• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGELUARAN KONSUMSI DAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG 2002-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGELUARAN KONSUMSI DAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG 2002-2011"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PENGARUH PENGELUARAN KONSUMSI DAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI LAMPUNG 2002-2011

Oleh:

NORA ANJELINA

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pengaruh masing-masing variabel independen yaitu pengeluaran konsumsi, dan Investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teori-teori dan data-data yang berhubungan dengan penelitian ini Data yang dipakai adalah data runtun waktu (time series) selama periode 2002-2011. Model dalam penelitian ini diestimasi dengan alat analisis regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat, Mankiw (2003).

Permasalah pokok dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan Gross Domertic Product (GDP), penganguran penghapusan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Di beberapa negara tujuan tersebut kadang-kadang menjadi sebuah dilema di antara mementingkan pertumbuhan ekonomi atau mengurangi kemiskinan (Deininger dan Olinto : 2000).

(4)

ekonomi neoklasik yang menitikberatkan pada modal dan tenaga kerja, serta perubahan teknologi sebagai sebuah unsur baru.

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Provinsi, 2006 – 2011 (Persen )

Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Aceh 1.56 (2.36) (5.24) (5.51) 2.79 5.02

Sumatera Utara 6.20 6.90 6.39 5.07 6.35 6.58

Sumatera Barat 6.14 6.34 6.88 4.28 5.93 6.22

Riau 5.15 3.41 5.65 2.97 4.18 5.01

Jambi 5.89 6.82 7.16 6.39 7.35 8.54

Sumatera Selatan 5.20 5.84 5.07 4.11 5.63 6.50

Bengkulu 5.95 6.46 5.75 5.62 6.06 6.40

LAMPUNG 4.98 5.94 5.35 5.26 5.85 6.39

Kepulauan Bangka

Belitung 3.98 4.54 4.60 3.74 5.93 6.40

Kepulauan Riau 6.78 7.01 6.63 3.52 7.19 6.67

Sumatera 5.26 4.96 4.98 3.50 5.55 6.16

DKI Jakarta 5.95 6.44 6.23 5.02 6.50 6.71

Jawa Barat 6.02 6.48 6.21 4.19 6.20 6.48

Jawa Tengah 5.33 5.59 5.61 5.14 5.84 6.01

DI. Yogyakarta 3.70 4.31 5.03 4.43 4.88 5.16

Jawa Timur 5.80 6.11 5.94 5.01 6.68 7.22

Banten 5.57 6.04 5.77 4.71 6.08 6.43

Jawa 5.78 6.19 6.02 4.81 6.33 6.64

Bali 5.28 5.92 5.97 5.33 5.83 6.49

(5)

Kalimantan Barat 5.23 6.02 5.45 4.80 5.37 5.94 Kalimantan Tengah 5.84 6.06 6.17 5.57 6.49 6.74 Kalimantan Selatan 4.98 6.01 6.45 5.29 5.58 6.12

Kalimantan Timur 2.85 1.84 4.90 2.28 5.04 3.93

Kalimantan 3.80 3.50 5.35 3.47 5.32 4.88

Sulawesi Utara 5.72 6.47 10.86 7.85 7.16 7.39

Sulawesi Tengah 7.82 7.99 7.78 7.71 8.75 9.16

Sulawesi Selatan 6.72 6.34 7.78 6.23 8.19 7.65

Sulawesi Tenggara 7.68 7.96 7.27 7.57 8.19 8.68

Gorontalo 7.30 7.51 7.76 7.54 7.63 7.68

Sulawesi Barat 6.90 7.43 12.07 6.03 11.91 10.41

Sulawesi 6.85 6.88 8.43 6.92 8.24 8.09

Nusa Tenggara Barat 2.77 4.91 2.82 12.14 6.33 (3.18) Nusa Tenggara

Timur 5.08 5.15 4.84 4.29 5.23 5.63

Maluku 5.55 5.62 4.23 5.44 6.47 6.02

Maluku Utara 5.48 6.01 5.99 6.07 7.95 6.41

Papua Barat 4.55 6.95 7.84 13.87 28.54 27.22

Papua (17.14) 4.34 (1.40) 22.22 (3.16) (5.67)

Nusa Tenggara,

Maluku & Papua (4.03) 5.06 2.55 13.32 5.36 2.51 Jumlah 33 Provinsi 5.19 5.67 5.74 4.77 6.13 6.32 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

(6)

Ekonomi Provinsi Lampung nilainya sudah di atas rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 5,94% dengan nilai rata-rata Laju

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 5,67%. Tetapi pada tahun 2008, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung nilainya kembali di bawah rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 5,35% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 5,74%.

Kemudian pada tahun 2009, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung nilainya kembali di atas rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 5,26% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 4,77%. Tetapi pada tahun 2010, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung nilainya kembali di bawah rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 5,85% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 6,13%. Kemudian pada tahun 2011, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung nilainya kembali di atas rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yaitu sebesar 6,39% dengan nilai rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sebesar 6,32%.

(7)

Tabel 2. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi per Provinsi, 2006 - 2011 (Persen)

Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Aceh 1.56 (2.36) (5.24) (5.51) 2.79 5.02

Sumatera Utara 6.20 6.90 6.39 5.07 6.35 6.58

Sumatera Barat 6.14 6.34 6.88 4.28 5.93 6.22

Riau 5.15 3.41 5.65 2.97 4.18 5.01

Jambi 5.89 6.82 7.16 6.39 7.35 8.54

Sumatera Selatan 5.20 5.84 5.07 4.11 5.63 6.50

Bengkulu 5.95 6.46 5.75 5.62 6.06 6.40

LAMPUNG 4.98 5.94 5.35 5.26 5.85 6.39

Kepulauan

Bangka Belitung 3.98 4.54 4.60 3.74 5.93 6.40

Kepulauan Riau 6.78 7.01 6.63 3.52 7.19 6.67

Sumatera 5.26 4.96 4.98 3.50 5.55 6.16

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

(8)

menduduki peringkat ke tujuh lagi dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera dengan angka Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 5,85%. Pada tahun 2011, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung tetap menduduki peringkat ke tujuh lagi dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera dengan angka Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 6,39%.

Dilihat dari fakta tersebut, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung tidak pernah menduduki peringkat tiga besar dari sepuluh provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provisi Lampung terunggul hanya mampu menduduki peringkat ke empat yang terjadi pada tahun 2009. Selebihnya Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung selalu menduduki peringkat di atas peringkat lima. Fakta ini menunjukan bahwa Laju

Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung belum mampu mengungguli Laju Pertumbuhan Ekonomi beberapa provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Dengan demikian diperlukan usaha yang lebih baik lagi bagi Pemerintah Provinsi Lampung untuk dapat semakin meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dalam peringkat nasional.

