ABSTRACT
FACTORS AFFECTING QUALITY INSPECTION RESULTS
By Marlina Safitri
This study aimed to examine the effect of work experience, independence, objectivity, integrity, and the risk of errors on the quality inspection results of the Inspectorate of District/City and Province in Lampung.
The data used in this study was obtained by using questionnaires distribution. The analysis of data obtained through the questionnaires was then conducted by using multiple regression analysis method. The results showed that the variables of work experience and objectivity partially have a positive effect on the quality of the inspection results, while the error risk variables have a negative effect on the quality of inspection results. However, the independence and integrity variables do not have any effect on the quality of inspection results.
Future research may use other independent variables as the factors that affect the quality of inspection results; such as ethics, incentives, and the working pressure; in order to enrich the research topic. Further research is also expected to increase the number of research samples by extending the research places, so that the results can be more generalize the findings.
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN
Oleh
Marlina Safitri
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, dan risiko kesalahan terhadap kualitas hasil pemeriksaan pada Inspektorat Kabupaten/Kota dan Provinsi di Lampung.
Data yang digunakan dalam penelitian ini didapat dengan menggunakan metode survei kuesioner. Analisis data yang didapatkan melalui metode survei kuesioner dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengalaman kerja dan objektivitas secara parsial berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan variabel risiko kesalahan berpengaruh negatif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Namun untuk variabel independensi dan integritas tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan variabel independen lain dalam melihat faktor-faktor yang memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan seperti etika, insentif, dan tekanan kerja sehingga dapat memperkaya topik penelitian. Serta diharapkan juga penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah sampel yang diteliti dengan memperluas lokasi penelitian sehingga hasil penelitian memiliki daya generalisasi yang lebih tinggi.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KUALITAS
HASIL PEMERIKSAAN
(Studi Pada Inspektorat Kabupaten/Kota dan Provinsi Di Lampung)
(Skripsi)
Oleh
Marlina Safitri
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi ... 7
2.1.2 Kualitas Hasil Pemeriksaan ... 8
2.1.3 Pengalaman Kerja... 12
2.1.4 Independensi ... 14
2.1.5 Objektivitas ... 16
2.1.6 Integritas ... 18
2.1.7 Risiko Kesalahan ... 20
2.2 Penelitian Terdahulu ... 21
2.4 Pengembangan Hipotesis ... 24
2.4.1 Pengaruh Pengalaman Kejra terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan... 24
2.4.2 Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan ... 25
2.4.3 Pengaruh Objektivitas terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan ... 26
2.4.4 Pengaruh Integritas terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan ... 27
2.4.5 Pengruh Risiko Kesalahan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan... 27
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 30
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 30
3.4 Operasional Variabel Penelitian ... 31
3.4.1 Variabel Dependen ... 31
1. Kualitas Hasil Pemeriksaan ... 31
3.4.2 Variabel Independen... 32
1. Pengalaman Kerja... 32
2. Independensi ... 33
3. Objektivitas ... 33
4. Integritas ... 34
5. Risiko Kesalahan ... 34
3.5 Metode Analisis Data... 36
3.5.2 Koefisien Determinasi ... 36
3.5.3 Uji Kualitas Data ... 37
3.5.3.1 Uji Reliabilitas ... 37
3.5.3.2 Uji Validitas ... 37
3.5.4 Uji Asumsi Klasik ... 38
3.5.4.1 Uji Normalitas ... 38
3.5.4.2 Uji Multikolinieritas ... 38
3.5.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 39
3.6 Pengujian Hipotesis ... 39
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data ... 41
4.2 Statistik Deskriptif ... 43
4.3 Pengujian Validitas Dan Realibilitas Data ... 44
4.3.1 Uji Validitas ... 44
4.3.2 Uji Reliabilitas ... 44
4.4 Pengujian Asumsi Klasik ... 45
4.4.1 Uji Normalitas... 45
4.4.2 Uji Multikolinieritas ... 46
4.4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 47
4.5 Hasil Pengujian Hipotesis ... 47
4.5.1 Menguji Koefisien Determinasi ... 47
4.6 Pembahasan ... 50
4.6.1 Pengaruh Pengalaman Kejra terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan... 51
4.6.2 Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan ... 52
4.6.3 Pengaruh Objektivitas terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan ... 53
4.6.4 Pengaruh Integritas terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan ... 54
4.6.5 Pengruh Risiko Kesalahan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan... 55
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 57
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 59
5.3 Saran ... 59
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 KUESIONER
LAMPIRAN 2 ADMINISTRASI PENELITIAN
LAMPIRAN 3 TABULASI JAWABAN RESPONDEN DAN DITRIBUSI
JAWABAN RESPONDEN
LAMPIRAN 4 HASIL UJI KUALITAS DATA
LAMPIRAN 5 HASIL UJI STATISTIK DESKRIPTIF, HASIL UJI ASUMSI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Ringkasan Operasional Variabel penelitian ... 35
Tabel 4.1 Hasil Analisis Pengembalian Kuesioner ... 41
Tabel 4.2 Demografi Responden ... 42
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Statistik Deksriptif ... 43
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas ... 44
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas ... 45
Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinearitas ... 46
Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 47
Tabel 4.8 Koefisien Determinasi ... 48
Tabel 4.9 Hasil Uji Parameter Individual ... 49
MOTO
“Allah SWT tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya dan kemampuannya”
(Q.S. Al Baqarah; 286)
“
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila
engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras
(untuk urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau
berharap
.
”
(Q.S. Al Insyirah; 6-8)
“Restu orang tua adalah Restu Allah
. Hargai yang ada, jangan cari
kesempurnan karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT
”
Ayah (Suprihatin) dan Emak (Kartini) yang selalu memberikan kasih sayang,
dukungan, nasehat, dan doa yang tak pernah putus. Kalian adalah semangat
hidupku, tetaplah menjadi sosok yang selalu ada di balik kesuksesanku kelak.
Kakak ku satu-satunya dan yang paling ganteng, Achmad Masturnus (Bejo)
yang selalu memberikan nasehat dan semangatnya. Semoga kita bisa sukses dan
membahagiakan kedua orang tua kita.
Seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa dan motivasi.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 21 Maret 1992 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suprihatin dan Ibu Kartini.
Pada tahun 1998, penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di
TK Amartha Tani Bandar Lampung. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan
oleh penulis pada tahun 2004 di SD Negeri 1 Labuhan Dalam. Sekolah Menengah
Pertama (SMP) ditempuh oleh penulis di SMP Negeri 19 Bandar Lampung dan
berhasil diselesaikan pada tahun 2007, dan kemudian dilanjutkan menempuh
pendidikan di SMA Negeri 13 Bandar Lampung hingga tahun 2010.
Selanjutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
SANWACANA
Segala puji syukur penulis panjatkan Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dapat penulis selesaikan, Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN” ini dimaksudkan untuk memenuhi
sebagian persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi Program Sarjana S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, penulis dengan ketulusan hati mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat selesai. 5. Bapak Lego Waspodo, S.E., M.Si., Akt. selaku Dosen Pembimbing II yang
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Dr. Rindu Rika Gamayuni, S.E.,M.Si. selaku Penguji Utama. Terima kasih atas kritik dan sarannya yang membangun dalam prosen penyelesaian skripsi ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan selama kuliah berlangsung.
9. Kedua orang tuaku, Bapak Suprihatin dan Ibu Kartini yang telah mendidik, mengasuh, menjadi semangat bagi setiap langkah penulis, selalu memberikan dukungan baik moral maupun materiil, saran, dan tak henti-hentinya mendoakan yang terbaik untuk putra-putrinya. Terima kasih telah mengiringi perjuanganku sampai saat ini.
10.Kakakku, Achmad Masturnus (Bejo) yang selalu memberikan nasehat dan semangatnya. Semoga kita bisa sukses serta menjadi anak yang membanggakan dan dapat membahagiakan kedua orang tua kita.
11.Keluarga besarku, Mak Woh Da, Wak Anang, Mak Woh Pak Woh Ben, Cik
Pa, Bu De Pak De Toto, Yuk Lia, Ayuk Upik dan sepupu-sepupu terima kasih atas doa, dukungan, dan semangatnya.
12.Seluruh auditor Inspektorat Provinsi Lampung, Inspektorat Kabupaten Lamsel, Pringsewu, dan Pesawaran yang sudah meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner.
13.Pak Gede, Pak Azwar, Pak Surial, dan Ibu Yeni yang sudah membantu penulis dalam mengurus keperluan administrasi penelitian.
14.Yusuf Abdul Goni (Ucup) yang membantu penulis dalam mengantarkan kuesioner ke beberapa kabupaten, terima kasih banyak telah bersedia meluangkan waktunya dan tenaganya.
15.Sahabat-sahabat lamaku Tyas Agustina, Dian Mustika, dan Suri Margi Rahayu yang selalu memberikan semangat dan dukungannya.
16.Sahabat-sahabatku, Andriani, Feny, Fina, Jane, Jeni, Latifa, Novia, Sela, Tiaraku, Tiwi, Wella, dan Yoga, terima kasih kalian selalu menemani disetiap perjuanganku. Terima kasih juga untuk doa dan dukungannya, sukses selalu untuk kita.
17.Teman-teman satu bimbingan dan satu bahasan, Hana, Nevia, Teja, Meki, Sarip, Arlenti, Mareta, Echa, dan Egi terima kasih atas bantuannya.
Sisi, Ira Puspita, Irvia, Dila, Yasni, Sharon, Yobel, Ben, Jirry, Elza, Rica, Yogi, Edwin, Ari, Taufik, Wahyu, Mahmud, Satria, Ryan, Ferry, Herlina, Nanda, Marwanto, Oksano, dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas semangat dan kebersamaan selama empat tahun ini.
19.Kakak-kakak tingkat, Kak Nirol, Kak Reza, Kak Gery, Kak Febry, Kak Tirta, dan Kak Krisna terima kasih atas semangat, nasehat, dan dukungannya. 20.Adik-adik tingkat, Yuni, Nico, Agung, Panggih, Marce, Feny, Rara, terima
kasih semangat dan keceriannya.
21.Teman-teman KKN Pekon Kuripan, Rizal, Bang Dimas, Bang Beny, Rizki, Marison, Ndut Sri, dan Mami Desi terima kasih atas kebersamaan dan menjadi keluarga baru bagi penulis.
22.Pak Sobari untuk kesabaran dalam membantu mengurus skripsi dan proses birokrasinya. Mas Yan, Mas Yono, Mbak Sri, Mpok, Mas Leman, terima kasih atas bantuannya.
23.Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik Fakultas Ekonimi dan Bisnis Universitas Lampung, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam proses penyelesaian skripsi ini, karena itu penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun.
Akhir kata Penulis mengucapkan “ Terima Kasih”.
Bandar Lampung, 22 November 2014 Penulis
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, organisasi audit pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu : Auditor Eksternal
Pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Auditor
Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawas Intern Pemerintah
(APIP). Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang pedoman pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah menyatakan bahwa pengawasan terhadap
urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. APIP terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen, Unit Pengawasan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang sistem
pengendalian intern pemerintah menyatakan bahwa APIP melakukan pengawasan intern
pemerintah melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.
Inspektorat provinsi adalah aparat pengawas fungsional yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada gubernur yang melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah
daerah provinsi sebelum disampaikan gubernur kepada BPK. Adapun inspektorat
2
bertanggungjawab kepada bupati/walikota yang melakukan reviu atas laporan keuangan
pemerintah daerah kabupaten/kota sebelum disampaikan bupati/walikota kepada BPK.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 04 Tahun 2008 tentang pedoman
pelaksanaan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah menyatakan bahwa inspektorat
Provinsi/Kabupaten/Kota melaksanakan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah.
Laporan pemerintah daerah yang direviu meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Reviu atas laporan
keuangan pemerintah daerah dilakukan untuk memberikan keyakinan atas kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah dan tidak memberikan dasar untuk menyatakan pendapat atau
opini atas laporan keuangan.
Opini BPK atas laporan keuangan daerah yang diperoleh oleh kabupaten/kota dan provinsi di
Lampung pada tahun 2013 sebanyak 5 (33,4%) kabupaten/kota mendapatkan opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) yaitu Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Waykanan,
Kabupaten Lampung Barat, dan Kabupaten Tulangbawang Barat. Kabupaten/kota dan
provinsi yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) sebanyak 13 (60%)
kabupaten/kota dan provinsi yaitu Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Selatan,
Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Mesuji, Kabupaten
Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Tulangbawang.
Adapun kabupaten/kota yang mendapatkan opini Tidak Wajar (TW) seabanyak 1 (6,6%)
kabupaten/kota yaitu Kabupaten Lampung Utara (Saputra, 2014).
Dalam menjalankan fungsi pemeriksaan berupa reviu, inspektorat didukung oleh kinerja
auditornya yang memiliki peran penting dalam menjalankan fungsi pemeriksaan internal.
3
dalam setiap kegiatan pemeriksaan yang dilakukan agar dapat menghasilkan hasil
pemeriksaan yang berkualitas. Menurut Subhan (2011) rekomendasi dan laporan hasil kerja
APIP harus berkualitas, untuk mengetahui kualitas hasil kerja tersebut dapat dinilai dari
laporan hasil pemeriksaan.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa auditor disyaratkan memiliki
pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi
kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang industri yang ditekuni kliennya (Arens
dkk., 2004). Mabruri dan Winarna (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh
pengalaman kerja terhadap kualitas hasil pemeriksaan dengan hasil bahwa pengalaman
berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Namun hasil penelitian tersebut tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011) dan Ayuningtyas (2012) yang
menunjukkan bahwa pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Pusdiklatwas BPKP (2005) menyatakan bahwa independensi pada dasarnya merupakan state of mind atau sesuatu yang dirasakan oleh masing-masing individu menurut apa yang
diyakininya. Safitri dkk., (2012) dan Nirmala (2013) meneliti tentang pengaruh independensi
terhadap kualitas hasil pemeriksaan, dengan hasil bahwa independensi berpengaruh terhadap
kualitas hasil pemeriksaan. Namun hasil penelitian tersebut tidak konsisten dengan penelitian
yang dilakukan oleh Efendy (2010) dan Ayuningtyas (2012) yang menunjukkan bahwa
independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Objektivitas merupakan salah satu ciri yang membedakan profesi akuntan dengan profesi
yang lain. Prinsip objektivitas menetapkan suatu kewajiban bagi auditor untuk tidak
memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan (Wayan, 2005 dalam
4
transparan, berani, bijaksana, dan bertanggungjawab dalam melaksanakan pemeriksaan.
Dengan integritas yang tinggi, maka auditor dapat meningkatkan kualitas hasil
pemeriksaannya (Pusdiklatwas BPKP, 2005). Penelitian Ayuningtyas (2012) menunjukkan
bahwa objektivitas dan integritas berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Namun
penelitian tersebut tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Subhan (2011) yang
menunjukkan bahwa objektivitas tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2012) menunjukkan bahwa integritas tidak
berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19 tahun 2009 tentang
pedoman kendali mutu audit APIP menyatakan bahwa penetapan risiko merupakan hal yang
sangat penting untuk dibuat sebelum melakukan audit. Auditi yang mempunyai ukuran risiko
sangat tinggi diperiksa lebih sering dan lebih dalam dibandingkan dengan auditi yang
berisiko lebih rendah. Hal tersebut karena auditi yang memiliki ukuran risiko sangat tinggi
memiliki kemungkinan yang tinggi pula untuk melakukan kecurangan.
Penelitian tentang kualitas hasil pemeriksaan bertujuan agar dapat mengetahui faktor-faktor
yang memengaruhi dan dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan yang dihasilkan.
Terkait dengan banyak topik dan perbedaan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya, penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian Sukriah dkk.,
(2009). Kesamaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada
penggunaan variabel yang sama yaitu pengalaman kerja, independensi, objektivitas, dan
integritas yang memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan. Adapun perbedaan penelitian ini
adalah variabel kompetensi yang diganti dengan variabel risiko kesalahan sebagai variabel
5
sebelumnya dilakukan pada auditor di Inspektorat Se-Pulau Lombok, sedangkan pada
penelitian ini dilakukan pada auditor di Inspektorat Kabupaten/Kota dan Provinsi di
Lampung yang pemerintah daerahnya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Pada
Inspektorat Kabupaten/Kota dan Provinsi Di Lampung)”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Apakah pegalaman kerja memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan?
2. Apakah independensi memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan?
3. Apakah objektivitas memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan?
4. Apakah integritas memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang diinginkan peneliti dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh pegalaman kerja terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
2. Pengaruh independensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
3. Pengaruh objektivitas terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
4. Pengaruh integritas terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
5. Pengaruh risiko kesalahan terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan pedoman bagi peneliti
selanjutnya, serta dapat meningkatkan perkembangan teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian ini.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada Inspektorat
Kabupaten/Kota dan Provinsi di Lampung dalam meningkatkan kualitas hasil
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi
Fritz Heiderteori sebagai pencetus teori atribusi berpendapat bahwa atribusi merupakan teori
yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Psikolog terkenal, Harold Kelley menekankan
bahwa teori atribusi berhubungan dengan proses kognitif dimana individu
menginterprestasikan perilaku yang berhubungan dengan bagian tertentu dari lingkungan
yang relevan. Ahli teori atribusi yang lain mengasumsikan bahwa manusia memiliki sikap
rasional dan didorong untuk menelaah dan memahami struktur penyebab dari lingkungan
mereka. Teori atribusi menjelaskan mengenai proses bagaimana kita dapat menentukan
penyebab dan motif tentang perilaku seseorang. Teori ini berpedoman tentang bagaimana
seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan
ditentukan oleh faktorinternal misalnya sifat, karakter, sikap, dan lain-lain; ataupun faktor
eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh
terhadap perilaku individu (Luthans, 2006).
Ivancevich dkk., (2006) menyatakan bahwa salah satu pendekatan yang menyediakan dasar
untuk memahami hubungan antara persepsi dan perilaku adalah teori atribusi. Selanjutnya
8
di sekitar mereka disebabkan oleh bagian lingkungan mereka yang secara relatif stabil. Ia
juga menyatakan bahwa secara singkat teori atribusi berusaha untuk menjelaskan bagian dari
perilaku. Berdasarkan teori atribusi, penyebab yang dipersepsikan dari suatu peristiwalah
yang memengaruhi perilaku orang bukan peristiwa aktual itu sendiri. Secara spesifik
seseorang individu akan berusaha menganalisis mengapa peristiwa tertentu muncul dan hasil
analisis tersebut akan memengaruhi perilaku mereka dimasa mendatang (Ivancevich dkk.,
2006).
Thoha (1993) mengartikan atribusi sebagai suatu proses bagaimana seseorang mencari
kejelasan sebab-sebab dari perilaku orang lain. Seseorang tidak hanya tertarik mengamati
perilaku dalam organisasi saja, melainkan mencari jawaban penyebab dari perilaku orang lain
yang diamatinya. Penilaian orang dan reaksinya terhadap perilaku orang lain bisa saja banyak
dipengaruhi oleh persepsi mereka bahwa orang lain bertanggungjawab atas perilakunya.
Thoha (1993) juga berpendapat bahwa proses atribusi ini sangat bermanfaat dalam persepsi
sosial, karena dengan meneliti sebab-sebab terjadinya suatu perilaku diharapkan persepsi
seseorang terhadap orang lain dapat sesuai.
2.1.2 Kualitas Hasil Pemeriksaan
Ardini (2010) berpendapat bahwa untuk memastikan agar menghasilkan kualitas hasil
pemeriksaan yang baik, auditor dengan kemampuan profesionalisme yang tinggi akan
melaksanakan pemeriksaan secara benar dan cenderung menyelesaikan setiap
tahapan-tahapan proses pemeriksaan secara lengkap, serta mempertahankan sikap skeptisme dalam
mempertimbangkan bukti-bukti pemeriksaan yang kurang memadai yang ditemukan selama
9
kemampuan profesional individu auditor dalam melakukan pekerjaannya yang dapat
memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kualitas auditor dipengaruhi oleh kemampuan profesional individu auditor, dimana semakin
tinggi kamampuan profesional seorang auditor akan menghasilkan hasil pemeriksaan yang
semakin berkualitas (Ardini, 2010).
Kualitas hasil pemeriksaan adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan
kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab, merahasiakan
pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak
lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Batubara,
2008). Menurut Setyaningrum (2012) kualitas hasil pemeriksaan merupakan konsep yang
kompleks dan sulit dipahami. Semakin bagusnya kualitas hasil pemeriksaan akan ditunjukkan
oleh hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Ia juga berpendapat bahwa hasil
pemeriksaan tersebut berupa temuan audit yang menunjukkan bahwa kemampuan auditor
dalam mendeteksi kesalahan yang terdapat dalam laporan keuangan. De Anglo (1981) dalam
Badjuri (2011) mendefinisikan kualitas hasil pemeriksaan sebagai probabilitas atau
kemungkinan dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu
pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Dimana dalam melaksanakan tugasnya
tersebut auditor berpedoman pada standar auditing dan kode etik akuntan publik yang
relevan.
Efendy (2010) berpendapat bahwa pemeriksaan yang berkualitas adalah pemeriksaan yang
dapat ditindaklanjuti oleh auditee. Kualitas ini harus dibangun sejak awal pelaksanaan pemeriksaan hingga pelaporan dan pemberian rekomendasi. Dengan demikian, indikator
10
pemeriksaan dilakukan dengan cermat, sesuai prosedur, serta terus mempertahankan sikap
skeptis (Efendy, 2010).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang sistem
pengendalian intern pemerintah menyatakan bahwa inspektorat provinsi dan kabupaten/kota
melakukan reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah provinsi sebelum disampaikan
kepala daerah kepada BPK. Pengertian reviu atas laporan keuangan pemerintah daerah adalah
prosedur penelusuran angka-angka, permintaan keterangan dan analitis yang harus menjadi
dasar memadai bagi inspektorat untuk memberikan keyakinan terbatas atas laporan keuangan
bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar
laporan keuangan tersebut disajikan berdasarkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang
memadai dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.09/2010 tentang standar reviu atas laporan
keuangan Kementerian Negara/Lembaga menyatakan bahwa reviu adalah penelaahan atas
penyelenggaraan akuntansi dan penyajian laporan keuangan kementerian atau lembaga oleh
auditor aparat pengawasan intern kementrian dan lembaga yang kompeten untuk memberikan
keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI) dan laporan keuangan kementerian atau lembaga telah disajikan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dalam upaya membantu Menteri atau Pimpinan
Lembaga untuk menghasilkan laporan keuangan kementerian atau lembaga yang berkualitas.
Tujuan reviu adalah untuk meyakinkan keandalan informasi keuangan yang disajikan dalam
laporan keuangan.
Menurut Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
11
adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis
akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK adalah pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dilakukan dalam rangka memberikan
pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah.
Berbeda dengan audit, reviu tidak mencakup pengujian terhadap Sistem Pengendalian Intern
(SPI), catatan akuntansi, dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan melalui
perolehan bahan bukti, serta prosedur lainnya seperti yang dilaksanakan dalam audit.
Perbedaan juga dapat dilihat berdasarkan tujuan audit yaitu untuk memberikan dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan,
sedangkan tujuan reviu hanya sebatas memberikan keyakinan mengenai akurasi, keandalan,
keabsahan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Reviu tidak mencakup suatu
pengujian atas kebenaran substansi dokumen sumber seperti perjanjian kontrak pengadaan
barang/jasa, bukti pembayaran/kuitansi, serta berita acara fisik atas pengadaan barang/jasa,
dan prosedur lainnya yang biasanya dilaksanakan dalam sebuah audit. Prosedur analitis
dalam reviu dilakukan dengan teknik pembandingan atas angka-angka di laporan keuangan.
Adapun prosedur analitis dalam audit dilakukan secara lebih luas dan mendalam dengan
teknik pembandingan, analisis, dan evaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian teknik
12
Menurut Sukriah dkk., (2009) kualitas hasil pemeriksaan dapat diukur dengan indikator
kesesuaian pemeriksaan dan kualitas laporan hasil pemeriksaan. Indikator kesesuaian
pemeriksaan dapat dilihat dari apakah proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor sesuai
dengan standar audit yang berlaku. Adapun untuk indikator kualitas laporan hasil
pemeriksaan dapat dilihat apakah laporan hasil pemeriksaan memuat temuan dan simpulan
hasil pemeriksaan secara objektif, dan apakah laporan hasil pemeriksaan dibuat dengan
akurat, lengkap, meyakinkan, jelas, ringkas, serta tepat waktu agar informasinya dapat
bermanfaat secara maksimal.
2.1.3 Pengalaman Kerja
Nirmala (2013) berpendapat bahwa pengalaman kerja merupakan hasil interaksi berulang
yang didapat dari pelatihan formal dan informal. Ia juga berpendapat bahwa pengalaman
kerja penting bagi auditor profesional, karena auditor yang memunyai banyak pengalaman
kerja akan memunyai bahan pertimbangan yang baik dalam proses pengambilan keputusan
pemeriksaannya. Tim Penyusun STAN (2010) berpendapata bahwa pengalaman seorang
auditor biasanya ditunjukkan oleh lamanya yang bersangkutan berkarir dibidang audit atau
investigasi, serta sering dan bervariasinya melakukan pemeriksaan. Jika auditor senior
menugaskan orang yang belum atau kurang berpengalaman, maka orang tersebut harus
disupervisi atau dibimbing oleh seniornya yang lebih berpengalaman.
Menurut Mulyadi (2002) pengetahuan seorang auditor didapat melalui pendidikan formal,
yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman dan selanjutnya dilakukan dalam bentuk
praktik. Selanjutnya ia berpendapat bahwa pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran
13
non-formal. Pengalaman juga ia artikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang
kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman audit memengaruhi ketepatan
penilaian auditor terhadap bukti yang dibutuhkan. Pengalaman juga dapat meningkatkan
kemampuan auditor untuk mengolah informasi dan menentukan solusi untuk mengambil
tindakan-tindakan yang diperlukan (Mulyadi, 2002).
Subhan (2011) berpendapat bahwa pengalaman kerja adalah ukuran lamanya seorang auditor
bekerja dalam melaksanakan tugasnya. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan
seseorang, pengalaman kerjanya akan semakin kaya dan luas, dan memungkinkan
peningkatan kinerja. Subhan (2011) juga berpendapat bahwa pengalaman auditor
memengaruhi kemampuan kerja, semakin sering auditor bekerja dan melakukan pekerjaan
yang sama, maka auditor tersebut akan menjadi makin terampil dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Auditor yang tidak berpengalaman akan cenderung melakukan kesalahan yang
lebih banyak dibanding dengan auditor yang berpengalaman. Carolita (2012) berpendapat
bahwa pengalaman kerja sangat diperlukan dalam memenuhi kewajiban seorang auditor
terhadap tugasnya untuk memenuhi standar umum audit.
Menurut Sukriah dkk., (2009) pengalaman kerja dapat diukur dengan indikator lamanya
bekerja sebagai auditor dan banyaknya tugas pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor.
Indikator lamanya bekerja sebagai auditor dapat dilihat dari apakah dari lamanya bekerja
sebagai seorang auditor memberikan pengalaman bagi auditor dalam menghadapi objek
pemeriksaan, memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, dan memeberikan
rekomendasi. Adapun untuk indikator banyaknya tugas pemeriksaan yang dilakukan oleh
14
pengalaman untuk belajar dari kegagalan sebelumnya, dan dapat memacu auditor untuk
menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat agar tidak terjadi penumpukkan tugas.
2.1.4 Independensi
Menurut Messier et al., (2005) dalam Efendy (2010), independensi merupakan suatu istilah yang sering digunakan oleh profesi auditor. Independensi menghindarkan hubungan yang
mungkin mengganggu objektivitas auditor. Independen bagi seorang auditor artinya tidak
mudah dipengaruhi oleh segala sesuatu karena seorang auditor melaksanakan pekerjaannya
untuk kepentingan umum atau publik. Muyadi (2002) berpendapat bahwa independensi
dapat diartikan sebagai sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang
lain, dan tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga ia artikan sebagai
kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya perimbangan
objektif tidak memihak dalam memutuskan dan menyatakan pendapatnya.
Subhan (2011) berpendapat bahwa auditor yang independen adalah auditor yang tidak
memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun. Ia
juga berpendapat bahwa independensi dalam pemeriksaan berarti mengambil sudut pandang
yang tidak bias. Selanjutnya persepsi publik mengenai nilai hasil pemeriksaan dapat sangat
tergantung pada independensi auditor yang melakukan pemeriksaan. Menurut Junaidi dkk.,
(2013), independensi merupakan komponen profesionalis yang harus dipertahankan oleh
auditor profesional. Independensi dalam hal ini, auditor lebih mengutamakan kepentingan
publik di atas kepentingan klien atau kepentingan audior sendiri dalam membuat laporan
hasil pemeriksaan. Oleh karena itu keberpihakan auditor dalam hal ini lebih diutamakan pada
15
Independensi menjadi fondasi utama atau batu pijakan dalam struktur etika. Independensi
juga menjadi faktor yang sangat menentukan bagi pengembangan dan penerapan
prinsip-prinsip fundamental etika dalam menekuni profesi auditor. Auditor yang independen adalah
auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak, sehingga tidak merugikan
pihak manapun. Auditor tidak hanya independen dalam fakta (independence in fact) tetapi juga independen dalam penampilan (independence in appearance) (Agoes dan Ardana, 2013).
Independen dalam fakta (independence in fact) lebih cenderung ditunjukkan oleh sikap mental yang tidak terpengaruh oleh pihak manapun. Adapun independen dalam penampilan
(independence in appearance) ditunjukkan oleh keadaan yang tampak dari luar dan dapat memengaruhi pendapat orang lain terhadap independensi auditor. Contoh penampilan yang
dapat memengaruhi pendapat orang terhadap independensi auditor adalah apabila auditor
sering terlihat makan-makan atau belanja bersama-sama dengan dan dibayari oleh auditinya.
Walaupun pada hakekatnya (in fact) auditor tetap memelihara independensinya, kedekatan dalam penampilan itu dapat merusak citra independensinya dimata publik. Independensi tidak
hanya dari sisi kelembagaan, tetapi juga dari sisi pekerjaan. Misalnya seorang auditor
menjadi konsultan pada suatu perusahaan atau membantu perusahaan menyusunkan laporan
keuangannya. Maka seorang auditor tersebut tidak boleh memberikan jasa audit pada
perusahaan (Tim Penyusun STAN, 2010).
Menurut Sukriah dkk., (2009) independensi dapat diukur dengan indikator independensi
penyusunan program, independensi pelaksanaan pekerjaan, dan independensi pelaporan.
Indikator independensi penyusunan program dapat dilihat dari apakah penyusunan program
16
maupun pihak lain yang berkepentingan atas pemeriksaan yang akan dilakukan. Untuk
indikator independensi pelaksanaan pekerjaan dapat dilihat dari apakah pemeriksaan yang
dilakukan auditor bebas dari usaha objek pemeriksaan untuk menunjuk atau menentukan
kegiatan yang diperiksa, apakah auditor bekerjasama dengan objek pemeriksaan dalam
mengumpulkan bukti yang relevan, serta apakah auditor bebas dari kepentingan pribadi
maupun pihak lain untuk membatasi segala kegiatan pemeriksaan. Adapun untuk indikator
independensi pelaporan dapat dilihat dari apakah laporan hasil pemeriksaan yang auditor buat
bebas dari pengaruh pihak lain untuk memengaruhi fakta-fakta yang dilaporkan serta
pertimbangan terhadap isi laporan pemeriksaan, dan apakah laporan hasil pemeriksaan bebas
dari bahasa atau istilah yang menimbulkan multi tafsir.
2.1.5 Objektivitas
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik
kepentingan, atau di bawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan
bisnis dan profesionalnya. Objektivitas adalah suatu keyakinan serta kualitas yang
memberikan nilai bagi jasa atau pelayanan auditor. Objektivitas merupakan suatu ciri yang
membedakan profesi akuntan dengan profesi-profesi yang lain. Prinsip objektivitas
menetapkan suatu kewajiban bagi auditor untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan
bebas dari konflik (Agoes dan Ardana, 2013).
Pemeriksaan adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi,
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut
17
berkepentingan (Mulyadi, 2002). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tentang standar audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) menyatakan bahwa auditor harus memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta
menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan
pekerjaan yang dilakukannya. Dalam laporan hasil pemeriksaan, objektivitas berarti
penyajian seluruh laporan harus seimbang dalam isi dan redaksi. Auditor harus objektif
dalam melaksanakan pemeriksaan. Prinsip objektivitas menyaratkan agar auditor
melaksanakan pemeriksaan dengan jujur dan tidak mengompromikan kualitasnya.
Pusdiklatwas BPKP (2005) menyatakan objektivitas sebagai bebasnya seseorang dari
pengaruh pandangan subjektif pihak-pihak lain yang berkepentingan, sehingga dapat
mengemukakan pendapat sesuai dengan fakta yang ada. APIP harus memiliki sikap mental
yang objektif, tidak memihak dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan
kepentingan (conflict of interest). Subhan (2011) bependapat bahwa unsur perilaku yang dapat menunjang objektivitas antara lain dapat diandalkan dan dipercaya; tidak merangkap
sebagai panitia tender, kepanitiaan lain dan atau pekerjaan-pekerjaan lain yang merupakan
tugas operasional objek yang diperiksa; tidak berangkat tugas dengan niat untuk mencari-cari
kesalahan orang lain; dapat mempertahankan kriteria dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
resmi; dalam bertindak maupunmengambil keputusan didasarkan atas pemikiran yang logis.
Menurut Sukriah dkk., (2009) objektivitas dapat diukur dengan indikator bebas dari benturan
kepentingan dan pengungkapan kondisi sesuai fakta. Indikator bebas dari benturan
kepentingan dapat dilihat dari apakah auditor dapat bertindak adil tanpa dipengaruhi oleh
pihak lain serta tidak memihak kepada siapapun, apakah auditor menolak menerima tugas
18
apakah auditor dapat diandalkan. Adapun untuk untuk indikator pengungkapan kondisi sesuai
fakta dapat dilihat dari apakah auditor tidak dipengaruhi oleh pandangan subjektif
pihak-pihak lain serta menggunakan pikiran yang logis sehingga auditor dapat mengemukakan
pendapat sesuai fakta, apakah auditor dalam melaksanakan tugas tidak mencari-cari
kesalahan dari objek pemeriksaan dan memperhatikan kriteria dan kebijakan yang resmi.
2.1.6 Integritas
Prinsip etika profesi dalam kode etik Institut Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa
untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas adalah suatu
elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas mengharuskan
seorang akuntan profesional untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Integritas mengharuskan seorang auditor bertindak
tegas dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya, serta mengikuti prinsip objektivitas
dan kehati-hatian profesional. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya
kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam menguji
semua keputusannya, serta integritaslah yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusannya (Agoes dan Ardana, 2013).
Menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 03 Tahun 2011 tentang aturan
perilaku auditor inspektorat, integritas merupakan kepribadian auditor yang dilandasi oleh
unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggungjawab untuk membangun kepercayaan guna
memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Pusdiklatwas BPKP (2005)
19
transparan, berani, bijaksana, dan bertanggungjawab dalam melaksanakan pemeriksaan.
Keempat unsur tersebut diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar
bagi pengambilan keputusan yang andal. Dengan integritas yang tinggi, maka auditor dapat
meningkatkan kualitas hasil pemeriksaannya. Mardisar dan Sari (2007) berpendapat bahwa
integritas dapat menerima kesalahan yang tidak sengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,
tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip.
Menurut Sukriah dkk., (2009) objektivitas dapat diukur dengan indikator kejujuran auditor,
keberanian auditor, sikap bijaksana auditor, dan tanggung jawab auditor. Indikator kejujuran
auditor dilihat dari apakah auditor taat pada peraturan yang berlaku, bekerja sesuai keadaan
yang sebenarnya, dan tidak menerima segala sesuatu yang bukan haknya. Indikator
keberanian auditor dapat dilihat dari apakah auditor tidak dapat diintimidasi oleh orang lain,
menggumukakan hal-hal yang menurut pertimbangan dan keyakinan perlu dilakukan, dan
memiliki rasa percaya diri. Indikator sikap bijaksana auditor dapat lihat dari apakah auditor
selalu mempertimbangkan permasalahan berikut dengan akibatnya, mempertimbangkan
kepentingan negara, dan tidak mempertimbangkan keadaan seseorang atau sekelompok
maupun unit organisasi untuk membenarkan perbuatan melanggar ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Indikator yang terakhir yaitu tanggung jawab auditor dapat dilihat
dari apakah auditor tidak mengelak atau menyalahkan orang lain yang dapat merugikan orang
lain, memiliki rasa tanggung jawab, memotivasi diri, bersikap dan bertingkahlaku sesuai
dengan norma, dan berpegang teguh pada ketentuan yang berlaku dalam penyusunan
20
2.1.7 Risiko Kesalahan
Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19 Tahun 2009
tentang pedoman kendali mutu audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
menyatakan bahwa penetapan besaran risiko akan menentukan auditi yang akan diaudit. Oleh
karena itu, penetapan risiko ini merupakan hal yang sangat penting untuk dibuat. Auditi yang
memunyai ukuran risiko sangat tinggi diperiksa lebih sering dan lebih dalam dibandingkan
dengan auditi yang berisiko lebih rendah. Suatu auditi yang berisiko rendah dapat diaudit
minimal selama 3 hari, dengan pertimbangan hari pertama mereviu pengendalian yang
dilaksanakan, hari kedua memeriksa pelaksanaan kegiatan, keuangan dan fisik, dan hari
ketiga mengomunikasikan hasil audit. Hari pelaksanaan audit pada umumnya minimal 10 hari
kerja.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008
tentang standar audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) menyatakan bahwa
APIP harus menyusun rencana pengawasan tahunan dengan prioritas pada kegiatan yang
memunyai risiko terbesar dan selaras dengan tujuan organisasi. APIP diwajibkan menyusun
rencana strategis lima tahunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penentuan prioritas kegiatan audit didasarkan pada evaluasi risiko yang dilakukan oleh APIP dan dengan
mempertimbangkan prinsip kewajiban menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat.
Penyusunan rencana pengawasan tahunan tersebut didasarkan atas prinsip keserasian,
keterpaduan, menghindari tumpang tindih, dan pemeriksaan berulang-ulang serta
memperhatikan efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya.
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik meyatakan bahwa pada tingkat saldo atau
21
deteksi. Risiko bawaan merupakan kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait,
seperti pengukuran tingkat kompleksitas transaksi, perkembangan teknologi dan operasi,
pengamatan laporan audit terdahulu, akun-akun atau transaksi yang sulit di audit. Risiko
pengendalian merupakan risiko salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak
dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas, maka dapat
dilihat berdasarkan struktur organisasi klien, teknik dalam sitem pengendalian, bukti dan
efektifitas pengendalian intern klien. Adapun risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor
tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi
merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul
sebagian karena adanya ketidakpastian. Ketidakpastian ini timbul karena auditor mungkin
memilih salah satu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang
semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi
sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan penerimaan tingkat risiko,
pengujian subtantif terhadap risiko usaha klien, hubungan penetapan dengan risiko bawaan,
dan pengendalian (IAI, 2004).
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai kualitas hasil pemeriksaan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Sukriah dkk., (2009) melakukan penelitian tentang kualitas hasil pemeriksaan
dengan menggunakan variabel pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, dan
kompetensi. Hasil penelitian membuktikan bahwa pengalaman kerja, objektivitas, dan
kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Adapun independensi
22
Mabruri dan Winarna (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh objektivitas,
pengalaman kerja, pengetahuan, dan integritas auditor terhadap kualitas audit di lingkungan
pemerintah daerah. Objek yang digunakan pada penelitian ini adalah auditor inspektorat pada
Kota/Kabupten Surakarta, Wonogiri, Karanganyar, dan Sukoharjo. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa objektivitas, pengalaman kerja, pengetahuan, dan integritas auditor
berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.
Penelitian Efendy (2010) menggunakan variabel kompetensi, independensi, dan motivasi
sebagai variabel yang memengaruhi kualitas audit. Penelitian ini dilakukan pada auditor di
Inspektorat Pemerintah Kota Gorontalo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi
dan motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit, sedangkan independensi tidak
berpengaruh secara signifikan.
Sari dan Laksito (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh objektivitas, pengalaman
kerja, independensi, kompetensi, etika, dan integritas auditor terhadap kualitas hasil
pemeriksaan di Kantor Akuntan Publik di Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, kompetensi, dan etika
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.
Subhan (2011) melakukan penelitian dengan menggunakan variabel latar belakang
pendidikan, kompetensi teknis, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pengalaman kerja,
kecermatan profesi, objektivitas, independensi, dan kepatuhan pada kode etik sebagai
faktor-faktor yang memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan pada Inspektorat Kabupaten Pamekasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel latar belakang pendidikan, kompetensi teknis,
pengalaman kerja, kecermatan profesi, independensi dan kepatuhan pada kode etik
23
berkelanjutan, dan objektivitas secara parsial tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil
pemeriksaan.
Ayuningtyas (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan variabel pengalaman kerja,
independensi, objektivitas, integritas, dan kompetensi yang memengaruhi kualitas hasil audit.
Sampel dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di inspektorat di Jawa Tengah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa objektivitas, integritas, dan kompetensi berpengaruh
signifikan terhadap kualitas hasil audit. Adapun variabel pengalaman kerja dan independensi
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hasil audit.
Fahdi (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh pengalaman kerja, independensi,
objektivitas, integritas, kompetensi, dan motivasi auditor terhadap kualitas hasil pemeriksaan
pada Inspektorat Se-Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi dan
motivasi berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Adapun pengalaman kerja, objektivitas,
integritas, dan kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Muhshyi (2013) melakukan penelitian pada auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di
Kota Jakarta. Penelitian ini menggunakan variabel time budget pressure, risiko kesalahan, dan kompleksitas sebagai variabel yang memengaruhi kualitas audit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel time budget pressure, resiko kesalahan, dan kompleksitas berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
2.3 Model Penelitian
Berdasarkan uraian teori dan tinjauan penelitian terdahulu, maka pengaruh pengalaman kerja,
24
pemeriksaan dapat digambarkan oleh gambar di bawah.
Pengalaman Kerja
2.4.1 Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Nirmala (2013) berpendapat bahwa pengalaman merupakan hasil interaksi berulang yang
didapat dari pelatihan formal dan informal. Ia juga menyatakan bahwa pengalaman penting
bagi auditor yang profesional karena auditor yang memunyai banyak pengalaman akan
memunyai bahan pertimbangan yang baik dalam proses pengambilan keputusan atas
pemeriksaan yang dilakukan. Alim dkk., (2007) berpendapat bahwa semakin lama masa kerja
dan pengalaman yang dimiliki auditor, maka kualitas hasil pemeriksaan yang dihasilkan akan
25
Penelitian mengenai pengaruh pengalaman kerja terhadap kualitas hasil pemeriksaan pernah
dilakukan oleh Sukriah dkk., (2009), Mabruri dan Winarna (2010), dan Sari dan Laksito
(2010). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengalaman
kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Namun hasil penelitian
tersebut tidak didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Badjuri (2011) dan Ayuningtyas
(2012) yang menunjukkan bahwa pengalaman kerja tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil
pemeriksaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan yaitu :
H1 : Pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
2.4.2 Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Ayuningtyas (2012) berpendapat bahwa independensi dapat mengartikan bahwa seseorang
tidak dapat dipengaruhi. Ia juga berpendapat bahwa seorang auditor dalam melaksanakan
tugas pemeriksaan harus didukung dengan sikap independen, dimana seorang auditor tidak
boleh dipengaruhi oleh pihak lain, dan tidak dikendalikan oleh pihak lain. Selanjutnya dalam
hubungannya dengan auditor, independensi berpengaruh penting sebagai dasar utama agar
auditor dipercaya oleh masyarakat umum. Ardini (2011) berpendapat bahwa kualitas hasil
pemeriksaan yang tinggi dapat dicapai apabila auditor memiliki sikap independensi yang
tidak mudah dipengaruhi.
Sukriah dkk., (2009), Efendy (2010), dan Ayuningtyas (2012) melakukan penelitian
mengenai pengaruh independensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
26
Badjuri (2011), dan Subhan (2011) yang menunjukkan bahwa independensi berpengaruh
terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan yaitu :
H2 : Independensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
2.4.3 Pengaruh Objektivitas terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Objektivitas merupakan suatu ciri yang membedakan profesi akuntan dengan profesi-profesi
yang lain. Prinsip objektivitas menetapkan suatu kewajiban bagi auditor untuk tidak
memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik (Agoes dan Ardana, 2013). Sukriah
dkk., (2009) berpendapat bahwa semakin tinggi tingkat objektivitas auditor maka semakin
baik kualitas hasil pemeriksaannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Subhan (2011) menunjukkan bahwa objektivitas tidak
berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil penelitian tersebut tidak mendukung
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukriah dkk., (2009), Mabruri dan Winarna (2010), dan
Sari dan Laksito (2010) yang menunjukkan bahwa objektivitas berpengaruh positif terhadap
kualitas hasil pemeriksaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan yaitu :
27
2.4.4 Pengaruh Integritas terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan transparan, berani,
bijaksana, dan bertanggungjawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur tersebut
diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan
keputusan yang andal. Dengan integritas yang tinggi, maka auditor dapat meningkatkan
kualitas hasil auditnya (Pusdiklatwas BPKP, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Mabruri dan Winarna (2010), Sari dan Laksito (2010), dan
Ayuningtyas (2012) menunjukkan bahwa integritas berpengaruh positif terhadap kualitas
hasil pemeriksaan. Namun hasil penelitian tersebut tidak mendukung hasil penelitian yang
pernah dilakukan oleh Sukriah dkk., (2009) dan Gunawan (2012) yang menunjukkan bahwa
integritas tidak memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan yaitu :
H4 : Integritas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.
2.4.5 Pengaruh Risiko Kesalahan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19 tahun 2009 tentang
pedoman kendali mutu audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) menyatakan
bahwa penetapan risiko merupakan hal yang sangat penting untuk dibuat. Auditi yang
memunyai ukuran risiko sangat tinggi diperiksa lebih sering dan lebih dalam dibandingkan
dengan auditi yang berisiko lebih rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhshyi (2013) menunjukkan bahwa risiko audit
28
maka kualitasnya semakin menurun. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Simanjuntak (2008) dan Manullang (2010) yang menunjukkan bahwa risiko
kesalahan berpengaruh negatif terhadap penurunan kualitas hasil pemeriksaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan yaitu :
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditor fungsional yang bekerja
di Inspektorat Kabupaten/Kota dan Provinsi di Lampung yang mendapatkan opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Kabupaten/kota dan
provinsi yang dimaksud antara lain : Provinsi Lampung, Kabupaten Lampung Selatan,
Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten
Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Tulang Bawang. Namun, karena adanya
keterbatasan berupa waktu dan biaya yang dimiliki oleh peneliti maka peneliti mengambil
sampel sebanyak tiga kabupaten/kota dan satu provinsi yang menjadi sasaran penelitian.
Kabupaten/kota dan provinsi tersebut antara lain Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten
Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, dan Provinsi Lampung.
Pemilihan kabupaten/kota dan provinsi yang mendapatkan opini WDP didasarkan pada
asumsi, bahwa opini WDP tersebut telah cukup menggambarkan kedaan pengelolaan
keuangan daerah yang cukup baik, yaitu sebagian besar informasi dalam laporan keuangan
bebas dari salah saji material kecuali untuk rekening atau item tertentu yang menjadi
pengecualian. Opini jenis ini diberikan auditor untuk menunjukkan adanya ketidakwajaran
30
laporan keuangan secara keseluruhan. Adapun untuk pemilihan sampel dalam penelitian ini
menggunakan purposive sampling yaitu penentuan sampel dilakukan dengan pertimbangan tertentu yang peneliti kehendaki. Pertimbangan tersebut adalah aparat inspektorat yang
melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan daerah atau auditor fungsional.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan data primer. Data primer adalah
data penelitian yang diperoleh atau dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari
sumbernya tanpa perantara (Istjijanto, 2006 dalam Sunyoto, 2013). Adapun sumber data
primer dalam penelitian ini diperoleh dari jawaban atas kuesioner yang dibagikan kepada
responden.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner yang dikirim
langsung ke Inspektorat Provinsi Lampung, Inspektorat Kabupaten Lampung Selatan,
Inspektorat Kabupaten Pesawaran, dan Inspektorat Kabupaten Pringsewu.Metode kuesioner
adalah metode pengumpulan data dengan cara menggunakan daftar pernyataan yang diajukan
kepada responden untuk dijawab dengan memberikan angket (Sunyoto, 2013). Kuesioner
yang digunakan adalah kuesioner yang diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Sukriah
dkk., (2009) untuk variabel pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, dan
kualitas hasil pemeriksaan, serta kuesioner yang dikembangkan oleh Muhshyi (2013) untuk
31
3.4 Operasional Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen yaitu kualitas hasil pemeriksaan, dan lima
variabel independen yaitu pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, dan risiko
kesalahan.
3.4.1 Variabel Dependen 1. Kualitas Hasil Pemeriksaan
Kualitas hasil pemeriksaan dalam penelitian ini merupakan kualitas hasil reviu atas laporan
keuangan pemerintah daerah yang dilakukan oleh auditor inspektorat. Pemeriksaan yang
dilakukan oleh auditor inspektorat berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor
di BPK. Reviu memunyai lingkup yang jauh lebih sempit dibandingkan dengan lingkup audit
yang dilakukan BPK sesuai dengan peraturan terkait dengan tujuan untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Kualitas hasil pemeriksaan dalam penelitian ini diukur menggunakan 5 item kuesioner yang
telah disusun berdasarkan acuan yang ditetapkan oleh BPKP dalam Sukriah dkk., (2009)
kecuali untuk item risiko kesalahan yang disusun berdasarkan Pernyataan Standar Audit
(PSA) IAI. Variabel kualitas hasil pemeriksaan diukur dengan menggunakan 10 buah
pernyataan yang terdiri dari dua indikator, yaitu kesesuaian dengan standar audit dan kualitas
laporan hasil pemeriksaan dari instrumen yang dikembangkan oleh Sukriah dkk., (2009).
Pada pernyataan nomor 7 untuk indikator risiko bawaan jawaban dari responden akan dibalik
32
1, dan skala 3 akan tetap di input angka 3. Pengukuran kualitas hasil pemeriksaan
menggunakan pengembangan pernyataan dari masing-masing indikator dengan skala likert lima poin, yaitu :
Sangat Tidak Setuju (STS) : Skor 1
Tidak Setuju (TS) : Skor 2
Netral (N) : Skor 3
Setuju (S) : Skor 4
Sangat Setuju (SS) : Skor 5
3.4.2 Variabel Independen 1. Pengalaman Kerja
Variabel pengalaman kerja diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Sukriah dkk.,
(2009) dengan dua indikator yaitu dilihat dari segi lamanya bekerja sebagai auditor dan
banyaknya tugas pemeriksaan yang telah dilakukan. Pengukuran pengalaman kerja
menggunakan pengembangan pernyataan dari masing-masing indikator dengan skala likert lima poin, yaitu :
Sangat Tidak Setuju (STS) : Skor 1
Tidak Setuju (TS) : Skor 2
Netral (N) : Skor 3
Setuju (S) : Skor 4
33
2. Independensi
Independensi dalam penelitian ini menggunakan tiga indikator yaitu independensi
penyusunan laporan, independensi pelaksanaan pekerjaan, dan independensi pelaporan.
Variabel independensi diukur dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh
Sukriah dkk., (2009) dengan pengembangan pernyataan dari masing-masing indikator dengan
skala likert lima poin, yaitu :
Sangat Tidak Setuju (STS) : Skor 1
Tidak Setuju (TS) : Skor 2
Netral (N) : Skor 3
Setuju (S) : Skor 4
Sangat Setuju (SS) : Skor 5
3. Objektivitas
Variabel objektivitas dalam penelitian ini diukur menggunakan instrumen yang
dikembangkan oleh Sukriah dkk., (2009) dengan indikator yaitu bebas dari benturan
kepentingan dan pengungkapan kondisi sesuai fakta. Variabel ini diukur dengan
pengembangan pernyataan dari masing-masing indikator dengan skala likert lima poin, yaitu :
Sangat Tidak Setuju (STS) : Skor 1
Tidak Setuju (TS) : Skor 2
Netral (N) : Skor 3
Setuju (S) : Skor 4
34
4. Integritas
Indikator yang digunakan untuk mengukur integritas dalam penelitian ini adalah kejujuran,
keberanian, sikap bijaksana, dan tanggung jawab auditor. Variabel integritas diukur dengan
instrumen yang dikembangkan oleh Sukriah dkk., (2009). Variabel ini diukur dengan
pengembangan pernyataan dari masing-masing indikator dengan skala likert lima poin, yaitu :
Sangat Tidak Setuju (STS) : Skor 1
Tidak Setuju (TS) : Skor 2
Netral (N) : Skor 3
Setuju (S) : Skor 4
Sangat Setuju (SS) : Skor 5
5. Risiko Kesalahan
Variabel risiko kesalahan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen yang
dikembangkan oleh Muhshyi (2013). Indikator yang digunakan untuk mengukur risiko
kesalahan adalah risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Pada pernyataan
nomor 1 untuk indikator risiko bawaan jawaban dari responden akan dibalik (invers), karena pernyataan tersebut merupakan pernyataan negatif. Jika responden menjawab pada skala 1
35
akan tetap di input angka 3. Variabel ini diukur dengan pengembangan peryataan dari masing-masing indikator dengan skala likert lima poin, yaitu :
Sangat Tidak Setuju (STS) : Skor 1
Variabel Indikator Pernyataan
Nomor Kualitas Hasil
Pemeriksaan
I. Kesesuaian pemeriksaan dengan standar audit II. Kualitas laporan hasil pemeriksaan
1-5 6-10
Pengalaman Kerja I. Lamanya bekerja sebagai auditor
II. Banyaknya tugas pemeriksaan
1-4 5-8
Independensi I. Independensi penyusunan program
II. Independensi pelaksanaan pekerjaan III. Independensi pelaporan
1-3 4-6 7-9
Objektivitas I. Bebas dari benturan kepentingan
II. Pengungkapan kondisi sesuai fakta
1-4 5-8
Integritas I. Kejujuran auditor
II. Keberanian auditor
Risiko Kesalahan I. Risiko bawaan
II. Risiko pengendalian III. Risiko deteksi
36
3.5Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah pendekatan analisis regresi berganda.
Sebelum melakukan analisis regresi berganda, metode ini menganjurkan untuk melakukan uji
kualitas instrumen penelitian, uji normalitas data, dan uji asumsi klasik agar mendapatkan
hasil yang baik. Dalam pengolahan data, penelitian ini akan dibantu dengan software SPSS 21 (Statistical Package for Social Sciences).
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses transformasi data
penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Analisis ini
memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean),
standar deviasi, varian, maksimum, minimum, range, sum, kurtosis, dan skewness
(kemencengan distribusi) (Ghozali, 2013).
3.5.2 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Nilai R2 yang kecil menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu
menunjukkan bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Dalam persamaan regresi yang