• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian Ruang Terbuka Hijau pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Tutupan Lahan di Kota Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesesuaian Ruang Terbuka Hijau pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Tutupan Lahan di Kota Bekasi"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KESESUAIAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA RENCANA

TATA RUANG WILAYAH DAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA

BEKASI

KASAYA ANNISA RAHMANIAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kesesuaian Ruang Terbuka Hijau pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Tutupan Lahan di Kota Bekasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

KASAYA ANNISA RAHMANIAH. Kesesuaian Ruang Terbuka Hijau pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Tutupan Lahan di Kota Bekasi. Dibimbing oleh NINING PUSPANINGSIH.

Perubahan tutupan lahan di Kota Bekasi yang semakin pesat mengakibatkan potensi ketidaksesuaian antara Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan tutupan lahan yang ada. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis perubahan tutupan lahan hasil klasifikasi menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI di Kota Bekasi pada tahun 2003, 2009 dan 2013, (2) menganalisis kesesuaian antara Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada tutupan lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis citra digital menggunakan metode klasifikasi supervised, serta analisis thematic change menggunakan sistem informasi geografis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian RTH pada RTRW dan tutupan lahan antara tahun 2003, 2009 dan 2013 menunjukkan RTH yang paling sesuai antara RTRW dengan tutupan lahan adalah pada tahun 2009 yaitu sebesar 312,54 Ha sedangkan yang paling tidak sesuai adalah RTH pada tahun 2003 yaitu sebesar 129,89 Ha.

Kata Kunci : perubahan tutupan, ruang terbuka hijau, Kota Bekasi

ABSTRACT

KASAYA ANNISA RAHMANIAH. Suitability of green open space on Spatial Planning and Land Cover in Bekasi City. Under supervision of NINING PUSPANINGSIH.

Changes in land cover in Bekasi City, which grew rapidly resulting in a potential unsuitable between the Spatial Planning (RTRW) with existing land cover. The purpose of this study was (1) To analyze changes in land cover classification results using Landsat 7 ETM + and Landsat 8 OLI in Bekasi City in 2003, 2009 and 2013, (2) To analyze the suitability of green open space (RTH) on theland cover with the Spatial Plan (RTRW) of Bekasi City. The method used was the digital image analysis using supervised classification method, and the thematic change analysis using geographic information system The results showed that the suitability of green open space on Spatial Planning and land cover between 2003, 2009 and 2013 indicated the most appropriate RTH between Spatial Planning with land cover was in 2009 in the amount of 312.54 Ha while the most unsuitable was the RTH of 2003 in the amount of 129.89 ha.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

KESESUAIAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA RENCANA

TATA RUANG WILAYAH DAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA

BEKASI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kesesuaian Ruang Terbuka Hijau pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Tutupan Lahan di Kota Bekasi

Nama : Kasaya Annisa Rahmaniah NIM : E14100076

Disetujui oleh

Dr Nining Puspaningsih, Msi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kesesuaian Ruang Terbuka Hijau pada Rencana Tata Ruang Wilayah dan Tutupan Lahan di Kota Bekasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Nining Puspaningsih, Msi selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Uus Saepul dan rekan- rekan Laboratorium Fisik Remote sensing dan GIS atas bantuan dan semangat yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Data 2

Analisis Perubahan Tutupan Lahan 6

Analisis Kesesuaian RTRW Kota Bekasi dengan Hasil Klasifikasi Tutupan

Lahan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Klasifikasi Tutupan Lahan 7

Analisis Separibilitas dan Evaluasi Akurasi 9

Klasifikasi Tutupan Lahan pada Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra Landat 8 10

Analisis Perubahan Tutupan Lahan 14

Analisis Kesesuaian antara RTH pada RTRW dan RTH di Lapangan 17

SIMPULAN DAN SARAN 24

Simpulan 24

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Matriks kesalahan (confusion matrix) 5

2 Karakteristik kelas tutupan lahan 8

3 Luas tutupan dan penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2003, 2009 dan

2013 10

4 Perubahan tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003-2009 14 5 Perubahan tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003-2013 17 6 Kesesuaian antara RTH di RTRW dan citra Landsat 7 ETM+ 18 7 Kesesuaian antara RTH di RTRW dan citra Landsat 7 ETM+ 21 8 Kesesuaian antara RTH di RTRW dan citra Landsat 8 tahun 2013 21

DAFTAR GAMBAR

1 Citra Landsat 7 ETM+ band 543 area Kota Bekasi tahun 2003 6 2 Citra Landsat 7 ETM+ band 543 area Kota Bekasi tahun 2009 7 3 Citra Landsat 8 band 754 area Kota Bekasi tahun 2013 7

4 Peta tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003 11

5 Peta tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2009 12

6 Peta tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2013 13

7 Peta perubahan tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003-2009 15 8 Peta perubahan tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003-2013 16

9 Peta RTRW Kota Bekasi tahun 2012-2013 19

10 Peta kesesuaian RTRW dan RTH Kota Bekasi Tahun 2003 20 11 Peta kesesuaian RTRW dan RTH Kota Bekasi Tahun 2009 22 12 Peta kesesuaian RTRW dan RTH Tahun 2013 Kota Bekasi 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Separabilitas citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003 26 2 Separabilitas citra Landsat 7 ETM+ tahun 2009 26

3 Separabilitas citra Landsat 8 tahun 2013 26

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan tutupan lahan adalah bergesernya jenis tutupan lahan dari jenis satu ke jenis lainnya diikuti dengan bertambah atau berkurangnya tipe penggunaan dari waktu ke waktu, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada waktu yang berbeda (Rachmawanti 2003). Beberapa hal yang mempengaruhi perubahan tutupan lahan diantaranya pertambahan jumlah penduduk yang menyebabkan kebutuhan lahan untuk pemukiman dan untuk keperluan aktivitas perekonomian misalnya kawasan perdagangan dan perindustrian. Di sisi lain perubahan tutupan lahan dapat juga dipengaruhi oleh adanya kemajuan teknologi misalnya dari segi penggarapan lahan yang sebelumnya memakan waktu yang lama dibandingkan dengan sekarang yang penggarapannya lebih singkat.

Bekasi merupakan salah satu daerah yang berbatasan dengan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Pengaruh yang ditimbulkan karena berbatasan dengan DKI Jakarta adalah semakin pesatnya pertumbuhan di daerah Bekasi. Pesatnya pertumbuhan daerah menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan, khususnya kebutuhan untuk lahan pemukiman dan lahan industri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan, ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area atau kawasan maupun dalam bentuk area memanjang atau jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Keberadaan hutan kota berfungsi sebagai sistem hidrologi, menciptakan iklim mikro, menjaga keseimbangan oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2), mengurangi polutan, dan meredam kebisingan. Selain itu, berfungsi juga untuk menambah nilai estetika dan keasrian kota sehingga berdampak positif terhadap kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat (Sibarani 2001). Pada RTRW tahun 2012˗2013 Kota Bekasi luasan ruang terbuka hijau (RTH) sebesar 5.3%. Hal itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan yang menyatakan luasan RTH seharusnya minimal 30% dari luas kawasan perkotaan, itu menunjukkan rencana tata ruang wilayah(RTRW) Kota Bekasi tidak mengikuti aturan yang ada.

(12)

2

Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi perubahan tutupan lahan melalui citra satelit Landsat 7 ETM+ pada tahun 2003 dan 2009 serta Landsat 8 pada tahun 2013. Penelitian menggunakan Landsat 8 diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi karakteristik citra untuk tutupan lahan dibandingkan pada Landsat 7 ETM+ yang mengalami kerusakan (striping) semenjak Mei 2003.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perubahan tutupan lahan hasil klasifikasi menggunakan citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 di Kota Bekasi pada tahun 2003, 2009 dan 2013.

2. Menganalisis kesesuaian antara Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada tutupan lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi.

Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi terbaru mengenai keadaan tutupan lahan di Kota Bekasi.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dalam kegiatan perencanaan dan pengelolaan tutupan lahan yang baik.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan melalui tiga tahap, tahap pertama yaitu pra-pengolahan citra di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2014. Tahap kedua yaitu pengambilan data lapangan, dilakukan pada tanggal 9 sampai dengan 11 Juni 2014 di Kota Bekasi dengan letak geografis

106º48’28” - 107 º27’29” Bujur Timur dan 6º10’6” - 6º30’6” Lintang Selatan. Tahap

ketiga pengolahan data yang dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni sampai dengan September 2014.

Alat dan Data

(13)

3

Metode Penelitian

Analisis perubahan tutupan lahan di Kota Bekasi antara tahun 2003, 2009 dan 2013 memerlukan adanya peta tutupan lahan untuk setiap tahun yang diteliti. Peta klasifikasi tutupan lahan dihasilkan melalui beberapa tahapan, yaitu: pra pengolahan citra, interpretasi visual citra satelit, pengambilan data lapangan (ground check), pengolahan citra digital, uji ketelitian klasifikasi, dan analisis perubahan tutupan lahan. Pra pengolahan citra

Pra-pengolahan citra adalah pemrosesan awal sebelum dilakukan pengolahan citra lebih lanjut. Pra-pengolahan citra ini terdiri dari beberapa langkah yaitu perubahan format, pemotongan citra dan koreksi geometrik.

1. Perubahan Format

Citra Landsat yang digunakan terdiri dari Landsat 7 ETM+ tahun 2003 dan tahun 2009 serta Landsat 8 tahun 2013 yang masih berbentuk format TIFF sehingga perlu dibuat band citra komposit dengan melakukan layer stack terhadap masing-masing band. Berdasarkan karakteristik spasial citra Landsat, band yang digunakan dalam proses layer stack untuk Landsat 7 ETM+ adalah band 1-5 dan 7 sedangkan Landsat 8 OLI adalah band 1-7 dan 9. Untuk Landsat 8 menggunakan band 754 dan untuk Landsat 7 ETM+ menggunakan band 543.

2. Pemotongan Citra (Cropping)

Pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk mendapatkan areal yang menjadi fokus penelitian. Citra dipotong menggunakan peta batas administrasi Kota Bekasi.

3. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan karena terdapat kesalahan geometrik yang terjadi pada saat perekaman. Koreksi geometrik dilakukan untuk menghilangkan distorsi geometrik pada citra. Sistem koordinat yang dipilih untuk koreksi ini adalah Universal Tranverse Mercator (UTM) zona 48. Pemilihan proyeksi ini disesuaikan dengan pembagian area pada sistem UTM. Kota Bekasi termasuk wilayah Jawa Barat yang terletak pada zona UTM 48, sedangkan datum yang digunakan adalah World Geographic System 84 (WGS 84).

Interpretasi visual citra satelit

Interpretasi visual citra satelit merupakan perbuatan mengkaji citra dengan maksud mengidentifikasi tutupan lahan yang tergambar di dalam citra (Purwadhi 2001). Karakteristik tutupan lahan dapat dikenali berdasarkan unsur- unsur interpretasi seperti warna, bentuk, pola ukuran, bayangan, letak dan asosiasi kenampakan objek. Interpretasi visual citra satelit dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara umum kondisi dan jumlah tutupan lahan di Kota Bekasi. Data yang digunakan adalah citra Landsat 8 tahun 2013 dengan menampilkan warna komposit RGB (Red Green Blue) dengan komposisi band 754.

Pengambilan Data Lapangan (Ground Check)

(14)

4

Pengambilan titik contoh koordinat tersebut dilakukan dengan bantuan alat GPS (Global Positioning System). Jumlah titik pengamatan sebanyak 54 yang dipilih secara purposive sampling pada setiap tipe tutupan lahan.

Pengolahan citra digital

Pengolahan citra digital adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data dan waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra, sedangkan outputnya adalah citra hasil pengolahan (Purwadhi 2001). Analisis ini merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan, atau pengelompokan suatu piksel citra digital multi-spektral ke dalam beberapa kelas berdasarkan kategori objek. Pengolahan Citra Digital dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Penentuan area contoh (Training area)

Penentuan dan pemilihan lokasi-lokasi area contoh dilakukan berdasarkan interpretasi citra secara visual, peta rupa bumi dan pemilihan lokasi area contoh (training area). Pengambilan informasi statistik (nilai digital number) dilakukan dengan cara mengambil contoh-contoh piksel dari setiap kelas tutupan lahan dan ditentukan lokasinya pada citra. Informasi statistik dari setiap kelas tutupan lahan ini digunakan untuk menjalankan fungsi separabilitas dan fungsi akurasi.

2. Analisis separabilitas

Sebelum melakukan klasifikasi terhadap kelas-kelas tutupan lahan dari area contoh yang telah dibuat, maka terlebih dahulu dilakukan analisis separabilitas. Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh dari setiap kelas. Metode analisis separabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Tranformasi Divergensi (TD). Menurut Jaya (2010), metode ini digunakan untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas dengan menggunakan semua elemen dalam matrik. (Jensen 2005) menguraikan nilai tingkat keterpisahan menggunakan metode Transformasi Divergensi memiliki skala 0 sampai dengan 2000. Nilai 2000 menunjukan keterpisahan antar kelas yang sangat baik. Nilai di atas 1900 mencerminkan tingkat keterpisahan yang baik, sedangkan nilai di bawah 1700 dapat dikatakan buruk. 3. Klasifikasi terbimbing (Supervised classification)

Metode yang digunakan dalam klasifikasi citra ini adalah metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood method). Pada metode ini terdapat pertimbangan berbagai faktor, diantaranya adalah peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan ke dalam kelas atau kategori tertentu. Klasifikasi menggunakan maximum likelihood method menyangkut beberapa dimensi, sehingga pengelompokkan jenis tutupan lahan dilakukan pada jenis tutupan lahan yang memiliki nilai piksel yang sama dan identik pada citra yang diklasifikasi (Purwadhi 2001).

Uji ketelitian klasifikasi

(15)

5

terbimbing. Akurasi ketelitian pemetaan dilakukan dengan membuat matrik kontingensi atau matrik kesalahan (confusion matrix) seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Matriks kesalahan (confusion matrix) Data referensi

Diklasifikasikan ke dalam kelas

(data kelas di peta) Jumlah Producer’ s accuracy

Akurasi yang bisa dihitung berdasarkan tabel di atas antara lain, User’s accuracy, Producer’s Accuracy dan Overall accuracy. Secara matematis akurasi diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i

X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Menurut Jaya (2010), saat ini akurasi yang dianjurkan adalah akurasi kappa, karena overall accuracy secara umum masih over estimate. Akurasi kappa ini sering juga disebut dengan indeks kappa. Secara matematis akurasi kappa disajikan sebagai berikut:

appa k ∑ri2 ii ∑ri i i

∑ri i i 100

Keterangan :

N = banyaknya piksel dalam contoh

Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Ki+ = jumlah piksel dalam baris ke-i

(16)

6

Analisis perubahan tutupan dan penggunaan lahan

Analisis perubahan tutupan dan lahan dilakukan dengan menumpang tindihkan (overlay) dua citra yang telah diklasifikasi secara terpisah. Selanjutnya, untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dilakukan Thematic Change dengan menggunakan formula ebagai berikut [Tuplah_2003] “_” [Tuplah_2013].

Analisis kesesuaian antara RTH pada RTRW Kota Bekasi Barat dengan hasil klasifikasi tutupan lahan

Ruang Terbuka Hijau pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi kemudian dioverlay dengan hasil klasifikasi tutupan lahan tahun 2003, 2009, dan 2013. Hasil overlay tersebut kemudian dianalisis kesesuaiannya dengan menggunakan Thematic Change.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Citra landsat yang diolah adalah Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003 dan 2009 serta Citra Landsat 8 tahun 2013. Citra Landsat yang digunakan untuk analisis tutupan lahan dipotong terlebih dahulu untuk membatasi area penelitian, tetapi area penelitian tidak langsung dipotong dengan batas administrasi Kota Bekasi melainkan dipotong dengan bentuk area of interest berbentuk persegi. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terpotongnya piksel saat klasifikasi tutupan lahan dilakukan. Langkah selanjutnya citra diperbaiki secara geometrik dan radiometrik agar memiliki proyeksi koordinat yang tepat dan tampilan yang sama pada tiap tahunnya. Gambar 1, 2 dan 3 merupakan citra tahun 2003, 2009 dan 2013 yang telah dibatasi sesuai area penelitian. Citra inilah yang merupakan data dasar yang digunakan dalam klasifikasi tutupan lahan di Kota Bekasi.

(17)

7

Gambar 2 Citra Landsat 7 ETM+ band 543 area Kota Bekasi tahun 2009

Gambar 3 Citra Landsat 8 band 754 area Kota Bekasi tahun 2013

Klasifikasi Tutupan Lahan

(18)

8

Tabel 2 Karakteristik kelas tutupan lahan No

Semak belukar merupakan areal yang terdiri dari campuran jenis

Kebun campuran yang ditemukan di lapangan terdiri dari kombinasi tanaman seperti pisang, singkong, jabon, pepaya, dan mahoni.

3 Rawa

Genangan air yang terbentuk secara alamiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri yang khusus secara fisik, kimia, dan biologi. Rawa yang ditemukan dilapangan berupa hamparan pemukiman dan bangunan industri tersusun mengelompok pada suatu tempat hamparan luas berisikan pohon-pohon serta lapangan yang berfungsi untuk kegiatan bersantai masyarakat.

(19)

9

Analisis Separabilitas dan Evaluasi Akurasi

Evaluasi pada klasifikasi terbimbing ada dua yaitu evaluasi separabilitas dan kontingensi. Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh dari setiap kelas, juga untuk mengetahui kombinasi band mana saja yang memberikan separabilitas yang terbaik untuk klasifikasi. Analisis ini dilakukan sebelum proses klasifikasi terhadap kelas-kelas tutupan lahan hasil area contoh dilakukan. Evaluasi separabilitas digunakan untuk menunjukan keterpisahan masing-masing kelas (Hermawan 2008).

Analisis separabilitas pada kelas tutupan lahan area contoh tahun 2003 memiliki keterpisahan sangat baik dan baik. Nilai separabilitasnya sebagian besar 2000 hanya rawa dan semak belukar yang memiliki nilai separabilitas 1844.86. Matriks separabilitas citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003 disajikan pada Lampiran 1. Nilai analisis separabilitas pada kelas tutupan lahan area contoh tahun 2009 menghasilkan nilai separabilitas yang beragam antara 1806.48 sampai 2000. Walaupun demikian hasil separabilitas tersebut masih dikategorikan bernilai baik karena menurut Jensen (2005) nilai minimum separabilitas yang diperbolehkan adalah 1700. Matriks separabilitas citra Landsat 7 ETM+ tahun 2009 disajikan pada Lampiran 2. Hasil analisis separabilitas pada kelas tutupan lahan area contoh tahun 2013 menghasilkan nilai yang sangat baik dikarenakan semua keterpisahan memiliki nilai 2000, hal itu menunjukan bahwa semua jenis tutupan lahan dapat dibedakan dengan sangat baik dan tidak ada kelas tutupan lahan yang nilai spektralnya tidak dapat dibedakan. Matriks separabilitas citra Landsat 8 tahun 2013 disajikan pada Lampiran 3.

Evaluasi hasil uji akurasi selanjutnya adalah evaluasi kontingensi. Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari hasil klasifikasi terbimbing dengan menggunakan titik-titik kontrol lapangan untuk uji akurasi. Titik-titik lain yang ditentukan sebanyak kelas-kelas yang telah ditetapkan dalam klasifikasi pada lokasi diluar area contoh yang telah digunakan sebelumnya. Evaluasi akurasi terhadap besarnya kesalahan klasifikasi area contoh untuk menentukan besarnya persentase ketelitian pemetaan. Evaluasi ketelitian pemetaan meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Akurasi ketelitian pemetaan diuji dengan membuat matriks kontingensi yang lebih sering disebut dengan matriks kesalahan (confusion matrix) (Hermawan 2008).

Akurasi yang bisa dihitung berdasarkan tabel matriks kontingensi antara lain user’s accuracy, producer’s accuracy dan overall accuracy. Nilai akurasi yang paling banyak digunakan adalah akurasi Kappa, karena nilai ini memperhitungkan semua elemen (kolom) dari matriks. Nilai overall accuracy yang merupakan perbandingan jumlah total area (piksel) yang diklasifikasikan dengan benar terhadap total area (piksel) observasi, menunjukkan tingkat kebenaran citra hasil klasifikasi. Producer’s accuracy dan user’s accuracy menunjukkan tingkat akurasi dari sisi pengamatan yang berbeda. Producer’s accuracy adalah probabilitas atau peluang rata-rata (%) suatu piksel akan diklasifikasikan dengan benar dan secara rata-rata menunjukkan seberapa baik setiap kelas di lapangan telah diklasifikasi. Sedangkan user’s accuracy adalah probabilitas atau peluang rata-rata (%) suatu piksel dari citra yang telah terklasifikasi, secara aktual mewakili kelas-kelas tersebut di lapangan (Hermawan 2008).

(20)

10

kappa accuracy sebesar 100%. Hal ini menunjukkan ahwa piksel-piksel dalam area contoh telah terkelaskan dengan baik, dimana tingkat akurasinya mencapai 100%. Pada producer’s accuracy, keseluruhan kelas mempunyai nilai producer’s accuracy sebesar 100%. Ini menunjukkan bahwa pada kelas-kelas tutupan dan penggunaan lahan tersebut tidak terjadi kesalahan klasifikasi dengan tidak mengambil piksel dari kelas lain. Perhitungan akurasi klasifikasi citra tahun 2003 dan 2009 tidak dilakukan karena dalam mengklasifikasikan kedua citra tersebut digunakan informasi berdasarkan interpretasi hasil klasifikasi citra tahun 2013. Matriks kontingensi citra Landsat 8 tahun 2013 disajikan dalam Lampiran 4.

Klasifikasi Tutupan Lahan pada Citra Landsat 7 ETM+ dan Citra Landat 8

Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003 dan 2009 serta citra landsat 8 tahun 2013 diolah menggunakan metode supervised. Menurut Purwadhi (2001), klasifikasi citra secara digital akan mengkategorikan semua piksel ke dalam kelas tutupan lahan atau suatu tema tertentu secara otomatis. Hasil klasifikasi citra tahun 2003, 2009 dan 2013 disajikan pada Gambar 4, 5 dan 6.

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer 1990). Ada juga yang menyebutkan bahwa penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh (Lo 1996). Hasil klasifikasi digital pada gambar memperlihatkan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bekasi tahun 2003, 2009 dan 2013 didominasi oleh lahan terbangun yang memiliki tampilan warna merah muda atau dapat dilihat pada Tabel 3 luas lahan terbangun memiliki luasan sebesar 4225.38 ha (67.58% ), 4147.44 ha (66.33%) dan 4501.77 ha (72%) di tiap tahunnya.

Tabel 3 Luas tutupan dan penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2003, 2009 dan

(21)

Gambar 4 Peta tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003

(22)

Gambar 5 Peta tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2009

(23)

Gambar 6 Peta tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2013

(24)

14

Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Hasil analisis tutupan lahan antara tahun 2003 dan 2009 menunjukkan terjadi perubahan tutupan lahan semak belukar menjadi lahan terbangun sebesar 68.9 ha. Hal itu terjadi karena pada tahun 2007 terjadi perluasan bangunan-bangunan untuk komersil di daerah Harapan Indah yang menyebabkan luasan ruang terbuka hijau sangat berkurang dan berubah menjadi lahan terbangun. Pengurangan luasan rawa pun terjadi karena pada tahun 2008 telah didirikan tempat perbelanjaan Bekasi Square dan Petronas yang mengubah rawa menjadi lahan terbangun. Keterbatasan lahan di perkotaan mengakibatkan lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah konservasi dan ruang terbuka hijau berubah menjadi lahan terbangun. Akibatnya, daerah resapan air semakin

sempit sehingga terjadi peningkatan aliran permukaan dan erosi. Perubahan tutupan lahan antara tahun 2003 dan 2009 di Kota Bekasi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perubahan tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003-2009

Tahun 2009 Tabel 4 menunjukkan luasan air yang yang mengalami perubahan menjadi lahan terbangun sebanyak 118.53 ha. Hal ini diakibatkan adanya pengerukan badan air untuk pembangunan yang berdampak pada pendangkalan (penyempitan) sungai, sehingga air meluap dan memicu terjadinya bencana banjir. Selain perubahan ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun, terdapat pula perubahan lahan terbangun menjadi kebun campuran sebesar 187.78 ha dan semak belukar sebesar 231.77 ha oleh kegiatan penghijauan yaitu pembuatan hutan jati oleh jasa marga di sekitar pinggiran tol Bekasi. Peta perubahan lahan tahun 2003 sampai dengan 2009 disajikan pada Gambar 7.

(25)

15

(26)

16

Gambar 8 Peta perubahan tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003-2013

1

(27)

17

Pemerintah Daerah Bekasi membuat kebijakan untuk membuat hutan kota sehingga terjadi peningkatan luas ruang terbuka hijau yang berasal dari lahan terbangun menjadi hutan kota sebesar 315.49 ha. Perubahan fungsi ruang terbuka hijau kebun campuran dan semak belukar pun berubah menjadi hutan kota sebesar 6.17 ha dan 17.94 ha. Terjadi pula penyempitan badan air menjadi lahan terbangun sebesar 206.85 ha sehingga mengakibatkan luas badan air pada tahun 2013 mengalami penurunan. Perubahan tutupan lahan antara tahun 2003 dan 2013 di Kota Bekasi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Perubahan tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2003-2013 2013

Analisis Kesesuaian antara RTH pada RTRW dan RTH di Lapangan

Pemerintah kota senantiasa membangun struktur dan pola ruang kotanya untuk memaksimalkan angka laju pertumbuhan ekonomi dan persoalan tekanan pertumbuhan penduduk yang tinggi sehingga mengabaikan tingginya konversi lahan pertanian atau lahan bervegetasi lainnya menjadi lahan terbangun yang cenderung mengancam keberlanjutan pembangunan itu sendiri. Menurunnya kuantitas RTH dari aspek ekologi dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti banjir, tingginya polusi udara, rendahnya kualitas air tanah, dan kebisingan (Briassoulis 1999). Ruang terbuka hijau dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, yaitu tanpa bangunan permanen (Dahlan 1992).

(28)

18

dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan (contoh yang paling sering kita alami adalah banjir, erosi dan sedimentasi), serta mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan (Siswanto 2009). Untuk menjamin perkembangan ruang kota agar sesuai dengan kriteria perancangan diperlukan perangkat pengendali berupa zoning ordinance (peraturan zoning). Menurut Direktorat Departemen Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok atau zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Ketentuan di atas dimaksudkan untuk menjamin kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan umum bagi penghuni kota. Rencana tata ruang wilayah Kota Bekasi Barat tahun 2012-2013 membagi land use menjadi lahan terbangun, ruang terbuka hijau dan badan air. Peta RTRW Kota Bekasi disajikan pada Gambar 9.

Analisis kesesuaian tatanan tutupan lahan pada RTRW di overlay dengan hasil klasifikasi tutupan lahan tahun 2003, 2009 dan 2013 dengan menggunakan kelas tutupan lahan yang sama. Tutupan lahan pada RTRW dan hasil klasifikasi citra Landsat direklasifikasi untuk mendapatkan kelas tutupan lahan yang sama yaitu lahan terbangun dan ruang terbuka hijau (RTH). Berdasarkan pengelompokan tersebut maka dapat diketahui luas ruang terbuka hijau Kota Bekasi pada RTRW seluas 350.60 ha atau sebesar 5.3%.

Hasil klasifikasi tutupan lahan citra Landsat tahun 2003, 2009 dan 2013 turut dikelompokan menjadi 2 jenis tutupan lahan menjadi lahan terbangun dan RTH. Jenis tutupan lahan yang dikategorikan sebagai RTH adalah semak belukar, kebun campuran, dan hutan kota. Matrik kesesuaian antara RTH di RTRW Kota Bekasi dan di citra Landsat tahun 2003 disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Kesesuaian antara RTH di RTRW dan citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003

Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003

RTRW

terbangun 5781.4 120.51 5901.91

RTH 129.89 220.71 350.60

Total 5911.29 341.22 6252.51

(29)

19

Gambar 9 Peta RTRW Kota Bekasi tahun 2012-2013

(30)

20

Gambar 10 Peta kesesuaian RTRW dan RTH Kota Bekasi Tahun 2003

2

(31)

21

Tabel 7 Kesesuaian antara RTH di RTRW dan citra Landsat 7 ETM+ tahun 2009 Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2009

RTRW

Tutupan

lahan (Ha) Lahan terbangun RTH Total Lahan

terbangun 6133.94 112.54 5901.91

RTH 38.06 312.54 350.60

Total 6172.00 425.08 6252.51

Berdasarkan Tabel 7 RTH pada RTRW memiliki luasan sebesar 350.60 ha tetapi pada tahun 2009 RTH di lapangan seluas 425.08 ha. RTH pada RTRW dan RTH di lapangan yang tidak sesuai yaitu sebesar 74.48 ha, tetapi hasil ini menunjukkan perubahan yang positif karena luasan RTH pada tahun 2009 luasannya lebih besar daripada luasan RTH pada RTRW. Hal ini terjadi karena pada tahun 2009 Jasa Marga melakukan kegiatan penghijauan yaitu dengan menanam pepohonan di sekitar jalan tol. Peta kesesuaian RTRW dengan RTH tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 11.

Tabel 8 Kesesuaian antara RTH di RTRW dan citra Landsat 8 tahun 2013 Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2013

RTRW

Tutupan lahan

(Ha) Lahan terbangun RTH Total

Lahan

terbangun 5803.66 98.25 5901.91

RTH 64.08 286.52 350.60

Total 5867.74 384.77 6252.51

(32)

22

Gambar 11 Peta kesesuaian RTRW dan RTH Kota Bekasi Tahun 2009

2

(33)

23

Gambar 12 Peta kesesuaian RTRW dan RTH Tahun Kota Bekasi 2013

(34)

24

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penutupan lahan hasil klasifikasi digital menggunakan citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003 dan 2009 serta citra Landsat 8 tahun 2013 terdiri atas semak belukar, kebun campuran, hutan kota, rawa, lahan terbangun dan badan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian RTH pada RTRW dan tutupan lahan tahun 2003, 2009 dan 2013 menunjukkan RTH yang paling sesuai antara RTRW dengan tutupan lahan adalah pada tahun 2009 yaitu sebesar 312,54 ha sedangkan yang paling tidak sesuai adalah RTH pada tahun 2003 yaitu sebesar 129,89 ha.

Saran

Dibutuhkan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang Kota Bekasi yang baik dalam rangka menghasilkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Perlu dilakukannya kegiatan penghijauan lebih lanjut agar luasan RTH memenuhi kriteria luasan RTH di kawasan perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan. 2008. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): PIPH BAPLAN DEPHUT.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bekasi. 2014. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi Tahun 2011-2020.

Briassoulis H. 1999. Analysis of Land Use Change: Theoretical and Modeling Approaches. Australia (AU): Rainforest CRC.

Dahlan E.N. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan (ID): Institut Teknologi Bandung

Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Modul Tata Cara Penyusunan Peraturan Zonasi. Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum Hermawan, I. 2008. Deteksi Perubahan Penutupan Lahan Di Taman Nasional Gunung

Halimun Salak Menggunakan Citra LANDSAT Multiwaktu. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama

Jaya INS. 2010. Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Teori dan Praktik Menggunakan Erdas Imagine. Bogor (ID): Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Jensen J. 2005. Introductory Digital Image Processing A Remote Sensing Perspective. United States (US): Pearson Prentice Hall.

(35)

25

Lo CP. 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Purwadhi F. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana. Rachmawanti H. 2003. Pemanfaatan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis

dalam pemetaan penutupan dan penggunaan lahan di kawasan hutan Kabupaten Bogor tahun 2000 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sibarani A. 2001. Karikatur dan Politik. Jakarta (ID): Isal, Garba Budaya dan Media Lintas Inti Nusantara.

Siswanto S. 2009. Manajemen Pemasaran.Jakarta (ID): Damar Mulia Pustaka.

Sitorus SRP. 2009. Kualitas, Degradasi dan Rehabilitasi Lahan. Edisi ketiga. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB

(36)

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Separabilitas citra Landsat 7 ETM+ tahun 2003 Kelas

Lampiran 2 Separabilitas citra Landsat 7 ETM+ tahun 2009 Kelas

Tutupan Lahan

Lahan

terbangun Badan air Rawa

Semak

Lampiran 3 Separabilitas citra Landsat 8 tahun 2013 Kelas

Tutupan Lahan

Lahan

terbangun Badan air Rawa

(37)

27

Lampiran 4 Matriks kontingensi tutupan lahan Kota Bekasi tahun 2013 Kelas Tutupan Lahan User's

accuracy(%)

Producer's accuracy(%)

Lahan Terbuka 100 100

Hutan Kota 100 100

Rawa 100 100

Semak Belukar 100 100

Badan Air 100 100

(38)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 1 November 1992 sebagai anak kedua dari pasangan Edy Nasriadi Sambas dan Surti Mardianti. Penulis menjalani pendidikan formal dari TK Pertiwi 3 Bogor (1996-1998), SD Bina Insani Bogor (1998-2004), SMP Negeri 1 Bogor (2004-2007), dan SMA Negeri 5 Bogor (2007-2010). Penulis masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) Institut Pertanian Bogor dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Sejak Tingkat Persiapan Bersama (TPB) penulis sudah aktif di organisasi Gentra Kaheman (2010-2011). Setelah masuk fakultas penulis bergabung dengan Forest Management Student Club (FMSC) (2011-2012). Penulis juga tergabung dalam kepengurusan International Forestry Students Association (IFSA) LC (Local Committee) IPB sebagai anggota Divisi Human Resources Development (2011-2012). Penulis juga menjadi anggota Publikasi dan Dokumentasi dalam acara SEA-FYM (South East Asia – Forest Youth Meeting) (2011).

Praktik yang pernah diikuti penulis, yaitu: Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) Jalur Pangandara dan Sawal Kabupaten Ciamis pada tahun 2012, Praktik Pengelolaaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi pada tahun 2013 dan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani KPH Madiun Unit II Jawa Timur pada tahun 2014.

Gambar

Tabel 1  Matriks kesalahan (confusion matrix)
Gambar 1  Citra Landsat 7 ETM+ band 543 area Kota Bekasi tahun 2003
Gambar 2  Citra Landsat 7 ETM+ band 543 area Kota Bekasi tahun 2009
Tabel 2  Karakteristik kelas tutupan lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

purposive sampling untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan ruang terbuka hijau tahun 2007-2013. Analisis pengolahan data menggunakan analisis overlay dan

Berdasarkan hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Tahun 2011 Tentang Rencana

Pelaksanaan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang

Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Publik di Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Ruang terbuka berfungsi sebagai ventilasi kota, dapat berupa jalan, trotoar, ruang terbuka hijau,

Implementasi kebijakan rencana tata ruang wilayah dalam pengadaan ruang terbuka hijau merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah kota Bima dalam menindak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi peraturan daerah nomor 13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah dalam penetapan kawasan ruang terbuka

Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa tutupan lahan penting pada wilayah perkotaan seperti ruang terbuka hijau berkayu, ruang terbuka hijau pertanian, badan air, permukiman