• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Penderita Diabetes Mellitus Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Penderita Diabetes Mellitus Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

RANTAUPRAPAT KABUPATEN LABUHANBATU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN

TAHUN 2011

S K R I P S I

OLEH

NIM. 071000009

JUNIYANTI PUSPITA SARI LUBIS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

RANTAUPRAPAT KABUPATEN LABUHANBATU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 071000009

JUNIYANTI PUSPITA SARI LUBIS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

PERILAKU PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

RANTAUPRAPAT KABUPATEN LABUHANBATU DALAM PENGATURAN POLA MAKAN

TAHUN 2011

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM : 071000009

JUNIYANTI PUSPITA SARI LUBIS

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim penguji Skripsi Pada Tanggal 23 April 2012 dan Dinyatakan

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua penguji Penguji I

Drs. Tukiman, MKM

NIP. 19611024 199003 1 003 NIP. 19690922 199403 2 002 Lita Sri Andayani SKM, MKes

Penguji II Penguji III

Drs. Alam Bakti Keloko, MKes dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS NIP. 19620604 199203 1 001 NIP. 19571117 198702 1 002

Medan, 23 April 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,

(4)

ABSTRAK

Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang sangat terkait dengan pola perilaku, termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Kecendrungan untuk mengkonsumsi makanan tidak seimbang, kaya lemak dan energi, tetapi rendah vitamin, mineral dan serat diketahui merupakan salah satu penyebab diabetes mellitus. Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Pilar utama dalam pengelolaan diabetes mellitus adalah perencanaan makan berupa pengaturan pola makan yang baik bagi penderita diabetes mellitus.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa faktor predisposing umur sebagian besar pada usia 41-53 tahun yaitu 48 orang (72,7%), jenis kelamin terbanyak adalah wanita yaitu 36 orang (54,5%). Tingkat pendidikan dan pekerjaan responden terbanyak adalah SLTA 26 orang (39,4%) dan PNS/TNI/POLRI 22 orang (33,3%). Penghasilan responden, ≥ Rp. 905.000,- yaitu sebanyak 51 orang (77,3%) dan yang memiliki riwayat DM sebanyak 55 orang (83,3%). Pengetahuan responden berada pada kategori sedang yaitu 37 orang (56,1%) dan sikap responden berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 27 orang (40,9%). Pada faktor enabling yaitu faktor akses pelayanan kesehatan, sebanyak 51 orang (77,3%) responden mengatakan dengan seringnya responden berkunjung ke RSUD Rantauprapat bertambah pula pengetahuan responden tentang pengaturan pola makan diabetes mellitus. Pada Faktor reinforcing untuk petugas kesehatan yaitu sebanyak 50 orang (75,8%) responden menyatakan petugas kesehatan pernah menjelaskan/ memberikan informasi mengenai pengaturan pola makan diabetes mellitus. Sebanyak 55 orang (83,3%) dan 39 orang (59,1%) responden mengatakan bahwa keluarga dan teman memberikan peran yang sangat penting bagi responden untuk mengatur pola makan responden dengan baik. Untuk tindakan berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 36 orang (54,5%).

Dari hasil penelitian ini diharapkan peran serta aktif petugas kesehatan dalam melakukan pencegahan, dimulai dari pencegahan primordial sampai tersier untuk menghindari terjadinya penyakit diabetes mellitus disamping peran keluarga maupun orang-orang terdekat penderita diabetes mellitus untuk lebih memberi perhatian dan motivasi serta dukungan kepada penderita diabetes mellitus dalam pengaturan pola makan yang baik bagi penderita diabetes mellitus.

(5)

ABSTRACT

Degenerative’s disease is a disease which really has been associated with patterns of behavior, including dietary and physical activity. Tendency to consume unbalanced diet, rich in fat and energy, but low in vitamins, minerals and fiber is one known causes of diabetes mellitus. In the first step of managing diabetes mellitus should be done is management of non-pharmacological, like meal planning and physical activity. The main pillar in management of diabetes mellitus is a meal plan like set a good diet for people with diabetes mellitus.

The results of this study is that age most of the predisposing’s factor at age 41-53 years is 48 people (72.7%), the most gender is female with 36 people (54.5%). The most in education’s level is on senior high school with 26 people (39.4%) and the most in occupation of respondents is on civil / military / police with 22 people (33.3%). Respondent’s income is ≥ Rp. 905 000, - that as many as 51 people (77.3%) and who have a history of DM by 55 people (83.3%). Knowledge of respondents is in middle’s category with 37 people (56.1%) and the attitudes of respondents is in bad category with 27 people (40.9%). On the enabling’s factor means health care access’a factors is with 51 people (77.3%) of respondents said that with oftenly went to hospitals Rantauprapat they can also increased knowledge about diabetes mellitus diet regulation. On reinforcing ‘s factor for the health-workers as many as 50 people (75.8%) of respondents said that health officials had to explain / provide information on dietary adjustments diabetes mellitus. As many as 55 persons (83.3%) and 39 (59.1%) of respondents said that family and friends provide a very important role for the respondent to adjust your diet with good responders. For bad actions in the category as many as 36 people (54.5%).

From the this study’s results, expected more actively of health workers participation in prevention, started from primordial to tertiary prevention to avoid the occurrence of diabetes mellitus in addition to the role of family and loved ones with diabetes mellitus to give more attention and motivation and also support to people with diabetes mellitus in a good dietary adjustments for people with diabetes mellitus.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Juniyanti Puspita Sari Lubis

Tempat/Tanggal Lahir : Rantauprapat / 01 Juni 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 8 Orang

Anak ke : 3 dari 6 bersaudara

Alamat Rumah : Perumahan Perisai Indah No. 62/63 Kel. B. Batu Kec.

Rantau Selatan

Riwayat Pendidikan :

1. 1995-2001 : SD Negeri No.117833 Rantau Selatan

2. 2001-2004 : SLTP Negeri 4 Rantau Selatan

3. 2004-2007 : SMA Bhayangkari Rantauprapat

4. 2007-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Riwayat Organisasi :

1. Sekretaris Umum HMI FKM USU Periode 2010-2011.

2. Ketua Komisi Pemilihan Umum FKM USU Tahun 2010.

3. Kepala Dinas Hubungan Masyarakat PEMA FKM USU Periode 2010-2011.

4. Kepala Dinas Advokasi dan Pengabdian Masyarakat PEMA FKM USU Periode

2011-2012.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan hidayahNya dan

sholawat tercurah atas Rasulullah atas motivasi hidup dan kehidupannya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Penderita Diabetes Mellitus Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011”. Skripsi ini merupakan hasil proses belajar penulis yang dilewatkan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat dan dibuat sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyandang

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dan berusaha mempersembahkannya

pada dunia kesehatan dan pihak-pihak yang membutuhkannya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes selaku dosen Penasehat Akademik. 4. Bapak Drs. Tukiman, MKM dan Ibu Lita Sri Andayani, SKM, MKes selaku

(8)

membimbing, memberi saran dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes dan Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji Skripsi atas masukan yang konstruktif demi perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses

perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten

Labuhanbatu beserta staf/pegawai yang telah membantu penulis selama

penulisan skripsi ini.

8. Teristimewa kepada Ayah dan Mam tercinta (Zunaidi Lubis, Spd dan Wansyamsinar Siregar), abang (Juliandhi Sahputra Lubis, SH) dan kakak (Juliana Syahfitri Lubis, AMd) serta adik-adik tersayang (Eka Agustina Lubis, Witri Elivia Lubis, Elga Haydi Lubis) yang telah memberi kasih sayang, didikan, dan doa yang sangat luar biasa untuk kelancaran penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Terkhusus kepada Yatate yang tak hentinya memberi dukungan dan doa serta nasihat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat penulis (Linda, Pupu, Popo, Pepe, Papa, Putra, Adlin, Ananda, Isas,Icut, Vidya, Udin, Dina, Rizka, Feri) serta yang lainnya yang tak bisa disebutkan penulis satu persatu di FKM USU atas do’a, bantuan dan

(9)

11. Rekan-rekan seperjuangan, Kakanda-Kakanda dan Adinda-Adinda (Bg Budi, Bg Dika, Bg Enda, Bg Kamto, Kak Endam, Bg Ozi, Bg Amru, Bg Afdol, Bg Hengki, Bg Mansyur, Kak Irma, Kak Dila, Faridah, Amel, Putri, Yunce, Budi, Hilma, Nina, Titan, Winda, Ari) serta anak-anak penulis (Siti, Eci, Cie, adel) di HMI FKM USU atas do’a, bantuan, semangat, pembelajaran dan kebersamaan kekeluargaan yang telah diberikan kepada penulis.

12. Rekan-rekan seperjuangan, Kakanda-Kakanda dan Adinda-Adinda (Nia, Oji, Jeje, Wita, Mayan, Fandi, Vina, Faisal, Imay, Uti, Iti, Roni, Galih, Reza, Wichan, Ziad dan Simanis Mamad) di PEMA FKM USU atas do’a, bantuan, semangat, pembelajaran dan kebersamaan kekeluargaan yang telah diberikan

kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta

masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Medan, April 2012

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ...ii

Abstack ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Tujuan Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku ... 10

2.1.1. Perilaku Kesehatan ... 11

2.1.2. Perilaku Sakit ... 12

2.2. Bentuk-bentuk Perilaku ... 13

2.2.1. Pengetahuan ... 14

2.2.2. Sikap ... 16

2.2.3. Tindakan ... 20

2.3. Proses Adopsi Perilaku ... 21

2.4. Konsep Sehat dan Sakit ... 22

2.5. Diabetes Mellitus ... 23

2.5.1. Defenisi Diabetes Mellitus ... 23

2.5.2. Jenis-jenis Diabetes Mellitus ... 24

2.5.3. Gejala-gejala Diabetes Mellitus ... 25

2.5.4. Determinan Diabetes Mellitus ... 26

2.5.5. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus ... 30

2.6. Pengaturan Pola Makan ... 33

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 38

3.2.2. Waktu Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 39

3.3.1. Populasi ... 39

3.3.2. Sampel ... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

(11)

3.4.2. Data Sekunder ... 40

3.5. Defenisi Operasional ... 41

3.6. Aspek Pengukuran dan Instrumen ... 43

3.6.1. Aspek Pengukuran ... 43

3.6.2. Instrumen ... 45

3.6.3. Tehnik Analisa Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

4.2. Faktor Predisposing (Predisposisi) ... 49

4.2.1. Umur Responden ... 49

4.2.2. Jenis Kelamin Responden ... 50

4.2.3. Pendidikan Responden ... 50

4.2.4. Pekerjaan Responden ... 51

4.2.5. Penghasilan Responden ... 51

4.2.6. Riwayat DM Responden ... 52

4.2.7. Pengetahuan Responden ... 52

4.2.8. Sikap Responden ... 57

4.3. Faktor Enabling (Pemungkin) ... 61

4.3.1. Akses pelayanan Kesehatan ... 62

4.4. Faktor Reinforcing (Pendorong) ... 63

4.4.1. Petugas Kesehatan ... 63

4.4.2. Keluarga ... 64

4.4.3. Teman ... 66

4.5. Tindakan Responden ... 67

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Faktor Predisposing (Predisposisi) ... 70

5.1.1. Umur Penderita Diabetes Mellitus ... 70

5.1.2. Jenis Kelamin Penderita Diabetes Mellitus ... 71

5.1.3. Pendidikan Penderita Diabetes Mellitus ... 72

5.1.4. Pekerjaan Penderita Diabetes Mellitus ... 73

5.1.5. Penghasilan Penderita Diabetes Mellitus ... 74

5.1.6. Riwayat DM Penderita Diabetes Mellitus ... 74

5.1.7. Pengetahuan Responden ... 75

5.1.7.1. Pengetahuan Responden Tentang Sifat Penyakit Diabetes Mellitus ... 75

5.1.7.2. Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Penyakit Diabetes Mellitus ... 76

5.1.7.3. Pengetahuan Responden Tentang Pengaturan Pola Makan Yang Baik Bagi Diabetes Mellitus ... 77

5.1.7.4. Pengetahuan Responden Tentang Arti 3J Dalam Pengaturan Pola Makan ... 78

5.1.7.5. Pengetahuan Responden Tentang Konsumsi Gula Yang Diperbolehkan ... 80

(12)

5.1.7.7. Pengetahuan Responden Tentang Cara Menanggulangi

Penyakit Diabetes Mellitus ... 82

5.1.7.8. Pengetahuan Responden Tentang Fungsi Pengaturan Pola Makan ... 84

5.1.7.9. Kategori Tingkatan Pengetahuan ... 84

5.1.8. Sikap Responden ... 86

5.1.8.1. Kategori Tingkatan Sikap ... 89

5.2. Faktor Enabling (Pemungkin) ... 90

5.2.1. Akses Pelayanan Kesehatan ... 90

5.3. Faktor Reinforcing (Pendorong) ... 91

5.3.1. Petugas Kesehatan Terhadap Responden ... 91

5.3.2. Keluarga Terhadap Responden ... 92

5.3.3. Teman Terhadap Responden ... 93

5.4. Tindakan Responden ... 94

5.4.1. Tindakan Responden Tentang Hal Yang Paling Utama Dilakukan Ketika Ada Gejala Diabetes Mellitus ... 94

5.4.2. Tindakan Responden Tentang Hal Yang Dilakukan ketika Kadar Gula Darah Sudah Normal ... 96

5.4.3. Tindakan Responden Tentang Pola Makan Yang Diterapkan ... 97

5.4.4. Tindakan Responden Tentang Kapan Menerapkan Pola Makan Yang Baik ... 99

5.4.5. Tindakan Responden Tentang Upaya Untuk Mencegah Timbulnya Komplikasi ... 100

5.4.6. Kategori Tingkatan Tindakan ... 101

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 103

6.2. Saran ... 104

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 49

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 50

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 50

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 51

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 51

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat DM Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2011 ... 52

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Sifat penyakit Diabetes Mellitus Tahun 2011 ... 52

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Penyebab Diabetes Mellitus Tahun 2011 ... 53

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Pengaturan Pola Makan Yang Baik Bagi Penderita Diabetes Mellitus Tahun 2011 ... 53

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Arti 3J Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 54

(14)

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Jadwal Makan Yang Dianjurkan Tahun 2011 ... 55

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Cara Menanggulangi Penyakit Diabetes Mellitus Tahun 2011 ... 56

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Fungsi Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 56

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Tingkatan Pengetahuan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 57

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Terhadap Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 57

Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Tingkatan Sikap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 61

Tabel 4.18. Distribusi Akses Pelayanan Kesehatan Ke Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Untuk Mendapatkan Informasi Tentang Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 62

Tabel 4.19. Faktor Reinforcing Petugas Kesehatan Terhadap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 63

Tabel 4.20. Faktor Reinforcing Keluarga Terhadap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 64

Tabel 4.21. Faktor Reinforcing Teman Terhadap Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Dalam Pengaturan Pola Makan Tahun 2011 ... 66

(15)

Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Hal Yang Dilakukan Ketika Kadar Gula Darah Sudah Normal Tahun 2011 ... 67

Tabel 4.24. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Pola Makan Yang diterapkan Tahun 2011 ... 68

Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Kapan Menerapkan Pola Makan Yang Baik Tahun 2011 ... 68

Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Tentang Upaya Untuk Mencegah Timbulnya Komplikasi Tahun 2011 ... 69

(16)

ABSTRAK

Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang sangat terkait dengan pola perilaku, termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Kecendrungan untuk mengkonsumsi makanan tidak seimbang, kaya lemak dan energi, tetapi rendah vitamin, mineral dan serat diketahui merupakan salah satu penyebab diabetes mellitus. Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Pilar utama dalam pengelolaan diabetes mellitus adalah perencanaan makan berupa pengaturan pola makan yang baik bagi penderita diabetes mellitus.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa faktor predisposing umur sebagian besar pada usia 41-53 tahun yaitu 48 orang (72,7%), jenis kelamin terbanyak adalah wanita yaitu 36 orang (54,5%). Tingkat pendidikan dan pekerjaan responden terbanyak adalah SLTA 26 orang (39,4%) dan PNS/TNI/POLRI 22 orang (33,3%). Penghasilan responden, ≥ Rp. 905.000,- yaitu sebanyak 51 orang (77,3%) dan yang memiliki riwayat DM sebanyak 55 orang (83,3%). Pengetahuan responden berada pada kategori sedang yaitu 37 orang (56,1%) dan sikap responden berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 27 orang (40,9%). Pada faktor enabling yaitu faktor akses pelayanan kesehatan, sebanyak 51 orang (77,3%) responden mengatakan dengan seringnya responden berkunjung ke RSUD Rantauprapat bertambah pula pengetahuan responden tentang pengaturan pola makan diabetes mellitus. Pada Faktor reinforcing untuk petugas kesehatan yaitu sebanyak 50 orang (75,8%) responden menyatakan petugas kesehatan pernah menjelaskan/ memberikan informasi mengenai pengaturan pola makan diabetes mellitus. Sebanyak 55 orang (83,3%) dan 39 orang (59,1%) responden mengatakan bahwa keluarga dan teman memberikan peran yang sangat penting bagi responden untuk mengatur pola makan responden dengan baik. Untuk tindakan berada pada kategori buruk yaitu sebanyak 36 orang (54,5%).

Dari hasil penelitian ini diharapkan peran serta aktif petugas kesehatan dalam melakukan pencegahan, dimulai dari pencegahan primordial sampai tersier untuk menghindari terjadinya penyakit diabetes mellitus disamping peran keluarga maupun orang-orang terdekat penderita diabetes mellitus untuk lebih memberi perhatian dan motivasi serta dukungan kepada penderita diabetes mellitus dalam pengaturan pola makan yang baik bagi penderita diabetes mellitus.

(17)

ABSTRACT

Degenerative’s disease is a disease which really has been associated with patterns of behavior, including dietary and physical activity. Tendency to consume unbalanced diet, rich in fat and energy, but low in vitamins, minerals and fiber is one known causes of diabetes mellitus. In the first step of managing diabetes mellitus should be done is management of non-pharmacological, like meal planning and physical activity. The main pillar in management of diabetes mellitus is a meal plan like set a good diet for people with diabetes mellitus.

The results of this study is that age most of the predisposing’s factor at age 41-53 years is 48 people (72.7%), the most gender is female with 36 people (54.5%). The most in education’s level is on senior high school with 26 people (39.4%) and the most in occupation of respondents is on civil / military / police with 22 people (33.3%). Respondent’s income is ≥ Rp. 905 000, - that as many as 51 people (77.3%) and who have a history of DM by 55 people (83.3%). Knowledge of respondents is in middle’s category with 37 people (56.1%) and the attitudes of respondents is in bad category with 27 people (40.9%). On the enabling’s factor means health care access’a factors is with 51 people (77.3%) of respondents said that with oftenly went to hospitals Rantauprapat they can also increased knowledge about diabetes mellitus diet regulation. On reinforcing ‘s factor for the health-workers as many as 50 people (75.8%) of respondents said that health officials had to explain / provide information on dietary adjustments diabetes mellitus. As many as 55 persons (83.3%) and 39 (59.1%) of respondents said that family and friends provide a very important role for the respondent to adjust your diet with good responders. For bad actions in the category as many as 36 people (54.5%).

From the this study’s results, expected more actively of health workers participation in prevention, started from primordial to tertiary prevention to avoid the occurrence of diabetes mellitus in addition to the role of family and loved ones with diabetes mellitus to give more attention and motivation and also support to people with diabetes mellitus in a good dietary adjustments for people with diabetes mellitus.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari

berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian,

angka kesakitan dan status gizi masyarakat (Depkes RI, 2008).

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri

telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta

situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

aktivitas fisik, dan meningkatnya pencemaran lingkungan. Perubahan tersebut tanpa

disadari telah memberi kontribusi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan

semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular seperti; Penyakit Jantung

Koroner (PJK), Kanker, Diabetes Mellitus (DM) dan Hipertensi. Demikian juga

dengan pola penyakit penyebab kematian menunjukkan adanya transisi epidemiologi,

yaitu bergesernya penyebab kematian utama dari penyakit infeksi ke penyakit

non-infeksi (Rimbawan, 2004).

Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang sangat terkait dengan pola

perilaku, termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Kecendrungan untuk

mengkonsumsi makanan tidak seimbang, kaya lemak dan energi, tetapi rendah

(19)

santai (Sedentary life style) dan aktivitas fisik rendah yang saling bertolak, turut

memperburuk seseorang menderita penyakit degeneratif (Rimbawan, 2004).

Salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis adalah diabetes mellitus

yang dalam perjalanannya akan terus meningkat baik prevalensinya maupun keadaan

penyakit itu mulai dari tingkat awal atau yang berisiko diabetes mellitus sampai pada

tingkat lanjut atau terjadi komplikasi (Soegondo, 2009). Diabetes mellitus dapat

menimbulkan kerusakan pada semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan

atau komplikasi, seperti komplikasi kronik pada mata, ginjal, pembuluh darah dan

lain-lain. Masalah kesehatan akibat diabetes mellitus dapat menurunkan kualitas

hidup sehingga penyakit diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan nasional

dan dunia (Depkes RI, 2008).

Secara global WHO menyatakan bahwa pada tahun 2002 terdapat 150 juta

penduduk dunia menderita diabetes mellitus dan meningkat menjadi 220 juta pada

tahun 2005 dengan jumlah kematian 1,1 juta penduduk. Dari seluruh kematian akibat

diabetes mellitus di dunia, 80% kematian terjadi di negara-negara miskin dan

berkembang, 50% kematian terjadi pada kelompok umur 40-70 tahun dan 55%

kematian terjadi pada wanita (WHO, 2009). Pada tahun 2003, International Disease

Foundation (IDF) menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus di dunia adalah

1,9% pada seluruh kelompok umur, yaitu sekitar 194 juta penduduk dan pada tahun

2006 terdapat 246 juta penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus dengan

prevalensi 6 % pada semua kelompok umur (Roglic, 2005).

WHO (2000) menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan keempat

(20)

setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta) dan

diperkirakan akan terus meningkat menjadi 21,3 juta penduduk pada tahun 2030

(Pratiwi, 2007). Sementara itu Depkes RI tahun 2003 menyatakan bahwa prevalensi

diabetes mellitus mencapai 14,7% di perkotaan dan 7,2 di pedesaan (Depkes RI,

2008).

Berdasarkan hasil SKRT Tahun 2004, bahwa terjadi peningkatan prevalensi

diabetes mellitus dari 7,5% tahun 2001 menjadi 10,4% tahun 2004. Dari 14 juta orang

menderita diabetes mellitus, 50 persen diantaranya sadar telah mengidapnya (30%

diantaranya yang mau berobat teratur dan 70% lainnya belum mengikuti pengobatan

secara teratur), selain itu masih ada 50% lainnya yang tidak menyadari dirinya

menderita diabetes mellitus. Keadaan ini mencerminkan bahwa tingkat pemahaman

masyarakat tentang penyakit diabetes mellitus dan upaya pencegahannya masih

rendah.

Pada tahun 2006 jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan di seluruh Rumah

Sakit di Indonesia pada tahun 2007 adalah 28.095 kasus. Keseluruhan diabetes

mellitus menyebabkan 4.162 kematian atau CFR 7,02%. Pada tahun 2008 diabetes

mellitus menempati urutan ketujuh penyakit tidak menular terbanyak di Sumatera

Utara dengan prevalensi 1,21% setelah penyakit persendian, PJK, gangguan mental,

Hipertensi, Cedera, dan Asma. Prevalensi pasien rawat jalan yang menderita diabetes

mellitus di seluruh Rumah Sakit di Sumatera Utara tahun 2000 menempati urutan

kelima dengan proporsi 8,09% (Depkes RI, 2008).

Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan

(21)

jasmani. Perencanaan makan bagi penderita diabetes mellitus pada dasarnya tidaklah

sesulit yang sering dipikirkan atau yang dibayangkan orang. Walaupun seorang

penderita diabetes mellitus ingin makan di restaurant atau makan di jamuan pesta,

sama sekali tidak ada yang menjadi halangan, asalkan mengerti atau memahami

cara-cara mengonsumsi makanan. Yang dibutuhkan hanyalah kedisiplinan mengikuti

langkah-langkah pengelolaan diabetes. Empat langkah pengelolaan diabetes yang

disepakati para ahli adalah edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, dan

intervensi farmakologis. Dalam edukasi atau penyuluhan, yang perlu diperhatikan

adalah pengidap diabetes harus memahami penyakitnya, sehingga tahu pula cara yang

tepat mengatasi diabetes. Langkah berikutnya adalah pengaturan makan. Istilah

pengaturan makan digunakan untuk menggantikan istilah diet yang terkesan

memberatkan (Fox, 2011).

Menurut Bustan (2000), faktor risiko secara umum terhadap kejadian diabetes

mellitus adalah a) unchangeable risk factor yang meliputi umur, jenis kelamin dan

genetik, dan b) changable risk factor yang meliputi kebiasaan atau pola makan,

kebiasaan merokok dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Soegondo (2004),

bahwa faktor risiko utama yang mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus adalah

akibat pola makan yang tidak sehat, dimana mereka cenderung secara terus menerus

mengkonsumsi karbohidrat dan makanan sumber glukosa secara berlebihan,

ditambah lagi akibat kurang aktivitas fisik.

Penelitian pada pasien diabetes mellitus, didapatkan 80% diantaranya

menyuntik insulin dengan cara tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, dan 75%

(22)

yang tingkat kepatuhan frekuensi jadwal makan pasien diabetes mellitus rawat jalan

masih sangat rendah yaitu 42 subjek (7%). Penderita diabetes mellitus seharusnya

menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai

dengan kebutuhan tubuh melalui pola makan sehat. Menurut Suyono (2002) bahwa

dalam rangka pengendalian kadar glukosa darah 86,2% penderita diabetes mellitus

mematuhi pola makan diabetes mellitus yang dianjurkan, namun secara faktual

jumlah penderita diabetes mellitus yang disiplin menerapkan program diet hanya

berkisar 23,9%. Hal ini menjadi salah satu faktor risiko memperberat terjadinya

gangguan metabolisme tubuh sehingga berdampak terhadap keberlangsungan hidup

penderita diabetes mellitus.

Pola makan penderita diabetes mellitus dipengaruhi oleh berbagai faktor baik

dari dalam diri penderita diabetes mellitus maupun dari luar diri penderita diabetes

mellitus. Menurut Roglic (2005) kepatuhan atau yang dikenal dengan adherensi

adalah tindakan nyata untuk mengikuti aturan atau prosedur dalam upaya perubahan

sikap dan perilaku individu yang dipengaruhi oleh pendidikan kesehatan yang

diberikan oleh petugas kesehatan, sosiodemografi, faktor psikososial berbentuk

kepercayaan terhadap perubahan perilaku, dan gaya hidup termasuk pola makan.

Pada prinsipnya, makanan seimbang tidak berbeda dengan anjuran makan

sehat pada umumnya. Bahkan, menu juga bisa seperti menu seluruh keluarga, karena

penggunaan gula dalam bumbu tidak dilarang. Tidak ada makanan yang dilarang,

namun dibatasi sesuai kebutuhan. Untuk jadwal makan, penderita diabetes dianjurkan

makan besar tiga kali sehari dan makan snack tiga kali, masing-masing dengan

(23)

harus menghindari makanan yang menyebabkan kadar gula darah naik. Makanan

yang menimbulkan kadar gula darah naik adalah makanan yang manis dan berlemak

(Fox, 2011).

Diabetes mellitus di Propinsi Sumatera Utara terjadi di seluruh Kabupaten,

salah satuya adalah Kabupaten Labuhanbatu. Diabetes mellitus di Kabupaten

Labuhanbatu menempati peringkat ke tiga setelah hipertensi dan osteoporosis pada

tahun 2011 yang sebelumnya yaitu pada tahun 2010 ada diperingkat ke empat.

Rantauprapat merupakan Ibukota Kabupaten Labuhanbatu yang terdapat di

Kecamatan Rantau Selatan dan saat ini memiliki satu Rumah Sakit Umum Daerah

Rantauprapat. Berdasarkan data yang ada, penyakit diabetes mellitus di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat menduduki peringkat ke-1 dari penyakit

terbanyak untuk rawat jalan tahun 2010 dengan jumlah kunjungan pasien sebanyak

3.018 penderita. Untuk tahun 2011 jumlah kunjungan pasien diabetes mellitus rawat

jalan dari bulan Januari sampai bulan Oktober adalah 3.422 dari total keseluruhan

pasien rawat jalan 11.205 artinya sekitar 42% dari total rawat jalan adalah penderita

diabetes mellitus.

Tabel 1. Jumlah Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Bulan Januari-Oktober Tahun 2011

Bulan Laki-laki Perempuan Jumlah

Januari 150 226 376

Februari 130 246 376

Maret 144 223 367

April 124 218 342

Mei 130 215 345

Juni 134 210 344

Juli 133 204 337

(24)

September 125 168 293

Oktober 127 212 339

Total 3.422

Sumber: Rekam Medis RSUD Rantauprapat, 2011

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari bulan Januari sampai

Oktober tahun 2011 terjadi penurunan penderita pasien diabetes mellitus. Hal ini

bukan berarti baik, namun menjadi suatu masalah dan hal yang sangat

memperihatinkan karena penurunan yang terjadi diakibatkan berubahnya status

pasien diabetes rawat jalan menjadi pasien rawat inap dan kejadian meninggal dunia,

bukan penurunan karena kesembuhan pasien (Rekam Medis RSUD Rantauprapat,

2011).

Melalui survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada beberapa penderita

diabetes mellitus di lokasi penelitian, penderita diabetes mellitus cenderung

melakukan perilaku yang belum sesuai dengan yang seharusnya. Misalnya, penderita

diabetes mellitus hanya akan melakukan pengaturan makan yang baik, olah raga, dan

pengendalian emosi yang cukup ketika kadar glukosanya meningkat. Tetapi ketika

kadar glukosa darahnya mendekati normal penderita diabetes mellitus cenderung

tidak disiplin melakukan rutinitas gaya hidup yang seharusnya. Hal tersebut

menyebabkan penanganan diabetes mellitus tidak optimal sehingga faktor resiko

diabetes mellitus akan tetap tinggi di masa yang akan datang.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

perilaku penderita diabetes mellitus rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah

(25)

1.2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya perilaku

penderita diabetes mellitus rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat

Kabupaten Labuhanbatu dalam pengaturan pola makan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk mengetahui perilaku

penderita diabetes mellitus rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat

Kabupaten Labuhanbatu dalam pengaturan pola makan tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor predisposing penderita diabetes mellitus rawat jalan di

Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu (umur, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, riwayat DM, pengetahuan, sikap)

dalam pengaturan pola makan tahun 2011.

2. Untuk mengetahui faktor enabling penderita diabetes mellitus rawat jalan di

Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu (akses

pelayanan kesehatan) dalam pengaturan pola makan tahun 2011.

3. Untuk mengetahui faktor reinforcing penderita diabetes mellitus rawat jalan di

Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu (petugas

kesehatan, keluarga, teman) dalam pengaturan pola makan tahun 2011.

4. Untuk mengetahui tingkat tindakan penderita diabetes mellitus rawat jalan di

Rumah Sakit Umum Daerah Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu (petugas

(26)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten

Labuhanbatu agar meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita diabetes

mellitus di wilayah kerjanya.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Rumah Sakit Umum Daerah

Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu dalam meningkatkan pelayanan kesehatan

bagi masyarakat di wilayah kerjanya.

3. Sebagai acuan bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian ini ataupun

melakukan penelitian yang sehubungan dengan penelitian ini di masa yang akan

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing

sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan

atau aktivitas manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang luas antara bicara,

berjalan, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya.

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu

terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmodjo,

2003).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan, Blum

menggambarkannya sebagai berikut :

Keturunan

Fasilitas

Kesehatan Status kesehatan

Lingkungan

(28)

Dari skema tersebut, terlihat bahwa perilaku manusia mempunyai kontribusi,

yang apabila dianalisa lebih lanjut kontribusinya lebih besar. Sebab disamping

berpengaruh tidak langsung melalui faktor lingkungan terutama lingkungan fisik

buatan manusia, sosio budaya, serta faktor fasilitas kesehatan. Bahwa faktor perilaku

ini juga dapat berpengaruh terhadap faktor keturunan karena perilaku manusia

terhadap lingkungan dapat menjadi pengaruh yang negatif terhadap kesehatan dan

karena perilaku manusia pula maka fasilitas kesehatan disalahgunakan oleh manusia

yang akhirnya berpengaruh kepada status kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Dengan demikian kita juga dapat menyimpulkan bahwa banyak perilaku yang

melekat pada diri manusia baik secara sadar maupun tidak sadar. Salah satu perilaku

yang penting dan mendasar bagi manusia dalah perilaku kesehatan. Becker, 1979

membuat suatu konsep tentang perilaku dalam 2 kelompok yaitu :

2.1.1. Perilaku Kesehatan

Menurut Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku

dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3

faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi

demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga.

Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang

(29)

macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas dan sarana,

kebijakan pemerintah dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi

faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku

petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang,

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait

dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2. Perilaku Sakit

Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan sebagai gangguan fungsi

fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari

lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah

penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Menurut Mering

dalam Foster dan Anderson (2005), studi yang benar mengenai makhluk manusia

yang sakit berpendapat bahwa setiap individu hidup dengan gejala-gejala maupun

konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental, aspek medikal dan aspek

sosialnya. Dalam usahanya untuk meringankan penyakitnya, si sakit terlibat dalam

serangkaian proses pemecahan masalah yang bersifat internal maupun eksternal

baik spesifik maupun non spesifik.

Menurut Suchman dalam Sarwono (2004), ada lima macam reaksi dalam

mencari proses pengobatan sewaktu sakit yaitu :

1. Shoping atau proses mencari beberapa sumber yang berbeda dari medical care

untuk satu persoalan atau yang lain, meskipun tujuannya adalah untuk mencari

(30)

2. Fragmentation atau proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada

lokasi yang sama.

3. Self Mediation atau mengobati sendiri dengan berbagai ramuan atau membelinya

di warung obat.

4. Procrastination atau penundaan pencarian pengobatan sewaktu gejala sakit

dirasakan.

5. Discontunity atau proses tidak melanjutkan (menghentikan pengobatan).

2.2. Bentuk-bentuk Perilaku

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat

luas. Bloom (1906) dalam Notoatmodjo (2007) seorang ahli psikologi pendidikan

membagi perilaku ke dalam tiga domain atau ranah/kawasan yaitu ranah kognitif

(cognitive domain), ranah afektif (affective domain) dan ranah psikomotor

(psychomotor domain), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai

batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan

tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku

tersebut yang terdiri dari :

1. Pengetahuan peserta terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)

2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(attitude)

3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan

(31)

2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan. Terdapat 6

tingkatan pengetahuan yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya

setelah mengamati sesuatu.

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut ,tidak sekedar

dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara

benar tentang objek yang diketahui tersebut.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada

situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisa diartikan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

(32)

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan

dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang

dimiliki.

6. Evaluasi (evaluation )

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian-penilain itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

ada.

Faktor - faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain

agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima

informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka

miliki.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan

pengetahuan baik secara langsung maupaun secara tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan

psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berfikir seseorang semakin

(33)

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan

pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari

dalam dirinya maupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin

saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat

menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

2.2.2. Sikap (Attitude)

Sikap merupkan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehiduapan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Selain bersifat pasif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang

berbeda - beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap itu tidaklah sama dengan

perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering kali terjadi

bahwa seseorang memperhatikan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap

dapat berubah dengan diperoleh tambahan informasi tentang objek tersebut melalui

(34)

Adapun ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Sikap itu dipelajari

Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu dibedakan dari motif – motif psikologi

lainnya, misalnya : lapar, haus, nyeri, adalah motif psikologis yang tidak

dipelajari, sedangkan pilihan kepada makanan Eropa adalah sikap. Beberapa

sikap dipelajari tidak disengaja atau tanpa kesadaran sebagai individu. Mungkin

saja yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti

bahwa hal tersebut akan membawa lebih baik untuk dirinya sendiri, membantu

tujuan kelompok atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.

2. Memiliki kestabilan

Sikap yang bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil

melalui pengalaman. Misalnya pengalaman terhadap suka atau tidak suka

terhadap warna tertentu (spesifik) yang sifatnya berulang-ulang.

3. Personal Societal Signifinance

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dengan orang lain dan juga antara

orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain

menyenangkan, terbuka dan hangat, maka ini sangat berarti bagi dirinya dan dia

akan merasa bebas dan nyaman.

4. Berisi Kognitif dan Affecty

Komponen kognitif dari sikap adalah berisi informasi yang aktual, misalnya objek

(35)

5. Approach – Avoidance Directionality

Bila seseorang memiliki sikap yang mudah beradaptasi terhadap suatu objek,

mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memeliki

skap yang susah beradaptasi maka akan menghindarinya.

Ciri – ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

Hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan -

pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, dan merupakan modal untuk

bertindak dengan pertimbangan untung – rugi, manfaat serta suberdaya yang

tersedia.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (personal reference) merupakan faktor

penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi mengacu pada

pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (resurces) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap

positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tetentu dengan pertimbangan

kebutuhan diri pada individu tersebut (Notoatmodjo, 2005).

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yaitu :

1. Sikap sebagai alat untuk menyesuaikan diri.

Sikap adalah sesuatu yang bersifat coomunicable, artinya suatu yang mudah

menjalar, sehingga menjadi mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa

menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan

(36)

2. Sikap sebagai alat pengatur tingkah laku.

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada anak dewasa dan yang sudah

lanjut usianya tidak ada. Perangsang itu pada umunya tidak diberi perangsang

secara spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai

perangsang –perangsang itu.

3. Sikap sebagai alat pengatur pngalaman –pengalaman.

Manusia didalam menerima pengalaman – pengalaman dari luar sikapnya tidak

pasif, tetapi diterima secara aktif, atinya semua berasal dari dunia luar tidak

semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana – mana yang

perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman diberi

penilaian lalu dipilih.

4. Sikap sebagai pernyataan kepribadian.

Sikap sering mnecerminkan kepribadian seseorang, ini disebabkan karen sikap

tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya oleh karena itu dengan

melihat sikap –sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bias mengetahui

pribadi orang tersebut. Sikap merupakan pernyataan pribadi (Notoatmodjo, 2007).

Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang dikemukakan Allport

(1954) dalam Notoatmodjo (2007), yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

(37)

Ketiga komponen ini secara bersama –sama membentuk sikap yang utuh

(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir,

keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Seperti halnya pengetahuan, sikap mempunyai 4 tingkatan yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang

diberikan (objek).

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi artinya memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan

atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valving)

Menghargai diartikan subjek,atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan

mengajak orang lain merespons.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya. Seseorang

yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, maka dia harus

berani mengambil resiko.

2.2.3. Tindakan (Practice)

Tindakan adalah suatu sikap yang belum tentu terwujud dalam suatu tindakan

(overt behavior). Untuk mewujudkan agar sikap menjadi suatu perbuatan nyata

(38)

fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor – faktor dukungan

(support) dari pihak lain didalam tindakan atau praktik (Notoatmodjo, 2007).

Tingkatan-tingkatan daripada tindakan (practice) yaitu :

1. Persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakanyang akan diambil.

2. Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang

benar sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.3. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan.

Menurut penelitian Rogers (1974) yang dikutip dari Notoatmodjo (2003)

mengungkapkan sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang

(39)

1. Awareness (kesadaran) di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus objek.

2. Interest di mana orang sudah mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya.

4. Trial,di mana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption di mana orang telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetehuan,kesadaran sikap terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adaopsi perilaku seperti ini, dimana

didasari pengetahuan, kesadaran sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila adopsi perilaku tidak didasari

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).

2.4. Konsep Sehat dan Sakit

Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur

pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya, petugas kesehatan

berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan

symptom yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seseorang individu.

Perbedaan persepsi antar masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering

menimbulkan masalah dalam pelaksankan program kesehatan.

Terkadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan

yang tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika si individu merasa

bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka ia akan memilih untuk

berobat pada ‘orang pandai’ yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut

(40)

2.5. Diabetes Mellitus

2.5.1. Defenisi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah

golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam

darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana

organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh

(Depkes RI, 2008).

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2002) diabetes

mellitus merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan

oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin

yang dapat dilatarbelakangi oleh kerusakan sel beta pankreas dan resistensi insulin

(Soegondo, 2008). Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting

untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non

diabetes) waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140

mg/dL. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan

terganggu sehingga kadar glukosa darah cenderung naik. Gejala bagi penderita

diabetes mellitus adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan

(poliphagia), banyak buang air kecil (poliuri), badan lemas serta penurunan berat

(41)

2.5.2. Jenis-Jenis Diabetes Mellitus

1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah

mengalami kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali

memproduksi insulin (Sustrani, 2004). Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan

oleh adanya peradangan pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan

macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV

(Cytomegalovirus), herpes dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan tubuh sedikit

memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita

diabetes mellitus tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui

suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap sehat (Maryunani, 2008).

Secara global diabetes mellitus tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira

10-20% dari semua penderita diabetes mellitus yang menderita diabetes mellitus tipe 1.

Diabetes mellitus tipe 1 ini biasanya bermula pada saat kanak-kanak dan puncaknya

pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya penderita diabetes mellitus tipe 1

mempunyai berat badan yang kurus (Johnson, 1998).

2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

Diabetes mellitus tipe 2 atau diabetes mellitus tidak tergantung insulin adalah

diabetes mellitus yang paling sering dijumpai. Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena

kombinasi dari “kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin”.

Pankreas masih bisa menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak dapat

berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam darah.

(42)

tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang

bekerja memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan kadar gula dalam darah (Tandra,

2008).

Diabetes mellitus tipe 2biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan

75% individu dengan diabetes mellitus tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat

obesitas.

2.5.3. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa yang

berusia menengah atau lanjut. Di Indonesia, sekitar 95% kasus diabetes mellitus

adalah diabetes mellitus Tipe 2, yang cenderung disebabkan oleh faktor gaya hidup

yang tidak sehat (Moore, 1997).

Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit

ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan

dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan-lahan

sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa

haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), sering merasa lapar (polifagia)

serta berat badan yang menurun (Depkes RI, 2008).

Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa

lemah, kurang gairah kerja, mudah mengantuk, timbul kesemutan pada jari tangan

dan kaki, gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi, luka yang sulit

sembuh, penglihatan kabur, dan keputihan. Terkadang, ada sekelompok orang yang

sama sekali tidak mengalami gejala-gejala tersebut, namun penyakit ini baru

diketahui secara kebetulan pada waktu “check up” atau melakukan pemeriksaan darah

(43)

2.5.4. Determinan Diabetes Mellitus

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi diabetes mellitus adalah :

a. Genetik atau Faktor Keturunan

Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan.

Faktor genetis memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit diabetes mellitus.

Anggota keluarga penderita diabetes mellitus memiliki kemungkinan lebih besar

menderita diabetes mellitus dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak

menderita diabetes mellitus. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang

menderita diabetes mellitus, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40% menderita

diabetes mellitus (Wulandari, 2006).

Diabetes mellitus tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan

dibandingkan dengan diabetes mellitus tipe 2. Sekitar 50% pasien diabetes mellitus

tipe 1 mempunyai orang tua yang juga menderita diabetes mellitus, dan lebih dari

sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga menderita diabetes mellitus. Pada

penderita diabetes mellitus tipe 2 hanya sekitar 3-5% yang mempunyai orangtua

menderita diabetes mellitus juga. Pada diabetes mellitus tipe 1, seorang anak

memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita diabetes mellitus bila salah satu orang

tua anak tersebut menderita diabetes mellitus pada usia < 40 tahun dan 1:13 bila salah

satu orang tua anak tersebut menderita diabetes mellitus pada usia ≥ 40 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita diabetes mellitus tipe 1, maka kemungkinan

(44)

b. Usia

Diabetes mellitus dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama ≥ 40 tahun karena resiko terkena diabetes mellitus akan meningkat dengan bertambahnya

usia dan manusia akan mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat

menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. Diabetes mellitus

tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan diabetes

mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun. Di negara -negara barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita diabetes mellitus berusia di atas 65 tahun, dan 1

dari penderita berusia di atas 85 tahun (Sukarmin, 2008).

Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita

diabetes mellitus tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur < 40

tahun (2,7%), dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun

(48 %) (Handayani, 2006). Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth

tahun 2007 terdapat 239 orang (96%) pasien DM berusia ≥ 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40 tahun (Wulandari, 2006).

c. Jenis Kelamin

Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita diabetes mellitus,

berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko

untuk terjadinya penyakit diabetes mellitus. Dalam penelitian Martono dengan desain

cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita diabetes

mellitus lebih banyak pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%).

(45)

Bogor, proporsi pasien diabetes mellitus lebih tinggi pada perempuan (61,8%)

dibandingkan pasien laki-laki (38,2%) (PERKENI, 2002).

d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)

Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat peningkatan

jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia. Makin banyak penduduk yang

kurang menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya

kolesterol, lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa) muncul

sebagai tren menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman

yang kaya gula (Tara, 2002).

Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab

meningkatnya angka kejadian diabetes mellitus tipe 2 berkaitan dengan obesitas.

Delapan dari sepuluh penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah orang-orang yang

memiliki kelebihan berat badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh

menyebabkan kalori ekstra akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan

memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan

menumpuk dalam peredaran darah. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30

kg/m2 akan 30 kali lebih mudah terkena diabetes mellitus dari pada seseorang dengan

IMT normal (22 Kg/m2). Bila IMT ≥ 35 Kg/m 2

e. Kurangnya Aktivitas Fisik

, kemungkinan mengidap diabetes

mellitus menjadi 90 kali lipat (Tandra, 2008).

Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang

kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan kemungkinan

(46)

maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah

gula dalam tubuh akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan

berkurang. Pada orang yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam

tubuh tidak dibakar, tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula.

Proses perubahan zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin.

Namun jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala diabetes

mellitus (Sumual, 1996).

f. Infeksi

Virus yang dapat memicu diabetes mellitus adalah rubella, mumps, dan human

coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus

ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang

melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta

pankreas. Pada kasus diabetes mellitus tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak,

seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang

disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. Diabetes mellitus akibat bakteri

masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup

berperan menyebabkan DM (Johnson, 1998).

g. Kehamilan

Diabetes mellitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabtes Mellitus

Gestasional (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi

insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi horman estrogen,

progesterone, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki

(47)

yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa menyababkan munculnya

diabetes mellitus. Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga penderita diabetes

mellitus, maka ia akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita diabetes

mellitus gestasional (Waspadji, 2004).

2.5.5. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus

Jumlah penderita diabetes mellitus tiap tahun semakin meningkat

(prevalensinya menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan

serta perawatan penderita diabetes mellitus, terutama akibat-akibat yang

ditimbulkannya. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan

tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap,

maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap

kesehatan masyarakat (Soegondo, 2009).

Usaha pencegahan pada penyakit diabetes mellitus terdiri dari : pencegahan

primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak

memilki faktor resiko untuk terjadinya diabetes mellitus, pencegahan primer yaitu

pencegahan kepada mereka yang belum terkena diabetes mellitus namun memiliki

faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk terjadinya diabetes mellitus agar tidak

timbul penyakit diabetes mellitus, pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak

terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier yaitu

usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi

Gambar

Tabel 1. Jumlah Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum
Tabel 4.1.  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit
Tabel 4.2.  Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Tabel 4.4.  Distribusi Frekuensi Reponden Berdasarkan Pekerjaan Di Rumah
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

Berdasarkan informasi dari guru Bimbingan konseling dan buku kasus disekolah yang akan diteliti tersebut dapat dilihat dari berbagai masalah yang di hadapi remaja masa

peserta didik untuk lebih aktif dalam belajar sesuai dengan metode belajar aktif (active learning 'L DQWDUD PHWRGH \DQJ GDSDW GLNHPEDQJNDQ SDGD pembelajaran mata pelajaran

163 tahun 2007 akan direvisi dengan menyertakan nama program studi dalam Bahasa lndonesia yang benar, nama program studi dalam Bahasa Inggris, kode program studi

Pada penelitian ini yang menjadi latar belakang masalah adalah penurunan kinerja karyawan yang di tandai dengan menurunnya produktifitas perusahaan yang dilihat dari menurunnya

Wawancara yang digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan