• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vorasitas keong murbei (Pomacea canaliculata) terhadap gulma air tenggelam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Vorasitas keong murbei (Pomacea canaliculata) terhadap gulma air tenggelam."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

VORASITAS KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata)

TERHADAP GULMA AIR TENGGELAM

EKA HERMAWAN SUTANTO

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ii

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Vorasitas Keong Murbei (Pomacea canaliculata) terhadap Gulma Air Tenggelam

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

(3)

iii

iii

RINGKASAN

Eka Hermawan Sutanto. C24053117. Vorasitas Keong Murbei (Pomacea canaliculata) terhadap Gulma Air Tenggelam. Dibawah bimbingan Niken T. M. Pratiwi dan Etty Riani.

Keong murbei (Pomacea canaliculata) merupakan spesies yang kosmopolitan, yaitu spesies dengan distribusi yang sangat luas dan mudah sekali beradaptasi. Pada 1981 keong murbei diintroduksi ke Indonesia kemudian pada tahun 1985 - 1987, keong murbei dianggap menjadi spesies lokal yang familiar. Distribusi dan daya adaptasi keong murbei justru menjadikannya sebagai salah satu organisme yang dikhawatirkan berpotensi sebagai hama pertanian yang rakus dan agresif yang kerap kali menyerang tanaman padi.

Tumbuhan air yang pertumbuhannya tidak terkendali dapat menjadikannya sebagai gulma yang seringkali mengganggu ekosistem perairan. Keong murbei diduga akan lebih efektif bila dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma-gulma air tenggelam seperti Cabomba caroliniana, Vallisneria sp., dan Egeria densa

karena keong murbei memiliki tingkat vorasitas (kerakusan) yang tinggi. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan dan membandingkan nilai vorasitas keong murbei terhadap ketiga gulma air tersebut.

Penelitian di laboratorium dilaksanakan dari tanggal 31 Maret - 3 April 2009 di Laboratorium Riset Tumbuhan Air dengan rancangan acak kelompok. Perlakuan yang digunakan adalah gulma air tenggelam jenis Cabomba caroliniana, Vallisneria spiralis, dan Egeria densa. Observasi awal dilaksanakan pada bulan September 2007 - Agustus 2008. Pada hari pertama dilakukan penimbangan bobot basah masing-masing gulma yang dipakai (w0). Pada hari ketiga, bobot basah gulma yang tidak habis termakan keong ditimbang (w3) kembali. Nilai vorasitas selama tiga hari tersebut (wv) diperoleh dari selisih antara

w0 dan w3 (wv = w0 – w3). Nilai wv dibagi tiga untuk mendapatkan nilai vorasitas per hari.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, faktor reproduksi, morfologi, dan jenis kelamin terhadap aktivitas keong murbei tidak diperhitungkan. Nilai vorasitas keong murbei (P. canaliculata) terhadap V. spiralis paling besar (berbeda nyata p < 0,05)) dibandingkan E. densa dan C. caroliniana. Nilai vorasitas keong murbei terhadap E. densa dan C. caroliniana

cenderung sama (tidak berbeda nyata (p ≥ 0,05)). Semua nilai vorasitas terendah terdapat pada kelompok panjang 1,75 - 1,9 cm, pada C. caroliniana sebesar 0,4524 g/hari, V. spiralis sebesar 0,9541 g/hari, dan E. densa sebesar 0,3872 g/hari. Semua nilai vorasitas tertinggi terdapat pada kelompok panjang 3,5 - 3,6 cm, pada C. caroliniana sebesar 1,9099; V. spiralis sebesar 5,2169; dan E. densa

sebesar 2,3142.

Secara fisik V. spiralis memiliki struktur daun yang relatif lebar, lembut dan lunak, tulang daun yang tipis dan mudah patah, serta jaringan ikat yang mudah robek. Sebaliknya, daun E. densa memiliki kelembutan yang relatif sama dengan

(4)

iv

iv

C. caroliniana juga sangat lentur. Kelenturan itulah yang menyebabkan tulang-tulang daun tersebut sulit dipatahkan oleh keong murbei. Struktur fisik yang dimiliki V. spiralis diduga sangat disukai keong murbei.

Keong murbei (Pomacea canaliculata) pada semua kelompok ukuran panjang menunjukkan nilai vorasitas tertinggi terhadap Vallisneria spiralis

(5)

v

v

VORASITAS KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata)

TERHADAP GULMA AIR TENGGELAM

EKA HERMAWAN SUTANTO C24053117

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

vi

vi

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Vorasitas Keong Murbei (Pomacea

canaliculata) terhadap Gulma Air Tenggelam

Nama Mahasiswa : Eka Hermawan Sutanto

NIM : C24053117

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si Dr. Ir Etty Riani, MS. NIP. 19680111 199203 2 002 NIP. 19560104 198203 2 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002

(7)

vii

vii

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah

memberikan inspirasi dan kesempatan untuk menghadirkan skripsi yang berjudul

Vorasitas Keong Murbei (Pomacea canaliculata) terhadap Gulma Air tenggelam. Skripsi ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan dari September 2007 sampai dengan April 2009 dan merupakan suatu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun

demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat

untuk berbagai pihak dan demi kemajuan ilmu pengetahuan Indonesia.

Bogor, September 2009

(8)

viii

viii

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan skripsi ini, tidak tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si dan Dr. Ir Etty Riani, MS. sebagai dosen

pembimbing yang selalu memberikan motivasi dan pengarahan.

2. Dr. Ir. Fredinan Yulianda selaku pembimbing akademik.

3. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. sebagai komisi pendidikan yang senantiasa

memberikan nasihat yang berarti.

4. Majariana Krisanti, S. Pi, M.Si dan Ir. Ristiyanti M. Marwoto, M.Sc yang

selalu memberikan dorongan dan dukungan.

5. Keluarga besar Herlin Puspaningsih Tenggara dan Hari Santana Sutanto atas

cinta kasih yang tak terhingga dan segala dukungan mereka selama ini.

6. Rekan-rekan Evergreen yang selalu menemani dalam suka dan duka serta

memberikan semangat juang tanpa henti.

7. Keluarga besar MSP terutama MSP 42 atas kebersamaan dan keceriannya

selama ini.

8. Elisabeth Suryani Sangkereng yang selalu memberikan pengertian dan nuansa

manis dalam getir-getir perjuangan hingga saat ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan usulan penelitian ini.

Skripsi ini tak luput dari berbagai kekurangan. Namun, penulis berharap

semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, September 2009

(9)

ix

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, 7 Juli 1987 dari pasangan

Bapak Hari Santana Sutanto dan Ibu Herlin Puspaningsih

Tenggara. Penulis merupakan putra pertama dari dua

bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SD Dapena

Surabaya (1999), SLTPK Santa Maria Surabaya (2002), dan

SMUK Santa Maria Surabaya (2005). Pada tahun 2005,

Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

Kemudian diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2006.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten

Luar Biasa mata kuliah Iktiologi (2007/2008) dan Planktonologi (2008/2009) serta

aktif sebagai Anggota Divisi Keilmuan pada tahun 2007/2008, Wakil Ketua

Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) pada

tahun 2008/2009, serta anggota VMP (Visi Merah Putih) pada tahun

2009-sekarang. Pada tahun 2009, penulis bersama-sama dengan Bagian Produktivitas

dan Lingkungan Perairan, MSP, FPIK, IPB pernah menulis sebuah jurnal

nasional yang berjudul “Red Pomacea”. Kemudian, pada tahun yang sama,

Bersama-sama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan DIKTI

(Dinas Pendidikan Tinggi), penulis pernah mengikuti penelitian tentang “Invasive

Spesies” khusus Gastropoda.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

(10)
(11)

VORASITAS KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata)

TERHADAP GULMA AIR TENGGELAM

EKA HERMAWAN SUTANTO

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(12)

ii

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Vorasitas Keong Murbei (Pomacea canaliculata) terhadap Gulma Air Tenggelam

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

(13)

iii

iii

RINGKASAN

Eka Hermawan Sutanto. C24053117. Vorasitas Keong Murbei (Pomacea canaliculata) terhadap Gulma Air Tenggelam. Dibawah bimbingan Niken T. M. Pratiwi dan Etty Riani.

Keong murbei (Pomacea canaliculata) merupakan spesies yang kosmopolitan, yaitu spesies dengan distribusi yang sangat luas dan mudah sekali beradaptasi. Pada 1981 keong murbei diintroduksi ke Indonesia kemudian pada tahun 1985 - 1987, keong murbei dianggap menjadi spesies lokal yang familiar. Distribusi dan daya adaptasi keong murbei justru menjadikannya sebagai salah satu organisme yang dikhawatirkan berpotensi sebagai hama pertanian yang rakus dan agresif yang kerap kali menyerang tanaman padi.

Tumbuhan air yang pertumbuhannya tidak terkendali dapat menjadikannya sebagai gulma yang seringkali mengganggu ekosistem perairan. Keong murbei diduga akan lebih efektif bila dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma-gulma air tenggelam seperti Cabomba caroliniana, Vallisneria sp., dan Egeria densa

karena keong murbei memiliki tingkat vorasitas (kerakusan) yang tinggi. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan dan membandingkan nilai vorasitas keong murbei terhadap ketiga gulma air tersebut.

Penelitian di laboratorium dilaksanakan dari tanggal 31 Maret - 3 April 2009 di Laboratorium Riset Tumbuhan Air dengan rancangan acak kelompok. Perlakuan yang digunakan adalah gulma air tenggelam jenis Cabomba caroliniana, Vallisneria spiralis, dan Egeria densa. Observasi awal dilaksanakan pada bulan September 2007 - Agustus 2008. Pada hari pertama dilakukan penimbangan bobot basah masing-masing gulma yang dipakai (w0). Pada hari ketiga, bobot basah gulma yang tidak habis termakan keong ditimbang (w3) kembali. Nilai vorasitas selama tiga hari tersebut (wv) diperoleh dari selisih antara

w0 dan w3 (wv = w0 – w3). Nilai wv dibagi tiga untuk mendapatkan nilai vorasitas per hari.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, faktor reproduksi, morfologi, dan jenis kelamin terhadap aktivitas keong murbei tidak diperhitungkan. Nilai vorasitas keong murbei (P. canaliculata) terhadap V. spiralis paling besar (berbeda nyata p < 0,05)) dibandingkan E. densa dan C. caroliniana. Nilai vorasitas keong murbei terhadap E. densa dan C. caroliniana

cenderung sama (tidak berbeda nyata (p ≥ 0,05)). Semua nilai vorasitas terendah terdapat pada kelompok panjang 1,75 - 1,9 cm, pada C. caroliniana sebesar 0,4524 g/hari, V. spiralis sebesar 0,9541 g/hari, dan E. densa sebesar 0,3872 g/hari. Semua nilai vorasitas tertinggi terdapat pada kelompok panjang 3,5 - 3,6 cm, pada C. caroliniana sebesar 1,9099; V. spiralis sebesar 5,2169; dan E. densa

sebesar 2,3142.

Secara fisik V. spiralis memiliki struktur daun yang relatif lebar, lembut dan lunak, tulang daun yang tipis dan mudah patah, serta jaringan ikat yang mudah robek. Sebaliknya, daun E. densa memiliki kelembutan yang relatif sama dengan

(14)

iv

iv

C. caroliniana juga sangat lentur. Kelenturan itulah yang menyebabkan tulang-tulang daun tersebut sulit dipatahkan oleh keong murbei. Struktur fisik yang dimiliki V. spiralis diduga sangat disukai keong murbei.

Keong murbei (Pomacea canaliculata) pada semua kelompok ukuran panjang menunjukkan nilai vorasitas tertinggi terhadap Vallisneria spiralis

(15)

v

v

VORASITAS KEONG MURBEI (Pomacea canaliculata)

TERHADAP GULMA AIR TENGGELAM

EKA HERMAWAN SUTANTO C24053117

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(16)

vi

vi

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Vorasitas Keong Murbei (Pomacea

canaliculata) terhadap Gulma Air Tenggelam

Nama Mahasiswa : Eka Hermawan Sutanto

NIM : C24053117

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si Dr. Ir Etty Riani, MS. NIP. 19680111 199203 2 002 NIP. 19560104 198203 2 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002

(17)

vii

vii

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah

memberikan inspirasi dan kesempatan untuk menghadirkan skripsi yang berjudul

Vorasitas Keong Murbei (Pomacea canaliculata) terhadap Gulma Air tenggelam. Skripsi ini adalah hasil penelitian yang dilaksanakan dari September 2007 sampai dengan April 2009 dan merupakan suatu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun

demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat

untuk berbagai pihak dan demi kemajuan ilmu pengetahuan Indonesia.

Bogor, September 2009

(18)

viii

viii

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan skripsi ini, tidak tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Niken T. M. Pratiwi, M.Si dan Dr. Ir Etty Riani, MS. sebagai dosen

pembimbing yang selalu memberikan motivasi dan pengarahan.

2. Dr. Ir. Fredinan Yulianda selaku pembimbing akademik.

3. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS. sebagai komisi pendidikan yang senantiasa

memberikan nasihat yang berarti.

4. Majariana Krisanti, S. Pi, M.Si dan Ir. Ristiyanti M. Marwoto, M.Sc yang

selalu memberikan dorongan dan dukungan.

5. Keluarga besar Herlin Puspaningsih Tenggara dan Hari Santana Sutanto atas

cinta kasih yang tak terhingga dan segala dukungan mereka selama ini.

6. Rekan-rekan Evergreen yang selalu menemani dalam suka dan duka serta

memberikan semangat juang tanpa henti.

7. Keluarga besar MSP terutama MSP 42 atas kebersamaan dan keceriannya

selama ini.

8. Elisabeth Suryani Sangkereng yang selalu memberikan pengertian dan nuansa

manis dalam getir-getir perjuangan hingga saat ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan usulan penelitian ini.

Skripsi ini tak luput dari berbagai kekurangan. Namun, penulis berharap

semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, September 2009

(19)

ix

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, 7 Juli 1987 dari pasangan

Bapak Hari Santana Sutanto dan Ibu Herlin Puspaningsih

Tenggara. Penulis merupakan putra pertama dari dua

bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SD Dapena

Surabaya (1999), SLTPK Santa Maria Surabaya (2002), dan

SMUK Santa Maria Surabaya (2005). Pada tahun 2005,

Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB.

Kemudian diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2006.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten

Luar Biasa mata kuliah Iktiologi (2007/2008) dan Planktonologi (2008/2009) serta

aktif sebagai Anggota Divisi Keilmuan pada tahun 2007/2008, Wakil Ketua

Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) pada

tahun 2008/2009, serta anggota VMP (Visi Merah Putih) pada tahun

2009-sekarang. Pada tahun 2009, penulis bersama-sama dengan Bagian Produktivitas

dan Lingkungan Perairan, MSP, FPIK, IPB pernah menulis sebuah jurnal

nasional yang berjudul “Red Pomacea”. Kemudian, pada tahun yang sama,

Bersama-sama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan DIKTI

(Dinas Pendidikan Tinggi), penulis pernah mengikuti penelitian tentang “Invasive

Spesies” khusus Gastropoda.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

(20)
(21)

xi

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Analisis ragam dua arah tanpa pengulangan ... 20

2. Nilai vorasitas Pomacea canaliculata terhadap Cabomba carolinia,

Vallisneria spiralis, dan Egeria densa ... 22

3. Pertambahan nilai vorasitas Pomacea canaliculata terhadap

(22)

xii

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pomacea canaliculata (The Apple Snail Website 2008) ... 6

2. Cabomba caroliniana (Der Wasserpflanzenversand Fur 2009) ... 10

3. Egeria densa (Wikipedia 2009) ... 11

4. Vallisneria spiralis (Arefjev 2009) ... 13

5. Pertumbuhan Pomacea canaliculata (Teo 2004) ... 15

6. Cara mengukur panjang cangkang (PC) (Teo 2004) ... 16

7. Tahapan pengeringan gulma ... 17

8. Tahapan penimbangan bobot basah gulma ... 18

9. P. canaliculata (keong murbei) yang tengah diuji ... 18

10.Nilai vorasitas keong murbei terhadap ketiga gulma air tenggelam ... 23

11.Pertambahan nilai vorasitas keong murbei terhadap

ketiga gulma air tenggelam ... 24

12. Pola pertumbuhan dan reproduksi Pomacea canaliculata (Estebenet

(23)

xiii

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil pengukuran bobot sisa gulma air tenggelam selama tiga hari

penelitian di laboratorium ... 35

2. Tabel sidik ragam nilai vorasitas P. canaliculata terhadap Cabomba

carolinia, Vallisneria spiralis, dan Egeria densa ... 36

3. Uji beda nyata terkecil laju vorasitas P. canaliculata terhadap

C. carolinia, V. spiralis, dan E. densa ... 36

4. Suhu air selama penelitian laju vorasitas P. canaliculata terhadap

C. carolinia, V. spiralis, dan E. densa ... 37

(24)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keong murbei (Pomacea canaliculata) merupakan spesies yang

kosmopolitan, yaitu spesies yang distribusinya sangat luas dan mudah sekali

beradaptasi. Suharto (2003) in Min and Yan (2006) mengatakan bahwa pada

1981, keong murbei diintroduksi ke Indonesia. Kemudian pada tahun 1985-1987,

keong murbei dianggap menjadi spesies lokal yang familiar. Distribusi dan daya

adaptasi keong murbei justru menjadikannya sebagai salah satu organisme yang

dikhawatirkan akan menjadi hama pertanian yang rakus dan agresif yang kerap

kali menyerang tanaman padi, sehingga selama ini dikenal sebagai hama potensial

tanaman padi.

Dalam beberapa tahun terakhir, keong murbei mulai disadari sebagai hama

padi yang serius (Hendarsih-Suharto et al. 2006). Bahkan, di dunia keong murbei

menjadi salah satu hama pertanian yang paling berbahaya karena penyebarannya

yang cepat dan menimbulkan kerusakan yang serius (Chapin et al. 2000 in Min &

Yan 2006). Namun, perhatian terhadap penelitian tentang keong murbei dan

pengendaliannya tidak fokus jika dibandingkan dengan hama padi lainnya.

Di sisi lain, keong murbei ini memiliki potensi sebagai sumber protein yang

cukup murah dan berlimpah. Oleh sebab itu diperlukan manajemen yang tepat

agar keberadaan keong murbei bermanfaat bagi aspek-aspek kesehatan, sosial,

maupun ekonomi. Oleh karena itu, jika keong murbei dapat dikelola dengan baik,

bukan tidak mungkin dapat menjadi komoditas prospektif untuk menambah

penghasilan petani dan meningkatkan gizi masyarakat, serta dapat dijadikan

pemberantas gulma air yang saat ini merupakan masalah yang belum terpecahkan

di perairan umum.

Porte et al. (2006) mencoba memanfaatkan keong murbei untuk mengontrol

gulma-gulma di berbagai sawah karena keong murbei suka memakan tunas-tunas

muda dari famili rerumputan. Introduksi P. canaliculata telah dilaporkan sebagai

agen yang sangat mungkin sebagai pengendali gulma di Jepang (Okuma et al.

(25)

2

2

Keberadaan tanaman air saat ini memiliki daya tarik yang khas sebagai

tanaman hias yang cukup populer. Eksistensinya di alam memiliki nilai ekologis

yang penting dalam merangkai suatu ekosistem yang sehat. Namun,

keberadaanya juga sering menjadi masalah yang cukup merepotkan. Apabila

petumbuhannya tidak terkendali maka tumbuhan air tersebut dapat berubah

menjadi gulma. Keberadaan gulma air seringkali mengganggu ekosistem karena

gulma air kerapkali memperlambat arus, meningkatkan pendangkalan,

mempercepat hilangnya air melalui penguapan, dan menjadi kompetitor potensial

terhadap pengambilan oksigen di malam hari dan kadang mengganggu aktivitas

transportasi air. Beberapa jenis tanaman air yang berpotensi menjadi gulma di

antaranya adalah Cabomba caroliniana, Ceratophyllum sp., Egeria densa,

Eichhornia crassipes, Hydrilla verticilata, Pistia stratiotes, Myriophyllum sp.,

Nymphaea sp., Vallisneria sp., dll.

Mengingat sifat keong murbei sebagai hewan yang rakus, keong murbei

memiliki potensi untuk mengendalikan gulma air. Keong murbei diduga akan

lebih efektif bila dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma-gulma air tenggelam

seperti Cabomba caroliniana, Vallisneria sp., dan Egeria densa karena keong

murbei hidup di kolom perairan.

Selama ini telah dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kerusakan

yang disebabkan oleh keong murbei terhadap lahan pertanian padi. Beberapa

alternatif pengelolaan keong murbei juga cukup banyak disinggung. Namun,

hingga saat ini belum dilakukan penelitian tentang tingkat kerakusan (vorasitas)

keong murbei (P. canaliculata) untuk keperluan pengelolaan tersebut.

Pengelolaan dimaksudkan agar dapat ditentukan waktu penebaran dan pemanenan

yang efektif. Dengan demikian populasi keong murbei dan gulma khususnya

gulma air tenggelam dapat dikendalikan, sehingga keseimbangan ekologis dapat

tercapai.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat

kerakusan (vorasitas) keong murbei (P. canaliculata) terhadap gulma air

tenggelam. Harapan dari penelitian ini antara lain dengan mengetahui tingkat

(26)

3

3

terkendali. Di samping itu, populasi keong murbei akan meningkat. Peningkatan

itu dapat diimbangi dengan pemanenan populasi tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Populasi gulma air akan mengganggu ekosistem perairan dan lalu lintas

perairan. Ledakan populasi (blooming) gulma sebenarnya merupakan respon

terhadap tingginya nutrien di perairan. Peningkatan nutrien akan diikuti oleh

peningkatan populasi gulma. Tingginya populasi gulma akan menimbulkan

gangguan terhadap ekosistem perairan tersebut karena dapat mempercepat laju

penguapan atau hilangnya air, meningkatkan pendangkalan, menyebabkan deplesi

oksigen di malam hari, serta menurunkan kecepatan arus dan debit air. Terkadang

gulma-gulma tersebut mengganggu aktivitas transportasi air karena sering

menyangkut pada baling-baling kapal dan mengganggu pergerakan kapal.

Namun, hingga saat ini belum ada tindakan perbaikan yang tepat guna terhadap

berbagai masalah tersebut. Dalam penelitian ini, yang dimaksud sebagai gulma

tersebut adalah Cabomba caroliniana, Vallisneria sp., dan Egeria densa.

Pada kasus lain, keong murbei (P. canaliculata) telah menjadi hama agresif

pada tanaman padi. Kemampuannya untuk beradaptasi, berkembang biak secara

cepat, dan tingkat konsumsinya yang luar biasa menjadikan keong murbei sebagai

hama yang cukup agresif. Penanganan terhadap keong murbei hingga saat ini

dapat dikatakan belum optimal karena keong ini pada umumnya hanya dibuang

begitu saja, dijadikan pakan bebek dan lele (Hendarsih-Suharto et al. 2006), dan

hanya sebagian kecil masyarakat lokal yang mengkonsumsi dagingnya.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai vorasitas (tingkat

kerakusan) keong murbei (P. canaliculata) pada rentang panjang cangkang

tertentu terhadap tiga spesies gulma air tenggelam, yaitu Cabomba caroliniana,

Egeria densa, dan Vallisneriaspiralis.

(27)

4

4

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi

tentang efektivitas penggunaan keong murbei (P. canaliculata) dalam

mengendalikan gulma air tenggelam. Setelah itu dapat diperoleh salah satu

alternatif teknik manajemen tepat guna terhadap permasalahan gulma air

(28)

5

5

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keong Murbei (Pomacea canaliculata)

Keong murbei adalah siput air tawar yang berasal dari Amerika Selatan

tropis dan subtropis (Halwart 1994c in Ranamukhaarachchi & Wickramasinghe

2006). Keong tersebut diintroduksikan dari Amerika Selatan ke Taiwan pada

1980 untuk keperluan akuakultur sebagai bahan makanan lokal dan ekspor

(Naylor 1996 in Ranamukhaarachchi & Wickramasinghe 2006). Penyebaran

keong murbei yang sangat besar diawali oleh peranannya sebagai bahan makanan

dan keong hias yang sangat digemari (Cowie 1996 in Ranamukhaarachchi &

Wickramasinghe 2006). Saat ini keong murbei telah diintroduksikan ke berbagai

belahan dunia (Sinives 2005 in Ranamukhaarachchi & Wickramasinghe 2006).

Naylor (1996) in Teo (2004) menjelaskan bahwa keong murbei mulai

beralih menjadi hama ketika permintaan pasar terhadap keong ini memburuk.

Kemudian banyak instansi budidaya keong murbei mengabaikan dan membiarkan

keong-keong tersebut terlepas begitu saja.

Hirai (1988), Rejesus et al. (1990), Halwart (1994a) in Teo (2004) telah

mencatat bahwa saat ini keong murbei menjadi salah satu hama utama tanaman

padi di Asia. Namun sebaliknya, Carlsson et al. (2004) in Ranamukhaarachchi

and Wickramasinghe (2006) berpendapat bahwa keong murbei dapat juga

digunakan sebagai pembasmi gulma.

2.1.1. Klasifikasi dan morfologi

Keong murbei (Pomacea canaliculata) (Gambar 1) merupakan siput air

tawar yang termasuk ke dalam Famili Ampulariidae. Sebagian besar P.

canaliculata tersebar pada habitat tropis dan subtropis yang lembab di Afrika,

Amerika Selatan dan Amerika Tengah, dan Asia (Cowie et al. 2006).

Banyak penemu yang berpendapat bahwa taksonomi dari Pomacea hanya

sedikit yang diketahui (Cazzaniga 2006). Taksonomi dari grup spesies

(29)

6

6

dari spesies alaminya. Dalam keterbatasan tersebut, P. canaliculata diketahui

memiliki penyebaran yang luas (Cowie et al. 2006).

Klasifikasi Ampulariidae menurut Lamarck (1882), TROPMED Technical

Group (1986) in Baoanan and Pagulayan (2006).

Kingdom : Animalia Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda (Cuvier 1797)

Subkelas : Prosobranchia (Milne Edwards 1848) Ordo : Mesogastropoda (Thiele 1927) Superfamili : Viviparoidea (Gray 1847) Famili : Ampullariidae (Guilding 1828) Genus : Pomacea

Spesies : Pomacea canaliculata

Gambar 1. Pomacea canaliculata (The Apple Snail Website 2008)

Secara morfologi Pomacea (golden apple snail) yang biasa dikenal sebagai

keong mas atau siput murbei memiliki kemiripan dengan siput lokal Pila. Bentuk

dan ukuran cangkang serta warna dari kapsul telur dapat menjadi karakteristik

untuk membedakan Pomacea dan Pila (Marwoto 1997 in Hendarsih-Suharto et al.

2006).

Pomacea canaliculata memilki cangkang yang besar, tebal, lebar dan

puncak (apex) yang pendek; memiliki 4 - 5 gelung dengan gelung tubuh (body

whorl) yang tebal. Umbilikus P. canaliculata terbuka, memiliki kanal yang

dalam. Cangkangnya halus berwarna coklat terang atau kuning kehijauan, tanpa

pita-pita spiral (spiralbands) coklat. Aperture (bukaan cangkang) melebar secara

oval, bibir luar (outer lips) agak sedikit tebal berwarna oranye atau kuning gelap,

(30)

45-7

7

65 mm, lebar 40 - 55 mm, dan tinggi aperture sekitar ¾ dari total tinggi cangkang

(Hendarsih-Suharto et al. 2006).

Sedikit berbeda dengan Hendarsih-Suharto et al. (2006), Cowie et al. (2006)

mendeskripsikan bahwa cangkang Pomacea canaliculata berbentuk membulat,

umumnya berat, dengan periostrakum berwarna kehijauan atau berwarna tanduk,

dan sering memiliki pita spiral (spiral band) gelap. Cangkang keong dewasa

memilki 5 - 6 gelung, bertambah agak cepat dan terpisah oleh saluran suture yang

dalam. Puncak cangkang (apex) agak landai, tetapi karakter ini cukup bervariasi.

Aperture besar dan membundar agak memanjang dan bibir cangkangnya atau

peristome kadang berwarna kemerahan.

2.1.2. Kebiasaan makan

Keong murbei adalah polifagus yang luar biasa. Keong ini memakan

tanaman, detritus, dan hewan lain (Cazzaniga & Estebenet 1984 in Cazzaniga

2006). Pada umumnya Pomacea merupakan makrofitovora yang lebih memilih

tanaman air mengapung atau tenggelam daripada tanaman air yang mencuat

(Bachman 1960, Bonetto & Tassara 1987 in Cazzaniga 2006).

Keong murbei yang baru menetas dapat bertahan tanpa makanan selama

beberapa hari dengan mengandalkan persediaan cadangan makanan endogen.

Bentuk makanan eksogen pertama kali berupa detritus dan alga. Mereka mulai

memangsa tanaman-tanaman yang lebih besar setelah mencapai panjang 15 mm

(Halwart 1994, Schnorbach 1995 in Cazzaniga 2006). Individu yang mencapai

panjang 10 - 25 mm tidak merubah jenis makanan pilihannya (Estebenet 1995 in

Cazzaniga 2006).

2.1.3. Reproduksi

Keong murbei merupakan hewan dioecious (berumah dua). Individu jantan

dewasa memiliki operkulum yang cekung di tengahnya yang menjadikan ciri itu

sebagai pembeda dari betina dewasa (Chiu et al. 2002 in Min & Yan 2006). Pada

umumnya jumlah betina melebihi pejantannya. Di Filipina, perbandingan jumlah

(31)

8

8

Dalam kondisi yang sesuai, keong betina mencapai kematangan seksual saat

berumur 60-85 hari. Menurut Martin (1986), Estebenet and Cazzaniga (1992) in

Cazzaniga (2006), ukuran minimum keong betina untuk reproduksi adalah sekitar

2,5 cm, sedangkan keong jantan pada umumnya telah mampu bereproduksi pada

ukuran minimum yang lebih kecil dari keong betina (Estoy et al. 2002 in

Cazzaniga 2006). Keong-keong tersebut memijah setiap bulan sepanjang tahun

(Halwart 1994 in Min & Yan 2006). Min and Yan (2006) mengatakan bahwa

suhu yang sesuai untuk kopulasi dan pemijahan berada pada kisaran 25 - 28oC,

tetapi menurut Cazzaniga (2006), temperatur yang absolut untuk reproduksi

belum diketahui dengan pasti.

Di bawah kondisi iklim yang berbeda, jumlah keturunan yang dihasilkan

akan berbeda-beda (Min & Yan 2006). Albrecht et al. (1999) in Min and Yan

(2006) menambahkan, pada tahap aktif, keong murbei berkopulasi dan memijah

secara teratur. Suhu air yang rendah akan menurunkan aktifitas keong dan

menunda masa kopulasinya, namun masa kopulasinya tidak dipengaruhi oleh

waktu pencahayaan.

2.1.4. Habitat dan distribusi

Keong murbei diketahui sebagai spesies yang nokturnal. Habitat umumnya

berupa parit, kolam dangkal, sawah, dan jenis perairan lainnya dengan arus yang

tenang atau lambat dengan syarat memiliki dasar yang berlumpur. Keong murbei

tidak dapat tinggal di perairan yang kering selama periode yang panjang, perairan

payau ekstrim atau pada perairan mengalir deras (Lach & Cowie 1999 in Min &

Yan 2006). Meskipun demikian Halwart (1994) in Min and Yan (2006)

mengatakan bahwa perairan mengalir membantu penyebaran keong murbei.

Keong murbei memiliki sifon yang membantunya bernafas di udara bebas.

Hal tersebut menyebabkan keong murbei memiliki toleransi terhadap kandungan

oksigen terlarut (DO) yang rendah. Pada suhu air 25oC, ketika DO lebih rendah

dari 1 - 2 mg/l, keong murbei merenggangkan tubuhnya untuk meningkatkan luas

area pertukaran udara dan menjulurkan sifonnya. Ketika konsentrasi DO

(32)

9

9

konsentrasi DO mencapai 0,08 - 0,1 mg/l, 80% dari keong-keong itu mati (Yin et

al. 2000c in Min &Yan 2006).

Keong murbei akan menutup operkulum dan mensekresikan mukus untuk

beradaptasi terhadap lingkungan yang tidak mendukung, seperti pada kondisi pH

yang tinggi. Pada umumnya keong murbei lebih memilih kondisi perairan yang

basa (pH 7 - 8,5). Ketika pH lebih dari 10, dengan operkulum tertutup dan tanpa

atau sedikit mensekresikan mukus, keong menjadi inaktif hingga akhirnya mati

(Yin et al. 2000c in Min &Yan 2006).

Keong murbei tersebar di daerah tropis dan subtropis. Di Amerika, keong

murbei ditemukan di Argentina, Bolivia, Brazil, Paraguay, Suriname, dan

Uruguay (Ponce de Leon & Carpo 1994 in Min & Yan 2006). Di Asia, keong

murbei dapat ditemukan di Cina, Indonesia, Jepang, Korea, Laos, Malaysia,

Papua, Filipina, Thailand, dan Vietnam (Halwart 1994 in Min & Yan 2006). Di

Amerika Utara, keong ini tersebar di beberapa negara bagian Amerika Serikat

(AS). Di Afrika, keong murbei dapat ditemukan di Mesir. Di Eropa, belum ada

laporan mengenai keberadaan keong murbei (Min &Yan 2006).

2.2. Gulma Air Tenggelam (Submerged Weed)

Gulma air adalah tanaman air yang tumbuh di perairan secara luas dan tidak

terkendali yang merugikan ekosistem akuatik secara fisika, kimia atau biologi

(Islam 2008). Jacobs and Sainty (1988) mendefinisikan tanaman air tenggelam

sebagai tanaman yang seluruh bagian tubuh serta daunnya tenggelam dan akarnya

menancap pada substrat. Tanaman tersebut pada saat tertentu akan menghasilkan

bunga temporer yang muncul ke atas permukaan air. Gulma air tenggelam secara

praktis dapat disebut juga sebagai taman air tenggelam yang pertumbuhannya

merugikan.

Metode pengendalian penyebaran gulma air tenggelam berbeda dengan

gulma terestrial. Penggunaan bahan kimia, mesin, dan manipulasi habitat dapat

menggangu kestabilan sistem ekologisnya. Pendekatan yang paling tepat adalah

dengan menyeimbangkan komponen abiotik, tanaman, dan hewan di dalam sistem

(33)

10

10

2.2.1. Cabomba caroliniana

Cabomba caroliniana (Gambar 2) adalah tanaman air yang biasa hidup di

perairan mengalir yang termasuk ke dalam famili Cabombaceae. Tanaman ini

berasal dari Brazil, Paraguay, Uruguay, dan Argentina (Orgaard 1991 in Ding et

al. 2005). Cabomba caroliniana menjadi tanaman akuarium yang populer dan

diperkenalkan ke banyak negara lain karena daun-daunnya yang tenggelam

dengan baik (Ding et al. 2005).

Berikut ini adalah klasifikasi Cabomba caroliniana menurut

,in

ITIS (2009).

Kingdom

Subkingdom

Divisi

Kelas :

Subkelas

Ordo

Famili

Genus

Spesies

Gambar 2. Cabomba caroliniana (Der Wasserpflanzenversand Fur 2009)

Cabomba telah menjadi gulma yang serius di beberapa bendungan dan

saluran air. Kepadatan Cabomba yang tinggi dapat mengganggu transportasi

kapal dan operasional reservoir, menghasilkan luapan air, rembesan, mengurangi

(34)

11

11

2005). Untuk mencegah ledakan populasi Cabomba caroliniana, mekanisme

penyebaran dan invasinya harus diteliti lebih lanjut (Ding et al. 2005).

2.2.2. Egeria densa

Egeria densa (Gambar 3) merupakan tanaman air tenggelam, berakar, dan

dapat hidup hingga kedalaman 6 meter. Tanaman ini termasuk ke dalam famili

Hydrocharitaceae. Egeria sering disebut sebagai Brazilian elodea yang berumah

dua di mana bunga jantan dan betina dihasilkan dari individu yang berbeda.

Klasifikasi Egeria densa yang terdapat dalam Zipcodezoo.com (2008) dan

Wikipedia (2009) disajikan sebagai berikut.

Kingdom

Divisi

Kelas

Superordo

Ordo

Famili

Genus

Spesies : Egeria densa Planch.

Gambar 3. Egeria densa (Wikipedia 2009)

Habitat asal E. densa berada di daerah perairan dangkal, berarus lambat,

sedikit asam, dan kaya unsur hara. Di luar habitat asalnya, mereka tumbuh di

danau, sungai, dan mata air. Egeria membentuk kumpulan monotipik yang padat

dan mampu mengalahkan tanaman akuatik asli suatu daerah tertentu. Selanjutnya

Egeria dapat mengganggu aliran air, menjebak sedimen, mempengaruhi kualitas

(35)

12

12

tanaman hias akuatik, namun karena sifat agresifnya terhadap tanaman asli,

perdagangan tanaman itu dilarang di beberapa negara. (The Nature Conservancy

of Vermont, Vermont Department of Environmental Conservation, Vermont

Department of Fish and Wildlife, and Vermont Department of Forests, Parks and

Recreation 2003).

2.2.3. Vallisneria spiralis

Vallisneria spiralis (Gambar 4) merupakan tanaman air yang penyebarannya

sangat luas dan mampu beradaptasi dengan baik mulai dari daerah tropis di

Bengal, India hingga daerah subtropis di Kanada (Choudhuri 1966). Genus

Vallisneria umumnya memiliki bentuk dan struktur yang mirip. Vallisneria

termasuk ke dalam famili Hydrocharitaceae, tanaman ini merupakan tanaman

perennial, tenggelam, berakar dan menempel pada substrat, berbunga, tidak

bercabang, dan berumah satu. Daunnya seperti pita dengan ujung yang pipih dan

meruncing seperti mata panah. Warna daunnya hijau terang pada bagian

tengahnya dan hijau lebih gelap pada bagian tepinya. Bunga tanaman ini biasanya

mengapung dan dihubungkan dengan tangkai spiral yang menyerupai cambuk.

Sinonim lain dari Vallisneria spiralis adalah Vallisneria americana (Zipcodezoo

2008; Wikipedia 2009).

Klasifikasi Vallisneria spiralis menurut Zipcodezoo (2008) dan Wikipedia

(2009) disajikan sebagai berikut.

(36)

13

13

Gambar 4. Vallisneria spiralis (Arefjev 2009)

Vallisneria spiralis sangat berpotensi menjadi gulma mengingat daya

adaptasinya yang tinggi. Bahkan di Kepulauan Chatham, Selandia Baru, spesies

ini telah dilaporkan sebagai gulma layaknya Egeria densa dan Hydrilla verticilata

(ECAN 2008). Kemampuan adaptasinya yang luar biasa ini bahkan mampu

bersaing dengan Hydrilla verticilata yang terkenal sangat ganas. Dalam kondisi

nutrien yang terbatas, ternyata V. spirallis mampu menekan dan mengalahkan

(37)

14

14

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu observasi awal dan

penelitian utama. Observasi awal dilakukan di lapangan (areal sawah Dramaga,

Bogor) dan di laboratorium selama lebih kurang satu tahun (September 2007

sampai dengan Agustus 2008). Penelitian utama dilaksanakan selama tiga hari

pada tanggal 31 Maret hingga 3 April 2009. Kegiatan penelitian utama bertempat

di Laboratorium Riset Tumbuhan Air, Bagian Produktivitas dan Lingkungan

Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Metode Penelitian

Adapun serangkaian tahapan yang dirangkum di dalam metode penelitian.

Tahapan-tahapan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.

3.2.1. Observasi awal

Observasi awal merupakan suatu tahap awal untuk mengenal organisme uji.

Hal tersebut bertujuan untuk memahami cara dan kebiasaan hidup keong murbei,

sehingga tidak diberi batasan waktu dalam melakukan observasi tersebut.

Sebelum penelitian dimulai, observasi awal yang dilakukan adalah

memelihara keong murbei dari berbagai kelompok ukuran panjang dengan

berbagai variasi makanan. Keong murbei dipelihara sejak berada dalam telur

hingga menetas dan dewasa. Variasi makanan yang diberikan adalah daun pepaya

(Carica papaya), alokasia (Alocasia sp.), krokot (Althernantera sp.), eceng

gondok (Eichhornia crassipes), dan balancing (Dieffenbachia sp.) baik dalam

kondisi segar, layu, maupun kering.

Hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa setelah menetas, keong murbei

memakan daun kering dan layu (detritius), tetapi yang dimakan hanya bagian

daun yang lembut. Ketika panjang cangkang mencapai ≥ 1,5 cm, keong murbei

(38)

15

15

tidak disukai adalah daun pepaya, balancing, krokot, alokasia, dan eceng gondok.

Secara fisik, daun yang disukai adalah daun yang lebar, lembut, tidak keras,

mudah robek, dan bertulang daun rapuh.

Hasil observasi awal juga menunjukkan bahwa keong murbei dengan

panjang cangkang 1 - 3 cm bertambah panjang 0,2 - 0,3 cm dalam waktu 4 hingga

5 hari. Gambar 5 mendukung hasil observasi tersebut. Berdasarkan hasil

tersebut, ditetapkan rentang waktu penelitian utama tidak lebih dari 3 hari untuk

menghindari besarnya pengaruh pertumbuhan terhadap hasil penelitian.

Gambar 5. Pertumbuhan Pomacea canaliculata (Teo 2004)

3.2.2. Persiapan organisme uji

Organisme uji yang digunakan adalah keong murbei (P. canaliculata) dan

gulma air tenggelam (Cabomba caroliniana, Egeria densa, dan Vallisneria

spiralis). Individu-individu keong murbei yang akan diuji diambil dari satu

populasi yang berasal dari sepetak sawah dengan tujuan untuk memperkecil

heterogenitas. Persediaan Cabomba caroliniana, Egeria densa, dan Vallisneria

spiralis dapat diperoleh dari pedagang ikan hias atau petani tanaman air.

Dalam satu populasi dapat diperoleh beragam kelompok ukuran. Keong

murbei mulai memakan makrofita saat mencapai panjang cangkang ≥1,5 cm lalu

mulai dapat dikonsumsi saat mencapai panjang cangkang ≥3,5 cm, sehingga

dalam penelitian ini, kelompok ukuran yang dipakai mulai dari kelompok ukuran

(39)

16

16

Sedikitnya dikumpulkan tiga ekor keong dalam tiap-tiap kelompok ukuran.

Panjang cangkang diukur menggunakan jangka sorong (Gambar 6). Sebelum

diuji, keong-keong tersebut terlebih dahulu diadaptasikan selama satu minggu

dengan kondisi laboratorium dan diberi makan gulma yang akan diujikan. Hal itu

bertujuan agar keong-keong uji terbiasa memakan ketiga gulma tersebut.

Gambar 6. Cara mengukur panjang cangkang (PC) (Teo 2004)

3.2.3. Pengujian dan pengukuran

Alat yang digunakan adalah stoples sebagai media uji, kain kasa, dan karet

gelang sebagai penutup stoples. Kemudian gelas plastik, stopwatch, tisu gulung,

kardus, alat tulis, termometer, dan timbangan disiapkan. Tisu gulung digunakan

sebagai alat pengering yang dibentangkan di atas alas (kardus). Gelas plastik

dipakai sebagai wadah penimbangan (media timbang). Stoples yang akan dipakai

diberi keterangan dengan spidol agar lebih jelas. Keterangan yang dicantumkan

adalah keong uji ke-n, panjang keong, dan jenis gulma. Gelas plastik yang akan

dipakai ditimbang terlebih dahulu, lalu nilai hasil penimbangannya dicantumkan

menggunakan spidol pada gelas tersebut.

Bahan yang diperlukan adalah air, keong murbei (Pomacea canaliculata),

dan gulma air tenggelam (Cabomba caroliniana, Hydrilla verticilata, dan Egeria

densa). Media uji yang digunakan adalah 15 buah stoples. Kemudian 15 stoples

tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, sehingga tiap kelompok mendapat lima

stoples. Setiap kelompok (lima stoples) menggunakan satu jenis gulma air dan

setiap stoples berisi satu ekor keong dari kelompok ukuran panjang yang telah

(40)

17

17

pengulangan karena terdapat kesulitan dalam memperoleh sampel dengan panjang

cangkang yang homogen.

Tahap awal yang harus dilakukan adalah persiapan air. Sebelum dilakukan

pengujian, air terlebih dahulu diisikan ke dalam masing-masing stoples yang telah

ditandai. Banyaknya air yang dimasukan kira-kira hingga ketinggian air mencapai

15 cm. Kemudian keong-keong uji dimasukkan ke dalam stoples-stoples yang

sudah ditentukan.

Gulma yang dipersiapkan untuk setiap spesies adalah 1,5 - 2 gram dalam

satu pot. Cara penimbangan gulma ditunjukkan pada Gambar 7. Mula-mula dua

rangkap tisu dibentangkan di atas alas (kardus), kemudian gulma-gulma tersebut

ditiriskan dan diletakkan di atasnya lalu diselimuti dengan tisu kembali sebanyak

dua rangkap. Penekanan dilakukan untuk membantu proses penyerapan air.

Proses penyekaan ini dilakukan selama dua menit.

Gambar 7. Tahapan pengeringan gulma

Gulma-gulma yang telah diseka dimasukkan ke dalam gelas plastik (Gambar

8) kemudian ditimbang. Hasil penimbangan merupakan berat total gelas plastik

(41)

18

18

Gambar 8. Tahapan penimbangan bobot basah gulma

Selanjutnya, tiap-tiap gulma diletakkan di dalam pot dan dimasukkan ke

dalam setiap stoples yang telah berisi keong uji. Setiap stoples berisi satu pot

kemudian stoples ditutup dengan kain kasa lalu diikat dengan karet gelang

(Gambar 9).

Gambar 9. Keong murbei (Pomacea canaliculata) yang tengah diuji

Pengujian dilakukan di ruang semi tertutup. Selama pengujian dilakukan

penambahan gulma, yaitu ketika terdapat gulma yang akan habis sebelum masa

uji selesai.

Pengukuran suhu dilakukan setiap pagi-siang-malam pada pukul 09.00,

13.00, dan 21.00 WIB dengan tujuan untuk melihat kondisi kestabilan lingkungan.

(42)

19

19

gulma yang tidak termakan dan pengukuran panjang cangkang setiap keong uji.

Sisa gulma yang ditimbang adalah sisa yang berpotensi untuk tumbuh kembali.

Proses penyekaan dan penimbangan sama dengan proses yang telah dilakukan

sebelumnya. Upaya pengukuran panjang cangkang digunakan untuk memastikan

kelompok ukuran panjang yang dipakai.

Pada hari pertama dilakukan penimbangan bobot basah masing-masing

gulma yang dipakai (w0). Pada hari ketiga, bobot basah gulma yang tidak habis termakan keong ditimbang (w3) kembali. Nilai vorasitas selama tiga hari tersebut (wv) diperoleh dari selisih antara w0 dan w3 (wv = w0 – w3). Nilai wv dibagi tiga untuk mendapatkan nilai vorasitas per hari.

Selama ini belum ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa faktor

reproduksi, perbedaan jenis kelamin, dan morfologi berpengaruh terhadap tingkat

aktivitas Pomacea canaliculata. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini digunakan

asumsi bahwa pengaruh ketiga faktor tersebut tidak diperhitungkan.

3.3. Analisis Data

Data hasil pengukuran selama percobaan harus diolah terlebih dahulu.

Dalam penelitian ini, hasil olah data tersebut diperlukan untuk mendapatkan nilai

vorasitas dan pertambahan nilai vorasitas keong murbei terhadap C. caroliniana,

E. densa, dan V. spiralis. Analisis data yang terdapat dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

3.3.1. Pertambahan nilai vorasitas

Pertambahan nilai vorasitas adalah besarnya persen pertambahan nilai

vorasitas yang timbul antara kelompok ukuran panjang yang satu dengan

kelompok ukuran berikutnya. Pertambahan tersebut merupakan selisih antara

nilai vorasitas kelompok ukuran panjang ke-(i+1) terhadap kelompok ukuran

panjang ke-(i). Kemudian nilai tersebut dibagi dengan nilai vorasitas kelompok

ukuran panjang ke-(i) dan dikalikan 100%.

(43)

20

20

3.3.2. Analisis statistik

Hasil suatu pengujian adalah proyeksi dari keberhasilan atau kegagalan.

Proyeksi tersebut kerap diwujudkan dalam data. Kualitas data tersebut akan

diketahui setelah dianalisis lebih lanjut.

Rancangan acak kelompok sangat baik bagi keheterogenan unit percobaan

berasal dari suatu sumber keragaman. Kelompok yang dibentuk harus merupakan

kumpulan dari unit-unit percobaan yang relatif homogen sedangkan keragaman

antar kelompok diharapkan cukup tinggi. Penelitian ini menggunakan RAK dan

Uji BNT. Analisis ragam yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

analisis ragam dua arah tanpa pengulangan (ANOVA double factors without

replication). Analisis tersebut disajikan dalam bentuk tabel sidik ragam yang

dikenal dengan sebutan tabel ANOVA (Tabel 1). Model linier aditif dari

rancangan kelompok dapat dituliskan sebagai berikut (Matjik dan Sumertajaya

2000).

Y

ij

= µ + τ

i

+ β

j

+ ε

ij

Keterangan:

i = perlakuan (i=1,2,3,. . . ) j = kelompok waktu (j=1,2,3,. . . )

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok waktu ke-j

µ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok waktu ke-j

εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i kelompok waktu ke-j

Tabel 1. Analisis ragam dua arah tanpa pengulangan

(44)

21

21

Hipotesis yang dapat diuji dari rancangan di atas adalah sebagai berikut.

Terdapat perbedaan nilai vorasitas (kerakusan) keong murbei (P. canaliculata)

terhadap sekurang-kurangnya satu di antara tiga jenis gulma (Cabomba

caroliniana, Vallisneria spiralis, dan Egeria densa).

3.3.3. Uji lanjut beda nyata terkecil (BNT)

Hipotesis dari perbandingan metode BNT adalah sebagai berikut: H0: µ1 =

µ1 VS H1: µ1 ≠ µ1, dengan µ = rataan umum. Nilai kritis BNT diny atakan

dengan rumus berikut ini.

BNT= t

(α/2)

x

√2KTS

n

Keterangan:

BNT = beda nyata terkecil

t(α/2) = nilai t tabel pada selang kepercayaan α/2 (α = 0,05) KTS = Kuadrat Tengah Sisa

n = jumlah ulangan

Jika masing-masing perlakuan memiliki ulangan yang sama, maka untuk

semua pasangan perlakuan hanya diperlukan satu nilai BNT. Kriteria

pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut. Jika beda absolut dari dua

perlakuan lebih besar dari nilai BNT ([Iyi-Yi’I] > BNT), maka dapat disimpulkan

(45)

22

22

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan pengamatan selama penelitian diperoleh hasil pengukuran

bobot sisa gulma air tenggelam (Lampiran 1). Data tersebut digunakan dalam

penentuan nilai vorasitas keong murbei terhadap ketiga gulma air tenggelam yang

diujikan.

Berikut ini adalah hasil penelitian nilai vorasitas Pomacea canaliculata

terhadap Cabomba carolinia, Vallisneria spiralis, dan Egeria densa yang

dilakukan selama tiga hari (Tabel 2 dan Gambar 10). Pada penelitian ini

digunakan beberapa asumsi yaitu, faktor reproduksi, morfologi, dan jenis kelamin

terhadap aktivitas keong murbei tidak diperhitungkan.

Tabel 2. Nilai vorasitas Pomacea canaliculata terhadap Cabomba carolinia,

Vallisneria spiralis, dan Egeria densa

No. Kelompok ukuran

Berdasarkan hasil analisis ragam pada taraf α = 0,05 (Lampiran 2), tampak

bahwa Fhitung > FTabel. Hal ini mengandung arti bahwa setidaknya terdapat satu

nilai vorasitas keong murbei (P. canaliculata) yang berbeda terhadap ketiga jenis

gulma air tenggelam. Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa setidaknya

terdapat satu kelompok ukuran panjang yang menunjukkan nilai vorasitas yang

berbeda terhadap kelompok ukuran panjang yang lain. Berdasarkan hasil uji

lanjutan, yakni uji beda nyata terkecil (BNT) (Lampiran 3), nilai vorasitas keong

(46)

23

23

Cabomba caroliniana dan Egeria densa. Sebaliknya, nilai vorasitas keong

murbei terhadap Cabomba caroliniana dan Egeria densa tidak berbeda nyata.

0,00

Gambar 10. Nilai vorasitas keong murbei terhadap ketiga gulma air tenggelam ( C. caroliniana V. spiralis E. densa)

Pertambahan nilai vorasitas (Tabel 3 dan Gambar 11) selama pengujian

menunjukkan adanya kecenderungan penurunan pertambahan nilai vorasitas.

Namun, penurunan tersebut bukan berarti menunjukkan penurunan jumlah

makanan yang dikonsumsi keong-keong murbei tersebut.

Tabel 3. Pertambahan nilai vorasitas Pomacea canaliculata terhadap Cabomba carolinia, Vallisneria spiralis, dan Egeria densa

No. kelompok ukuran panjang

Pertambahan nilai vorasitas (%)

Cabomba caroliniana Vallisneria spiralis Egeria densa

1-2 97,41 101,89 103,52

2-3 18,83 29,06 77,97

3-4 15,70 50,43 30,45

(47)

24

Gambar 11. Pertambahan nilai vorasitas keong murbei terhadap ketiga gulma air tenggelam ( C. caroliniana V. spiralis E. densa)

4.2. Pembahasan

Ketiga jenis gulma yang dipakai merupakan gulma air tenggelam yang lebih

disukai keong murbei (P. canaliculata) daripada gulma air mencuat (Bachman

1960, Bonetto & Tassara 1987 in Cazzaniga 2006). Namun diantara ketiganya, V.

spiralis lebih disukai daripada C. caroliniana dan E. densa. Hasil yang

ditampilkan pada Tabel 2 dan Gambar 10 tersebut menunjukkan bahwa nilai

vorasitas keong murbei terhadap V. spiralis lebih besar dan berbeda nyata

terhadap dua gulma lainnya.

Keong murbei sangat menyukai tunas-tunas muda dari famili rerumputan

(Porte et al. 2006). Hal ini diduga karena keong murbei lebih menyukai struktur

tanaman-tanaman tersebut. Struktur tunas muda tersebut lembut, tulang daun tipis

dan rapuh, dan jaringan ikat yang mudah robek. Berdasarkan hasil observasi

awal, keong murbei memiliki preferensi tertinggi terhadap daun pepaya (Carica

papaya) yang memiliki struktur daun yang lebar, lembut, tidak keras, mudah

robek, dan bertulang daun rapuh. Struktur daun antara daun pepaya dan tunas

muda dari famili rerumputan memiliki sifat yang hampir sama.

Dibandingkan dengan dua jenis gulma air tenggelam lain yang diuji, V.

spiralis memiliki struktur yang jauh lebih mirip famili rerumputan yang dimaksud

(48)

25

25

relatif lebar, lembut dan lunak, tulang daun yang tipis dan mudah patah, serta

jaringan ikat yang mudah robek. Sebaliknya, daun E. densa memiliki kelembutan

yang relatif sama dengan V. spiralis, tetapi memiliki tulang daun sangat lentur

yang menyebabkan daun E. densa sulit dipatahkan. C. caroliniana mempunyai

daun yang paling sempit dan hampir sulit dibedakan dengan tulang daunnya.

Disamping itu, pertulangan daun C. caroliniana juga sangat lentur. Kelenturan

itulah yang menyebabkan tulang-tulang daun tersebut sulit dipatahkan oleh keong

murbei. Struktur fisik (batang dan percabangan batang) antara E. densa dan C.

caroliniana hampir sama, tapi dengan struktur daun yang berbeda.

Di antara ketiga gulma air tenggelam yang diujikan, V. spiralis memiliki

daun yang paling lebar dan tulang daun yang paling rapuh. Di samping itu, daun

E. densa lebih lebar daripada C. caroliniana. Diduga struktur fisik yang dimiliki

oleh V. spiralis tersebut lebih disukai oleh keong murbei. Grafik nilai vorasitas

keong murbei terhadap ketiga gulma air tenggelam (Gambar 10) menunjukkan

bahwa keong murbei relatif lebih menyukai E. densa daripada C. caroliniana.

Meskipun demikian, hasil uji BNT menunjukkan bahwa nilai vorasitas terhadap

keduanya tidak berbeda nyata. Dengan kata lain, keong murbei memiliki

preferensi yang sama terhadap E. densa dan C. caroliniana.

Suhu perairan yang terjadi selama penelitian berkisar antara 25-27oC

(Lampiran 4) sesuai dengan habitat keong murbei. Selama penelitian

berlangsung, suhu tertinggi terjadi pada malam hari dan suhu terendah terjadi di

pagi hari. Fenomena tersebut diawali oleh lambatnya sirkulasi suhu dan udara

pada ruangan uji yang semi tertutup, sehingga menyebabkan kalor siang hari

tertahan sebagian ke dalam ruangan uji. Tingginya suhu perairan yang terjadi

selama penelitian secara alami terjadi karena kontak langsung antara air dan udara

ruangan sehingga air menyerap kalor dari suhu ruangan. Di samping itu, air

memiliki kemampuan menyimpan kalor yang baik, sehingga proses hilangnya

kalor yang diserap dapat dihambat dengan baik. Oleh sebab itu, suhu perairan

tertinggi terdapat pada malam hari, sedangkan suhu terendah terdapat pada pagi

hari.

Li (1995) in Min and Yan (2006), mengatakan bahwa suhu optimum bagi

(49)

26

26

Cazzaniga (1992) in Cazzaniga (2006), keong murbei menyukai perairan yang

bersuhu kamar antara 25 - 29oC. Namun, pada umumnya keong murbei sangat

mudah beradaptasi dengan suhu lingkungannya. Hal ini ditunjukkan oleh

keberhasilan penyebarannya yang sangat luas mulai dari habitat subtropis hingga

tropis (Feng 1994, Halwart 1994, Ponce de Leon and Carpo 1994 in Min & Yan

2006).

Ketersediaan oksigen tidak menjadi problema dalam penelitian ini karena

keong murbei memiliki kebiasaan untuk mengandalkan sifon yang mampu

mengambil udara langsung dalam memenuhi kebutuhan oksigennya. Bahkan di

alam, saat kandungan oksigen terlarut relatif rendah, keong murbei tetap aktif

(Yin et al. 2000c in Min &Yan 2006).

Tabel 2 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin besar ukuran tubuh

keong murbei, semakin besar pula nilai vorasitasnya. Penyebab terjadinya hal itu

tak lain karena pertumbuhan itu sendiri. Semakin besar tubuh keong murbei,

semakin besar pula jumlah makanan yang dibutuhkan.

Estebenet and Martin (2002) mengatakan bahwa pola pertumbuhan dan

reproduksi keong murbei di daerah subtropis terjadi secara berselang-seling pada

suhu kamar 9 - 29oC. Di daerah tropis, pada suhu konstan 25oC, proses

reproduksi terjadi setelah mengalami optimalisasi pertumbuhan (Gambar 12).

(50)

27

27

Jumlah panah pada Gambar 12 menunjukkan kuantitas reproduksi yang

terjadi dalam siklus hidup keong murbei. Faktor-faktor yang paling

mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi adalah suhu musiman dan makanan.

Saat proses reproduksi berlangsung, laju pertumbuhan keong murbei di daerah

tropis cenderung mengalami penurunan. Namun, di daerah subtropis,

keong-keong dengan panjang cangkang di atas 3 cm mengalami proses reproduksi pada

fase tercepat dalam pertumbuhannya (Estebenet & Cazzaniga 1992 in Estebenet &

Martin 2002).

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 11, pertambahan nilai vorasitas keong

murbei cenderung mengalami penurunan. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas

metabolisme keong tersebut. Pada usia muda (kurang dari 2,5 cm), keong murbei

cenderung lebih aktif serta memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat. Oleh

sebab itu, pertambahan nilai vorasitas yang terjadi juga sangat besar. Sebaliknya,

pada usia dewasa (lebih dari 2,5 cm) pertambahan nilai tersebut mulai menurun

karena terjadi penurunan aktivitas dan laju pertumbuhan. Namun, pertambahan

tersebut diduga akan meningkat kembali saat memasuki masa-masa reproduksi.

Dari hasil pengukuran pertambahan nilai vorasitas, proses reproduksi yang

pertama terjadi pada ukuran lebih dari 2,5 cm. Grafik pada Gambar 11

menunjukkan adanya peningkatan pertambahan nilai vorasitas pada kelompok

panjang 2 hingga 5 cm (2,3 – 3,5 cm). Keong murbei mulai mampu bereproduksi

ketika mencapai ukuran minimum sekitar 2,5 cm. Kemudian fase reproduksi

tersebut akan cenderung diikuti dengan turunnya laju pertumbuhan. Namun, di

daerah subtropis, keong murbei mampu melakukan reproduksi bersama-sama

dengan peningkatan laju pertumbuhan (Martin 1986, Estoy et al. 2002, Estebenet

& Cazzaniga 1992 in Cazzaniga 2006). Dengan demikian, jika terjadi proses

reproduksi, maka besar kemungkinan akan terjadi peningkatan pertambahan nilai

vorasitas untuk mendapatkan energi yang lebih besar bagi metabolisme reproduksi

dan pertumbuhan. Setelah masa reproduksi usai, pertambahan nilai vorasitas akan

menurun kembali.

Keong-keong murbei yang terdapat di daerah tropis diduga melakukan hal

yang sama dengan keong-keong murbei dari subtropis karena merupakan satu

(51)

28

28

keong-keong murbei tropis tidak berkesempatan untuk melaksanakan reproduksi

pada saat yang bersamaan dengan masa pesatnya pertumbuhan. Tetapi, bukan

berarti pertambahan nilai vorasitas keong murbei tropis menurun, melainkan tetap

meningkat untuk dapat bereproduksi lebih cepat dan lebih sering daripada keong

murbei subtropis. Hal tersebut dapat dilihat pada banyaknya jumlah panah pada

Gambar 12.

Peningkatan pertambahan nilai vorasitas (Gambar 11) pada keong murbei

yang memakan V. spiralis diduga menggambarkan proses reproduksi yang lebih

cepat daripada yang lain. Hal tersebut terjadi pada kelompok ukuran panjang 3 –

4 cm (2,75 - 3,1 cm). Keong murbei yang memakan C. caroliniana, diduga

memulai proses tersebut pada kelompok ukuran panjang 4-5 cm (3,1 - 3,6 cm).

Keong murbei yang memakan E. densa, diduga akan memulai proses tersebut

pada kelompok ukuran panjang 3,1 - 3,6 cm. Mengacu pada hasil pengamatan

Estebenet and Cazzaniga (1992) in Estebenet and Martin (2002), penyebab

cepatnya proses reproduksi yang terjadi pada keong murbei yang memakan V.

spiralis diduga adalah kualitas makanan (V. spiralis) keong murbei.

Dalam penelitian ini belum dapat ditentukan ukuran pasti yang

menunjukkan awal terjadinya penurunan atau stagnasi nilai vorasitas karena

ukuran panjang keong murbei yang diujikan hanya terbatas pada ukuran konsumsi

(lebih besar atau sama dengan 3,5 cm). Ukuran panjang minimum keong murbei

yang dipakai dalam penelitian ini adalah sekitar 1,5 cm, mengacu pada hasil

observasi awal serta pengamatan Halwart (1994), Schnorbach (1995) in

Cazzaniga (2006).

Selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai kandungan bahan

kimia (aroma dan rasa) yang disukai keong murbei yang terdapat dalam

makanannya (gulma). Oleh karena itu belum dapat diketahui pengaruh

kandungan bahan kimia tersebut terhadap nilai vorasitas keong murbei. Selain itu,

diduga kandungan bahan kimia tersebut berpengaruh juga terhadap pertumbuhan

keong murbei. Namun, waktu yang digunakan dalam penelitian terlalu singkat

untuk melihat pengaruh pertumbuhan tersebut.

Keong murbei yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kecamatan

(52)

29

29

tersebut, terdapat tiga tipe morfologi keong murbei yang memiliki bentuk fisik

cangkang berbeda (Lampiran 5). Tipe 1 memiliki warna cangkang coklat dengan

pita spiral yang tegas, tipe 2 bercangkang kuning polos kehijauan, dan tipe 3

memiliki warna cangkang kuning terang dengan pita spiral yang tipis.

Di antara ketiga tipe keong tersebut cenderung tidak terdapat perbedaan

aktivitas dan kualitas biologi. Secara genetik, perbedaan morfologi tersebut

dimungkinkan terjadi dalam satu populasi atau satu garis keturunan. Sebagai

contoh, sepasang keong murbei yang berwarna kuning polos dapat menghasilkan

ketiga tipe cangkang tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa perbedaan morfologi

tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan populasi atau kelompok. Pada

umumnya, keong murbei yang memiliki pita spiral lebih aktif dan lebih konsumtif

dibandingkan dengan keong murbei yang bercangkang kuning polos, walaupun

berasal dari satu spesies yang sama (Marwoto RM, 21 Februari 2009, komunikasi

pribadi).

Di lain pihak, di beberapa tempat, perbedaan tipe cangkang tersebut

merupakan indikasi dari populasi yang berbeda. Populasi tersebut pada umumnya

memiliki preferensi habitat yang berbeda (Marwoto RM, 21 Februari 2009,

komunikasi pribadi). Namun, ketiga tipe keong murbei yang digunakan dalam

penelitian berasal dari habitat dan populasi yang sama. Diduga bahwa tidak

adanya perbedaan populasi, aktivitas, dan kualitas metabolisme yang terjadi pada

keong-keong yang berasal dari Dramaga tersebut disebabkan oleh peleburan

genetik kedua populasi tersebut. Oleh sebab itu dalam penelitian ini perbedaan

(53)

30

30

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Keong murbei (Pomacea canaliculata) pada semua kelompok ukuran

panjang menunjukkan nilai vorasitas tertinggi terhadap Vallisneria spiralis

dibandingkan Egeria densa dan Cabomba caroliniana. Nilai vorasitas keong

murbei terhadap E. densa tidak berbeda nyata terhadap C. caroliniana.

5.2. Saran

Selama ini belum ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa faktor

reproduksi, perbedaan jenis kelamin, dan morfologi berpengaruh terhadap tingkat

aktivitas Pomacea canaliculata. Di samping itu, juga belum pernah dilakukan

penelitian mengenai kandungan bahan kimia (aroma dan rasa) yang disukai keong

murbei yang terdapat dalam makanannya (gulma). Oleh karena itu, perlu

Gambar

Gambar 1.  Pomacea canaliculata (The Apple Snail Website 2008)
Gambar 2.  Cabomba caroliniana (Der Wasserpflanzenversand Fur 2009)
Gambar 3.  Egeria densa (Wikipedia 2009)
Gambar 4.  Vallisneria spiralis (Arefjev 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indeks kesamaan ini akan memiliki nilai sama dengan 1 apabila terdapat kesamaan secara penuh atau jika serangkaian spesies dari kedua individu sebanyak 161 ekor

Daripada mempertimbangkan banyaknya kemungkinan pola pemotongan, metode penghasil kolom bekerja dengan membangun suatu model bagian dari masalah pemotongan persediaan yang

Karakter password internet banking lebih secure daripada pin ATM karena user diberi kebebasan menggunakan angka, huruf (besar dan kecil) dan karakter simbol dalam membuat

Gambar 32 Substrat dasar makroalga di perairan laut Desa Teluk Bakau Melihat diagram diatas, substrat dasar yang mendominasi pada lokasi penelitian adalah pasir dengan persentase

Selain driblling , teknik dasar passing dan stoping merupakan teknik dasar yang baik dalam permainan sepak bola, sebab passing dan stoping sangat ideal digunakan untuk

siswa sudah mulai berbicara lebih sopan dibandingkan dengan pra siklus dan siklus 1, sedangkan untuk karakter tanggung jawab pada siklus 2 cenderung ke MK

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka peneliti tidak menggunakan semua permasalahan untuk diteliti. Batasan penelitian ini adalah

(2) Pelaksanaan manajemen hubungan sekolah dan masyarakat (humas) meliputi kegiatan pemberdayaan komite sekolah, mewajibkan orang tua mengambil rapor anak sendiri,