• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng (Chanos chanos forsskal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng (Chanos chanos forsskal)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TOKSISITAS AKUT, BIOKONSENTRASI DAN

BIOELIMINASI INSEKTISIDA MALATHION PADA

JUVENIL IKAN BANDENG (

Chanos chanos

Forsskal)

MUZNAH TOATUBUN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathion pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

Muznah Taotubun

(4)
(5)

ABSTRACT

MUZNAH TOATUBUN. Acute toxicity, bioconcentration and bioelimination malathion in juvenile milkfish (Chanos chanosForsskal) ). Under direction of KUKUH NIRMALA and EDDY SUPRIYONO.

Malathion is non systemic organophosphate insecticide that has large spectrum and special character by inhibiting cholinesterase work to asetilcholine in fish body. Generally, the use of malathion is to exterminate insects in health, agriculture, husbandry, and household. This research aims to determine limit level and acute malathion toxicity and to analyze malathion bioconcentrate influence and bioelimination in juvenile milkfish body. Moreover, main research consisted of one control and three treatments with three replications (A. control, B. 025, C. 0.5, D. 0.75 µg/l). The results showed that malathion insektida threshold in the range of 0002-0004 mg / l and acute toxicity LC50 96 hour is 0.0025 mg /, malathion concentration 0,75 (treatment D) was very toxic and influenced physiological condition of juvenile milkfish, therefore increasing accumulation in fish body gland, decreasing hematological condition, feed consumption, specific growth rate, feeding efficiency, and survival rate. Malathion elimination rate of 0.03 mg / l was very fast suitable with time addition and not persistent in juvenile milkfish body.

(6)
(7)

RINGKASAN

MUZNAH TOATUBUN. Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathion Pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan EDDY SUPRIYONO.

Malathion adalah insektisida organofosfat non-sistemik yang memiliki spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang khas yaitu menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin dalam tubuh ikan. Penggunaan malathion secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga. Insektisida malathion masuk

Tujuan penelitian ini adalah menentukan ambang batas dan toksisitas akut malathion serta menganalisa pengaruh biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada tubuh juvenil bandeng. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada juvenil bandeng. Ikan yang digunakan juvenil bandeng yang berukuran 7 - 8 cm dan berat 2 - 3 gram. Sedangkan bahan pencemar yang digunakan adalah insektisida malathion 95%. Uji nilai kisaran konsentrasi menggunakan deret angka yaitu A (0.00 mg/l), B (0.002 mg/l), C (0.004 mg/l), D (0.008 mg/l), dan E (0.016 mg/l) dengan 3 ulangan tiap perlakuan. Sedangkan uji toksisitas akut terdiri atas 4 perlakuan, 1 kontrol dan 3 ulangan dengan konsentrasi A (kontrol), B (0.0024 mg/l), C (0.0028 mg/l), D (0.0034 mg/l) dan E (0.0040 mg/l). Pada penelitian inti diaplikasikan dalam 4 perlakuan dan 3 ulangan dengan konsentrasi A (0.00 µg/l), B (0.25 µg/l), C (0.5 µg/l) dan D (0.75 µg/l). Untuk uji bioeliminasi digunakan juvenil ikan bandeng pada perlakuan B (0.25 µg/l) yang telah mencapai kondisi stabil (steady state) pada uji biokonsentrasi. Ikan yang digunakan pada uji ini adalah sebanyak 20/akuarium.

ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui berbagai jalur, antara lain pemakaian langsung yang residunya berada di udara dan tanah, limpasan dari persawahan. Pada saat hujan akan masuk ke kolam, tambak, daerah muara melalui saluran air.

(8)

D (0.75 µg/l) bersifat toksik dan mempengaruhi kondisi fisiologis juvenil bandeng. Peneyerapan malathion ke dalam jaringan tubuh juvenil bandeng menyebabkan penurunan kondisi hematologis, penurunan jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan, laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup juvenil bandeng. Laju eliminasi malathion yakni sebesar 0.03 mg/l dan tidak persisten dalam tubuh juvenil bandeng.

Dari hasil penelitian ini disarankan kiranya ada penelitian dengan waktu pemaparan yang panjang atau pada satu siklus hidup ikan bandeng, sehingga diperoleh data yang lebih lengkap mengenai pengaruh lanjut bioakumulasi insektisida malathion terhadap perkembangan gonad, reproduksi, fekunditas sampai pada tingkat konsumsi.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

TOKSISITAS AKUT, BIOKONSENTRASI DAN

BIOELIMINASI INSEKTISIDA MALATHION PADA

JUVENIL IKAN BANDENG (

Chanos chanos

Forsskal)

MUZNAH TOATUBUN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Insektisida Malathio pada Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Nama : Muznah Toatubun

NIM : C151090151

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc

Ketua Anggota

Dr. Ir. Eddy Supriyono, M.Sc

Diketahui

Ketua Program studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof. Dr. Enang Harris, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)
(16)
(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunian-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul ” Toksisitas Akut, Biokonsentrasi dan Bioeliminasi Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal)” dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Dr. Ir. Kukuh Nirmala, M.Sc dan Dr. Ir. Eddy Supriyono selaku komisi pembimbing atas waktu, kebijaksanaan, tuntunan, kesabaran, serta masukan hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis juga mengucapakan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Moh. Toatubun dan Ibunda Hj. Talha Renleeuw (Alm)

2. Suami tercinta A.Gani Rumkel SE , serta anak-anak tersayang : Ridho Bachri Rumkel dan Sakina Mawrah Rumkel

3. Kaka dan Kakak ipar :

- Drs. H. F. Arifin Toatubun, M.Pdi dan St. Fatluchah SH - Drs. H. Usman Toatubun dan dr. Hj. Betty Zoebaidah

- Dra. Maimunah Toatubun, M.Si dan Drs. M.Hasan Toatubun - dr. H. Fadilah Toatubun dan Erny Matutu

- Ali Toatubun, SH dan Nurul Rini Djahria - Aminah Toatubun S.Ag.

- AKBP. T. Is. Rumkel dan Hj. Azza Rumkel - P. Rumkel dan Zuhury Rumkel

- Amir Lobubun dan Maryam Lobubun - Murad Rumkel dan Talha Rumkel - Hayati Lobubun dan AKP. Sy. Lobubun - Eda Rumkel

- Ponakan : Misbah, Cholil, Ian, Ael, Wafi, Ira, Gazali, Tia, Hajar, Heder,Yono, Ichsan,Yanti, Iki, Lia, Olga.

(18)

4. Bapak Prof. Dr. Ir D. Djokosetiyanto, DEA, selaku penguji luar komisi atas segala masukan dan arahan.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS, selaku Ketua Program Studi Mayor Akuakultur

6. Rekan-rekan Akuakultur 2009 (Muliani, Hary Krettiawan, Eulis Marlina, Riri Ezraneti, Jenny Abidin, Dewi puspaningsih, Jacqueline Sahetapy, Tanbiyaskur, Rahman, Iko Imelda Arisa, Sefty Heza Dwinanti, Zuraida, Anwar Hasan, Dian Febriani, Alfabetian Condro Haditomo, Erna Thalib, Wahyuni Fanggi Tasik, Aras Syazili, Safrizal Putra, Novi Mayasari, Reza Samsudin, Jakomina Metungun, Mariana Beruatjaan).

4. Staf dan pegawai di Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, masukan dan kritikan untuk perbaikan serta kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2011

(19)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara pasangan Bapak H. Moh. Toatubun Ibu Hj. Talha Renleeuw (Alm). Penulis dilahirkan di Langgur Kabupaten Maluku Tenggara Maluku pada tanggal 21 Januari 1977.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMU Alhilaal Tual. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Strata Satu (S1) pada program studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muslim Indonesia Makassar dan berhasil lulus pada tahun 2000.

(20)
(21)

DAFTAR ISI

Toksisitas Insektisida... 8

Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida……….. 9

Kualitas Air……… 12

METODE PENELITIAN ... 14

Persiapan Penelitian... 14

Penelitian Pendahuluan ... 14

Tahap 1 ... 14

Tahap 2 ... 16

Penelitian Inti... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

Hasil ... 24

Penelitian Pendahuluan ... 24

Penelitian Inti ... 26

Pembahasan ... 36

SIMPULAN DAN SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(22)
(23)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Metode dan alat untuk analisis parameter fisika kimia air ... 23 2 Data mortalitas ikan bandeng pada uji nilai kisaran (Range value test) .. 24 3 Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng……….. 28 4 Hasil pengamatan kondisi hematologi, efisiensi pakan, laju

pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup juvenil bandeng yang

(24)
(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Struktur kimia insektisida malathion ... 6 2 Nilai LC50

uji toksisitas akut ... 26 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama

3 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 10% dari nilai LC50

0.25 µg/l……… 27 , dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

4 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 30% dari nilai LC50

0.5 µg/l……… 28

, dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

5 Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 50% dari nilai LC50

0.75 µg/l………. 28

, dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar

6 Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang telah terpapar larutan insektisda malathion sebesar 10% dari LC50

0.25 µg/l. ... 30 -96 jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar

7 Rata-rata kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 31 8 Rata-rata kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 32 9 Rata-rata kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 33 10 Rata-rata kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 33 11 Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi juvenil ikan bandeng

selama 30 hari pemaparan insektisida malathion……… 33 12 Rata-rata laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng selama 30 hari

(26)

13 Rata-rata efisiensi pakan juvenil ikan bandeng selama 30 hari

pemaparan insektisida malathion ... 35 14 Rata-rata tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng selama 30

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Penentuan konsentrasi pada penelitian pendahuluan dan penelitian inti 60 2 Metode pengenceran salinitas ... 61 3 Prosedur analisi residu insektisida malathion pada sampel air ... 62 4 Prosedur analisi residu insektisida malathion pada sampel daging ikan 63 5 Prosedur pengamatan gambaran darah ... 64 6 Data mortalitas juvenil ikan bandeng selama uji nilai kisaran 48 jam .. 65 7 Data mortalitas ikan bandeng selama uji toksisitas akut insektisida

malathion 96 jam ... 66 8 Analisa probit untuk menentukan LC50-24 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 67 9 Analisa probit untuk menentukan LC50-48 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 68 10 Analisa probit untuk menentukan LC50-72 jam merkuri terhadap

juvenil ikan bandeng ... 69 11 Analisa probit untuk menentukan LC50-96 jam insektisida malathion

terhadap juvenil ikan bandeng ... 70 12 Analisa kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari ... 71 13 Analisa kadar hematokrit juvenil ikan bandeng yang terpapar

insektisida malathion selama 30 hari ... 72 14 Analisa kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida

malathion selama 30 hari ... 73 15 Analisa kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang terpapar insektisida

malathion selama 30 hari ... 74 16 Analisa efisiensi pakan juvenil bandeng yang terpapar insektisida

(28)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Upaya meningkatkan produksi baik kualitas maupun kuantitas untuk

memenuhi tuntutan pasar yang selalu meningkat banyak menghadapi kendala

yaitu hama dan penyakit. Upaya peningkatan produksi pangan atau hasil pertanian

lainnya termasuk perikanan dilakukan dengan beberapa cara, salah satu cara yang

digunakan ialah mengurangi dan membasmi hama atau makhluk pengganggu

lainnya terhadap tanaman dan organisme yang dibudidayakan, untuk keperluan

tersebut digunakan bahan kimia yang salah satunya adalah pestisisda.

Walaupun penggunaan suatu jenis pestisida ditujukan untuk mematikan

suatu kelompok atau spesies hama dan patogen tertentu, tetapi pada hakekatnya

bersifat racun terhadap semua organisme (Connell dan Miller 1995). Oleh karena

itu penggunaan yang tidak terkontrol dan tidak selektif ditambah dengan masukan

dari lingkungan budidaya, dapat berdampak negatif terhadap lingkungan maupun

biota budidaya.

Malathion adalah insektisida organofosphat non-sistemik yang memiliki

spektrum yang luas, dan mempunyai sifat yang sangat khas, yaitu dapat

menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin (Asetilcholinesterase

Inhibitor) di dalam tubuh. Malathion juga mempunyai sifat racun sangat tinggi

(LC50-96 jam) pada ikan Rainbow trout 4,1 ppb dan 263 ppb pada Yellow perch

(Martinez et al. 2004). Insektisida malathion membunuh insekta dengan cara

meracun lambung, kontak langsung dan dengan pernapasan/uap. Dipergunakan

untuk mengontrol banyak tipe insekta. Malathion juga mempunyai sifat toksis

pada insekta yang cukup tinggi, sedangkan toksisitas pada mamalia relatif rendah,

sehingga banyak digunakan (Matsumura 1995). Penggunaan malathion secara

luas untuk membasmi serangga dalam bidang kesehatan, pertanian, peternakan

dan rumah tangga. Insektisida mengalami proses biotransformasi di dalam darah,

(29)

2

Menurut Mehta et al. (2008), malathion juga dapat menyebabkan

perubahan bentuk, ukuran dan pecahnya sel limfosit. Sameeh et al. (2008),

melaporkan bahwa malathion dapat menyebabkan degeneratif dan nekrose sel

epitel tubulus ginjal pada tikus. Penelelitian yanga sama juga dilaporkan

McCarthy dan Fuiman (2008) bahwa malathion dosis 0,1-1,0 µgl/l) mengganggu

sintesis protein dan pertumbuhan larva ikan Red drum.

Insektisida malathion masuk ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui

berbagai jalur, antara lain pemakaian langsung yang residunya berada di udara

dan tanah, limpasan dari persawahan. Pada saat hujan akan masuk ke kolam,

tambak, daerah muara melalui saluran air.

Perairan pantai dan muara yang dangkal pada umumnya merupakan

daerah yang sering terkena pencemar, yang mana ikan merupakan ikan yang

hidup di pantai-pantai dan di muara sungai yang memiliki sifat euryhaline

(perairan dengan variasi salinitasi) serta terhadap goncangan salinitas yang tinggi

dalam waktu yang relatif singkat. Ikan bandeng berpotensi untuk terkontaminasi

oleh insektisida malathion karena hidupnya di daerah pantai yang merupakan

tempat bermuaranya polutan termasuk insektisida malathion. Untuk itu perlu

dilakukan penelitian mengenai toksisitas akut, biokonsentrasi dan bioeliminasi

insektisida malathion terhadap juvenil ikan bandeng.

Perumusan masalah

Ikan bandeng adalah salah satu ikan ekonomis penting yang banyak

dibudidayakan pada perairan muara yaitu pada tambak dan KJA. Dan merupakan

ikan konsumsiyang digemari oleh masyarakat indonesia. Ikan bandeng berpotensi

untuk terkontaminasi oleh insektisida malathion karena hidupnya di daerah pantai

yang merupakan tempat bermuaranya polutan termasuk insektisida malathion.

Apabila perairan tempat budidaya ikan bandeng sudah tercemar oleh

insektisida malathion, maka akan mudah masuk ke dalam tubuh melalui proses

(30)

3

Tujuan dan manfaat penelitian

Penelitian ini dilakasanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Menentukan ambang batas dan toksisitas akut insektisida malathion pada

juvenil bandeng

2. Menganalisa pengaruh biokonsentrasi insektisida malathion pada tubuh juvenil

bandeng

4. Menganalisa bioeliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil bandeng.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi para

pelaku budidaya perikanan mengenai bahaya toksisitas akut , laju biokonsentrasi

dan bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng yang

dibudidayakan pada tambak maupun KJA.

Hipotesis

Berdasarkan pada perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian di

atas, maka hipotesis yang dapat digunakan adalah bahwa pada kisaran konsentrasi

yang kecil/rendah insektisida malathion dapat bersifat toksik pada juvenil

bandeng, dan mudah terserap ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng namun mudah

(31)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng

Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang sudah lama

dibudidayakan oleh petani tambak dan ikan ini juga merupakan jenis ikan

ekonomis penting di Indonesia. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang

masih ada dalam familia Chanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan

pernah ada namun sudah punah). Menurut Saanin (1984) ikan bandeng ini

memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Gonorynchiformes

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos Forsskal

Ikan bandeng hidup diperairan pantai, muara sungai,hamparan hutan

bakau, lagoon, daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa

biasanya berada diperairan litoral. Pada musim pemijaham induk ikan bandeng

sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan

karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan

kedalaman antara 10-30 m

Secara eksternal ikan bandeng mempunyai bentuk kepala mengecil

dibandingkan lebar dan panjang badannya, matanya tertutup oleh selaput lendir

(adipose). Sisik ikan banding yang masih hidup berwarna perak, mengkilap pada

seluruh tubuhnya. Pada bagian punggungnya berwarna kehitaman atau hijau

kekuningan atau kadang-kadang albino, dan bagian perutnya berwarna perak serta

mempunyai sisik lateral dari bagian depan sampai sirip ekor. Pada ikan bandeng

ukuran juvenil dan dewasa jumlah sirip dorsal II :12-14, anal II: 8 atau 9, sirip

dada I: 15-16, sirip bawah I:10 atau 11 dan mempunyai sisik lateral dari bagian

(32)

5

Pestisida dan Insektisida Malathion

Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh

jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan

manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti

membunuh. (Tarumingkeng 1992). Dalam praktek, pestisida digunakan

bersama-sama dengan bahan lain misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air

pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan

penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi

dust), atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat

sinergis untuk penambah daya racun, dsb.

Secara khusus pestisida digunakan untuk memberantas atau mencegah: a)

hama dan penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian; b) rumpu-

rumputan; c) hama liar pada hewan piaraan atau ternak ; d) hama air; e) binatang

atau jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;

f) organisme penyebab penyakit pada manusia dan binatang; g) mematikan daun

dan menecegah pertumbuhan tanaman yang tidak tergolong jenis pupuk (Komisi

Pestisida 1997).

Insektisida adalah semua bahan campuran bahan yang digunakan untuk

membunuh, mengendalikan mencegah, menolak atau mengurangi serangga (Hadi

2006). Ada bermacam-macam golongan insektisida yang berasal dari bahan

sintetik yaitu golongan Organoklorin, Organofosfat, Karbamat dan Sintetik

Piretroid.

Organofosfat merupaka insektisida yang mengandung fosfat dalam

susunan kimianya (Magallona 1980). Awal penemuan insektisida ini terjadi pada

masa perang dunia II dalam rangka penelitian “gas saraf” untuk kepentingan

perang. Malathion termasuk golongan organofosfat yang banyak digunakan dalam

program pengendalian serangga.

Ciri khas Malathion adalah mempunyai kemampuan melumpuhkan

serangga dengan cepat, toksisitasnya terhadap mamalia relatif rendah, dan

terhadap vetebrata kurang stabil, korosif, barbau, dan memeiliki rantai karbon

(33)

6

poison) dan racun inhasi. Insektisida organofosfat merupakan racun saraf yang

bekerja dengan cara menghambat kolinestrase (ChE) yang mengakibatkan

serangga sasaran mengalami kelumpuhan dan akhirnya mati.

Malathion adalah bahan teknis pestisida yang dapat diemulsikan untuk

mengendalikan nyamuk A. aegypti, nyamuk culex quin quefasciatus dan nyamuk

Anopheles sp di dalam dan di luar ruangan. Malathion termasuk golongan

organofosfat parasimpatomimetrik, yang berarti berikatan irreversible dengan

enzim kolinesterase pada sistem saraf serangga. Akibatnya, otot tubuh serangga

mengalami kejang, kemudia lumpuh, dan akhirnya mati. Malathion digunakan

dengan cara pengasapan (Kasumbogo 2004).

Adapaun spesifikasi Malathion adalah sebagai berikut:

Nama Dagang : Malathion

Golongan : Organofosfat

Rumus Molekul : C10H19O6PS

Kandungan bahan aktif : Malathion 95%

2

Dosis aplikasi : 50 ml/liter solar

No.Reg Komisi Pestisida : RL – 1246/ I - 2002/ T

Sifat fisik : Cairan jernih

Warna : Kecoklatan

Aplikasi : Thermal Fogging, Cold Fogging

Serangga sasaran : A. Aegypti, Culex sp., Anopheles sp.

(34)

7

Malathion adalah insektisida OP yang telah terdaftar untuk digunakan di

Amerika Serikat sejak 1956. Telah digunakan dalam pertanian, perumahan, area

rekreasi publik, dan program pengendalian vektor pada kesehatan

masyarakat. Salah satu insektisida OP yang paling awal dikembangkan. Untuk

pengendalian nyamuk, malathion diterapkan sebagai ultra-low volume (ULV)

semprot, baik oleh truk-atau pesawat-mount penyemprot pada tingkat maksimum

£ 0,23 (atau sekitar 2,5 fluida ons) bahan aktif per hektar, yang meminimalkan

risiko eksposur dan orang-orang dan lingkungan.

Malathion produk yang digunakan dalam pengendalian vektor meliputi:

Fyfanon ULV (untuk dewasa) dan Fyfanon 8. Emulsion (untuk larva).

Rekomendasi ODFW Penggunaan malathion, seperti adulticides lain, apakah

organophosphate atau lainnya, adalah non-spesifik. Sebagai ultra low volume

(ULV) semprot dengan konsentrasi yang relatif rendah pestisida dalam semprot,

itu dirancang untuk meminimalkan risiko arthropoda non-target dan hewan

lainnya.

Keberadaan Pestisida Di Lingkungan Perairan

Masuknya pestisida ke lingkungan perairan dapat terjadi melalui berbagai

jalur, antara lain pemakaian langsung, buangan limbah industri, limpasan dari

persawahan, flushing, penimbunan aerosol dan partikulat, melalui curah hujan

serta panguapan antar udara dan air (Connel dan Miller 1995). Di dalam

lingkungan, pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan kemudian

berpindah ke tempat lain melalui air (sungai), angin dan berbagai jasad hidup

yang berpindah tempat (Tarumingkeng 1992). Komponen-komponen lingkungan

seperti unsur-unsur hayati, suhu, air atau udara kemudian mengubah bahan aktif

pestisida melalui proses kimiawi atau biokimiawi menjadi bahan lain yang masih

beracun atau bahan yang toksisitasnya telah hilang sama sekali. Penggunaan

pestisida dapat dilakukan dengan cara disemprot, ditabur, dioles dan lain-lain.

Umumnya pestisida digunakan secara disemprot. Setelah dilakukannya

penyemprotan pestisida akan dapat berada di lingkungan udara, tanah air,

(35)

8

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada di dalam tanah dapat

terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air penerima,

berupa sungai dan sumur. Beberapa penelitian mengenai kualitas air yang

menekankan pada aspek pestisida ditemukan residu pestisida di irigasi daerah

Sukapura Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung, pestisida golongan

organofosfat jenis metamidofos, fenitrotion, dan satu jenis dari golongan

organoklorin yaitu alpha – BHC ( Mulyatna 1993). Hal ini tentunya berbahaya

karena residu pestisida tersebut dapat masuk ke dalam tanaman pertanian

misalnya padi yang menggunakan air irigasi tersebut. Dan di samping itu juga

dapat merusak ekosistem perairan.

Toksisitas Insektisida

Insektisida banyak digunakan oleh para petani karena sangat efektif

membasmi hama, oleh adanya racun yang dapat menghambat aktivitas impuls

saraf. Pestisida ini sering digunakan karena penggunaannya yang dekat sebelum

atau sesudah panen produk pertanian, sehingga dapat menyebabkan asupan

terhadap bahan makanan. Potensi adanya sejumlah besar pestisida masuk ke

perairan bisa secara langsung seperti kegiatan membasmi nyamuk, organisme

yang tidak diinginkan, dan serangga lainnya, atau tidak langsung terutama yang

berasal dari saluran lahan pertanian (Rompas 2010).

Semua jenis insektisida baik organoklorin, organofosfat, karbamat dan

piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada saraf perifer dan /atau pada

sistem saraf pusat melalui mekanisme yang berbeda. Jenis insektisida

organofosfat dan karbamat disebut sebagai insektisida antikolinesterase karena

keduanya mempunyai efek yang sama dalam system saraf (perifer dan pusat),

walaupun masing-masing mempunyai ikatan dan struktur kima yang berbeda

(Soemirat 2003). Toksisitas insektisida terhadap organisme tertentu juga

dinyatakan dalam nilai Lethal Dose (LD50), yaitu, menunjukan dosis racun yang

dapat mematikan 50 persen dari populasi hewan percobaan. Insektisida ini dapat

(36)

9

Beberapa metode pengujian toksisitas telah dilakukan untuk mengetahui

tingkat respon suatu organisme terhadap suatu pestisida, sebagai cara untuk

menetapkan daya racun dan pengaruh bahan kimia terhadap suatu organisme

hidup (EPA, 1985). APHA, AWWA dan WPCF (1985) menggolongkan uji

toksisitas berdasarkan waktu, yaitu : a) jangka pendek (24-96 jam), b) jangka

menengah (10-30 hari), dan c) jangka panjang (sebagian atau seluruh siklus hidup

suatu organisme). Abel (1989) dan CEA (1992) membedakan pengaruh bahan

toksik, termasuk pestisida, terhadap organisme ke dalam empat kategori, yaitu :

1). Toksisitas letal, yaitu daya racun yang menyebabkan kematian pada organisme

uji; 2) toksisitas subletal, yaitu daya racun tidak menyebabkan kematian secara

langsung pada organisme, tetapi menyebabkan gangguan pertumbuhan,

reproduksi, kebiasaan makan dan pada akhirnya akan mengalami kematian; 3)

toksisitas akut, yaitu daya racun yang bereaksi dalam waktu yang relatif singkat

dan cepat, hanya dalam beberap hari; 4) toksisitas kronis, yaitu daya racun yang

bereaksi pada periode yang lebih lama, yang berlangsung dalam beberapa minggu

atau bulan.

Penyerapan, Eliminasi dan Persistensi Pestisida

Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam akukultur dapat terurai

dengan cepat di dalam air, sebagai contoh ; diclorvos (pestisida) pada air laut

waktu paruhnya berkisar antara 100-200 jam tergantung pH air laut.

Bioakumulasi adalah pengambilan bahan kimia (biasanya yang tidak

esensial) dari lingkungan melalui beberapa atau semua jalur yang memungkinkan

(respirasi, pakan, kulit) dari beberapa sumber dalam lingkungan akuatik (air,

suspense, koloid atau partikulat organic karbon, sedimen, organisme lain) dimana

bahan kimia tersebut tersedia. Sedangkan eliminasi merupakan proses

pengurangan atau kehilangan suatu bahan aktif dari suatu organisme melalui

mekanisme perpindahan aktif atau pasif termasuk difusi dan transformasi

metabolik.

Respon farmakodinamik oleh organismedapat menyerap suatu zat asing

(37)

10

pada jaringan sasaran yang diperkirakan dalam keseimbangan dengan sirkulasi

secara teratur. Perubahan konsentrasi secara teratur ditetapkan melalui laju

absorpsi relative dan eliminasi, dimana laju absorpsi dipengaruhi oleh jalur

pengambilannya (Wallace 1992).

Pengambilan pestisida oleh hewan air dapat melalui: a) pengambilan pakan

yang terkontaminasi, b) pengambilan air yang melewati membrane insang, c)

difusi kutikula, dan d) penyerapan langsung dari sedimen (Connel dan Miller

1995). Pestisida disebarkan ke jaringan tubuh melalui system peredaran darah

dan limpa dalam hewan bertulang belakang. Pada serangga pergerakan pestisida

dapat melalui hemolimfa melewati membran.

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan

terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan.

Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari

air ke dalam ikan (Manahan 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan

organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor

(BCF). BCF merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kadar suatu bahan

kimia yang dapat terkonsentrasi dalam suatu jaringan organisme pada suatu

lingkungan perairan sebagai hasil pemaparan bahan kimia tersebut dalam air.

Nilai BCF pada kondisi steady-state selama fase penyerapan adalah tingkat

konsentrasi dalam suatu atau beberapa jaringan organisme perairan yang terpapar

dibagi dengan rata-rata konsentrasi bahan kimia dalam air selama pengujian

(Rand and Petrocelli 1985 dalam Pong-Masak 2003). Sedangkan keadaan

steady-state adalah suatu kondisi dimana jumlah bahan uji yang diserap dan

didepurasi per satuan waktu seimbang pada suatu konsentarsi bahan yang

diberikan dalam air.

Waktu paruh merupakan suatu ukuran terhadap persistensi suatu bahan

kimia. Waktu paruh suatu substansi adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu

substansi untuk meurunkan setengah dari konsentrasi awalnya. Secara umum

semakin lama waktu paruh maka semakin berpotensi berpindah karena akan

berada dalam lingkungan dalam waktu yang lama. Walaupun demikian waktu

(38)

11

oksigen, populasi mikroorganisme, pH tanah, photodegradasi dan faktor lain dapat

menyebabkan waktu paruh bervariasi pada suatu substansi (Schnoor, 1992).

Menurut Tarumingkeng (1992) dinamika pestisida dalam ekosistem

lingkungan dikenal istilah residu. istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit.

Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat

segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan

kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi

penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya. Residu dapat hilang

atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang

konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian,

pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang

sedikit (skala ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses

pertumbuhan tanaman itu sendiri.

Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida

mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya

pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit).

Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses

menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau sebaliknya proses

menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua

proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain

sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida

yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor

lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu

persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami

degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat.

Insektisida organofosfat yang diaplikasikan langsung dalam budidaya

perairan dapat menghilang dengan sangat cepat dari kolom air melalui penguraian

ke dalam fase sedimen atau melalui penguapan, fotodegradasi, hidrolisis, dan

degradasi microbial. Waktu paruh dalam perairan alami umumnya lebih pendek

yaitu kurang dari 2 hari (Chambers and Levi 1992). Keberadaa malathion di

(39)

12

menghasilkanwaktu paruh 2,5 hari (sedimen pH 7,8, pH air 8.7). Sedangkan

degradasi aerobik pada air mengalir dan air tergenang sangat tergantung pada

kondisi fisik dan biokimia lokal. Degradasi terjadi melalui jalur biodegradasi dan

hidrolisis dan tergantung pada tipe tanah dan pH. Satu studi mencatat bahwa di

dalam air sungai, 75% dan 90% dari malathion telah terdegradasi masing-masing

dalam satu minggu dan dua minggu. Studi lain menemukan bahwa paruh

malathion bervariasi dari 0,5 hari menjadi 10 hari berdasarkan pH di kolam,

danau, sungai dan badan air lainnya (EPA 2004).

Kualitas Air

Toksisitas pestisida dalam air akan meningkat dengan berkurangnya

konsentrasi oksigen. Hal ini tejadi karena peningkatan tingkat respirasi, sehingga

racun yang terpapar pada tubuh ikan akan semakin besar (Mason 1992).

Penurunan konsentrasi oksigen dan peningkatan konsentarsi karbondioksida dapat

menyebabkan stres pada ikan sehingga ketahanan ikan terhadap pestisida akan

menurun, akibatnya akan mempengaruhi toksisitas pestisida terhadap ikan

(Arianti 2002). Rendahnya oksigen terlarut dalam tubu ikan akan meningkatkan

toksisitas pestisida terhadap ikan. Boyd (1990) mengemukakan bahwa

keberadaan amonia akan mereduksi masuknya oksigen ke dalam tubuh ikan, hal

(40)

13

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian

pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II

penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi dan bioeliminasi malathion pada juvenil

bandeng.

Persiapan Penelitian

Akuarium yang akan digunakan sebelumnya dicuci bersih dan diberi

desinfektan. Selanjutnya akuarium diisi dengan air dan diaerasi selama seminggu

agar oksigennya jenuh.

Sebelum dilakukan uji pendahuluan, terlebih dahulu dilakukan

aklimatisasi pada ikan yang akan diuji. Aklimatisasi ini dilakukan selama

seminggu yang bertujuan untuk membiasakan ikan agar dapat hidup dalam

suasana laboratorium.. Sebelumnya juvenil bandeng diaklimasi pada salinitas 15

ppt selama 5 hari. Untuk mendapatkan salinitas yang sesuai dengan perlakuan

yaitu 10 ppt, maka dilakukan penurunan salinitas 1 ppt per hari secara bertahap

agar ikan tidak stres.

Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran

Uji pendahuluan ini adalah uji nilai kisaran (range finding test) malation

yang bertujuan untuk menentukan ambang batas atas (N) dan ambang batas bawah

(n) yang akan digunakan diuji toksisitas akut. Uji tahap ini dilakukan selama 48

jam. Konsentrasi ambang batas atas adalah konsentrasi terendah dari bahan uji

yang dapat menyebabkan semua ikan uji mati pada waktu pemaparan 24 jam.

Sedangkan konsentrasi ambang batas bawah adalah kosentrasi tertinggi dari bahan

uji yang dapat menyebabkan semua hewan uji hidup setelah pemaparan 48 jam.

Waktu dan Tempat

Penelitian pendahuluan tahap I dilakukan di Labortorium Lingkungan

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji

(41)

14

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm3

sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum

digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng

berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar

10 ekor/akuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida

malathion 95% dengan penentuan konsentrasi menggunakan deret angka

(Lampiran 1) yaitu A (0 mg/l), B (0,002 mg/l), C (0,004 mg/l), D (0,008 mg/l),

E (0,016 mg/l) dengan 3 ulangan tiap perlakuan. Perhitungan konsentrasi larutan

uji mengacu pada persamaan :

V1 N1 = V2 N

Keterangan :

2

N1

N

: Konsentrasi malathion dalam larutan stok (mg/l)

2

V

: Volume larutan stok yang akan diambil (ml)

1

V

: Konsentrasi malathion yang diinginkan dalam media air (mg/l)

2 : Volume media air penelitian yang diinginkan (ml)

Parameter Pengamatan

Selama uji nilai kisaran dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi,

namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang

diukur pada uji ini adalah mortalitas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 6, 12, 18,

(42)

15

Uji Toksisitas Akut

Penelitian pendahuluan tahap II adalah melakukan untuk mengetahui

toksisitas akut insektisida malathion yang dinyatakan dengan LC50. Nilai LC50

Waktu dan Tempat

yang dilihat adalah nilai yang dapat mematikan ikan pada jam ke 48 dan jam ke

96.

Penelitian pendahuluan tahap II ini dilakukan di Labortorium Lingkungan

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji

nilai kisaran ini dilakukan selama 96 jam (4 hari).

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 30 x 30 x 30 cm3

sebanyak 15 unit yang diisi air sebanyak 20 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum

digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Pada uji nilai kisaran ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng

berukuran 7 – 8 cm dan bobot 2- 3 gram sebanyak 150 ekor dengan padat tebar 10

ekor/akuarium. Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida

malathion 95%. Dari uji nilai kisaran didapatkan nilai ambang batas atas (N)

adalah 0.004 mg/l dan nilai ambang batas bawah (n) adalah 0.002 mg/l. Nilai ini

selanjutnya dimasukan ke dalam rumus menurut Wardoyo (1997), sehinhgga

didapatkan konsentrasi yang akan digunakan dalam uji toksisitas. Perhitungan

kisaran konsentrasi yang digunakan dalam uji toksisitas dihitung berdasarkan

rumus berikut:

Log N/n = k log a/n

a/n = b/a = c/b = d/c = N/d

Keterangan:

N : Konsentrasi ambang atas

(43)

16

k : Jumlah konsentrasi yang diuji

a,b,c,d : Konsentrasi yang diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil

Parameter Pengamatan

Selama uji toksisitas akut dilakukan, setiap unit akuarium diberi aerasi

namun tidak dilakukan pergantian air dan pemberian pakan. Parameter yang

dilihat adalah mortalistas ikan yang dihitung pada jam ke- 0, 24, 48, 72 dan 96.

Rancangan Percobaan

Penelitian pendahuluan pada uji toksisitas akut terdiri atas 4 perlakuan dan

1 kontrol dengan 3 ulangan . Deret konsentrasinya adalah sebagai berikut

(Lampiran 1) :

Untuk dapat menetukan nilai konsentrasi LC50 dilakukan analisa probit

dengan SPSS 17. Analisa probit adalah suatu cara transformasi statistik dari data

persentase kematian ke dalam varian yang disebut probit dan kemudian digunakan

untuk menentukan fungsi regresi probit dengan log konsentrasi agar dapat

mengestimasi LC50.

Penelitian Inti

Biokonsentrasi insektisida pada juvenil ikan bandeng

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi

insektisida malathion terhadap laju bioakumulasi dan respon fisiologis dari

juvenil bandeng akibat perlakuan yang diberikan.

Waktu dan Tempat

Penelitian inti dilakukan di Labortorium Lingkungan Departemen

Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji nilai kisaran ini

(44)

17

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium yang berukuran 60 x 30 x 40 cm3

sebanyak 12 unit . Masing-masing akuarium diisi air sebanyak 40 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt, sebelum

digunakan air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng berukuran 7 – 8 cm dan

bobot 2 - 3 gram sebanyak 240 ekor dengan padat tebar 20 ekor/akuarium.

Sedangkan bahan uji yang digunakan adalah insektisida malathion dengan

konsentrasi 10%, 20% dan 30% dari LC50.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan komersil berupa pellet yang berkadar

protein 38%. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada jam

08.00, 12.00 dan 16.00 wib.

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) dengan

mengaplikasikan 4 perlakuan 1 kontrol dan 3 ulangan. Konsentrasi insektisida

malathion yang digunakan mengacu pada hasil penelitian pendahuluan. Satuan

percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Lampiran 1) :

A : 0 µg/l (Kontrol)

B : 0.25 µg/l

C : 0.5 µg/l

D : 0.75 µg/l

Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng

Uji bioeliminasi dilakukan setelah penyerapan insektisida malathion dalam

tubuh juvenil ikan bandeng telah mencapai konsentrasi stabil yang diketahui dari

(45)

18

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen

Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Uji ini dilakukan

selama 15 hari.

Alat dan Bahan Wadah Percobaan

Wadah yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran 60 x 30 x 40 cm3

sebanyak 3 unit. Masing-masing akuarium diisi dengan air sebanyak 40 liter.

Media Percobaan

Media percobaan yang digunakan adalah air bersalinitas 10 ppt tanpa

bahan uji insektisida malathion (clean water). Sebelum digunakan air air tersebut

diaerasi selama 24 jam agar oksigen jenuh.

Bahan Uji

Ikan yang digunakan adalah juvenil ikan bandeng pada perlakuan B (0.25

µg/l) yang telah mencapai kondisi stabil pada uji biokonsentrasi. Ikan yang

digunakan pada uji ini adalah sebanyak 20/akuarium.

Parameter Pengamatan

Selama penelitian berlangsung, setiap unit akuarium diberi aerasi,

pergantian air dilakukan setiap 24 jam dan diamati laju eliminasi pada pada

juvenil bandeng. Parameter yang diukur adalah sampel ikan yang diambil pada

hari ke- 5, 10 dan 15 setelah pemeliharaan.

Metode dan Parameter Pengamatan

Ikan uji diseleksi berdasarkan ukuran yang relatif homogen, dimasukan

secara acak sebanyak 20 ekor/akuarium. Selama penelitian berlangsung hewan uji

diberi pakan secara atsatiation. Pergantian air dilakukan secara statis renewable.

Formulasi media uji dilakukan dalam wadah tandon serat kaca bervolume 100

liter dengan proses pengenceran. Sampling ikan akan dilakukan pada jam ke : 0

(awal), 6, 12, 24, 48, 96, 192, dan 264. Untuk kebutuhan analisis, sampel ikan

diambil sebanyak 2 ekor/akuarium dan air media sebanyak 100 ml/akuarium.

(46)

19

botol sampel dikemas dalam kotak pendingin (cool box) dengan menggunakan es

untuk

pendingin. Selanjutnya dibawah ke laboratorium untuk dianalisis dengan

menggunakan alat Kromatografi Gas.

Pemanatauan kualitas air dilakukan secara berkala untuk menilai

kelayakan media pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup ikan serta melihat

kemungkinan pengaruh insektisida malathion terhadap media air percobaan.

Parameter kualitas air meliputi pH, salinitas, oksigen terlarut, diukur sebelum dan

sesudah pergantian media air.

Parameter yang diukur selama penelitian berlangsung adalah :

1. Biokonsentrasi insektisida malathion pada juvenil bandeng

Kandungan konsentrasi insektisida malathion dalam sampel daging dan air

dihitung menggunakan petunjuk Komisi Pestisida (1997), dengan rumus

sebagai berikut :

Perhitungan nilai biokonsentrasi faktor (BCF) berdasarkan laju penyerapan

dan laju eliminasi pada kondisi steady state, menggunakan petunjuk Butte dalam

Nagel and Loskill (1991); Montanes and Hattum (1995) dengan rumus :

(47)

20

BCF = ku kd

Keterangan :

BCF = Biokonsentrasi factor

ku = Laju penyerapan (mg/kg/jam) kd = Laju eliminasi (mg/kg/jam)

Cf1 = Konsentrasi malathion dalam tubuh ikan bandeng pada awal pengamatan (mg/Kg)

Cft = Konsentrasi malathion dalam tubuh ikan ikan bandeng pada t pengamatan (mg/kg)

Cw = Konsentrasi rataan malathion dalam air selama penyerapan (mg/l) t = Waktu pengamatan/analisis residu (jam).

2. Bioeliminasi insektisida malathion pada juvenil ikan bandeng

Pengujian bioeliminasi dimulai setelah penyerapan insektisida malathion

dalam tubuhn juvenil ikan bandeng sudah mencapai konsentrasi stabil. Sebagai

perlakuan adalah tingkat konsentrasi pada kondisi steady state. Ikan dipindahkan

ke dalam akuarium kaca berisi 12 liter air tanpa bahan uji (clean water),

masing-masing 6 ekor per unit percobaan. Pengambilan sampel ikan sebanyak 2 ekor

setiap unit percobaan kemudian dianalisa seperti prosedur pecobaan

biokonsentrasi. Selama pemeliharaan, pergantian air dilakukan sebanyak 50%

setiap hari, sedangkan pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari serta pengamatan

parameter kualitas air. Perhitungan nilai waktu paruh bahan uji dalam media

percobaan dan dalam tubuh ikan bandeng pada interval analitik terjadinya

penurunan (eliminasi) konsentrasi residu malathion. Pertama-tama dapat diplot

dan dilanjutkan menurut petunjuk Mora (1996) dan Kennedy et al. (1998), sebagai

berikut :

C = Co . e-λt

Keterangan :

C = Konsentrasi malathion pada t hari setelah pemaparan (mg/l) Co= Konsentrasi pada saat pemaparan (awal) (mg/l)

(48)

21

t = waktu (hari)

Ketika terjadi penurunan separuh dari konsentrasi awal, perhitungan di

atas mengikuti perhitungan sebagai berikut :

½ = e-λt

Apabila nilai ln C diplotkan terhadap t, maka λ akan didapat slope dari kurva :

(t1,lnC1

Hasil perhitungan laju penyerapan, laju eliminasi dan biokonsentrasi rasio

analisis sidik ragam RAL dan Uji BNT untuk menguji respon terhadap perlakuan

dengan bantuan program statistic versi 3,0

3. Kondisi hematologi (Gambaran darah)

Pengamatan dan pengukuran gambaran darah ikan dilakukan

sebanyak 3 kali selama penelitian berlangsung yaitu pada hari ke-0, 15 dan 30

(Lampiran 4) terdiri atas :

a. Haemoglobin dengan metode sahli dengan sahlinometer (Wedemeyer dan

Yasutake 1977)

b. Hematokrit (Anderson dan Siwichki 1993)

Hematokrit = Volume sel darah

Total volume darah x 100

(49)

22

Tingkat kelulusan hidup ikan Bandeng dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

SR = Nt

No x 100 %

Keterangan:

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt : Jumlah ikan yang hidup pada waktu t

No : Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian

5. Pertumbuhan (GR)

Laju pertumbuhan terdiri dua parameter yaitu laju pertumbuhan bobot

rerata harian dan laju pertumbuhan panjang rerata harian dihitung berdasarkan

formula berikut (NRC 1977):

Laju pertumbuhan bobot rerata harian



Wo = bobot rata-rata individu pada waktu t0

t = lama percobaan (hari)

(g)

Laju pertumbuhan panjang rerata harian :

(50)

23

6. Efisiensi Pakan (EP)

�� % = ��

= Biomasa mutlak ikan yang mati selama percobaan (g)

0

F = Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama percobaan (g)

= Biomasa mutlak ikan pada awal percobaan (g)

7. Kualitas fisika kimia air

Data kualitas air yang diukur adalah pH, suhu, oksigen terlarut, alkalinitas,

kesadahan dan ammonia. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 7 hari sekali

selama penelitian.

Tabel 1. Metode dan alat untuk analisis parameter fisika kimia air

Parameter Satuan Alat

Salinitas ‰ Refraktometer

Suhu °C Tremometer

DO mg/l DO meter

pH - pH meter

Alkalinitas mg/l Titrasi

Kesadahan mg/l Titrasi

TAN mg/l Spektrofotometer

Analisis Data

Data pengaruh perlakuan terhadap tingkat konsumsi oksigen, kadar

glukosa darah akan dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila

terdapat pengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Tukey. Selanjutnya

histopatologi organ ikan dan data kualitas air akan dianalisa secara deskriptif

(51)

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran

Berdasarkan hasil uji nilai kisaran konsentrasi insektisida malathion pada

juvenil bandeng menunjukan bahwa jumlah mortalitas selama uji nilai kisaran

didapatkan nilai konsentrasi ambang atas (N) adalah 0.004 mg/l yang merupakan

konsentrasi terendah insektisida malathion yang dapat mematikan 100% juvenil

bandeng dalam waktu pemaparan 24 jam. Sedangkan nilai konsentrasi ambang

bawah (n) adalah 0.002 mg/l yang merupakan konsentrasi tertinggi malathion

yang tidak mematikan juvenil bandeng dalam waktu pemaparan 48 jam. Berikut

table data mortalitas juvenil bandeng pada uji nilai kisaran (Lampiran 6).

Tabel 2. Data mortalitas juvenil bandeng pada uji nilai kisaran

Perlakuan (mg/l)

Jumlah ikan (ekor)

Mortalitas pada jam ke- (%)

0 6 12 18 24 36 48

Pada perlakuan kontrol sampai pada jam ke- 48 tidak ditemukan ikan yang

mati, hal ini menunjukkan bahwa kualitas air sebagai media pemeliharaan selama

masa pemaparan dalam kondisi baik .

Uji Toksisitas Akut

Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam dengan konsentrasi yang lebih

kecil dibandingkan dengan uji nilai kisaran. Deret konsentrasi yang digunakan

diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus menurut Wardoyo (1977), yaitu

terdiri dari perlakuan A (Kontrol), perlakuan B (0.0024 mg/l), perlakuan C

(0.0028 mg/l), perlakuan D (0,0034 mg/l) dan perlakuan E (0.004 mg/l).

Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas akibat konsentrasi malathion

(52)

25

4, 6, 8, 12, 24, 48, 72 dan 96 setelah aplikasi. Pada pengamatan jam ke- 24 setelah

pemaparan insektisida malathion untuk perlakuan (E) konsentrasi 0.004 mg/l

terjadi kematian sampai 100%. Sedangkan pada perlakuan (D) konsentrasi 0.0034

mg/l pada pengamatan jam ke- 72 juga mengalami kematian sampai 100%.

Selanjutnya perlakuan (C) konsentrasi 0.0028 mg/l sampai akhir pengamatan

terjadi kematian sampai 98 %. Untuk perlakuan (B) konsentrasi 0.0024 mg/l

sampai pada jam ke-96 kelangsungan hidup juvenile bandeng mencapai 90%.

Pada perlakuan kontrol tidak ditemukan juvenil bandeng yang mati dan gejala

klinis akibat stres sampai pada waktu pengamtan jam ke- 96, hal ini menunjukan

bahwa media pemeliharaan dan kondisi juvenil bandeng selam uji toksisitas akut

dalam keadaan baik. Data kelangsungan hidup juvenil bandeng pada uji toksisitas

akut dapat dilihat pada Lampiran 7.

Selanjutnya data mortalitas juvenil bandeng dianalisa dengan

menggunakan analisa probit (SPSS 17) untuk menentukan nilai LC50 pada waktu

pemaparan pada jam ke- 24, 48, 72 dan 96 (Lampiran 8, 9, 10 dan 11). Hasil

anailsa menunjukan bahwa nilai LC50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96

jam berturut-turut adalah 0.00291 mg/l, 0.00269 mg/l, 0.00258 mg/l dan 0.0025

mg/l. Berikut ini adalah grafik nilai LC50 pada uji toksisitas akut.

Gambar 2. Nilai LC50 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama uji

toksisitas akut

(53)

26

Dari grafik di atas menunjukan bahwa semakin lama waktu pemaparan

maka nilai LC50 insektisida malathion terhadap juvenil bandeng akan semakin

rendah. Dari nilai LC50

Penelitian Inti

-96 jam yang diperoleh dapat dikatakan bahwa insektisida

malathion bersifat sangat toksik terhadap juvenil bandeng.

Biokonsentrasi insektisda malathion pada juvenil bandeng

Biokonsentrasi merupakan suatu bagian dari akumulasi dimana bahan

terlarut secara selektif diambil dari air dan dikonsentrasikan ke dalam jaringan.

Secara khusus biokonsentrasi diaplikasikan pada konsentrasi suatu material dari

air ke dalam ikan (Manahan 1992). Rasio antara konsentrasi dalam jaringan

organisme dengan konsentrasi dalam air dikenal dengan bioconcentration factor

(BCF).

Laju penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan

bandeng dan konsentrasi insektisda malathion dalam air pada masing-masing

perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5.

Gambar 3. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 10% dari nilai LC50,

(54)

27

Gambar 4. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 20% dari nilai LC50,

dengan konsentrasi aktual rataan dalam media air sebesar 0.5 µg/l

Gambar 5. Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan bandeng yang terpapar larutan malathion sebesar 30% dari nilai LC50, dengan

(55)

28

Laju penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan

bandeng pada ketiga perlakuan semakin meningkat sampai pada pengamatan jam

ke-144 setelah pemaparan. Sedangkan pada dua titik pengamatan berikutnya,

yaitu pada jam ke- 196 dan 264 setelah pemaparan, residu insektisida malathion

yang terkonsentrasi dalam tubuh juvenil ikan bandeng sudah mengalami kondisi

stabil (steady state). Hal ini menunjukan bahwa penyerapan , distribusi dan

detoksikasi insektisida malathion dalam jaringan juvenil ikan bandeng telah

mencapai keseimbangan maksimum.

Berdasarkan determinasi residu insektisida malathion dalam tubuh juvenil

ikan bandeng pada kondisi stabil (steady state) dengan nilai rata-rata residu

insektisida malathion dalam air, maka dapat diketahui biokonsntrasi faktor (BCF)

dengan nilai yang semakin kecil dengan bertambahnya konsentrasi insektisida

malathion dalam air (Tabel 3).

Tabel 3. Laju penyerapan dan biokonsentrasi faktor insektisida malathion terhadap juvenil ikan bandeng

Perlakuan

RU max = Konsentrasi residu maksimum dalam tubuh juvenil bandeng pada keadaan tetap

RA av = Rataan konsentrasi residu dalam media air selama percobaan

Nilai BCF paling besar diperoleh pada pada perlakuan B (0.25 µg/l) yaitu

sebesar 1.039; diikuti oleh perlakuan C (0.5 µg/l) kemudian perlakuan D

(0.75µg/l) dengan nilai masing-masing sebesar 1.035 dan 1.028.

Bioeliminasi Insektisida Malathion pada Juvenil Ikan Bandeng

Bioeliminasi merupakan proses pengurangan atau kehilangan suatu bahan

aktif dari suatu organisme melalui mekanisme perpindahan aktif atau pasif

termasuk difusi dan transformasi metabolik (Specie et al. 1997 dalam Pong

Masak 2003).

Laju eliminasi (depurasi/peluruhan) insektisida malathion pada juvenil

(56)

29

semakin cepat. Pada Gambar 6 terlihat bahwa penurunan/elimiansi semakin cepat

seiring dengan bertambahnya waktu. Semakin lama waktu eliminasi maka

persentasi konsentrasi insektisida malathion dalam tubuh juvenil ikan bandeng

semakin berkurang.

Gambar 6. Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang telah terpapar larutan insektisda malathion sebesar 10% dari LC50-96

jam dengan konsentrasi rata-rata bioakumulasi sebesar 0.25 µg/l.

Laju eliminasi insektisida malathion dari dalam tubuh juvenil ikan

bandeng (Gambar 6) daperoleh bahwa pada jam ke-0 peluruhannya rata-rata 0.17

µg/l atau sebesar 68 % , sampai pada jam ke-360 peluruhannya hingga 0.03 atau

sebesar 10%.

Kondisi Hematologi

Data pengukuran kondisi hematologi meliputi jumlah hemoglobin, kadar

hematokrit, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit.

Dari Gambar 7 terlihat bahwa penurunan kadar hemoglobin pada semua

pelakuan pemaparan insektisida malathion sampai pada pengukuran hari ke-30,

dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi malathion yang dipaparkan maka

kadar hemoglobin dalam darah ikan uji akan lebih rendah.

(57)

30

Gambar 7. Rata-rata kadar hemoglobin juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Pengukuran kadar hematokrit pada darah juvenil ikan bandeng yang

terpapar insektisida malathion selam 30 hari menunjukan bahwa penurunan kadar

hematokrit pada semua pelakuan , dimana makin tinggi perlakuan konsentrasi

insektisida yang dipaparkan maka kadar hematokrit ikan bandeng akan lebih

rendah. Pada perlakuan kontrol kadar hematokrit terukur menunjukan nilai yang

relatif stabil (Gambar 8)

Dari Gambar 8 terlihat pada hari kadar hematokrit paling rendah pada

konsentrasi 0.75 µg/l, terjadi penurunan sampai pada hari ke-30.

(58)

31

Komponen utama eritrosit adalah hemoglobin protein yang mengangkut

sebagian besar oksigen (O2) dan sebagian kecil fraksi karbon dioksida (CO2).

Data hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan kadar eritosit pada perlakuan

konsentrasi 0.75 µg/l . Data hasil penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi

konsentrasi insektisda malathion maka terjadi penurunan kadar eritrosit pada

sampel darah juvenile ikan bandeng (Gambar 9).

Gambar 9. Rata-rata kadar eritrosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Jumlah total leukosit bervariasi antara spesies ikan, dipengaugi oleh umur

ikan. Saat ikan larva jumlahnya lebih tinggi, kemudian secara bertahap menurun

samapai pada umur 2-12 bulan.

Dari data hasil penelitian menunjukan bahwa penurunan kadar leukosit

pada semua konsentrasi pemaparan insektisida malathion. Semakin tinggi

konsentrasi insektisida malathion, maka akan menurunkan leukosit darah ikan

pada penelitian smapai hari ke-30.

(59)

32

Gambar 10. Rata-rata kadar leukosit juvenil ikan bandeng yang selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh juvenil ikan bandeng mengalami

penurunan setelah terpapar oleh insektisida malathion. Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 11 berikut ini.

Gambar 11. Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

(60)

33

Ikan yang terpapar insektisida malathion akan mengalami stres sehingga

menyebabkan kadar glukosa darah meningkat. Akibatnya nafsu makan ikan

menurun sehingga ikan kurang respon terhadap pakan yang diberikan. Dari

Gambar 11 juga terlihat bahwa nafsu makan ikan makin berkurang pada

perlakuan yang paling besar yaitu pada perlakuan D (0.75 µg/l) sebesar 46.6 gram.

Laju Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan suatu proses bertambahnya ukuran volume atau

berat suatu organisme. Khususnya ikan yang dilihat dari peubahan panjang dan

berat dalam suatu waktu (Effendi 1979). Insektisida malathion sangat berpengaruh

nyata (P<0.05) terhadap penurunan laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng

(Lampiran 16). Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ikan

bandeng pada perlakuan D (0.67±0.15 %) lebih rendah dari perlakuan A (kontrol)

yang mencapai 1,08±0.03 % dapat terlihat pada grafik berikut ini :

Gambar 12. Rata-rata laju pertumbuhan juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Efisiensi Pakan

Data hasil peneilitian menunjukan bahwa pada perlakuan D (22.46±5.24

%) lebih kecil jika dibandingkan dengan pada perlakuan A (3.18±1.56 %). Uji

statistik menunjukan bahwa insektisida malathion berpengaruh nyata (P<0.05)

terhadap penurunan efisiensi pakan juvenil ikan bandeng (Lampiran 17).

(61)

34

Gambar 13. Rata-rata efisiensi pakan juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathion

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng cenderung menurun

akibat pengaruh toksisitas insektisida malathion. Pada Gambar 14 terlihat bahwa

tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan D sebesar 82 % sedangkan pada

perlakuan A (kontrol) sebesar 93%. Hal ini sesuai dengan uji statistik yang

menunjukan bahwa toksisitas insektisda malathion dapat berpengaruh nyata

terhadap penurunan kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng (Lampiran 18).

Gambar 14. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan bandeng selama 30 hari pemaparan insektisida malathio

(62)

35

Secara keseluruhan pengaruh aplikasi konsentrasi insektisda malathion

pada masing-masing perlakuan terhadap kondisi fisiologis juvenil ikan bandeng

dapat dilihat pada table berikut

Tabel 4. Hasil pengamatan kondisi hematologi, efisiensi pakan, laju pertumbuhan, dan tingkat kelangsungan hidup juvenil bandeng yang terpapar malathion selama 30 hari

Perlakuan (µg/l)

Parameter Pengamatan A (0.00) B (0.25) C (0.5) D (0.75)

Kadar Haemoglobin (%) 7.64±0.12a 6.67±0.29a 4.65±0.30 b 3.50±0.50b

Kadar Hematokrit (%) 22.52±0.89a 18.96±0.73bc 15.58±0.55c 4.67±0.57

∑ Eritrosit (10

Laju Pertumbuhan (GR) (%)

c

1.08±0.03a 0.95±0.10a 0.70±0.13b 0.67±0.15

Efisiensi Pakan (EP) (%)

b

31.18±1.56a 28.59±3.02ab 22.83±1.81b 22.46±5.24 Kelangsungan Hidup (%)

b

93 92 85 82

*) Angka sama yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)

Fisika Kimia Air

Selama penelitian berlangsung dilakukan pengamatan terhadap fisika

kimia air media pemeliharaan yang meliputi salinitas, suhu, DO, pH, alkalinitas,

kesadahan dan TAN.

Tabel 5. Data Nilai kisaran kualitas air selama penelitian.

Perlakuan

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa kondisi media pemeliharaan pada

waktu penelitian masih layak untuk mendukung kelangsungan hidup juvenile

(63)

36

Pembahasan

Hasil pengamatan pada uji toksisitas akut 96 jam memperlihatkan bahwa

nilai LC50 malathion terhadap juvenil bandeng yang dipelihara di media

bersalinitas 10 ppt adalah 0.0025 mg/l . Berdasarkan deskripsi kualitatif untuk

ikan dan invertebrata air dari EPA (2004) LC50 dengan nilai < 0.1 ppm

dikategorikan sangat beracun. Malathion juga mempunyai sifat racun yang sangat

tinggi (LC50

Toksisitas akut malathion yang semakin tinggi terhadap juvenil bandeng

disebabkan oleh kecilnya kemampuan adaptasi untuk memperkecil proses

biokimia malathion yang masuk ke dalam tubuh atau melalui insang,kulit dan

pakan yang dikonsumsi. Rand dan Petrocelli (1985) menyatakan bahwa pengaruh

bahan toksik terhadap suatu organisme akan terlihat dalam waktu pemaparan yang

berbeda. Pengaruh tersebut ditentukan oleh sifat toksikan dan kemampuan tubuh

untuk melakukan biotransformasi, detoksikasi dan ekskresi, sehingga pengaruh

toksikan terhadap organisme bersifat dapat pulih (reversible) atau tidak dapat

pulih (irreversible).

-96 jam) pada ikan Rainbow trout 4.1 ppb dan 263 ppb pada Yellow

perch (Martinez dan Leyhe 2004).

Laju penyerapan malathion ke dalam tubuh juvenil bandeng pada ketiga

perlakuan semakin meningkat sampai pada pengamatan jam ke- 144 setelah

pemaparan. Sedangkan pada jam ke-196 dan jam ke- 264, residu malathion yang

terkonsentrasi dalam tubuh juvenil bandeng sudah pada kondisi stabil (steady

state). Hal ini menunjukan bahwa penyerapan, distribusi, dan detoksikasi

malathion dalam jaringan tubuh juvenil bandeng, baik melalui penyerapan

maupun eliminasi melalui berbagai jalur telah mencapai keseimbangan

maksimum.

Dari hasil pengukuran dengan kromatografi gas (GC) terbukti bahwa

konsentrasi residu malathion dalam air selama pemaparan relatif stabil dan

menunjukan adanya proses dinamika malathion dalam air akibat sistem pergantian

air secara semi statis setiap 24 jam. Kondisi ini sesuai dengan ketetapan (OECD

1981 dalam Nagel dan Loskill 1991) bahwa konsentrasi suatu substansi selama

pengujian biokonsentrasi seharusnya dalam keadaan stabil sehingga laju

Gambar

Gambar 1.  Struktur kimia insektisida malathion
Gambar 2. Nilai LC50 insektisida malathion pada juvenil bandeng selama uji
Gambar 4.  Penyerapan insektisida malathion ke dalam tubuh juvenil ikan
Gambar 6. Eliminasi insektisida malathion dari tubuh juvenil ikan bandeng yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis Toksisitas logam berat Pb terbadap ikan bandeng (Chonos chonos Fonka!) pada berhagai.. Nama Mahasiswa Nomor Pokok Register

Data pertambahan panjang dan berat juvenil bandeng tertinggi pada perlakuan pakan larva kemudian disusul dengan perlakuan pakan larva kemudian disusul

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bioflok terhadap efisiensi penggunaan pakan pada ikan bandeng..

Prevalensi parasit Tricodina sp pada ikan bandeng (C. chanos) di tambak tradisional Sungai Undang dengan nilai 60% termasuk kategori Sangat Sering menyerang ikan bandeng

Beberapa faktor fisika kimia yang harus di perhatikan dalam budidaya ikan bandeng selama penelitian pada tambak budidaya di Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi ektoparasit pada ikan bandeng dan mengetahui adanya korelasi antara prevalensi ektoparasit ikan bandeng dengan kualitas

Telur ikan bandeng yang digunakan adalah hasil pemijahan alami dengan penyuntikan hormon LHRH-a (Lutenizing Hormon- Releasing Hormon- analog) yang didapatkan dari PT.

Mengingat pemurnian kolagenase dari usus ikan bandeng ini belum sempurna, karena masih terdapat dua band, maka disarankan untuk dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan