisasi merupakan suatu usaha yang meliputi penanaman
atau permudaan pohon-pohon serta jenis tanaman lain di areal hutan Negara dan
di areal lain di areal lain berdasarkan rencana tata guna lahan diperuntukkan
sebagai hutan. Program reboisasi ini merupakan tanggung jawab pemerintah.
Namun, dalam pelaksanaanya tentunya perlu melibatkan masyarakat karena
pemerintah tidak mungkin mampu mengelola sendiri hutan yang jumlahnya jutaan
hektar.
Manfaat utama penghijauan dan reboisasi adalah untuk pemulihan kembali
daerah kritis yang dapat mengancam kelestarian sumber daya dan keseimbangan
ekologi hutan. Tentunya manfaat ini mempunyai dampak yang berantai sebab
akan menjamin ketersediaan sumber daya alam termasuk didalamnya air yang
menjadi kebutuhan penting manusia. Selain itu, kondisi ini akan menghindarkan
beberapa bencana seperti banjir, longsor, dan kekeringan (Soemarwoto, 1992).
Persepsi Masyarakat terhadap Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulakan informasi dan penafsiran peran. Setiap
orang memiliki pengalaman yang beda, maka persepsinya pun
berbeda-beda pula terhadap stimulus yang diterimanya, meskipun dengan objek yang sama
Mikkelsen (2006) mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif yang
bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungan,
yang dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan,
maupun penciuman. Persepsi merupakan penafsiran unik terhadap suatu situasi,
bukan merupakan suatu pencarian yang sebenarnya dari situasi tersebut. Definisi
ini secara implisit menyebutkan bahwa informasi dan situasi dapat berfungsi
sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu persepsi, walaupun informasi tentang
lingkungan itu juga berupa situasi tertentu (tidak harus berupa rangkaian kalimat
atau isyarat lain).
Wibowo (1998) menyatakan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah
pandangan, interpretasi, penilaian, harapan dan aspirasi seseorang terhadap obyek.
Persepsi terbentuk melalui serangkaian proses yang diawali dengan menerima
rangsangan atau stimulus dari obyek yang diterima oleh indra dan dipahami
dengan interpretasi atau penafsiran tentang obyek yang dimaksud. Jadi, persepsi
merupakan respon terhadap rangsangan yang datang dari suatu obyek. Respon ini
berkaitan dengan penerimaan atau penolakan oleh individu terhadap obyek yang
dimaksud. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor interen yang ada di dalam
individu tersebut. Bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi kebutuhan, motivasi,
jenis kelamin, umur, kepribadian, kebiasaan dan lain-lain serta sifat lain yang khas
yang di miliki oleh seseorang. Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
budaya dan sosial ekonomi seperti pendidikan, lingkungan tempat tinggal, suku
bangsa dan lainnya.
Salah satu alasan mengapa persepsi demikian penting dalam hal
tetapi mempersepsi secara berbeda apa yang di maksud dengan sebuah situasi
ideal. Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik, dan ia
bekerja dengan cara yang hampir serupa pada masing-masing individu tetapi
sekalipun demikian ia secara tipikal menghasilkan persepsi yang berbeda-beda
(Winardi,2001).
Pentingnya persepsi itu tidak lain karena persepsi seseorang menyangkut
dalam pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu atau bertindak terhadap
apa yang di persepsikan atau biasa juga di sebut dengan stimulus (Fauzi, 2002).
Bila seorang individu memandang suatu obyek dan mencoba menafsirkan
apa yang dilihatnya, maka penafsiran itu dipengaruhi oleh karateristik pribadi dari
pelaku sebagai individu itu. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan
merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka
(Robin, 2001).
Banyak sekali faktor-faktor pada diri perseptor (individu yang melakukan
persepsi) yang dapat mempengaruhi verdikalitas persepsinya sendiri atau
menimbulkan perbedaan-perbedaan antara persepsinya sendiri dan persepsi orang
lain, misalnya faktor intelegensia, faktor pengalaman, faktor kemampuan
menghayati stimuli, faktor ingatan, faktor disposisi kepribadian, faktor
pengharapan dan faktor kecemasan. Berbagai faktor tersebut tumpang tindih, sulit
menunjukkan faktor mana yang paling besar pengaruhnya dalam mempercepat
rangsang-rangsang sosial. Selain itu persepsi dipengaruhi oleh minat, selera,
kebutuhan, angan-angan dan lain-lain (Wibowo, 1988).
Menurut Sumardi et al (1997) kondisi dari persepsi seseorang terhadap
dapat dibedakan menjadi seseorang menolak lingkungan, bekerjasama, atau
menguras lingkungan, disebabkan seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan
yang diinginkan, sehingga orang yang bersangkutan dapt memberikan bentuk
tindakan terhadap hutan sesuai dengan apa yang di kehendaki. Sebaliknaya para
petani mempunyai sikap menerima lingkungan, seseorang dapat memanfaatkan
hutan dan sekaligus menjaga dan menyelamatkan hutan dari kerusakan, sehingga
hutan memberi manfaat yang terus menerus. Dengan demikian lingkungan hutan
yang terjaga kelestariannya dari kerusakan, akan memberikan manfaat kepada
masyarakat di sekitar hutan dan Negara berupa devisa.
Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Menurut Anonim (1987), partisipasi adalah hal turut berperan serta di
suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Dengan demikian, maka dapatlah
dikatakan bahwa partisipasi memiliki arti yang sama dengan peran serta.
Partisipasi berasal dari kata participation, yang berarti pengambilan
bagian, pengikutsertaan. Partisipasi masyarakat berarti pengambilan bagian oleh
masyarakat atau pengikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan. Dalam praktek
sehari-hari, partisiasi masyarakat dipahami atau ditafsirkan sebagai berikut:
1. Masyarakat bertanggung jawab hanya dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan
2. Anggota masyarakat ikut menghadiri pertemuan-pertemuan perencanaan,
pelaksanaan dan pengkajian suatu kegiatan, namun sebatas sebagai
3. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan
tentang cara melaksanakan sebuah kegiatan dan ikut menyediakan bantuan
serta bahan-bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan tersebut.
4. Anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam semua tahapan proses
pengambilan keputusan, pengawasan serta monitoringnya.
Dengan pendekatan partisipasi, orang-orang kan lebih bersemangat, lebih
iklas dan lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan suatu kegiatan
(Mu’arif, 2002).
Kondisi kerusakan hutan dan lahan di Indonesia pada saat ini telah
menjadi keprihatinan banyak pihak, baik secara nasional maupun internasional.
Fenomena degradasi sumberdaya hutan dan lahan terus meningkat baik kualitas
maupun kuantitasnya. Kerusakan hutan dan lahan tersebut telah mengakibatkan
bencana alam yang besar, bahkan akhir-akhir ini kecenderungannya semakin
meningkat, khususnya banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Bencana tersebut
telah menimbulkan kerugian nasional yang besar berupa kerusakan infrastruktur,
berbagai asset pemabngunan serta terganggunya tata kehidupan masyarakat.
Penyebab utama terjadinya bencana tersebut adalah kerusakan lingkungan,
terutama di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai daerah tangkapan
air, kondisi diatas menumbuhkan kesadaran dari semua pihak untuk melakukan
rehabilitasi hutan dan lahan yang rusak guna memperbaiki dan mengembalikan
fungsi dan produktivitas sumber daya alam tersebut. Upaya tersebut juga
dimaksudkan untuk menanggulangi bencana alam yang dilaksanakan secara
terpadu, menyeluruh, dan terkoordinasi, dengan melibatkan pemerintah, lembaga
Partisipasi dapat dibagi atas berbagai macam bentuk. Partisipasi menurut
Effendi (2002) terbagi atas partisipasi vertikal dan horizontal. Disebut partisipasi
vertikal karena bisa terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau
mengambil bagian dalam satu program fihak lain, dalam hubungan dimana
masyarakat berada sebagai posisi bawahan. Sedangkan partisipasi horizontal,
dimana masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota masyarakat
berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya baik dalam melakukan usaha
bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan fihak lain.
Menurut Hardjasoemantri (1985) peran serta sebagai suatu proses
komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian
masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan
sedang di analisisa oleh badan yang bertanggung jawab. Dan tujuan peran serta
masyarakat adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna bagi
warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan lingkungan.
Pemberdaayaan masyarakat dalam bentuk pelibatan masyarakat lokal
dalam rangka pelestarian hutan merupakan hal yang mendasar dan positif, dimana
kesadaran positif masyarakat dibangun dan dikembangkan sehingga masyarakat
dapat melakukan kontrol sepenuhnya terhadap pengelolaan sumber daya hutan.
Pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses perubahan
perilaku masyarakat sebagai pusat perhatian sekaligus dipandang dan diposisikan
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,
Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dan penelitian ini dilakukan pada bulan
September sampai dengan bulan Oktober 2007.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa
Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo. Dari Data Monografi Desa
tahun 2005, diketahui bahwa populasi masyarakat di Desa Kutambaru, Kecamatan
Munte adalah 472 KK.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara Purposive sampling
(sampel bertujuan) yakni pengambilan sampel berdasarkan kesenganjaan.
Pemilihan kelompok subyek berdasarkan atas ciri atau sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya, yaitu masyarakat Desa Kuambaru, Kecamatan Munte,
Kabupaten Karo, berumur 17 tahun keatas, sehat jasmani rohani, dan mampu
berkomunikasi dengan baik.
Dalam menentukan ukuran sampel maka digunakan rumus penentuan
sampel yang ditulis oleh Hassan (2000) :
n = N
1+Ne2
Keterangan :
n = Ukuran sampel
e = persen kelonggaran ketidaktelitian yang masih dapat ditolerir karena
kesalahan pengambilan sampel, ditetapkan sebesar 10 %.
Rumus diatas digunakan sehingga diperolehlah jumlah masyarakat yang
dijadikan sebagai sampel adalah sebanyak 83 KK
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa :
a. Data Primer
Data primer diperoleh dengna cara menyebarkan kuisioner dan wawancara
langsung terhadap responden. Kuisioner disebarkan dan diisi oleh seluruh
responden. Kuisioner disebarkan dan diisi oleh seluruh responden. Pengambilan
data dilakukan dengan wawancara untuk mendapatkan jawaban langsung
berdasarkan pertanyaan yang terdapat pada kuisioner.
Data primer yang diperlukan adalah identitas responden, sosial ekonomi,
persepsi, sikap, dan partisipasi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,
Kabupaten Karo terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
b. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data umum
yang ada pada instansi pemerintah desa yang meliputi kondisi umum lokasi
penelitian dan literatur-literatur yang mendukung.
Analisis Data
Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif. Penelitian ini akan
pandangan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo
terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Tingkat peran serta masyarakat di dalam penelitian ini dinilai berdasarkan
keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan rehablitasi hutan dan lahan,
diantaranya peran serta masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kotler dan Roberto dalam
Mikkelsen (2006) menyebutkan bahwa menggunaan ranking dan skoring telah
lama dikenal untuk menilai harapan, kepercayaan, kesukaan, sikap, dan pendapat
orang. Penelitian sosialmenggunakan ranking dan skoring untuk mengembangkan
strategi megubah prilaku masyarakat. Salah satunya adalah dengan menggunakan
matrik berdasarkan bobot.
Tentang besaran angka yang digunakan dalam skoring ini memang dapat
sembanrangan, artinya dapat dengan angka-angka satuan, puluhan, ataupun
ratusan. Namun perlu diperhatikan tentang keseimbangan yang harmonis beserta
konsekuensinya, supaya mudah diinterpretasi. Pemberian nilai dilakukan dengan
memberi skor pada nilai-nilai absolut yang dimiliki semua komponennya
(Subyantoro dan Suwarto, 2006)
Tingkat peran serta masyarakat dalam kegiatan rehablitasi hutan dan lahan
dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu ; sangat baik, baik, sedang, rendah
dan sangat rendah. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Untuk tingkat partisipasi sangat baik berada pada interval skor 81-100
b. Untuk tingkat partisipasi baik berada pada interval skor 61-80
c. Untuk tingkat partisipasi sedang berada pada interval skor 41-60
e. Untuk tingkat partisipasi sangat rendah berada pada interval skor 0-20
Demikian pula halnya dengan persepsi masyarakat yang dihitung dan di
kelompokkan ke dalam lima kategori yaitu; sangat baik, baik, sedang, buruk dan
sangat buruk. Adapun kelima kategori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Untuk tingkat persepsi sangat baik berada pada interval skor 81-100
b. Untuk tingkat persepsi baik berada pada interval skor 61-80
c. Untuk tingkat persepsi sedang berada pada interval skor 41-60
d. Untuk tingkat persepsi buruk berada pada interval skor 21-40
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Fisik Lingkungan
Letak dan Luas
Penelitian ini dilakukan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara. Desa Kutambaru berbatasan dengan :
Sebelah utara : Desa Biak Nampe
Sebelah selatan : Hutan Register 3K
Sebelah barat : Desa Sarimunte
Sebelah timur : Desa Gunung Saribu
Desa ini berjarak 11 km dari pusat pemerintahan kecamatan (Munte),
37,5 km dari ibu kota kabupaten (Kabanjahe), dan berjarak 113,5 km dari ibu kota
provinsi (Medan). Wilayah Desa Kutambaru mempunyai luas 876,5 ha dengan
pola penggunaan lahan seperti yang tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Pola Penggunaan Lahan di Lokasi Penelitian (Desa Kutambaru)
No Pola Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%)
1 Pemukinan 18 2,05
2 Sawah 201 22,93
3 Perkebunan 589 67,19
4 Hutan Adat 20 2,28
5 Sekolah 2 0,22
6 Lain-lain 46,5 5,30
Jumlah 876,5 100
Secara umum kondisi topografi di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,
Sarana dan Prasarana
Sarana penghubung di Desa Kutambaru mempunyai arti yang sangat
penting bagi kelancaran perekonomian masyarakat, yaitu berupa jalan desa yang
sudah dilapisi dengan aspal, sehingga memperlancar pengangkutan hasil pertanian
dan perkebunan penduduk desa.
Disamping sarana jaringan jalan untuk memperlancar hubungan
transportasi darat, di Desa Kutambaru juga terdapat sarana pendidikan berupa
2 unit Sekolah Dasar (SD) dan 1 unit Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Di desa ini juga terdapat 1 unit puskesmas, 4 kamar mandi umum, Masjid,
Gereja, Kantor Kepala Desa dan 1 buah Aula untuk tempat penduduk melakukan
acara (pesta, rapat desa) yang biasa di sebut dengan Losd atau Jambur.
Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Kependudukan
Berdasarkan Daftar Isian Monografi Desa tahun 2005, jumlah penduduk
desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo adalah sebanyak 1.609 jiwa,
terdiri dari 769 laki-laki dan 840 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga
sebanyak 472 KK.
Suku yang ada pada masyarakat terdiri dari suku Karo, suku Batak Toba,
dan suku Jawa. Dan suku yang paling dominan adalah suku Karo. Sedangkan
agama yang terdapat di desa tersebut adalah agama Kristen Protestan, Katholik,
dan Islam. Dan yang mendominasi adalah Agama Kristen Protestan.
Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai
petani, dan sebagian kecil lainnya bermata pencaharian di bidang jasa,
perdagangan, PNS dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 2.
Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk di Dsa Kutambaru
No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Tani 445 84,76
Pendidikan
Jika dilihat dari segi pendidikan, maka sebagian besar pendidikan
masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Mute, Kabupaten Karo adalah lulusan
SMP dan SMA. Ada beberapa keluarga yang melanjutkan pendidikan anaknya
sampai ke Perguruan Tinggi. Secara lebih rinci mengenai jumlah penduduk
berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Mnurut Tingkat Pendidikan di Desa Kutambaru
No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 660 41,01 2 Taman Kanak-kanak 0 0,00 3 SD 251 15,59 4 SMP 423 26,28 5 SMA 233 14,48 6 Akademi /D1-D3 29 1,42
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden Penelitian
Karateristik responden penelitian di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,
Kabupaen Karo, Provinsi Sumatera Utara meliputi : umur, Pendidikan, tingkat
Pendapatan, pekerjaan dan Suku. Data karateristik responden penelitian dapat
diuraikan sebagai berikut, kisaran umur pada responden berada antara
19-85 tahun, seperti yang tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Kisaran Umur Responden
No Umur Jumlah (orang) Persentase (%) 1 17-30 19 22,89 2 31-40 19 22,89 3 41-50 34 40,96 4 51-60 6 7,22
5 >60 5 6,02 Jumlah 83 100
Dominan umur responden pada Desa Kutambaru kecamatan Munte adalah
kelompok umur 41-50 thun (40,96%). Dari hasil tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambaru dominan adalah generasi muda
(masyarakat yang berumur 17-50 tahun), sementara generasi tua (masyarakat yang
berumur diatas 50 tahun) cenderung lebih sedikit.
Sebagian besar dari responden yang diperoleh bersuku Karo yaitu sebesar
98,80 %, sementara sisanya adalah suku Jawa (1,20 %). Hal ini disebabkan karena
Tingkat pendidikan tertinggi responden adalah sarjana (S1). Secara umum,
tamat SMP dan SMA sederajat merupakan tingkat pendidikan responden
terbanyak. Sementara responden yang tidak mendapat pendidikan formal di
bangku sekolah (tidak sekolah) adalah sebanyak 2 orang dengan persentase
2,40%. Data mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 5
dan Gambar 2.
Tabel 5. Pendidikan Responden
No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 2 2,40
2 Tamat SD 18 21,68 3 Tamat SMP / Sederajat 20 24,09 4 Tamat SMA / Sederajat 37 44,57 5 Sarjana (S1) 6 7,22 Jumlah 83 100
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Kutambaru
Kecamatan Munte sudah mengerti tentang arti pendidikan, dapat dilihat bahwa
dominan masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte merupakan tamatan
SMA/sederajat dan terdapat beberapa masyarakat yang tamatan sarjana.
Masyarakat Desa Kutambaru memiliki interaksi yang positif dengan masyarakat
luar sehingga mereka memiliki pengetahuan yang maju tentang pentingnya
2% 22%
24% 45%
7% Tidak Sekolah
Tamat SD
Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Sarjana
Gambar 2. Persentase Tingkat Pendidikan Responden
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa tingkat pendapatan
masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo adalah mulai
dari Rp. 500.000,- sampai Rp. 2.000.000,-. Tingkat pendapatan masyarakat yang
dominan di Desa Kutambaru, adalah diantara Rp.500.000,- sampai Rp.
1.000.000,- (33%), seperti yang tampak pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Pendapatan Responden
No Pendapatan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < 500.000 0 0 2 500.000-1.000.000 33 39,75 3 1.000.000-1.500.000 21 25,30
Jenis Pekerjaan utama responden penelitian disajikan pada Tabel 7 dan
Gambar 5.
Tabel 7. Jenis Pekerjaan Utama Responden
No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
Pekerjaan utama masyarakat di desa Kutambaru, Kecamatan Munte sangat
beragam, ada yang petani, PNS, wiraswasta, tukang, karyawan swasta dan supir.
Namun, dominan masyarakat Desa Kutambaru memiliki pekerjaan sebagai petani.
Pada umumnya masyarakat menanam padi pada areal sawah mereka
sementara pada lahan kering (perkebunan) masyarakat menanami lahan mereka
dengan tanaman jeruk, jagung, kopi, coklat, sayur mayur (buncis, kacang panjang,
tomat, cabai) dan tembakau. Ada juga masyarakat yang menanami lahan kering
mereka dengan tanaman padi gogo. Sebagian dari masyarakat memadukan
tanaman jeruk dengan tanaman cabai, tanaman coklat dengan tanaman padi gogo,
tanaman coklat dengan buncis dan lain sebagainya.
Banyak dari para petani yang memiliki pekerjaan sampingan (khususnya
para ibu rumah tangga dan remaja putri) sebagai pedagang sayur mayur. Mereka
menjual sayur mayur dari hasil kebun mereka pada sore hari sekitar pukul
16.00-18.00 WIB sepulang dari kebun atau sawah mereka. Kegiatan ini dilaksanakan di
69% 6%
18% 1%4% 2%
Tani PNS Wiraswasta Tukang
Karyawan swasta Supir
Gambar 3. Persentasi Jenis Pekerjaan Utama Responden
Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.
Masyarakat sekitar hutan merupakan masyarakat yang paling dekat dengan
kawasan hutan, sehingga mereka dapat selalu berinteraksi langsung dengan hutan.
Masyarakat ang tinggal di sekitar hutan, biasanya memiliki persepsi tersendiri
mengenai keberadaan hutan. Demikian juga dengan masyarakat Desa Kutambaru,
Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.
Pada dasarnya masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte memiliki
persepsi yang positif terhadap kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini dapat
Tabel 8. Persepsi Masyarakat Terhadap kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
No Pernyataan Bobot
Nilai
Nilai Persentase
(%)
1 Kondisi hutan di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte baik
5 256,14 3,27
2 Hutan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dan linkungan
10 813,30 10,40
3 Masyarakat memiliki kepentingan terhadap Sumberdaya Hutan
10 806,63 10,14
4 Masyarakat memiliki hak dalam pengelolaan hutan 20 1.466,32 18,76
5 Dampak negatif terhadap masyarakat akibat dari penurunan kualitas Sumberdaya Hutan
10 803,28 10,70
6 Masyarakat dan pemerintah merupakan pihak yang merugi jika Sumberdaya rusak
15 1200 15,35
7 Pengikutsertaan masyarakat oleh pemerintah dalam pengelolaan hutan
10 809,96 10,36
8 Perlunya dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
20 1660 21,23
Jumlah 100 7815,63 100
Rata-rata 94,16
Dari Tabel 8 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan
kawasan hutan yang ada di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo
masih dalam keadaan baik namun kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dianggap
perlu untuk dilaksanakan baik untuk mencegah maupun untuk memperbaiki
kerusakan hutan yang ada di desa tersebut. Dan hal ini di akui oleh 100%
responden. Hal ini membuktikan bahwa, pada umumnya masyarakat sudah
mengetahui dan mengerti tentang arti penting hutan bagi keberlangsungan
kehidupan mereka, yakni sebagai penghasil dan pengatur tata air, pengahasil
udara bersih, bahan makanan, humus untuk tanaman, dan lain sebagainya.
Sehingga apabila terjadi kerusakan pada kawasan hutan, yang di ikuti oleh
penurunan kualitas sumberdaya alam, maka masyarakat akan menerima
berkurang atau hilangnya bahan makanan yang berasal dari hutan (seperti daging
hewan hasil perburuan satwa liar, rebung dan lain-lain), berkurangnya ranting
kayu untuk bahan bakar, berkurangnya humus untuk tanaman serta kurangnya
ketersedian air untuk keperluan sawah dan keperluan sehari-hari mereka.
Terganggunya tata air dan penurunan kwalitas lahan akan berdampak buruk
terhadap kondisi pertanian mereka, dan hal ini dapat menjadi fatal karena
pertanian merupakan sumber mata pencaharian utama penduduk Desa Kutambaru,
Kecamatan Munte.
Dalam hal ini, masyarakat merasa bahwa bukan hanya mereka yang
merasa dirugikan jika kawasan hutan di Desa Kutambaru rusak, karena Deleng
Sibuaten yang ada di Desa Kutambaru merupakan penghasil air yang bukan hanya
dinikmati oleh masyarakat di Desa Kutambaru, namun oleh masyarakat
Kabupaten Karo pada umumya. Pemerintah dalam hal ini juga akan menderita
kerugian jika terjadi kerusakan hutan (baik hutan yang ada di Desa Kutambaru ,
maupun tempat-tempat lain lain yang ada di Indonesia), sehingga masyarakat
merasa bahwa mereka harus di ikutsertakan dam kegiatan mengelolaan hutan
untuk mencegah terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Sebagian besar dari
responden menyatakan bahwa masyarakat memiliki hak dalam kegiatan
pengelolaan hutan.
Masyarakat Desa Kutambaru memiliki persepsi yang kuat dan jelas
mengenai kepentingan hidup masyarakat yang tinggi terhadap lingkungan berupa
ketersediaan air, udara bersih, ketersediaan bahan makanan dan lain sebagainnya.
Sehingga mereka menyimpulkan bahwa masyarakat dan lingkungan tidak dapat
sudah memiliki tingkat persepsi yang sudah sangat baik, hal in dibuktikan dari
hasil penyebaran kuisioner yang mencapai rata-rata skor 94,16 (termasuk dalam
kategori tingkat persepsi yangat sangat baik). Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Effendi (2002) bahwa persepsi adalah pengalaman tentang
obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh denagn menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi (sensor stimuli) sehingga manusia
memperoleh pengetahuan baru.
Pada dasarnya, masyarakat Desa Kutambaru secara umum merasa
memiliki hak dalam kegiatan pengelolaan hutan. Hal ini sesuai dengan UU. No.
41 dalam Bab.X pasal 68,69,70 yang menyebutkan antara lain:
1. Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan
hutan
2. Masyarakat berhak memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Masyarakat berhak mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan
hasil hutan dan informasi kehutanan
4. Masyarakat berhak memberi informasi, saran serta pertimbangan dalam
pembangunan kehutanan
5. Masyarakat berhak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.
Penurunan kualitas sumberdaya alam pastilah berpengaruh negatif
terhadap kehidupan masyarakat dalam jangka panjang, dan hal ini disadari oleh
sebagian besar masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo.
harus dilakukan dengan azas manfaat yang lestari, kerakyatan, keadilan,
kebersamaan, keterbukaan,dan keterpaduan yang dilandasi dengan akhlak mulia
dan tanggung jawab.
Dari sebaran kuisioner diketahui bahwa 100 % dari responden mengaku
memiliki kepentingan terhadap sumberdaya hutan baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap pengelolaan hutan ataupun
pengelelola hutan selalu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Pooetous (1977) menyatakan bahwa yang di maksud sebagai faktor internal yang
dapat mempengaruhi persepsi masyarakat adalah nilai-nilai dalam diri setiap
individu yang diperoleh dari penerimaan panca indra. Faktor-faktor internal ini
meliputi umur, jenis kelamin, latar belakang, pendidikan, tempat tinggal, status
ekonomi, waktu luang, fisik, dan intelektualitas.
Mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi ini, dalam
Basyuni (2001) menyebutkan bahwa faktor-faktor dalam diri Individu yang
menentukan persepsi adalah kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan,
dan kapasitas alat indra. Sedangkan faktor dari luar atau eksternal yang dapat
mempengaruhi persepsi meliputi pengruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan
latar belakang sosial budaya.
Dari hasil penyebaran kuisioner dan wawancara yang dilakukan, diketahui
bahwa pada dasarnya masyarakat Desa Kutambaru Kecamatan Munte memiliki
persepsi yang positif terhadap hutan. Mereka sudah mengetahui dan mengerti arti
Adanya pemahaman terhadap pentingnya kawasan hutan membuat
masyarakat berusaha menjaga kelestarian, tidak merusak hutan dan tidak
melakukan kegiatan yang dapat merusak kawasan hutan. Masyarakat juga tahu
bahwa desa mereka berada sangat dekat dengan kawasan hutan lindung, sehingga
mereka tidak boleh merusak atau mengusik kawasan hutan tersebut. Tetapi
beberapa masyarakat masih ada yang memanfaatkan kawasan hutan, ada yang
memanfaatkan ranting-ranting kayu atau pohon yang sudah tumbang untuk
dijadikan kayu bakar, serta pengambilan humus untuk tanaman pertanian
khususnya untuk tanaman jeruk. Mereka beranggapan bahwa mereka boleh
memanfaatkan hasil hutan selama hal tersebut tidak mengganggu kelestarian dari
hutan.
Wibowo (1988) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan
persepsi seseorang terhadap suatu objek adalah faktor pengalaman. Masyarakat
Desa Kutambaru berbatasan langsung dengan kawasan hutan yaitu kawasan hutan
lindung Sibuaten Register 3/K (dimana pada saat ini sedang dilakukan kegiatan
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan), oleh karena itu, setiap harinya
mereka akan berinteraksi langsung dengan dengan kawasan hutan yang ada, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan adanya interaksi ini maka
masyarakat memiliki pengalaman tentang kawasan hutan yang ada di daerah
Gambar 4. Lokasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Menurut masyarakat, manfaat hutan bagi mereka (khususnya hutan
lindung Sibuaten) adalah penghasil humus, pemasok udara bersih, tempat berburu
(kijang, babi hutan, dan burung), kayu bakar serta sebagai pengatur tata air.
Pengalaman terhadap fenomena alam yang pernah terjadi, sehingga
menjadi suatu pengetahuan bagi masyarakat Desa Kutambaru, Kecamatan Munte
tentang fungsi kawasan hutan ialah fenomena-fenomena alam di kawasan hutan
lain, seperti banjir, longsor, banjir bandang, dan fenomena-fenomena lain yang
pernah terjadi. Berkaitan dengan pengalaman terhadap fenomena alam yang
membentuk suatu persepsi masyarakat terhadap kawasan hutan yang ada di Desa
Kutambaru, Kecamatan Munte khususnya kawasan hutan lindung Sibuaten.
Rakhmat (1992) mengemukakan bahwa persepsi merupakan pengalaman
seseorang tentang suatu obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan
mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan mengetahui dampak
dan peristiwa bencana alam yang terjadi di kawasan hutan lain, masyarakat Desa
Kutambaru Kecamatan Munte memberikan penilaian atau pandangan bahwa
penyebab terjadinya bencana alam di berbagai daerah di sekitar kawasan hutan
bahwa hutan memiliki fungsi dan manfaat sebagai pelindung dari bencana
longsor, banjir, dan bencana alam lainnya.
Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan Kegiatan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan
Untuk kelancaran pelaksanaan di lapangan, maka diperlukan perencanaan
yng baik dengan melibatkan masyarakat setempat. Adanya kolaborasi yang baik
antara masyarakat dengan pemerintah, akan menghasilkan keputusan-keputusan
yang dapat memuaskan semua pihak, sehingga apa yag menjadi tujuan kegiatan
dapat tercapai. Keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan perencanaan rehabilitasi
hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Peran Serta Masyarakat dalam Perencanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
No Pernyataan Bobot
Nilai
Nilai Persentase (%)
1 Ada musyawarah/pertemuan dalam masyarakat untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
15 1.035 26,83
2 Pernah hadir dalam pertemuan tersebut 20 726,12 18,82
3 Intensitas pertemuan yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 306,4 7,94
4 Pengajuan usul atau ide tentang perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
20 453 11,74
5 Penerimaan usul yang diajukan 5 86,36 2,23
6 Pemberian sumbangan materi dalam pertemuan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 116,56 3,02
7 Pemberian penjelasan oleh Dinas Kehutanan bahwa kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan adalah keg. penting
10 440 11,40
8 Kegiatan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat memberi manfaat untuk kelancaran di lapangan
10 693,2 17,97
Jumlah 100 3.856,64 100
Setiap pernyataan diberi bobot nilai yang berbeda-beda sesuai dengan
perannya di dalam perencanaan. Tingkat kehadiran dari responden dalam kegiatan
musyawarah yang dilakukan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan diberi bobot nilai tertinggi, yaitu sebesar 20, yang kemudian diikuti oleh
pernyataan yang mengatakan adanya musyawarah yang dilakukan didalam
merencanaan kegiatan dengan bobot nilai 15.
Walaupun sebagian besar dari responden mengetahui adanya pertemuan
guna merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, namun tingkat
kehadiran mereka masih cukup rendah. Hanya 39 orang dari seluruh responden
atau sebesar 46,98 % saja yang mengaku pernah menghadiri pertemuan atau
musyawarah dalam merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan
nilai 1.035 atau 18,82%. Artinya, sebagian besar dari mereka yang mengetahui
akan adanya pertemuan tersebut hanya hadir sekali-sekali saja, sementara yang
selalu menghadirinya hanya beberapa orang dari seluruh responden.
Sebagian besar dari masyarakat yang menghadiri pertemuan untuk
merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini pernah memberikan usul
atau ide mengenai perencanaan kegiatan kelompok dalam kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan, dan sebagian besar dari usulan tersebut di terima dan di
laksanakan di lapangan.
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa secara umum masyarakat Desa
Kutambaru, Kecamatan Munte menyetujui diadakannya kegiatan Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan, namun keinginan masyarakat umtuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan ini masih cenderung rendah. Hal ini dapat dilihat
kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Responden yang mengetahui
akan adanya kegiatan musyawarah dan selalu hadir hanya berjumlah 6 orang saja
atau sekitar 7,22 % dari seluruh reponden. Sementara responden yang mengetahui
adanya kegiatan musyawah untuk perencanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan tetapi tidak pernah menghadirinya berjumlah 13 orang atau
sekitar 35,66 %. Responden yang mengetahui adanya kegiatan musyawarah, dan
hanya hadir sekali-sekali saja (kadang-kadang) berjumlah 33 orang atau sekitar
39,75 %. Sementara responden yang tidak mengetahui akan adanya kegiatan
musyawarah untuk perencanaan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
sehingga mereka tidak menghadirinya adalah sebesar 37,34% atau 31 orang dari
seluruh respoden.
Ketika dilakukan pertemuan atau musyawarah dalam merencanakan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, 6,62% dari seluruh responden mengaku
pernah memberikan sumbangan berupa materi guna mendukung kesuksesan dari
kegiatan tersebut, dengan nilai 116,56 atau 3,02%. Artinya, kadang-kadang,
sebagian kecil dari responden yang menghadiri pertemuan atau musyawarah
memberi sumbangan materi karena mereka berpendapat bahwa kegiatan
perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan dapat memberikan manfaat bagi
kelancaraan pelaksanaan kegiatan dilapangan disamping penjelasan-penjelasan
yang telah mereka peroleh dari Dinas Kehutanan mengenai arti penting dari
Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan
Setelah dilakukan kegiatan perencanaan, maka kegiatan yang dilakukan
selanjutnya adalah kegiatan pelaksaaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan.
Setiap kegiatan yang dilakukan dilapangan seharusnya sesuai dengan apa yang
telah di musyawarahkan dalam kegiatan perencanaan. Jika ternyata dalam
pelaksanaan kegiatan ada hal yang telah direncanakan tetapi kurang sesuai dengna
kondisi di lapangan, maka dilakukan pelaporan dan akan dibahas di dalam
kegiatan evaluasi. Peran sera masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi
hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Peran Serta Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
No Pernyataan Bobot
Nilai
Nilai Persentase (%)
1 Hadir dalam setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
15 415 12,84
2 Intensitas pertemuan yang di lakukan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 269,74 8,34
3 Adanya penjelasan dari Dinas Kehutanan tentang teknik dalam melakukan berbagai bidang kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 363,26 11,23
4 Pemahaman terhadap teknik yang telah diberikan 10 283,16 8,76
5 Kesesuaian teknik yang diberikan oleh Dinas Kehutanan dengan pelaksanaan di lapangan
10 139,86 4,32
6 Kesesuaian jenis tanaman yang dipilih untuk kegiatan rehabilitsi hutan dan lahan dengan kondisi areal yang akan di rehabilitasi
10 459,82 14,22
7 Cukup tidaknya Jumlah bibit yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 329,79 10,20
8 Keikutsertaan dalam kegiatan penanaman bibit di lapangan 15 335 10,36
9 Kebersediaan dalam pemeliharaan bibit yang sudah ditanam 10 636,37 19,68
Jumlah 100 3407,35 100
Dari hasil sebaran kuisioner diketahui bahwa ternyata hanya sedikit dari
responden yang pernah hadir dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan
lahan ini. Mereka hanyalah orang-orang yang ditunjuk untuk melaksanakan
kegiatan. Artinya, hanya sebagian kecil saja dari masyarakat yang berperan dalam
kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan di lapangan, hal ini terlihat dari
jumlah responden yang ikut terjun untuk menanam bibit di lapangan yang hanya
sekitar 19,27% saja dari seluruh responden. Dinas Kehutanan telah memberikan
penjelasan atau pelatihan mengenai teknik-teknik dalam melakukan berbagai
bidang kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang akan dilakukan dilapangan
responden yang menghadiri mengaku dapat memahami dengan baik sehingga
dapat diaplikasikan ke lapangan.
Adapun jenis tanaman yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan
dan lahan antara lain pinus, nangka, petai, durian dan jengkol. Menurut
masyarakat tanaman ini merupakan jenis yang cocok untuk di tanam di areal yang
akan direhabilitasi. Dan jumlah bibit yang disediakan dalam kegiatan tersebut
menurut sebagian besar masyarakat sudah mencukupi untuk memulihkan areal
hutan yang rusak.
Namun, kebersediaan masyarakat untuk ikut memelihara bibit yang sudah
ditanami secara sukarela juga cenderung rendah. Mereka mau ikut memelihara
bibit tersebut jika mereka mendapatkan imbalan yang sesuai. Minimal mereka
mengiginkan upah sebesar upah yang mereka terima jika menjadi buruh tani atau
dalam bahasa daerah disebut aron. Bahkan 5 orang dari responden 6,02 % ,
menyatakan tidak bersedia untuk ikut serta memelihara bibit yang sudah ditanam
Seperti yang dikemukakan oleh Harjosoemantri (1985), bahwa peran serta
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup mempunyai jangkauan luas.
Peran serta tersebut tidak hanya meliputi peran serta para individu yang terkena
berbagai peraturan atau keputusan administratif, akan tetapi meliputi pula peran
serta kelompok atau organisasi dalam masyarakat. Peran serta efektif dapat
melampaui kemampuan keungan maupun dari sudut kemampuan pengetahuannya,
sehingga peran serta kelompok masyarakat sangat diperlukan.
Peran Serta Masyarakat di dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan
Untuk melihat perkembangan kegiatan, maka perlu dilakukan kegiatan
evaluasi. Hal ini dilakukan guna mengontrol pelaksanaan kegiatan dilapnagn. Jika
dalam pelaksanaan ternyata ada tindakan diluar prosedur kerja yang telha di
tetapkan, atau ternyata ada kendala di pangan maka pada kegiatan evaluasi inilah
setiap masalah tersebut dibahas dan dicari solusinya. Peran serta masyarakat
dalam evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilihat pada Tabel 11
Tabel 11. Peran Serta Masyarakat dalam Evaluasi Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
No Pernyataan Bobot Nilai Nilai Persentase (%)
1 Pengurus mengadakan pertemuan guna melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
15 400 10,75
2 Kehadiran dalam pertemuan yang dilaksanakan 20 539,60 14,51
3 Keikutsertaan dalam melaporkan hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 206,55 5,55
4 Pemberian saran atau ide tentang bagaimana caranya agar kendala yang dihadapi pada kegiatan dapat diatasi
20 473,12 12,72
5 Kebersediaan untuk berperan serta menyampaikan kepada warga desa tentang manfaat kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
10 703,25 18,91
6 Hasil pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup masy.
5 339,5 9,13
7 Manfaat yang diperoleh berupa perhatian dari pemerintah karena adanya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahsn
10 650 17,48
8 Pemulihan areal yang rusak dengan luasan areal yang direhabilitasi
10 406,42 10,87
Jumlah 100 3.718,44 100
Rata-rata 44,80
Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa setelah melakukan pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, maka pengurus akan mengadakan
pertemuan untuk melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dan
teryata hanya sedikit dari responden yang menghadirinya. Sementara responden
yang ikut serta melaporkan hasil kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan hanya ½
dari responden yang mengetahui akan adanya pertemuan yang dilakukan untuk
mengevaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut. Jika ternyata dalam
pelaporan tersebut ditemukan kendala-kendala, maka responden yang hadir dalam
kegiatan tersebut bersedia untuk memberikan saran atau ide tentang bagaimana
caranya agar kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.
Luas areal yang direhabilitasi di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte,
menyatakan bahwa luasan areal ini sudah cukup untuk memulihkan luasan areal
yang rusak di desa tersebut.
Masyarakat memiliki harapan bahwa nantinya hasil pelaksanaan kegiatan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka, karena
tanaman yang di tanam pada kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini
merupakan tanaman komersil sehingga diharapkan dapat memberikan keuntungan
bagi mereka secara ekonomi. Namun, tidaklah semua responden memiliki
pandangan yang positif terhadap kegiatan ini, ada sebagian dari masyarakat yang
merasa bahwa berhasil tidaknya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini tidak
akan mempengaruhi kondisi kehidupan mereka. Hanya orang-orang tertentu saja
yang akan menikmati hasil dari tanaman yang ditanam untuk merehabilitasi hutan.
Sementara sebagian kecil responden lainnya mengaku tidak tahu apakah kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan ini memiliki pengaruh atau tidak terhadap kualitas
kehidupan mereka.
Sebanyak 67 orang dari responden menyatakan bahwa dengan adanya
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan ini, maka Desa Kutambaru tentu saja akan
mendapatkn perhatian dari pemerintah. Salah satu bentuk perhatian ini adalah
berupa perbaikan akses jalan desa untuk memperlancar transportasi menuju lokasi
kegiatan.
Tingkat peran serta atau partisipasi masyarakat di dalam penelitian ini
dapat dinilai berdasarkan keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan, baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Untuk jawaban-jawaban yang sesuai dengan harapan (tingkat partisipasi
pada interval skor 61-80, untuk tingkat partisipasi sedang berada pada interval
skor 41-60, sementara tingkat partisipasi buruk berada pada interval skor 21-40
dan tingkat partisipasi sangat buruk berada pada interval skor 0-20.
Tabel 12. Tabel tingkat peran serta berdasarkan kategori dalam pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
Setelah dilakukan penelitian, maka diketahui bahwa peran serta
masyarakat di Desa Kutambaru, Kecamatan Munte, Kabupaten Karo dalam
perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan termasuk dalam kategori tingkat
peran serta atau tingkat partisipasi sedang, karena memiliki skor rata-rata nilai
46,48.
Untuk pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, masyarakat Desa
Kutambaru, Kecamatan Munte juga termasuk dalam kategori masyarakat dengan
tingkat partisipasi sedang, dengan rata-rata nilai 41,05. demikian pula halnya
dengan evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, yakni memiliki rata-rata
nilai 44,80 (termasuk dalam tingkat partisipasi sedang).
Walaupun secara umum, tingkat partisipasi masyarakat Desa Kutambaru,
Kecamatan Munte masih dalam karegori partisipasi sedang, namun ada beberapa
warga (responden) yang benar-benar berperan aktif baik dalam perencanaan,
pelaksanaan maupun dalam evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan
Salah satu responden yang aktif dalam kegiatan perencanaan rehabilitasi
hutan dan lahan ini adalah Bapak Bismaret Ginting. Ia selalu hadir dalam setiap
pertemuan yang dilakukan untuk merencanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan. Dia juga selalu aktif dalan setiap pertemuan yang dilakukan, yakni dengan
mengajukan ide atau usul tentang perencanaan kegiatan kelompok rehabilitasi
hutan dan lahan, karena ia berpendapat bahwa kegiatan perencanaan rehabilitasi
hutan dan lahan dapat memberikan manfaat untuk kelancaran pelaksanaan di
lapangan.
Demikian pula halnya dalam kegiatan pelaksanaan rehabilitasi hutan dan
lahan di lapangan. Salah satu responden yang aktif pada pelaksanaan kegiatan di
lapangan selain Bapak Bismaret Ginting adalah Bapak Ruji Sembiring. Bapak
Ruji Sembiring selalu hadir pada setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan
dan lahan, dan ikut dalam kegiatan penanaman bibit di lapangan degan
menggunakan teknik-teknik rehabilitasi sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang
telah diberikan oleh Dinas Kehutanan. Bapak Ruji Sembiring juga menyatakan
bersedia dengan sukarela untuk ikut serta memelihara bibit yang sudah di tanami
tersebut.
Sementara salah satu contoh responden yang berperan aktif dalam evaluasi
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan adalah Bapak Pen Ginting. Bapak Pen
Ginting selalu hadir ketika pengurus mengadakan pertemuan dengan semua
anggota kelompok guna melaporkan keadaan kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan, dan sekali-sekali Bapak Pen Ginting juga ikut melaporkan hasil kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilakukan. Ia juga aktif memberikan ide
selama pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat diatasi. Bapak Pen
Ginting berpendapat bahwa hasil pelaksanaan dari kegiatan rehabilitasi hutan dan
lahan ini, nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup
masyarakat.
Peran serta masyarakat akan dapat menumbuhkan perbendeharaan
pengetahuan mengenai sesuatu aspek tertentu yang diperoleh dari pengetahuan
khusus masyarakat itu sendiri maupun dari para ahli yang dimintai pendapat oleh
masyarakat.
Peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan maupun
evaluasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan memegang peran yang sangat penting,
karena masyarakat sebagai subjek yang paling dekat dengan lokasi kegiatan
pastilah lebih mengetahui keadaan lokasi, sehingga diharapkan dengan adanya
peran serta masyarakat tersebut akan dapat memberikan masukan-masukan
kepada pemerintah tentang masalah yang mungkin dapat ditimbulkan oleh
tindakan yang akan dilakukan dengan berbagsai konsekuensinya. Dengan
demikian pemetintah akan dapat mengetahui adanya berbagai kepentingan yang
dapat terkena tindakan tersebut yang perlu diperhatikan.
Pengetahuan tambahan dan pemahaman akan masalah-masalah yang
mungkin timbul, yang diperoleh sebagai masukan. Peran serta masyarakat
diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas tindakan-tindakan yang akan
diambil dalam pelaksanaan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Tidak banyak dari masyarakat yang terlibat di dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
sikap pesimis dari masyarakat karena mereka menganggap bahwa kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan ini hanya untuk kalangan para perangkat desa atau
orang-orang tertentu yang ditunjuk oleh aparat pemerintahan desa. Hal ini
akhirnya dapat memicu timbulnya ketidakpedulian masyarakat terhadap kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan itu sendiri.
Seorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk
berperan serta dalam proses pengambilan keputusan akan cenderung untuk
memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima dan menyesuaikan
diri dengan keputusan tersebut.
Pada pihak lain, dan ini adalah lebih penting, peran serta masyarakat
dalam proses pengambilan keputusanakan dapat mengurangi kemungkinan
timbulnya pertentangan, asal peran serta tersebut dilaksanakan pada saat yang
tepat.
Menurut Harjosoemantri (1985), suatu keputusan tidak pernah akan
memuaskan semua warga masyarakat, namun kesediaan masyarakat untuk