KARAKTERISTIK SINDROM PREMENSTRUASI (PMS) dan
PENGARUHNYA TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR
MAHASISWI FAKULTAS KEPERAWATAN USU
SKRIPSI
Oleh
Ar-Ridha Tumiar Hasan 091121040
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang tidak
terhingga yang telah dilimpahkan-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Karakteristik Sindrom Premenstruasi (PMS) dan
Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswi Fakultas Keperawatan USU”.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses peneyelesaian
skripsi ini, sebagai berikut:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I dan sebagai dosen
pembimbing I skripsi.
3. Ibu Jenny M. Purba, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing II skripsi.
4. Ibu Siti Saidah Nst, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat. selaku dosen penguji.
5. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan USU yang telah membagikan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat bagi saya.
6. Kedua orang tua saya. Terima kasih atas segala pengorbanan dan perjuangan
ayahanda dan ibunda, setiap tetesan keringat telah menjadikan motivasi dan
dorongan kuat dalam menggapai kesuksesan ananda, serta sentuhan kasih
sayang dan doa menjadi inspirasi yang mampu melahirkan goresan-goresan
indah setiap ananda melangkah.
7. Terima kasih juga kepada abang dan adik saya atas dukungan dan semangat
8. Ucapan terima kasih yang terkhusus kepada semua sahabat F.Kep ‘09 Jalur B
semoga kita tetap menjadi sahabat selamanya dan terima kasih atas
kebersamaannya, dukungan serta semangat yang selalu kalian berikan.
Semoga Allah SWT yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak
yang telah menolong saya dalam menyelesaikan skripsi ini, dan semoga hasil
penelitian ini bermanfaat dibidang kesehatan terutama keperawatan.
Medan, Januari 2011
DAFTAR ISI
2. Sindrom Premenstruasi (PMS)……….. 12
3. Aktivitas Belajar………. 20
Bab 3. Kerangka Konseptual……… 30
1. Kerangka Konsep……….. 30
2. Definisi Operasional……….. 32
Bab 4. Metodologi Penelitian……… 34
1. Desain Penelitian………... 34
2. Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling……… 34
3. Lokasi dan Waktu Penelitian………. 35
4. Pertimbangan Etik……… 35
5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas 36 6. Rencana Pengumpulan Data………. 38
7. Analisa Data………. 39
Bab 5. Hasil dan Pembahasan………. 41
1. Hasil Analisa Univariat……… 41
2. Hasil Analisa Bivariat……….. 43
3. Pembahasan………. 44
Bab 6. Kesimpulan dan Saran………. 49
1. Kesimpulan……….. 49
Daftar Pustaka……… 51
Lampiran-lampiran
1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Penelitian……… 32 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi……… 42 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sindrom Premenstruasi…… 43 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar………... 43 Tabel 5. Pengaruh Karakteristik Sindrom Premenstruasi (PMS)
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Siklus Menstruasi; hipofisis-hipotalamus, ovarium dan
endometrium……… 11
Judul : Karakteristik Sindrom Premenstruasi (PMS) dan
Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswi Fakultas Keperawatan USU
Nama Mahasiswa : Ar-Ridha Tumiar Hasan
NIM : 091121040
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2009
ABSTRAK
Sindrom pre-menstruasi merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita yang terjadi akibat perubahan hormonal pada tahap luteal dari siklus menstruasi. Sekitar 20-40% wanita yang mengalami PMS selalu merasa kurang sehat selama menjelang menstruasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sindrom premenstruasi (PMS) dan pengaruhnya terhadap aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi, dan teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu simple random sampling.
Pengumpulan data dimulai dari tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan 9 Agustus 2010 di Fakultas Keperawatan USU terhadap 93 responden. Data diperoleh dari kuesioner yang terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian pertama tentang karakteristik responden, bagian kedua tentang karakteristik sindrom premenstrusi (PMS), dan bagian yang ketiga tentang aktivitas belajar. Data dianalisa secara komputerisasi dengan menggunakan uji chi-square.
Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik PMS yang dialami mahasiswi yaitu sebanyak 35 orang (37,6%) menderita PMS tipe A, dan 34 orang (36,6%) PMS tipe D. Sebagian besar aktivitas belajar mahasiswi berada pada rentang terganggau, yaitu 78 orang (83,9%). Hasil analisa pengaruh karakteristik sindrom premenstruasi (PMS) dengan aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU dengan uji chi-square didapat nilai p value adalah 0,773 yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara karakteristik PMS dengan aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU. Maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan karakteristik PMS dapat mengganggu aktivitas belajar.
Kata kunci: sindrom premenstruasi (PMS), aktivitas belajar
Judul : Karakteristik Sindrom Premenstruasi (PMS) dan
Pengaruhnya Terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswi Fakultas Keperawatan USU
Nama Mahasiswa : Ar-Ridha Tumiar Hasan
NIM : 091121040
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2009
ABSTRAK
Sindrom pre-menstruasi merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita yang terjadi akibat perubahan hormonal pada tahap luteal dari siklus menstruasi. Sekitar 20-40% wanita yang mengalami PMS selalu merasa kurang sehat selama menjelang menstruasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sindrom premenstruasi (PMS) dan pengaruhnya terhadap aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi, dan teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu simple random sampling.
Pengumpulan data dimulai dari tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan 9 Agustus 2010 di Fakultas Keperawatan USU terhadap 93 responden. Data diperoleh dari kuesioner yang terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian pertama tentang karakteristik responden, bagian kedua tentang karakteristik sindrom premenstrusi (PMS), dan bagian yang ketiga tentang aktivitas belajar. Data dianalisa secara komputerisasi dengan menggunakan uji chi-square.
Berdasarkan hasil penelitian, karakteristik PMS yang dialami mahasiswi yaitu sebanyak 35 orang (37,6%) menderita PMS tipe A, dan 34 orang (36,6%) PMS tipe D. Sebagian besar aktivitas belajar mahasiswi berada pada rentang terganggau, yaitu 78 orang (83,9%). Hasil analisa pengaruh karakteristik sindrom premenstruasi (PMS) dengan aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU dengan uji chi-square didapat nilai p value adalah 0,773 yang berarti bahwa tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara karakteristik PMS dengan aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU. Maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor yang menyebabkan karakteristik PMS dapat mengganggu aktivitas belajar.
Kata kunci: sindrom premenstruasi (PMS), aktivitas belajar
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Wanita yang mulai memasuki usia pubertas normalnya dalam perjalanan
hidupnya mengalami periode menstruasi atau haid. Menstruasi adalah
pengeluaran darah yang berasal dari dinding rahim bagian dalam. Keluarnya darah
tersebut disebabkan karena sel telur tidak dibuahi sehingga terjadi peluruhan
lapisan dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah. Jika tidak terjadi
kehamilan, peluruhan ini akan terjadi secara periodik dalam setiap siklus
endometrium atau menstruasi (Mochtar, 1989).
Siklus menstruasi adalah proses yang kompleks yang mencakup sistem
reproduktif dan endokrin (Smeltzer, 2001). Lama siklus menstruasi bervariasi
pada satu wanita selama hidupnya, dari bulan ke bulan tergantung pada berbagai
hal, termasuk kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita tersebut. Siklus
menstruasi terdiri dari beberapa fase yang dikendalikan oleh interaksi hormon
yang dikeluarkan oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Menstruasi atau
peluruhan dinding rahim terjadi dalam salah satu fase dari siklus menstruasi, yaitu
fase menstruasi (Saryono, 2009).
Menjelang datangnya fase menstruasi, sejumlah gadis dan wanita
adakalanya mengalami kondisi yang tidak enak. Mereka biasanya merasakan satu
atau beberapa gejala yang disebut dengan kumpulan gejala sebelum datang bulan
Walaupun tidak selalu dialami wanita tetapi, PMS merupakan masalah yang
cukup banyak dikeluhkan atau dialami wanita menjelang masa menstruasinya.
Suatu survey di Amerika Serikat (1982) menunjukkan 50% wanita yang datang ke
klinik ginekologi mengalami PMS. Lembaga independen yang diprakarsai Bayer
Schering Pharma melakukan penelitian yang melibatkan 1602 wanita dari
Australia, Hongkong, Pakistan, dan Thailand. Hasilnya menyimpulkan bahwa
22% wanita Asia Pasifik menderita PMS (Evy, 2009).
Penelitian-penelitian yang dilakukan di Indonesia terkait dengan PMS
menyatakan hasil yang tidak terlalu berbeda. Suatu penelitian yang disponsori
WHO tahun 1981 melaporkan 23% wanita Indonesia mengalami PMS (Essel,
2007). Penelitian lain terhadap 68 wanita usia produktif di Aceh Besar
melaporkan 41,18% respondennya menderita PMS dalam kategori sedang (Linda,
2008).
Selain sebagai masalah yang banyak di keluhkan atau dialami wanita
menjelang menstruasinya, PMS juga menimbulkan dampak atau masalah
kesehatan lain yang perlu diperhatikan. Penelitian di Virginia (1994) menemukan
bahwa wanita yang mengalami PMS 2,9 kali lebih sering mencari bantuan
kesehatan dibandingkan dengan yang tidak mengalami PMS. Sementara dalam
penelitian Greenspan et al (1998) 20-40% wanita yang mengalami PMS selalu
merasa kurang sehat selama menjelang menstruasi.
Sekitar 25% wanita yang mengalami perubahan suasana hati dan
perubahan fisik mengeluhkan perasaan berkurangnya kondisi tubuh yang sehat,
penuh stress dan hubungan yang bermasalah secara umum dapat berhubungan
dengan keparahan gejal-gejala fisik. Beberapa wanita melaporkan gangguan hidup
yang parah akibat PMS yang secara negatif mempengaruhi hubungan
interpersonal mereka. PMS juga dapat menjadi faktor dalam mengurangi
produktivitas, kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan dan ketidakhadiran di
tempat kerja (Smeltzer, 2001).
Gejala yang dialami wanita penderita PMS bervariasi. Seorang wanita bisa
merasakan gejala yang berbeda-beda dari satu bulan ke bulan berikutnya (Burns,
2000). Sebagian wanita tidak terpengaruh sama sekali, sementara yang lainnya
mengalami gejala yang hebat dan sangat melemahkan (Smeltzer, 2001). Pada
sekitar 14 persen perempuan antara usia 20 hingga 35 tahun, sindrom
premenstruasi dapat sangat hebat pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka
beristirahat dari sekolah atau kantornya. Gejala yang sering terjadi berupa depresi,
pusing, perasaan sensitif berlebihan sekitar dua minggu sebelum haid (Aulia,
2009).
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya variasi gejala yang dialami
wanita secara epidemiologi bermacam-macam. Menurut Karyadi (1999), sindrom
premenstruasi biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap
perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Faktor-faktor lain yang
meningkatkan resiko terjadinya PMS adalah stres (faktor stres memperberat
gangguan PMS), diet (faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi,
teh, coklat, minuman bersoda memperberat gejala PMS), kurang berolahraga dan
Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada minggu ketiga dibulan
April 2010 didapat bahwa 121 (19%) dari 649 mahasiswi Fakultas Keperawatan
USU mengalami sindrom premenstruasi. Maka, jika hal ini diabaikan akan dapat
mempengaruhi partisipasi mahasiswa terhadap angka ketidakhadirannya dalam
proses belajar mengajar, yang juga sangat berpengaruh sebagai syarat mengikuti
ujian yaitu kehadiran mengikuti proses belajar mengajar minimal 80%, sedangkan
untuk kehadiran dalam praktikum wajib 100%.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah karakteristik sindrom premenstruasi (PMS)
dan pengaruhnya terhadap aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan
USU?
3. Hipotesis
Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah karakteristik
sindrom premenstruasi (PMS) memiliki pengaruh yang bermakna terhadap
aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU.
4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan Umum
Menggambarkan karakteristik sindrom premenstruasi (PMS) dan pengaruhnya
4.2 Tujuan Khusus
4.2.1 Mengidentifikasi karakteristik sindrom premenstruasi (PMS) pada mahasiswi Fakultas Keperawatan USU.
4.2.2 Mengidentifikasi aktivitas belajar pada mahasiswi Fakultas Keperawatan USU.
4.2.3 Menganalisa pengaruh antara karakteristik sindrom premenstruasi (PMS) dengan aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU.
5. Manfaat Penelitian
Melalui identifikasi karakteristik sindrom premenstruasi (PMS) dan
pengaruhnya terhadap aktivitas belajar pada mahasiswi, diharapkan hasil
penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
5.1Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini menjadi bahan masukan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan tentang sindrom premenstruasi (PMS) pada mahasiswi, dan untuk
memberikan rekomendasi kepada para pengajar Fakultas Keperawatan USU agar
dapat mempertimbangkan kondisi mahasiswi yang sedang mengalami sindrom
premenstruasi dalam proses belajar mengajar.
5.2 Praktek Keperawatan
Dengan diketahuinya hasil penelitian ini, diharapkan dapat sebagai
tambahan informasi tentang karakteristik PMS, sehingga dapat memberikan
informasi kesehatan tentang pencegahan dan penanggulangannya, serta dapat
5.3 Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian atau data awal untuk
melakukan penelitian lebih lanjut terhadap permasalahan keluhan sindrom
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 1. Menstruasi
1.1Pengertian
Menurut Bobak (2004), menstruasi adalah perdarahan periodik pada
uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hari pertama keluarnya darah
menstruasi ditetapkan sebagai hari pertama siklus endometrium. Lama rata-rata
aliran menstruasi adalah lima hari (dengan rentang tiga sampai enam hari) dan
jumlah darah rata-rata yang hilang ialah 50 ml (rentang 20 sampai 80 ml), namun
hal ini sangat bervariasi. Siklus menstruasi mempersiapkan uterus untuk
kehamilan. Bila tidak terjadi kehamilan, terjadi menstruasi. Usia wanita, status
fisik dan emosi wanita serta lingkungan mempengaruhi pola siklus menstruasi.
Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,
hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran
pada saluran reproduksi normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam
proses ini, karena bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan
siklik maupun lama siklus menstruasi (Greenspan et al., 1998).
1.2Fisiologis Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi adalah proses kompleks yang mencakup sistem
reproduktif dan endokrin. Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama
estrogen dan progesteron (Smeltzer, 2001).
Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang
mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang
Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan
organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan
dengan wanita dewasa. Estrogen memegang peranan penting dalam
perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan dalam uterus
(Smeltzer, 2001).
Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam
uterus selama siklus menstruasi. Hormon ini disekresi oleh korpus luteum, yaitu
folikel ovarium setelah melepaskan ovum. Progesteron merupakan hormon yang
paling penting untuk menyiapkan endometrium untuk implantasi ovum yang telah
dibuahi. Jika terjadi kehamilan, sekresi progesteron berperan penting terhadap
plasenta dan untuk mempertahankan kehamilan yang normal. Selain itu,
progesteron bekerja dengan estrogen menyiapkan payudara untuk menghasilkan
dan mensekresi ASI (Smeltzer, 2001).
1.3Proses Fisiologis Siklus Menstruasi
Menurut Bobak (2004), Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa
yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan. Adapun
rangkaian terjadinya siklus menstruasi adalah sebagai berikut :
1.3.1 Siklus endometrium
Menurut Hamilton (1995) dan Bobak (2004), Siklus menstruasi
endometrium terdiri dari empat fase, yaitu :
1) Fase menstruasi
Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
berlangsung selama lima hari (rentang tiga sampai enam hari). Pada awal fase
menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Luteinizing Hormon) menurun atau
pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating
Hormon) baru mulai meningkat.
2) Fase proliferasi
Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung
sejak sekitar hari kelima ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15
siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap
kembali normal dalam sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti.
Sejak saat ini, terjadi penebalan 8-10 kali lipat, yang berakhir saat ovulasi. Fase
proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.
3) Fase sekresi/luteal
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum
periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius
yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan
halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.
4) Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari
setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum
yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar
estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga
suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan
1.3.2 Siklus hipotalamus-hipofisis
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini
menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone
(Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone
(FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi
estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu
hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai
puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi
fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh
karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi
(Bobak, 2004).
1.3.3 Siklus ovarium
Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial).
Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah
pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi
folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi,
folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, mensekresi baik
hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus
luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional
Skema 1.
2. Sindrom Premenstruasi (PMS) 2.1 Pengertian
Sindrom pre-menstruasi merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, dan
emosi yang terkait dengan siklus menstruasi wanita dan secara konsisten terjadi
selama tahap luteal dari siklus menstruasi akibat perubahan hormonal yang
berhubungan dengan siklus saat ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium) dan
menstruasi. Gejala-gejala tersebut dapat diperkirakan dan biasanya terjadi secara
regular pada 7-14 hari sebelum datangnya menstruasi (Saryono, 2009).
Premenstrual syndrome (PMS) adalah kombinasi gejala yang terjadi
sebelum haid dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi serta dialami
oleh banyak wanita sebelum awitan setiap siklus menstruasi (Smeltzer, 2001).
Premenstruasi sindrom merupakan gabungan dan tanda-tanda fisik dan
kejiwaan, suatu peningkatan ketegangan perasaan menjelang hari-hari datangnya
menstruasi, disertai mudah tersinggung, sakit kepala, perasaan tertekan (depresi)
dan payudara bengkak terasa sakit (mastalgia) ketegangan perasaan ini biasanya
timbul 7-10 hari sebelum keluar darah menstruasi. Semua keluhan ini akan hilang
dalam beberapa jam setelah darah menstruasi keluar (Faisal, 2001).
2.2 Tipe dan Gejala Sindrom Premenstruasi (PMS)
Tipe PMS bermacam-macam. Abraham dalam (Aulia, 2009 dan Saryono,
2009) membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan
puluh persen penderita PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS
gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan. Tipe-tipe PMS ada empat,
yaitu:
2.2.1 PMS tipe A
Sindrom Premenstruasi tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa
cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami
depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat menstruasi. Gejala ini
timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon
estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Penderita PMS
A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau
membatasi minum kopi.
2.2.2 PMS tipe H
PMS tipe H (hyperhydration) memiliki gejala edema (pembengkakan),
perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki,
peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan
bersamaan dengan tipe PMS lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya
air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula
pada diet penderita. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan
mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum
sehari-hari.
2.2.3 PMS tipe C
PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi
makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana
jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar,
pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena
pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap
makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan,
tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
2.2.4 PMS tipe D
Sindrom Premenstruasi tipe D (depression) ditandai dengan gejala rasa
depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi). Biasanya PMS tipe D berlangsung
bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh tipe PMS
benar-benar murni tipe D.
PMS tipe D disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan
estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi
dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino
tyrosine.
Aulia (2009) secara sederhana mengelompokkan gejala PMS dengan
kategori perubahan sebagai berikut:
1) Emosi: sedih, cemas, marah, kesal dan suasana hati tidak menentu
2) Intelektual: konsentrasi akan menurun, sulit mengambil keputusan
3) Nyeri: sakit kepala, payudara lunak, nyeri sendi dan otot
4) Perilaku: motivasi rendah, efisiensi rendah, tidak mau bersosialisasi dengan
5) Cairan tubuh: adanya sensasi kembung dalam tubuh, barat badan naik, volume
urin turun, terjadi pembengkakan pada kaki
6) Perubahan kulit: tumbuhnya jerawat, kulit jadi berminyak
7) Efek lainnya:
a) Perasaan malas bergerak, badan menjadi lemas, serta mudah merasa lelah
b) Nafsu makan meningkat
c) Emosi menjadi labil, sensitif dan perasaan negatif lainnya
d) Gangguan tidur
e) Penambahan berat badan
f) Pinggang terasa pegal
2.3 Penyebab Sindrom Premenstruasi (PMS)
Penyebab yang pasti dari sindrom pre menstruasi belum diketahui. Namun
dapat dimungkinkan berhubungan dengan faktor-faktor hormonal, genetik, sosial,
perilaku, biologi dan psikis.
2.3.1 Faktor Hormonal
Faktor hormonal yakni terjadi ketidakseimbangan antara hormon estrogen
dan progesteron berhubungan dengan PMS. Kadar hormon estrogen sangat
berlebih dan melampaui batas normal sedangkan kadar progesteron menurun.
Selain faktor hormonal, sindrom premenstruasi berhubungan dengan gangguan
perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami
lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus menstruasi (Saryono,
2009).
Beberapa teori menunjukkan adanya kelebihan estrogen atau defisit
progesteron dalam fase luteal dari siklus menstruasi. Selama bertahun-tahun teori
ini mendapat dukungan yang cukup banyak dan terapi progesteron biasa dipakai
untuk mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa terapi
progesteron kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan wanita, selain kadar
progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten. Bila kadar
progesteron yang menurun dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang
menderita PMS, maka dapat dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan
sebab utama. Sebagian wanita yang menderita PMS terjadi penurunan kadar
progesteron dan dapat sembuh dengan penambahan progesteron, akan tetapi
banyak juga wanita yang menderita gangguan PMS hebat tapi kadar
progesteronnya normal (Shreeve, 1983 dan Smeltzer, 2001).
2.3.2 Faktor Kimia
Faktor kimiawi sangat mempengaruhi munculnya PMS. Bahan-bahan kimia
tertentu di dalam otak seperti serotonin, berubah-ubah salama siklus menstruasi.
Serotonin adalah suatu neurotransmitter yang merupakan suatu bahan kimia yang
terlibat dalam pengiriman pesan sepanjang saraf di dalam otak, tulang belakang
dan seluruh tubuh. Serotonin sangat mempengaruhi suasana hati. Aktivitas
serotonin berhubungan dengan gejala depresi, kecemasan, ketertarikan, kelelahan,
perubahan pola makan, kesulitan untuk tidur, impulsif, agresif dan peningkatan
mengeluh PMS (Saryono, 2009). Serotonin penting sekali bagi otak dan syaraf,
dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat mengakibatkan
depresi (Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Smeltzer, 2001).
2.3.3 Faktor Genetik
Faktor genetik juga memainkan suatu peran yang sangat penting, yaitu
insidensi PMS dua kali lebih tinggi pada kembar satu telur (monozigot) dibanding
kembar dua telur (Saryono, 2009).
2.3.4 Faktor Psikologis
Faktor psikis, yaitu stress sangat besar pengaruhnya terhadap kejadian PMS.
Gejala-gejala PMS akan semakin menghebat jika di dalam diri seorang wanita
terus menerus mengalami tekanan (Saryono, 2009). Menurut Simanjuntak dalam
Prawiroharjo (2005), faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah sosial dan
lain-lain juga memegang peranan penting. Yang lebih mudah menderita PMS
adalah wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid
dan terhadap faktor-faktor psikologis.
2.3.5 Faktor Gaya Hidup
Faktor gaya hidup dalam diri wanita terhadap pengaturan pola makan juga
memegang peranan yang tidak kalah penting. Makan terlalu banyak atau terlalu
sedikit, sangat berperan terhadap gejala-gejala PMS. Makanan terlalu banyak
garam akan menyebabkan retensi cairan, dan membuat tubuh bengkak. Terlalu
banyak mengkonsumsi minuman beralkohol dan minuman-minuman berkafein
2.4 Faktor Resiko Sindrom Premenstruasi (PMS)
Sindrom premenstruasi biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang
lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Saryono (2009)
dalam bukunya memaparkan beberapa faktor yang meningkatkan resiko
terjadinya PMS antara lain:
2.4.1 Wanita yang pernah melahirkan
PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila
pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksemia.
2.4.2 Status perkawinan
Wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan
yang belum menikah.
2.4.3 Usia
PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia,
terutama antara usia 30-45 tahun. Walaupun ada fakta yang
mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja yang
sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita
yang lebih tua (Freeman, 2007).
2.4.4 Stres
Faktor stres akan memperberat gangguan PMS. Hal ini sangat
mempengaruhi kejiwaan dan koping seseorang dalam menyelesaikan
2.4.5 Diet
Faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat,
minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala
PMS.
2.4.6 Kebiasaan merokok dan minum alkohol; juga dapat memperberat
gejala PMS.
2.4.7 Kegiatan fisik
Kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya
PMS.
2.5 Penanganan Sindrom Premenstruasi (PMS)
Terdapat suatu persetujuan dalam penatalaksanaan premenstrual syndrome
(PMS). Riwayat yang terinci dan dikaji dengan cermat serta kelompok gejala
harian dan fluktuasi mood yang terdapat pada beberapa siklus dapat menjadi
petunjuk dalam penyusunan rencana penatalaksanaan. Konseling, dalam bentuk
kelompok pendukung atau konseling pasangan/individu dapat sangat bermanfaat.
Penggunaan obat-obatan seperti inhibitor prostaglandin dan diuretik untuk
meredakan edema, bromokriptin (parlodel) untuk mengatasi nyeri tekan pada
payudara dan diet yang seimbang, rendah kafein dan natrium atau disertai
makanan diuretik alami dapat meredakan gejala. Latihan fisik dan suplemen
vitamin (B6 dan E) seringkali direkomendasikan (Saryono, 2009).
Para wanita yang diganggu PMS dapat mengurangi gejala-gejala dengan
dimakan, memperbanyak mengonsumsi serat, mengurangi asupan lemak,
mengurangi jumlah garam jika terdapat retensi cairan dan menghindari kafein
(Health Media Nutrition Series, 1996).
Menurut Rayburn (2001), terapi PMS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
2.5.1 Terapi simtomatik; untuk menghilangkan gejala-gejala antara lain
dengan diuretika untuk mengobati kembung, anti depresan dan anti
ansietas untuk menghilangkan cemas dan depresi, bromokriptin untuk
menghilangkan bengkak dan nyeri pada payudara dan anti prostaglandin
untuk mengatasi nyeri payudara, nyeri sendi dan nyeri muskuloskeletal.
2.5.2 Terapi spesifik; untuk mengobati etiologi yang diperkirakan sebagai
penyebab dari PMS antara lain dengan progesteron alamiah untuk
mengatasi defisiensi progesteron dan pemberian vitamin B6.
2.5.3 Terapi ablasi; bertujuan untuk mengatasi PMS dengan cara
menghentikan haid.
3. Belajar
3.1 Pengertian Belajar
Menurut James O. Wittaker, 1970 dalam buku Soemanto (2006) belajar
adalah suatu proses ditimbulkan atau diubahnya tingkah laku melalui latihan atau
pengalaman (Learning may be defined as the process by which behavior
Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia.
Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu
sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup
manusia tidak lain adalah hasil dari belajar (Soemanto, 2006).
Dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik
menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar
dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang
merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya
(Sardiman, 2007).
3.2Aktivitas Belajar
Meskipun telah mempunyai tujuan tertentu dalam belajar serta telah
memilih set yang tepat untuk merealisasi tujuan itu, namun tindakan-tindakan
untuk mencapai tujuan sangat dipengaruhi oleh situasi. Situasi dapat menetukan
set belajar yang dipilih. Berikut dikemukakan beberapa contoh aktivitas belajar
dalam berbagai situasi yang dikemukakan oleh Soemanto (2006), yaitu:
3.2.1 Mendengar
Dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ada ceramah atau kuliah
dari guru atau dosen. Tugas pelajar atau mahasiswa adalah mendengarkan. Tidak
setiap orang dapat memanfaatkan situasi ini untuk belajar. Seseorang menjadi
belajar atau tidak dalam situasi ini, tergantung ada atau tidaknya kebutuhan,
motivasi, dan set seseorang itu. Dengan adanya kondisi pribadi seperti itu
memungkinkan sesorang tidak hanya mendengar, melainkan mendengarkan
3.2.2 Memandang
Setiap stimuli visual memberi kesempatan bagi seseorang untuk belajar.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang dapat kita pandang, akan tetapi
tidak semua pandangan penglihatan kita adalah belajar. Meskipun pandangan kita
tertuju kepada sesuatu objek visual, apabila dalam diri kita tidak terdapat
kebutuhan, motivasi serta set tertentu untuk mencapai suatu tujuan, maka
pandangan yang demikian tidak termasuk belajar. Apabila kita memandang segala
sesuatu dengan set tertentu untuk mencapai tujuan yang mengakibatkan
perkembangan diri kita, maka dalam hal yang demikian kita sudah belajar.
3.2.3 Menulis atau Mencatat
Tidak setiap aktivitas mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang
bersifat menurun, menjiplak atau mengkopi, adalah tidak dapat dikatakan sebagai
aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk belajar yaitu apabila dalam mencatat itu
orang menyadari kebutuhan serta tujuannya, serta menggunakan set tertentu agar
catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar. Tanpa penggunaan
set belajar, maka catatan yang kita buat tidak mencatat apa yang mestinya dicatat.
Materi yang kita catat sangat ditentukan oleh set-set belajar kita. Sementara kita
mendengarkan ceramah atau berpartisipasi dalam kegiatan diskusi, seminar dan
sebagainya, kesadaran kita tentang kebutuhan dan tujuan akan sangat menolong
kita untuk memilih materiil yang harus dicatat.
3.2.4 Membaca
Seringkali ada orang yang membaca buku pelajaran sambil berbaring
jiwa, membaca yang demikian belum dapat dikatakan sebagai belajar. Belajar
adalah aktif, dan membaca untuk keperluan belajar hendaknya dilakukan di meja
belajar daripada di tempat tidur, karena dengan sambil tiduran itu perhatian dapat
terbagi.
Belajar memerlukan set. Membaca untuk keperluan belajar harus pula
menggunakan set. Membaca dengan set misalnya dengan memulai
memperhatikan judul-judul bab, topik-topik utama dengan berorientasi kepada
kebutuhan dan tujuan. Kemudian memilih topik yang relevan dengan kebutuhan
atau tujuan itu. Tujuan kita akan menetukan materi yang dipelajari. Di sini kita
menetukan set untuk membuat catatan-catatan yang perlu. Sementara membaca
itu catatlah setiap pertanyaan yang muncul dalam benak kita.
3.2.5 Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggarisbawahi
Ikhtisar atau ringkasan dapat membantu kita dalam hal mengingat atau
mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk
keperluan belajar yang intensif, membuat ikhtisar adalah belum cukup.Sementara
membaca, pada hal-hal yang penting kita beri garis bawah (underlining). Hal ini
sangat membantu kita dalam usaha menemukan kembali materiil itu di kemudian
hari.
3.2.6 Mengamati Tabel-Tabel, Diagram-Diagram, dan Bagan-Bagan
Materiil non-verbal seperti tabel, diagram dan bagan sangat berguna bagi
kita dalam mempelajari materiil yang relevan itu. Demikian pula gambar-gambar,
peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu
3.2.7 Menyusun Paper atau Kertas Kerja
Tidak semua aktivitas menyusun makalah merupakan aktivitas belajar.
Banyak pelajar atau mahasiswa yang menyusun makalah dengan jalan mengkopi
atau menjiplak. Memang cara yang demikian sering menguntungkan mereka
karena dengan mengambil materi sana-sini, diatur hubungannya sehingga
membentuk sajian yang sistematis dan lengkap, dengan bahasa yang bagus karena
dibuat oleh para ahli, maka mereka memperoleh angka kelulusan.
3.2.8 Mengingat
Mengingat dengan maksud agar ingat tentang sesuatu, belum termasuk
aktivitas belajar. Mengingat yang didasari atas kebutuhan serta kesadaran untuk
mencapai tujuan belajar lebih lanjut adalah aktivitas belajar, apalagi jika
mengingat itu berhubungan dengan aktivitas-aktivitas belajar lainnya.
3.2.9 Berpikir
Adapun yang menjadi objek serta tujuannya, berpikir adalah termasuk
aktivitas belajar. Dengan berpikir, orang memperoleh penemuan baru,
setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antar sesuatu.
3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Dalam belajar, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Dari sekian
banyak faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga
3.3.1 Faktor-faktor Stimuli Belajar
Yang dimaksudkan dengan stimuli belajar di sini yaitu segala hal di luar
individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan
belajar. Stimuli dalam hal ini mencakup materiil, penegasan, serta suasana
lingkungan eksternal yang harus diterima atau dipelajari oleh si pelajar. Beberapa
hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimuli belajar yaitu:
1) Panjangnya Bahan Pelajaran
Panjangnya bahan pelajaran berhubungan dengan jumlah bahan pelajaran.
Semakin panjang bahan pelajaran, semakin panjang pula waktu yang diperlukan
oleh individu untuk mempelajarinya. Bahan yang terlalu panjang atau terlalu
banyak dapat menyebabkan kesulitan individu dalam belajar. Kesulitan individu
itu tidak hanya karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan lebih
berhubungan dengan faktor kelelahan serta kejemuan si pelajar dalam menghadapi
atau mengerjakan bahan yang banyak itu.
2) Kesulitan Bahan Pelajaran
Tiap-tiap bahan pelajaran mengandung tingkat kesulitan yang berbeda.
Tingkat kesulitan bahan pelajaran mempngaruhi kecepatan pelajar. Makin sulit
sesuatu bahan pelajaran, makin lambatlah orang mempelajarinya.
3) Berartinya Bahan Pelajaran
Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari belajar
diwaktu sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa penguasaan bahasa,
dari bahan yang dipelajari di waktu sekarang. Bahan yang berarti memungkinkan
individu untuk belajar, karena individu dapat mengenalnya.
4) Berat-Ringannya Tugas
Berat atau ringannya suatu tugas ini erat hubungannya dengan tingkat
kemampuan individu. Tugas yang sama, kesukarannya berbeda bagi
masing-masing individu. Hal ini disebabkan karena kapasitas intelektual serta pengalaman
mereka tidak sama.
5) Suasana Lingkungan Eksternal
Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal, antara lain: cuaca,
waktu, kondisi tempat, penerangan dan sebagainya. Faktor-faktor ini
mempengaruhi sikap dan reaksi individu dalam aktivitas belajarnya, sebab
individu yang belajar adalah interaksi dengan lingkungannya.
3.3.2 Faktor-Faktor Metode Belajar
Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode
belajar yang dipakai oleh si pelajar. Faktor-faktor metode belajar menyangkut
hal-hal berikut:
1) Overlearning dan Drill
Overlearning dilakukan untuk mengurangi kelupaan dalam mengingat
keterampilan-keterampilan yang pernah dipelajari tetapi dalam sementara waktu
tidak dipraktekkan. Overlearning yang terlalu lama menjadi kurang efektif bagi
kegiatan praktek. Drill berlaku bagi kegiatan berlatih abstraksi misalnya
berhitung. Overlearning dan drill berguna untuk memantapkan reaksi dalam
2) Resitasi Selama Belajar
Kombinasi kegiatan membaca dengan resitasi sangat bermanfaat untuk
meningkatkan kemampuan membaca itu sendiri, maupun untuk menghafalkan
bahan pelajaran.
3) Pengenalan Tentang Hasil-Hasil Belajar
Pengenalan seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya adalah
penting, karena dengan mengetahui hasil-hasil yang sudah dicapai, seseorang akan
lebih berusaha meningkatkan hasil belajar selanjutnya.
4) Belajar dengan Keseluruhan dan dengan Bagian-Bagian
Belajar mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian adalah lebih
menguntungkan daripada belajar mulai dari bagian-bagian. Hal ini karena dengan
dimulai dari keseluruhan, individu menemukan set yang tepat untuk belajar.
5) Penggunaan Modalitas Indera
Ada tiga impresi yang penting dalam belajar, yaitu: oral, visual, dan
kinestetik. Modalitas indera yang dipakai oleh masing-masing individu dalam
belajar tidak sama. Ada orang yang berhasil belajarnya dengan menekankan
impresi oral saja, dengan impresi visual saja atau dengan impresi kinestetik saja.
Di samping itu, ada pula yang belajar dengan menggunakan kombinasi impresi
indera.
6) Penggunaan Set dalam Belajar
Arah perhatian seseorang sangat penting bagi belajarnya. Belajar tanpa set
7) Bimbingan dalam Belajar
Bimbingan yang terlalu banyak diberikan oleh guru atau orang lain
cenderung membuat si pelajar menjadi tergantung. Bimbingan dapat diberikan
dalam batas-batas yang diperlukan oleh individu.
8) Kondisi-Kondisi Insentif
Insentif adalah objek atau situasi eksternal yang dapat memenuhi motif
individu. Insentif adalah alat untuk mencapai tujuan.
3.3.3 Faktor-Faktor Individual
Faktor-faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar
seseorang, adapun faktor-faktor individual itu menyangkut hal-hal berikut:
1) Kematangan
Kematangan dicapai oleh individu dari proses pertumbuhan fisiologisnya.
Dengan berkembangnya fungsi-fungsi otak dan sistem saraf, hal ini akan
menumbuhkan kapasitas mental seseorang dan mempengaruhi hal belajar
seseorang itu.
2) Faktor Usia Kronologis
Pertambahan dalam hal usia selalu dibarengi dengan proses pertumbuhan
dan perkembangan. Semakin tua usia individu, semakin meningkat pula
kematangan berbagai fungsi fisiologisnya. Usia kronologis merupakan faktor
3) Faktor Perbedaan Jenis Kelamin
Hingga saat ini belum ada petunjuk yang menguatkan tentang adanya
perbedaan skil, sikap-sikap, minat, temperamen, bakat, dan pola-pola tingkah laku
sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin.
4) Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman yang diperoleh oleh individu ikut mempengaruhi hal belajar
yang bersangkutan, terutama pada transfer belajarnya.
5) Kapasitas Mental
Dalam tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai
kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan
fungsi fisiologis pada sistem saraf.
6) Kondisi Kesehatan Jasmani
Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang
badannya sakit atau kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif.
7) Kondisi Kesehatan Rohani
Gangguan serta cacat mental pada seseorang sangat mengganggu hal
belajar orang yang bersangkutan. Seseorang tidak akan dapat belajar dengan baik
apabila sakit ingatan, sedih, frustasi, atau putus asa.
8) Motivasi
Motivasi penting untuk proses belajar, karena motivasi menggerakkan
organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
karakteristik sindrom premenstruasi dan pengaruhnya terhadap aktivitas belajar
mahasisiwi. Berdasarkan dari gejala yang muncul, sindrom premenstruasi dibagi
menjadi PMS tipe A, PMS tipe H, PMS tipe C dan PMS tipe D. Gejala yang
muncul berbeda dari satu wanita ke wanita lainnya dan dari satu siklus ke siklus
berikutnya pada wanita yang sama. Sebagian wanita merasa tidak terpengaruh
sama sekali, tetapi beberapa wanita lainnya merasa sangat hebat pengaruhnya
sehingga mengharuskan mereka beristirahat dari kantor atau sekolahnya.
Dalam penelitian ini, aktivitas belajar dikategorikan menjadi 2 yaitu
teganggu dan tidak terganggu. Aktivitas belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor,
salah satunya yaitu faktor individu yang mencakup kematangan individu, usia,
perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi
Keterangan:
= diteliti
= tidak diteliti
Skema 2. Kerangka Konsep Penelitian
Karakteristik PMS: - Mendengarkan - Memandang
- Menulis atau mencatat - Membaca
- Membuat ikhtisar atau ringkasan dan
menggarisbawahi
- Mengamati tabel, diagram, dan bagan
- Menyusun paper - Mengingat - Berpikir
Faktor Resiko Terjadinya PMS : - Wanita yang pernah
melahirkan
- Status perkawinan - Usia
- Stres - Diet
- Kebiasaan merokok dan minum alkohol
- Kegiatan fisik
Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar:
2. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Variabel independen:
Sindrom premenstruasi
Kumpulan tanda-tanda dan gejala yang muncul sebelum menstruasi.
a. PMS tipe A,
dengan gejala yang muncul yaitu adanya rasa cemas, sensitif (marah, kesal), saraf tegang, perasaan labil (suasana hati tidak menentu).
b. PMS tipe H,
dengan gejala yang muncul yaitu perut kembung, nyeri payudara,
pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum menstruasi.
c. PMS tipe C,
dengan tanda yang muncul yaitu
lemah, gangguan selama proses belajar di dalam kelas, seperti mendengarkan, memandang, menulis atau mencatat, membaca, membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi, menyusun makalah, dan mengingat.
Kuesioner - Terganggu - Tidak
terganggu
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
korelatif untuk melihat karakteristik sindrom premenstruasi dan pengaruhnya
terhadap aktivitas belajar mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. Penelitian ini
bertujuan untuk mencari ada tidaknya pengaruh yang bermakna antara kedua
variabel tersebut. Menurut Nursalam (2008), hubungan korelatif mengacu pada
kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain.
2. Populasi, Sampel dan Tehnik Sampel 2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswi Fakultas
Keperawatan USU yang mengalami sindrom premenstruasi yang berjumlah 121
orang.
2.2Sampel
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = tingkat signifikansi (0.05)
Maka diperoleh jumlah sampelnya sebanyak 93 orang.
Adapun kriteria sampel yang diteliti yaitu mahasiswi yang mengalami
sindrom premenstruasi dan terpilih dalam proses pengundian responden.
2.3Tehnik Pengambilan Sampel
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
simple random sampling yaitu jenis probability yang paling sederhana dan dapat
diseleksi secara acak pada setiap elemen (Nursalam, 2008).
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2010 di Fakultas
Keperawatan USU Medan. Alasan peneliti memilih Fakultas Keperawatan USU
dengan pertimbangan bahwa peneliti merupakan mahasiswi di Fakultas
Keperawatan USU, sehingga hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat
kepada Fakultas Keperawatan USU ini. Selain itu, mahasiswa Fakultas
Keperawatan rata-rata adalah wanita, sehingga peneliti mendapatkan jumlah
sampel yang mencukupi.
4. Pertimbangan Etik
Adapun pertimbangan etik yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
dengan memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian
dan prosedur pelaksanaan penelitian. Responden yang bersedia diteliti harus
menandatangani lembar persetujuan (informed consent) dan responden yang
menolak untuk diteliti tidak dipaksa dan tetap menghormati haknya. Responden
yang bersedia diteliti tetapi tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan,
Untuk menjaga kerahasian responden maka peneliti tidak mencantumkan
nama responden pada lembar kuesioner. Lembar tersebut hanya diberi kode atau
nomor tertentu untuk menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh
responden.
5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas 5.1 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian yaitu bagian pertama tentang
karakteristik responden yang berisi identitas calon responden, bagian kedua yaitu
kuesioner sindrom premenstruasi dan bagian ketiga adalah kuesioner aktivitas
belajar.
5.1.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden meliputi: tahun masuk, usia sekarang, usia
(menarche) pertama mendapat menstruasi, lama perdarahan menstruasi, panjang
siklus menstruasi, agama, suku bangsa, status pernikahan, kebiasaan merokok atau
minum alkohol, dan kebiasaan berolahraga. Data demografi calon responden
ditujukan untuk mengetahui karakteristik responden dan mendeskripsikan
distribusi frekuensi dan persentase demografi terhadap karakteristik sindrom
premenstruasi dan pengaruhnya terhadap aktivitas belajar mahasiswi.
5.1.2 Kuesioner Sindrom Premenstruasi
Kuesioner ini ditujukan untuk mengidentifikasi karakteristik sindrom
menggambarkan seluruh tipe sindrom premenstruasi. PMS tipe A diwakili oleh
gejala cemas, sensitif, saraf tegang, dan labil. PMS tipe H diwakili dengan gejala
perut kembung, nyeri payudara, pembengkakan tangan dan kaki, dan berat badan
meningkat. PMS tipe C dengan gejala yang muncul yaitu lapar, banyak makan
karbohidrat, dan ingin makan yang manis-manis (cokelat). Dan PMS tipe D
diwakili dengan gejala depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa,
bingung, dan sulit mengucapkan kata-kata.
Pilihan gejala yang paling banyak diisi oleh responden menggambarkan
tipe PMS yang dialami responden tersebut. Ataupun responden dapat mengalami
kombinasi dari dua atau lebih dari gejala PMS.
5.1.3 Kuesioner Aktivitas Belajar
Kuesioner ini ditujukan untuk mengidentifikasi aktivitas belajar
mahasiswi. Kuesioner ini terdiri dari 30 pertanyaan dengan kriteria skor kurang,
cukup, aktif, dan sangat aktif. Untuk kriteria kurang diberi skor 0, kriteria cukup
diberi skor 1, kriteria aktif diberi skor 2, dan kriteria sangat aktif diberi skor 3.
5.2Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan oleh orang
yang ahli di bidangnya. Uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 orang yang
memenuhi kriteria. Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus alpha cronbach karena jenis instrumen penelitian yang
digunakan bentuk multiple choice. Koefisien reliabilitas untuk instrumen aktivitas
premenstruasi diperoleh nilai alfa = 0,655. Hal ini dapat diterima sesuai dengan
pendapat Arikunto (1998) yang menyatakan bahwa sesuatu instrumen dikatakan
reliabel jika nilai reliabilitasnya lebih dari 0,60.
6. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan yaitu pada tahap awal peneliti
akan mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Fakultas
Keperawatan USU. Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan
data. Pada saat pengumpulan data peneliti memberikan penjelasan terlebih dahulu
kepada responden tentang tujuan penelitian. Responden yang bersedia diminta
untuk menandatangani surat persetujuan atau menyetujui secara lisan. Sebelum
pengisian kuesioner peneliti memberi penjelasan kepada responden tentang
kuesioner dan cara pengisiannya sehingga responden dapat menjawab dengan
benar agar diperoleh data yang akurat dan diberikan kesempatan untuk bertanya
kepada peneliti bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti. Pengolahan dan analisa
data dilakukan setelah data terkumpul sesuai dengan jumlah sampel yang
dibutuhkan.
7. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data
melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data dari
kemudian data diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi
dan analisa data.
Metode statistik untuk menganalisa data yang digunakan pada penelitian
ini adalah:
7.1 Statistik Univariat
Pada penelitian ini, metode statistik univariat digunakan untuk
menganalisa variabel independen yaitu karakteristik sindrom premenstruasi dan
variabel dependen yaitu aktivitas belajar. Untuk menganalisa variabel
karakteristik sindrom premenstruasi, dianalisa dengan menggunakan skala
nominal dan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.
Untuk variabel aktivitas belajar, dianalisa dengan menggunakan skala
rasio dan ditampilkan dalam distribusi frekuensi. Data mengenai aktivitas belajar
dikategorikan menjadi 2, yaitu terganggu aktivitas dan tidak terganggu aktivitas
belajar. Nilai terendah yang mungkin dicapai adalah 0 dan nilai tertinggi adalah
90. Dengan menggunakan rumus statistik :
p = rentang
banyak kelas
Maka diperoleh panjang kelas sebesar 45. Dengan p=45 dan nilai terendah adalah
0 sebagai batas bawah kelas pertama, maka aktivitas belajar dikategorikan dalam
kelas interval sebagai berikut:
0 – 45 = terganggu aktivitas belajar
7.2 Statistik Bivariat
Untuk melihat pengaruh antara variabel independen dan dependen
digunakan uji statistik “chi square test” (X2), karena variabel independen berskala
nominal dan variabel dependen berskala rasio. Intrepretasi hasil uji korelasi
dilakukan dengan analisa silang dengan menggunakan tabel silang yang dikenal
dengan baris kali kolom dengan derajat kebebasan (df) yang sesuai dan tingkat
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan 9
Agustus 2010. Bagian ini menguraikan hasil penelitian terhadap 93 orang
mahasiswi yang mengalami sindrom premenstruasi di Fakultas Keperawatan
USU. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Adapun hasil penelitian
yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Hasil Analisa Univariat 1.1 Karakteristik Responden
Hasil penelitian terhadap karakteristik responden yaitu usia responden
yang terbanyak berada pada rentang umur 18-20 tahun, yaitu sebanyak 62 orang
(66,7%). Usia menarche responden yang paling banyak yaitu pada rentang umur
12-14 tahun, yaitu sebanyak 88 orang (94,6%). Lama menstruasi yang terbanyak
adalah 6-8 hari, yaitu sebanyak 49 orang (52,7%) dan 3-5 hari sebanyak 42 orang
(45,2%). Panjang siklus menstruasi yang dialami responden yang paling banyak
yaitu pada rentang 28-30 hari, sebanyak 76 orang (81,7%). Lama gejala sindrom
premenstruasi yang terbanyak dialami responden yaitu 1-3 hari, sebanyak 56
orang (60,2%). Agama responden yang paling banyak adalah Islam, yaitu
sebanyak 57 orang (61,3%). Responden dengan suku bangsa terbanyak yaitu
Batak, sebanyak 47 orang (50,5%). Status pernikahan dari seluruh responden
adalah belum menikah (100%). Seluruh responden tidak memiliki kebiasaan
merokok (100%), sedangkan responden yang tidak memiliki kebiasaan olahraga
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Demografi
1.2Karakteristik Sindrom Premenstruasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden cenderung mengalami
karakteristik sindrom premenstruasi yang berkombinasi dengan dua atau lebih tipe
PMS. Hasil dari kombinasi tipe PMS ini sangat bervariasi, yaitu sebanyak 12 tipe,
dan tipe PMS yang terbanyak adalah kombinasi dari keempat tipe, yaitu PMS tipe
A,H,C,D sebanyak 31 orang (33,3%). Tetapi hasil yang ditampilkan pada
penelitian ini hanya 4 tipe yang dominan dialami responden.
Karakteristik PMS yang terbanyak dialami responden adalah tipe A yaitu
sebanyak 35 orang (37,6%), dan tipe D yaitu 34 orang (36,6%). Adapun daftar
distribusi frekuensinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sindrom Premenstruasi
Karakteristik PMS Frekuensi Persentase
PMS tipe A
1.3Aktivitas Belajar
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas belajar mahasiswi
sebagian besar berada pada rentang terganggu yaitu 78 orang (83,9%). Adapun
daftar distribusi frekuensinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Aktivitas Belajar
Aktivitas Belajar Frekuensi Persentase
Terganggu aktivitas Tidak terganggu aktivitas
2. Hasil Analisa Bivariat
Setelah data diolah dan dikelompokkan berdasarkan kategori seperti diatas
maka selanjutnya data dianalisa untuk melihat pengaruh karakteristik sindrom
premenstruasi (PMS) dengan aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan
USU. Adapun analisa statistik yang digunakan adalah uji chi-square, didapat nilai
p value adalah 0,773 (ά > 0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat pengaruh
yang bermakna terhadap aktivitas belajar mahasiswi.
Untuk mengetahui pengaruh antara karakteristik sindrom premenstruasi
dengan aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU, dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 5. Pengaruh Karakteristik Sindrom Premenstruasi (PMS) dengan Aktivitas Belajar
3.1 Karakteristik Sindrom Premenstruasi (PMS)
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 3 bahwa karakteristik
sindrom premenstruasi pada mahasiswi Fakultas Keperawatan USU yang paling
banyak dialami adalah tipe A dan tipe D. Penelitian ini sesuai dengan penelitian
Abraham (dalam Aulia, 2009 dan Saryono, 2009) yang menemukan bahwa
penderita PMS terbanyak adalah tipe A. Namun persentase kejadian
masing-masing tipe PMS dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Pada penelitian sebelumnya persentase kejadian PMS tipe A sebesar 80%, dan
tipe D adalah 20%, sedangkan pada penelitian ini didapat persentase kejadian tipe
A adalah 37,6% dan tipe D sebesar 34,6%.
3.2 Aktivitas Belajar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas belajar mahasiswi sebagian
besar berada pada rentang terganggu. Hal ini sesuai oleh penjelasan yang terdapat
dalam Smeltzer (2001) yang mengatakan bahwa PMS dapat menjadi faktor yang
mengganggu aktivitas. Hanya saja Smeltzer mengungkapkan bahwa aktivitas yang
terganggu pada saat mengalami PMS berkaitan dengan pekerjaan dan
ketidakhadiran di tempat kerja. Sedangkan dalam penelitian ini responden
penelitian berada dalam aktivitas perkuliahan. Mappa (1999) menjelaskan bahwa
aktivitas belajar mahasiswi dikatakan terganggu jika wanita yang mengalami PMS
keadaan fisik dan psikologisnya tidak baik. Orang yang belajar membutuhkan
kondisi badan yang sehat. Orang yang badannya sakit atau kelelahan tidak akan
terganggu dapat mempengaruhi kerja otak yang pada akhirnya mengakibatkan
terganggunya konsenstrasi belajar (Mappa, 1999).
3.3 Pengaruh Karakteristik Sindrom Premenstruasi terhadap Aktivitas Belajar Mahasiswi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik sindrom
premenstruasi tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap aktivitas
belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU. Hal ini menunjukkan bahwa
apapun tipe sindrom premenstruasi yang dialami mahasiswi bukan merupakan
faktor yang mengganggu aktivitas belajar mahasiswi. Hasil penelitian ini
menambahkan hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa sindrom
premenstruasi dapat sangat hebat pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka
beristirahat dari sekolah atau kantornya (Aulia, 2009). Hal yang sama pada
penelitian Simanjuntak (1999) yang mendapatkan hasil bahwa pada saat terjadi
sindrom premenstruasi konsentrasi belajar seseorang terganggu, dan kesalahan
dalam melakukan aktivitas juga lebih besar.
Jika dilihat dari karakteristik usia dan status pernikahan responden,
cenderung berbeda antara teori dengan data karakteristik responden yang
diperoleh dari penelitian ini. Freeman (2007) mengungkapkan bahwa PMS
semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia
30-45 tahun. Sedangkan usia responden yang terbanyak mengalami PMS pada
penelitian ini yaitu usia 18-20 tahun. Hal ini didukung juga oleh teori (Freeman,
2007) yang mengungkapkan bahwa banyak wanita melaporkan mengalami
gejala-gejala PMS lebih awal dan ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian
sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih tua. Hal ini mungkin
disebabkan karena wanita pada usia muda masih terfokus pada gejala-gejala yang
mereka alami sebelum menstruasi, sehingga konsentrasi menjadi menurun dan
akan menyebabkan terganggunya aktivitas belajar. Sementara pada usia dewasa
tidak terlalu dihiraukan karena fikiran mereka telah terpecah kepada hal-hal
lainnya dan pada usia muda biasanya wanita belum dapat menggunakan
mekanisme koping yang baik untuk mengatasi stres yang memperberat
gejala-gejala PMS tersebut.
Keseluruhan responden pada penelitian ini berstatus belum menikah, hal
ini berbeda dengan yang diungkapkan Saryono (2009) bahwa wanita yang sudah
menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum menikah dan
PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak. Perbedaan antara teori ini
dengan status pernikahan pada data demografi responden pada penelitian ini
mungkin disebabkan karena wanita/mahasiswi yang belum menikah belum terjadi
kematangan perkembangan emosional, dimana perkembangan emosional ini akan
sangat berpengaruh terhadap respon serta tindakan untuk mengatasi masalah
kesehatannya, sehingga akan mengganggu aktivitas belajar mereka.
Walaupun analisa chi-square menunjukkan hasil tidak memiliki pengaruh
yang bermakna, namun jika dilihat dari sebaran jumlah mahasiswi yang
mengalami gangguan belajar cenderung lebih banyak dibandingkan dengan yang
Penelitian ini memberikan informasi tambahan bahwa pengaruh
terganggunya aktivitas belajar mahasiswi tidak dipengaruhi oleh karakteristik
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1.1 Karakteristik sindrom premenstruasi yang terbanyak adalah tipe A dan tipe
D.
1.2 Sebagian besar aktivitas belajar mahasiswi Fakultas Keperawatan USU
berada pada rentang terganggu.
1.3 Hasil analisa data dengan menggunakan uji chi-square didapat bahwa
karakteristik PMS tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap
aktivitas belajar mahasiswi.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat pada penelitian ini, karakteristik
PMS yang dialami mahasiswi merupakan salah satu faktor yang mengganggu
aktivitas belajar. Maka saran pada penelitian ini untuk:
2.1 Pendidikan Keperawatan
Lebih mengembangkan ilmu pengetahuan mahasiswi untuk mengenali
panjang siklus menstruasi sehingga dapat mengantisipasi dampak dari gejala yang
timbul pada saat PMS, khususnya tentang pencegahan dan penanggulangan PMS
melalui perkuliahan. Dan memberikan rekomendasi kepada para pengajar
Fakultas Keperawatan USU agar dapat mempertimbangkan kondisi mahasiswi