Pengetahuan Keluarga Tentang Penatalaksanaan Diet DM
di Wilayah Kerja Puskesmas Babussalam Kabupaten
Aceh Tenggara
Iskandar
101121102Skripsi
Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Penatalaksanaan Diet Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara
Penulis : Iskandar Fakultas : Keperawatan Tahun : 2010-2012
Abstract
Diabetes Mellitus is a heterogeneous group of disorders characterized by increased levels of blood or hiperglikemia.Diabetes Melllitus glukosadalam is a collection of symptoms that occur in a person caused by the presence of elevated levels of sugar (glucose) blood due to insulin deficiency both absolute and relative. This study aims to identify Family Knowledge About Treatment of diabetes mellitus diet health centers in the region of Southeast Aceh Regency Babussalam District, on July 25 to August 10, 2011. Design used in this study is descriptive. The number of respondents involved in the study were 54 people. Based on the results of research showed that respondents who are 53 years old and younger (1.6%), and the minimum age (5.6%). Respondents by gender Men and women are (50%), by level of education most of high school-educated respondents 23 respondents (42.6%) Based on the type of work most of the respondents worked self-employed 20 respondents (37%). Level family knowledge about dietary management of diabetes mellitus patients categorized as less knowledgeable respondents with 25 respondents (46.3%). From the results of this study are expected to have advanced research that addresses factors other than knowledge related to diabetes and diabetes complications.
Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Penatalaksanaan Diet Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara
Penulis : Iskandar Fakultas : Keperawatan Tahun : 2010-2012
Abstrak
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosadalam darah atau hiperglikemia akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Pengetahuan Keluarga Tentang Penatalaksanaan diet diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara, pada tanggal 25 Juli sampai dengan 10 Agustus 2011. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Dengan jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 54 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling. Dari hasil penelitian didapatkan hasil Tingkat pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan diet diabetes melitus pasien berpengetahuan responden dikategorikan kurang dengan 25 responden (46,3%). Dari hasil penelitian ini diharapkan ada penelitian lanjutan yang membahas faktor lain selain pengetahuan yang berhubungan dengan diabetes dan komplikasi diabetes.
PRAKATA
Syukur alhamdulillah peneliti sampaikan kehadirat Allah S.W.T karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan sekripsi, penelitian
ini yang berjudul ” Pengetahuan Keluarga Terhadap Penatalaksaan Diabetes
Melitus Di Puskesmas Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara”
Sekripsi penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Medan.
Pada kesempatan ini peneliti mengucapan banyak terima kasih kepada dr.
Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara Medan, Erniyati, S.Kp, MNs, selaku pembantu Dekan I Fakultas
Keperawatan, Evi Karota Bukit, S.Kp, MNs, selaku pembantu dekan II Fakuktas
Keperawatan, dan Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNs selaku pembantu
Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Penyelesaian sekripsi penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu peneliti juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada ibu Lufthiani, Skep. Ns.Mkes Selaku dosen pembimbing yang
senantiasa menyediakan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan,
pengarahan, dan motivasi dalam menyelesaikan sekripsi penelitian ini, juga
S.Kep. Ns.Mkep selaku penguji II, serta kepada seluruh staf pengajar dan
administrasi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Ucapan terima kasih yang paling dalam peneliti sampaikan juga
teristimewa kepada kedua orang tuaku, yang menjadi motivator dan inspirasi
dalam hidupku, dan kepada kakak-kakak ku yang telah memberi dukungan baik
moril maupun doa restu, dan ucapan terima kasih kepada reshi yang senanantiasa
membantu dalam bentuk materi maupun motivasi, serta rekan-rekan mahasiswa/i
dan teman-teman sejawat yang telah banyak membantu sehingga peneliti dapat
menyelesaikan proposal penelitian ini.
Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu peneliti yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu,
harapan peneliti semoga proposal penelitian ini bermanfaat demi kemajuan ilmu
pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Medan, …….2012
Peneliti
2.3.1. Defenisi Keluarga... 30
5.1.2. pengetahuan keluarga penatalaksanaan diet... 42
5.2. pembahasan ... 42
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema I. kerangka konsep penelitian pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan diet diabetes militus di wilayah kerja puskesmas
DAFTAR TABEL
Halaman
Judul : Pengetahuan Keluarga Tentang Penatalaksanaan Diet Diabetes Mellitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara
Penulis : Iskandar Fakultas : Keperawatan Tahun : 2010-2012
Abstrak
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosadalam darah atau hiperglikemia akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Pengetahuan Keluarga Tentang Penatalaksanaan diet diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Babussalam Kabupaten Aceh Tenggara, pada tanggal 25 Juli sampai dengan 10 Agustus 2011. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Dengan jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 54 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling. Dari hasil penelitian didapatkan hasil Tingkat pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan diet diabetes melitus pasien berpengetahuan responden dikategorikan kurang dengan 25 responden (46,3%). Dari hasil penelitian ini diharapkan ada penelitian lanjutan yang membahas faktor lain selain pengetahuan yang berhubungan dengan diabetes dan komplikasi diabetes.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakangs
Perkembangan zaman dan perbaikan tingkat sosial ekonomi, telah
menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi pangan dalam masyarakat.
Makanan jadi dan makanan siap saji telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat.
Masyarakat pada umumnya kurang atau tidak mengerti bahwa makanan jadi dan
makanan siap saji telah banyak kehilangan kandungan serat. Asupan makanan
yang terlampau rendah kadar seratnya dan jika dikonsumsi dalam waktu yang
lama akan dapat menyebabkan timbulnya penyakit degeneratif, salah satunya adalah Diabetes mellitus (DM) (Sulistijani, 2002).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Smeltzer & Bare, 2002).
Oleh karena itu penyakit DM, merupakan penyakit yang menyerang pada orang yang mengalami gangguan metabolisme dan hiperglikemi yang tidak semestinya, akibat dari suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin, maka bagi pasien yang memerlukan insulin untuk
konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam makan yang
berbeda merupakan hal penting. Disamping itu, konsistensi interval waktu
diantara jam makan dengan mengkonsumsi camilan jika diperlukan, akan
membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar
glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Ketaatan diet merupakan kepatuhan seseorang dalam melakukan diet sesuai
dengan aturan yang berlaku. Oleh karena itu diet yang tepat masih merupakan
unsur fundamental dalam penanganan pasien DM, sebab dengan pemberian diet yang tepat dan teratur sesuai dengan anjuran kemungkinan penyakit DM tidak
akan menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut. Sehingga bila penderita DM taat
dengan dietnya maka komplikasi dari DM dapat diminimalkan, sebaliknya jika
penderita DM tidak taat dengan diet yang sesuai dengan anjuran maka komplikasi
yang lebih lanjut dari penyakit DM akan dapat dialami oleh penderita tersebut
(Almatsier, 2004). Sekitar 60-80 persen diabetes menderita hipertensi, dalam
jangka panjang akan menimbulkan komplikasi yang berujung pada kecacatan
Diet standar untuk diabetes di Indonesia juga mengandung diet tinggi
kabohidrat dan sudah berjalan selama 25 tahun. Diet standar kita tetap sama
dengaan standar diet barat, diet mereka mengandung 55-60% kabohidrat,
sedangkan kita 60-70% dan lemak hanya 20-25% saja. Dengan diet standar kita
ternyata tidak ditemukan hipertrigliresidema artinya diet kita masih relevan saat
tidak di masukan dan juga tidak diklasifikasikan pasien kedalam kelompok ringan
atau yang berat (Waspadji & Sukarji, 2007).
Pola makan merupakan perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya
akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, jenis makanan, frekuensi, cara
pengolahan dan pemilihan makanan. Seseorang yang memiliki pola makan yang
teratur terutama mereka yang menderita DM, akan lebih mudah dalam
menjalankan diet yang sudah dianjurkan, sehingga komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh penyakit DM dapat dicegah. Sebaliknya bila seseorang terutama
yang menderita penyakit DM memiliki pola makan yang tidak teratur, akan
cenderung lebih sulit dalam menjalankan diet yang sudah dianjurkan. Sehingga
komplikasi dari penyakit DM akan dapat dialami oleh penderita tersebut
(Anandita, 2007).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dalam bentuk ketergantungan. Jika peran keluarga diperankan
dengan baik dalam penatalaksanaan penderita DM maka komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh penyakit DM dapat diminimalisir. Sebaliknya jika peran
keluarga tidak diperankan dengan baik dalam penatalaksanaan penderita DM
maka komplikasi yang lebih lanjut dari penyakit DM dapat timbul, dan akan
memperparah kondisi penderita DM tersebut.
Penatalaksanaan yang berpusat pada keluarga tidak akan menambah beban
keluarga dapat memahami keadaan keluarga yang mengalami penyakit
diabetes.namun banyak keluarga yang tidak mengetahui pembedaan menu makan
penderita DM dengan keluarga yang tidak menderuta diabetes. Salah satu paktor
pencetus tinggiya angka kejadian diabetes adalah diet.disebabkan kurangnya
pengetahuan keluarga terhadap makanan penderita diabetes (Nitra N. Rifki, 2009).
Menurut data WHO (2008). Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar
dalam jumlah penderita DM di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat
sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun
2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam
menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di
antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Data Surveilens Terpadu
Penyakit (STP) terlihat jumlah kasus yang paling banyak adalah penyakit DM
dengan jumlah kasus 1.717 pasien rawat jalan yang dirawat di Rumah Sakit dan
Puskesmas Kabupaten maupun Kota. Untuk rawat jalan penyakit DM ini
mencapai 918 pasien yang dirawat di 123 rumah sakit seluruh Sumut dan 998
pasien yang dirawat (Setiabudi, 2009).
Diet adalah terapi utama pada DM, maka setiap penderita semestinya
mempunyai sikap yang positif ( mendukung ) terhadap diet agar tidak terjadi
komplikasi, baik akut maupun kronis. Jika penderita tidak mempunyai sikap yang
positif terhadap diet DM, maka akan terjadi komplikasi dan pada akhirnya akan
komplikasi dari DM tersebut, maka setiap penderita harus menjalankan gaya
hidup yang sehat, yaitu menjalankan diet DM (Yufi, 2009).
Pengetahuan keluarga sangat berpengaruh dalam hal ini, pengetahuan
keluarga tentang diet DM. Pengetahuan ini akan membawa keluarga untuk
menentukan sikap, berfikir dan berusaha untuk tidak terkena penyakit atau dapat
mengurangi kondisi penyakit anggota keluarga yang menderita DM. Apabila
pengetahuan keluarga baik, maka sikap terhadap diet DM semestinya mendukung.
Tetapi tidak semua keluarga tahu tentang diet DM, sikap keluarga yang tidak tahu
tersebut yang membuat tinggi nya agka penderita DM (Yufi, 2009).
Peneliti telah melakukan survei awal di Puskesmas Kecamatan Babusalam
Kabupaten Aceh Tenggara dan mendapatkan data jumlah pasien diabetes melitus
pada bulan Januari-Oktober 2010 sebanyak 218 orang yang berobat ke Puskesmas
Kecamtan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara. Dari tingginya angka kejadian
diabetes di Kecamatan Babusalam disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
keluarga terhadap diet penderita DM maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti
Pengetahuan Keluarga Terhadap Penatalaksanaan Diet Pada Pasien DM Di
Puskesmas Kecamtan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan diet pada pasien
1.3.Tujuan
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang penatalaksaan diet pada
pasien DM di Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara.
1.4.Manfaat penelitian
1.4.1. Bagi institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan tentang penyakit
DM sekaligus sebagai ilmu pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawatan.
1.4.2. Bagi Praktik Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi pelayanan kesehatan
terutama pada penatalaksanaan diet pada pasien DM bagi Puskesmas Babusalam.
1.4.3. Bagi Keluarga
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk keluarga dalam hal
penatalaksanaan diet pada anggota keluarga yang DM.
1.4.4. Bagi Peneliti yang Akan Datang
Diharapkan peneliti ini dapat menjadi masukan terutama penatalaksanaan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Defenisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikimia
yang terjadi karena kelainan insulin, kerja insulin,atau keduanya.
Diabetes merupakan penyakit yang heterogonik, baik karena manifestasinya
maupun karena jenisnya. Diabetes adalah sindrom yang disebabkan oleh
terganggunya insulin di dalam tubuh sehingga menyebabkan hiperglikemia yang
disertai abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes dapat
diklasifikasikan menjadi diabetes tipe I (insulin–dependen diabetes mellitus atau IIDM), Tipe II (non insulin-dependent diabetes mellitus atau NIDDM) ( Smeltzer & Bare, 2002).
Diabetes Tipe I (IDDM) muncul pada saat pankreas tidak dapat atau kurang
mampu memproduksi insulin sehingga insulin dalam tubuh kurang atau tidak ada
sama sekali. Glukosa didalam darah menumpuk karena tidak dapat diangkut ke
dalam sel. Diabetes tipe ini tergantung pada insulin, oleh karena itu penderita
memerlukan suntikan insulin (Tcandra, 2007).
Menurut Brunner & Suddarth Diabetes Melitus Tipe I disebabkan oleh faktor
genetik, dimana penderita diabetes mewarisi predisi posisi/kecenderungan
yang memiliki antigen H. Selain itu disebabkan oleh faktor imunologi, adanya
respon autoimun yang abnormal, serta adanya kerusakan sel beta pankreas.
Diabetes Tipe II (NIIDM) merupakan diabetes yang paling sering ditemukan
di Indonesia. Penderita tipe ini biasanya ditemukan pada usia di atas 40 tahun
disertai berat badan yang berlebih. Selain itu diabetes tipe II ini dipengaruhi oleh
faktor genetik, keluarga, obesitas, diet tinggi lemak, dan serta kurang gerak badan
(Nabil, 2009). Kemungkinan lain terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel
jaringan tubuh tidak peka atau resisten terhadap insulin (Tcandra, 2007).
Resistensi terhadap insulin pada diabetes melitus tipe II ini terjadi karena
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan menghambat produksi oleh sel hati.
Diabetes Gestational adalah jenis diabetes yang muncul pada saat ibu hamil,
hal ini terjadi karena pengaruh beberapa hormon pada ibu hamil menyebabkan
resisten terhadap insulin. Diabetes ini dapat ditemukan sekitar 2-5% dalam
kehamilan. Umumnya gula darah kembali normal bila sudah melahirkan, tetapi
resiko ibu terkena DM tipe II akan lebih besar (Nabil, 2009).
Diabetes Melitus Sekunder adalah diabetes yang disebabkan oleh penyakit
lain yang menyebabkan produksi insulin terganggu atau meningkatkan kadar gula
darah meningkat. Penyakit yang dimaksud misalnya infeksi berat, radang
2.1.2 Faktor - Faktor Penyebab Diabetes Melitus
Dari hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh para ahli kedokteran, di
temukan tiori terbaru yang menyatakan bahwa penyakit Diabetes Melitus tidak
hanya disebabkan oleh faktor keturunan (Genetik), tetapi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang multi-kompleks, antara lain kebiasaan hidup dan
lingkungan. Orang yang tubuhnya membawa Gen Diabetes, belum tentu akan
menderita penyakit gula karena masih ada beberapa faktor lain yang dapat
menyebabkan timbulnya penyakit ini pada seseorang, yaitu antara lain makan
yang berlebihan/kegemukan, kurang gerak atau jarang berolahraga, dan kehamilan
(Lanywati, 2001).
a. Makan yang berlebihan akan gula dan lemak dalam tubuh menumpuk secara
berlebihan. Kondisi tersebut menyebabkan kelenjar pangkreas terpaksa
harus bekerja keras memproduksi hormon insulin untuk mengelola gula
yang masuk. Jika suatu saat gula tidak bisa memenuhi kebutuhan hormon
insulin yang terus bertambah, maka kelebihan gula tidak dapat terolah lagi
dan masuk kedalam darah dan urine (air kencing). Data statistik di Amerika
manunjukan bahwa 70% dari total penderita Diabetes Melitus, merupakan
orang yang memiliki berat badan yang berlebihan(obesitas).
b. Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumblah gula akan
dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Dengan demikian kebutuhan akan
hormon insulin juga berkurang. Pada orang yang kurang bergerak dan pada
orang yang jarang berolaah raga, zat makanan yang masuk kedalam tubuh
gula, memerlukan hormon isulin. Namun, jika hormon insulin kurang
mencukupi, maka akan timbul gejala penyakit Diabetes melitus.
c. Pada saat hamil, untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janinya, seorang
ibusecara naluri akan menambah jumlah kosumsi makananya, sehingga
umumnya berat badan ibu hamil akan naik sekitar 7 kg – 10 kg. Pada saat
menambah jumlah kosumsi makanan tersebut menjadi, jika ternyata
produksi insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala penyakit
Diabetes melitus.
a. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 di tandai dengan pengancuran sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imonologi, dan mungkin pula lingkungan( misalnya,
infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan dstruksi sel beta.
Faktor genetik penderita diabetes tidak mewariskan diabetes tipe 1 itu
sendiri. Kecendrunngan genetik ini ditemukan di temukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen). HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
terjadi 95% berkulit putih (caucasian) dengan diabetes tipe 1 memperlihatkan tipe
HLA yang spesifik. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkatkan tiga hingga
lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari tipe HLA ini. Resiko
tersebut meningkat sampai 10 sampai 20 kali lipat pada individu yang memiliki
tipe HLA DR3 maupun DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum).
Faktor Imonologi pada diabetes tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon
jaringan tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap
seolah-olah sebagai jaringan asing.
Faktor lingkunan interaksi antara faktor-faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam diabetes tipe 1 merupakan pokok perhatian riset yang terus
berlanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak
dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan
faktor dasar yang melandasi proses terjadinya diabetes tipe 1 yang merupakan
secara umum yang dapat diterima ( Smeltzer & Bare, 2002).
b. Diabetes tipe II
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat
pula faktor-faktor resiko tertentu yang dihubungkan dengan proses tejadinya
diabetes tipe II yaitu faktornya usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada
usia 65 tahun ke atas), obesitas, dan riwayat keluarga (Smeltzer & Bare, 2002).
Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur
hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut selain dokter, perawat, ahli gizi serta
tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi
kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang perjalanan
penyakit DM, pencegahan, penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat
membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil
2.1.3. Diet Pada Diabetes Melitus A. Penatalaksanaan Diet Diabetes
Anjuran makan pada pasien penderita diabetes sebenarnya sama dengan
anjuran makan sehat untuk semua yang termasuk orang yang tidak menderita
diabetes yaitu makan dengan gizi yang seimbang. Anjuran untuk masyarakat
umum berlaku juga untuk penderita diabetes (Waspadji, dkk, 2007).
1. Makan Yang Beraneka Ragam
Tidak satupun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang
mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif.
Oleh karena itu, setiap orang termasuk yang menyandang diabetes perlu
mengkonsumsi aneka ragam makanan. Makan makanan yang beraneka ragam
menjamin kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
Sumber zat tenaga antara lain : beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti dan mie. Minyak, margarin dan santan yang mengandung
lemak juga menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang
aktivitas sehari-hari untuk beraktivitas sedangkan sumber zat pembangun
makanan bersumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati
adalah kacang-kacangan, tempe, dan tahu. Sedangkan yang berasal dari hewani
adalah telur, ikan, ayam, daging, dan susu serta olahannya seperti keju. Zat
pembangun juga berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan kecerdasan
seseorang maka, makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan
buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang
Keaneka ragaman makanan penderita diabetes dalam hidangan sehari-hari
dikonsumsi harus berasal dari sumber zat tenaga, pembangun dan pengatur. Setiap
kali baik makan siang maupun makan malam, sebaiknya hidangan terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah (Soegondo, dkk, 2009).
2. Makanan Yang Mencukupi Energi
Penderita diabetes dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung
energi, agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja,
belajar, berolah raga, berekreasi, dan kegiatan sosial. Kebutuhan energi dapat
dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak.
Kecukupan masukan energi bagi seseorang ditandai oleh berat badan yang normal
(Waspadji, dkk, 2007).
Kebutuhan energi bagi penderita diabetes tergantung pada umur, jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan, dan kegiatan fisik. Susunan makanan yang
baik untuk penyandang diabetes mengandung jumlah kalori yang sesuai dengan
kebutuhan masing-masing orang. Komposisi makanan tersebut adalah 10-20%
protein, 20-25% lemak, dan 45-65% karbohidrat (Soegondo, dkk, 2009).
3. Pembatasan Konsumsi Lemak, Minyak dan Santan
Lemak dan minyak yang terdapat didalam makanan sangat berguna untuk
memenuhi kebutuhan energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E, dan K. Bagi
kebanyakan penduduk Indonesia, khususnya yang tinggal dipedesaan konsumsi
Sedangkan konsumsi lemak pada penduduk perkotaan sudah perlu untuk
diwaspadai, karena cenderung berlebihan.
Penyandang diabetes mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan penyakit
jantung dan pembuluh darah tinggi, oleh karena itu lemak dan kolesterol dalam
makanan perlu untuk dibatasi. Untuk itu makanan jangan telalu banyak digoreng,
bila diinginkan oleh penderita DM maka hanya dapat diberikan mungkin tidak
lebih hanya satu lauk saja yang digoreng pada setiap makan untuk penderita yang
tidak gemuk, selebihnya dapat dimasak dengan sedikit minyak seperti
dipanggang, dikukus, direbus, dan dibakar. kurangi memakan makanan yang
tinggi kolesterol seperti otak, kuning telur, hati, daging berlemak, keju, lemak
hewani, dan mentega ( Soegondo, dkk, 2009).
4. Penggunaan Garam Beryodium
Penyandang diabetes sering mempunyai penyakit lain yaitu tekanan darah
tinggi (hipertensi) sehingga perlu berhati-hati pada asupan natrium. Kelebihan
asupan natrium dalam garam dapur dapat memicu timbulnya darah tinggi.
Anjuran asupan natrium pada penyandang diabetes sama dengan penduduk biasa
yaitu tidak lebih dari 3000 mg perhari yaitu kira-kira 6-7 gram (1 sendok teh)
yang digunakan dalam pemasakan. Dipasar banyak produk makanan dengan
tinggi natrium, perlu hati-hati dengan makanan yang diproses dengan tinggi
natrium termasuk yang tinggi garam dapur, vetsin, dan soda serta makanan yang
diawet dengan natrium ( Soegondo, dkk. 2009).
Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat
menimbulkan penyakit Anemia. Anemia gizi dpat diderita semua orang termasuk
penderita diabetes dan oleh semua golongan umur. Bahan makanan sumber zat
besi antara lain sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan, dan makanan hewani.
6. Kebiasaan Makan Pagi/Sarapan
Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang
dewasa makan pagi sangat bermanfaat dapat memelihara ketahanan fisik dan
mempertahankan daya tahan waktu saat bekerja dan meningkatkan produktivitas
kerja. Pada penderita diabetes terutama yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau pil suntikan insulin tidak makan pagi mempunyai resiko menurunnya
kadar glukosa darah yang membahayakan kesehatan (Soegondo, Dkk, 2009).
7. Minumlah Air Bersih, Aman Dan Cukup Jumlahnya
Air minum harus bersih dan bebas dari kuman. Air minum yang dimasak
sampai mendidih maupun air minum dalam kemasan yang aman untuk diminum.
Air dalam kemasan juga harus terlebih dahulu diproses oleh pabriknya sesuai
dengan ketentuan pemerintah dan syarat-syarat kesehatan (Soegondo, dkk, 2009).
8. Menghindari Minuman Berakohol
Kebiasaan minum berakohol dapat mengakibatkan terhambatnya proses
penyerapan zat gizi, hilangnya zat gizi yang penting, kurang gizi, penyakit
gangguan hati dan kerusakan saraf otak dan jaringan. Disamping itu, minuman
berakohol dapat menyebabkan ketagihan dan kehilangan kendali diri sehingga
yang tidak dapat meninggalkan minuman alkohol dapat meminta petunjuk pada
dokter atau dietisien tentang bagai mana cara mengkonsumsinya ( Soegondo,
Dkk. 2009).
9. Mengkonsumsi Makanan Yang Aman Bagi Kesehatan
Selain gizi yang harus lengkap dan seimbang makanan juga harus aman bagi
kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari kuman dan
bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga
sehingga penampilan fisik dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan
dengan keyakinan masyarakat. Makan makanan yang tidak aman dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, antara lain dapat menyebabkan keracunan
makanan yang dapat menyebabkan kematian (Soegondo, dkk. 2009).
B. Jadwal Makan Penderita Diabetes
Menurut Soegondo (2009) pengaturan jadwal bagi penderita diabetes
biasanya adalah 6 kali makan. 3 kali makan besar dan 3 kali selingan. Adapun
jadwal waktunya adalah sebagai berikut;
1. Makan Pagi (jam 07.00)
2. Snack I (jam 10.00)
3. Makan siang (13.00)
4. Snack II (jam 16.00)
5. Makan malam (jam 19.00)
Usahakan makan tepat pada waktunya, karena apabila telat makan, akan
terjadi hipoglikemia (rendahnya kadar gula darah) dengan gejala seperti pusing,
mual, dan pingsan. Apabila hal ini terjadi segera minum air gula.
C. Porsi Makan Penderita Diabetes
Perhatikan jumlah/porsi makanan yang anda konsumsi. Prinsip jumlah
makanan yang dianjurkan untuk penderita diabetes adalah porsi kecil dan sering,
artinya makan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Adapun pembagian kalori untuk
setiap kali makan dengan pola menu 6 kali makan adalah sebagai berikut ;
1. Makan Pagi (20%) - maksudnya 20% dari total kebutuhan kalori sehari,
Nasi, Ikan, Nabati, Sayuran dan Minyak
2. Snack I (10%), buah–buahan, susu
3. Makan siang (25%), nasi, ikan, nabati, sayuran, buah, dan minyak
4. Snack II (10%) buah– buahan
5. Makan malam (25%) nasi, ikan, nabati, sayuran, buah, dan minyak
6. Snack III (10%) susu dan buah
D. Tujuan Diet Pada Diabetes
Tujuan umum pada terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes
memperbaiki kebiasaan gizi untuk mendapat kontrol metabolik dan beberapa
tambahan tujuan khusus yaitu :
1. Mempertahankan kadar glukosa darah dengan insulin (Endogen atau
Eksogen) atau obat hipoglekemik oral dan tingkat aktivitas.
3. Memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau untuk
mepertahankan berat badan yang memadai pada orang yang dewasa,
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada anak dan
remaja, untuk peningkatan metabolik selama kehamilan dan laktasi atau
penyembuhan dari penyakit katabolik.
4. Berat badan memadai diartikan sebagai berat badan yang dianggap dapat
dicapai atau dipertahankan baik jangka pendek maupun jangka panjang
oleh orang dengan diabetes itu sendiri maupun oleh petugas medis atau
keluarga.
5. Menghidari dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes yang
menggunakan insulin seperti hipoglikimia, penyakit-penyakit jangka
pendek, maslah yang berhubungan dengan latihan jasmani dan komplikasi
kronik diabetes.
6. Meningkatkan kesehatan secara menyeluruh melalui gizi yang optimal
(Soegondo, 2009).
Perinsip umum dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksaan diabetes penatalaksaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan
untuk mencapai tujuan sebagai berikut ini, Memberikan semua unsur makan
esensial, mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai, Memenuhi
kebutuhan energi, mencegah fluktasi kadar glukosa setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang
aman dan praktis, dan dapat menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini
Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu kadar glukosa dalam
darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan kabohidrat yang
dikosumsi pada jam-jam makan yang brbeda merupkan hal yang terpenting
(Smeltzer & Bare, 2002).
E.Langkah- langakah terapi gizi 1. Pengkajian
Pengkajian gizi pasien termasuk data kelinis seperti hasil pemantauan
sendiri kadar glukosa darah, kadar lemak darah (kolesterol total, LDH, HDL, dan
trigliserida) dan homoglobin glikat. Pengkajian gizi juga digunakan untuk
mengetahui apa yang mampu dilakukan oleh pasien dan kesediaan melakukannya.
Aspek budaya, etnik, dan keuangan perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien yang tinggi.
Pengakajian dapat dilakukan dengan menggunakan wawancara atau dengan
menggunakan kuesioner. Dietisen yang bekerja di ruangan keperawatan
menggunakan kuesioner yang sederhana. Pengkajian hendaknya mampu
mengindentifikasi maslah gizi dan mikonsepsi yang ada (Soegondo, 2009).
a. Menentukan Tujuan Yang Akan Dicapai
Hasil dari pengkajian gizi perli untuk menentukan tujuan yang akan
dicapai.pasien hendaknya diminta untuk mengindentifikasi apa yang perlu untuk
Tujuan yang akan dicapai hendaknya membantu pasien diabetes membuat
perubahan yang positif dalam makan dan latihan jasmani yang akan menghasilkan
antara lain perbaikan kadar glukosa darah dan kadar lemak darah serta perbaiki
asupan gizi (Soegondo, 2009).
b. Intervensi Gizi
Informasi yang didapatkan dari terapi gizi dan tujuan yang akan didapatkan
menntukan dasar intervensi terapi gizi. Dietisien perlu dipertimbangkan beberapa
banyak informasi perlu diberikan, kemampuan baca dan menulis dan jenis alat
peraga yang diperlukan. Intervensi ditujukan untuk memberi informasi praktis
pada pasien yang dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Intervensi gizi
dasar terapi ini memerlukan gambaran tentang gizi, kebutuhan gizi,
penatalaksanaan tentang gizi pada diabetes, informasi survival-skill yang
dianggap perlu untuk pasien (membaca tabel, penatalaksanaan saat sakit) dan
terapi gizi lanjutan tahap ini melibatkan penggunaan suatu pendekatan
perencanaan makan yang lebih seperti menu makanan, perhitungan kalori, dan
penghitungan lemak (Soegondo, 2009).
c. Evaluasi terapi gizi
Evaluasi adalah bagian yang sangat terpenting pada prose terapi gizi medis.
Dietisien dan pasien bersama-sama menetapkan hasil intervensi. Pada tahap terapi
ini, pemecahan masalah mungkin penting untuk membantu pasien menetapkan
dengan mengobati glikat ( A1C ), lipit, tekanan darah dan fungsi ginjal penting
untuk mengevaluasi hasil yang berhubung dengan gizi.
Untuk individu, konsisten dalam hal pola makan penting oleh karena pola
makan yamg konsisten menghasilkan AIC yang lebih rendah dari pada pola
makan yang derampang. Tindak lanjut untuk anak-anak dianjurkan dilakukan
untuk setip 3-6 bula, sedangkan untuk orang dewasa setiap 6-12 bulan (Soegondo,
2009).
d. Kebutuhaan Zat Gizi Diabetes
Menu sehari- hari dapat memenuhi kebutuhan gizi pasien DM sesuai standar
makan (energi, protein, lemak, kabohidrat, dan serat) kebutuhan gizi tersebut
dibagi rata waktu makan pagi, siang, dan malam. Antara lain kebutuhan gizinya
yaitu :
1. Protein
Rencana makan dapt mencangkup pengunaan beberapa makanan sumber
protein nabati (misalnya kacang-kacangan, biji-bijian yang utuh) untuk membantu
mengurangi asupan kolesterol serat lemak jenuh. Disamping itu, rekomendasi
untuk mengurangi jumlah asupan protein dapat diberi pada pasien dengan
tanda-tanda penyakit ginjal ( Semeltzer& Bare, 2002 ).
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang
asupan protein orang dengan diabetes, pada saat ini menganjurkan
diabetes di Indonesia tahun 2006, kebutuhan proein untuk penyandang diabetes
juga 10-20% energi.
Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBBperhari atau 10%dji
dari kebutuhan energi dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65%
hendaknya bernilai biologik tinggi (soegondo, 2009).
Berkurangnya aktivitas insulin pada dibetes menghambat sintesis protein.
Asupan protein sebesar 0, 8 g/kg BB ideal dapat mempertahankan proteogenesis,
dengan catatan 50% daripadanya harus berasal dari protein hewani. Pada gagal
ginjal karena nefropati diabetik, protein harus dikurangi, kecuali bila dilakukan
hemodialisi (Waspadji, dkk, 2007 ).
2. Total Lemak
Bukti klinis, epidimiolgis dan percobaan binatang telah memastikan bahwa
peningkatan kadar lemak merupakan faktor resiko aterosklorosis. Oleh karena itu
diet tinngi karbohidrat dan rendah lemak sangat baik utuk pasien diabetes sangat
baik. Dianjurkan baik oleh ADA (American Diabetes Association) bahw asupan
lemak jangan lebih dari 30% dan kolesterol kurang dari 300 mg/ hari (Waspadji
Dkk, 2007). Asupan lemak dianjurkan <7% energi dari lemak jenuh dan tidak
boleh lebih 10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selbihnya dari
lemak tidak jenuh tunggal. Anjuran asupan lemak di indonedia adalah 20-25%
energi.
Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diakui anjuran
diet dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemak jenuh dan kandungan
maslah utama, pendekatan yang mungkin menguntungkan selain penurunan berat
badan dan peningkatan aktivitas adalah peningkatan sedang asupan lemak tidak
jenuh tunggal sampai 20% energi. Sadangkan asupan kabohidrat lebih rendah.
Lain dengan penggunaan nust, alpukat dan minyak zaitun. Pasien dengan kadar
trigliserida >1000 mg/dl mungkin perlu penurunan semua tipe lemak makanan
untuk menurunkan kadar lemakplasma dalam bentuk kilmikron (soegondo, 2009).
3. kabohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan kosumsi karbohidrat komplek
( khususnya yang berserat tinggi) seperti roti gandum utuh, nasi beras tumbuk,
serial dan pasta yang berasal dari gandum yang masih mengandung bakatul.
Meskipun demikian anjuran untuk menghidari makanan jenis gula sederhana
(laktosa dan fruktosa) seperti susu dan buah bukanlah tindakan yang tepat. Di
samping itu, penggunaan sukrosa (gula pasir) dengan jumlah yang sedang (tidak
berlebihan) kini lebih banyak ditrima sepanjang pasien masih dapat
mempertahankan kadar glukosa atau lemak yang adekuat yang mampu
mengendalikan berat badanya (Smeltzer & Bare, 2002).
Rekomendasi ADA tahun 1994 mempokuskan pada jumlah total kabohidrat
dari pada jenisnya. Rokomendasi untuk sukrosa lebih liberal, Buah dan susu
suduh terbukti mempunyai respon glekemik yang lebih rendah dari pada
tepung-tepungan. Walaupun tepung-tepunagan mempunyai respon glikemik yang
berbeda-beda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah total kabohidrat yang
dikonsumsi kabohidrat dari pada sumber kabohidrat. Anjuran konsumsi
4. Serat
rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan orang
yang tidak menderita diabetes yaitu dianjurkam mengkosumsi 20-35 g serat
makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di indonesia anjuran adalah 25 g/
1000 kalori/hari dengan mengutamakan serat larut (soegondo, 2009).
Efek samping pengunaan serat terlalu banyak adalah rasa kembung dan
meningkat keja usus. Tentang serat selama ini sellu dianggap bahwa makanan
indonesia menganung banyak serat, tetapi hal ini harus dipertanyakan. Ternyata
pada suatu survay di Jakarta, ditemukan konsumsi serat hanya 19 gram sehari. Dn
juga ditemukan serat pada diet kita lebih banyak serat yang tidak berasal dari
buah-buahan dan sayur- sayuran yang mengandung lebih banyak serat yang tidak
larut dibandingkan dengan serat yang berasal dari buah-buahan. Ini disebabkan
harga buah di indonesia mahal. Dalam kosensus PERKENI, dianjurkan agar
asupan serat 25 g/hari (Waspadji dkk, 2007).
5. Natrium
anjuran asupan orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu
tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan
sampai sedang, dianjurkan 2400 mg natrium perhari (soegondo, 2009).
6. Alkohol
Asupan kalori dari alkohol diperhitunkan sebagai bagian dari asupan kalori
total dan sebagai penukar lemak (Soegondo, 2009).
Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah suplemen
vitamin dan mineral. Walaupun ada alasan tioritis untuk memberikan suplemen
anti oksidan, sampai saa ini sedikit buktinya yang menunjang bahwa terapi
tersebut menguntungkan.
Pemberian kromium menguntungkan pengendalian glikemik bagi mereka
yang kekurangan kromium sebagai akibat nutrisi parental. Kebanyakan orang
dengan diabetes hendaknya tidak kekurangan kromium oleh karena itu
suplementasi kromium tidak bermanfaat (Soegondo, 2009).
2. Bahan Makanan Penukar
Daftar bahan makanan penukar ( BMP ) adalah penggolongan bahan
makanan berdasarkan nilai gizi yang serta untuk perencanaan makan. Setiap
golongan bahan makanan tersebut mempunyai kandungan kalori, protein, lemak
dan karbohidrat yang hampir sama. Seperti diketahui perencanaan makan pasien
didasarkan pada kebutuhan kalori sehai-hari dari pasien tersebut. Untuk
mempermudah dalam penyuluhan gizi kepada pasien, kebutuhan makanan
sehari-hari tidak diberi dalam ukuran gram, namun dalam ukuran penukar. Berdasarkan
standart diet daftar bahan makanan penukar dapat dengan mudah disusun menu
makanan sehari-hari yang bervriasi (Waspadji dkk, 2007).
Daftar bahan makanan penukar adalah suatu nama bahan makanan dengan
ukuran tertentu dan di kelompokan berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak,
kabohidrat. Setiap kelompok bahan makanan dianggap mempunyai nilai gizi yang
Dikelompokan menjadi 8 kelompok bahan makanan yaitu :
1. Golongan 1 : bahan makanan sumber kabohidrat (contoh, Kentang,
nasi, roti puti, ubi, tepung terigu, tepung bers, mie basah dan kering.)
2. Golongan 2 : bahan makanan sumber protein hewani ( contoh. Ayam
tanpa kulit, babat,daging kerbau, ikan segar, ikan asin, teri kering,
udang segar.)
3. Golongan 3 : suber makan protein nabati ( contoh. Kajang hijau,
kacang kedelai, kacang merah segar, kacang tanah, kacang tolo, tahu,
tempe.)
4. Golongan 4 : sayuran (contoh. Bayam, bit, buncis, brokoli, genjer,
jagung muda, kol, wartel, daun pakis, jantung pisang. )
5. Golongan 5 : buah-buahan (anggur, apel, belimbung, duku, durian,
jambu, kedondong, mangga, pisang, pepaya, melon, nagka masak,
sawo, semangka,sirsak.)
6. Golongan 6 : susu ( keju, susu kambing, susu sapi,yogurt susu penuh,
joghurt).
7. Golongan 7 : minyak ( mentega, santan, margarin jagung, minyak
kedele, dan minyak zaitun (Soegondo, 2009).
2.2. Konsep Pengetahuan 2.2.1.Definisi Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan merupakan proses belajar
dengan menggunakan panca indra yang dilakukan untuk dapat menghasilkan
pengetahuan dan keterampilan (Notoadmojo. 2003).
Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam
peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam
dirinya sendiri sedemikian aktif yang mengetahui itu menyusun yang diketahui
pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif (Watloly, 2005).
2.2.2 Fungsi Pengetahuan
Setiap kegiatan yang dilakukan umumnya memberi manfaat. Pengetahuan
merupakan upaya manusia yang secara khusus dengan objek tertentu, terstruktur,
tersistematis, menggunakan seluruh potensi kemanusiaan dan dengan
menggunakan metode tertentu. Pengetahuan merupakan sublimasi atau intisari
dan berfungsi sebagai pengendali moral daripada pluralitas keberadaan ilmu
pengetahuan (Watloly, 2005).
2.2.3. Sumber-Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan dapat dibedakan atas dua bagian besar yaitu bersumber
pada daya indrawi, dan budi (intelektual) manusia. Pengetahuan indrawi dimiliki
oleh manusia melalui kemampuan indranya tetapi bersifat relasional. Pengetahuan
memiliki kemampuan menghubungkan hal-hal konkret material dalam
ketunggalannya. Pengetahuan indrawi bersifat parsial disebabkan oleh adanya
perbedaan kemampuan tiap indra. Pengetahuan intelektual adalah pengetahuan
yang hanya dicapai oleh manusia, melalui rasio intelegensia. Pengetahuan
intelektual mampu menangkap bentuk atau kodrat objek dan tetap menyimpannya
didalam dirinya (Watloly, 2005).
2.2.4. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2003) ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif, yakni tahu (know), Memahami (comprehension), Menerapkan (application), Analisa (analysis), Sintesa (Synthesis),Evaluasi (Evaluation)
Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan.
Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
Menerapkan (application) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi
di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang nyata.
Analisa (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen–komponen tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisa ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
Sintesa (Synthesis) Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi–
formulasi yang ada.
Evaluasi (Evaluation) Berkaitan dengan kemempuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian–penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
2.2.5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan ekternal.
Pengetahuan internal berasal dari dalam diri manusia sedangkan faktor eksternal
adalah dorongan yang berasal dari luar berupa tuntutan untuk memenuhi
seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Pengalaman, tingkat
pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan, dan sosial budaya.
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum,
seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang
lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih
rendah.
Keyakinan, biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
Fasilitas, fasilitas–fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.
Penghasilan, penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan
seseorang. Akan tetapi bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan
mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas–fasilitas sumber informasi.
Sosial budaya, kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
2.2.6. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan domain di atas (Notoatmodjo, 2003).
Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status pengetahuan
seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat
yang bersifat kualitatif, yaitu baik (76%-100%), cukup (60%-75%), kurang
(<60%). (Arikunto, 2006).
2.3. Konsep Keluarga 2.3.1 Defenisi keluarga
Menurut Undang- Undung No. 10 Tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil
dalam masyarakat, yang terdiri dari ayah, ibu, anak yang saling berintraksi.
Menurut depkes R.I.2000 keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang
terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam
suatu tempat dibawah satu atap dimana keadaan saling ketergantungan.
Keluarga adalah sekumpulan individu yang tinggal dalam satu rumah yang
terdiri dari ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal dalam satu
rumah yang saling berintraksi, intelerasi, dan interdependesi untuk mencapai
tujuan bersama (Mubarak, dkk, 2006).
2.3.2. Peran Keluarga Dalam Kesehatan Keluarga
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang laun terhadap
seseorang sesuai dengan kedudukanya dalam suatu sistem. Peran keluarga dalam
berfungsinya keluarga, penyakit yang diderita salah satu anggota keluarga dapat
mempengaruhi keluarga yang lainya (Setiawati & Darmawan, 2008).
Dalam upaya mendirikan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang
sedang sakit, sehingga keluarga mampu melakukan fungsi dan tugas dalam
merawat anggota keluarga yang sedang sakit dan diharapkan kepada keluarga
dapat mengindentifikasi 5 dasar yaitu: fungsi efektif, sosialisasi, reproduksi,
ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga ( Mubarak, dkk, 2006).
2.3.3. Tugas Kesehatan Keluarga
Keluarga merupakan unit pelayanan dasar dalam masyarakat dan juga
merupakan perawat utama dalam anggota keluarga. Keluarga akan berperan
banyak terutama dalam menentukan asuhan pada yang diperlukan anggota
keluarga. Sebagai salah satu sistem akan terjadi saling interaksi dan
interdependensi antara sub-sub sistem dalam keluarga. Dengan kata lain salah satu
anggota keluarga mengalami gangguan kesehatan, maka sistem keluarga
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1.Kerangka Konseptual
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan
Keluarga Dalam Penatalaksanaan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Di
Puskesmas Kecamtan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara sebagai berikut:
skema:1 kerangka konseptual
Pengetahuan keluarga
Penatalaksanaan Diet DM
- Makanan yang beraneka ragam
- Makanan yang mencukupi energi
- Pembatasan lemak, minyak, dan santan
- Pengunaan garan beryodium
- Mengkosumsi makanan zat besi
- Kebiasaan makan pagi/ sarapan
- Minum air yang betrsih, aman, dan cukup jumlahnya.
- Menghindari minuman berakolhol
3.2. Defenisi Konseptual
Defenisi Operasional: Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
keluarga pasien diabetes melitus yang berkaitan dengan penatalaksanaan diet
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif yang
bertujuan mengidentifikasi pengetahuan keluarga terhadap penatalaksanaan diet
Diabetes Militus Di Puskesmas Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh
Tenggara.
4.2 Populasi Dan Sampel 4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien diabetes militus yang ada di
kecamatan babusalam Kabupaten Aceh Tenggara. Berdasarkan survei awal yang
dilakukan oleh peneliti jumlah pasien diabetes yang didapat dari puskesmas
Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara pada bulan Januari–Desember
2010 berjumlah 218 orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, apabila jumlah
subjek kurang dari 100, lebih baik diambil keseluruhan sehingga penelitiannya
dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 2006) jadi sampel
yang diambil dalam penelitian adalah 25% dari jumlah sampel yang direncakan
yaitu dengan teknik purposive sampling sebanyak 54 orang responden.
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga (yang tidak
menderita DM) yang mempunyai anggota keluarga yang menderita penyakit
diabetes melitus di Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara, yang
bersedia menjadi responden serta bisa membaca dan menulis.
4.3 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di wilyah kerja Puskesmas Kecamatan
Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara. Adapun pertimbangan pemilihan wilayah
Kecamatan tersebut karena kurangnya informasi dan pengetahuan keluarga
terhadap diet diabetes melitus, khususnya keluarga yang mempunyai keluarga
yang menderita diabetes melitus. Maka dari itu peneliti merasa perlu untuk
melakukan penelitian. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011
4.4 Pertimbangan Etik
Penelitian ini sudah dilakukan serta mendapat izin dari Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin dalam pengumpulan data,
maka dilakukan pendekatan kepada responden dan menjelaskan maksud dan
tujuan penelitian. Menurut Nursalam (2003), ada beberapa pertimbangan etik
tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian, 2) Informed Consent, peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri,
menjelaskan tujuan, dan manfaat penelitian. Jika responden bersedia menjadi
peserta penelitian maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan,
3) Anonimity, peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar
persetujuan tersebut, 4) Confidentiality, peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner oleh peneliti dengan mengacu kepada tinjauan pustaka. Instrumen
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
terdiri dari dua bagian yaitu lembar pertama mengenai data demografi, lembar
kedua mengenai pengetahuan. Cara pengisian lembar kuesioner adalah dengan
menggunakan checklist (√) pada tempat yang tersedia.
Kuesioner mengenai data demografi meliputi: No responden, , jenis kelamin.,
pendidikan, pekerjaan,penghasilan perbulan, hubungan dengan penderita DM,
bagian kedua yaitu kuesioner dalam bentuk tertutup yang berisi tentang
pernyataan-pernyataan yang mengidentifikasi bagaimana pengetahuan keluarga
tentang penatalaksanaan diet Diabetes Militus, yang terdiri dari pertanyaan negatif
dan pertanyaan positif. Untuk pertanyaan positif pada soal 1,3,5,7,9,11,13,15,dan
17. Dan untuk pertanyaan negatif pada soal 2,4,6,8,10,12,14,16, dan18.
penatalaksanaan diet diabetes melitus. Tiap pernyataan diberi nilai 1 bila ”ya” dan
diberi nilai 0 bila ”tidak”.
Penilaian pengetahuan dalam penelitian ini akan dikategorikan menjadi Baik,
Cukup, dan Kurang. Menurut Arikunto ( 2006), untuk mengetahui secara kualitas
tingkat pengetahuan yang dimilki seseorang dapat dibagi ke dalam tiga bagian
yaitu: tingkat pengetahuan Baik jika skor atau nilai 76%-100%, Cukup dengan
skor 60%-75% dan pengetahuan kurang jika skor Kurang dari 60%.
Berdasarkan persentase diatas untuk tingkat pengetahuan keluarga tentang
diet diabetes militus dikatakan mampu menjawab soal sebagai berikut :
Baik : jika jawaban benar dengan nilai 76%-100% dengan total score 15-18.
Cukup : jika jawaban benar dengan nilai 60%-75% dengan total score 11-14
Kurang : jika jawaban benar dengan nilai <60% dengan total score <10
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid
apabila mampu mengukur data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi
rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul
tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Uji validitas
pada penelitian ini dilakukan oleh dosen keperawatan medikal bedah dengan
hasil yang baik dan kemudian kuesioner dapat di sebarkan pada responden.
Tes reliabilitas (kepercayaan) merupakan indeks yang menunjukkan sejauh
sejauh mana alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan
menggunakan alat ukur yang sama ( Notoadmodjo, 2005 ).
Instrumen yang reliable akan dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya sehingga walaupun data diambil berulang-ulang,
hasilnya akan tetap sama. Kuesioner penelitian ini akan diuji dengan reliabilitas
internal yang diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali pengetesan
Peneliti mencari reliabilitas dengan rumus KR-21. Uji reliabilitas dilakukan sebelum mengumpulkan data, dengan mengujikan kuesioner kepada 22 subjek
diluar dari subjek penelitian dengan kriteria subjek penelitan yang sama kemudian
menilai reliabilitasnya. Untuk instrumen yang baru dikatakan reliabel apabila
memiliki nilai 0,70. (Arikunto, 2006).
4.7 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di kecamatan babusalam Aceh Tenggara.
Metode pengumpulan data yang digunakan terhadap responden dengan
menggunakan kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti memperoleh
surat izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Keperawatan USU dan Kepala
Puskesmas Kecamatan Babusalam. Pada saat pengumpulan data peneliti
menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada
calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diberi lembar kuesioner dan
diberi kesempatan bertanya apabila ada pernyataan yang tidak dipahami.
Responden yang tidak mampu mengisi sendiri dibantu oleh peneliti dengan cara
kuesioner kemudian memeriksa kelengkapan data dan jawaban. Jika ada data yang
kurang lengkap dapat langsung dilengkapi. Selanjutnya data yang telah terkumpul
dianalisa.
4.8 Analisa Data
Analisa data dilakukan melalui beberapa tahap yang dimulai dengan editing
untuk memeriksa kelengkapan identitas dan memastikan semua jawaban telah
diisi, kemudian dilanjutkan dengan memberi kode untuk memudahkan peneliti
dalam melakukan tabulasi data.
Pengolahan data demografi meliputi alamat, umur, lama menderita diabetes,
jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, pengahisan perbulan, dan hubungan
dengan penderita diabetes. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi data tetapi tidak dianalisis (Arikonto, 2006). Sedangkan pengolahan
data diet diabetes melitus menggunakan teknik komputerisasi yang juga
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil penelitian
Pada Bab ini akan di uraikan data hasil penelitian dan pembahasan
mengenai pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan diet diabetes melitus di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara,
penelitian ini dilaksanakan mulai 25 Juli sampai 10 Agustus 2011 di Puskesmas
Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara. Dengan jumlah responden
sebanyak 54 orang. Responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang
memiliki anggota keluarga yang menderita diabetes melitus di wilayah kerja
puskesmas kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara.
5.1.1 Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian diperoleh hasil berdasarkan umur terendah 18 tahun
dan umur tertinggi 53 tahun,. Berdasarkan jenis kelamin setengah laki-laki 27
responden (50%) dan perempuan (50%), berdasarkan latar belakang pendidikan
sebagian besar berpendidikan SMA 23 responden (42,6%), berdasarkan
pekerjaan setengah responden memiliki pekerjaan sebagai wiraswata 20
responden (37%). Berdasarkan penghasilan responden memiliki peghasilan
kurang dari Rp.1000.000 sebanyak 25 responden (46,3%), berdasarkan hubungan
5.1.2 Pengetahuan Keluarga Tentang Diet DM
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara. Pengetahuan keluarga tentang
penatalaksanaan diet diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara diketahui bahwa setengah responden
berpengetahuan kurang 25 responden (46,3%), kategoricukup 20 responden
(37,0%), dan pengetahuan responden baik sebanyak 9 responden (16,7%).
Tabel 5.1.2 pengetahauan keluarga tentang penatalaksanaan diet diabetes melitus di Puskesmas Kecamatan Babusalam Kabupaten Aceh Tenggara.
Mengenai pembahasan pengetahuan keluarga tentang penatalaksanaan diet
DM Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Babussalam Kabuapaten Aceh
Tenggara yang dilakukan terhadap 54 responden keluarga yang menderita
penyakit DM, bepengetahuan sebagian besar pada katagori kurang yaitu 25
responden (46,3%), dan pengetahuan cukup yaitu 20 responden (37,0%),
sedangkan hanya 9 responden (16,7%) mempunyai pengetahuan yang baik
Hasil penelitian yang dilakukan di puskesmas kecamatan babusalam
kabupaten aceh tenggara menunjukkan sebagian besar responden memiliki
pengetahuan yang kurang kurang yaitu 25 responden (46,3%).
Tingkat pengetahuan yang bervarias dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang
bersangkutan yang terdiri dari: pendidikan, persepsi, motivasi dan pengalaman.
Faktor eksternal meliputi lingkungan, kebudayaan dan informasi (Notoadmojo,
2002).
Rendahnya pengetahuan responden tentang penatalaksanaan diet DM
dipengaruhi oleh kuranganya pengetahuan diakibatkan kurangnya informasi yang
diperoleh responden dari lingkungan sekitar. Dimana masyarakat sekitar kurang
memamfaatkan fasilitas kesehatan yang disediakan, dan dari peryataan tenaga
kesehatan yang bertugas dipuskesmas kecamatan babusalam, setiap mereka
melakukan penyuluhan DM hanya sedikit masyarakat yang menghadirinya
diakibatkan sibuk dengan tugas masing-masing. Dan dari hasil penelitina yang
dilakukan di puskesmas kecamatan babusalam kab. Aceh tenggara kebanyakan
responden berpengetahuan yang kurang yaitu 25 responden (46,3). Hal ini sesuai
dengan pendapat Solita Sarwono (1997) bahwa perubahan perilaku dapat
dilakukan dengan cara memberikan informasi secara terus menerus yang akan
menambah pengetahuan responden dan membuat responden memahami materi
Dari penelitian diperoleh data tengtang jenis kelamin responden yaitu 27
responden laki-laki (50%) dan responden perempuan yaitu 27 responden (50%)
winata. Dari jenis kelamin ini dapat mempengaruhi pengetahuan responden
tengtang penatalaksanaan diet DM dimana lebih banyak pengalaman wanita
dalam memilih dan mengatur makanan dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai
dengan penelitian Dewi (2008) yang meneliti tentang pengetahuan diet diabetes
melitus, darihasil penelitian ditemukan responden berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak melakukan kesalahan praktek pengukuran makanan/dietnya dibanding
perempuan yaitu sebanyak 30 orang ( 53,6 % ). Hal ini menunjukkan bahwa
wanita lebih teliti melakukan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan
ketrampilan dalam mengatur menu mkanan penderita DM. Lazimnya wanita lebih
teliti dan tekun daripada pria dalam melakukan suatu pekerjaan terutama dalam
menu makanan. Hal ini mungkin terjadi karena wanita merasa sudah sangat biasa
berhubungan dengan makanan,
Dari hasil penelitian yang dilukukan bahwa masih ada responden yang tidak
sekolah yaitu 6 responden (11,1%), pendidikan SD 4 responden (7,4%), SMP 13
responden (24,1), diama yang palaing banyak responden yang berpendidikan
SMA yaitu 23 responden (42,6%) dan pendidikan perguruan tinggi yaitu 8
responden dengan persentase (14,8%).
Dari tingkat pendidikan responden yang berpariasi maka tingkat pengetahuan
responden berbeda-beda. Pengalamaan responden dalam juga dapat menpengaruhi
pengetahuan. Hal ini sesusai denga pendapat Notoadmodjo (2003) bahwa
sendiri maupun orang lain, sedangkan tingkat pendidikan menentukan mudah
tidaknya menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh dan pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pengetahuannya.
Menurut penelitian Dewi (2008) yang meneliti tentang pengetahuan diet diabetes
melitus, darihasil penelitian ditemukan responden berjenis kelamin laki-laki lebih
banyak melakukan kesalahan praktek pengukuran makanan/dietnya dibanding
perempuan yaitu sebanyak 30 orang ( 53,6 % ). Hal ini menunjukkan bahwa
wanita lebih teliti melakukan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan
ketrampilan dalam mengatur menu mkanan penderita DM. Lazimnya wanita lebih
teliti dan tekun daripada pria dalam melakukan suatu pekerjaan terutama dalam
menu makanan. Hal ini mungkin terjadi karena wanita merasa sudah sangat biasa
berhubungan dengan makanan,
Dukungan keluarga sangat motovasi keluarga sangat berpengaruh dalam
penatalaksanaan diet DM, dimana dalam penelitian ini didapat data tentang
hubungan keluarga dengan penderita DM yaitu suami 14 responden (25,9%), istri
11 responden (20,4%), dan kebanyakan responden yang memiliki hubungan
dengan penderita DM yaitu anak sebanyak 21 responden (38,9), dan menantu
yaitu 8 responden (14,8%). Menurut Teori Green (2000) yang menyatakan bahwa
dukungan keluarga termasuk dalam faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang membuat seseorang bersemangat untuk melakukan perubahan
perilaku dalam hal ini adalah menjadi lebih memperhatikan kepada hal yang
penderita DM dapat memberikan kesadaran kepada penderita dm sehingga dapat