PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
RANTAUPRAPAT KABUPATEN LABUHANBATU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN
TAHUN 2011
S K R I P S I
OLEH
NIM. 071000009
JUNIYANTI PUSPITA SARI LUBIS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
RANTAUPRAPAT KABUPATEN LABUHANBATU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN
TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM. 071000009
JUNIYANTI PUSPITA SARI LUBIS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul :
PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
RANTAUPRAPAT KABUPATEN LABUHANBATU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN
TAHUN 2011
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM : 071000009
JUNIYANTI PUSPITA SARI LUBIS
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim penguji Skripsi Pada Tanggal 23 April 2012 dan Dinyatakan
Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua penguji Penguji I
Drs. Tukiman, MKM
NIP. 19611024 199003 1 003 NIP. 19690922 199403 2 002 Lita Sri Andayani SKM, MKes
Penguji II Penguji III
Drs. Alam Bakti Keloko, MKes dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS NIP. 19620604 199203 1 001 NIP. 19571117 198702 1 002
Medan, 23 April 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Dekan,
ABSTRAK
Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang sangat terkait dengan pola perilaku, termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Kecendrungan untuk mengkonsumsi makanan tidak seimbang, kaya lemak dan energi, tetapi rendah vitamin, mineral dan serat diketahui merupakan salah satu penyebab diabetes mellitus. Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Pilar utama dalam pengelolaan diabetes mellitus adalah perencanaan makan berupa pengaturan pola makan yang baik bagi penderita diabetes mellitus.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa faktor predisposing umur sebagian besar pada usia 41-53 tahun yaitu 48 orang (72,7%), jenis kelamin terbanyak adalah wanita yaitu 36 orang (54,5%). Tingkat pendidikan dan pekerjaan responden terbanyak adalah SLTA 26 orang (39,4%) dan PNS/TNI/POLRI 22 orang (33,3%). Penghasilan responden, ≥ Rp. 905.000,- yaitu sebanyak 51 orang (77,3%) dan yang memiliki riwayat DM sebanyak 55 orang (83,3%). Pengetahuan responden berada pada kategori sedang yaitu 37 orang (56,1%) dan sikap responden berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 27 orang (40,9%). Pada faktor enabling yaitu faktor akses pelayanan kesehatan, sebanyak 51 orang (77,3%) responden mengatakan dengan seringnya responden berkunjung ke RSUD Rantauprapat bertambah pula pengetahuan responden tentang pengaturan pola makan diabetes mellitus. Pada Faktor reinforcing untuk petugas kesehatan yaitu sebanyak 50 orang (75,8%) responden menyatakan petugas kesehatan pernah menjelaskan/ memberikan informasi mengenai pengaturan pola makan diabetes mellitus. Sebanyak 55 orang (83,3%) dan 39 orang (59,1%) responden mengatakan bahwa keluarga dan teman memberikan peran yang sangat penting bagi responden untuk mengatur pola makan responden dengan baik. Untuk tindakan berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 36 orang (54,5%).
Dari hasil penelitian ini diharapkan peran serta aktif petugas kesehatan dalam melakukan pencegahan, dimulai dari pencegahan primordial sampai tersier untuk menghindari terjadinya penyakit diabetes mellitus disamping peran keluarga maupun orang-orang terdekat penderita diabetes mellitus untuk lebih memberi perhatian dan motivasi serta dukungan kepada penderita diabetes mellitus dalam pengaturan pola makan yang baik bagi penderita diabetes mellitus.
ABSTRACT
Degenerative’s disease is a disease which really has been associated with patterns of behavior, including dietary and physical activity. Tendency to consume unbalanced diet, rich in fat and energy, but low in vitamins, minerals and fiber is one known causes of diabetes mellitus. In the first step of managing diabetes mellitus should be done is management of non-pharmacological, like meal planning and physical activity. The main pillar in management of diabetes mellitus is a meal plan like set a good diet for people with diabetes mellitus.
The results of this study is that age most of the predisposing’s factor at age 41-53 years is 48 people (72.7%), the most gender is female with 36 people (54.5%). The most in education’s level is on senior high school with 26 people (39.4%) and the most in occupation of respondents is on civil / military / police with 22 people (33.3%). Respondent’s income is ≥ Rp. 905 000, - that as many as 51 people (77.3%) and who have a history of DM by 55 people (83.3%). Knowledge of respondents is in middle’s category with 37 people (56.1%) and the attitudes of respondents is in bad category with 27 people (40.9%). On the enabling’s factor means health care access’a factors is with 51 people (77.3%) of respondents said that with oftenly went to hospitals Rantauprapat they can also increased knowledge about diabetes mellitus diet regulation. On reinforcing ‘s factor for the health-workers as many as 50 people (75.8%) of respondents said that health officials had to explain / provide information on dietary adjustments diabetes mellitus. As many as 55 persons (83.3%) and 39 (59.1%) of respondents said that family and friends provide a very important role for the respondent to adjust your diet with good responders. For bad actions in the category as many as 36 people (54.5%).
From the this study’s results, expected more actively of health workers participation in prevention, started from primordial to tertiary prevention to avoid the occurrence of diabetes mellitus in addition to the role of family and loved ones with diabetes mellitus to give more attention and motivation and also support to people with diabetes mellitus in a good dietary adjustments for people with diabetes mellitus.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Juniyanti Puspita Sari Lubis
Tempat/Tanggal Lahir : Rantauprapat / 01 Juni 1989
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Jumlah Anggota Keluarga : 8 Orang
Anak ke : 3 dari 6 bersaudara
Alamat Rumah : Perumahan Perisai Indah No. 62/63 Kel. B. Batu Kec.
Rantau Selatan
Riwayat Pendidikan :
1. 1995-2001 : SD Negeri No.117833 Rantau Selatan
2. 2001-2004 : SLTP Negeri 4 Rantau Selatan
3. 2004-2007 : SMA Bhayangkari Rantauprapat
4. 2007-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Riwayat Organisasi :
1. Sekretaris Umum HMI FKM USU Periode 2010-2011.
2. Ketua Komisi Pemilihan Umum FKM USU Tahun 2010.
3. Kepala Dinas Hubungan Masyarakat PEMA FKM USU Periode 2010-2011.
4. Kepala Dinas Advokasi dan Pengabdian Masyarakat PEMA FKM USU Periode
2011-2012.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan hidayahNya dan
sholawat tercurah atas Rasulullah atas motivasi hidup dan kehidupannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Penderita Diabetes Mellitus Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011”. Skripsi ini merupakan hasil proses belajar penulis yang dilewatkan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat dan dibuat sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyandang
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dan berusaha mempersembahkannya
pada dunia kesehatan dan pihak-pihak yang membutuhkannya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes selaku dosen Penasehat Akademik. 4. Bapak Drs. Tukiman, MKM dan Ibu Lita Sri Andayani, SKM, MKes selaku
membimbing, memberi saran dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes dan Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji Skripsi atas masukan yang konstruktif demi perbaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses
perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten
Labuhanbatu beserta staf/pegawai yang telah membantu penulis selama
penulisan skripsi ini.
8. Teristimewa kepada Ayah dan Mam tercinta (Zunaidi Lubis, Spd dan Wansyamsinar Siregar), abang (Juliandhi Sahputra Lubis, SH) dan kakak (Juliana Syahfitri Lubis, AMd) serta adik-adik tersayang (Eka Agustina Lubis, Witri Elivia Lubis, Elga Haydi Lubis) yang telah memberi kasih sayang, didikan, dan doa yang sangat luar biasa untuk kelancaran penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Terkhusus kepada Yatate yang tak hentinya memberi dukungan dan doa serta nasihat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat penulis (Linda, Pupu, Popo, Pepe, Papa, Putra, Adlin, Ananda, Isas,Icut, Vidya, Udin, Dina, Rizka, Feri) serta yang lainnya yang tak bisa disebutkan penulis satu persatu di FKM USU atas do’a, bantuan dan
11. Rekan-rekan seperjuangan, Kakanda-Kakanda dan Adinda-Adinda (Bg Budi, Bg Dika, Bg Enda, Bg Kamto, Kak Endam, Bg Ozi, Bg Amru, Bg Afdol, Bg Hengki, Bg Mansyur, Kak Irma, Kak Dila, Faridah, Amel, Putri, Yunce, Budi, Hilma, Nina, Titan, Winda, Ari) serta anak-anak penulis (Siti, Eci, Cie, adel) di HMI FKM USU atas do’a, bantuan, semangat, pembelajaran dan kebersamaan kekeluargaan yang telah diberikan kepada penulis.
12. Rekan-rekan seperjuangan, Kakanda-Kakanda dan Adinda-Adinda (Nia, Oji, Jeje, Wita, Mayan, Fandi, Vina, Faisal, Imay, Uti, Iti, Roni, Galih, Reza, Wichan, Ziad dan Simanis Mamad) di PEMA FKM USU atas do’a, bantuan, semangat, pembelajaran dan kebersamaan kekeluargaan yang telah diberikan
kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta
masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan
kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.
Medan, April 2012
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Abstrak ...ii
Abstack ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.3.1. Tujuan Umum ... 8
1.3.2. Tujuan Khusus ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku ... 10
2.1.1. Perilaku Kesehatan ... 11
2.1.2. Perilaku Sakit ... 12
2.2. Bentuk-bentuk Perilaku ... 13
2.2.1. Pengetahuan ... 14
2.2.2. Sikap ... 16
2.2.3. Tindakan ... 20
2.3. Proses Adopsi Perilaku ... 21
2.4. Konsep Sehat dan Sakit ... 22
2.5. Diabetes Mellitus ... 23
2.5.1. Defenisi Diabetes Mellitus ... 23
2.5.2. Jenis-jenis Diabetes Mellitus ... 24
2.5.3. Gejala-gejala Diabetes Mellitus ... 25
2.5.4. Determinan Diabetes Mellitus ... 26
2.5.5. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus ... 30
2.6. Pengaturan Pola Makan ... 33
2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 36
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 38
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 38
3.2.2. Waktu Penelitian ... 38
3.3. Populasi dan Sampel ... 39
3.3.1. Populasi ... 39
3.3.2. Sampel ... 39
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40
3.4.2. Data Sekunder ... 40
3.5. Defenisi Operasional ... 41
3.6. Aspek Pengukuran dan Instrumen ... 43
3.6.1. Aspek Pengukuran ... 43
3.6.2. Instrumen ... 45
3.6.3. Tehnik Analisa Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47
4.2. Faktor Predisposing (Predisposisi) ... 49
4.2.1. Umur Responden ... 49
4.2.2. Jenis Kelamin Responden ... 50
4.2.3. Pendidikan Responden ... 50
4.2.4. Pekerjaan Responden ... 51
4.2.5. Penghasilan Responden ... 51
4.2.6. Riwayat DM Responden ... 52
4.2.7. Pengetahuan Responden ... 52
4.2.8. Sikap Responden ... 57
4.3. Faktor Enabling (Pemungkin) ... 61
4.3.1. Akses pelayanan Kesehatan ... 62
4.4. Faktor Reinforcing (Pendorong) ... 63
4.4.1. Petugas Kesehatan ... 63
4.4.2. Keluarga ... 64
4.4.3. Teman ... 66
4.5. Tindakan Responden ... 67
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Faktor Predisposing (Predisposisi) ... 70
5.1.1. Umur Penderita Diabetes Mellitus ... 70
5.1.2. Jenis Kelamin Penderita Diabetes Mellitus ... 71
5.1.3. Pendidikan Penderita Diabetes Mellitus ... 72
5.1.4. Pekerjaan Penderita Diabetes Mellitus ... 73
5.1.5. Penghasilan Penderita Diabetes Mellitus ... 74
5.1.6. Riwayat DM Penderita Diabetes Mellitus ... 74
5.1.7. Pengetahuan Responden ... 75
5.1.7.1. Pengetahuan Responden Tentang Sifat Penyakit Diabetes Mellitus ... 75
5.1.7.2. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Penyakit Diabetes Mellitus ... 76
5.1.7.3. Pengetahuan Responden Tentang Pengaturan Pola Makan Yang Baik Bagi Diabetes Mellitus ... 77
5.1.7.4. Pengetahuan Responden Tentang Arti 3J Dalam Pengaturan Pola Makan ... 78
5.1.7.5. Pengetahuan Responden Tentang Konsumsi Gula Yang Diperbolehkan ... 80
5.1.7.7. Pengetahuan Responden Tentang Cara Menanggulangi
Penyakit Diabetes Mellitus ... 82
5.1.7.8. Pengetahuan Responden Tentang Fungsi Pengaturan Pola Makan ... 84
5.1.7.9. Kategori Tingkatan Pengetahuan ... 84
5.1.8. Sikap Responden ... 86
5.1.8.1. Kategori Tingkatan Sikap ... 89
5.2. Faktor Enabling (Pemungkin) ... 90
5.2.1. Akses Pelayanan Kesehatan ... 90
5.3. Faktor Reinforcing (Pendorong) ... 91
5.3.1. Petugas Kesehatan Terhadap Responden ... 91
5.3.2. Keluarga Terhadap Responden ... 92
5.3.3. Teman Terhadap Responden ... 93
5.4. Tindakan Responden ... 94
5.4.1. Tindakan Responden Tentang Hal Yang Paling Utama Dilakukan Ketika Ada Gejala Diabetes Mellitus ... 94
5.4.2. Tindakan Responden Tentang Hal Yang Dilakukan ketika Kadar Gula Darah Sudah Normal ... 96
5.4.3. Tindakan Responden Tentang Pola Makan Yang Diterapkan ... 97
5.4.4. Tindakan Responden Tentang Kapan Menerapkan Pola Makan Yang Baik ... 99
5.4.5. Tindakan Responden Tentang Upaya Untuk Mencegah Timbulnya Komplikasi ... 100
5.4.6. Kategori Tingkatan Tindakan ... 101
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 103
6.2. Saran ... 104
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 49
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 50
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 50
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 51
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 51
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat DM Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 52
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Sifat penyakit Diabetes Mellitus Tahun 2011 ... 52
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Penyebab Diabetes Mellitus Tahun 2011 ... 53
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Pengaturan Pola Makan Yang Baik Bagi Penderita Diabetes Mellitus Tahun 2011 ... 53
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Arti 3J Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 54
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Jadwal Makan Yang Dianjurkan Tahun 2011 ... 55
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Cara Menanggulangi Penyakit Diabetes Mellitus Tahun 2011 ... 56
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Fungsi Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 56
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Tingkatan Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 57
Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Terhadap Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 57
Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Tingkatan Sikap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 61
Tabel 4.18. Distribusi Akses Pelayanan Kesehatan Ke Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Untuk Mendapatkan Informasi Tentang Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 62
Tabel 4.19. Faktor Reinforcing Petugas Kesehatan Terhadap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 63
Tabel 4.20. Faktor Reinforcing Keluarga Terhadap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 64
Tabel 4.21. Faktor Reinforcing Teman Terhadap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 66
Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Hal Yang Dilakukan Ketika Kadar Gula Darah Sudah Normal Tahun 2011 ... 67
Tabel 4.24. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Pola Makan Yang diterapkan Tahun 2011 ... 68
Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Kapan Menerapkan Pola Makan Yang Baik Tahun 2011 ... 68
Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Upaya Untuk Mencegah Timbulnya Komplikasi Tahun 2011 ... 69
ABSTRAK
Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang sangat terkait dengan pola perilaku, termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Kecendrungan untuk mengkonsumsi makanan tidak seimbang, kaya lemak dan energi, tetapi rendah vitamin, mineral dan serat diketahui merupakan salah satu penyebab diabetes mellitus. Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Pilar utama dalam pengelolaan diabetes mellitus adalah perencanaan makan berupa pengaturan pola makan yang baik bagi penderita diabetes mellitus.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa faktor predisposing umur sebagian besar pada usia 41-53 tahun yaitu 48 orang (72,7%), jenis kelamin terbanyak adalah wanita yaitu 36 orang (54,5%). Tingkat pendidikan dan pekerjaan responden terbanyak adalah SLTA 26 orang (39,4%) dan PNS/TNI/POLRI 22 orang (33,3%). Penghasilan responden, ≥ Rp. 905.000,- yaitu sebanyak 51 orang (77,3%) dan yang memiliki riwayat DM sebanyak 55 orang (83,3%). Pengetahuan responden berada pada kategori sedang yaitu 37 orang (56,1%) dan sikap responden berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 27 orang (40,9%). Pada faktor enabling yaitu faktor akses pelayanan kesehatan, sebanyak 51 orang (77,3%) responden mengatakan dengan seringnya responden berkunjung ke RSUD Rantauprapat bertambah pula pengetahuan responden tentang pengaturan pola makan diabetes mellitus. Pada Faktor reinforcing untuk petugas kesehatan yaitu sebanyak 50 orang (75,8%) responden menyatakan petugas kesehatan pernah menjelaskan/ memberikan informasi mengenai pengaturan pola makan diabetes mellitus. Sebanyak 55 orang (83,3%) dan 39 orang (59,1%) responden mengatakan bahwa keluarga dan teman memberikan peran yang sangat penting bagi responden untuk mengatur pola makan responden dengan baik. Untuk tindakan berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 36 orang (54,5%).
Dari hasil penelitian ini diharapkan peran serta aktif petugas kesehatan dalam melakukan pencegahan, dimulai dari pencegahan primordial sampai tersier untuk menghindari terjadinya penyakit diabetes mellitus disamping peran keluarga maupun orang-orang terdekat penderita diabetes mellitus untuk lebih memberi perhatian dan motivasi serta dukungan kepada penderita diabetes mellitus dalam pengaturan pola makan yang baik bagi penderita diabetes mellitus.
ABSTRACT
Degenerative’s disease is a disease which really has been associated with patterns of behavior, including dietary and physical activity. Tendency to consume unbalanced diet, rich in fat and energy, but low in vitamins, minerals and fiber is one known causes of diabetes mellitus. In the first step of managing diabetes mellitus should be done is management of non-pharmacological, like meal planning and physical activity. The main pillar in management of diabetes mellitus is a meal plan like set a good diet for people with diabetes mellitus.
The results of this study is that age most of the predisposing’s factor at age 41-53 years is 48 people (72.7%), the most gender is female with 36 people (54.5%). The most in education’s level is on senior high school with 26 people (39.4%) and the most in occupation of respondents is on civil / military / police with 22 people (33.3%). Respondent’s income is ≥ Rp. 905 000, - that as many as 51 people (77.3%) and who have a history of DM by 55 people (83.3%). Knowledge of respondents is in middle’s category with 37 people (56.1%) and the attitudes of respondents is in bad category with 27 people (40.9%). On the enabling’s factor means health care access’a factors is with 51 people (77.3%) of respondents said that with oftenly went to hospitals Rantauprapat they can also increased knowledge about diabetes mellitus diet regulation. On reinforcing ‘s factor for the health-workers as many as 50 people (75.8%) of respondents said that health officials had to explain / provide information on dietary adjustments diabetes mellitus. As many as 55 persons (83.3%) and 39 (59.1%) of respondents said that family and friends provide a very important role for the respondent to adjust your diet with good responders. For bad actions in the category as many as 36 people (54.5%).
From the this study’s results, expected more actively of health workers participation in prevention, started from primordial to tertiary prevention to avoid the occurrence of diabetes mellitus in addition to the role of family and loved ones with diabetes mellitus to give more attention and motivation and also support to people with diabetes mellitus in a good dietary adjustments for people with diabetes mellitus.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari
berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian,
angka kesakitan dan status gizi masyarakat (Depkes RI, 2008).
Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri
telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta
situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya
aktivitas fisik, dan meningkatnya pencemaran lingkungan. Perubahan tersebut tanpa
disadari telah memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan
semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti; Penyakit Jantung
Koroner (PJK), Kanker, Diabetes Mellitus (DM) dan Hipertensi. Demikian juga
dengan pola penyakit penyebab kematian menunjukkan adanya transisi epidemiologi,
yaitu bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit infeksi ke penyakit
non-infeksi (Rimbawan, 2004).
Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang sangat terkait dengan pola
perilaku, termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Kecendrungan untuk
mengkonsumsi makanan tidak seimbang, kaya lemak dan energi, tetapi rendah
santai (Sedentary life style) dan aktivitas fisik rendah yang saling bertolak, turut
memperburuk seseorang menderita penyakit degeneratif (Rimbawan, 2004).
Salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis adalah diabetes mellitus
yang dalam perjalanannya akan terus meningkat baik prevalensinya maupun keadaan
penyakit itu mulai dari tingkat awal atau yang berisiko diabetes mellitus sampai pada
tingkat lanjut atau terjadi komplikasi (Soegondo, 2009). Diabetes mellitus dapat
menimbulkan kerusakan pada semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan
atau komplikasi, seperti komplikasi kronik pada mata, ginjal, pembuluh darah dan
lain-lain. Masalah kesehatan akibat diabetes mellitus dapat menurunkan kualitas
hidup sehingga penyakit diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan nasional
dan dunia (Depkes RI, 2008).
Secara global WHO menyatakan bahwa pada tahun 2002 terdapat 150 juta
penduduk dunia menderita diabetes mellitus dan meningkat menjadi 220 juta pada
tahun 2005 dengan jumlah kematian 1,1 juta penduduk. Dari seluruh kematian akibat
diabetes mellitus di dunia, 80% kematian terjadi di negara-negara miskin dan
berkembang, 50% kematian terjadi pada kelompok umur 40-70 tahun dan 55%
kematian terjadi pada wanita (WHO, 2009). Pada tahun 2003, International Disease
Foundation (IDF) menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus di dunia adalah
1,9% pada seluruh kelompok umur, yaitu sekitar 194 juta penduduk dan pada tahun
2006 terdapat 246 juta penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus dengan
prevalensi 6 % pada semua kelompok umur (Roglic, 2005).
WHO (2000) menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan keempat
setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta) dan
diperkirakan akan terus meningkat menjadi 21,3 juta penduduk pada tahun 2030
(Pratiwi, 2007). Sementara itu Depkes RI tahun 2003 menyatakan bahwa prevalensi
diabetes mellitus mencapai 14,7% di perkotaan dan 7,2 di pedesaan (Depkes RI,
2008).
Berdasarkan hasil SKRT Tahun 2004, bahwa terjadi peningkatan prevalensi
diabetes mellitus dari 7,5% tahun 2001 menjadi 10,4% tahun 2004. Dari 14 juta orang
menderita diabetes mellitus, 50 persen diantaranya sadar telah mengidapnya (30%
diantaranya yang mau berobat teratur dan 70% lainnya belum mengikuti pengobatan
secara teratur), selain itu masih ada 50% lainnya yang tidak menyadari dirinya
menderita diabetes mellitus. Keadaan ini mencerminkan bahwa tingkat pemahaman
masyarakat tentang penyakit diabetes mellitus dan upaya pencegahannya masih
rendah.
