1 Alumni Master Economics Faculty of Economics and Business, University of Lampung 2 Lecturer Masters in Economics, Faculty of Economics and Business, University of Lampung
ABSTRACT
ECONOMIC GROWTH AND EMPLOYMENT RATE IN LAMPUNG PROVINCE
BY
Nindya Eka Sobita1, Toto Gunarto2, I Wayan Suparta2
This study aims to analyze the influence of the independent variables in real GDP, real wages, capital in agriculture, and Implicit Price Index on the dependent variable employment in Lampung Province.
This study uses secondary data is data in real GDP , real wages , capital in agriculture , and Implicit Price Index of 10 districts / municipalities in the Lampung province period 2008-2012 . Data analysis methods used is quantitative analysis ( statistical ) analysis using panel data .
To achieve the purpose of research, analysis models are used : ( 1 ) Pooled Least Square ( PLS ) , ( 2 ) Fixed Effect Model ( FEM ) and ( 3 ) Random Effects Model ( REM ) . Furthermore , the estimation of the three models, some statistical tests will be done to look more valid model among the three. These tests include: ( i ) the Chow test ( F test ) , and ( ii ) the Hausman test . From the results of the Chow test and the Hausman test indicates that the Fixed Effect Model ( FEM ) is more " appropriate " than Pooled Least Square ( PLS ) , and (Random Effects Model ( REM ) .
These results indicate that the independent variable real GDP and the price of capital in agriculture significantly positive effect on the absorption of Labor. The increase in real GDP and capital in agriculture will increase the absorption of Labor, ceteris paribus. While the real wage variable is significantly negative effect on the absorption of Labor. The increase in real wages will decrease the absorption of Labor, ceteris paribus.
1Alumni Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Lampung 2 Dosen Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
ABSTRAK
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA \DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
Nindya Eka Sobita1, Toto Gunarto2, I Wayan Suparta2
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel independen PDRB riil, Upah riil, harga Modal di bidang pertanian, dan Indeks Harga Implisit terhadap variabel dependen Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Lampung.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data PDRB riil, Upah riil, harga Modal di bidang pertanian, dan Indeks Harga Implisit dari 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung periode 2008-2012. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif (statistik) dengan menggunakan analisis data panel.
Untuk mencapai tujuan penelitian, digunakan model analisis yaitu: (1) Pooled Least Square (PLS), (2) Fixed Effect Model (FEM) dan (3) Random Effect Model (REM). Selanjutnya, akan dilakukan beberapa uji statistik untuk melihat model yang lebih valid diantara ketiganya. Uji-uji tersebut antara lain: (i) Uji Chow (uji F), dan (ii) Uji Hausman. Dari hasil Uji Chow dan Uji Hausman menunjukkan bahwa Fixed Effect Model (FEM) lebih “appropriate” daripada Pooled Least Square (PLS), dan Random Effect Model (REM).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel independen PDRB riil dan harga Modal di bidang pertanian secara signifikan berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Kenaikan PDRB riil dan Modal di bidang pertanian akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, ceteris paribus. Sementara itu Variabel Upah riil secara signifikan berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Kenaikan Upah riil akan menurunkan Penyerapan Tenaga Kerja, ceteris paribus.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENYERAPAN TENAGA
KERJA DI PROVINSI LAMPUNG
(Tesis)
Oleh
NINDYA EKA SOBITA 1221021006
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDRA LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 11 Februari 1989 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Ponirin dan Ibu Ir.
Hasnidarwati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Kartika Jaya II-5 pada tahun
2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun
2003, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 10 Bandar Lampung pada tahun 2006.
Pada tahun 2006 Penulis diterima di Program Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB)
Penulis menjalani Praktik Umum di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. pada 2009.
Selama masa perkuliahan, Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan
baik intra maupun ekstra kampus di antaranya: HIMASEPERTA sebagai
Sekertaris Bidang Kewirausahaan periode kepengurusan tahun 2008/2009, SEC
(Sosek English Club) sebagai Bendahara periode kepengurusan 2007/2008, PSM
(Paduan Suara Mahasiswa) periode 2007/2008.
Penulis menyelesaikan pendidikan D1 Bahasa Inggris pada bulan Juli 2011 di
Penulis menyelesaikan Pendidikan Starata Satu (S1) Di Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian (Agribisnis) Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2012
dan langsung melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister yaitu di Program
Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung di tahun yang
Puji syukur kepada Allah SWT atas terselesainya studi-saya dan
kupersembahkan karyaku ini untuk
Romo dan Mande tercinta sebagai wujud rasa baktiku, sayangku dan cintaku
Atas segala pengorbanan, doa, kesabaran dan kasih sayang yang tak ternilai
harganya, yang telah diberikan selama ini
Orang-orang tercinta yang selalu mendukung dan memberikan doa atas semua
yang telah kucapai selama ini
SANWACANA
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, Rob sekalian
alam yang telah memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Dalam penyelesaian tesis yang berjudul “Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Lampung”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun,
karena itu dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga nilainya kepada :
1. Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si., sebagai Pembimbing Pertama dan sebagai
Dosen Pembimbing Akademik, atas bimbingan, arahan dan nasehatnya.
2. Dr. I Wayan Suparta, S.E., M.Si., sebagai Pembimbing Kedua dan sebagai
Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung , atas bimbingan, arahan dan nasehatnya.
3. Dr. Syahfirin Abdullah, S.E., M.Si., sebagai Dosen Pembahas Pertama atas
semua saran, kritik, bantuan dan bimbingan yang sangat besar.
4. Dr. Saimul, S.E., M.Si., selaku Dosen Pembahas Kedua atas semua saran,
5. Bapak Warsono, Ph.d sebagai Dosen Matakuliah Ekonometrika Program Studi
Magister Ilmu Ekonomi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan
nasehatnya.
6. Prof. Dr. Satria Bangsawan S.E., M.Si., sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Lampung.
7. Bapak Sahidin, S.E dan Karyawan-karyawan di Program Studi Magister Ilmu
Ekonomi,
8. Kedua orang tuaku Tercinta, Romo Ir. Ponirin dan Mande Ir. Hasnidarwati,
terimakasih atas segala cinta, kasih sayang, perhatian, do’a, pengorbanan serta
kesabaran selama Ananda mu ini menyelesaikan pendidikan. Adik-adikku
Rendy Satya A.P, Ruci Dandy A.B yang telah memberikan kasih sayang dan
do’a tak henti-hentinya.
9. Keluarga Besar Bapak Drs. Syukuruddin dan Ibu Emthony. M atas segala
dukungan perhatian, do’a selama ini.
10.M. Iqbal Harori S.AB, atas segala kebersamaan, semangat, bantuan, motivasi,
ilmu dan kasih sayang dalam membantu saya menyelesaikan tesis dengan
penuh semangat. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk semua hal yang
telah terencana dengan sangat indah di masa depan.
11.Saudaraku Magister Ilmu Ekonomi angkatan kedua Bapak Imam Santoso,
S.E., Uni Hidayati, S.Akt., Bang Ery Muniadi, S.Fil., Mbak Rini Anita Sari,
S.E., Mbak Ferry Susanawati, S. Akt., Mas Dwi Marwanto, S. PdH., Bang
Hendra Prasetya, S.E., Ayuna Tantina, S.E., Bang Hendra, S.E., Mas Sulistyo,
S.E., Mbak Dini Maisyuri Sibron, S.E., Mbak Maya Narang Ali, S.S.T., Rizqo
Fitriani, S.S.T., Bapak Sigit, S.A.B., Indah Ayu Novarizki, S.E., atas
Program Magister Ilmu ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah
diberikan dan tetap menanamkan semangat untuk berbuat baik dalam diri kita,
semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat memberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf
jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.
Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Masalah Penelitian ... 11
C. Pertanyaan Penelitian ... 11
D. Tujuan Penelitian ... 12
E. Kontribusi Penelitian ... 12
F. Kerangka Pikir ... 13
G. Hipotesis Penelitian ... 18
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 19
A.Peranan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 19
B. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 21
C. Pertumbuhan Berpihak Kepada Penduduk Miskin ... 24
D. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran (Okun’s Law) ... 26
E. Ketenagakerjaan ... 28
F. Permintaan Tenaga Kerja ... 29
G. Faktor – Faktor Penyerapan Tenaga Kerja ... 37
ii
1. Metoda Analisis Ekonometrika ... 63
a. Penyusunan Model ... 63
3. Heteroskedastisitas ... 79
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 81
1. Pengaruh PDRB riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja . 86 2. Pengaruh Upah riil terhadap Penyerapan Tenaga Kerja... 88
3. Pengaruh Modal di Bidang Pertanian terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 89
a. Uji Multikolinieritas... 92
b. Uji Autokorelasi... 92
iii
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
A. KESIMPULAN ... 94
B. SARAN ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 96
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung ... 6
2. Penyerapan Tenaga Kerja Pulau Sumatra Tahun 2012 ... 7
3. Variabel yang digunakan dalam analisis ... 63
4. Selang nilai Statistik Durbin Watson serta Keputusannya... 79
5. Hasil Uji Chow ... 82
6. Hasil Uji Hausman ... 83
7. Hasil analisis regresi penduga model Penyerapan tenaga Kerja ... 84
8. Korelasi Antar Variabel Bebas ... 85
9. Hasil analisis regresi penduga model Penyerapan tenaga Kerja Setelah Koreksi ... 86
10. Hasil Uji multicolliniearity ... 92
11. Hasil Uji Durbin-Watson ... 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pertumbuhan PDB Indonesia Selama 26 Tahun Terakhir ... 4
2. Pertumbuhan PDB Provinsi Lampung 14 tTahu Terakhir ... 5
3. Laju Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung 2007-2012 ... 8
4. Kerangka Pemikiran Pembangunan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Lampung ... 18
5. Pertumbuhan Ekonomi, Pembangunan manusia danTenaga Kerja .... 20
6. Hukum Okun ... 27
7. Pemilihan output untuk perusahaan kompetitif ... 33
8. Kurva Permintaan Tenaga Kerja ... 36
9. Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Data Penduduk Usia Kerja (15 Tahun Dan Lebih) Yang Bekerja
Di Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun 2008-2012
(per satuan orang) ... 102 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
Berlaku Di Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun
2008-2012 (Per jutaan rupiah) ... 103 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga
KonstanDi Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun
2008-2012 (Per jutaan rupiah) ... 104 4. Rata-Rata Upah Bersih Pekerja/Karyawan Selama Sebulan
(Upah Nominal) Di Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung
Tahun 2008-2012 (Per satuan rupiah) ... 105 5. Rata-Rata Upah Bersih Pekerja/Karyawan Selama Sebulan
(Upah riil) Di Kabupaten/Kota Di Provinsi Lampung Tahun
2008-2012 (Per satuan rupiah) ... 106 6. Rata Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Di Kota Bandar
lampung Lampung Tahun 2008-2012 (Per satuan indeks) ... 107 7. Rata Indeks Harga Implisit Di Kabupaten/Kota Di Provinsi
Lampung Tahun 2008-2012 (Per satuan indeks) ... 108 8. Rata-rata Modal di Bidang Pertanian Di Kabupaten/Kota Di
Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Per jutaan rupiah)... 109 9. Data Estimasi Penelitian Pertumbuhan Ekonomi dan
Penyerapan Tenaga Kerja Di Provinsi Lampung
Tahun 2008-2012 ... 110 10.Hasil Estimasi Penelitian Pertumbuhan Ekonomi dan
Penyerapan Tenaga Kerja Di Provinsi Lampung
Tahun 2008-2012 ... 111 11.Hasil Estimasi Penelitian Pertumbuhan Ekonomi dan
Penyerapan Tenaga Kerja Di Provinsi Lampung
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesejahteraan penduduk berkaitan erat dengan pendapatan yang diperoleh rumah
tangga. Dalam welfare economics, pendapatan rumah tangga tidak terlepas dari
masalah ketenagakerjaan dalam arti pendapatan ataupun penghasilan yang
diperoleh rumah tangga berkaitan dengan usaha atau pekerjaan yang dilakukan
oleh anggota rumah tangga. Dengan pendapatan yang diperoleh maka rumah
tangga akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menyekolahkan
anggotanya. Melalui salah satu jalur pendidikan inilah maka sumber daya manusia
dapat ditingkatkan sehingga mempunyai kesempatan lebih besar untuk
memperoleh pekerjaan.
Pertumbuhan ekonomi memberikan kesempatan yang lebih besar kepada negara
atau pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Tetapi sejauh mana
kebutuhan ini dipenuhi tergantung pada kemampuan negara atau pemerintah
dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi di antara masyarakat dan
distribusi pendapatan serta kesempatan untuk memperoleh pekerjaan.
Pertumbuhan ekonomi juga merupakan sarana utama untuk mensejahterakan
masyarakat melalui pembangunan manusia yang secara empirik terbukti
2
ketenagakerjaan merupakan jembatan utama yang menghubungkan pertumbuhan
ekonomi dan peningkatan kapabilitas manusia (UNDP, 1996. Dengan perkataan
lain, yang diperlukan bukan semata-mata pertumbuhan tetapi pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas dalam arti berpihak kepada tenaga kerja.
Heinzt (2003) dalam Sianipar (2010) menyampaikan tiga komponen utama yang
saling terkait, yaitu komponen pertumbuhan yakni upaya menciptakan
pertumbuhan yang tinggi dan teguh, komponen kesempatan kerja yang
memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut menciptakan lapangan kerja
baru dan memperbaharui kualitas pekerjaan yang telah ada, kemudian yang
terakhir adalah fokus pada kemiskinan dimana adanya hubungan antara kelompok
masyarakat dan rumah tangga miskin dengan kesempatan kerja baru dan
peningkatan kualitas kesempatan kerja.
Selama bertahun-tahun pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan utama bagi para
pemimpin politik dan pengambil keputusan berdasarkan suatu pandangan bahwa
semakin banyak distribusi barang-barang dan jasa akan meningkatkan derajat
hidup masyarakat. Pertumbuhan ekonomi sering kali dipandang sebagai solusi
untuk memecahkan permasalahan lain seperti meningkatnya jumlah pencari kerja
maupun untuk mengurangi defisit anggaran. masalah pertumbuhan ekonomi yang
mampu menciptakan kesempatan kerja dan pengangguran tingkat kemiskinan
telah diangkat menjadi isu sentral akhir-akhir ini. Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 2008 bahkan telah mengangkat isu tersebut dengan mengusung tema RKP
3
Kemiskinan dan Pengangguran” yang diimplementasikan dengan kebijakan
-kebijakan pemerintah untuk menunjang tercapainya sasaran pokok tersebut.
Perkembangan selanjutnya ditandai munculnya suatu keraguan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Mereka menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi bukan
merupakan jawaban untuk menyelesaikan semua masalah. Hal ini bukan tanpa
alasan tetapi didasari fakta bahwa sebagian masyarakat tetap miskin meskipun
hidup ditengah-tengah lingkungan kemewahan. Kondisi seperti ini tidak hanya
terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga terjadi pada
negara-negara yang sudah maju. Berdasarkan bukti empirik menunjukkan bahwa
suatu wilayah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun
mempunyai tingkat pengangguran yang juga tinggi. Dalam kasus ini,
pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu wilayah kurang menciptakan lapangan
kerja. Hal inilah kemudian menimbulkan perdebatan antara kelompok yang
mendukung pertumbuhan ekonomi yang disebut pro-growth dan kelompok yang
menentang atau yang anti-growth. Pertumbuhan ekonomi selayaknya dipandang
tidak hanya dari sisi kuantitas tetapi yang lebih penting adalah kualitas dari
pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Sejarah perkembangan perekonomian Indonesia mengalami pasang surut dan
sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun ekternal. Kondisi politik dan
keamanan dalam negeri sangat berpengaruh terhadap pembangunan dibidang
ekonomi. Demikian pula faktor eksternal, bila terjadi goncangan ekonomi
utamanya di negara maju maka dampaknya akan terasa terhadap perkembangan
4
1970-1996, ekonomi Indonesia mengalami krisis mulai pertengahan tahun 1997.
Kondisi ini membuat tekanan terhadap sektor ekonomi semakin berat. Pada tahun
1998, Produk Domestik Bruto (PDB) atau Growth Domestic Product (GDP) turun
menjadi 13 persen (minus) setelah mengalami pertumbuhan 4,7 persen pada tahun
1997. Pada waktu yang bersamaan inflasi turun dari 6,6 persen menjadi 77,7
persen. Mulai 1999, kondisi ekonomi mulai menunjukkan pemulihan secara
perlahan. Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 3,5 persen pada tahun 2001 naik
menjadi 4,1 persen pada tahun 2003 dan pada tahun 2009 diperkirakan PDB
tumbuh sekitar 4,5 persen.
Sumber: Badan Pusat statistic (BPS)
5
Kemudian bagaimana dengan keadaan di Provinsi Lampung? Tentunya
pertumbuhan ekonomi Nasional akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di daerah. Di Provinsi Lampung sendiri terjadi pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,95 persen (minus) dimana pada saat itu Provinsi Lampung juga terkena
dampak dari goncangan perekonomian yang terjadi di Indonesia. Kemudian mulai
membaik pada tahun 1999 yaitu tumbuh menjadi 3,35 persen dan terus meningkat
secara perlahan naik menjadi 4,98 persen pada tahun 2006 dan naik menjadi 5,85
pada akhir tahun 2010 dapat dilihat pada gambar 2.
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
6
Tabel 1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung, 1998-2012.
Provinsi Lampung
Tahun PDRB Laju Pertumbuhan PDRB
1998 18,481,527.00 -6.95
pencerminan dari pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung cenderung
meningkat. Dimulai dari angka minus 6,95 persen pada tahun 1998 dimana
Indonesia tengah mengalami krisis ekonomi. Kemudian merangkak naik mulai
tahun 1999 sampai tahun 2005 kembali mengalami penurunan yaitu menjadi 3,76
persen, dari angka sebelumnya 5,07 persen pada tahun 2004. Namun keadaan
tersebut tidak berlangsung lama hingga pada saat ini Laju pertumbuhan PDRB di
Provinsi Lampung menembus angka 6,56 persen. Pertumbuhan Ekonomi yang
terus naik diharapkan mampu mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja di
7
Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja Pulau Sumatera Tahun 2012.
Provinsi
Darussalam 1798547 179944 1978491 90.9
Sumatera Utara 5751682 379982 6131664 93.8
Sumatera Barat 2037642 142184 2179826 93.48
Riau 2399002 107774 2506776 95.7
Jambi 1423624 47296 1470920 96.78
Sumatera Selatan 3532932 213441 3746373 94.3
Bengkulu 830266 31128 861394 96.39
Lampung 3449307 188590 3637897 94.82
Kepulauan Bangka
Belitung 583102 21061 604163 96.51
Kepulauan Riau 824567 46798 871365 94.63
Indonesia 110808154 7244956 118053110 93.86
Sumber: Pusdatinaker Data Agustus 2012
Jika dilihat dari Tabel 2 maka dari seluruh provinsi yang terdapat di Pulau
Sumatera angka penyerapan tenaga kerja yang terendah pada tahun 2012 adalah
provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu sebesar 90,90 persen kemudian diikuti
dengan provinsi Sumatera Barat dengan angka penyerapan tenaga kerja sebesar
93,80 sedangkan Provinsi Lampung yaitu sebesar 94,82 persen. Angka tersebut
masih berada di bawah Provinsi Jambi dengan angka penyerapan tenaga kerja
8
Gambar 3. Laju pertumbuhan Tenaga Kerja dan Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung 2007-2012.
Pertumbuhan ekonomi yang lambat pulih tersebut diiringi dengan tingkat penduduk
yang bekerja yang cenderung menurun merupakan permasalahan utama di sektor
ketenagakerjaan. Walaupun laju pertumbuhan ekonomi tahun 2011 sekitar 6,39
persen, namun hal tersebut belum secara nyata dapat meningkatkan daya serap tenaga
kerja. Teori ekonomi menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, yang menunjukkan
semakin banyaknya output nasional mengindikasikan semakin banyaknya orang yang
bekerja, sehingga seharusnya mengurangi pengangguran. Dalam penelitian Nur, 2011
mengelompokan Provinsi Lampung sebagai daerah yang mengalami hubungan yang
tidak seimbang antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini
menimbulkan pertanyaan mengapa pertumbuhan ekonomi meningkat tetapi disisi lain
tingkat penyerapan tenaga kerja relatif rendah. 2,29
Employment growth rate, % GDP growth rate, %
Tahun
Pe
rs
e
9
Periode setelah krisis terdapat karakteristik seperti rendahnya pertumbuhan ekonomi
dan masih tingginya tingkat pengangguran sebagai dampak dari rendahnya dan
turunnya investasi. Tantangan pemerintah saat ini adalah bagaimana meningkatkan
investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tetapi
berpihak kepada tenaga kerja sehingga secara terus-menerus akan dapat mengurangi
pengangguran dan kemiskinan.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan apakah ada yang salah dengan
pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu wilayah dalam hal ini Provinsi
Lampung? Apakah pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang dicapai menjadi
jaminan bahwa akan menciptakan penyerapan tenaga yang tinggi pula?
Sebenarnya masalah pertumbuhan ekonomi yang hanya mengejar dari aspek
kuantitas mendapat kritikan dari United Nations Development Programme
(UNDP) sekitar 15 tahun yang lalu. UNDP mengkritik para pembuat kebijakan
yang terlalu terpikat oleh aspek kuantitas pertumbuhan ekonomi dan
mengadvokasi mereka agar memberi perhatian yang memadai terhadap aspek
struktur dan kualitasnya. UNDP mengingatkan konsekuensi yang akan dihadapi
jika aspek kualitatif ini diabaikan sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut ini
(UNDP, 1996:2):
―Unless governments take timely corrective action, economic growth can
become lopsided and flawed. Determined efforts are needed to avoid growth that
10
Kecuali jika pemerintah mengambil suatu tindakan koreksi yang tepat,
pertumbuhan ekonomi dapat menjadi pincang dan cacat. Menentukan berbagai
upaya dibutuhkan untuk menghindari pertumbuhan yang tidak menyerap tenaga
kerja, kesenjangan, tanpa partisipasi masyarakat/demokrasi, dan
tanpa-masa-depan.
Istilah pertumbuhan berkualitas memerlukan penjelasan lebih lanjut dalam bahasa
lugas supaya mudah dipahami. Sederhananya, tidak terlalu keliru jika kita
memandangnya dari sisi negatif atau komplemennya yaitu pertumbuhan tak
berkualitas. Menurut UNDP pertumbuhan ekonomi timpang atau cacat jika
ekonomi secara keseluruhan tumbuh tetapi tidak memperluas kesempatan kerja.
Ini bukan istilah yang bersifat teoritis-hipotesis semata melainkan merujuk pada
situasi konkrit di lapangan berdasarkan bukti yang sangat menyakinkan. Adapun
ciri-ciri pertumbuhan tak berkualitas menurut UNDP:
Sebagian besar manfaat pertumbuhan ekonomi menguntungkan kelompok
kaya, mengabaikan jutaan penduduk berjuang dalam kemiskinan yang semakin
mendalam (ruthless growth)
Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan perluasan demokrasi dan
pemberdayaan (voiceless growth)
Pertumbuhan ekonomi menyebabkan budaya melemah (rootless growth)
Generasi sekarang menghamburkan sumber daya yang dibutuhkan oleh
11
B. Masalah Penelitian
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu isu dalam makroekonomi, dimana
setiap periode masyarakat suatu Negara akan berusaha menambah kemampuannya
untuk memproduksi produk, baik itu berupa barang maupun jasa. Dengan
bertambahnya kapasitas produksi, permintaan akan faktor-faktor produksi akan
meningkat pula termasuk faktor produksi tenaga kerja. Dengan demikian, keadaan
tersebut akan menciptakan kesempatan kerja. Namun demikian, dalam
pelaksanaannya tidak selalu berjalan demikian. Penelitian empiris di banyak
Negara berkembang menemukan bahwa pertumbuhan yang tercipta ternyata tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, beberapa permasalahan yang hendak
dijawab dalam penelitian ini antara lain:
1) Bagaimanakah pengaruh dari PDRB riil terhadap penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Lampung?
2) Bagaimanakah pengaruh dari tingkat Upah riil terhadap penyerapan tenaga
kerja di Provinsi Lampung?
3) Bagaimanakah pengaruh dari harga modal bidang pertanian terhadap
penyerapan tenaga kerja di Provinsi Lampung?
4) Bagaimanakah pengaruh dari Indeks Harga Implisit terhadap penyerapan
12
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut diatas maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1) Menganalisis pengaruh PDRB riil terhadap penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Lampung
2) Menganalisis pengaruh tingkat Upah riil terhadap penyerapan tenaga kerja
di Provinsi Lampung
3) Menganalisis pengaruh harga modal bidang pertanian terhadap penyerapan
tenaga kerja di Provinsi Lampung
4) Menganalisis pengaruh Indeks Harga Implisit terhadap penyerapan tenaga
kerja di Provinsi Lampung
E. Kontribusi Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu
pengetahuan khususnya bidang ekonomi dan sosial yang terkait dengan isu
ketenagakerjaan dan sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan
dalam merumuskan kebijakan di bidang ketenagakerjaan khususnya dalam
upaya untuk mengurangi tingkat pengangguran di Provinsi Lampung.
2. Tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan acuan bagi Provinsi
Lampung untuk mengelolanya secara efektif dan efisien serta dapat
dijadikan sebagai faktor pendorong (push factor) untuk membuat kebijakan
13
3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi pembanding untuk
penelitan-penelitian selanjutnya
F. Kerangka Pikir
Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama bagi pembangunan manusia
untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan. Dalam hal ini ketenagakerjaan
yang merupakan jembatan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
manusia menjadi pilar penting dalam pembangunan. Untuk mewujudkannya maka
pemerintah perlu membuka peluang akses sebesar-besarnya kepada masyarakat
terhadap sumber-sumber ekonomi berdasarkan potensi wilayah yang dimiliki oleh
masing-masing daerah. Selanjutnya disusun strategi pembangunan dan kebijakan
antara pemerintah pusat dan daerah yang saling bersinergi untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi ramah terhadap penyerapan tenaga kerja.
Dengan kata lain, secara teoritis, pertumbuhan ekonomi memainkan peranan
penting untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja
Isu ketenagakerjaan merupakan salah satu isu yang sangat penting dalam
perkembangan sosial ekonomi di Indonesia disamping isu kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Salah satu isu penting dalam ketenagakerjan
disamping keadaan angkatan kerja (economically active) dan struktur
ketenagakerjaan adalah isu tentang pengangguran sebagai residu dari tingkat
penduduk yang bekerja (employment rate). Dari sisi ekonomi pengangguran
merupakan produk dari ketidakmampuan pasar dalam menyerap angkatan kerja
yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu
14
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Masih rendahnya tingkat penduduk yang
bekerja tidak hanya menimbulkan masalah-masalah di bidang ekonomi,
melainkan juga menimbulkan berbagai masalah di bidang sosial seperti
kemiskinan dan kerawanan sosial. Data tentang situasi ketenagakerjaan
merupakan salah satu data pokok yang dapat menggambarkan kondisi
perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah
dan dalam suatu kurun waktu tertentu.
Salah satu tujuan pembangunan adalah untuk mensejahterakan dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat dalam berbagai aspek untuk menuju kehidupan yang lebih
baik diwaktu sekarang maupun diwaktu mendatang. Pembangunan perlu dipahami
sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi
sistem sosial, ekonomi, politik, serta kebudayaan. Tujuannya adalah
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Kemakmuran
berkaitan dengan aspek ekonomi, dapat diukur dengan tingkat produksi,
pengeluaran, dan pendapatan. Sedangkan kesejahteraan ditentukan oleh aspek
non-ekonomi, misalnya kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Sebagai sebuah
proses, pembangunan menunjukkan adanya hubungan saling pengaruh
mempengaruhi antara berbagai faktor yang dihasilkannya. Dalam kaitan ini data
statistik diperlukan untuk dapat melihat proses itu secara obyektif (berdasarkan
fakta yang sebenarnya), memonitor dan mengevaluasi perkembangannya, serta
merancang proses selanjutnya berdasarkan pemahaman obyektif atau berbasis
15
Sudah lebih dari 30 tahun para pakar pembangunan diilhami ide paradigma
modernisasi. Paradigma tersebut mengandalkan tetesan strategi pertumbuhan
(growth) ekonomi untuk mengatasi masalah sebagai akibat pembangunan seperti
kemiskinan. Salah satu asumsi paradigma pertumbuhan adalah perlunya investasi
kapital besar-besaran pada perusahaan industri modern dan aplikasi teknologi
modern pada produksi. Terciptanya sektor industri yang dinamis melalui investasi
tidak hanya membawa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga dapat
menciptakan lapangan kerja besar-besaran serta menyerap surplus tenaga kerja
pedesaan yang subsisten ke sektor modern. Secara tidak langsung, akan terjadi
peningkatan penghasilan dari banyak orang. Dengan peningkatan penghasilan,
banyak keluarga akan mendapat sarana untuk dapat memenuhi kebutuhan sosial
ekonomi mereka.
Asumsi paradigma pertumbuhan tidak sepenuhnya mengandung kebenaran,
karena meskipun banyak negara berkembang telah berhasil mengalami
peningkatan dalam angka pertumbuhannya, tetapi peningkatan tersebut tidak
diikuti dengan perbaikan nasib kaum miskin. Dalam arti keberhasilan
pembangunan tidak diiringi keberhasilan dari sisi sektor ketenagakerjaan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi relatif cukup tinggi, namun tidak banyak
menyerap tenaga kerja. Investasi lebih banyak disektor yang padat modal tetapi
bukan disektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Akhirnya, muncul pengakuan
bahwa paradigma growth tadi yang memakai PDRB sebagai tolok ukurnya
16
Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat
keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Pengertian
pengurangan kemiskinan dalam hal ini bisa diartikan bahwa pertumbuhan
ekonomi harus diiringi dengan penciptaan lapangan kerja baru atau dengan kata
lain meningkatkan jumlah penduduk yang bekerja. Adapun syarat kecukupannya
(sufficient condition) ialah bahwa pertumbuhan tersebut efektif dalam mengurangi
kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap
golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with
equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di
sektor-sektor di mana orang miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat
karya). Adapun secara tidak langsung, hal itu berarti diperlukan pemerintah yang
cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang boleh jadi didapatkan
dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur yang padat modal.
Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasari dengan teori ekonomi neoklasik,
dimana ekonomi pasar diasumsikan bahwa pengusaha tidak dapat mempengaruhi
harga pasar atau dapat dikatakan perusahaan hanya sebagai price taker. Dalam hal
memaksimalkan laba pengusaha hanya mengatur berapa jumlah tenaga kerja yang
dapat dipekerjakan.
Permintaan pengusaha terhadap tenaga kerja tentunya berbeda dengan permintaan
masyarakat terhadap barang dan jasa yang akan konsumsi. Disaat masyarakat
membeli barang karena memberikan nilai kegunaan kepada konsumen, lain
halnya dengan pengusaha yang memperkerjakan seseorang yang bertujuan untuk
17
Dalam rangka memproduksi barang dan jasa perusahaan membutuhkan biaya
input sehingga perusahaan mendapatkan input yang akan menghasilkan output.
Perusahaan harus memutuskan yang mana rencana kemungkinan produksi yang
akan digunakan. Dalam penelitian ini perusahaan diasumsikan memaksimalkan
keuntungan. Menurut Jehle (2007) fungsi keuntungan perusahaan hanya
bergantung pada harga input , harga input lain dan harga output atau yang juga
dikenal sebagai Input demand.
Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa penyerapan tenaga kerja di pengaruhi
oleh harga input, harga input lain dan harga output. Akan teteapi data-data
tersebut sulit didapatkan sehingga peneliti mengambil data untuk mewakili atau
proksi (proxies) dari variabel tersebut. Variabel harga input dapat diwakili dengan
Upah riil dimana tuntutan kenaikan upah tiap tahun akan memberatkan pihak
yang memerlukan tenaga kerja sehingga perusahaan akan bertahan untuk merekrut
tenaga baru atau tetap akan melakukan rekutmen dengan sistem off-sourcing.
Variabel selanjutnya yaitu harga input lain yang dapat diwakili oleh harga modal
dengan menggunakan harga modal pertanian, dimana sektor pertanian merupakan
sektor dengan andil yang cukup besar terhadap nilai PDRB di Provinsi Lampung.
Kemudian harga output diwakili dengan menggunakan Indeks Harga Implisit
yang merupakan pencerminan perubahan harga barang dan jasa secara umum di
tingkat produsen.
Dari uraian diatas bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah yang tercermin dalam
PDRB dan ketenagakerjaan memiliki kaitan yang erat. Dari hubungan ini
18
terjadinya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja.
Selain itu model ini juga mampu untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja dan respon penyerapan tenaga
terhadap perubahan faktor-faktor tersebut serta elastisitas penyerapan tenaga
kerja.
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Pembangunan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Lampung
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka berfikir penelitian di atas
maka hipotesis yang dapat disusun dalam penelitian ini adalah:
1) PDRB berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi
Lampung
2) Upah riil berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi
Lampung
3) Harga Modal berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Lampung
4) Indeks Harga Implisit berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Peranan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Pembangunan berbasis ketenagakerjaan tidak dapat disederhanakan menjadi
sekedar pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang cepat dapat saja
dilakukan dengan, misalnya memfokuskan pada sektor-sektor padat modal, tanpa
harus diikuti penciptaan tenaga kerja yang memadai. Pengalaman pembangunan
selama Orde Baru memberikan ilustrasi sepintas bagaimana mudahnya memicu
pertumbuhan melalui pendekatan itu.
Pernyataan di atas sama sekali tidak mengimplikasikan bahwa pertumbuhan
ekonomi tidak penting. Bahkan dalam perpektif pembangunan manusia (human
development) pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama (principal means)
bagi pembangunan manusia untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan.
Hal ini sejalan dengan bukti empiris yang menunjukkan bahwa tidak ada negara
pun yang dapat membangun manusia secara berkesinambungan tanpa tingkat
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Walaupun demikian tidak berarti bahwa
pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang cukup bagi pembangunan manusia.
Antara keduanya tidak ada hubungan otomatis tetapi berlangsung melalui
berbagai jalur antara lain yang penting ketenagakerjaan. Artinya, pertumbuhan
20
peningkatan kapabilitas manusia jika pertumbuhan itu berdampak secara positif
terhadap penciptaan lapangan kerja atau usaha.
21
Lapangan kerja yang diciptakan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
rumah tangga yang memungkinkannya ―membiayai peningkatan kualitas
manusia anggotanya. Kualitas manusia yang meningkat pada sisi lain akan
berdampak pada kualitas tenaga kerja yang pada gilirannya akan mempengaruhi
tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
pertumbuhan dapat (tetapi tidak bersifat otomatis) mempengaruhi ketenagakerjaan
dari sisi permintaan (menciptakan lapangan kerja) dan sisi penawaran
(meningkatkan kualitas tenaga kerja). Dengan kata lain, secara teoritis,
pertumbuhan ekonomi memainkan peranan penting untuk meningkatkan
penyerapan tenaga kerja seperti yang diilustrasikan pada Gambar 5.
B. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam
menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang
hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu
daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan
jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi
menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan
pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan
ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan,
maka itu menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut
22
Terjadinya pertumbuhan ekonomi akan menggerakan sektor-sektor lainnya
sehingga dari sisi produksi akan memerlukan tenaga kerja produksi. Suatu
pandangan umum menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi (growth)
berkorelasi positif dengan tingkat penyerapan tenaga kerja (employment rate).
Tetapi ada juga dugaan bahwa dengan produktivitas yang tinggi bisa berarti akan
lebih sedikit tenaga kerja yang dapat diserap. Berpijak dari teori pertumbuhan
ekonomi yang dikemukakan oleh Solow tentang fungsi produksi agregat
(Dornbusch, Fischer, dan Startz, 2004) menyatakan bahwa ouput nasional
(sebagai representasi dari pertumbuhan ekonomi disimbolkan dengan Y)
merupakan fungsi dari modal (kapital=K) fisik, tenaga kerja (L) dan kemajuan
teknologi yang dicapai (A). Faktor penting yang mempengaruhi pengadaan modal
fisik adalah investasi), dalam arti bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diduga akan membawa dampak positif terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja
seperti ditunjukkan oleh model berikut:
Y = A.F(K,L)
di mana Y adalah output nasional (kawasan), K adalah modal (kapital) fisik, L
adalah tenaga kerja, dan A merupakan teknologi. Y akan meningkat ketika input
(K atau L, atau keduanya) meningkat. Faktor penting yang mempengaruhi
pengadaan modal fisik adalah investasi. Y juga akan meningkat jika terjadi
perkembangan dalam kemajuan teknologi yang terindikasi dari kenaikan A. Oleh
karena itu, pertumbuhan perekonomian nasional dapat berasal dari pertumbuhan
input dan perkembangan kemajuan teknologi—yang disebut juga sebagai
23
Model Solow dapat diperluas sehingga mencakup sumberdaya alam sebagai salah
satu inputnya. Dasar pemikirannya yaitu output nasional tidak hanya dipengaruhi
oleh K dan L saja tetapi juga dipengaruhi oleh lahan pertanian atau sumberdaya
alam lainnya seperti cadangan minyak. Perluasan model Solow lainnya adalah
dengan memasukkan sumberdaya manusia sebagai modal (human capital). Dalam
literatur, teori pertumbuhan seperti ini terkategori sebagai teori pertumbuhan
endogen dengan pionirnya Lucas dan Romer. Lucas menyatakan bahwa
akumulasi modal manusia, sebagaimana akumulasi modal fisik, menentukan
pertumbuhan ekonomi; sedangkan Romer berpandangan bahwa pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh tingkat modal manusia melalui pertumbuhan teknologi.
Secara sederhana, dengan demikian, fungsi produksi agregat dapat dimodifikasi
menjadi sebagai berikut:
Y = A.F(K, H, L)
Pada persamaan di atas, H adalah sumberdaya manusia yang merupakan
akumulasi dari pendidikan dan pelatihan. Menurut Mankiw, Romer, dan Weil
(1992) kontribusi dari setiap input pada persamaan tersebut terhadap output
nasional bersifat proporsional. Suatu negara yang memberikan perhatian lebih
kepada pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris paribus akan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari pada yang tidak melakukannya.
Dengan kata lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui kemajuan
24
yang lebih tinggi. Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relatif merata,
maka tingkat penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat.
C. Pertumbuhan Berpihak kepada Penduduk Miskin (Pro-Poor Growth)
Masalah kemiskinan tidak hanya menjadi permasalahan suatu negara tetapi sudah
menjadi masalah global serta merupakan salah satu target dari Millenium
Development Goals (MDGs). Pemerintah Indonesia sudah meluncurkan berbagai
program pengentasan kemiskinan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin
antara lain: Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin),
Jaminan Kesehatan untuk Rakyat Miskin (Jamkeskin), Program Perlindungan
Sosial (PPLS), dan lain-lain. Kebijakan ini merupakan strategi pemerintah agar
pertumbuhan ekonomi yang dicapai sebagian bisa dinikmati oleh penduduk
miskin (Pro-Poor Growth). Pengertian Pro-Poor Growth masih dalam konsensus
dan salah satu penjelasan tentang hal ini dikemukakan oleh Kakwani and Pernia
(2000) sebagai berikut:
“...ADB‟s Fighting Poverty in Asia and The Pacific: The Poverty Reduction
Strategy indicates that growth is pro-poor when it is labour absorbing and
accompanied by policies and programs that mitigate inequalities and facilitate
income and employment generation for the poor, particularly women and other
traditionally excluded groups”.
(―...ADB (Asian development Bank/Bank Pembangunan Asia) sedang bertarung
melawan kemiskinan di Asia-Pasifik: Strategi pengentasan kemiskinan
mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih berpihak kepada penduduk
25
mengurangi ketidakmerataan serta memfasilitasi pendapatan dan generasi pekerja
berikutnya diperuntukan bagi penduduk miskin, khususnya wanita dan kelompok
tradisional lainnya.) (terjemahan bebas peneliti).
Menurut pandangan growth pro-poor, penduduk miskin seharusnya memperoleh
keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan ikut berperan serta dalam proses
kegiatan ekonomi. Kraay (2006) menemukan tingginya laju pertumbuhan rata-rata
pendapatan dan pola pertumbuhan dari pengentasan kemiskinan melalui
pendapatan sangat relevan khususnya pada penjelasan tentang perubahan
kemiskinan berdasarkan analisis berbagai negara. Dia juga menyarankan agar
pertumbuhan rata-rata pendapatan merupakan titik awal (starting point) dalam
mengembangkan pro-poor growth.
“…there are three potential sources of pro-poor growth: (a) a high growth rate of
average incomes; (b) a high sensitivity of poverty to
growth in average income; and (c) a poverty-reducing pattern of growth in
relative income. [..] The differences in growth in average incomes are the
dominant factor explaining changes in poverty [..] the search for pro-poor growth
should begin by focusing on determinant of growth in average incomes”.
(―…ada tiga sumber potensi dari pro-poor growth: (a) tingginya laju
pertumbuhan rata-rata pendapatan; (b) tinginya tingkat sensitivitas kemiskinan
dari rata-rata pendapatan; dan (c) pola pertumbuhan pengentasan kemiskinan
dalam pendapatn relatif. [..] Perbedaan pertumbuhan dalam rata-rata pendapatan
merupakan faktor dominan dalam menjelaskan perubahan dalam kemiskinan [..]
pencarian pro-poor growth seharusnya dimulai dengan memfokuskan pada
26
Sejalan dengan pemikiran Kraay, (Ravallion and Chen, 2003) menyatakan bahwa
rata-rata laju pertumbuhan kemiskinan merupakan alat ukur yang lebih baik untuk
pro-poor growth dengan menggunakan quintil dari distribusi pendapatan. Dengan
mennggunkan kurva pertumbuhan, distribusi pertumbuhan dapat ditelusuri
berdasarkan kurun waktu yang sesuai. Mereka menggunakan Negara China
sebagai sampel dan menemukan bahwa laju pro poor growth sekitar 4 persen
sehingga China merupakan negara yang paling berhasil dalam menngurangi
penduduk miskin.
D. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran (Okun’s Law)
Arthur Okun (1929 – 1979) adalah salah seorang pembuat kebijakan paling kreatif
pada era sehabis perang. Dia memperhatikan faktor-faktor pembangunan yang
membantu Amerika Serikat menelusuri dan mengatur usahanya. Ia membuat
konsep output potensial dan menunjukkan hubungan antara output dan
penganggur. Penganggur biasanya bergerak bersamaan dengan output pada siklus
bisnis. Pergerakan bersama dari output dan pengangguran yang luar biasa ini
berbarengan dengan hubungan numerikal yang sekarang dikenal dengan nama
Hukum Okun.
“ Hukum Okun menyatakan bahwa untuk setiap penurunan 2 persen GDP yang
berhubungan dengan GDP potensial, angka pengangguran meningkat sekitar 1
persen”. Hukum Okun menyediakan hubungan yang sangat penting antara pasar
output dan pasar tenaga kerja, yang menggambarkan asosiasi antara pergerakan
jangka pendek pada GDP riil dan perubahan angka pengangguran. ” (Samuelson
27
Pada teori hukum okun yang menyatakan bahwa terjadi hubungan negatif antara
pertumbuhan produk dengan pengangguran. Di dalam hukum okun menyebutkan
bahwa tingkat perubahan di angka pengangguran dengan tingkat pertumbuhan
GDP yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sumber : Mankiw (2003)
Gambar 6. Hukum Okun.
Menurut N. Gregory Mankiw (2003) hukum okun adalah relasi negatif antara
pengangguran dan GDP. Hukum okun merupakan pengingat bahwa faktor-faktor
yang menentukan siklus bisnis pada jangka pendek sangat berbeda dengan
faktor-faktor yang membentuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Hukum Okun
(Okun’s law) merupakan hubungan negatif antara pengangguran dan GDP, yang
mengacu pada penurunan dalam pengangguran sebesar satu persen dikaitkan
28
E. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja adalah modal bagi bergeraknya roda pembangunan. Jumlah dan
komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan
berlangsungnya proses demografi. Dalam kegiatan proses produksi, tenaga kerja
merupakan faktor yang terpenting, karena manusia yang menggerakan semua
sarana produksi seperti bahan mentah, tanah , air dan sebagainya.
Meningkatnya jumlah penduduk tidak hanya mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan akan pangan, sandang, perumahan tapi juga perlunya perluasan
kesempatan kerja. Penduduk sebagai sumber dari persediaan tenaga kerja akan
menimbulkan suatu dilema bila jumlahnya tidak seimbang dengan kemampuan
sektor ekonomi. Dilema yang terjadi adalah banyaknya pengangguran maupun
setengah pengangguran dan paling tidak akan banyak terjadi ketidaksesuaian
antara pendidikan dengan pekerjaan yang ditangani.
Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap
orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Berdasarkan UU No. 25 tahun 2007 tentang ketenagakerjaan,
ketetapan batas usia kerja penduduk Indonesia adalah 15 tahun.
Payaman Simanjuntak (2001) menjelaskan bahwa tenaga kerja adalah penduduk
yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan melakukan
kegiatan lain seperti bersekolah atau mengurus rumah tangga, dengan batasan
29
Sitanggang dan Nachrowi (2004) yang menyatakan bahwa tenaga kerja adalah
sebagian dari keseluruhan penduduk yang secara potensial dapat menghasilkan
barang dan jasa. Sehingga dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
tenaga kerja adalah sebagian penduduk yang dapat menghasilkan barang dan jasa
bila terdapat permintaan terhadap barang dan jasa.
F. Permintaan Tenaga Kerja
Fokus pengkajian diasumsikan ketika perusahaan berada pada pasar persaingan
sempurna, baik itu dalam pasar input (tenaga kerja) maupun dalam pasar output
(barang). Perusahaan berada pada pasar persaingan sempurna dalam pasar input
apabila perusahaan tersebut berkeyakinan bahwa jumlah produksi dan
penjualannya tidak akan berpengaruh terhadap harga pasar yang berlaku.
Perusahaan yang bersaing akan memperhatikan harga pasar untuk produknya dan
akan membuat perencanaan yang sesuai. Dengan asumsi bahwa harga pasar akan
tetap sama, terlepas dari banyak atau sedikitnya jumlah penjualan.
Salah satu jalan untuk menginterpretasikan fakta bahwa perusahaan sebagai
penerima harga adalah untuk menduga bahwa perusahaan memiliki pilihan
mengenai harga, dimana perusahaan menjual output dan harga dimana perusahaan
menggunakan input. Jika perusahaan mencoba untuk menjual output pada harga
yang lebih tinggi daripada harga yang berlaku, maka tidak akan ada output yang
terjual. Karena dalam pasar persaingan output, konsumen telah mengetahui
dengan jelas informasi mengenai harga terendah dari produk sejenis. Sementara
itu, perusahaan dapat menjual semua produknya sesuai dengan harga yang
30
kekurangan. Oleh sebab itu, hal ini selalu merupakan yang terbaik bagi
perusahaan, untuk memilih harga outputnya sama dengan harga yang berlaku.
Dengan demikian, perusahaan seolah-olah sebagai penerima harga. Sama halnya
dengan perusahaan yang tidak dapat mengurangi pembayaran upah kepada tenaga
kerja (input) dibawah tingkat upah yang berlaku, karena di dalam pasar
persaingan input, pemilik input (tenaga kerja) yang akan menawarkan (menjual)
jasa (input) mereka ke perusahaan lain, dengan tingkat upah yang lebih tinggi.
Dan karena sekali lagi perusahaan tidak memiliki dorongan untuk membayar
input melebihi tingkat upah yang berlaku, maka perusahaan secara optimal akan
membayar tenaga kerja (input) sesuai dengan tingkat upah yang berlaku.
Keuntungan adalah perbedaan antara pendapatan dari penjualan output dan biaya
untuk memperoleh faktor produksinya. Perusahaan kompetitif dapat menjual
setiap unit output pada harga pasar, p. Keuntungan perusahaan adalah fungsi dari
output, R(y)=py. Jika perusahaan mempertimbangkan tingkat output y0. Jika x0
adalah vektor dari kelayakan input untuk memproduksi y0. Dan jika w adalah
vektor untuk harga faktor produksi, biaya penggunaan x0 untuk memproduksi y
adalah w.x0. Hal ini akan menghasilkan keuntungan sebesar py0 – w.x0. Ada dua
hal yang perlu diperhatikan disini. Pertama, output y0 mungkin bukanlah tingkat
output terbaik bagi perusahaan untuk diproduksi. Kedua, meskipun y0 merupakan
tingkat output terbaik, namun pada tingkat input x0 mungkin bukanlah cara
terbaik untuk memproduksi output. Oleh karena perusahaan harus memutuskan
baik tingkat output untuk memproduksi maupun seberapa banyak faktor produksi
31
Diasumsikan tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimisasi keuntungan.
Oleh karena itu Perusahaan akan memilih tingkat output dan kombinasi faktor
produksi untuk memproduksi, dapat tulis sebagai berikut:
Dimana f(x) adalah fungsi produksi. Rumus diatas menjelaskan seberapa banyak
output perusahaan yang akan terjual dan seberapa banyak input yang akan
digunakan perusahaan.
Kemudian f(x) ≥ y akan diganti dalam kendala kesetaraan, karena fungsi produksi
cenderung meningkat. Karena y = f (x), maka didapatkan rumus maksimisasi
keuntungan dengan input choice, sebagai berikut:
Diasumsikan masalah maksimisasi keuntungan ini memiliki pemecahan, pada
vektor input x*>> 0. (maksimisasi keuntungan adalah jumlah dari produksi
output y*=f(x*)). Lalu first order condition (FOC) mengharuskan persamaan
maksimisasi sama dengan nol karena tidak terdapat kendala.
Istilah disebelah kiri adalah produk harga output dengan marginal product dari
input i, yang sering disebut dengan marginal revenue product dari input i. MRP
menunjukan peningkatan pendapatan setiap penambahan per unit input i. Pada
saat optimum, MRP harus sama dengan biaya per unit i, yaitu wi. (P. MPi =MRP) max py –w . x s.t. f(x) ≥ y,
(x,y) ≥ 0
max p f(x) –w . x
∈ ℝ+
� ( ∗)
32
Diasumsikan bahwa semua wi adalah positif , akan digunakan FOC yang
sebelumnya untuk menghasilkan persamaan antara rasio:
MRTS antara kedua input sama dengan rasio dari kedua input tersebut. MRTS
serupa dengan pemilihan minimisasi biaya input. Oleh karena itu MRTS
menekankan bahwa maksimisasi keuntungan memerlukan minimisasi biaya dalam
proses produksi.
Dimungkinkan untuk menyusun kembali masalah maksimisasi keuntungan
perusahaan dengan menekankan pentingnya minimisasi biaya. Setelah
memaksimalkan keuntungan dalam satu langkah, kemudian lakukan prosedur dua
langkah berikut ini . Pertama, hitung setiap kemungkinan tingkat output kemudian
pilihlah output yang memaksimalkan perbedaan antara pendapatan dan biaya.
Langkah kedua adalah biaya terkecil produk y unit output (output choice) berasal
dari fungsi biaya, c ( w, y). sebagai berikut:
Profit keuntungan pada y*, dimana harga sama dengan biaya marginal dan biaya
marginal tidak menurun.
Jika y*>0 maka output optimal dan memenuhi FOC
� ( ∗)/�
� ( ∗)/� = , for all i ,j
max py = c ( w . x ).
y ≥ 0
− ( , ∗)
33
Atau output choice sehingga harga sama dengan biaya marginal (P≡εR=εC).
SOC membutuhkan biaya marginal yang tidak menurun pada saat optimum, atau
d2c(y*)/dy2≥ 0.
Gambar 7. Pemilihan output (output choice) untuk perusahaan kompetitif.
Pemilihan output optimal, y*≡ y (p, w) , disebut fungsi output supply perusahaan
dan pemilihan input optimal, x*≡ x (p, w) , disebut fungsi input demand
perusahaan. Fungsi input demand adalah fungsi permintaan penuh (baku) karena
tidak seperti conditional input demand, input demand mencapai tujuan utama
perusahaan , yaitu memaksimalkan keuntungan perusahaan. Fungsi keuntungan
merupakan alat yang berguna untuk mempelajari fungsi supply dan fungsi
demand.
Price, cost
Output = ( , )
(′)
< 0
( ∗)
> 0
34
Fungsi keuntungan perusahaan dipengaruhi oleh harga input dan harga output
yang disebut fungsi nilai maksimum (maximum-value).
Kegunaan dari fungsi keuntungan bergantung pada kondisi tertentu. Dibawah ini
akan menunjukan increasing return dan dimisalkan x’ dan y’ = f(x’)
memaksimalkan keuntungan pada p dan w dengan increasing returns.
� ′ > � ( ′) for all t > 1
Dikalikan dengan p > 0 , dan dikurangi dengan w. tx’ pada kedua sisi dan
menggunakan t > 1 serta keuntungan yang tidak negatif (non negativity)
dihasilkan
� ′ − .� ′ > ′ − . ′ for all t > 1
Rumus diatas menyatakan bahwa keuntungan yang tinggi selalu bisa di dapatkan
dengan meningkatkan input dalam proporsi t > 1 ,bertentangan dengan asumsi x’
dan f(x’) yang memaksimalkan keuntungan. Memperhatikan bahwa dalam kasus
constant return, tidak ada masalah yang timbul jika tingkat keuntungan maksimal
sama dengan nol. Sehingga, skala operasi perusahaan adalah tak tentu
(indeterminate) karena (y’, x’) dan (ty’, tx’) menyatakan tingkat yang sama dalam
keuntungan nol (zero profit) untuk semua t > 0.
π(p, w) ≡ max py –w . x s.t. f(x) ≥ y,
35
Keuntungan yang diperoleh perusahaan akan maksimal pada saat marginal cost
(MC) sama dengan marginal revenue (MR), karena pada pasar persaingan
sempurna maka marginal revenue sama dengan harga. Dapat dirumuskan sebagai
berikut:
MC = MR = P
Apabila tenaga kerja yang digunakan lebih banyak, maka akan menaikkan harga
per unitnya, disebut juga upah nominal (W). Output yang meningkat karena
MPPL mengakibatkan biaya per unit dari output turut meningkat, atau biaya
marginal (MC) = W/MPPL. Dengan demikian kondisi profit maximization, dapat
ditulis:
=
Variabel sebelah kiri pada persamaan (2) adalah perbandingan tingkat upah
dengan tingkat harga barang yang disebut dengan upah riil. Artinya, komoditas
per orang per periode waktu, yang menunjukkan bahwa W memiliki ukuran per
orang per periode waktu dan P memiliki ukuran mata uang per komoditas. Jadi:
=
� � �
�� = �� � � �
Upah riil adalah pengembalian waktu kerja terhadap komoditas. Dengan kata lain
adalah kemampuan daya beli terhadap komoditas dari tingkat upah. Misalkan
upah riil adalah (W/P), hal ini adalah ukuran sejak keduanya yaitu tingkat upah
nominal dan tingkat harga barang adalah dikendalikan secara bersama-sama oleh
36
tenaga kerja dan pasar barang). Pada gambar 8 apabila tingkat upah riil turun ke
(W/P)2 maka tenaga kerja L2 yang digunakan, begitu seterusnya. Kombinasi
(W/P)1 dan L1 dan (W/P)2 dan L2 adalah indikasi harga dan jumlah tenaga kerja
yang diminta. Kemudian disimpulkan bahwa kurva permintaan tenaga kerja
adalah identik dengan kurva MPPL.
Gambar 8. Kurva Permintaan Tenaga Kerja.
Apabila perusahaan memiliki persediaan modal yang besar, kurva permintaan
tenaga kerja akan meningkat karena pada tingkat tenaga kerja yang digunakan,
marginal physical labour adalah lebih tinggi ketika persediaan modal lebih besar.
Ini memiliki hubungan dengan kenyataan,pada tingkat tenaga kerja berapapun,
setiap tenaga kerja memiliki bagian yang besar dari tingkat modal untuk bekerja
dengan ketika ukuran jumlah modal meningkat.
Kemudian dapat ditulis apa yang telah ditetapkan dalam bentuk persamaaan
sebagai berikut:
= , , 1 < 0, 2 > 0
Ld = Ld (W/P,K)
0 L1 L2
MPPL W,P
MPPL1
(W,P)1
MPPL2
37
Permintaan tenaga kerja adalah fungsi dari upah riil dan tingkat modal. Karena
tingkat modal diasumsikan konstan, maka perubahan permintaan tenaga kerja
tidak pernah dihasilkan dari perubahan tingkat modal. Variasi dalam permintaan
tenaga kerja akan dihasilkan dari perubahan tingkat upah riil. Tanda Ld
menunjukkan ”penurunan fungsi permintaan tenaga kerja menanggapi perubahan
upah riil adalah negatif”.
G. Faktor - Faktor Penyerapan Tenaga Kerja
1. PDRB riil (Produk Domestik Regional Bruto)
Produk Domestik Bruto (PDB ) atau dalam bahasa Inggris disebut Gross
Domestic Product, merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui
kondisi ekonomi dan kinerja pembangunan, di suatu negara dalam suatu periode
tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
Sedangkan untuk mengukur kondisi ekonomi suatu daerah Provinsi, Kabupaten
atau Kota, digunakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto/Gross Domestic
Regional Product)
PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas
dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan
menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan
38
perhitungan PDB dan PBRB di Indonesia menggunakan tahun dasarnya yaitu
tahun 2000. Penentuan PDRB atas harga konstan, biasanya diperlukan untuk
mengeluarkan pengaruh inflasi.
PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber
daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu,
PDRB konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil
dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor
harga. Adapun kegunaan PDRB adalah :
a. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral,
dengan melihat prosentase pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan.
b. Tingkat Kemakmuran
Mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat pertumbuhan maupun
tingkat kemakmuran dibanding dengan daerah lain, tingkat kemakmuran suatu
wilayah biasanya diukur dengan besarnya pendapatan perkapita penduduknya.
Tingkat kemakmuran ini tidak mengalami perubahan apabila laju pertumbuhan
penduduk lebih tinggi dari pada pertumbuhan ekonominya.
c. Tingkat Inflasi atau Deflasi
Mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam waktu tertentu, dengan
membandingkan antara PDRB atas dasar berlaku dan PDRB atas dasar konstan,
dapat diperoleh suatu indeks implisit yang bisa menggambarkan kenaikan suatu