PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN SODIUM
DODHECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK
DAN THERMAL NANOKOMPOSIT KARET ALAM
ORGANOBENTONIT
SKRIPSI
AWALUDDIN NAINGGOLAN
090822008
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN
SODIUM DODECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN THERMAL NANOKOMPOSIT KARET
ORGANOBENTONITBENTONIT
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2013
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN
SODIUM DODECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN THERMAL
NANOKOMPOSIT KARET ORGANOBENTONIT
Kategori : SKRIPSI
Nama : AWALUDDIN NAINGGOLAN
Nomor Induk Mahasiswa : 090822008
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di,
Medan, Januari 2014 Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-NYA sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi ini. Dan juga dalam skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan ekstensi SI.
Koordinator program S1 Kimia Ekstensi FMIPA Universitas Sumatera Utara Bapak Dr. Darwin Yunus Nst, dan Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku Ketua Departemen Kimia atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi mahasiswa Sarjana Sains Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Bapak Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya ditujukan kepada : 1. Prof. Thamrin, M.Sc selaku pembimbing Utama dan Saharman Gea, Ph.D,
selaku anggota komisi pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian memberikan bimbingan, motivasi dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 2. Kepala laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU, Manager dan Staf PTPN
III, khususnya Staf Laboratorium Bapak Sugimin dan Bapak Dhani, beserta staf dan asisten atas fasilitas dan sarana yang diberikan
3. Bapak Ibu Dosen Kimia S1 Ekstensi FMIPA USU yang telah membimbing dan memotivasi saya sampai selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.
Hormat Saya,
PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN SODIUM DODECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN THERMAL NANOKOMPOSIT
KARET ORGANOBENTONIT
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mendapatkan bentonit termodifikasi surfaktan anionik (organoclay), yang dapat digunakan pada pemrosesan nanokomposit karet-bentonit. Surfaktan anionik yang dikembangkan adalah sodium dodhecyl sulfate (SDS). Modifikasi organobentonit dengan konsentrasi SDS 0,01 mol, 0,03 mol, 0,05 mol, dan 0,07 mol. Bentonit yang dimodifikasi ditambahkan kedalam karet alam 100 phr yang sudah dimastikasi, menggunakan two-roll mill pada temperatur kamar selama 11 menit. Dalam menentukan konsentrasi optimum melalui uji tarik, termal dan permukaan, produk dicetak tekan pada 50 kN suhu 150oC selama 15 menit. Uji
tarik yang dilakukan dengan standard ASTM D635 Tipe-V. Pada penambahan SDS 0,05 mol, diperoleh nanokomposit karet/bentonit terbaik melalui pengujian sifat mekanik dan thermal, dibandingkan dengan nanokomposit karet/bentonit tanpa adanya penambahan surfaktan anionik.
PENGARUH PENAMBAHAN SURFAKTAN SODIUM DODECYL SULFATE (SDS) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN THERMAL NANOKOMPOSIT
KARET ORGANOBENTONIT
ABSTRACT
Research has been done to get the anionic surfactant-modified bentonite
(organoclay), which can be used in the processing of rubber/organobentonit
nanocomposite. Sodium of dodhecyl sulfate (SDS) is anionic surfactant developed.
Modification organobentonit with SDS concentration of 0,01 mole, 0,03 mole, 0,05
mole, and 0,07 mole. Modified bentonite is added to the masticated natural ruber in
composition 100 phr and mixed them by using two-roll mill at room temperature for
11 minute. In determining optimum concentration through tensile strength, thermal
and morfology test, product were put in a hotpress at 50 kN at 150oC during 15
minute. Tensile strength test by using the standard of ASTM D635 Tipe-V. In addition
SDS 0,05 mole, obtained nanocomposite rubber/bentonite best through testing
mechanical and thermal properties, compared wih nanocomposite rubber/bentonite
without the addition of anionic surfactant.
Keyword : nanokomposit, natural rubber, organo bentonite, anionic surfactant,
DAFTAR ISI
Persetujuan i
Daftar isi ii
Daftar gambar iii
Daftar Lampiran iv
Abstrak v
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bentonit 6
2.6. Analisa Kekuatan Tarik dan Kemuluran 20
2.7. Analisa Kestabilan Thermal 20
BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan 23
3.1.1. Alat 23
3.1.2. Bahan 23
3.2. Prosedur Penelitian 24
3.2.1. Preparasi Bentonit 24
3.2.2. Pembuatan Bentonit Nanopartikel 24
3.2.4. Pembuatan Organobentonit 25 3.2.5. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam-Bentonit 25
3.2.6. Pembuatan Spesimen 26
3.2.7. Uji Kekuatan Tarik 26
3.2.8. Uji SEM (Scanning Electron Microscopy) 27
3.3. Bagan Penelitian 27
3.3.1. Preparasi Bentonit 27
3.3.2. Pembuatan Bentonit Nanopartikel 28
3.3.3. Pembuatan Organo Bentonit 29
3.3.4. Mastikasi Karet Alam 30
3.3.5. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam Organobentonit 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Preparasi Bentonit 31
4.2. Hasil Uji Partikel Size Analyzer 31
4.3. Hasil Mastikasi Karet Alam 32
4.4. Hasil Uji Tarik 34
4.5. Analisa Uji Kestabilan Thermal (Thermo GravimetricAnalysis /TGA) 36 4.6. Hasil Scanning Electron Miscroscopy (SEM) Nanokomposit Karet
Alam/Organobentonit 37
4.7. Mekanisme Modifikasi Permukaan Bentonit degan Sodium Dodhecyl
Sulfate (SDS) 38
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 40
5.2. Saran 40
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus
lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.
Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat
ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air
(hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar
molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang
menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat
padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan
rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam
fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang
panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil
(Jatmika, 1998).
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan
permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan
konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan
melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi
terbentuknya misel ini disebut critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan
permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan
permukaan akan konstan menunjukkan bahwa antarmuka menjadi jenuh dan
terbentuknya misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya
(Genaro, 1990).
Bentonit adalah mineral murah dan telah menjadi bagian penting dalam industri
karet dimana penggunaannya sebagai bahan pengisi ekonomis untuk memodifikasi
penciptaan dan performa karet alami maupun karet sintetis. Bentonitmempunyai catatan
panjang sebagai bahan anorganik paling penting yang ditambahkan sebagai pengisi ke
dalam latex (getah pohon karet) alami (Frounchi dkk., 2006; Dong dkk., 2006). Bentonit
merupakan suatu polimer anorganik yang memiliki satu struktur oktahedral dengan atom
bergabung dengan ujung - ujung kisi berstruktur tetrahedron silika akan membentuk
lapisan hidroksil yang berstruktur oktahedron. Surfaktan anionik bermuatan negatif
sehingga sulit untuk bereaksi kedalam lapisan bentonit. Surfaktan anionik dapat masuk
kedalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton (ion H3O+) dan Na+
ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Zhang, pada tahun 2010 menyatakan dalam jurnalnya
bahwa bentonit yang dimodifikasi dengan surfaktan anionik memiliki ketahanan panas
dan modulus yang lebih baik.
Penggunaan surfaktan dalam modifikasi bentonit banyak dilakukan menajdi organo
bentonit yang digunakan sebagai filler (bahan pengisi) non arang yang sering dipakai
sebagai bahan pengisi pada industri karet. Surfaktan anionik merupakan salah satu bahan
yang digunakan untuk memodifikasi bentonit menjadi organobentonit. Meskipun sulit
di interkalasi kedalam bentonit, dispersi, pengembangan dan sifat thixotropy dari
bentonit yang dimodifikasi surfaktan anionik lebih unggul dari bentonit yang
dimodifikasi dengan surfaktan kationik (Chen et al, 2004). Keunggulan yang
ditunjukkan daripada modifikasi bentonit ini adalah pada industri karet dengan
meningkatnya modulus, kekuatan dan ketahanan panas (Giannelis, 1998).
Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) dengan rumus bangun C12H25NaO4S merupakan salah
satu jenis surfaktan anionik yang biasa digunakan sebagai bahan baku deterjen. Dengan
penambahan SDS pada konsentrasi tertentu bisa meningkatkan keunggulan daripada
filler matriks komposit. Dimana SDS larut dalam air, dicampurkan dengan nanobentonit
pada suhu tertentu dan waktu tertentu, untuk mendapatkan reaksi antara ion pada SDS
dgn ion yang terkandung didalam bentonit.
Karet alam merupakan suatu senyawa hidrokarbon alam yang memiliki rumus empiris
(C5H8)n. Hidrokarbon ini membentuk lateks alam yang membentul globula – globula
kecil yang memiliki diameter sekitar 0,5 µ (5.10-5 cm) yang tersuspensi di dalam medium
air atau serum, dimana konsentrasi hidrokarbon adalah sekitar 35% dari total berat.
Partikel hidrokarbon ini tentunya akan bersenyawa dan tidak menutupi konstituen
non-karet, yang merupakan protein, dimana protein ini akan diadsorpsi pada permukaannya
dan berfungsi untuk melindungi koloid ( Treolar, 1958 ).
Karet alam biasa digunakan sebagai matriks untuk pembuatan komposit. Dengan
berkembangnya ilmu nanoteknologi dalam penciptaan nanokomposit memberikan
perubahan kualitas komposit matriks yang lebih baik. Nanokomposit merupakan bahan
yang dibuat dari pencampuran serbuk berukuran nanopartikel. Nanokomposit akan
memperlihatkan sifat-sifat baru yang lebih unggul dibandingkan dengan bahan asal
penyusunnya. Hal ini merupakan salah satu keunggulan utama dari perkembangan dunia
nanoteknologi. Penambahan nanopartikel ke dalam bahan matriks juga akan dapat
menunjukkan sifat-sifat yang sangat berbeda dibandingkan dengan sifat matriks awal
(Yunasfi, 2012).
1.2. Permasalahan
1. Bagaimanakah proses pengolahan dan interaksi dari karet-bentonit dengan adanya surfaktan sodium dodechyl sulfate sebagai pemodifikasi nano-bentonit,
2. Menetukan konsentrasi SDS yang tepat dalam modifikasi nano-bentonit menjadi organoclay,
3. Bagaimanakah sifat mekanis dan degradasi termal dari nanokomposit karet organobentonit.
1.3. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini pembatasan masalah meliputi :
1.Pemilihan karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah karet alam SIR
10 dengan ketebalan 1,6 – 1,8 mm dan berat 100 gr
2. Penggunaan nano-bentonit sebanyak 10 gr
3. Variasi konsentrasi surfaktan sodium dodhecyl sulfate 0,01 mol, 0,03 mol,
0,05 mol, dan 0,07 mol
4. Suhu dalam pencetakan nano-komposit yang digunakan 150oC
5. Uji sifat mekanik meliputi uji tarik dan penentuan degradasi thermal menggunakan uji
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan sufaktan SDS
dengan memvariasikan konsentrasi-nya dalam modifikasi nanobentonit menjadi
organoclay, terhadap sifat mekanik dan thermal nanokomposit karet organobentonit.
1.5. Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan didapatkan informasi mengenai pengaruh
penambahan surfaktan anionik sodium dodechyl sulfate terhadap sifat mekanik dan
thermal nanokomposit karet organobentonit.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam
beberapa tahapan yaitu :
1. Tahapan preparasi nanobentonit, organobentonit dan nanokomposit
2. Tahapan Mastikasi Karet
Karet alam digiling menggunakan two roll mill, kemudian diukur viskositasnya dan
ditentukan waktu viskositas maksimum.
3. Tahapan Pembuatan Organobentonit
Pada tahapan ini variasi surfaktan SDS dicampurkan dengan Nano bentonit,
dipanaskan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer, dibilas dengan air
panas,disaring lalu dikeringkan.
4. Tahapan Pembuatan Nano komposit Karet-Bentonit
Karet yang telah di mastikasi dicampur dengan, asam stearat, ZnO, MBT, sulfur dan
organo bentonit. Kemudian dicetak dengan alat hot press.
- Variabel Bebas : waktu mastikasi karet alam 2, 4, 6, 8, 10 menit, dan SDS 0,01 mol,0,03 mol, 0,05 mol, 0,07mol
- Variabel Tetap : Bentonit 5 phr dan Karet alam yang telah di-mastikasi 100 phr, asam stearat 0,5 gr, Zinc Oksida 6 gr, Sulfur 3,5 gr, MBT 0,5 gr
- Variabel Terikat : Uji Tarik, uji Thermo Gravimetri Analysis (TGA) dan uji Semi SEM
1.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, laboratorium Tekhnik
Kimia Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia FMIPA Institut Tekhnologi
Bandung, PT. Perkebunan Nusantara III Gunung Para, BATAN dan LIPI Jakarta.
BAB 2
Bentonit meerupakan salah satu mineral yang kelimpahannya cukup besar dialam,
terutama di Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen ESDM pada tahun 2005,
bentonit tersebar dipulaupulau besar Indonesia, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi
dan Jawa, dengan cadangan diperkirakan lebih dari 380 juta ton. Namun penggunaan
bahan ini belum maksimal dan masih bernilai rendah. Bentonit merupakan istilah dalam
dunia perdagangan untuk lempung yang mengandung monmorillonit dan termasuk
dalam kelompok dioktohedral. Kandungan utama bentonit adalah mineral
monmorillonit (85%) dengan rumus kimia Mx(Al4-
xMgx)Si8O20(OH)4.nH2O (Riyanto, 1994).
Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 μm yang terdiri dari berbagai
macam mineral phyllosilicate yang mengandung silika, aluminium oksida dan hidrosida
yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 layer yang terdiri dari 2 layer
silika tetrahedron dan satu layer sentral octahedral. Sama halnya seperti produksi karet,
Indonesia juga memiliki sumber Bentonit yang melimpah. Cadangan bentonit di
Indonesia cukup berlimpah sebesar ± 380 juta ton merupakan aset potensial yang harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya (Syuhada dkk, 2009).
2.1.1.Struktur Bentonit
Bentonit alam tidak hanya mengandung satu mineral montmorillonite, tetapi juga
mengandung mineral impuritas, seperti; calcite, quartz, clinoptilolite, iron oxide,
feldspars dan humic acids. Untuk memisahkan impuritas ini ada dua cara yang dapat
dilakukan yaitu cara kimia dan cara sedimentasi. Calcite, iron oxide dan humic acid
dapat dipisahkan dengan cara kimia. Sedangkan quartz, feldspar, clinoptilolite yang
mempunyai ukuran partikel yang lebih besar dapat dipisahkan dengan cara sedimentasi
(Amman, 2003).
Gambar 2.1. Batuan bentonit.
Gamb
ar 2.2.
Strukt
ur
Bento
nit
Strukt
ur
bangu
n
lemba
ran bento
nit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang disusun unsur utama Si(O, OH) yang mengapit
satu lapisan oktahedral yang disusun oleh unsur M(O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang
ditunjukkan pada Gambar 2.2 yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran
bentonit dapat mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan kationkation lain.
(Haerudin dkk, 2002).
2.1.2.Modifikasi Bentonit
Bentonit memiliki konfigurasi 2:1 dimana terdiri dari 2 lapi tetrahedral (silikonoksigen),
dan 1 lapis oktahedral (aluminium-oksigen-hidroksil). Montmorionit merupakan
kandungan yang paling banyak didalam bentonit alam. Montmorilonit secara alami
mengalami substitusi isomorfis, dimana posisi Al3+ digantikan oleh Mg2+/Fe2+ dan Si4+
digantikan Al3+ sehingga memiliki muatan total negatif dan harus diseimbangkan
dengan kation seperti Na+ dan Ca2+ (Yunfei Xi, et al., 2005).
Modifikasi permukaan clay ini penting dilakukan untuk dapat terbentuknya
misibilitas dan dispersi dari clay sehingga akan didapatkan sifat-sifat yang diinginkan.
Dalam melakukan modifikasi organik terhadap lapisan clay yang anorganik juga harus
diperhatikan. Dalam keadaan murni, lapisan silikat hanya larut dengan polimer
hidrofilik, seperti poli (etilena oksida), atau poli (vinil alkohol). Untuk membuat lapisan
silikat larut dengan matriks polimer lainnya, adalah dengan mengubah permukaan
lapisan silikat yang hidrofil menjadi organophilik, sehingga memungkinkan terjadi
interkalasi dengan berbagai polimer (Charu, 2008).
2.1.3.Ultrasonikasi
Ultasonik merupakan vibrasi suara dengan frekuensi melebihi batas pendengaran
manusia yaitu di atas 20 KHz (Tipler, 1998). Ultrasonikasi merupakan salah satu teknik
paling efektif dalam pencampuran, proses reaksi, dan pemecahan bahan dengan bantuan
energi tinggi (Pirrung, 2007). Batas atas rentang ultrasonik mencapai 5 MHz untuk gas
dan 500 MHz untuk cairan dan padatan (Mason, 2002).
Penggunaan ultasonik berdasarkan rentangnya yang luas ini dibagi menjadi dua
bagian. Bagian pertama adalah suara beramplitudo rendah (frekuensi kebih
tinggi).Gelombang beramplitudo rendah ini secara umum digunakan untuk analisis
pengukuran kecepatan dan koefisien penyerapan gelombang pada rentang 2 hingga 10
hingga 100 KHz. Gelombang ini dapat digunakan untuk pembersihan, pembentukan
plastik, dan modifikasi bahan-bahan organik maupun anorganik (Mason, 2002).
Ultrasonikasi dengan intensitas tinggi dapat menginduksi secara fisik dan kimia.
Efek fisik dari ultrasonikasi intensitas tinggi salah satunya adalah emulsifikasi. Beberapa
aplikasi ultrasonikasi ini adalah dispersi bahan pengisi dalam polimer dasar, emulsifikasi
partikel anorganik pada polimer dasar, serta pembentukan dan pemotongan plastik
(Suslick, 1999).
Efek kimia pada ultrasonikasi ini menyebabkan molekul-molekul berinteraksi
sehingga terjadi perubahan kimia. Interaksi tersebut disebabkan panjang gelombang
ultrasonik lebih tinggi dibandingkan panjang gelombang molekul-molekul. Interaksi
gelombang ultrasonik dengan molekulmolekul terjadi melalui media cairan. Gelombang
yang dihasilkan oleh tenaga listrik diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju
melalui fenomena kavitasi akustik yang menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan lokal
dalam cairan (Wardiyati et al. 2004). Ultrasonikasi pada cairan memiliki berbagai
parameter seperti frekuensi, tekanan, suhu, viskositas, dan konsentrasi suatu sampel.
Aplikasi ultrasonikasi pada polimer berpengaruh terhadap degradasi polimer tersebut
(Wardiyati et al. 2004).
2.2. Karet Alam
Karet alam adalah polimer isoprene (C5H8) yang mempunyai bobot molekul yang besar.
Susunannya adalah –CH–C(CH3)=CH–CH2–. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon
Hevea Brasiliensis adalah bentuk alamiah dari 1,4–polyisoprene. Karet jenis ini
memiliki ikatan ganda lebih dari 98% dalam konfigurasi cisnya yang penting bagi
kelenturan atau elastisitas polyisoprene. Lebih dari 90% cis –1,4 polyisoprene digunakan
dalam industri karet Hevea.
Karet alam adalah salah satu bahan penting yang digunakan secara luas dalam
aplikasi teknik. Penggunaannya terutama disebabkan oleh kelembutan alaminya dan
kemudahan pembentukannya. Bagaimanapun, bahan pengisi perlu ditambahkan dengan
maksud untuk menyiasati sifat-sifat alami yang tidak dikehendaki sehingga didapat suatu
produk seperti yang diinginkan. (Tarachiwin dkk., 2005).
Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi
enzimatik isopentilpirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4 poliisoprena.
Susunan ruang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal. Adapun rumus bangun
dari isoprena, polyisoprena dan cis 1,4 polyisoprena dapat dilihat pada gambar 2.3. :
(a)
(b)
(d)
Gambar 2.3. (a) Struktur monomer isoprene, (b) Rumus bangun Polyisoprena, (c)
Rumus bangun cis - 1,4 – Polyisoprena (d) Rumus bangun Cis 1,4 Poliisopren
( c)
(karet alam) (Stevens, 2001).
Bentuk utama dari karet alam yang terdiri dari 97% cis 1,4 isoprena dikenal
sebagai Havea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri
dari 32-35% karet dan sekitar 33% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein,
sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik
yang diikuti oleh vulkanisasi (Stevens, 2001).
2.2.1.Kompon Karet
Kompon karet adalah campuran karet mentah dan bahan-bahan tambahan. Pembuatan
kompon karet untuk menghasilkan barang jadi karet dengan sifat fisik yang sesuai de
ngan kebutuhan. Bahan utama yang dibutuhka n da lam pembuatan kompon karet adalah
elastomer (karet alam atau karet sintetik) dan bahan pemvulkanisasi (vulcanizing agent).
Bahan ini dapat berupa sulfur atau oksida logam. Bahan pemvulkanisasi bereaksi dengan
gugus aktif molekul karet membentuk ikatan silang antar molekul sehingga terbentuk
jaringan tiga dimensi (Winspear, 1968).
Selain bahan pemvulkanisasi, pembuatan kompon juga memerlukan bahan pencepat
(accelerator), bahan penggiat (activator), bahan pengisi (filler) dan bahan bantu olah
(processing aid). Bahan pencepat ditambahkan untuk mempercepat reaksi vulkanisasi
dan memungkinkan vulkanisasi berlangsung pada suhu yang lebih rendah (Craig, 1969).
Bahan penggiat berfungsi sebagai pengaktif kerja bahan pencepat karena umumnya
bahan pencepat organik tidak berfungsi tanpa adanya bahan pengaktif (Craig, 1969).
Bahan penggiat terbagi menjadi dua golongan, yaitu anorganik berupa oks ida logam
(ZnO, PbO dan MgO) dan organik berupa asam lemak rantai panjang (asam stearat dan
asam oleat). Bahan penggiat yang paling banyak digunakan adalah kombinasi ZnO dan
asam stearat (Alfa, 2002).
Perlakuan awal terhadap karet yang akan dibuat kompon adalah mastikasi yang
bertujuan untuk melunakkan karet sehingga mudah tercampur dengan bahanbahan lain.
Pelunakan ini terjadi karena pemutusan rantai molekul sehingga diperoleh bobot
molekul yang lebih rendah (Craig, 1969).
2.2.2.Vulkanisasi Karet
Vulkanisasi merupakan proses kimiawi yang bersifat tidak dapat balik dengan
menggunakan bahan pemvulkanisasi seperti sulfur, bahan yang mengandung sulfur dan
peroksida organik. Tujuan vulkanisasi adalah membentuk ikatan silang pada molekul
karet yang fleksibel sehingga menghasilkan jaringan tiga dimensi dan mengubah sifat
karet mentah yang rapuh dan plastis menjadi produk yang lebih kuat. Vulkanisasi karet
biasanya melibatkan pemanasan karet pada suhu 100oC – 180oC dengan bahan
pemvulkanisasi serta bahan pencepat dan bahan penggiat (Craig, 1969). Coran (1978)
mendefinisikan vulkanisasi sebagai proses yang melibatkan pembentukan jaringan
molekuler melalui ikatan kimia dari rantai-rantai molekul bebas. Proses ini
meningkatkan kemampuan karet untuk kembali ke bentuk semula setelah dikenai gaya
mekanik. Vulkanisasi, dengan demikian, merupakan reaksi intermolekuler yang
meningkatkan elastisitas karet serta mengurangi sifat plastisitasnya.
Morton (1959), menyatakan bahwa vulkanisasi karet alam dilakukan untuk
mengurangi sifat karet alam yang rapuh pada suhu dingin dan lunak pada suhu panas.
Dengan vulkanisasi, produk karet menjadi lebih fleksibel, stabil terhadap perubahan
suhu, daya tahan meningkat dan penggunaan karet alam semakin luas. Pada dasarnya
sistem vulkanisasi digolongkan menjadi dua macam, yaitu vulkanisasi dengan sulfur dan
bukan sulfur.
Formula umum vulkanisasi dengan sulfur adalah : ZnO 2 – 10 bsk (bagian per
seratus karet), asam lemak 1 – 4 bsk, sulfur 0.5 – 4 bsk dan bahan pencepat 1.5 – 2 bsk
(Coran, 1978). Secara umum, produk hasil vulkanisasi atau barang jadi 13 karet dikenal
dengan istilah vulkanisat. Beberapa pengujian sifat fisik vulkanisat ada lah uji tarik
(tensile strength), perpanjangan putus (elongation at break), kekerasan (hardness) dan
ketahanan sobek (tear strength) (Maspanger, 2002).
Untuk mengubah sifat fisik dari karet dilakukan proses vulkanisasi. Vulkanisasi
adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri,
penting dalam proses vulkanisasi, namun tanpa adanya panas pun karet tetap dapat
divulkanisasi.
Vulkanisasi karet alam sangat bagus dalam hal berikut :
• Kepegasan pantul • Tegangan putus
• Ketahan sobek dan putus • Fleksibilitas suhu rendah
• Daya lengket ke fabric atau logam
2.2.3.Sifat Kimia Karet
Hasil utama tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah karet. Apabila hevea segar
dicentrifuge pada kecepatan 32000 putaran per menit (rpm) selama 1 jam akan terbentuk
4 fraksi yaitu:
• Fraksi karet
• Fraksi frey wessling • Fraksi serum
• Fraksi bawah
1. Fraksi karet terdiri dari partikel-pertikel karet yang terbentuk bulat dengan diameter
0,05 – 3 mikron. Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari
protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap.
2. Fraksi frey wessling yang terdiri dari pertikel – partikel frey wessling yang
dikemukakan oleh Frey Wessling. Fraksi ini bewarna kuning karena mengandung
karotenida.
3. Fraksi serum, juga disebut fraksi C (centrifuge cerum) mengandung sebahagian
komponen bukan karet yaitu air, protein, karbohidrat, dan ion – ion logam.
4. Fraksi bawah, terdiri dari partikel – partikel lutoid yang bersifat gelatin mengandung
senyawa nitrogen dan ion – ion kalsium serta magnesium (M.Opusungguh, 1987).
Sifat fisika karet mentah dapat dihubungkan dengan dua komponen yaitu viskositas dan
elastisitas yang bekerja secara serentak. Viskositas diperlukan untuk mengukur
ketahanan terhadap aliran (deformasi). Terjadinya aliran pada karet yang disebabkan
oleh adanya tekanan/ gaya disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Terlepasnya ikatan di dalam atau antara rantai pliisoprene seperti terlepasnya
benang-benang yag telah dirajut. Hal ini terjadi pada stress yang rendah/kecil
2. Terlepasnya seluruh ikatan rantai poliisoprene dan satu monomer dengan monomer yang
lain saling tindih akan membentuk lingkungan yang Kristal.
Dengan demikian komponen viskositas adalah irreversible dan dihitung sebagai aliran
dingin (cold flow) dari karet mentah, seedangkan elastisitas mengukur energy yang
segera dikembalikan oleh karet setelah diberikan input energy kepadanya. Elastisitas
menunjukan jarak diantara ujung-ujung rantai poliisoprene.
2.2.5.Standart Indonesia Rubber (SIR)
Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Mentri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK
No.143/KP /V /69. Yang berlaku mulai 18 Juni 1969
menetapkan ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut :
1. Standart Indonesia Rubber (SIR) adalah karetalam yang dikeluarkan dari
daerah-daerahyang termasuk dalam lingkungan Negara Repoblik Indonesia.
2. Standart Indonesia Rubber (SIR) yang diperdagangkan dalam bentuk bongkahan
(balok) dengan ukuran (28x6.5) dalam inci. Bongkahanbongkahan yang telah
dibungkus dengan plastic polyetilen, tebalnya 0,03 mm, dengan titik pelunakan
kurang dari 1800 C, berat jenis 0,92 dan bebas dari segala bentuk pelapis
(couting). Pengepakan selanjutnya dapat dilakukan dalam kantung kertas/krapt
4 ply atau dalam bentuk pallet seberat 0,5 ton atau 1 ton.
3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara
visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart
of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book)
4. Standart Indonesia Rubber (SIR) terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi
bentuk SIR harus disertai dengan penetapan nilai plasticity Retention Index
(PRI) dengan menggunakan tanda huruf :
“ H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80.
“ M” untuk PRI antara 60 – 79.
“ S ” untuk PRI antara 30 – 59.
Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan dimasukkan
dalam SIR.
5. Warna karet tidak menjadi bagian dalam spesifikasi teknis.
6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan
pada Departeman Perdagangan. Oleh Departeman Perdagangan akan diberikan
tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap
pabrik yang diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan
contoh-contoh hasil produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian
Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
oleh kedua balai tersebut untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu
Produksi.
7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang
dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian.
8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambing SIR
dan menurut ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Departemen Perdagangan.
Eksport dari karet bongkah yang tidak memenuhi syarat-syarat SIR di atas akan dilarang.
2.3. Komposit
Komposit adalah penggabungan dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu
kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu
serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat yang disebut matrik. Didalam
komposit unsur utamanya serat, sedangkan bahan pengikatnya polimer yang mudah
dibentuk. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah menentukan karakteristik bahan
komposit, seperti kekakuan, kekuatan serta sifat mekanik lainnya. Sebagai bahan
berfungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap
gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku
dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan
terhadap perlakuan kimia (Hadi, 2000).
Bahan pengisi adalah suatu aditif padat yang ditambahkan ke dalam matrik polimer
untuk meningkatkan sifat-sifat bahan , pengisi fungsional menghasilkan peningkatan
spesifik dalam sifat mekanik dan sifat fisis. Perlakuan dari bahan pengisi memungkinkan
menjadi pendukung beberapa mekanisme pengisi membentuk ikatan kimia dengan
matrik sebagai penguat. Beberapa penelitian telah menunjukan bahan pengisi
mempunyai peranan penting dalam memodifikasi sifat-sifat dari berbagai bahan
polimer, contohnya dengan cara menambahkan pengisi akan meningkatkan sifat
mekanik, elektrik, termal, optik dan sifat-sifat pemrosesan dari polimer, sementara dapat
juga mengurangi biaya produksi. Peningkatan sifat–sifat tergantung pada banyak
faktor-faktor termasuk aspek rasio dari bahan pengisi, derajat disperse, orientasi dalam matrik,
dan adhesi pada interface matrik - bahan pengisi (Makadia,
2000; Cho dan Paul, 2000, Premphet dan Horanont, 1999).
2.4. Emulsifier / Surfaktant
Surfaktan atau dalam bahasa Inggris disebut Surfactant (surface active agent) adalah zat
yang mempunyai kemampuan untuk menunrunkan tegangan permukaan sistem tersebut
jika diberikan dalam konsentrasi rendah. Struktur surfactant terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian ekor dan kepala. Bagian ekornya ialah bagian hidrofobik atau tidak suka air, yang
artinya dibutuhkan energi yang besar untuk melakukan kontak dengan air. Bagian ekor
ini terbentuk dari rantai karbon, yang sifatnya jika makin panjang makin baik untuk
menangkap kotoran non polar. Bagian kepala merupakan bagian yang hidrofilik atau
menyukai air, yang artinya tidak diperlukan energi besar untuk melakukan kontak
dengan air (Salanger, 2002). Struktur surfactant
diperlihatkan pada gambar 2.4 :
Bagian Kepala (Hidrofilik)
Bagian Ekor (Hidrofobik)
gambar 2.4. Struktur surfaktan
Muatan yang terkandung pada kepala surfaktan menentukan jenis surfaktan itu sendiri.
Jenis-jenis surfaktan :
a. Anionik – membawa muatan negatif, contoh: Sodium Dodechyl Sulfate
(SDS) CH3(CH2)11OSO3-Na+, Natrium Stearat CH3(CH2)16COO-Na+, dan Sodium
Dodhecyl Benzene Sulfonate (SDBS) C12H25C6H4SO3-Na+.
b. Kationik – membawa muatan positif, contoh : Dodesilamin Hidroklorida,
[CH3(CH2)11NH+Cl-,
c. Zwitterionik – membawa muatan positif dan negatif, contoh: Dodesil Betain,
CH3(CH2)11NHCH2CH2COOH.
d. Non-ionik – tidak bermuatan, contoh: Tergitol, C9H19C6H4O(CH2CH2O)40H,
Polistilen Laurel eter, dan C12H25O(C2H4O)8H (Salanger, 2002).
2.4.1.Sodium Dodechyl Sulfate (SDS)
Sodium Dodhecyl Sulfate (SDS) merupakan surfaktan anionik yang membawa muatan
negatif pada kepala surfaktan. Dimana pada penelitian ini SDS digunakan sebagai
surfaktan pemodifikasi bentonit menjadi organoclay. Sehingga memberikan perubahan
pada sifat morfologi bentonit sendiri. Dengan adanya penambahan SDS akan didapatkan
suatu bahan filler komposit yang lebih baik.
Nama zat : Lauryl sulfatesodium salt
Sodium lauryl sulfate
Dodecyl sodium sulfate
Dodecyl sulfatesodium salt
SDS
Formula : C12H25NaO4S
Berat molekul : 288,38 g/mol
2.4.2.Sifat Fisika Dan Kimia SDS
Sifat fisika dan kimia dari SDS dapat dilihat dari data dibawah ini:
a)Tampilan : padat terbakar dengan kategori 1.
: bahan atau campuran adalah padat mudah
g)Berat jenis relatif : 0,370 g/cm3
h)Kelarutan dalam air : larut (www.sigma-aldrich.com)
2.5. Pengujian Morfologi
Scanning Elektron Miskroskopi (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk
bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan
mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur permukaan
itu secara langsung.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan.
Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi
diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal
elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor.
Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan
spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam
putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan
dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik
digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).
2.6. Analisa Sifat Kekuatan Tarik Dan Kemuluran
Sifat mekanis biasanya biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ ) t menggunakan alat pengukuran tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan
diberikan tegangan. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban
maksimum (F ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi maks
dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen
mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan
dengan luas penampang :
F
A
(2.1)selama deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga perbandingan
luas penampang semula dengan penampang setiap saat, A /A = l/l ,
o o
dengan l dan l masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula. Bila o
didefenisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/l ) maka diperoleh hubungan :
Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva
tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan
(regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan-
regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan
yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Wirjosentono, 1995).
2.7. Analisa Kestabilan Thermal
TGA merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju berat dari material
sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran
digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas thermalnya
pada temperatur mencapai 1000oC. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang
menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau
dehidrasi.
Analisa thermal dapat didefenisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan
kimia material sebagai fungsi dar suhu. Pada prakteknya, istilah analisa termal seringkali
digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, kapasitas panas, massa
dan koefisien ekspansi termal. Karakteristik termal memgang peranan penting terhadap
sifat suatu bahan karena berkaitan erat dengan struktur dalam bahan itu sendiri. Suatu
bahan akan bila dipanaskan akan terjadi perubahan struktur yang mengakibatkan adanya
perubahan dalam kapasitas panas atau energi termal bahan tersebut. Teknik analisa
termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika (penguapan) atau kimia
(dekomposisi) suatu bahan yang ditunjukkan dengan penyerapan panas (endotermik)
dan pengeluaran panas (eksotermik).
Proses termal meliputi antara lain proses perubahan fase (transisi gelas),
pelunakan, pelelehan, oksidasi, dan dekomposisi. Agar suatu polimer layak dianggap
stabil panas atau tahan panas, polimer tersebut harus tidak terurai dibawah suhu 400oC
dan harus mempertahankan sifatnya yang bermanfaat pada suhu dekomposisi,
polimer-polimer demikian harus memiliki suhu transisi gelas atau peleburan kristal yang tinggi.
Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu
senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman
Gambar 5.2. Sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram, dipanaskan pada
laju konstan, berkisar antara 1–20 oC /menit, mempertahan berat awalnya , Wi, sampai
mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi
biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah konstan kedua
teramati pada suhu diatas Tf, yang berhubungan harga berat residu Wf. Berat Wi, Wf,
dan ΔW (%) adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat digunakan pada
perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya, dll.
Gambar 2.5. Skema termogram bagi reaksi dekomposisi satu tahap
B A B 3
METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1. Two roll Mill Shinko
2. Labu takar pyrex
3. Beaker glass pyrex
4. Alat Cetak Tekan
5. Seperangkat Alat Mooney Viscosity ISO 289
6. Alat PSA Delsa™ Nano Sulthon
7. Seperangkat alat Uji Tarik ASTM D-638
8. Seperangkat Alat TGA ASTM E-1131
9. Desikator
10.Neraca Sartorius
11.Ayakan 250 mesh
3. 1. 2. Bahan
1. Karet Alam SIR 10 -
2. ZnO p.a Merck
3. Asam Stearat p.a Merck
4. MBT p.a Merck
5. Sulfur p.a Merck
6. Surfaktan SDS Merck
7. Bentonit -
8. Aquadest -
3.2. Prosedur Penelitian
3.2.1. Preparasi Bentonit
Batuan bentonit digiling dan dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan alu dan
lumpang, dan kemudian di ayak dengan ukuran 250 mesh, selanjutnya dikeringkan
dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam, lalu disimpan dalam desikator untuk
menjaga dari kelembaban.
3.2.2. Pembuatan Bentonit Nanopartikel
Nanobentonit dibuat dengan menimbang sebanyak 40 gram bentonit dan dimasukkan ke
dalam 2 L air demineral. Suspensi bentonit selanjutnya diberi gelombang ultrasonic
selama 15 menit dengan daya 750 Watt pada suhu kamar. Kemudian suspensi dibiarkan
ditempat yang datar serta dijauhkan dari segala getaran. Endapan yang terjadi dalam 15
menit diambil dengan cara menuang suspensi melayang ke wadah yang lain lalu diaduk
10 kali dan dibiarkan selama 3 hari, lalu disaring, dan fraksi melayang kemudian diaduk
10 kali dengan batang pengaduk lalu didiamkan kembali selama 7 hari, kemudian
disaring fraksi melayang yang terbentuk. Dan kemudian fraksi yang terbentuk diuapkan.
Fraksi ini dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam, serbuk yang terbentuk
ini disimpan dalam desikator.
Serbuk bentonit ditumbuk dengan ballmilling dan kemudian diidentifikasi dengan Particle Size
Analyzer.
3.2.3. Mastikasi Karet Alam
1. Karet Alam SIR 10, 100 phr di giling dengan two roll mill ketebalan 1,6-1,8 mm
selama 2, 4, 6, 8, dan 10 menit.
2. Karet alam yang telah di giling diukur viskositasnya dengan alat Mooney Viscosity
3. Setelah diketahui viskositasnya dapat ditentukan waktu mastikasi optimum.
1. Bentonit ditimbang 100 gr, dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 500 ml
H2O,
2. Kemudian diaduk sambil dipanaskan 80oC dengan magnetic stirrer selama 1 jam
3. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan perlahan SDS 0,01 mol yang dilarutkan
dalam 20 ml H2O yang telah dipanaskan, sambil terus diaduk selama 1 jam berikutnya,
4. Campuran tersebut disaring, residu dicuci dengan air panas sampai didapat filtrat yang
jernih,
5. Residu yang telah bersih dikeringkan dalam oven suhu 60oC selama 48 jam,
6. Kemudian dihaluskan,
7. Prosedur yang sama dilakukan untuk jenis surfaktan SDS dengan variasi 0,03mol,
0,05mol, dan 0,07 mol.
3.2.3. Pembuatan Nanokomposit Karet Alam-Bentonit
1. Karet alam termastikasi ditimbang sebanyak 100 phr, digiling dengan two roll mill selama
8 menit,
2. Ditambahkan Asam Stearat 0,5 phr selama 1 menit,
3. Selanjutnya ditambahkan Zinc Oksida 6 phr selama 1 menit,
4. Ditambahkan nanopartikel bentonit 5 phr selama 2 menit,
5. Ditambahkan MBT 0,5 phr dan Sulfur 3,5 phr selama 3 menit. Total waktu pembuatan
komposit adalah 15 menit,
6. Selanjutnya campuran dikompres dengan menggunakan hotpress menggunakan mold
dengan ketebalan 2 mm dan suhu 150oC selama 10 menit dan didinginkan pada suhu kamar,
7. Kemudian diuji dengan uji mekanik meliputi uji tarik dan uji kestabilan thermal (TGA).
3.2.4. Pembuatan Spesimen
Mula-mula dilapisi lempengan besi berukuran 15x15 cm dengan alumunium foil. Hasil
campuran dari internal mixer diletakkan di antara 2 buah lempengan besi. Kemudian
diletakkan ke dalam alat tekan hot kompresor yang diset pada suhu 150oC untuk
mencetak sampel. Dibiarkan sampai 15 menit tanpa tekanan. Setelah itu diberi tekanan
100 kgf/cm2 dan dibiarkan selama 20 menit. Sampel diangkat dan didinginkan, setelah
Gambar 3.1. Spesimen uji berdasarkan ASTM D638
Kedua sisi ujung dari spesimen diberi tarikan, dimana gaya yang diberikan pada
spesimen akan mempengaruhi luas permukaan, sehingga akan mendapatkan hasil
regangan dan tegangan. Kemudian, nilai-nilai yang muncul dicatat untuk menentukan
modulus young dari spesimen.
3.2.5. Uji Kekuatan Tarik
Pengujian kekuatan tarik berdasarkan ASTM D638 dengan beban 100 kgf dan laju 50
mm/menit dengan ketebalan spesimen 2 mm. Mula – mula dihidupkan Torsee’s
Electronic System dan dibiarkan selama 1 jam. Spesimen dijepitkan pada alat uji tarik
yang telah ditentukan regangan, tegangan dan satuaanya dengan menggunakan griff.
Kemudian dihidupkan recorder. Tekan tombol start dan nilai stroke dan load dibuat
dalam kondisi nol. Catat nilai load dan stroke bila sampel sudah putus. Dilakukan
perlakuan yang sama untuk masing-masing sampel. Nilai load dan stroke yang
diperoleh, digunakan untuk menghitung nilai kekuatan tarik dan kemuluran dari
spesimen.
3.2.6. Uji SEM ( Scanning Electron Microscopy )
Pengujian dilakukan pada permukaan patahan sampel. Mula – mula sampel dilapisi
dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan
0,2 torr dengan menggunakan mesin Ion Sputter JFC-1100. Selanjutnya sampel disinari
dengan pancaran elektron bertenaga 1,2 kV pada ruangan khusus sehingga sampel
detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan
timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit. Kemudian coating dengan
tebal lapisan 400 amstrong dimasukkan ke dalam specimen Chamber pada mesin SEM
(JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan. Hasil pemotretan dilakukan setelah memilih
bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh
foto yang baik dan jelas.
3.3. Bagan Penelitian
3.3.1.Preparasi Bentonit
Bentonit (batuan)
Dihaluskan dengan Alu dan Lumpang
Disaring dengan ayakan 250 mesh
Dipanaskan pada suhu 1050C selama 4 jam
Disimpan dalam desikator
3.3.2. Pembuatan Bentonit Nanopartikel
Dimasukkan kedalam ultrasonic bath Ditambahkan dengan 2 L aquadest
Diberi gelombang ultrasonik selama 15 menit dengan daya 750 watt
Diambil endapan dengan cara menuangkan suspensi
Disaring
Endapan Fraksi 1 Fraksi Melayang
Diaduk 10 kali
Diamkan selama 3 hari Disaring
Endapan Fraksi 2
Fraksi melayang
Diaduk sebanyak 10 kali Didiamkan selama 7 hari Disaring
Endapan Fraksi 3
Fraksi melayang
Diuapkan
Dikeringkan pada suhu 105oC
Serbuk bentonit
Bentonit 250 mesh 40 gr
Uji Partikel Size Analyzer Ditumbuk dengan ballmilling
Karet Alam SIR 10, 100 phr
di giling dengan two roll mill ketebalan 1,6-1,8 mm selama 2, 4, 6, 8, dan 10 menit. diukur viskositasnya dengan alat Mooney Viscosity
Karet mastikasi
3.3.3. Pembuatan Organo Bentonit
SDS 0,01; 0,03;
0 ,05; 0,07 mol Nano_Bentonit 10 gr
Larutan SDS
dilarutkan dalam 20 ml air panas 100 oC
Ditambahkan 500 ml H 2O
diaduk dengan magnetic stirrer sambil dipanaskan 80 oC 1 jam
residu
Residu dikeringkan 60oC selama 48 jam
Organobentonit Campuran Nano-bentonit
+ SDS
Filtrat
Diaduk dan dipanaskan
disaring
3.3.5.Pembuatan Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Preparasi Bentonit
Batuan alam yang mengandung unsur bentonit yang telah dihaluskan hingga ukuran 250
mesh selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 4 jam untuk menjaga
dari kelembaban. Sehingga dihasilkan serbuk bentonit kering agar lebih
Karet Alam SIR 10, 100 phr digiling dengan two roll mil selama 8 menit
+ As. Stearat 0,5 phr
di kompres dengan mengunakan hot press dengan mengunakan mold ukuran ketebalan 2 mm pada temperatur 150 oC selama 10 menit
4.2. Hasil Uji Partikel Size Analyzer (PSA)
Untuk membuktikan sudah terbentuknya partikel nano, salah satunya adalah dengan
menganalisa menggunakan alat Particle Size Analyzer.Particle Size Analyzer bertujuan
untuk mengetahui distribusi ukuran suatu partikel. Alat ini menghasilkan data persen
dari distribusi intensitas, volume distribusi dan number distribusi.
Data hasil distribusi ukuran partikel bentonit dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Hasil uji PSA bentonit dengan alat Delsa™ Nano memudahkan dalam proses pembuatan nanobentonit.
Gambar 4.1. batuan tanah liat
Sulthon (Beckman Coulter)
Setelah dianalisa menggunakan Particle Size Analyzer, didapatkan bahwa
bentonit yang digunakan pada proses selanjutnya adalah bentonit dengan waktu 30 jam
dimana pada waktu tersebut bentonit didapat partikel nano berdiameter 185,6 nm dan
standard deviasi 53,6, dimana sebanyak 62,6% – 7,2% sampel berukuran 172 – 189 nm.
Semakin kecil ukuran partikel akan didapatkan luas permukaan yang lebih besar,
diharapkan dengan luas permukaan yang lebih besar, bentonit ini akan terjadi
penyebaran, interkalasi dan eksfoliasi yang lebih baik dibandingkan bila diaplikasikan
dalam ukuran mikro.
4.3. Hasil Mastikasi Karet Alam
Mastikasi karet alam dilakukan secara mekanis atau dengan cara pelunakan, dimana
terjadi degradasi berat molekul. Berat molekul terendah yang diperoleh akan digunakan
pada proses vulkanisasi. Mastikasi dipengaruhi nilai viskositas yang berbanding lurus
dengan berat molekul, dimana semakin rendah nilai viskositas, maka berat molekul yang
diperoleh juga akan semakin kecil. Yang mana pada hasil mastikasi karet alam tersebut
diperlihatkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data viskositas dan berat molekul
No Waktu mastikasi
Lama waktu mastikasi menunjukkan nilai viskositas dan berat molekul yang semakin
berat molekul yang semakin berkurang. Dengan variasi waktu mastikasi 0, 2, 4, 6, 8, dan
10 menit. Dengan semakin rendahnya berat molekul karet alam maka akan semakin
mudah rantai poliisoprena untuk berikatan dengan bahan kompon lain dalam
membentuk komposit. Pengaruh waktu mastikasi terhadap viskositas dan berat molekul
karet alam ditunjukkan pada grafik 4.4. dibawah ini.
Gambar 4.4. Pengaruh waktu mastikasi terhadap viskositas dan berat molekul karet
alam
4.4. Hasil Uji Tarik
Telah dilakukan uji tarik terhadap nanokomposit bentonit/karet dalam penelitian ini, dan
diperoleh hasil rata-rata. Pengujian tarik dilakukan dengan alat Torsces Electronic
System (Universal System Machine). Alat penguji ini terdiri dari bagian pencatat yang
dapat menunjukkan besarnya tegangan tarik yang telah dilakukan dan diteruskan dalam
bentuk grafik. Alat tersebut dikondisikan dengan berat beban yang diberikan = 100 kgf
dan kecepatan 50 mm/menit.
Adapun hasil uji tarik dan kemuluran dapat menentukan nilai modulus young
sebagai sampel yang akan dilakukan uji TGA. Berdasarkan hasil alat uji tarik tersebut
diperoleh data (lihat lampiran 4) dengan menentukan slope yang terbentuk dari grafik
berdasarkan data (*txt).
Tabel 4.3. Tabel hasil uji tarik
Nanobentonit
(gr)
Konsentrasi SDS
(mol)
Kemuluran
(%)
Kekuatan Tarik
(MPa)
Modulus
Elastisitas
(E) (Mpa)
10 0,01 17,533 6,876 0,392
10 0,03 17,814 7,482 0,42
10 0,05 19,411 11.399 0,587
10 0,07 18,781 8,446 0,449
Dari tabel 4.2. diatas, terlihat bahwa kemuluran paling tinggi berada pada nanokomposit
karet alam/organobentonit dengan pemodifikasi SDS berkonsentrasi 0,05 mol dengan
nilai 19,411% dan nilai kekuatan tariknya juga tertinggi, yaitu 11,399 MPa. Hal ini
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji tarik, nanokomposit karet alam dengan
pemodifikasi SDS berkonsentrasi 0,05 mol merupakan
nanokomposit optimum.
Gambar 4.5. Kurva Regangan Tegangan Nanokomposit Karet Organobentonit
4.5. Analisa Uji Kestabilan Thermal (Thermogravimetric Analysis/TGA)
TGA merupakan suatu teknik untuk mengukur perubahan jumlah dan laju dalam berat
dari material sebagai fungsi dari suhu atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol.
Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi
stabilitas thermal pada suhu mencapai 10000C. Teknik ini dapat mengkarakterisasi
material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi,
oksidasi atau dehidrasi.
Gambar 4.6. Kurva analisis TGA nanokomposit karet alam/organobentonit
Tabel 4.4. Hasil Uji TGA
Bahan Berat Molekul akhir (%)
Suhu Degradasi (oC)
Berat Molekul Degradasi (%)
Karet + Non-organobentonit 5,8 296 - 448 90,2
Karet + Organobentonit 0,6 312 – 469 87,44
Hasil pengujian pada sampel nanokomposit karet alam/bentonit menunjukkan kestabilan
panas sampel pada temperatur 49,480C hingga 66,770C. Pada range temperature ini
tidak tampak perubahan berat secara signifikan. Pada pemanasan berikutnya sampel
Setelah pemanasan pada temperatur 312,590C pengurangan berat turun tajam hingga
tersisa 40,8 % dari berat sampel pada temperatur 4000C. Setelah pemanasan diatas 4000C
penurunan berat berlanjut hingga tersisa 0,06% berat pada temperatur akhir pemanasan
4690C.
Pada sampel nanokomposit karet alam organobentonit mennunjukkan sampel tersebut
stabil pada temperatur 47,160C hingga 345,70C. Perubahan baru terjadi setelah
pemansan diatas temperatur 345,70C. Berat akhir dari pemanasan temperature 496,280C
adalah sebesar 0,02% dari total berat.
4.6.Hasil Analisis Mikroskop Pemindai Elktron/ Scanning Electron Miscroscopy (SEM) Nanokomposit Karet Alam/Organobentonit
Hasil analisis SEM dari nanokomposit Karet Alam-Organobentonit dapat dilihat pada
4.7. Nanokomposit Karet Alam/Bentonit SDS (perbesaran 5000 kali) gambar berikut :
Gam
Tampak perbedaan hasil uji SEM pada nanokomposit karet organobentonit dengan
nanokomposit karet bentonit. Pada gambar 4.7 terlihat adanya gumpalan pada
permukaan (aglomerasi) nanopartikel bentonit yang menunjukkan bahwa
organobentonit kurang termodifikasi dengan baik sehingga menyebabkan interaksi
solid-solid nanopartikel bentonit. Meskipun demikian, jika dilihat pada gambar 4.8,
terlihat adanya retakan pada permukaan dimana sedikitnya ikatan hidrogen yang terjadi
pada interaksi karet dengan organobentonit. Walapun terjadi penggumpalan pada
permukaan nanokomposit karet organobentonit, ikatan hidrogen yang dimiliki
nanokomposit karet organobentonit memberikan keunggulan yang lebih baik dari
nanokomposit karet bentonit.
4.7. Mekanisme Modifikasi Permukaan Bentonit dengan Sodium Dodhecyl
Sulfate (SDS)
Surfaktan anionik dapat masuk kedalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan
proton (ion H3O+) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Ikatan hidrogen didalam
reaksi antara nanobentonit dengan surfaktan anionik (SDS) menghasilkan ikatan yang
lebih kuat, sehingga modifikasi nanobentonit menjadi organobentonit sebagai filler pada
menyatakan dalam jurnalnya bahwa bentonit yang dimodifikasi dengan surfaktan
anionik memiliki ketahanan panas dan modulus yang lebih baik.
Adapun mekanisme reaksi yang terjadi antara nanobentonit dengan surfaktan anionik dapat
dilihat skema reaksi pada gambar 4.9.
(a) Bentonit (b) Penyisipan molekul SDS diantara
permukaan partikel bentonit
Gambar 4.9. Mekanisme Permukaan Bentonit oleh Molekul SDS
Dengan penyisipan SDS diantara permukaan partikel bentonit, memberikan
reaksi pertukaran (ion H3O+) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Dan
membentuk ikatan hidrogen yang memberikan sifat yang lebih baik pada bentonit.
Dimana dengan banyaknya ikatan hidrogen yang terbentuk maka, ikatan-ikatan antar
molekul nanokomposit semakin kuat.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
nanokomposit karet-bentonit yang dihasilkan memiliki kualitas lebih baik ketika
ditambahkan surfaktan SDS dengan konsentrasi 0,05 mol, pada modifikasi nanobentonit
menjadi organoclay.
Pengolahan nanokomposit karet-bentonit dapat dilakukan dengan penambahan
surfaktan SDS sebagai pemodifikasi nanobentonit, hasilnya menunjukkan bahwa
eksfoliasi dan interkalasi dari karet dalam organobentonit dapat.. Berdasarkan hasil uji
tarik terhadap nanokomposit, komposisi optimum nanokomposit karetorganobentonit
untuk ketiga daerah terjadi pada perbandingan komposisi karet : SDS : nanobentonit,
100 phr : 0,05 mol : 5 gr.
Dari hasil uji sifat mekanik dan uji termal didapatkan bahwa nanokomposit
karet-bentonit yang dimodifikasi menjadi organobentonik mempunyai sifat mekanik dan
stabilitas termal yang lebih tinggi dibandingkan nanokomposit karet-bentonit tanpa
dimodifikasi.
5.2. Saran
Dalam penelitian selanjutnya, perlu dilakukan juga percobaan dengan melakukan
pengujian terhadap kualitas ketahanan minyak dan gas daripada nanokomposit
karet-bentonit yang telah dimodifikasi dengan surfaktan anionik SDS.
DAFTAR PUSTAKA
- Amman, L., 2003. Cation exchange and adsorption on clays and clay minerals.
Dissertation, Kiels University.
- Charu,S. 2008, Studies on Development of Polypropylene-Clay Nanocomposite for
Automotive, Thesis, School of Physics and Material Science, Thapar University, India,
Applications, 2008.
- Chen, D., Zhu, J.X., Yuan, P., Yang, S.J., Chen, T.H., He, H.P., 2008. Preparation and
characterization of anion-cation surfactants modified montmorillonite. J.
Therm. Anal. Calorim. 94, 841-848.
- Carragher, C.E., Moore, J.A. 1983. Modification of Polymers. London, New York :
Plenum Press.
- Dong, W., Zhang, X., Liu, Y. Gui, H., Wang, Q., Gao, J., Song, Z., Lai, J., Huang, F., Qiao, J.
(2006). Effect of rubber on properties of nylon-6 / unmodified clay / rubber nanocomposites,
European Poly-mer Journal, 42, 2515-2522..
- Frounchi, M., Dadbin, S., Salehpour, Z., Noferesti, M. (2006). Gas barrier properties of PP/EPDM
blend nano-composites. Journal of Membrane
Science, 282, 142-148.
- Genaro, R.A., (1990). Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18thed, Mack Printing
Company, Easton, Pennsylvania, USA, 267.
- Giannelis, E.P., 1998. Polymer-layered silicate nanocomposites: synthesis, properties and
applications. Appl Organomet Chem, 12:675-80
- Jatmika, A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, 6 (1) : 31 - 37
- Jean Salanger, Louis Salanger. 2002. Surfactants Types and Uses. Merida: Teaching
Aid in Surfactant Science and Engineering Universidad De Los Andes.
- Mason TJ, Lorimer JP. 2002. Applied Sonochemistry : The Uses of Power Ultrasound in Chemistry
and Processing. Verlag: Whiley-VCH.
- Mothe, M.G., Leite, L.F.M., Mothe, C.G. 2008. Thermal Characterization of Asphalt Mixtures By
TG/DTG, DTA and FTIR. hal. 109. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry.
- Morton, M., 1987. Rubber Technology. Third Edition. New York : Van Nostrand
Reinhold.
- Nakaso, C. 2008. Effect of Vulcanization System on Properties and Recyclability of Dynamically
Cured Epoxidized Natural Rubber/Polypropylene Blends.
Polymer Testing (27).
- Pocut Nurul Alam, Teuku Rihayat, 2007. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan
Vol. 6, No. 1, hal. 1-6.
- Pertemuan Ilmiah IPTEK Bahan; Serpong, 7 Sep 2004. Serpong: P3IB Batan. Hlm
419-424.
- Pirrung MC. 2007. The Synthetic Organic Chemist’s Companion. New Jersey:John
Wiley & Sons Inc.
- Riyanto, A., 1994, Bahan Galian Industri,Direktorat Jendral Pertambangan.
Poligliserol Asetat. Tesis Program Pascasarjana USU. Medan
- Sulisck KS, Price GJ. 1999. Applications of ultrasound to materials chemistry. Annu Rev Mater Sci.
29:295-326.
- Syuhada, Rachmat W., Jayatin, dan Saeful R.,, Modifikasi Bentonit (Clay) menjadi Organoclay
dengan Penambahan Surfaktan, Jurnal Nanosains &
Nanoteknologi, 2009, 48-51.
- Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan Kedua. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
- Tarachiwin, L., Sakdapipanich, J., Ute, K., Kitayama, T., Tanaka, Y. (2005) Structural
characterization of -terminal group of natural rubber 2: Decompotition of branch-points by
phospholipase and chemical treatments, Biomacromolecules, 6, 1858-1863.
- Tipler PA. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik. Prasetyo L & Adi RW, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics for Scientistsand Engineers.
- Tim Penulis Penebar Swadaya. 1992. Karet : Strategi Pemasaran Tahun 2000 Budidaya dan
Pengolahannya. Jakarta : Penebar Swadaya.
- Treolar, L.R.G. 1958. The Physics of Rubber Elasticity. London : Oxford University
Press.
- Wardiyati S. 2004. Pemanfaatan ultrasonik dalam bidang kimia. Di dalam: Penguasaan IPTEK
Bahan untuk Meningkatkan Kualitas Produk Nasional.
Prosiding
- West, A.R., (1984), SOLID STATE CHEMISTRY AND ITS APPLICATIONS,
Jhon Wiley and Sons, Singapore, h. 105-116.
- Wirjosentono, B., A.N, Sitompul., Sumarno., T.A, Siregar., S.B, Lubis., 1995.
Analisis dan Karakterisasi Polimer. USU – Press: Medan.
- www.sigma-aldrich.com, safety data sheet. according to regulation (EC) No.
1907/2006, Version 5.1 Revision Date 09.10.2012, Print Date 03.06.2013
- Yunasfi, Mashadi dan SaefulYusuf, (2012). Properti Listrik Dan Magnetik Lapisan Tipis
Nanokomposit Fe-C/Si(100). Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir
(PTBIN) – BATAN : Tangerang Selatan
- Yunfei Xi, Ray L Frost, Hongping He, Theo Kloprogge & Thor Bostrom. (2005). Modification of
Wyoming Montmorillonite Surfaces Using a Cationic
Surfactant. American Chemical Society Langmuir 2005, 21, 8675-8680