Pada tahun 2006 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan di seluruh Rumah
Sakit di Indonesia pada tahun 2007 adalah 28.095 kasus. Keseluruhan diabetes
mellitus menyebabkan 4.162 kematian atau CFR 7,02%. Pada tahun 2008 diabetes
mellitus menempati urutan ketujuh penyakit tidak menular terbanyak di Sumatera
Utara dengan prevalensi 1,21% setelah penyakit persendian, PJK, gangguan mental,
Hipertensi, Cedera, dan Asma. Prevalensi pasien rawat jalan yang menderita diabetes
mellitus di seluruh Rumah Sakit di Sumatera Utara tahun 2000 menempati urutan
kelima dengan proporsi 8,09% (Depkes RI, 2008).
Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan
jasmani. Perencanaan makan bagi penderita diabetes mellitus pada dasarnya tidaklah
sesulit yang sering dipikirkan atau yang dibayangkan orang. Walaupun seorang
penderita diabetes mellitus ingin makan di restaurant atau makan di jamuan pesta,
sama sekali tidak ada yang menjadi halangan, asalkan mengerti atau memahami
cara-cara mengonsumsi makanan. Yang dibutuhkan hanyalah kedisiplinan mengikuti
langkah-langkah pengelolaan diabetes. Empat langkah pengelolaan diabetes yang
disepakati para ahli adalah edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, dan
intervensi farmakologis. Dalam edukasi atau penyuluhan, yang perlu diperhatikan
adalah pengidap diabetes harus memahami penyakitnya, sehingga tahu pula cara yang
tepat mengatasi diabetes. Langkah berikutnya adalah pengaturan makan. Istilah
pengaturan makan digunakan untuk menggantikan istilah diet yang terkesan
memberatkan (Fox, 2011).
Menurut Bustan (2000), faktor risiko secara umum terhadap kejadian diabetes
mellitus adalah a) unchangeable risk factor yang meliputi umur, jenis kelamin dan
genetik, dan b) changable risk factor yang meliputi kebiasaan atau pola makan,
kebiasaan merokok dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Soegondo (2004),
bahwa faktor risiko utama yang mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus adalah
akibat pola makan yang tidak sehat, dimana mereka cenderung secara terus menerus
mengkonsumsi karbohidrat dan makanan sumber glukosa secara berlebihan,
ditambah lagi akibat kurang aktivitas fisik.
Penelitian pada pasien diabetes mellitus, didapatkan 80% diantaranya
menyuntik insulin dengan cara tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, dan 75%
yang tingkat kepatuhan frekuensi jadwal makan pasien diabetes mellitus rawat jalan
masih sangat rendah yaitu 42 subjek (7%). Penderita diabetes mellitus seharusnya
menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai
dengan kebutuhan tubuh melalui pola makan sehat. Menurut Suyono (2002) bahwa
dalam rangka pengendalian kadar glukosa darah 86,2% penderita diabetes mellitus
mematuhi pola makan diabetes mellitus yang dianjurkan, namun secara faktual
jumlah penderita diabetes mellitus yang disiplin menerapkan program diet hanya
berkisar 23,9%. Hal ini menjadi salah satu faktor risiko memperberat terjadinya
gangguan metabolisme tubuh sehingga berdampak terhadap keberlangsungan hidup
penderita diabetes mellitus.
Pola makan penderita diabetes mellitus dipengaruhi oleh berbagai faktor baik
dari dalam diri penderita diabetes mellitus maupun dari luar diri penderita diabetes
mellitus. Menurut Roglic (2005) kepatuhan atau yang dikenal dengan adherensi
adalah tindakan nyata untuk mengikuti aturan atau prosedur dalam upaya perubahan
sikap dan perilaku individu yang dipengaruhi oleh pendidikan kesehatan yang
diberikan oleh petugas kesehatan, sosiodemografi, faktor psikososial berbentuk
kepercayaan terhadap perubahan perilaku, dan gaya hidup termasuk pola makan.
Pada prinsipnya, makanan seimbang tidak berbeda dengan anjuran makan
sehat pada umumnya. Bahkan, menu juga bisa seperti menu seluruh keluarga, karena
penggunaan gula dalam bumbu tidak dilarang. Tidak ada makanan yang dilarang,
namun dibatasi sesuai kebutuhan. Untuk jadwal makan, penderita diabetes dianjurkan
makan besar tiga kali sehari dan makan snack tiga kali, masing-masing dengan
harus menghindari makanan yang menyebabkan kadar gula darah naik. Makanan
yang menimbulkan kadar gula darah naik adalah makanan yang manis dan berlemak
(Fox, 2011).
Diabetes mellitus di Propinsi Sumatera Utara terjadi di seluruh Kabupaten,
salah satuya adalah Kabupaten Labuhanbatu. Diabetes mellitus di Kabupaten
Labuhanbatu menempati peringkat ke tiga setelah hipertensi dan osteoporosis pada
tahun 2011 yang sebelumnya yaitu pada tahun 2010 ada diperingkat ke empat.
Rantauprapat merupakan Ibukota Kabupaten Labuhanbatu yang terdapat di
Kecamatan Rantau Selatan dan saat ini memiliki satu Rumah Sakit Umum Daerah
Rantauprapat. Berdasarkan data yang ada, penyakit diabetes mellitus di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat menduduki peringkat ke-1 dari penyakit
terbanyak untuk rawat jalan tahun 2010 dengan jumlah kunjungan pasien sebanyak
3.018 penderita. Untuk tahun 2011 jumlah kunjungan pasien diabetes mellitus rawat
jalan dari bulan Januari sampai bulan Oktober adalah 3.422 dari total keseluruhan
pasien rawat jalan 11.205 artinya sekitar 42% dari total rawat jalan adalah penderita
diabetes mellitus.
Tabel 1. Jumlah Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Bulan Januari-Oktober Tahun 2011
Bulan Laki-laki Perempuan Jumlah
Januari 150 226 376
Februari 130 246 376
Maret 144 223 367
April 124 218 342
Mei 130 215 345
Juni 134 210 344
Juli 133 204 337
September 125 168 293
Oktober 127 212 339
Total 3.422
Sumber: Rekam Medis RSUD Rantauprapat, 2011
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari bulan Januari sampai
Oktober tahun 2011 terjadi penurunan penderita pasien diabetes mellitus. Hal ini
bukan berarti baik, namun menjadi suatu masalah dan hal yang sangat
memperihatinkan karena penurunan yang terjadi diakibatkan berubahnya status
pasien diabetes rawat jalan menjadi pasien rawat inap dan kejadian meninggal dunia,
bukan penurunan karena kesembuhan pasien (Rekam Medis RSUD Rantauprapat,
2011).
Melalui survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada beberapa penderita
diabetes mellitus di lokasi penelitian, penderita diabetes mellitus cenderung
melakukan perilaku yang belum sesuai dengan yang seharusnya. Misalnya, penderita
diabetes mellitus hanya akan melakukan pengaturan makan yang baik, olah raga, dan
pengendalian emosi yang cukup ketika kadar glukosanya meningkat. Tetapi ketika
kadar glukosa darahnya mendekati normal penderita diabetes mellitus cenderung
tidak disiplin melakukan rutinitas gaya hidup yang seharusnya. Hal tersebut
menyebabkan penanganan diabetes mellitus tidak optimal sehingga faktor resiko
diabetes mellitus akan tetap tinggi di masa yang akan datang.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
perilaku penderita diabetes mellitus rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya perilaku
penderita diabetes mellitus rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat
Kabupaten Labuhanbatu dalam pengaturan pola makan tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui perilaku
penderita diabetes mellitus rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat
Kabupaten Labuhanbatu dalam pengaturan pola makan tahun 2011.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui faktor predisposing penderita diabetes mellitus rawat jalan di
Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu (umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat DM, pengetahuan, sikap)
dalam pengaturan pola makan tahun 2011.
2. Untuk mengetahui faktor enabling penderita diabetes mellitus rawat jalan di
Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu (akses
pelayanan kesehatan) dalam pengaturan pola makan tahun 2011.
3. Untuk mengetahui faktor reinforcing penderita diabetes mellitus rawat jalan di
Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu (petugas
kesehatan, keluarga, teman) dalam pengaturan pola makan tahun 2011.
4. Untuk mengetahui tingkat tindakan penderita diabetes mellitus rawat jalan di
Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu (petugas
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten
Labuhanbatu agar meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita diabetes
mellitus di wilayah kerjanya.
2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Rumah Sakit Umum Daerah
Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat di wilayah kerjanya.
3. Sebagai acuan bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian ini ataupun
melakukan penelitian yang sehubungan dengan penelitian ini di masa yang akan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing
sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan
atau aktivitas manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang luas antara bicara,
berjalan, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu
terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo,
2003).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan, Blum
menggambarkannya sebagai berikut :
Keturunan
Fasilitas
Kesehatan Status kesehatan
Lingkungan
Dari skema tersebut, terlihat bahwa perilaku manusia mempunyai kontribusi,
yang apabila dianalisa lebih lanjut kontribusinya lebih besar. Sebab disamping
berpengaruh tidak langsung melalui faktor lingkungan terutama lingkungan fisik
buatan manusia, sosio budaya, serta faktor fasilitas kesehatan. Bahwa faktor perilaku
ini juga dapat berpengaruh terhadap faktor keturunan karena perilaku manusia
terhadap lingkungan dapat menjadi pengaruh yang negatif terhadap kesehatan dan
karena perilaku manusia pula maka fasilitas kesehatan disalahgunakan oleh manusia
yang akhirnya berpengaruh kepada status kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Dengan demikian kita juga dapat menyimpulkan bahwa banyak perilaku yang
melekat pada diri manusia baik secara sadar maupun tidak sadar. Salah satu perilaku
yang penting dan mendasar bagi manusia dalah perilaku kesehatan. Becker, 1979
membuat suatu konsep tentang perilaku dalam 2 kelompok yaitu :
2.1.1. Perilaku Kesehatan
Menurut Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku
dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi
demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga.
Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang
macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas dan sarana,
kebijakan pemerintah dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi
faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku
petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang,
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait
dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2. Perilaku Sakit
Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan sebagai gangguan fungsi
fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari
lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah
penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Menurut Mering
dalam Foster dan Anderson (2005), studi yang benar mengenai makhluk manusia
yang sakit berpendapat bahwa setiap individu hidup dengan gejala-gejala maupun
konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental, aspek medikal dan aspek
sosialnya. Dalam usahanya untuk meringankan penyakitnya, si sakit terlibat dalam
serangkaian proses pemecahan masalah yang bersifat internal maupun eksternal
baik spesifik maupun non spesifik.
Menurut Suchman dalam Sarwono (2004), ada lima macam reaksi dalam
mencari proses pengobatan sewaktu sakit yaitu :
1. Shoping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care
untuk satu persoalan atau yang lain, meskipun tujuannya adalah untuk mencari
2. Fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada
lokasi yang sama.
3. Self Mediation atau mengobati sendiri dengan berbagai ramuan atau membelinya
di warung obat.
4. Procrastination atau penundaan pencarian pengobatan sewaktu gejala sakit
dirasakan.
5. Discontunity atau proses tidak melanjutkan (menghentikan pengobatan).
2.2. Bentuk-bentuk Perilaku
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat
luas. Bloom (1906) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan
membagi perilaku ke dalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif
(cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor
(psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai
batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan
tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku
tersebut yang terdiri dari :
1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)
2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude)
3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan
2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan. Terdapat 6
tingkatan pengetahuan yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut ,tidak sekedar
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara
benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisa diartikan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan
dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang
dimiliki.
6. Evaluasi (evaluation )
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian-penilain itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
ada.
Faktor - faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka
miliki.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupaun secara tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan
psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berfikir seseorang semakin
4. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan
pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari
dalam dirinya maupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin
saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat
menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.
6. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2.2.2. Sikap (Attitude)
Sikap merupkan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehiduapan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Selain bersifat pasif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang
berbeda - beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap itu tidaklah sama dengan
perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering kali terjadi
bahwa seseorang memperhatikan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap
dapat berubah dengan diperoleh tambahan informasi tentang objek tersebut melalui
Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :
1. Sikap itu dipelajari
Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu dibedakan dari motif – motif psikologi
lainnya, misalnya : lapar, haus, nyeri, adalah motif psikologis yang tidak
dipelajari, sedangkan pilihan kepada makanan Eropa adalah sikap. Beberapa
sikap dipelajari tidak disengaja atau tanpa kesadaran sebagai individu. Mungkin
saja yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti
bahwa hal tersebut akan membawa lebih baik untuk dirinya sendiri, membantu
tujuan kelompok atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.
2. Memiliki kestabilan
Sikap yang bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil
melalui pengalaman. Misalnya pengalaman terhadap suka atau tidak suka
terhadap warna tertentu (spesifik) yang sifatnya berulang-ulang.
3. Personal Societal Signifinance
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain dan juga antara
orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain
menyenangkan, terbuka dan hangat, maka ini sangat berarti bagi dirinya dan dia
akan merasa bebas dan nyaman.
4. Berisi Kognitif dan Affecty
Komponen kognitif dari sikap adalah berisi informasi yang aktual, misalnya objek
5. Approach – Avoidance Directionality
Bila seseorang memiliki sikap yang mudah beradaptasi terhadap suatu objek,
mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memeliki
skap yang susah beradaptasi maka akan menghindarinya.
Ciri – ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)
Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan -
pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, dan merupakan modal untuk
bertindak dengan pertimbangan untung – rugi, manfaat serta suberdaya yang
tersedia.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (personal reference) merupakan faktor
penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi mengacu pada
pertimbangan-pertimbangan individu.
3. Sumber daya (resurces) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap
positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tetentu dengan pertimbangan
kebutuhan diri pada individu tersebut (Notoatmodjo, 2005).
Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Sikap sebagai alat untuk menyesuaikan diri.
Sikap adalah sesuatu yang bersifat coomunicable, artinya suatu yang mudah
menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa
menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan
2. Sikap sebagai alat pengatur tingkah laku.
Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada anak dewasa dan yang sudah
lanjut usianya tidak ada. Perangsang itu pada umunya tidak diberi perangsang
secara spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai
perangsang –perangsang itu.
3. Sikap sebagai alat pengatur pngalaman –pengalaman.
Manusia didalam menerima pengalaman – pengalaman dari luar sikapnya tidak
pasif, tetapi diterima secara aktif, atinya semua berasal dari dunia luar tidak
semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana – mana yang
perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman diberi
penilaian lalu dipilih.
4. Sikap sebagai pernyataan kepribadian.
Sikap sering mnecerminkan kepribadian seseorang, ini disebabkan karen sikap
tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya oleh karena itu dengan
melihat sikap –sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bias mengetahui
pribadi orang tersebut. Sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2007).
Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang dikemukakan Allport
(1954) dalam Notoatmodjo (2007), yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
Ketiga komponen ini secara bersama –sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Seperti halnya pengetahuan, sikap mempunyai 4 tingkatan yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek).
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi artinya memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan
atau objek yang dihadapi.
3. Menghargai (valving)
Menghargai diartikan subjek,atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan
mengajak orang lain merespons.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya. Seseorang
yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, maka dia harus
berani mengambil resiko.
2.2.3. Tindakan (Practice)
Tindakan adalah suatu sikap yang belum tentu terwujud dalam suatu tindakan
(overt behavior). Untuk mewujudkan agar sikap menjadi suatu perbuatan nyata
fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor – faktor dukungan
(support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007).
Tingkatan-tingkatan daripada tindakan (practice) yaitu :
1. Persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakanyang akan diambil.
2. Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar sesuai dengan contoh.
3. Mekanisme yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.
4. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
2.3. Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Menurut penelitian Rogers (1974) yang dikutip dari Notoatmodjo (2003)
mengungkapkan sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang
1. Awareness (kesadaran) di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus objek.
2. Interest di mana orang sudah mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya.
4. Trial,di mana orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption di mana orang telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetehuan,kesadaran sikap terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adaopsi perilaku seperti ini, dimana
didasari pengetahuan, kesadaran sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila adopsi perilaku tidak didasari
pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).
2.4. Konsep Sehat dan Sakit
Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya, petugas kesehatan
berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan
symptom yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seseorang individu.
Perbedaan persepsi antar masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering
menimbulkan masalah dalam pelaksankan program kesehatan.
Terkadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan
yang tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika si individu merasa
bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka ia akan memilih untuk
berobat pada ‘orang pandai’ yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut
2.5. Diabetes Mellitus
2.5.1. Defenisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah
golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam
darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana
organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh
(Depkes RI, 2008).
Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2002) diabetes
mellitus merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin
yang dapat dilatarbelakangi oleh kerusakan sel beta pankreas dan resistensi insulin
(Soegondo, 2008). Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting
untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non
diabetes) waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140
mg/dL. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan
terganggu sehingga kadar glukosa darah cenderung naik. Gejala bagi penderita
diabetes mellitus adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan
(poliphagia), banyak buang air kecil (poliuri), badan lemas serta penurunan berat
2.5.2. Jenis-Jenis Diabetes Mellitus
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah
mengalami kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali
memproduksi insulin (Sustrani, 2004). Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan
oleh adanya peradangan pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan
macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV
(Cytomegalovirus), herpes dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan tubuh sedikit
memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita
diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui
suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap sehat (Maryunani, 2008).
Secara global diabetes mellitus tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira
10-20% dari semua penderita diabetes mellitus yang menderita diabetes mellitus tipe 1.
Diabetes mellitus tipe 1 ini biasanya bermula pada saat kanak-kanak dan puncaknya
pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya penderita diabetes mellitus tipe 1
mempunyai berat badan yang kurus (Johnson, 1998).
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes mellitus tipe 2 atau diabetes mellitus tidak tergantung insulin adalah
diabetes mellitus yang paling sering dijumpai. Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena
kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin”.
Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak dapat
berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam darah.
tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang
bekerja memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan kadar gula dalam darah (Tandra,
2008).
Diabetes mellitus tipe 2biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan
75% individu dengan diabetes mellitus tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat
obesitas.
2.5.3. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa yang
berusia menengah atau lanjut. Di Indonesia, sekitar 95% kasus diabetes mellitus
adalah diabetes mellitus Tipe 2, yang cenderung disebabkan oleh faktor gaya hidup
yang tidak sehat (Moore, 1997).
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan
dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa
haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), sering merasa lapar (polifagia)
serta berat badan yang menurun (Depkes RI, 2008).
Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa
lemah, kurang gairah kerja, mudah mengantuk, timbul kesemutan pada jari tangan
dan kaki, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi, luka yang sulit
sembuh, penglihatan kabur, dan keputihan. Terkadang, ada sekelompok orang yang
sama sekali tidak mengalami gejala-gejala tersebut, namun penyakit ini baru
diketahui secara kebetulan pada waktu “check up” atau melakukan pemeriksaan darah
2.5.4. Determinan Diabetes Mellitus
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi diabetes mellitus adalah :
a. Genetik atau Faktor Keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan.
Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit diabetes mellitus.
Anggota keluarga penderita diabetes mellitus memiliki kemungkinan lebih besar
menderita diabetes mellitus dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita diabetes mellitus. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang
menderita diabetes mellitus, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40% menderita
diabetes mellitus (Wulandari, 2006).
Diabetes mellitus tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan
dibandingkan dengan diabetes mellitus tipe 2. Sekitar 50% pasien diabetes mellitus
tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita diabetes mellitus, dan lebih dari
sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga menderita diabetes mellitus. Pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 hanya sekitar 3-5% yang mempunyai orangtua
menderita diabetes mellitus juga. Pada diabetes mellitus tipe 1, seorang anak
memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita diabetes mellitus bila salah satu orang
tua anak tersebut menderita diabetes mellitus pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah
satu orang tua anak tersebut menderita diabetes mellitus pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita diabetes mellitus tipe 1, maka kemungkinan
b. Usia
Diabetes mellitus dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena diabetes mellitus akan meningkat dengan bertambahnya
usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat
menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. Diabetes mellitus
tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan diabetes
mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara -negara barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita diabetes mellitus berusia di atas 65 tahun, dan 1
dari penderita berusia di atas 85 tahun (Sukarmin, 2008).
Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita
diabetes mellitus tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40
tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun
(48 %) (Handayani, 2006). Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth
tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun (Wulandari, 2006).
c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita diabetes mellitus,
berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko
untuk terjadinya penyakit diabetes mellitus. Dalam penelitian Martono dengan desain
cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita diabetes
mellitus lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%).
Bogor, proporsi pasien diabetes mellitus lebih tinggi pada perempuan (61,8%)
dibandingkan pasien laki-laki (38,2%) (PERKENI, 2002).
d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat peningkatan
jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia. Makin banyak penduduk yang
kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya
kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa) muncul
sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman
yang kaya gula (Tara, 2002).
Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab
meningkatnya angka kejadian diabetes mellitus tipe 2 berkaitan dengan obesitas.
Delapan dari sepuluh penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah orang-orang yang
memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh
menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan
memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan
menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30
kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena diabetes mellitus dari pada seseorang dengan
IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 Kg/m 2
e. Kurangnya Aktivitas Fisik
, kemungkinan mengidap diabetes
mellitus menjadi 90 kali lipat (Tandra, 2008).
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang
kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan kemungkinan
maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah
gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan
berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam
tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula.
Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin.
Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala diabetes
mellitus (Sumual, 1996).
f. Infeksi
Virus yang dapat memicu diabetes mellitus adalah rubella, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus
ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang
melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta
pankreas. Pada kasus diabetes mellitus tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak,
seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang
disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. Diabetes mellitus akibat bakteri
masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM (Johnson, 1998).
g. Kehamilan
Diabetes mellitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabtes Mellitus
Gestasional (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi
insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi horman estrogen,
progesterone, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki
yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa menyababkan munculnya
diabetes mellitus. Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga penderita diabetes
mellitus, maka ia akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita diabetes
mellitus gestasional (Waspadji, 2004).
2.5.5. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus
Jumlah penderita diabetes mellitus tiap tahun semakin meningkat
(prevalensinya menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan
serta perawatan penderita diabetes mellitus, terutama akibat-akibat yang
ditimbulkannya. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan
tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap,
maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap
kesehatan masyarakat (Soegondo, 2009).
Usaha pencegahan pada penyakit diabetes mellitus terdiri dari : pencegahan
primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak
memilki faktor resiko untuk terjadinya diabetes mellitus, pencegahan primer yaitu
pencegahan kepada mereka yang belum terkena diabetes mellitus namun memiliki
faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya diabetes mellitus agar tidak
timbul penyakit diabetes mellitus, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak
terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu
usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi