• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Giberelin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Giberelin"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (

Elaeis

guineensis

Jacq) DENGAN PERENDAMAN DALAM AIR

PANAS DAN GIBERELIN

LIDIA AMINARNI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Giberelin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015 Lidia Aminarni NIM A24100160

(4)
(5)

ABSTRAK

LIDIA AMINARNI. Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Giberelin. Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS.

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pengolahan Benih PT Astra Agro Lestari Tbk, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada bulan Mei-Agustus 2014. Tujuan penelitian untuk mempelajari metode pematahan dormansi benih kelapa sawit dengan perendaman dalam air panas dan giberelin. Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor pertama adalah intensitas perendaman dalam air terdiri atas lima taraf (benih direndam dalam air suhu 26 OC selama 7 hari [P0], benih direndam dalam air panas suhu 80 OC selama 3x24 jam [P1], P1 + air suhu 26 OC selama 2 hari [P2], P1+ air suhu 26 OC selama 4 hari [P3] dan P1+ air suhu 26 OC selama 6 hari [P4]). Faktor kedua adalah perendaman dalam giberelin (0, 50 dan 100 ppm) setelah perlakuan perendaman dalam air. Hasil penelitian menunjukkan, giberelin tidak berpengaruh nyata terhadap perkecambahan. Benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80 OC selama 3x24 jam (P1) atau benih persilangan nomor 5 yang direndam dalam air panas suhu 80 OC selama 3x24 jam kemudian air suhu 26 OC selama 6 hari (P4) merupakan perlakuan terbaik dengan rata-rata daya berkecambah 41% dan 41.6%. Akan tetapi, persentase benih terserang cendawan pada perlakuan P4 lebih tinggi (2.3-2.7%) dibandingkan dengan P1 (0-0.7%). Total waktu yang diperlukan untuk pematahan dormansi dan perkecambahan dengan perendaman dalam air panas lebih cepat yaitu 46 hari, dibandingkan dengan metode konvensional yang memerlukan waktu 113 hari. Akan tetapi, daya berkecambah benih kelapa sawit dengan perlakuan perendaman dalam air panas masih rendah (42%) dibandingkan konvensional (74.7%).

(6)
(7)

ABSTRACT

LIDIA AMINARNI. Dormancy Breaking of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seeds by Hot Water Soaking and Gibberellin Application. Supervised by SATRIYAS ILYAS

This research was conducted at Seed Processing Unit PT Astra Agro Lestari Tbk, Pangkalan Bun, Central Borneo on May-August 2014. The purpose of this research was to study dormancy breaking methods of oil palm seeds by hot water soaking and gibberellin application. The experiment was arranged in a completely randomized design with two factors. The first factor was water soaking intensity, consisted of five levels (seeds were soaked in water at 26 ˚C for 7 days [P0], seeds were soaked in 80˚C hot water for 3x24 hours [P1], P1 + water at 26 ˚C for 2 days [P2], P1 + water at 26 ˚C for 4 days [P3], dan P1 + water at 26 ˚C for 6 days [P4]). The second factor was soaking in gibberellin (0, 50, and 100 ppm) after water soaking treatment. The result showed that gibberellin application did not give significant effect on germination of oil palm seed. Seeds of crossing number 2 which was soaked in hot water for 3x24 hours (P1) or seeds of crossing number 5 which was soaked in hot water for 3x24 hours then in water at 26 ˚C for 6 days (P4) were considered as the best treatments with average germination of 41% and 41.6%. However, the percentage of seeds attacked by fungi in treatment P4 was higher (2.3-2.7%) compared to P1 (0-0.7%). Total time required for dormancy breaking and germination by soaking in hot water was faster (46 days) than conventional method (113 days). However, germination percentage of oil palm seeds soaked in hot water was still low (42%), compared to the conventional method (74.7%).

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (

Elaeis

guineensis

Jacq) DENGAN PERENDAMAN DALAM AIR

PANAS DAN GIBERELIN

LIDIA AMINARNI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei-Agustus 2014 di Seed Processing Unit PT Astra Agro Lestari Tbk, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah adalah Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit dengan Perendalam dalam Air Panas dan Giberelin. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta doa yang tulus kepada penulis;

2. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi;

3. Ir Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen pembimbing akademik atas arahan dan masukan selama penulis melaksanakan studi;

4. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen penguji utama dan Dr Ir Hariyadi, MS selaku dosen penguji wakil urusan program studi atas masukan, motivasi, dan revisi yang diberikan terhadap skripsi saya;

5. Bapak Lalu Firman Budiman, SP selaku pendamping penelitian dari PT Astra Agro Lestari, Tbk yang telah memberikan saran dan masukannya selama penelitian;

6. Bapak SP Mulyono, Bapak Jumar, serta seluruh karyawan bagian Seed Processing Unit PT Astra Agro Lestari, Tbk. atas dukungan dan bantuannya selama penelitian;

7. Staf riset dan keluarga besar PT Astra Agro Lestari, Tbk yang telah membantu penulis selama penelitian;

8. Rekan-rekan Agronomi 47 (Edelweiss) dan BUD PT Adaro Indonesia yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya selama penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, khususnya bagi mahasiswa atau civitas akademika Institut Pertanian Bogor dan semua pihak yang memerlukan.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Perkecambahan Kelapa Sawit 3

Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit 3

METODE PENELITIAN 5

Tempat dan Waktu 5

Benih Kelapa Sawit 5

Rancangan Percobaan 6

Pematahan Dormansi Benih 6

Perkecambahan Benih 9

Parameter Pengamatan 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum Penelitian 10

Kadar Air 12

Daya Berkecambah 13

Potensi Tumbuh Maksimum 15

Kecepatan Tumbuh 16

Persentase Benih Terserang Cendawan 16

Intensitas Dormansi 17

Perbandingan Perkecambahan Benih secara Konvensional dengan

Perlakuan Terbaik 18

KESIMPULAN DAN SARAN 20

Kesimpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 23

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1 Teknik dan lama perlakuan pematahan dormansi benih kelapa sawit 8 2 Pertambahan persentase daya berkecambah benih kelapa sawit 11 3 Hasil sidik ragam perlakuan intensitas perendaman dalam air dan

perendaman dalam giberelin pada berbagai parameter

perkecambahan kelapa sawit 12

4 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin

terhadap kadar air benih kelapa sawit 12

5 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap daya berkecambah benih kelapa sawit 14 6 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin

terhadap potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit 15 7 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin

terhadap kecepatan tumbuh benih kelapa sawit 16 8 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin

terhadap persentase benih terserang cendawan 17 9 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin

terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit 18 10 Perbandingan perkecambahan benih secara konvensional dengan

perlakuan terbaik 19

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan alir percobaan pematahan dormansi dengan perendaman

dalam air dan giberelin 7

2 Bagan alir pematahan dormansi benih kelapa sawit secara

konvensional 8

3 Kriteria kecambah normal dan abnormal 11

4 Kondisi perkecambahan benih secara konvensional 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kadar air benih kelapa sawit 23 2 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan

konsentrasi giberelin terhadap daya berkecambah benih kelapa sawit 23 3 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan

konsentrasi giberelin terhadap potensi tumbuh maksimum benih

(18)

4 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kecepatan tumbuh benih kelapa sawit 24 5 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan

konsentrasi giberelin terhadap persentase benih terserang cendawan 24 6 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan

konsentrasi giberelin terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit 24

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit memegang peranan yang sangat strategis karena budi daya ini mempunyai prospek yang sangat bagus sebagai sumber devisa negara dan berdampak positif terhadap perluasan kesempatan berusaha. Selain menciptakan lapangan kerja yang luas, kelapa sawit memiliki peluang pasar yang sangat besar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri (Risza 2010).

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, tahun 2011 luas areal perkebunan kelapa sawit sekitar 8 992 824 ha, tahun 2012 meningkat menjadii 9 572 715 ha, tahun 2013 mencapai 10 465 020 ha, dan pada tahun 2014 tercatat mencapai 10 956 231 ha. Peningkatan areal ini berdampak pada permintaan penyediaan bibit kelapa sawit yang sangat besar. Produsen benih di Indonesia pada tahun 2006 mampu menghasilkan 141 000 000 kecambah dan pada tahun 2010 mampu menghasilkan 215 002 019, akan tetapi ketersediaan benih tersebut belum memenuhi permintaan kecambah yang mencapai 230 000 000 kecambah.

Perkecambahan benih kelapa sawit memerlukan waktu yang lama untuk berkecambah yaitu sekitar 3-4 bulan karena adanya mekanisme dormansi pada benih. Dormansi pada benih kelapa sawit diakibatkan oleh cangkang kelapa sawit yang keras dan tebal, adanya penutup atau mikropil pada bagian munculnya kecambah sehingga impermeable terhadap air dan gas. Menurut Lubis (1992), teknik perkecambahan kelapa sawit pada umumnya adalah dengan merendam benih dalam air beberapa hari hingga kadar airnya mencapai 18%. Setelah perendaman kemudian dikering-anginkan selama 1 hari dimana sebelumnya telah dicelupkan ke dalam larutan Dithane 0.1-0.2% selama 3 menit. Setelah dikering-anginkan, benih kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan pada ruang pemanas dengan suhu 39-40 oC selama 40-60 hari. Setiap minggu kantong plastik diperiksa dan benih yang kelihatan terlalu kering disiram dengan menyemprotkan air. Setelah dari ruang pemanas, kemudian benih dikeluarkan dan direndam dalam air selama 3 hari untuk menaikkan kadar air dari 18% menjadi 23%. Benih kemudian dikering-anginkan selama 1 hari dan dimasukkan kembali ke kantong plastik dan diletakkan pada ruang perkecambahan dengan suhu 26-28

o

C. Setelah 12-15 hari akan mulai berkecambah dan selanjutnya tiap minggu diperiksa dan dikeluarkan. Setelah 4-5 minggu persentase kecambah mencapai 70-85% dan ada yang dapat mencapai 90%.

(20)

2

memerlukan waktu yang cepat. Masalah yang timbul akibat proses produksi kecambah terus menerus adalah ketika permintaan kecambah rendah, banyak kecambah yang terbuang. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara mempercepat periode perkecambahan, sehingga selang waktu proses produksi dengan permintaan konsumen menjadi lebih pendek yang akan berguna untuk memudahkan dalam membuat rencana produksi kecambah.

Penelitian Kesaulija (1979) pada perkecambahan benih Casuarina equisetifolia Lum dengan perlakuan perendaman air panas suhu 60 oC selama 24 jam mampu memberikan hasil nilai kecambah yang besar jika dibandingkan dengan perlakuan air panas 40 oC, perendaman dengan air dingin dan penanaman langsung. Putra et al. (2011) menyatakan perendaman benih kopi dengan suhu air awal 90 oC dan waktu perendaman 30 menit yang dilakukan setiap hari selama 7 hari mampu meningkatkan indeks vigor dan daya tumbuh benih kopi sebesar 77.7%. Farhana et al. (2013) menyatakan pematahan dormansi dapat dilakukan dengan perendaman benih dalam air suhu 80 oC selama 3x24 jam dapat meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit dibanding kontrol sedangkan perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman dalam air panas 80 oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu mampu menghasilkan potensi tumbuh maksimum benih sebesar 52% namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.

Hasil penelitian Purba (2000) pada perkecambahan benih palem kol menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan konsentrasi giberelin adalah linier positif tergantung kepada perlakuan mekanis. Persentase benih berkecambah paling tinggi terdapat pada kombinasi benih digerus pada bagian titik tumbuhnya sampai benih kelihatan putih (menipiskan kulit benih) dan perendaman dalam larutan giberelin 200 ppm, yaitu 68.9%. Kecepatan benih berkecambah paling cepat terdapat pada kombinasi perlakuan kulit benih digerus dan konsentrasi giberelin 150 dan 200 ppm, yaitu 85.6 hari dan 79.6 hari. Penelitian Maryani dan Irfandri (2008) juga menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dan perendaman benih dalam larutan giberelin 50 ppm memperlihatkan pertumbuhan bibit aren terbaik dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya.

Penyediaan benih kelapa sawit memerlukan waktu yang lama karena adanya sifat dormansi benih merupakan suatu masalah bagi produsen-produsen benih. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya penelitian tentang metode yang cepat dan tepat untuk mematahkan sifat dormansi benih kelapa sawit agar ketersedian benih kelapa sawit dapat terjamin. Metode pematahan dormansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan perlakuan perendaman benih kelapa sawit dalam air panas dan penggunaan zat pengatur tumbuh giberelin.

Tujuan

(21)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Perkecambahan Kelapa Sawit

Secara morfologi perkecambahan benih adalah perubahan bentuk dari embrio menjadi kecambah, secara fisiologi perkecambahan benih adalah dimulainya kembali proses metabolisme dan pertumbuhan struktur penting embrio yang tadinya tertunda ditandai dengan munculnya struktur tersebut menembus kulit benih. Secara biokimiawi perkecambahan benih merupakan rangkaian perubahan lintasan-lintasan oksidatif dan biosintetis, secara teknologi benih adalah muncul dan berkembangnya struktur penting dari embrio serta menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal dan diharapkan berproduksi normal pada kondisi yang optimal (Widajati et al. 2013). Perkecambahan dimulai dari pengambilan air, penyerapan, diikuti dengan proses metabolisme dalam benih yang menyebabkan pembesaran embrio dan tumbuh menjadi kecambah (Schmidt 2002).

Kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan akan berkecambah untuk selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Kecambah kelapa sawit berasal dari embrio yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah. Arah tegak lurus ke atas (phototrophy) disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun kelapa sawit. Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar. Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh sekitar satu sentimeter (Sunarko 2009). Kriteria kecambah normal kelapa sawit yang digunakan PPKS adalah kecambah tumbuh sempurna, plumula dan radikula sudah dapat dibedakan, plumula dan radikula tampak segar, kecambah tidak berjamur serta panjang plumula dan radikula masing-masing maksimum 2 cm. Kriteria kecambah abnormal adalah tumbuh membengkok, plumula dan radikula tumbuh searah, layu dan berjamur (Kurnila 2009).

Perkecambahan kelapa sawit dilakukan setelah pematahan dormansi dengan perlakuan pemanasan suhu 39-40 oC selama 60 hari (Lubis 1992). Benih kelapa sawit dapat diletakkan di ruang perkecambahan menggunakan kantong plastik yang diletakkan pada rak-rak perkecambahan dan menggunakan tray plastik dengan kapasitas satu tray ± 1000 benih. Selanjutnya tray ditumpuk dengan tray lainnya ± 21 tumpukan. Suhu ruang perkecambahan berkisar antara 28-30 ºC dan kelembaban berkisar antara 65–75% (Kurnila 2009). Setelah 12-15 hari di ruang perkecambahan, benih kelapa sawit akan berkecambah. Setelah 4-5 minggu persentase kecambah mencapai 70-85% dan ada yang dapat mencapai 90% (Lubis 1992).

Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit

(22)

4

fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder (Ilyas 2012). Penyebab dormansi banyak dan beragam, diantaranya karena impermeabilitas kulit biji terhadap air dan gas, embrio belum matang, persyaratan khusus suhu atau cahaya, adanya inhibitor, dan pembatasan mekanik untuk pertumbuhan embrio dan pengembangan atau perpanjangan radikula dalam perkecambahan (Murray 1984).

Benih kelapa sawit mempunyai masa dormansi sehingga tidak langsung dapat berkecambah dengan serentak. Dormansi benih kelapa sawit terjadi karena kulit benih (cangkang) yang tebal dan bukan dikarenakan oleh embrionya yang dorman (Hartley 1977). Kulit benih kelapa sawit yang keras menghambat perkecambahan akibat tingginya kadar lignin pada tempurung benih kelapa sawit (Nurmailah 1999). Metode pematahan dormansi yang disebabkan kerasnya kulit benih dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis dan skarifikasi kimia dengan asam sulfat untuk mendegradasi testa (Ilyas 2012).

Pematahan dormansi benih kelapa sawit memerlukan perlakuan khusus, yaitu dengan melakukan pemanasan temperatur 39-40 oC dengan kadar air 18% selama kurang lebih 60 hari. Selanjutnya dilakukan perkecambahan benih dalam ruang perkecambahan pada suhu kamar. Untuk mempercepat perkecambahan, kadar air benih dinaikkan menjadi 22-24% dengan cara merendam benih tersebut dalam air selama tiga hari (Tim Penulis 1992).

Menurut Nurmailah (1999), perlakuan matriconditioning dengan vermikulit plus inokulasi Trichoderma meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit tetapi belum efektif untuk menurunkan kadar lignin tempurung benih kelapa sawit dan ABA pada endosperm. Menurut Silomba (2006) perkecambahan benih kelapa sawit mampu ditingkatkan dengan perlakuan pemanasan selama 40 hari yaitu daya berkecambahnya mencapai 82%.

Perendaman dalam air panas merupakan salah satu metode pematahan dormansi fisik yang menyebabkan benih menjadi permeabel. Lama waktu perendaman dalam air panas bergantung pada suhu perlakuan. Perendaman dalam air panas suhu 80 oC selama 600 detik mampu menghasilkan daya berkecambah tertinggi pada benih Acacia falcata, A. terminalis dan A. suaveolens. Akan tetapi, perendaman dalam air panas suhu 100 oC selama 200, 100 atau 20 detik dapat menurunkan perkecambahan benih A. falcata, A. terminalis dan A. suaveolens (Baskin dan Baskin 2001).

(23)

5 menghasilkan potensi tumbuh maksimum benih sebesar 52% namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.

Asam giberelat atau gibberellines (GA) berperan utama dalam proses awal perkecambahan melalui aktivitas produksi enzim dan pengangkutan cadangan makanan. Penggunaan asam giberelat (biasanya GA3) pernah diperlihatkan

mempunyai pengaruh dalam mengatasi dormansi suhu, cahaya dan dormansi yang diakibatkan oleh zat-zat penghambat (Bewley dan Black 1982, Villiers 1972 dalam Schmidt 2002). Murthy dan Reddy (1989) menggunakan larutan GA3 200

ppm untuk merangsang perkecambahan Ziziphus mauritiana.

Penelitian Saut (2002) menunjukkan, perendaman benih tomat dalam larutan GA3 150 ppm selama 48 jam menghasilkan viabilitas tertinggi dengan

daya berkecambah sebesar 81.3%, perendaman benih terung dalam larutan GA3

200 ppm selama 24 jam menghasilkan viabilitas tertinggi dengan daya berkecambah sebesar 90.7%. Hasil penelitian Purba (2000) pada perkecambahan biji palem kol menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan perendaman giberelin adalah linier positif bergantung pada perlakuan mekanis. Persentase benih berkecambah paling tinggi terdapat pada kombinasi kulit biji digerus pada bagian titik tumbuhnya sampai biji kelihatan putih (menipiskan kulit benih) dan perendaman dalam larutan giberelin 200 ppm, yaitu 68.9%. Kecepatan benih berkecambah paling cepat terdapat pada kombinasi perlakuan kulit biji digerus dan perendaman dalam larutan giberelin 150 dan 200 ppm, yaitu 85.6 hari dan 79.6 hari.

Koyuncu (2005) menyatakan kombinasi perlakuan perendaman dalam 250 mg/l GA3 dan stratifikasi 4 oC selama 100 hari mampu menghasilkan daya

berkecambah mulberry hitam sebesar 96%. Penelitian Maryani dan Irfandri (2008) juga menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dan perendaman benih dalam larutan giberelin 50 ppm memperlihatkan pertumbuhan bibit aren terbaik dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya. Hasil penelitian Murni et al. (2008) menunjukkan bahwa pemberian asam giberelat (GA3) mempengaruhi

perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif duku. Pemberian GA3 dengan

konsentrasi 100 ppm menghasilkan persentase perkecambahan yang paling tinggi dan pemberian GA3 konsentrasi 150 ppm menghasilkan waktu perkecambahan

lebih cepat. Konsentrasi GA3 yang digunakan untuk pematahan dormansi benih

berbeda-beda untuk setiap jenis komoditi.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Seed Processing Unit PT Astra Agro Lestari Tbk, Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014.

Benih Kelapa Sawit

(24)

6

induk PT Astra Agro Lestari. Benih telah disimpan selama 4 bulan di ruang penyimpanan dengan suhu 21 oC sebelum digunakan.

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah intensitas perendaman dalam air terdiri atas lima taraf yaitu:

 Benih persilangan nomor 1 direndam dalam air suhu 26 oC selama 7 hari (P0)

 Benih persilangan nomor 2 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24 jam (P1)

 Benih persilangan nomor 3 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24 jam kemudian dalam air suhu 26 oC selama 2 hari (P2)

 Benih persilangan nomor 4 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24 jam kemudian dalam air suhu 26 oC selama 4 hari (P3)

 Benih persilangan nomor 5 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24 jam kemudian dalam air suhu 26 oC selama 6 hari (P4).

Faktor kedua adalah perendaman dalam giberelin yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 ppm, 50 ppm dan 100 ppm. Total kombinasi perlakuan adalah 15 kombinasi dengan masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan sehingga terdapat 45 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri atas 100 butir benih kelapa sawit. Model aditif yang digunakan berdasarkan RAL adalah sebagai berikut:

Yijk =� + i + + ( )ij + � Keterangan:

Yijk : respon pengamatan perlakuan intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin

� : nilai tengah umum.

i : pengaruh intensitas perendaman dalam air taraf ke-i Βj : pengaruh konsentrasi giberelin ke-j

( )ij : interaksi antara perlakuan intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin

� : pengaruh galat percobaan

Pematahan Dormansi Benih

Metode penelitian ini mengacu pada metode penelitian Farhana et al. (2013) yaitu penggunaan air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam untuk perendaman benih kelapa sawit. Benih kelapa sawit direndam dalam air panas suhu 80 oC dan dibiarkan dingin hingga 24 jam, kemudian diganti dengan air panas kembali hingga 3x24 jam. Setelah perendaman dengan air panas dilanjutkan dengan perendaman dalam air suhu 26 oC selama (0, 2, 4 dan 6 hari). Kemudian benih dikering-anginkan selama 4 jam. Kemudian benih direndam dalam larutan GA3 sesuai konsentrasi perlakuan (0, 50, dan 100 ppm,) selama 24 jam. Setelah

proses perendaman dengan GA3, benih dicuci menggunakan air lalu direndam

(25)

7 dikering-anginkan kembali selama 4 jam. Bagan alir pematahan dormansi dapat dilihat pada Gambar 1.

Pematahan dormansi benih juga dilakukan dengan metode konvensional sebagai pembanding. Dalam metode konvensional, benih persilangan nomor 6 dipanaskan pada suhu 39-40 oC selama 60 hari sebelum pengecambahan di ruang germinator selama 42 hari. Prosedur pematahan dormansi adalah sebagai berikut: benih kelapa sawit direndam selama 7 hari sebagai perendaman pertama untuk meningkatkan kadar air, kemudian dikering-anginkan selama 1 hari, selanjutnya dilakukan pemanasan kering selama 60 hari pada suhu 40 oC, kemudian benih direndam kembali selama 3 hari sebagai perendaman kedua. Setelah benih direndam kemudian dikering-anginkan selama 4 jam lalu dikecambahkan di ruang perkecambahan. Bagan alir pematahan dormansi benih secara konvensional dapat dilihat pada Gambar 2.

(26)

8

Teknik dan lama pematahan dormansi setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Teknik dan lama perlakuan pematahan dormansi benih kelapa sawit

Perlakuan

Teknik pematahan dormansi benih

Total lama perlakuan

(hari) Perendaman benih

dalam (hari)

Pengering-anginan

Lama pemanasan

pada suhu 39-40 oC

(hari) Air

panas Air GA3

P0 - 7 1 4 jam - 8

P1 3 - 1 4 jam - 4

P2 3 2 1 4 jam - 6

P3 3 4 1 4 jam - 8

P4 3 6 1 4 jam - 10

Konvensional* - 7; 3 - 1 hari; 4 jam 60 71

Keterangan: P0 = benih direndam dalam air 26 oC selama 7 hari; P1 = benih direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam; P2 = idem P1 + air 26 oC 2 hari; P3 = idem P1 + air 26 oC 4 hari; P4 = idem P1 + air 26 oC 6 hari. *Teknik konvensional: benih direndam dalam air selama 7 hari, kemudian dikering-angin selama 1 hari dan dimasukkan ke ruang pemanasan suhu 39-40 oC selama 60 hari. Setelah itu direndam kembali dalam air selama 3 hari dan kemudian dikering-angin selama 4 jam sebelum dimasukkan ke ruang perkecambahan

(27)

9 Perkecambahan Benih

Benih yang telah diberi perlakuan pematahan dormansi dimasukkan ke ruang perkecambahan dan diletakkan pada tray perkecambahan dan diberi label. Setelah 2 minggu dilakukan pengamatan daya berkecambah pertama dengan interval pengamatan 7 hari dan dilakukan lima kali pengamatan sampai dengan hari ke-42. Selama di ruang perkecambahan, benih disemprot setiap hari dengan Dithane 3 g/l hingga lembab untuk menjaga kadar air yang optimal untuk perkecambahan dan mencegah terjadinya serangan cendawan pada benih.

Parameter Pengamatan

Parameter yang diamati pada kedua percobaan ini adalah kadar air, daya berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, intensitas dormansi dan persentase benih terserang cendawan. Pengamatan perkecambahan dilakukan selama 42 hari.

a. Kadar air benih (KA)

Pengukuran kadar air benih dilakukan dengan metode langsung menggunakan oven. Benih dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105 oC selama 48 jam. Benih sebanyak lima butir dengan dua ulangan ditimbang menggunakan timbangan digital. Penetapan kadar air benih ditentukan menggunakan rumus (Martine et al. 2009):

KA % =bobot basah benih-bobot kering benih

bobot kering benih x 100% b. Daya berkecambah (DB)

Benih kelapa sawit diletakkan pada tray berukuran 32x65 cm yang telah diberi alas karpet kain. Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan dengan masing-masing 100 benih. Satu tray dibagi menjadi 6 bagian sehingga dalam satu tray terdapat 600 butir benih kelapa sawit. Tray diletakan pada ruang perkecambahan dengan suhu 29-31 oC dan kelembaban 60-65% selama 42 hari. Tray yang berisi benih ditumpuk dengan tray lainnya hingga 5-10 tray dan tray bagian atas ditutup dengan tray kosong. Pengamatan daya berkecambah dilakukan sebanyak lima kali yaitu pada 14 HSP (hari setelah perkecambahan), 21 HSP, 28 HSP, 35 HSP dan 42 HSP.

Perhitungan daya berkecambah menggunakan rumus: DB % = jumlah kecambah normal

jumlah seluruh benih yang dikecambahkanx 100% c. Kecepatan tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh harian dalam tolok ukur persentase pertambahan kecambah normal per hari selama 42 hari. Benih yang digunakan setiap ulangannya adalah 100 butir dengan tiga kali ulangan. Perhitungan kecepatan tumbuh menggunakan rumus:

Kecepatan tumbuh = pertambahan % kecambah normal tiap hari

waktu pengamatan

tn

(28)

10

d. Potensi tumbuh maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum benih merupakan persentase benih yang berkecambah (normal dan abnormal) sampai akhir pengamatan terhadap jumlah keseluruhan benih yang dikecambahkan. Potensi tumbuh maksimum digunakan untuk mengidentifikasi viabilitas total dari benih kelapa sawit yang diuji. Benih yang digunakan setiap ulangannya adalah 100 butir dengan tiga kali ulangan. Perhitungan potensi tumbuh maksimum menggunakan rumus:

PTM= jumlah benih yang berkecambah

jumlah benih yang dikecambahkan x 100% e. Intensitas dormansi (ID)

Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai akhir pengamatan (42 HSP). Benih yang terserang cendawan sebelum akhir pengamatan dan belum berkecambah (dorman) termasuk ke dalam perhitungan intensitas dormansi. Benih yang digunakan setiap ulangannya adalah 100 butir dengan tiga kali ulangan. Perhitungan intensitas dormansi menggunakan rumus:

ID % = jumlah benih yang tidak tumbuh

jumlah benih yang dikecambahkan x 100% f. Persentase benih terserang cendawan

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang terserang cendawan selama pengecambahan (42 HSP). Benih yang digunakan setiap ulangannya adalah 100 butir dengan tiga kali ulangan. Perhitungan persentase benih terserang cendawan menggunakan rumus:

Persentase benih terserang cendawan= jumlah benih yang terserang cendawan

jumlah benih yang dikecambahkan x 100% Hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada selang kepercayaan 95% ( = 5%). Jika terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan DMRT (Duncan’t Multiple Range Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

(29)

11 diberikan. Pengujian daya berkecambah benih kelapa sawit dilakukan pada ruang perkecambahan dengan suhu 29-31 oC dan kelembaban 60-65% selama 42 hari. Benih kelapa sawit mulai berkecambah setelah 14 hari di ruang perkecambahan dan akan berkembang menjadi kecambah normal setelah 5 hari tumbuh. Kriteria kecambah normal kelapa sawit yang digunakan PPKS (Gambar 3) adalah kecambah tumbuh sempurna, plumula dan radikula sudah dapat dibedakan, plumula dan radikula tampak segar, kecambah tidak bercendawan serta panjang plumula dan radikula masing-masing maksimum 2 cm. Kriteria kecambah abnormal adalah tumbuh membengkok, plumula dan radikula tumbuh searah, layu dan berjamur (Kurnila 2009).

Gambar 3 Kriteria kecambah normal dan abnormal: a) kecambah normal, b) kecambah normal, c) kecambah abnormal (radikula dan plumula tumbuh searah), d) kecambah abnormal (radikula tidak ada) dan e) kecambah abnormal (plumula tidak ada)

Waktu berkecambah benih kelapa sawit tidak serentak. Pengamatan daya berkecambah dilakukan lima kali (Tabel 2). Pada pengamatan pertama (14 HSP) dan kedua (21 HSP) persentase perkecambahan masih sangat rendah yaitu 0% dan 3.1%. Pertambahan daya berkecambah kelapa sawit mulai meningkat pada pengamatan ketiga (28 HSP) dan keempat (35 HSP) yaitu 10.7% dan 10% dan mulai menurun pada pengamatan terakhir (42 HSP ) yaitu 4%.

Tabel 2 Pertambahan persentase daya berkecambah benih kelapa sawit

Perlakuan Pengamatan ke- Persentase

perkecambahan

1 2 3 4 5

P0 0.0 1.1 2.0 2.0 1.8 6.6

P1 0.0 2.7 16.8 16.4 5.1 41.0

P2 0.0 0.1 2.7 7.8 4.8 15.3

P3 0.0 3.9 10.9 12.3 6.6 33.7

P4 0.0 7.6 21.1 11.3 1.7 41.6

Rata-rata 0.0 3.1 10.7 10.0 4.0

(30)

12

Hasil sidik ragam pematahan dormansi benih kelapa sawit pada Tabel 3 menunjukkan bahwa faktor tunggal perlakuan intensitas perendaman benih dalam air menunjukkan pengaruh yang nyata pada semua parameter pengamatan. Faktor tunggal perlakuan dengan perendaman benih dalam berbagai konsentrasi giberelin hanya berpengaruh nyata pada parameter kadar air benih. Interaksi antara perlakuan intensitas perendaman benih dalam air dan konsentrasi giberelin hanya berpengaruh nyata pada parameter persentase benih terserang cendawan.

Tabel 3 Hasil sidik ragam perlakuan intensitas perendaman dalam air dan perendaman dalam giberelin pada berbagai parameter perkecambahan kelapa sawit berpengaruh nyata; KK = koefisien keragaman

Kadar Air

(31)

13 giberelin 0 dan 50 ppm (20.7% dan 20.6%) tidak berbeda nyata, dan lebih rendah dibandingkan dalam 100 ppm (21.6%).

Tabel 4 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kadar air benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air Benih persilangan nomor 1 direndam dalam

air selama 7 hari (P0) 21.5 21.4 21.3 21.4b

Benih persilangan nomor 2 direndam dalam

air panas suhu 80oC selama 3x24 jam (P1) 17.8 17.8 18.0 17.9d Benih persilangan nomor 3 direndam dalam

air panas suhu 80oC selama 3x24 jam kemudian dalam air selama 2 hari (P2)

19.6 20.3 21.2 20.4c Benih persilangan nomor 4 direndam dalam

air panas suhu 80oC selama 3x24 jam kemudian dalam air selama 4 hari (P3)

22.6 20.9 23.4 22.3a Benih persilangan nomor 5 direndam dalam

air panas suhu 80oC selama 3x24 jam kemudian dalam air selama 6 hari (P4)

22.0 22.6 24.0 22.9a

Rata-rata 20.7b 20.6b 21.6a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1% dan angka-angka yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Daya Berkecambah

(32)

14

perlakuan P4 (2.3-2.7%) dan waktu pematahan dormansinya relatif lebih cepat (4 hari) dibandingkan perlakuan P4 (10 hari), sehingga perlakuan P1 dapat dipilih sebagai perlakuan terbaik. Secara umum benih yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam sudah mampu menghasilkan daya berkecambah yang besar. Hal ini diduga pada perlakuan P1 benih memiliki viabilitas yang baik sehingga dapat menghasilkan daya berkecambah yang baik pula.

Tabel 5 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap daya berkecambah benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air

Perlakuan perendaman benih pada berbagai konsentrasi giberelin tidak memberikan pengaruh yang nyata, akan tetapi benih yang direndam dalam konsentrasi giberelin 50 dan 100 ppm menghasilkan daya berkecambah yang lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa giberelin. Pada perkecambahan benih duku pemberian giberelin 100 ppm menghasilkan daya berkecambah tertinggi yaitu 72.7% (Murni et al. 2008). Peningkatan konsentrasi giberelin dapat meningkatkan daya berkecambah benih. Hal ini karena pemberian giberelin eksogen dapat membantu giberelin endogen mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam biji sehingga perkecambahan terjadi lebih cepat (Ali dan Rostiwati 2011). Selama proses perkecambahan benih, embrio yang sedang berkembang melepaskan giberelin ke lapisan aleuron. Giberelin tersebut menyebabkan terjadinya transkripsi beberapa gen penanda enzim-enzim hidrolitik diantaranya α-amilase. Kemudian enzim tersebut masuk ke endosperma dan menghidrolisis pati dan protein sebagai sumber makanan bagi perkembangan embrio (Weiss dan Ori 2007). Berdasarkan beberapa penelitian, peningkatan konsentrasi giberelin dapat meningkatkan perkecambahan diantaranya perendaman benih Mucuna bracteata pada larutan GA3 300 ppm selama 5 jam menghasilkan daya berkecambah 86.7%

(Astrari et al. 2014), perendaman benih Calopogonium caeruleum pada larutan GA3 500 ppm selama 24 jam menghasilkan persentase perkecambahan yang

tertinggi yaitu sebesar 57.3% (Asra 2014).

(33)

15 yang tebal dan keras. Air belum mampu menyerap ke dalam benih dengan baik sehingga proses perkecambahan terhambat. Berbeda halnya dengan benih yang direndam dalam air panas, air panas dapat mematahkan dormansi fisik pada Leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereid atau merusak tutup strophiolar (Schmidt 2002). Perendaman dalam air panas bertujuan untuk memudahkan penyerapan air oleh benih, dan benih menjadi permeable (Sutopo 2004). Menurut Farhana et al. (2013) benih kelapa sawit yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam mampu mempercepat perkecambahan. Perendaman benih aren selama 15 menit dengan suhu awal 75 oC kemudian direndam dalam larutan giberelin 150 ppm selama 24 jam menghasilkan persentase kecambah 65% (Purba et al. 2014). Perendaman benih trembesi dalam air panas (suhu awal 60 °C) kemudian dibiarkan dingin selama 72 jam menghasilkan persentase daya berkecambah tertinggi yaitu 68.7% (Lubis et al. 2014).

Potensi Tumbuh Maksimum

Potensi tumbuh maksimum merupakan tolok ukur untuk melihat viabilitas total benih kelapa sawit. Semua benih yang berkecambah baik kecambah normal maupun abnormal dihitung sebagai potensi tumbuh maksimum. Hasil pengamatan potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air

(34)

16

memberikan pengaruh yang nyata. Benih persilangan nomor 1 yang direndam dalam air suhu 26 oC selama 7 hari (P0) merupakan perlakuan yang menghasilkan potensi tumbuh maksimum terendah yaitu 11.1%.

Kecepatan Tumbuh

Kecepatan tumbuh merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh. Kecepatan tumbuh benih kelapa sawit diamati setiap hari di ruang perkecambahan selama 42 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas perendaman dalam air memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan tumbuh (Tabel 7). Kecepatan tumbuh tertinggi terdapat pada benih persilangan nomor 5 yang direndam dalam air panas 80 oC selama 3x24 jam yang dilanjutkan dengan perendaman air selama 6 hari (P4) yaitu 1.63 %/etmal dan tidak berbeda nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80

o

C selama 3x24 jam (P1) yaitu 1.46 %/etmal. Perlakuan perendaman benih dalam berbagai konsentrasi giberelin tidak memberikan pengaruh yang nyata. Benih persilangan nomor 1 yang direndam dalam air suhu 26 oC selama 7 hari (P0) merupakan perlakuan yang menghasilkan kecepatan tumbuh terendah yaitu 0.23 %/etmal.

Tabel 7 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kecepatan tumbuh benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air Konsentrasi giberelin

(ppm) Rata-rata

(35)

17 persentase benih terserang cendawan tertinggi terdapat pada persilangan nomor 3 (P2) yaitu 5.3% dan 6.0%. Pada konsentrasi giberelin 100 ppm benih terserang cendawan tertinggi terdapat pada persilangan nomor 4 (P3) yaitu 5.0%. Pada perlakuan lainnya persentase benih terserang cendawan cenderung rendah yaitu 0.0-2.7%. Perlakuan P1 dan P4 menghasilkan daya berkecambah tertinggi. Akan tetapi, persentase benih terserang cendawan pada perlakuan P1 lebih rendah (0.0-0.7%) dibandingkan dengan perlakuan P4 (2.3-2.7%).

Tabel 8 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap persentase benih terserang cendawan

Intensitas perendaman dalam air Konsentrasi giberelin (ppm)

0 50 100

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kapital pada baris atau huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%, data ditransformasi  x + 5

Cendawan pada benih kelapa sawit biasanya muncul pada saat benih dikecambahkan. Benih yang terserang cendawan dapat diakibatkan oleh pencucian benih yang kurang bersih, permukaan cangkang benih yang berserabut dan benih yang pecah sehingga memacu tumbuhnya cendawan. Pada saat pengamatan ditemukan benih yang pecah sehingga memacu munculnya perkembangan cendawan. Menurut Farhana et al. 2013, persentase benih kelapa sawit yang terserang cendawan erat kaitannya dengan kadar air benih. Kadar air benih yang tinggi cenderung meningkatkan persentase benih terserang cendawan. Tabel 4 menunjukkan, rata-rata kadar air benih perlakuan P1 (17.9%) nyata lebih rendah dibanding P4 (22.9%).

Intensitas Dormansi

(36)

18

meningkatkan perkecambahan kelapa sawit karena air tidak mampu menyerap dengan baik ke dalam benih kelapa sawit yang memiliki kulit tebal dan keras.

Tabel 9 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit

Intensitas perendaman dalam air hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Perendaman dengan air panas suhu 80 oC dapat menurunkan tingkat intensitas dormasi benih. Intensitas dormansi pada benih persilangan nomor 5 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam yang dilanjutkan dengan perendaman dalam air suhu 26 oC selama 6 hari (P4) mampu menurunkan intensitas dormansi hingga 51.7% dan tidak berbeda nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80oC selama 3x24 jam (P1) yaitu 54.6%. Intensitas dormansi dapat diturunkan dengan pemberian air panas. Hal ini karena air panas dapat digunakan sebagai salah satu metode pematahan dormansi. Pemberian air panas (100 oC) selama 5-20 detik menyebabkan terbukanya pleugram pada Leucaena dan hasil perkecambahannya mencapai 95-100% tergantung pada varietasnya (Gardner et al. 1991).

Perbandingan Perkecambahan Benih secara Konvensional dengan Perlakuan Terbaik

(37)

19 waktu pematahan dormansi cukup lama yaitu 71 hari, sehingga waktu yang diperlukan hingga mendapatkan kecambah adalah 113 hari. Persentase perkecambahan benih kelapa sawit pada hari ke-21 di ruang perkecambahan mencapai 30% dan berkecambah secara serentak (Gambar 4).

Tabel 10 Perbandingan perkecambahan benih secara konvensional dengan perlakuan terbaik

Perlakuan KA (%) (%) DB PTM (%) (%/etmal) KCT (%) TC (%) ID (hari) LP (hari) TP Konvensional 20.5 74.7 79.0 3.5 0.0 21.0 71 113 P1 + 0 ppm

GA3

17.8 42.0 47.7 1.5 0.7 52.3 4 46 P1 + 50 ppm

GA3 17.8 44.7 48.3 1.6 0.3 51.7 4 46

P4 + 100 ppm

GA3 24.0 43.3 48.7 1.7 2.3 51.3 10 52

Keterangan: KA = kadar air; DB = daya berkecambah; PTM = potensi tumbuh maksimum; KCT =

kecepatan tumbuh; TC = benih terserang cendawan; ID = intensitas dormansi; LP = lama proses pematahan dormansi; TP = total lama pematahan dormansi dan perkecambahan; P1 = benih direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam; dan P4 = benih direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam kemudian dalam air suhu 26 oC selama 6 hari

Perlakuan dengan perendaman dalam air panas 80 o

C mampu mengurangi waktu pematahan dormansi benih kelapa sawit sehingga ketersediaan kecambah bisa diperoleh dalam waktu yang relatif cepat (total 46 hari), akan tetapi daya berkecambahnya (42%) masih belum mencapai seperti daya berkecambah pada perlakuan konvensional (74.7%) meskipun memerlukan total waktu pematahan dormansi dan perkecambahan yang cukup lama (113 hari).

(38)

20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Intensitas perendaman dalam air berpengaruh nyata terhadap perkecambahan benih kelapa sawit varietas DxP Simalungun sedangkan perendaman benih dalam giberelin tidak memberikan pengaruh yang nyata. Perlakuan terbaik terdapat pada benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam (P1) menghasilkan daya berkecambah 42%, persentase benih terserang cendawan cukup rendah yaitu 0-0.7%. Benih persilangan nomor 1 yang direndam dalam air suhu 26 OC selama 7 hari (kontrol, P0) menghasilkan daya berkecambah terendah yaitu 6.6%. Pematahan dormansi dengan perendaman dalam air panas dapat menyingkat waktu proses pematahan dormansi, sehingga kecambah sudah bisa didapatkan dalam waktu 46 hari, dibandingkan secara konvensional yang memerlukan waktu 113 hari. Akan tetapi, perendaman benih dalam air panas belum efektif digunakan untuk pematahan dormansi benih kelapa sawit karena daya berkecambah masih rendah (42%) dibandingkan konvensional yaitu 74.7%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit dengan meningkatkan intensitas perendaman dalam air panas yang digunakan dan konsentrasi giberelin.

DAFTAR PUSTAKA

Ali C, Rostiwati T. 2011. Pengaruh hormon pertumbuhan dan senyawa nitrogen serta waktu perendaman terhadap perkecambahan benih lemo (Litsea cubeba). Di dalam: Rostiwati T, Wilarso S, Danu, editor. Teknologi perbenihan untuk meningkatkan produktivitas hutan rakyat di propinsi Jawa Tengah. Prosiding seminar hasil-hasil penelitian; 2011 Juli 20; Semarang, Indonesia. Bogor (ID): BPTPTH Bogor. 133-140.

Ani N. 2006. Pengaruh perendaman benih dalam air panas terhadap daya berkecambah dan pertumbuhan bibit lamtoro (Leucaena leucocephala). J penelitian bidang ilmu pertanian 4 (1): 24-28.

Asra R. 2014. Pengaruh hormon giberelin (GA3) terhadap daya kecambah dan

vigoritas Calopogonium caeruleum. Biospecies 7(1): 29-33.

Astari RP, Rosmayati, Bayu ES. 2014. Pengaruh pematahan dormansi secara fisik dan kimia terhadap kemampuan berkecambah benih mucuna (Mucuna bracteata D.C). J Online Agroteknologi 2 (2): 803-812

(39)

21 Bewley JD, Black M. 1982. Physiology and Biochemistry of Seeds. Springer Verlas Dalam Schmidt L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.

Farhana B, Ilyas S, Budiman LF. 2013. Pematahan dormansi benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan perendaman dalam air panas dan variasi konsentrasi ethephon. Bul. Agrohorti 1 (1): 72 – 78.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. 428 hal.

Hartley CWS. 1997. The Oil Palm. New York (US): Longman Inc. 806 p.

Ilyas S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih Teori dan Hasil-Hasil Penelitian. Bogor (ID): IPB Pr. 138 hal.

Kesaulija EM. 1979. Pengaruh perendaman pada berbagai suhu air terhadap nilai perkecambahan biji Casuarina equisetifolia Lum. Manokwari (ID): Universitas Negeri Cenderawasih.

Koyuncu F. 2005. Breaking seed dormancy in black mulberry (Morus nigra L.) by cold stratification and exogenous application of gibberellic acid. Acta Biologica Cracoviensia Series Botanica 47 (2): 23–26.

Kurnila R. 2009. Pengendalian mutu produksi benih kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacquin) di pusat penelitian kelapa sawit Marihat, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Marihat (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala. 435 hal.

Lubis AY, Riniarti M, Bintoro A. 2014. Pengaruh lama waktu perendaman dengan air terhadap daya berkecambah trembesi (Samanea saman). J Sylva Lestari 2 (2): 25-32.

Marthen, Kaya E, Rehatta H. 2013. Pengaruh perlakuan pencelupan dan perendaman terhadap perkecambahan benih sengon (Paraserianthes falcataria L.). Agrologia2 (1): 10-16.

Martine BM, Laurent KK, Pierre BJ, Eugene KK, Hillaire KT, Justin KY. 2009. Effect of storage and heat treatments on the germination of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) seed. African Journal of Agricultural Research 4 (10): 931-937.

Maryani AT, Irfandri. 2008. Pengaruh skarifiksi dan pemberian giberelin terhadap perkecambahan benih tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.) SAGU 7 (1): 1-6.

Murni P, Harjono DP, Harlis. 2008. Pengaruh asam giberelat (GA3) terhadap

perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif duku (Lansium dookoo Griff.). Biospecies 1 (2): 63 - 66

Murray DR. 1984. Seed Physiology Volume 2. Germination and Reserve Mobilization. New South Wales (AU): The University of Wollongong, New South Wales, Academic Pr. Australia. 295 p.

(40)

22

Nurmailah ES. 1999. Pengaruh matriconditioning plus inokulasi dengan Trichoderma sp. terhadap perkecambahan, kadar lignin dan asam absisat benih kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purba O, Indriyanto, Bintoro A. 2014. Perkecambahan benih aren (Arenga pinnata) setelah diskarifikasi dengan giberelin pada berbagai konsentrasi. J Sylva Lestari 2 (2): 71-78

Purba R. 2000. Pengaruh perlakuan mekanis dan konsentrasi giberelin serta lama perendaman terhadap perkecambahan biji palem kol (Licuala grandis) [tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatra Utara.

Putra D, Rabaniyah R, Nasrullah. 2011. Pengaruh suhu dan lama perendaman dan pertumbuhan awal bibit kopi arabika (Coffea arabica (LENN)). Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Risza S. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Yogyakarta (ID): Kanisius. 255 hal.

Saut L. 2002. Pengaruh perlakuan perendaman benih dalam larutan GA3 dan

shiimarocks terhadap viabilitas benih tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), terung (Solanum melongena L.) dan cabai (Capsicum annuum L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Schmidt L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan. 530 hal.

Silomba SDA. 2006. Pengaruh lama perendaman dan pemanasan terhadap viabilitas benih kelapa sawit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sunarko. 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem

Kemitraan. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. 178 hal.

Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. 238 hal Tim Penulis. 1992. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek

Pemasaran. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 218 hal.

Villiers TA. 1972. Seed Dormancy. In : (Kozlowski,TT ed): Seed Biology. Vol II. New York (US): Academic Pr. 220-281p Dalam Schmidt L. 2002. Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.

Weiss D, Ori N. 2007. Mechanisms of cross talk between gibberellin and other hormones. Plant Physiology 144: 1240-1246.

(41)

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kadar air benih kelapa sawit

Sumber

Galat 30 21.6266667 0.7208889

Total terkoreksi 44 182.7520000

KK (%) 4.0

Keterangan: *Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn = tidak berpengaruh nyata; KK = koefisien keragaman

Lampiran 2 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap daya berkecambah benih kelapa sawit

Galat 30 379.840000 12.661333

Total terkoreksi 44 5075.683111

KK (%) 11.6

Ketereangan: **Berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn = tidak berpengaruh nyata; KK = koefisien keragaman; data hasil transformasi arc sin

Lampiran 3 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit

Galat 30 373.853333 12.461778

Total terkoreksi 44 4726.936444

KK (%) 10.3

(42)

24

Lampiran 4 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kecepatan tumbuh benih kelapa sawit

Galat 30 0.18530200 0.00617673

Total terkoreksi 44 2.77175764

KK (%) 6.6

Ketereangan: **Berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn = tidak berpengaruh nyata; KK = koefisien keragaman; data hasil transformasi  x + 0.5

Lampiran 5 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap persentase benih terserang cendawan Sumber

Galat 30 3.40000000 0.11333333

Total terkoreksi 44 9.77911111

KK (%) 12.9

Keterangan: *Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn = tidak berpengaruh nyata; KK = koefisien keragaman; data hasil transformasi  x + 5

Lampiran 6 Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit

Total terkoreksi 44 10435.64444

KK (%) 7.2

(43)

25 Lampiran 7 Kondisi perkecambahan benih kelapa sawit

Gambar 1 Perlakuan benih persilangan nomor 1 direndam dalam air (26 oC) selama 7 hari dan giberelin dengan konsentrasi 0 ppm dan 50 ppm

Gambar 2 Perlakuan benih persilangan nomor 2 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24 jam dan giberelin dengan konsentrasi 0 ppm dan 50 ppm

(44)

26

Gambar 4 Perlakuan benih persilangan nomor 4 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24 jam kemudian air suhu 26 oC selama 4 hari dan giberelin dengan konsentrasi 0 ppm dan 50 ppm

(45)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Oktober 1992 di Lumbang, Kec. Muara Uya Kab. Tabalong, Kalimantan Selatan. Anak ke-6 dari 9 bersaudara pasangan Surli dan Norhayati. Tahun 2010, penulis menyelesaikan studi di SMKN 1 Muara Uya dan diterima melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) PT Adaro Indonesia di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1  Bagan alir percobaan pematahan dormansi dengan perendaman dalam air dan giberelin
Gambar 2 Bagan alir pematahan dormansi benih kelapa sawit secara  konvensional
Tabel 4  Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin terhadap kadar air benih kelapa sawit
Gambar 4  Kondisi perkecambahan benih secara konvensional
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 14 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan pematahan dormansi benih Angsana berpengaruh sangat nyata terhadap parameter daya berkecambah, nilai perkecambahan, kecepatan

Hasil penelitian Lensari (2009) perlakuan pematahan dormansi pada benih Angsana dengan perendaman H 2 SO 4 1% selama 10 menit dan perendaman dengan KNO 3 1%

Adapun judul dari tesis ini adalah “Pengaruh Bobot Umbi dan Waktu Perlakuan Perendaman Sitokinin Terhadap Pematahan Dormansi Benih Kentang (Solanum tuberosum L)” yang

Pengaruh Lama Perendaman Air Kelapa Muda Terhadap Pematahan Dormansi Benih Padi (Oryza sativa L.) Varietas Inpari 33 pada Kondisi After Ripening.. Jurusan Produksi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan air kelapa terhadap pematahan dormansi biji jarak pagar ( Jatropha curcas ), hasil pematahan dormansi biji

Dari hasil sidik ragam dapat diketahui bahwa berbagai perlakuan pematahan dormansi terhadap benih kemiri (Aleurites moluccana Willd) memberikan pengaruh yang tidak nyata

kelapa pada perlakuan A3 perendaman benih dalam air kelapa selama 72 jam dengan pengamatan 2 bulan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase daya kecambah dan berbeda

Pengaruh air kelapa terhadap imbibisi pematahan dormansi biji karet Hevea brasiliensis yang dilakukan selama 1 bulan setelah dilakukan penyamaian, menujukkan bahwa memiliki perbedaan