LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
PP 80 100,0% 0 0,0% 80 100,0%
KE 80 100,0% 0 0,0% 80 100,0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PP ,097 80 ,061 ,975 80 ,111
2. Uji Linearitas
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
PP * KE 80 100,0% 0 0,0% 80 100,0%
ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups
(Combin
ed) 1216,279 26 46,780 4,251 ,000
Linearity 773,478 1 773,478 70,291 ,000 Deviation
from Linearity
442,802 25 17,712 1,610 ,073
Within Groups 583,208 53 11,004
LAMPIRAN 3
HASIL UJI REGRESI
LAMPIRAN 4
69 3 2 4 2 4 4 5 4 4 4 2 3 4 2 4 4 4 4 4 67 70 2 2 4 2 4 4 2 4 3 4 2 2 4 4 4 2 4 4 4 61 71 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 69
72 2 4 2 4 2 2 2 2 2 2 4 4 3 4 4 4 4 3 4 58 73 4 2 4 2 4 4 4 4 4 4 2 2 4 2 4 4 4 4 4 66 74 3 3 4 2 4 4 2 3 4 4 3 4 2 4 2 4 4 4 4 64 75 4 4 4 4 4 1 2 4 2 2 1 1 4 4 4 4 4 4 4 61
76 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 4 4 70 77 4 3 4 2 4 4 2 4 2 1 1 1 3 1 1 1 2 4 4 48 78 4 2 3 2 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 2 4 4 4 65
LAMPIRAN 5
No:
SKALA PENELITIAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya membutuhkan sejumlah data
yang hanya akan saya peroleh dengan adanya kerjasama dengan anda dalam
mengisi alat ukur ini.
Saya mohon kesediaan anda meluangkan waktu sejenak untuk mengisi alat
ukur ini. Alat ukur ini terdiri dari beberapa aitem. Saya sangat mengharapkan
anda memberikan jawaban yang terbuka dan apa adanya.
Dalam pengisian skala ini tidak ada jawaban yang salah karena setiap
orang memiliki jawaban yang berbeda, karena itu pilihlah jawaban yang paling
sesuai dengan diri Anda. Anda diharapkan dapat memberikan jawaban yang jujur
dan tanpa mendiskusikannya dengan orang lain. Semua jawaban akan dijaga
kerahasiaannya dan hanyadigunakan untuk keperluan penelitian ini saja. Cara
memberikan pernyataan- pernyataan tersebut akan dijelaskan dalam petunjuk
pengisian. Jika telah selesai, periksa kembali jawaban anda, jangan sampai ada
pernyataan yang terlewati dan belum diisi.
Kesediaan Anda dalam mengisi kuisioner ini merupakan bantuan yang
amat besar artinya bagi keberhasilan penelitian ini. Untuk itu saya ucapkan
terimakasih.
HormatSaya,
IDENTITAS DIRI
Silahkan isi identitas diri Anda terlebih dahulu:
Nama/ Inisial : __________________
Usia : ____ tahun
Usia Pernikahan : ____ tahun
Alasan menikah : __________________
PETUNJUK PENGISIAN
Dibawah ini terdapat 38 pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan tersebut. Jawablah semua pernyataan dalam skala ini, karena kelengkapan pengisian skala merupakan syarat mutlak agar data dapat dianalisis. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia, yaitu:
STS : JikapernyataanSANGAT TIDAK SESUAI dengan diri Anda.
TS : JikapernyataanTIDAK SESUAI dengan diri Anda.
N :jikapernyataanNETRAL dengan diri Anda.
S :jikapernyataanSESUAI dengan diri Anda.
SS : JikapernyataanSANGAT SESUAI dengan diri Anda
Contoh:
NO Pernyataan STS TS N S SS
1. Saya dapat mengerjakan kuisioner ini dengan baik.
X
Bila Anda ingin mengganti jawaban yang telah diberikan sebelumnya, coret tanda silang (X) sebelumnya dengan dua garis (=), dan berikan tanda silang (X) pada pilihan yang menurut Anda sesuai.
Contoh Koreksi Jawaban:
NO Pernyataan STS TS N S SS
2. Setelah menikah suami saya melarang saya untuk melakukan hobi saya
3. Saya merasa tertekan dengan sikap suami yang selalu menyelesaikan masalah dengan emosional
4. Suami saya tidak pernah meluangkan waktu dengan saya dan anak-anak karena kesibukannya
5. Sulit bagi saya bergaul dengan teman-teman suami saya.
6. Saya dan suami menghabiskan waktu luang kami untuk melakukan hobi kami yang sama.
7. Saya merasa tidak perlu membantu suami dalam hal keuangan
8. Menurut saya mertua saya terlalu ikut campur
9. Suami saya terlalu menuruti semua saran keluarganya
10. Suami mendukung saya mencari pekerjaan untuk membantu keuangan keluarga
11. Suami selalu inginmelakukan hubungan setiap hari
12. Supaya kebutuhan keluarga terpenuhi, saya berusaha tidak boros
13. Dalam soal keuangan kami selalu berbagi dan tidak pernah mempermasalahkan uang siapa
14. Mertua saya sudah saya anggap orang tua saya sendiri ,begitu juga sebaliknya.
15.
Sangat sulit bagi saya menyesuaikan masalah keuangan saya setelah menikah, karena saya terbiasa membelanjakan uang sesuka hati saya.
16. Saya tidak suka bila suami saya menggunakan alat kontrasepsi.
17.
18. Saya tidak masalah jika adik/kakak suami saya tinggal bersama kami
19. Saya marah jika suami saya selalu mengurusi keluarganya.
20. Saya dan suami selalu membantu keluarga yang kurang mampu
21. Saya selalu bertengkar dengan suami saya berkaitan mengurus orang tuanya
22. Saya tidak merasa keberatan bila mertua kami tinggal bersama kami
23. Saya tidak mau mengurus mertua saya yang sudah lansia
24.
2. Saya tidak menyiapkan makanan untuk suami saya jika saya tahu suami saya telat pulang hari sebelumnya 3. Saya memarahi anak saya dirumah ketika saya tahu anak
saya nakal di sekolah
4. Saya mengeluarkan kata-kata kasar kepada anak saya, jika ia melakukan perilaku yang tidak saya kehendaki 5. Saya sering memukul anak saya didepan
teman-temannya
6. Saya selalu pergi dari rumah jika bertengkar dengan suami saya
7. Saya suka marah-marah sendiri jika sedang kesal
8. Saya konsisten dengan keputusan yang sudah saya ambil
9. saya akan memukul anak saya jika emosi saya sedang naik
10. Saya bukan orang yang mudah marah 11. Saya ingin dimengerti
12. Mood saya suka berubah-ubah
13.
Saya mampu mengetahui penyebab kemarahan saya
14. Dalam bertindak saya selalu memikirkan konsekuensinya
15. Bila menghadapi masalah saya berusaha memikirkan cara penyelesaiannya
16. Saat bertindak saya tidak pernah memikirkan untung rugi dari tindakan saya
17. Saya berdiskusi dengan ssuami jika ingin memutuskan sesuatu
LAMPIRAN 6
DAFTAR PUSTAKA
Adhim, Mohammad Fauzil, 2002. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani
Al-Gifari, A. 2002. Pernikahan Dini Dilema Generasi Ekstravaganza. Bandung : Mujahid Press.
Azwar, Saifuddin. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Benokraitis, N.N. 1996 Marriages and families: Change, choices and constraints 2nd ed. Prentice Hall New Jersey.
BKKBN, 2011. Pernikahan Usia Dini.www.bkkbn.go.id/hasil%20pernikahan %20usia.dini, diakses tanggal 20 april 2015).
Blood, B. & Blood, M. (1978). Marriage: Third Edition, New York: Free Press.
Chariroh. 2004. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Perkawinan dan Perceraian Suami Isteri Usia Muda di Pasuruan. Skripsi Malang: Fakultas Universitas Muhammadiyah Malang
Chaplin, C.P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali PressGrafindoPersada.
Chaube, S.P. (2002). Psychology of Adolescents in India. New Delhi. Concept Publising Company.
Choe, Kim Minja, Shyam Thapa and Sulistinah Achmad. 2001. Early Marriage and Childbearing In Indonesia and Nepal. East West Center : No 108-15, November 2001
Covey, S. (2001). Character first: An interview with Stephen R. Covey. Executive Excellence Magazine. [On-line]. Available FTP:
http://www.franklincovey.com/ez/library/char.html.
Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT . Gramedia Widiasarana Indonesia.
DeGenova, M.K. (2008). Intimate Relationships, Marriages & Families (Seventh Edition). New York: McGraw-Hill.
82
Dyer, E.D. (1983). Courtship, Marriage, and Family: American Style. Illinois: The Dorsey Press.
Effendy, N. (1998). Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC.
Field, Andy. (2009). Discovering Statistic Using SPSS, thrid edition. SAGE Publication.
Goleman, D. 2001. Emotional Intelligence. Kecerdasan Emosi Mengapa EI Lebih Penting dari pada IQ. Terjemahan Hermaya, T. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Gunarsa, Singgih.(2008).Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta:Penerbit BPK Gunung Mulia
Hadi, S. (2000). Metodologi Research, jilid 1. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Hapsariyanti D, Taganing NM. 2009. Kecerdasan emosional dan penyesuaian diri dalam perkawinan. Jurnal Psikologi. 2 : 134-142.
Hashmi, Khurshid, & Hassan. (2007, 29 Mei). Marital Adjustment, stress and depression among working and non-working married women. Internet journalofmedical[online],2(1).AvailableFTP:http://www.geocities.com/a g nihotrimed/
Hurlock, Elizabeth, B., E.B. (2000). Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan Sepanjang rentang Kehidupan (edisi ke-5). Jakarta: Penerbit Erlangga.
_______ (2004). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Alih Bahasa: Istiwidayanti, Soedjarwo, Sijabat R.M. Jakarta: Erlangga.
Jannah, N. 2012. Buku Asuhan Kebidanan Kehamilan. Yogyakarta: Andi
Khairani, R., & Putri, D. E. (2008). Kematangan Emosi Pada Pria dan Wanita Yang Menikah Muda.
Kurniawan, L. 1995. Pengaruh Kematangan Emosi dan Dukungan Suami terhadap Kepekaan Pengasuhan Ibu. Skripsi. (Tidak Diterbitkan ). Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Laswell, E dan Laswell, F. (1987). Marriage and The Family. 2nd ed. California: Wadsworth Publishing.
Lazarus, Richard. (1991). Emotion and Adaptation. New York: Oxford University Press
McIntyre, Peter. 2006. Married Adolescents : No Place of Safety. Switzerland : WHO
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nevid, Jeffrey S., Spencer. A. Rathus, dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnormal. Terjemahan Tim Psikologi Universitas Indonesia. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nurhajati L., Wardyaningrum D., (2013). Komunikasi Keluarga Dalam Pengambilan Keputusan Perkawinan. Jakarta : Universitas Al Azhar Indonesia.
Olson, D. H. & DeFrain, J. (2006). Marriage & Families : Intimacy, Diversity and Strengths (5th ed). New York : Mc Graw-Hill, Inc.
Papalia, D. E, Olds, S. W., Feldman R. D. (2003). Human Development (9th ed.). New York: Mc Graw Hill Inc.
Poerwati, E. (1994). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Regan,P.(2003).The Mating Game:A Primer on Love,Sex, and Marriage, USA:Sage Publication.
Santrock,J.W. (2003). Adolescence perkembangan remaja (6th ed.). Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2007). Psikologi remaja. Cetakan keenam. Jakarta:Pt. Raja grafindo persada.
84
Sugiyono. (2012). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
UNICEF. 2005. Early Marriage, A Harmful Traditional Practise; A Statistical Exploration, The United Nations Children’s Fund (UNICEF)
Walgito, B. (1984). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
World Health Organization (WHO). 2013. Child Marriages 39000 Everyday.
Diambil dari
http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/child_marriage_201 30307/en/ (24 Juni 2015).
Young, S. 2007 Kematangan emosi.
http://careercenter.fapsi.umm.ac.id/career%20center _files/Pages1397.htm diunduh tanggal 30 juni 2015.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah salah satu komponen penting dalam penelitian
yang berguna untuk membatasi penelitian dengan batasan-batasan yang sangat
cermat untuk menjaga agar pengetahuan yang diperoleh dari penelitian dapat
memiliki keilmiahan yang tinggi (Hadi, 2000).Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif yang bersifat korelasional,dimaksudkan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan.
A.Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat
pada subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kuantitatif maupun kualitatif
(Azwar, 2013).Adapun variabel yang terlibat dalam penelitian ini, adalah:
Variabel bebas : Kematangan Emosi
Variabel tergantung : Penyesuaian Pernikahan
B. Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian bertujuan agar pengukuran
variabel-variabelpenelitian lebih terarah sesuai dengan tujuan dan metode pengukuran yang
dipersiapkan. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai
45
a. Kematangan Emosi
Kematangan emosi merupakan kemampuan mengontrol diri yang
baik, kemampuan mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai
dengan keadaan yang dihadapinya, mampu beradaptasi, mampu menerima
berbagai karakter orang dan situasi dan mampu memberikan reaksi yang
tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi, serta mampu mengambil
keputusan yang didasarkan pada pertimbangan sehingga tidak mudah
berubah-ubah.
Kematangan emosi diukur dengan skala kematangan emosi yang
dikembangkan berdasarkan karakteristik kematangan emosi, yaitu kontrol
emosi, seperti mampu mengontrol emosi saat emosi memuncak, pemahaman
diri seperti mencari cara mengatasi emosi dengan mengetahui penyebab
emosi , dan penggunaan fungsi kritis mental seperti membuat keputusan
dengan mempertimbangkan dampaknya.
b. Penyesuaian Pernikahan
Penyesuaian Pernikahan merupakan proses adaptasi yang dilakukan
suami dan istri agar dapat mencegah konflik seperti pertengkaran,
perselisihan, perbedaan yang ada diantara mereka dan dapat menyelesaikan
konflik tersebut dengan baik. Penyesuaian pernikahan diukur dengan skala
penyesuaian pernikahan berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian pernikahan
yaitu, penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan individu yang ingin untuk diteliti. Populasi
merupakan kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian
(Azwar, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh remaja putri yang
menikah muda di kecamatan Medan-Belawan. Karakteristik populasi dalam
penelitian ini yaitu:
a. Remaja Putri berusia 16-19 tahun
b. Sudah menikah
c. Berdomisili di Belawan
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2012). Sampel merupakan bagian dari populasi yang dikenai
penelitian.Dalam penelitian ini sampelnya adalah remaja putri yang menikah
muda di Kec.Medan-Belawan.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling merupakan teknik yang digunakan untuk memilih sampel
dari populasi. Teknik sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil
sampel dengan menggunakan prosedur tertentu dalam jumlah yang sesuai dengan
memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang
dapat benar-benar mewakili populasi (Poerwati, 1994). Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah incidental sampling yaitu, teknik penentuan
47
dengan penelitidapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang
kebetulan tersebut cocok untuk dijadikan sampel atau sebagai sumber data.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian bertujuan untuk
mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Azwar, 2013). Pada penelitian
ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode skala. Skala adalah
daftar pernyataan yang harus dijawab oleh subjek yang disusun berdasarkan
aspek-aspek dari atribut yang akan diukur. Penelitian ini menggunakan dua (2)
buah skala yaitu Skala Kematangan Emosi dan Skala Penyesuaian Pernikahan.
Penelitian ini menggunakan penskalaan model skala likert dengan lima
alternatif jawaban, yaitu: STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), Netral
(N), S (Setuju), SS (Sangat Setuju). Pada model penskalaan ini terdapat dua jenis
pernyataan, yaitu favourable dan unfavourable. Pernyataan favourable merupakan
pernyataan yang sesuai atau mendukung atribut yang diukur, sedangkan
pernyataan unfavourable merupakan pernyataan yang tidak sesuai atau tidak
mendukung atribut yang diukur (Azwar, 2013).
Tabel 2. Skor Alternatif Jawaban Skala
Favorable Unfavorable
Alternatif jawaban Skor Alternatif jawaban Skor
Sangat setuju 5 Sangat setuju 1
Setuju 4 Setuju 2
Netral 3 Netral 3
Tidak setuju 2 Tidak setuju 4
1. Skala Kematangan Emosi
Skala Kematangan Emosi yang dibuat berdasarkan 3 karakteristik yang
dikemukakan oleh Hurlock(2004) yaitu: kontrol emosi, pemahaman diri, dan
penggunaan fungsi kritis mental.
Tabel 3.Blue Print Skala Kematangan Emosi sebelum Try Out
Setiap elemen di atas akan diuraikan ke dalam butir pernyataan yang
mengungkap tingkat kematangan emosi. Skala ini disajikan dalam bentuk
pernyataan favorable dan unfavorable. Setiap item pada skala terdiri dari
pernyataan dengan lima alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Bobot penilaian
untuk pernyataan favorable yaitu: Sangat Setuju = 5, Setuju = 4, Netral = 3, Tidak
49
Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan
unfavorable yaitu: Sangat Setuju = 1, Setuju = 2, Netral = 3, Tidak Setuju = 4,
Sangat Tidak Setuju = 5. Skor tinggi pada skala ini akan menunjukkan tingginya
kematangan emosi individu dan skor rendah pada skala ini akan
menunjukkanrendahnya kematangan emosi individu.
2. Skala Penyesuaian Pernikahan
Penyesuaian perkawinan diukur dengan skala yang dirancang sendiri oleh
peneliti berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian pernikahan yang dikemukakan
Hurlock (2000) yaitu; penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian keuangan,
penyesuaian seksual, penyesuaian dengan keluarga.
Tabel 4.Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan sebelum Try Out
Lanjutan Tabel 4 . Blue Print Penyesuaian Pernikahan sebelum Try out
mengungkap tingkat penyesuaian pernikahan. Skala ini disajikan dalam bentuk
pernyataan favorable dan unfavorable. Setiap item pada skala terdiri dari
pernyataan dengan lima alternatif jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Bobot penilaian
untuk pernyataan favorable yaitu: Sangat Setuju = 5, Setuju = 4, Netral = 3, Tidak
Setuju = 2, Sangat Tidak Setuju = 1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan
unfavorable yaitu: Sangat Setuju = 1, Setuju = 2, Netral = 3, Tidak Setuju = 4,
Sangat Tidak Setuju = 5. Skor tinggi pada skala ini akan menunjukkan tingginya
penyesuaian pernikahan individu dan skor rendah pada skala ini akan
51
E. Uji Coba Alat Ukur
1. Validitas Alat Ukur
Uji validitas menurut Azwar (2013) diperlukan untuk mengetahui apakah
sebuah alat ukur mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan
ukurnya. Atau dengan kata lain alat ukur tersebut memang mengukur apa yang
ingin diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalahValiditas isi
merupakan suatu estimasi untuk melihat sejauh mana aitem-aitem test mewakili
dimensi-dimensi dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dan
sejauh mana aitem-aitem test mencerminkan indikator keperilakuan yang hendak
diukur (Azwar, 2013).
Validitas isi diusahakan setinggi-tingginya melalui pengujian aitem dengan
analisis rasional atau melalui professional judgement (Azwar, 2013). Professional
judgement dilakukan dengan cara berkonsultasi dengan pihak lain yang lebih mengerti tentang pembuatan alat ukur dan variabel yang akan diukur.Pada
penelitian ini dicapai melalui proses telaah aitem-aitem skala yang dilakukan oleh
dosen pembimbing yang merupakan seorang dosen ahli dalam bidang Psikologi
Perkembangan.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil yang diperoleh dari suatu
pengukuran dapat dipercaya. Menurut Azwar (2013), reliabilitas dicapai apabila
dalam beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh
hasil yang relatif sama. Untuk menguji reliabilitas dari aitem-aitem yang ada
dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang
dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka
1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin
rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitas.
3. Uji Daya Beda Aitem
Uji daya beda aitemdilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana
aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang
memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya beda aitem
merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan
fungsi skala. Dasar kerjanya adalah dengan memilih aitem yang mengukur hal
yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2013).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang
relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien.Besarnya
koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai
positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien
korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2012). Batasan nilai indeks
daya beda item dalam penelitian ini adalah 0,275, sehingga setiap item yang
53
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu
dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari
masing-masing item. Alat ukur diuji cobakan pada 90 remaja yang menikah muda dan
kemudian dikumpulkan kembali untuk diolah datanya. Pada uji coba alat ukur,
jumlahitem yang digunakan adalah sebanyak 30 item untuk skala kematangan
emosi dan 56 item untuk skala penyesuaian pernikahan.
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas dan uji daya beda item terhadap
data uji coba yang telah diperoleh dengan menggunakan program SPSS version
17 for windows. Maka diperoleh koefisien alpha untuk masing-masing skala,
yaitu: skala kematangan emosi sebesar 0,862 dan skala penyesuaian pernikahan
sebesar 0,915.
Berdasarkan uji daya beda item, diperoleh 11 item dari skala kematangan
emosi dan 32 item dari skalapenyesuaian pernikahan gugur atau tidak dapat
digunakan lagi karena memiliki nilai korelasi item total atau indeks beda item
kurang dari 0,275 untuk skala kematangan emosi dan 0,30 untuk skala
penyesuaian pernikahan. Selanjutnya, jumlah item yang digunakan untuk
pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 19 untuk skala kematangan
emosi dan 24 untuk skala penyesuaian pernikahan. Item-item tersebut selanjutnya
akan disusun kembali untuk digunakan dalam penelitian. Berikut blue-print dari
Tabel 5.Blue Print Skala Kematangan Emosi Setelah Uji Coba
Selanjutnya dilakukan penomoran baru bagi item-item yang diikutsertakan
dalam skala untuk penelitian. Distribusi item-item skala kematangan emosi yang
digunakan dalam penelitian disajikan pada tabel 6 berikut:
Tabel 6.Blue Print Skala Kematangan Emosi
No .
Aspek Indikator Favorabel Unfavorabl e
55
Untuk blue-print dimensi skala penyesuaian pernikahan disajikan sebagai pada
tabel 7 berikut:
Tabel 7.Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan setelah Uji Coba Lanjutan Tabel 6. Blue Print Skala Kematangan Emosi
2 Pemahaman
Selanjutnya dilakukan penomoran baru bagi item-item yang diikutsertakan
dalam skala untuk penelitian. Distribusi item-item skala penyesuaian pernikahan
yang digunakan dalam penelitian disajikan pada tabel 8 berikut :
Tabel. 8.Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan
Lanjutan Tabel 7. Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan setelah Uji Coba
4. Penyesuaian
57
Lanjutan Tabel 8. Blue Print Skala Penyesuaian Pernikahan
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan
penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data.
1. Persiapan Penelitian
a. Menentukan Sampel
Dalam penelitian ini yang merupakan sampel penelitian ialah remaja
putri yang menikah muda dibawah 19 tahun yang tinggal di
Kec.Medan-Belawan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 orang.
Metode pengambilan sampel menggunakan incidental sampling.
b. Menyiapkan alat ukur dan menguji coba
Alat ukur dibuat oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang telah
dijelaskan sebelumnya. Ada dua buah skala yang dibuat, yaitu skala
kematangan emosi dan skala penyesuaian pernikahan. Masing-masing skala
terdiri dari 30 item untuk skala kematangan emosi dan 56 item untuk skala
penyesuaian pernikahan.
Uji coba skala penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015 dengan
membagikan skala kepada 90 remaja wanita berusia dibawah 19 tahun yang
menikah muda di Kecamatan Medan-Belawan. Setelah itu, peneliti
mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh subjek dan melakukan
analisa untuk melihat daya diskriminasi aitem dan reliabilitas alat ukur. Setelah
dilakukan uji statistik terhadap item-item yang diperoleh pada uji coba
penelitian, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi
59
diskriminasi item di atas 0,275 untuk skala kematangan emosi dan 0,30 untuk
skala penyesuaian pernikahan dan kalimat-kalimat yang diperbaiki .
Skala hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
dengan jumlah item pada skala kematangan emosi sebanyak 19 item dan skala
penyesuaian pernikahan sebanyak 24 item.
2. Pelaksanaan Penelitian
Setelah alat ukur diuji cobakan dan direvisi, peneliti kemudian melakukan
pengambilan data kepada remaja putri yang menikah muda di Kecamatan
Medan-Belawan 15 Desember 2015. Skala penelitian diberikan kepada subjek penelitian
yang sudah ditentukan kemudian dianalisis oleh peneliti sebagai data penelitian.
3. Pengolahan Data Penelitian
Setelah data semua subjek terkumpul, maka data yang terkumpul akan
dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17 for windows.
G. Metode analisis data
Data-data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik
regresi linier sederhana. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data penelitian kedua
variabel terdistribusi secara normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS version
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel.
Asumsi ini menyatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak
dianalisis itu mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan atau penurunan
kuantitas di satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau
penurunan kuantitas di variabel lainnya. Uji linearitas dalam penelitian ini
menggunakan uji F dengan bantuan program SPSS version 17.0 for
61
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan analisis dan interpretasi hasil sesuai dengan data
yang diperoleh. Pembahasan pada bab ini akan diawali dengan memberikan
gambaran umum subjek penelitian, hasil utama dan hasil tambahan yang turut
memperkaya hasil penelitian.
A.ANALISIS DATA
1. Gambaran Subjek Penelitian
Total jumlah subjek penelitian sebanyak 80 orang remaja putri yang
menikah muda di Kec.Medan-Belawan, peneliti memilih kecamatan medan
belawan karena menurut data yang diperoleh bahwa kecamatan tersebut
merupakan kecamatan yang banyak melakukan pernikahan usia muda. Mayoritas
mata pencaharian masyarakat kecamatan belawan adalah buruh dan nelayan
sehingga tidak sedikit anak-anak yang putus sekolah dan memilih untuk menikah
terkhusus untuk perempuan agar mengurangi beban orang tua. Sehingga diperoleh
gambaran subjek penelitian menurut usia subjek,dan usia pernikahan, pendidikan
subjek penelitian. Dengan karakteristik sampel masih dibawah 19 tahun dan sudah
menikah.
a. Usia Subjek Penelitian
Berdasarkan usia subjek penelitian diperoleh gambaran sebagai
Tabel. 9.Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia
Usia Jumlah (N) Persentase (%)
16 tahun 6 orang 7,5 %
17 tahun 18 orang 22,5 %
18 tahun 42 orang 52,5 %
19 tahun 14 orang 17,5 %
Total 80 orang 100 %
Berdasarkan tabel 9 diperoleh gambaran bahwa subjek penelitian
terbanyak adalah berusia 18 tahun yaitu berjumlah 42 orang (52,5 %),
selanjutnya usia 17 tahun sebanyak 18 orang (22,5 %), usia 19 tahun
sebanyak 14 orang (17,5%) dan usia 16 tahun sebanyak 6 orang (7,5 %).
b. Usia Pernikahan Subjek Penelitian
Berdasarkan usia pernikahan subjek penelitian diperoleh gambaran
sebagai berikut :
Tabel. 10.Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia pernikahan
Usia Pernikahan Jumlah (N) Persentase (%)
< 1 tahun 8 orang 10 %
1-3 tahun 63 orang 78,75 %
3-6 tahun 9 orang 11,25%
Jumlah 80 orang 100 %
Berdasarkan tabel 10 diperoleh gambaran subjek penelitian terbanyak
adalah usia pernikahan 1-3 tahun sebanyak 63 orang (78,75%), 3-6 tahun
sebanyak 9 orang (11,25%), dan dibawah 1 tahun sebanyak 8 orang (10%).
Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran kematangan emosi
63
2. Gambaran Kematangan Emosi Pada Sampel
Gambaran penyesuaian pernikahan pada 80 sampel penelitian dapat dilihat
melalui pengkategorisasian tingkat kematangan emosi. Tingkat kematangan emosi
dibagi kedalam beberapa kategori, yaitu kategori rendah, sedang dan tinggi.
Penggolongan sampel ke dalam 3 kategori (rendah-sedang-tinggi) dapat
ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 11. Kategorisasi Tingkat Kematangan Emosi
Kategori Rentang Nilai
Rendah
( Sedang
(
Tinggi
(X
Berikut adalah perbandingan antara perolehan data hipotetik dengan data
empirik skor Penyesuaian Pernikahan pada penelitian ini, sebagai berikut :
Tabel 12. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Empirik Pada Kematangan Emosi
Berdasarkan tabel 12, diketahui bahwa nilai mean empirik sampel adalah
sebesar 64.20. Nilai ini lebih besar daripada nilai mean hipotetik (64.20>56.5),
sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum, tingkat penyesuaian pernikahan
sampel pada pengukuran ini lebih tinggi (7.7 poin) dari tingkat kematangan emosi
pada populasi.
Data Hipotetik Data Empirik
Mean Minimum Maksimum SD Mean Minimum Maksimum SD
Berikut adalah gambaran kematangan emosi pada sampel penelitian
berdasarkan :
a. Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi Berdasarkan Usia
Tabel 13. Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi Berdasarkan Usia Sampel
Berdasarkan tabel 13, tingkat kategorisasi kematangan emosi berdasarkan
usia sebanyak 5 % (4 orang) berada di kategori tingkat kematangan emosi yang
rendah, sebanyak 31.25 % (25 orang) berada di kategori yang sedang, dan
selebihnya sebanyak 63.75 % (51 orang) berada di kategori tingkat kematangan
emosi yang tinggi.
b. Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi Berdasarkan Usia Pernikahan
Tabel 14. Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi Berdasarkan Usia Pernikahan Sampel
Rentang Nilai Kategori Usia Jumlah Persentase
Rendah 17 tahun
Rentang Nilai Kategori Usia
65
Berdasarkan tabel 14, tingkat kategorisasi kematangan emosi
berdasarkan usia pernikahan sebanyak 3 orang (<1 tahun ) berada di kategori
tingkat penyesuaian pernikahan yang rendah,1 orang (<1 tahun ) berada di
kategori tingkat penyesuaian pernikahan yang rendah, 1 orang (<1 tahun ) berada
di kategori yang sedang , 20 orang (1-3 tahun) berada di kategori sedang, 4 orang
(3-6 tahun) berada di kategori sedang, dan 6 orang (1-3 tahun) berada di kategori
yang tinggi, 40 orang (1-3 tahun) berada dikategori yang tinggi, dan 5 orang (3-6
tahun) berada dikategorisasi yang tinggi.
3. Gambaran Penyesuaian Pernikahan Pada Sampel
Gambaran penyesuaian pernikahan pada 80 sampel penelitian dapat dilihat
melalui pengkategorisasian tingkat penyesuaian pernikahan. Tingkat penyesuaian
pernikahan dibagi kedalam beberapa kategori, yaitu kategori rendah, sedang dan
tinggi. Penggolongan sampel ke dalam 3 kategori (rendah-sedang-tinggi) dapat
ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 15. Kategorisasi Tingkat Penyesuaian Pernikahan
Kategori Rentang Nilai
Rendah
( Sedang
(
Lanjutan Tabel 15. Kategorisasi Tingkat Penyesuaian Pernikahan Tinggi
(X
Berikut adalah perbandingan antara perolehan data hipotetik dengan data
empirik skor Penyesuaian Pernikahan pada penelitian ini, sebagai berikut :
Tabel 16. Perbandingan Nilai Hipotetik dan Empirik Pada Penyesuaian Pernikahan
Data Hipotetik Data Empirik
Mean Minimum Maksimum SD Mean Minimum Maksimum SD
72 24 120 16 71.26 61 81 4.773
Berdasarkan tabel 16, diketahui bahwa nilai mean empirik sampel adalah
sebesar 71.26. Nilai ini lebih kecil daripada nilai mean hipotetik (71.26<72),
sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum, tingkat penyesuaian pernikahan
sampel pada pengukuran ini lebih rendah (0.74 poin) dari tingkat penyesuaian
pernikahan pada populasi.
Berikut adalah gambaran penyesuaian pernikahan pada sampel
berdasarkan :
a. Tingkat kategorisasi penyesuaian Pernikahan Berdasarkan Usia.
Tabel 17. Tingkat Kategorisasi Penyesuaian Pernikahan Berdasarkan Usia
Rentang Nilai Kategori Usia Jumlah Persentase
67
Berdasarkan tabel 17, tingkat kategorisasi penyesuaian pernikahan
berdasarkan usia sebanyak 2.5 % (2 orang) berada di kategori tingkat penyesuaian
pernikahan yang rendah. Sebanyak 96.25 % (77 orang) berada di kategori yang
sedang. Dan selebihnya sebanyak 1.25 % (1 orang ) berada di kategori tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kategorisasi penyesuaian
pernikahan berdasarkan usia rata-rata berada di kategori yang sedang.
4. Tingkat Kategorisasi Penyesuaian Pernikahan Berdasarkan Usia Pernikahan
Pada sampel.
Tabel 18. Tingkat Kategorisasi Penyesuaian Pernikahan Berdasarkan Usia Pernikahan
Berdasarkan tabel 18, tingkat kategorisasi penyesuaian pernikahan
berdasarkan usia pernikahan sebanyak 2 orang (<1 tahun ) berada di kategori
tingkat penyesuaian pernikahan yang rendah, 36 orang (<1 tahun ) berada di
kategori yang sedang , 33 orang (1-3 tahun) berada di kategori sedang, 8 orang
(3-6 tahun) berada di kategori sedang, dan 1 orang (1-3 tahun) berada di kategori
yang tinggi.
B. HASIL PENELITIAN
1. Hasil Uji Asumsi
Menurut Field (2009), pengujian asumsi sangat penting untuk dilakukan
sebelum menentukan penggunaan uji statistik yang tepat. Uji asumsi yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji linearitas dan uji
homoskedasitas. Pengujian asumsi penelitian dilakukan dengan menggunakan
bantuan program SPSS 17.0 for windows.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data dalam penelitian ini
terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas perlu dilakukan dalam
penelitian ini karena menurut Field (2009), asumsi normalitas juga penting pada
penelitian yang menggunakan analisis regresi, sesuai dengan analisis yang ingin
digunakan dalam penelitian ini. Dengan kata lain, asumsi normalitas penting
untuk dipenuhi sebelum menguji hipotesis dalam penelitian ini. Data yang diuji
adalah data penyesuaian pernikahan dan data kematangan emosi. Data dikatakan
terdistribusi secara normal apabila nilai signifikansinya lebih besar daripada 0,05.
Hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
69
Berdasarkan tabel 19, asumsi normalitas untuk data penyesuaian
pernikahan dan kematangan emosi telah terpenuhi baik dengan uji
kolmogorov-smirnov maupun dengan uji shapiro wilk dengan nilai p lebih besar dari 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa data-data yang akan dianalisis dalam penelitian
ini terdistribusi normal.
b. Uji linearitas
Selain uji normalitas, uji linearitas dilakukan untuk menguji apakah antara
variabel yang ada dalam penelitian memiliki hubungan yang linear atau tidak.
Menurut Field (2009), asumsi linearitas juga diharapkan terpenuhi jika ingin
menggunakan model regresi liner. Model regresi liner yang digunakan untuk
menguji hipotesis dalam penelitian ini membutuhkan terpenuhinya asumsi
lineritas antara variabel kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan.
Asumsi linearitas terpenuhi jika nilai signifikansi pada deviation from linearity
lebih besar dari 0,05. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 20. Hasil Uji Linearitas Kematangan emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan
Berdasarkan tabel 20, terlihat bahwa nilai signifikansi untuk deviation
from linearity adalah sebesar 0.073 (lebih besar dari 0.05), sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan linear antara variabel kematangan emosi
terhadap penyesuaian pernikahan .
Linearitas & Deviasi df F Sig.
Linearity 1 70.291 .000
C.Hasil Tambahan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi menikah muda pada sampel penelitian
dapat dilihat pada tabel 21 berikut:
Tabel. 21.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Menikah Muda
Faktor-Faktor Jumlah (N) Persentase
Orang tua & lingkungan tmpt tinggal
Sebelum menguji hipotesis penelitian, terlebih dahulu dilihat besaran nilai
koefisien korelasi dan pengaruh dari variabel kematangan emosi terhadap
variabel penyesuaian pernikahan. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 23. Tabel R dan R square Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan
Tinggal bersama Jumlah Persentase
Orangtua 46orang 57,5%
Suami 34 orang 42,5%
Total 80 orang 100%
Model R R square
71
Mengacu pada tabel 23, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan
positif antara kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan yang
ditunjukkan dengan nilai R=0.656. Berdasarkan nilai determinansinya (R square=
430), maka dapat disimpulkan bahwa 43% variasi nilai variabel penyesuaian
pernikahan dapat dijelaskan oleh variabel kematangan emosi , dan sisanya 57 %
dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain.
Selanjutnya, keputusan untuk memakai model regresi kematangan emosi
terhadap penyesuaian pernikahan dapat dilihat pada tabel 1.24 berikut :
Tabel 24. Hasil Uji Anova Regresi Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan
Model df F Sig.
1 Regresi 1 58.802 .000
Mengacu pada tabel 24, nilai signifikansi diketahui sebesar 0.000 (lebih
kecil daripada 0.05). Berdasarkan hal tersebut, maka model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi pengaruh kematangan emosi terhadap
penyesuaian pernikahan.
Selanjutnya, nilai Beta atas hasil uji regresi kematangan emosi terhadap
penyesuaian pernikahan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 25. Hasil uji Regresi Kematangan Emosi Terhadap Penyesuaian Pernikahan
Model B t Sig.
(constant) 41.524 10.649 .0001
Berdasarkan tabel 25, terlihat bahwa nilai model constant pada kolom B
adalah sebesar 41.524 dan nilai pada kematangan emosi adalah sebesar 0.463.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa jika tidak terdapat pengaruh
kematangan emosi, maka sampel diprediksi akan mendapatkan nilai penyesuaian
pernikahan sebesar 41.524. Kemudian, efek positif yang terjadi setiap kali
sampel mengalami kenaikan sebanyak satu poin pada skor kematangan emosi,
maka penyesuaian pernikahannya akan mengalami kenaikan sebanyak 0.463
poin. Dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut :
Mengacu pada tabel 25, terlihat bahwa nilai signifikansi untuk variabel
kematangan emosi adalah sebesar 0.0001 (lebih kecil dari 0.05). Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif penelitian diterima
yang artinya bahwa kematangan emosi memiliki pengaruh positif yang
73
E.Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kematangan emosi terhadap penyesuaian pernikahan. Hal ini dapat dilihat dari
besar nilai R = 0,656 dan p = 0,000. Nilai R yang lebih besar dari 0,5
menunjukkan hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan
penyesuaian pernikahan (Azwar, 2000). Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa
hipotesa dalam penelitian ini diterima, yaitu ada pengaruh positif antara
kematangan emosi dengan penyesuaian pernikahan di mana semakin tinggi
kematangan emosi maka tingkat penyesuaian pernikahan juga semakin tinggi.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa 43% variasi nilai variabel
penyesuaian pernikahan dapat dijelaskan oleh variabel kematangan emosi , dan
sisanya 57 % dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain.
. Penyesuaian pernikahan menuntut adanya kematangan dan tumbuh serta
berkembangnya pengertian diantara pasangan (Hashmi, Khurshid, Hassan,
2007). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan (Hurlock,2000) bahwa salah satu
penyumbang kesulitan dalam penyesuaian pernikahan adalah menikah muda, ini
dikarenakan pernikahan usia muda lebih banyak memerlukan proses
penyesuaian masing-masing pasangan dimana umumnya di usia ini individu
belum terlalu matang dalam hal emosional.
Menurut Blood (1979) salah satu karakteristik orang yang memiliki
kematangan emosi yang positif memiliki nilai-nilai yang stabil dalam emosinya,
sehingga mereka lebih mampu untuk berfikir dewasa dalam mengatasi
pada penelitian ini diperoleh bahwa mereka mampu menghadapi dan
menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan yang terjadi pada keluarga
yang itu artinya subjek memiliki kematangan emosi yang positif.
Adhim (2002) juga mengungkapkan salah satu aspek yang cukup penting
untuk menjaga kelangsungan hidup berumah tangga adalah kematangan emosi.
Individu yang memiliki kematangan emosi yang positif akan lebih mampu
mengelola perbedaan-perbedaan yang ada diantara mereka, serta lebih mampu
memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi. Pada saat
seorang pria dan wanita menikah, tentunya masing-masing membawa nilai
budaya, sikap, keyakinan dan gaya penyesuaian sendiri-sendiri dalam
pernikahan tersebut (DeGenova,2008). Individu tersebut harus melakukan atau
melewati bentuk-bentuk penyesuaian pernikahan agar hubungan pernikahannya
berhasil dan bahagia (Hurlock,2000).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kematangan emosi
berdasarkan usia berada pada kategori yang tinggi yaitu sebanyak 51 orang
(63,75%) Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan emosi pada pria
dan wanita yaitu usia (Hurlock,2004). Bertambahnya usia seseorang
menyebabkan emosinya akan semakin terkontrol dan matang (Benokraitis,1996).
Young (2007) berpendapat bahwa walaupun kematangan emosi seseorang
seiring bertambahnya usia, akan tetapi faktor fisik-fisologis juga belum tentu
mutlak sepenuhnya mempengaruhi perkembangan kematangan emosi, karena
kematangan emosi merupakan salah satu fenomena psikis, baik faktor pola asuh
75
sudah cukup matang dalam segi emosi meskipun usia pada saat mereka menikah
masih terbilang terlalu muda maka penyesuaian pernikahan akan tetap tercipta
didalamnya. Namun, jika usia memasuki pernikahan sudah cukup matang tetapi
kematangan emosinya kurang baik belum tentu akan tercipta penyesuaian
pernikahan yang baik pula.
Asumsi awal peneliti ialah kematangan emosi dan penyesuaian pernikahan
pada subjek penelitian adalah rendah, yang mana sesuai dengan teori Hurlock
(2000) mengatakan bahwa menikah muda lebih banyak membutuhkan
penyesuaian karena pada umumnya individu tersebut belum matang dalam hal
ekonomi, seksual, dan emosional. Namun, berdasarkan hasil penelitian
ditemukan bahwa kematangan emosi pada remaja putri yang menikah muda
berada pada kategori tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi kematangan emosi
pada subjek penelitian berada pada kategori tinggi ialah faktor lingkungan.
Young (1985) mengatakan lingkungan sosial yang tidak memberikan rasa aman
dan lingkungan sosial yang tidak mendukung juga akan menganggu kematangan
emosi. Sebanyak 29 orang (36,25%) dari sampel penelitian menikah dikarenakan
faktor lingkungan atau budaya setempat. Keberadaan lingkungan yang
mendukung membuat terciptanya kematangan emosi yang positif.
Keberadaan budaya lokal (Parampo Kampung) memberi pengaruh besar
terhadap pelaksanaan pernikahan dini, sehingga masyarakat tidak memberikan
pandangan negatif terhadap pasangan yang melangsungkan pernikahan
meskipun pada usia yang masih remaja. Sehingga walaupun belum matang dari
untuk melakukan pernikahan dikarenakan adanya dukungan dari lingkungan
mereka untuk menikah. Kebiasan ini sudah menjadi turun temurun dalam
keluarga mereka, karena orang tua mereka juga melakukan pernikahan usia
muda dulu nya. Hal ini yang menyebabkan kaum pemuka adat tidak merniliki
kemampuan untuk dapat mengatur sistem budaya yang mengikat bagi warganya
dalam melangsungkan perkawinan karena batasan tentang seseorang yang
dikatakan dewasa masih belum jelas (Landung dkk, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar penyesuaian
pernikahan pada subjek berada pada kategori yang sedang yaitu 96,25% dari
total sampel. Saat ini banyak ditemukan remaja yang menikah diusia muda
padahal kebutuhan materi dirinya sendiri belum sepenuhnya terpenuhi apalagi
harus memenuhi kebutuhan pasangan, hal ini mendorong remaja bergantung
pada orang lain seperti orang tua mereka walaupun mereka sudah berumah
tangga. Sejalan dengan pendapat Wijayanto (2007) bahwa saat ini banyak
ditemukan remaja yang menikah muda dan telah mempunyai anak tetapi
konsekuensi dari pernikahan masih diserahkan pada orang tua, seperti: tinggal
dirumah orangtua, makan dan minum masih ikut orang tua serta kebutuhan
lainnya 100% masih ditanggung orang tua.
Hal ini terbukti dari data yang diperoleh bahwa sebanyak 46 orang
(57,5%) dari total sampel masih tinggal dengan orang tua mereka dan sisanya
tinggal bersama suami dirumah sendiri (kontrak). Sehingga penyesuaian
pernikahan pasangan tersebut dipengaruhi oleh keberadaan mereka yang masih
77
penyesuaian pada pernikahan mereka dikarenakan orang tua masih ikut campur
atau memfasilitasi kebutuhan kehidupan pernikahan mereka sehingga
konsekuensi dari pernikahan tersebut belum dirasakan sepenuhnya oleh
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh positif antara Kematangan Emosi terhadap Penyesuaian
Pernikahan remaja putri yang menikah muda di Kecamatan
Medan-Belawan, dimana semakin tinggi kematangan emosi seseorang maka
semakin tinggi pula penyesuaian pernikahan individu tersebut. Koefisien
Determinasi bernilai 0,430 yang artinya 43% kematangan emosi
mempengaruhi penyesuaian pernikahan remaja putri yang menikah muda
di kecamatan Medan-Belawan.
2. Sebagian besar remaja putri yang menikah muda dalam penelitian ini
memiliki frekuensi Kematangan Emosi dalam kategori tinggi, yaitu
sebanyak 63,75% dari total sampel. Ini dikarenakan dukungan yang
diberikan pihak keluarga, bahkan lingkungan tempat mereka tinggal
dengan tidak adanya pandangan negatif yang ditunjukkan.
3. Sebagian besar penyesuaian pernikahan remaja putri yang menikah muda
dalam penelitian berada pada kategori sedang,yaitu sebanyak 96,25 %
dari total sampel. Ini dipengaruhi karena subjek masih tinggal dengan
orang tua, sehingga mereka masih dibantu orang tua untuk memenuhi
79
B. SARAN
Peneliti sepenuhnya menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, peneliti akan memberikan beberapa saran untuk
penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kematangan emosi dan
penyesuaian pernikahan remaja putri yang menikah muda.
a. Saran teoritis
1. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan analisis mengenai
faktor-faktor laininya selain faktor kematangan emosi yang dapat
mempengaruhi penyesuaian pernikahan seperti pola asuh orang tua,
lingkungan dan faktor lain yang diduga berkontribusi pada penyesuaian
pernikahan.
2. Skala yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interval ganjil,
kecenderungan akala dengan interval ganjil adalah responden yang kurang
mengerti aitem dalam skala akan memilih interval tengah yaitu “netral”.
Sehingga pada penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti dapat
menggunakan interval genap dengan menghilangkan pilihan “netral” pada skala.
b. Saran praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat tentang pentingnya kematangan emosi terhadap keberhasilan
melakukan penyesuaian pernikahan. Karena penyesuaian pernikahan yang
2. Bagi pasangan muda yang sudah terikat dengan pernikahan agar
kematangan emosi dapat dikembangkan dengan baik, karena kematangan
emosi sebenarnya merupakan faktor penting dalam melakukan
penyesuaian pernikahan.
3. Selain usia, yang mempengaruhi kematangan emosi yang tinggi ialah
lingkungan. Sehingga disarankan agar lingkungan tempat tinggal dapat
mendukung kematangan emosi pada remaja khususnya remaja putri yang
melakukan pernikahan usia muda.
4. Faktor penyebab penyesuaian pernikahan yang sedang dalam penelitian ini
ialah banyaknya pasangan remaja putri yang menikah muda masih tinggal
dengan orang tua mereka atau orang tua pasangannya. Sehingga
disarankan orang tua harus melepaskan anaknya yang sudah menikah
dengan tidak terlalu banyak mencampuri kehidupan pernikahan anaknya
dan tidak membiarkan anaknya tinggal bersama mereka, agar pasangan
tersebut benar-benar dapat melakukan penyesuaian diri pada
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEMATANGAN EMOSI
1. Definisi Kematangan Emosi
Kematangan emosi dapat dimengerti dengan mengetahui pengertian emosi
dan kematangan, kemudian diakhiri dengan penjelasan kematangan emosi sebagai
satu kesatuan. Istilah kematangan menunjukkan kesiapan yang terbentuk dari
pertumbuhan dan perkembangan (Hurlock, 2004). Emosi merupakan suatu
kondisi keterbangkitan yang muncul dengan perasaan kuat dan biasanya respon
emosi mengarah pada suatu bentuk perilaku tertentu (Lazzarus, 1991). Selain itu,
terdapat juga definisi emosi sebagai suatu keadaan dalam diri individu yang
memperlihatkan reaksi fisiologis, kognitif, dan pelampiasan perilaku. Misalnya
ketika individu sedang mengalami ketakutan, reaksi fisiologis yang dapat muncul
adalah keterbangkitan (jantung berdetak lebih kencang), kemudian individu akan
memikirkan bahwa dirinya sedang dalam bahaya, sedangkan tingkah laku yang
dapat mucul adalah kecenderungan untuk menghindar dari situasi yang membuat
ketakutan (Rathus, 2005). Goleman (2001) menjelaskan jenis-jenis emosi
termasuk didalamnya amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut,
jengkel, dan malu.
Hurlock (2004) berpendapat bahwa kematangan emosi merupakan
individu yang memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan
lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan
memberikan reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapi.Kematangan
emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa
nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya dan
orang lain, selain itu dapat menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif
(Yusuf ,2011). Kematangan emosi dapat didefinisikan sebagai kemampuan
mengekspresikan perasaan dan keyakinan secara berani dan mempertimbangkan
perasaan dan keyakinan orang lain (Covey, 2001). Dariyo (2006) juga
mendefinisikan kematangan emosi sebagai keadaan atau kondisi mencapai tingkat
kedewasaan dari perkembangan emosi sehingga individu tidak lagi menampilkan
pola emosional yang tidak pantas.
Dalam penelitian ini kematangan emosi adalah kesiapan individu dalam
mengendalikan dan mengarahkan emosi dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisi.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi menurut Hurlock
(2004), antara lain:
a. Usia
Semakin bertambah usia inidvidu, diharapkan emosinya akan lebih matang
dan individu akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan emosinya. Individu
semakin baik dalam kemampuan memandang suatu masalah, menyalurkan dan
13
b. Perubahan fisik dan kelenjar
Perubahan fisik dan kelenjar pada diri individu akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada kematangan emosi. Sesuai dengan anggapan bahwa
remaja adalah periode “badai dan tekanan”, emosi remaja meningkat akibat
perubahan fisik dan kelenjar.
c. Jenis Kelamin
Laki-laki dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan,
mereka memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga
cenderung kurang mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh
perempuan.
Menurut Young (2007) faktor yang mempengaruhi kematangan emosi
antara lain adalah:
a. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan tempat hidup termasuk didalamnya yaitu lingkungan
keluarga dan lingkungan masyarakat. Keadaan keluarga yang tidak harmonis,
terjadi keretakan dalam hubungan keluarga yang tidak ada ketentraman dalam
keluarga dapat menimbulkan persepsi yang negatif pada diri individu. Begitu pula
lingkungan sosial yang tidak memberikan rasa aman dan lingkungan sosial yang
tidak mendukung juga akan menganggu kematangan emosi.
b. Faktor individu
Faktor individu meliputi faktor kepribadian yang dipunyai individu.
Adanya persepsi pada setiap individu dalam mengartikan sesuatu hal juga dapat
negatif, tidak realistik dan tidak sesuai dengan kenyataan. Kalau individu dapat
membatalkan pikiran-pikiran yang keliru menjadi pikiran-pikiran yang benar,
maka individu dapat menolong dirinya sendiri untuk mengatur emosinya sehingga
dapat mempersepsikan sesuatu hal dengan baik.
c. Faktor pengalaman
Pengalaman yang diperoleh individu selama hidupnya akan mempengaruhi
kematangan emosinya. Pengalaman yang menyenangkan akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap individu, akan tetapi pengalaman yang tidak
menyenangkan bila selalu terulang dapat memberi pengaruh negatif terhadap
individu maupun terhadap kematangan emosi individu tersebut.
3. Karakteristik Kematangan Emosi
Hurlock (2004) mengemukakan tiga karakteristik dari kematangan emosi,
antara lain:
a. Kontrol emosi
Individu tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain dan mampu
menunggu saat dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan
cara-cara yang dapat diterima. Individu dapat melakukan kontrol diri yang bisa
diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol
ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari
energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara
15
b. Pemahaman diri
Memiliki reaksi emosional yang lebih stabil, tidak berubah-ubah dari satu
emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain. Individu mampu memahami
emosi diri sendiri, memahami hal yang sedang dirasakan, dan mengetahui
penyebab dari emosi yang dihadapi individu tersebut.
c. Pengunaan fungsi kritis mental Individu
Mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi
secara emosional, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap
situasi tersebut, dan individu juga tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya
seperti anak-anak atau individu yang tidak matang.
4. Kematangan Emosi Remaja
Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi jika individu dapat
mengerti situasi tanpa harus diberikan arahan oleh orang lain serta mengerti
kewajiban dan tanggungjawabnya (Chaube, 2002). Selain itu, Hurlock (2004) juga
menambahkan remaja mencapai kematangan emosi jika pada akhir masa
remajanya tidak sembarangan dalam meluapkan emosinya dihadapan orang lain,
tetapi menempatkannya secara tepat dan dengan cara-cara yang dapat diterima
oleh orang lain. Chaplin (2005) mendefinisikan kematangan emosi sebagai
kondisi atau keadaan dalam mencapai tingkat kedewasaan dalam perkembangan
emosional seseorang.
Kematangan emosi juga dapat ditunjukkan dengan kemampuan remaja
emosional dan memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari
satu suasana hati ke suasana hati yang lain. Yusuf (2011) menjelaskan tentang
bagaimana perubahan kematangan emosional sebelum masa remaja sampai
memasuki masa remaja, hal ini dapat terlihat dari tabel berikut ini:
Tabel 1 .Perubahan Kematangan Emosi
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan kematangan emosi
remaja merupakan kondisi remaja mampu mengendalikan dan mengarahkan
penyaluran emosi sesuai situasi dan waktu yang tepat dengan cara yang dapat
diterima, mampu menggunakan pemikiran terlebih dahulu terhadap suatu situasi
sebelum menggunakan respon emosional, serta mengambil keputusan yang
didasarkan pada pertimbangan sehingga tidak mudah berubah-ubah.
B. PENYESUAIAN PERNIKAHAN
1. Pengertian Penyesuaian Pernikahan
Hurlock (2000) mendefinisikan penyesuaian perkawinan sebagai proses
adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah
terjadinya konflik dan menyelesaikan konflik dengan baik melalui proses
No DARI ARAH KE ARAH
1. Tidak toleran dan bersikap superior
Bersikap toleran
2. Kaku dalam bergaul Luwes dalambergaul 3. Peniruan buta terhadap teman
sebaya
Interdependensi dan memiliki harga diri
4. Kontrol orang tua Kontrol diri sendiri 5. Perasaan yang tidak jelas tentang
17
penyesuaian diri. Penyesuaian pernikahan juga merupakan suatu proses
memodifikasi, mengadaptasi dan mengubah individu dan pola perilaku pasangan
serta adanya interaksi untuk mencapai kepuasan yang maksimum dalam
pernikahan (DeGenova, 2008).
Menurut Lasswel & Lasswel (1987), penyesuaian perkawinan berarti kedua
individu telah belajar untuk mengakomodasi kebutuhan, keinginan, dan harapan
masing-masing, ini berarti mencapai suatu derajat kebahagiaan dalam hubungan.
Penyesuaian perkawinan bukan suatu keadaan absolut melainkan suatu proses
yang terus menerus terjadi.Sedangkan Duval dan Miller (1985) mengatakan
bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi
baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka
akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri.
Penyesuaian perkawinan ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam
hubungan suami istri.
Dalam penelitian ini penyesuaian pernikahan adalahproses membiasakan
diri (beradaptasi) dengan situasi baru sebagai suami istri untuk memenuhi harapan
atau tujuan perkawinan dan memecahkan konflik yang muncul dalam perkawinan.
2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Pernikahan
Penyesuaian diri dalam pernikahan memiliki beberapa area yang akan
dilalui, seperti agama, kehidupan sosial, teman yang menguntungkan, hukum,