• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan Remaja Putri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan Remaja Putri"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

LAMPIRAN 2

(11)

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PP 80 100,0% 0 0,0% 80 100,0%

KE 80 100,0% 0 0,0% 80 100,0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PP ,097 80 ,061 ,975 80 ,111

(12)
(13)
(14)

2. Uji Linearitas

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

PP * KE 80 100,0% 0 0,0% 80 100,0%

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups

(Combin

ed) 1216,279 26 46,780 4,251 ,000

Linearity 773,478 1 773,478 70,291 ,000 Deviation

from Linearity

442,802 25 17,712 1,610 ,073

Within Groups 583,208 53 11,004

(15)

LAMPIRAN 3

(16)

HASIL UJI REGRESI

(17)

LAMPIRAN 4

(18)
(19)
(20)
(21)
(22)

69 3 2 4 2 4 4 5 4 4 4 2 3 4 2 4 4 4 4 4 67 70 2 2 4 2 4 4 2 4 3 4 2 2 4 4 4 2 4 4 4 61 71 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 69

72 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2 4 4 3 4 4 4 4 3 4 58 73 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 4 66 74 3 3 4 2 4 4 2 3 4 4 3 4 2 4 2 4 4 4 4 64 75 4 4 4 4 4 1 2 4 2 2 1 1 4 4 4 4 4 4 4 61

76 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 4 4 70 77 4 3 4 2 4 4 2 4 2 1 1 1 3 1 1 1 2 4 4 48 78 4 2 3 2 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 4 4 65

(23)

LAMPIRAN 5

(24)

No:

SKALA PENELITIAN

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(25)

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya membutuhkan sejumlah data

yang hanya akan saya peroleh dengan adanya kerjasama dengan anda dalam

mengisi alat ukur ini.

Saya mohon kesediaan anda meluangkan waktu sejenak untuk mengisi alat

ukur ini. Alat ukur ini terdiri dari beberapa aitem. Saya sangat mengharapkan

anda memberikan jawaban yang terbuka dan apa adanya.

Dalam pengisian skala ini tidak ada jawaban yang salah karena setiap

orang memiliki jawaban yang berbeda, karena itu pilihlah jawaban yang paling

sesuai dengan diri Anda. Anda diharapkan dapat memberikan jawaban yang jujur

dan tanpa mendiskusikannya dengan orang lain. Semua jawaban akan dijaga

kerahasiaannya dan hanyadigunakan untuk keperluan penelitian ini saja. Cara

memberikan pernyataan- pernyataan tersebut akan dijelaskan dalam petunjuk

pengisian. Jika telah selesai, periksa kembali jawaban anda, jangan sampai ada

pernyataan yang terlewati dan belum diisi.

Kesediaan Anda dalam mengisi kuisioner ini merupakan bantuan yang

amat besar artinya bagi keberhasilan penelitian ini. Untuk itu saya ucapkan

terimakasih.

HormatSaya,

(26)

IDENTITAS DIRI

Silahkan isi identitas diri Anda terlebih dahulu:

Nama/ Inisial : __________________

Usia : ____ tahun

Usia Pernikahan : ____ tahun

Alasan menikah : __________________

PETUNJUK PENGISIAN

Dibawah ini terdapat 38 pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan tersebut. Jawablah semua pernyataan dalam skala ini, karena kelengkapan pengisian skala merupakan syarat mutlak agar data dapat dianalisis. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu:

STS : JikapernyataanSANGAT TIDAK SESUAI dengan diri Anda.

TS : JikapernyataanTIDAK SESUAI dengan diri Anda.

N :jikapernyataanNETRAL dengan diri Anda.

S :jikapernyataanSESUAI dengan diri Anda.

SS : JikapernyataanSANGAT SESUAI dengan diri Anda

Contoh:

NO Pernyataan STS TS N S SS

1. Saya dapat mengerjakan kuisioner ini dengan baik.

X

Bila Anda ingin mengganti jawaban yang telah diberikan sebelumnya, coret tanda silang (X) sebelumnya dengan dua garis (=), dan berikan tanda silang (X) pada pilihan yang menurut Anda sesuai.

Contoh Koreksi Jawaban:

NO Pernyataan STS TS N S SS

(27)

2. Setelah menikah suami saya melarang saya untuk melakukan hobi saya

3. Saya merasa tertekan dengan sikap suami yang selalu menyelesaikan masalah dengan emosional

4. Suami saya tidak pernah meluangkan waktu dengan saya dan anak-anak karena kesibukannya

5. Sulit bagi saya bergaul dengan teman-teman suami saya.

6. Saya dan suami menghabiskan waktu luang kami untuk melakukan hobi kami yang sama.

7. Saya merasa tidak perlu membantu suami dalam hal keuangan

8. Menurut saya mertua saya terlalu ikut campur

9. Suami saya terlalu menuruti semua saran keluarganya

10. Suami mendukung saya mencari pekerjaan untuk membantu keuangan keluarga

11. Suami selalu inginmelakukan hubungan setiap hari

12. Supaya kebutuhan keluarga terpenuhi, saya berusaha tidak boros

13. Dalam soal keuangan kami selalu berbagi dan tidak pernah mempermasalahkan uang siapa

14. Mertua saya sudah saya anggap orang tua saya sendiri ,begitu juga sebaliknya.

15.

Sangat sulit bagi saya menyesuaikan masalah keuangan saya setelah menikah, karena saya terbiasa membelanjakan uang sesuka hati saya.

16. Saya tidak suka bila suami saya menggunakan alat kontrasepsi.

17.

(28)

18. Saya tidak masalah jika adik/kakak suami saya tinggal bersama kami

19. Saya marah jika suami saya selalu mengurusi keluarganya.

20. Saya dan suami selalu membantu keluarga yang kurang mampu

21. Saya selalu bertengkar dengan suami saya berkaitan mengurus orang tuanya

22. Saya tidak merasa keberatan bila mertua kami tinggal bersama kami

23. Saya tidak mau mengurus mertua saya yang sudah lansia

24.

(29)

2. Saya tidak menyiapkan makanan untuk suami saya jika saya tahu suami saya telat pulang hari sebelumnya 3. Saya memarahi anak saya dirumah ketika saya tahu anak

saya nakal di sekolah

4. Saya mengeluarkan kata-kata kasar kepada anak saya, jika ia melakukan perilaku yang tidak saya kehendaki 5. Saya sering memukul anak saya didepan

teman-temannya

6. Saya selalu pergi dari rumah jika bertengkar dengan suami saya

7. Saya suka marah-marah sendiri jika sedang kesal

8. Saya konsisten dengan keputusan yang sudah saya ambil

9. saya akan memukul anak saya jika emosi saya sedang naik

10. Saya bukan orang yang mudah marah 11. Saya ingin dimengerti

12. Mood saya suka berubah-ubah

13.

Saya mampu mengetahui penyebab kemarahan saya

14. Dalam bertindak saya selalu memikirkan konsekuensinya

15. Bila menghadapi masalah saya berusaha memikirkan cara penyelesaiannya

16. Saat bertindak saya tidak pernah memikirkan untung rugi dari tindakan saya

17. Saya berdiskusi dengan ssuami jika ingin memutuskan sesuatu

(30)
(31)

LAMPIRAN 6

(32)
(33)

DAFTAR PUSTAKA

Adhim, Mohammad Fauzil, 2002. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani

Al-Gifari, A. 2002. Pernikahan Dini Dilema Generasi Ekstravaganza. Bandung : Mujahid Press.

Azwar, Saifuddin. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Benokraitis, N.N. 1996 Marriages and families: Change, choices and constraints 2nd ed. Prentice Hall New Jersey.

BKKBN, 2011. Pernikahan Usia Dini.www.bkkbn.go.id/hasil%20pernikahan %20usia.dini, diakses tanggal 20 april 2015).

Blood, B. & Blood, M. (1978). Marriage: Third Edition, New York: Free Press.

Chariroh. 2004. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Perkawinan dan Perceraian Suami Isteri Usia Muda di Pasuruan. Skripsi Malang: Fakultas Universitas Muhammadiyah Malang

Chaplin, C.P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali PressGrafindoPersada.

Chaube, S.P. (2002). Psychology of Adolescents in India. New Delhi. Concept Publising Company.

Choe, Kim Minja, Shyam Thapa and Sulistinah Achmad. 2001. Early Marriage and Childbearing In Indonesia and Nepal. East West Center : No 108-15, November 2001

Covey, S. (2001). Character first: An interview with Stephen R. Covey. Executive Excellence Magazine. [On-line]. Available FTP:

http://www.franklincovey.com/ez/library/char.html.

Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT . Gramedia Widiasarana Indonesia.

DeGenova, M.K. (2008). Intimate Relationships, Marriages & Families (Seventh Edition). New York: McGraw-Hill.

(34)

82

Dyer, E.D. (1983). Courtship, Marriage, and Family: American Style. Illinois: The Dorsey Press.

Effendy, N. (1998). Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.

Field, Andy. (2009). Discovering Statistic Using SPSS, thrid edition. SAGE Publication.

Goleman, D. 2001. Emotional Intelligence. Kecerdasan Emosi Mengapa EI Lebih Penting dari pada IQ. Terjemahan Hermaya, T. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Gunarsa, Singgih.(2008).Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta:Penerbit BPK Gunung Mulia

Hadi, S. (2000). Metodologi Research, jilid 1. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Hapsariyanti D, Taganing NM. 2009. Kecerdasan emosional dan penyesuaian diri dalam perkawinan. Jurnal Psikologi. 2 : 134-142.

Hashmi, Khurshid, & Hassan. (2007, 29 Mei). Marital Adjustment, stress and depression among working and non-working married women. Internet journalofmedical[online],2(1).AvailableFTP:http://www.geocities.com/a g nihotrimed/

Hurlock, Elizabeth, B., E.B. (2000). Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan Sepanjang rentang Kehidupan (edisi ke-5). Jakarta: Penerbit Erlangga.

_______ (2004). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Alih Bahasa: Istiwidayanti, Soedjarwo, Sijabat R.M. Jakarta: Erlangga.

Jannah, N. 2012. Buku Asuhan Kebidanan Kehamilan. Yogyakarta: Andi

Khairani, R., & Putri, D. E. (2008). Kematangan Emosi Pada Pria dan Wanita Yang Menikah Muda.

Kurniawan, L. 1995. Pengaruh Kematangan Emosi dan Dukungan Suami terhadap Kepekaan Pengasuhan Ibu. Skripsi. (Tidak Diterbitkan ). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

(35)

Laswell, E dan Laswell, F. (1987). Marriage and The Family. 2nd ed. California: Wadsworth Publishing.

Lazarus, Richard. (1991). Emotion and Adaptation. New York: Oxford University Press

McIntyre, Peter. 2006. Married Adolescents : No Place of Safety. Switzerland : WHO

Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nevid, Jeffrey S., Spencer. A. Rathus, dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal. Terjemahan Tim Psikologi Universitas Indonesia. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nurhajati L., Wardyaningrum D., (2013). Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan. Jakarta : Universitas Al Azhar Indonesia.

Olson, D. H. & DeFrain, J. (2006). Marriage & Families : Intimacy, Diversity and Strengths (5th ed). New York : Mc Graw-Hill, Inc.

Papalia, D. E, Olds, S. W., Feldman R. D. (2003). Human Development (9th ed.). New York: Mc Graw Hill Inc.

Poerwati, E. (1994). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Regan,P.(2003).The Mating Game:A Primer on Love,Sex, and Marriage, USA:Sage Publication.

Santrock,J.W. (2003). Adolescence perkembangan remaja (6th ed.). Jakarta: Erlangga.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2007). Psikologi remaja. Cetakan keenam. Jakarta:Pt. Raja grafindo persada.

(36)

84

Sugiyono. (2012). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

UNICEF. 2005. Early Marriage, A Harmful Traditional Practise; A Statistical Exploration, The United Nations Children’s Fund (UNICEF)

Walgito, B. (1984). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

World Health Organization (WHO). 2013. Child Marriages 39000 Everyday.

Diambil dari

http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/child_marriage_201 30307/en/ (24 Juni 2015).

Young, S. 2007 Kematangan emosi.

http://careercenter.fapsi.umm.ac.id/career%20center _files/Pages1397.htm diunduh tanggal 30 juni 2015.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah salah satu komponen penting dalam penelitian

yang berguna untuk membatasi penelitian dengan batasan-batasan yang sangat

cermat untuk menjaga agar pengetahuan yang diperoleh dari penelitian dapat

memiliki keilmiahan yang tinggi (Hadi, 2000).Penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif yang bersifat korelasional,dimaksudkan untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan.

A.Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat

pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif maupun kualitatif

(Azwar, 2013).Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini, adalah:

Variabel bebas : Kematangan Emosi

Variabel tergantung : Penyesuaian Pernikahan

B. Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian bertujuan agar pengukuran

variabel-variabelpenelitian lebih terarah sesuai dengan tujuan dan metode pengukuran yang

dipersiapkan. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai

(38)

45

a. Kematangan Emosi

Kematangan emosi merupakan kemampuan mengontrol diri yang

baik, kemampuan mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai

dengan keadaan yang dihadapinya, mampu beradaptasi, mampu menerima

berbagai karakter orang dan situasi dan mampu memberikan reaksi yang

tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi, serta mampu mengambil

keputusan yang didasarkan pada pertimbangan sehingga tidak mudah

berubah-ubah.

Kematangan emosi diukur dengan skala kematangan emosi yang

dikembangkan berdasarkan karakteristik kematangan emosi, yaitu kontrol

emosi, seperti mampu mengontrol emosi saat emosi memuncak, pemahaman

diri seperti mencari cara mengatasi emosi dengan mengetahui penyebab

emosi , dan penggunaan fungsi kritis mental seperti membuat keputusan

dengan mempertimbangkan dampaknya.

b. Penyesuaian Pernikahan

Penyesuaian Pernikahan merupakan proses adaptasi yang dilakukan

suami dan istri agar dapat mencegah konflik seperti pertengkaran,

perselisihan, perbedaan yang ada diantara mereka dan dapat menyelesaikan

konflik tersebut dengan baik. Penyesuaian pernikahan diukur dengan skala

penyesuaian pernikahan berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian pernikahan

yaitu, penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian

(39)

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang ingin untuk diteliti. Populasi

merupakan kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian

(Azwar, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh remaja putri yang

menikah muda di kecamatan Medan-Belawan. Karakteristik populasi dalam

penelitian ini yaitu:

a. Remaja Putri berusia 16-19 tahun

b. Sudah menikah

c. Berdomisili di Belawan

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2012). Sampel merupakan bagian dari populasi yang dikenai

penelitian.Dalam penelitian ini sampelnya adalah remaja putri yang menikah

muda di Kec.Medan-Belawan.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling merupakan teknik yang digunakan untuk memilih sampel

dari populasi. Teknik sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil

sampel dengan menggunakan prosedur tertentu dalam jumlah yang sesuai dengan

memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang

dapat benar-benar mewakili populasi (Poerwati, 1994). Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah incidental sampling yaitu, teknik penentuan

(40)

47

dengan penelitidapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang

kebetulan tersebut cocok untuk dijadikan sampel atau sebagai sumber data.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian bertujuan untuk

mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 2013). Pada penelitian

ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode skala. Skala adalah

daftar pernyataan yang harus dijawab oleh subjek yang disusun berdasarkan

aspek-aspek dari atribut yang akan diukur. Penelitian ini menggunakan dua (2)

buah skala yaitu Skala Kematangan Emosi dan Skala Penyesuaian Pernikahan.

Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala likert dengan lima

alternatif jawaban, yaitu: STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), Netral

(N), S (Setuju), SS (Sangat Setuju). Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis

pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable. Pernyataan favourable merupakan

pernyataan yang sesuai atau mendukung atribut yang diukur, sedangkan

pernyataan unfavourable merupakan pernyataan yang tidak sesuai atau tidak

mendukung atribut yang diukur (Azwar, 2013).

Tabel 2. Skor Alternatif Jawaban Skala

Favorable Unfavorable

Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor

Sangat setuju 5 Sangat setuju 1

Setuju 4 Setuju 2

Netral 3 Netral 3

Tidak setuju 2 Tidak setuju 4

(41)

1. Skala Kematangan Emosi

Skala Kematangan Emosi yang dibuat berdasarkan 3 karakteristik yang

dikemukakan oleh Hurlock(2004) yaitu: kontrol emosi, pemahaman diri, dan

penggunaan fungsi kritis mental.

Tabel 3.Blue Print Skala Kematangan Emosi sebelum Try Out

Setiap elemen di atas akan diuraikan ke dalam butir pernyataan yang

mengungkap tingkat kematangan emosi. Skala ini disajikan dalam bentuk

pernyataan favorable dan unfavorable. Setiap item pada skala terdiri dari

pernyataan dengan lima alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Bobot penilaian

untuk pernyataan favorable yaitu: Sangat Setuju = 5, Setuju = 4, Netral = 3, Tidak

(42)

49

Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan

unfavorable yaitu: Sangat Setuju = 1, Setuju = 2, Netral = 3, Tidak Setuju = 4,

Sangat Tidak Setuju = 5. Skor tinggi pada skala ini akan menunjukkan tingginya

kematangan emosi individu dan skor rendah pada skala ini akan

menunjukkanrendahnya kematangan emosi individu.

2. Skala Penyesuaian Pernikahan

Penyesuaian perkawinan diukur dengan skala yang dirancang sendiri oleh

peneliti berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian pernikahan yang dikemukakan

Hurlock (2000) yaitu; penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian keuangan,

penyesuaian seksual, penyesuaian dengan keluarga.

Tabel 4.Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan sebelum Try Out

(43)

Lanjutan Tabel 4 . Blue Print Penyesuaian Pernikahan sebelum Try out

mengungkap tingkat penyesuaian pernikahan. Skala ini disajikan dalam bentuk

pernyataan favorable dan unfavorable. Setiap item pada skala terdiri dari

pernyataan dengan lima alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Bobot penilaian

untuk pernyataan favorable yaitu: Sangat Setuju = 5, Setuju = 4, Netral = 3, Tidak

Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan

unfavorable yaitu: Sangat Setuju = 1, Setuju = 2, Netral = 3, Tidak Setuju = 4,

Sangat Tidak Setuju = 5. Skor tinggi pada skala ini akan menunjukkan tingginya

penyesuaian pernikahan individu dan skor rendah pada skala ini akan

(44)

51

E. Uji Coba Alat Ukur

1. Validitas Alat Ukur

Uji validitas menurut Azwar (2013) diperlukan untuk mengetahui apakah

sebuah alat ukur mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan

ukurnya. Atau dengan kata lain alat ukur tersebut memang mengukur apa yang

ingin diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalahValiditas isi

merupakan suatu estimasi untuk melihat sejauh mana aitem-aitem test mewakili

dimensi-dimensi dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dan

sejauh mana aitem-aitem test mencerminkan indikator keperilakuan yang hendak

diukur (Azwar, 2013).

Validitas isi diusahakan setinggi-tingginya melalui pengujian aitem dengan

analisis rasional atau melalui professional judgement (Azwar, 2013). Professional

judgement dilakukan dengan cara berkonsultasi dengan pihak lain yang lebih mengerti tentang pembuatan alat ukur dan variabel yang akan diukur.Pada

penelitian ini dicapai melalui proses telaah aitem-aitem skala yang dilakukan oleh

dosen pembimbing yang merupakan seorang dosen ahli dalam bidang Psikologi

Perkembangan.

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil yang diperoleh dari suatu

pengukuran dapat dipercaya. Menurut Azwar (2013), reliabilitas dicapai apabila

dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh

hasil yang relatif sama. Untuk menguji reliabilitas dari aitem-aitem yang ada

(45)

dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang

dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka

1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin

rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitas.

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitemdilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana

aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang

memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya beda aitem

merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan

fungsi skala. Dasar kerjanya adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal

yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2013).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien

korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang

relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien.Besarnya

koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai

positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien

korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2012). Batasan nilai indeks

daya beda item dalam penelitian ini adalah 0,275, sehingga setiap item yang

(46)

53

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu

dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari

masing-masing item. Alat ukur diuji cobakan pada 90 remaja yang menikah muda dan

kemudian dikumpulkan kembali untuk diolah datanya. Pada uji coba alat ukur,

jumlahitem yang digunakan adalah sebanyak 30 item untuk skala kematangan

emosi dan 56 item untuk skala penyesuaian pernikahan.

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas dan uji daya beda item terhadap

data uji coba yang telah diperoleh dengan menggunakan program SPSS version

17 for windows. Maka diperoleh koefisien alpha untuk masing-masing skala,

yaitu: skala kematangan emosi sebesar 0,862 dan skala penyesuaian pernikahan

sebesar 0,915.

Berdasarkan uji daya beda item, diperoleh 11 item dari skala kematangan

emosi dan 32 item dari skalapenyesuaian pernikahan gugur atau tidak dapat

digunakan lagi karena memiliki nilai korelasi item total atau indeks beda item

kurang dari 0,275 untuk skala kematangan emosi dan 0,30 untuk skala

penyesuaian pernikahan. Selanjutnya, jumlah item yang digunakan untuk

pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 19 untuk skala kematangan

emosi dan 24 untuk skala penyesuaian pernikahan. Item-item tersebut selanjutnya

akan disusun kembali untuk digunakan dalam penelitian. Berikut blue-print dari

(47)

Tabel 5.Blue Print Skala Kematangan Emosi Setelah Uji Coba

Selanjutnya dilakukan penomoran baru bagi item-item yang diikutsertakan

dalam skala untuk penelitian. Distribusi item-item skala kematangan emosi yang

digunakan dalam penelitian disajikan pada tabel 6 berikut:

Tabel 6.Blue Print Skala Kematangan Emosi

No .

Aspek Indikator Favorabel Unfavorabl e

(48)

55

Untuk blue-print dimensi skala penyesuaian pernikahan disajikan sebagai pada

tabel 7 berikut:

Tabel 7.Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan setelah Uji Coba Lanjutan Tabel 6. Blue Print Skala Kematangan Emosi

2 Pemahaman

(49)

Selanjutnya dilakukan penomoran baru bagi item-item yang diikutsertakan

dalam skala untuk penelitian. Distribusi item-item skala penyesuaian pernikahan

yang digunakan dalam penelitian disajikan pada tabel 8 berikut :

Tabel. 8.Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan

Lanjutan Tabel 7. Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan setelah Uji Coba

4. Penyesuaian

(50)

57

Lanjutan Tabel 8. Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan

(51)

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan

penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data.

1. Persiapan Penelitian

a. Menentukan Sampel

Dalam penelitian ini yang merupakan sampel penelitian ialah remaja

putri yang menikah muda dibawah 19 tahun yang tinggal di

Kec.Medan-Belawan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 orang.

Metode pengambilan sampel menggunakan incidental sampling.

b. Menyiapkan alat ukur dan menguji coba

Alat ukur dibuat oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang telah

dijelaskan sebelumnya. Ada dua buah skala yang dibuat, yaitu skala

kematangan emosi dan skala penyesuaian pernikahan. Masing-masing skala

terdiri dari 30 item untuk skala kematangan emosi dan 56 item untuk skala

penyesuaian pernikahan.

Uji coba skala penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015 dengan

membagikan skala kepada 90 remaja wanita berusia dibawah 19 tahun yang

menikah muda di Kecamatan Medan-Belawan. Setelah itu, peneliti

mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh subjek dan melakukan

analisa untuk melihat daya diskriminasi aitem dan reliabilitas alat ukur. Setelah

dilakukan uji statistik terhadap item-item yang diperoleh pada uji coba

penelitian, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi

(52)

59

diskriminasi item di atas 0,275 untuk skala kematangan emosi dan 0,30 untuk

skala penyesuaian pernikahan dan kalimat-kalimat yang diperbaiki .

Skala hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

dengan jumlah item pada skala kematangan emosi sebanyak 19 item dan skala

penyesuaian pernikahan sebanyak 24 item.

2. Pelaksanaan Penelitian

Setelah alat ukur diuji cobakan dan direvisi, peneliti kemudian melakukan

pengambilan data kepada remaja putri yang menikah muda di Kecamatan

Medan-Belawan 15 Desember 2015. Skala penelitian diberikan kepada subjek penelitian

yang sudah ditentukan kemudian dianalisis oleh peneliti sebagai data penelitian.

3. Pengolahan Data Penelitian

Setelah data semua subjek terkumpul, maka data yang terkumpul akan

dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17 for windows.

G. Metode analisis data

Data-data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik

regresi linier sederhana. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih

dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua

variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS version

(53)

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel.

Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak

dianalisis itu mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan

kuantitas di satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau

penurunan kuantitas di variabel lainnya. Uji linearitas dalam penelitian ini

menggunakan uji F dengan bantuan program SPSS version 17.0 for

(54)

61

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan analisis dan interpretasi hasil sesuai dengan data

yang diperoleh. Pembahasan pada bab ini akan diawali dengan memberikan

gambaran umum subjek penelitian, hasil utama dan hasil tambahan yang turut

memperkaya hasil penelitian.

A.ANALISIS DATA

1. Gambaran Subjek Penelitian

Total jumlah subjek penelitian sebanyak 80 orang remaja putri yang

menikah muda di Kec.Medan-Belawan, peneliti memilih kecamatan medan

belawan karena menurut data yang diperoleh bahwa kecamatan tersebut

merupakan kecamatan yang banyak melakukan pernikahan usia muda. Mayoritas

mata pencaharian masyarakat kecamatan belawan adalah buruh dan nelayan

sehingga tidak sedikit anak-anak yang putus sekolah dan memilih untuk menikah

terkhusus untuk perempuan agar mengurangi beban orang tua. Sehingga diperoleh

gambaran subjek penelitian menurut usia subjek,dan usia pernikahan, pendidikan

subjek penelitian. Dengan karakteristik sampel masih dibawah 19 tahun dan sudah

menikah.

a. Usia Subjek Penelitian

Berdasarkan usia subjek penelitian diperoleh gambaran sebagai

(55)

Tabel. 9.Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia

Usia Jumlah (N) Persentase (%)

16 tahun 6 orang 7,5 %

17 tahun 18 orang 22,5 %

18 tahun 42 orang 52,5 %

19 tahun 14 orang 17,5 %

Total 80 orang 100 %

Berdasarkan tabel 9 diperoleh gambaran bahwa subjek penelitian

terbanyak adalah berusia 18 tahun yaitu berjumlah 42 orang (52,5 %),

selanjutnya usia 17 tahun sebanyak 18 orang (22,5 %), usia 19 tahun

sebanyak 14 orang (17,5%) dan usia 16 tahun sebanyak 6 orang (7,5 %).

b. Usia Pernikahan Subjek Penelitian

Berdasarkan usia pernikahan subjek penelitian diperoleh gambaran

sebagai berikut :

Tabel. 10.Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia pernikahan

Usia Pernikahan Jumlah (N) Persentase (%)

< 1 tahun 8 orang 10 %

1-3 tahun 63 orang 78,75 %

3-6 tahun 9 orang 11,25%

Jumlah 80 orang 100 %

Berdasarkan tabel 10 diperoleh gambaran subjek penelitian terbanyak

adalah usia pernikahan 1-3 tahun sebanyak 63 orang (78,75%), 3-6 tahun

sebanyak 9 orang (11,25%), dan dibawah 1 tahun sebanyak 8 orang (10%).

Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran kematangan emosi

(56)

63

2. Gambaran Kematangan Emosi Pada Sampel

Gambaran penyesuaian pernikahan pada 80 sampel penelitian dapat dilihat

melalui pengkategorisasian tingkat kematangan emosi. Tingkat kematangan emosi

dibagi kedalam beberapa kategori, yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi.

Penggolongan sampel ke dalam 3 kategori (rendah-sedang-tinggi) dapat

ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 11. Kategorisasi Tingkat Kematangan Emosi

Kategori Rentang Nilai

Rendah

( Sedang

(

Tinggi

(X

Berikut adalah perbandingan antara perolehan data hipotetik dengan data

empirik skor Penyesuaian Pernikahan pada penelitian ini, sebagai berikut :

Tabel 12. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Empirik Pada Kematangan Emosi

Berdasarkan tabel 12, diketahui bahwa nilai mean empirik sampel adalah

sebesar 64.20. Nilai ini lebih besar daripada nilai mean hipotetik (64.20>56.5),

sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum, tingkat penyesuaian pernikahan

sampel pada pengukuran ini lebih tinggi (7.7 poin) dari tingkat kematangan emosi

pada populasi.

Data Hipotetik Data Empirik

Mean Minimum Maksimum SD Mean Minimum Maksimum SD

(57)

Berikut adalah gambaran kematangan emosi pada sampel penelitian

berdasarkan :

a. Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi Berdasarkan Usia

Tabel 13. Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi Berdasarkan Usia Sampel

Berdasarkan tabel 13, tingkat kategorisasi kematangan emosi berdasarkan

usia sebanyak 5 % (4 orang) berada di kategori tingkat kematangan emosi yang

rendah, sebanyak 31.25 % (25 orang) berada di kategori yang sedang, dan

selebihnya sebanyak 63.75 % (51 orang) berada di kategori tingkat kematangan

emosi yang tinggi.

b. Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi Berdasarkan Usia Pernikahan

Tabel 14. Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi Berdasarkan Usia Pernikahan Sampel

Rentang Nilai Kategori Usia Jumlah Persentase

Rendah 17 tahun

Rentang Nilai Kategori Usia

(58)

65

Berdasarkan tabel 14, tingkat kategorisasi kematangan emosi

berdasarkan usia pernikahan sebanyak 3 orang (<1 tahun ) berada di kategori

tingkat penyesuaian pernikahan yang rendah,1 orang (<1 tahun ) berada di

kategori tingkat penyesuaian pernikahan yang rendah, 1 orang (<1 tahun ) berada

di kategori yang sedang , 20 orang (1-3 tahun) berada di kategori sedang, 4 orang

(3-6 tahun) berada di kategori sedang, dan 6 orang (1-3 tahun) berada di kategori

yang tinggi, 40 orang (1-3 tahun) berada dikategori yang tinggi, dan 5 orang (3-6

tahun) berada dikategorisasi yang tinggi.

3. Gambaran Penyesuaian Pernikahan Pada Sampel

Gambaran penyesuaian pernikahan pada 80 sampel penelitian dapat dilihat

melalui pengkategorisasian tingkat penyesuaian pernikahan. Tingkat penyesuaian

pernikahan dibagi kedalam beberapa kategori, yaitu kategori rendah, sedang dan

tinggi. Penggolongan sampel ke dalam 3 kategori (rendah-sedang-tinggi) dapat

ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 15. Kategorisasi Tingkat Penyesuaian Pernikahan

Kategori Rentang Nilai

Rendah

( Sedang

(

(59)

Lanjutan Tabel 15. Kategorisasi Tingkat Penyesuaian Pernikahan Tinggi

(X

Berikut adalah perbandingan antara perolehan data hipotetik dengan data

empirik skor Penyesuaian Pernikahan pada penelitian ini, sebagai berikut :

Tabel 16. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Empirik Pada Penyesuaian Pernikahan

Data Hipotetik Data Empirik

Mean Minimum Maksimum SD Mean Minimum Maksimum SD

72 24 120 16 71.26 61 81 4.773

Berdasarkan tabel 16, diketahui bahwa nilai mean empirik sampel adalah

sebesar 71.26. Nilai ini lebih kecil daripada nilai mean hipotetik (71.26<72),

sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum, tingkat penyesuaian pernikahan

sampel pada pengukuran ini lebih rendah (0.74 poin) dari tingkat penyesuaian

pernikahan pada populasi.

Berikut adalah gambaran penyesuaian pernikahan pada sampel

berdasarkan :

a. Tingkat kategorisasi penyesuaian Pernikahan Berdasarkan Usia.

Tabel 17. Tingkat Kategorisasi Penyesuaian Pernikahan Berdasarkan Usia

Rentang Nilai Kategori Usia Jumlah Persentase

(60)

67

Berdasarkan tabel 17, tingkat kategorisasi penyesuaian pernikahan

berdasarkan usia sebanyak 2.5 % (2 orang) berada di kategori tingkat penyesuaian

pernikahan yang rendah. Sebanyak 96.25 % (77 orang) berada di kategori yang

sedang. Dan selebihnya sebanyak 1.25 % (1 orang ) berada di kategori tinggi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kategorisasi penyesuaian

pernikahan berdasarkan usia rata-rata berada di kategori yang sedang.

4. Tingkat Kategorisasi Penyesuaian Pernikahan Berdasarkan Usia Pernikahan

Pada sampel.

Tabel 18. Tingkat Kategorisasi Penyesuaian Pernikahan Berdasarkan Usia Pernikahan

Berdasarkan tabel 18, tingkat kategorisasi penyesuaian pernikahan

berdasarkan usia pernikahan sebanyak 2 orang (<1 tahun ) berada di kategori

tingkat penyesuaian pernikahan yang rendah, 36 orang (<1 tahun ) berada di

kategori yang sedang , 33 orang (1-3 tahun) berada di kategori sedang, 8 orang

(3-6 tahun) berada di kategori sedang, dan 1 orang (1-3 tahun) berada di kategori

yang tinggi.

(61)

B. HASIL PENELITIAN

1. Hasil Uji Asumsi

Menurut Field (2009), pengujian asumsi sangat penting untuk dilakukan

sebelum menentukan penggunaan uji statistik yang tepat. Uji asumsi yang

dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji linearitas dan uji

homoskedasitas. Pengujian asumsi penelitian dilakukan dengan menggunakan

bantuan program SPSS 17.0 for windows.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data dalam penelitian ini

terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas perlu dilakukan dalam

penelitian ini karena menurut Field (2009), asumsi normalitas juga penting pada

penelitian yang menggunakan analisis regresi, sesuai dengan analisis yang ingin

digunakan dalam penelitian ini. Dengan kata lain, asumsi normalitas penting

untuk dipenuhi sebelum menguji hipotesis dalam penelitian ini. Data yang diuji

adalah data penyesuaian pernikahan dan data kematangan emosi. Data dikatakan

terdistribusi secara normal apabila nilai signifikansinya lebih besar daripada 0,05.

Hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

(62)

69

Berdasarkan tabel 19, asumsi normalitas untuk data penyesuaian

pernikahan dan kematangan emosi telah terpenuhi baik dengan uji

kolmogorov-smirnov maupun dengan uji shapiro wilk dengan nilai p lebih besar dari 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa data-data yang akan dianalisis dalam penelitian

ini terdistribusi normal.

b. Uji linearitas

Selain uji normalitas, uji linearitas dilakukan untuk menguji apakah antara

variabel yang ada dalam penelitian memiliki hubungan yang linear atau tidak.

Menurut Field (2009), asumsi linearitas juga diharapkan terpenuhi jika ingin

menggunakan model regresi liner. Model regresi liner yang digunakan untuk

menguji hipotesis dalam penelitian ini membutuhkan terpenuhinya asumsi

lineritas antara variabel kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan.

Asumsi linearitas terpenuhi jika nilai signifikansi pada deviation from linearity

lebih besar dari 0,05. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 20. Hasil Uji Linearitas Kematangan emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan

Berdasarkan tabel 20, terlihat bahwa nilai signifikansi untuk deviation

from linearity adalah sebesar 0.073 (lebih besar dari 0.05), sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan linear antara variabel kematangan emosi

terhadap penyesuaian pernikahan .

Linearitas & Deviasi df F Sig.

Linearity 1 70.291 .000

(63)

C.Hasil Tambahan

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi menikah muda pada sampel penelitian

dapat dilihat pada tabel 21 berikut:

Tabel. 21.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Menikah Muda

Faktor-Faktor Jumlah (N) Persentase

Orang tua & lingkungan tmpt tinggal

Sebelum menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilihat besaran nilai

koefisien korelasi dan pengaruh dari variabel kematangan emosi terhadap

variabel penyesuaian pernikahan. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 23. Tabel R dan R square Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan

Tinggal bersama Jumlah Persentase

Orangtua 46orang 57,5%

Suami 34 orang 42,5%

Total 80 orang 100%

Model R R square

(64)

71

Mengacu pada tabel 23, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan

positif antara kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan yang

ditunjukkan dengan nilai R=0.656. Berdasarkan nilai determinansinya (R square=

430), maka dapat disimpulkan bahwa 43% variasi nilai variabel penyesuaian

pernikahan dapat dijelaskan oleh variabel kematangan emosi , dan sisanya 57 %

dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain.

Selanjutnya, keputusan untuk memakai model regresi kematangan emosi

terhadap penyesuaian pernikahan dapat dilihat pada tabel 1.24 berikut :

Tabel 24. Hasil Uji Anova Regresi Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan

Model df F Sig.

1 Regresi 1 58.802 .000

Mengacu pada tabel 24, nilai signifikansi diketahui sebesar 0.000 (lebih

kecil daripada 0.05). Berdasarkan hal tersebut, maka model regresi dapat

digunakan untuk memprediksi pengaruh kematangan emosi terhadap

penyesuaian pernikahan.

Selanjutnya, nilai Beta atas hasil uji regresi kematangan emosi terhadap

penyesuaian pernikahan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 25. Hasil uji Regresi Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan

Model B t Sig.

(constant) 41.524 10.649 .0001

(65)

Berdasarkan tabel 25, terlihat bahwa nilai model constant pada kolom B

adalah sebesar 41.524 dan nilai pada kematangan emosi adalah sebesar 0.463.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa jika tidak terdapat pengaruh

kematangan emosi, maka sampel diprediksi akan mendapatkan nilai penyesuaian

pernikahan sebesar 41.524. Kemudian, efek positif yang terjadi setiap kali

sampel mengalami kenaikan sebanyak satu poin pada skor kematangan emosi,

maka penyesuaian pernikahannya akan mengalami kenaikan sebanyak 0.463

poin. Dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut :

Mengacu pada tabel 25, terlihat bahwa nilai signifikansi untuk variabel

kematangan emosi adalah sebesar 0.0001 (lebih kecil dari 0.05). Berdasarkan hal

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif penelitian diterima

yang artinya bahwa kematangan emosi memiliki pengaruh positif yang

(66)

73

E.Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan. Hal ini dapat dilihat dari

besar nilai R = 0,656 dan p = 0,000. Nilai R yang lebih besar dari 0,5

menunjukkan hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan

penyesuaian pernikahan (Azwar, 2000). Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa

hipotesa dalam penelitian ini diterima, yaitu ada pengaruh positif antara

kematangan emosi dengan penyesuaian pernikahan di mana semakin tinggi

kematangan emosi maka tingkat penyesuaian pernikahan juga semakin tinggi.

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 43% variasi nilai variabel

penyesuaian pernikahan dapat dijelaskan oleh variabel kematangan emosi , dan

sisanya 57 % dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain.

. Penyesuaian pernikahan menuntut adanya kematangan dan tumbuh serta

berkembangnya pengertian diantara pasangan (Hashmi, Khurshid, Hassan,

2007). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan (Hurlock,2000) bahwa salah satu

penyumbang kesulitan dalam penyesuaian pernikahan adalah menikah muda, ini

dikarenakan pernikahan usia muda lebih banyak memerlukan proses

penyesuaian masing-masing pasangan dimana umumnya di usia ini individu

belum terlalu matang dalam hal emosional.

Menurut Blood (1979) salah satu karakteristik orang yang memiliki

kematangan emosi yang positif memiliki nilai-nilai yang stabil dalam emosinya,

sehingga mereka lebih mampu untuk berfikir dewasa dalam mengatasi

(67)

pada penelitian ini diperoleh bahwa mereka mampu menghadapi dan

menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan yang terjadi pada keluarga

yang itu artinya subjek memiliki kematangan emosi yang positif.

Adhim (2002) juga mengungkapkan salah satu aspek yang cukup penting

untuk menjaga kelangsungan hidup berumah tangga adalah kematangan emosi.

Individu yang memiliki kematangan emosi yang positif akan lebih mampu

mengelola perbedaan-perbedaan yang ada diantara mereka, serta lebih mampu

memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi. Pada saat

seorang pria dan wanita menikah, tentunya masing-masing membawa nilai

budaya, sikap, keyakinan dan gaya penyesuaian sendiri-sendiri dalam

pernikahan tersebut (DeGenova,2008). Individu tersebut harus melakukan atau

melewati bentuk-bentuk penyesuaian pernikahan agar hubungan pernikahannya

berhasil dan bahagia (Hurlock,2000).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kematangan emosi

berdasarkan usia berada pada kategori yang tinggi yaitu sebanyak 51 orang

(63,75%) Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan emosi pada pria

dan wanita yaitu usia (Hurlock,2004). Bertambahnya usia seseorang

menyebabkan emosinya akan semakin terkontrol dan matang (Benokraitis,1996).

Young (2007) berpendapat bahwa walaupun kematangan emosi seseorang

seiring bertambahnya usia, akan tetapi faktor fisik-fisologis juga belum tentu

mutlak sepenuhnya mempengaruhi perkembangan kematangan emosi, karena

kematangan emosi merupakan salah satu fenomena psikis, baik faktor pola asuh

(68)

75

sudah cukup matang dalam segi emosi meskipun usia pada saat mereka menikah

masih terbilang terlalu muda maka penyesuaian pernikahan akan tetap tercipta

didalamnya. Namun, jika usia memasuki pernikahan sudah cukup matang tetapi

kematangan emosinya kurang baik belum tentu akan tercipta penyesuaian

pernikahan yang baik pula.

Asumsi awal peneliti ialah kematangan emosi dan penyesuaian pernikahan

pada subjek penelitian adalah rendah, yang mana sesuai dengan teori Hurlock

(2000) mengatakan bahwa menikah muda lebih banyak membutuhkan

penyesuaian karena pada umumnya individu tersebut belum matang dalam hal

ekonomi, seksual, dan emosional. Namun, berdasarkan hasil penelitian

ditemukan bahwa kematangan emosi pada remaja putri yang menikah muda

berada pada kategori tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi kematangan emosi

pada subjek penelitian berada pada kategori tinggi ialah faktor lingkungan.

Young (1985) mengatakan lingkungan sosial yang tidak memberikan rasa aman

dan lingkungan sosial yang tidak mendukung juga akan menganggu kematangan

emosi. Sebanyak 29 orang (36,25%) dari sampel penelitian menikah dikarenakan

faktor lingkungan atau budaya setempat. Keberadaan lingkungan yang

mendukung membuat terciptanya kematangan emosi yang positif.

Keberadaan budaya lokal (Parampo Kampung) memberi pengaruh besar

terhadap pelaksanaan pernikahan dini, sehingga masyarakat tidak memberikan

pandangan negatif terhadap pasangan yang melangsungkan pernikahan

meskipun pada usia yang masih remaja. Sehingga walaupun belum matang dari

(69)

untuk melakukan pernikahan dikarenakan adanya dukungan dari lingkungan

mereka untuk menikah. Kebiasan ini sudah menjadi turun temurun dalam

keluarga mereka, karena orang tua mereka juga melakukan pernikahan usia

muda dulu nya. Hal ini yang menyebabkan kaum pemuka adat tidak merniliki

kemampuan untuk dapat mengatur sistem budaya yang mengikat bagi warganya

dalam melangsungkan perkawinan karena batasan tentang seseorang yang

dikatakan dewasa masih belum jelas (Landung dkk, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar penyesuaian

pernikahan pada subjek berada pada kategori yang sedang yaitu 96,25% dari

total sampel. Saat ini banyak ditemukan remaja yang menikah diusia muda

padahal kebutuhan materi dirinya sendiri belum sepenuhnya terpenuhi apalagi

harus memenuhi kebutuhan pasangan, hal ini mendorong remaja bergantung

pada orang lain seperti orang tua mereka walaupun mereka sudah berumah

tangga. Sejalan dengan pendapat Wijayanto (2007) bahwa saat ini banyak

ditemukan remaja yang menikah muda dan telah mempunyai anak tetapi

konsekuensi dari pernikahan masih diserahkan pada orang tua, seperti: tinggal

dirumah orangtua, makan dan minum masih ikut orang tua serta kebutuhan

lainnya 100% masih ditanggung orang tua.

Hal ini terbukti dari data yang diperoleh bahwa sebanyak 46 orang

(57,5%) dari total sampel masih tinggal dengan orang tua mereka dan sisanya

tinggal bersama suami dirumah sendiri (kontrak). Sehingga penyesuaian

pernikahan pasangan tersebut dipengaruhi oleh keberadaan mereka yang masih

(70)

77

penyesuaian pada pernikahan mereka dikarenakan orang tua masih ikut campur

atau memfasilitasi kebutuhan kehidupan pernikahan mereka sehingga

konsekuensi dari pernikahan tersebut belum dirasakan sepenuhnya oleh

(71)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada pengaruh positif antara Kematangan Emosi terhadap Penyesuaian

Pernikahan remaja putri yang menikah muda di Kecamatan

Medan-Belawan, dimana semakin tinggi kematangan emosi seseorang maka

semakin tinggi pula penyesuaian pernikahan individu tersebut. Koefisien

Determinasi bernilai 0,430 yang artinya 43% kematangan emosi

mempengaruhi penyesuaian pernikahan remaja putri yang menikah muda

di kecamatan Medan-Belawan.

2. Sebagian besar remaja putri yang menikah muda dalam penelitian ini

memiliki frekuensi Kematangan Emosi dalam kategori tinggi, yaitu

sebanyak 63,75% dari total sampel. Ini dikarenakan dukungan yang

diberikan pihak keluarga, bahkan lingkungan tempat mereka tinggal

dengan tidak adanya pandangan negatif yang ditunjukkan.

3. Sebagian besar penyesuaian pernikahan remaja putri yang menikah muda

dalam penelitian berada pada kategori sedang,yaitu sebanyak 96,25 %

dari total sampel. Ini dipengaruhi karena subjek masih tinggal dengan

orang tua, sehingga mereka masih dibantu orang tua untuk memenuhi

(72)

79

B. SARAN

Peneliti sepenuhnya menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh sebab itu, peneliti akan memberikan beberapa saran untuk

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kematangan emosi dan

penyesuaian pernikahan remaja putri yang menikah muda.

a. Saran teoritis

1. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan analisis mengenai

faktor-faktor laininya selain faktor kematangan emosi yang dapat

mempengaruhi penyesuaian pernikahan seperti pola asuh orang tua,

lingkungan dan faktor lain yang diduga berkontribusi pada penyesuaian

pernikahan.

2. Skala yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interval ganjil,

kecenderungan akala dengan interval ganjil adalah responden yang kurang

mengerti aitem dalam skala akan memilih interval tengah yaitu “netral”.

Sehingga pada penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti dapat

menggunakan interval genap dengan menghilangkan pilihan “netral” pada skala.

b. Saran praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

bermanfaat tentang pentingnya kematangan emosi terhadap keberhasilan

melakukan penyesuaian pernikahan. Karena penyesuaian pernikahan yang

(73)

2. Bagi pasangan muda yang sudah terikat dengan pernikahan agar

kematangan emosi dapat dikembangkan dengan baik, karena kematangan

emosi sebenarnya merupakan faktor penting dalam melakukan

penyesuaian pernikahan.

3. Selain usia, yang mempengaruhi kematangan emosi yang tinggi ialah

lingkungan. Sehingga disarankan agar lingkungan tempat tinggal dapat

mendukung kematangan emosi pada remaja khususnya remaja putri yang

melakukan pernikahan usia muda.

4. Faktor penyebab penyesuaian pernikahan yang sedang dalam penelitian ini

ialah banyaknya pasangan remaja putri yang menikah muda masih tinggal

dengan orang tua mereka atau orang tua pasangannya. Sehingga

disarankan orang tua harus melepaskan anaknya yang sudah menikah

dengan tidak terlalu banyak mencampuri kehidupan pernikahan anaknya

dan tidak membiarkan anaknya tinggal bersama mereka, agar pasangan

tersebut benar-benar dapat melakukan penyesuaian diri pada

(74)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KEMATANGAN EMOSI

1. Definisi Kematangan Emosi

Kematangan emosi dapat dimengerti dengan mengetahui pengertian emosi

dan kematangan, kemudian diakhiri dengan penjelasan kematangan emosi sebagai

satu kesatuan. Istilah kematangan menunjukkan kesiapan yang terbentuk dari

pertumbuhan dan perkembangan (Hurlock, 2004). Emosi merupakan suatu

kondisi keterbangkitan yang muncul dengan perasaan kuat dan biasanya respon

emosi mengarah pada suatu bentuk perilaku tertentu (Lazzarus, 1991). Selain itu,

terdapat juga definisi emosi sebagai suatu keadaan dalam diri individu yang

memperlihatkan reaksi fisiologis, kognitif, dan pelampiasan perilaku. Misalnya

ketika individu sedang mengalami ketakutan, reaksi fisiologis yang dapat muncul

adalah keterbangkitan (jantung berdetak lebih kencang), kemudian individu akan

memikirkan bahwa dirinya sedang dalam bahaya, sedangkan tingkah laku yang

dapat mucul adalah kecenderungan untuk menghindar dari situasi yang membuat

ketakutan (Rathus, 2005). Goleman (2001) menjelaskan jenis-jenis emosi

termasuk didalamnya amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut,

jengkel, dan malu.

Hurlock (2004) berpendapat bahwa kematangan emosi merupakan

individu yang memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan

(75)

lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan

memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi.Kematangan

emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa

nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan

orang lain, selain itu dapat menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif

(Yusuf ,2011). Kematangan emosi dapat didefinisikan sebagai kemampuan

mengekspresikan perasaan dan keyakinan secara berani dan mempertimbangkan

perasaan dan keyakinan orang lain (Covey, 2001). Dariyo (2006) juga

mendefinisikan kematangan emosi sebagai keadaan atau kondisi mencapai tingkat

kedewasaan dari perkembangan emosi sehingga individu tidak lagi menampilkan

pola emosional yang tidak pantas.

Dalam penelitian ini kematangan emosi adalah kesiapan individu dalam

mengendalikan dan mengarahkan emosi dengan mempertimbangkan situasi dan

kondisi.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi menurut Hurlock

(2004), antara lain:

a. Usia

Semakin bertambah usia inidvidu, diharapkan emosinya akan lebih matang

dan individu akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan emosinya. Individu

semakin baik dalam kemampuan memandang suatu masalah, menyalurkan dan

(76)

13

b. Perubahan fisik dan kelenjar

Perubahan fisik dan kelenjar pada diri individu akan menyebabkan

terjadinya perubahan pada kematangan emosi. Sesuai dengan anggapan bahwa

remaja adalah periode “badai dan tekanan”, emosi remaja meningkat akibat

perubahan fisik dan kelenjar.

c. Jenis Kelamin

Laki-laki dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan,

mereka memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga

cenderung kurang mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh

perempuan.

Menurut Young (2007) faktor yang mempengaruhi kematangan emosi

antara lain adalah:

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan tempat hidup termasuk didalamnya yaitu lingkungan

keluarga dan lingkungan masyarakat. Keadaan keluarga yang tidak harmonis,

terjadi keretakan dalam hubungan keluarga yang tidak ada ketentraman dalam

keluarga dapat menimbulkan persepsi yang negatif pada diri individu. Begitu pula

lingkungan sosial yang tidak memberikan rasa aman dan lingkungan sosial yang

tidak mendukung juga akan menganggu kematangan emosi.

b. Faktor individu

Faktor individu meliputi faktor kepribadian yang dipunyai individu.

Adanya persepsi pada setiap individu dalam mengartikan sesuatu hal juga dapat

(77)

negatif, tidak realistik dan tidak sesuai dengan kenyataan. Kalau individu dapat

membatalkan pikiran-pikiran yang keliru menjadi pikiran-pikiran yang benar,

maka individu dapat menolong dirinya sendiri untuk mengatur emosinya sehingga

dapat mempersepsikan sesuatu hal dengan baik.

c. Faktor pengalaman

Pengalaman yang diperoleh individu selama hidupnya akan mempengaruhi

kematangan emosinya. Pengalaman yang menyenangkan akan memberikan

pengaruh yang positif terhadap individu, akan tetapi pengalaman yang tidak

menyenangkan bila selalu terulang dapat memberi pengaruh negatif terhadap

individu maupun terhadap kematangan emosi individu tersebut.

3. Karakteristik Kematangan Emosi

Hurlock (2004) mengemukakan tiga karakteristik dari kematangan emosi,

antara lain:

a. Kontrol emosi

Individu tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain dan mampu

menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan

cara-cara yang dapat diterima. Individu dapat melakukan kontrol diri yang bisa

diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol

ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari

energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara

(78)

15

b. Pemahaman diri

Memiliki reaksi emosional yang lebih stabil, tidak berubah-ubah dari satu

emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain. Individu mampu memahami

emosi diri sendiri, memahami hal yang sedang dirasakan, dan mengetahui

penyebab dari emosi yang dihadapi individu tersebut.

c. Pengunaan fungsi kritis mental Individu

Mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi

secara emosional, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap

situasi tersebut, dan individu juga tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya

seperti anak-anak atau individu yang tidak matang.

4. Kematangan Emosi Remaja

Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi jika individu dapat

mengerti situasi tanpa harus diberikan arahan oleh orang lain serta mengerti

kewajiban dan tanggungjawabnya (Chaube, 2002). Selain itu, Hurlock (2004) juga

menambahkan remaja mencapai kematangan emosi jika pada akhir masa

remajanya tidak sembarangan dalam meluapkan emosinya dihadapan orang lain,

tetapi menempatkannya secara tepat dan dengan cara-cara yang dapat diterima

oleh orang lain. Chaplin (2005) mendefinisikan kematangan emosi sebagai

kondisi atau keadaan dalam mencapai tingkat kedewasaan dalam perkembangan

emosional seseorang.

Kematangan emosi juga dapat ditunjukkan dengan kemampuan remaja

(79)

emosional dan memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari

satu suasana hati ke suasana hati yang lain. Yusuf (2011) menjelaskan tentang

bagaimana perubahan kematangan emosional sebelum masa remaja sampai

memasuki masa remaja, hal ini dapat terlihat dari tabel berikut ini:

Tabel 1 .Perubahan Kematangan Emosi

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan kematangan emosi

remaja merupakan kondisi remaja mampu mengendalikan dan mengarahkan

penyaluran emosi sesuai situasi dan waktu yang tepat dengan cara yang dapat

diterima, mampu menggunakan pemikiran terlebih dahulu terhadap suatu situasi

sebelum menggunakan respon emosional, serta mengambil keputusan yang

didasarkan pada pertimbangan sehingga tidak mudah berubah-ubah.

B. PENYESUAIAN PERNIKAHAN

1. Pengertian Penyesuaian Pernikahan

Hurlock (2000) mendefinisikan penyesuaian perkawinan sebagai proses

adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah

terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses

No DARI ARAH KE ARAH

1. Tidak toleran dan bersikap superior

Bersikap toleran

2. Kaku dalam bergaul Luwes dalambergaul 3. Peniruan buta terhadap teman

sebaya

Interdependensi dan memiliki harga diri

4. Kontrol orang tua Kontrol diri sendiri 5. Perasaan yang tidak jelas tentang

(80)

17

penyesuaian diri. Penyesuaian pernikahan juga merupakan suatu proses

memodifikasi, mengadaptasi dan mengubah individu dan pola perilaku pasangan

serta adanya interaksi untuk mencapai kepuasan yang maksimum dalam

pernikahan (DeGenova, 2008).

Menurut Lasswel & Lasswel (1987), penyesuaian perkawinan berarti kedua

individu telah belajar untuk mengakomodasi kebutuhan, keinginan, dan harapan

masing-masing, ini berarti mencapai suatu derajat kebahagiaan dalam hubungan.

Penyesuaian perkawinan bukan suatu keadaan absolut melainkan suatu proses

yang terus menerus terjadi.Sedangkan Duval dan Miller (1985) mengatakan

bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi

baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka

akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri.

Penyesuaian perkawinan ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam

hubungan suami istri.

Dalam penelitian ini penyesuaian pernikahan adalahproses membiasakan

diri (beradaptasi) dengan situasi baru sebagai suami istri untuk memenuhi harapan

atau tujuan perkawinan dan memecahkan konflik yang muncul dalam perkawinan.

2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Pernikahan

Penyesuaian diri dalam pernikahan memiliki beberapa area yang akan

dilalui, seperti agama, kehidupan sosial, teman yang menguntungkan, hukum,

Gambar

Tabel 3.Blue PrintAspek  Skala Kematangan Emosi sebelum Try Out Indikator Jumlah
Tabel 4.Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan sebelum Try Out Aspek Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
Tabel 6.Blue Print Skala Kematangan Emosi  Indikator Favorabel Unfavorable
tabel 7 berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam penelitian adalah seluruh remaja putri yang telah menikah yang berada di Kecamatan Jebres dengan kriteria yaitu berusia antara 18-21 tahun dan usia perkawinan

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh kematangan emosi terhadap penyesuaian perkawinan pada rumah tangga usia dini. Variabel terikat adalah

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.. The

Dalam pengisian skala ini tidak ada jawaban yang salah karena setiap orang memiliki jawaban yang berbeda, karena itu pilihlah jawaban yang paling sesuai

Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Keharmonisan Keluarga Pada Pernikahan Usia Muda di Dusun Jangkung Dadapan Wajak Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Penelitian mengenai penyesuaian diri remaja putri yang menikah muda 15 , diungkapkan oleh Fajar Tri Utami. Fajar mengungkapkan, faktor untuk melaksanakan pernikahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan penyesuaian diri terhadap pasangan pada perkawinan usia muda.. Subjek penelitian ini adalah

Penelitian tentang pernikahan muda sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, salah satunya penelitian Rantererung 2017 mengenai Penyesuaian Perkawinan Pada Remaja Putri yang