Provinsi Lampung dengan luas wilayah 35.288,35 km2 dan jumlah penduduknya mencapai 7.3 91.128 jiwa (Badan Pusat Statistik : 2010)

merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang terletak di ujung Selatan pulau Sumatera. Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang dapat menunjukkan perubahan kinerja ekonomi wilayah. Dengan tingkat

(9)

kesempatan kerja. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2002-2011

Tahun Laju pertumbuhan (%)

2002 5,62

2003 5,07

2004 4,02

2005 4,93

2006 4,98

2007 5,94

2008 5,35

2009 5,26

2010 5,85

2011 6,39

Rata-Rata 5,34

Sumber: Badan Pusat Statistik,2011

Menurut Tabel 3, Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung dari tahun 2002-2011 berfluktuasi pada kisaran 5,62% sampai dengan 6,39%. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar 4,02% dn tertinggi terjadi pada tahun 6,39%. Walaupun laju

pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada tahun 2011 nilainya sudah di atas rata-rata nilai laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama 10 tahun yaitu sebesar 6,39% dengan rata-rata nilai laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama 10 tahun sebesar 5,34%. Namun hal tersebut tidak cukup kuat untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi

(10)

rata-rata nilai laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung selama 10 tahun yaitu sebesar 5,07%, 4,02%, 4,93%, 4,98%, dan 5,26%.

Tabel 4.PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2002-2011

Tahun

PDRB Propinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan

Pertumbuhan Ekonomi (%)

2002 25.433.275.000.000 5,62

2003 26.898.052.000.000 5,07

2004 28.262.289.000.000 4,02

2005 29.397.248.000.000 4,93

2006 30.861.360.000.000 4,98

2007 32.694.890.000.000 5,94

2008 34.443.152.000.000 5,35

2009 36.256.295.000.000 5,26

2010 38.378.425.000.000 5,85

2011 40.829.411.000.000 6,39

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Menurut Tabel 4, PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar Rp. 25.433.275.000.000 dan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 40.829.411.000.000. Walaupun PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan memang memiliki kecendrungan meningkat. Namun peningkatan tersebut ternyata tidak cukup kuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung yang dapat diukur dari PDRB. Hal ini dikarenakan

(11)

yang ada di Pulau Sumatera itupun hanya terjadi pada tahun 2009 yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Mencermati fakta ini, langkah strategis diambil pemerintah daerah Provinsi Lampung dalam mengoptimalkan pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memberi kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Melalui kebijakan ini diharapkan terwujud pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara efektif dan efesien. Peran strategis pemerintah daerah Provinsi Lampung melalui pengeluaran konsumsi dan pengeluaran investasi diharapkan dapat efektif dan efesien dalam

mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

(12)

Tabel 5. Pengeluaran Konsumsi Provinsi Lampung Periode 2002-2011

Tahun Pengeluaran Konsumsi Pertumbuhan Ekonomi (%)

2002 147.975.681.000 5,62

2003 175.209.285.000 5,07

2004 206.501.927.000 4,02

2005 341.994.244.000 4,93

2006 744.321.160.000 4,98

2007 760.700.354.000 5,94

2008 1.062.018.773.000 5,35

2009 1.053.357.172.000 5,26

2010 968.441.248.000 5,85

2011 1.090.584.311.000 6,39

Sumber : Statistik Keuangan Daerah Propinsi Lampung, 2011

Menurut Tabel 5, pengeluaran konsumsi Provinsi Lampung terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar Rp. 147.975.681.000 dan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 1.090.584.311.000.

Pos-pos terbesar dalam administrasi pemerintahan meliputi pengeluaran untuk pembayaran gaji dan tunjangan untuk pegawai bagi kepala daerah beserta staf, anggota DPRD, dan rehabilitasi dan pembangunan gedung-gedung pemerintah. Pemerintah daerah mengharapkan dengan meningkatkan pengeluaran di bidang administrasi daerah akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja pemerintahan daerah yang akan mendorong pengurangan kemiskinan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

(13)

akan mendorong penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor. Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Dari segi wilayah, dampak dari kenaikan belanja barang dan jasa tersebut akan bervariasi pada setiap kabupaten dan kota di Provinsi

Lampung, tergantung dari sektor manakah kabupaten atau kota tersebut yang lebih ditingkatkan.

Menurut Simon Kuznet, pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan kesanggupan negara tersebut menyediakan barang-barang yang terus dibutuhkan bagi rakyatnya. Kesanggunpan ini didasari pada keberhasilan penguasaan teknologi dan birokrasi serta akselerasi pertumbuhan

ekonominya dengan ideologi yang diantut.

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila pemerintah telah memerintahkan telah menetapkan suat kebijakan untuk membeli barang dan jasa, biaya harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut, masyarakat mempunyai tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai

pengeluaran pemerintah. Jadi masyarat memahami pemrintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga masyarakat

(14)

Investasi pemerintah pada penelitian ini di proxy menggunakan belanja modal pemerintah daerah dalam APBD.Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

Tabel 6. Belanja Modal Provinsi Lampung Periode 2002-2011

Tahun Belanja Modal Daerah

Pertumbuhan Ekonomi (%)

2002 212.909.568.000 5,62

2003 228.041.807.000 5,07

2004 90.761.645.000 4,02

2005 174.393.394.000 4,93

2006 326.507.852.000 4,98

2007 269.809.535.000 5,94

2008 208.831.677.000 5,35

2009 233.290.049.000 5,26

2010 425.809.200.000 5,85

2011 499.168.983.000 6,39

Sumber : Statistik Keuangan Daerah Propinsi Lampung, 2011

(15)

investasi Provinsi Lampung periode 2002-2011 dapat dilihat pada Tabel 6 di atas.

Menurut Tabel 6, Belanja Modal Daerah Provinsi Lampung terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar Rp. 90.761.645.000 dan tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar Rp. 499.168.983.000.

Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan adalah pertumbuhan yang ditopang oleh investasi. Pertumbuhan yang ditopang oleh investasi dianggap akan dapat meningkatkan produktivitas sehingga membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Mankiw (2003) dalam teori pertumbuhan model Solow bahwa pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta pengaruhnya terhadap output barang dan jasa suatu negara secara keseluruhan, apabila tingkat pertumbuhan perekonomian mencapai kondisi mapan, kemajuan teknologi perlu dimasukkan ke dalam model, yang meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu.

Kebijakan pemerintah yang berorientasi terhadap pertumbuhan pembangunan diharapkan akan memberikan dampak terhadap perubahan ekonomi menjadi lebih baik diberbagai sektor, karma pertumbuhan ekonomi akan

mencerminkan adanya peningkatan dari perekonomian yang buruk kedalam perekonomian yang lebih baik dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita maupun pendapatan dari sektor PDRB.

(16)

penanganan kerentanan dengan fokus yang luas, yang juga penting adalah mengarahkan pengeluaran pemerintah pada kelompok termiskin yang tertinggal dari sisi non-pendapatan, mengingat aspek multidimensi

kemiskinan. Hanya melalui pengeluaran pemerintah yang lebih terarah dan efektif, maka pemerintah mampu mencapai kemajuan pada indikator-indikator pembangunan manusia. Secara spesifik, pemerintah perlu terns mencoba untuk mengarahkan upaya transfer kepada penduduk miskin. Hal ini dapat dilakukan melalui bantuan tunai bersyarat (BTB) yang ditujukan kepada layanan berkualitas pada bidang yang paling dibutuhkan.

Pengeluaran pemerintah juga bisa menjadi instrumen yang tepat untuk menyikapi ketimpangan antarwilayah dalam hal kemiskinan, baik dari dimensi pendapatan maupun non pendapatan. Perlu dibuat sistem transfer dari pusat ke daerah yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin, serta membangun kemampuan dan menciptakan insentif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan perhatian mereka terhadap pelaksanaan kebijakan yang berpihak kepada penduduk miskin.

Teori ekonomi menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan, yang menunjukkan semakin banyaknya output nasional yang menyebabkan kenaikan pendapatan

(17)

Dari uraian diatas menarik untuk dibahas mengenai pertumbuhan ekonomi di Propinsi Lampung. Oleh karena itu penelitian ini berjudul “Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

di Provinsi Lampung”.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh pengeluaran konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung ?

2. Bagaimana pengaruh pengeluaran investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung?

3. Bagaimana pengaruh pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah secara bersama-sama terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran konsumsi pemerintah secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

2. Untuk mengetahui pengaruh pengeluaran konsumsi pemerintah secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

(18)

D. Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu kapasitas suatu perekonomian dalam menghasilkan barang dan jasa, yang diukur melalui peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam kerangka teori keynesan, berbagai jenis pengeluaran publik ini memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pengelaran pemerintah yang tingi dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja dan meningkatkan jumlah investasi melalui angka pengganda (multiplier effect) permitaan agregat, Dengan demikian, Pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan output tergantung pada besanya dan efektifitas angka pengganda pengeluaran.

Pengeluran konsumsi pemerintah di gunakan untuk membiayai belanja pegawai, tunjangan, belanja barang seperti pengeluran untuk pembelian barang dan jasa dalam penyelenggaraan pertahanan, kesehatan, pendidikan, biaya pemeliharaan, dan pengeluarn lain yang bersifat rutin.

Selain itu Provinsi Lampung bila dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang cenderung mengalami peningkatan seharusya bisa meningkatakan investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi. Dimna pertumbuhan ekonomi

(19)

Pendapat WW Rostowdan RA Musgrave dalam buku Ekonomi Publik (Georitno:1995) Menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap-tahap awal rasio investasi pemeritah terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal ini disebabkan karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana. Pada tahap mencegah investasi pemerintah tetap di perlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan prasarana investasi swasta pda tahap ini sudah semakin besar.

Teori petumbuhan Neoklasik melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu segi penawaran. Teori ini pertumbuhan ekonmi tergantung pada

pengembangan faktor-faktor produksi, yaitu pertambahan modal marjinal, serta perkembangan tegnologi (Todaro, 1990).

(20)

Berdasarkan uraian diatas, maka apat digambarkan skema penelitian :

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis

Berdasarkan pada uraian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga pengeluaran konsumsi pemerintah behubungan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 2. Diduga pengeluaran investasi pemerintah behubungan positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 3. Diduga bahwa pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah secara

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

Pengeluaran Konsumsi

Investasi Pemerintah

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Pertumbuhan Ekonomi Publik

Ekonomi publik adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang peranan negara atau pemerintah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Publik berarti secara umum atau masyarakat. Dengan demikian ekonomi publik berperan dalam menganalisis peranan negara atau pemerintah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat yang bersifat umum.Prinsip-prinsip dalam ekonomi publik banyak digunakan dalam kajian ekonomi publik, pada bagian tertentu prinsip-prinsip seperti bentuk pasar, proses penciptaan harga, eksternalitas, marginal utility akan banyak di gunakan.

Menurut R.A. Musgrave, bahwa terdapat tiga peran pemerintah dalam perekonomian yang modern yaitu:

1. Peran Alokasi atau alokasi sumber-sumber daya ekonomi adalah usaha untuk memenfaatkan segala barang dan jasa dalam masyarakt sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan yang teleh di tetapkan sehingga

(22)

Sumber Daya Ekonomi (SDE) menjadi optimal, sehingga memerlukan peran pemerintah.

2. Peran Distribusi adalah peran pemerintah untuk mengusahakan agar distribusi pendapatan (khususnyai tengan masyarakat menjadi merata). Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam disrtibusi pendapatan adalah kepemikiran faktor produksi, permintaan dan penawaran faktor produksi, yang tergantung dari tingkat kepuasan tegnologi, Sistem warisan, Kemampuan memperoleh pendapatan yang tergantung dari pendidikan, bakat, serta kemAMPUAN.

3. Peran Stabilisasi adalah peran pemerintah untuk menyelaraskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada.Sebab kadang-kadang

kebijakan pemerintah saling berbenturan akibat kondisi yang kompleks

Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas

perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki masyarakat.

(23)

tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja. Ketiga, kemajuan teknologi

Selanjutnya ditambahkan oleh Mankiw (2003) indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan Produk

Domestik Bruto (PDB). Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan ekonomi menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) bukan indikator lainnya di antaranya adalah bahwa PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam

perekonomian, hal ini berarti peningkatan PDB juga mencerminkan

peningkatan balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.

Menurut Tarigan (2005) dalam konteks ekonomi regional, ukuran yang sering dipergunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yaitu jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Sedangkan pendapatan per kapita adalah total pendapatan wilayah/daerah tersebut dibagi dengan jumlah penduduknya untuk tahun yang sama.

(24)

Empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yakni sumber daya manusia, sumber daya alam, pembentukan modal dan teknologi. Namun demikian, sumber daya alam tidak menjadi keharusan bagi keberhasilan ekonomi dunia modern. Hal ini sejalan dengan teori ekonomi neoklasik yang menitikberatkan pada modal dan tenaga kerja, serta perubahan teknologi sebagai sebuah unsur baru, Samuelson dan Nordhaus (2001).

Beberapateoripertumbuhanekonomi,masing-masingteorimengemukakan faktor-faktorapasajayangmendorongpertumbuhan, sebagai berikut:

1. Teori Pertumbuhan Solow dan Swan

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Solow (1956) dan Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi (eksogen), dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah masuknya unsur kemajuan teknologi. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu: akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Teknologi ini terlihat dari

peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas meningkat. Dalam model Solow-Swan, masalah teknologi dianggap fungsi dari waktu.

(25)

banyak mempengaruhi atau mencampuri pasar. Campur tangan

pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Dalam Model Solow terdapat empat variabel penting, yaitu output, capital, labor dan knowledge, dimana:

Y(t) = F [ K(t), L(t), A(t) ] ...……….(1)

Waktu tidak masuk dalam fungsi produksi secara langsung, tetapi hanya melalui K, L dan A, yaitu output akan berubah terhadap waktu hanya jika input produksinya berubah. Teknologi (A) berfungsi meningkatkan produktivitas input-input. Kemajuan teknologi dapat membawa kemajuan pada ekonomi wilayah, artinya dengan jumlah input yang sama dapat memproduksi output lebih banyak. Output yang diperoleh dari akumulasi capital dan labor tertentu akan meningkat terhadap waktu (dengan adanya

kemajuan teknologi), hanya jika jumlah pengetahuannya bertambah atau meningkat.

Asumsi penting dalam model yang terkait dengan fungsi produksi adalah constan return to scale yang dijelaskan dengan dua input, yaitu capital dan

effective labor, dengan menggandakan jumlah capital dan tenaga kerja

efektif. Artinya dengan menggandakan K dan L dengan A tetap, akan menggandakan jumlah produksinya. Lebih umum, dengan mengalikan kedua variabel penjelas dengan konstanta c (non negatif) akan

menyebabkan output berubah dengan tingkat yang sama, yaitu:

F (cK, cL)= cF (K, AL) ...(2)

(26)

Asumsi constan return to scale dapat dipandang sebagai kombinasi dari dua asumsi, yaitu: (1) ekonomi cukup besar dimana perolehan dari spesialisasinya telah dihabiskan. Dalam ekonomi yang sangat kecil,

terdapat kemungkinan untuk melakukan spesialisasi lebih lanjut yang akan menggandakan jumlah modal dan tenaga kerja lebih dari penggandaan outputnya. Dalam model Solow mengasumsikan bahwa perekonomian cukup besar, jika capital dan labor digandakan, maka outputnya juga akan digandakan, (2) input selain capital, labor dan knowledge, relatif tidak penting. Model ini mengesampingkan lahan dan sumberdaya alam (SDA).

Pada tahun 1960-an, teori pertumbuhan ekonomi didominasi oleh model neo-klasik, seperti Ramsey (1928), Solow (1956), Swan (1956), Cass (1965), dan Koopmans (1965). Kontribusi terpenting dilakukan oleh Solow dan Swan yang menitikberatkan pentingnya pembentukan tabungan dan modal untuk pembangunan ekonomi serta sumber-sumber

pertumbuhan suatu negara. Dengan menggunakan fungsi produksi neo-klasik, dimana spesifikasi model mengasumsikan constant return to scale, diminishing return untuk setiap input, dan elastisitas positif dari substitusi

antar input.

Teori pertumbuhan model Solow dirancang untuk menunjukkan

bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta

(27)

tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi eksogen. Dalam model Solow, pertumbuhan total factor produktivity (TFP) dihitung sebagai residu, yaitu sebagai jumlah

pertumbuhan output yang tersisa setelah dikurangi kontribusi modal, dan kontribusi tenaga kerja, atau sering disebut dengan residu Solow ( A/A), Mankiw (2003).

Tingkat modal yang memaksimalkan konsumsi pada kondisi mapan disebut tingkat kaidah emas. Jika perekonomian memiliki lebih banyak modal, maka mengurangi tabungan akan meningkatkan konsumsi. Sebaliknya jika perekonomian memiliki lebih sedikit modal, maka untuk mencapai kaidah emas, investasi perlu ditingkatkan dan konsumsi yang lebih rendah. Di mana menunjukkan tingkat depresiasi, n adalah tingkat pertumbuhan penduduk dan g adalah tingkat kemajuan teknologi. Dalam model Solow, tingkat tabungan perekonomian menunjukkan ukuran persediaan modal dan tingkat produksi dalam jangka panjang. Semakin tinggi tingkat tabungan, maka semakin tinggi persediaan modal dan semakin tinggi tingkat output. Kenaikkan tingkat tabungan memunculkan periode pertumbuhan yang cepat, tetapi akhirnya pertumbuhan itu

melambat ketika kondisi mapan yang baru dicapai.

(28)

lebih kaya dari pada negara yang menabung dan menginvestasikan sedikit output. Demikian juga negara yang tingkat pertumbuhan populasinya tinggi, lebih miskin dari pada negara yang tingkat pertumbuhan populasinya rendah. Ketika perekonomian mencapai kondisi mapan, kemajuan teknologi perlu dimasukkan ke dalam model, yang

meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu. Kemajuan teknologi membuat fungsi produksi mangkaitkan modal total (K), tenaga kerja (L), output total (Y), dihubungkan dengan (E), yaitu variabel baru yang disebut efisiensi tenaga kerja, sehingga dapat ditulis dengan persamaan:

Y = F ( K, LxE ) ……...(3)

Efisiensi tenaga kerja mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi. Efisiensi tenaga kerja meningkat ketika teknologi mengalami kemajuan, pengembangan dalam kesehatan,

pendidikan atau adanya keahlian angkatan kerja. Efisiensi tenaga kerja (L x E), mengukur jumlah para pekerja efektif, perkalian ini

memperhitungkan jumlah pekerja (L) dan efisiensi masing-masing pekerja (E).

Asumsi yang paling sederhana tentang kemajuan teknologi adalah bahwa kemajuan teknologi menyebabkan efisiensi tenaga kerja (E) tumbuh pada tingkat konstan (g). Bentuk kemajuan teknologi ini disebut pengoptimalan tenaga kerja, dan g disebut tingkat kemajuan teknologi yang

(29)

E tumbuh pada tingkat g, maka jumlah pekerja efektif (L x E) tumbuh pada tingkat (n x g). Adanya efisiensi produksi menyebabkan notasi (K) menjadi:

k = K / (LxE) ...(4)

menunjukkan modal per pekerja efektif, dan notasi (Y) menjadi:

y = Y / (LxE) ...(5)

menunjukkan output per pekerja efektif. Dengan demikian, persamaannya dapat ditulis menjadi:

y = f (k) ...(6)

sedangkan persamaan yang menunjukkan perubahan k (capital), adalah k = sf(k) - ( + n + g)k ...(7)

Kemajuan teknologi mengarah pada pertumbuhan yang berkelanjutan dalam output per kapita. Tingkat tabungan yang tinggi akan menghasilkan pertumbuhan yang tinggi jika kondisi mapan tercapai. Ketika pertumbuhan ekonomi dalam kondisi mapan, tingkat pertumbuhan output per kapita tergantung pada tingkat kemajuan teknologi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam model Solow, hanya kemajuan teknologi yang dapat menjelaskan peningkatan standar hidup berkelanjutan.

Kemajuan teknologi juga memodifikasi kriteria kaidah emas. Tingkat modal kaidah emas kini didefinisikan sebagai kondisi mapan yang memaksimalkan konsumsi per pekerja efektif, sehingga konsumsi per pekerja efektif pada kondisi mapan adalah:

(30)

Konsumsi pada kondisi mapan dimaksimalkan jika MPK = + n + g atau MPK - = n + g

...(9)

Hal ini berarti bahwa pada tingkat modal kaidah emas, produk marginal modal netto sama dengan tingkat pertumbuhan output total. Perekonomian yang sesungguhnya mengalami pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi, maka ukuran ini harus digunakan untuk mengevaluasi perubahan modal pada kondisi mapan kaidah emas, Mankiw (2003).

2. Teori Pertumbuhan Harrod Domar

Kedua ekonom ini menekankan pentingnya peranan investasi (I). Mereka berpendapat bahwa investasi (I) mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat (Z) melalui proses multiplier, dan mempunyai pengaruh terhadap penawaran agregat (S) melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Investasi (I) dapat diartikan sebagai tambahan stok kapital (D K). Jadi I = DK.

Hubungan antara stok kapital (K) dan output total potensial (QP) dapat dirumuskan sebagai :

QP = hK ……… (1)

(31)

Dari hubungan ini, selanjutnya dapat dikatakan bahwa penambahan kapasitas tersebut akan meningkatkan output potensial sebesar,

DQP = h DK = h I ……… (2 )

Besar nilai h tergantung pada keadaan masing-masing negara, tetapi secara umum berkisar antara 0,25-0,50. Peningkatan investasi ( I ) juga

berpengaruh terhadap permintaan agregat (Z) melalui proses multiplir. Berdasarkan teori multiplier, investasi (I) akan menimbulkan

permintaan agregat (Z) sebesar :

1 1

Z = --- I = --- I ………. (3 )

1 – c s

a. Warranted Rate of Growth

Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi agar perekonomian suatu negara selalu menggunakan kapasitas pabrik-pabriknya secara penuh, di mana Z = QP? Jawabannya adalah sebagai berikut. Dari persamaan (2 ) diketahui bahwa DQP = h I. Apabila syarat Z = QP harus dipenuhi maka berarti DZ = h I. Jika persamaan DZ = h I dibagi dengan persamaan (3 ) maka diperoleh :

DZ/Z = s h = DQP/QP = gw……… (4 )

(32)

dan permintaan agregat ini (keseimbangan di pasar barang), yaitu gw,

disebut warranted rate of growth.

b. Natural Rate of Growth

Output total potensial yang dibahas di atas hanya dikaitkan dengan stok kapital saja. Sebenarnya, output tidak hanya dihasilkan oleh stok kapital saja, melainkan juga oleh faktor-faktor yang lain, misalnya tenaga kerja. Dalam bahasan ini, output total potensial (QP) akan dilihat dari sisi jumlah tenaga kerja yang tersedia.

Dalam model Harrod-Domar tingkat output potensial ( diberi simbol, Qn) dianggap mempunyaihubungan proporsional sederhana dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia ( N ). Atau dapat di tulis :

Qn = nN ……….. (5)

Di mana n adalah output-labor ratio. N disini adalah tenaga kerja yang dikaitkan dengan produktivitas. Jadi, bukan jumlah orang semata tetapi termasuk keahliannya atau kualitasnya. Oleh karena itu, di sini peranan kemajuan teknologi masuk dalam analisis. Dengan demikian laju

pertumbuhan tenaga kerja ( N ) dan juga laju pertumbuhan Qn dapat ditulis sebagai :

gn = DN/N = DQn/Qn = p + t, di mana p = laju pertumbuhan penduduk

dan t = laju pertumbuhan teknologi. Laju pertumbuhan Qn , yaitu gn,

(33)

Dengan kata lain dapat diartikan bahwa pada posisi natural rate of growth, pasar tenaga kerja dalam keadaan keseimbangan.

Dalam jangka panjang, keadaan yang paling ideal adalah apabila perekonomian suatu negara tumbuh pada jalur warranted rate of growth dan sekaligus juga pada jalur natural rate of growth. Pada posisi ini

seluruh stok kapital dan juga seluruh tenaga kerja dimanfaatkan secara penuh untuk proses produksi. Berarti, baik pasar barang maupun pasar tenaga kerja dalam keadaan keseimbangannya. Posisi perekonomian demikian, oleh Prof. Joan Robinson dari Universitas Cambridge disebut posisi “Zaman Keemasan” atau “GoldenAge”. Posisi Zaman Keemasan ini merupakan posisi keseimbangan jangka panjang , atau posisi

keseimbangan umum ( general equilibrium). Dalam teori pertumbuhan,

posisi keseimbangan jangka panjang ini disebut dengan istilah steady state growth. Ciri dari steady state growth adalah semua variabel ( I,QP, Z,K,N,Qn) tumbuh dengan laju yang sama, yaitu dengan laju gn = gw.

Sedangkan ciri dari stationary state (Klasik), gn = gw = 0. Ini berarti,

semua variabel (stok kapital, jumlah penduduk, dan output potensial ) tidak mengalami pertumbuhan lagi.

3. Teori Pertumbuhan Endogen

(34)

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan Romer (1986) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tingkat modal manusia melalui pertumbuhan teknologi, dengan fungsi produksi agregat adalah sebagai berikut:

Y = F (A, K, L,H)...…………..…...(10) Dimana: A adalah perkembangan teknologi, K adalah modal fisik, H adalah sumberdaya manusia, akumulasi dari pendidikan dan pelatihan, dan L adalah tenaga kerja.

Model pertumbuhan endogen menurut Romer menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita dalam perekonomian adalah :

g –n = β / [1- α + β] ………….………..(11)

Dimana: g adalah tingkat pertumbuhan output, n adalah tingkat pertumbuhan populasi, β adalah perubahan teknologi, danα adalah

elastisitas output terhadap modal. Seperti dalam model Solow dengan skala hasil konstan β = 0, maka pertumbuhan pendapatan per kapita akan

menjadi nol (tanpa adanya kemajuan teknologi).

Namun Romer mengasumsikan bahwa dengan mengumpulkan ketiga faktor produksi termasuk eksternalitas modal, maka β > 0 sehingga g – n >

(35)

Dalam model Solow, capital hanya mencakup persediaan pabrik dan peralatan perekonomian sehingga wajar mengasumsikan pengembalian modal yang kian menurun. Investasi dalam modal fisik dan tenaga kerja tidak dapat dilaksanakan sendiri (internalize) secara penuh oleh investor.

Sedangkan dalam teori pertumbuhan endogen adanya eksternalitas dapat menciptakan increasing return to scale, sehingga memperbaiki asumsi constant return to scale yang digunakan oleh model neo-klasik.

B. Teori Konsumsi

Seperti telah diketahui, pengeluaran pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercermin dalam realisasi anggaran belanja rutin dan realisasi anggaran belanja pembangunan, sedangkan jumlah seluruh penerimaan meliputi penerimaan dalam negeri dan penerimaan luar negeri yang disebut penerimaan pembangunan. Ditinjau dari tujuannya, pengeluaran rutin merupakan pengeluaran operasional dan mutlak harus dilakukan serta konsumtif, tetapi tidak semua anggaran belanja rutin dapat dikategorikan sebagai pengeluaran konsumsi (current expenditure), misalnya seperti belanja pembelian inventaris kantor, belanja pemeliharaan gedung kantor, dan lain-lain.

(36)

meningkat yang kemudian menaikkan fungsi konsumsi yang menyumbang kontribusi terhadap bruto nasional dan pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan belanja pegawai diharapkan akan menyebabkan kenaikan produksi yang diukur dengan PDB dan PDRB serta kenaikan belanja barang dan jasa diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi nasional dan provinsi. Peningkatan belanja barang dan jasa juga akan mendorong penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor.

C. Teori Investasi

Dalam konteks makroekonomi,pengertian investasi adalah“…the flow of spendingthat adds to the physical stock of capital”, Dornbusch (2008).

Dengan demikian kegiatan sepertipembangunan rumah, pembelian mesin atau peralatan, pembangunan pabrik dan kantor, sertapenambahan barang inventori suatu perusahaan termasuk dalam pengertian investasi tersebut. Sedangkan kegiatan pembelian saham atau obligasi suatu perusahaan tidaktermasuk dalam pengertian investasi ini.

Pentingnya investasi asing bagi suatu negara diungkapkan oleh Keynes. Bahwa pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar pula volume pekerjaan yang dihasilkan demikian sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung dari permintaan efektif. Yang dimaksud permintaan efektif terdiri dari

(37)

Permintaan efektif ini menentukan tingkat keseimbangan pekerjaan dan pendapatan. Kadangkala terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi dan pendapatan, menurut Keynes hal tersebut dapat dijembatani oleh investasi. Dengan meningkatkan investasi akan mengakibatkan naiknya pendapatan yang kemudian akan meningkatkan pekerjaan. Jelaslah bahwa Keynes memberi peran yang cukup penting bagi keberadaan investasi dalam mengatasi ketidakseimbangan antara konsumsi dan pendapatan, Jhinghan (2000).

Kobrin (1977) berpendapat bahwa investasi khususnya investasi asing memang berperan sebagai medium transfer kebutuhan akan sumber daya seperti teknologi, kemampuan manajerial, jalur ekspor dan modal dari negara-negara industri ke negara-negaranegara-negara berkembang, oleh karena itu, investasi akan meningkatkan produktivitas dan terkait pula dengan pertumbuhan ekonomi.

(38)

Investasi pemerintah adalah penggunaan anggaran pemerintah yang digunakan untuk mendanai kegiatan yang menyangkut dimensi waktu yang lebih panjang dari satu tahun anggaran. Investasi pemerintah ditujukan untuk pembentukan aset (stok barang modal/capital stock) di masa depan yang diharapkan dapat menimbulkan multiplier effect yang besar dan lebih berkelanjutan, (Direktorat Jendral Anggaran, Kementrian Keuangan RI).

Samuelson dan Nordhaus (2010) menyatakan bahwa investasi berperan penting dalam ekonomi makro yaitu mempengaruhi permintaan agregat. Selain itu investasi juga mempengaruhi daur bisnis (business cycle) serta pembentukan modal (capital accumulation). Tingkat investasi yang tinggi akan menyebabkan pembentukan modal bertambah. Jadi investasi berfungsi ganda yakni berpengaruh terhadap pendapatan nasional (output) jangka pendek melalui permintaan agregat juga terhadap pertumbuhan pendapatan nasional jangka panjang melalui dampak pembentukan atas output potensial dan penawaran agregat.

Peran penting investasi di dalam permintaan agregat: pertama, biasanya pengeluaran investasi lebih tidak stabil apabila dibandingkan dengan

pengeluaran konsumsi sehingga fluktuasi investasi dapat menyebabkan resesi atau boom. Oleh karena itu para ahli ekonomi sangat tertarik untuk

(39)

tambahan jumlah (stock) kapital, maka memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang tergantung pada tenaga kerja dan jumlah (stock) kapital.

Luntungan (2008) Investasi merupakan salah satu fakor yang bias mendorong oertumbuhan ekonomi suatu negara. dengan bertumbuhnya ekonomi suatu negara maka akan terjadi peningkatan kesejahteraan, kesempatan kerja, produktivitas dan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi juga penting untuk mempersiapkan perekonomian dalam menjalani tahapan kemajuan selanjutnya. Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi (barang dan jasa) di semua sektor-sektor ekonomi. untuk keperluan kegiatan-kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik-pabrik, gedung-gedung perkantoran, mesin-mesin dan alat-alat prosuksi, lembaga penelitian dan pengembangan, alat-alat transportasi dan komunikasi, dan masih banyak lagi. Untuk

pengadaan semua itu maka diperlukan dana untuk membiayainya yang disebut dana investasi.

(40)

D. Belanja Modal

Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset

tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, Termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, rneningkatkan kapasitas dan kualitas asset.

Belanja Modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c Permendagri No 59 Tahun 2007 tentang perubahan Permendagri Nomor 13/2006 Tentang pengelolaan Keuangan Daerah digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

Sedangkan menurut PSAP Nomor 2, Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Selanjutnya pada pasal 53 ayat 2

(41)

asset sampai asset tersebut siap digunakan. Kemudian pada pasal 53 ayat 4 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 disebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai dasar pembebanan belanja modal selain memenuhi batas minimal juga pengeluaran anggaran untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih satu periode akuntansi bersifat tidak rutin. Ketentuan ini sejalan dengan PP 24 Tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan khususnya PSAP no 7, yang mengatur tentang akuntansi asset tetap.

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal dapat diaktegorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu:

1. Belanja Modal Tanah

Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

(42)

kapasitas peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan

pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan

(43)

barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, bukubuku, dan jurnal ilmiah.

Mengacu pada pengertian belanja modal tersebut, selain pengadaan aset-aset fisik yang dikuasai oleh pemerintah, sebenarnya terdapat beberapa belanja yang berkarakteristik sebagai belanja modal yang menghasilkan aset, tetapi tidak menjadi milik Pemerintah, antara lain:

1. Biaya untuk pelaksanaan tugas pembantuan; 2. Biaya jasa konsultan untuk kekayaan intelektual; 3. Biaya jasa profesi untuk capacity building;

4. Biaya pemeliharaan untuk mempertahankan nilai aset; 5. Biaya pengadaan aset yang diserahkan kepada masyarakat.

Selama ini, biaya-biaya tersebut dalam APBN dikelompokkan sebagai belanja barang dan bantuan sosial, namun secara esensi keekonomian, belanja tersebut termasuk belanja modal, sehingga dapat digolongkan dalam pengeluaran investasi. Selanjutnya, pengeluaran investasi yang diidentikkan dengan belanja modal tidak hanya ditunjukkan oleh belanja modal itu sendiri,tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas.

E. Penelitian Terdahulu

(44)
(45)

modal manusia. modal manusia dan

PMA, angkatan kerja, dan ekspor neto daerah

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan PMDN dan laju inflasi tidak berpengaruh lemah antara PDB dengan investasi publik.

Sementara, hasil kausalitas Granger menunjukkan bahwa investasi publik tidak menyebabpkan PDB. Tetapi, terdapat hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel yang

kausalitas antara PMDN dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan PMA terhadap PMDN dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan satu arah, PMA ditemukan saling

(46)
(47)
(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa meningkat yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka otomatis akan meningkatkan pembangunan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, Pengeluaran konsumsi pemerintah meliputi penyelenggraan administrasi pemerintah, lalu di ikuti dengan sektor pendidikan. Pos-pos terbesar dalam administrasi pemerintah meliputi pengeluaran pemerintah di Provinsi Lampung. Pemerintah di harapkan dapat meningkatkan kinerja di bidang admimstrasi untuk meningkatkan produktifitas tenaga kerja pemerintahan provinsi yang akan mengurangi kemiskinan. Penting untuk mengamati seberapa besar kaspasitas pengeluaran konsumsi,investasi pemerintah yang meliputi (belenja rutin dan belanja modal), serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi apakah mengalami perubahan yang bisa membantu percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi

B. Jenis dan Sumber Data

(49)

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Menurut Suharto, dalam blognya tang berjudul pengertian Variabel, Definisi, dan Definisi Oprasional (dalam Mohamad Nazir, 2005) Variabel penelitian ini adalah sesuatu yang akan menjadi objek penelitian, sedangkan definisi

oprasional adalah sesuatu yang deberikan kepada sustu vaeriabel dengan memberi arti. Jadi variabel penelitian ini meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa yang akan di teliti. Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis variabel data yaitu dependen

1. Variabel Dependen

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi yaitu dimana suatu perekonomian di ukur melalui dengan pertumbuhan PDRB yang bergantung faktor-faktor produksi yaitu: modal tenaga kerja dan teknologi. Dalam penelitian ini pertumbuhan ekonomi menggunakan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Data yang diambil merupakan data sekunder yang berupa data runtun waktu (time-series) selama sepuluh tahun (2002-2011).

2. Variabel Independen

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah.

a) Pengeluaran Konsumsi (X1)

(50)

(20002-2011).

b) Investasi Pemerintah (X2)

Investasi pemerintah yang di gunakan dalam penelitian ini adalah belanja modal, Variabel investasi pemerintah menggunakan data dari Statistik Keuangan Daerah Provinsi LampungData yang digunakan merupakan data sekunder berupa data data runtut waktu (time-series) selama sepuluh tahun (2002-2011).

D. Batasan Peubah variabel

Variabel-variabel yang digunakan meliputi :

1. Pertumbuhan Ekonomi yaitu perkembangan kegiatan dalam

perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukimo, 1994: 10). Data yang dipakai adalah data laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung periode 2002-2011 yang didapat dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.

2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yaitu pengeluaran institusi pemerintah untuk pembelian barang dan jasa guna meningkatkan

pelayanan publik. Data yang digunakan adalah data time series yaitu data belanja aparatur daerah Provinsi Lampung periode 2002-2011 yang didapat dari Statistik Keuangan Daerah Provinsi Lampung.

(51)

E. Alat Analisis

Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi digunakan analisis kuantitatif yaitu dengan menggunakan regresi linier berganda atau teknik metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) dengan menggunakan eviews 4.1. Data-data yang

digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan regresi linier berganda. Bentuk persamaannya adalah: Yt = f ( X1 , X2 )

Yt = β0 + β1 Χ1-t + β2 Χ2t-1 +

ɛ

t

Dari persamaan di atas dapat dibuat model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:

Dimana:

Yt = Pertumbuhan ekonomi pada tahun t

X1 = konsumsi pemerintah pada tahun t

X2 = investasi pemerintah pada tahun t

ɛ

t = Error terms

F. Elastisitas

Untuk menggambarkan derajat kepekaan tingkat kemiskinan terhadap perubahan yang terjadi pada peubah-peubah yang mempengaruhinya, maka digunakan elastisitas sebagai berikut :

(52)

persentase perubahan Tingkat konsumsi yang disebabkan oleh perubahan tingkat Pertumbuhan Ekonomi sebesar 1 persen.

Elastisitas juga dapat ditentukan berdasarkan nilai koefisien regresinya, karena dalam analisis yang dipergunakan adalah fungsi linear, maka nilai koefisien regresinya belum mencerminkan besarnya nilai elastisitas, akan tetapi harus dikalikan dahulu dengan perbandingan rata-rata masing-masing peubah bebas (pengeluaran konsumsi, investasi pemerintah) dan pertumbuhan ekonomi). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

1. Elastisitas tingkat pengeluaran konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi 2. Elastisitas tingkat investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.

G. Uji Asumsi Klasik

Gujarati (2003) mengemukakan beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi untuk suatu hasil estimasi regresi liner agar hasil tersebut dapat dikatakan baik dan efisien. Adapun asumsi klasik yang harus dipenuhi antara lain:

1. Model regresi adalah linier, yaitu linier di dalam parameter

2. Residual variabel pengganggu (U) mempunyai nilai rata-rata nol (zero mean value of disturbance ,u).

3. Homokedastisitas atau varian dari µ adalah konstan. 4. Tidak ada autokorelasi antara variabel pengganggu (µ) 5. Kovarian antara µ dan variabel independen (XI) adalah nol.

6. Jumlah data (observasi) harus lebih bnyak dibandingkan dengan jumlah parameter yang diestimasi.

(53)

8. Variabel pengganggu harus berdistribusi normal atau stokastik.

Berdasarkan kondisi tersebut di dalam ilmu ekonometrika, agar sesuatu model dikatakan baik maka dilakukan beberapa pengujian.

1. Uji Asumsi Normalitas

Uji normalitas residual metode OLS secara normal dapat dideteksi dari metode yang dikembangkan oleh Barque-Berg (J-13). metode JB ini didasarkan pada sampel besar yang diasumsikan bersifat asymptotic. Uji statistik dari JB ini menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis, adapun formula uji statistik JB adalah sebagai berikut (Gujarati,2003:148-149).

Dimana, S adalah koefisien skewness dan K adalah koefisien kurtosis. Jika suatu variabel didistribusikan secara normal maka nilai koefisien S=O danK=3. Oleh karena itu, jika residual terdistribusi secara normal maka diharapkan statistik JB akan sama dengan nol.

2. Uji Asumsi Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan salah satu penyimpangan terhadap asumsi kesamaan varians (homoskedastisitas), yaitu bahwa varians error bernilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari XI, X2, ..., Xp. Masalah

Heterokedastisitas timbul apabila variabel gangguan mempunyai varian yang tidak konstan. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka dugaan OLS tidak lagi bersifat BLUE (best linear unbiased estimator), karena akan

(54)

tidak akurat dan akan menyesatkan (misleading).

Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Uji White. Langkah uji White :

a. Estimasi Persamaan dan dapatkan residualnya.

b. Lakukan regresi auxialiry: yaitu regresi auxialiry tanpa perkalian antar variabel independen (no cors term) dan juga regresi auxialiry dengan perkalian antar variabel independen (cors term).

c. Hipotesis nol dalam uji ini adalah tidak ada heterokedastisitas. Uji white didasarkan pada jumlah sampel (n) dikalikan dengan R2 yang akan mengikuti distribusi chi-square dengan degree of freedom sebanyak variabel independen tidak termasuk konstanta dalam regresi auxialiry. Kriteria pengujiannya adalah :

HO : Tidak ada masalah heterokedastisitas

Ha : Ada masalah Heterokedastisitas

Ho ditolak dan Ha diterima ; Jika chi-square hitung (n.R2) lebih besar dari nilai

j kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (a) atau ada heterokedastisitas Ho diterima dan Ha ditolak ; jika chi-square hitung lebih kecil dari nilai kritis

atau tidak ada heterokedastisitas.

3. Uji Asumsi Autokorelasi

(55)

menyatakan bahwa suatu peningkatan error term dalam periode i=1 sama sekali tidak mempengaruhi error term pada periode waktu lainnya.

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Serial Correlation LM test . Test yang disebut juga dengan Breusch-Godfrey test sebagai

penyempurnaan uni yang dibuat oleh Durbin yaitu htest untuk menguji serial korelasi.

Kriteria penguj iannya adalah : Ho: Tidak ada masalah Autokorelasi Ha : Ada masalah Autokorelasi

Ho ditolak dan H1 diterima jilts Obs* R-square yang merupakan chi-square (X) hitung lebih besar dari nilai kritis chi-squares (X) pada derajat kepercayaan tertentu (a), Ini menunjukkan adanya masalah autokorelasi dalam model. Ho diterima dan Ha ditolak Jika Obs* R-square yang merupakan chi-square (X) hitung lebih kecil dari nilai kritis chi-squares (X) pada derajat kepercayaan tertentu (a), Ini menunjukkan tidak adanya masalah autokorelasi dalam model (Pratomo dan Hidayat, 2007:93).

4. Uji Asumsi Multikolinearitas

Uji asumsi multikolinieritas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar peubah bebas. Multikolinieritas adalah keadaan jika suatu variabel bebas berkorelasi dengan satu atau lebih variabel bebas yang lainnya. Jika ter adi korelasi, maka dinamakan

problem multikolinieritas.

(56)

peubah bebas. Semakin besar nilai VIF menunjukkan bahwa masalah kolinieritas semakin besar.

Kriteria pengujian adalah :

Ho ditolak dan Ha diterima, jika nilai VIF > 1 Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai VIF <1

H. Pengujian Hipotesis 1. Uji Partial (Uji-t)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikan variabel bebas secara Individual terhadap variabel terikat.

Hipotesis satu sisi yang digunakan :

H0 = B0 < 0 Jadi H0 : B0 = ( Tidak ada pengaruh )

Ha = B0 > 0 Jadi Ha : B0 = ( Berpengaruh Positif )

Dengan kriteria Pengujian yang dilakukan yaitu:

a. Jika nilai t hitung > nilai t tabel maka H0 di tolak dan Ha diterima

b. Jika nilai t hitung < nilai t tabel maka H0 di terima dan Ha ditolak

Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan uji-t (t student) pads tingkat kepercayaan 95 persen dan derajat kebebasan df = n-k-1

2. Uji Keseluruhan (Uji-F)

(57)

Apabila :

f hitung < f tabel Ho diterima dan Ha ditolak f hitung > f tabel Ho ditolak dan Ha diterima. Jika Ho diterima, berarti peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah terikat. Sebaliknya, jika Ho ditolak berarti peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah terikat.

Atau disebut juga sebagai uji analisis varians, walaupun terjadi penolakan terhadap hipotesis nol, namun bukan berarti variabel Independen

mempengaruhi variabel Dipenden melalui uji T. Hal ini terjadi karena adanya korelasi yang tinggi antara variabel Independen. Kondisi yang seperti ini menyebabkan Standard Error sangat tinggi dan rendahnya nilai t hitung meskipun model swcara umum mampu menjelaskan data dengan baik, Hipotesis yang dapat dirumuskan yaitu:

H0 = B1 = B2 = ... = BK = 0

H0 = B1 ≠ B2≠………… ≠ BK ≠ 0

Hasil pengujian yang disimpulkan yaitu:

a. Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima Ha ditolak yang berarti

tidak signifikan.

b. Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti

(58)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengeluaran konsumsi pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung.

2. Pengeluaran investasi pemerintah berhubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung. 3. Secara bersama-sama variabel pengeluaran konsumsi dan investai

pemerintah memiliki pengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat diajukan saran sebagai berikut: 1. Pemerintahdaerahseharusnyamengubahkomposisibelanjanya.

(59)

2. Pemerintah daerah hendaknya mengefektifkan pengalokasian belanja modal daerah yang merupaka ukuran dari pengeluaran investasi pemerintah pada program pembangunan daerah yang strategis dan

memiliki daya dorong tinggi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 3. Dalam penelitian selanjutnya, dapat memasukan variabel-variabel lainya

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincoln.1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi keempat. STIE YKPN Yogyakarta

Alkadri, 1999. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Jurnal Pusat Studi Indonesia, Universitas Terbuka

BPS Provinsi Lampung.2000-2005. Lampung dalam Angka.

BPS Provinsi lampung.2000-2005. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Lampung. BPS Provinsi Lampung.2000-2005. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Lampung. Daryanto, Arif. 2010. Model-model Kuantitatif. IPB pers : Bogor

Darmarika S dan Susu I.2011. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 1X,No 2, Agustus 2011.

Deddy Rustiono,2008. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Rertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.

Gujarati, Domodar. 1995. Basic Econometrisc. Third Edition. McGraw Hill International Editions.

Kuncoro, Mudrajat.1997. Ekonomi Pembangunan: Teori Masalah dan Kebijakan. UPP AMP YKPN Yogyakrta.

Mankiw, N.Gregory.2000. Teori Makro Ekonomi. Ed.4, jakarta : penerbit Erlangga.

Mangkoesbroto, Guritno 1993, Ekonomi Publik, Edisi 3. Yogyakarta. BPFE. 1-10 Musgrave, R.A. 1998. Peran Pemerintah dalam Perekonomian modern. Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sukirno, Sadono. 2000 Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikian dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Raja Grafindo Pustaka

(61)

Gambar

Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Provinsi, 2006 – 2011
Tabel 2. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi per Provinsi, 2006 -
Tabel 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2002-2011
Tabel 4.PDRB Provinsi Lampung Atas Dasar Harga Konstan  2002-2011
+5

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan uji t dapat disimpulkan bahwa terdapat dua variabel independen yang mempunyai pengaruh terhadap Harga Saham pada perusahaan perkebunan penghasil

[r]

In this paper, spatial and temporal pattern of creep motion at Masouleh landslide were assessed using 3 InSAR time series methods including PSI, SBAS and

For mobile mapping systems with high accuracy demands, moving from standard stereo systems with their proven camera models, calibration procedures and measuring accuracies

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi guru pendidikan jasmani terhadap Elemen Perubahan Kurikulum 2013 dalam pembelajaran pendidikan jasmani di SMA Negeri se-Kabupaten

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari dan mengakui bahwa banyak sekali kesulitan-kesulitan yang penulis temui, namun berkat ketekunan, kesabaran, serta atas

Tesis ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Profesi Psikologi pada tanggal :.. 5