Gambar IV: Gambar Ultrasonik
DAFTAR PUSTAKA
Djojosumarto,p.2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian.Penerbit Kanisius :
Yogyakarta
Djojosumartono, 2008 . Panduan Lengkap Pestisida dan Aplikasinya . PT.Agromedia
Pustaka : Jakarta
Lukito,2004 . Panduan Lengkap Budu Daya Kakao . PT.Agromedia Pustaka
Rohman,A . 2009 . Kromatografi Untuk Analisis Obat . Graha Ilmu . Yogyakarta
Sastrotomo,1992 . Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya . Gramedia
Pustaka Utama . Jakarta
Untung,k.2007 . Kebijakan Perlindungan Tanaman . Gadjah Mada University Press .
Yogyakarta
BAB 3
METODOLOGI
3.1Alat
Adapun alat-alat yang digunakan antara lain :
a. Kromatografi gas Shimadzu
b. Erlenmeyer 250 ml pyrex
c. Botol Vial -
d. Spatula -
e. Pipet Volume 20 ml pyrex
f. Labu alas pyrex
g. Rotari Evaporator Buchi-R-210
h. Corong pyrex
i. Tissue gulung -
j. Vortex mixer Eurolab
k. Neraca analitik Radwag
l. Rak tabung reaksi -
m. Tabung reaksi pyrex
n. Labu alas pyrex
o. Alu dan lumpang -
q. Pipet tetes -
r. Bola karet D & N
3.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain :
a. Kakao
b. Lada
c. Diklorometana
d. Toluena:Isooktana (10:90%)
e. Aseton
3.3 Prosedur
3.3.1 Prosedur sampel
1. Sampel biji-bijian(Kopi dan Kakao)
a.Ditumbuk sampel sampai halus
b.Ditimbang 25 g sampel dan di masukkan ke dalam erlenmeyer
c.Ditambahkan 100 ml pelarut Aseton: Dikloro – metana(50:50v/v)
d.Didiamkan selama 1 (satu) malam
e.Disaring menggunakan kertas saring
f.Dipipet 20 ml menggunakan pipet volume kedalam labu alas
h.Dimasukkan ke dalam tabung berskala 5 ml
i.Ditambahkan dan dicampurkan Toluena : Isooktana (10:90)
j.Di tera sampai 5 ml
k.Dipipet kedalam botol vial
l.Di injeksikan ke kromatografi gas
2. Sampel bumbu dan rempah (Cengkeh dan Lada)
a.Di tumbuk sampel sampai halus
b.Ditimbang 5 g sampel dan di masukkan ke dalam erlenmeyer
c.Ditambahkan 100 ml pelarut Aseton: Dikloro – metana(50:50v/v)
d.Didiamkan selama 1 (satu) malam
e.Disaring menggunakan kertas saring
f.Dipipet 20 ml menggunakan pipet volume kedalam labu alas
g.Dipekatkan dalam rotarievaporator pada suhu air 400c,sampai hampir
kering
h.Dimasukkan kedalam botol yang berskala 5 ml
i.Ditambahkan dan dicampurkan Toluena : Isooktana (10:90)
j.Ditera sampai 1 ml
k.Dipipet kedalam botol vial
3.3.2 pemakaian alat kromatografi gas
1. Hidupkan GC dan computer,tunggu sampai dilayar monitor muncul gambar
desktop.
2. Untuk mengaktifkan software chemstation ada 2 cara,yaitu dengan
- Double click icon instrument 1 online yang ada di desktop
- Atau dengan cara click icon start →All program→Agilent
chemstation→Instrument 1 online
3. Kemudian tunggu sampai software chemstation tampil di layar monitor,
perhatikan juga lampu remote yang ada di GC ! lampu remote ini yang
mengindeksikan komunikasi antara GC dan computer.jika lampu remote
tidak menyala segera hubungi pihak BERCA!
4. Perhatikan method yang sedang online.
5. Untuk memanggil method,click method→load method→kemudian pilih
method yang akan digunakan untuk analisa.
6. Setelah memilih method tampilan di layar akan berubah,perhatikan tulisan
“not ready” yang berwarna merah.
7. Tunggu sampai tulisan “not ready” yang berwarna merah berubah menjadi
“ready” dan berwarna hijau,tulisan ready menandakan bahwa GC sudah bisa
digunakan untuk analisa sampel.
8. Sebelum melakukan analisa (injeksi sampel),ada beberapa hal yang harus
dilakukan.
- Path dan subdirectory menunjukkan folder dimana file data
disimpan,sedangkan signal1/signal 2 adalah nama dari file data injeksi
(file chromatogram)
- Operator name,subdirectory dan signal 1/signal 2 dapat diisi sesuai
dengan keinginan pengguna GC (operator)
- Setelah selesai click OK.
9. Jika sampel sudah siap untuk dianalisa tekan tombol “start”yang ada pada
GC,lihat lampu Run yang ada pada GC.setelah selesai analisa lampu Run
akan padam kembali.
10.Setelah selesai analisa Run,click view→data analysis
11.Untuk memanggil data hasil injeksi click file→load signal,kemudian akan
muncul window.cari file data hasil injeksi berdasarkan sampel info!
12.Data hasil injeksi akan terlihat
13.Untuk melihat hasil injeksi click icon preview
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil percobaan yang dilakukan di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi
Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan untuk menganalisa residu pestisida
profenofos pada tanaman kakao dan lada dengan menggunakan kromatografi gas
dihasilkan data dan kromatogram penggunaan pestisida profenofos pada tanaman
[image:11.612.115.472.440.695.2]kakao dan lada dapat dilihat pada tabel 4.1.
Table 4.1
Hasil analisa residu pestisida profenofos kakao Bangka belitung, kakao Tanah Karo,
dan lada
No Nama Sampel
Waktu retensi (menit)
TD TTD
1. Kakao Bangka Belitung A - TTD
2. Kakao Bangka Belitung B - TTD
3. Kakao Tanah Karo A - TTD
4. Kakao Tanah Karo B - TTD
5. Lada A - TTD
Keterangan : TD = Terdeteksi
TT = Tidak Terdeteksi
Kromatogram pestisida profenofos
Gambar 1A. kromatogram sampel kakao Bangka belitung A
[image:13.612.114.511.433.671.2]Gambar 1B. kromatogram sampel kakao Bangka Belitung B
Gambar 2B. kromatogram kakao tanah karo B
[image:14.612.114.510.413.636.2]Gambar 3B. kromatogram lada B
Dari hasil kromatogram tidak ditemukan kakao yang berasal dari bangka
belitung dan kakao yang berasal dari tanah karo, serta lada yang menggunakan
pestisida dengan merk dagang Curacron 50 EC secara berlebihan dan masih
menggunakan dosis yang tepat dan dosis yang tepat.
4.2 Pembahasan
Untuk menentukan kadar residu pestisida pada biji kakao dan biji lada dapat
digunakan dengan alat kromatografi gas. Komponen akan dipisahkan di dalam kolom
dan dideteksi oleh detektor yang kemudian tercatat pada recorder dan hasil keluarnya
kromatogram.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.24/Permentan/SR.140/4/2011
dengan tingkat residu yang diperkirakan aman ≤ 1 ppm untuk penggunaan insektisida
dan fungisida pada hasil pertanian :
1. Tanaman/komoditas padi, jagung, dan kedelai.
2. Tanaman/komoditas sayuran.
3. Tanaman/komoditas buah-buahan yang dikonsumsi tanpa kupas kulitnya.
4. Tanaman/komoditas bahan minuman.
Nilai Batas Maksimum Residu (BMR) yang diperoleh dari pengujian kadar
residu profenofos pada biji kakao bangka belitung, biji kakao tanah karo dan biji lada
adalah 0 atau tidak terdeteksi, sehingga biji kakao bangka belitung, biji kakao tanah
karo, dan biji lada yang diuji dapat dikonsumsi.
Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. keracunan kronis lebih sulit
dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan.akibat yang ditimbulkan oleh keracunan kronis tidak selalu
mudah diprediksi.
Resiko bagi keselamatan penggunaan pestisida adalah kontaminasi pestisidas
ecara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. kera
cunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebaga
inya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Batas maksimum residu pestisida (BMRP) adalah batas maksimum
kandungan residu pestisida di dalam produk pertanian tertentu yang diizinkan oleh
pemerintah.Kandungan residu pestisida diatas BMRP dianggap berbahaya bagi
kesehatan manusia yang mengkonsumsi atau terpapar oleh produk pertanian tersebut.
dengan alasan melindungi kesehatan manusia.
Residu pestisida yang terkandung dalam makanan akan tertimbun dalam
tubuh dan menimbulkan berbagai reaksi berbahaya yang secara perlahan-lahan
menggerogoti dan merusak sel-sel tubuh.
Flame Photometric Detektor (FPD) adalah detektor khusus untuk mendeteksi
senyawa sulfur, posfor, dan timah organik. Senyawa yang mengandung sulfur atau
fospor dibakar dalam nyala hydrogen/oksigen maka akan terbentuk spesies yang
tereksitasi dan menghasilkan suatu emisi yang spesifik yang dapat diukur pada
panjang gelombang tertentu. Detektor ini banyak digunakan untuk menganalisa
5.2Saran
a. Sebaiknya penggunaan pestisida pada tanaman perkebunan lebih diperhatikan lagi karena resiko bagi yang menggunakan pestisida pada tanaman
perkebunan sangat berbahaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PESTISIDA
2.1.1 Pengertian Pestisida
Peraturan Pemerintah (PP) No.7 tahun 1973 pertama kali memberikan pengertian
tentang pestisida menurut undang-undang. Pestisida merupakan semua zat kimia dan
bahan lain jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak
tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan ternak.
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas dan mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
Dari pengertian Peraturan Pemerintah (PP) No.7 tahun 1973 tentang pestisida
tersebut diatas jelas bahwa yang diatur, dikendalikan, diawasi dan dikelola tidak
hanya pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman, tetapi juga untuk
pengendalian organisme pengganggu ikan, ternak, dan terutama manusia. Di samping
itu, pestisida yang diatur juga meliputi pestisida di rumah tangga, bangunan, serta
untuk penyimpanan dan pengangkutan.
2.1.2 Penggolongan Berdasarkan Cara Kerja Pestisida
1. Insektisida
Menurut “cara kerja”atau gerakannya pada tanaman setelah diaplikasikan,
insektisida secara umum dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut.
a) Insektisida sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik lewat
akar, batang atau daun. Selanjutnya, insektisida sistemik tersebut mengi
kuti gerakan cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian
tanaman lainnya, baik ke atas (akropetal) atau ke bawah (basipetal),
termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Contoh insektisida sistemik adalah
furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran, dan monokrotofos.
b) Insektisida Nonsistemik
Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan)
pada tanaman sasaran tidak diserap oleh jaringan tanaman, tetapi hanya
menempel di bagian luar tanaman. Insektisida nonsistemik sering disebut
Istilah kontak lebih tepat digunakan bagi cara kerja insektisida yang
berhubungan dengan cara masuknya kedalam tubuh serangga.Bagian
terbesar insektisida yang dijual di pasar Indonesia dewasa ini adalah
insektisida nonsistemik. Contoh dioksikarb, diazinon, diklorvos, profeno fos, dan quinalfos.
c) Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida sistemik local adalah kelompok insektisida yang dapat
diserap oleh jaringan tanaman (umumnya daun), tetapi tidak ditranslokasi
kan ke bagian tanaman lainnya. Termasuk kategori ini adalah insektisida
yang berdaya kerja translaminar atau insektisida yang mempunyai daya
penetrasi ke dalam jaringan tanaman. Beberapa contoh di antaranya
adalah dimetan, furatiokarb, pyrolan, dan profenofos.
2. Fungisida
Pestisida untuk mengendalikan cendawan (fungi) menurut efeknya
terhadap cendawan sasaran terdiri atas dua macam. Pertama,
senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungistatik, yakni senyawa-senyawa yang hanya
mampu menghentikan perkembangan cendawan. Cendawan akan berkembang
lagi bila senyawa fungistatik tersebut hilang. Kedua, senyawa-senyawa yang
mempunyai efek fungitoksik atau efek fungisida (fungicidal effect), yakni
senyawa yang dapat membunuh cendawan. Cendawan tidak berkembang lagi
3. Herbisida
Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan
gulma atau tumbuhan pengganggu yang tidak dikehendaki. Karena herbisida
aktif terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik.
2.1.3. Penggolongan Berdasarkan kelas kimia
Pestisida dikelompokkan pula menurut kelompok, golongan atau kelas
kimianya, yakni sekelompok pestisida yang mempunyai persamaan dalam rumus
[image:22.612.117.514.361.704.2]dasar struktur molekulnya.
Tabel 2.1: Kelompok kimia insektisida
Kelompok Contoh
1) Organofosfat(OP):
a) Derivat alifatik
b) Heterosiklik
c) Derivat fenil
2) Karbamat:
a) Metil karbamat
b) Fenil karbamat
c) Karbamat pyrazol
d) Metil heterosiklik
Asefat, forat, dimetoat, dikrotovos,
malation, metamidofos
Asinfosmetil, fention, klorfirifos, metidation
Etil paration, fention, isofenfos, metal
paration, profenofos
Karbaril
Metiokarb, propoksur
Dimetilan, isolan, pyrolan
e) Oksim
3) Piretroid:
a) Light sensitive
b) Photostable
Aldikarb, metomil
Alletrin, tetrametrin,dan resmetrin
Sipermetrin, deltametrin, sihalotrin,
bifentrin, fenvalerat
2.1.4 Nama Kimia, Nama Umum, dan Nama Dagang
Setiap pestisida atau produk perlindungan tanaman yang di perdagangkan
terdiri atas tiga bagian utama, yakni bahan aktif, bahan pembantu dan
bahan-bahan pembawa. Bahan aktif adalah senyawa kimia atau bahan-bahan bioaktif lainnya(mikr
oorganisme) yang mempunyai efek pestisida, yakni meracuni Organisme
Perusak Tanaman (OPT) atau efek biologi lainnya, misalnya mengusir serangga, men
arik serangga, dan sebagainya.Bahan aktif tersebut diberi nama kimia, yakni nama
yang didasarkan atas struktur atau rumus kimia senyawa tersebut. Misalnya,
Insektisida yang dijual dengan nama dagang Curacron 500 EC mempunyai nama
kimia 0-4-bromo-2-chlorophenyl.
Insektisida Curacron 500 EC mempunyai bahan aktif bernama Profenofos.Na
ma umum atau nama generic pestisida yang bersangkutan sebagai salah satu syarat
2.1.5 Batas Maksimum Residu Pestisida
Batas maksimum residu pestisida (BMRP) adalah batas maksimum kandungan
residu pestisida di dalam produk pertanian tertentu yang diizinkan oleh
pemerintah. Kandungan residu pestisida diatas BMRP dianggap berbahaya bagi
kesehatan manusia yang mengkonsumsi atau terpapar oleh produk pertanian
tersebut. dengan alasan melindungi kesehatan manusia, setiap Negara menerapkan
dan menentukan nilai BMRP yang ketat sehingga dapat digunakan sebagai alasan
untuk memeriksa dan membatasi produk-produk pertanian yang memasuki
negaranya.
Pemerintah pada tahun 1996 memutuskan BMRP melalui keputusan bersama
antara menteri kesehatan dan menteri pertanian no.881/Menkes/SKB/VIII/1996
tentang batas maksimim residu pestisida pada hasil pertanian. Melalui Surat
Keputusan Bebas (SKB) tersebut telah ditetapkan nilai Batas Maksimum Residu
(BMR) (mg/kg), sekitar 2000 kombinasi antara bahan aktif pestisida dan
komoditas. SKB tersebut antara lain menyatakan bahwa hasil pertanian yang beredar
di Indonesia, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri tidak boleh
mengandung residu pestisida melebihi BMRP. hasil pertanian yang dimasukkan dari
luar negeri yang mengandung residu pestisida melebihi BMRP harus ditolak.
Sayangnya SKB tersebut sampai saat ini (2005), belum efektif dan
operasional sehingga dapat dimanfaatkan sebagai hambatan non-tarif dalam
perdaganagan global produk-produk pertanian. mekanisme dan prosedur penerapan
dan pengawasan ketetapan BMR pestisida pada tingkat lapangan belum diputuskan
antarsektor. Kelemahan dalam koordinasi kelembagaan, kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM), kelemahan dukungan penelitian dan keterbatasan sarana
laboratorium uji residu pestisida yang memenuhi syarat merupakan beberapa masalah
yang menyebabkan SKB tersebut masih belum berjalan (Untung,2007).
2.2.ORGANOFOSFAT
Organofosfat ditemukan pada tahun 1945. Struktur kimia dan cara kerjanya
berhubungan erat dengan gas syaraf. Organofosfat adalah pestisida yang mengandung
fosfor dan sulfur yang bersifat toksik dan beracun yang dapat menimbulkan efek pada
serangga, mamalia dan manusia melebihi inhibisi asetilkolinesterase pada saraf.
Organofosfat dapat menurunkan populasi serangga dengan cepat, persistensinya di
lingkungan sedang sehingga organofosfat secara bertahap dapat menggantikan
organoklorin. Sampai saat ini organofosfat masih merupakan insektisida yang paling
banyak digunakan diseluruh dunia. Contoh: malathion, monokrotofos, paration, fosf
amidon, bromofos, diazinon, dimetoat, fention, profenofos dan puluhan lainnya
(Sastroutomo,1992).
Profenofos adalah insektisida golongan organofosfat yang terdi dari gugus
(thiophosphate).
Sifat kimia :
a. Berat Molekul 373,65 g/mole
b. Titik didih 110 oc
c. Densitas 1,46 g/cm
d. Waktu paruh degradasi pada tanah 9 hari
e. Stabil pada kondisi sedikit asam dan tidak stabil pada kondisi basa.
Dalam penggunaannya profenofos secara biokimia dapat menghambat kerja
enzim cholisterase isomernya mampu menghambat kerja enzim acetylcholinesterase.
Dimana insektisida dan akasarida non sistemik yang bekerja ketika terjadi kontak
dengan kulit, termakan (masuk ke lambung), dan inhalasi (kesistem pernafasan). Dan
kegunaan profenofos adalah untuk mengontrol serangga (terutama lepidopetera) dan
tungau pada tanaman kapasa, tebu, kacang hijau, kentang, tembakau, sayur-mayur
dan tanaman lainnya.
Profenofos merupakan insektisida yang bersifat mudah terdegradasi,
profenofos dalam tanah akan hilang pada kondisi netral sampai basa dengan waktu
yang paruh beberapa hari.(http://profenofos, klorpirifos.html.co.id)
2.3 Kakao
2.3.1 Sejarah singkat Kakao
Produk coklat dihasilkan melalui tahapan dan proses yang relatif panjang.
dalamnya terdapat biji-biji kakao. Kakao berasal dari hutan-hutan tropis di Amerika
Tengah dan di Amerika Selatan bagian utara. Penduduk yang pertama kali
mengusahakan tanaman kakao serta menggunakan kakao sebagai bahan makanan
ndan minuman adalah suku Indian Maya dan suku Astek (Aztec).
Pada waktu itu, pengolahan biji kakao oleh orang-orang Indian dilakukan
dengan cara menyimpan biji kakao dan Mengeringkannya dengan cara menyimpan
biji kakao dan mengeringkannya dibawah sinar matahari.
2.3.2 Jenis Hama dan Pengendaliannya
a) Kepik Penghisap Buah
1. Gejala Serangan dan kerusakan
Serangga muda dapat menimbulkan kerusakan terhadap tanaman kakao
dengan cara menussukkan alat mulutnya ke dalam jaringan tanaman
untuk menghisap cairan sel-sel didalamnya.serangan hama ini dapat
menurunkan produksi sebesar 50-60%.
2. Pengendalian secara kimiawi berdasarkan sistem Dini
Beberapa insektisida anjuran yang telah mendapat izin dari
komisi Pestisida, karena secara ekonomi penggunaan insektisida dinilai
relatif mahal dan mempunyai resiko tinggi, baik terhadap
tenaga pelaksana maupun terhadap agroekosistem, maka
b) Ulat Api
1. Gejala serangan dan kerusakan
Serangan larva instar awal menimbulkan bintik tembus cahaya pada da
un, kemudian timbul bercak-bercak coklat yang sekelilingnya berwarna
kuning yang dapat meluas keseluruh permukaan daun. kerugian yang
terjadi karena menurunnya proses fotosintesis sehingga pembentukan
karbohidrat berkurang dan secara tidak langsung dapat menurunkan
produksi buah.
2. Pengendalian
Secara alami terdapat musuh-musuh bagi tanaman kakao, baik yang
parasit maupun predator. Namun, tampaknya musuh alami tersebut
belum dapat menekan ulat api sampai pada tingkat populasi yang tidak
merugi. Masih perlu dilakukan pengendalian secara kimiawi dengan
penggunaan insektisida.(Lukito,2004)
2.4 Lada
2.4.1 Sejarah singkat Lada
Lada merupakan salah satu jenis tanaman yang batangnya berbentuk
akar-akaran. Tanaman penghasil rempah-rempah yang bernama laktin piper nigrum L. Ini
masuk ke Indonesia sejak abad XVI (sekitar tahun 1547) Lada sudah dikenal
2.4.3 Jenis hama dan Pengendaliannya
a. Hama
Secara umum hama yang sering menyerang tanaman lada dibedakan atas
tiga jenis, yaitu hama yang menyerang buah dan bunga, dan menyerang
daun. Sementara hama yang menyerang akar tanaman lada jarang terjadi.
Kerusakan pada akar banyak disebabkan oleh serangan penyakit.
1. Hama yang menyerang bunga dan buah
Ada beberapa jenis hama yang menyebabkan keberadaan bunga dan
buah lada menjadi tidak normal, diantaranya ialah lalat.
2. Hama yang menyerang batang dan ranting atau cabang
Selain menyerang bunga dan buah, ada juga jenis hama yang
menyerang batang tanaman lada, baik batang muda, batang dewasa,
maupun batang tua.
3. Hama yang menyerang daun
Selain bunga, buah, dan cabang, ada juga hama yang menyerang
daun. Daun yang diserang dapat berupa daun muda maupun daun tua.
b. Pengendaliannya
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar tanaman lada terhindar dari
serangan hama dan penyakit. Bila tanaman sudah terlanjur diserang oleh
hama dan penyakit, sebaiknya keberadaannya diberantas dengan penggunaan
Tabel 2.2 Beberapa jenis pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit pada tanaman lada
Merek Dagang Jenis Pestisida Dosis Kegunaan
Curacron Insektisida 2 cc/l air Mengatasi Perusak daun dan
penghisap bunga/buah
Lannate Insektisida 2 cc/l air Mengatasi serangga
penghisap, lalat, ulat
Supracide 40 EC Insektisida 2 cc/l air Mengatasi kutu daun dan
lalat buah
(Sarpian,T.2004)
2.5 Kromatografi Gas
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit
dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam
berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan
yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase
gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka
prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas.
Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan sampel
dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran, dan deteksi
[image:30.612.113.504.127.370.2]Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut, gas dalam silinder
baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fase diam. Cuplikan
berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan
ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam
kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen
campuran yang telah terpisahkan satu per satu meninggalkan kolom.
Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah
komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan recorder dan dinamakan
kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan
menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran.
Kromatografi gas telah digunakan untuk menganalisis bahan-bahan yang terkait
dengan bidang farmasi seperti pelarut, pengawet, dan bahan obat, mengamati
stabilitas suatu obat, dan untuk analisis senyawa obat dalam cairan biologis.
Sistem peralatan kromatografi gas
Sistem peralatan kromatografi gas ditunjukkan dengan komponen-komponen
utama yaitu:
1. Kontrol dan penyedia gas pembawa.
2. Ruang suntik sampel.
3. Kolom yang diletakkan dalam oven yang dikontrol secara termostatik.
4. Sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder).
2.5.1 Fase Gerak
Fase gerak pada kromatografi gas juga disebut dengan gas pembawa karena
tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, syarat gas pembawa adalah:
tidak reaktif, murni/kering karena tidak murni akan berpengaruh pada detektor, dan
dapat disimpan dalam tangki terkanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen, dan
abu-abu untuk nitrogen )
2.5.2 Ruang suntik sampel
Lubang injeksi di desain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien.
Ada 4 jenis injektorpada kromatografi gas, yaitu :
a. Injeksi langsung, yang mana sampel yang dsi injeksikan akan diuapkan dalam
injektor yang panas dan 100% sampel masuk menuju kolom.
b. Injeksi terpecah, yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam
injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
c. Injeksi tanpa pemecahan, yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam
injektor yang panas dan dibawa kedalam kolom karena katup pemecah
ditutup.
d. Injeksi langsung ke kolom, yang mana ujung semprit dimasukkan langsung
kedalam kolom.
Teknik injeksi langsung kedalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa
dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi akan
terjadi pirolisis.
2.5.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Ada 3 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu, kolom kemas
(packing coloumn) yang terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari
lembaga dan aluminium.panjang kolom jenis ini adalah 1-5 meter dengan siameter 1-
4 mm. dan kolom kapiler (capillary colomn) sangat banyak dipakai karena kolom ini
memberikan efisiensi yang tinggi, serta kolom preparatif digunakan untuk
menyiapkan sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang
kompleks.
Fase diamyang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar,
atau semi polar.
2.5.4 Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak(gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.
Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh
kromatografi gas disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap
waktu.
a. Flame Ionization Detector (FID) adalah detektor general untuk mengukur
komponen-komponen sampel yang memiliki gugus alkil (C-H).Komponen
sampel masuk ke FID,kemudian akan dibakar dalam nyala (campuran gas H2
dan udara), komponen akan terionisasi,ion-ion yang dihasilkan akan
dikumpulkan oleh ion collector,arus yang dihasilkan akan diperkuat,kemudian
akan dikonversi menjadi satuan tegangan.Semakin tinggi konsentrasi
komponen, makin banyak pula ion yang dihasilkan sehingga responnya juga
makin besar. Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum
untuk semua senyawa organik (Senyawa Flour tinggi dan karbondisulfida
tidak terdeteksi.
b. Thermal Conductivity Detector (TCD) adalah detektor paling general sebab
hampir semua komponen memiliki daya hantar panas. TCD bekerja dengan
prinsip mengukur daya hantar panas dari masing komponen.Mekanismenya
berdasarkan teori “Jembatan Wheatstone” di mana ada dua sel yaitu sel
referensi dan sel sampel. Sel referensi hanya dilalui oleh gas
pembawa,sementara sel sampel dilalui oleh gas pembawa dan komponen
sampel.Perbedaan suhu kedua sel akan mengakibatkan perbedaan respon
listrik antara keduanya dan ini akan dihitung sebagai respon komponen
sampel. Detektor TCD banyak digunakan untuk analisis gas.
c. Electron Capture Detector (ECD) adalah detektor khusus untuk mendeteksi
senyawaan halogen organik.Banyak diaplikasikan untuk analisis senyawaan
radioaktif Nikel,dan jumlah elektron yang hilang dari proses itu dianggap
linear dengan konsentrasi senyawaan tersebut.
d. Flame Photometric Detektor (FPD) adalah detektor khususs untuk mendeteksi
senyawa sulfur, posfor, dan timah organik. Senyawa yang mengandung sulfur
atau fospor dibakar dalam nyala hydrogen/oksigen maka akan terbentuk
spesies yang tereksitasi dan menghasilkan suatu emisi yang spesifik yang
dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Detektor ini banyak digunakan
untuk menganalisa pestisida.
e. Flame Thermionic Detector(FTD)adalah detektor khusus untuk mendeteksi
senyawaan nitrogen dan atau posfor organik.Prinsipnya adalah pembakaran
senyawaan komponen kemudian direaksikan dengan garam Rubidium dan
respon listrik yang dihasilkan akan diperkuat dan dikonversi menjadi satuan
tegangan. Banyak digunakan untuk analisis senyawaan pestisida. Detektor ini
sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas
aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600˚C). Elemen dapat berupa
logam kalium, rubidium atau sesium yang dilapiskan pada silinder kecil
alumunium, dan berfungsi sebagai sumber ion di dalam plasma yang
menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma tetapi menaikkan ionisasi
2.5.5 Komputer
Kromatografi gas modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan
pereangkat lunaknya untuk digitalisasi signal detektor yang mempunyai beberapa
fungsi antara lain:
a. Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran fase gas,
suhu oven dan pemrograman suhu, serta penyutikan sampel secara otomatis.
b. Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan
menggunakan grafik berwarna.
c. Merekam data kalibrasi,retensi, serta perhitunga-perhitungan dengan statistik.
d. Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu.
Recorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang
diperkuatmelalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Hasil recorder yang
berupa kromatogram berbentuk peak-peak dengan pola yang sesuai dengan kondisi
sampel dan jenis detektor yang digunakan. Dari kromatogram yang diperoleh dapat
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pestisida adalah pembunuh hama, yang berasal dari kata pest yang berarti hama, dan
kata ceado yang berarti pembunuh. Macam-macam pestisida antara lain : Insektisida,
Fungisida, Rodentisida, Herbisida, Nematisida, Bakterisida,Virusida, Acorisida, Mitis
ida, Lamprisida dan lain-lain (Kartasapoetra,1993).
Beranekaragamannya masyarakat Indonesia secara langsung mempengaruhi
pengenalan mereka terhadap biji lada dan penggunaannya. Oleh karena itu, nama biji
atau tanaman lada di setiap daerah berbeda-beda.seperti halnya tanaman lain, lada
pun tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit. Jenis hama dan penyakit yang
menyerang lada cukup banyak. Dengan berkembangnya teknologi, pembasmian hama
dan penyakit termasuk jenis insektisida dan fungisida (Riski, 2003).
Residu pestisida yang terkandung dalam makanan akan tertimbun dalam
tubuh dan menimbulkan berbagai reaksi berbahaya yang secara perlahan-lahan
menggerogoti dan merusak sel-sel tubuh Resiko bagi keselamatan pengguna
adalah kontaminasi pestisida secara langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan,
baik akut maupun kronis. keracunan akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusi
ng, mual, muntah, dan sebagainya. Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi
Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. keracunan kronis lebih sulit
dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan. akibat yang ditimbulkan oleh keracunan kronis tidak selalu
mudah diprediksi.
Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan pestisida,
meskipun tidak mudah dibuktikan dengan pasti dan meyakinkan, adalah
kanker, gangguan syaraf, fungsi hati dan ginjal, gangguan pernapasan, keguguran,
cacat pada bayi, dan sebagainya (Djojosumarto,2000).
1.2. Permasalahan
Permasalahan apakah kadar pada profenofos yang digunakan untuk tanaman
kakao dan lada sudah sesuai dengan kadar yang telah ditentukan oleh pemerintah dan
jika melebihi kadar yang telah ditentukan oleh pemerintah apa resiko yang
ditimbulkan pada kesehatan.
1.3Tujuan
a. Untuk mengetahui apakah kadar residu profenofos yang digunakan pada
tanaman kakao dan lada sudah sesuai dengan kadar yang telah ditentukan oleh
pemerintah.
1.4Manfaat
a. Dapat mengetahui apakah kadar residu profenofos yang digunakan pada
tanaman kakao dan lada sudah sesuai dengan kadar yang telah ditentukan oleh
pemerintah.
ANALISA RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA
TANAMAN KAKAO DAN LADA DENGAN MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR
(FPD)
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan analisa residu pestisida profenofos pada tanaman
kakao dan lada dengan menggunakan kromatografi gas dimana komponen yang akan
dipisahkan didalam kolom dan dideteksi oleh detektor yang kemudian tercatat pada
recorder dan hasilnya berupa kromatogram, pada kromatogram pembanding di
dapatkan waktu retensi pada profenofos 17,569, dan dari kromatogram kakao Bangka
belitung, kakao tanah karo, dan lada waktu yang didapatkan adalah ≤ 17,569 atau
tidak terdeteksi ini disebabkan karena pada penggunaan profenofos sesuai dosis yang
PROFENOFOS ANALYSIS
OFRESIDUALPESTICIDESINCOCOAANDPEPPERPLANTUSIN
GGASCHROMATOGHRAFY FLAME PHOTOMETRIC
DETECTOR (FPD)
ABSTRACT
The determination of analizing profenofos pesticide residue had been done to cacao
and pepper trees by using gas chromatography where the component in the column
would be seperated and detected by detector then recorded by recorder and the result
was chromatogram, from the reference chromatogram the recorded retention time for
profenofos was 17,569, and from bangka belitung cacao, tanah karo cacao, and
pepper were ≤ 17,569 or undetected caused by the using of profenofos with the
ANALISA RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA
TANAMAN KAKAO DAN LADA DENGAN MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS FLAME PHOTOMETRIC DETEKTOR
(FPD)
TUGAS AKHIR
RINA LATIFAH
122401069
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISA RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA
TANAMAN KAKAO DAN LADA DENGAN MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR
(FPD)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya
RINA LATIFAH
122401069
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSETUJUAN
Judul : Analisa residu pestisida profenofos pada tanaman kakao dan lada dengan menggunakan kromatografi gas Flame Photometric Detector (FPD)
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Rina Latifah
Nomor Induk Mahasiswa : 122401069
Program studi : Diploma Tiga (D-3) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juni 2015
Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU Pembimbing, Ketua,
Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr.Amir Hamzah Siregar,M.Si
NIP.195509181987012001 NIP.196106141991031002
Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
ANALISA RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA
TANAMAN KAKAO DAN LADA DENGAN MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR
(FPD)
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2015
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atassegala rahmat dan
hidayah-Nya yang telah di berikan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini disusun sebagai
persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi D-3 Kimia Analis
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara
dengan judul ”Analisa Residu Pestisida Profenofos Pada Tanaman Kakao dan Lada
dengan Menggunakan Kromatografi Gas Flame Photometric Detector (FPD)”
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak menemukan kendala.
Namun berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat mengatasi berbagai kendala tersebut dengan baik.Atas bantuan,
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini dengan
segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Harno dan Ibunda Sri Bulan serta
keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil serta doa restu
demi kesuksesan penulis.
2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA
USU.
4. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku Ketua Program Studi D-3 Kimia
5. Bapak Dr.Amir Hamzah Siregar,M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah
dengan tulus memberikan bimbingan kepada penulis dan bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulisan tugas
akhir ini.
6. Seluruh karyawan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebuan
(BBPPTP) Medan yang telah memberikan dukungan, semangat dan ilmu
baru kepada penulis.
7. Teman-teman seperjuangan D-3 Kimia stambuk 2012 dan seluruh pihak yang
tidak dapt penulis sebutkan satu persatu yang turut andil dalam membantu
penulis sehingga selesainya tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifa tmembangun
dari para pembaca untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Segala bentuk masukan
yang diberikan penulis terima dengan senang hati dan penulis ucapkan terima kasih.
Harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
umumnya dan bagi penulis khususnya.
Medan, Juni 2015
Penulis
ANALISA RESIDU PESTISIDA PROFENOFOS PADA
TANAMAN KAKAO DAN LADA DENGAN MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR
(FPD)
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan analisa residu pestisida profenofos pada tanaman
kakao dan lada dengan menggunakan kromatografi gas dimana komponen yang akan
dipisahkan didalam kolom dan dideteksi oleh detektor yang kemudian tercatat pada
recorder dan hasilnya berupa kromatogram, pada kromatogram pembanding di
dapatkan waktu retensi pada profenofos 17,569, dan dari kromatogram kakao Bangka
belitung, kakao tanah karo, dan lada waktu yang didapatkan adalah ≤ 17,569 atau
tidak terdeteksi ini disebabkan karena pada penggunaan profenofos sesuai dosis yang
PROFENOFOS ANALYSIS
OFRESIDUALPESTICIDESINCOCOAANDPEPPERPLANTUSIN
GGASCHROMATOGHRAFY FLAME PHOTOMETRIC
DETECTOR (FPD)
ABSTRACT
The determination of analizing profenofos pesticide residue had been done to cacao
and pepper trees by using gas chromatography where the component in the column
would be seperated and detected by detector then recorded by recorder and the result
was chromatogram, from the reference chromatogram the recorded retention time for
profenofos was 17,569, and from bangka belitung cacao, tanah karo cacao, and
pepper were ≤ 17,569 or undetected caused by the using of profenofos with the
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan iii
Pernyataan iv
Penghargaan v
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Isi viii
DaftarTabel ix
DaftarSingkatan x
BAB 1. Pendahuluan
1.1Latar Belakang 1
1.2Permasalahan 2
1.3Tujuan 3
1.4Manfaat 3
BAB 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pestisida 4
2.1.2 Penggolongan Berdasarkan Cara Kerja Pestisida 5
2.1.3 Penggolongan Berdasarkan Kelas Kimia 7
2.1.4 Nama Kimia, NamaUmum, danNamaDagang 8
2.1.5 Batas Maksimum Residu Pestisida 9
2.2 Organofosfat 10
2.2.1 Profenofos 10
2.3 Kakao 11
2.3.1 Sejarah singkat Kakao 11
2.3.2 Jenis Hama dan Pengendaliannya 12
2.4 Lada
2.4.1 Sejarah singkat Lada 13
2.4.2 Jenis Hama dan Pengendaliannya 14
2.5 Kromatografi Gas 15
2.5.1 Fase Gerak 17
2.5.2 Ruang suntik sampel 17
2.5.3 kolom 18
2.5.4 Detektor 18
2.5.5 Komputer 20
BAB 3. Metodologi
3.1 Alat 22
3.2 Bahan 23
3.3.1 Prosedur Sampel 23
3.3.2 Pemakaian alat kromatografi gas 25
BAB 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil 27
4.2 Pembahasan 31
BAB 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 33
5.2 Saran 34
Daftarpustaka
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel2.1`: Kelompokkimiainsektisida 7
Tabel 2.2 : Beberapa jenis pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit pada tana
man Lada 12
Tabel4.1 :HasilanalisaresidupestisidaprofenofoskakaoBangkabelitung,
DAFTAR SINGKATAN
OPT : Organisme Perusak Tanaman
EC : Emulsiviable Concentrate
SDM : SumberDayaManusia
BMRP : Batas MaksimumResiduPestisida
BMR : Batas MaksimumResidu
KG : Kromatografi Gas