KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG
BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA
PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN
SKRIPSI YULIA AGUSTINA
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG
BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA
PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN
YULIA AGUSTINA D24101019
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG
BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA
PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN
Oleh
YULIA AGUSTINA D24101019
Skripsi ini telah disidangkan dihadapan Komisi ujian lisan pada tanggal 28 Desember 2005
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, MSc. Erlin Trisyulianti, S.TP., MSi. NIP. 131 964 510 NIP. 132 158 764
Mengetahui,
Dekan Fakultas Peternakan
RINGKASAN
Yulia Agustina. D24101019. Kualitas Fisik Pellet Ransum Broiler Mengandung Bahan dengan Ukuran Partikel yang Berbeda pada Proses Produksi Berkesinambungan. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing utama : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, MSc. Pembimbing Anggota : Erlin Trisyulianti, S.TP., MSi.
Penggilingan merupakan proses pengurangan ukuran partikel yang bertujuan untuk menyeragamkan bentuk dan ukuran partikel bahan baku pakan sehingga menghasilkan proses pencampuran ransum yang homogen. Ukuran partikel bahan baku yang dihasilkan pada proses penggilingan dapat mempengaruhi proses pencampuran dan kelancaran proses produksi pakan secara keseluruhan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas fisik ransum bentuk pellet. Proses produksi dalam penelitian ini menggunakan proses produksi berkesinambungan untuk menghasilkan ransum bentuk pellet ayam broiler. Screen yang digunakan pada proses penggilingan masing-masing berukuran 2, 3 dan 5 mm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel bahan terhadap kelancaran proses produksi dan sifat fisik mash dan pellet pada proses produksi berkesinambungan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari penggilingan jagung dan bungkil kedelai dengan menggunakan screen 2, 3 dan 5 mm untuk P1, P2 dan P3. Peubah yang diamati adalah sifat fisik mash dan pellet yang terdiri dari kadar air, berat jenis, daya ambang, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, densitas dan Pellet Durability Index (PDI) dan waktu produksi, tingkat penyusutan pada setiap alat produksi dan suhu pellet setelah
cooling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap sifat fisik ransum yaitu kadar air dan kerapatan tumpukan baik mash
maupun pellet, daya ambang pellet, kerapatan pemadatan tumpukan pellet, sudut tumpukan pellet dan Pellet Durability Index. Sebaliknya ukuran partikel bahan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis mash dan pellet, daya ambang mash,
kerapatan pemadatan tumpukan mash, sudut tumpukan mash, densitas pellet dan suhu pellet setelah cooling. Hasil dari penelitian menunjukkkan bahwa proses produksi berkesinambungan memiliki waktu produksi berkisar antara 64,6-76,3 menit, tingkat penyusutan berkisar antara 2,23-4,39 kg, persentase penyusutan antara 4,51-8,85 %, suhu pellet berkisar antara 35-410C, 40-480C and 42-480C masing-masing setelah mengalami proses pendinginaan selama 30, 40 dan 50 menit.
Kata kunci : ukuran partikel, proses produksi berkesinambungan, waktu produksi,
ABSTRACT
Physical Quality of Pelleted Broiler Diet Containing the Different Ingredients Particle Size Produced in Continuous Process
Y. Agustina., A. H. Sukria., E. Trisyulianti
Feed grinding is one of feed processing undertaken to reduce feed ingredient particle size enabling improvement of mixing characteristics of the ingredients and increase pelleting efficiency and pellet quality. The objective of this research was to study the effect of different particle size on the physical pellet quality of the broiler diets. This research was designed by a completely randomized design with three treatments and three replication. The treatments were ground corn and soyabean meal with 2, 3, and 5 mm screen size for treatment P1, P2, and P3 respectively. Data obtained were analyzed with descriptif analysis for moisture content, shrink and production time, while the physical properties of broiler diet were analyzed by the analysis of variance (ANOVA) and any significant results were futher analyzed by contrast orthogonal test. The result show that particle size significantly (p<0.05) on pellet floating velocity, pellet angle of repose, mash and pellet specific density and pellet compacted density. However, particle size did not give significant effect on mash and pellet specific gravity, mash floating velocity, mash angle of repose and mash compacted density. The result of research show that the production time range from 64.6-76.3 minutes, total of shrink range from 4.51-8.85 % and pellet temperature range from 35-410C, 40-480C and 42-480C after cooling process during 30, 40 and 50 minutes respectively.
Keywords: particle size, continuous process, production time, shrink, pellet
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1983 di Kota Garut Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Mulyadi dan Ibu Entin Maryatin.
Penulis lulus dari SD Negeri Tarogong 04 Garut pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 02 Garut dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMU Negeri 01 Garut dan lulus pada tahun 2001.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kualitas fisik pellet ransum broiler mengandung bahan dengan ukuran partikel yang berbeda pada proses produksi berkesinambungan”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Juni 2005 di Bagian Industri Makanan ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh ukuran partikel bahan baku yang berbeda terhadap sifat fisik pellet yang dihasilkan pada proses produksi berkesinambungan. Berdasarkan uraian dalam skripsi dapat diketahui pengaruh ukuran partikel bahan dalam memperbaiki kualitas fisik pellet
dan mengetahui waktu produksi dan tingkat penyusutan yang terjadi pada proses produksi berkesinambungan. Dengan adanya penjelasan dan informasi dalam skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber referensi bagi pembaca, khususnya bagi mereka yang memproduksi pakan, agar lebih memperhatikan ukuran partikel bahan baku dalam hubungannya dengan proses produksi dan kualitas fisik pellet.
Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2005
DAFTAR ISI
Penggilingan (grinding) ... 5
Pencampuran (mixing) ... 5
Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 11
Peubah ... 15
Analisis Data ... 15
Prosedur ... 16
Proses Penggilingan ... 16
Rangkaian Proses Produksi Berkesinambungan ... 17
Pengukuran Suhu, Waktu dan Penyusutan Selama Proses Produksi ... 18
Pengambilan Sampel ... 18
Peubah yang Diamati ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Ukuran Partikel ... 24
Kadar Air ... 25
Sifat Fisik Ransum ... 26
Berat Jenis ... 27
Daya Ambang ... 28
Sudut Tumpukan ... 29
Kerapatan Tumpukan ... 31
Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 34
Mutu Fisik Pellet ... 36
Densitas ... 36
Pellet Durability Index (PDI) ... 37
Proses Cooling ... 38
Proses Produksi ... 39
Waktu Produksi... 39
Penyusutan ... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
Kesimpulan ... 47
Saran ... 47
UCAPAN TERIMAKASIH ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Formulasi Ransum Ayam Broiler Starter ... 14
2. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum Ayam Broiler Starter Berdasarkan Perhitungan ... 24
3. Cara Pengukuran Tingkat Kehalusan ... 20
4. Parameter yang Berpengaruh terhadap Kualitas Fisik Ransum... 24
5. Nilai Sifat Fisik Ransum Penelitian ... 27
6. Evaluasi Mutu Fisik Pellet ………. 36
7. Suhu Pellet Setelah Proses Cooling (0C) ... 38
8. Waktu Produksi Pada Proses Produksi Berkesinambungan (menit) ... 40
9. Penyusutan Bahan Disetiap Mesin Pada Proses Produksi Berkesinambungan (kg) ... 43
KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG
BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA
PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN
SKRIPSI YULIA AGUSTINA
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG
BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA
PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN
YULIA AGUSTINA D24101019
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
KUALITAS FISIK PELLET RANSUM BROILER MENGANDUNG
BAHAN DENGAN UKURAN PARTIKEL YANG BERBEDA
PADA PROSES PRODUKSI BERKESINAMBUNGAN
Oleh
YULIA AGUSTINA D24101019
Skripsi ini telah disidangkan dihadapan Komisi ujian lisan pada tanggal 28 Desember 2005
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, MSc. Erlin Trisyulianti, S.TP., MSi. NIP. 131 964 510 NIP. 132 158 764
Mengetahui,
Dekan Fakultas Peternakan
RINGKASAN
Yulia Agustina. D24101019. Kualitas Fisik Pellet Ransum Broiler Mengandung Bahan dengan Ukuran Partikel yang Berbeda pada Proses Produksi Berkesinambungan. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing utama : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, MSc. Pembimbing Anggota : Erlin Trisyulianti, S.TP., MSi.
Penggilingan merupakan proses pengurangan ukuran partikel yang bertujuan untuk menyeragamkan bentuk dan ukuran partikel bahan baku pakan sehingga menghasilkan proses pencampuran ransum yang homogen. Ukuran partikel bahan baku yang dihasilkan pada proses penggilingan dapat mempengaruhi proses pencampuran dan kelancaran proses produksi pakan secara keseluruhan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas fisik ransum bentuk pellet. Proses produksi dalam penelitian ini menggunakan proses produksi berkesinambungan untuk menghasilkan ransum bentuk pellet ayam broiler. Screen yang digunakan pada proses penggilingan masing-masing berukuran 2, 3 dan 5 mm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel bahan terhadap kelancaran proses produksi dan sifat fisik mash dan pellet pada proses produksi berkesinambungan.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari penggilingan jagung dan bungkil kedelai dengan menggunakan screen 2, 3 dan 5 mm untuk P1, P2 dan P3. Peubah yang diamati adalah sifat fisik mash dan pellet yang terdiri dari kadar air, berat jenis, daya ambang, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, densitas dan Pellet Durability Index (PDI) dan waktu produksi, tingkat penyusutan pada setiap alat produksi dan suhu pellet setelah
cooling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran partikel berpengaruh nyata terhadap sifat fisik ransum yaitu kadar air dan kerapatan tumpukan baik mash
maupun pellet, daya ambang pellet, kerapatan pemadatan tumpukan pellet, sudut tumpukan pellet dan Pellet Durability Index. Sebaliknya ukuran partikel bahan tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis mash dan pellet, daya ambang mash,
kerapatan pemadatan tumpukan mash, sudut tumpukan mash, densitas pellet dan suhu pellet setelah cooling. Hasil dari penelitian menunjukkkan bahwa proses produksi berkesinambungan memiliki waktu produksi berkisar antara 64,6-76,3 menit, tingkat penyusutan berkisar antara 2,23-4,39 kg, persentase penyusutan antara 4,51-8,85 %, suhu pellet berkisar antara 35-410C, 40-480C and 42-480C masing-masing setelah mengalami proses pendinginaan selama 30, 40 dan 50 menit.
Kata kunci : ukuran partikel, proses produksi berkesinambungan, waktu produksi,
ABSTRACT
Physical Quality of Pelleted Broiler Diet Containing the Different Ingredients Particle Size Produced in Continuous Process
Y. Agustina., A. H. Sukria., E. Trisyulianti
Feed grinding is one of feed processing undertaken to reduce feed ingredient particle size enabling improvement of mixing characteristics of the ingredients and increase pelleting efficiency and pellet quality. The objective of this research was to study the effect of different particle size on the physical pellet quality of the broiler diets. This research was designed by a completely randomized design with three treatments and three replication. The treatments were ground corn and soyabean meal with 2, 3, and 5 mm screen size for treatment P1, P2, and P3 respectively. Data obtained were analyzed with descriptif analysis for moisture content, shrink and production time, while the physical properties of broiler diet were analyzed by the analysis of variance (ANOVA) and any significant results were futher analyzed by contrast orthogonal test. The result show that particle size significantly (p<0.05) on pellet floating velocity, pellet angle of repose, mash and pellet specific density and pellet compacted density. However, particle size did not give significant effect on mash and pellet specific gravity, mash floating velocity, mash angle of repose and mash compacted density. The result of research show that the production time range from 64.6-76.3 minutes, total of shrink range from 4.51-8.85 % and pellet temperature range from 35-410C, 40-480C and 42-480C after cooling process during 30, 40 and 50 minutes respectively.
Keywords: particle size, continuous process, production time, shrink, pellet
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1983 di Kota Garut Propinsi Jawa Barat. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Mulyadi dan Ibu Entin Maryatin.
Penulis lulus dari SD Negeri Tarogong 04 Garut pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 02 Garut dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SMU Negeri 01 Garut dan lulus pada tahun 2001.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kualitas fisik pellet ransum broiler mengandung bahan dengan ukuran partikel yang berbeda pada proses produksi berkesinambungan”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Juni 2005 di Bagian Industri Makanan ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh ukuran partikel bahan baku yang berbeda terhadap sifat fisik pellet yang dihasilkan pada proses produksi berkesinambungan. Berdasarkan uraian dalam skripsi dapat diketahui pengaruh ukuran partikel bahan dalam memperbaiki kualitas fisik pellet
dan mengetahui waktu produksi dan tingkat penyusutan yang terjadi pada proses produksi berkesinambungan. Dengan adanya penjelasan dan informasi dalam skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber referensi bagi pembaca, khususnya bagi mereka yang memproduksi pakan, agar lebih memperhatikan ukuran partikel bahan baku dalam hubungannya dengan proses produksi dan kualitas fisik pellet.
Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2005
DAFTAR ISI
Penggilingan (grinding) ... 5
Pencampuran (mixing) ... 5
Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 11
Peubah ... 15
Analisis Data ... 15
Prosedur ... 16
Proses Penggilingan ... 16
Rangkaian Proses Produksi Berkesinambungan ... 17
Pengukuran Suhu, Waktu dan Penyusutan Selama Proses Produksi ... 18
Pengambilan Sampel ... 18
Peubah yang Diamati ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Ukuran Partikel ... 24
Kadar Air ... 25
Sifat Fisik Ransum ... 26
Berat Jenis ... 27
Daya Ambang ... 28
Sudut Tumpukan ... 29
Kerapatan Tumpukan ... 31
Kerapatan Pemadatan Tumpukan ... 34
Mutu Fisik Pellet ... 36
Densitas ... 36
Pellet Durability Index (PDI) ... 37
Proses Cooling ... 38
Proses Produksi ... 39
Waktu Produksi... 39
Penyusutan ... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
Kesimpulan ... 47
Saran ... 47
UCAPAN TERIMAKASIH ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Formulasi Ransum Ayam Broiler Starter ... 14
2. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum Ayam Broiler Starter Berdasarkan Perhitungan ... 24
3. Cara Pengukuran Tingkat Kehalusan ... 20
4. Parameter yang Berpengaruh terhadap Kualitas Fisik Ransum... 24
5. Nilai Sifat Fisik Ransum Penelitian ... 27
6. Evaluasi Mutu Fisik Pellet ………. 36
7. Suhu Pellet Setelah Proses Cooling (0C) ... 38
8. Waktu Produksi Pada Proses Produksi Berkesinambungan (menit) ... 40
9. Penyusutan Bahan Disetiap Mesin Pada Proses Produksi Berkesinambungan (kg) ... 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Mesin Penggilingan (Semi Fixed Hammer Mill) ... 16
2. Screen pada Mesin Penggilingan ... 16
3. Rangkaian Mesin pada Proses Produksi Berkesinambungan ... 17
4. Skema Rangkaian Proses Produksi Berkesinambungan ... 18
5. Bahan Baku Jagung Setelah Digiling dengan Menggunakan Screen yang Berukuran 2, 3 dan 5 mm untuk Gambar 1, 2 dan 3 ... 23
6. Bahan Baku Bungkil Kedelai Setelah Digiling dengan Menggunakan Screen Berukuran 2, 3 dan 5 mm untuk Gambar 1, 2 dan 3 ………. 23
7. Histogram Hubungan Antara Perlakuan dengan Kadar Air Ransum Penelitian ………... 25
8. Histogram Hubungan Antara Perlakuan dengan Berat Jenis Ransum Penelitian ………... 27
9. Histogram Hubungan Antara Perlakuan dengan Daya Ambang Ransum Penelitian ………... 28
10.Histogram Hubungan Antara Perlakuan dengan Sudut Tumpukan Ransum Penelitian ………. 30
11.Histogram Hubungan Antara Perlakuan dengan Kerapatan Tumpukan Ransum Penelitian ………. 32
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Ukuran Partikel Jagung dan Bungkil Kedelai ………... 53
2. Sidik Ragam Berat Jenis Mash ……….. 53 3. Sidik Ragam Berat Jenis Pellet ………... 53 4. Sidik Ragam Daya Ambang Mash ………... 53 5. Sidik Ragam Daya Ambang Pellet ... 53 6. Sidik Ragam Sudut Tumpukan Mash ... 54 7. Sidik Ragam Sudut Tumpukan Pellet ... 54 8. Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan Mash ... 54 9. Sidik Ragam Kerapatan Tumpukan Pellet ……….... 54 10. Sidik Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan Mash ………….. 55 11. Sidik Ragam Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pellet ………….. 55 12. Sidik Ragam Densitas pellet ... 55 13. Sidik Ragam Pellet Durability Index (PDI) ... 55 14. Sidik Ragam Suhu Pellet Setelah Proses Cooling Selama 30
Menit ...
56 15. Sidik Ragam Suhu Pellet Setelah Proses Cooling Selama 40
Menit ...
56 16. Sidik Ragam Suhu Pellet Setelah Proses Cooling Selama 50
Menit ...
1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Ransum yang berkualitas selain dapat menunjang pertumbuhan ternak yang
baik juga untuk memperbaiki penampilan dan produktivitas ternak. Kualitas ransum
yang baik dipengaruhi oleh bahan baku, komposisi bahan dalam ransum dan proses
pengolahan ransum (McElhiney, 1994). Sebelum diberikan kepada ternak, ransum
umumnya mengalami proses pengolahan yang bertujuan untuk memperbaiki feeding
value seperti konsumsi, kecernaan dan efisiensi penggunaan ransum, menetralisir
pakan dari unsur atau organisme berbahaya, menurunkan biaya produksi dan
menjaga keseimbangan zat-zat nutrisi dalam ransum (Pathak, 1997). Proses
pengolahan ransum di pabrik pakan merupakan proses produksi dengan
menggunakan mesin-mesin pemrosesan yang menghasilkan ransum dalam bentuk
mash,pellet atau crumble.
Sebagian besar bahan baku yang berbentuk butiran dan berukuran kasar di
pabrik-pabrik pakan mengalami proses pengurangan ukuran partikel. Proses
pengurangan ukuran partikel bahan baku dilakukan untuk menyeragamkan bentuk
dan ukuran partikel bahan baku sehingga menghasilkan campuran yang homogen,
meningkatkan kecernaan dan efisiensi penggunaan ransum. Cara yang digunakan
untuk mengurangi ukuran partikel bahan baku yaitu melalui proses penggilingan
dengan menggunakan mesin giling (grinder) yang dilengkapi dengan screen
(saringan).
Ukuran screen yang digunakan pada pabrik-pabrik pakan dipengaruhi oleh
jenis pakan yang diproduksi dan kualitas produk yang diinginkan. Penggunaan
ukuran screen pada mesin giling dapat mempengaruhi ukuran partikel bahan baku
yang dihasilkan. Perbedaan ukuran partikel bahan baku dapat mempengaruhi
kelancaran proses produksi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kualitas fisik
ransum yang dihasilkan. Kelancaran proses produksi salah satunya ditentukan oleh
waktu produksi dan tingkat penyusutan bahan sedangkan kualitas ransum dapat
dilihat dari kandungan nutrisi dan sifat-sifat fisik ransum yang dihasilkan.
Proses produksi ransum broiler starter pada penelitian ini menghasilkan
ransum bentuk pellet. Ransum dalam bentuk pellet menurut Dozier (2001) dapat
2 sehingga menurunkan biaya produksi dan mengurangi penyusutan. Proses pembuatan
pellet broiler starter pada penelitian ini dilakukan melalui proses produksi
berkesinambungan (continuous process). Menurut Assauri (1980) proses produksi
berkesinambungan adalah proses produksi dengan menggunakan rangkaian mesin
pemrosesan yang telah dipersiapkan (set-up) dalam jangka waktu yang lama tanpa
mengalami perubahan. Proses produksi berkesinambungan dapat menghasilkan
produk dalam jumlah yang banyak tetapi kelemahannya sewaktu-waktu proses
produksi mudah terhenti bila terdapat kerusakan atau kemacetan pada salah satu
mesin.
Rangkaian proses yang berlangsung pada proses produksi berkesinambungan
dapat mempengaruhi mutu fisik pellet. Mutu fisik pellet yang dihasilkan dalam suatu
proses produksi harus dapat memenuhi harapan konsumen (peternak) karena
peternak umumnya masih melihat mutu pellet dari segi fisiknya. Oleh karena itu
perlu dilakukan pengujian parameter untuk mengetahui kualitas fisik pellet yang
ditentukan dari efisiensi proses produksi dan sifat fisik pellet. Parameter untuk
melihat efisiensi proses produksi yaitu waktu produksi dan penyusutan sedangkan
sifat-sifat fisik pellet meliputi kadar air, berat jenis, daya ambang, sudut tumpukan,
kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, densitas dan durability
(ketahanan) pellet.
Perumusan Masalah
Kualitas fisik pellet broiler yang baik dihasilkan dari proses produksi yang
berjalan dengan lancar. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui
kelancaran proses produksi adalah ukuran partikel bahan baku ransum. Ukuran
partikel bahan baku yang berbeda dihasilkan melalui proses penggilingan dengan
menggunakan screen berukuran 2 mm (halus), 3 mm (medium) dan 5 mm (kasar).
Ukuran partikel bahan baku ransum yang berbeda dapat mempengaruhi
waktu produksi dan tingkat penyusutan bahan yang berlangsung selama proses
produksi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap sifat fisik pellet yang dihasilkan.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ukuran
partikel bahan dapat memperbaiki kinerja proses produksi sehingga dapat
meningkatkan kualitas fisik pellet broiler. Dari hasil penelitian akan diketahui ukuran
3 yang dapat mempercepat waktu produksi, tingkat penyusutan yang rendah dan
menghasilkan pellet yang kuat dan padat.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan antara lain :
1.Mengetahui pengaruh ukuran partikel bahan terhadap kelancaran proses produksi
yaitu waktu produksi dan tingkat penyusutan yang terjadi pada setiap mesin
produksi.
2.Mengetahui pengaruh ukuran partikel bahan terhadap sifat fisik mash dan pellet
yang meliputi kadar air, berat jenis, daya ambang, sudut tumpukan, kerapatan
tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, densitas dan Pellet Durability Index
4
TINJAUAN PUSTAKA
Proses produksi
Produksi adalah suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan
masukan (input) menjadi keluaran (output) sedangkan dalam arti sempit produksi
ialah suatu kegiatan pengolahan dalam pabrik yang menghasilkan produk berupa
barang jadi atau barang setengah jadi maupun barang industri (Fuad et al., 2001).
Sistem proses produksi dibedakan menjadi dua yaitu sistem produksi berdasarkan
proses dan sistem produksi berdasarkan produk. Sistem produksi berdasarkan proses
merupakan sistem produksi yang membuat barang-barang khusus menurut
permintaan pelanggan dan masing-masing komponen dalam fasilitas sistem ini
mengalir dari satu proses ke proses produksi berikutnya secara terputus-putus. Sistem
produksi berdasarkan produk adalah sistem produksi yang menghasilkan produk
standar yaitu produk yang tiap unit relatif identik (sedikit variasi) dan masing-masing
komponen dalam fasilitas sistem ini ditata menurut urutan proses yang dibutuhkan
sehingga dapat digunakan secara kontinyu (Buffa dan sarin, 1996).
Proses produksi dalam teknologi pengolahan pakan dapat dilakukan melaui
proses produksi berkesinambungan (continuos process) dan proses produksi
terputus-putus (intermiten process). Menurut Assauri (1980) proses produksi
berkesinambungan (continuos process) adalah proses produksi yang berlangsung
secara terus-menerus yaitu mulai dari bahan datang sampai menghasilkan produk
melalui satu rangkaian mesin processing. Sedangkan proses produksi terputus-putus
(intermiten process) adalah suatu proses yang memproduksi produk secara
terputus-putus melalui setiap satu jenis mesin processing (batch machine) seperti penggunaan
mixer atau pelleter saja untuk menghasilkan produk.
Ciri-ciri dari proses produksi berkesinambungan ialah produk yang dihasilkan
dalam jumlah yang banyak, penyusunan peralatannya berdasarkan urutan pengerjaan
produk yang dihasilkan dan bahan-bahan yang diproduksi dipindahkan dengan
menggunakan handling yang fixed seperti conveyor (Assauri, 1980).
Rangkaian proses dalam proses produksi berkesinambungan yang digunakan
untuk mengolah bahan baku menjadi ransum bentuk pellet terdiri dari proses
penggilingan (grinding), pencampuran (mixing), pembuatan pellet (pelleting) sampai
5
Penggilingan (Grinding)
Penggilingan merupakan proses pengurangan ukuran partikel bahan baku
untuk meningkatkan nilai zat makanan bahan baku dan meningkatkan kinerja proses
pencampuran bahan baku. Penggilingan bertujuan untuk meningkatkan kecernaan
dan efisiensi penggunaan pakan, memudahkan proses pencampuran, menyeragamkan
bentuk dan ukuran partikel bahan baku (Herrman, 2000).
Behnke (2001) menyatakan bahwa ukuran partikel bahan dari hasil proses
penggilingan dengan kategori fine (halus) memiliki permukaan yang luas sehingga
mudah menyerap air dan menerima panas. Fairfield (1994) berpendapat bahwa
karakteristik bahan seperti densitas, kadar air, tekstur dan ukuran partikel bahan dari
berbagai bahan dalam formulasi ransum dapat mempengaruhi kualitas dan proses
produksi pellet.
Pencampuran (Mixing)
Proses pencampuran merupakan proses penyatuan bahan baku dengan cara
pengadukan untuk mencapai campuran yang homogen sesuai dengan formula yang
telah ditetapkan. Herrman (2000) menyatakan bahwa hasil pengadukan yang
homogen menentukan kualitas pakan yang dihasilkan dan akan meningkatkan
penampilan ternak. Faktor-faktor yang menentukan penyebaran bahan baku adalah
ukuran partikel bahan baku, desain mesin pencampur, dan waktu pengadukan. Waktu
pengadukan dalam mixing untuk mendapatkan campuran yang homogen adalah
selama 10 menit (McElhinney, 1994).
Pelleting
Pelleting adalah proses pembuatan pakan berbentuk tepung (mash) yang
dipadatkan dan ditekan dengan menggunakan roller dan dimampatkan melalui
lubang silinder yang disebut die, sehingga dapat menghasilkan pakan bentuk pellet.
Proses pemadatan dan pemampatan ditentukan oleh desain pemasangan roller dan
die (Thomas dan Van Der Pool, 1997).
Khalil dan Suryahadi (1999) menyatakan bahwa beberapa variabel yang
mempengaruhi proses pembuatan pellet yaitu karakteristik bahan baku meliputi
formulasi ransum, keseragaman, ukuran partikel, kadar air dan kehalusan gilingan
sedangkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pellet antara lain :
6 2). Kecepatan perputaran ring lubang die.
3). Kecepatan aliran bahan baku.
4). Kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan, dan penekanan pada lubang die.
5). Komposisi kandungan zat makanan
6). Temperatur dalam ruang mesin pellet.
7). Kelembaban lingkungan.
Pendinginan (Cooling)
Proses pendinginan terjadi dengan cara mengalirkan udara kedalam pellet yang
ada dalam bin. Pada umumnya proses pendinginan menggunakan sedikit udara untuk
mengurangi resiko pengembunan pada pellet. Proses pendinginan bertujuan untuk
meminimumkan kerusakan pellet akibat kelebihan kadar air dan suhu yang tinggi
(Audet, 1995).
Menurut Thomas dan Van Der Pool (1997) alat pendingin berupa kipas angin
sangat mempengaruhi proses pendinginan dalam cooler dan kekerasan (hardness)
atau ketahanan (durability) pellet. Brooker et all. (1974) bahwa proses pendinginan
akan berlangsung secara optimal di dalam cooler bila terdapat lebih dari satu buah
kipas penggerak udara yang dapat mengalirkan udara keseluruh bagian cooler.
Ukuran Partikel
Syarief dan Nugroho (1992) berpendapat bahwa proses reduksi ukuran (size
reduction) meliputi pemotongan, pemukulan, penggerusan, dan penggilingan. Proses
pengecilan ukuran dicapai dengan cara-cara mekanis tanpa terjadi perubahan
kimiawi bahan, dan tujuannya adalah untuk memperoleh butiran yang seragam baik
ukuran maupun bentuknya. Lebih lanjut Syarief dan Nugroho (1992) menyatakan
bahwa tujuan reduksi ukuran dalam pengolahan hasil pertanian yaitu untuk
menghancurkan bahan sampai ukuran tertentu, reduksi ukuran mengakibatkan
peningkatan luas permukaan spesifik bahan sehingga dapat mempermudah proses
pencampuran, meningkatkan palatabilitas pakan, meningkatkan daya cerna ternak,
menghilangkan benda-benda asing dan memperkecil resiko adanya bahan-bahan
yang terbuang percuma.
Ukuran partikel ransum yang dibutuhkan oleh ternak tergantung pada umur,
7 membutuhkan ransum dengan ukuran partikel bahan yang halus. Berbeda dengan
domba dan sapi yang dapat mengkonsumsi ransum dengan ukuran partikel yang
kasar. Menurut Ensminger et al. (1990) pengecilan ukuran partikel dilakukan untuk
mempermudah konsumsi dan meningkatkan kecernaan pakan sedangkan pembesaran
ukuran partikel dilakukan pada pakan sapi atau domba yang tujuannya untuk
memperkecil penyusutan bahan, menghindari pemilihan pakan yang lebih disukai
ternak dan meningkatkan efisiensi penanganan pakan.
Menurut Dozier (2001) semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas
permukaan partikel sehingga dapat meningkatkan proses pematangan dan
gelatinisasi. Ukuran partikel yang optimum untuk meningkatkan durability (daya
tahan) pakan unggas dengan kandungan utama jagung-kedelai berada diantara
kisaran 650-700 mikron.
Penyusutan
Penyusutan adalah hilangnya bahan selama proses pengolahan berlangsung
dan pada saat penanganan serta penyimpanan bahan (Bala, 1994). Definisi lain
penyusutan adalah hilangnya bahan yang terjadi pada saat proses produksi
berlangsung (McElhiney, 1994).
Penyusutan selama proses produksi dapat terjadi pada setiap alat produksi.
Penyusutan bisa berupa debu, uap, terbuang, pencurian dan selama transportasi
(pengangkutan/distribusi pakan). Penyusutan yang diharapkan di pabrik pakan adalah
yang mendekati nol persen dan persentase penyusutan yang bisa ditolerir yaitu
berkisar antara 0,74-0,81 %. Pada umumnya, hampir setiap proses produksi
mengalami penyusutan berupa debu, jatuh atau terbuang (McElhiney, 1994).
Menurut McElhiney (1994), penyusutan dalam pabrik pakan akan
menurunkan keuntungan, meningkatkan harga pakan, menambah biaya produksi dan
meningkatkan biaya tenaga kerja. Oleh karena itu penyusutan harus dikurangi
dengan cara melakukan kontrol dan pengawasan terhadap kerja setiap alat produksi.
Cara lainnya dengan melakukan sistem perawatan dan kebersihan pada setiap alat
produksi selama periode tertentu. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kerugian
8
Ransum Ayam Broiler
Wahju (1992) menyatakan bahwa ransum ayam broiler harus mengandung
energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong
pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam membutuhkan
protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan mineral serta vitamin yang sangat
penting artinya selama tahap permulaan hidupnya. Menurut Scott et all. (1982)
ransum ayam broiler periode starter hendaknya mengandung 21-24,8 % protein kasar
dan energi metabolis sebesar 2800-3300 kkal.kg.
Ransum pada umumnya mengalami proses pengolahan menjadi bentuk mash,
pellet ataupun crumble. Menurut Pathak (1997) proses pengolahan pakan bertujuan
untuk: (1) memperbaiki feeding value seperti konsumsi pakan, tingkat kecernaan dan
efisiensi penggunaan pakan, (2) menjaga kualitas pakan selama masa penyimpanan,
(3) menetralisir pakan dari unsur atau organisme berbahaya, (4) mencapai biaya
produksi yang efektif dan ekonomis, (5) menurunkan kadar air pakan agar dapat
disimpan lama, (6) menjaga keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan.
Ransum bentuk pellet merupakan ransum yang terdiri dari bahan-bahan baku
yang diolah melalui poses mekanik, yaitu dipadatkan dan ditekan oleh roller dan die,
sehingga membentuk silinder (batangan) kecil. Dozier (2001) menyatakan bahwa
ransum dalam bentuk pellet dapat meningkatkan ketersediaan zat nutrisi dalam
pakan, mempermudah penanganan sehingga menurunkan biaya produksi dan
mengurangi penyusutan. Menurut Thomas dan Van Der Pool (1997), pellet memiliki
beberapa keuntungan, yaitu:
1. Pellet lebih mudah diangkut ke dalam conveyor dan tidak berubah bentuk
fisiknya pada saat dikeluarkan dari silo bila dibandingkan dengan ransum bentuk
tepung.
2. Densitas (bulky density) pellet pada umumnya lebih tinggi daripada bentuk
tepung sehingga mudah dibawa oleh truk.
3. Komposisi pellet lebih padat pada saat dicampurkan dan campuran
9
Sifat Fisik Bahan
Sifat fisik merupakan sifat dasar yang dimiliki suatu bahan (material). Sifat
fisik bahan pangan maupun pakan mencakup aspek yang sangat luas tetapi informasi
mengenai sifat fisik pakan masih terbatas. Pemahaman tentang sifat-sifat fisik bahan
serta perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan
menetapkan mutu pakan. Pengetahuan tentang sifat fisik digunakan juga untuk
menentukan keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan, dan penyimpanan
(Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Sifat fisik bahan selain dipengaruhi oleh kadar air
dan ukuran partikel bahan juga dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk
dan karakteristik permukaan partikel suatu bahan (Wirakartakusumah, 1992).
Sifat-sifat fisik bahan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
Berat Jenis
Berat jenis juga disebut berat spesifik, merupakan perbandingan antara massa
bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai
proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan karena menentukan tingkat
ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis yang umum diterapkan pada
pabrik pakan. Berat jenis bersama dengan ukuran partikel berpengaruh terhadap
homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran bahan.
(khalil, 1999a).
Berat jenis merupakan faktor penentu kerapatan tumpukan dan berpengaruh
besar terhadap daya ambang (Khalil, 1999a). Penelitian yang dilakukan oleh
Gautama (1998) menunjukkan bahwa berat jenis tidak berbeda nyata terhadap
perbedaan ukuran partikel karena ruang antar partikel bahan sudah terisi oleh
aquades dalam pengukuran berat jenis.
Kadar Air
Kadar air adalah persentase banyaknya kandungan air dalam bahan
berdasarkan berat kering. Kadar air dipengaruhi oleh jenis bahan, suhu, dan
kelembaban lingkungan (Syarief dan Halid, 1994). Kadar air bahan merupakan
pengukuran jumlah air total yang terkandung dalam bahan pangan tanpa
memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air. Kadar air sangat berpengaruh
10 pengolahan bahan makanan, air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan
cara penguapan dan pengeringan (Winarno, 1984).
Menurut Fairfield (2003) kadar air dalam bahan ransum bentuk mash
mempengaruhi kualitas dan tingkat produksi pellet. Kadar air mash berasal dari
kandungan air dalam bahan-bahan baku dan penambahan air atau uap (steam) pada
saat conditioning. Lebih lanjut Fairfield (2003) menyatakan bahwa terdapat korelasi
(hubungan) antara kadar air mash dengan ketahanan pellet.
Pellet Durability Index (PDI)
Pengukuran PDI dilakukan untuk mengetahui daya tahan (durability) pakan
yang dihasilkan. Standar spesifikasi PDI yang digunakan adalah minimum 80 %
(Dozier, 2001). Waldroup (2005) berpendapat bahwa ukuran partikel bahan dapat
mempengaruhi keutuhan (integrity) atau ketahanan (durability) pellet. Menurut
Behnke (2001), ukuran partikel dan tekstur bahan yang halus dapat menghasilkan
pellet yang kompak dan padat karena memiliki permukaan yang luas sehingga
mudah menyerap air dan menerima panas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan (durability) pakan bentuk
pellet adalah ukuran bahan dalam ransum atau ukuran rata-rata ransum. Makin kecil
ukuran bahan maka akan semakin menunjang kekerasan dan ketahanan pellet yang
dihasilkan karena semakin banyak pati yang diubah oleh uap panas menjadi perekat
maka dapat membantu proses perekatan partikel-partikel dalam bahan baku. Berbeda
dengan bahan yang berukuran besar akan memudahkan pellet atau crumble pecah
sehingga meningkatkan persentase debu. Yang menjadi masalah adalah semakin
halus ukuran bahan yang digunakan maka semakin banyak jumlah penyusutan
karena bahan berukuran halus bisa membentuk gumpalan yang melekat pada mesin
atau peralatan (Rasidi, 1997).
Daya Ambang
Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika
dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu dengan satuannya
meter/detik. Daya ambang bahan dikatakan besar jika semakin pendek jarak jatuh
yang dicapai persatuan waktu. Pada pengangkutan dengan alat screw conveyor harus
diperhatikan agar bahan tidak terpisah berdasarkan ukuran dan berat partikel akibat
11 mempunyai daya ambang lebih besar sehingga akan lebih cepat dihisap oleh alat
pengangkut tersebut (Khalil, 1999b).
Kerapatan Tumpukan
Kerapatan tumpukan (specific density) adalah perbandingan antara berat bahan
dengan volume ruang yang ditempatinya. Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan
porositas dari bahan yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara
partikel-partikel bahan (Khalil 1999a). Kerapatan tumpukan akan semakin meningkat dengan
semakin banyak jumlah partikel halus dalam suatu ransum (Johnson, 1994).
Kerapatan tumpukan dan sudut tumpukan penting diketahui dalam
merencanakan suatu gudang penyimpanan dan volume alat pengolahan (Syarief dan
Irawati, 1993). Kerapatan tumpukan memegang peranan penting dalam
memperhitungkan volume ruang yang dibutuhkan suatu bahan dengan berat tertentu,
misalnya pengisian silo, elevator, dan ketelitian penakaran secara otomatis (Khalil,
1999a).
Pencampuran bahan ransum dengan ukuran partikel yang sama tetapi
mempunyai perbedaan kerapatan tumpukan yang besar (perbedaannya lebih dari 500
kg/m3) akan sangat sulit dicampur dan cenderung terpisah. Bahan ransum dengan
kerapatan tumpukan yang rendah (perbedaannya kurang dari 450 kg/m3)
membutuhkan waktu jatuh dan mengalir lebih lama sehingga dapat ditimbang
dengan teliti menggunakan alat penakar otomatis (Khalil, 1999a).
Kerapatan Pemadatan Tumpukan
Kerapatan pemadatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan
terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan (seperti
penggoyangan). Ukuran partikel dan kandungan air berpengaruh nyata dan konsisten
terhadap kerapatan tumpukan (khalil, 1999a).
Menurut Sayekti (1999) kerapatan pemadatan tumpukan selain dipengaruhi
oleh kadar air dan ukuran partikel juga turut dipengaruhi oleh ketidaktepatan
pengukuran. Oleh karena itu sebaiknya pengukuran kerapatan pemadatan tumpukan
dilakukan dengan menggunakan mesin penggoyang yang terjamin kekuatan dan
keakuratannya. Tingkat pemadatan bahan sangat menentukan kapasitas dan akurasi
12
Sudut Tumpukan
Sudut tumpukan (angle of repose) adalah sudut yang terbentuk jika bahan
dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong yang beralaskan bidang datar,
sehingga membentuk sudut antara sisi tumpukan bahan dengan garis horizontal.
Sudut tumpukan terbagi menjadi dua yaitu sudut tumpukan statis dan sudut
tumpukan dinamis. Sudut tumpukan statis adalah sudut yang terbentuk pada saat
bahan padat yang granular meluncur secara bebas sedangkan sudut tumpukan
dinamis adalah sudut yang terbentuk ketika bahan padat dikeluarkan dari bin atau
silo secara vertikal (Bala, 1994). Soesarsono (1988) berpendapat bahwa nilai sudut
tumpukan sangat berperan dalam mendesain corong pemasukan (hopper) atau corong
pengeluaran, misalnya pada silo atau pada mesin pengolah. Bahan padat dapat
mengalir bebas jika sudut corong pemasukan atau pengeluaran harus sama atau lebih
kecil daripada sudut tumpukan bahan.
Menurut Fasina and Sokhansanj (1993), sudut tumpukan akan mempengaruhi
laju alir suatu bahan terutama pada saat pengangkutan maupun pembongkaran
dengan menggunakan alat mekanik seperti traktor, sekop dan conveyor. Selanjutnya
Fasina and Sokhansanj (1993) mengklasifikasikan laju alir bahan padat berdasarkan
besarnya sudut tumpukan, yaitu sangat mudah mengalir (20-300), mudah mengalir
(30-380), sedang (38-450) dan sulit (45-550).
Densitas
Densitas adalah massa partikel yang menempati satu unit volume tertentu
(Wirakartakusumah, 1992). Densitas digunakan untuk mengetahui kekompakan dan
tekstur pakan. Tekstur pakan yang kompak akan tahan terhadap pengaruh proses
penekanan sehingga ikatan antar partikel penyusun pakan menjadi sangat kuat dan
13
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai dengan Juni 2005
bertempat di Bagian Industri Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Materi
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Alat-alat produksi dalam proses produksi berkesinambunganterdiri dari :
Grinder (mesin penggiling) memiliki kapasitas 50-300 kg, Mixer horizontal
(mesin pencampur) memiliki kapasitas 100 kg/batch, Pelleter (mesin pellet)
memiliki kapasitas 100 kg, cooler (mesin pendingin) memiliki kapasitas 100 kg
dan bucket elevator (material handling) memiliki kapasitas 150 kg serta Screw
conveyor (material handling) memiliki kapasitas 150 kg.
2. Alat untuk analisa sifat fisik terdiri dari : Vibrator ball mill, satu unit infra red
moisture meter, durability tester, gelas ukur 500 ml, balok kaca ukuran 10 x 10
cm, kaki tiga dan papan, jangka sorong, penggaris, sendok, corong, timbangan
digital berkapasitas 120 kg, timbangan 1 kg, pengaduk, stopwatch dan
termometer 100°C.
Bahan
Ransum ayam broiler periode starter yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari bahan-bahan: jagung, dedak padi, bungkil kedelai, CPO (Crude Palm
Oil), tepung ikan, tepung tulang, CaCO3, premiks dan gaplek. Penyusunan formulasi
ransum ayam broiler periode starter berdasarkan Scott et all. (1982) dengan
menggunakan energi metabolisme 2900 kkal/kg dan protein kasar 21 %. Formulasi
ransum disusun menggunakan metode trial anderror (coba-coba). Formulasi ransum
14 Tabel 1. Formulasi Ransum Ayam BroilerStarter
Bahan Makanan Komposisi (%)
Jagung Kuning 36
Bungkil Kedelai 28
Dedak Padi 18
Tepung Ikan 6
CPO (crude palm oil) 3
CaCO3 0,5
Tepung Tulang 2
Premik 0,5
Gaplek 6
Jumlah 100
Tabel 2. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum Ayam Broiler Starter Berdasarkan Perhitungan
Kandungan Zat Makanan Komposisi
Energi Metabolisme (Kkal/kg) 3007
Protein Kasar (%) 21,39
Serat Kasar (%) 4,95
Kalsium (%) 1,19
Phospor (%) 0,57
Methionin (%) 0,44
Lysine (%) 1,25
Rancangan percobaan
Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari 3 macam perlakuan yaitu :
P1 : Jagung dan bungkil kedelai digiling dengan menggunakan screen 2 mm.
P2 : Jagung dan bungkil kedelai digiling dengan menggunakan screen 3 mm.
15
Model
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan pola 3 perlakuan dan 3 ulangan. Model matematik dari Rancangan
Acak Lengkap adalah sebagai berikut :
Xij = μ + τi + εij
Keterangan :
Xij = Perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = Rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
ε ij = Error (galat) perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Peubah
Peubah yang diukur dalam penelitian ini yaitu :
1.Kadar air (%)
2.Berat jenis (g/ml)
3.Daya ambang (m/detik)
4.Sudut tumpukan (0)
5.Kerapatan tumpukan (kg/m3)
6.Kerapatan pemadatan tumpukan (kg/m3)
7.Densitas (g/cm3)
8.Pellet Durability Index (%)
9.Suhu pellet setelah proses cooling (0C)
10.Waktu produksi (menit)
11.Penyusutan bahan (%)
Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif
untuk kadar air, waktu produksi dan tingkat penyusutan, sedangkan sifat fisik ransum
dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of variance) dan jika berbeda nyata akan
16
Prosedur
Proses produksi ransum broiler starter menjadi bentuk pellet yang digunakan
dalam penelitian ini adalah proses produksi berkesinambungan. Proses produksi
tersebut berlangsung mulai dari proses penggilingan bahan-bahan baku yang
berbentuk butiran dan bertekstur kasar sampai dengan melewati serangkaian proses
produksi berkesinambungan.
Proses penggilingan
Proses penggilingan merupakan salah satu proses penyeragaman ukuran
partikel melalui penggunaan screen untuk mengurangi ukuran partikel menjadi lebih
halus. Bahan baku yang berbentuk butiran (kasar), yaitu jagung dan bungkil kedelai,
digiling dengan menggunakan mesin semi fixedhammer mill dengan ukuran screen
yang berbeda. Ukuran screen yang digunakan adalah 2, 3 dan 5 mm. Sedangkan
bahan baku yang berbentuk tepung (halus) tidak dilakukan penggilingan. Hammer
mill dan screen yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Mesin Penggilingan (Semi Fixed Hammer Mill)
a b c
Keterangan : a. screen 2 mm b. screen 3 mm c. screen 5 mm
17
Rangkaian Proses Produksi Berkesinambungan
Setiap bahan baku yang memiliki komposisi dalam jumlah besar yaitu jagung,
bungkil kedelai, dedak padi, dan tepung ikan dimasukkan ke dalam hopper.
Kemudian bahan-bahan tersebut diangkut melalui bucket elevator ke dalam mesin
mixer, sedangkan bahan-bahan dengan komposisi dalam jumlah kecil seperti CaCO3,
CPO, tepung tulang, premik dan tepung gaplek dimasukkan langsung ke dalam
mesin mixer. Selanjutnya bahan-bahan tersebut mengalami proses pencampuran
(mixing) selama 10 menit. Bahan-bahan yang telah melalui mixing dikeluarkan ke
dalam surge bin dan diangkut melalui screw conveyor kemudian masuk ke dalam
mesin pellet (Pelleter).
Bahan-bahan yang telah masuk ke dalam mesin pellet mengalami proses
pemampatan melalui suatu lubang yang disebut die dan proses penekanan sampai
akhirnya terbentuk pellet. Pellet yang sudah terbentuk kemudian dialirkan melalui
bucket elevator ke dalam pendingin (cooler). Pellet yang keluar dari cooler
ditempatkan ke dalam karung goni yang kuat dan tahan bocor untuk menjaga mutu
pellet. Skema rangkaian proses produksi berkesinambungan disajikan pada Gambar 3
sedangkan rangkaian mesin produksi terlihat pada Gambar 4.
Keterangan : a. Hopper b. Bucket elevator c. Mixer d. Surge Bin e. Srew conveyor
f. Pelleter g.Bucket elevator h. Cooler
18
Gambar 4. Skema Rangkaian Proses Produksi Berkesinambungan
Pengukuran Suhu, Waktu, dan Penyusutan Selama Proses Produksi
Waktu produksi diukur pada setiap mesin produksi yaitu mulai dari bahan
dimasukkan ke dalam hopper sampai dengan proses pendinginan (cooling) dengan
menggunakan stopwatch.
Suhu pellet diukur setelah pellet mengalami cooling selama 30, 40 dan 50
menit. Pengukuran suhu dilakukan pada masing-masing satuan waktu tersebut
dengan menggunakan termometer skala 100°C.
Penyusutan bahan dihitung pada setiap proses produksi agar dapat diketahui
persentase pengurangan jumlah bahan. Penyusutan bahan dihitung dengan cara
mengurangi berat awal dengan berat bahan yang tertinggal dalam hopper, mixer,
surge bin dan pelleter.
Pengambilan sampel
Sampel bahan baku untuk analisa secara kualitatif diambil sebanyak 5-10 %
dari tiap karung. Pengambilan sampel sebanyak 3 kg dilakukan untuk semua uji sifat
fisik baik mash (tepung) maupun pellet.
19
Peubah yang diamati
1. Berat Jenis
Berat jenis diukur dengan cara memasukkan sampel bahan sebanyak 100
gram kedalam gelas ukur (250 ml) kemudian dilakukan pengadukan untuk
mempercepat jalannya udara antar partikel ransum selama pengukuran. Pembacaan
volume akhir dilakukan setelah volume menjadi konstan. Menurut Khalil (1999a)
berat jenis dihitung menggunakan rumus :
Berat jenis (gram/ml) =
(ml)
Pengukuran kadar air berdasarkan metode menurut Bala (1994). Kadar air
mash dan pellet diukur dengan menggunakan infra red moisture meter. Alat tersebut
diletakkan pada bidang datar kemudian jarum skala digeser dan diletakkan pada titik
nol. Salah satu kaki penyangganya diputar sehingga jarum “Balance” mengarah pada
posisi nol. Batu timbangan 5 gram diletakkan disamping piringan bahan dengan tetap
memperhatikan jarum skala pada posisi nol. Piringan bahan diisi dengan sampel
yang akan dianalisis seberat batu timbangan yang dipasang sebagai berat awal.
Lampu infra red digeser sehingga tepat berada diatas sampel kemudian dilakukan
penyinaran selama 2 x 15 menit dengan cara menekan tombol sehingga lampu
menyala. Setelah penyinaran selama 2 x 15 menit, jarum skala digeser sehingga
jarum “Balance” menunjuk pada angka nol dan sampel bahan ditimbang dengan
menggunakan timbangan digital sebagai berat akhir. Kadar air dihitung dengan
menggunakan rumus :
Daya ambang diukur dengan cara menjatuhkan bahan dari ketinggian 3 m yang
beralaskan karton putih. Menurut Khalil (1999b) daya ambang dihitung dengan cara
membagi jarak yang ditempuh oleh suatu bahan dari atas ke bawah dengan waktu
20
4. Pellet Durability Index (PDI)
Pengukuran PDI berdasarkan metode Fairfield (1994) yaitu diukur secara
duplo dengan cara memasukkan Pellet masing-masing sebesar 500 gram ke dalam
durability tester dan diputar dengan putaran 50 rpm selama 10 menit. Kemudian
pellet dikeluarkan dan diayak dengan menggunakan sieve no.8. Pellet yang tertahan
pada sieve no.8 ditimbang sebagai berat akhir. PDI dihitung dengan menggunakan
rumus :
Alat yang dipakai untuk menentukan tingkat kehalusan, keseragaman, dan
ukuran partikel pellet adalah dengan menggunakan vibrator ball mill german the
sieve analisis nomor mesh 4, 8, 16, 30, 50, 100, 400. Menurut Henderson dan Perry
(1976) tingkat kehalusan diukur dengan cara menimbang bahan sebanyak 500 gram
dan diletakkan pada bagian paling atas dari sieve kemudian dilakukan penyaringan.
Bahan yang tertinggal pada setiap saringan ditimbang dengan menggunakan
timbangan digital berkapasitas 120 kg. Tingkat kehalusan dapat diukur seperti pada
Tabel 3.
Tabel 3. Cara Pengukuran Tingkat Kehalusan
Nomor perjanjian German sieve number
Tingkat kehalusan bahan diketahui setelah didapatkan dan diperhitungkan
dengan nomor perjanjian besar sampel (%) pada tiap mesh dengan rumus :
∑(%bahan yang tertinggal x No. perjanjian pada tiap mesh) Tingkat kehalusan =
21 Besarnya ukuran partikel mash dan pellet dapat dikategorikan kedalam nilai Tingkat
Kehalusan (TK) dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Nilai tingkat kehalusan 4,1 ≤ x ≤ 7,0 : kategori bahan kasar.
2. Nilai tingkat kehalusan 2,9 ≤ x < 4,1 : kategori bahan sedang.
3. Nilai tingkat kehalusan x < 2,9 : kategori bahan halus.
6. Ukuran Partikel
Ukuran partikel rata-rata dihitung sesuai dengan Henderon dan Perry (1976)
yaitu menggunakan rumus = (0,0041) x 2 TK x 2,54 cm
7. Pengukuran Kerapatan Tumpukan
Kerapatan tumpukan dihitung dengan cara mencurahkan bahan dengan bobot
tertentu kedalam balok kaca berukuran 10 x 10 cm sampai penuh dan diratakan
dengan penggraris kemudian ditimbang menggunakan timbangan 1 kg. Pencurahan
bahan dibantu dengan menggunakan sendok, guna meminimumkan penyusutan
volume curah akibat pengaruh daya berat bahan itu sendiri saat dicurahkan dan
terjadinya guncangan pada balok kaca perlu dihindari. Menurut Khalil (1999a)
Kerapatan tumpukan (KT) dihitung dengan menggunakan rumus :
KT (g/cm3) =
8. Pengukuran Kerapatan Pemadatan Tumpukan
Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara yang sama dengan
penentuan kerapatan pemadatan tumpukan, tetapi volume bahan dibaca setelah
dilakukan proses pemadatan selama 5 menit. Menurut Khalil (1999a)Kerapatan
pemadatan tumpukan (KPT) dihitung dengan rumus :
KPT (g/cm3) =
9. Pengukuran Sudut Tumpukan
Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara menjatuhkan atau
mencurahkan sampel bahan sebanyak 1,5 kg pada ketinggian 35 cm melalui corong
yang dipasang pada kaki tiga yang beralaskan papan kayu berbentuk persegi panjang.
Pengukuran diameter (d) dan tinggi (t) tumpukan sampel bahan dilakukan pada sisi
22 Menurut Khalil (1999b) sudut tumpukan bahan dinyatakan dengan satuan
derajat dan dapat dihitung dengan rumus :
δ = Cotg (2t / d)
10. Densitas
Densitas pellet diukur berdasarkan metode yang dilakukan Murdinah (1989)
yaitu melalui pengukuran diameter dan tinggi pellet sebanyak 30 buah dengan
menggunakan jangka sorong. Kemudian pellet tersebut ditimbang untuk mengetahui
beratnya dengan menggunakan timbangan digital. Satuan untuk densitas bahan
adalah gram/m3. Densitas pellet dihitung melalui rumus :
Densitas (gram/cm3) =
) (cm Volume
(gram) pellet Berat
3
Keterangan: Volume pellet = luas alas x tinggi
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggilingan merupakan proses merubah bahan baku berbentuk kasar
(butiran) menjadi halus. Proses penggilingan dapat dilakukan pada mesin giling tipe
semi fixed hammer mill. Bahan baku yang digiling pada penelitian ini yaitu jagung
dan bungkil kedelai karena diantara semua bahan baku yang digunakan dalam
formulasi ransum, hanya kedua bahan tersebut yang berbentuk butiran dan berukuran
kasar. Penggunaan screen (saringan) pada mesin giling yang berukuran 2 mm
(halus), 3 mm (medium) dan 5 mm (kasar) masing-masing dapat menghasilkan
ukuran partikel bahan yang halus, medium dan kasar. Gambar Bahan baku jagung
dan bungkil kedelai setelah digiling dengan menggunakan screen berukuran 2, 3 dan
5 mm dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Bahan Baku Jagung Setelah Digiling dengan Menggunakan
Screen yang berukuran 2, 3 dan 5 mm untuk Gambar 1, 2 dan 3.
Gambar 6. Bahan Baku Bungkil Kedelai Setelah Digiling dengan Menggunakan Screen yang Berukuran 2, 3 dan 5 mm untuk Gambar 1, 2 dan 3.
Berdasarkan Gambar 5 dan 6 dapat dilihat bahwa jagung dan bungkil kedelai
24 digunakan. Komposisi jagung dan bungkil kedelai sebesar 60 % dalam formulasi
ransum dan oleh karena itu ukuran partikel kedua bahan tersebut sangat
mempengaruhi ukuran partikel ransum bentuk mash. Ransum bentuk mash pada
penelitian ini adalah ransum yang telah mengalami proses pencampuran untuk
kemudian diolah menjadi bentuk pellet.
Perbedaan ukuran dalam ransum bentuk mash dapat mempengaruhi kualitas
dan proses produksi pellet. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Fairfield (1994)
bahwa ukuran partikel bahan dari berbagai bahan dalam formulasi ransum akan
mempengaruhi kualitas dan proses produksi pellet. Selain faktor ukuran partikel,
parameter lain yang turut berperan dalam kualitas dan proses produksi pellet adalah
kadar air. Nilai rataan ukuran partikel dan kadar air disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Fisik Ransum
Parameter
Ukuran partikel merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap sifat fisik dan proses produksi pellet. Ukuran
screen yang digunakan pada mesin giling adalah diameter pada masing-masing
lubang saringan yang dapat berukuran 2, 3 atau 5 mm. Semakin besar diameter
lubang tersebut maka semakin kasar partikel bahan yang lolos saringan. Oleh karena
itu, ukuran partikel jagung dan bungkil kedelai semakin kasar antar perlakuan
sehingga ukuran partikel mash antar perlakuan juga semakin kasar. Perbedaan
ukuran partikel mash dapat mempengaruhi kelancaran proses produksi yang pada
akhirnya akan mempengaruhi ukuran partikel dan kualitas fisik pellet
Penentuan besarnya nilai ukuran partikel bahan berdasarkan tingkat
kehalusan yang diperoleh masing-masing perlakuan. Nilai tingkat kehalusan terbagi
menjadi tiga yaitu 4,1-7,0 termasuk kategori bahan kasar, 2,9-4,1 termasuk kategori
25 menunjukkan bahwa ukuran partikel mash pada P1 termasuk kategori halus (fine),
P2 termasuk kategori sedang (medium), dan P3 termasuk kasar (coarse) karena
tingkat kehalusan pada P1 sebesar 2,84, P2 sebesar 3,18 dan P3 sebesar 3,28. Ukuran
partikel pellet pada P1, P2 dan P3 secara keseluruhan termasuk kategori kasar (besar)
karena tingkat kehalusannya antara 5,98-6,02. Meskipun semua pellet penelitian
termasuk kategori besar tetapi dilihat dari nilai rataan maka P1 memiliki ukuran
partikel yang kecil, P2 memiliki ukuran partikel yang besar dan P3 memiliki ukuran
partikel yang medium.
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang dapat mempengaruhi
sifat-sifat fisik mash dan pellet yang dihasilkan pada proses produksi berkesinambungan.
Kadar air adalah persentase banyaknya kandungan air dalam bahan berdasarkan berat
kering (Syarief dan Halid, 1994). Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai
rataan kadar air mash berkisar antara 15,53-16,47 % dan kadar air pellet berkisar
antara 12,93-15,54 %. Nilai rataan kadar air mash dan pellet yang tertinggi
ditunjukkan oleh P3 dan yang terendah ditunjukkan oleh P1. Peningkatan nilai rataan
kadar air antar perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7.
0.00
Gambar 7. Histogram Hubungan Antara Perlakuan dengan Kadar Air Ransum Penelitian
Nilai rataan kadar air mash yang semakin meningkat disebabkan oleh kadar
air bahan baku ransum dan periode penyimpanan bahan baku yang terlalu lama. Hal
ini sesuai dengan pendapat Fairfield (2003) bahwa kadar air mash berasal dari kadar
air bahan baku pakan dan dapat mempengaruhi kualitas pellet. Periode penyimpanan
26 udara kedalam bahan ransum tersebut. Hal tersebut mengakibatkan bahan baku
ransum menjadi lembab sehingga mempengaruhi peningkatan kadar air mash antar
perlakuan. Oleh karena itu, bahan baku sebaiknya tidak disimpan terlalu lama dan
lebih memperhatikan keadaan suhu dan kelembaban lingkungan sekitarnya.
Kadar air pellet penelitian yang semakin tinggi antar perlakuan dikarenakan
proses pendinginan yang belum sempurna. Penggunaan kipas angin sebagai alat
pendingin mempengaruhi proses pendinginan dalam cooler. Pendinginan dalam
cooler terjadi melalui penggunaan aliran udara kipas angin untuk mempercepat
proses pengurangan kadar air yang terjadi melalui penguapan. Penguapan tersebut
hanya menguapkan air dibagian permukaan bahan (pellet) dan tidak sampai ke
bagian dalam pellet. Akibatnya nilai rataan kadar air pellet yang berkisar antara
12,93-15,54% masih sangat tinggi bila dibandingkan dengan kadar air pellet pada
penelitian Anggareni (2004) yaitu antara 9,80-10%. Oleh karena itu sebaiknya
terdapat lebih dari satu buah kipas angin dalam cooler.
Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa kadar air pellet lebih rendah
daripada mash. Hal ini dikarenakan pada saat pelleting (proses pencetakan mash
menjadi pellet) berlangsung proses penekanan dan pemadatan mash oleh roller dan
die sehingga terjadi gesekan antara mash dengan roller dan die. Gesekan tersebut
menimbulkan pemanasan secara mekanik yang menyebabkan penguapan air dalam
mash. Akibatnya mash yang telah dicetak menjadi bentuk pellet memiliki kadar air
yang lebih rendah.
Peubah yang diukur dalam menentukan kelancaran proses produksi adalah
waktu produksi dan penyusutan pada setiap alat produksi dan kualitas pellet
ditentukan berdasarkan sifat-sifat fisiknya. Pada pembahasan selanjutnya akan
dijelaskan mengenai pengaruh ukuran partikel bahan terhadap proses produksi dan
sifat fisik pellet.
Sifat Fisik Ransum
Sifat fisik ransum penelitian yang diukur pada penelitian ini yaitu berat jenis,
daya ambang, sudut tumpukan, kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan
27 Tabel 5. Nilai Sifat Fisik Ransum Penelitian
Peubah
Superskrip dengan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (p<0,01)
*)
Superskrip dengan huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).
Berat Jenis
Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan dengan volumenya.
Nilai rataan berat jenis mash dan pellet dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rataan berat
jenis mash berkisar antara 1,40-1,45 g/ml sedangkan berat jenis pellet berkisar antara
1,34-1,35 g/ml. Grafik batang nilai rataan berat jenis disajikan pada Gambar 8.
1.25
Gambar 8. Histogram Hubungan Antara Perlakuan dengan Berat Jenis Ransum Penelitian.
Hasil sidik ragam (ANOVA) berat jenis antar perlakuan, baik mash maupun
pellet, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian
Gautama (1998) bahwa berat jenis tidak berbeda nyata terhadap perbedaan ukuran
partikel karena ruang antar partikel bahan sudah terisi oleh aquades dalam
pengukuran berat jenis. Hasil yang tidak berbeda nyata pada ANOVA menunjukkan
28 diduga karena ruang antar partikel dalam mash maupun pellet sudah terisi air selama
proses pengurangan (pengecilan) ukuran partikel dan selama proses produksi
berlangsung.
Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai berat jenis mash lebih tinggi
dibandingkan dengan berat jenis pellet. Hal ini menunjukkan bahwa mash yang
berbentuk tepung memiliki perbandingan massa bahan tiap satuan volume yang lebih
tinggi daripada pellet yang berbentuk silinder.
Berat jenis ransum penting diketahui karena menentukan tingkat ketelitian
dalam proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan, seperti dalam proses
pengeluaran bahan dari silo untuk dicampur atau digiling (pada ransum bentuk mash)
dan proses pengemasan (pada ransum bentuk pellet). Selain itu, berat jenis bersama
dengan ukuran partikel bahan bertanggung jawab terhadap homogenitas penyebaran
partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan.
Daya Ambang
Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu bahan selama jangka
waktu tertentu pada ketinggian tertentu. Nilai rataan daya ambang mash dan pellet
masing-masing berkisar antara 2,80-3,15 m/detik dan 3,55-4,62 m/detik. Nilai rataan
daya ambang dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai rataan daya ambang mash yang
tertinggi ditunjukkan oleh P1 dan yang paling rendah adalah P2, sedangkan nilai
rataan daya ambang pellet yang paling tinggi adalah P1 dan yang terendah adalah P3.
Grafik batang nilai daya ambang mash dan pellet disajikan pada Gambar 9.
0.00