• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT

DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

Oleh

NI MADE PURNAMA RINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Kimia

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATERI POKOK LARUTAN NON ELEKTROLIT

DAN ELEKTROLIT DALAM MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENGELOMPOKKAN DAN MENYIMPULKAN

Oleh

NI MADE PURNAMA RINI

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran

problem solving yang efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan

dan menyimpulkan siswa. Sample dalam penelitian ini adalah siswa SMA Persada

Bandar Lampung kelas X3 dan kelas X4 semester genap Tahun Ajaran

2012-2013. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Non

Equivalent (Pretest and Posttest) Control Group Design. Efektivitas pembelajaran

problem solving diukur berdasarkan peningkatan gain yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rerata n-gain keterampilan mengelompokkan

untuk kelas kontrol dan eksperimen masing-masing 0,39 dan 0,68 dan rerata

n-gain keterampilan menyimpulkan untuk kelas kontrol dan eksperimen

masing-masing 0,44 dan 0,66.

Berdasarkan uji hipotesis, diketahui bahwa kelas dengan pembelajaran problem

(3)

lebih tinggi dibandingkan kelas dengan pembelajaran konvensional. Hal ini

menunjukkan bahwa pembelajaran problem solving lebih efektif dalam

meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan.

Kata kunci: pembelajaran, problem solving, keterampilan mengelompokkan dan

(4)
(5)
(6)
(7)

iii

A. Efektivitas Pembelajaran ... 9

B. Pembelajaran Kontruktivisme ... 9

C. Model Pembelajaran Problem Solving ... 11

E. Instrumen Penelitian dan Validitas ... 22

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ……… 23

G. Teknik Analisis Data ... 26

1. Perhitungan n-Gain ... 27

2. Uji Normalitas ... 27

3. Uji Homogenitas Dua Varians ... 28

(8)

iv

A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ... 32

B. Pembahasan ... 40

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1.Silabus Kelas Eksperimen ... 53

2.Silabus Kelas Kontrol ... 58

3.RPP Kelas Eksperimen ... 63

4.RPP Kelas Kontrol ... 86

5.Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen ... 93

6. Soal Pretest dan Postest ... 116

7.Rubrik Soal ... 126

8.Tabel Data Nilai Pretest, Postest dan n-Gain Kelas Eksperiment dan Kelas Kontrol ………..…….. 140

9.Perhitungan dan Analisis Data ... 144

10.Lembar Penilaian Aspek Aktivitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ………. 164

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat,

dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

dibangun melalui pengem-bangan keterampilan-keterampilan proses sains seperti

mengamati (observasi), inferensi, mengelompokkan, menafsirkan (interpretasi),

meramalkan (prediksi), dan mengkomunikasikan. Keterampilan proses sains

(KPS) pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan

untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Penting bagi

seorang guru melatihkan KPS kepada siswa, karena dapat membekali siswa

dengan suatu keterampilan berpikir dan bertindak melalui sains untuk

menyelesaikan masalah serta menjelaskan fenomena-fenomena yang ada dalam

kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran kimia perlu

memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses, produk, dan sikap.

Faktanya, pembelajaran kimia di sekolah cenderung hanya menghadirkan

konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori saja; tanpa menyuguhkan bagaimana

proses ditemukanya konsep, hukum, dan teori tersebut; sehingga tidak tumbuh

(10)

daya tariknya dan lepas relevansinya dengan dunia nyata yang seharusnya

menjadi objek ilmu pengetahuan tersebut (Depdiknas, 2003).

Sebagian besar materi kimia dapat dikaitkan dengan kondisi atau masalah yang

ada dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada materi elektrolit dan non elektrolit;

banyak sekali masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dihubungkan

dengan materi ini; misalnya tersengatnya tubuh, ketika tanpa sengaja menyentuh

kabel beraliran arus listrik yang isolatornya terkelupas,pemanfaatan listrik untuk

menangkap ikan disungai, dan penggunaan aki dalam kendaraan bermotor.

Namun yang terjadi selama ini pada materi larutan nonelektrolit dan elektrolit

dalam pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA) lebih terkondisikan

untuk dihafal oleh siswa, akibatnya siswa mengalami kesulitan

menghubungkannya dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar, dan tidak

merasakan manfaat dari pembelajaran larutan non elektrolit dan elektrolit,

sehingga keterampilan proses sains siswa tidak berkembang.

Hal ini diperkuat oleh hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di

SMA Persada Bandar Lampung, pembelajaran kimia dominan menggunakan

metode ceramah, eksperimen dilakukan hanya untuk membuktikan teori kimia

yang sudah diberikan . LKS yang digunakan tidak membimbing siswa

menemukan konsep, sehingga KPS tidak dilatihkan dalam memecahkan masalah

secara ilmiah., mengemukakan hipotesis, merencanakan suatu eksperimen untuk

menguji hipotesis, dan mengambil suatu kesimpulan dari sekumpulan data yang

diperoleh siswa dari pelajaran kimia tersebut. Siswa hanya mencatat dan

menghafal materi pembelajaran kimia sehingga siswa sulit untuk memahami

(11)

Salah satu komponen yang penting dalam pembelajaran adalah penggunaan

model-model pembelajaran, dilihat dari karakteristik siswa dan materi

pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan agar pembelajaran kimia menjadi

lebih menarik, mudah dipahami oleh siswa, serta siswa dapat terlatih dalam

memecahkan masalah adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang

berbasis pemecahan masalah (problem solving), karena dengan menggunakan

model pembelajaran tersebut akan memberikansiswa kesempatan seluas-luasnya

untuk memecahkan masalah kimia dengan strateginya sendiri.

Penelitian yang mengkaji tentang penerapan model problem solving dapat

meningkatkan penguasaan konsep siswa adalah hasil penelitian Lidiawati (2011),

yang dilakukan pada siswa SMA kelas XI SMA Negeri 1 Abung, menunjukkan

bahwa pembelajaran dengan menggunakan model problem solving memberikan

kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan mengkomunikasikan

dan penguasaan konsep materi koloid.

Model pembelajaran problem solving bukan hanya sekedar model mengajar, tetapi

juga merupakan suatu model berpikir, sebab dengan menggunakan model problem

solving, anak dapat dilatih untuk memecahkan masalah secara ilmiah, melatih

mengemukakan hipotesis, melatih merencanakan suatu eksperimen untuk

menguji hipotesis, melatih mengambil suatu kesimpulan dari sekumpulan data

yang diperoleh anak-anak dari pembelajaran kimia.

Pembelajaran dengan model problem solving dapat berlangsung lancar dengan

ketersediaan LKS yang berisi masalah yang akan dipecahkan, menyusun hipotesis

(12)

menjawab pertanyaan-pertanyaan, dan menarik kesimpulan. Hal itu dapat

membantu siswa untuk meningkatkan penguasaan konsep dengan menganalisis

masalah yang ada sehingga siswa dapat menyelesaikannya.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), siswa harus

menguasai standar kompetensi pada setiap jenjang pendidikannya dan standar

kompetensi ini dijabarkan dalam bentuk kompetensi dasar. Salah satu standar

kompetensi yang harus dicapai siswa kelas X semester genap adalah memahami

sifat-sifat larutan non elektrolit dan elektrolit. Pada materi larutan non elektrolit

dan elektrolit, siswa diajak untuk mengamati fenomena yg terjadi dalam

kehidupan sehari-hari mengenai larutan elektrolit dan non elektrolit, dan diajak

untuk melakukan praktikum. Contohnya pada materi sifat-sifat larutan non

elektrolit dan elektrolit, melalui praktikum, siswa bisa mendapatkan pengalaman

langsung dalam mempelajari materi tersebut. Dengan demikian pembelajaran

materi larutan non elektrolit dan elektrolit dapat menunjukkan keterampilan

proses sains. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan

keterampilan prosessains siswa adalah model pembelajaran problem solving.

Salah satu indikator dalam keterampilan proses sains adalah keterampilan

menyimpulkan dan mengelompokkan . kedua keterampilan ini sesuai dengan

tahapan-tahapan problem solving yaitu : adanya masalah yang jelas untuk

dipecahkan, mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan

masalah, menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut , menguji

(13)

Terampil mengelompokkan sekilas bukanlah keterampilan yang begitu penting

untuk dikuasai siswa, namun sebaliknya keterampilan inilah yang harus menjadi

dasar dalam pengamatan-pengamatan langsung yang mereka lakukan terhadap

suatu permasalahan, serta prospek kerja yang mungkin akan dijalani mereka di

esok hari yang sangat memerlukan keterampilan misalnya laboran dan apoteker.

Pengelompokan bahan-bahan atau obat-obatan yang memiliki sifat sejenis

sangatlah diperlukan untuk mempermudah dan menghindarkan bahan-bahan

tersebut dari pencampuran yang membahayakan. Melalui pengamatan langsung

yang banyak dilakukan pada materi larutan nonelektrolit dan elektrolit, siswa

dituntut agar mampu mencari perbedaan serta persamaan (membandingkan) data

hasil pengamatan; mengontraskan ciri-ciri dari data-data yang didapat, serta

mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan. Kemampuan-kemampuan ini

tidak lain merupakan indikator keterampilan mengelompokkan.

Keterampilan menyimpulkan akan menuntun siswa menemukan konsepnya

sendiri dari fakta dan data yang diperoleh serta menggunakan pola hasil

pengamatan untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang

belum diamati. Dengan demikian, konsep-konsep kimia akan lebih bermakna

bagi siswa dan tidak hanya sekedar menjadi hafalan yang membebani siswa.

Model problem solving diharapkan menjadi salah satu model yang dapat

digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan hasil

belajar kimia siswa. Dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa tersebut,

khususnya pada materi pokok larutan non elektrolit dan elektrolit, maka penulis

(14)

Solving pada Materi Larutan Non Elektrolit dan Elektrolit dalam Meningkatkan

Keterampilan Mengelompokkan dan Menyimpulkan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Apakah model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan

keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan siswa pada materi larutan

non elektrolit dan elektrolit?

2. Bagaimana karakteristik model pembelajaran problem solving dalam

meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan siswa pada

materi larutan non elektrolit dan elektrolit ?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, penelitian ini bertujuan untuk

1. Menentukan efektivitas model pembelajaran problem solving dalam

meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan siswa pada

materi larutan non elektrolit dan elektrolit

2. Mendeskripsikan karakteristik model pembelajaran problem solving yang

efektif dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan

(15)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan bermanfaat antara lain :

1. Siswa

Penerapan model pembelajaran problem solving dalam kegiatan belajar

mengajar diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan minat belajar siswa

sehingga dapat mengembangkan keterampilan proses sains (KPS).

2. Guru

Pembelajaran dengan model problem solving diharapkan dapat menjadi salah

satu pilihan pemecahan masalah bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran

kimia di sekolah, dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif, efisien dan

mempermudah guru dalam pelaksanaan pembelajaran serta dapat

meningkatkan kemampuan belajar siswa.

3. Sekolah

Penerapan model problem solving dalam pembelajaran merupakan alternatif

untuk meningkatkan mutu pembelajaran kimia di sekolah.

E.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Model pembelajaran dikatakan efektif apabila secara statistik hasil belajar

siswa menunjukkan perbedaan n-Gain yang signifikan antara kelas kontrol dan

kelas eksperimen.

2. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang selama ini

digunakan di SMA Persada Bandar Lampung. Guru mengajarkan konsep

(16)

ceramah), guru melakukan tanya jawab dengan siswa, lalu guru memberikan

latihan.

3. Langkah-langkah dalam model problem solving meliputi merumuskan

masalah, menentukan hipotesis masalah, pengujian hipotesis, menguji

kebenaran jawaban sementara, dan menarik kesimpulan.

4. Keterampilan mengelompokkan merupakan salah satu aspek keterampilan

proses sains tingkat dasar yang indikatornya meliputi mencari perbedaan dan

persamaan (membandingkan), mengontraskan ciri-ciri, serta mencari dasar

pengelompokkan atau penggolongan.

5. Indikator keterampilan menyimpulkan, yang meliputi siswa mampu membuat

suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan,

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan

ting-kat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran diting-katakan efektif

meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa

me-nunjukan perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal

dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

Kriteria keefektifan menurut Wicaksono (2008) mengacu pada:

a. Ketuntasan belajar, pembelajaran, dapat dikatakan tuntas apabila

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai = 60 dalam peningkatan hasil belajar.

b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dengan pemahaman setelah pembe-lajaran (gain yang signifikan).

c. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.

B.Pembelajaran Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan di kelompokkan dalam teori

pem-belajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis

(18)

informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai. Teori ini berkembang dari kerja

Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif

yang lain, seperti teori Bruner (Nur dalam Trianto, 2010).

Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang

anak dengan kegiatan asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi ialah

pemaduan data baru dengan stuktur kognitif yang ada. Akomodasi ialah

penye-suaian stuktur kognitif terhadap situasi baru, dan equilibrasi ialah penyepenye-suaian

kembali yang terus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (Bell, 1994).

Prespektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan pembelajaran problem

solving, banyak meminjam pendapat Piaget (1954). Prespektif ini mengatakan,

seperti yang dikatakan Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapapun terlibat

secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengonstruksikan

pengeta-huannya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi berevolusi dan berubah secara

konstan selama pelajar mengkonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang

memaksa mereka untuk mendasarkan diri pada dan memodifikasi pengetahuan

sebelumnya. Keyakinan Piaget ini berbeda dengan keyakinan Vygotsky dalam

beberapa hal penting. Bila Piaget memfokuskan pada tahap-tahap perkembangan

intelektual yang dilalui anak terlepas dari konteks sosial atau kulturalnya,

Vygot-sky menekankan pentingnya aspek sosial belajar. VygotVygot-sky percaya bahwa

interaksi sosial dengan orang lain memacu pengonstruksian ide-ide baru dan

me-ningkatkan perkembangan intelektual pelajar. Salah satu ide kunci yang berasal

dari minat Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang

(19)

perkembangan yang berbeda yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat

perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual, menentukan fungsi

intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal

tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial, yang oleh

Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh

individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman

sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara kedua tingkat

perkem-bangan inilah yang disebutnya sebagai zone of proximal development (Arends,

2007).

C.Model Pembelajaran Problem Solving

Salah satu pembelajaran kontruktivisme adalah pembelajaran yang menggunakan

model pembelajaran problem solving (metode pemecahan masalah). Menurut

Sriyono (1992), model pembelajaran problem solving adalah suatu cara mengajar

dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah agar dipecahkan atau di-

selesaikan. Metode ini menuntut kemampuan untuk melihat sebab akibat,

meng-observasi masalah, mencari hubungan antara berbagai data yang terkumpul

kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah.

Menurut Sukarno (1981) dengan menggunakan model pembelajaran problem

solving, anak dapat dilatih untuk memecahkan masalah secara ilmiah, melatih

mengemukakan hipotesis, melatih merencanakan suatu eksperimen untuk

men-guji hipotesis itu, melatih mengambil suatu kesimpulan dari sekumpulan data

yang diperoleh anak-anak dari pelajaran sains itu, juga segi-segi lainnya yang

(20)

Djamarah dan Zain (2010) mengemukakan bahwa salah satu model mengajar

adalah model pembelajaran problem solving. Namun model pembelajaran

problem solving bukan hanya sekedar model mengajar, tetapi juga merupakan

suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan

metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik

kesimpulan. Langkah-langkah dalam penggunaan model pembelajaran problem

solving yaitu sebagai berikut:

1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

2. Mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-lain.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dengan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas.

4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawab-an ini tentu saja diperlukjawab-an metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Dengan model pembelaran problem solving siswa harus berpikir, mencobakan

hipotesis dan bila berhasil memecahkan masalah tersebut, siswa akan mempelajari

sesuatu yang baru. Dalam memecahkan masalah harus dilalui berbagai langkah

seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu, mencari aturan-aturan yang

berkenaan dengan masalah itu dan harus berpikir kritis sehingga siswa akan

terlatih dalam memecahkan masalah-masalah baru (Nasution, 2008).

Model pembelajaran problem solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas

(21)

secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari model pembelajaran problem solving

yaitu sebagai berikut:

a. Model pembelajaran problem solving merupakan rangkaian aktivitas

pembelajaran.

Artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang

harus dilakukan siswa.

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Model

pembelajaran ini menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pem-

belajaran.

c. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir

secara ilmiah.

Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran problem solving menurut

Dzamarah dan Zain (2010) adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan model pembelajaran problem solving

a. Model ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan.

b. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. c. Model ini merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara

kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, siswa banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi da-lam rangka mencari pemecahannya.

2. Kekurangan model pembelajaran problem solving

a. Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan ting-kat berfikir siswa, tingting-kat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pe-ngalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru

(22)

c. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalah sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

3. Cara-Cara Mengatasi Kelemahan-Kelemahan Metode Problem Solving

a. Masalah yang diajukan untuk diselesaikan, carilah masalah yang aktual, sering terjadi. Untuk itu juga perlu kiranya memperoleh input dari peserta diklat terlebih dahulu. Bagaimana menurut pendapat mereka tentang masalah itu. Apakah kemampuan dan pengetahuan peserta diklat diperkirakan masih sanggup untuk menyelesaikannya.

b. Diusahakan agar melihat sesuatu masalah dari sudut lain, dalam arti masalah itu harus diolah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan prior knowledge dan kemampuan peserta diklat. Misalnya masalah

perselingkuhan, tidak bisa hidup bersama mertua, memilihkan pendidikan bagi anak-anak.

c. Uraikanlah suatu masalah menjadi unsur-unsur sebab akibat, dan pilihlah mana yang betul-betul relevan serta cocok dengan keadaan peserta diklat. Jangan sampai terjadi kekaburan bagi peserta diklat tentang dari mana mereka harus memulai tugasnya.

d. Cara menyelesaikan masalah, peserta didik bisa dibantu dengan membuat model pohon masalah, atau memetakan masalah (problem mapping) dan masing-masing dicarikan alternatif penyelesaiannya.

D.Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains (KPS) dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami

sains ( Hartono, 2007). Untuk dapat memahami hakikat IPA secara utuh, yakni

IPA sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS.

Dalam pembelajaran IPA aspek proses perlu ditekankan bukan hanya pada hasil

akhir dan berpikir benar lebih penting dari pada memperoleh jawaban yang benar.

Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, IPA sebagai produk akan

mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah

semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya sains. KPS

(23)

pengetahuan/ informasi baru kepada siswa atau mengembangkan pengetahuan

atau informasi yang telah dimiliki siswa.

Semiawan (1992) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan

keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari,

yaitu : Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat

sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada

siswa. Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang

rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret. Penemuan dan

per-kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi

bersifat relatif. Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak

terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

Menurut Indrawati (1999) mengemukakan bahwa KPS merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada

sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi)".

Jadi KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam

me-mahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat

pen-ting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam

mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau

me-ngembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

KPS bukan tindakan instruksional yang berada di luar kemampuan siswa. tetapi

dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki

(24)

keterampilan proses dasar (Basic Science Proses Skill) meliputi observasi,

klasi-fikasi/mengelompokkan, pengukuran, berkomunikasi, dan menarik kesimpulan.

Tabel 1. Indikator keterampilan proses sains dasar

Keterampilan dasar Indikator

Mampu menggunakan semua indera (penglihatan, pembau, pendengaran, pengecap, dan peraba) untuk mengamati, mengidentifikasi, dan menamai sifat benda dan kejadian secara teliti dari hasil pengamatan.

Mampu menentukan perbedaan, mengkontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan dan menentu-kan dasar penggolongan terhadap suatu obyek

Mampu memilih dan menggunakan peralatan untuk menentukan secara kuantitatif dan kualitatif ukuran suatu benda secara benar yang sesuai untuk panjang, luas, volume, waktu, berat dan lain-lain. Dan mampu

mendemontrasikan perubahan suatu satuan pengukur-an ke satuan pengukuran lain

Memberikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan tabel, menyusun dan

menyampaikan laporan secara sistematis, men-jelaskan hasil percobaan, membaca tabel, mendiskusi-kan hasil kegiatan suatu masalah atau suatu peristiwa.

Mampu membuat suatu kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan, menginterpretasi data dan inormasi

Menurut Mahmuddin (2010) keterampilan proses dasar diuraikan oleh sebagai

berikut

1. Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

2. Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek

3. Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran. 4. Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara

lain untuk berbagi temuan.

(25)

6. Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan. Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang

diapli-kasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh

pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam pembelajaran sains. Oleh

ka-rena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap

semua keterampilan proses sains baik secara parsial maupun secara utuh.

E.Kerangka Berpikir

Untuk melatih keterampilan proses sains siswa, diperlukan model pembelajaran

yang menitikberatkan pada keaktifan siswa dan mengharuskan siswa membangun

pengetahuannya sendiri. Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat

memacu dan meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah model

pembelajaran problem solving. Problem solving adalah model pembelajaran yang

digunakan untuk membantu siswa agar memahami dan menguasai materi

pembelajaran dengan menggunakan strategi pemecahan masalah. Ada lima

tahapan model Problem solving. Tahap yang pertama adanya masalah yang jelas

untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf

kemampuannya. Pada tahap kedua siswa mencari data atau keterangan yang

dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ketiga, dari

data atau keterangan yang telah diperoleh, siswa menetapkan jawaban sementara

(26)

sementara, pada tahap ini siswa diminta untuk menguji kebenaran jawaban

sementara dari masalah berdasarkan data yang telah mereka peroleh. Siswa diberi

kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi

sebanyak-banyaknya sehingga siswa lebih aktif dalam proses belajar. Pada tahap ini siswa

akan mencari tahu jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana. Proses

mencari tahu pertanyaan-pertanyaan tersebut melatih keterampilan proses sains

siswa salah satunya keterampilan mengelompokkan. Pada tahap lima siswa

diminta untuk menarik kesimpulan dari pemecahan masalah tersebut, disinilah

siswa dilatih dalam meningkatkan keterampilkan proses sains yang lainnya yaitu

menyimpulkan. Pada tahap dua, tiga, empat, dan lima ini terjadi proses

akomodasi yaitu penyesuaian stuktur kognitif terhadap situasi baru. Siswa akan

mencari tahu jawaban atas pertanyaan mengapa dan bagaimana sehingga terjadi

proses menuju kesetimbangan antara konsep-konsep yang telah dimiliki siswa

dengan konsep-konsep yang baru dipelajari, begitu seterusnya sehingga terjadi

keseimbangan antara struktur kognitif dengan pengetahuan yang baru

(ekuilibrasi).

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa-siswa kelas X semester genap SMA Persada Bandar Lampung tahun

ajaran 2012-2013 yang menjadi populasi mempunyai kemampuan dasar yang

sama dalam penguasaan konsep kimia.

2. Perbedaan keterampilan mengelompokkan dan keterampilan menyimpulkan

(27)

larutan non elektrolit dan elektrolit semata-mata karena perbedaan perlakuan

dalam proses pembelajaran.

G.Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah pembelajaran model problem solving

pada materi larutan non elektrolit dan elektrolit efektif dalam meningkatkan

keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan pada siswa efektif

(28)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Persada Bandar

Lampung, Tahun Ajaran 2012-2013 yang berjumlah 128 siswa dan tersebar dalam

empat kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu.

Dengan pertimbangan kemampuan kognitif siswa yang sama, maka dipilihlah X2 dan X3 sebagai sampel penelitian. Selanjutnya diperoleh kelas X3 sebagai kelas

eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

problem solving, dan X2 sebagai kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional.

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah :

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menggunakan

metode problem solving dan pembelajaran konvensional.

b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan mengelompokkan dan

(29)

C. Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat

kuantitatif dan data sekunder yang bersifat kualitatif. Data kuantitatif yaitu data

hasil tes sebelum pembelajaran diterapkan (pretest) dan hasil tes setelah

pembelajaran diterapkan (postest) siswa. Data kualitatif berupa data dan aktivitas

belajar siswa.

Sumber data kuantitatif dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

1. Data hasil pretest dan postest kelompok eksperimen

2. Data hasil pretest dan postest kelompok control

D. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen. Desain penelitian yang

digunakan adalah non equivalent control group design yaitu desain kuasi ekperimen

dengan melihat perbedaan pretest maupun posttest antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol (Purwanto, 2007). Di dalamnya terdapat langkah-langkah yang

menunjukkan suatu urutan kegiatan penelitian yaitu:

Tabel 2. Desain penelitian

Pretest Perlakuan Postest

Kelas eksperimen O1 X1 O2

Kelas kontrol O1 - O2

Keterangan :

X1 : Pembelajaran kimia dengan menggunakan model pembelajaran problem

(30)

O1 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest O2 : Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi posttest

E. Instrumen Penelitian dan Validitas

Instrumen adalah alat yang berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan sesuatu. Instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan oleh pengumpul data

untuk melaksanakan tugasnya mengumpulkan data (Arikunto, 2010). Ada beberapa

instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

a. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan

standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

b. LKS kimia berbasis problem solving dan LKS kimia yang digunakan di sekolah

tempat penelitian dengan materi larutan non elektrolit dan elektrolit, yang

berjumlah dua LKS yaitu LKS 1 berisi sub materi larutan non elektrolit dan

elektrolit dan LKS 2 berisi sub materi sifat hantar listrik larutan elektrolit.

c. Soal-soal pretest dan posttest yang masing-masing terdiri dari dua bagian, yaitu

soal-soal keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan dalam bentuk soal

uraian. Soal Pretest dan Posttest pada penelitian adalah materi larutan non

elektrolit dan elektrolit yabg terdiri 6 butir soal uraian. Dalam pelaksanaannya

kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan soal yang sama.

Untuk mengetahui instrumen yang digunakan valid atau tidak, maka dilakukan

pengukuran validitas instrumen. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan

kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang

(31)

Soal uraian pretest dan posttes menggunakan uji validitas isi dengan cara judgment

(penilaian). Oleh karena dalam melakukan judgment diperlukan ketelitian dan

keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya. Dalam hal ini

dilakukan oleh Ibu Dra. Ila Rosilawati, M.Si. dan Bpk Drs. Tasviri Efkar, M.S.

sebagai Pembimbing penelitian untuk memvalidasinya.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:

1. Observasi pendahuluan

a. Meminta izin kepada Kepala SMA Persada Bandar Lampung untuk

melaksanakan penelitian.

b. Menentukan populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a. Tahap persiapan

Menyiapkan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan instrumen

tes.

b. Tahap pelaksanaan penelitian

Pada tahap pelaksanaannya, penelitian dilakukan dalam dua kelas yaitu kelas

eksperimen yang diterapkan pembelajaran problem solving dan kelas kontrol

dengan pembelajaran konvensional.

Urutan prosedur pelaksanaanya sebagai berikut :

1. Melakukan pretes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan

(32)

2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi larutan non elektrolit

dan elektrolit sesuai dengan model pembelajaran yang telah ditetapkan

masing-masing kelas.

(1) . Kelas eksperimen

Sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran, guru mengelompokkan siswa dalam 5

kelompok secara heterogen berdasarkan kemampuan kognitif siswa yang telah

teramati berdasarkan nilai ujian akhir semester ganjil.

a) Tahap 1 :Orientasi pada masalah

Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan suatu fenomena sebagai langkah

permasalahan bagi siswa.

b) Tahap 2 : Merumuskan hipotesis masalah

Guru membimbimbing siswa untuk mencari data atau keterangan yang dapat

digunakan untuk memecahkan masalah

c) Tahap 3 : Pengujian hipotesis

Guru membimbing siswa dalam menetapkan jawaban sementara dari masalah

tersebut.

d) Tahap 4 : Menguji kebenaran

1) Guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan bersama dengan

teman sekelompokknya. Meminta siswa pada setiap kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusi dan pengamatannya.

2) Guru membimbing siswa dalam diskusi kelompok.

3) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan pendapat

(33)

e) Tahap 5 : Membuat kesimpulan

1) Guru membimbing siswa dalam menarik kesimpulan berdasarkan hasil

diskusi siswa dan guru.

2) Guru memberikan penguatan dari kesimpulan siswa tentang materi yang

telah dipelajari.

(2). Kelas kontrol

a). Kegiatan awal

Guru membuka pelajaran dan menyampaikan tujuan pembelajaran.

b). Kegiatan inti

1) Guru memberikan uraian materi dan penjelasan kepada siswa.

2) Siswa mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang penting.

3) Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan soal.

4) Siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan guru.

5) Guru bersama siswa membahas latihan tersebut.

c). Kegiatan akhir

1) Guru meminta siswa untuk menyimpulkan materi yang baru saja mereka

dapatkan.

2) Guru memberikan tugas kepada siswa.

3) Melakukan posttest dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol.

4) Analisis data

(34)

Prosedur pelaksanaan penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan seperti sebagai

berikut :.

Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

G. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti,

yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,

tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilai pretest dan postest dirumuskan sebagai berikut:

(35)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, dengan menghitung n-Gain yang

selanjut-nya digunakan untuk menguji kenormalan dan homogenitas dua varians.

1. Perhitungan n-Gain

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran metode problem solving dalam

meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan, maka dilakukan

analisis skor gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui

peningkatan nilai pretest dan posttest dari kedua kelas. Rumus n-Gain menurut

Meltzer adalah sebagai berikut :

………(2)

Kriteria interpertasi indeks gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu:

g ≥ 0,7 (indeks gain tinggi)

0,3 ≤ g < 0,7 (indeks gain sedang)

g < 0,3 (indeks gain rendah)

2. Uji Normalitas

Hipotesis untuk uji normalitas :

Ho = data penelitian berdistribusi normal

H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

(36)

Keterangan : X2 = uji Chi- kuadrat

fo = frekuensi observasi

fe= frekuensi harapan

Kriteria : Terima Ho jika X2 hitung  X2 tabel

3. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok

sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Untuk uji homogenitas dua

varians ini, rumusan hipotesisnya adalah :

H0: σ12 = σ22 Data n-Gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians homogen.

H1: σ12 ≠ σ22 Data n-Gain kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang tidak homogen.

Keterangan:

varians skor kelompok I

varians skor kelompok II

Untuk menguji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji kesamaan

dua varians, dengan rumusan statistik :

……… (4)

Keterangan :

varians terbesar

(37)

Dengan kriteria uji adalah terima Ho jika FHitung < FTabel pada taraf nyata 5% 4. Pengujian hipotesis

Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji

hipotesis yang digunakan adalah uji parametik (Sudjana, 2005). Teknik pengujian

hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis dirumuskan

dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1). Pengujian hipotesis disini dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji kesamaan dua

rata-rata. Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

1) Hipotesis 1 (keterampilan mengelompokkan)

H0 µ1x≤ µ2x : Rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan yang diterapkan pembelajaran dengan metode problem solving kurang dari atau

sama dengan dengan pembelajaran konvensional siswa SMA

Persada Bandar Lampung.

H1 µ1x> µ2x: Rata-rata n-Gain keterampilan mengelompokkan yang diterapkan pembelajaran dengan metode problem solving lebih tinggi

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional siswa SMA

Persada Bandar Lampung.

2) Hipotesis 2 (keterampilan menyimpulkan)

H0 µ1y≤ µ2y :Rata-rata n-Gain keterampilan menyimpulkan yang diterapkan pembelajaran dengan metode problem solving lebih rendah atau

sama dengan pembelajaran konvensional siswa SMA Persada

Bandar Lampung.

(38)

dibandingkan dengan yang diberi pembelajaran konvensional siswa

SMA Persada Bandar Lampung.

Keterangan:

µ1 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi larutan non elektrolit dan elektrolit pada kelas yang diterapkan pembelajaran dengan metode problem solving

µ2 : Rata-rata n-Gain (x,y) pada materi larutan non elektrolit dan elektrolit pada kelas dengan pembelajaran konvensional

x: keterampilan mengelompokkan

y : keterampilan menyimpulkan

Dalam penelitian ini digunakan uji-t, yakni uji kesamaan dua rata – rata. Rumus

statistik yang digunakan adalah:

a) Jika (Sampel mempunyai varian yang homogen), maka :

Keterangan:

= Rata-rata gain mengelompokkan larutan non elektrolit dan elektrolit /

keterampilan menyimpulkan yang diterapkan pembelajaran metode problem

solving.

= Rata-rata gain keterampilan mengelompokkan larutan non elektrolit dan

elektrolit keterampilan menyimpulkan yang diterapkan pembelajaran

konvensional.

(39)

= Jumlah siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran metode problem

solving

= Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

= Simpangan baku siswa yang diterapkan pembelajaran metode problem solving

= Simpangan baku siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Dengan kriteria uji :

Terima H0 jika thitung < t(1-α) dengan derajat kebebasan d(k)= n1 + n2 – 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf signifikan α = 5% peluang (1-α).

(40)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis, dan pembahasan dalam

penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran problem solving efektif dalam meningkatkan

keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan pada materi larutan non

elektrolit dan elektrolit.

2. Model pembelajaran problem solving pada tahapan pengumpulan data, siswa

dapat dilatih keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan menggunakan

LKS berbasis problem solving, dengan demikian model problem solving efektif

dalam meningkatkan keterampilan mengelompokkan dan menyimpulkan.

B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:

1. Model pembelajaran problem solving dapat dipakai sebagai alternatif model

pembelajaran bagi guru dalam membelajarkan materi pokok larutan non

(41)

2. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar penerapan

pembelajaran problem solving berjalan efektif, hendaknya guru menguasai

kelas dengan baik, pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran menjadi

maksimal dan efisien.

Kendala :

1. Tidak semua siswa dapat merumuskan masalah dengan tepat.

2. Waktu yang digunakan untuk melaksanakan penelitian kurang, dikarenakan

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2004. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta.

Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, B.S. dan A. Zein. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah, B.S. 2000. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Rineka Cipta. Jakarta.

Hartono. 2007. Prifil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa Program Pendidikan Jarak Jauh S1 PGSD Universitas Sriwijaya. FKIP Universitas Sriwijaya. Palembang.

Indrawati dan Setiawan, wanwan. 2010. Pembelajaran Inovatif Kreatif dan Edukatif Untuk Siswa Sekolah Dasar.

Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Konstektual Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.

Lidiawati. 2011. Efektivitas Penerapan Metode Problem Solving Dalam Meningkatkan

Keterampilan Mengkomunikasikan dan Penguasaan Konsep Koloid (Skripsi). FKIP Unila. Bandar Lampung.

Mahmudin. 2010. Komponen Penilaian KPS. Mahmudin (Ed). Oktober 2010. 9 Juli 2011 .

Purba, M. 2006. Kimia SMA Kelas X. Erlangga. Jakarta. .

Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.

Semiawan, Cony. 1992. Pendidikan Keterampilan Proses. Jakarta : Gramedia.

Gambar

Tabel 1.  Indikator keterampilan proses sains dasar
Tabel 2. Desain penelitian
Gambar 1.  Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Oleh karena itu dipilih bahan baku pakan berupa tepung limbah ikan asin sebagai sumber protein hewani dan tepung kedelai sebagai sumber protein nabati dalam pakan yang

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERHADAP JUMLAH TOTAL MIKROORGANISME DAN DAYA TERIMA PADA BOLU KUKUS.. Pendahuluan : Bolu kukus merupakan makanan tradisional yang

Tidak akan menuntut/meminta ganti rugi dalam bentuk apapun atas segala sesuatu yang dilakukan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung terhadap

This research is about a victim of crime who should die because of wrong execution in John Grisham’ s The Confession novel (2010) the researcher analyzed this

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian asam humat dan interaksi antara asam humat dan pupuk P nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, indeks kehijauan

Kesimpulan : Adenomiosis umum terjadi pada usia reproduktif dan multiparitas dengan gejala utama massa pada abdomen dan hasil ultr asonografi yang terutama ditemukan adalah

Teror intensif yang dilakukan oleh Lekra itu menyebabkan banyak sastrawan, seniman, dan budayawan menggabungkan diri dengan Lelaa. Mereka berpendapat bahwa kalau tidak